Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak
terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu
sendiri. Globalisasi merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar dua puluh tahun yang
lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh tahun
terakhir. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi
proses globalisasi ini.
Dewasa ini globalisasi sangat mempengaruhi jaman. Segala aspek kehidupan mulai
berubah akibat dari arus globalisasi termasuk gaya hidup yang cenderung kebarat-baratan,
mulai dari sikap, gaya berbicara, maupun dalam berbusana. Salah satu perubahan yang
paling mencolok dan dapat dilihat secara langsung yakni dari segi gaya berpakaian. Gaya
berpakaian menjadi salah satu hal yang sangat mempengaruhi kepribadian seseorang di era
globalisasi saat ini.
Mantra (1996 : 1-2) mengemukakan, globalisasi merupakan gejala yang tidak dapat
dihindarkan, tetapi sekaligus juga membuka kesempatan yang luas. Globalisasi telah
membawa kemajuan besar dan perubahan-perubahan mendasar dalam kehidupan
masyarakat Bali, khususnya umat Hindu yaitu terjadinya benturan kultur. Sekarang ini
globalisasi bukan merupakan hal yang baru dibicarakan. Tekanan dari globalisasi yang
menjadi tantangan terbesar saat ini harus dicarikan solusi.
Tekanan globalisasi dewasa ini memang membawa dampak terjadinya pergeseran etika
dalam berbusana adat ke pura oleh generasi muda Hindu di Bali. Seperti yang dikutip oleh
Idi Subandi Ibrahim (peneliti media dan kebudayaan pop dalam pengantar buku Malcolm
Barnard, fashion dan komunikasi: 2007): Thomas Carlyle mengatakan, pakaian adalah
perlambang jiwa. Synnott (2003 : 11-14), juga mengemukakan bahwa, tubuh kita dengan
bagian-bagiannya dimuati oleh simbolisme kultural, publik dan privat, positif dan negatif,
politik dan ekonomi, seksual, moral dan seringkali kontroversial. Pakaian adalah salah
satu ciri khas seseorang dalam berpenampilan. Baik itu dalam bekerja, jalan-jalan,
berbelanja maupun dalam bersembahyang.
Sejak dahulu hingga sekarang busana adat ke pura selalu berubah sesuai perkembangan
jaman. Pada dasarnya, berbusana tentu akan lebih baik jika disesuaikan dengan aktifitas
atau kegiatan yang akan dilakukan. Dalam menggunakan busana adat ke pura terutama
untuk persembahyangan harus sesuai dengan tata cara atau etika yang berlaku.. Namun,
sebagian besar generasi muda Hindu di Bali kurang memahami dan ada juga yang tidak
mau memahami mengenai etika berpakaian ke pura. Seperti yang kita ketahui bahwa
pikiran setiap manusia tentu tidak sama, ada yang berpikir positif bahwa itulah trend
pakaian masa kini, namun ada juga yang berpikiran negatif. Bagi orang yang mempunyai
pikiran negatif, mereka memiliki pemikiran bahwa busana terbuka akan mempengaruhi
kesucian pikiran umat lain yang melihatnya sehingga akan mempengaruhi konsentrasi
pikiran saat dilaksanakan persembahyangan.
Untuk itulah perlu dikaji unsur-unsur budaya dalam berbusana dari sudut pandang
Agama Hindu serta bagaimana etika yang tepat dalam berbusana adat ke pura di era
globalisasi ini sesuai dengan sumber sastra Agama Hindu.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas dapat dirumuskan beberapa
masalah diantaranya :
1. Apa pengertian perubahan kebudayaan ?
2. Bagaimana keterkaitan antara perubahan budaya dengan tata cara berbusana umat
Hindu pada era globalisasi?
3. Apakah ada sumber sastra Agama Hindu yang mengatur tentang tata cara berbusana
yang benar pada era globalisasi?
4. Bagaimana realitas perubahan budaya umat Hindu dalam tata cara berpakaian di era
globalisasi?
5. Bagaimana peran dari masyarakat serta pemerintah dalam menghadapi masalah budaya
berbusana adat umat Hindu?
1.3 Metode Penulisan
Metode dan teknik penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah
metode studi pustaka. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi
dimana selanjutnya data tersebut akan dijadikan dasar atau pedoman untuk melihat adanya
ketidaksesuaian antara teori dengan kenyataan sebagai penyebab dari permasalahan yang
dibahas dalam makalah ini. Sumber-sumber yang dijadikan sebagai rujukan untuk studi
pustaka diperoleh dari sumber buku pengetahuan serta situs-situs yang ada di internet.

1.4 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas dapat ditarik beberapan
tujuan penulisan makalah ini diantaranya :
1. Agar dapat mengetahui pengertian dari perubahan kebudayaan.
2. Agar dapat mengetahui keterkaitan antara perubahan budaya dengan tata cara berbusana
umat Hindu pada era globalisasi.
3. Agar dapat mengetahui sumber sastra Agama Hindu yang mengatur tentang tata cara
berbusana yang benar pada era globalisasi.
4. Agar dapat mengetahui realitas perubahan budaya umat Hindu dalam tata cara
berpakaian di era globalisasi.
5. Agar dapat mengetahui peran dari masyarakat serta pemerintah dalam menghadapi
masalah budaya berbusana adat umat Hindu.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perubahan Kebudayaan

Perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian di


antara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda, sehingga terjadi keadaan yang tidak
serasi bagi kehidupan. Pengertian perubahan kebudayan menurut para ahli antara lain
sebagai berikut.

a. John Lewis Gillin dan John Philip Gillin

Perubahan kebudayaan adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang disebabkan oleh
perubahan-perubahan kondisi geografis kebudayaan material, komposisi penduduk,
ideologi maupun karena adanya difusi dan penemuan baru dalam masyarakat tersebut.

b. Samuel Koenig

Perubahan kebudayaan menunjuk pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-


pola kehidupan manusia. Modifikasi-modifikasi tersebut terjadi karena sebab-sebab
internal maupun eksternal.

c. Selo Soemardjan

Perubahan kebudayaan adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga


kemasyarakatan yang memengaruhi sistem sosial, termasuk nilai-nilai, sikap, dan pola-pola
perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.

d. Kingsley Davis

Perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat.


2.2 Keterkaitan Perubahan Budaya dengan Cara Berbusana Umat Hindu Pada Era
Globalisasi

Globalisasi merupakan gejala yang tak dapat dihindarkan, tetapi sekaligus juga
membuka kesempatan yang luas. Globalisasi telah membawa kemajuan besar dan
perubahan-perubahan mendasar dalam kehidupan masyarakat Bali, khususnya umat Hindu
yaitu terjadinya benturan kultur. Sekarang ini globalisasi bukan merupakan hal yang baru
dibicarakan. Tekanan dari globalisasi yang menjadi tantangan terbesar saat ini harus
dicarikan solusi.

Seiring dengan perkembangan jaman, segala aspek kehidupan termasuk budaya pun
akan senantiasa berubah mengikuti perkembangan jaman tersebut. Budaya berbusana adat
di Bali pun juga mengalami perubahan di era globalisasi ini. Tidak semua perubahan
mengarah ke arah yang baik, namun ada juga mengarah ke arah yang buruk. Setiap orang
tentu saja memiliki perbedaan pandangan. Ada yang menganggap bahwa perubahan
budaya ini tidak sesuai dengan etika dan norma kesopanan yang berlaku di masyarakat.
Serta, ada pula yang menganggap bahwa ini adalah trend atau mode yang harus mereka
ikuti agar tidak kelihatan ketinggalan jaman.

2.3 Tata Cara Berbusana Menurut Sastra Agama Hindu

Etika berbusana dalam agama hindu diatur oleh adat istiadat setempat secara turun
temurun dan tidak tertulis. Sehingga tidak ada sumber sastra agama hindu yang mengatur
tentang tata cara berbusana yang benar pada era globalisasi.

2.4 Realitas Perubahan Budaya Umat Hindu Dalam Tata Cara Berpakaian Akibat
Globalisasi

Realitas perubahan budaya umat Hindu dalam tata cara berpakaian akibat globalisasi
dapat kita telusuri dari etika dalam berbusana ke Pura. Orang berbusana adat yang baik
untuk ke Pura yakni berbusana yang enak dipandang. Tidak kebablasan seperti busana
yang pendek-pendek, kebaya yang tipis dan transparan, penggunaan kamben yang di atas
lutut. Walaupun semua itu adalah trend atau mode kita harus juga mengetahui apa makna
dari pakaian adat ke Pura.
Adapun contoh-contoh perubahan busana adat kepura di era globalisasi sekarang
seperti :

Pemakaian baju kebaya atau brokat bagi busana wanita menjadi lebih transparan, modis

dan memakai lengan pendek.

Pemakaian kamben atau kain bagi busana wanita sedikit lebih tinggi atau diatas lulut.

Pemakaian aksesoris yang berlebihan sehingga terkesan modis dan mahal seperti bross,

hiasan kepala.

Pemakaian udeng atau destar bagi busana laki-laki yang tidak benar, tidak memiliki

ikatan ujung udeng menghadap keatas.

Pemakaian kamben atau kain bagi busana laki-laki yang tidak memiliki kancut

(ujungnya lancip menyentuh tanah) dan ada juga yang memakai kamben model sarung
yang bukan termasuk busana ke pura.

Pemakaian tinggi saput dan jarak kamben bagi busana laki-laki yang salah biasanya

sejengkal dari mata kaki.

Dalam salah satu Dharma Wacana Ida Pedanda Gede Made Gunung (2013) mengatakan
bahwa pakaian itu merupakan produk budaya manusia, sehingga Agama Hindu tidak
menyeragamkan pakaian penganutnya karena kitab suci agama Hindu adalah wahyu Tuhan
bukan produk manusia yang mengayomi, mengangkat, dan memaknai budaya lokal,
walaupun demikian Agama Hindu mengajarkan susila. Sehingga pakaian ke pura itu
adalah pakaian yang bisa menumbuhkan rasa nyaman baik yang memakai maupun yang
melihat, menumbuhkan rasa kesucian, dan mengandung kesederhanaan, warnanyapun akan
lebih baik yang berwarna tidak ngejreeeng, jadi karena pakaian bisa menumbuhkan
kesucian pikiran.
Bukan berarti agama Hindu menolak modernisasi atau menolak modifikasi dalam
pemakaian pakaian adat ke Pura, namun kita sebagai penganutnya harus bisa menempatkan
dimana seharusnya modernisasi dan modifikasi itu ditempatkan, kalau tidak begitu bila
semua berpakaian modifikasi sampai pemangku bermodifikasi bagaimana jadinya suasana
di Pura. Tentu itu akan mengakibatkan sebuah penyimpangan dalam berpakaian kepura.

Sebagai generasi muda memang sudah harus sepatutnya mempelajari dan mampu
memahami dan juga melakasakan etika dalam berpakaian untuk persembahyangan ke Pura.
Pikiranlah yang utama dalam mengantarkan bhakti kita kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa. Dan apabila hanya karena mengikuti trend dan mode pakaian yang dikenakan bisa
menggagu konsentrasi tentu saja itu akan membuat terganggunya situasi persembahyangan
yang khusyuk.

Berpenampilan tetap cantik atau tampan, rapi dan bersih pada saat melakukan
persembahyangan yang bertujuan agar perasaan nyaman muncul, sehingga
persembahyangan pun bisa dilakukan dengan baik. Untuk bisa tampil cantik, tentu tidak
harus menggunakan pakaian kebaya, dan aksesoris serba mahal. Semua harus disesuaikan
dengan keperluan saja, jangan sampai berlebih yang bisa menimbulkan kesan pamer. Mulai
dari pakaian atau kebaya, pilih yang tepat untuk acara persembahyangan, dan rambut
sewajarnya, demikian juga aksesoris. Dan jangan lupa agar filosofis dalam berpakaian
tidak dilupakan. Karena itu adalah sebuah budaya yang patut untuk di pertahankan.

Dengan berpakaian rapi, nyaman untuk digunakan dan tidak menggaggu penglihatan
orang lain serta dengan tidak melupakan unsur-unsur filosofis berpakaian itu akan jauh
lebih baik daripada memakai pakaian transparan dan memakai kamben cukup tinggi hingga
memperlihatkan paha. Pada akhirnya kembali kepada pemakai busana tersebut apa kata
hati nurani (atmanasthuti) nya. Pantaskan sebuah trend busana tersebut dipakai untuk
melakukan yadnya atau persembahyangan, sedangkan untuk melakukan semua itu
diperlukan pikiran yang suci umat. Diperlukan kesadaran semua umat untuk turut
mensucikan pura antara lain dengan kesucian pikiran diri sendiri dan orang lain.
2.5 Peran Masyarakat dan Pemerintah

a. Peran Masyarakat:

Menumbuhkan kesadaran dan menjadi pelopor berbusana yang baik dan benar yang
nantinya dapat di contoh bahkan kembali menjadi trend di kalangan generasi muda.

b. Peran Pemerintah:

Mengoptimalkan peran dan kerja organisasi-organisasi keagamaan seperti WHDI dan


PHDI seperti mengadakan seminar ataupun sosialisasi kepada masyarakat, bagaimana cara
berpakaian yang sopan dan santun.

Memperbanyak organisasi-organisasi hindu sebagai wadah bagi umat hindu dalam


mengutarakan apresiasi maupun permasalahan-permasalahan mengenai kebudayaan agar
segera dapat diselesaikan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Saat ke pura diharapkan mengenakan pakaian adat yang bisa menumbuhkan rasa
nyaman baik yang memakai maupun yang melihat, menumbuhkan rasa kesucian, dan
mengandung kesederhanaan, warnanyapun akan lebih baik yang berwarna tidak mencolok,
karena pakaian bisa menumbuhkan kesucian pikiran. Sebagai generasi muda memang
sudah sepatutnya mempelajari dan mampu memahami dan juga melakasakan etika dalam
berpakaian untuk persembahyangan ke Pura. Pikiranlah yang utama dalam mengantarkan
bhakti kita kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dan apabila hanya karena mengikuti
trend dan mode pakaian yang dikenakan bisa menggagu konsentrasi tentu saja itu akan
membuat terganggunya situasi persembahyangan yang khusuk.

Dengan berpakaian rapi, nyaman untuk digunakan dan tidak mengganggu penglihatan
orang lain serta dengan tidak melupakan unsur-unsur filosofis berpakaian itu akan jauh
lebih baik. Pada akhirnya kembali kepada pemakai busana tersebut apa kata hati nurani
(atmanasthuti)nya. Pantaskan sebuah trend busana tersebut dipakai untuk melakukan
yadnya atau persembahyangan, sedangkan untuk melakukan semua itu diperlukan pikiran
yang suci umat. Diperlukan kesadaran semua umat untuk turut mensucikan pura antara lain
dengan kesucian pikiran diri sendiri dan orang lain.

3.2 Saran

Masyarakat dapat menumbuhkan kesadaran dan menjadi pelopor berbusana yang baik
dan benar yang nantinya dapat di contoh bahkan kembali menjadi trend di kalangan
generasi muda. Serta pemerintah diharapkan dapat mengoptimalkan peran dan kinerja
organisasi-organisasi keagamaan seperti WHDI dan PHDI seperti mengadakan seminar
ataupun sosialisasi kepada masyarakat, bagaimana cara berpakaian yang sopan dan santun.
Serta memperbanyak organisasi-organisasi hindu sebagai wadah bagi umat hindu dalam
mengutarakan apresiasi maupun permasalahan-permasalahan mengenai kebudayaan agar
segera dapat diselesaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Artadi, Ketut. 2011. Kebudayaan Spiritualitas. Denpasar: Pustaka Bali Post

Raga, Rafael. 2010. Manusia dan Kebudayaan. Jakarta: Rineka Cipta

https://imadeyudhaasmara.wordpress.com/page/2/

http://www.zonasiswa.com/2015/02/perubahan-sosial-budaya-pengertian.html

Anda mungkin juga menyukai