Anda di halaman 1dari 15

Dominasi Partai Golkar Dalam Pemerintahan Orde Baru Tahun 1965-1998

Mahardin Rachmita Gayatri /

F1D016052 Jurusan Ilmu Politik

FISIP UNSOED

Abstrak

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

Kata Kunci : .............................., ..........................., .........................,......................

Pendahuluan

Orde Baru berkuasa pasca runtuhnya Orde Lama yang dianggap

gagal karena stabilitas politik dan keamanan sangat kurang pada waktu itu.

Hal ini memunculkan pergantian pemimpin beserta dengan sistem

demokrasi. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas

penyimpangan yang dilakukan oleh Presiden Soekarno pada masa Orde

Lama. Orde Baru berlangsung dari tahun 1965 hingga 1998 selama 30 tahun

lebih berkuasa Presiden Soeharto telah membuktikan tindak oteriter.

Kebijakan yang diambil pada masa awal pemerintahannya ialah

berupaya untuk menumpas habis pengaruh komunisme dari bumi nusantara.


Presiden Soeharto menggunakan kekuasaannya untuk menggusur secara

total dominasi kekuasaan komunis untuk menegakan ideologi Pancasila

sebagai satu-satunya ideologi Indonesia. Dengan berbagai cara Presiden

Soeharto berusaha untuk menghambat upaya perluasaan pengaruh

komunisme kedalam pemerintahan, parlemen, hingga ketingkatan yang

paling dasar. Hadirnya Partai Golkar dalam pemerintahan Orde Baru

membawa dampak yang sangat berkesan di dunia perpolitikan Indonesia.

Selama masa Orde Baru Golkar berhasil menjadi kekuatan politik di

Indonesia. Dalam fenomena ini dapat dilihat bahwa Presiden Soeharto

merupakan pilar utama kekuatan Golkar pada saat itu, ditambah birokrasi

dan angkatan militer atau ABRI.

Pemerintah Orde Baru juga melakukan kebijakan untuk

mempermudah mengawasi partai yang berdiri di Indonesia dengan

melakukan penyederhanaan partai, penyederhanaan ini dianggap penting

demi menciptakan stabilitas politik sehingga dapat mencapai tujuan Orde

Baru saat itu, yaitu pelaksanaan pembangunan. Ternyata ada maksud

tersembunyi dari pelaksanaan penyerdehanaan partai politik, yaitu untuk

mempertahankan kekuasaan Presiden Soeharto serta kebebasan

berpartisipasi dalam politik sebagai hak salah satu utama warga negara

mampu dipersempit oleh penguasa sehingga kekuasaan menjadi aman.

Dalam proses penyerdehanaan partai tersebut akan dibagi menjadi 3

kelompok partai. Pertama yaitu kelompok partai spiritual material yang

menitik beratkan progamnya pada pembangunan spiritual, tetapi tidak


mengabaikan pembangunan material, kedua yaitu kelompok partai

nasionalis yang menitik beratkan setiap progamnya pada pembangunan

material, tetapi tidak mengabaikan aspek-aspek dari spiritual, dan ketiga

yaitu kelompok karya. Pada masa Orde Baru pun, kebebasan pers sangat

terbatas jika ada salah satu media yang menerbitkan berita-berita miring

seputar pemerintah, maka media massa tersebut akan mendapatkan

peringatan keras dari pemerintah yang tentunya akan mengancam

penerbitannya

Dilain sisi, keterlibatan militer dibirokrasi dalam menduduki kursi-

kursi pemerintahan yang dianggap strategis juga dilakukan. Militer saat itu

dijadikan sebagai kekuatan politik yang dominan dan stabilitor. Bukan

sebagai pertahanan dan keamanan negara saja tetapi juga ikut serta dalam

dunia politik dan pemerintahan. Selain itu, presiden yang berkuasa penuh

pada masa Orde Baru menjadikan salah satu partai mendominasi dalam

setiap pelaksanaan pemilihan umum. Partai Golkar lah yang mendominasi

saat itu, sehingga Partai Golkar menjadi kekuatan politik di Indonesia.

Dalam hal tersebut, tentunya dapat dilihat Presiden Soeharto merupakan

pilar utama kekuatan Golkar. Kemudian pada tahun 1971 pemilu

dilaksanakan pada masa Orde Baru pertama kalinya, berbeda dengan pemilu

tahun 1955 ditahun 1971 harus bersifat netral. Tetapi, pada prakteknya pada

pemilu 1971 para pejabat pemerintah berpihak kepada salah satu peserta

pemilu, yaitu Partai Golkar. Sejak Golongan Karya (Golkar)

memenangkan pemilihan umum tahun 1971 Golkar menjadi pemegang


agenda politik secara tunggal di Indonesia. Dari sejak itu pula tercipta apa

yang diistilahkan sistem kepartaian yang hegemonik sebagai partai

hegemoni. Kemenangan Partai Golkar dalam pemilu merupakan hasil dari

pilihan rakyat, namun tetap saja pilihan tersebut merupakan suatu pilihan

yang sebenarnya sudah diatur dengan sedemikian rupa oleh pemerintah

yang berkuasa, sehingga Partai Golkar lah yang selalu menang dan

mendominasi selama rezim Orde Baru saat itu.

Jadi sesungguhnya, pemerintah pun telah merekayasa ketentuan-

ketentuan yang menguntungkan partai Golkar seperti menetapkan seluruh

pegawai negeri sipil harus memilih dan berpihak kepada Golkar dengan

sifat otoriter sang penguasa masa itu. Tentu saja hal ini sangat bertolak

belakang dengan Demokrasi Pancasila di Indonesia, hal ini dikarenakan

penerapannya yang jauh dari kenyataan berlawanan dengan tujuan

demokrasi sendiri. Orde Baru justru berdampak pada kebebasan rakyat. Ia

tidak sejalan dengan pengertian demokrasi yang sesungguhnya.

Pembahasan

Berdasarkan teori nonvalutional dicetuskan Thomas P.Jenkin yang

membahas tentang fenomena fakta politik dengan tidak mempersoalkan nilai. Teori

ini biasnya bersifat deskriptif yang berusaha untuk membahas fakta kehidupan

politik sedemikian rupa tanpa menambahkan unsur apapun sehingga dapat

disistematisir dan disimpulkan. Tentunya teori ini akan melihat secara nyata

kehidupan partai politik di Indonesia masa Orde Baru. Dari sisi jumlah partai politik

yang berkembang di Indonesia pada saat itu, Indonesia dapat dikategorikan sebagai
negara yang menganut sistem multi partai, tetapi banyak pengamat politik

berpendapat bahwa sistem kepartaian yang dianut pada masa Orde Baru adalah

sistem partai tunggal. Ada juga yang menyebut sistem kepartaian masa Orde Baru

adalah sistem partai dominan. Hal ini dikarenakan kondisi kompetisi antar partai

politik yang ada pada saat itu. Benar, jika jumlah partai politik yang ada adalah

lebih dari dua parpol sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem multi partai.

Namun, jika dianalisis lebih mendalam ternyata kompetisi diantara partai politik

yang ada di dalam pemilu tidaklah seimbang. Golkar mendapatkan tempat dari

pemerintah untuk selalu memenangkan persaingan perebutan kekuasaan di

pemerintahan.

Lahirnya Orde Baru Tahun 1965-1998

Kemunculan Orde Baru dilatarbelakangi oleh runtuhnya Orde Lama.

Tepatnya pada saat runtuhnya kekuasaan Presiden Soekarno yang kemudian

digantikan oleh Presiden Soeharto. Salah satu faktor penyebab runtuhnya Orde

Lama adalah keadaan keamanan dalam negeri yang tidak kondusif dan sangat

kacau pada masa itu. Terlebih lagi karena adanya peristiwa pemberontakan G30S

PKI. Hal ini menyebabkan wibawa dari Presiden Soekarno kian merosot, sehingga

beliau memberikan mandat kepada Soeharto untuk melaksanakan kegiatan

pengamanan di Indonesia melalui Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar.

Setelah di keluarkannya Supersemar , pemerintah mendapat kepercayaan

dari rakyat sehingga semakin meningkatnya kehidupan berbangsa dan bernegara,

serta mulai ditata kembali menjadi lebih baik. Namun setelah itu, terjadilah masalah

dualisme kepemimpinan. Soekarno sebagai presiden dan Soeharto menjadi


pelaksana pemerintah, yang dimaksud dengan itu adalah adanya dua pemimpin

yang memiliki kewenangan yang sama di dalam pemerintahan. Masalah ini pun

membuat Soeharto semakin menuju puncak kejayaannya apalagi setelah Presiden

Soekarno menulis surat pengunduran diri dan menyerahkan kekuasaannya pada

Soeharto. Tanggal 23 Februari 1967 , MPRS mengadakan sidang untuk

membicarakan tentang surat pengunduran diri Soekarno dan ingin mengangkat

Soeharto menjadi presiden.

Setelah resmi dan dilantik Presiden Soeharto mulai berkuasa dan

memperkenalkan sistem politik barunya yang disebut dengan Demokrasi Pancasila.

Pemerintahan yang sering disebut dengan Orde Baru ini, berlandaskan pada

Pancasila, UUD 1945, dan Tap MPRS. Orde baru berencana merubah kehidupan

sosial dan politik dengan landasan ideal Pancasila dan UUD 1945. Kemudian,

Presiden Soeharto mulai menjalankan visi dan misinya sebagai pemimpin rakyat

Indonesia.

Berdirinya Partai Golkar

Partai Golkar bermula dengan berdirinya Sekretariat Bersama Golongan

Karya (Sekber Golkar) pada akhir pemerintahan Presiden Soekarno, tepatnya pada

tanggal 20 Oktober 1964. Sekber Golkar didirikan oleh golongan militer khususnya

Perwira Angkatan Darat yang menghimpun puluhan organisasi pemuda, wanita,

sarjana, buruh, tani, serta nelayan. Sekber Golkar ini lahir karena ulah dari dari PKI

yang telah diperbuat beserta ormasnya dalam kehidupan politik baik di dalam

maupun di luar Front Nasional yang makin semakin menjadi-jadi. Sekber Golkar

ini merupakan wadah dari golongan karya murni yang tidak berada dibawah
pengaruh politik tertentu. Secara eksplisit dengan tujuan awalnya untuk

mengimbangi dominasi ekspansi dari kekuasaan politik PKI, serta untuk menjaga

keutuhan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia 17 Agustus 1945

berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Jadi, semula Golkar merupakan organisasi yang dipakai untuk

mengimbangi kekuatan ekspansasi politik PKI pada tahun1960-an, yang kemudian

terus berkembang hingga saat ini, di mana fungsi Golkar sama seperti partai politik.

Semua politik Orde Baru diciptakan dan kemudian dilaksanakan oleh pimpinan

militer dan Golkar. Selama puluhan tahun Orde Baru berkuasa, jabatan-jabatan

dalam struktur eksekutif, legislatif dan yudikatif, hampir semuanya diduduki oleh

kader-kader Golkar. Keluarga besar Golongan Karya sebagai jaringan yang besar

dan luas pada masa itu telah menentukan pihak-pihak yang patut dalam menduduki

jabatan dalam pemerintahan.

Kristalisasi Parpol dan Kebebasan Pers

Perkembangan partai politik setelah meletusnya peristiwa G. 30 S, adalah

dengan dibubarkannya PKI dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang di

Indonesia. Orde Baru berusaha menciptakan politik dengan format yang baru.

Artinya, menggunakan sistem politik yang lebih sederhana dengan memberi

peranan ABRI lewat fungsi sosialnya. Kristalisasi parpol yang terdengar dalam

MPR sesudah pemilu 1971 menghendaki jumlah partai diperkecil dan dirombak

sehingga partai tidak berorientasi pada ideologi politik, tetapi pada politik

pembangunan. Presiden Soeharto juga bersikeras melaksanakan perombakan

tersebut. Khawatir menghadapi perombakan yang akan dilakukan, partai-partai


yang berhaluan Islam meleburkan diri dalam partai-partai non-Islam berfungsi

menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Dengan demikian semenjak itu di

Indonesia hanya terdapat tiga buah organisasi sosial politik, yaitu PPP, Golkar, dan

PDI. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Pada tanggal 5 Januari 1973 terbentuk

Partai Persatuan Pembangunan yang merupakan fusi dari NU, Pamusi, PSII, dan

Perti. Pada awalnya bernama golongan spiritual, lalu menjadi kelompok persatuan,

serta Fraksi Persatuan Pembangunan. Ketika itu partai-partai Islam berusaha

menggunakan nama dengan label Islam untuk partai dari fusi, tetapi ada imbauan

dari pemerintah agar tidak menggunakannya sehingga yang muncul adalah “Partai

Persatuan Pembangunan”. Dengan demikian PPP lahir sebagai hasil fusi dari partai-

partai Islam pada awal 1973 yang sesungguhnya adalah partai Islam yang mulai

tercabut dari akar-akar sejarahnya. Golongan Karya (Golkar) pengorganisasian

Golkar secara teratur dimulai sejak tahun 1960 dengan dipelopori ABRI khususnya

ABRI-AD, Perkembangan lain dari Golkar yang tadinya Golkar dan ABRI

menyatu, karena Golkar dipimpin ABRI aktif, makin lama sudah mampu berdiri

sendiri, dalam arti sudah tidak lagi bersangkut-paut dengan ABRI aktif. Pada

perkembangan lebih lanjut Golkar sebagai kekuatan Orde Baru bertekad

melaksanakan, mengamalkan, dan melestarikan Pancasila dan UUD 1945 secara

murni dan konsekuen, dengan melaksanakan pembangunan di segala bidang

menuju tercapainya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD

1945. Perkembangan Golkar pada Orde Baru adalah sebagai kekuatan sosial politik

yang merupakan aset bangsa yang selalu komit dengan cita-cita pembangunan

nasional. Dalam roda politik Orde Baru, Golkar merupakan kekuatan sosial politik
yang terbesar dengan 5 kali menang dalam pemilihan umum (1971, 1977, 1982,

1992, 1997) . Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Partai Demokrasi Indonesia (PDI)

dibentuk pada tanggal 10 Januari 1973. Pembentukan PDI sebagai hasil fusi dari

lima partai politik yang berpaham Nasionalisme, Marhaenisme, Sosialisme, Kristen

Protestan dan Kristen Katolik. Kelima partai politik yang berfusi menjadi PDI

adalah PNI, TPKI, Parkindo, Partai Murba, dan Partai Katolik. Dalam sejarah

sebagai organisasi sosial politik, PDI sering berhadapan dengan masalah

pertentangan/konflik dikalangan pemimpinnya. Sejumlah masalah yang lain juga

dihadapi, seperti masalah identitas partai (khususnya sejak Pancasila ditetapkan

sebagai asas tunggal), masalah kemandirian, demokratis di tubuh partai, dan

masalah rekruitasi. Dan berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, kini sistem

kepartaian negara kita telah dalam situasi yang membaik, di mana ketiga kekuatan

sosial politik yang ada yaitu PPP, Golkar, dan PDI telah menjadikan Pancasila

sebagai satu-satunya asas.

Sebagai negara yang demokrasi peranan pers sangatlah penting. Tanpa pers,

tidak akan pernah ada informasi yang tersalurkan dari rakyat ke pemerintah ataupun

sebaliknya. Pada masa Orde Baru kala itu pers tidak ada fungsinya untuk

masyarakat Indonesia. Pers seolah-olah sudah diatur dan hanya terlihat seperti

boneka bagi penguasa negara. Tidak ada kebebasan berpendapat yang dijanjikan

pemerintah pada awal awal kekuasaan Orde Baru. Bahkan, keberadaan pers diawasi

secara ketat oleh pemerintah di bawah kuasa dari Departemen Penerangan. Hal ini

dilakukan untuk mengantisipasi hal – hal buruk di dalam pemerintahan Orde Baru

sampai di telinga masyarakat. Pers tidak bisa melakukan apapun selain patuh pada
aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Aspirasi masyarakat untuk pemerintah

tidak tersalurkan sama sekali. Hal ini dikarenakan komunikasi politik yang terjadi

hanya top – down. Artinya, pers hanya sebagai komunikator dari pemerintah ke

rakyat. Pers tidak dapat melakukan fungsinya sebagai komunikator dari rakyat ke

pemerintah. Selain itu, pemberitaan yang disalurkan ke masyarakat mengenai

pemerintah harus merupakan berita – berita yang menjunjung tinggi keberhasilan

pemerintah. Yang diberitakan hanyalah sesuatu yang baik tidak boleh memberikan

tentang kemenangan Partai Golkar yang mutlak dalam pemilu.

Apabila suatu media sesekali mencoba menerbitkan pemberitaan –

pemberitaan tidak dikendaki pemerintah, bisa di pastikan nasib media tersebut

berada di ujung tanduk. Hal tersebut terlihat saat peristiwa pembredelan media

tahun 1994. Banyak anggota dewan pers yang tidak meyetujui pemberedelan media

, namun dewan pers dipaksa menyetujui langkah pemerintah tersebut. Tidak ada

yang bisa dilakukan dewan pers selain mematuhi aturan pemerintah. Menolak sama

artinya dengan melawan pemerintah. Bisa disimpulkan keberadaan dewan pers

masa orde baru hanya sebatas formalitas.

Keterlibatan Militer dan Kemenangan Golkar Dalam Pemilu

Pada awal masa Orde Baru militer berperan sangat penting yang bertujuan

untuk mengembalikan kondisi dari krisis nasional karena peristiwa pemberontakan

G30-S/PKI. Saat itu situasi politik di Indonesia tidak menentu dan terjadi krisis

ekonomi, sehingga militer turut serta dalam usaha mempertahankan dan mengisi

pembangunan bangsa. Keterlibatan militer ikut menentukan status kepengurusan

dalam organisasi kemasyarakatan maupun sosial politik pada masa Orde Baru, tidak
hanya mendominasi peran sosial politik saja juga dibidang ekonomi. Sehingga pada

masa Orde Baru muncul istilah “dwifungsi ABRI, pengertian dwifungsi ABRI

menurut Soebiyanto dalam Muhammad Rusli Karim: “Bahwa ABRI itu

mempunyai 2 (dua) fungsi, ialah sebagai kekuatan HANKAM maka ABRI

merupakan aparatur negara atau pemerintah, ABRI menjalankan fungsi

HANKAMNAS untuk mempertahankan dan mengamankan negara dan bangsa

terhadap serangan/ancaman/bahaya yang datang dari luar maupun dari dalam

negeri. ABRI juga turut serta dalam lembaga eksekutif, yakni berhasil menduduki

jabatan-jabatan diberbagai bidang dari tingkat tertinggi sampai terendah, dipusat

maupun daerah.

Untuk mempertahankan kekuasaannya, Presiden Soeharto menggunakan

Partai Golkar sebagai alat untuk tetap bertahan menduduki jabatan kepala negara.

Dengan kekuatan militer yang masuk dalam tubuh Partai Golkar di mana yang

dulunya Partai Golkar hanyalah sebuah organisasi politik kini berubah menjadi

sebuah partai politik yang besar dimasa Orde Baru yang kemudian akan

memenangkan sebuah pemilihan umum pada masa Orde Baru. Kemunculan Partai

Golkar sebagai kekuatan baru dari masa Orde Baru, karena Golkar didukung oleh

3 kekuatan yang dominan yaitu :

1) ABRI sebagai kekuatan kunci untuk melakukan tekanan atas kekuatan sipil

yang mencoba mengganggu kemunculkan Golkar

2) Birokrasi dalam hal ini dibentuknya KOKARMENDAGRI sebagai cikal

bakal munculnya kesetiaan dari pegawai negeri kepada Golkar dan akhirnya

dikukuhkan melalui KORPRI (Korps Pegawai Republik Indonesia)


3) Golkar dijadikan alat “Orde Baru” untuk melanggengkan kekuasaannya

melalui formulasi yang dianggap demokratis dengan tata cara dan prosedur

pemilihan umum, sidang umum MPR dan dengan adanya Dewan

Perwakilan Rakyat

Sebagai negara yang demokrasi Indonesia sangat mementingkan

kepentingan rakyat. Lewat pemilu rakyat diberikan kesempatan untuk memilih dan

menentukan wakil rakyat agar dapat memajukan serta mensejahterkan kehidupan

mereka. Setelah Indonesia terbebas dari para penjajah, Indonesia sudah

melaksanakan pemilu untuk pertama kalinya pada tahun 1955, kemudian pada saat

Orde Baru berlangsung pemilu diselenggarakan kembali pada tahun 1971.

Pelaksanaan pemilu dibawah Orde Baru memiliki karakter yang berbeda dengan

pemilu yang dikenal di negara-negara demokrasi pada umumnya. Jika di negara

demokrasi karakter pemilu dibangun diatas prinsip free and fair baik dalam struktur

dan proses pemilu, namun sebaliknya Orde Baru justru menghindari penerapan

prinsip tersebut. Sehingga yang terjadi kemudian adalah adanya ketidakseimbangan

antara peserta pemilu dan hasil pemilu tidak mencerminkan aspirasi dan kedaulatan

rakyat. Pelaksanaan pemilu diatur melalui cara-cara tertentu untuk kelanggengan

kekuasaan Orde Baru itu sendiri.

Pada pemilu tahun 1971 diikuti oleh 10 partai politik, diantaranya lima

partai besar yaitu, Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional

Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia. Setelah dilaksanakannya pemilu

dapat dilihat dari hasil bahwa Partai Golkar keluar sebagai pemenang dengan

memperoleh suara terbanyak. Setelah pemilihan umum 1971 berhasil dilaksanakan,


akhirnya pemerintah melaksanakan pemilu yang periodik dan teratur. Pemilu ketiga

diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971, yakni tahun 1977 setelah itu

selalu terjadwal sekali dalam 5 tahun. Corak politik hukum pemerintah yang

otoriter itu terus berlanjut, pemerintah membuat kebijakan untuk menyederhanakan

jumlah partai politik melalui fusi/kristalisasi partai politik yang bersifat memaksa.

Fusi tersebut dilakukan dengan membuat UU No.3 Tahun 1975 tentang Partai

Politik. Satu hal yang nyata pada pemilu 1977 adanya perbedaan jumlah peserta

partai politik yang jauh lebih sedikit, yakni hanya PPP, PDI, dan Golkar.

Perbandingan hasil suara dari pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 dapat

dilihat sebagai berikut :

Tabel

Perolehan Suara pada Pemilihan Umum


Partai Politik
1977 1982 1987 1992 1997
1. Golongan Kursi % Kursi % Kursi % Kursi % Kursi %
Karya 99 29,9 94 26,11 61 15,9 62 17 325 74,51
2. PPP 232 62,11 242 67,22 299 73,2 282 68 89 22,43
3. PDI 29 8,6 24 6,67 40 10,7 56 15 11 3,06
360 100 360 100 360 100 400 100 425 100

Dari tabel diatas terlihat sangat jelas bahwa Golkar telah mendominasi sistem

kepartaian di Indonesia, kemenangan Golkar dalam setiap pemilu tidak perlu

diramalkan lagi karena dapat dimungkinkan pemerintahan Presiden Soeharto

membuat kebijakan-kebijakan yang sangat mendukung kemenangan Golkar secara

mutlak.

Dampak Partai Golkar Yang Mendominasi


Peleburan partai politik yang dilakukan pemerintah telah memberikan

kemudahan untuk melakukan pengawasan dan pengendalian partai politik. Hal ini

tentu saja menimbulkan dampak yang merugikan untuk rakyat Indonesia, karena

pemerintah telah mengatur dengan sedemikian rupa untuk kepentingan pemerintah

rakyat tidak diperbolehkan untuk memilih calon wakil rakyat. Pola pemerintahan

yang sentralistik membuat masyarakat daerah terpencil merasa seperti dianak

tirikan oleh pemerintah. Sebab setiap kali dilakukan pemilihan umum sudah dapat

dipastikan jika Partai Golkar yang akan unggul. Pejabat-pejabat yang duduk dikursi

pemerintahan merupakan orang-orang pilihan presiden dan dari golongan militer.

Pada masa Orde Baru memang sudah terjadi penyederhanaan partai-partai politik,

tetapi tetap saja rakyat Indonesia tidak dapat menentukan pilihan mereka. Partai-

partai yang berdiri selain Partai Golkar seperti hanya menjadi pelangkap manis

untuk sebuah negara demokrasi yang di mana keberdaan partai politik mampu

meredam persoalan-persolan yang timbul di dalam masyarakat.

Demokrasi yang ada di Indonesia tidak sesuai apa yang disebut dengan

demokrasi. Demokrasi hanyalah sebuah slogan kosong dari pemerintah agar terlihat

seperti pemerintahan yang baik. Dalam hal ini demokrasi justru menghambat dan

membelenggu kebebasan rakyat. Tidak ada kebebasan pers, tidak aspirasi rakyat

yang dapat tersalurkan untuk mengutarakan apa keingin rakyat agar hidup mereka

sejahtera. Ia tidak sejalan dengan pengertian demokrasi yang sesungguhnya.

Demokrasi baginya hanyalah alat untuk membekukkan kekuasaannya.

Kesimpulan
Hasil dari penulisan artikel ini dapat disimpulkan bahwa pada saat

pemerintahan Presiden Soeharto telah menjadikan Partai Golkar salah satu

kekuatan politik pada masa Orde Baru. Masuknya golongan militer kedalam tubuh

pemerintahan tak luput dari campur tangan kepala negara. Dengan adanya Partai

Golkar yang selalu berjaya selama 5 kali pemilu membuktikan bahwa

kepemimpinan yang di usung oleh Partai Golkar seolah-olah seperti tidak bisa

diruntuhkan, bahkan rakyat pun tidak dengan bebas untuk mengeluarkan

pendapatnya karena kurang diberikan aspirasi, dan kurang menemukan sosok yang

tepat untuk diberikan kepercayaan hal dalam memimpin. Dominasi Partai Golkar

seakan dibebaskan untuk terus tumbuh dan berkembang karena presiden

mengharuskan para PNS untuk loyal dan patuh kepada Golkar. Hal inilah yang

membuat kemenangan Golkar dalam pemilu selama 5 periode sudah dapat ditebak

hasilnya.

Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai