Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

ILEUS OBSTRUKTIF

A. Pengertian
Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal
isi ususpada traktus intestinal (Sylvia A, Price, 2007).
Ileus (obstruksi usus) terjadi ketika terdapat rintangan terhadap aliran
normal dari isi usus. Bisa juga karena hambatan terhadap rangsangan saraf utk
terjadinya peristaltik atau karena adanya ileus mekanik/organik. Ileus adalah
obstruksi usus (Kumala, 1998)
Ileus (Ileus Paralitik, Ileus Adinamik) adalah suatu keadaan dimana
pergerakan kontraksi normal dinding usus untuk sementara waktu berhenti.
Seperti halnya penyumbatan mekanis, ileus juga menghalangi jalannya isi
usus, tetapi ileus jarang menyebabkan perforasi. (Danny, 2011)
Tipe-tipe ileus:
1. Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh
peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata
atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor
polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura,
perlengketan, hernia dan abses.
2. Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis
dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi
sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin
seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit
parkinson.

B. Penyebab
 Perletakan-perletakan pada usus Streng Ileus.
 Adanya tumor, Ascariasis atau penyakit karena infeksi cacing gelang.
 Hernia tercepit Hernia incar cerata.
 Invaginasi atau melipatnya bagian suatu alat ke dalam bagian yang lain.
 Puntiran segmen usus Volvulus.

C. Manifestasi Klinik
- Tidak bisa BAB dan flatus
- Muntah-muntah
- Keluhan pasien didahului oleh karena nyeri perut hilang timbul.
- Kembung (Meteorismus)

D. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah
sama, tanpa memandang apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab
mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana
peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis
peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan
dana gas (70 % dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen,
yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah. Oleh
karena sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran cerna setiap hari, tidak
adanya absorbsi dapat mengakibatkan penimbunan intra lumen yang cepat.
Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber
kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan cairan dan
elektrolit adalah penciutan ruang cairan ekstra sel yang mengakibatkan
hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi ginjal, syok-hipotensi,
pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik
dan kematian bila tidak dikoreksi.
Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan lingkaran setan
penurunan absorbsi cairan dan peningkatan sekresi cairan kedalam usus. Efek
lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan
permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin/bakteri kedalam
rongga peritonium dan sirkulasi sistemik. Pengaruh sistemik dari distensi yang
mencolok adalah elevasi diafragma dengan akibat terbatasnya ventilasi dan
berikutnya timbul atelektasis. Aliran balik vena melalui vena kava inferior
juga dapat terganggu. Segera setelah terjadinya gangguan aliran balik vena
yang nyata, usus menjadi sangat terbendung, dan darah mulai menyusup
kedalam lumen usus. Darah yang hilang dapat mencapai kadar yang cukup
berarti bila segmen usus yang terlibat cukup panjang.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos abdomen (BOF) dengan posisi tegak atau lateral dekubitus
tampak distensi usus proksimal dari hambatan dan fenomena anak tangga.
Pada volvulus sigmoid tampak sigmoid yang distensi berbentuk U yang
terbalik dan dapat juga di dapatkan :
a. Gambaran usus melebar (Darm Courtur)
b. Gambaran seperti duri ikan
c. Gambaran seperti anak tangga (Air Fluid Level)
2. Pada dugaan tumor kolor dapat di buat foto barium enema.

F. Penatalaksanaan Medis
1. Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
2. Terapi Na+, K+, komponen darah
3. Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial
4. Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler.
5. Dekompresi selang nasoenteral yang panjang dari proksimal usus ke area
penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan
pasien berbaring miring ke kanan.
6. Implementasikan pengobatan unutk syok dan peritonitis.
7. Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi
kronik, ileus paralitik atau infeksi.
8. Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
9. Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu
beresiko.
10. Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi
usus dengan reseksi usus yang dilakukan sebagai prosedur kedua.
G. Pengkajian
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Riwayat pembedahan pada daerah abdomen
b. Gaya hidup: diit rendah serat, olahraga
2. Pola nutrisi metabolic
a. Demam
b. Anoreksia
c. Diaphoresis
d. Pucat
e. Leukositosis
f. Distensi abdomen\
g. Mual, muntah
h. Asidosis
3. Pola aktivitas dan latihan
a. Demam
b. Hipotensi
c. Takikardi
d. TD menurun (hipotensi)
e. Malaise
f. Sesak napas
g. Mudah lelah
4. Pola Eliminasi
a. Kegagalan mengeluarkan feses
b. Tidak ada flatus pada awal peningkatan bising usus,
c. Penurunan peristaltik usus
d. Tidak ada flatus jika obstruksi total
e. Tidak BAB atau BAB cair bila illeus partial
f. Darah pada feses atau perubahan pola BAB (pada CA colon)
g. Kaji total output waspada terhadap syok dan dehidrasi
h. Kaji jumlah urine tanda- tanda retensi urinee.
5. Pola persepsi kognitif dan sensori
Nyeri abdomen.
6. Pola tidur dan istirahat
Tidur dan istirahat terganggu akibat nyeri pada abdomen dan
sering muntah

H. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam
dan atau diforesis.
Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Tanda vital normal
b. Masukan dan keluaran seimbang
Intervensi :
a. Pantau tanda vital dan observasi tingkat kesadaran dan gejala syok.
b. Pantau cairan parentral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
c. Pantau selang nasointestinal dan alat penghisap rendah dan
intermitten. Ukur haluaran drainase setiap 8 jam, observasi isi
terhadap warna dan konsistensi
d. Posisikan pasien pada miring kanan; kemudian miring kiri untuk
memudahkan pasasse ke dalam usus; jangan memplester selang ke
hidung sampai selang pada posisi yang benar
e. Pantau selang terhadap masuknya cairan setiap jam
f. Ukur lingkar abdomen setiap 4 jam
g. Pantau elektrolit, Hb dan Ht
h. Observsi abdomen terhadap ketidaknyamanan, distensi, nyeri atau
kekauan.
i. Auskultasi bising usus, 1 jam setelah makan; laporkan tak adanya
bising usus.
2. Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan
Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil :
a. Pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan
b. Menyatakan nyeri pada tingkat dapat ditoleransi,
c. Menunjukkan relaks.
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman; jangan menyangga
lutut.
b. Kaji lokasi, berat dan tipe nyeri
c. Kaji keefektifan dan pantau terhadap efek samping anlgesik; hindari
morfin
d. Berikan periode istirahat terencana.
e. Kaji dan anjurkan melakukan lathan rentang gerak aktif atau pasif
setiap 4 jam.
f. Ubah posisi dengan sering dan berikan gosokan punggung dan
perawatan kulit.
g. Auskultasi bising usus; perhatikan peningkatan kekauan atau nyeri;
berikan enema perlahan bila dipesankan.
h. Berikan dan anjurkan tindakan alternatif penghilang nyeri.

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen dan


atau kekakuan.
Tujuan : pola nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil :
a. Pasien menunjukkan kemampuan melakukan latihan pernafasan
b. Pernafasan yang dalam dan perlahan.
Intervensi :
a. Kaji status pernafasan; observasi terhadap menelan, “pernafasan
cepat”
b. Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 derajat.
c. Pantau terapi oksigen atau spirometer insentif
d. Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap 4 jam dan
napas dalam setiap jam.
e. Auskultasi dada terhadap bunyi nafas setiap 4 jam.

4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status


kesehatan.
Tujuan : ansietas teratasi
Kriteria hasil : Pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat
ini dan mendemonstrasikan keterampilan kooping positif dalam
menghadapi ansietas.
Intervensi :
a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang
berhasil pada waktu lalu.
b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa
takut; berikan penenangan.
c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan
mengenai penyakit, tindakan dan prognosis.
d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres.
e. Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta:


EGC

Doenges. Marllynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:


EGC

Dorland. 2002. Kamus Saku Kedokteran. Edisi 25. Jakarta: EGC

Mansjoer. Arif . ddk .2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Pearce, Evelyn C. 2008. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: EGC

Sylvia A. Price, Wilson Lorraine M. 2007. Patofisiologi . Edisi 6 . Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai