Anda di halaman 1dari 9

STUDI PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH

DENGAN METODE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)


DI KOTA TEBING TINGGI
Putra Amantha Hasibuan1, Ahmad Perwira Mulia Tarigan2 dan Zaid Perdana Nasution3
1
Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jln. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan
Email: putraamanthahasibuan@live.com
2
Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, USU, Jln. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan
Email: a.perwira@usu.ac.id
3
Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, USU, Jln. Perpustakaan No. 1 Kampus USU Medan
Email: zaid@usu.ac.id

ABSTRAK
Kota Tebing Tinggi membutuhkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang baru karena TPA yang lama
sudah tidak layak pakai. Undang-Undang No. 18 tahun 2008 mengharuskan seluruh TPA sampah di Indonesia
dikelola dengan basis sanitary landfill atau control landfill, sedangkan saat ini TPA sampah yang dimiliki Kota
Tebing Tinggi masih dikelola dengan basis open dumping. Selain itu pengelolaan TPA sampah dengan basis open
dumping sering kali menimbulkan permasalahan khususnya dalam hal pencemaran lingkungan. Oleh karena itu
dibutuhkan sebuah studi untuk membantu menentukan lokasi TPA sampah yang layak menurut peraturan yang
berlaku. Studi pemilihan lokasi TPA sampah ini bertujuan mencari daerah yang layak untuk dijadikan sebagai lokasi
TPA sampah yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah serta berdasarkan multi kriteria SNI No. 19-3241-1994.
Proses pemilihan lokasi TPA sampah ini sendiri terdiri dari tiga tahapan penyaringan yaitu 1)tahap regional yang
menghasilkan wilayah layak dan tidak layak pilih untuk lokasi TPA sampah; 2)tahap penyaringan penyisihan yang
menentukan lokasi yang paling direkomendasikan; dan 3)tahap penetapan. Ketiga tahapan tersebut dilakukan
dengan metode sistem informasi geografis (SIG), dimana data-data spasial berupa peta-peta tematik dianalisa
dengan menggunakan berbagai modul yang tersedia pada perangkat lunak SIG. Pada studi ini dihasilka lokasi yang
palik direkomendasikan untuk dipilih menjadi lokasi TPA sampah berada pada koordinat 03019’32,3’’ LU dan
99010’53,6’’ BT pada ketinggian 41 m di Kelurahan Tebing Tinggi, Kecamatan Padang Hilir.

Kata kunci: Kota Tebing Tinggi, TPA sampah, SNI No. 19-3241-1994, SIG.

Tebing Tinggi city requires a new site of landfill because the old has been unsuitable. Law No. 18 of 2008 which
requires all landfill in Indonesia be sanitary landfill or control landfill, while the landfill in Tebing Tinggi city still
operated on the basis of open dumping. In addition to the base management landfill open dumping often cause
problems, especially in terms of environmental pollution. Therefore it takes a study to help determine the proper site
landfill according to applicable regulations. Landfill site selection study aims to find a decent area to serve as the
location of the landfill in accordance with the spatial plan and meet the appropriate multi-criteria SNI. No. 19-
3241-1994. Landfill site selection process it self consists of three filtration stages namely 1)regional stage produce
feasible and not feasible region selected for landfill waste; 2)preliminary screening stage which determines the
location of the most recommended; and 3)stage of the determination. The third phase was conducted using
geographic information systems (GIS), in which the spatial data in the form of thematic maps were analyzed using a
variety of modules available in GIS software. In this study dihasilka location Palik be recommended for selected
waste landfill located at coordinates 03019'32, 3'' N and 99010'53, 6'' BT at an altitude of 41 m in the Tebing Tinggi
Village, District of Padang Hilir.

Keywords : Tebing Tinggi city, landfill, SNI No. 19-3241-1994, GIS

1-9
1. PENDAHULUAN
Sampah secara sederhana dapat diartikan sebagai segala barang padat yang tidak terpakai lagi. Seringkali sampah
menimbulkan masalah yang serius jika tidak dikelola dengan tepat. Manajemen pengelolaan sampah yang kompleks
dengan multi tahapan; mulai dari sampah dihasilkan pada tingkatan rumah tangga, sampah industri atau sampah
agraris, pengumpulan sampah, transportasi sampah, fasilitas-fasilitas pengelolaan sampah sampai pada Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) sampah harus mendapat perhatian yang serius dari instansi yang bertanggung jawab
disetiap daerah untuk mencegah atau memperkecil pencemaran yang dapat ditimbulkan. Oleh karena itu pada proses
pengelolaan sampah, TPA sampah memiliki peran yang sangat penting sebagai tempat mengembalikan sampah ke
lingkungan.

Saat ini Kota Tebing Tinggi tidak memiliki TPA sampah dengan basis pengelolaan dengan metode sanitary landfill
atau controlled landfill yang sebenarnya sudah diwajibkan pemerintah dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2008
pada BAB XVI Ketentuan Peralihan Pasal 44 menyatakan bahwa “Pemerintah daerah harus membuat perencanaan
penutupan tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan system pembuangan terbuka paling lama 1 (satu)
tahun terhitung sejak berlakunya undang-undang ini”. Selain itu dikatakan juga “Pemerintah daerah harus menutup
tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sisitem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun
terhitung sejak berlakunya undang-undang ini. Oleh karena itu perlu diadakan studi tentang pemilihan lokasi TPA
sampah yang baru di Kota Tebing Tinggi sebelum membangun TPA sampah yang baru.

Potensi pencemaran lingkungan akibat komplesnya proses pengelolaan sampah dari awal sampai proses akhir
mengembalikan sampah ke lingkungan di TPA, mengakibatkan pemilihan lokasi TPA sampah juga harus
memperhatikan berbagai kriteria untuk mendapat lokasi yang terbaik. Seluruh ketentuan dan kriteria dalam hal
pemilihan lokasi TPA sampah di Indonesia diatur dalam SNI No. 19-3241-1994. Sehingga studi ini pun mengacu
pada SNI tersebut.

Multi kriteria dalam penentuan lokasi TPA sampah ini menjadi sulit mengingat wilayah administrasi suatu daerah
(kabupaten/kota) yang harus memiliki TPA sampah baik secara mandiri atau regional dengan daerah di sekitarnya
sangatlah luas. Peran Sistem Informasi Geografis (SIG) akan digunakan dalam studi ini untuk membantu menyaring
setiap lokasi berdasarkan tiap-tiap kriteria yang ada dengan kemampuannya mengelola data-data spasial. SIG sendiri
sebelumnya sudah banyak digunakan dalam bebagai penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan studi pemilihan
lokasi antara lain seperti oleh Oktasari Dyah Anggraini dan Benno Rahardyan (2009) dalam “Pemilihan Calon
Lokasi TPA dengan Metode GIS di Kabupaten Bandung Barat”; V Akbari, M.A. Rajabi, S.H. Chavoshi, dan R.
Shams (2008) dalam “Landfill Site Selection by Combining GIS and Fuzzy Multi Criteria Decision Analysis. Case
Study: Bandar Abbas, Iran”; dan Basak Sener (2004) dalam “Landfill Site Selection by Using Geographic
Information Systems”, dan lain-lain.

Hasil dari studi ini diharpkan dapat memberikan lokasi alternatif yang layak untuk pembangunan TPA sampah di
wilayah administrasi Kota Tebing Tinggi sehingga dapat meminimalkan pengaruh negatif terhadap pencemaran
lingkungan dan pada akhirnya dapat membantu terwujudnya lingkungan yang asri dan nyaman untuk kehidupan
masyarakat yang madani.

2. METODOLOGI

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kemampuan SIG dalam menganalisis data-data spasial yang menjadi
parameter dalam menentukan lokasi TPA sampah yang layak berdasarkan SNI No. 19-3241-1994. Dalam studi ini
perangkat lunak SIG yang digunakan adalah ArcView 3.3. ArcView adalah perangkat lunak pengolah data spasial
berbentuk vektor dan raster dengan tujuan dianalisa, editing, overlay, dan layout data. Perangkat lunak ini
dikembangkan oleh ESRI Corporation. Kemampuan perangkat lunak ArcView 3.3 ini dalam hal mengelola dat-data
spasial diharapkan dapat mempermudah seleksi berdasarkan parameter yang ada sampai diperoleh lokasi alternatif
untuk dijadikan lokasi TPA sampah di wilayah administrasi Kota Tebing Tinggi.

Data-data spasial yang dijadikan sebagai parameter seleksi untuk digunakan dalam analisis spasial oleh ArcView
diperoleh dalam bentuk data peta yang diperoleh dari BAPPEDA Kota Tebing Tinggi. Peta-peta tersebut antara lain:
a. Peta Wilayah Administrasi Kota Tebing Tinggi
b. Peta Kondisi Persampahan Kota Tebing Tinggi Tahun 2011
c. Peta Penggunaan Lahan Kota Tebing Tinggi Tahun 2011
d. Peta Kepadatan Penduduk Kota Tebing Tinggi Tahun 2011
e. Peta Jaringan Jalan Kota Tebing Tinggi
f. Peta Geologi Kota Tebing Tinggi

2-9
g. Peta Potensi dan Daya Dukung Lahan Kota Tebing Tinggi
h. Peta Rawan Bencana Alam Kota Tebing Tinggi
i. Peta Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Tebing Tinggi Tahun 2011 – 2031
j. Peta Kemiringan Lereng Kota Tebing Tinggi
k. Peta Rencana Struktur Ruang Wilayah Kota Tebing Tinggi Tahun 2011 - 2031

Penelitian akan dilakukan dalam beberapa tahapan seleksi lokasi untuk mempersempit jumlah calon lokasi sampai
memperoleh satu atau lebih alternatif lokasi. Seleksi dilakukan dengan perangkat luak ArcView 3.3 dengan kriteria
seleksi SNI No. 19-3241-1994, misalnya TPA sampah tidak boleh danau, sungai dan laut. Tahapan seleksi
dilakukan meliputi tahap regional, tahap penyisihan dan tahap penetepan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Parameter-Parameter Seleksi Lokasi Berdasarkan SNI No. 19-3241-1994 dan Analisis Spasial Pemilihan
Lokasi TPA Sampah dengan SIG

Proses seleksi terhadap wilayah administrasi Kota Tebing Tinggi berdasarkan tahapan-tahapan di atas dilakukan
secara spasial dengan menggunakan data-data yang diperoleh dari BAPPEDA Kota Tebing Tinggi dengan
pendakatan SIG (ArcView 3.3) untuk memperoleh alternatif calon lokasi TPA sampah. Sebelumnya data-data spasial
dalam bentuk peta vektor dengan format “.pdf” di-digitasi. Untuk mempermudah proses digitasi dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak AutoCad. Hasil digitasi dengan AutoCad berupa peta vektor yang berformat “.dwg”
dikonversi ke format “.shp” agar bisa dibaca di perangkat lunak ArcView 3.3 yang digunakan untuk analisis spasial.

Peta wilayah administrasi Kota Tebing Tinggi dijadikan sebagai peta dasar dalam analisis spasial dalam selesksi
lokasi TPA sampah ini, karena pada penelitian ini lokasi penelitian berfokus hanya pada wilayah administrasi Kota
Tebing Tinggi. Selain itu peta-peta tematik lain yang digunakan dalam analisis spasial untuk pemilihan lokasi TPA
sampah ditunjukkan pada Gambar 1.

Jenis Geologi Kawasan Stratgis

Kawasan Potensi Daerah Rawan Banjir

3-9
Kepadatan Penduduk Tata Guna Lahan

Gambar 1. Peta-peta yang digunakan dalam analisis spasial pemilihan lokasi TPA sampah

A. Tahap Regional

Pertama secara umum pemilihan lokasi TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai dan laut.
Wilayah administrasi Kota Tebing sendiri tidak memiliki laut, danau atau waduk. Berdasarkan Peta
Kawasan Strategis Kota Tebing Tinggi memiliki lima sungai yang bernilai strategis terhadap lingkungan
hidup dan tiga kawasan strategis lain yaitu kawasan strategis Terminal Bandar Kajun; kawasan strategis
Ekonomi Bajenis; dan kawasan stategis sosil budaya. Kawasan-kawasan strategis ini di-eliminasi dari peta
dasar karena tidak layak dipilih untuk lokasi TPA sampah.

Selanjutnya seleksi tahap regional (zona layak atau tidak layak) dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

a. Geologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pada kriteria geologi adalah:
 Tidak berlokasi di zona Holocene fault.
 Tidak boleh di zona bahaya geologi.

Jenis batuan dasar pada area calon lokasi TPA sampah sangat penting untuk diperhatikan karena
berpengaruh terhadap aliran lindi sampah (leachate) secara alami, baik pada saat bergerak
menuju muka air tanah maupun saat bergerak bersama air tanah. Calon lokasi TPA yang tidak
pada batuan berjenis batu pasir, batu gamping atau batuan berongga.

Berdasarkan peta geologi Kota Tabing Tinggi digolongkan dalam dua jenis batuan yaitu tufa toba
(batuan lempung bersusun ridosit dan tidak berlapis) dan aluvium (kerikil, pasir dan lempung).
Sehingga pada wilayah yang berbatuan aluvium di-eliminasi pada peta dasar karena tidak layak dipilih
untuk lokasi TPA sampah, karena dapat bedampak buruk pada aliran lindi sampah.

Daerah geologi lainnya yang penting untuk dievaluasi adalah potensi gempa, zona vulkanik yang aktif
serta daerah longsoran. Daerah sekitar gunung berapi merupakan daerah rawan geologis sehingga
tidak dianjurkan untuk menjadi lokasi calon TPA. Kota Tebing sendiri tidak memiliki zona rawan
vulkanik karena tidak memiliki gunung api dan tidak memiliki daerah rawan ongsor karena tografinya
yang relatif datar.

b. Hidrogeologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pada kriteria hidrogeologi adalah:
 Tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter.
 Tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-6 cm/det.
 Jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter di hilir aliran.

4-9
 Dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut di atas, maka harus diadakan
masukan teknologi.

Informasi hidrogeologi dibutuhkan untuk mengetahui keberadaan muka air tanah, mendeteksi
impermiabilitas tanah, lokasi sungai atau waduk atau air permukaan dan sumber air minum yang
digunakan oleh penduduk sekitar. Tanah dengan permeabilitas cepat dinilai memiliki nilai yang
rendah untuk menjadi lokasi calon TPA karena memberikan perlindungan yang kecil terhadap air
tanah dan membutuhkan teknologi tambahan yang khusus. Jenis tanah juga mempengaruhi
permeabilitas terhadap air yang masuk ke tanah. Pada calon TPA dipilih daerah dengan jenis tanah
yang tidak berpasir karena memiliki porositas yang tinggi sehingga angka kelulusan air dalam tanah
akan relatif tinggi sehingga dapat mengganggu kualitas air tanah.

Berdasarkan Peta Potensi dan Daya Dukung Lahan Kota Tebing Tinggi dibagi menjadi tiga golongan
yaitu kawasan potensi (muka air tanah sedang-agak dalam 4-6 m); kawasan potensi bersyarat 1 (muka air
tanah Dalam > 6 m); dan kawasan potensi 2 (muka air tanah rendah < 4 m), sehingga kawasan potensi 2
tidak layak untuk dipilih dan harus di-eliminasi.

c. Topografi/Kemiringan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pada kriteria topografi/kemiringan adalah:
 Kemiringan zona harus kurang dari 20 %.

Tempat pengurukan limbah tidak boleh terletak pada suatu bukit dengan lereng yang tidak stabil.
Suatu daerah dinilai lebih bila terletak di daerah landai dengan topografi tinggi. Daerah yang sangat
curam dinilai memiliki nilai yang lebih kecil karena dikhawatirkan dapat menyebabkan kelongsoran
yang berakibat fatal terutama saat terjadi hujan atau rembesan air yang tinggi.

Berdasarkan Peta Kemiringan Lereng Kota Tebing Tinggi dibagi atas tiga kelas yaitu kelas 1 (0 –
2%), kelas 2 (2 – 8%) dan kelas 3 (8 – 15%). Kemiringan yang dilarang adalah kemiringan lebih dari
20 % sehingga dari aspek topografi seluruh wilayah Kota Tebing Tinggi layak dipilih untuk lokasi
TPA sampah.

d. Tata guna lahan


Faktor-faktor yang mempengaruhi pada kriteria tata guna lahan adalah:
 Jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk penerbangan turbo jet dan
harus lebih besar dari 1.500 meter untuk jenis lain.
 Tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan periode ulang 25 tahun.

TPA yang menerima sampah organik, dapat menarik kehadiran burung sehingga tidak boleh berlokasi
dalam jarak 3000 meter dari landasan lapangan terbang yang digunakan oleh penerbangan turbo jet
atau dalam jarak 1500 meter dari landasan lapangan terbang jenis lain. Kota Tebing Tinggi sendiri
tidak memiliki lapangan terbang baik untuk penerbangan turbo jet atau pun jenis lain.

Selain itu, lokasi tersebut tidak boleh terletak di dalam wilayah yang diperuntukkan bagi daerah
lindung perikanan, satwa liar dan pelestarian tanaman. Jenis penggunaan tanah lainnya yang biasanya
dipertimbangkan kurang cocok adalah konservasi lokal dan daerah kehutanan.

Berdasarkan Peta Ruang Terbuka Hijau Kota Tebing Tinggi meiliki kawasan perlindungan setempat
sepadan sungai, sehingga zona ini tidak dipilih (tidak layak) untuk TPA sampah. Berdasarkan Peta
Kawasan Rawan Bencana Kota Tebing Tinggi memiliki 15 titik rawan banjir yang juga harus di-
eliminasi karena tidak layak untuk dipilih menjadi lokasi TPA sampah.

5-9
Gambar 2. Peta area layak TPA sampah Kota Tebing Tinggi

Seperti terlihat pada Gambar 2, pada seleksi tahap regional ini dipilih tiga lokasi alternatif untuk TPA
sampah di Kota Tebing Tinggi yaitu sebagai berikut:
a. Lokasi A terletak pada koordinat 03020’28,5’’ LU dan 99007’46,1’’ BT pada ketinggian 34 m di
Kelurahan Pinang Mancung, Kecamatan Bajenis. Lokasi ini memiliki jenis geologi Tufa Toba, tidak
terdapat bahaya banjir, memiliki akses jalan yang baik, memiliki luas lahan 7,065 ha dan masa layanan
6,18 tahun.
b. Lokasi B terletak pada koordinat 03019’32,3’’ LU dan 99010’53,6’’ BT pada ketinggian 41 m di
Kelurahan Tebing Tinggi, Kecamatan Padang Hilir. Lokasi ini memiliki jenis geologi Tufa Toba, tidak
terdapat bahaya banjir, memiliki akses jalan yang baik, memiliki luas lahan 7,065 ha dan masa layanan
6,18 tahun.
c. Lokasi C terletak pada koordinat 03018’57,0’’ LU dan 99010’49,0’’ BT pada ketinggian 43 m di
Kelurahan Tebing Tinggi, Kecamatan Padang Hilir. Lokasi ini memiliki jenis geologi Tufa Toba,
tidak terdapat bahaya banjir, memiliki akses jalan yang baik, memiliki luas lahan 7,065 ha dan masa
layanan 6,18 tahun.
Koordinat lokasi-lokasi di atas disurvei menggunakan GPS jenis Handheld dengan ketelitian ± 5 meter.

B. Tahap Penyisihan

Selanjutnya ketiga lokasi alternatif TPA sampah yang diperoleh dari seleksi tahap regional diseleksi lagi
pada tahap penyisihan. Pada tahap ini ketiga lokasi diberi penilaian terhadap berbagai aspek penilaian
sesuai yang diatur dalam SNI No. 19-3241-1994 dengan bobotnya masing-masing untuk mengetahui lokasi
mana yang memiliki poin tertinggi (yang paling layak) yaitu lokasi yang paling direkomendasikan untuk
dipilih. Kriteria penyisihan yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik yaitu terdiri dari
dengan kriteria berikut:

a. Iklim
Faktor-faktor yang mempengaruhi pada kriteria iklim adalah:
 Hujan: intensitas hujan yang semakin kecil dinilai semakin baik.
Berdasarkan letak geografis, Kota Tebing Tinggi dapat dikategorikan beriklim tropis dengan
temperatur udara antara 25o – 27o c dan kondisi alam Kota Tebing Tinggi dipengaruhi oleh 2 (dua)
musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan, dengan jumlah curah hujan sepanjang tahun
2009 sebesar 1.642 mm/tahun dengan kelembaban udara 80% - 90%. Selama tahun 2009, Kota
Tebing Tinggi mengalami rentang curah hujan berkisar 28 – 377 mm. Curah hujan tertinggi terjadi

6-9
pada bulan September dengan curah hujan 377 mm dan banyaknya hari hujan 13 hari, disusul
bulan November dengan curah hujan 212 mm dan banyaknya 14 hari. Sedangkan curah hujan
terendah di bulan Februari yakni 28 mm dengan hari hujan sebanyak 2 hari.
 Angin: arah angin dominan tidak menuju ke daerah pemukiman dinilai makin baik.
Dari aspek iklim terhadap penilaian seleksi ini, ketiga lokasi retif sama karena keseluruhan iklim
di Kota Tebing Tinggi sama termasuk curah hujan dan angin.

b. Utilitas: tersedia semakin lengkap dinilai semakin baik.


Aspek utilitas dilihat dari beberapa peta yaitu Peta Jaringan Jalan; Peta Jaringan Air Bersih; Peta
Jaringan Irigasi; Peta Jaringan Listrik.

c. Lingkungan biologis
Faktor-faktor yang mempengaruhi pada kriteria lingkungan biologis adalah:
 Habitat: kurang bervariasi dinilai semakin baik.
 Daya dukung: kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai makin baik.

d. Kondisi tanah
Faktor-faktor yang mempengaruhi pada kriteria kondisi tanah adalah:
 Produktifitas tanah: tidak produktif dinilai lebih baik.
Aspek produktifitas tanah penilaiannya dilihat dari Peta Penggunaan Lahan Kota Tebing Tinggi
Tahun 2011. Penggunaan lahan di Kota Tebing Tinggi terbagi dalam dua bagian yaitu penggunaan
lahan terbangun (di atas lahannya terdapat bangunan fisik seperti permukiman, sarana dan
prasarana permukiman, pertokoan, dan sebagainya) dan tidak terbangun (di atas lahannya tidak
ada bangunan fisik melainkan penggunaan lahan untuk pertanian, perkebunan, irigasi, kolam,
hutan, dan sebagainya).
 Kapasitas dan umur: dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih lama dinilai lebih baik.
 Ketersediaan tanah penutup: mempunyai tanah penutup yang cukup, dinilai lebih baik.
 Status tanah: makin bervariasi dinilai tidak baik.

e. Demografi: kepadatan penduduk lebih rendah, dinilai makin baik.


Untuk kriteria kepadatan penduduk, yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi terdapat pada
Kecamatan Tebing Tinggi Kota yakni 82,80 jiwa/ha sedangkan kepadatan penduduk kelurahan
tertinggi pada Kelurahan Rantau Laban (Kecamatan Rambutan) sebesar 246,82 jiwa/ha, sedangkan
kepadatan penduduk terendah pada Kelurahan Tambangan Hulu di Kecamatan Padang Hilir sebesar
11,53 jiwa/ha. Aspek kepadatan penduduk dilihat dari Peta Kepadatan Penduduk Kota Tebing Tinggi
Tahun 2011.

f. Batas administrasi: dalam batas adminitrasi dinilai semakin baik.


Untuk kriteria batas administrasi, ketiga lokasi alternatif memiliki penilaian yang sama kerena ketiga
lokasi memang berda dalam wilayah administrasi Kota Tebing Tingggi.

g. Kebisingan: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik.


Untuk kriteria kebisingan dinilai berdasarkan ketersediaan zona penyangga yang mampu meredam
kebisingan terhadap lingkungan sekitar yang ditimbulkan akibat operasioanal pengelolaan sampah di
lokasi TPA sampah.

h. Bau: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik.


Sama halnya dengan kriteria kebisingan, kriteria bau juga dinilai berdasarkan ketersediaan zona
penyangga yang mampu meredam bau terhadap lingkungan sekitar yang ditimbulkan akibat
operasioanal pengelolaan sampah di lokasi TPA sampah.

i. Estetika: semakin tidak telihat dari luar dinilai semakin baik.


Sama halnya dengan kriteria kebisingan dan bau, kriteria estetika juga dinilai berdasarkan ketersediaan
zona penyangga. Ketersediaan zona pnyangga membuat operasional pengelolaan sampah di
dalam TPA tidak terlihat langsung dari luar.

j. Ekonomi: semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m3/ton) dinilai semakin baik.

7-9
Berdasarkan parameter-parameter penyisihan di atas dan sesuai dengan bobotnya masing-masing,
dilakukan penilaian terhadap ketiga lokasi yang telah ditentukan. Hasil yang diperoleh dari penilaian pada
tahapan penyisihan ditunjukkan dalam Tabel 1:

Tabel 1. Tabulasi parameter penilaian tahap penyisihan

No. Parameter Lokasi A Lokasi B Lokasi C


I Umum
1 Batas Administrasi 50 50 50
2 Pemilik hak atas tanah 9 30 9
3 Kapasitas lahan 40 40 40
4 Jumlah Pemilik Tanah 30
5 Partisipasi Masyrakat 3 3 3
II LINGKUNGAN FISIK
1 Bahaya banjir 20 20 20
2 Intensitas Hujan 3 3 3
3 Jalan menuju lokasi 50 50 50
4 Transport Sampah (satu jalan) 40 50 50
5 Jalan masuk 20 20 20
6 Lalu lintas 24 30 24
7 Tata guna tanah 25 50 5
8 Pertanian 3 30 3
9 Daerah lindung/cagar alam 20 20 20
10 Biologis 15 30 15
11 Kebisingan dan bau 10 20 20
12 Estetika 15 30 30
Total Nilai 277 506 362

Pada tahapan penyisihan; sesuai terlihat dalam tabel di atas, lokasi B yang terletak pada koordinat
03019’32,3’’ LU dan 99010’53,6’’ BT di Kelurahan Tebing Tinggi, Kecamatan Padang Hilir, dalam
tabulasi penilaian memperoleh skor tertinggi yaitu 506 (57,80%), sehingga lokasi alternatif B paling
direkomendasikan untuk dipilih menjadi lokasi TPA sampah di wilayah Kota Tebing Tinggi

C. Tahap Penetapan

Selanjutnya tahapan yang terakhir adalah tahapan penetapan. Pada tahap ini yaitu pengambilam keputusan
penetapan lokasi TPA sampah oleh pihak yang berwenang dalam hal ini adalah Pemerintah Kota Tebing
Tinggi.

4. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kota Tebing Tinggi harus segera memiliki TPA dengan pengelolaan berbasis sanitary landfill atau control
landfill baik secara mandiri atau regional dengan Kabupaten Serdang Bedagai yang berbatasan langsung
dengan Kota Tebing Tinggi.
2. Acuan yang digunakan dalam proses pemilihan lokasi TPA sampah di Indonesia adalah SNI 19-3241-1994.
3. Sistem informasi geografis (SIG) dapat digunakan untuk membantu analisis data-data spasial yang
dibutuhkan dalam mencari lokasi yang layak dipilih untuk menjadi lokasi TPA sampah.
4. Lokasi paling direkomendasikan adalah lokasi B yang terletak pada koordinat 03019’32,3’’ LU dan
99010’53,6’’ BT di Kelurahan Tebing Tinggi, Kecamatan Padang Hilir.

8-9
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1994). “SNI 19-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah”.
Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Anonim. (2008). “Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah”.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Jakarta.
Akbari, V. Rajabi, M.A. Chavoshi, S.H. dan Shams, R. (2008). “Landfill Site Selection by Combining GIS and
Fuzzy Multi Criteria Decision Analysis. Case Study: Bandar Abbas, Iran”. Journal of Department of
Surveying and Geomatics Engineering, University of Tehran, Iran.
Alfy, Zeinhom El, et. Al. (2010). “Integrating GIS and MCDM to Deal with landfill site selection”. International
Journal of Engineering & Technology IJET-IJENS Vol. 10 No. 06.
Anggraini, Oktasari Dyah. dan Rahardyan, Benno. (2009). “Pemilihan Calon Lokasi TPA dengan Metode GIS di
Kabupaten Bandung Barat”. Jurnal Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan,
Institut Teknologi Bandung, Indonesia, Bandung.
Basyarat, Ade. (2006). Kajian Terhadap Penetapan Lokasi TPA Sampah Leuwinanggung – Kota Depok. Tesis
Program Studi Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan Kota, Konsentrasi Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro, Semarang.
Budiayanto, Eko. (2009). Sistim Informasi Geografis dengan ArcView GIS. Penertbit Andi. Yogyakarta.
Damanhuri, Enri, et. Al. (2010). Pengelolaan Sampah. Diktat Kuliah di Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas
Teknik Sipil dan Lingkungan institut Teknologi Bandung, Bandung.
Davis, Mackenzie Leo. (2004). “Principles of Environmental Engineering and Science”. McGraw-Hill, New York.
Diharto, (2008). “Analisis Teknis Pemilihan Lokasi TPA Regional Magelang (Kota Magelang Dan Kabupaten
Magelang”. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang (UNNES), Semarang.
Gumelar, D. (2007). Data Spasial. IlmuKomputer.com. Bandung.
Hussin, W.M.A. Wan. and Kabir, Shahid. (2010). “Modeling Landfill Suitability Based On Multi-Criteria Decision
Making Method”. Journal of School of Civil Engineering, Universiti Sains Malaysia, Penang, Malaysia.
Jayusri. (2012). Analisis Potensi Erosi pada DAS Belawan Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Departemen
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, Medan.
Kristianto, G.H. Yudhi. (2007). Autocad 2D. Penerbit Andi.Yogyakarta.
Nandi. (2005). “Kajian Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah dalam Konteks Tata-Ruang”.
Jurnal “GEA” Jurusan Pendidikan Geografi, Vol. 5, No. 9.
Nidya, Abidari. (2005). “Penentuan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Kabupaten Klaten Menggunakan
Teknik Penginderaan Jauh dan Sitem Informasi Geografis”. Jurnal Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta.
Sener, Basak. (2004). Landfill Site Selection By Using Geographic Information Systems. Thesis of Department of
Geological Engineering, Mugla University, Mugla, Turkey.
Tamod, Zetly E. (2009). “Tingkat Kelayakan Lahan TPA Sampah Kota Manado dalam Ukuran Mitigasi
Perencanaan Lokasi TPA”. Jurnal Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi, Manado.

9-9

Anda mungkin juga menyukai