PENDAHULUAN
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang bearti hijau kebiruan, yang
mengakibatkan lapang pandang seseorang menghilang dengan atau tanpa gejala. Hal
ini disebabkan oleh faktor kongenital atau didapat setelah dilahirkan (acquired) (Ilyas
fungsi mata dengan terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa
oleh bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan berkurangnya
pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau dicelah pupil (glaukoma
glaucoma merupakan penyebab kebutaan paling banyak kedua setelah katarak dengan
prevalensi sekiar 4,4 juta (sekitar 12,3% dari jumlah kebutaan di dunia). Pada tahun
2020 jumlah kebutaan akibat glaukoma diperkirakan meningkat menjadi 11,4 juta.
Prevalensi glaukoma juga diperkirakan meningkat, dari 60,5 juta pada tahun 2010
1
menjadi 79,6 juta pada tahun2020. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007, prevalensi glaukoma di Indonesia adalah 4,6% (WHO, 2002; Rikesdas,
2007).
Glaukoma kongenital adalah glaukoma yang paling sering terjadi pada anak
dan merupakan penyebab penting kebutaan pada anak. Glaukoma kongenital terjadi
karena saluran pembuangan tidak terbentuk dengan baik atau bahkan tidak terbentuk
sama sekali. Glaukoma kongenital dibagi menjadi tiga tipe, yaitu glaukoma
Tanda dan gejala klinis glaukoma kongenital ini mencakup tiga tanda klasik
kongenital, terjadi kurang daripada glaukoma dewasa primer dan jarang terjadi (1
Glaukoma kongenital terjadi sejak lahir, atau pada tahun pertama setelah lahir.
Kelainan ini terjadi karena terhentinya pertumbuhan struktur sudut iridokorneal sejak
dalam kandungan kira-kira saat janin berumur 7 bulan. Komplikasi glaukoma yang
2
tidak terdiagnosis bisa kelemahan penglihatan sepanjang hidup. Prognosis buruk
terjadi pada bayi dengan peningkatan TIO dan kekeruhan kornea saat lahir. Pada
kasus yang tidak diobati, kebutaan timbul dini (Blanco, Wisco & Costa, 2002;
Yanoff, Duker & Ausburger, 2004; Suhardjo & Hartono, 2007; Eva, Vaughan &
Asbury’s, 2009).
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bagian anterior
bola mata mempunyai kelengkungan yang lebih cembung sehingga terdapat bentuk
Bola mata dibungkus oleh tiga lapisan jaringan, yaitu lapisan sklera yang
bagian terdepannya disebut kornea, lapisan uvea, dan lapisan retina. Di dalam bola
mata terdapat cairan aqueous humor, lensa dan vitreous humor (Ilyas & Yuliati,
2012).
(http://www.eyesandeyesight.com/)
Gambar 2.1 Anatomi Bola Mata
4
2.1.1 Konjungtiva Bulbi
dengan kulit pada tepi palpebral dan dengan epitel kornea di limbus (Eva,
2.1.2 Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat yang lentur dan memberikan bentuk pada
mata. Jaringan ini merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata.
memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata (Ilyas & Yuliati, 2012).
2.1.3 Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus
cahaya dam merupakan lapisan jaringan yang menutup bola mata sebelah
depan.15 Kornea ini disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar
pada sambungan ini disebut sulcus scleralis(Ilyas & Yuliati, 2012; Eva,
5
Dari anterior ke posterior kornea mempunyai lima lapisan, yaitu:
1. Epitel
Tebal dari epitel ini adalah 50 μm. Epitel kornea mempunyai lima lapis
sel epitel tak bertanduk yang terdiri dari sel basal, sel poligonal, dan sel
gepeng.
2. Membran Bowman
yang merupakan kolagen yang tersususn tidak teratur seperti stroma dan
3. Stroma
atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
4. Membran Descement
5. Endotel
6
(http://www.lab.anhb.uwa.edu.au/)
Gambar 2.2 Lapisan Kornea
2.1.4 Uvea
Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata dan dilindungi oleh
1. Iris
banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara otomatis dengan
Asbury’s, 2009).
2. Badan Siliar
mengubah tegangan kapsul lensa sehingga lensa dapat fokus untuk objek
dekat maupun jauh dalam lapang pandang. Badan siliar terdiri atas zona
7
anterior yang berombak-ombak, pars plicata (2 mm) yang merupakan
pembentuk aqueous humor, dan zona posterior yang datar, pars plana (4
mm) (Ilyas & Yuliati, 2012; Eva, Vaughan & Asbury’s, 2009).
3. Koroid
untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak di bawahnya
2.1.5 Lensa
epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Nukleus dan
korteks terbentuk dari lamela konsentris yang panjang (Eva, Vaughan &
Asbury’s, 2009).
dikenal sebagai zonula Zinii, yang tersusun dari banyak fibril yang berasal dari
permukaan badan siliar dan menyisip ke dalam ekuator lensa (Eva, Vaughan &
Asbury’s, 2009).
8
2.1.6 Aqueous Humor
mata belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan,
kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan (Eva, Vaughan & Asbury’s,
2009).
Vitreous humor adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular
yang membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Permukaan luar vitreous
posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina, dan caput nervi
lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora serrate (Eva, Vaughan
komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan konsistensi
mirip gel karena kemampuannya mengikat banyak air (Eva, Vaughan &
Asbury’s, 2009).
2.1.8 Retina
9
2. Fotoreseptor
Lapisan nukleus luar merupakan susunan nukleus sel kerucut dan sel
batang.
Keempat lapisan di atas avaskuler dan mendapat nutrisi dari kapiler koroid.
Lapisan ini terdiri dari tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel
Lapisan ini merupakan lapisan aselular tempat sinaps sel bipolar dan
9. Serabut saraf
Lapisan serabut saraf berupa akson sel ganglion yang menuju ke arah
darah retina.
10
10. Membran limitan interna
Membran limitan interna berupa membran hialin antara retina dan vitreous
humor.
(http://www.lab.anhb.uwa.edu.au/)
Gambar 2.3 Lapisan Retina
(www.berwickeye.com)
Gambar 2.4 Anatomi Badan Siliar
11
Sudut filtrasi merupakan bagian yang penting dalam pengaturan cairan bilik
mata. Sudut ini terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bilik mata. Sudut ini
terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang dibatasi oleh garis yang
menghubungkan akhir dari membrane descement dan membrane Bowman. Akhir dari
membrane Descement disebut garis Schwalbe (Eva, Vaughan & Asbury’s, 2009;
Limbus terdiri dari 2 lapisan yaitu epitel dan strima. Epitelnya 2 kali ketebalan
epitel kornea. Di dalam stroma terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari arteri
Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabecular, yang terdiri dari:
1. Trabekula korneoskleral
Serabut yang berasal dari lapisan stroma kornea dan menuju kebelakang
2. Trabekula uveal
trabekula.
12
sehingga bila ada darah didalam kanalis schlem, dapat terlihat dari luar (The Eye M.D
Association, 2001).
kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0,5mm. pada dinding
trabekula dan kanalis schlem. Dari kanalis schlem keluar saluran kolektor 20-30
buah, yang menuju ke plexus vena didalam jaringan schlera dan episklera dan vena
Aqueous humor adalah cairan jernih yang dibentuk oleh korpus siliaris
dan mengisi bilik mata anterior dan posterior. Aqueous humor mengalir dari
korpus siliaris melewati bilik mata posterior dan anterior menuju sudut kamera
Prosesus siliaris, terletak pada pars plicata adalah struktur utama korpus
siliaris yang membentuk aqueous humor. Prosesus siliaris memiliki dua lapis
epitelium, yaitu lapisan berpigmen dan tidak berpigmen. Lapisan dalam epitel
Sudut kamera okuli anterior, yang dibentuk oleh pertautan antara kornea
perifer dan pangkal iris, merupakan komponen penting dalam proses pengaliran
13
aqueous humor. Struktur ini terdiri dari Schwalbe’s line, trabecular meshwork
disusun atas tiga bagian, yaitu uvea meshwork (bagian paling dalam),
yang berhubungan dengan bagian dalam kanalis Schlemm (Eva, Vaughan &
tipis jaringan ikat. Pada bagian dalam dinding kanalis terdapat vakuola-vakuola
14
Aqueous humor akan dialirkan dari kanalis Schlemm ke vena episklera
superior. Selain itu, aqueous humor juga akan dialirkan ke vena konjungtival,
vena ophtalmikus superior atau vena fasialis. Pada akhirnya, aqueous humor
aqueous dan tahanan terhadap aliran keluarnya humor aqueous. Aqueous humor
diproduksi dengan kecepatan 2-3 μL/menit dan mengisi bilik anterior sebanyak
250 μL serta bilik posterior sebanyak 60 μL. Tekanan osmotic humor aqueous
sedikit lebih tinggi daripada plasma. Komposisi humor aqueous serupa dengan
laktat yang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.
dan trabecular meshwork. Selain itu, zat sisa metabolisme (seperti asam piruvat
dan asam laktat) juga dibuang dari jaringan-jaringan tersebut. Fungsi yang tidak
kalah penting adalah menjaga kestabilan tekanan intraokuli, yang penting untuk
menjaga integritas struktur mata. Aqueous humor juga menjadi media transmisi
cahaya ke jaras penglihatan (Ilyas & Yuliati, 2012; Solomon, 2002 & Cibis,
15
Tabel 2.1 Perbandingan Komposisi Aqueous Humor, Plasma dan Vitreous Humor.
Komponen (mmol/kg H2O) Plasma Aqueous Humor Vitreous Humor
Na 146 163 144
Cl 109 134 114
HCO3 28 20 20-30
Askorbat 0,04 1,06 2,21
Glukosa 6 3 3,4
aqueous plasmoid dan sangat mirip dengan serum darah (Liesegang & Skuta,
aktif, ultrafiltrasi dan difusi sederhana. Transport aktif di sel epitel yang tidak
dan zat larut air ke dalam membran sel akibat perbedaan tekanan osmotik.
16
(Ilyas & Yuliati, 2012)
Gambar 2.6 Fisiologi Aliran Humor Aqueous
yang dibungkus oleh sel-sel trabekula yang membentuk suatu saringan dengan
aqueous keluar dari mata antara berkas otot siliaris dan lewat sela-sela sclera
17
Sistem pengaliran aqueous humor terdiri dari dua jenis sistem pengaliran
utama dari aqueous humor, sekitar 90% dari total. Aqueous humor mengalir
(Solomon, 2002).
sekitar 5-10% dari total. Aqueous humor mengalir dari bilik anterior ke
koroid dan sklera. Sistem aliran ini relatif tidak bergantung kepada perbedaan
(Solomon, 2002)
Gambar 2.7 Trabecular Outflow (kiri) dan Uveosceral Outflow (kanan)
18
2.4 Tekanan Intra Okuli
harian. Tekanan yang tepat adalah syarat untuk kelangsungan penglihatan yang
normal yang menjamin kebeningan media mata dan jarak yang konstan antara kornea
dengan lensa dan lensa dengan retina. Homeostasis tekanan intraokular terpelihara
oleh mekanisme regulasi setempat atau sentral yang berlangsung dengan sendirinya
Tekanan mata yang normal berkisar antara 10-22 mmHg. Tekanan intraokuli
kedua mata biasanya sama dan menunjukkan variasi diurnal. Pada malam hari, karena
perubahan posisi dari berdiri menjadi berbaring, terjadi peningkatan resistensi vena
normal pada siang hari sehingga tekanan intraokuli kembali turun. Variasi nomal
antara 2-6 mmHg dan mencapai tekanan tertinggi saat pagi hari, sekitar pukul 5-6
pagi (Hollwich & Fritz, 2002; Simmons et al, 2007 & Doshi, Liu & Weinreb, 2010).
kapiler, keseimbangan tekanan osmotik, posisi tubuh, irama sirkadian tubuh, denyut
jantung, frekuensi pernafasan, jumlah asupan air, dan obat-obatan (Simmons et al,
2007).
gambaran berupa kerusakan nervus optikus yang bersifat progresif yang disebabkan
19
lapang pandang dan kebutaan. Glaukoma adalah sekumpulan gejala yang dapat
menimbulkan neuropati optik yang ditandai dengan defek lapangan pandang, faktor
utamanya adalah tekanan intraokular (TIO) yang tinggi sebagai faktor resiko utama
struktur bagian depan bola mata. Kelainan ini menghasilkan tekanan bola mata yang
tinggi. Peninggian tekanan mata menyebabkan kerusakan saraf optik dan kehilangan
penglihatan yang ditandai dengan penyempitan lapang pandang (Ilyas & Yuliati,
2012).
Glaukoma kongenital adalah suatu glaukoma yang terjadi pada bayi atau anak-
anak terjadi akibat penutupan bawaan dari sudut iridokorneal oleh suatu membran
yang dapat menghambat aliran dari humor aqueous sehingga dapat meningkatkan
tekanan intra okuler. Kondisi ini progresif dan biasanya bilateral dan dapat merusak
20
Glaukoma kongenital, khususnya sebagai glaukoma infantil (buftalmos), adalah
glaukoma akibat penyumbatan pengaliran keluar cairan mata oleh jaringan sudut bilik
mata yang terjadi oleh adanya kelainan kongenital. Kelainan ini akibat terdapatnya
membran kongenital yang menutupi sudut bilik mata pada saat perkembangan bola
mata, kelainan pembentukan kanal schlemm dan saluran keluar cairan mata yang
Glaukoma kongenital primer, atau infantile terjadi saat lahir atau dalam tahun
21
anterior chamber angle yang menghambat aliran aqueous pada ketiadaan anomali
(umumnya setelah umur 3 tahun) atau pada awal masa dewasa (Liesang & Skuta,
2005).
struktur sudut kamera anterior pada usia janin sekitar tujuh bulan. Iris
Sebagian besar pasien datang pada usia 3 sampai 9 bulan. Terapi pilihan
permanen atas tekanan intraokular pada 85% kasus. Pada pasien yang datang
Asbury’s, 2009).
22
iris, disertai adanya jembatan-jembatan filamen yang menghubungkan stroma
berhubungan dengan garis Schwalbe yang mencolok dan tergeser secara aksial
iris, dengan polikoria serta anomali tulang dan gigi, timbul apa yang disebut
perlekatannya adalah antara iris sentral dan permukaan posterior sentral kornea,
fungsi penglihatan yang baik meragukan (Eva, Vaughan & Asbury’s, 2009).
2.6.3 Aniridia
Aniridia disebabkan oleh kelainan pada gen PAX6 pada kromosom 11.
deformitas mata yang lain, misalnya katarak kongenital, distrofi kornea, dan
23
Dapat ditemukan sporadis dan biasanya berhubungan dengan tumor Wilms
Eropa bagian barat, kejadian yang dicatat 1 : 12.500 kelahiran, dan 1 : 22.000
kelahiran di Irlandia Utara. Daerah yang paling ektrim yaitu 1 : 2.500 yang terjadi di
Arab Saudi. Penyakit ini umumnya terjadi pada 2 mata, tetapi dapat juga terjadi pada
satu mata. Kasus ini sangat banyak terjadi di Amerika Serikat, tetapi sedikit di
Jepang. Usia terjadinya penyakit ini mulai sejak lahir atau berkembang pada masa
kongenital, terjadi kurang daripada glaukoma dewasa primer dan jarang terjadi (1
dalam 10.000 kelahiran). Dari kasus glaukoma pediatrik, 60% didiagnosa pada umur
6 bulan dan 80% dalam tahun pertama kehidupan. Perkiraan 65 % pasien adalah laki-
laki dan pada 70% kasus mengenai kedua mata (bilateral) . Pada beberapa
24
pembuangan tidak terbentuk dengan baik atau bahkan tidak terbentuk sama sekali.
Kelainan ini akibat terdapatnya membran kongenital yang menutupi sudut bilik mata
pada saat perkembangan bola mata, kelainan pembentukan kanal schlemm dan
saluran keluar cairan mata yang tidak sempurna terbentuk (Suhardjo & Hartono,
2007).
2. Obat-obatan
Pemakai steroid secara rutin misalnya: Pemakai obat tetes mata yang
mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk
penderita asma, obat steroid untuk radang sendi dan pemakai obat yang
memakai steroid secara rutin lainnya. Bila anda mengetahui bahwa anda
25
2.9 Patofisiologi Glaukoma Kongenital
Glaukoma jenis ini terjadi sejak lahir, atau pada tahun pertama setelah lahir.
Kelainan ini terjadi karena terhentinya pertumbuhan struktur sudut iridokorneal sejak
dalam kandungan kira-kira saat janin berumur 7 bulan. Pada glaukoma ini, sejak lahir
penderita memiliki bola mata besar yang disebut buftalmos. Buftalmos disebabkan
oleh kenaikan TIO saat masih dalam kandungan dan mendesak dinding bola mata
bayi yang masih lentur, akibatnya sklera menipis dan kornea akan membesar dan
keruh. Bayi akan takut melihat cahaya karena kornea yang keruh akan memecah sinar
yang datang sehingga bayi merasa silau. Bayi cenderung rewel, karena peningkatan
TIO menyebabkan rasa tegang dan sakit pada mata (Suhardjo & Hartono, 2007).
Karakteristik dari glaukoma kongenital mencakup tiga tanda klasik pada bayi
1. Epifora
2. Fotofobia
3. Blefarospasme
Gejala paling dini dan paling sering adalah epifora. Dapat dijumpai fotofobia,
pengurangan kilau kornea, dan pembesaran bola mata (buftalmos). Pupil juga tidak
Pencekungan diskus optikus akibat glaukoma merupakan kelainan yang terjadi relatif
26
Temuan-temuan lanjut adalah peningkatan garis tengah kornea (melebihi 11,5
mata) serta edema dan kekeruhan stroma kornea (Urban & Robert, 2013).
peningkatan cup/dick rasio lebih dari 0,3 mm. Gambaran kornea berawan juga
Lima puluh persen kasus glaukoma kongenital bermanifestasi dari sejak lahir,
70% kasus terdiagnosis dalam enam bulan pertama, dan 80% kasus terdiagnosis di
klinis pada pasien disertai dengan pemeriksaan klinis pada mata pasien. Untuk
pemeriksaan. Berbagai alat diagnostik tambahan untuk menentukan ada atau tidak
adanya glaukoma pada seseorang dan berat atau ringannya glaukoma yang diderita,
serta dini atau lanjut glaukoma yang sedang diderita seseorang. Pemeriksaan tersebut
2. Tajam penglihatan
4. Gonioskopi
27
5. Ofthalmoskopi
6. Ultrasonografi
(Liesegang & Skuta, 2005; Suhardjo & Hartono, 2007; Urban & Robert, 2013)
Diameter kornea normal adalah 9,5-10,5 mm pada bayi cukup bulan dan lebih
kecil pada bayi prematur. Edema kornea dapat terjadi mulai dari agak kabur
sampai keruh pada stroma kornea karena kenaikan IOP. Edema kornea terjadi
pada 25% bayi baru lahir dan lebih dari 60% pada umur 6 bulan. Robekan pada
kornea.
28
Masseen & Kwon, 2005
Gambar 2.4 Bufthalmos
mungkin.
2.11.3 Tonometri
dapat dilakukan tanpa menggunakan anastesi umum atau sedative, yaitu dengan
Banyak bahan anastesi umum dan sedative yang dapat menurunkan IOP,
menurunkan IOP. Semakin dalam anastesi, semakin turun IOP. Nilai normal
29
IOP pada bayi dalam anastesi sekitar 10-15 mmHg, tergantung dari
tonometernya.
2.11.4 Gonioskopi
ini penting untuk menentukan apakah sudut terbuka, tertutup, atau sempit dan
intraokular.
kongenital primer, bilik anteriornya dalam dengan struktur iris yang normal,
insersi iris yang tinggi dan datar, kehilangan sudut, hipoplasia iris perifer,
yang tinggi dari akar iris seperti garis yang berlekuk sebagai hasil dari jaringan
yang abnormal dengan penampilan yang berkilauan. Jaringan ini menahan iris
perifer anterior. Sudut ini biasanya avaskular, tapi putaran pembuluh dari
2.11.5 Oftalmoskopi
kerusakan dan kelainan serat optik. Pada glaukoma kongenital biasanya serat
direk dan gonioskop direk atau fundus lensa pada kornea. Papil nervus optikus
pada bayi berwarna pink dengan cup kecil yang fisiologis. Cupping glaukoma
30
jaringan neural pada kutub anterior dan posterior. Pada masa kanak-kanak,
pembesaran dari cup. Cupping dapat reversibel bila TIO rendah, dan cupping
yang progresif menunjukkan kontrol yang jelek terhadap TIO. Perlu dilakukan
3. Sarafoptik bergaung
4. Kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atrofi akan berwarna hijau
2.11.6 Ultrasonografi
axial dapat reversibel seiring penurunan IOP, tapi pembesaran kornea tidak
(Liesegang & Skuta, 2005; Suhardjo & Hartono, 2007; Urban & Robert, 2013)
dengan peningkatan tekanan intra okuler dan dengan kornea yang jernih.
31
3. Obstruksi duktus nasolakrimal kongenital, terdapat lakrimasi yang disertai
2.13 Penatalaksanaan
Peninggian tekanan bola mata yang menetap akan menjurus ke arah rusaknya
penglihatan. Pengontrolan tekanan bola mata adalah tujuan utama dari pengobatan.
Bayi atau anak yang dicurigai mempunyai glaukoma kongenital harus dilakukan
bola mata, cup/disk ratio dari N. Optikus, dan sudut COA dengan gonioskopi
pengobatan diberikan sebelum operasi atau ketika prosedur operasi ulangan telah
gagal. Teknik operasi ditujukan untuk mengurangi hambatan outflow humor akueos
yang terjadi karena kelainan struktur pada sudut bilik mata depan. Hal ini bisa
Goniotomi dan trabekulotomi merupakan operasi yang paling efektif pada glaukoma
32
kongenital dibandingkan dengan trabekulodisgenesis dan memberikan outcome yang
sama. Rata-rata keberhasilan berkisar dari 60-90%, walaupun 1/3-1/2 nya harus
dilakukan prosedur ulangan. Angka keberhasilan berkurang bila terdapat anomali iris
atau kornea (Amoaku & Browning, 2006; Blanco, Wilson & Costa, 2002; Yanoff,
trabekula. Prosedur ini perlu diulang lebih dari satu kali. Trabekulotomi, teknik ini
hampir sama dengan prosedur goniotomi tetapi menggunakan teknik yang berbeda.
Trabekulotomi digunakan jika kornea terlalu keruh, yang mana pada kasus ini tidak
dapat dilakukan goniotomi. Jika goniotomi dan trabekulotomi gagal, maka dapat
cara ini juga gagal, dapat dilakukan cyclodestruktif dengan laser yang merupakan
pilihan terakhir karena menyebabkan rasa sakit yang hebat. Terapi medikamentosa
kekeruhan kornea dengan transplantasi dan terapi amblyopia (Blanco, Wilson &
2.14 Komplikasi
sepanjang hidup. Komplikasi serius akibat intervensi operasi meliputi hifema, infeksi,
kerusakan lensa, dan uveitis. Perubahan cup serat optik merupakan indikator utama
keberhasilan terapi. Bahkan setelah tekanan intraokular dapat dikontrol, kurang lebih
50 % anak tidak mencapai visus lebih dari 20/50. pengurangan tajam penglihatan bisa
33
dihasilkan dari edema kornea yang menetap, nistagmus, ambliopia, atau kelainan
refraksi yang luas (Blanco, Wilson & Costa, 2002; Yanoff, Duker & Ausburger,
2004).
retina, astigmatisme (kornea yang iregular) dan dislokasi lensa (Vavvas, Grosskreutz
2.15 Prognosis
Prognosis glaukoma kongenital adalah baik dalam 80-90% pada pasien yang
ditangani lebih awal. Prognosis paling baik terlihat pada bayi dengan operasi
trabekulodisgenesis antara umur dua bulan sampai delapan bulan. Prognosis buruk
terjadi pada bayi dengan peningkatan TIO dan kekeruhan kornea saat lahir. Pada
kasus yang tidak diobati, kebutaan timbul dini. Mata mengalami peregangan hebat
dan bahkan dapat ruptur hanya akibat trauma ringan. Pencekungan diskus optikus
khas glaukoma relatif cepat, yang menekankan perlunya terapi segera (Eva, Vaughan
& Asbury’s, 2009; Blanco, Wilson & Costa, 2002; Yanoff, Duker & Ausburger,
tingkat kelangsungan hidup, angka kematian, dan kemungkinan hasil lain dalam
34
BAB III
KESIMPULAN
Glaukoma kongenital adalah suatu glaukoma yang terjadi pada bayi atau anak-anak
terjadi akibat penutupan bawaan dari sudut iridokorneal oleh suatu membran yang
dapat menghambat aliran dari aquous humor sehingga dapat meningkatkan tekanan
intra okuler. Kondisi ini progresif dan biasanya bilateral dan dapat merusak saraf
optik.
Tanda dan gejala klinis glaukoma kongenital ini mencakup tiga tanda klasik
terjadi sebagai komplikasi apabila glaukoma ini tidak terdiagnosis dini. Namun
prognosis glaukoma kongenital adalah baik dalam 80-90% pada pasien yang
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S dan Yulianti, S.R. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Badan Penerbit FKUI.
Hal. 216-221: Jakarta, 2012.
2. Paul Riordan-Eva dan John P.Whitche. Vaughan & Asbury’s General
Ophthalmology. Edisi ke-17. EGC: Jakarta, 2009.
3. Liesegang T.J. dan Skuta G.L. Childhood Glaucoma in Glaucoma. American
Academy of Opthalmology. Section 10. USA. 2005; p147-151.
4. Suhardjo dan Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada: Yogyakarta, 2007.
5. Blanco, A.A., Wilson, R.P., dan Costa, V.P. Pediatric Glaukoma and Glauoma
Associated with Developmental Disorders. In Textbook: Handbook of Glaucoma.
Martin Dunitz Ltd 2002;10: 147-51.
6. Yanoff, M, Duker, J.S., dan Ausburger, J.J. Ophthalmology 2nd Edition. Mosby
Inc 2004: 1475-82.
7. Simmons, S.T., et al. Intraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics. In:
Tanaka, S., ed. Glaucoma. Singapore: American Academy of Ophthalmology, 17-
29. 2007.
8. Solomon, I.S., 2002. Aqueous Humor Dynamics. Available from:
http://www.nyee.edu/pdf/solomonaqhumor.pdf [Accesed 14 November 2013].
9. Cibis, G.H., Beaver, H.A., Jhons, K., Kaushal, S., Tsai, J.C., dan Beretska, J.S.
Trabecular Meshwork. In: Tanaka, S., ed. Fundamentals and Principles of
Ophthalmology. Singapore: American Academy of Ophthalmology, 54-59. 2007.
10. Hollwich, Fritz. Glaukoma. In: Hariono, Bondan, ed. Oftamologi. Binarupa
Aksara, 169-201. Jakarta. 2002.
11. Doshi, A.B., Liu, J.H.K., Weinreb, R.N. Glaucoma is a 24/7 Disease. In:
Schacknow, P.N., Samples, J.R., ed. The Glaucoma Book. USA: Springer, 55-58.
2010.
12. Liesegang TJ, Skuta GL. Childhood Glaucoma in Glaucoma. American Academy
of Opthalmology. Section 10. USA. 2005; p147-151.
36
13. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta : Bagian Ilmu Penyakit
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, 2007.
14. Urban, Robert C. Primary Congenital Glaucoma. [diakses 16 November 2013].
Diunduh dari: http://www.emedicinehealth.com.
15. Masseen J, Kwon YH. Primary Congenital Glaucoma. 2005 [ diakses: 16
November 2013]. Diunduh dari: http://webeye.ophth.uiowa.edu.
16. Amoaku G, Browning G. Common Eye Diseases and Their Management. Third
Edition. Springer-Verlag 2006; 12: 101-2.
17. Blanco AA, Wilson RP, Costa VP. Pediatric Glaukoma and Glauoma Associated
with Developmental Disorders. In Textbook: Handbook of Glaucoma. Martin
Dunitz Ltd 2002;10: 147-51.
18. Yanoff M, Duker JS, Ausburger JJ. Ophthalmology 2nd Edition. Mosby Inc
2004: 1475-82.
19. Vavvas D, Grosskreutz C, Pasquale L. Congenital Glaucoma (Childhood). 2011.
[diakses 9 April 2011] Diunduh dari:
http://www.djo.harvard.edu/site.php?url=/patients/pi/416
20. Health Grades. Congenital Glaucoma. 2009. [diakses 16 November 2013]
Diunduh dari:
http://www.wrongdiagnosis.com/c/congenital_glaucoma/intro.htm&rurl=translate
.google.co.id&anno=2&usg=ALkJrhgUsUG9DqiGWDCuYv2x_NO7FlyDYw
21. World Health Organization. Glaucoma; available at : http://who.int. 2002.
22. Riset Kesehatan Dasar. 2007.
23. Glaucoma. In : Basic and Clinical Science Course. Last Major Revision 200-
2001. Section 10. American Academy of Ophthalmology, The Eye M.D
Association. United States of America.
24. http://www.eyesandeyesight.com/2009/02/anatomy-of-the eye/
25. http://www.lab.anhb.uwa.edu.au/mb140/corepages/eye/eye.html
26. www.berwickeye.com
27. Kanski J J. Atlas Bantu Oftalmologi. Hipokrates. Jakarta. 1992.
37
28. Epstein, DL. Chandler and Grant’s Glaucoma 3 ed. Philadelphia : Lea & Febiger,
1986.
38