Anda di halaman 1dari 7

20-05-2018 1/7 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Artikel ini diambil dari : www.depkes.go.id

KEMENPERIN TRANSFORMASI PENDIDIKAN KEJURUAN SESUAI KEBUTUHAN DUNIA INDUSTRI


DIPUBLIKASIKAN PADA : RABU, 02 AGUSTUS 2017 00:00:00, DIBACA : 2.032 KALI

Kementerian Perindustrian kembali meluncurkan Pendidikan Vokasi Industri yang berbasis kompetensi untuk menjawab tantangan kebutuhan SDM Industri.
Presiden Joko Widodo meresmikan peluncuran pendidikan vokasi industri yang diperkuat oleh kerjasama antara 140 perusahaan dan 372 SMK di Provinsi Jawa
Barat. Program peluncuran ini akan menghasilkan 780 perjanjian kerja sama karena beberapa SMK dibina oleh lebih dari satu industri, sesuai dengan program
keahlian yang dimiliki.

Peluncuran ini merupakan yang terbesar setelah dua tahap yang memfasilitasi kerja sama sebanyak 166 perusahaan dengan 626 SMK di wilayah Jawa Timur,
Jawa Tengah dan Yogyakarta. Dalam acara tersebut, Presiden juga didampingi oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri
Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Muhadjir Effendy. Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi M Nasir serta Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan turut hadir dalam peresmian ini.

Untuk memfasilitasi hasil karya yang gemilang dari sekolah vokasi, pada hari ini juga dilangsungkan pameran produksi hasil karya SMK yang diisi oleh SMK
Binaan Kementerian Dikbud, SMK Kementerian Perindustrian, SMK Binaan PT. Astra Group, Pondok Pesantren, dan Balai Latihan Kerja (BLK) Kementerian
Ketenagakerjaan.

''Kami mendorong pendidikan kejuruan ini untuk diubah sistemnya, dari yang awalnya menitik beratkan ke pelajaran umum, menjadi spesialis. Jadi, siswa itu nanti
belajar 50 persen di kelas dan 50 persen di industri,'' kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Kamis (27/7).

Menperin menjelaskan, saat ini lulusan dari sekolah tingkat menengah di Indonesia mencapai 3,3 juta siswa, sementara perguruan tinggi yang ada hanya mampu
menyerap sebanyak 1,7 juta siswa. Oleh karena itu, sekitar 1,6 juta siswa harus diarahkan untuk masuk ke pasar kerja agar tidak menambah tingkat
pengangguran.

''Namun, mayoritas dari mereka, setelah lulus belum siap bekerja,'' ungkapnya. Kondisi ini, menurut Airlangga, karena fasilitas dan peralatan praktik yang dimiliki
rata-rata SMK di Indonesia tertinggal dua generasi. Dengan program link and match, diharapkan para siswa SMK bisa belajar secara langsung mesin produksi
generasi saat ini yang digunakan oleh industri dalam proses produksinya,

''Misalnya di industri otomotif, para siswa SMK akan diajarkan mengenai pengelasan dan permesinan. Dan, untuk industri pertokimia, tentunya siswa SMK dari
program studi kimia. Jadi sesuai,'' imbuhnya. Di dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 tahun 2017 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengembangan
Sekolah Menengah Kejuruan Berbasis Kompetensi yang Link and Match dengan Industri, disebutkan bahwa industri dapat membina sebanyak lima SMK di
wilayahnya, dan setiap SMK bisa dibina lebih dari satu industri.

''Karena pembangunan industri di Indonesia berbasis kewilayahan, maka pengembangan SMK-nya juga berbasis kewilayahan. Untuk itu, kami pun mengharapkan

1
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2/7 20-05-2018

dukungan dan partisipasi yang kuat dari pemerintah daerah baik itu kabupaten/kota maupun provinsi,'' paparnya.

''Pada tahun 2019, kami menargetkan program pendidikan vokasi industri ini akan melibatkan sebanyak 1.775 SMK dan 355 perusahaan dengan perkiraan jumlah
lulusan tersertifikasi yang dihasilkan sebanyak 845.000 orang,'' tutur Airlangga.

Kontribusi 25 persen
Menperin meyakini, efek berganda dari program pendidikan vokasi adalah mampu meningkatkan kinerja industri nasional sehingga dapat memberikan kontribusi
yang cukup signifikan bagi perekonomian nasional. Apalagi, selama ini industri merupakan penyumbang terbesar bagi PDB nasional dibanding sektor lainnya.

''Industri pengolahan non-migas telah berkontribusi sebesar 20 persen bagi perekonomian nasional. Melalui pelaksanaan program vokasi industri, kami
menargetkan akan naik menjadi 25 persen. Saat ini, nilai kontribusi industri kita setara dengan Jerman,'' papar Airlangga.

Sementara itu, berdasarkan data UNIDO, nilai tambah manufaktur di Indonesia menempati posisi 10 besar dunia. Peringkat tersebut di atas capaian Meksiko dan
Spanyol, bahkan sejajar dengan Inggris. ''Kami berharap, mereka yang terlibat dalam program pendidikan vokasi bisa masuk ke industri strategis nasional dan
menjadi entrepreneur dalam membangun industri kecil dan menengah (IKM),'' ujarnya.

''Pengembangan pendidikan vokasi dinilai mampu menjadi solusi dalam menghadapi persaingan pasar bebas terutama Masyarakat Ekonomi ASEAN, yang
membutuhkan tenaga kerja berkompetensi tinggi,'' tuturnya. Untuk itu, peningkatan keterampilan SDM industri melalui pendidikan vokasi di Indonesia, akan
diarahkan memiliki nilai kompetensi yang sama di tingkat regional dan global.

''Sehingga mereka juga bisa bekerja di luar negeri dan sasarannya untuk ekonomi di ASEAN akan terintergrasi karena seluruh tenaga kerjanya mampu mengisi
kebutuhan di dunia industri,'' imbuhnya. Lebih jauh, menurut Airlangga, pengembangan industri akan lebih mudah dijalankan karena mempunyai para pekerja
yang berbakat (talent pool).

Saat ini, pelaksanaan pendidikan vokasi industri semakin populer di dunia. Contohnya Swiss, yang sukses menerapkan Dual Vocational Education and Training
(D-VET) system atau model pendidikan kejuruan yang memadukan antara teori dengan praktik lapangan sehingga lulusannya siap ditempatkan di dunia kerja.
Oleh karena itu, banyak perusahaan lebih tertarik merekrut para lulusan kejuruan yang telah menguasai keahlian praktikal karena dianggap lebih siap bekerja.

''Benefit yang akan didapat dari perusahaan adalah memperoleh tenaga kerja yang sudah terdidik sehingga bisa mengefisienkan cost pelatihan karena mereka
sudah bisa langsung bekerja di unit-unit produksi. Kedua-duanya mendapat win-win solution,'' tegas Airlangga.

Guna menciptakan SDM industri yang terampil, Kemenperin pun membangun politeknik di beberapa kawasan industri, seperti di Morowali, Sulawesi Tengah yang
dijadikan pusat pengembangan industri feronikel. ''Kami sudah memetakan pusat industri sesuai basis sumber daya alam di wilayah setempat. Dengan
dibangunnya politeknik, perusahaan juga diharapkan merekrut putra-putri terbaik di daerah tersebut,'' terangnya.

Menperin menyampaikan, program pendidikan vokasi industri ini juga menjadi salah satu loncatan cepat untuk menghadapi Industry 4.0 atau revolusi industri

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - 2 - Printed @ 20-05-2018 10:05


20-05-2018 3/7 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

keempat, dengan memanfaatkan antara lain melalui internet of things, advanced robotics, 3D printing, artificial intelligence, virtual and augmented reality. ''Karena
Industry 4.0, basis utamanya adalah knowledge,'' pungkasnya.

Jakarta, 27 Juli 2017


BIRO HUBUNGAN MASYARAKAT

3
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 4/7 20-05-2018

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - 4 - Printed @ 20-05-2018 10:05


20-05-2018 5/7 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

5
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 6/7 20-05-2018

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia - 6 - Printed @ 20-05-2018 10:05


20-05-2018 7/7 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai