Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

GAMBARAN FOTO THORAX PADA TB PARU

Disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya


Lab/ KSM Ilmu Radiologi RSD dr. Soebandi

Disusun Oleh :

Ilham Ardhi 132011101014

Afifatun Hasanah 142011101005

Achmad Ma’ruf Fauzi 142011101101

Pembimbing:

dr. Loedhfi Ariesbianto, Sp. Rad

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

LAB/KSM ILMU PENYAKIT RADIOLOGI

RSD dr. SOEBANDI JEMBER

2018
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ....................................................................................................2


BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................2
1.1 Latar Belakang ........................................................................................3
1.2 Tujuan Penulisan .....................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................5
2.1 Definisi ....................................................................................................5
2.2 Etiologi ....................................................................................................5
2.3 Epidemilogi .............................................................................................5
2.4 Anatomi ...................................................................................................6
2.5 Patofisiologi.............................................................................................7
2.6 Gejala Klinis TB ......................................................................................9
2.7 Klasifikasi TB........................................................................................10
2.8 Diagnosis ...............................................................................................11
2.9 Pemeriksaan Penunjang .........................................................................12
2.10 Penatalaksanaan ...................................................................................14
2.11 Prognosis .............................................................................................16
BAB 3 KESIMPULAN .................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................18

2
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis dimana sebagian besar penyakit ini menyerang organ
paru, namun tidak menutup kemungkinan juga dapat menyerang organ tubuh yang
lainnya. Penyakit TB Paru ditularkan oleh penderita TB BTA positif, dimana
penularan melalui udara dalam bentuk droplet (percikan) pada saat penderita batuk
ataupun bersin, sehingga infeksi penularan terjadi ketika orang yang sehat
menghirup droplet (percikan ludah) melalui saluran pernafasan mereka (Kemenkes
RI, 2010).
Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2013, Indonesia menempati urutan
ketiga kasus kejadian tuberkulosis setelah Negara India dan Cina yakni dengan
jumlah sebesar 700 ribu kasus. Provinsi Jawa Timur merupakan Provinsi dengan
kasus TB terbanyak kedua setelah Provinsi Jawa Barat (Kemenkes, 2011). Menurut
data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2011, kasus TB mencapai
sebanyak 41.404 kasus dimana Kota Surabaya merupakan kota terbanyak dengan
kasus TB yakni 3.390 kasus, di ikuti Kabupaten Jember sebanyak 3.334 kasus
sedangkan di Provinsi Jawa Barat mencapai 62.563 kasus TB terbanyak.
Terdapat tiga faktor yang menyebabkan tingginya kasus TB di Indonesia.
Waktu pengobatan TB yang relatif lama (enam sampai delapan bulan) menjadi
penyebab penderita TB sulit sembuh karena pasien TB berhenti berobat (drop)
setelah merasa sehat meski proses pengobatan belum selesai. Selain itu, masalah
TB diperberat dengan adanya peningkatan infeksi HIV/AIDS yang berkembang
cepat dan munculnya permasalahan TB-Multi Drugs Resistant (MDR, kebal
terhadap bermacam obat). Masalah lain adalah adanya penderita TB laten, dimana
penderita tidak sakit namun akibat daya tahan tubuh menurun, penyakit TB akan
muncul.
Penderita tuberkulosis paru tertinggi berada pada usia produktif yakni usia 15-
50 tahun sekitar 75%. Seseorang yang terkena tuberkulosis terlebih usia dewasa
diperkirakan dapat kehilangan waktu kerja rata-rata 3-4 bulan yang dapat
mengakibatkan kehilangan pendapatan rumah tangganya sekitar 20-30%.

3
Sedangkan seseorang yang meninggal akibat tuberkulosis, maka akan kehilangan
pendapatannnya sekitar 15 tahun. Selain membuat rugi secara ekonomis,
tuberkulosis juga memberikan dampak buruk lainnya yakni dikucilkan dari
masyarakat (WHO, 2013).

1.2 Tujuan Penulisan

- Sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir program pendidikan profesi di bagian
kepaniteraan Radiologi di Rumah Sakit Dr. Soebandi Jember
- Untuk menambah ilmu pengetahuan gambaran radiologi pada Tuberkolosis Paru
baik bagi petugas medis maupun masyarakat umum.

4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang organ paru-paru dan menjadi
ancaman bagi kesehatan masyarakat di dunia. Kawasan Asia Tenggara
menyumbang 35% seluruh kasus TB yang ada di dunia. TB paru dapat didiagnosis
berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti
laboratorium dan radiologi (Fitria dkk., 2017).

2.2 Etiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robet Koch pada tahun
1882. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam
keadaan kering, tetapi dalam cairan mati dalam suhu 600C dalam 15-20 menit.
Fraksi protein basil tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan
lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor terjadinya fibrosis
dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel. Basil ini tidak berspora sehingga
mudah dibasmi dengan pemanasan sinar matahari dan sinar ultraviolet. Ada dua
macam mikobakterium tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe
bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe
human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita
TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini.
Perjalanan TBC setelah terinfeksi melalui udara. Bakteri juga dapat masuk ke
sistem pencernaan manusia melalui benda/bahan makanan yang terkontaminasi
oleh bakteri. Sehingga dapat menimbulkan asam lambung meningkat dan dapat
menjadikan infeksi lambung. (Wim de Jong, 2005).

2.3 Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2013, Indonesia menempati urutan
ketiga kasus kejadian tuberkulosis setelah Negara India dan Cina yakni dengan
jumlah sebesar 700 ribu kasus. Provinsi Jawa Timur merupakan Provinsi dengan

5
kasus TB terbanyak kedua setelah Provinsi Jawa Barat (Kemenkes, 2011). Menurut
data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2011, kasus TB mencapai
sebanyak 41.404 kasus dimana Kota Surabaya merupakan kota terbanyak dengan
kasus TB yakni 3.390 kasus, di ikuti Kabupaten Jember sebanyak 3.334 kasus
sedangkan di Provinsi Jawa Barat mencapai 62.563 kasus TB terbanyak.

2.4 Anatomi Paru


Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada
di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi
menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus
sedangkan paruparu kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat
dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi
sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru
kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum (Sherwood, 2001).
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi pleura
viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung
membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada
rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura
(Guyton, 2007). Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm.
Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Pada
Groove terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut
Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu
esophagus dan trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung
dengan primary lung bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan
cabang-cabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu,
sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus
meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Alveoli bertambah besar sesuai dengan
perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan
terus menerus tanpa terputus sampai pertumbuhan somatic berhenti (Evelyn, 2009).

6
Gambar 2.1 Anatomi Paru
Sitem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas dan
pernafasan bagian bawah.
1. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus paranasal, dan
faring.
2. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan
alveolus paru (Guyton, 2007) Pergerakan dari dalam ke luar paru terdiri dari dua
proses, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer
ke dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke
atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang
baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan
dibagi menjadi dua yaitu:
a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,
sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.
b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus.

2.5 Patofisiologi

Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil


Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli
lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium

7
tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil
juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal,
tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem
kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi.
Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara
limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan
normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar
bakteri. Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh
pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut
granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi
oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi
massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle.
Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang
selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing caseosa).
Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen,
kemudian bakteri menjadi nonaktif. Menurut Widagdo (2011), setelah infeksi awal
jika respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah.
Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang
sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif, Pada kasus ini, ghon tubercle
mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkus.
Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan
parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini
dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit
atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami
nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan
memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu kapsul
yang dikelilingi oleh tuberkel.

8
a. b.
Gambar 2.2 a. Foto thorax paru normal, b. Foto thorax Tb paru.

Gambar 2.3 Foto thorax Tb Milier.

2.6 Gejala Klinis TB

Menurut Wong (2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah demam, malaise,
anoreksia, penurunan berat badan, batuk ada atau tidak (berkembang secara
perlahan selama berminggu – minggu sampai berbulan – bulan), peningkatan
frekuensi pernapasan, bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi,
demam persisten. Selain itu manifestasi gejala yang umum adalah pucat, anemia,
kelemahan, dan penurunan berat badan.

9
2.7 Klasifikasi TB

Menurut American Thoracic Society klasifikasi tb paru yang diambil berdasarkan


aspek kesehatan masyarakat terdapat kategori 0 dengan tidak pernah terpajan dan
tidak terinfeksi, riwayat kontak negatif dan tes tuberkulin negatif, kategori 1 dengan
terpajan tb dan tidak terbukti adanya terinfeksi disini riwayat kontak positif dan tes
tuberkulin negatif, kategori 2 dengan terpajan tb tetapi tidak sakit, tes tuberkulin
positif dan tes radiologis, sputum negatif, kategori 3 dengan terpajan tb dan sakit.
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada Tb Paru
adalah :
1. Tuberkulosis paru BTA positif, pada Tb paru dengan BTA positif pertama
sekurang-kurangnya terdapat 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
Kemudian 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif dan biakan kuman Tb positif. Setelah itu 1 atau lebih spesimen dahak
hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya
hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif pada kriteria diagnostik Tb paru BTA negatif
harus meliputi paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif, Foto
toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis, tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT. Kemudian ditentukan
(dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan. Klasifikasi berdasarkan
tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe pasien yaitu:
a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetapi kambuh
lagi.
c. Kasus setelah putus berobat (default) adalah pasien yang telah berobat dan
putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

10
d. Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya
tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
e. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan
masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).

2.8 Diagnosis
Diagnosis TB dapat ditegakkan dari gejala klinis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan penunjang yang
lain. Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada
pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau
pada biopsi jaringan.

Pertimbangkan Tuberkulosis jika:


Anamnesis:
 Riwayat kontak dengan pasien TB paru.
 Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dalam
2 bulan sebelumnya atau terjadi gagal tumbuh (failure to thrive) meskipun
telah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik selama 1-2 bulan.
 Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam
umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala
spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala
sistemik/umum lain.
 Batuk lama ≥2 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau
intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan.

11
2.9 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi, standar pemeriksaan adalah foto torak PA dengan atau
tanpa foto lateral. Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai TBC:
1. Komplek Primer dengan atau tanpa perkapuran

Gambar 2.4 Kompleks Primer TB pada hilus kanan


2. Bayangan berawan di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
3. Kavitas, terutama lebih dari satu, di kelilingi oleh bayangan opak berawan
atau nodular.

Gambar 2.5 Kavitas TB

12
4.Bayangan bercak milier.

Gambar 2.6 Bayangan bercak milier


5.Kalsifikasi serta fibrosis
6.Pleuritis dengan Efusi

Gambar 2.7 Pleuritis dan Efusi pleura


7.Destroyed lobe sampai destroyed lung.
8.Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal.

Gambar 2.8 Infiltrat parenkim paru

9.Atelektasis/kolaps konsolidasi.

13
Gambaran röntgen TBC paru pada anak tidak khas dan interpretasi foto biasanya
sulit, harus hati-hati, kemungkinan bisa overdiagnosis atau underdiagnosis. Paling
mungkin kalau ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau kelenjar
paratrakeal.

2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien ini dilakukan dengan mengintervensi pasien
beserta keluarga sebanyak 3 kali. Intervensi yang diberikan pada pasien ini adalah
edukasi dan konseling mengenai penyakitnya, pencegahan agar tidak terjadi
komplikasi yang terbagi atas patient center, family focus dan community oriented.
Patient center.
1. Non medikamentosa yaitu konseling mengenai pentingnya tipe pengobatan
preventif dibandingkan kuratif, konseling mengenai penyakit TB pada pasien,
konseling kepada pasien untuk melakukan kontrol rutin jika ada keluhan dan
mengambil obat di Puskesmas jika obatnya habis, konseling kepada pasien
untuk memeriksakan kembali dahaknya setelah dua bulan dan enam bulan
pengobatan, konseling kepada pasien untuk makan makanan yang bergizi
berupa tinggi kalori dan tinggi protein, konseling kepada pasien efek samping
obat yang timbul seperti buang air kecil akan berwarna merah yang
menandakan itu bukanlah darah hanya menandakan reaksi obat. Selain itu juga
bisa timbul gatal-gatal dan kepala terasa pusing. Hal ini dilakukan agar pasien
tetap minum obatnya dan tidak berhenti minum obat, konseling kepada pasien
untuk mengalihkan stress psikososial dengan hal-hal bersifat positif, edukasi
mengenai gaya hidup bersih dan sehat seperti tidak merokok serta fungsi dari
ventilasi dalam rumah.
2. Medikamentosa OAT-FDC tablet sehari tiga kali sehari (Guideline WHO dan
PDPI 2011). Family Focused yaitu konseling mengenai penyakit TB pada
pasien dan keluarganya, konseling mengenai penyakit TB yang dapat menular
dengan anggota keluarga lainnya yang dapat dicegah dengan pemakaian
masker, dan tidak membuang dahak sembarangan (di wc/ kotak sampah
didapur/ asbak), konseling kepada pasien untuk pemberian imunisasi BCG

14
kepada cucunya yang masih berusia satu bulan untuk pencegahan terhadap TB,
memberikan edukasi kepada keluarga untuk berperan dalam mengingatkan
pasien mengenai rutinitas minum obat, edukasi dan motivasi mengenai
perlunya perhatian dukungan dari semua anggota keluarga terhadap perbaikan
penyakit pasien, deteksi dini kuman TB pada keluarga yang tinggal serumah
dengan pasien. Community Oriented yaitu konseling mengenai pencegahan
dan penularan penyakit TB yang berdampak pada orang disekitarnya dalam
satu komunitas. Konseling yang diberikan mengenai penyakit tindakan yang
dilakukan penderita TB agar tidak menularkan ke tetangga seperti pemakaian
masker dan tidak membuang dahak sembarangan (got dan sawah disamping
rumahnya). Intervensi dilakukan sebanyak tiga kali. Setelah itu, makadapat
dilakukan diagnosis holisik akhir (Zettira dkk., 2017).

Tabel 2.1 Dosis OAT

Dosis
Harian 3x / Minggu
OAT Kisaran Maksimum Kisaran Maksimum/hari
Dosis (mg) dosis (mg)
(mh/kg BB) (mg/kg BB)
Isinoazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rimfapisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pirazinamid 25 (20-30) - 35 (25-35) -
Etambutol 15 (15-20) - 30 (25-35) -
Streptomisin 15 (12-18) - 15 (12-18) 1000

Panduan OAT di Indonesia

Sesuai rekomendasi WHO panduan OAT yang digunakan oleh Program


Nasional Pengendalian Tb di Indonesia yaitu Kategori satu 2(HRZE)/4(HR)3,
kategori dua 2(HRZE)S/5HR)3E3, kategori anak 2(HRZ)/4(HR) atau
2(HRZA)(S)/4-10HR. Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien Tb resisten
obat di Indonesia terdiri dari OAT lini ke 2 yaitu Kanamisin, kampreomisin,
Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin, Moksifloksasin, dan PAS, serta OAT lini 1
yaitu pirazinamide dan etambutol.

15
2.11 Prognosis
Terdapat berbagai macam komplikasi TB paru, dimana komplikasi dapat
terjadi di paru-paru, saluran nafas, pembuluh darah, mediastinum, pleura ataupun
dinding dada (IPD,2007). Prognosis dapat menjadi buruk bila dijumpai keterlibatan
ekstraparu, keadaan immunodefisiensi, usia tua, dan riwayat pengobatan TB
sebelumnya. Kesembuhan sempurna biasanya dijumpai pada kasus non-MDR,
ketika regimen pengobatan selesai.

16
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
TB paru masih merupakan masalah di negara berkembang, bahkan di negara
maju masalah ini kembali muncul dengan adanya HIV-AIDS. Berbagai upaya telah
dilakukan melalui bermacam-macam pendekatan untuk mengobati atau paling tidak
mengurangi timbulnya TB. Seperti program strategi DOTS diharapkan dapat
memberikan kesembuhan dan mencegah penularan. Namun dalam pelaksanaan di
lapangan, keberhasilan pengobatan dengan strategi DOTS ini mengalami beberapa
hambatan seperti putus berobat (termasuk pindah berobat) dan meninggal sehingga
tidak memberikan hasil yang maksimal. Faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi keberhasilan pengobatan yaitu faktor sarana, faktor penderita dan
faktor keluarga dan masyarakat lingkungan. Akan tetapi bila melihat realitas yang
ada membuktikan bahwa pengobatan tuberkulosis tidaklah semudah yang
dipikirkan.

3.2 Saran

3.2.1 Penderita

Harus melakukan terapi sesuai yang diberikan oleh dokter. Apabila penderita
tidak meminum obat yang diberikan maka penderita harus mengulang
pengobatannya dari awal kembali.
3.2.2 Masyarakat

Harus selalu waspada terhadap penderita tb paru karena kita tidak akan
mengetahui gimana proses penyakit tersebut dan menjaga kesehatan tubuh.

17
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Penyelenggaraan dan


Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta: Depkes RI.

Evelyn, C. P. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.

Fitria, E., Ramadhan, R. dan Rosdiana. 2017. Karakteristik Penderita Tuberkulosis


Paru di Puskesmas Rujukan Mikroskopis Kabupaten Aceh Besar. SEL Jurnal
Penelitian Kesehatan. 4 (1): 13-20.

Guyton A.C. dan J.E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:
EGC. 74,76,80-81,244, 248,606,636,1070,1340.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Pedoman Penanggulangan


Tuberkulosis. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Strategi Nasional Pengendalian


TB di Indonesia 2010-2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Sherwood, L. 2001. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta : EGC

Soemantri, I. 2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pasien


Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Merdeka.

Widagdo. 2011. Masalah dan Tatatlaksana Penyakit Infeksi pada Anak. Jakarta:
Sagung Seto.

World Health Organization (WHO). 2013. Global Tuberculosis Report. Geneva


:WHO.

Wim de Jong dan Sjamsuhidajat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta:
EGC.

Wong, et al. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik ed.6 volume1, Jakarta: EGC.

Zettira, Z dan Sari, M. I. 2017. Penatalaksanaan Kasus Baru TB Paru dengan


Pendekatan
Kedokteran Keluarga. Medula Unila. 7 (3): 68.

18

Anda mungkin juga menyukai