Disusun Oleh :
Pembimbing:
2018
DAFTAR ISI
Halaman
2
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis dimana sebagian besar penyakit ini menyerang organ
paru, namun tidak menutup kemungkinan juga dapat menyerang organ tubuh yang
lainnya. Penyakit TB Paru ditularkan oleh penderita TB BTA positif, dimana
penularan melalui udara dalam bentuk droplet (percikan) pada saat penderita batuk
ataupun bersin, sehingga infeksi penularan terjadi ketika orang yang sehat
menghirup droplet (percikan ludah) melalui saluran pernafasan mereka (Kemenkes
RI, 2010).
Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2013, Indonesia menempati urutan
ketiga kasus kejadian tuberkulosis setelah Negara India dan Cina yakni dengan
jumlah sebesar 700 ribu kasus. Provinsi Jawa Timur merupakan Provinsi dengan
kasus TB terbanyak kedua setelah Provinsi Jawa Barat (Kemenkes, 2011). Menurut
data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2011, kasus TB mencapai
sebanyak 41.404 kasus dimana Kota Surabaya merupakan kota terbanyak dengan
kasus TB yakni 3.390 kasus, di ikuti Kabupaten Jember sebanyak 3.334 kasus
sedangkan di Provinsi Jawa Barat mencapai 62.563 kasus TB terbanyak.
Terdapat tiga faktor yang menyebabkan tingginya kasus TB di Indonesia.
Waktu pengobatan TB yang relatif lama (enam sampai delapan bulan) menjadi
penyebab penderita TB sulit sembuh karena pasien TB berhenti berobat (drop)
setelah merasa sehat meski proses pengobatan belum selesai. Selain itu, masalah
TB diperberat dengan adanya peningkatan infeksi HIV/AIDS yang berkembang
cepat dan munculnya permasalahan TB-Multi Drugs Resistant (MDR, kebal
terhadap bermacam obat). Masalah lain adalah adanya penderita TB laten, dimana
penderita tidak sakit namun akibat daya tahan tubuh menurun, penyakit TB akan
muncul.
Penderita tuberkulosis paru tertinggi berada pada usia produktif yakni usia 15-
50 tahun sekitar 75%. Seseorang yang terkena tuberkulosis terlebih usia dewasa
diperkirakan dapat kehilangan waktu kerja rata-rata 3-4 bulan yang dapat
mengakibatkan kehilangan pendapatan rumah tangganya sekitar 20-30%.
3
Sedangkan seseorang yang meninggal akibat tuberkulosis, maka akan kehilangan
pendapatannnya sekitar 15 tahun. Selain membuat rugi secara ekonomis,
tuberkulosis juga memberikan dampak buruk lainnya yakni dikucilkan dari
masyarakat (WHO, 2013).
- Sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir program pendidikan profesi di bagian
kepaniteraan Radiologi di Rumah Sakit Dr. Soebandi Jember
- Untuk menambah ilmu pengetahuan gambaran radiologi pada Tuberkolosis Paru
baik bagi petugas medis maupun masyarakat umum.
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang menyerang organ paru-paru dan menjadi
ancaman bagi kesehatan masyarakat di dunia. Kawasan Asia Tenggara
menyumbang 35% seluruh kasus TB yang ada di dunia. TB paru dapat didiagnosis
berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti
laboratorium dan radiologi (Fitria dkk., 2017).
2.2 Etiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robet Koch pada tahun
1882. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam
keadaan kering, tetapi dalam cairan mati dalam suhu 600C dalam 15-20 menit.
Fraksi protein basil tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan
lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor terjadinya fibrosis
dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel. Basil ini tidak berspora sehingga
mudah dibasmi dengan pemanasan sinar matahari dan sinar ultraviolet. Ada dua
macam mikobakterium tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe
bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe
human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita
TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini.
Perjalanan TBC setelah terinfeksi melalui udara. Bakteri juga dapat masuk ke
sistem pencernaan manusia melalui benda/bahan makanan yang terkontaminasi
oleh bakteri. Sehingga dapat menimbulkan asam lambung meningkat dan dapat
menjadikan infeksi lambung. (Wim de Jong, 2005).
2.3 Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2013, Indonesia menempati urutan
ketiga kasus kejadian tuberkulosis setelah Negara India dan Cina yakni dengan
jumlah sebesar 700 ribu kasus. Provinsi Jawa Timur merupakan Provinsi dengan
5
kasus TB terbanyak kedua setelah Provinsi Jawa Barat (Kemenkes, 2011). Menurut
data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2011, kasus TB mencapai
sebanyak 41.404 kasus dimana Kota Surabaya merupakan kota terbanyak dengan
kasus TB yakni 3.390 kasus, di ikuti Kabupaten Jember sebanyak 3.334 kasus
sedangkan di Provinsi Jawa Barat mencapai 62.563 kasus TB terbanyak.
6
Gambar 2.1 Anatomi Paru
Sitem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas dan
pernafasan bagian bawah.
1. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus paranasal, dan
faring.
2. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan
alveolus paru (Guyton, 2007) Pergerakan dari dalam ke luar paru terdiri dari dua
proses, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer
ke dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke
atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang
baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan
dibagi menjadi dua yaitu:
a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,
sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.
b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus.
2.5 Patofisiologi
7
tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil
juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal,
tulang dan korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem
kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi.
Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara
limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan
normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar
bakteri. Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh
pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut
granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi
oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi
massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle.
Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik yang
selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing caseosa).
Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen,
kemudian bakteri menjadi nonaktif. Menurut Widagdo (2011), setelah infeksi awal
jika respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah.
Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang
sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif, Pada kasus ini, ghon tubercle
mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkus.
Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan
parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini
dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit
atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami
nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan
memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu kapsul
yang dikelilingi oleh tuberkel.
8
a. b.
Gambar 2.2 a. Foto thorax paru normal, b. Foto thorax Tb paru.
Menurut Wong (2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah demam, malaise,
anoreksia, penurunan berat badan, batuk ada atau tidak (berkembang secara
perlahan selama berminggu – minggu sampai berbulan – bulan), peningkatan
frekuensi pernapasan, bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi,
demam persisten. Selain itu manifestasi gejala yang umum adalah pucat, anemia,
kelemahan, dan penurunan berat badan.
9
2.7 Klasifikasi TB
10
d. Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya
tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
e. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan
masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).
2.8 Diagnosis
Diagnosis TB dapat ditegakkan dari gejala klinis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan penunjang yang
lain. Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada
pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau
pada biopsi jaringan.
11
2.9 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi, standar pemeriksaan adalah foto torak PA dengan atau
tanpa foto lateral. Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai TBC:
1. Komplek Primer dengan atau tanpa perkapuran
12
4.Bayangan bercak milier.
9.Atelektasis/kolaps konsolidasi.
13
Gambaran röntgen TBC paru pada anak tidak khas dan interpretasi foto biasanya
sulit, harus hati-hati, kemungkinan bisa overdiagnosis atau underdiagnosis. Paling
mungkin kalau ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau kelenjar
paratrakeal.
2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien ini dilakukan dengan mengintervensi pasien
beserta keluarga sebanyak 3 kali. Intervensi yang diberikan pada pasien ini adalah
edukasi dan konseling mengenai penyakitnya, pencegahan agar tidak terjadi
komplikasi yang terbagi atas patient center, family focus dan community oriented.
Patient center.
1. Non medikamentosa yaitu konseling mengenai pentingnya tipe pengobatan
preventif dibandingkan kuratif, konseling mengenai penyakit TB pada pasien,
konseling kepada pasien untuk melakukan kontrol rutin jika ada keluhan dan
mengambil obat di Puskesmas jika obatnya habis, konseling kepada pasien
untuk memeriksakan kembali dahaknya setelah dua bulan dan enam bulan
pengobatan, konseling kepada pasien untuk makan makanan yang bergizi
berupa tinggi kalori dan tinggi protein, konseling kepada pasien efek samping
obat yang timbul seperti buang air kecil akan berwarna merah yang
menandakan itu bukanlah darah hanya menandakan reaksi obat. Selain itu juga
bisa timbul gatal-gatal dan kepala terasa pusing. Hal ini dilakukan agar pasien
tetap minum obatnya dan tidak berhenti minum obat, konseling kepada pasien
untuk mengalihkan stress psikososial dengan hal-hal bersifat positif, edukasi
mengenai gaya hidup bersih dan sehat seperti tidak merokok serta fungsi dari
ventilasi dalam rumah.
2. Medikamentosa OAT-FDC tablet sehari tiga kali sehari (Guideline WHO dan
PDPI 2011). Family Focused yaitu konseling mengenai penyakit TB pada
pasien dan keluarganya, konseling mengenai penyakit TB yang dapat menular
dengan anggota keluarga lainnya yang dapat dicegah dengan pemakaian
masker, dan tidak membuang dahak sembarangan (di wc/ kotak sampah
didapur/ asbak), konseling kepada pasien untuk pemberian imunisasi BCG
14
kepada cucunya yang masih berusia satu bulan untuk pencegahan terhadap TB,
memberikan edukasi kepada keluarga untuk berperan dalam mengingatkan
pasien mengenai rutinitas minum obat, edukasi dan motivasi mengenai
perlunya perhatian dukungan dari semua anggota keluarga terhadap perbaikan
penyakit pasien, deteksi dini kuman TB pada keluarga yang tinggal serumah
dengan pasien. Community Oriented yaitu konseling mengenai pencegahan
dan penularan penyakit TB yang berdampak pada orang disekitarnya dalam
satu komunitas. Konseling yang diberikan mengenai penyakit tindakan yang
dilakukan penderita TB agar tidak menularkan ke tetangga seperti pemakaian
masker dan tidak membuang dahak sembarangan (got dan sawah disamping
rumahnya). Intervensi dilakukan sebanyak tiga kali. Setelah itu, makadapat
dilakukan diagnosis holisik akhir (Zettira dkk., 2017).
Dosis
Harian 3x / Minggu
OAT Kisaran Maksimum Kisaran Maksimum/hari
Dosis (mg) dosis (mg)
(mh/kg BB) (mg/kg BB)
Isinoazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rimfapisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pirazinamid 25 (20-30) - 35 (25-35) -
Etambutol 15 (15-20) - 30 (25-35) -
Streptomisin 15 (12-18) - 15 (12-18) 1000
15
2.11 Prognosis
Terdapat berbagai macam komplikasi TB paru, dimana komplikasi dapat
terjadi di paru-paru, saluran nafas, pembuluh darah, mediastinum, pleura ataupun
dinding dada (IPD,2007). Prognosis dapat menjadi buruk bila dijumpai keterlibatan
ekstraparu, keadaan immunodefisiensi, usia tua, dan riwayat pengobatan TB
sebelumnya. Kesembuhan sempurna biasanya dijumpai pada kasus non-MDR,
ketika regimen pengobatan selesai.
16
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
TB paru masih merupakan masalah di negara berkembang, bahkan di negara
maju masalah ini kembali muncul dengan adanya HIV-AIDS. Berbagai upaya telah
dilakukan melalui bermacam-macam pendekatan untuk mengobati atau paling tidak
mengurangi timbulnya TB. Seperti program strategi DOTS diharapkan dapat
memberikan kesembuhan dan mencegah penularan. Namun dalam pelaksanaan di
lapangan, keberhasilan pengobatan dengan strategi DOTS ini mengalami beberapa
hambatan seperti putus berobat (termasuk pindah berobat) dan meninggal sehingga
tidak memberikan hasil yang maksimal. Faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi keberhasilan pengobatan yaitu faktor sarana, faktor penderita dan
faktor keluarga dan masyarakat lingkungan. Akan tetapi bila melihat realitas yang
ada membuktikan bahwa pengobatan tuberkulosis tidaklah semudah yang
dipikirkan.
3.2 Saran
3.2.1 Penderita
Harus melakukan terapi sesuai yang diberikan oleh dokter. Apabila penderita
tidak meminum obat yang diberikan maka penderita harus mengulang
pengobatannya dari awal kembali.
3.2.2 Masyarakat
Harus selalu waspada terhadap penderita tb paru karena kita tidak akan
mengetahui gimana proses penyakit tersebut dan menjaga kesehatan tubuh.
17
DAFTAR PUSTAKA
Guyton A.C. dan J.E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:
EGC. 74,76,80-81,244, 248,606,636,1070,1340.
Widagdo. 2011. Masalah dan Tatatlaksana Penyakit Infeksi pada Anak. Jakarta:
Sagung Seto.
Wim de Jong dan Sjamsuhidajat. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta:
EGC.
Wong, et al. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik ed.6 volume1, Jakarta: EGC.
18