BURST ABDOMEN
Disusun oleh:
Esty Dwi Nurmalitta
NIM 142011101026
Dokter Pembimbing:
dr. Samsul Huda, Sp.B
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
1
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 3
2.1 Definisi ........................................................................................ 3
2.2 Anatomi Dinding Abdomen........................................................ 3
2.3 Etiologi........................................................................................ 7
2.4 Patofisiologi ................................................................................ 12
2.5 Diagnosis .................................................................................... 17
2.6 Tatalaksana ................................................................................. 20
BAB 3. LAPORAN KASUS ......................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 34
ii
2
BAB 1. PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Burst abdomen adalah terpisahnya kulit, lapisan otot dan aponeurotik pada
perut dinding yang terjadi segera atau dalam beberapa jam pertama atau beberapa hari
setelah laparotomi (Manuel, et al., 2013). Burst abdomen merupakan komplikasi pasca
operasi yang parah. Insiden seperti yang dijelaskan dalam literatur berkisar antara 0,4%
hingga 3,5% (Jaiswal, et al.,2018).
Keterangan :
1. Hipokhondriak kanan
2. Epigastrik
3. Hipokhondriak kiri
4. Lumbal kanan
5. Pusar (umbilikus)
6. Lumbal kiri
7. Ilium kanan
8. Hipogastrik
9. Ilium kiri
Abdomen adalah suatu rongga yang dilapisi oleh lapisan peritoneum baik
organ maupun dindingnya. Lapisan peritoneum yang melapisi rongga abdomen
disebut peritoneum parietal dan yang melapisi semua organ dalam abdomen di sebut
peritoneum visceral.
Struktur dinding abdomen
Dinding abdomen mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks.
Di bagian belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada
iga, dan di bagian bawah melekat pada tulang panggul. Dinding abdomen terdiri atas
beberapa lapis yaitu :
1. Kulit
2. Lemak subkutan yang disekat oleh:
a. Fascia camfer
Mengandung paniculus adiposus (lemak). Lapisan ini juga membungkus
daerah perineum sebagai fascia superfisialis perinei. Pada laki-laki fascia ini bersatu
dengan fascia scarpa membentuk tunica dartos sebagai salah satu lapisan
pembungkus dari testis. Para ahli bedah memanfaatkan lembar dalam fascia
superfisialis yang berupa selaput, untuk memegang jahitan sewaktu menutup
sayatan pada kulit abdomen
b. Fascia scarpa
5
tempat. Posterior dari otot ini berinsersi ke labium eksterna dan Krista iliaka.
Fungsi dari otot ini adalah rotasi thoraks ke sisi yang berlawanan.
c. Musculus oblica interna
Otot ini melekat dibawah m. abdominis eksternus oblik yang serat-seratnya
berjalan sedemikian rupa sehingga membentuk sudut tegak lurus dengan m.
abdominiseksternus oblik. Fungsi dari otot untuk rotasi thoraks ke sisi yang sama.
Otot ini berinsersi pada 3 tempat :
1. Permukaan bagian internal tiga kosta terakhir
2. Sarung rektus
3. Os pubis
d. Musculus transvesalis
Otot ini berupa tendon menuju ke linea alba dan bagian inferior vagina
musculi trecti abdominis. Origo pada permukaan kartilagi kostalis 7-12. Insertio
pada fascia lumbo dorsalis, labium internum crista iliaca, 2/3 lateral ligamen
inguinale. Berupa tendoon menuju linea alba dan bagian inferior vagina musculi
recti abdominis. Fungsi dari otot ini menekan perut , menegangkan dan menarik
dinding perut.
e. Musculus piramidalis
Musculus piramidalis ini kadang sering tidak ada. Otot ini pada dasarnya
berasal dari permukaan anterior pubis dan berinsersi pada linea alba. Otot ini
terletak pada bagian depan bagian bawah musculus rektus abdominis. Fungsi
musculus piramidalis adalah untuk menegangkan linea alba.
4. Peritonium
Peritoneum adalah suatu membrana serosa yang tipis, halus dan mengkilat,
terletak pada facies interna cavum abdominis. Secara umum, dibagi menjadi
peritoneum parietale, peritoneum viscerale, dan cavum peritonei. Peritoneum viscerale
adalah yang membungkus permukaan organ abdominal, peritoneum parietale adalah
yang menutupi dinding abdomen dari dalam rongga abdomen, sedangkan cavum
peritonei adalah rongga yang terletak di antara kedua lapisan tersebut dan mengandung
7
a. Pre operasi
1. Jenis kelamin
Kejadian pada pria dan wanita didapatkan perbedaan yang sedikit meningkat
pada pria yang mana berbanding 3:1. Meningkatnya risiko pada pria tidak
sepenuhnya dipahami. Satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa merokok
memiliki dampak penting dan bahwa gender pria bertindak sebagai faktor risiko
pengganti. Penjelasan lain adalah bahwa pria memiliki ketegangan dinding perut
yang lebih tinggi, yang mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdomen. Hal ini
dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada jahitan yang mengakibatkan jahitan
memotong fasia dan otot-otot dinding perut.
2. Umur
Kejadian burst abdomen meningkat dengan bertambahnya umur. Burst
abdomen pada pasien yang berumur ,45 tahun sebesar 1.3%, sedangkan pada pasien
>45 tahun sebesar 5.4% (Schwartz et al,Principles Of Surgery). Burst abdomen
sering terjadi pada usia >60 tahun. Hal ini dikarenakan sejalan dengan
bertambahnya umur, organ, dan jaringan tubuh mengalami proses degenerasi dan
otot dinding melemah (Lotfy, 2009).
3. Anemia
Hemoglobin menyumbang oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi dan
penurunan tingkat hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka.
4. Hippoproteinemia
Hipoproteinemia adalah salah satu faktor yang penting dalam penundaan
penyembuhan, seseorang yang memiliki tingkat protein serum dibawah 6g/dl
memiliki risiko burst abdomen.
5. Defisiensi vitamin C
Vitamin C sangat penting untuk memperoleh kekuatan dalam penyembuhan
luka. Kekurangan vitamin C dapat mengganggu penyembuhan dan merupakan
predisposisi kegagalan luka.
6. Kortikosteroid
9
Infeksi luka
Terapi radiasi
Terapi anti-neoplastik
Umumnya akibat dari peningkatan tekanan intraabdomen. Misalnya:
kelumpuhan usus, batuk, muntah dan kateterisasi urin berulang. Batuk juga merupakan
faktor risiko independen.
Infeksi luka diidentifikasi dalam hampir setiap studi yang meneliti ini sebagai
faktor risiko yang signifikan untuk AWD. Mikroorganisme paling penting yang
ditemukan setelah kultur adalah Staphylococcus aureus, diikuti oleh Escherichia coli
dan akhirnya Pseudomonas spp. Infeksi luka telah diidentifikasi pada 18-72% pasien
dengan burst abdomen.
Webster et al. juga mengamati peningkatan yang signifikan dalam kejadian
komplikasi pasca operasi: trombosis vena dalam, pneumonia, sepsis, infark miokard,
insufisiensi ginjal, gagal ginjal, dan ileus yang berkepanjangan.
Terdapat beberapa skor yang dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya
burst abdomen pada bekas operasi. Webster C et al. mengemukakan mengenai Webster
Risk Index yang dapat digunakan untuk memprediksi dehiscence. Poin – poin dari
skor tersebut adalah sebagai berikut.
Intrepretasi dari index tersebut adalah bila total skor 11 – 14 maka dapat
dimungkin resiko terjadi dehiscence sebesar 5%. Dan bila total skor >14 maka resiko
terjadinya dehiscence adalah sebesar 10%. Namun pada beberapa penelitian
menyebutkan bahwa index tersebut memiliki validasi yang lemah.
Selain index tersebut, terdapat skor yang digunakan Identifikasi faktor risiko
independen untuk AWD & untuk mengembangkan model risiko untuk mengenali
risiko tinggi terhadap burst abdomen dan telah dilakukan masa studi selama 20 tahun
pada kasus EWD dan memiliki validasi yang lebih kuat, yaitu skor menurut Van
Ramshorst GH.
2.4 Patofisiologi
Anemia
Tipe Batuk
Penurunan Hb
Penekanan Intra Abdomen
Midline incision
Suplay oksigen ke
jaringan menurun Ketegangan pada luka
Titik lemah
abdomen
Menekan jahitan pada
Memperlambat proses
dinding abdomen
penyembuhan luka
Jahitan terbuka
BURST
ABDOMEN
Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis, saling
terkait dan berkesinambungan serta tergantung pada tipe serta jenis derajat luka.
Penyembuhan luka terdiri dari :
1. Fase Hemostasis dan Inflamasi
Fase hemostasis dan inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan seluler yang
terjadi akibat perlukaan pada jaringan lunak. Tujuannya adalah menghentikan
perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel - sel mati, dan bakteri
untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini, kerusakan
pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi hemostasis.
Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot), dan juga mengeluarkan substansi
vasokonstriktor yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi,
selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode
ini hanya berlangsung 5 – 10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler
karena stimulasi saraf sensoris.
oleh sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada
proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis adalah sebagai
berikut :
a. Sintesa kolagen
b. Pembentuk jaringan granulasi bersama dengan fibroblast
c. Memproduksi growth factor yang berperan pada reepitelisasi
d. pembentuk pembuluh kapiler baru atau angiogenesis
2. Fase proliferasi (fase fibroplasia)
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia, karena yang menonjol adalah
proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira
- kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum
berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang
merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka. Proses
kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan
luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblast sangat besar pada proses
perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur
protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan.
Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barrier yang
menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblast, pembentukan
lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan
jaringan granulasi dan dermis.
3. Fase Remodelling
Fase ini dimulai pada minggu ke3 setelah perlukaan dan berakhir sampai
kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase remodelling adalah menyempurnakan
terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan berkualitas.
Fibroblast sudah mulai meninggalkan jaringan grunalasi, warna kemerahan dari
jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi, dan serat fibrin dari kolagen
bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan
mencapai puncaknya pada minggu ke 10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah
dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase remodelling. Selain
pembentukan kolagen, juga akan terjadi pemedahan kolagen oleh enzim kolagenase.
Kolagen muda (gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah
menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat dengan struktur yang lebih baik
(proses remodeling).
Keadaan umum pasien juga menurun ditandai dengan wajah tampak anemis dan
pasien tampak sangat kesakitan.
Untuk menentukan burst abdomen juga perlu melakukan penilaian luka secara
keseluruhan seperti pada tabel dibawah ini.
b. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X Abdomen
Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam usus atau
obstruksi usus.
2. Laboratorium
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui resiko yang dapat memperparah
penyakit. Pemeriksaan laboratorium ini meliputi pemeriksaan darah lengkap dan
kimia darah.
3. CT scan atau MRI
Untuk mendiagnosa kelainan-kelainan yang terdapat dalam tubuh manusia,
juga sebagai evaluasi terhadap tindakan atau operasi maupun terapi yang akan
dilakukan terhadap pasien
4. Tes BGA
Hemoglobin, serum protein, gula darah, serum kreatinin, dan urea. Hitung
darah lengkap dan serum elekrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putuh, dan ketidakseimbangan
elektrolit.
2.6 Tatalaksana
a. Konservatif
Perawatan konservatif adalah pilihan
bagi pasien dengan defek fasia terbatas
dengan kondisi umum yang lemah atau
memiliki risiko komplikasi yang tinggi bila
dilakukan operasi ulang. Mereka dapat
dirawat dengan menutup luka dengan saline-
soaked gauze dressings.
Pilihan lain dapat dilakukan tekanan
Gambar 2.10 Saline Soaked gauzes
negatif terapi luka (NPTW/ Negative-
21
pressure wound therapy), juga dikenal sebagai penutupan dengan bantuan vakum
(VAC). VAC meningkatkan granulasi dan mengurangi volume luka. Penggunaannya
biasanya didahului oleh debridemen luka yang adekuat. Ini tidak dapat digunakan jika
terdapat kontak langsung dengan organ dalam perut. Usus granula dapat ditutup dengan
pembedahan atau selanjutnya ditutup dengan full thickness skin graft. Jika perawatan
konservatif tidak diikuti oleh pembedahan, insisi hernia hampir selalu terjadi.
b. Operatif
Sebelum tidakan operatif penutupan luka perlu dilakukan debridemen jaringan
nekrotik dan yang terinfeksi, eksplorasi perut untuk mengetahui adanya pembentukan
abses intra-abdominal, hematoma (terinfeksi), kebocoran usus (anastomosis), dan
obstruksi. Tidak diketahui apakah eksplorasi fasia lokal cukup dalam kasus defek kecil
tanpa adanya gejala klinis infeksi atau apakah seluruh fasia perlu dibuka (dan ditutup
kembali).
Penutupan Jahitan Primer
Penutupan primer dapat dilakukan dengan menggunakan mass closure
technique dengan jahitan monofilamen berjalan yang dapat diserap secara perlahan.
Secara umum, rasio yang disarankan SL: WL adalah minimal 4: 1. Tidak diketahui
apakah gigitan jaringan tradisional dan jarak jahitan 1 cm harus digunakan atau gigitan
jaringan kecil dengan jarak jahitan kecil 0,5 cm, meskipun penggunaan teknik yang
22
terakhir ini didukung oleh beberapa studi klinis dan eksperimental. Abbott et al.
melaporkan tingkat keberhasilan 56% terkait dengan penutupan utama dehiscence fasia
dengan atau tanpa jahitan retensi pada 27 pasien.Pada pasien tertentu, seperti pasien
akibat kegagalan teknisnya menghasilkan dehiscence (misalnya, slipped knots),
perbaikan jahitan primer mungkin berhasil. Saat dilakukan resuture, fasia akan mudah
robek, sehingga metode penutupan alternatif dapat dipertimbangkan. Dalam kasus
debridemen ekstensif dengan hilangnya jaringan dinding perut, penutupan primer telah
dilaporkan menghasilkan tingkat dehiscence 50%.
1 tahun masa tindak lanjut tetapi didapatkan mati rasa pada kulit di perut kanan bawah,
yang kemungkinan disebabkan oleh lesi (bagian) saraf iliohypogastric. Insisi yang
longgar pada transversus abdominis dan otot oblikus internal dan eksternal dapat
dipertimbangkan jika penutupan primer tidak dapat dilakukan tanpa ketegangan.
Penutupan Sementara burst abdomen merupakan pilihan alternatif jika penutupan
tension-free tidak dapat dilakukan. Tidak ada penelitian yang ditemukan hingga saat
ini yang membandingkan hasil bedah penutupan sementara dengan metode pengobatan
lain untuk semburan perut.
Mesh sintetis
Mesh sintetis sering
ditempatkan dalam posisi inlay
diikat ke kedua tepi fasia. Tidak
ada bukti lebih baik
ditempatkan pada posisi inlay,
onlay, atau sublay dalam
perbaikan burst abdomen. Opsi
bahan terdapat mesh yang dapat
diserap seperti poliglaktin dan
mesh yang tidak dapat diserap
seperti polipropilen.
Polypropylene mesh
telah dikaitkan dengan tingkat
komplikasi yang tinggi di
lingkungan yang terinfeksi,
terutama dalam kasus
penempatan kontak langsung
dengan usus, yang mengarah
usus. Van ‘t Riet et al. Ulasan sekelompok 18 pasien yang telah menjalani perbaikan
dehiscence luka perut di hadapan infeksi intraabdominal. Semua pasien mengalami
komplikasi seperti infeksi mesh (77%), pembentukan fistula enterocutaneous (17%),
atau migrasi mesh melalui usus (17%). Komplikasi telah menyebabkan penghilangan
mesh pada 8 dari 18 pasien (44%) dan pada tindak lanjut rata-rata 49 bulan, hernia
insisional telah berkembang pada 63% pasien. Komplikasi lain dari mesh
nonabsorbable termasuk tonjolan mesh, yang dapat meniru presentasi klinis hernia
insisional. McNeeley et al. melaporkan penggunaan mesh polypropylene
nonabsorbable pada 11 pasien dengan fasia dehiscence (7 Marlex®, CR Bard, Murray
Hill, NJ; 4 Prolene®, Ethicon, Somerville, NJ). Pada tiga dari tujuh pasien yang
menjalani perbaikan Marlex®, cangkok diangkat dan bekas luka perut direvisi. Tidak
ada pengamatan yang dilaporkan mengenai pembentukan fistula enterocutaneous. Dari
sudut pandang teoretis, penggunaan jenis mesh anti-perekat ini dapat bermanfaat dalam
hal pembentukan adhesi yang lebih sedikit dibandingkan dengan polipropilen mesh dan
mengarah pada insiden yang lebih rendah dari hernia insisional dibandingkan dengan
yang dapat diserap.
atau NPWT sering digunakan sampai jaringan granulasi terbentuk di usus dan dapat
ditutup dengan cangkok kulit split-thickness. Pengangkatan mesh karena penolakan
mungkin diperlukan di klinik rawat jalan selama bulan-bulan setelah perbaikan mesh.
McNeeley et al. menggunakan mesh polyglactin pada tujuh pasien dengan fasia
dehiscence, salah satunya memerlukan pengangkatan mesh. Selain itu, penggunaan
mesh polyglactin tanpa kontak langsung antara tepi fascial pasti menghasilkan hernia
insisional dari waktu ke waktu. Abbott et al. melaporkan tingkat keberhasilan 100%
untuk perbaikan polyglactin mesh primer pada 7 dari 37 pasien. Buck et al. melaporkan
penggunaan mesh asam poliglikolat (Dexon ™, Mansfield, MA) pada tujuh pasien
dengan dehiscence luka, yang semuanya mengembangkan hernia insisional.
3.2 Anamnesa
Keluhan Utama: Pasien mengeluh muncul benjolan di bekas luka operasi
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluh muncul benjolan di bekas luka operasi sebelumnya. Benjolan
terasa nyeri dan semakin keluar ketika pasien batuk sehingga pasien selalu menahan
luka ketika pasien ingin batuk. Pasien juga mengeluh selalu terdapat cairan kekuningan
pada kasa yang menutup luka. Pasien mengeluh batuk – batuk sejak 1 minggu yang
lalu. Lalu pasien ke Poli Bedah RSDS dan di rencanakan untuk operasi. Pasien juga
mengeluh lemas dan nafsu makan berkurang. Sehari – hari pasien hanya makan
beberapa sendok bubur halus. BAB (+) terakhir kemarin malam. BAK (+) spontan.
Mual (-) Muntah (-).
Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien post operasi laparotomi eksplora e.c rupture gaster
25 Hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga: HT (-), DM (-), Asma (-)
Riwayat Pengobatan:-
28
c. Abdomen
Inspeksi : Flat, Dressing (+), Rembesan Pus (+), Tampak luka operasi terbuka
+ 10 cm, tampak intestine, warna merah muda, sekret (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal dengan frekuensi: 11x/menit di seluruh
kuadran abdomen
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (+)
Perkusi : Timpani
d. Extremitas : Akral hangat (+) , edema (-) ekstremitas atas dan bawah
3.12 Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
33
3.13 Follow Up
20 Februari 2019/H2MRS
S S) Pasien tidak mau makan, mual (+), muntah (-), batuk (+)
DAFTAR PUSTAKA
Cano, Manuel López., et al. 2013. “Acute postoperative open abdominal wall”:
Nosological concept and treatment implications. World J Gastrointest Surg 2013
December 27; 5(12): 314-320
ISSN 1948-9366.
Cano, M. Lopez., et al. 2018. EHS clinical guidelines on the management of the
abdominal wall in the context of the open or burst abdomen. Springer-Verlag France
SAS, part of Springer Nature 2018
Jaiswal et Sandeep Shekhar. 2018. Study of burst abdomen: it’s causes and
management. International Surgery Journal Jaiswal NK et al. Int Surg J. 2018
Mar;5(3):1035-104
Weledji, Elroy Patrick. 2017. Perspectives on Wound Healing. Austin J Surg - Volume
4 Issue 3 – 2017