Anda di halaman 1dari 10

1

INFEKSI HIDUNG

Infeksi pada hidung dapat mengenai hidung luar yaitu bagian kulit hidung, dan
rongga dalam hidung, yaitu bagian mukosanya. Infeksi pada hidung luar bisa berbentuk
selulitis dan vestibulitis, sedangkan rinitis adalah terjadinya proses inflamasi mukosa
hidung yang dapat disebabkan oleh infeksi, alergi atau iritasi.1,2,3
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, infeksi dapat berlangsung akut maupun
kronis, dengan batasan waktu kurang atau lebih dari 12 minggu. Mikroorganisme
penyebab infeksi terdiri dari virus, bakteri non spesifik, bakteri spesifik dan jamur.
Infeksi hidung dapat disebabkan oleh suatu mikroorganisme, atau beberapa
mikroorganisme dan mengakibatkan infeksi primer, sekunder atau infeksi multipel. 1,2,3
Rinitis spesifik yang akan dibicarakan antara lain : 1) Rinitis atrofi, 2) Rinitis
hipertrofi 3) Rinitis simpleks 4) Rinitis jamur, 5) Rinitis tuberkulosa, 6) Rinitis sifilis,
7) Rinitis difteri 8) Rinoskleroma 9) Myiasis Hidung 10) Sinusitis
2

Penyakit – Penyakit Infeksi Pada Hidung

1. SELULITIS
Penyakit ini merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus,
Streptococcus atau oleh keduanya yang disebut dengan pioderma. Penyebab utamanya
ialah Staphylococcus Aureus, Streptococcus B hemolyticus, sedangkan Staphylococcus
epidermidis merupakan penghuni normal di kulit dan jarang menyerang infeksi. Faktor
predisposisi adalah higiene yang kurang dan menurunnya daya tahan tubuh.1,3
Selulitis seringkali mengenai puncak hidung dan batang hidung, dapat terjadi
sebagai akibat perluasan furunkel pada vestibulum. Pada pemeriksaan didapatkan
tampak hidung bengkak, berwarna kemerahan dan dirasakan sangat nyeri. 1,3
Terapinya adalah dengan pemberian obat antibiotika secara sistemik dalam
dosis tinggi. 1

2. VESTIBULITIS
Vestibulitis adalah suatu peradangan atau infeksi pada kulit vestibulum.
Biasanya terjadi karena iritasi dari sekret dari rongga hidung (rinore) akibat inflamasi
mukosa yang menyebabkan hipersekresi sel goblet dan kelenjar seromusinosa. Bisa
juga akibat trauma karena sering dikorek-korek. 1,3
Vestibulitis dapat berupa infeksi pada pangkal akar rambut (folikulitis) atau
keropeng di sekitar lubang hidung. Infeksi yang lebih berat bisa menyebabkan
terjadinya bisul atau furunkel. Infeksi juga bisa menyebar ke lapisan jaringan di bawah
kulit (selulitis), bahkan adakalanya bisa sampai mengenai pembuluh darah otak dan
menyebabkan keadaan yang mengancam nyawa, karena bisa terjadi sumbatan pada
pembuluh darah otak (thrombosis sinus kavernosus) dan penyebaran infeksi ke otak. 1,3
Gejala gejala yang dapat ditemukan antara lain ditemukan antara lain adanya
rasa nyeri, kemerahan, atau benjolan pada lubang hidung bagian depan. Jika infeksi
menyebar, maka kulit bisa menjadi sangat merah, membengkak, dan panas. Infeksi
3

yang mengenai sinus kavernosus bisa menyebabkan pembengkakan atau penonjolan


mata, penglihatan ganda, atau penurunan penglihatan. 1,3
Menjaga higiene dan pemberian antibiotika dosis tinggi harus dilakukan. 1,3

3. RINITIS SIMPLEKS
Penyakit ini merupakan penyakit virus yang paling sering ditemukan pada
1,3
manusia. Penyebabnya ialah beberapa jenis virus dan yang paling penting ialah
Rhinovirus. Virus-virus lainnya adalah Myxovirus, virus Coxsackle dan virus ECHO.
1,3

Penyakit ini sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya
kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh (kedinginan, kelelahan, adanya penyakit
menahun dan lain-lain) 1,3
Pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa
panas, kering dan gatal didalam hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang-ulang,
hidung tersumbat dan ingus encer, yang biasanya disertai dengan demam dan nyeri
kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan membengkak. 1,3
Selanjutnya akan terjadi infeksi sekunder oleh bakteri, sehingga sekret menjadi
kental dansumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejala
kemudian akan berkurang dan penderita akan sembuh sesudah 5 – 10 hari. 1,3
Komplikasi yang mungkin ditemukan adalah sinusitis, otitis, media, faringtis,
bronkitis dan pneumonia. 1,3
Tidak ada terapi yang spesifik untuk rinitis simpleks. Di samping istirahat
diberikan obat-obatan simtomatis, seperti analgetik, antipretik dan obat dekongestan.
Antibiotik hanya diberikan bila terdapat komplikasi. 1,3

4. Rinitis Hipertrofi
Rinitis hipertrofi dapat timbul akibat infeksi berulang dalam hidung dan sinus,
atau sebagai lanjutan dari rinitis alergi dan vasomotor. 1,3
4

Gejala utama adalah sumbatan hidung. Sekret biasanya banyak, mukopurulen


dan sering ada keluhan nyeri kepala. Pada pemeriksaan akan ditemukan konka yang
hipertrofi, terutama konka inferior. Permukaannya berbenjol-benjol ditutupi oleh
mukosa yang juga hipertrofi. Akibatnya saluran udara sangat sempit. Sekret
mukopurulen yang banyak biasanya ditemukan di antara konka inferior dan septum,
dan di dasar rongga hidung. 1,3
Harus dicari faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya rinitis hipertrofi dan
kemudian memberikan pengobatan yang sesuai. Untuk mengurangi sumbatan hidung
akibat konka hipertrofi dapat dilakukan kauterisasi konka dengan zat kimia (nitras
argenti atau asam triklor asetat) atau elektrokauter. Bila tak menolong, dilakukan
luksasi konka atau bila perlu dilakukan konkotomi. 1,3

5. Rinitis Atrofi
Rinitis atrofi merupakan infeksi hidung kronik, yang ditandai oleh adanya atrofi
progresif pada mukosa dan tulang konka. Secara klinis mukosa hidung menghasilkan
sekret yang kental dan cepat mengering sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk.
1,3

Wanita lebih sering terkena, terutama usia dewasa muda. Sering ditemukan
pada masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah dan sanitasi lingkungan
yang buruk. 1,3
Pada pemeriksaan histopatologi tampak metaplasia epitl torak bersilia menjadi
epitel kubik atau epitel gepeng berlapis, silia menghilang, lapisan submukosa menjadi
lebih tipis, kelenjar-kelenjar berdegenarasi atau atrofi. 1,3
Banyak teori mengenai etiologi dan patogenesis rinitis atrofi dikemukakan,
antara lain : 1) Infeksi oleh kuman spesifik. Yang tersering ditemukan adalah spesies
Klebsiella, terutama Klebsiella Ozaena. Kuman lainnya yang juga sering ditemukan
adalah Stafilokokus, Streptokokus dan Pseudomonas aeruginosa. 2) Defisiensi FE, 3)
Defisiensi vitamin A, 4) Sinusitis Kronik, 5) Kelainan hormonal 6) Penyakit Kolagen,
5

yang termasuk penyakit autoimun. Mungkin penyakit ini terjadi karena adanya
kombinasi beberapa faktor penyebab tersebut diatas. 1,3
Keluhan biasanya berupa napas berbau, ada ingus kental yang berwarna hijau,
ada kerak (krusta) hijau, ada gangguan penghidu, sakit kepala dan hidung merasa
tersumbat. 1,3
Pada pemeriksaan hidung didapatkan rongga hidung sangat lapang, konka
inferior dan media menjadi hipotrofi atau atrofi, ada sekret purulen dan krusta yang
berwarna hjau. 1,3
Pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan diagnosis adalah
pemeriksaan histopatologik yang berasal dari biopsi konka media, pemeriksaan
mikrobiologi dan uji resistensi kuman dan tomografi komputer (CT scan) sinus
paranasal. 1,3
Oleh karena etiologinya multifaktorial, maka pengobatannya belum ada yang
baku. Pengobatan ditujukan untuk mengatasi etiologi dan menghilangkan gejala.
Pengobatan yang diberikan dapat bersifat konservatif, atau kalau tidak dapat menolong
dilakukan pembedahan. 1,3
Pengobatan konservatif. Diberikan antibiotika spektrum luas atau sesuai
dengan uji resistensi kuman, dengan dosis yang adekuat. Lama pengobatan bervariasi
tergantung dari hilangnya tanda klinis berupa sekret purulen kehijauan. 1,3
Untuk membantu menghilangkan bau busuk akibat hasil proses infeksi serta
sekret purulen dan krusta, dapat dipakai obat cuci hidung. Larutan yang dapat
digunakan adalah larutan garam hipertonik. 1,3
Pengobatan Operatif. Jika dengan pengobatan konservatif tidak ada perbaikan,
maka dilakukan tindakan operasi. Tekhnik operasi antara lain operasi penutupan
lubang hidung atau penyempitan lubang hidung dengan implantasi atau dengan jabir
osteoperioseal. Tindakan ini diharapkan akan mengurangi turbulensi udara
pengeringan sekret, inflamasi mukosa berkurang, sehingga mukosa akan kembali
normal. Penutupan rongga hidung dapat dilakukan pada nares anterior atau pada koana
selama 2 tahun. Untuk menutup koana dipakai flap palatum. 1,3
6

Akhir – akhir ini bedah sinus endoskopik fungsional (BSEF) sering dilakukan
pada kasus rinitis atrofi. Dengan melakukan pengangkatan sekat – sekat tulang yang
mengalami osteomielitis, diharapkan infeksi tereradikasi, fungsi ventilasi dan drenase
sinus kembali normal, sehingga terjadi regenerasi mukosa. 1,3

6. Rinitis Difteri
Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae, dapat terjadi primer
pada hidung atau sekunder dari tenggorok, dapat ditemukan dalam keadaan akut
maupun kronik. Dugaan adanya rintis difteri harus dipikirkan pada penderita dengan
riwayat imunisasi yang tidak lengkap. Penyakit ini emakin jarang ditemukan, karena
cakupan program imunisasi yang semakin meningkat. 1,3
Gejala rinitis difteri akut ialah demam, toksemia, terdapat limfadenitis dan
mungkin ada paralisis otot pernapasan. Pada hidung ada ingus yang bercampur darah,
mungkin ditemukan pseudomembran putih yang mudah berdarah, dan ada krusta coklat
di nares anterior dan rongga hidung. Jika perjalanan penyakitnya menjadi kronik, gejala
biasanya lebih ringan dan mungkin dapat sembuh sendiri, tetapi dalam keadaan kronik,
masih dapat menulari. 1,3 Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan kuman dari
sekret hidung. 1,3
Sebagai terapi diberikan ADS, penisilin lokal dan intramuskuler. Pasien harus
diisolasi sampai hasil pemeriksaan kuman negatif. 1,3

7. Rinitis Jamur
Dapat terjadi bersama dengan sinusitis dan besifat invasif atau non-invasif.
Rinits jamur nin invasif dapat menyerupai rinolit dengan inflamasi mukosa yang lebih
berat. Rinolit ini sebenarnya adalah gumpalan jamur (fungus ball). Biasanya tidak
terjadi destruksi kartilago dan tulang. 1
Tipe invasif ditandai dengan ditemukannya hifa jamur pada lamina propria. Jika
terjadi invasi jamur pada submukosa dapat mengakibatkan perforasi septum atau
hidung pelana. Jamur sebagai penyebab dapat dilihat dengan pemeriksaan
7

histopatologi, pemeriksaan sdiaan langsung atau kultur jamur, misalnya Aspergillus,


Candiida, Hystoplasma, Fussarium dan Mucor. 1,3
Pada pemeriksaan hidung terlihat adanya sekret mukopurulen, mungkin terlihat
ulkus atau perforasi pada septum disertai dengan jaringan nekrotik berwarna kehitaman
(black eschar). 1,3
Untuk rinitis jamur non-invasif, terapinya dengan mengangkat seluruh
gumpalan jamur.pemberian obat jamur sistemik maupun topikal tidak diperlukan.
Terapi untuk rinitis jamur invasif adalah mengeradikasi agen penyebabnya dengan
pemberian anti jamur oral dan topikal. Cuci hidung dan pembersihan hidung secara
rutin dilakukan untuk mengangkat krusta. Bagian yang terinfeksi dapat pula diolesi
dengan gentian violet. Untuk infeksi jamur invaif, kadang – kadang diperlukan
debridement seluruh jaringan yang nekrotik dan tidak sehat. Kalau jaringan nekrotik
sangat luas, dapat terajdi destruksi yang memerlukan tindakan rekonstruksi. 1,3

8. Rinitis Tuberkulosa
Rinitis tuberkulosa merupakan kejadian infeksi tuberkulosa ekstra pulmoner.
Seiring dengan peningkatan kasus tuberkulosis (new emerging disease) yang
berhubungan dengan kasus HIV-AIDS, penyakit ini harus diwaspadai keberadaannya.
Tuberkulosis pada hidung berbentuk noduler atau ulkus, terutama mengenai tulang
rawan septum dan dapat mengakibatkan perforasi. 1,3
Pada pemeriksaan klinis terdapat sekret mukopurulen dan krusta, sehingga
menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya
basil tahan asam (BTA) pada sekret hidung. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan
1,3
sel datia Langhans dan limfositosis.
Pengobatan diberikan antituberkulosis dan obat cuci hidung. 1,3

9. Rinitis sifilis
Penyakit ini sudah jarang ditemukan. Penyebab rinitis sifilis adalah kuman
Treponema pallidum. Pada rinitis sifilis yang primer dan sekunder gejalanya serupa
8

dengan rinitis akut lainnya, hanya mungkin dapat terlihat adanya bercak/bintik pada
mukosa. Pada rinitis sifilis tersier dapat ditemukan gumma atau ulkus, yang terutama
mengenai septum nasi dan mengakibatkan perforasi septum. 1,3
Pada pemeriksaan klinis didapatkan sekret mukopurulen yang berbau dan
krusta. Mungkin terlihat perforasi septum atau hidung pelana. Diagnosis pasti
ditegakkan dengan pemeriksaan mikrobiologik dan biopsi. 1,3
Sebagai pengobatan diberikan penisilin dan obat cuci hidung. Dan krusta harus
dibersihkan secara rutin. 1,3

10. Rinoskelroma
Penyakit infeksi granulomatosa kronik pada hidung yang disebabkan Klebsiella
rhinoscleromatis. Penyakit ini endemis di beberapa negara termasuk indonesia yang
kasusnya ditemukan di Indonesia Timur. 1,3
Perjalanan penyakitnya terjadi dalam 3 tahapan ; 1
1) Tahap kataral atau atrofi.
2) Tahap granulomatosa
3) Tahap sklerotik
Diagnosis rinoskelroma mudah ditegakkan di daerah endemis, tapi ditempat
non endemis perlu diagnosis banding dengan penyakit granulomatosa lainnya.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan bakteriologik dan
gambaran histopatologi yang sangat khas dengan adanya sel – sel Mikulicz.1,3
Penatalaksanaannya mencakup terapi antibiotik jangka panjang serta tindakan
bedah untuk obstruksi pernapasan. Antibiotik direkomendasikan antara lain tetrasiklin,
kloramfenikol, trimetropim-sulfametoksazol, siprofloksasin, klindamisin,
sefalosporin. Pemberian antibiotik palingkurang selama 4 minggu, ada yang sampai
berbulan – bulan. 1,3
Operasi diperlukan untuk mengangkat jaringan granulasi dan sikatriks.
Seringkali juga perlu dilakukan operasi plastik untuk memperbaiki jalan napas atau
deformitas. 1,3
9

Penyakit ini jarang bersifat fatal kecuali bila menyumbat saluran napas, tetapi
rekurensinya tinggi, terutama bila pengobatan tidak tuntas. 1,3

11. Myiasis Hidung (Larva di dalam hidung)


Merupakan masalah umum untuk daerah tropis, ialah adanya infestasi larva
lalat dalam rongga hidung. Lalat Chrysomia Bezziana dapat bertelur di organ atau
jaringan tubuh manusia, yang kemudian menetas menjadi larva (ulat=belatung). Sering
terjadi pada luka yang bernanah, luka terbuka, terutama jaringan nekrotik dan dapat
mengenai setiap lubang atau rongga, seperti mata, telinga, hidung, mulut, vagina dan
anus. Faktor predisposisinya rhinitis atrofi dan keganasan. 1,3
Perubahan patologis yang terjadi tergantung dari kebiasaan makan ulat tersebut,
ulat membuat lubang sehingga dapat masuk ke dalam jaringan. Gejala klinis yang
terlihat, hidung dan muka menjadi bengkak dan merah, yang dapat meluas ke dahi dan
bibir. Terjadi obstruksi hidung sehingga bernapas melalui mulut dan suara sengau.
Dapat menjadi epitaksis dan mungkin ada ulat yang keluar dari hidung. 1,3
Pada pemeriksaan rinoskopi terlihat banyak jaringan nekrotik di rongga hidung,
adanya ulserasi membrane mukosa dan perforasi septum. Sekret purulen berbau busuk.
Pada kasus yang lanjut menyebabkan sumbatan duktus nasolakrimalis dan perforasi
palatum. Ulat dapat merayap ke dalam sinus atau menembus ke intrakranial. 1,3
Pemeriksaan nasoendoskopi memperlihatkan keadaan rongga hidung lebih
jelas tetapi seringkali ulatnya tidak terlihat karena larva cenderung menghindari
cahaya. Pada pemeriksaan tomografi computer dapat terlihat bayangan ulat yang
bersegmen – segmen di dalam sinus. 1,3
Penderita myiasis sebaiknya dirawat di rumah sakit. Diberikan antibiotika
spectrum luas atau sesuai kultur. Untuk pengobatan local pada hidung, dianjurkan
pemakaian kloroform dan minyak terpentin dengan perbandingan 1:4, diteteskan ke
dalam rongga hidung, dilanjutkan dengan pengangkatan ulat secara manual
menggunakan cunam. 1,3
10

Komplikasi dapat terjadi hidung pelana, perforasi septum, sinus paranasal,


radang orbita dan perluasan ke intracranial. Kematian dapat disebabkan oleh sepsis dan
meningitis. 1,3

Sumber :

1. Wardani, R.S. dan Mangunkusumo, E. 2012. “Infeksi Hidung.” Dalam


Soepardi E,A. Iskandar,N. Bashiruddin,J. Restuti R,D. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta : Badan
Penerbit FKUI.
2. Higler, A.B. 1997. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
3. Broek PVB dan Feenstra L. Terjemahan oleh Arif, H. Editor alih bahasa
Iskandar, N. 2010. Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung dan Telinga. Edisi 12.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran : EGC.
4. Boeis, Higler, Priest. Fundamental of Otolaryngology, “ A textbook of Ear,
Nose, and Throat Disease”, fourth Edition.

Anda mungkin juga menyukai