Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Mata akan terlihat merah bila bagian putih mata atau sklera yang ditutup konjungtiva
menjadi merah. Pada mata normal, sklera berwarna putih karena dapat terlihat melalui bagian
konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar. Hiperemia konjungtiva terajadi
akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun berkurangnya pengeluaran darah seperti
pada pembendungan pembuluh darah.
Mata merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada
peradangan mata akut, misalnya konjungtivitis, keratitis, atau iridosiklitis. Pada keratitis, pleksus
arteri perikornea yang lebih dalam akan melebar pada iritis dan glaukoma akut kongestif. Pada
konjungtivitis dimana pembuluh darah superfisial yang melebar, maka bila diberi efinefrin
topikal terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan menjadi putih.

A. Anatomi Mata

Gambar 1. Anatomi Bola Mata

Bola mata dibungkus oleh tiga lapis jaringan, yaitu :


1. Sklera
Merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata, merupakan
bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang
bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk kedalam bola mata.

1
2. Uvea
Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan uvea terdiri atas iris, badan siliar
dan koroid. Pada iris didapatkan pupil dan badan siliar yang terletak di belakang iris
menghasilkan cairan bilik mata (aquous humor).
3. Retina
Retina terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapisan yang
merupakan lapisan neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada
saraf optik dan diteruskan ke otak.
Lapisan ini peka terhadap sinar. Pada seluruh bagian retina berhubungan dengan badan
sel-sel saraf yang serabutnya membentuk urat saraf optik yang memanjang sampai ke otak.
Bagian yang dilewati urat saraf optik tidak peka terhadap sinar dan daerah ini disebut bintik buta.
Adanya lensa dan ligamentum pengikatnya menyebabkan rongga bola mata terbagi dua,
yaitu bagian depan terletak di depan lensa berisi carian yang disebut aqueous humor dan bagian
belakang terletak di belakang lensa berisi vitreous humor. Kedua cairan tersebut berfungsi
menjaga lensa agar selalu dalam bentuk yang benar.
Kotak mata pada tengkorak berfungsi melindungi bola mata dari kerusakan. Selaput
transparan yang melapisi kornea dan bagian dalam kelopak mata disebut konjungtiva. Selaput ini
peka terhadap iritasi. Konjungtiva penuh dengan pembuluh darah dan serabut saraf. Radang
konjungtiva disebut konjungtivitis.
Untuk mencegah kekeringan, konjungtiva dibasahi dengan cairan yang keluar dari
kelenjar air mata (kelenjar lakrimal) yang terdapat di bawah alis.
Air mata mengandung lendir, garam, dan antiseptik dalam jumlah kecil. Air mata berfungsi
sebagai alat pelumas dan pencegah masuknya mikroorganisme ke dalam mata.
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian :
1. Konjungtiva tarsal, yang menutupi tarsus
2. Konjungtiva bulbi, yang menutupi sklera
3. Konjungtiva fornix, adalah tempat peralihan konjungtiva tarsal dan konjungtiva bulbi

2
Mata diperdarahi oleh arteri oftalmika, cabang dari arteri karotis interna, arteri
infraorbital, dan arteri karotis eksternayang memperdarahi struktur disekitar mata
Arteri retina sentral, cabang dari arteri oftalmika terletak inferior dari nervus optikus,
arteri retina sentral berjalan didalam selubung durameter bersama dengan nervus optikus hingga
mencapai bagian belakang bola mata, pada diskus optikus.Cabang lain dari arteri oftalmikus
yaitu arteri siliari posterior memperdarah koroid, yaitu bagian dari lapisan mata non-vascular.
Arteri siliari posterior akan beranastomosis dengan arteri siliari anterior membentuk suatu
pleksus siliari. Konjungtiva diperdarahi oleh arteri konjungtiva posterior yang memperdarahi
konjungtiva bulbi dan arteri siliari anterior yang bercabang menjadi arteri episklera (pleksus
siliar) yang memperdarahi iris dan badan siliar, dan arteri perikornea yang memperdarahi kornea.

Gambar 2. Vaskularisasi Mata


Injeksi Konjungtival
Melebarnya pembuluh darah arteri konjungtiva posterior atau injeksi konjungtival dapat terjadi
akibat pengaruh mekanis, alergi, ataupun infeksi pada jaringan konjungtiva.
Injeksi konjungtival ini mempunyai tanda-tanda:
 Mudah digerakkan dari dasarnya. Hal ini disebabkan arteri konjungtiva posterior melekat
secara longgar pada konjungtiva bulbbi yang mudah dilepas dari sclera.
 Pembuluh darah didapatkan terutama di daerah forniks
 Ukuraan pembuluh darah makin besar ke bagian perifer

3
 Dengan tetes adrenalin 1:1000 injeksi akan lenyap sementara
 Berwarna merah yang segar
 Gatal
 Tidak ada fotofobia
 Pupil ukuran normal

Gambar 3 Injeksi Konjungtiva

Injeksi siliar
Melebarnya pembuluh darah peri kornea (a. siliar anterior) atau injeksi siliar atau injeksi
perikornea terjadi akibat radang kornea, tukang kornea, benda asing pada kornea, radang
jaringan uvea, glaucoma, endoftalmitis ataupun panoftalmitis
Injeksi siliar ini mempunyai tanda-tanda
 Berwarna lebih ungu, dibanding dengan injeksi konjungtival
 Pembuluh darah tidak tampak
 Tidak ikut serta dengan pergerakan konjungtiva bila digerakkan, karena menempel erat
dengan jaringan perikornea.
 Kemerahan paling pada disekitar kornea, dan berkurang kea rah forniks
 Dengan tetes adrenalin 1:1000 tidak menciut.
 Hanya lakrimasi
 Terdapat fotofobia

4
 Sakit tekan di sekitar kornea
 Pada penyakit tertentu dapat menyebabkan pupil ireguler

Gambar 4 Injeksi Siliar

Mata merah yang disebabkan injeksi siliar atau injeksi konjungtival dapat memberikan
gejala bersama-sama dengan keluhan tambahan seperti:
 Penglihatan menurun
 Terdapat atau tidak terdapatnya secret
 Terdapat peningkatan tekanan bola mata pada keadaan tertentu,

Mata merah dapat dibagi menjadi mata merah dengan visus normal ataupun mata merah
dengan visus terganggu akibat keruhnya media penglihatan bersama-sama mata yang
merah.

B. Fisiologi

Sinar yang masuk ke mata sebelum sampai di retina mengalami pembiasan lima kali
yaitu waktu melalui konjungtiva, kornea, aqueus humor, lensa, dan vitreous humor. Pembiasan
terbesar terjadi di kornea. Bagi mata normal, bayang-bayang benda akan jatuh pada bintik
kuning, yaitu bagian yang paling peka terhadap sinar.

5
Gambar 5. Fisiologi Masuknya Cahaya

Ada dua macam sel reseptor pada retina, yaitu sel kerucut (sel konus) dan sel batang (sel
basilus). Sel konus berisi pigmen lembayung dan sel batang berisi pigmen ungu. Kedua macam
pigmen akan terurai bila terkena sinar, terutama pigmen ungu yang terdapat pada sel batang.
Oleh karena itu, pigmen pada sel basilus berfungsi untuk situasi kurang terang, sedangkan
pigmen dari sel konus berfungsi lebih pada suasana terang yaitu untuk membedakan warna,
makin ke tengah maka jumlah sel batang makin berkurang sehingga di daerah bintik kuning
hanya ada sel konus saja.
Pigmen ungu yang terdapat pada sel basilus disebut rodopsin, yaitu suatu senyawa
protein dan vitamin A. Apabila terkena sinar, misalnya sinar matahari, maka rodopsin akan
terurai menjadi protein dan vitamin A. Pembentukan kembali pigmen terjadi dalam keadaan
gelap. Untuk pembentukan kembali memerlukan waktu yang disebut adaptasi gelap (disebut juga
adaptasi rodopsin). Pada waktu adaptasi, mata sulit untuk melihat.
Pigmen lembayung dari sel konus merupakan senyawa iodopsin yang merupakan gabungan
antara retinin dan opsin. Ada tiga macam sel konus, yaitu sel yang peka terhadap warna merah,
hijau, dan biru. Dengan ketiga macam sel konus tersebut mata dapat menangkap spektrum
warna. Kerusakan salah satu sel konus akan menyebabkan buta warna.

6
BAB II
PEMBAHASAN

MATA MERAH DENGAN VISUS NORMAL

A. Pterigium
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat
degeneratif dan invasif. Tumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva. Pterigium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral
atau di daerah kornea. Pterigium ini mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian
pterigium ini akan berwarna merah. Pterigium dapat mengenai kedua mata.

Gambar 6. Pterigium
Pterigium diduga disebabkan iritasi lama akibat debu, cahaya sinar matahari, dan
udara yang panas. Etiologinya tidak diketahui dengan jelas dan diduga merupakan suatu
neoplasma, radang, dan degenerasi.
Pengobatan tidak diperlukan karena bila dibedah sering bersifat rekuren, terutama
pada pasien yang masih muda. Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid atau suatu
dekongestan tetes mata.
Pterigium dapat tumbuh menutupi seluruh permukaan kornea atau bola mata.
Pengobatan pterigium adalah dengan sikap konseravatif atau dilakukan pembedahan
bila terjadi gangguan penglihatan akibat pterigium menimbulkan astigmatisme iregular atau
akibat bagian pterigium yang telah menutupi media penglihatan. Tindakan pembedahan
adalah suatu tindak bedah plastik.

7
B. Pseudopterigium

Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat.


Sering pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga
konjungtiva menutupi kornea. Letak pseudopterigium ini pada daerah konjungtiva yang
terdekat dengan proses kornea sebelumnya. Beda dengan pterigium adalah selain dari pada
letaknya tidak harus pada celah kelopak atau fisura palbebra juga pada pseudoptergium ini
dapat diselipkan sonde di bawahnya. Pada pseudopterigium selamanya terdapat anamnesis
adanya kelainan kornea sebelumnya, seperti tukak kornea.

C. Pinguekula Iritans

Pinguekula iritans merupakan benjolan pada konjungtiva bulbi yang umum


ditemukan pada orang tua, terutama yang matanya sering mendapat rangsangan sinar
matahari, debu, dan angin panas. Letak bercak ini pada celah kelopak mata terutama di
bagian nasal.

Gambar 7. Pinguekula
Pinguekula merupakan degenerasi hialin jaringan submukosa konjungtiva. Pembuluh
darah tidak masuk ke dalam pinguekula akan tetapi bila meradang atau terjadi iritasi, maka
sekitar bercak degenerasi ini akan terlihat pembuluh darah yang melebar.
Pinguekula tidak perlu diberikan pengobatan, akan tetapi bila terlihat adanya tanda
peradangan, maka dapat diberika obat-obat anti-radang.

8
D. Perdarahan Subkonjungtiva

Perdarahan subkonjungtiva disebabkan pecahnya pembuluh darah kecil konjungtiva.


Perdarahan atau pecahnya pembuluh darah ini dapat terjadi akibat radang konjungtiva berat,
batuk keras pada anak-anak atau tusis quinta, kelainan pembuluh darah atau darah, dan
kekurangan vitamin C.

Gambar 8. Perdarahan Subkonjungtiva


Besarnya perdarahan subkonjungtiva ini dapat kecil atau luas di seluruh
subkonjungtiva. Warna merah pada konjungtiva pasien merasa khawatir sehingga akan
segera minta pertolongan pada dokter. Warna merah akan berubah menjadi hitam setelah
beberapa lama, seperti pada hematoma umumnya.
Biasanya tidak perlu pengobatan karena akan diserap dengan spontan dalam waktu 1-
3 minggu.

E. Episkleritis dan Skleritis


Episkleritis merupakan reaksi radang jaringan konjungtiva sebelah dalam yang
terletak di permukaan sklera. Sklera merupakan dinding bola mata yang terdiri atas jaringan
ikat kuat yang tidak bening dan tidak kenyal dengan tebal kira-kira 1 mm. Sklera dibagian
belakang ditembus oleh saraf optik pada bagian yang disebut sebagai lamina kribrosa sklera.
Pada sklera terdapat insersi 6 otot penggerak mata.

Gambar 9. Episkleritis
Radang episklera dan sklera disebabkan reaksi hipersensitivitas terhadap penyakit
sistemik seperti tuberkulosis, reumatoid artritis, lues, sel, dan lainnya.

9
Bentuk radang yang terjadi pada episkleritis mempunyai gambaran khusus, yaitu
berupa benjolan setempat dengan batas tegas dan warna merah ungu di bawah konjungtiva.
Bila benjolan ini ditekan dengan kapas atau ditekan pada kelopak diatas benjolan, akan
memberikan rasa sakit, rasa sakit akan menjalar ke sekitar mata. Pada episkleritis bila
dilakukan pengangkatan konjungtiva di atasnya, maka akan mudah terangkat atau dilepas
dari pembuluh darah yang meradang. Perjalanan penyakit dapat berminggu-minggu atau
beberapa bulan. Kadang-kadang merupakan kelainan berulang yang ringan. Pada episkleritis
jarang terlibat kornea dan uvea.
Keluhan pasien dengan episkleritis adalah yang mata terasa kering, dengan rasa sakit
yang ringan, mengganjal, dengan konjungtiva yang kemotik.
Pasien episkleritis umumnya pasien dengan bawaan penyakit reumatik. Penyebabnya
mungkin suatu reaksi toksik, alergik atau merupakan bagian daripada infeksi. Dapat saja
kelainan ini terjadi secara spontan.
Kadang-kadang penyebabnya adalah penyakit alergi terhadap endotoksin, seperti
pada tuberkulosis dan streptococ. Perempuan lebih sering terkena dibanding dengan laki-laki.
Pengobatan yang diberikan pada episkleritis adalah kortikosteroid tetes mata atau
sistemik atau dapat diberi salisilat.
Episkleritis bersif residif yang dapat menyerang tempat yang sama ataupun berbeda-
beda dengan lama sakit umumnya berlangsung 4-5 minggu.
Penyulit yang dapat timbul adalah terjadinya peradangan lebih dalam sklera yang
disebut sebagai skleritis.

F. Skleritis
Skleritis biasanya disertai dengan peradangan di daerah sekitarnya seperti uveitis dan
keratitis sklerotikan. Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sklera atau skleromalasia maka
dapat terjadi perforasi pada sklera. Terlihat konjungtiva kemotik dan sakit sehingga sering
diduga adanya selulitis orbita.
Skleritis biasanya terlihat bilateral dan juga sering terdapat pada perempuan. Skleritis
terjadinya tidak lebih sering dibanding episkleritis, akan tetapi penyebabnya hampir sama.
Pada sekleritis terlihat benjolan berwarna sedikit lebih biru jingga. Kadang-kadang
mengenai seluruh lingkaran kornea, sehingga terlihat sebagai skleritis anular.

10
Skleritis sering berjalan bersama-sama dengan iritis atau siklitis dan koroiditis
anterior. Bila terjadi penyembuhan, maka akan terjadi penipisan sklera yang tidak tahan
terhadap tekanan bola mata sehingga terjadi stafiloma sklera yang berwama biru.
Penyulit pada kornea dapat dalam bentuk keratitis sklerotikan, dimana terjadi
kekeruhan kornea akibat peradangan sklera terdekat. Bentuk keratitis sklerotikan adalah
keratitis dengan bentuk segitiga yang terletak dekat skleritis yang sedang meradang. Hal ini
terjadi akibat terjadi gangguan susunan serat kolagen stroma komea. Pada keadaan ini tidak
pernah terjadi neovaskularisasi ke dalam stroma komea. Proses penyembuhan kornea yaitu
berupa menjadi jernihnya kornea yang dimulai dan bagian sentral. Sering bagjan sentral
kornea tidak terlihat pada keratitis sklerotikan.

G. Konjungtivitis

Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva ( lapisan luar mata dan lapisan
dalam kelopak mata ) yang disebabkan oleh mikro-organisme (virus, bakteri, jamur,
chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.
Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat:
 Infeksi olah virus atau bakteri
 Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
 Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet dari las listrik
atau sinar matahari.
Klasifikasi Konjungtivitis berdasarkan etiologi, terdiri dari:
1. infeksi ( bakteri , jamur , parasit, virus )
2. imunologis (alergi)
3. iritatif ( bahan kimia, suhu listrik, radiasi sinar UV)
4. berhubungan dengan penyakit sistemik

Namun yang akan saya bahas pada tulisan ini adalah yang berkaitan dengan gejala mata merah
visus normal, diantaranya :

11
Konjungtivitis akut
 Konjungtivitis bakterial
o Hiperakut (N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N meningitidis.)
o Akut (Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus.)
o Subakut( H influenza dan Escherichia coli)
o Kronik (konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus
nasolakrimalis .)

 Konjungtivitis akut viral


o keratokonjungtivitis epidemic
 demam faringokonjungtiva
 keratokonjungtivitis herpetic
 keratokonjungtivitis New Castle
 konjungtivitis hemoragik akut
 Konjungtivitis jamur
 Konjungtivitis alergi
 konjungtivitis vernal
 konjungtivitis flikten
- Konjungtivitis Kronis
 Trachoma

Secara garis besar, gambaran klinik yang ditemukan pada konjungtivitis diantaranya:
a. Subjekstif
Seperti ada benda asing, berpasir, pedih, panas,, gatal, kadang kabur, lengket waktu
pagi.
b. Objektif
1. Injeksi Konjungtiva
Pelebaran pembuluh a. konjungtiva posterior, yang memberi gambaran berkelok-
kelok, merah dari bagian perifer konjungtiva bulbi menuju kornea dan ikut
bergerak apabila konjungtiva bulbi digerakkan.

12
2. Folikel
Kelainan berupa tonjolan pada jaringan konjungtiva, besarnya kira-kira 1mm.
tonjolan ini mirip vesikel. Gambaran permukaan folikel landai, licin abu-abu
kemerehan karena adanya pembuluh darah dari pinggir folikel yang naik kearah
puncak folikel.
3. Papil raksasa (Coble-stone)
Cobble-stone berbentuk polygonal tersusun berdekatan dengan permukaan datar.
Pada coble-stone pembuluh darah berasal dari bawah sentral.
4. Flikten
Tonjolan berupa sebukan sel-sel radang kronik di bawah epitel konjungtiva atau
kornea, berupa suatu mikro-abses, dimana permukaan epitel mengalami nekrosis.
5. Membran
Massa putih padat yang menutupi sebagian kecil, sebagian besar, atau seluruh
konjungtiva. Paling sering menutupi konjungtiva tarsal. Massa puth ini dapat
berupa endapan secret, sehingga mudah diangkat, dan disebut pseudomembran.
Selain massa putih yang menutupi konjungtiva dapat berupa koagulasi dan
nekrosis konjungtiva, sehingga sukar diangkat, disebut membran.
Gejala lainnya adalah:
- mata berair
- mata terasa nyeri
- mata terasa gatal
- pandangan kabur
- peka terhadap cahaya
- terbentuk keropeng pada kelopak mata ketika bangun pada pagi hari.
Berikut ulasan mengenai masing – masing klasifikasi konjungtivitis berdasarkan
etiologinya,
Berikut ini akan diulas mengenai gambaran klinis, alur diagnose dan terapi macam – macam
konjungtivitis sesuai dengan klasifikasi berdasarkan etiologi,

13
1. Konjungtivitis Bakteri

a. Konjungtivitis Kataral

Etiologi
Biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, antara lain stafilokok aureus, Pneumokok,
Diplobasil Morax Axenfeld dan basil Koch Weeks. Bisa juga disebabkan oleh virus, misalnya
Morbili, atau bahan kimia seperti bahan kimia basa (keratokonjungtivitis) atau bahan kimia yang
lain dapat pula menyebabkan tanda-tanda konjungtivitis kataral. Herpes Zoster Oftalmik dapat
pula disertai konjungtivitis.

Gambaran Klinis
Injeksi konjungtiva, hiperemi konjungtiva tarsal, tanpa folikel, tanpa cobble-stone, tanpa
flikten, terdapat sekret baik serous, mukus, mukopurulen (tergantung penyebabnya). Dapat
disertai blefaritis atau obstruksi duktus lakrimal.
Pengobatan
Pengobatan Konjungtivitis Kataral tergantung kepada penyebabnya. Apabila
penyebabnya karena inf. bakteri maka dapat diberikan antibiotik, seperti : tetrasiklin,
kloromisetin, dan lain-lain. Pada infeksi virus dianjurkan pemakaia sulfasetamid atau obat anti-
virus seperti IDU untuk infeksi Herpes Simplek.

b. Konjungtivitis Purulen, Mukopurulen


Etiologi
Pada orang dewasa disebabkan oleh infeksi gonokok, pada bayi (terutama yang berumur
di bawah 2 minggu) bila dijumpai konjungtivitis purulen, perlu dipikirkan dua kemungkinan
penyebab, yaitu infeksi golongan Neisseria (gonokok atau meningokok) dan golongan klamidia
(klamidia okulogenital)
Gambaran Klinis
Gambaran konjungtiva tarsal hiperemi seperti pada konjungtivitis kataral. Konjungtivitis
Purulen ditandai sekret purulen seperti nanah, kadang disertai adanya pseudomembran sebagai
massa putih di konjungtiva tarsal.

14
Pengobatan
Pengobatan konjungtivitis purulen harus intensif.
Penderita harus dirawat diruang isolasi. Mata harus selalu dibersihkan dari sekret sebelum
pengobatan.
Antibiotik lokal dan sistemik
 AB sistemik pd dewasa :
Cefriaxone IM 1 g/hr selama 5 hr + irigasi saline atau Penisilin G 10 juta IU/IV/hr
selama 5 hr + irigasi
 AB sistemik pd neonatus :
Cefotaxime 25 mg/kgBB tiap 8-12 jam selama 7 hr atau Penisilin G 100.000
IU/kgBB/hr dibagi dl 4 dosis selama 7 hr + irigasi saline

c. Konjungtivitis Membran
Etiologi
Konjungtivitis Membran dapat disebabkan oleh infeksi Streptokok hemolitik dan infeksi
difteria. Konjungtivitis Pseudomembran disebabkan oleh infeksi yang hiperakut, serta infeksi
pneumokok.

Gambaran Klinis
Penyakit ini ditandai dengan adanya membran/selaput berupa masa putih pada
konjungtiva tarsal dan kadang juga menutupi konjungtiva bulbi. Massa ini ada dua jenis, yaitu
membran dan pseudomembran.

Pengobatan
Tergantung pada penyebabnya.
Apabila penyebabnya infeksi Streptokok B hemolitik, diberikan antibiotik yang sensitif.
Pada infeksi difteria, diberi salep mata penisillin tiap jam dan injeksi penisillin sesuai umur, pada
anak-anak diberikan penisillin dengan dosis 50.000 unit/KgBB, pada orang dewasa diberi injeksi
penisillin 2 hari masing-masing 1.2 juta unit. Untuk mencegah gangguan jantung oleh toksin
difteria, perlu diberikan antitoksin difteria 20.000 unit 2 hari berturut-turut.

15
2. Konjungtivitis Virus
a). Demam Faringokonjungtival
- Tanda dan gejala
Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40 ⁰C, sakit tenggorokan, dan
konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering sangat mencolok pada
kedua konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata merah dan berair mata sering terjadi, dan
kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel. Yang khas adalah limfadenopati
preaurikuler (tidak nyeri tekan).
- Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang –
kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan ditetapkan oleh tes
netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis secara
serologic dengan meningkatnya titer antibody penetral virus. Diagnosis klinis adalah hal
mudah dan jelas lebih praktis.
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada bakteri yang
tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada orang dewasa dan
sukar menular di kolam renang berchlor.
- Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya dalam sekitar
10 hari.

b). Keratokonjungtivitis Epidemika


- Tanda dan gejala

Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu mata saja,
dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa ada infeksi dengan nyeri
sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan
kekeruhan subepitel bulat. Sensai kornea normal. Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah
khas. Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan
perdarahan konjungtiva sering muncul dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan
mungkin diikuti parut datar atau pembentukan symblepharon.

16
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel terutama terdapat
di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan namun menyembuh tanpa
meninggalkan parut.

Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar mata. Namun,
pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti demam, sakit
tenggorokan, otitis media, dan diare.

- Laboratorium

Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37 (subgroub
D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan
diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang
mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat banyak neutrofil.

- Penyebaran

Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui jari-jari
tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau pemakaian larutan yang
terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical, mungkin terkontaminasi saat
ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva atau silia. Virus itu dapat
bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran.

- Pencegahan

Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai penetes steril
pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci tangan secara teratur di
antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang menyentuh mata
khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi harus dibersihkan dengan
alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril dan dikeringkan dengan hati-
hati.

17
- Terapi

Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi beberapa
gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang keterlibatan kornea
sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi
bacterial.

c). Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks


- Tanda dan gejala

Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil, adalah
keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, bertahi
mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi epithelial tersendiri
yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial yang bercabang
banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-kadang muncul di
palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra. Khas terdapat sebuah
nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan.

- Laboratorium

Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika konjungtivitisnya
folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika pseudomembran, reaksinya
terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat nekrosis. Inklusi intranuklear
tampak dalam sel konjungtiva dan kornea, jika dipakai fiksasi Bouin dan pulasan
Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan Giemsa. Ditemukannya sel – sel
epithelial raksasa multinuclear mempunyai nilai diagnostic.

Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain kering di atas
konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan biakan.

- Terapi

Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa, umunya
sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus local maupun sistemik
harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea mungkin

18
diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain
kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam. Antivirus topical
sendiri harus diberikan 7 – 10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida
rabine lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1
tetes setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep
acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral, 400 mg lima kali
sehari selama 7 hari.

Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah pemakaian
vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari. Penggunaan
kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi herpes simplex dan
mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat menjadi infeksi yang
sangat panjang dan berat.

d). Konjungtivitis Hemoragika Akut

 Epidemiologi

Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic besar
konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali diketahui di Ghana dalam
tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24. Masa inkubasi virus ini
pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari).

 Tanda dan Gejala

Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata, merah,
edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi kemosis. Hemoragi
subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-bintik pada awalnya, dimulai
di konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah. Kebanyaka pasien mengalami
limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan keratitis epithelial. Uveitis anterior
pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia, umum pada 25% kasus.

 Penyebaran

19
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite seperti sprei,
alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari

 Terapi

Tidak ada pengobatan yang pasti.

E) Konjungtivitis New Castle

Etiologi
Virus New Castle, masa inkubasi 1-2 hari
Konjungtivitis ini biasanya mengenai orang-orang yang berhubungan dengan unggas,
penyakit ini jarang dijumpai.

Gambaran Klinis
Gambaran Klinik : kelopak mata bengkak, konjungtiva tarsal hiperemi dan
hiperplasi, tampak folikel-folikel kecil yang terdapat lebih banyak pada konjungtiva
tarsal inferior. Pada konjungtiva tarsal dapat ditemukan perdarahan dan pada
konjungtiviis ini biasanya disertai pembesaran kelenjar pre-aurikular, nyeri tekan. Sering
unilateral
Gejala subjektif : seperti perasaan ada benda asing, berair, silau dan rasa sakit.
Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang efektif, tetapi dapat diberi antibiotik untuk mencegah
infeksi sekunder.

3. Konjungtivitis klamidia

a) Inclusion Konjungtivitis
Etiologi
Klamidia okulo-genital, masa inkubasi 4-12 hari
Gambaran Klinis
Gambaran kliniknya adalah konjungtivitis follikular akut dan gambaran ini
terdapat pada orang dewasa dan didapatkan sekret mukopurulen, sedang pada bayi

20
gambaran kliniknya adalah suatu konjungtivitis purulen yang juga disebut Inclusion
blenorrhoe.
Pengobatan
Diberikan tetrasiklin sistemik, dapat pula diberikan sulfonamid atau eritromisin

b) Trachoma
Etiologi
Klamidia trakoma
Gambaran Klinis
Gambaran klinik terdapat empat stadium :
1. Stadium Insipiens atau permulaan
Folikel imatur kecil-kecil pada konjungtiva tarsal superior, pada kornea di daerah
limbus superior terdapat keratitis pungtata epitel dan subepitel. Kelainan kornea akan
lebih jelas apabila diperiksa dengan menggunakan tes flurosein, dimana akan terlihat
titik-titik hijau pada defek kornea.
2. Stadium akut (trakoma nyata)
Terdapat folikel-folikel di konjungtiva tarsal superior, beberapa folikel matur
berwarna abu-abu
3. Stadium sikatriks
Sikatriks konjungtiva pada folikel konjungtiva tarsal superior yang terlihat seperti
garis putih halus. Pannus pada kornea lebih nyata.
4. Stadium penyembuhan
trakoma inaktif, folikel, sikatriks meluas tanpa peradangan
Pengobatan
Pemberian salep derivat tetrasiklin 3-4 kali sehari selama dua bulan. Apabila perlu dapat
diberikan juga sulfonamid oral.

4. Konjungtivitis menahun
a) Konjungtivitis Vernal
Etiologi
Kemungkinan suatu konjungtivitis atopik

21
Gambaran Klinis
Gejala subyektif yang menonjol adalah rasa sangat gatal pada mata, terutama bila berada
dilapangan terbuka yang panas terik.
Pada pemeriksaan dapat ditemukan konjungtivitis dengan tanda khas adanya cobble-stone di
konjungtiva tarsalis superior, yang biasanya terdapat pada kedua mata, tetapi bisa juga pada satu
mata. Sekret mata pada dasarnya mukoid dan menjadi mukopurulen apabila terdapat infeksi
sekunder.
Pengobatan
Kortikosteroid tetes atau salep mata. Pemakaian steroid jangka panjang dapat sangat
merugikan. Kelainan kornea dapat diobati dengan natrium cromolyn topikal. Bila terdapat tukak
maka diberi antibiotik dan sikloplegik.

b) Konjungtivitis Flikten
Etiologi
• Disebabkan oleh karena alergi terhadap bakteri atau antigen tertentu (hipersensitivitas
tipe IV).
• Gizi buruk dan sanitasi yg jelek merupakan faktor predisposisi
• Lebih sering ditemukan pd anak-anak

Gejala
Adanya flikten yang umumnya dijumpai di limbus. Selain di limbus, flikten dapat juga
dijumpai di konjungtiva bulbi, konjungtiva tarsal dan kornea. Penyakit ini dapat mengenai dua
mata dan dapat pula mengenai satu mata. Dan sifatnya sering kambuh. Apabila flikten timbul di
kornea dan sering kambuh, dapat berakibat gangguan penglihatan. Apabila peradangannya berat,
maka dapat terjadi lakrimasi yang terus menerus sampai berakibat eksema kulit. Keluhan lain
adalah rasa seperti berpasir dan silau.
Pengobatan
 Usahakan mencari penyebab primernya
 Diberikan Kortikosteroid tetes mata/salep
Kombinasi antibiotik + kortikosteroid dianjurkan mengingat kemunginan terdapat
infeksi bakteri sekunder.

22
c) Konjungtivitis alergi
Konjungtivitis alergi adalah radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi.
Etiologi
- Reaksi hipersensitivitas tipe cepat (tipe I) atau lambat (tipe IV), atau reaksi antibodi
humoral terhadap alergen. Pada keadaan yang berat merupakan bagian dari sindrom
Steven Johnson, suatu penyakit eritema multiforme berat akibat reaksi alergi pada orang
dengan predisposisi alergi obatobatan. Pada pemakaian mata palsu atau lensa kontakjuga
dapat terjadi reaksi alergi.

Manifestasi Klinis
- Mata merah, sakit, bengkak, panas, berair, gatal, dan silau. Sering berulang dan menahun
bersamaan dengan rinitis alergi. Biasanya terdapat riwayat atopi sendiri atau dalam
keluarga. Pada pemeriksaan ditemukan injeksi ringan pada konjungtiva palpebra dan
bulbi serta papil besar pada konjungtiva tarsal yang dapat menimbulkan komplikasi pada
konjungtiva. Pada keadaan akut dapat terjadi kemosis berat.

Gambar 6 Konjungtivitis Alergi


Pemeriksaan Penunjang
- Pada pemeriksaan sekret ditemukan sel-sel eosinofil. Pada pemeriksaan darah ditemukan
eosinofilia dan peningkatan kadar serum IgE.

Penatalaksanaan
- Biasanya penyakit akan sembuh sendiri. Pengobatan ditujukan untuk menghindarkan
penyebab dan menghilangkan gejala. Terapi yang dapat diberikan misalnya
vasokonstriktor lokal pada keadaan akut (epinefrin 1: 1.000), astringen, steroid topikal
dosis rendah dan kompres dingin untuk menghilangkan edemanya. Untuk pencegahan
diberikan natrium kromoglikat 2% topikal 4 kali sehari untuk mencegah degranulasi sel

23
mast. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin dan steroid sistemik.
Penggunaan steroid berkepanjangan harus dihindari karena bisa terjadi infeksi virus,
katarak, hingga ulkus kornea oportunistik. Antihistamin sistemik hanya sedikit
bermanfaat.

- Pada sindrom Steven Johnson, pengobatan bersifat simtomatik dengan pengobatan


umum. Pada mata dilakukan pembersihan sekret, midriatik, steroid topikal, dan pencegahan
simblefaron.
d) Konjungtivitis sika
Konjungtivitis sika atau konjungtivitis dry eyes adalah suatu keadaan keringnya permukaan
konjungtiva akibat berkurangnya sekresi kelenjar lakrimal.

Etiologi
Terjadi pada penyakit-penyakit yang menyebabkan defisiensi komponen lemak air mata,
kelenjar air mata, musin, akibat penguapan berlebihan atau karena parut kornea atau hilangnya
mikrovili kornea. Bila terjadi bersama atritis rheumatoid dan penyakit autoimun lain, disebut
sebagai sindrom sjogren.

Manifestasi Klinis
Gatal, mata seperti berpasir, silau, dan kadang-kadang penglihatan kabur. Terdapat gejala
sekresi mucus yang berlebihan, sukar menggerakkan kelopak mata, mata tampak kering, dan
terdapat erosi kornea. Pada pemeriksaan tedapat edema konjungtiva bulbi, hiperemis, menebal
dan kusam. Kadang tedapat benang mucus kekuning-kuningan pada forniks konjungtiva bawah.
Keluhan berkurang bila mata dipejamkan.

Komplikasi
Ulkus kornea, infeksi sekunder oleh bakteri, parut kornea, dan noevaskularisasi kornea.

Penatalaksanaan
Diberikan air mata buatan seumur hidup dan diobati penyakit yang mendasarinya. Sebaiknya
diberikan air mata buatan tanpa zat pengawet kerena bersifat toksik bagi kornea dan dapat

24
menyebabkan reaksi idiosinkrasi. Dapat dilakukan terapi bedah untuk mengurangi drainase air
mata melalui oklusi pungtum dengan plug silicon atau plug kolagen.

5. Konjungtivitis kimia atau iritasi


a. Konjungtivitis iatrogenik pemberian obat topikal
- Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrate, yang diikuti
pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin, miotika,
idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan dalam bahanpengawet atau
vehikel toksik atau yang menimbulakan iritasi. Perak nitrat yang diteteskan ke dalam
saccus conjingtiva saat lahir sering menjadi penyebab konjungtivitis kimia ringan. Jika
produksi air mata berkurang akibat iritasi yang kontinyu, konjungtiva kemudian akan
cedera karena tidak ada pengenceran terhadap agen yang merusak saat diteteskan
kedalam saccus conjungtivae.
- Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin, beberapa neutrofil
polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh. Pengobatan terdiri atas
menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan yang lembut atau lunak, atau sama
sekali tanpa tetesan. Sering reaksi konjungtiva menetap sampai berminggu-minggu
atau berbulan-bulan lamanya setelah penyebabnya dihilangkan.

b. Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans

- Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang masuk ke saccus
conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah pupuk,
sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan berbagai asam
dan alkali. Di daerah tertentu,asbut (campuran asap dan kabut) menjadi penyebab
utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum dapat ditetapkan
secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada efek pada mata yang
permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan terasa mengganggu secara
menahun. 1
- Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek langsung.
Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup kedalam jaringan
dan menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus menerus merusak

25
selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar alkali
tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan palpebra dan
leokoma kornea lebih besar kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya adalah alkali.
Pada kejadian manapun, gejala utama luka bahan kimia adalah sakit, pelebaran
pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu biasanya
dapat diungkapkan.
- Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau larutan garam
sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara mekanik. Jangan
memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum adalah kompres dingin
selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri analgetika
sistemik bila perlu. Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen antibakteri yang
cocok. Parut kornea mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan symblepharon
mungkin memerlukan bedah plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar berat pada
kojungtiva dan kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah. Namun jika pengobatan
memadai dimulai segera, parut yang terbentuk akan minim dan prognosisnya lebih
baik.

26
BAB III
KESIMPULAN

Mata akan terlihat merah bila bagian putih mata atau sklera yang ditutup konjungtiva
menjadi merah. Pada mata normal, sklera berwarna putih karena dapat terlihat melalui bagian
konjungtiva dan kapsul Tenon yang tipis dan tembus sinar. Hiperemia konjungtiva terajadi
akibat bertambahnya asupan pembuluh darah ataupun berkurangnya pengeluaran darah seperti
pada pembendungan pembuluh darah.
Mata merah akibat melebarnya pembuluh darah konjungtiva yang terjadi pada
peradangan mata akut, misalnya konjungtivitis, keratitis, atau iridosiklitis. Pada keratitis, pleksus
arteri perikornea yang lebih dalam akan melebar pada iritis dan glaukoma akut kongestif. Pada
konjungtivitis dimana pembuluh darah superfisial yang melebar, maka bila diberi efinefrin
topikal terjadi vasokonstriksi sehingga mata akan menjadi putih.
Pada konjungtiva terdapat pembuluh darah:
 Arteri konjungtiva posterior, memperdarahi konjungtiva bulbi
 Arteri siliar anterior atau episklera, yang memberikan cabang:
o Arteri episklera masuk ke dalam bola mata dan dengan arteri siliar posterior
longus bergabung membentuk arteri sirkular mayor atau pleksus siliar, yang
memperdarahi iris dan badan siliar.
o Arteri perikornea, yang memperdarahi kornea.
Melebarnya pembuluh darah konjungtiva atau injeksi konjungtiva ini dapat terjadi akibat
pengaruh mekanis, alergis atau infeksi pada jaringan konjungtiva.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2003.

2. Vaughan, Daniel G et all, Oftalmologi Umum.Edisi 14, Jakarta: Widya Medika,2000.

3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2006.

4. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia, Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum
dan Mahasiswa Kedokteran, Jakarta : Sagung Seto, 2002
5. PERDAMI,. Ilmu Penyakit Mata Untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran.
Jakarta. 2002
6. www.eyepathologisyt.com/disease
7. www.aafp.org/afp//AFPprinter/980215ap/morrow.html

28

Anda mungkin juga menyukai

  • Sitokin
    Sitokin
    Dokumen28 halaman
    Sitokin
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Parasitic Helminth Infections
    Parasitic Helminth Infections
    Dokumen15 halaman
    Parasitic Helminth Infections
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • KERANGKA Konsep
    KERANGKA Konsep
    Dokumen2 halaman
    KERANGKA Konsep
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Isolasi Protein
     Isolasi Protein
    Dokumen46 halaman
    Isolasi Protein
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Sitokin
    Sitokin
    Dokumen18 halaman
    Sitokin
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Pembahasan Soal Ukdi
    Pembahasan Soal Ukdi
    Dokumen2 halaman
    Pembahasan Soal Ukdi
    Rahma Larasati Syaheeda
    0% (1)
  • Soal Saraf
    Soal Saraf
    Dokumen9 halaman
    Soal Saraf
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Kasus Biostatistik
    Kasus Biostatistik
    Dokumen11 halaman
    Kasus Biostatistik
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Sinusitis
    Sinusitis
    Dokumen27 halaman
    Sinusitis
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Pleuritis TB
    Pleuritis TB
    Dokumen3 halaman
    Pleuritis TB
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Laporan TDL Mikrobiologi
    Laporan TDL Mikrobiologi
    Dokumen16 halaman
    Laporan TDL Mikrobiologi
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Pleuritis Tuberkulosis
    Pleuritis Tuberkulosis
    Dokumen8 halaman
    Pleuritis Tuberkulosis
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Demam Berdarah Dengue
    Demam Berdarah Dengue
    Dokumen40 halaman
    Demam Berdarah Dengue
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Corpus Alienum Di Bronkus
    Corpus Alienum Di Bronkus
    Dokumen10 halaman
    Corpus Alienum Di Bronkus
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat
  • Referat Skleroderma
    Referat Skleroderma
    Dokumen27 halaman
    Referat Skleroderma
    Rahma Larasati Syaheeda
    Belum ada peringkat