Anda di halaman 1dari 21

Glaukoma Akut

dan Glaukoma Kronik

Narasumber:
Dr. Tjahjono D.G, PhD

Presentan:
Utami Noor Sya’baniyah
Dian Amalia

Departemen Ilmu Penyakit Mata


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta, September 2007

0
GLAUKOMA
Glaukoma merupakan suatu keadaan dimana tekanan bola mata
seseorang menjadi sangat tinggi atau tidak normal sehingga menimbulkan
gangguan pada sebagian atau seluruh lapang pandang bahkan bisa
menyebabkan kebutaan. 1 Meskipun saat ini ditemukan bahwa glaukoma dapat
juga terjadi pada tekanan bola mata yang normal. 2 Sebagai penyebab
kebutaan, glaukoma menempati urutan ketiga di Idonesia, yaitu 0,16% dari
penduduk Indonesia. Kebanyakan dari penderita glaukoma ini tidak mengetahui
dirinya menderita glaukoma dan beberapa akan mengalami kebutaan pada
dekade usia 4, 5, dan 6. Error: Reference source not found
Salah satu faktor risiko terpenting yang menyebabkan terjadinya
glaukoma adalah peningkatan tekanan bola mata atau tekanan intraokular
TIO.Error: Reference source not found Tekanan intraokular (TIO) merupakan
tekanan yang diperlukan oleh bola mata untuk mempertahankan bentuknya
sehingga mata dapat berfungsi dengan baik. 3 Pada populasi masyarakat barat
(Eropa), tekanan intraokular cenderung mengalami peningkatan sebesar satu
mmHg pada setiap dekade setelah usia 40 tahun. Normalnya, tekanan bola
mata berkisar antara 10 – 21 mmHg. Perlu diketahui pula bahwa terdapat irama
sirkadian TIO dimana nilai maksimum terjadi pada pukul 8 dan 11 pagi,
sedangkan nilai minumum terjadi pada sekitar tengah malam dan pukul 2 dini
hari. Variasi diurnal normal berkisar antara 3 – 5 mmHg. Pada penderita
glaukoma yang tidak diobati, kisaran variasi diurnal ini menjadi lebih lebar.Error:
Reference source not found
Tekanan intraokolar ini dipengaruhi oleh produksi dan transportasi cairan
bilik mata (aqueous humor). Cairan bilik mata adalah cairan yang terdapat pada
bilik mata depan dan bilik mata belakang. Cairan ini berfungsi sebagai bantalan
bola mata dan berperan dalam menutrisi bola mata serta pembuangan zat-zat
sampah.4 Cairan mata ini diproduksi oleh badan siliar yang kemudian
bersirkulasi dari bilik mata belakang ke bilik mata depan. Cairan bilik mata ini
mengalir melalui pupil menuju sudut bilik mata depan, melalui trabekula menuju
kanal Schlemn, saluran konektor, kemudian masuk ke dalam pleksus vena di
1
jaringan sklera dan episklera, juga ke dalam vena siliaris anterior di badan
siliar. Saluran yang mengandung cairan bilik mata depan dapat dilihat di daerah
limbus dan subkonjungtiva yang dinamakan aqueous vein. Glaukoma terjadi
apabila terdapat ketidak seimbangan antara pembentukan dan pengaliran
cairan bilik mata.5

Gambar 1. Diagram bola mata dan aliran cairan bilik mata (ditunjukkan dengan
panah biru)Error: Reference source not found

Dijumpai beberapa pembagian glaukoma. Menurut Sugar, glaukoma


dibagi menjadi beberapa jenisError: Reference source not found:
1. Glaukoma primer
a. Dewasa:
i. Glaukoma simpleks (sudut terbuka, kronis)
ii. Glaukoma akut (sudut tertutup)
b. Kongenital atau juvenil
2. Glaukoma sekunder
Pembahasan dalam makalah ini dibatasi pada glaukoma akut (glaukoma primer
sudut tertutup) dan glaukoma kronik (glaukoma primer sudut terbuka).

2
Glaukoma Akut
Glaukoma primer Sudut tertutup akut
Glaukoma akut adalah glaukoma yang terjadi secara mendadak akibat
penutupan sudut bilik mata depan secara tiba-tiba sehingga menghalangi
keluarnya cairan bilik mata melalui trabekula secara total. Akibatnya tekanan
intraokular naik mendadak dengan gejala klinis yang terlihat berupa sakit di
mata yang mendadak, visus turun mendadak, serta adanya tanda kongesti di
mata berupa mata merah dan kelopak mata bengkak. Glaukoma akut hanya
terjadi pada orang-orang yang memiliki faktor predisposisi anatomi berupa
sudut bilik mata yang sempit (glaukoma primer sudut tertutup akut).Error:
Reference source not found,Error: Reference source not found,Error: Reference source not found Meskipun
demikian, gejala glaukoma akut dapat dijumpai pula pada kelainan mata
sekunder (glaukoma sekunder) yaitu: glaukoma akut akibat katarak intumesen
dan glaukoma fakolitik.6
Terdapat beberapa faktor risiko seseorang menderita glaukoma primer
sudut tertutup, yaitu7:
1. Usia. Rata-rata kejadian pada orang dengan usia sekitar 60 tahun
dengan prevalensi semakin meningkat dengan bertambahnya umur.
2. Jenis kelamin. Wanita lebih sering terkena dibandingkan pria
dengan perbandingan 4:1.
3. Ras. Glaukoma primer sudut tertutup lebih sering dijumpai di Asia
Tenggara, Cina, dan Eskimo. Kelainan ini jarang dijumpai pada ras kulit
hitam.
4. Riwayat keluarga. Seseorang dengan orangtua menderita
glaukoma memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita glaukoma juga.
Hal ini terkait dengan struktur anatomi mata.
Selain itu, terdapat juga beberapa faktor predisposisi anatomi mata yang
meningkatkan risiko terkena glaukoma primer sudut tertutup, faktor tersebut
adalah sebagai berikut8:
1. Diafragma iris-lensa yang relatif lebih anterior.
3
2. Bilik mata depan yang dangkal.
3. Sudut bilik mata depan yang sempit.
Tiga hal yang mempengaruhi terjadinya 3 faktor di atas:
a. pertumbuhan aksial dari lensa
Dengan bertambahnya umur lensa akan bertambah tebal. Hal ini akan
mendorong diafragma iris-lensa ke arah anterior sehingga permukaan
anteriornya akan lebih dekat dengan kornea. Keadaan ini akan terlihat
sebagai bilik mata depan yang dangkal.Error: Reference source not
found
b. diameter kornea yang kecil
Diameter kornea berhubungan dengan kedalaman dan lebar dari sudut
bilik mata depan. Kornea pada glaukoma primer sudut tertutup
diameter korneanya lebih kecil sekitar 0,25 mm dari mata yang normal.
Pada pasien dengan mikrokornea risiko glaukoma sudut tertutup
menjadi meningkat.Error: Reference source not found
c. sumbu aksial bola mata yang pendek
Pada mata normal ketebalan lensa, letak lensa dan diameter kornea
berhubungan dengan sumbu aksial bola mata. Pada mata hipermetrop
dimana panjang aksialnya lebih pendek dari normal, dengan diameter
kornea yang lebih kecil dan lensa yang terletak lebih anterior sehingga
secara anatomik menjadi lebih sempit.Error: Reference source not
found
Selain itu, tebalnya iris juga mempengaruhi sudut bilik mata depan. Makin
tebal iris, makin dangkal bilik mata depan.Error: Reference source not
found
Pada beberapa keadaan, bilik mata depan dapat menjadi lebih sempit.
Faktor fisiologis yang menyebabkan bilik mata depan menjadi sempit adalah
sebagai berikut:
a. blok pupil relatif
pada mata dengan keadaan anatomi seperti diatas glaukoma terjadi saat
mata berdilatasi (dilatasi sedang-mid dilatasi). Hal ini biasanya terjadi pada
4
malam hari dimana tingkat pencahayaan kurang atau pada keadaan yang
menyebabkan mata harus lebih berakomodasi.Error: Reference source not
found Saat itu bagian iris yang berkontak dengan lensa menjadi lebih
luas.Error: Reference source not found
b. iris bombe
karena dilatasi yang terus menerus bagian perifer dari iris menjadi lebih
kaku. Adanya blok pupil relatif meningkatkan tekanan pada bilik mata
belakang sehingga iris akan terdorong ke arah anterior. Keadaan iris seperti
ini yang disebut sebagai iris bombe.Error: Reference source not found
c. iridotrabekular kontak
terdorongnya iris ke arah anterior mengakibatkan terjadinya kontak iris
dengan trabekulum sehingga menutup sudut bilik mata depan dan tekanan
intraokular (TIO) meningkat.Error: Reference source not found

Gambar 2. Faktor fisiologis yang menyebabkan bilik mata depan menjadi lebih
sempitError: Reference source not found

Selain faktor di atas, dikatakan juga kongesti badan siliar juga dapat
menyebabkan bilik mata depan menjadi lebih sempit. Penyebab kongesti
badan siliar ini antara lainError: Reference source not found:
a. Neurovaskuler, misalnya meningitis, jengkel, dan kelainan emosi
yang lain.

5
b. Penyakit lokal dari saluran traktus respiratorius bagian atas.
c. Operasi daerah kepala.
d. Humoral, seperti haid.
Bila faktor fisiologis ini terjadi pada orang-orang yang memiliki predisposisi
anatomis berupa sudut bilik mata yang sempit, maka ada kemungkinan timbul
glaukoma sudut tertutup.Error: Reference source not found Meskipun kedua
mata memiliki sudut bilik mata yang sempit, onset akut seringkali
unilateral.Error: Reference source not found
Seseorang yang mengalami glaukoma akut akan mengalami gejala klinis
yang khas berupa mata merah, penurunan visus secara mendadak (bahkan
dapat sampai buta), dan gambaran pelangi di sekitar objek (halo). Penderita
dapat merasakan sangat kesakitan, nyeri hebat, sakit kepala, mual, dan
bahkan muntah.Error: Reference source not found,Error: Reference source not found,Error:

Reference source not found


Beberapa penderita dapat merasakan gejala prodormal seperti
penglihatan kabur, melihat alo di sekitar lampu atau lilin, disertai sakit kepala,
sakit pada matanya, dan kelemahan akomodasi. Keadaan ini berlangsung
selama 30 menit sampai 2 jam. Stadium prodormal ini dapat diperhebat dengan
insomia, ganguan emosi, kongesti vena, gangguan emosi, kebanyakan minum,
dan pemakaian midriatika.Error: Reference source not found,Error: Reference source not

found
Pada pemeriksaan fisis dijumpai keadaan visus sangat menurun; tekanan
intraokular meninggi; palpebra yang bengkak; bilik mata depan dangkal;
konjungtiva bulbi: hiperemia kongestif, kemotis dengan injeksi silier, injeksi
konjungtiva, injeksi episklera; kornea: suram, insensitif karena tekanan pada
saraf kornea; iris: gambaran cirak bergaris tak nyata karena edema, berwarna
kelabu; pupil: melebar, lonjong, miring agak vertikal, kadang-kadang ditemukan
midriasis yang total, warna kehijauan, dengan refleks cahaya lamban atau tidak
ada sama sekali; dan diskus optikus terlihat hiperemis dan edem.Error:
Reference source not found,Error: Reference source not found
Funduskopi sulit dilakukan
karena kornea sangat keruh.Error: Reference source not found
Dalam menetapkan diagnosis glaukoma, diperlukan beberapa
pemeriksaan penunjang, yaitu:
6
1. Tonometri. Alat ini berguna untuk menilai tekanan intraokular. Tekanan

bola mata normal berkisar antara 10-21 mmHg.Error: Reference source


not found
2. Gonioskopi. Sudut bilik mata depan merupakan tempat penyaluran keluar
humor akueus. Dengan gonioskopi kita berusaha menilai keadaan sudut
tersebut, apakah terbuka, sempit atau tertutup ataukah terdapat
abnormalitas pada sudut tersebut.Error: Reference source not found

4 Keterangan:
1. Iris processes
3
2. Scleral spur
2 3. Schlemm canal
4. Trabeculum
1
5. Scwalbe line

Konfigurasi sudut pada gonioskopi ditentukan oleh bentuk kornea dan


pembesaran lensa. Berikut ini skala penilaian gonioskopi:

2
3 1
4
0

• Skala 0, artinya tidak terlihat struktur sudut dan terdapat kontak


kornea dengan iris. Interpretasi: sudut tertutup.
7
• Skala 1, artinya tidak terlihat ½ bagian trabekulum sebelah belakang
dan garis Schwalbe terlihat. Interpretasi: sudut sangat sempit.
• Skala 2, artinya sebagian kanal Schlemm terlihat. Interpretasi: sudut
sempit sedang. Mempunyai kemampuan untuk jadi tertutup.
• Skala 3, artinya sebagian kanal Schlemm masih terlihat termasuk
skleral spur. Interpretasi: sudut terbuka sedang, tidak akan terjadi
sudut tertutup.
• Skala 4, artinya badan siliar terlihat. Interpretasi: sudut terbuka.
3. Penilaian diskus optikus. Dengan menggunakan opthalmoskop kita bisa
mengukur rasio cekungan-diskus (cup per disc ratio-CDR). CDR yang
perlu diperhatikan jika ternyata melebihi 0,5 karena hal itu menunjukkan
peningkatan tekanan intraokular yang signifikan.Error: Reference source
not found
4. Pemeriksaan lapang pandang. Hal ini penting dilakukan untuk
mendiagnosis dan menindaklanjuti pasien glaukoma. Lapang pandang
glaukoma memang akan berkurang karena peningkatan TIO akan
merusakan papil saraf optikus.Error: Reference source not found ,Error:
Reference source not found

5. Tes provokasi. Dilakukan pada keadaan yang meragukan. Yaitu dengan

tes kamar gelap,Error: Reference source not found,Error: Reference source not found
tes midriasis,Error: Reference source not found tes membaca,Error:
Reference source not found dan tes bersujud (prone test).Error:
Reference source not found,Error: Reference source not found
Untuk tatalaksana pada kasus glaukoma akut, yang terpenting adalah
menurunkan tekanan intraokular dengan segera dan mencegah kerusakan
nervus optikus lebih lanjut. Terapi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1. Terapi medikamentosa
Tujuannya adalah menurunkan TIO terutama dengan menggunakan obat
sistemik. Hal ini disebabkan apabila TIO menigkat sampai melebihi 50
mmHg sfingter iris akan mengalami iskemia dan paralisis sehingga jika

8
diberikan miotikum akan menjadi kurang efektif untuk menarik iris menjauh
dari sudutError: Reference source not found.
A. Obat sistemik
- Inhibitor karbonik anhidrase. Pertama diberikan secara intravena
(acetazolamide 500mg) kemudian diberikan oral lepas lambat 250mg
2x sehari. Error: Reference source not found
- Agen hiperosmotik. Obat ini diberikan jika TIO sangat tinggi atau ketika
acetazolamide sudah tidak efektif lagi. Error: Reference source not found
Error:
- Untuk gejala tambahan dapat diberikan analgesik dan antiemetik.
Reference source not found

B. Obat topikal
- Penyekat beta. Digunakan 2x sehari, berguna untuk menurunkan
tekanan intraokular. Error: Reference source not found
- Steroid. Digunakan 4x sehari , berguna sebagai dekongestan mata.
Diberikan aekitar 30-40 menit setelah terapi sistemik. Error: Reference source not
found

- Miotikum. Pilokarpin 2% pertama digunakan sebanyak 2x dengan


jarak 15 menit kemudian diberikan 4x sehari. Pilokarpin 1% bisa
digunakan sebagai profilaksis pada mata yang lainnya 4x sehari
sampai sebelum iridektomi profilaksis dilakukan. Error: Reference source not found
2. Terapi Bedah
- Iridektomi perifer. Digunakan untuk membuat saluran dari bilik mata
belakang dan depan karena telah terdapat hambatan dalam pengaliran
humor akueus. Hal ini hanya dapat dilakukan jika sudut yang tertutup
oleh sinekia anterior sebanyak 50%.Error: Reference source not found
- Bedah drainase. Dilakukan jika sudut yang tertutup lebih dari 50%
atau gagal dengan iridektomi. Error: Reference source not found
- Trabekulektomi. Dilakukan apabila telah terjadi glaucomatous optic
neuropathy karena telah terjadi sinekia posterior. 9

9
Glaukoma Akut Sekunder
Glaukoma akut dibangkitkan lensa
Glaukoma akut dibangkitkan lensa merupakan glaukoma akibat katarak
intumesen dapat dalam bentuk glaukoma akut kongestif. Terjadi akibat katarak
senil, katarak trauma tumpul ataupun trauma perforasi pada lensa. Gejalanya
sama dengan gejala glaukoma akut kongestif. Perbedaannya adalah pada
glaukoma akut kongestif terdapat bilik mata depan yang dangkal di kedua
mata, sedangkan pada katarak intumesen kelainan sudut hanya terdapat pada
satu mata. Pada katrak intumesen sumbu anteroposterior lensa makin panjang
sehingga mengakibatkan terdapatna resistensi pupil pada pengaliran cairan
mata ke depan yang mengakibatkan blokade pupil. 1

Glaukoma fakolitik
Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul
lensa anterior, sehingga protein-protein lensa yang mencair masuk ke kamera
anterior. Jalinan trabekular menjadi edematosa dan tersumbat oleh protein-
protein lensa dan menimbulkan peningkatan mendadak tekanan intraokular.
Ekstraksi lensa adalah terapi definitif setelah tekanan intraokular terkontrol
dengan medikasi termasuk steroid topikal intensif. 1

Glaukoma Kronik
Primary open-angle glaucoma
Primary open-angle glaucoma (POAG) atau disebut juga glaukoma kronik
sederhana merupakan jenis glaukoma tersering. Terjadi kehilangan lapang
pandang perifer yang progresif pada mata yang mengalami POAG diikuti
dengan kehilangan lapang pandang sentral. Pada pemeriksaan oftalmoskop
didapatkan gambaran cupping pada saraf optikus. Adanya cupping
menandakan hilangnya akson-akson sel ganglion. Tidak ada faktor anatomik
tertentu, seperti pada glaukoma akut primer, yang menjadi faktor risiko POAG.
Penyakit ini biasanya tidak mempunyai gejala, oleh karena itu diperlukan
penapisan secara dini dan pemeriksaan oftalmologi secara komperehensif
10
terhadap ada/tidaknya POAG. Hilangnya lapang pandang tidak dapat
disembuhkan bila telah terjadi.10
Faktor Risiko
Terdapat empat faktor risiko utama untuk POAG yaitu:
Peningkatan tekanan intraokular (TIO), Usia lanjut, Riwayat keluarga
Ras kulit hitam
Faktor risiko tambahan
1. Miopi berat
2. Penyakit retina (oklusi vena sentral, ablasio retina, retinitis pigmentosa).
Error: Reference source not found,Error: Reference source not found

Patogenesis
Pada glaukoma kronik, meningkatnya TIO dapat disebabkan karena
beberapa hal antara lain terjadinya obstruksi trabekular, adanya kehilangan sel
endotel trabekular, kehilangan kemampuan densitas trabekular dan
menyempitnya kanal Schlemm, kehilangan vakuola di dinding endotel kanal
schlemm, gangguan aktivitas fagositik, gangguan metabolisme KS, disfungsi
kontrol adrenergik, proses imunologik abnormal. 1
Mekanisme utama penurunan penglihatan adalah dengan terjadinya atrofi
sel ganglion difus yang ditandai dengan penipisan lapisan serat saraf dan inti
bagian dalam retina serta berkurangnya jumlah sel akson di saraf optikus.
Beberapa postulat telah diajukan untuk menerangkan terjadinya proses
tersebut. Tetapi hingga kini hanya ada dua postulat yang dapat menjelaskan
proses ini secara lengkap yaitu: 8
1) Teori iskemik: gangguan pembuluh darah kapiler akson nervus optikus,
memainkan peranan penting pada patogenesis kerusakan akibat glaukoma.
Mekanime yang terjadi:
a) Hilangnya pembuluh darah
b) Perubahan aliran darah kapiler

11
c) Perubahan yang mempengaruhi penghantaran nutrisi ataupun
pembuangan produk metabolit dari akson
d) Kegagalan pengaturan aliran darah
e) Penghantaran substansi vasoaktif yang bersifat merusak ke dalam
pembuluh darah saraf optikus.
2) Teori mekanik langsung menjelaskan bahwa peningkatan tekanan
intraokuler yang bersifat kronik merusak saraf retina secara langsung pada
saat saraf tersebut melewati lamina kribosa. Kenaikan tekanan intraokuler
memicu kolapsnya serta perubahan pada lempeng laminar serta perubahan
susunan kanal aksonal, serta menyebabkan penekanan secara langsung
pada serat saraf dan juga menyebabkan gangguan aliran darah serta
penurunan hantaran nutrien kepada akson pada papil saraf optikus.

Tanda dan Gejala Klinis


The American Academy of Ophthalmology (AAO) mendeksripsikan POAG
sebagai penyakit kronik, umumnya bilateral, dan sering asimtomatik, yang
ditandai (setidaknya pada satu mata) oleh:8,10
o Peningkatan TIO.
o Fluktuasi diurnal TIO sampai 5 mmHg.
o Adanya bukti kerusakan N.optikus dari: gambaran diskus atau lapisan
saraf retina (ex: menipisnya batas diskus, perubahan progresif, defek
pada lapisan serat saraf) atau adanya abnormalitas yang karakteristik
pada lapang pandang (ex: defek arkuata, skotoma nasal) dimana tidak
ada penyakit lain yang dapat menyebabkan hilangnya lapang pandang.
o Onset pada dewasa.
o Sudut bilik mata depan terbuka atau normal.
o Tidak adanya penyebab sekunder dari glaukoma sudut terbuka.
Gejala klinis POAG sering asimtomatik. Peningkatan TIO sampai 40
mmHg umumnya tidak menyebabkan sakit, mata merah, atau gejala seperti
halo. Tidak terdapat penurunan tajam penglihatan selama pandangan sentral

12
tidak terganggu.Hilangnya pandangan sentral secara tipikal terjadi diakhir
perjalanan penyakit. Beberapa pasien bahkan tidak menyadari hilangnya
lapang pandang meskipun lapang pandangya hanya 10-20 derajat di sentral
(tunnel vision).10

Diagnosis
Diagnosis glaukoma ditegakkan pada pasien dengan kerusakan saraf
optikus pada pemeriksaan funduskopi dan pada pemeriksaan lapang pandang,
biasanya disertai dengan TIO yang tinggi, didapatkan sudut bilik mata depan
terbuka dengan gambaran normal, dan tidak ada penyebab lain peningkatan
TIO.8,10
Tes lapang pandang
Idealnya POAG didiagnosis sebelum terjadi hilang lapang pandang yang
signifikan. Diperkirakan 20% sel ganglion retina mengalami kerusakan sebelum
hilangnya lapang pandang dapat dideteksi dengan perimetri (modern automatic
threshold perimetry). Pada satu kasus, saraf dari pasien tersangka glaukoma
dengan tidak adanya kerusakan pada lapang pandang hanya memiliki 60% dari
jumlah akson normal. Oleh karena itu, hilangnya lapang pandang, yang
mengkonfirmasi diagnosis glaukoma, merupakan bentuk akhir dari penyakit
dan tidak memuaskan sebagai alat diagnosis dini. 10
Tes konfrontasi tidak berguna dalam mendeteksi glaukoma. Yang menjadi
standar dalam mendeteksi dan memonitor glaukoma adalah perimetri
(Automated threshold perimetry).
Tekanan Intraokular
Pengukuran TIO sendiri tidak dapat dijadikan alat diagnostik untuk
POAG. Sepertiga sampai setengah pasien dengan glaukoma memiliki TIO < 21
mmHg pada pengukuran pertama.
Pada batas TIO > 21 mmHg, diagnosis POAG dengan pengukuran TIO
memiliki sensitivitas 47.1% dan spesifisitas 90%. Bila dicurigai glaukoma pada
pasien dengan TIO > 21 mmHg atau cup/disc ratio (CDR) vertikal 0.5,
sensitivitas meningkat menjadi 61% dan spesifisitas turun menjadi 84%. Tidak
13
terdapat nilai batas untuk TIO yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang
dapat dipercaya sebagai alat deteksi dini untuk diagnosis POAG.
Pengukuran TIO dapat dilakukan dengan tonometri Schiotz, aplanasi, dan
digital. Dari semua tonometri yang ada, yang terbaik adalah dengan
menggunakan tonometri aplanasi.10
Funduskopi
Pada funduskopi, ukuran cup yang lebih dari 50% dari diameter vertikal
diskus dapat dicurigai ke arah glaukoma.10
Pakimetri
Pakimetri adalah pengukuran ketebalan kornea yang dapat dilakukan
dengan USG atau cara lain. Pasien dengan kornea yang tipis mempunyai risiko
lebih tinggi untuk terjadinya POAG. Pakimetri tidak biasa dilakukan oleh dokter
umum, tetapi dilakukan oleh dokter mata pada pasien yang dicurigai glaukoma.
Selain itu, ketebalan kornea mempengaruhi hasil tonometri aplanasi, dan
dengan pakimetri maka dapat disesuaikan hasil yang terjadi. 10

Tatalaksana
Tujuan utama dalam tatalaksana POAG adalah untuk mencegah
kerusakan fungsional penglihatan pasien dengan memperlambat kecepatan
hilangnya sel ganglion mendekati populasi normal (5000/tahun). Faktor-faktor
seperti suplai aliran darah,metabolisme saraf dan matriks ekstraselular
berperan penting dalam progresivitas neuropati optik yang disebabkan
glaukoma. Namun, faktor-faktor tersebut tidak dapat disembuhkan,oleh karena
itu menurunkan TIO yang tinggi menjadi modalitas utama dalam tatalaksana
POAG.8
Tekanan intraokular dapat diturunkan dengan terapi medikamentosa
topikal dan sistemik, terapi laser,dan pembedahan. 10
.
Terapi medikamentosa
Obat-obatan yang digunakan untuk menurunkan TIO pada POAG sama
dengan obat-obatan yang digunakan pada glaukoma akut.
14
Prinsip terapi medikamentosa
o Obat-obatan yang dipilih harus digunakan dengan konsentrasi terendah
dan sejarang mungkin tetapi masih memiliki efek terapeutik yang
diinginkan.
o Idealnya digunakan obat-obatan dengan efek samping paling sedikit
o Pengobatan inisial biasanya hanya menggunakan satu jenis obat.
Beta bloker topikal atau prostaglandin topikal dipilih sebagai terapi inisial.
Obat sistemik karbonik anhidrase inhibitor telah lama digantikan oleh obat
topikal dalam terapi POAG karena efek samping sistemiknya. 8,10
Follow up dilaksanakan setelah 4 minggu pengobatan inisial
o
Turunnya TIO >4 mmHg dianggap signifikan tetapi tidak selalu cukup
tergantung dari tujuan pengobatan
o
Bila respons memuaskan, follow up selanjutnya dilakukan setelah 1
bulan, dan setiap interval 3-4 bulan setelah itu.
o
Bila respons tidak memuaskan, obat awal dihentikan dan diberi obat
pengganti.
o
Bila respons masih belum memuaskan tambahkan obat lain atau
diberikan preparat kombinasi (ex: timolol-dorzolamid). 8
Monitor lain:
o
Perimetri. Bila kontrol baik dan gambaran diskus optik stabil, perimetri
dilakukan setiap tahun.
o
Gonioskopi. Harus dilakukan setiap tahun karena bilik mata depan
berangsur-angsur menyempit seiring dengan pertambahan usia. 8
Trabekuloplasti laser
Trabekuloplasti laser digunakan untuk meningkatkan aliran keluar aqueus
humor dan menurunkan TIO.
Indikasi:
1. Menghindari polifarmasi, biasanya bila digunakan lebih dari 2 obat.
2. Menghindari pembedahan (ex: pada pasien usia lanjut)

15
3. Sebagai terapi primer pada pasien yang tidak dapat diberikan terapi
medikamentosa.8
Trabekulektomi
Trabekulektomi merupakan pembedahan meliputi pembentukan fistula
antara sudut bilik mata depan dan ruangan sub-Tenon yang memungkinkan
aliran aqueus humor dari BMD ke drainage bleb dibawah kelopak mata atas.
Trabekulektomi mengahsilkan TIO yang lebih rendah dan jarang berfluktuasi
dibandingkan dengan terapi medikamentosa. Indikasi trabekulektomi adalah:
1. Gagal dengan terapi medikamentosa atau trabekuoplasti laser
2. Tidak cocok untuk dilakukan laser karena pasien tidak kooperatif atau
visualisasi trabekulum tidak adekuat (sudut sempit, kornea keruh)
3. Penyakit yang telah lanjut yang membutuhkan target TIO sangat rendah,
dapat diuntungkan dengan trabekulektomi dini. 8

Pemeriksaan skrining
Masalah utama dalam mendeteksi glaukoma primer sudut terbuka adalah
tidak adanya gejala yang terjadi sampai penyakit sudah lanjut. 11 Pemeriksaan
skrining sebaiknya dilakukan pada populasi risiko tinggi seperti African
Americans, pasien berusia > 40 tahun tanpa faktor risiko setiap 3-5 tahun,
pasien dengan riwayat keluarga setiap dua tahun pada usia >40 tahun dan bila
dari pemeriksaan tersebut hasilnya normal, maka pemeriksaan dilakukan
dengan interval 2 tahun sampai berumur 50 tahun dan setelah itu setiap satu
tahun.
Pemeriksaan skrining yang dianjurkan adalah pemeriksaan tekanan
8
intraokular, pemeriksaan oftalmoskop, dan pemeriksaan lapang pandang.

Normal-tension glaukoma (NTG)


Normal-tension glaukoma (NTG) merupakan varian dari POAG. Penyakit
ini lebih sering menyerang wanita. Karakteristik NTG adalah sebaga berikut:
o Tekanan intraokular rata-rata < 21 mmHg pada tes diurnal

16
o Terjadi kerusakan diskus optikus dan gangguan lapang pandang
o Sudut terbuka pada gonioskopi
o Tidak adanya penyebab sekunder untuk rusaknya diskus optikus.
Tanda dan Gejala
o
TIO normal
o
Perubahan papil saraf optik identik dengan yang terlihat pada POAG
o
Gangguan lapang pandang yang terjadi sama dengan POAG. Namun
pada NTG cenderung lebih dekat dengan fiksasi, lebih dalam dan lebih
terlokalisasi.
o
Spasme vaskular perifer bila terpajan udara dingin (fenomena Raynaud)
o
Migrain
o
Hipotensi sistemik nokturnal dan hipertensi sistemik yang “overtreated”
o
Penurunan kecepatan aliran darah pada arteri oftalmika yang diukur
dengan USG Doppler
o
Paraproteinemia dan adanya autoantibodi serum. 8
Tatalaksana
Tatalaksana hanya ditujukan pada pasien dengan gangguan lapang
pandang yang progresif. Tujuannya adalah untuk menurunkan TIO sedikitnya
30%.
1. Terapi medikamentosa. Drug of choicenya adalah betaksolol karena
mempunyai efek terhadap aliran darah saraf optik selain dapat
menurunkan TIO.
2. Trabekulektomi
3. Calcium antagonis sistemik (ex: nifedipin) untuk mengatasi vasospasme
perifer. Obat ini diberikan pada pasien muda.
4. Monitor tekanan darah sistemik selama 24 jam. Bila terdapat penurunan
yang signifikasn pada malam hari, hindari obat antihipertensi, terutama
obat-obatan yang diminum pada malamhari sebelum tidur. 8

Glaukoma Kronik Sudut Tertutup


17
Pasien dengan predisposisi anatomi sudut bilik mata tertutup dapat tidak
pernah mengalami peningkatan tekanan intraokular akut namun cenderung
membentuk sinekia anterior perifer dengan peningkatan tekanan intaokular
secara perlahan-lahan. Pasien ini mempresentasikan gejala yang sama dengan
penderita glaukoma primer sudut terbuka. Mereka jarang mengalami
penutupan sudut subakut.
Pada pemeriksaan didapatkan peningkatan tekanan intraokular, bilik mata
yang sempit dengan sinekia perifer anterior yang bervariasi, serta perubahan
diskus optik dan lapang pandang.11
Laser iridotomi perifer pada pasien ini dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intraokular yang bermakna, maka pembedahan iridektomi perifer lebih
dipilih. Tekanan intraokular kemudian dikontrol dengan obat-obatan jika
mungkin, namun perluasan sinekia perifer dan aliran yang tersumbat melalui
sisa jalinan trabekula menyebabkan sulitnya pengontrolan tekanan intraokular
sehingga drainase seringkali dibutuhkan. Epinefrin dan miotik kuat tidak boleh
digunakan kecuali telah dilakukan iridotomi atau iridektomi perifer karena obat-
obatan ini dapat menyebabkan penutupan sudut yang lebih hebat. 11

18
DAFTAR PUSTAKA

19
1
Ilyas S. Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi). Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2001.

2
Fraser S, Manvikar S. Glaucoma: The pathophysiology and diagnosis. Hospital Pharmacist
2005;12:251–54.

3
International Glaucoma Association. Understanding Glaucoma. Disitasi pada tangal 26 September
2007. Dapat diperoleh dari URL: http://www.rnib.org.uk/xpedio/
groups/public/documents/PublicWebsite/public_rnib003655.hcsp.
4
Karen L. Glaucoma, an insight to disease and therapy. Disitasi pada tanggal 26 September 2007.
Dapat diperoleh dari URL: http://www.cpha.learning.mediresource. com.

5
Wijana N. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta, 1983. p. 167–87.

6
Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi 3. Jakarta:Balai Penerbit FKUI, 2004. h. 172–79.
7
Kanski JJ. Clinical Opthalmology. Third edition. Oxford : Butterworth-Heinemann Ltd, 1994. h.234
– 84.

8
Kanski JJ. Clinical Opthalmology. Third edition. Oxford : Butterworth-Heinemann Ltd, 1994. h.206
– 24.

9
Foster PJ. Advances in the Understanding of Primary Angle-Closure as a Cause of Glaucomatous
Optic Neuropathy. Community Eye Health 2001; 14:37–39 .

10
Jacobs DJ. Primary Open Angle Glaucoma. Disitasi pada tangal 29 September 2007. Dapat diperoleh
dari URL: http://www.uptodate.com/glaucoma

11
Vaughan D. Glaucoma. In: Vaughan D, Asbury T, Riordan-Eva P, editors. General ophtalmology.
15th edition. USA: Appleton and Lange; 1999. p. 200-14

Anda mungkin juga menyukai