Pendahuluan
Kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga negara berhak
dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang sistem Jaminan Sosial Nasional
mengamanatkan untuk memberikan perlindungan bagi fakir miskin, anak dan orang
terlantar serta orang tidak mampu yang pembiayaan kesehatannya dijamin oleh
pemerintah. Menurut amanah Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) yang
berbunyi setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Sedangkan
Jaminan Kesehatan sebagai awal dari pencapaian jaminan kesehatan bagi seluruh
penduduk. Berdasarkan pengalaman masa lalu dan belajar dari pengalaman berbagai
negara lain, sistem jaminan kesehatan sosial merupakan suatu pilihan yang tepat
tersebut harus memberikan mutu pelayanan yang baik agar dapat tercapainya
kepuasan pelayanan
BPJS Kesehatan ini merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
bahwa pelayanan yang bermutu terbentuk dari lima dimensi Service Quality (Servqual)
yaitu, kehandalan, daya tanggap, jaminan, empati, dan bukti fisik (Rangkuti, 2006).
Dengan banyaknya jumlah peserta BPJS Kesehatan secara nasional dan sebagai
suatu sistem yang besar dan baru berlangsung dalam tempo yang relatif singkat,
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
pelayanan BPJS.
Selain dari sudut pandang kepersertaan BPJS, fasilitas kesehatan dinilai perlu
untuk dievaluasi baik dari segi pelayanan pasien-pasien BPJS maupun dari segi peng-
Hal ini menjadi daya tarik bagi penulis dikarenakan permasalahan yang terjadi di
Rumah Sakit Umum Daerah Tangsel adalah Rumah Sakit Pemerintah Kota
Tangerang Selatan yang baru diresmikan tahun 2013 lalu, Rumah Sakit ini berdiri
sebagai rumah sakit tipe C dimana terdapat minimal empat spesialis dasar yaitu :
Spesialis Penyakit Dalam, Spesialis Bedah, Spesialis Anak dan Spesialis Kandungan.
Seiring berjalan nya waktu dan tuntutan masyarakat akan adanya jaminan Kesehatan
Nasional maka RSUD Tangsel pun termasuk dalam salah satu dari Sembilan RS yang
Sebagai rumah sakit daerah, Pemkot Tangsel menyiapkan mayoritas kamar untuk
kelas menengah ke bawah. Seperti kelas VIP, kelas I, II dan III. Dari 70 kamar di RSUD,
ujar Dadang juga, tetap memprioritaskan ruangan kelas III. Kelas III dapat menampung
4-5 orang, kelas II sekitar 3 orang, kelas I sebanyak 2 pasien dan VIP untuk 1 pasien.
Terkait dengan pelayanan BPJS di RSUD Tangsel, banyak sekali keluhan yang
dirasakan baik oleh masyarakat maupun dari pihak RS sendiri. Penulis akan membagi
permasalahan yang terjadi di RSUD Tangsel, pertama dari sudut pandang masyarakat
itu sendiri. Permasalahan yang terjadi tidak terlepas dari masalah pelayanan yang
dilakukan oleh RSUD Tangsel terhadap pasien BPJS yang dinilai adanya diskriminasi
antara pasien umum dan pasien BPJS, bahkan kerapkali pasien BPJS yang notabene
nya “free” dari segala biaya masih saja di pungut biaya baik itu obat-obatan ataupun
alat kesehatan. Kemudian permasalahan administrasi, seringkali pasien dipersulit
dimulai dari bagian pendaftaran sampai pengambilan obat, pasien merasa ketika
menggunakan dana pribadi, terlihat dari antrian pendaftaran yang harus mereka
lakukan dari pukul lima pagi, itupun belum ada jaminan mereka dapat diperiksa pada
Kedua, permasalahan yang dilihat dari sudut pandang RSUD Tangsel itu sendiri.
Sebenarnya permasalahan yang terjadi cukup banyak, akan tetapi penulis akan lebih
focus tentang permasalahan pengajuan klaim RSUD kepada pihak BPJS Tangerang. Ada
beberapa masalah dalam pengajuan klaim BPJS kesehatan antara lain; kurangnya
pengetahuan dan pemahaman dari dokter, perawat, dan petugas rekam medik
penyerahan dokumen klaim dari ruangan perawatan ke petugas ruangan medik dan ke
ruangan klaim rumah sakit, sehingga operasional rumah sakit terhambat karena dana
klaim juga akan terlambat, belum lagi untuk RSUD Tangsel dana terlebih dulu masuk
Dr. Soekidjo Notoatmojo adalah sebuah subsistem pelayanan kesehatan yang tujuan
yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
terhadap pasien BPJS dan Pengajuan Klaim RSUD Tangsel ke BPJS Tangerang, maka
penulis ingin mencoba memberikan solusi mengenai masalah yang terjadi. Mengenai
permasalahan tentang pelayanan pasien BPJS ada beberapa kebijakan yang dapat di
pelayanan pasien BPJS baik di rawat inap, rawat jalan maupun UGD melalu
pengumuman, misalnya :
b. Memberikan instruksi untuk semua SMF Spesialis untuk membuat Clinical
Pathway khususnya bagi diagnosa yang sering muncul yang disahkan oleh
Direktur Utama RSUD Tangsel, hal ini sangat penting di lakukan karena
lebih seperti yang sudah sering terjadi di RSUD Tangsel. Clinical Pathway
mengantri dari pukul lima pagi, sehingga kebijakan yang diambil oleh RSUD
Tangsel adalah menambah SDM dokter-dokter spesialis di RSUD Tangsel,
sehingga tidak ada alasan bagi RSUD untuk menolak pasien-pasien BPJS
kebijakan yang dapat diambil oleh RSUD Tangerang Selatan, antara lain :
Tangsel, hal ini sangatlah diperlukan, karena dengan adanya SOP ini, para
staff BPJS RSUD Tangsel akan lebih mudah dalam menyelesaikan kerja sesuai
di bidang Rekam Medis kepada petugas rekam medis melalui rencana kerja
medis dan petugas koder. Hal ini dikarenakan karena kesulitan utama dalam
hal ini hanya dimiliki oleh seorang dokter dan rekam medis, oleh karena itu
masalah BPJS Kesehatan baik dari segi pelayanan dan pengajuan klaim ke BPJS
Tangerang. Akan tetapi penulis melihat persoalan tersebut masi dapat ditangani oleh
Informasi Kesehatan
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jikmu/article/view/7852