1
1.1.2.2 Keluarga Non Tradisional
1) Commune family, yaitu lebih dari satu keluarga tanpa pertalian darah hidup
serumah.
2) Orang tua (ayah/ ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup
bersama dalam satu rumah.
3) Homoseksual, yaitu dua individu yang sejenis kelamin hidup bersama
dalam satu rumah tangga.
1.1.3 Stuktur Keluarga
Dalam Setiadi (2008), struktur keluarga terdiri dari bermacam –
macam, diantarannya adalah :
1) Patrilineal : adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui
jalur garis ayah.
2) Matrilineal : adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi di mana hubungan itu disusun melalui
jalur garis ibu.
3) Matrilokal : adalah sepasang suami istri yang tingga bersama keluarga
sedarah istri.
4) Patrilokal : adalah sepasang suami istri yang tingga bersama keluarga
sedarah suami.
5) Keluarga kawinan : adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi
pembina keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian
keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.
1.1.4 Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur
keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarganya.
Fungsi keluarga menurut Friedman (1998) adalah antara lain :
1) Fungsi Afektif, merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan
pemeliharaan kepribadian anggota keluarga.
2) Fungsi Sosialisasi, melakukan pembinaan sosialisasi pada anak,
membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan
2
perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, meneruskan nilai-nilai
budaya anak.
3) Fungsi Perawatan Kesehatan, merupakan fungsi keluarga dalam
melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta
menjamin pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental, dan
spiritual, dengan cara memelihara dan merawat anggota keluarga serta
mengenali kondisi sakit tiap anggota keluarga.
4) Fungsi Ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang,
pangan, dan papan, dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber
daya keluarga.
5) Fungsi Biologis, bukan hanya ditujukan untuk meneruskan keturunan
tetapi untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan generasi
selanjutnya.
6) Fungsi Psikologis, terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih sayang
dan rasa aman/memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina
pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas
keluarga.
7) Fungsi Pendidikan, diberikan keluarga dalam rangka memberikan penge-
tahuan, keterampilan membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak
untuk kehidupan dewasa mendidik anak sesuai dengan tingkatan
perkembangannya.
1.1.5 Tugas Keluarga
Tugas keluarga merupakan pengumpulan data yang berkaitan
dengan ke-tidakmampuan keluarga dalam menghadapi masalah kesehatan.
Asuhan keperawatan keluarga mencantumkan lima tugas keluarga sebagai
paparan etiologi/penyebab masalah. Lima tugas keluarga yang dimaksud,
yaitu :
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, termasuk bagaimana
persepsi keluarga terhadap tingkat keparahan penyakit, pengertian, tanda
dan gejala, faktor penyebab dan persepsi keluarga terhadap masalah yang
dialami keluarga.
3
2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan, termasuk sejauh mana
keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah, bagaimana
masalah dirasakan keluarga, bagaimana keluarga menanggapi masalah
yang dihadapi, adakah rasa takut terhadap akibat atau adakah sifat negatif
dari keluarga terhadap masalah kesehatan, bagaimana sistem pengambilan
keputusan yag dilakukan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.
3) Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, seperti
bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakitnya, sifat, dan
perkembangan perawatan yang diperlukan, sumber-sumber yang ada
dalam keluarga serta sikap keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.
4) Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan seperti pentingnya
hygiene sanitasi bagi keluarga, upaya pencegahan penyakit yang dilakukan
keluarga. Upaya pemeliharaan lingkungan yang dilakukan keluarga,
kekompakan anggota keluarga dalam menata lingkungan dalam dan
lingkungan luar rumah yang berdampak terhadap kesehatan keluarga.
5) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan,
seperti kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan dan fasilitas
pelayanan kesehatan, keberadaan fasilitas kesehatan yang ada, keuntungan
keluarga terhadap penggunaan fasilitas kesehatan, apakah pelayanan
kesehatan terjangkau oleh keluarga, adakah pengalaman yang kurang baik
yang dipersepsikan keluarga.
1.1.6 Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga
Tahap dan siklus tumbuh kembang keluarga menurut Friedman
1998 ada 8, yaitu :
1) Tahap I : Keluarga pemula
Keluarga pemula merujuk pada pasangan menikah/tahap pernikahan.
Tugas perkembangan keluarga saat ini adalah membangun perkawinan
yang saling memuaskan, menghubungkan jaringan persaudaraan secara
harmonis, merencanakan keluarga berencana.
2) Tahap II : Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua bayi sampai umur
30 bulan)
4
Tugas perkembangan keluarga pada tahap II, yaitu membentuk
keluarga muda sebagai sebuah unit, mempertahankan hubungan
perkawinan yang memuaskan, memperluas persahabatan dengan keluarga
besar dengan menambahkan peran orang tua kakek dan nenek dan
mensosialisasikan dengan lingkungan keluarga besar masing-masing
pasangan.
3) Tahap III : Keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua berumur 2-
6 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap III, yaitu memenuhi
kebutuhan anggota keluarga, mensosialisasikan anak, mengintegrasikan
anak yang baru sementara tetap memenuhi kebutuhan anak yang lainnya,
mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga dan luar keluarga,
menanamkan nilai dan norma kehidupan, mulai mengenalkan kultur
keluarga, menanamkan keyakinan beragama, memenuhi kebutuhan
bermain anak.
4) Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua usia 6-13
tahun)
Tugas perkembangan keluarga tahap IV, yaitu mensosialisasikan anak
termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan
dengan teman sebaya, mempertahankan hubungan perkawinan yang
memuaskan, memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga,
membiasakan belajar teratur, memperhatikan anak saat menyelesaikan
tugas sekolah.
5) Tahap V : Keluarga dengan anak remaja (anak tertua umur 13-20 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap V, yaitu menyeimbangkan
kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan
mandiri, memfokuskan kembali hubungan perkawinan, berkomunikasi
secara terbuka antara orang tua dan anak-anak, memberikan perhatian,
memberikan kebebasan dalam batasan tanggung jawab, mempertahankan
komunikasi terbuka dua arah.
6) Tahap VI : Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda (mencakup
anak pertama sampai anak terakhir yang meninggalkan rumah)
5
Tahap ini adalah tahap keluarga melepas anak dewasa muda dengan
tugas perkembangan keluarga antara lain : memperluas siklus keluarga
dengan memasukkan anggota keluarga baru yang didapat dari hasil
pernikahan anak-anaknya, melanjutkan untuk memperbaharui dan
menyelesaikan kembali hubungan perkawinan, membantu orang tua lanjut
usia dan sakit-sakitan dari suami dan istri.
7) Tahap VII : Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan atau pensiunan)
Tahap keluarga pertengahan dimulai ketika anak terakhir
meninggalkan rumah dan berakhir atau kematian salah satu pasangan.
Tahap ini juga dimulai ketika orang tua memasuki usia 45-55 tahun dan
berakhir pada saat pasangan pensiun. Tugas perkembangannya adalah
menyediakan lingkungan yang sehat, mempertahankan hubungan yang
memuaskan dan penuh arah dengan lansia dan anak-anak, memperoleh
hubungna perkawinan yang kokoh.
8) Tahap VIII : Keluarga dalam tahap pensiunan dan lansia
Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa
pensiun terutama berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal dan
berakhir dengan pasangan lain meninggal. Tugas perkembangan keluarga
adalah mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan,
menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun, mempertahankan
hubungan perkawinan, menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan
dan mempertahankan ikatan keluarga antara generasi.
6
1.2 Konsep Gastristis
1.2.1 Pengertian Gastristis
Gastritis merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di
klinik penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari. Gastritis adalah proses inflamasi
pada mukosa dan submukosa lambung atau gangguan kesehatan yang disebabkan
oleh faktor iritasi dan infeksi. Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan
adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut (Hirlan, 2009). Gastritis atau
lebih dikenal sebagai magh berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti
perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis adalah suatu
keadaan peradangan atau peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronis,
difus dan lokal. Ada dua jenis gastritis yang terjadi yaitu gastritis akut dan kronik
(Price dan Wilson, 2005). Inflamasi ini mengakibatkan sel darah putih menuju ke
dinding lambung sebagai respon terjadinya kelainan pada bagian tersebut.
Berdasarkan pemeriksaan endoskopi ditemukan eritema mukosa, 9 sedangkan
hasil foto memperlihatkan iregularitas mukosa (Wibowo, 2007).
1.2.2 Klasifikasi
7
mukosa. Pada perkembangannya dihubungkan dengan ulkus dan kanker lambung,
serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari penurunan jumlah
sel parietal dan sel chief; c. Gastritis hipertropi, suatu kondisi dengan
terbentuknya nodulnodul pada mukosa lambung yang bersifat irregular, tipis dan
hemoragik.
1.2.3 Etiologi
1. Gastritis akut
Banyak faktor yang menyebabkan gastritis akut, seperti merokok,
jenis obat, alkohol, bakteri, virus, jamur, stres akut, radiasi, alergi
12 atau intoksitasi dari bahan makanan dan minuman, garam
empedu, iskemia dan trauma langsung (Muttaqin, 2011).
2. Gastritis kronik
Penyebab pasti dari penyakit gastritis kronik belum diketahui, tetapi ada dua
predisposisi penting yang bisa meningkatkan kejadian gastritis kronik, yaitu
infeksi dan non infeksi (Muttaqin, 2011).
1.2.4 Patofisiologi
8
transportasi ion untuk mempertahankan pH, dan membuat ikatan antar sel
(Kumar, 2005). Lapisan pertahanan ketiga adalah aliran darah dan lekosit.
Komponen terpenting lapis pertahanan ini ialah mikrosirkulasi subepitelial yang
adekuat (Pangestu, 2003). 17 Endotoksin bakteri setelah menelan makanan
terkontaminasi, kafein, alkohol dan aspirin merupakan agen pencetus yang lazim.
Infeksi H. pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut.
Organisme tersebut melekat pada epitel lambung dan menghancurkan lapisan
mukosa pelindung, meninggalkan daerah epitel yang gundul. Obat lain juga
terlibat, misalnya OAINS (indomestasin, ibuprofen, naproksen), sulfonamid,
steroid, dan digitalis. Asam empedu, enzim pankreas, dan etanol juga diketahui
mengganggu sawar mukosa lambung. Apabila alkohol diminum bersama dengan
aspirin, efeknya akan lebih merusak dibandingkan dengan efek masing-masing
agen tersebut bila diminum secara terpisah (Price dan Wilson, 2005).
9
1.2.5 Pathway
10
4) Dapat terjadi kolik dan diare jika makanan yang mengiritasi tidak
dimuntahkan, tetapi malah mencapai usus. 18
5) Pasien biasanya pulih kembali sekitar sehari, meskipun nafsu mungkin akan
hilang selama 2 sampai 3 hari. (Smeltzer, 2001)
2. Gastritis Kronis
Pasien dengan Gastritis tipe A secara khusus asimtomatik kecuali untuk gejala
defisiensi vitamin B12 . pada gastritis tipe B, pasien mengeluh anoreksia (
nafsu makan menurun ), nyeri ulu hati setelah makan, kembung, rasa asam di
mulut, atau mual dan muntah. (Smeltzer dan Bare, 2001)
11
11. Kalium: dapat menurun pada awal karena pengosongan gaster berat atau
muntah atau diare berdarah. Peningkatan kadar kalium dapat terjadi setelah
trasfusi darah.
12. Amilase serum: meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah diduga
gastritis.
12
1.2.9 Komplikasi
13
1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
Pengkajian Keperawatan Pengkajian fokus terkait dengan penyakit gastritis
meliputi :
1. Pola Pemeliharaan Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Persepsi
terhadap arti kesehatan dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun
tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.
2. Pola Nurtisi –Metabolik
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit, nafsu makan,
pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah, makanan kesukaan.
3. Pola Eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan Kulit. Kebiasaan
defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi (oliguri, disuri dll),
penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi, Karakteristik urin dan feses,
pola input cairan, infeksi saluran kemih dll.
4. Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi.
Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan
kesehatan berhubungan satu sama lain, Range Of Motion (ROM), riwayat
penyakit jantung, frekuensi, irama dan kedalaman nafas, bunyi nafas riwayat
penyakit paru. 22
5. Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan Persepsi sensori dan kognitif.Pola persepsi sensori meliputi
pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau dan
kompensasinya terhadap tubuh. Sedangkan pola kognitif didalamnya
mengandung kemampuan daya ingat klien terhadap persitiwa yang telah lama
terjadi dan atau baru terjadi dan kemampuan orientasi klien terhadap waktu,
tempat, dan nama (orang, atau benda yang lain).Tingkat pendidikan, persepsi
nyeri dan penanganan nyeri, kemampuan untuk mengikuti, menilai nyeri skala
0-10, pemakaian alat bantu dengar, melihat, kehilangan bagian tubuh atau
14
fungsinya, tingkat kesadaran, orientasi pasien, adakah gangguan penglihatan,
pendengaran, persepsi sensori (nyeri), penciuman dan lain-lain.
6. Pola Istirahat-Tidur
Menggambarkan Pola Tidur, istirahat dan persepasi tentang energi. Jumlah jam
tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia atau mimpi buruk,
penggunaan obat, mengeluh letih.
7. Pola Konsep Diri-persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan.
Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri, peran, identitas
dan ide diri sendiri. Manusia sebagai system terbuka dimana keseluruhan
bagian manusia akan berinteraksi dengan lingkungannya. Disamping sebagai
system terbuka, manuasia juga sebagai mahkluk bio-psiko-sosio-kultural
spriritual dan dalam pandangan secara holistik.Adanya kecemasan, ketakutan
atau penilaian terhadap diri., dampak sakit terhadap diri, kontak mata, isyarat
non verbal, ekspresi wajah, merasa tak berdaya, gugup atau relaks.
8. Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota
keluarga dan masyarakat tempat tinggal 23 klien.Pekerjaan, tempat tinggal,
tidak punya rumah, tingkah laku yang passive/agresif terhadap orang lain,
masalah keuangan dll.
9. Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual atau dirasakan dengan
seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat haid, pemeriksaan
mamae sendiri, riwayat penyakit hubungan seksual, pemeriksaan genital.
10. Pola mekanisme koping
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan penggunaan
systempendukung. Penggunaan obat untuk menangani stress, interaksi dengan
orang terdekat, menangis, kontak mata, metode koping yang biasa digunakan,
efek penyakit terhadap tingkat stress.
11. Pola Keyakinan Dan Spiritual
Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai, keyakinan termasuk
spiritual.Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan agama
15
yang dipeluk dan konsekuensinya.Agama, kegiatan keagamaan dan
budaya,berbagi denga orang lain,bukti melaksanakan nilai dan kepercayaan,
mencari bantuan spiritual dan pantangan dalam agama selama
sakit(Perry,2005)(Asmadi, 2008).
16
Rasional: mencegah reflek gaster pada aspirasi antasida dimana dapat
menyebabkan komplikasi paru.
6) Kolaborasi dengan tim dokter dengan memberikan obat sesuai indikasi
2. Nyeri berhungan dengan mukosa lambung teriritasi Intervensi
1) Kaji nyeri, termasuk lokasi, lamanya, intensitas (skala 0-10) selidiki dan
laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
Rasional: berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan
penyembuhan dan perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan
terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi dan intervensi.
2) Pertahankan istirahat dengan posisi semi – fowler
Rasional: Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah,
menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi
terlentang.
3) Dorong ambulasi dini. Rasional: Meningkatkan normalisasi fungsi organ,
merangsang peristaltik dan menurunkan ketidaknyamanan abdomen
4) Berikan aktivitas hiburan
Rasional: Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan
iritasi gaster/muntah
3. Resiko terhadap perubahan Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah. Intervensi:
1) Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional: Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah perubahan
nutrisi. 27
2) Auskultasi bising usus
Rasional: Membantu dalam menentukan respon untuk makan atau
berkembangnya komplikasi.
3) Berikan makanan dalam jumlah sedikit tapi sering dan teratur.
Rasional: Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap
nutrisi yang diberikan
4) Konsultasi dengan ahli gizi.
Rasional: Merupakan sumber efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan
nutrisi
17
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman
kematian, nyeri. Intervensi:
1) Awasi respon fisiologis misal: takipnea, pusing.
Rasional: Dapat menjadi indikatif derajat takut yang dialami pasien
2) Dorong pernyataan takut, berikan umpan balik \
Rasional: Membuat hubungan terapiutik.
3) Berikan lingkungan tenang untuk istirahat.
Rasional: Memindahkan pasien dari stresor luar meningkatkan relaksasi,
dapat meningkatkan ketrampilan koping.
4) Dorong orang terdekat tinggal dengan pasien.
Rasional: Membantu menurunkan takut
18
DAFTAR PUSTAKA
Darmojo R.B, Martono H.2000, Buku Ajar Geriatri, Edisi 2, Balai penerbit FKUI,
Jakarta
Price SA, Lorraine M.1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Buku 1, Edisi IV, EGC, Jakarta
Mansjoer a,dkk. 1999 Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid I, Media
Euskulapius FKUI, Jakarta
Bruner & Sudart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2, Edisi 8,
EGC, Jakarta
FKUI, 2000, Kumpulan Makalah Pelatihan Askep Keluarga, Jakarta
Capernito L.J. 2000. Rencana Askep dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2,
EGC, Jakarta
Baughman dan Haskley. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Ester, Monica. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC. 2001.
Hirlan. 2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI.
Sineltzer, Bare G. 2001.Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
19