2.1 Topik
1. Pokok bahasan : Perilaku kekerasan
2. Sasaran : Ny. N
3. Waktu : 15.00 s.d selesai
4. Hari/Tanggal : Rabu/18 April 2018
2.2 Tujuan
1. Tujuan Intruksional Umum
Setelah mengikuti pendidikan kesehatan, keluarga pasien dapat mengetahui dan
memahami tentang perilaku kekerasan.
2. Tujuan Intruksional Khusus
Setelah mengikuti pendidikan kesehatan, keluarga pasien dapat :
a. Membina hubungan saling percaya kepada pasien sehingga pasien mau
mencurahkan perasaannya kepada keluarga.
b. Menyebutkan kembali jenis perilaku kekerasan
b. Menyebutkan kembali penyebab marah atau perilaku kekerasan
c. Menyebutkan kembali dan memperagakan cara mengontrol perilaku
kekerasan yang telah diajarkan.
2.3 Metode
1. Ceramah
2. Diskusi
2.4 Media
1. Leaflet
2. Bantal
.
2.5 Pelaksanaan Kegiatan
Alokasi
Tahap Kegiatan pemberi Materi Kegiatan sasaran Media
Waktu
Orientasi 1. Mengucapkan salam Menjawab salam 5 menit
2. Memperkenalkan diri Memperhatikan
3. Menjelaskan tujuan Memperhatikan
umum dan khusus.
4. Kontrak waktu dengan Menyetujui
sasaran.
2.6 Materi
1. Definisi Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang
yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan pada
diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam
bentuk penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang
ditujukan untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada
lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan
semua yang ada di lingkungan. Pasien yang dibawa ke rumah sakit jiwa sebagian
besar akibat melakukan kekerasan di rumah. Perawat harus jeli dalam melakukan
pengkajian untuk menggali penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan selama di
rumah.
Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentang respons marah yang paling
maladaptif, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai
respons terhadap kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan sebagai
ancaman. (Stuart dan Sundeen, 1991). Amuk merupakan respons kemarahan yang
paling maladaptif yang ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat
disertai hilangnya kontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau
lingkungan (Keliat, 1991 dikutip Yusuf, Fitriyasari & Nihayati, 2015).
2. Rentang Respon Marah
Keterangan:
Asertif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.
Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan, tidak realitas/terhambat.
Pasif : Respons lanjutan yang pasien tidak mampu mengungkapkan perasaan.
Agresif : Perilaku destruktif tapi masih terkontrol.
Amuk : Perilaku destruktif yang tidak terkontrol.
6. Penyebab
1. Faktor predisposisi
1) Psikoanalisis
Teori ini menyatakan bahwa perilaku agresif adalah merupakan hasil dari
dorongan insting (instinctual drives).
2) Psikologis
Berdasarkan teori frustasi-agresif, agresivitas timbul sebagai hasil dari
peningkatan frustasi. Tujuan yang tidak tercapai dapat menyebabkan frustasi
berkepanjangan.
3) Biologis
Bagian-bagian otak yang berhubungan dengan terjadinya agresivitas sebagai
berikut
a) Sistem limbik
Merupakan organ yang mengatur dorongan dasar dan ekspresi emosi serta
perilaku seperti makan, agresif, dan respons seksual. Selain itu, mengatur
sistem informasi dan memori.
b) Lobus temporal
Organ yang berfungsi sebagai penyimpan memori dan melakukan
interpretasi pendengaran.
c) Lobus frontal
Organ yang berfungsi sebagai bagian pemikiran yang logis, serta
pengelolaan emosi dan alasan berpikir.
d) Neurotransmiter
Beberapa neurotransmiter yang berdampak pada agresivitas adalah
serotonin (5-HT), Dopamin, Norepineprin, Acetylcholine, dan GABA.
4) Perilaku (behavioral)
a) Kerusakan organ otak, retardasi mental, dan gangguan belajar
mengakibatkan kegagalan kemampuan dalam berespons positif terhadap
frustasi.
b) Penekanan emosi berlebihan (over rejection) pada anak-anak atau godaan
(seduction) orang tua memengaruhi kepercayaan (trust) dan percaya diri
(self esteem) individu.
c) Perikaku kekerasan di usia muda, baik korban kekerasan pada anak (child
abuse) atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga memengaruhi
penggunaan kekerasan sebagai koping. Teori belajar sosial mengatakan
bahwa perilaku kekerasan adalah hasil belajar dari proses sosialisasi dari
internal dan eksternal, yakni sebagai berikut.
1. Internal : penguatan yang diterima ketika melakukan kekerasan.
2. Eksternal : observasi panutan (role model), seperti orang tua, kelompok,
saudara, figur olahragawan atau artis, serta media elektronik (berita
kekerasan, perang, olahraga keras).
5) Sosial kultural
a) Norma
Norma merupakan kontrol masyarakat pada kekerasan. Hal ini
mendefinisikan ekspresi perilaku kekerasan yang diterima atau tidak
diterima akan menimbulkan sanksi. Kadang kontrol sosial yang sangat ketat
(strict) dapat menghambat ekspresi marah yang sehat dan menyebabkan
individu memilih cara yang maladaptif lainnya.
b) Budaya asertif di masyarakat membantu individu untuk berespons terhadap
marah yang sehat. Faktor sosial yang dapat menyebabkan timbulnya
agresivitas atau perilaku kekerasan yang maladaptif antara lain sebagai
berikut.
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup.
2. Status dalam perkawinan.
3. Hasil dari orang tua tunggal (single parent).
4. Pengangguran.
5. Ketidakmampuan mempertahankan hubungan interpersonal dan struktur
keluarga dalam sosial kultural.
2. Faktor Presipitasi
Semua faktor ancaman antara lain sebagai berikut.
1) Internal
a) Kelemahan.
b) Rasa percaya menurun.
c) Takut sakit.
d) Hilang kontrol.
2) Eksternal
a) Penganiayaan fisik.
b) Kehilangan orang yang dicintai.
c) Kritik.
7. Pohon Masalah
8. Diagnosis Keperawatan
1. Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.
9. Rencana Intervensi
1. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
a. Tujuan
1) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
2) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
3) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya.
4) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya.
5) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya.
6) Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
b. Tindakan
1) Bina hubungan saling percaya.
a) Mengucapkan salam terapeutik.
b) Berjabat tangan.
c) Menjelaskan tujuan interaksi.
d) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien.
2) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan masa
lalu.
3) Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan.
a) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik.
b) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis.
c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial.
d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual.
e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual.
4) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada
saat marah secara:
a) verbal,
b) terhadap orang lain,
c) terhadap diri sendiri,
d) terhadap lingkungan.
5) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
6) Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
a) fisik, misalnya pukul kasur dan batal, tarik napas dalam;
b) obat;
c) sosial/verbal, misalnya menyatakan secara asertif rasa marahnya;
d) spiritual, misalnya sholat atau berdoa sesuai keyakinan pasien.
7) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, yaitu latihan napas
dalam dan pukul kasur/bantal, secara sosial/verbal, secara spiritual, dan
patuh minum obat.
8) Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
mengontrol perilaku kekerasan.
2. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
a. Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah.
b. Tindakan
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
2) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab, tanda
dan gejala, serta perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut).
3) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang
lain.
4) Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan.
a) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan
yang telah diajarkan oleh perawat.
b) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien
dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
c) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila
pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan.
5) Buat perencanaan pulang bersama keluarga.
Dokumentasi Home Visit