Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi


Hipertensi, juga dikenal sebagai tekanan darah tinggi, adalah masalah kesehatan
masyarakat yang mendunia. Dimana Hipertensi dapat meningkatkan risiko terhadap Penyakit
Jantung, Stroke, Gagal Ginjal Kronik, kematian Premature, dan kecacatan (WHO, 2013).
Hampir semua consensus/ pedoman utama baik dari dalam walaupun luar negeri,
menyatakan bahwa seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik =
140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik = 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang.
Tekanan darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis
hipertensi. Adapun pembagian derajat keparahan hipertensi pada seseorang merupakan salah
satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi. (Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada Penyakit
Kardiovaskular, 2015)

2.2 Klasifikasi Hipertensi


2.2.1 Berdasarkan Etiologi
a. Hipertensi Primer atau Esensial
Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI), Hipertensi primer atau
esensial adalah jenis yang paling umum dari Hipertensi. Jenis Hipertensi ini cenderung terjadi
pada seseorang selama bertahun-tahun seumur hidupnya (NHLBI,2015).
Hipertensi esensial didefinisikan sebagai Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya.
Hipertensi esensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus Hipertensi (Yogiantaro,2010).
Hipertensi esensial dapat diklasifikasikan sebagai benigna dan maligna. Hipertensi
benigna bersifat progresif lambat, sedangkan Hipertensi maligna adalah suatu keadaan klinis
dalam penyakit Hipertensi yang bertambah berat dengan cepat sehingga dapat menyebabkan
kerusakan berat pada berbagai organ. Organ sasaran utama keadaan ini adalah jantung, otak,
ginjal, mata. Hipertensi maligna bisa diartikan sebagai Hipertensi berat dengan tekanan
diastolic lebih tinggi dari 120 mmHg (Price dan Wilson, 2006).
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan oleh kondisi medis lain atau penggunaan obat-obatan
tertentu. Jenis ini biasanya sembuh setelah penyebabnya diobati atau dihilangkan (NHLBI,
2015).
Hipertensi sekunder adalah Hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain atau kelainan
organik yang jelas diketahui dan meliputi 2-10% dari seluruh penderita Hipertensi
(Madhur,2014). Jenis Hipertensi sekunder sering sekali dapat diobati. Apapun penyebabnya
tekanan arteri naik karena terjadi peningkatan curah jantung, peningkatan resistensi pembuluh
sistemik atau keduanya. Peningkatan curah jantung sering sekali di sertai penambahan volume
darah dan aktivasi neurohumonal di jantung (Klabunde, 2015).
Hipertensi sekunder sudah diketahui penyebabnya seperti disebabkan oleh penyakit
ginjal (parenkim ginjal), renovaskular, endoktrin (gangguan aldosteronisme primer),
kehamilan (preeklampsia), sleep apnea, dan obat – obatan (Widyanto dan Triwibowo, 2013).

2.2.2 Berdasarkan Tekanan Darah Sistolik (TDS) dan Tekanan Darah Diastolik (TDD)
Berdasarkan The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) tahun 2004 klasifikasi
tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, pra-Hipertensi, Hipertensi
derajat 1 dan derajat 2.

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi

2.3 Gejala Klinis Hipertensi


Sebagian besar penderita Hipertensi tidak memiliki gejala sama sekali. Ada kesalahan
pemikiran yang sering terjadi pada masyarakat bahwa penderita hipertensi selalu merasakan
gejala penyakit, tetapi kenyataanya adalah justru kebanyakan penderita Hipertensi tidak
merasakan adanya gejala penyakit sama sekali. Hipertensi terkadang menimbulkan gejala
seperti sakit kepala, sesak napas, pusing, nyeri dada, palpitasi, dan pendarahan di hidung.
Gejala-gejala tersebut berbahaya jika diabaikan, tetapi bukan merupakan pertanda pasti dari
penyakit Hipertensi. Hipertensi merupakan tanda peringatan yang serius dimana dibutuhkan
perubahan gaya hidup. Hipertensi dapat membunuh secara diam- diam (silent killer) dan sangat
penting bagi semua orang untuk mengetahui tekanan darahnya (WHO, 2013).

2.4 Epidemiologi Hipertensi


2.4.1 Distribusi dan Frekuensi
a. Berdasarkan Orang
Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan semakin meningkatnya populasi usia
lanjut, maka jumlah pasien dengan Hipertensi kemungkinan besar akan bertambah, dimana
baik Hipertensi sistolik maupun kombinasi Hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada
lebih dari separuh orang berusia > 65 tahun (Yogiantoro, 2010).
Berdasarkan data Health, United States (HUS), 2014, dimana dari seluruh warga USA
pada 2009- 2012, orang dewasa berusia ≥ 20 tahun dengan Hipertensi (didiagnosis dan tidak
terdiagnosis) 47,4% penderita Hipertensi berlanjut menderita tekanan darah tinggi yang tidak
terkontrol. Dan didapatkan data penderita Hipertensi berdasarkan jenis kelamin, pada laki-laki
62,0% dan pada perempuan 44,7% (HUS, 2015). Berdasarkan Centers for Disease Control and
Prevention (CDC), penderita Hipertensi di USA menurut data karakteristik umur dengan kasus
tertinggi pada kelompok umur ≥ 75 tahun yaitu 66,7% laki-laki dan 78,5% perempuan dan
kasus terendah pada kelompok umur 20- 34 tahun yaitu 11,1% laki-laki dan 6,8% perempuan
(CDC, 2015). Dan didapatkan data penderita Hipertensi berdasarkan ras dan etnis di USA,
sebagai berikut :

Tabel 2.2 Hipertensi Berdasarkan Ras dan Etnis Di USA

Di Asia, kawasan Asia Tenggara, pada tahun 2010 terdapat 36% orang dewasa yang
menderita Hipertensi (Yuliantari, 2014). Penelitian di Taiwan oleh Lu FH pada tahun 2000
menunjukkan prevalensi penderita Hipertensi usia diatas 65 tahun 60,4% (laki-laki 59,1% dan
perempuan 61,9%) yang sebelumnya 31,1 % (laki-laki 29,4% dan perempuan 33,1%) dan yang
telah terdiagnosis adalah 29,3% (laki-laki 29,7% dan perempuan 28,8%) (Kuswardhani,2007).
Prevalensi Hipertensi pada umur ≥18 tahun di Indonesia yang pernah didiagnosis
tenaga kesehatan atau sedang minum obat Hipertensi sendiri sebesar 9,5%. Prevalensi
Hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥18 tahun sebagian besar
(63,2%) kasus Hipertensi di masyarakat tidak terdiagnosis. Penderita Hipertensi di Indonesia
menurut data karakteristik kelompok umur dengan kasus tertinggi pada kelompok umur ≥ 75
tahun yaitu 63,8% dan kasus terendah pada kelompok umur 15- 24 tahun yaitu 8,7%. Dan
berdasarkan data di Indonesia, penderita Hipertensi tertinggi pada perempuan (28,8%)
dibandingkan dengan laki- laki (22,8%) (Kemenkes RI, 2013).

b. Berdasarkan Tempat
Hipertensi menyerang baik populasi dari negara yang berpendapatan rendah dan negara
yang berpendapatan menengah dimana sistem penanganan kesehatannya lemah. Pada tahun
2008 di seluruh dunia kurang lebih 40% dari orang dewasa berusia ≥ 25 tahun telah didiagnosis
menderita Hipertensi. Diketahui penderita Hipertensi yang berusia ≥ 25 tahun tertinggi di
daerah Afrika dengan prevalensi 46% , sedangkan prevalensi terendah di Amerika 35%. Secara
keseluruhan, negara-negara berpendapatan tinggi memiliki prevalensi penderita Hipertensi
yang lebih rendah (WHO, 2013).
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi Hipertensi pada penduduk
umur ≥ 18 pada tahun 2007 di Indonesia menurut provinsi, prevalensi Hipertensi tertinggi di
Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%). Sedangkan pada tahun 2013
prevalensi tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (30,9%), dan Papua yang terendah (16,8%)
(Kemenkes, 2014). Berdasarkan karakteristik tempat tinggal, prevalensi Hipertensi lebih tinggi
di perkotaan (26,1%), dibandingkan di perdesaan (25,5%) (Kemenkes RI, 2013).

c. Berdasarkan Waktu
Penderita penyakit Hipertensi berdasarkan waktu berbeda setiap tahunnya. Berdasarkan
data orang dewasa berusia ≥ 20 tahun prevalensi penderita Hipertensi di USA pada jenis
kelamin laki-laki dan perempuan tahun 1999- 2002 (30,0%), meningkat di tahun 2003- 2006
(31,3%), dan menurun kembali di tahun 2009-2012 (30,0%) (HUS, 2015).
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi Hipertensi pada penduduk
umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di Indonesia adalah sebesar 31,7%. Sedangkan jika
dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi penurunan sebesar 5,9% (dari 31,7% menjadi 25,8%).
Penurunan ini bisa terjadi karena berbagai macam faktor, seperti alat pengukur tensi yang
berbeda dan masyarakat yang sudah mulai sadar akan bahaya penyakit Hipertensi (Kemenkes
RI, 2014).
2.4.2 Faktor yang Mempengaruhi
a. Umur
Usia cenderung menjadi faktor risiko yang sangat kuat. Angka kejadian (prevalensi)
Hipertensi pada orang usia muda masa kuliah berkisar 2-3%, sementara prevalensi Hipertensi
pada manula berkisar 65% atau lebih (Townsend, 2010). Tekanan darah cenderung naik seiring
bertambahnya usia, risiko untuk meningkatnya penyakit Hipertensi akan lebih tinggi juga
seiring bertambahnya usia (CDC, 2015).
Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh karena interaksi
berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat.
Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya
penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur
menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh
darah besar yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan tekanan
darah diastolikmeningkat sampai dekade kelima dan keenam kemudian menetap atau
cenderung Menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis,
pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan
tekanan darah yaitu refleks baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang.
(Kumar et al, 2005).

b. Kurang Olahraga / Aktivitas Fisik


Olahraga teratur adalah suatu kebiasaan yang memberikan banyak keuntungan seperti
berkurangnya berat badan, tekanan darah, kolesterol serta penyakit jantung. Dalam kaitannya
dengan Hipertensi, olahraga teratur dapat mengurangi kekakuan pembuluh darah dan
meningkatkan daya tahan jantung dan paru-paru sehingga dapat menurunkan tekanan darah
(Widyanto dan Triwibowo, 2013).

c. Faktor Genetik dan Riwayat Keluarga


Hipertensi esensial merupakan penyakit multifaktorial yang dipengaruhi faktor genetik
dan lingkungan. Pengaruh genetik ini sangat bervariasi, dilaporkan sekitar 15% pada populasi
tertentu sampai dengan 60% pada populasi lainnya. Peranan faktor genetik pada etiologi
Hipertensi didukung oleh penelitian yang membuktikan bahwa Hipertensi terjadi di antara
keluarga terdekat walaupun dalam lingkungan yang berbeda. Dibuktikan pula bahwa
kecenderungan Hipertensi lebih besar pada kembar monozigot dibandingan dizigot. Demikian
juga dalam keluarga, hubungan antara tekanan darah orang tua lebih erat dengan anak biologis
dibandingkan anak adopsi. Dibandingkan subyek yang tanpa riwayat Hipertensi, subjek dengan
dua atau lebih anak turunan pertama (first degree relatives) mempunyai kecenderungan
mengalami Hipertensi empat kali pada umur 40 tahun, tiga kali pada umur sebelum 50 tahun,
dan dua kali pada umur sebelum 60 tahun, sedangkan Hipertensi yang terjadi pada umur 70
tahun biasanya tidak mempunyai komponen genetik (Bakri dan Lawrencce, 2008).

d. Berat Badan / Obesitas


Seseorang lebih berisiko mengalami pra-Hipertensi maupun menderita Hipertensi jika
memiliki berat badan berlebih atau obesitas. Istilah “berat badan berlebih” dan "obesitas"
merujuk pada berat badan yang lebih besar dari apa yang dianggap sehat untuk tinggi badan
tertentu (NHLBI, 2015).
Hubungan antara pengurangan berat badan dan pengurangan tekanan darah tampaknya
saling berhubungan. Pengurangan 1 kg berat badan dapat mengurangi tekanan darah sebesar 2
atau 1 mmHg. Penurununan tekanan darah karena penurunan berat badan terkait juga dengan
penurunan massa lemak visceral. Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada
jantung untuk memompa darah. Berat badan berlebihan menyebabkan bertambahnya volume
darah dan perluasan sistem sirkulasi. Makin besar massa tubuh, makin banyak pula suplai darah
yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan nutrisi ke jaringan tubuh. Hal ini mengakibatkan
volume darah yang beredar melalui pembuluh darah akan meningkat sehingga tekanan pada
dinding arteri menjadi lebih besar (Frisoli et al, 2011).

e. Asupan Natrium
Diet yang terlalu tinggi natrium dan terlalu rendah kalium dapat meningkatkan risiko
terserang Hipertensi. Makan terlalu banyak unsur natrium dalam garam dapat meningkatkan
tekanan darah. Sebagian besar natrium kita dapatkan berasal dari makanan olahan dan makanan
restoran. Tidak cukup makan kalium juga bisa meningkatkan tekanan darah. Zat kalium dapat
ditemukan pada makanan seperti pisang, kentang, kacang-kacangan, dan yogurt (CDC, 2014).

f. Konsumsi Alkohol (Minuman Keras) dan Merokok


Hipertensi akan meninggi jika meminum alkohol lebih dari tiga kali dalam sehari. Dan
mengkonsumsi alkohol sedang (moderate) diperkirakan punya efek protektif (Bustan, 2015).
Merokok juga dapat meningkatkan tekanan darah menjadi tinggi. Kebiasaan merokok
dapat meningkatkan risiko diabetes, serangan jantung, dan stroke. Karena itu, kebiasaan
merokok yang terus dilanjutkan ketika memiliki tekanan darah tinggi, merupakan kombinasi
yang sangat berbahaya yang akan memicu penyakit- penyakit yang berkaitan dengan jantung
dan darah (Irianto, 2015).

g. Stress
Stress terjadi karena ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi mental, fisik,
emosional, dan spiritual seseorang. Kondisi tersebut pada suatu saatakan mempengaruhi
kesehatan fisik seseorang. Hubungan stress dengan Hipertensi, diduga terjadi melalui saraf
simpatis. Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara
intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan
darah menetap tinggi (Widyanto dan Triwibowo, 2013).

h. Jenis Kelamin
Sebelum usia 55 tahun laki- laki lebih mungkin menderita Hipertensi dibandingkan
perempuan. Setelah usia 55 tahun, perempuan lebih mungkin menderita Hipertensi
dibandingkan laki- laki (NHLBI,2015).
Laki-laki cenderung mengalami tekanan darah tinggi dibandingkan dengan perempuan.
Rasio terjadinya Hipertensi antara pria dan perempuan sekitar 2,29 untuk kenaikan tekanan
darah sistol dan 3,6 untuk kenaikan tekanan darah diastole. Laki- laki cenderung memiliki gaya
hidup yang dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan perempuan. Tekanan darah laki-
laki mulai meningkat ketika usianya berada pada rentang 35- 50 tahun. Kecenderungan seorang
perempuan terkena Hipertensi terjadi pada saat menopause karena faktor hormonal (Widyanto
dan Triwibowo, 2013).

i. Suku
Orang berkulit hitam lebih sering menderita Hipertensi daripada orang berkulit putih,
Hispanik, orang Asia, orang Kepulauan Pasifik, orang Indian, dan orang Alaska (CDC,2015).
Orang kulit hitam (black) lebih banyak daripada kulit putih (white), sementara itu ditemukan
variasi antar suku di Indonesia; terendah di lembah Baliem Jaya, Papua (0,6%), dan tertinggi
di Sukabumi (suku Sunda), Jawa Barat (28,6%) (Bustan, 2015).

2.5 Patofisiologi
Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut
yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan
tekanan darah dalam jangka panjang reflek kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk
sistem kontrol yang bereaksi segera. Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan
oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama
ginjal.
1) Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah
Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan
penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan proses
multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding pembuluh darah dan terbentuk deposit
substansi lemak, kolesterol, produk sampah seluler, kalsium dan berbagai substansi
lainnya dalam lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut plak. Pertumbuhan
plak di bawah lapisan tunika intima akan memperkecil lumen pembuluh darah,
obstruksi luminal, kelainan aliran darah, pengurangan suplai oksigen pada organ
atau bagian tubuh tertentu.
Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan
pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu
molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi
pada kasus hipertensi primer.
2) Sistem renin-angiotensin
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II
dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). Angiotensin II inilah
yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi
utama.
a. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan
cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah
meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan
volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume
dan tekanan darah.
3) Sistem saraf simpatis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula
spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

Gambar 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah

2.6 Komplikasi Hipertensi


Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Kerusakan organ- organ target yang umum ditemui pada pasien Hipertensi
adalah : penyakit jantung, penyakit menyerang otak, penyakit ginjal, penyakit arteri perifer,
dan retinopati (Yogiantoro, 2010).
Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit Hipertensi yang tidak terkontrol
dapat menyebabkan peluang tujuh kali lebih besar terkena stroke, enam kali lebih besar terkena
congestive heart failure, dan tiga kali lebih besar terkena serangan jantung (Rahajeng dan
Tuminah, 2009).
Hipertensi dapat meyebabkan komplikasi lain seperti DM, kolesterol yang tinggi,
kelebihan berat badan atau obesitas, dan gangguan kognitif lain (WHO, 2013).
a. Penyakit Jantung
Hipertensi adalah suatu kondisi di mana tekanan pembuluh darah secara terus- menerus
meningkat. Semakin tinggi tekanan dalam pembuluh darah semakin sulit untuk jantung
memompa darah ke dalam pembuluh darah. Jika dibiarkan tidak terkendali, Hipertensi bisa
menyebabkan serangan jantung dan pembengkakan jantung yang pada akhirnya menjadi
penyakit gagal jantung (WHO, 2013)
Hipertensi dapat mengganggu saluran pernapasan sehingga menyebabkan beberapa
penyakit saluran pernapasan sering disebut dengan Hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal
terjadi ketika tekanan di dalam pembuluh darah yang menuju jantung ke paru-paru terlalu
tinggi. Jantung memompa darah dari ventrikel kanan ke paru-paru untuk mendapatkan oksigen.
Karena darah tidak melakukan perjalanan yang jauh, tekanan di sisi jantung dan di arteri
membawa darah dari ventrikel kanan ke paru-paru biasanya rendah dan jauh lebih rendah dari
tekanan darah sistolik atau diastolik. Ketika tekanan dalam arteri ini terlalu tinggi, arteri paru-
paru dapat mempersempit pembuluh darah dan kemudian darah tidak mengalir sehingga
menghasilkan darah yang kurang banyak mengandung oksigen (CDC, 2014).
b. Gangguan Pada Otak (Stroke)
Tekanan yang tinggi pada pembuluh darah otak mengakibatkan pembuluh sulit
meregang sehingga darah yang ke otak kekurangan oksigen, biasanya ini terjadi secara
mendadak dan menyebabkan kerusakan otak. Gangguan penyakit yang bisa terjadi adalah
serangan iskemik otak sementara (transient ischaemic attack). Tekanan di dalam pembuluh
darah juga bisa menyebabkan darah merembes keluar dan masuk ke dalam otak. Hal itu dapat
menyebabkan stroke (WHO, 2013).
Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke. Dikemukakan bahwa penderita
dengan tekanan diastolik di atas 95 mmHg mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk
terjadinya infark otak dibandingkan dengan tekanan diastolik kurang dari 80 mmHg,
sedangkan kenaikan sistolik lebih dari 180 mmHg mempunyai risiko tiga kali terserang stroke
iskemik dibandingkan mereka yang bertekanan darah kurang dari 140 mmHg (Bustan, 2015).
c. Gangguan Pada Ginjal
Fungsi ginjal akan lebih cepat mengalami kemunduran jika terjadi Hipertensi berat.
Tingginya tekanan darah membuat pembuluh darah dalam ginjal menyempit dan akhirnya
menyebabkan pembuluh darah rusak. Akibatnya fungsi kerja ginjal menurun hingga dapat
mengalami penyakit gagal ginjal. Diketahui bahwa diabetes dan Hipertensi bertanggung jawab
terhadap proporsi ESRD (endstage renal disease) yang paling besar (Price dan Wilson, 2006).
d. Gangguan Pada Mata
Komplikasi Hipertensi pada mata dapat berupa perdarahan retina, gangguan
penglihatan sampai dengan kebutaan, diantaranya adalah oklusi arteri retina cabang, oklusi
vena retina cabang, oklusi vena retina sentral, oklusi arteri retina sentral, dan terjadinya
makroaneurisma pada arteri. Iskemik sekunder oklusi vena retina cabang dapat menyebabkan
neovaskularisasi dari retina, pre retinal dan perdarahan vitreus, pembentukan epiretinal
membran, dan tractional retinal detachment. Hipertensi dan diabetes melitus secara bersamaan
dapat menyebabkan retinopati yang lebih berat (Skuta et al, 2010).
e. Diabetes Mellitus (DM)
DM adalah gangguan kesehatan berupa kumpulan gejala yang disebabkan oleh
peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin. Salah satu faktor
risiko penyakit DM terutama DM tipe 2 adalah penyakit Hipertensi. Dua pertiga penderita DM
menderita Hipertensi (Bustan, 2015).

2.6 Manajemen Pengendalian Hipertensi


2.6.1 Menurut Level Upaya Pencegahan

Upaya pencegahan Hipertensi perlu dilakukan secara komprehensif, mulai dari upaya
primordial hingga rehabilitasi, yaitu pencegahan primordial, promosi kesehatan, proteksi
spesifik (kurangi konsumsi garam sebagai salah satu faktor risiko), diagnosis dini (pemeriksaan
check-up), pengobatan tepat, dan rehabilitasi (upaya perbaikan dampak lanjut Hipertensi yang
tidak bisa diobati) (Bustan, 2015).

2.6.2 Terapi Non Farmakologis


Terapi non farmakologis dalam mengatasi Hipertensi ditekankan pada berbagai upaya
berikut (Widyanto dan Triwibowo, 2013) :
a. Mengatasi obesitas dengan menurunkan berat badan berlebih.
b. latihan fisik (olahraga) secara teratur.
c. Pemberian kalium dalam bentuk makanan dengan konsumsi buah dan sayur.
d. Mengurangi asupan garam dan lemak jenuh.
e. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alcohol.
f. Menciptakan keadaan rileks.

Diet untuk Hipertensi. Salah satu bentuk diet untuk Hipertensi yang terkenal adalah
DASH ( Dietary Approaches to Stop Hypertension) yang terutama berisi komponen gizi
berserat tinggi (sayur dan buah) (Bustan, 2015).
DASH merupakan salah satu rencana pola makanan sehat yang terbukti membantu
orang menurunkan tekanan darah yang dimilikinya, dengan mengonsumsi makanan rendah
garam (natrium) dan tinggi kalium dapat menurunkan tekanan darah yang kita miliki (CDC,
2014).
Pada dasarnya komponen DASH sama dengan makan sehat lainnya, hanya saja DASH
ditandai dengan proporsi yang tinggi sayur dan buah- buahan, lemak yang rendah, protein tanpa
lemak. Jumlah kalori disesuaikan dengan berat badan, jika obesitas akan dikurangi kalorinya.
Selain itu dianjurkan juga penurunan masukan kadar natrium. Penurunan rata- rata natrium
masyarakat dari 3.300 mg ke 2.300 mg per hari dapat mengurangi kasus Hipertensi (Bustan,
2015).

2.6.3 Terapi Farmakologis


Terapi farmakologis dilakukan dengan menggunakan obat anti Hipertensi. Dan secara
khusus diharapkan mempunyai biovailabilitas yang tinggi dan konsisten sehingga
efektivitasnya dapat diperkirakan (predict-able), mempunyai waktu paruh (plasma elimination
half-life) yang panjangsehingga diharapkan mempunyai efek pengendalian tekanan darah yang
panjang pula, dan meningkatkan survival dengan meurunkan risiko gagal jantung dan
mengurangi serangan balik (recurrent) infark miokard (Widyanto dan Triwibowo, 2013).
Obat anti Hipertensi : Diuretika, penyekat Beta (Beta-blocker), Antagonis kalium,
Inhibitor ACE (Anti Converting Enzym), obat anti Hipertensi sentral (simpatokolitika), obat
penyekat Alpha (Alpha-blocker), dan Vasodilatator (Bustan, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Bakri, S., dan Lawrence, G., 2008. Genetika Hipertensi. Dalam Hipertensi dan Ginjal.
Cetakan Pertama. Medan : USU Press
Bustan, M. N., 2015. Manajemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Cetakan Pertama.
Jakarta : PT. Rineka Cipta
BPS, 2012. Badan Pusat Statistik Kota Medan.( http://www.medankota.bps.go.id ) diakses
12 April 2018
CDC, 2015. High Blood Pressure. ( http://www.cdc.gov/bloodpressur/facts.htm) diakses 12
April 2018
Frisoli, Tiberio M., Schnieder, Roland E., Grodzicki, Tomasz , and Messerki, Franz H.,
2011. Beyond Salt : Lifestyle Modifications and Blood
Pressure.(http://eurheartj.oxfordjournals.org ) diakses 12 April 2018
Gibney, M.J., BM,. Kearney. MJ., Arab,L. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.
HUS, 2015. Health, United States, 2014 with Special Feature on Adults Aged 55-64. United
States : U.S. Department of Health and Human Services.
Ilma, D., 2014. Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Hipertensi Rawat
Inap Di Rumah Sakit Pku Muhammadiyah Yogyakarta Periode Januari-Desember
2013 Skripsi Mahasiswa Farmasi UGM
Irianto, K., 2015. Memahami Berbagai Macam Penyakit. Cetakan Pertama. Bandung :
Alfabeta
Kemenkes RI., 2012. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Penyakit Tidak
Menular. Jakarta.
___________, 2013. Riskesdas 2013. Jakarta : Lembaga Penerbitan Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
___________, 2014. Infodatin Hipertensi. Jakarta : Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI.
___________, 2015. Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta
Klabunde, R., 2015. Konsep Fisiologi Kardiovaskular, Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Kumar, V., Abbas, A.K., Fasto, N., 2005. Hypertensive Vascular Disease. In Robn and
Cotran Pathologic Basic Disease, 7 edition. Philadelpia : Elsevier Saunders.
Kuswardhani, T., 2007. Penatalaksanaan Hipertensi pada Lansia.
(http://journal.unud.ac.id/abstrak/penatalaksanaan.hipertensi.pada.lansia.pdf/depke
s) diakses 12 April 2018
Madhur, Meena S., 2014. Hypertension. (http://emedicine. medscape. com/ article/ 241381
) diakses 12 April 2018
Manurung, M., 2014. Karakteristik Penderita Hipertensi Dengan Komplikasi Rawat Inap Di
Rumah Sakit Umum Daerah Deli Serdang Kabupaten Deli Serdang Tahun 2014
Skripsi Mahasiswa FKM USU Medan Mozzaffarian, D, Benjamin, Emelia J., Go,
Alan S., Arnett, Doma K., Blaha,
Michael J., Chrusman, M., Das, Sandeep R., Ferranti, Sarah de, et al, 2016. Executive
Summary : Heart Disease and Stroke Statistic – 2016
Update. Greenville Avenue Dallas : American Heart Association Nair, M.dan Peate I., 2014.
Dasar- Dasar Patofisiologi Terapan. Cetakan Pertama. Jakarta : Bumi Medika
NHLBI, 2015. High Blood Pressure. ( http://nhlbi.nih.gov/health/healthtopics/
topics/hbp ) diakses 12 April 2018
Perhimpunan Hipertensi Indonesia, 2015. Hari Hipertensi Sedunia 17 Mei 2015.
(http://www.inash.or.id ) diakses 25 Februari 2016
Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M., 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. Cetakan Pertama. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Rahajeng, E. dan Tuminah, S., 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya
di Indonesia. (http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/70
0/699 ) diakses 12 April 2018
Seventh Report of The Joint National Committee on Prevebtion, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure (JNC7), 2004. United States : U.S. Department
of Health and Human Services
Sianipar, A., 2014. Karakteristik Penderita Hipertensi dengan Komplikasi yang Dirawat
Inap di Puskesmas Tanjung Balai Karimun Tahun 2010- 2012. Skripsi Mahasiswa
FKM USU Medan
Siswanto, dkk, 2014. Suvei Konsumsi Makanan Individu Studi Diet Total. Cetakan Pertama.
Jakarta : Lembaga Penerbitan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementrian Kesehatan RI.
Skuta, G.L., Cantor, L.B., Weiss, J.S. 2010. American Academy of Ophthalmology. 2009-
2010. Retina And Vitreous. Basic and Clinical.
Townsend, Raymond R., 2010. 100 Tanya- Jawab Mengenai Tekanan Darah Tinggi
(Hipertensi). Cetakan Pertama. Jakarta : Indeks
Trisnawati S.K., 2013. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di Puskesmas
Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012 (http://lp3m.thamrin.ac.id)
diakses 17 Juli 2016
WHO, 2001. Laporan Pakar Komisi Pengendalian Hipertensi. Bandung : ITB
____, 2011. Noncommunicable diseases in the South-East Asia Region: Situation
and response 2011. New Delhi : World Health Organization
____, 2013. A Global Brief Hypertension. Switzerland : WHO. (http://www.who.int )
diakses 12 April 2018
____, 2014. Global Status Noncommunicable Diseases . Switzerland : WHO.
(http://www.who.int ) diakses 17 Maret 2016
_____, 2016. Global Health Observatory data repository. Switzerland : WHO.
( http://apps.who.int/gho/data/view.main.2464 ) diakses 12 April 2018
Widyanto, Faisalado C. dan Tribowo, C., 2013. Trend Diseases. Cetakan Pertama. Jakarta :
CV. Trans Info Media
Yuliantari, W., Ni, Arta, Sang K., 2014. Perbedaan Pengaruh Ekstrak Mentimun dan Air
Jahe Terhadap Tekanan Darah Lansia dengan Hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas II Denpasar Barat Tahun 2014.
(http://ojs.unud.ac.id/index.php/coping/article/view/10817/8159 ) diakses 12 April
2018
Yogiantoro, M., 2010. Hipertensi Esensial.Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Edisi Kelima. Cetakan Kedua. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

Anda mungkin juga menyukai