Anda di halaman 1dari 31

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Stroke masih merupakan penyebab utama invaliditas kecacatan sehingga orang yang
mengalaminya memiliki ketergantungan pada orang lain – pada kelompok usia 45 tahun ke
atas dan angka kematian yang diakibatnya cukup tinggi.1
Perdarahan intra serebral terhitung sekitar 10 - 15% dari seluruh stroke dan memiliki
tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark serebral. Literatur lain menyatakan hanya 8 – 18%
dari stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun, pengkajian retrospektif terbaru
menemukan bahwa 40.9% dari 757 kasus stroke adalah stroke hemoragik. Namun pendapat
menyatakan bahwa peningkatan presentase mungkin dikarenakan karena peningkatan kualitas
pemeriksaan seperti ketersediaan CT scan, ataupun peningkatan penggunaan terapeutik agen
antiplatelet dan warfarin yang dapat menyebabkan perdarahan.2
Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama. Dengan kombinasi seluruh
tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati urutan ketiga penyebab utama kematian dan
urutan pertama penyebab utama disabilitas. Morbiditas yang lebih parah dan mortalitas yang
lebih tinggi terdapat pada stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20% pasien
yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya.2
Resiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan usia dan lebih tinggi pada pria
dibandingkan dengan wanita pada usia berapapun. Faktor resiko mayor meliputi hipertensi
arterial, penyakit diabetes mellitus, penyakit jantung, perilaku merokok,
hiperlipoproteinemia, peningkatan fibrinogen plasma, dan obesitas. Hal lain yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya stroke adalah penyalahgunaan obat, pola hidup yang tidak
baik, dan status sosial dan ekonomi yang rendah.3
Diagnosis dari lesi vaskular pada stroke bergantung secara esensial pada pengenalan
dari sindrom stroke, dimana tanpa adanya bukti yang mendukungnya, diagnosis tidak akan
pernah pasti. Riwayat yang tidak adekuat adalah penyebab kesalahan diagnosis paling
banyak. Bila data tersebut tidak dapat dipenuhi, maka profil stroke masih harus ditentukan
dengan memperpanjang periode observasi selama beberapa hari atau minggu.4
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan morbiditas dan
menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan. Salah satu upaya yang
berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah pengenalan gejala-gejala stroke dan
penanganan stroke secara dini dimulai dari penanganan pra rumah sakit yang cepat dan tepat.
Dengan penanganan yang benar-benar pada jam-jam pertama paling tidak akan mengurangi
kecacatan sebesar 30% pada penderita stroke.1
Tidak bisa dihindarkan fakta bahwa kebanyakan pasien stroke datang dan dilihat
pertama kali oleh klinisi yang belum memiliki pengalaman yang cukup di semua poin
terpenting dalam penyakit serebrovaskular. Keadaan semakin sulit dikarenakan keputusan
kritis harus segera dibuat mengenai indikasi pemberian antikoagulan, investigasi
laboratorium lebih lanjut, dan saran serta prognosa untuk diberikan kepada keluarga.4
LAPORAN KASUS

Identitas
Nama : Ny TN
Usia : 60 thn
Alamat : Jl Maluku BTN KCY
Pekerjaan : IRT
Pendidikan terakhir : SD

Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sebelah kiri sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah kiri yang dialami sejak 2
jam sebelum masuk rumah sakit, keluhan dialami setelah pasien mengejan pada saat BAB
dan akhirnya terjatuh, karena dirasakan badan pasien menjadi lemas. Kelemahan anggota
gerak sebelah kiri tersebut tidak disertai dengan rasa kesemutan. Selain itu pasien juga
mengalami mulut mencong dan bicara pelo. Riwayat kepala terbentur disangkal, riwayat
penurunan kesadaran disangkal, nyeri kepala disangkal, pusing berputar disangkal, muntah 1
kali ketika perjalanan ke rumah sakit, disertai dengan mual namun tidak menyembur.
Pandangan kabur, kejang, dan kesulitan menelan disangkal oleh pasien dan keluarga.

Anamnese Sistem
Kardiovaskular
Keluhan nyeri dada, sesak napas saat beraktivitas maupun saat beristirahat, jantung berdebar-
debar, bengkak di tungkai disangkal.

Respirasi
Keluhan batuk, sesak napas, napas berbunyi disangkal.

Gastrointestinal
Keluhan nyeri perut, perut kembung, disfagia, diare disangkal oleh pasien. BAB pasien
hampir selalu keras dengan frekuensi 2 hari sekali.
Genitouri
Keluhan nyeri BAK, sulit BAK, kesulitan menahan BAK dan keputihan disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, asma.
Pasien pernah menjalani operasi lutut sebelah kiri pada tahun 1996 di Jakarta. Riwayat alergi
pada pasien disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung pada keluarga pasien
disangkal.

Riwayat Pengobatan
Pasien tidak memiliki riwayat pengobatan yang dikonsumsi secara rutin.

Riwayat Psikososial
Pasien merupakan anak ketiga dari 3 bersaudara, kakak pertama pasien telah meninggal dan
kakak kedua pasien tinggal di pulau Jawa. Pasien adalah seorang ibu dari 2 orang anak laki-
laki yang sekarang berusia 39 dan 33 tahun, menikah sekali, sekarang tinggal dengan suami
(65 tahun), anak pertama, menantu perempuan dan 2 orang cucu (laki-laki dan perempuan).
Menghabiskan waktu dengan membantu pekerjaan rumah tangga seperti mencuci piring dan
melipat baju. Pasien cukup sering bersosialisasi dengan tetangga.

Pemeriksaan Fisik (dilakukan pada tanggal 11 Juli 2018)

Keadaan Umum : Sakit sedang


Kesadaran : GCS E4V5M6

Tanda-tanda Vital
Nadi : 94 x/menit, regular, adekuat
Frekuensi napas : 20 x/menit
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Suhu : 37,1⁰ C
VAS :0

Status Neurologis
Fungsi Luhur
Kesadaran kualitatif : Composmentis
Orientasi : Orientasi waktu, tempat dan orang dalam batas normal
Kemampuan bicara : Afasia sensorik (-), motorik (-)
Memori : Ingatan baru dan lama dalam batas normal

Nervus kranialis
 N.I : dalam batas normal
 N.II : dalam batas normal
 N.III : dalam batas normal
 N.IV : dalam batas normal
 N.V : dalam batas normal
 N.VI : dalam batas normal
 N.VII : parese N.VII sinistra tipe sentral
 N.VIII : dalam batas normal
 N.IX : dalam batas normal
 N.X : dalam batas normal
 N.XI : dalam batas normal
 N.XII : parese N.XII sinistra tipe sentral

Motorik
Tropi : Eutropi
Tonus otot : Kelumpuhan ekstremitas sinistra tipe flaksid
Kekuatan otot
 Ekstremitas superior dextra 5555
 Ekstremitas superior sinistra 3333
 Ekstremitas inferior dextra 5555
 Ekstremitas inferior sinistra 3333
Sensorik
Sensoris raba dalam batas normal, simetris antara kiri dan kanan
Sensoris nyeri dalam batas normal, simetris antara kiri dan kanan
Sensoris suhu tidak dievaluasi

Refleks Fisiologis
 Patella (+2/+1)
 Achilles (+2/+1)
 Biceps (+2/+1)
 Triceps (+2/+1)

Refleks Patologis
 Babinski (-/-)
 Chaddock (-/-)
 Hoffman (-/-)
 Tromner (-/-)

Klonus
 Lutut (-/-)
 Kaki (-/-)

Meningeal Sign
 Kaku kuduk (-)
 Lassegue (-/-)
 Kernig sign (-/-)
 Bruzinski 1 dan 2 (-)
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Darah Lengkap (11/07/2018)

Nilai
Leukosit 6.260
Hemoglobin 13,3
Hematokrit 39,28 %
Trombosit 203.000

Pemeriksaan Kimia Darah (11/07/2018)

Nilai
GDS 110
Ureum 24
Creatinin 0,6
Hasil CT Scan (11/07/2018)
Kesan:
– ICH lobus temporo-parietalis dextra, dengan total volume 10 cc, yang mendesak dan
menyempitkan ventrikel lateralis dextra. Tak tampak herniasi intracerebri.
– Tak tampak kelainan pada neurocranium dan viscerocranium.
Foto Thorax

Kesan:
– Cardiomegali
– Aortosklerosis
– Pulmo tak tampak kelaianan
Elektrokardiografi

Siriraj Score

No. Variabel Gejala klinis Skor


1. Derajat kesadaran Sadar 0 x 2,5 0
Apatis 1 x 2,5
Koma 2 x 2,5
2. Muntah Tidak 0 x2
Iya 1 x2 2
3. Nyeri kepala Tidak 0 x2 0
Iya 1 x2
4. Tekanan darah sistole 130 x 0,1 13
5. Tanda-tanda Tidak 0 x3 0
atheroma Iya 1 x3
(DM, angina,
claudicatio
intermitten)
6. Konstanta -12 -12
TOTAL 3

Diagnosis
Diagnosis klinis : Hemiparese sinistra
Diagnosis etiologi : Stroke hemoragik
Diagnosis topis : Subkorteks meliputi struktur putamen, globus palidus
Diagnosis patologi : Ruptur mikroanurisma Charcot-Bouchard

Tatalaksana
1. Head up 30⁰
2. IVFD NaCl 0,9% 1000 cc/24 jam
3. Loading manitol 20% 200 cc lanjut maintenance 4x100 cc
4. Injeksi citicolin 2x1 gram
5. Injeksi vit C 1x400 mg
6. Injeksi ranitidin 2x1 ampul
7. Injeksi novalgin 3x1 ampul
8. Laxadin sirup 3xCI

Prognosis
ICH SCORE
No. Variabel Score
1. GCS 3-4 2
5-12 1
13-15 0
2. ICH Volume (in mL) >30 1
<30 0
3 Intraventricular hemorrhage Yes 1
No 0
4. Age >80 1
<80 0
5. Infratentorial Yes 1
No 0
TOTAL 0

Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanationam : Dubia
TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik


Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular otak
mengalami rupture secara spontan sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid
atau langsung ke dalam jaringan otak.5

Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan.2 Sekitar
0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan meninggal
pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan kecacatan, dan sepertiga
sisanya dapat sembuh kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke
sebagai penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya.6
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya dimana 10-
15% merupakan stroke hemoragik kuhusnya perdarahan intraserebral. Mortalitas dan
morbiditas pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya
sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu,
ada sekitar 40-80% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan
sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita
stroke, ada 47% wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur
lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki
menunjukkan outcome yang lebih buruk.2

Faktor Risiko
Faktor risiko dari stroke hemoragik antara lain:7
1. Modified risk factor
 Hipertensi
 Merokok
 Konsumsi alcohol yang berlebih
 Terapi antikoagulan
 Penggunaan agen antiplatelet
 Penggunaan obat-obatan simpatomimetik (kokain, heroin, amfetamin, PPA,
dan efedrin)
2. Non-modified risk factor
 Usia tua
 Laki-laki
 Asia
 Cerebral amyloid angiopathy
 Cerebral microbleed
 CKD
 Multiparitas

Etiologi
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu: 8
 Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)
 Ruptur kantung aneurisma
 Ruptur malformasi arteri dan vena
 Angioma kavernosa
 Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
 Gangguan pembekuan darah seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi
hati, komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan
hemofilia.
 Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
 Septik embolisme, mycotik aneurisma
 Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
 Amiloidosis arteri
 Tipe lain yang jarang terjadi: Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis,
diseksi arteri vertebral, dan acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.

Patogenesis
Lesi vascular hipertensif yang berujung pada ruptur arteri pada beberapa kasus
disebabkan oleh perubahan dinding arteri yang disebabkan oleh hipertensi. Hipertensi
menyebabkan beberapa perubahan, termasuk hyaline arteriolar sclerosis pada arteriol.
Perubahan hialin pada dinding arteriolar menyebabkan dinding arteriol tersebut menjadi lebih
lemah dibanding pembuluh darah normal dan menjadi mudah rupture. Pada beberapa
keadaan, hipertensi kronik berhubungan dengan terjadinya anurisma pada pembuluh darah
dengan diameter kurang dari 300 μm, anurisma ini dikenal dengan nama Charcot-Bouchard
microaneurysms, yang mudah rupture. Anurisma tersebut dikelilingi oleh area perdarahan
kecil dan dinding anurisma sering menunjukkan perubahan berupa lipohyalinosis atau
nekrosis fibrinoid. Proses ini ditandai dengan destruksi dinding pembuluh darah dengan
penimbunan material fibrinoid, ekspansi anurisma fokal pada pembuluh darah yang terkena,
oklusi trombotik, dan ekstravasasi dari sel darah merah. Secara umum, perderahan serebri
massif sering dihubungkan dengan rupturnya mikroanurisma atau segmen lipohialinotik dari
arteri kecil yang disebabkan oleh hipertensi kronik.8
Selain perubahan struktur dari dinding arteri serebral yang disebabkan oleh hipertensi
kronik, peningkatan tekanan darah secara akut diperkirakan memainkan peranan penting
dalam pathogenesis ICH. Meskipun kebanyakan pasien dengan ICH berhuungan dengan
peningkatan tekanan darah secara akut, banyak pasien yang tidak memiliki hipertensi dan
tanda-tanda dari hypertensive end-organ disease seperti hipertrofi ventrikel kiri, retinopati,
atau nefropati. Peningkatan tekanan darah secara cepat dapat menyebabkan ICH dengan
segera, seperti pada penyalahgunaan amfetamin atau kokain. Selain itu, peningkatan tekanan
darah secara akut juga dapat menjadi pencetus dari ICH spontan pada pasien dengan
hipertensi kronik dengan anurisma Charcot-Bouchard.8,9
Angiopati amiloid merupakan salah satu penyebab terjadinya stroke hemoragik yg
lebih sering terjadi pada usia diatas 55 tahun. Hal ini sering tampak pada otak pasien dengan
Alzheimer dan berhubungan dengan perdarahan non-hipertensi pada lokasi lobar yang tidak
biasa pada hemisfer serebri. Penumpukan amiloid, yang secara kimiawi sama seperti plak
Alzheimer, terlihat pada tunika media dan adventitia dari arteri berukuran sedang dan kecil.
Penumpukan material ini menyebabka kelemahan pada dingding pembuluh darah dan
meningkatkan risiko perdarahan.8
Patofisiologi
Mekanisme awal dari injuri pada ICH adalah dengan menekan parenkim otak melalui
mekanisme hematoma mass effect, menyebabkan gangguan fisik dari arsitektur parenkim
otak. Peningkatan tekanan intracranial akibat ekspansi dari hematoma dapat mempengaruhi
aliran darah, deformasi mekanik, pelepasan neurotransmitter, disfungsi mitokondria dan
depolarisasi membrane. Sebagai hasilnya, injuri neuron pada daerah perihematom.8
Mekanisme kedua adalah berhubungan dengan kaskade pembekuan darah, terutama
thrombin, setelah terjadi kerusakan endotel dan pemecahan hemoglobin. Thrombin
menyebabkan sel-sel inflamasi menginfiltrasi jaringan parenkim otak, proliferasi dari sel-sel
mesenkim, pembentukan edema otak dan jaringan parut. Thrombin terikat pada protease-
activated receptor 1 dan mengaktivasi microglia dan kaskade komplemen. Sebagai hasilnya,
berbagai macam jalur imun teraktivasi, yang berperan terhadap terjadinya apoptosis dan
nekrosis neuron otak.8

Manifestasi Klinis
ICH sering didahului oleh hipertensi akut. Muntah pada onset ICH terjadi lebih sering
dibandingkan dengan infark dan hampir selalu menunjukkan adanya suatu perdarahan
sebagai penyebab terjadinya hemiparese akut. Nyeri kepala hebat secara umum terjadi pada
kasus ICH, namun pada 50% kasus ICH tidak disertai nyeri kepala atau disertai dengan nyeri
kepala derajat ringan. Kaku kuduk sering ditemui pada kasus stroke perdarahan, namun
sering juga tidak ada sehingga seharusnya kita tidak menyingkirkan diagnose stroke
perdarahan bila tidak ditemukan gejala tersebut. Kaku kuduk biasanya menghilang sesuai
dengan semakin dalamnya derajat koma dari pasien. Harus kita ketahui bahwa pasien dengan
stroke perdarahan sering datang dengan kesadaran yang baik ketika kita periksa, hal ini
terjadi meskipun terjadi perdarahan intraventrikular (IVH). Hanya jika IVH yang masif
sehingga menyebabkan terjadinya koma. Kejang, biasanya fokal, terjadi pada beberapa hari
pertama pada 10% kasus dari perdarahan supratentorial, namun lebih sering terjadi terlambat,
beberapa bulan atau tahun setelah perdarahan. Gambaran funduskopi sering menunjukkan
perubahan hipertensif pada arteriol.8,9
Nyeri kepala, hipertensi akut dan muntah dengan defisit neurologi fokal merupakan
petunjuk penting untuk membedakan stroke perdarahan dengan stroke iskemik. Pada
kebanyakan kasus, onset stroke perdarahan terjadi ketika pasien sedang aktif beraktivitas,
onset ketika tidur jarang terjadi pada stroke perdarahan.8,9
Beberapa tipe dari ICH antara lain:8,9
1. Perdarahan putaminal, merupakan sindroma yang paling sering terjadi dengan
ekstensi ke kapsula interna disekitarnya. Tanda dan gejala neurologis sedikit
bervariasi sesuai dengan tempat dan ukuran dari ekstravasasi, tetapi hemiplegia yang
disebabkan oleh interupsi dari kapsula merupakan penanda yang selalu terjadi pada
perdarahan putaminal. Muntah dapat terjadi pada 50% pasien yang mengalami
perdarahan putaminal. Nyeri kepala sering terjadi namun dengan intensitas yang
bervariasi. Pada perdarahan besar, pasien seketika jatuh dalam kondisi stupor dengan
hemiplegia, dan kondisi mereka terlihat memburuk. Dalam beberapa menit wajah
akan mengalami mencong ke satu sisi, bicara menjadi terganggu atau afasia, tangan
dan kaki akan melemah secara bertahap, dan mata akan cenderung berdeviasi
menjauh dari sisi ekstremitas yang mengalami parese. Setelah itu, paralisis makin
memberat, babinski sign muncul, awalnya unilateral dan kemudian bilateral,
ekstremitas yang terkena akan menjadi flaksid, rangsangan nyeri akan berkurang,
berbicara semakin sulit, dan pada akhirnya pasien akan mengalami stupor. Stadium
lanjut dari keadaan ini adalah terjadinya kompresi pada bagian atas dari batang otak
(koma), babinski sign bilateral, pola pernapasan dalam dan irregular, pupil berdilatasi
menetap, awalnya pada sisi yang terjadi perdarahan dan akhirnya terjadi rigiditas
deserebrasi.
2. Perdarahan thalamus. Gambaran klinis yang penting terjadi pada perdarahan
thalamus adalah defisit sensoris berat pada keseluruhan bagian tubuh kontralateral
dari lesi. Jika ukuran perdarahan sedang atau berat, perdarahan thalamus juga akan
menyebabkan hemiplegia atau hemiparese dengan cara menekan atau merusak
kapsula interna disekitarnya. Perdarahan thalamus dapat berekstensi hingga ke
subthalamus dan high midbrain, dapat menyebabkan gangguan dari ocular, pseudo-
abducens palsy dg 1 atau kedua mata menjadi asimetris adduksi dan sedikit turun.
Kompresi dari ventrikel 3 dapat menyebabkan pembesaran ventrikel lateralis, dan hal
ini membutuhkan drainase dari ventrikel pada sebagian kecil pasien.
3. Perdarahan pontine. Pada keadaan ini koma dalam biasanya terjadi dalam beberapa
menit, dan gambaran klinis didominasi oleh paralisis total, rigiditas deserebrasi, dan
pupil kecil (1 mm) yang reaktif terhadap cahaya. Pergerakan mata ke lateral, yang
diprovokasi oleh pergerakan kepala ke kanan dan ke kiri atau oleh tes kalori,
mengalami gangguan atau menghilang. Kematian biasanya terjadi dalam beberapa
jam, tetapi terdapat pengecualian yang jarang terjadi dimana kesadaran tetap baik dan
manifestasi klinis mengindikasikan sebuah lesi yang lebih kecil pada tegmentum dari
pons (gangguan dari pergerakan lateral dari mata, gangguan sensorik dan motorik
kontralateral, pupil kecil, dan kelumpuhan saraf cranial). Pada pasien dengan
perdarahan tegmentum kecil memiliki kemungkinan bertahan yang tinggi.
4. Perdarahan Cerebellum. Perdarahan cerebellum pada umumnya berkembang dalam
periode 1 hingga beberapa jam, dan penurunan kesadaran pada saat onset jarang
terjadi. Muntah berulang merupakan gambaran klinis yang utama disertai dengan
nyeri kepala di region oksipital, vertigo, dan ketidakmampuan dalam duduk, berdiri
atau berjalan. Sering kali gejala di atas merupakan satu-satunya temuan klinis pada
pasien dengan perdarahan cerebellum. Pada fase awal, tanda klinis dari penyakit
cerbellar mungkin minimal atau tidak ada sama sekali, hanya sebuah kasus minor
yang menunjukkan adanya nistagmus atau ataksia cerbellar dari ekstremitas,
meskipun tanda-tanda ini harus selalu diperhatikan. Kelemaham wajah ipsilatereral
yang ringan dan penurunan refleks kornea sering terjadi. Disartria dan disfagia
merupakan gambaran klinis yang menonjol pada beberapa kasus namun biasanya
tidak ditemukan. Hemiplegia kontralateral dan kelemahan wajah ipsilateral tidak
terjadi kecuali sudah terjadi perpindahan dan penekanan medulla oleh clivus. Sering
terjadi gangguan dari pergerakan bola mata ke lateral pada sisi yang mengalami
perdarahan (parese nervus VI ipsilateral). Pergerakan mata vertical masih
bagus.Terkadang, pada saat onset, terdapat paraparese spastic atau quadriparese tanpa
mengalami penurunan kesadaran. Refleks plantar berupa fleksor pada stadium awal
tetapi ekstensor pada stadium lanjut. Ketika tanda ini terjadi, hydrocephalus sedang
terjadi dan memerlukan tindakan drainase.
5. Perdarahan lobar. Perdarahan pada daerah selain yang telah disebutkan di atas,
secara spesifik pada daerah substantia alba subkortikal dari salah satu lobus dari
hemisfer, biasanya tidak berhubungan dengan hipertensi. Beberapa penyebab yang
biasanya bertanggungjawab terhadap terjadinya perdarahan lobar adalah: yang paling
utama adalah terapi antikoagulan atau trombolitik, AVM, trauma, dan pada usia tua,
amiloidosis dari pembuluh darah serebral. Pada penelitian terhadap 26 kasus
perdarahan lobar, ditemukan 11 kasus pada lobus oksipital (dengan nyeri di sekitar
mata ipsilateral dan hemianopia homonym), 7 kasus pada lobus lobus temporalis
(dengan nyeri pada daerah anterior dari telinga, hemianopia parsial, dan fluent
aphasia), 4 kasus pada lobus frontalis (dengan nyeri kepala frontal dan hemiplegia
kontralateral, terutama pada tangan), dan 3 kasus pada lobus parietal (dengan nyeri
kepala temporal anterior dan defisit hemisensoris kontralateral). Adanya nyeri kepala
progresif memberat, muntah dan mengantuk yang terjadi bersamaan dengan sindrom-
sindrom di atas disertai dengan adanya temuan dalam CT scan menunjukkan suatu
diagnosis perdarahan lobar.
Diagnosis
Skor Siriraj adalah salah satu sistem scoring yang telah dikembangkan sekitar tahun
1984-1985 di Rumah Sakit Siriraj, Universitas Mahidol, Bangkok, Thailand, dan diterima
secara luas dan digunakan di banyak rumah sakit di Thailand sejak tahun 1986. Skor Siriraj
dibuat berdasarkan studi atas 174 pasien stroke supratentorial (kecuali perdarahan
subaraknoid) yang dirawat di Rumah Sakit Siriraj selama tahun 1984 hingga 1985 dengan
tujuan mengembangkan suatu alat diagnostik klinis stroke yang sederhana, reliable, dan
aman, serta dapat digunakan di daerah yang tidak memiliki fasilitas CT scan kepala. Masing-
masing variabel kemudian dikalikan dengan konstanta 10/3, sehingga tercapai angka utuh dan
terbentuk skor Siriraj yang lebih sederhana.10
No. Variabel Gejala klinis Skor
1. Derajat kesadaran Sadar 0 x2,5
Apatis 1 x2,5
Koma 2 x2,5
2. Muntah Tidak 0 x2
Iya 1 x2
3. Nyeri kepala Tidak 0 x2
Iya 1 x2
4. Tekanan darah systole x0,1
4. Tanda-tanda atheroma Tidak 0 x3
(DM, angina, claudicatio Iya 1 x3
intermitten)
5. Konstanta -12

Nilai skor Siriraj lebih dari 1 (satu) mengindikasikan perdarahan intraserebral


supratentorial, sedangkan nilai di bawah -1 (minus satu) mengindikasikan infark serebri.
Nilai antara 1 dan -1 menunjukkan hasil belum jelas, sehingga membutuhkan CT scan
kepala.10
Pada tahun 1987 hingga 1988, dilakukan uji validasi skor Siriraj pada 206 pasien
stroke akut. Hasilnya adalah nilai sensitivitas untuk stroke perdarahan sebesar 89,3%,
sedangkan untuk stroke iskemik sebesar 93,2% serta nilai keseluruhan akurasi adalah
90,3%.10
Skor Siriraj cukup banyak diterima dan digunakan di rumah sakit di Thailand karena
sederhana dan reliable dengan nilai akurasi lebih dari 90%. Namun, skor Siriraj tidak dapat
diaplikasikan lintas kultural karena nilai prediksi suatu skoring diagnostik dipengaruhi oleh
prevalensi penyakit pada suatu populasi.10

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita
stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah, kadar elektrolit, dan
kadar serum glukosa.2
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak adalah
langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis kedaruratan.
Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta dapat menidentifikasi
komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan hidrosefalus. Baik CT non
kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat digunakan.2
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dari
stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi intrakranial
lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma yang berdiameter
lebih dari 1 cm.2

Diagnosis Banding
Perdarahan putaminal, thalamic dan lobar sulit dibedakan dari infark cerebri. Pada
beberapa keadaan, adanya nyeri kepala hebat, mual dan muntah, dan penurunan kesadaran
merupakan pertanda penting terjadinya stroke hemoragik. CT scan dapat membedakan antara
perdarahan dan infark serebri.8
Stroke batang otak atau infark cerebellar dapat menyerupai perdarahan cerebellar.
Ketika perdarahan celebellar terjadi, CT scan atau MRI merupakan prosedur diagnostik yang
sangat berguna untuk membedakan keduanya, karena hematom dapat dilokalisasi dengan
cepat dan akurat oleh CT scan atau MRI. Seperti perdarahan cerebellar, acute periphereal
vestibulopathy juga dapat bermanifestasi mual, muntah, dan gait ataxia. Namun, bila disertai
dengan nyeri kepala hebat, penurunan kesadaran, peningkatan tekanan darah atau usia tua,
kecenderungan diagnosis ke arah perdarahan cerebellar.8
Penatalaksanaan Stroke Hemoragik 1,10
1. Penatalaksanaan umum1,10
Penanganan airway, breathing, circulation, disability.
2. Pengendalian peningkatan TIK1,10
 Head up 20-30⁰
 Posisi pasien hendaknya menghindari takanan terhadap vena jugularis
 Hindari pemberian cairan glukosa dan hipotonik
 Hindari hipertermia
 Jaga normovolemia
 Osmoterapi menggunakan manitol dengan loading dose 0,25-1 gr/kgBB
dilanjutkan dengan maintenance dose 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit,
diulangi setiap 4 - 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. Osmolalitas sebaiknya
diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian osmoterapi.
 Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg). Hiperventilasi
mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan operatif.
 Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat dapat
mengurangi naiknya TIK dengan cara mengurangi naiknya tekanan
intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking ventilator
3. Pengendalian hipertensi1,10
 Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS >200 mmHg
atau Mean Arterial Preassure (MAP) >150 mmHg, tekanan darah diturunkan
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontiniu dengan
pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.
 Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan
intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan
tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.
 Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-
hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau
intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP
110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010,
penurunan TDS hingga 140 mmHg masih diperbolehkan.
 Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman.
Setelah kraniotomi, target MAP adalah 100 mmHg.
 Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman.
Setelah kraniotomi, target MAP adalah 100mmHg.
 Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah
pada penderita stroke perdarahan intraserebral.
 Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta (labetalol
dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena,
digunakan dalam upaya diatas.
 Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih
rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam target organ
lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal ginjal
akut dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25%
pada jam pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.
4. Pengendalian gula darah1
Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Hiperglikemia (kadar glukosa
darah >180 mg/dl) pada stroke akut harus diobati dengan titrasi. Target yang harus
dicapai adalah normoglikemia. Hipoglikemia berat (<50 mg/dl) harus diobati dengan
dekstrosa 40% intravena atau infuse glukosa 10-20%.
5. Penanganan kejang1
 Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg dan diikuti oleh
fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50
mg/menit. Bila kejang tidak berhenti rawat di ICU.
 Pada stroke perdarahan intraserebral, obat antikonvulsan profilaksis dapat
diberikan selama 1 bulan, kemudian diturunkan, dan dihentikan bila tidak ada
kejang selama pengobatan.
6. Terapi cairan1
 Berikan cairan isotonis seperti 0,9% saline dengan tujuan menjaga euvolemi.
Tekanan vena sentral dipertahankan antara 5-12 mmHg. Pada umumnya,
kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (parenteral maupun enteral).
 Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah
dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan (produksi urin sehari
ditambah 500 ml untuk kehilangan cairan yang tidak tampak dan ditambah
lagi 300 ml per derajat Celcius pada penderita panas).
 Elektrolit (natrium, kalium, kalsium dan magnesium) harus selalu diperiksa
dan diganti bila terjadi kekurangan sampai tercapai nilai normal.
 Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil analisa gas darah.
7. Terapi khusus1,10
 Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat
haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap
pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita
dengan fungsi koagulasi yang normal.
 Pemberian rF VIIa pada ICH pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-
significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih
dari 3 jam.
 Pasien ICH akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh
frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
8. Terapi pembedahan1,10,11
 Pasien dengan skor GCS <8, dengan tanda klinis herniasi transtentorial,atau
dengan perdarahan intraventrikuler yang luas atau hidrosefalus, dapat
dipertimbangkan untuk penanganan dan Pemantauan tekanan intrakranial.
Tekanan perfusi otak 50-70 mmHg dapat dipertahankan tergantung pada status
otoregulasi otak.
 Pada sebagian besar pasien dengan perdarahan intrakranial, kegunaan tindakan
operasi masih belum pasti.
 Pasien dengan perdarahan serebral yang mengalami perburukan neurologis,
atau yang terdapat kompresi batang otak, dan atau hidrosefalus akibat
obstruksi ventirkel sebaiknya menjalani operasi evakuasi bekuan darah
secepatnnya. Tata laksana awal pada pasien tersebut dengan drainase
ventrikuler saja tanpa evakuasi bekuan darah tidak direkomendasikan.
 Pada pasien dengan bekuan darah di lobus > 30 ml dan terdapat di 1 cm dari
permukaan, evakuasi perdarahan intrakranial supratentorial dengan kraniotomi
standar dapat dipertimbangkan.
 Saat ini tidak terdapat bukti mengindikasikan pengangkatan segera dari
perdarahan intrakranial supratentorial untuk meningkatakan keluaran
fungsional atau angka kematian, kraniotomi segera dapat merugikan karena
dapat meningkatkan faktor resiko perdarahan berulang.
 Evakuasi hematom pada perdarahan cerebellar merupakan sesuatu yang sangat
urgen karena dapat menyebabkan mass effect kepada batang otak dan dengan
cepat akan menyebabkan koma dan gagal napas. Selain itu dapat juga
menyebabkan hydrocephalus dengan menekan ventrikel ke-4 sehingga
semakin meningkatkan TIK. Hematoma yang berukuran ≥ 4 cm, terutama bila
berlokasi di vermis, beberapa ahli bedah saraf merekomendasikan untuk
dilakukan evakuasi dalam 48 jam dari onset tidak peduli status klinis pasien
saat itu.8,11
Komplikasi
Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan pada
perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi pada 24-
48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan
perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam
3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan
kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal
yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen.2

Prognosis
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkat keparahan stroke dan lokasi serta ukuran dari
perdarahan. Terdapat skala untuk menstratifikasi tampilan dari sebuah ICH sehingga akan
berguna dalam menentukan prognosis dari pasien ICH, yaitu ICH score. Merupakan suatu
penilaian yang sederhana terhadap tampilan klinis dari pasien dengan ICH. Komponen dari
ICH score tersebut antara lain:13
No. Variabel Score
1. GCS 3-4 2
5-12 1
13-15 0
2. ICH Volume (in mL) >30 1
<30 0
3 Intraventricular hemorrhage Yes 1
No 0
4. Age >80 1
<80 0
5. Infratentorial Yes 1
No 0

Mortalitas dalam 30 hari dapat ditentukan berdasarkan ICH score di atas, sehingga akan
membantu untuk menetukan prognosis pasien ICH. Pasien dengan ICH score 4, 3, 2, dan 1
masing-masing mortality ratenya secara berturut-turut adalah 100, 71, 53, dan 10%.13
Pada pasien yang bertahan, contohnya dengan perdarahan kecil, dapat terjadi
perbaikan fungsi secara mengejutkan, karena, berbeda dengan stroke infark, stroke
perdarahan cenderung mendorong jaringan otak ke sisi yang berlawanan (mass effect) namun
tidak menghancurkan neuron otak seperti pada stroke infark. Fungsi dapat kembali dengan
sangat lambat, namun, hal itu disebabkan karena membutukan waktu untuk meresorbsi
ekstravasasi darah dari jaringan otak. Scar penyembuhan setelah terjadinya ICH di korteks
dapat bertahan dan bertanggung jawab terhadap terbentuknya fokus epileprogenik.8

Pencegahan Stroke Hemoragik


Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi
berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi
yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1
 Mengatur pola makan yang sehat
 Melakukan olah raga yang teratur
 Menghentikan rokok
 Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
 Memelihara berat badan yang layak
 Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
 Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
 Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi
seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.1
DISKUSI KASUS

Ny. TN 60 tahun datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah kiri yang
dirasakan sejak 2 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Setelah dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (laboratorium, CT scan kepala non kontras,
EKG dan foto thorax) pasien didiagnosis menderita hemiparese sinistra ec stroke hemoragik
subkorteks (putamen, globus palidus). Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila
lesi vaskular otak mengalami rupture secara spontan sehingga terjadi perdarahan ke dalam
ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Dari anamnesis ditemukan bahwa pasien mengeluh kelemahan anggota gerak sebelah
kiri yang dirasakan sejak 2 jam sebelum masuk Rumah Sakit ketika pasien sedang BAB di
kamar mandi. Menurut teori, stroke hemoragik terjadi akbat ruptur vaskular di otak yang
terjadi secara spontan tanpa didahului oleh trauma, dan biasanya lebih sering terjadi pada saat
pasien sedang beraktivitas dibanding saat beristirahat. Pada pasien ini terjadi hemiparese
sinistra yang menunjukkan bahwa terdapat gangguan dari traktus kortikospinalis unilateral
dextra. Pasien ini juga sempat mengalami muntah 1x namun tidak menyemprot dan pasien
mengaku perutnya terasa mual. Yang dialami oleh pasien bukan merupakan suatu muntah
proyektil yang biasa digambarkan dengan muntah yang menyemprot dan tidak didahului oleh
mual. Muntah proyektil biasanya merupakan salah satu dari gejala peningkatan TIK, selain
nyeri kepala hebat dan papiledema.
Pada pasien ini tidak ditemukan adanya faktor risiko terjadinya stroke hemoragik,
seperti: hipertensi, merokok, konsumsi alkohol berlebih, terapi antikoagulan, agen antiplatelet
dan penggunaan obat-obatan simpatomimetik. Namun pada pasien ini ditemukan adanya
tanda hypertensive end-organ disease yang tergambar dari foto thorax yaitu hipertrofi
ventrikel. Hipertensi dalam jangka waktu yang lama menyebabkan perubahan struktur dari
dinding pembuluh darah dan membentuk mikroanurisma Charcot-Bouchard yang mudah
ruptur. Kemungkinan kedua adalah terjadinya angiopati amiloid pada pasien ini. Angiopati
amiloid merupakan penyebab stroke hemoragik yang cukup sering terjadi pada pasien berusia
diatas 55 tahun tanpa riwayat hipertensi sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh terjadi
penumpukan plak amiloid pada pembuluh darah di otak yang membuat pembuluh darah
menjadi rapuh dan mudah terjadi ruptur.
Dari hasil perhitungan menggunakan Siriraj Score didapatkan skor 3. Hal tersebut
menunjukkan bahwa diagnosis pasien lebih mengarah ke stroke hemoragik. Dari sebuah
penelitian di Thailand, ditemukan bahwa akurasi dari Siriraj Score untuk membedakan stroke
hemoragik dengan stroke iskemik adalah sebesar 90%. Alat ini cukup membantu klinisi
untuk membedakan stroke iskemik dengan stroke hemoragik apabila tidak memiliki akses
untuk pemeriksaan penunjang diagnostik seperti CT scan atau MRI.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah pasien 130/80 mmHg. Pasien
mengalami hemiparese sinistra dengan kelemahan tipe flaksid dengan MMT ekstremitas
superior 5555/3333 dan MMT ekstremitas inferior 5555/3333. Selain itu pasien juga
mengalami kelumpuhan N.VII dan N.XII sinistra tipe sentral. Dari hasil pemeriksaan fisik
menunjukkan bahwa adanya lesi pada traktus kortikospinalis kontralateral dari sisi
ekstremitas yang mengalami parese, letak lesi berada di atas level decussatio piramidalis
(medulla oblongata).
Penegakan diagnosis utama dari kasus ini didapat dari pemeriksaan CT scan kepala
non kontras. Hasil CT scan kepala pasien ini menunjukkan adanya perdarahan di lobus
temporo-parietalis dextra yaitu meliputi struktur putamen dan globus palidus dan sedikit
menekan ventrikel lateralis dextra, diperkirakan perdarahan disebabkan oleh rupturnya
cabang a. cerebralis media. Volume perdarahan tersebut berjumlah 10 cc. Dari pemeriksaan
CT scan juga tidak ditemukan adanya shifting midline yang merupakan penanda terjadinya
herniasi subfalxine akibat dari peningkatan TIK.
Dari pemeriksaan foto thorax ditemukan CTR > 0,5, sehingga dapat disimpulkan
bahwa pasien mengalami kardiomegali. Hal ini bisa disebabkan karena riwayat hipertensi
lama yang tidak disadari oleh pasien, yang akan menyebabkan peningkatan afterload jantung
sehingga akan memperberat kerja miokard, terutama ventrikel kiri, dalam memompa darah
dari ventrikel kiri menuju ke seluruh tubuh. Sel-sel miokard yang mengalami peningkatan
kerja dalam jangka waktu lama akan melakukan homeostasis dengan cara meningkatkan
ukuran dari sel-sel miokard tersebut (hipertrofi). Hal ini akan menyebabkan gambaran
kardiomegali yang terlihat dari foto thorax. Atau kemungkinan kedua, kardiomegali pada
pasien tersebut dapat disebabkan oleh adanya kardiomiopati hipertrofi. Kardiomiopati
hipertrofi merupakan kelainan primer dari miokardium dengan karakteristik hipertrofi
ventrikel tanpa adanya faktor pencetus seperti hipertensi dan stenosis aorta. Kelainan ini
biasanya disebabkan oleh mutasi dari gen yang mengode sarkomer protein terutama pada sel-
sel miokard.
Dari pemeriksaan EKG ditemukan adanya T inverted yang asimetris pada lead V1-
V4, hal ini merupakan suatu strain pattern. Strain pattern merupakan suatu gambaran yang
menunjukkan bahwa telah terjadi iskemia sub-endokardium pada jantung yang telah
mengalami hipertrofi miokard. Hipertrofi miokard akan menyebabkan aliran darah menuju ke
lapisan sub-endokardium terganggu, karena aliran darah koroner akan terkonsentrasi pada
lapisan miokardium yang menebal, dan perfusi ke jaringan sub-endokardium menjadi tidak
adekuat, sehingga akan menyebabkan terjadinya iskemia sub-endokardium.
Tatalaksana pada pasien ini antara lain: head-up 30⁰, IVFD NaCl 0,9% 1000 cc/24
jam, pemberian osmoterapi menggunakan manitol 20% untuk menurunkan tekanan
intrakranial yaitu dengan cara menarik cairan dari jaringan otak menuju ke ruang
intravaskular, manitol 20% merupakan cairan yang bersifat hiperosmolar sehingga akan
meningkatkan tekanan onkotik cairan intravaskular. Perbedaan tekanan onkotik yang
terbentuk antara cairan intravascular dan cairan interstisial menyebabkan cairan akan tertarik
menuju ke ruangan yang tekanan onkotiknya lebih tinggi (cairan intravascular), sehingga
akan menurunkan edema cerebri yang terjadi pada pasien dengan stroke hemoragik.
Pemberian citicolin pada pasien ini yang merupakan agen neuroprotektor yang bekerja
dengan cara memperbaiki kerusakan membrane saraf lewat sintesis fosfatidikolin, selain itu
citicolin juga bekerja memperbaiki aktivitas saraf kolinergik dengan cara meningkatkan
produksi asetilkolin dan mengurangi akumulasi lemak di daerah kerusakan saraf. Pemberian
H2 receptor antagonist (ranitidine) untuk mencegah terjadinya salah satu komplikasi dari
stroke hemoragik yaitu stress ulcer dengan cara menghambat reseptor H2 yang ada di
lambung yang berperan dalam produksi asam lambung (HCl). Pemberian laxadin pada pasien
ini yang merupakan obat laksativa, bertujuan untuk melunakkan feses. Feses yang keras akan
menimbulkan valsava manuvere ketika defekasi sehingga akan meningkatkan TIK.
Prognosis pasien ini dihitung menggunakan ICH score didapatkan poin 0 yang
menujukkan bahwa mortality rate pada pasien ini akibat ICH yang dialaminya adalah 0%.
Selain itu, prognosis funtionam pada pasien dengan stroke hemoragik secara umum adalah
baik. Hal ini dikarenakan pada stroke hemoragik tidak menyebabkan terjadinya kerusakan
sel-sel neuron otak seperti yang terjadi pada stroke iskemik sehingga akan jarang
menyebabkan defisit neurologis secara permanen. Fungsi dapat kembali dengan sempurna
namun dapat terjadi dengan sangat lambat, hal itu disebabkan karena membutukan waktu
untuk meresorbsi ekstravasasi darah dari jaringan otak.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline


Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta,
2007.

2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2018.


[diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]

3. Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. 2nd Edition. BAB 3. Neurological


Syndrome. George Thieme Verlag: German, 2003.

4. Tsementzis, Sotirios. A Clinician’s Pocket Guide: Differential Diagnosis in


Neurology and Neurosurgery. George Thieme Verlag: New York, 2000.

5. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6. EGC,


Jakarta. 2006.

6. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003

7. An, Sang J., Kim, Tae J., Yoon, Byung-Woo. 2017. Epidemiology, Risk Factors, and
Clinical Features of Intracerebral Hemorrhage: An Udate. Journal of Stroke, 19(1):3-
10.

8. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s Principles of Neurology. 8th edition.
BAB 4. Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease.
McGraw Hill: New York, 2005.

9. Simon, Roger P., Aminoff, Michael J., Greenberg, David A. 7th edition. BAB 9.
Stroke. McGraw Hill: New York, 2009.

10. Widiastuti, Priska, Nuartha, Anak A. B. N. 2015. Sistim Skoring Diagnostik Untuk
Stroke: Siriraj Score. CDK-233. 42(10).

11. Dastur, Cyrus K., Yu, Wengui. 2017. Current management of spontaneous
intracerebral haemorrhage. BMJ

12. Reichart, R., Frank, S. 2011. Intracerebral Hemorrhage, Indication for Surgical
Treatment and Surgical Techniques. The Open Critical Care Journal, 4: 68-71.

13. Panchal, Hiten N., Shah, Mukesh S., Shah, Dharita S. 2012. Intracerebral Hemorrhage
Score and Volume as an Independent Predictor of Mortality in Primary Intracerebral
Hemorrhage Patients. Indian J Surg.

Anda mungkin juga menyukai