Anda di halaman 1dari 88

ISSN 2087-703X

e-ISSN 2354-8762

Volume

Volume 77 No.
No. 21
April 201
Agustus 6
2016

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Jalan Permtakan Negara 29, Jakarta 10560


Te lp. (021) 4287 2392, Fax. (021) 4287 2392
E-mail : jumal.kespro@gmail.com
Website : http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/kespro

Jurnal ISSN:
Halaman Jakarta, 2087-703X
Kesehatan Vol. 7 No.12
No.
1- 70 April 2016
Agustus 2016 e-ISSN:
Reproduksi 71-144
2354-8762
Volume 7 No. 2, Agustus 2016 ISSN : 2087-703X
e-ISSN : 2354-8762
Jurnal
Kesehatan Reproduksi
Reproductive Health Journal
Dewan Redaksi/Editorial Board

Pelindung/Patronage : Kepala Badan Litbang Kesehatan / Director General of National Institute of


Health Research and Development

Penanggung Jawab / Editor-in-chief : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesehatan /


Director of Centre for Public Health Research and Development

Mitra Bestari / Advisory Board : Dr. dr. Trihono, M.Sc.


Prof. dr. Agus Suwandono, MPH, Dr.PH
dr. Sarimawar Djaja, M.Kes
drg. Christiana R Titaley, MIPH, PhD
Dr. dr. Sabarinah Prasetyo, MS
Prof. Dr. dr. Nugroho Abikusno
Dr. Salahuddin Muhidin
Atmarita, MPH, Dr.PH
dr. Asri C. Adisasmita, MPH, M.Phil, PhD
dr. Siti Nurul Qomariah , M.Kes, Ph.D
Dr. Irwan M. Hidayana, M.Si
Sandjaja, MPH, Dr.PH
Dr. Melania Hidayat, MPH
Soeharsono Soemantri, PhD

Ketua Dewan Redaksi / Editor in Chief : Dr. Joko Irianto, SKM, M.Kes

Wakil Ketua Dewan Redaksi / Editor Section : Tin Afifah SKM, MKM
Sudikno, SKM, MKM

Anggota Redaksi / Managing Editor : Iram Barida Maisya, SKM, MKM (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Anissa Rizkianti, SKM, MIPH (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Prisca Petty Arfines, S.Gz, MPH (Gizi Masyarakat, Puslitbang UKM)
dr. Ika Saptarini (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Andi Susilowati, SKM, M.Kes (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)

Penyunting Ahli / Copy Editor : Dr. Ir. Anies Irawati, M.Kes (Gizi Masyarakat, Puslitbang UKM)
Ning Sulistyowati, SKM, M.Kes (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Dra. Rr. Rachmalina S, MSc.PH (Sosial Antropologi, Puslitbang UKM)
dr. Teti Tejayanti, MKM (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Dr. dr. Felly P. Senewe, M.Kes (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Nunik Kusumawardani, MSc.PH, Ph.D (Promosi Kesehatan, Puslitbang UKM)

Manajer Langganan / Subscription Manager : dr. Yuwono Wiryawan, M.Kes

Sekretariat Pelaksana / Executive Secretariat : Indra Cans Yunina, S.Sos


Puput Sumarta Puri, S.Gz
Ahmad Rezha Gumilar, Amd

Penerbit/Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


Kementerian Kesehatan RI, Jakarta
Jl. Percetakan Negara 29 Jakarta
Telp. 021-42872392, Fax. 021-42872392
Email : jurnal.kespro@gmail.com

Diterbitkan oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta

Published by
National Institute of Health Research and Development
Ministry of Health, Republic of Indonesia, Jakarta
Volume 7, No. 2, Agustus 2016 p-ISSN: 2087-703X e-ISSN: 2354-8762
No Akreditasi: 563/Akred/P2MI-LIPI/09/2013

UCAPAN TERIMA KASIH


REVIEWER

Prof. Dr. dr. Nugroho Abikusno


Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti

Atmarita, MPH, Dr.PH


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

dr. Sarimawar Djaja, M.Kes


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Sandjaja, MPH, Dr.PH


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Soeharsono Soemantri, PhD


Forum Masyarakat Statistik

Dr. Ir. Anies Irawati, M.Kes


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Dr. Joko Irianto, M.Kes


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
KATA PENGANTAR

Jurnal Kesehatan Reproduksi Volume 7 Nomor 2 Tahun 2016 merupakan edisi Bulan Agustus yang
diproses secara full online jurnal system. Suatu pengalaman baru yang penuh tantangan dengan berbagai
kendala teknis dan non teknis yang harus diatasi. Namun semangat 17 Agustus yang merupakan hari
kemerdekaan Indonesia menginspirasi dan memotivasi segenap pihak yang terlibat dalam nomor ini,
jajaran Dewan Redaksi, Para Reviewer dan Penulis serta dukungan pimpinan dan berbagai pihak hingga
akhirnya dapat terbit di penghujung minggu terakhir bulan Agustus.
Tahun ini merupakan peringatan kemerdekaan yang ke 71 tahun. Permasalahan kesehatan ibu dan anak
masih merupakan tantangan besar bagi bangsa Indonesia untuk mengisi kemerdekaan ini dalam upaya
meningkatkan status kesehatan ibu, anak dan gizi. Permasalahan anemia pada wanita usia subur masih
merupakan tantangan di bidang gizi kesehatan reproduksi. Demikian pula masalah konsumsi kalsium
pada ibu hamil. Dua penelitian data primer yang terkait dengan gizi kesehatan reproduksi. Artikel
berikutnya masih merupakan hasil penelitian data primer tentang implementasi kebijakan inisiasi
menyusui dini (IMD) di satu Rumah Sakit swasta dan Rumah Sakit Umum Daerah yang memberikan
gambaran yang berbeda. IMD merupakan investasi bagi calon generasi bangsa sehingga diharapkan hasil
temuan ini dapat menjadi masukan untuk meningkatkan pelaksanaan IMD di semua fasilitas pelayanan
kesehatan.
Tiga artikel berikutnya merupakan hasil analisis data sekunder dari data Riskesdas dan Survei
Demoografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang kaya akan informasi sehingga perlu digali potensi
ketersediaan data untuk menghasilkan suatu masukan bagi pihak terkait dengan kesehatan ibu dan anak.
Dari analisis data sekunder diperoleh hasil bahwa usia reproduksi yang belum matang dan usia saat
melahirkan berisiko mempunyai risiko melahirkan bayi BBLR sebesar 2,43 kali dibandingkan usia
reproduksi yang matang dan usia saat melahirkan yang aman. Kejadian kehamilan yang tidak diinginkan
terbukti berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam perawatan kesehatan selama kehamilan dan
kelangsungan perawatan selama kehamilan ini juga terbukti berhubungan dengan perolehan imunisasi
dasar lengkap bagi anaknya. Hal ini memperkuat konsep pelayanan kesehatan ibu dan anak saling
terintegrasi dalam paradigm continuum of care.
Terbukanya berbagai informasi tentang gizi kesehatan reproduksi dan perawatan kehamilan maternal
kami harapkan dapat semakin membuka wawasan dan masukan bagi berbagai pihak terkait serta
memunculkan pemikiran penelitian baru dari kesenjangan yang disajikan dari keenam artikel dalam edisi
kali. Bangsa ini memerlukan dukungan informasi dan teknologi dalam mengisi kemerdekaan ini agar
status kesehatan ibu dan anak menjadi lebih baik dan tidak tertinggal dengan negara-negara tetangga
lainnya.
Selamat membaca dan semoga bermanfaat. Merdeka !!

REDAKSI
Volume 7, No. 2, Agustus 2016 ISSN : 2087-703X e-ISSN : 2354-8762
No Akreditasi: 563/Akred/P2MI-LIPI/09/2013

JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI


DAFTAR ISI

Kata Pengantar

1. PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA 71 – 82


WANITA USIA SUBUR DI RUMAH TANGGA MISKIN DI
KABUPATEN TASIKMALAYA DAN CIAMIS, PROVINSI
JAWA BARAT
Oleh: Sudikno, Sandjaja

2. KEPATUHAN KONSUMSI SUPLEMEN KALSIUM SERTA 83 – 93


HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KECUKUPAN
KALSIUM PADA IBU HAMIL DI KABUPATEN JEMBER
Oleh: Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani

3. DUKUNGAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP 95 – 108


PELAKSANAAN IMD: STUDI KASUS DI RS SWASTA X
DAN RSUD Y DI JAKARTA
Oleh: Novianti Margareth Sihombing, Anissa Rizkianti

4. HUBUNGAN USIA GINEKOLOGI DAN USIA SAAT 109 – 118


MELAHIRKAN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR
RENDAH (BBLR) DI INDONESIA TAHUN 2010
Oleh: Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly Philipus
Senewe

5. PENGARUH STATUS KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN 119 – 133


TERHADAP PERILAKU IBU SELAMA KEHAMILAN DAN
SETELAH KELAHIRAN DI INDONESIA (ANALISIS DATA
SDKI 2012)
Oleh: Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulisttyowati

6. HUBUNGAN KESINAMBUNGAN PEMANFAATAN 135 –144


PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL DENGAN
PEMBERIAN IMUNISASI LENGKAP DI INDONESIA
Oleh: Dwi Sisca Kumala Putri, Nur Handayani Utami, Olwin
Nainggolan
Jurnal Kesehatan Reproduksi (ISSN 2087-703X) - Vol 7, No. 2, (2016), pp. 71-82
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)  
 
 

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA WANITA USIA SUBUR


DI RUMAH TANGGA MISKIN DI KABUPATEN TASIKMALAYA DAN CIAMIS,
PROVINSI JAWA BARAT

Prevalence and Risk Factors of Anemia among Women of Reproductive Age in Poor Household
in Tasikmalaya and Ciamis District, West Java Province

Sudikno*, Sandjaja
Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Litbangkes
*E-mail: onkidus@gmail.com

Abstract

Background: Anemia in women of reproductive age remains a nutritional problem in developing countries,
especially among poor households.
Objective: This study aimed to determine the prevalence and risk factors for anemia among women of
reproductive age (WRA) in poor households.
Methods: The study design was cross-sectional. The research was conducted in June-July 2011 in two selected
districts, namely Tasikmalaya and Ciamis, West Java Province. A sample was 146 WRA of poor households in
24 villages selected peri-urban. The inclusion criteria include healthy WRA age 15-35 years, did not suffer
serious illness (chronic or acute), severe anemia (<7 g / dl), and had been wiling to participate in research by
signing an informed consent. While, the exclusion criteria were WRA who were still breastfeeding, and WRA
are pregnant
Results: The prevalence of anemia among women of reproductive age (hemoglobin level <12 g / dl) in this
study was 9.6 percent. The women of reproductive age with low ferritin status were 4.01 times likely to become
anemic (95% CI: 1.03-15.48) compared with those with sufficient ferritin status after being controlled by
vitamin A status and age.
Conclusion: This study showed that there was a relationship between serum ferritin with anemia in women of
reproductive age in poor households.

Keywords: risk factors, anemia, women of reproductive age, poor household

Abstrak

Latar belakang: Anemia pada wanita usia subur masih merupakan masalah gizi di negara berkembang,
terutama pada rumahtangga miskin.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko anemia pada wanita usia subur
(WUS) di rumahtangga miskin.
Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten
Tasikmalaya dan Ciamis. Sampel sebanyak 146 WUS dari rumahtangga miskin di 24 desa peri-urban yang
terpilih. Kriteria inklusi meliputi WUS yang sehat, usia 15-35 tahun, tidak menderita penyakit serius (kronis
atau akut), dan tidak mengalami anemia yang serius (<7 g/dl), dan bersedia ikut dalam penelitian.
Hasil: Prevalensi anemia WUS (kadar hemoglobin <12 g/dl) pada peneltian ini sebesar 9,6 persen. Pada WUS
dengan status feritin yang kurang berisiko untuk menjadi anemia sebesar 4,01 kali (95% CI: 1,03-15,48)
dibandingkan dengan WUS dengan status feritin yang cukup setelah dikontrol oleh variabel status vitamin A
dan umur.
Kesimpulan: Adanya hubungan antara serum feritin dengan anemia pada wanita usia subur di rumah tangga
miskin setelah dikontrol oleh status vitamin A dan umur.

Kata kunci: faktor risiko, anemia, wanita usia subur, rumah tangga miskin

Naskah masuk: 28 April 2016 Review: 10 Agustus 2016 Disetujui terbit: 31 Agustus 2016

 
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)  
 

PENDAHULUAN yang buruk, terutama ketika dikaitkan dengan


kekurangan asam folat, vitamin A atau B12,
Anemia merupakan masalah gizi yang seperti yang sering terjadi di negara-negara
mempengaruhi jutaan orang di negara-negara berkembang.11 Penelitian Pala K dan Dundar
berkembang dan tetap menjadi tantangan besar N di Turki menunjukkan bahwa faktor lama
bagi kesehatan manusia.1 Prevalensi anemia menstruasi juga berhubungan dengan kejadian
diperkirakan 9 persen di negara-negara maju, anemia.12 Berkaitan dengan penyakit infeksi,
sedangkan di negara berkembang malaria dan kecacingan merupakan penyebab
prevalensinya 43 persen. Anak-anak dan anemia, terutama di daerah endemik.10 Di
wanita usia subur (WUS) adalah kelompok samping itu kondisi sosial ekonomi
yang paling berisiko, dengan perkiraan rumahtangga juga terkait dengan kejadian
prevalensi anemia pada balita sebesar 47 anemia. Beberapa penelitian menunjukkan
persen, pada wanita hamil sebesar 42 persen, angka kejadian anemia yang cenderung lebih
dan pada wanita yang tidak hamil usia 15-49 tinggi pada rumahtangga miskin.13,14
tahun sebesar 30 persen.2 World Health
Organization (WHO) menargetkan penurunan Penelitian ini merupakan bagian dari
prevalensi anemia pada WUS sebesar 50 penelitian Riset Khusus “Evaluasi Dampak
persen pada tahun 2025.3 Fortifikasi Minyak Goreng Dengan Vitamin
A”, oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI tahun
2007 menunjukkan bahwa persentase anemia 2011 yang dilaksanakan di Kabupaten
di Indonesia pada WUS tidak hamil (≥ 15 Tasikmalaya dan Kabupaten Ciamis, Provinsi
tahun) di perkotaan sebesar 19,7 persen.4 Jawa Barat. Tujuan penelitian untuk
Selanjutnya hasil Riskesdas 2013 mengetahui prevalensi dan faktor risiko
menunjukkan persentase anemia pada WUS anemia pada WUS di rumah tangga miskin.
umur 15-44 tahun sebesar 35,3 persen.5

Kondisi anemia dapat meningkatkan risiko METODE PENELITIAN


kematian ibu pada saat melahirkan, melahirkan
bayi dengan berat badan lahir rendah, janin Desain penelitian yang digunakan adalah
dan ibu mudah terkena infeksi, keguguran, dan cross-sectional. Penelitian dilaksanakan pada
meningkatkan risiko bayi lahir prematur.6 Di bulan Juni-Juli 2011 di dua kabupaten terpilih,
Afrika dan Asia, anemia diperkirakan yaitu Kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis
berkontribusi lebih dari 115 000 kematian ibu yang meliputi 4 kecamatan peri-urban (dekat
dan 591 000 kematian perinatal secara global dengan perkotaan) di masing-masing
per tahun.7 Konsekuensi morbiditas terkait kabupaten. Di tiap-tiap kecamatan dipilih 3
dengan anemia kronis memperpanjang desa peri-urban, sehingga keseluruhan terdapat
hilangnya produktivitas dari kapasitas 24 desa.
gangguan kerja, gangguan kognitif, dan
peningkatan kerentanan terhadap infeksi, yang Perhitungan sampel dengan menggunakan
juga memberikan beban ekonomi.8 rumus estimasi proporsi dengan presisi
absolut, tingkat kepercayaan 95%, presisi
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya absolute (d) = 10 persen, dan prevalensi
anemia pada populasi melibatkan interaksi anemia WUS sebesar 19,7 persen4, dan desain
kompleks dari faktor-faktor sosial, politik, efek = 2, diperoleh sampel minimal 122.
ekologi, dan biologi.9 Menurut Agragawal S Sampel merupakan anggota rumah tangga
bahwa penyebab utama anemia adalah gizi dan miskin di 24 desa peri-urban yang terpilih
infeksi. Di antara faktor gizi yang (clusters). Definisi rumah tangga miskin
berkontribusi terhadap anemia adalah berdasarkan keberadaan kartu keluarga miskin
kekurangan zat besi. Hal ini karena konsumsi baik dari kriteria pemerintah pusat maupun
makanan yang monoton, namun kaya akan zat daerah setempat. Hanya rumah tangga yang
yang menghambat penyerapan zat besi memiliki kartu tersebut yang dipilih untuk
(phytates) sehingga zat besi tidak dapat menjadi sampel. Kriteria inklusi meliputi
dimanfaatkan oleh tubuh.10 Kekurangan zat WUS yang sehat, usia 15-35 tahun (usia
besi juga dapat diperburuk oleh status gizi produktif), tidak menderita penyakit serius

72  
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)  
 

(kronis atau akut), dan tidak mengalami menggunakan High Performance Liquid
anemia yang serius (kadar hemoglobin darah Chromatography (HPLC).
<7 g/dl), bersedia ikut dalam penelitian yang
dibuktikan dengan menandatangani informed Pemeriksaan hemoglobin dilakukan
consent, dan adanya kelengkapan variabel data menggunakan metode Cyanmeth dengan
yang dianalisis. Sedangkan kriteria eksklusi Hemocue. Alat hemocue dipersiapkan dengan
adalah WUS yang masih menyusui, dan WUS membaca blangko terlebih dahulu, kemudian
yang hamil. membaca standar sebelum digunakan untuk
pembacaan sampel guna melihat apakah alat
Pengumpulan data menggunakan kuesioner stabil.
yang sudah dilakukan pengujian lapangan dan
terstruktur yang dilakukan oleh Pemeriksaan vitamin A dengan metode HPLC.
enumerator/pewawancara yang sudah dilatih Serum diekstraksi dengan SDS (Sodium
terlebih dahulu. Pendidikan minimal Dodecyl Sulfate) dan Ethanol Absolut,
enumerator adalah Diploma III kesehatan yang kemudian dicampur hingga homogen selama
bekerja di Puskesmas maupun Dinas satu menit. Selanjutnya ditambah dengan
Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya dan Heptan yang telah ditambah BHT (Butylated
Kabupaten Ciamis. Pada saat pengumpulan Hydroxy Toluene), kemudian dicampur dengan
data direkrut juga koordinator lapangan di vortex selama satu menit. Setelah itu dilakukan
kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis yang pemisahan cairan serun menggunakan
bertugas mengawasi secara langsung pada centrifuge selama 10 menit dengan kecepatan
proses pengumpulan data. 2000 rpm sampai terbentuk cairan bening dan
sedikit endapan. Cairan bening tersebut
Variabel yang dianalisis meliputi: variabel diambil dan diuapkan dengan gas N2 sampai
dependen (status anemia pada WUS), variabel kering. Kemudian diambahkan pelarut fase
independen, yaitu: status vitamin A, status gerak HPLC, dan dicampur dengan vortex
feritin, umur, status kawin, pendidikan, selama 45 detik. Cairan tersebut dipindahkan
pekerjaan, jumlah anak yang pernah ke Vial Insert, dan siap untuk diperiksa dengan
dilahirkan/paritas, riwayat keguguran, status alat HPLC. Kemudian dilakukan pembacaan
gizi, konsumsi zat gizi (energi, protein, kurva sampel dengan dibandingkan kurva
vitamin A, vitamin C, zat besi, dan zink). standar.

Analisis kadar hemoglobin dan kadar vitamin Pengumpulan data sosiodemografi (umur,
A dilakukan oleh PT “P”. Data biokimia status kawin, pendidikan, pekerjaan, jumlah
meliputi kadar hemoglobin dan kadar vitamin anak yang pernah dilahirkan/paritas, riwayat
A. Anemia adalah keadaan dimana seseorang keguguran) dilakukan melalui wawancara
mempunyai kadar hemoglobin di bawah nilai dengan WUS. Pengukuran berat badan WUS
normal berdasarkan jenis kelompok umur dan dilakukan dengan menggunakan timbangan
jenis kelamin. Untuk subyek WUS berat badan merk “AND” dengan ketelitian 0,1
dikategorikan anemia bila kadar Hb kurang kg. Sedangkan pengukuran tinggi badan WUS
dari 12,0 g/dl.15,16 Kurang vitamin A apabila dilakukan dengan alat ukur tinggi badan
kadar vitamin A kurang dari 20 ug/dL.17 microtoice dengan ketelitian 0,1 cm.
Sedangkan kategori kurang feritin apabila
kadar serum feritin kurang dari 15µg/l.15 Selanjutnya pengumpulan data konsumsi
Hemoglobin diukur menggunakan alat ukur makanan dilakukan dengan metode food recall
HemocueTM portabel dan hemocuvettes 2x24 jam, dengan hari yang tidak berurutan
(Hemocue, Aangelsborg, Swedia). Pengukuran untuk mengontrol terhadap variasi dan jumlah
dilakukan langsung di fasilitas kesehatan desa makanan yang dikonsumsi oleh sampel.18
(balai desa/kelurahan, posyandu, pos bidan Wawancara recall konsumsi 2x24 jam
desa), dan hasilnya dicatat pada formulir dilakukan terhadap ibu menyusui di
individu dan dikomunikasikan kepada subyek rumahtangga. Beberapa makanan jadi yang
yang bersangkutan. Untuk pemeriksaan serum banyak dikonsumsi subyek di tiap desa terpilih
retinol, serum yang disimpan dalam cool box, yang belum diketahui bahan dan beratnya
segera dikirim ke laboratorium pusat PT “P” di dibeli dan ditimbang dengan food scale untuk
Jakarta untuk dianalisa kadar retinol dengan memperkirakan berat bahan makanannya lebih

  73
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)  
 

tepat. Selanjutnya kandungan zat gizi dihitung logistic regression digunakan untuk
dengan menggunakan program nutrisoft. mengetahui faktor risiko anemia pada WUS.
Pengelompokkan kandungan zat gizi (energi,
protein, vitamin A, vitamin C, zat besi, zink) Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan
berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG). etik (ethical clearance) dari Komisi Etik,
Konsumsi zat gizi energi dikategorikan Badan Penelitian dan Pengembangan
menjadi dua, yaitu: defisit (<70% AKG) dan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI Nomor:
cukup (≥70% AKG). Konsumsi zat gizi KE.01.05/EC/262/2011.
protein dikategorikan menjadi dua, yaitu:
defisit (<80% AKG) dan cukup (≥80% AKG).
Sedangkan konsumsi zat gizi vitamin A, HASIL
vitamin C, zat besi, zink dikategorikan
menjadi dua, yaitu: defisit (<100% AKG) dan Jumlah sampel yang dianalisis sebanyak 146
cukup (≥100% AKG). wanita WUS. Tabel 1 menunjukkan rata-rata
umur WUS adalah 23,6±0,5 tahun. Rata-rata
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui indeks massa tubuh (IMT) adalah 23,2±0,3
sebaran masing-masing variabel, dan untuk kg/m2. Rata-rata hemoglobin 13,6±0,1 g/dL,
mengetahui distribusi variabel menurut rata-rata serum retinol 44,2±1,4 µg/dL, dan
kategori anemia pada WUS digunakan analisis rata-rata feritin 60,8±3,4 (µg/l).
bivariat. Selanjutnya analisis multivariate

Tabel 1. Karakteristik Sampel menurut Rata-rata Umur, IMT, Hemoglobin,


Serum Retinol, dan Serum Feritin

Karakteristik Rata-rata Median Standar Error


Umur (tahun) 23,6 24,0 ±0,51
IMT (kg/m2) 23,2 22,5 ±0,38
Hemoglobin (g/dL) 13,6 13,7 ±0,11
Serum Retinol (µg/dL) 44,2 42,7 ±1,47
Serum Feritin (µg/l) 60,8 55,4 ±3,44

Distribusi karakteristik sampel dijelaskan pada massa tubuh (IMT) diketahui bahwa sebagian
Tabel 2. Prevalensi anemia (kadar hemoglobin besar WUS termasuk dalam kategori IMT
<12 g/dL) pada WUS didapatkan sebesar 9,6 normal (18,5-24,9 (kg/m2)19, yaitu sebesar 54,1
persen. Persentase WUS dengan kekurangan persen. Selanjutnya Tabel 2 juga menunjukkan
vitamin A sebesar 4,8 persen. Sedangkan distribusi sampel menurut konsumsi zat gizi.
status feritin WUS yang kurang didapatkan Konsumsi energi pada WUS sebagian besar,
sebesar 11,6 persen. Umur WUS pada yaitu 88,4 persen masih dalam kategori defisit.
penelitian ini sebagian besar berkisar antara Konsumsi protein juga sebagian besar masih
20-35 tahun (60,3%). Menurut status kawin dalam kategori defisit, yaitu sebesar 71,9
diketahui bahwa 56,8 persen di antaranya persen. Konsumsi vitamin A dalam kategori
sudah menikah. WUS dengan pendidikan SD defisit diketahui sebesar 39,7 persen.
ke bawah dan SMP masing-masing sebesar Sedangkan konsumsi vitamin C, zat besi, dan
41,8 persen, dan hanya 16,4 persen yang zink masih jauh dari angka kecukupan gizi
berpendidikan SMA ke atas. Pekerjaan WUS yang dianjurkan, sebagian besar masih dalam
sebagian besar adalah sebagai ibu rumah kategori defisit.
tangga (42,4%), yang masih sekolah sebesar
29,5 persen. WUS yang sudah pernah Kejadian anemia pada WUS menurut status
melahirkan satu anak sebesar 28,1 persen, dan vitamin A dan status feritin dijelaskan pada
yang pernah melahirkan dua anak atau lebih Tabel 3. Persentase kejadian anemia pada
sebesar 27,4 persen. Riwayat keguguran WUS dengan status vitamin A kurang sebesar
ditemukan pada 9 WUS (6,2%). Sedangkan 28,6 persen. Sedangkan kejadian anemia pada
menurut status gizi, dengan indikator indeks WUS dengan status feritin kurang sebesar 23,5

74  
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)  
 

persen. Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa dapat dilanjutkan untuk analisis multivariat
variabel status vitamin A dan status feritin (p<0,25).

Tabel 2. Karakteristik Sampel menurut Sosiodemografi

Karakteristik n % Karakteristik n %
Status Anemia Riwayat keguguran
− Ya 14 9,6 − − Ya 9 6,2
− Tidak 132 90,4 − − Tidak 137 93,8
Status vitamin A Status gizi18 (kg/m2)
− Kurang 7 4,8 − − IMT< 18,5 20 13,7
− Cukup 139 95,2 − − IMT= 18,5-24,9 79 54,1
Status feritin − − IMT= 25-29,9 35 24,0
− Kurang 17 11,6 − − IMT ≥ 30 12 8,2
− Cukup 129 88,4 Energi
Umur (tahun) − − Defisit 115 78,8
− < 20 58 39.7 − − Cukup 31 21,2
− 20-35 88 60,3 Protein
Status kawin − − Defisit 119 81,5
− Belum kawin 63 43,2 − − Cukup 27 18,5
− Kawin 83 56,8 Vitamin A
Pendidikan − − Defisit 58 39,7
− SD ke bawah 61 41.8 − − Cukup 88 60,3
− SMP 61 41,8 Vitamin C
− SMA ke atas 24 16,4 − − Defisit 144 98,6
Pekerjaan − − Cukup 2 1,4
− Sekolah 43 29,5 Zat Besi
− Bekerja 23 15,8 − − Defisit 138 94,5
− Ibu rumah tangga 62 42,4 − − Cukup 8 5,5
− Tidak bekerja 18 12,3 Zink
Jumlah anak yang pernah dilahirkan − − Defisit 145 99,3
− 0 65 44,5 − − Cukup 1 0,7
− 1 41 28,1
− ≥2 40 27,4

Tabel 3. Persentase Kejadian Anemia menurut Status Vitamin A dan Status Feritin

Kejadian Anemia
ORCrude
Karakteristik Ya Tidak p
95% CI
n % n %
Status Vitamin A − Cukup 12 8,6 127 91,4 1
− Kurang 2 28,6 5 71,4 4,23(0,74-24,20) 0,105
Status Feritin − Cukup 10 7,8 119 92,2 1
− Kurang 4 23,5 13 76,5 3,66(1,00-13,34) 0,049

Tabel 4 menunjukkan bahwa prevalensi hanya 6 persen. Persentase anemia pada WUS
kejadian anemia pada WUS berumur <20 dengan pendidikan SD ke bawah sebesar 11,5
tahun sebesar 13,8 persen lebih tinggi persen, lebih tinggi dibandingkan WUS
dibandingkan WUS yang berumur 20-35 tahun dengan pendidikan SMP maupun SMA ke
(6,8%). Persentase kejadian anemia pada WUS atas. Menurut pekerjaan diketahui bahwa
yang belum kawin sebesar 14,3 persen, WUS yang masih sekolah persentase kejadian
sedangkan pada WUS yang sudah kawin aneminya lebih tinggi (16,3%) dibandingkan

  75
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)  
 

dengan WUS yang bekerja, tidak bekerja dan persentase kejadian anemia pada WUS dengan
ibu rumah tangga. WUS yang belum pernah IMT <18,5 kg/m2 sebesar 15,0 persen lebih
melahirkan persentase kejadian aneminya tinggi dari kelompok WUS dengan IMT
sebesar 13,8 persen lebih tinggi dari WUS ≥18,5-24,9 kg/m2, IMT =25,0-29,9 kg/m2, dan
yang sudah pernah melahirkan. Menurut kelompok IMT ≥30,0 kg/m2. Dari Tabel 4
riwayat keguguran diketahui bahwa persentase diketahui bahwa variabel umur, status kawin,
kejadian anemia pada WUS yang tidak pekerjaan, dan jumlah anak yang pernah
mengalami keguguran sebesar 10,2 persen. dilahirkan, masuk dalam tahap analisis
Dari variabel status gizi diketahui bahwa multivariat (p<0,25).

Tabel 4. Persentase Kejadian Anemia menurut Karakteristik Sosiodemografi

Kejadian Anemia
ORCrude
Karakteristik Ya Tidak p
95% CI
n % n %
Umur − 20-35 tahun 6 6,8 82 93,2 1
− < 20 tahun 8 13,8 50 86,2 2,18(0,71-6,67) 0,169
Status kawin − Kawin 5 6,0 78 94,0 1
− Belum pernah 9 14,3 54 85,7 2,60(0,82-8,18) 0,103
Pendidikan − SMA ke atas 2 8,3 22 91,7 1
− SMP 5 8,2 56 91,8 0,98(0,17-5,44) 0,984
− SD ke bawah 7 11,5 54 88,5 1,42(0,27-7,40) 0,673
Pekerjaan − Bekerja 1 4,3 22 95,7 1
− Tidak bekerja 1 5,6 17 94,4 1,29(0,07-22,22) 0,859
− Ibu rumah tangga 5 8,1 57 91,9 1,93(0,21-17,46) 0,559
− Sekolah 7 16,3 36 83,7 4,27(0,49-37,14) 0,188
Jumlah anak − 0 9 13,8 56 86,2 1
yang pernah − 1 1 2,4 40 97,6 0,15(0,01-1,27) 0,083
dilahirkan − ≥2 4 10,0 36 90,0 0,69(0,19-2,41) 0,563
Riwayat − Ya 0 0,0 9 100,0 NA*
keguguran − Tidak 14 10,2 123 89,8
Status gizi − IMT= 18,5-24,9 9 11,4 70 88,6 1
(kg/m2) − IMT< 18,5 3 15,0 17 85,0 1,37(0,33-5,62) 0,660
− IMT= 25-29,9 1 2,9 34 97,1 0,22(0,02-1,88) 0,170
− IMT ≥ 30 1 8,3 11 91,7 0,70(0,08-6,14) 0,753
* NA: Not Applicable

Tabel 5. Persentase Kejadian Anemia menurut Konsumsi Zat Gizi

Kejadian Anemia
ORCrude
Konsumsi Zat Gizi Ya Tidak p
95% CI
n % n %
Energi − Cukup 1 3,2 30 96,8 1
− Defisit 13 11,3 102 88,7 3,82(0,48-30,43) 0,205
Protein − Cukup 3 11,1 24 88,9 1
− Defisit 11 9,2 108 90,8 0,81(0,21-3,14) 0,766
Vitamin A − Cukup 7 8,0 81 92,0 1
− Defisit 7 12,1 51 87,9 1,58(0,52-4,79) 0,412
Vitamin C − Cukup 1 50,0 1 50,0 1
− Defisit 13 9,0 131 91,0 0,09(0,00-1,68) 0,110
Zat besi − Cukup 0 0.0 8 100,0 NA*
− Defisit 14 10,1 124 89,9
Zink − Cukup 0 0,0 1 100,0 NA*
− Defisit 14 9,7 131 90,3
* NA: Not Applicable

76  
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)  
 

Tabel 5 menjelaskan kejadian anemia menurut kategori defisit, persentase kejadian anemia
konsumsi zat gizi. Persentase kejadian anemia didapatkan sebesar 9,7 persen. Dari Tabel 5
sebesar 10,1 persen pada WUS dengan diketahui bahwa hanya variabel konsumsi
konsumsi energi kategori defisit. Pada WUS vitamin C yang masuk dalam tahap analisis
dengan konsumsi protein kategori defisit, multivariat (p<0,25).
persentase kejadian anemia sebesar 10,5
persen. Persentase kejadian anemia sebesar Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa WUS
12,1 persen pada WUS dengan konsumsi dengan status feritin yang kurang berisiko
vitamin A kategori defisit. Sedangkan pada sebesar 4,01 kali (95% CI: 1,03-15,48) untuk
WUS dengan konsumsi vitamin C kategori menjadi anemia dibandingkan dengan WUS
defisit, persentase kejadian anemia didapatkan dengan status feritin yang cukup setelah
sebesar 9 persen. Selanjutnya persentase dikontrol oleh variabel status vitamin A dan
kejadian anemia sebesar 10,1 persen pada umur (Tabel 6).
WUS dengan konsumsi zat besi kategori
defisit, dan pada WUS dengan konsumsi zink

Tabel 6. Regresi Logistik Multivariat Faktor Risiko Anemia Wanita Usia Subur (WUS) di
Rumah Tangga Miskin

Variabel ORAdjusted 95% CI p


Status feritin 4,01 1,03-15,48 0,04
Status vitamin A 5,86 0,92-37,29 0,06
Umur 2,85 0,83-9,78 0,09

PEMBAHASAN Uttarakhand, India mendapatkan prevalensi


anemia pada WUS sebesar 64,28 persen.
Prevalensi anemia wanita usia subur (kadar
hemoglobin <12 g/dl) pada peneltian ini Dilihat dari variabel umur tidak menunjukkan
sebesar 9,6 persen, termasuk masalah adanya hubungan antara umur WUS dengan
kesehatan masyarakat dengan kategori sedang kejadian anemia. Hasil ini sejalan dengan
menurut WHO (5,0%-19,9%).15,16 Hasil ini penelitian Mirzaie F, dkk.24 di Kerman (Iran),
masih lebih rendah dibandingkan dengan hasil Swarnlatha25 di Andhra Pradesh (India).
Riskesdas 2007 di perkotaan maupun hasil Gartner A, dkk.26 di Maroko dan Tunisia.
Riskesdas 2013.4,5 Penelitian Buseri FI, dkk. di Sebaliknya hasil penelitian Yi S-W, dkk.
Nigeria mendapatkan angka prevalensi anemia menunjukkan adanya hubungan antara umur
pada WUS yang tidak hamil sebesar 16,7 dengan kejadian anemia pada WUS.27
persen, dan pada WUS yang hamil sebesar
23,2 persen.20 Penelitian Pala K dan Dundar N Menurut pendidikan juga tidak menunjukkan
di Turki mendapatkan angka prevalensi adanya hubungan antara tingkat pendidikan
anemia WUS sebesar 32,8 persen.12 dengan kejadian anemia. Penelitian Nik
Sedangkan di Etiopia menurut Ethiopian Rosmawati NH, dkk.28 di Malaysia, Gartner A,
Demographic and Health Survey (EDHS), dkk.26 di Maroko dan Tunisia yang juga
prevalensi anemia pada WUS menyusui adalah menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak
29,9 persen pada tahun 2005 dan 18,5 persen berhubungan dengan kejadian anemia. Namun
pada tahun 2011. Persentase anemia di antara sebaliknya pada penelitian Sanku DEY, dkk.14
WUS yang hamil sebesar 30,6 persen pada di India, Mirzaie F, dkk.24 di Iran, Yi S-W,
tahun 2005 dan 22 persen pada tahun 2011. dkk.27 di Korea, Patavegar BN, dkk.29 di India,
Selanjutnya persentase anemia pada WUS Wilunda C, dkk.30 di Tanzania menunjukkan
yang tidak hamil atau menyusui sebesar 23,9 bahwa tingkat pendidikan berhubungan
persen pada tahun 2005 dan 15 persen pada dengan kejadian anemia pada WUS. Dari hasil
tahun 2011.21,22 Penelitian Dabral M, dkk.23 di Riskesdas 2007 juga menunjukkan bahwa

  77
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)  
 

semakin tinggi tingkat pendidikan semakin kelompok WUS dengan kelompok IMT 18,5-
rendah prevalensi anemia.4 24,9 kg/m2 (normal), walaupun dalam
penelitian ini belum menunjukkan hubungan
Pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya yang bermakna. Hasil penelitian ini sejalan
hubungan antara status kawin dengan risiko dengan penelitian Wilunda C, dkk. (2013)30 di
kejadian anemia. Hasil penelitian ini sejalan Tanzania. Namun, pada penelitian Yi S-W,
dengan penelitian Gartner A, dkk.26 pada WUS dkk.27 di Korea menunjukkan adanya
di Maroko dan Tunisia, Wilunda C, dkk.30 di hubungan antara IMT dengan kejadian
Tanzania. Hasil penelitian ini menunjukkan anemia. Menurut Qin Y, dkk. bahwa wanita
bahwa ada kecenderungan kejadian anemia yang mengalami obesitas memiliki
pada WUS yang belum kawin dibandingkan kecenderungan asupan zat besi lebih tinggi
WUS yang sudah kawin. daripada wanita kurus.32
Selanjutnya penelitian ini menunjukkan bahwa
Menurut pekerjaan diketahui bahwa WUS konsumsi zat gizi WUS (energi, protein,
yang masih sekolah persentase kejadian vitamin C, zat besi, dan zink) sebagian besar
aneminya lebih tinggi dibandingkan dengan masih di bawah angka kecukupan gizi yang
WUS yang bekerja, tidak bekerja dan ibu dianjurkan. Hasil penelitian tidak
rumah tangga. Sedangkan pada Riskesdas menunjukkan adanya hubungan antara
2007 menunjukkan bahwa ibu rumah tangga konsumsi zat gizi (energi, protein, vitamin A,
mempunyai prevalensi anemia tertinggi vitamin C, zat besi, dan zink). Hasil penelitian
dibandingkan di antara jenis pekerjaan yang ini tidak jauh berbeda dengan penelitian
lain.4 Hasil pada penelitian ini tidak Wallace LJ, dkk.33 di Kandal, Kamboja yang
membuktikan adanya hubungan antara menunjukkan bahwa konsumsi makanan
pekerjaan dengan risiko kejadian anemia pada harian belum memenuhi, terutama konsumsi
WUS. Penelitian ini sejalan dengan Gartner A, zat besi dan vitamin A. Sedangkan pada
dkk.26 di Maroko dan Tunisia. Sebaliknya pada penelitian Batool Z, dkk. di Punjab, Pakistan
penelitian Sanku DEY, dkk. 14 menunjukkan menunjukkan bahwa konsumsi energi
bahwa jenis pekerjaan berhubungan dengan berhubungan dengan kejadian anemia pada
kejadian anemia pada WUS. WUS.

Pada penelitian ini variabel paritas tidak Hasil analisis regresi logistik multivariat pada
menunjukkan adanya hubungan dengan risiko penelitian ini menunjukkan bahwa WUS
kejadian anemia pada WUS. Penelitian ini dengan status feritin yang kurang berisiko
sejalan dengan penelitian Wilunda C, dkk.30 di menjadi anemia sebesar 4,01 kali (95% CI:
Tanzania. Sedangkan pada penelitian Mirzaie 1,03-15,48) dibandingkan dengan WUS
F, dkk.24 di Kerman (Iran), Gartner A, dkk.26 dengan status feritin yang cukup setelah
di Maroko dan Tunisia, Yi S-W, dkk.27 di dikontrol oleh variabel status vitamin A dan
Korea menunjukkan adanya hubungan antara umur. Sebagaimana diketahui bahwa serum
paritas dengan risiko kejadian anemia. Pada feritin diproduksi secara intraseluler yang
penelitian ini menunjukkan kecenderungan merespon terhadap peningkatan kandungan zat
kejadian anemia pada WUS yang belum besi. Jika cadangan zat besi meningkat, maka
pernah melahirkan dibandingkan WUS yang konsentrasi serum feritin juga meningkat.34
sudah pernah melahirkan. Menurut WHO, serum feritin merupakan
cadangan zat besi di dalam tubuh. Molekul
Selanjutnya hasil penelitian ini tidak feritin merupakan protein intraseluler
menunjukkan adanya hubungan antara riwayat berongga yang terdiri dari 24 subunit yang
keguguran dengan kejadian anemia. Meskipun mengelilingi inti zat besi yang berisi sebanyak
demikian, kehilangan darah selama keguguran 4.000-4.500 atom besi. Di dalam tubuh,
menunjukkan peningkatan kejadian anemia sebagian kecil feritin disekresikan ke dalam
secara signifikan.31 plasma. Konsentrasi plasma (atau serum)
feritin berkorelasi positif dengan ukuran total
Dilihat dari variabel status gizi diketahui simpanan zat besi tubuh dengan tidak adanya
bahwa kejadian anemia pada WUS cenderung peradangan.35 Konsentrasi feritin yang normal
terjadi pada WUS dengan IMT kurang dari bervariasi berdasarkan usia dan jenis kelamin.
18,5 kg/m2 (underweight) dibandingkan Konsentrasi tinggi pada saat lahir, meningkat

78  
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)  
 

selama dua bulan pertama kehidupan, dan melalui sekolah-sekolah menengah atas untuk
kemudian turun.36 Pada sekitar usia satu tahun, menjaring remaja putri dalam program
konsentrasi mulai naik lagi dan terus pemberian tablet tambah darah. Shrivastava D,
meningkat hingga dewasa.37 dkk. menambahkan perlu adanya monitoring
kepatuhan yang baik dalam pelaksanaan
Sedangkan vitamin A diduga berperan dalam pemberian suplemen zat besi.45 Di samping itu
penyerapan zat besi dan atau pemanfaatan perlu adanya upaya penyuluhan tentang
cadangan zat besi untuk produksi heme baru.38 makanan seimbang kepada kelompok WUS.
Penelitian Suharno, dkk. menunjukkan bahwa Kelompok bahan makanan atau makanan
pengaruh suplementasi besi pada konsentrasi hewani yang relatif murah dan mudah
hemoglobin dapat ditingkatkan dengan diperoleh, seperti: telur ayam, ikan segar dari
penambahan vitamin A.39 sungai/kolam/laut sangat baik bagi WUS,
karena memiliki bioavailabilitas besi yang
Pola konsumsi sumber penghambat baik.
penyerapan zat besi (Inhibitor) berpengaruh
terhadap dengan status anemia. Makanan
yang merupakan sumber penghambat KESIMPULAN
penyerapan zat besi (inhibitor) yaitu tanin dan
oksalat yang banyak terkandung dalam Pada penelitian ini menunjukkan bahwa
makanan seperti kacang-kacangan, pisang, anemia pada wanita usia subur di rumahtangga
bayam, coklat, kopi, dan teh.40 Penelitian Putri miskin masih menjadi masalah kesehatan
dan Sumarmi pada pengantin wanita (19-29 masyarakat dengan kategori sedang. Pada
tahun) di Kabupaten Probolinggo juga WUS dengan status feritin yang kurang
menunjukkan bahwa konsumsi zat besi (defisit) mempunyai risiko untuk menjadi
sebagian besar adalah dari non-heme, dan anemia sebesar 4,01 kali dibandingkan dengan
kurang makanan sumber zink.41 WUS dengan status feritin yang cukup setelah
dikontrol oleh variabel status vitamin A dan
Menurut WHO perlu adanya intervensi umur.
peningkatan sumber zat besi yang
bioavailabilitas tinggi dalam makanan wanita
usia reproduksi. Selain itu perlu adanya SARAN
diversifikasi makanan, suplementasi zat besi,
dan fortifikasi yang universal untuk Pemberian tablet tambah darah kepada
menurunkan tingkat anemia.42 Menurut kelompok WUS diharapkan masih menjadi
Bhutta, dkk. bahwa meningkatkan status zat prioritas program. Di samping itu perlu adanya
besi pada masa pra konsepsi sama seperti upaya penyuluhan tentang makanan seimbang,
pemberian suplemen mikronutrien besi folat terutama makanan hewani yang murah dan
selama kehamilan yang akan menurunkan mudah diperoleh.
kejadian berat bayi lahir rendah (BBLR).43
Penelitian Taha A, dkk. menyimpulkan bahwa
status zat besi pada janin dan status zat besi UCAPAN TERIMA KASIH
bayi yang baru lahir tergantung pada status
besi ibu hamil dan oleh karena itu, kekurangan Ucapan terima kasih disampaikan kepada
zat besi pada ibu berarti bahwa janin yang Kepala Badan Peneitian dan Pengembangan
tumbuh mungkin akan kekurangan zat besi Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Kepala
juga.44 Selanjutnya Patavegar BN29 Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya,
menambahkan bahwa faktor kecacingan juga Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis
dapat menyebabkan anemia, namun pada beserta staf, dan kepada almarhum Bapak
penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan Robert L. Tilden selaku konsultan dalam
kecacingan pada WUS. penelitian ini.

Dengan demikian program pemberian tablet


tambah darah pada WUS, termasuk remaja
putri diharapkan masih menjadi program
prioritas. Perlu adanya upaya menyeluruh

  79
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)  
 

DAFTAR PUSTAKA pregnancy: Prevalence and possible risk


factors in Kakamega County, Kenya.
1. World Health Organization. The world Science Journal of Public Health 2014;
health report. Reducing risks, promoting 2(3): 216-222. doi:
healthy life. Geneva: World Health 10.11648/j.sjph.20140203.23.
Organization, 2002. http://www.sciencepublishinggroup.com/j/
2. McLean E, Cogswell M, Egli I, Wojdyla sjph
D, de Benoist B. Worldwide prevalence of 14. Sanku DEY, Goswami S, Goswami M.
anaemia, WHO Vitamin and Mineral Prevalence of anaemia in women of
Nutrition Information System, 1993–2005. reproductive age in Meghalaya: a logistic
Public Health Nutr 2009; 12: 444–54. regression analysis. Turk J Med Sci. 2010;
3. World Health Organization. WHA Global 40 (5): 783-789. doi:10.3906/sag-0811-44
Nutrition Targets 2025: Anaemia Policy 15. WHO. Iron deficiency anaemia:
Brief. Geneva: World Health assessment, prevention and control, a
Organization. 2014. guide for programme managers. Geneva,
4. Departemen Kesehatan. Laporan Nasional World Health Organization, 2001.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun Available from:
2007 Badan Penelitian dan Pengembangan http://www.who.int/nutrition/publications/
Kesehatan Departemen Kesehatan RI. micronutrients/anaemia_iron_deficiency/
Jakarta: 2009. WHO_NHD_01.3/en/index.html.
5. Kementerian Kesehatan RI. Riset 16. WHO. Worldwide prevalence of anaemia
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Badan 1993–2005: WHO global database on
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan anaemia. Geneva, Switzerland: World
Kementerian Kesehatan RI. Jakarta: 2013. Health Organization, 2008.
6. Kementerian Kesehatan RI. Profil 17. WHO. Serum retinol concentrations for
Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta: determining the prevalence of vitamin A
Kementerian Kesehatan RI. 2015. deficiency in populations. Geneva: WHO,
7. Ezzati M, Lopez AD, Rodgers AA, 2011. Available
Murray CJL. Comparative quantifi cation http://www.who.int/vmnis/indicators/retin
of health risks: global and regional burden ol.pdf.
of disease attributable to selected major 18. Nelson M, Erens B, Bates B, Church
risk factors. Geneva, Switzerland: World S, and Boshier T. 23-hour recall
Health Organization, 2004. instruction. London: University of
8. Horton S, Ross J. The economics of iron London, (tanpa tahun).
deficiency. Food Policy 2003; 28: 51–75. 19. World Health Organization. Obesity:
9. Balarajan Y, Ramakrishnan U, Özaltin E, Preventing and Managing the Global
Shankar AH, Subramanian SV. Anaemia Epidemic. Report of a WHO Consultation.
in low-income and middle-income Geneva: WHO. 2000.
countries. Lancet. 2011: 1-13. 20. Buseri FI, Uko EK, Jeremiah ZA,Usanga
DOI:10.1016/S0140736(10)62304-5. EA. Prevalence and Risk Factors of
10. Agrawal S, Misra R, Aggarwal A. Anaemia Among Pregnant women in
Anemia in rheumatoid arthritis: high Nigeria. The Open Hematology Journal.
prevalence of iron-deficiency anemia in 2008; 2:14-19.
Indian patients. Rheumatol Int (2006) 26: 21. Central Statistical Agency (CSA)
1091–1095. DOI 10.1007/s00296-006- Ethiopia. Demographic and Health Survey
0133-4. 2011. Addis Ababa, Ethiopia and
11. Kaur K. Anaemia ‘a silent killer’ among Calverton, Maryland, USA: CSA and
women in India: Present scenario. Euro J ORC Macro, 2011.
Zool Res, 2014, 3 (1):32-36. 22. Central Statistical Agency (CSA).
12. Pala K, Dundar N. Prevalence & risk Demographic and Health Survey 2005.
factors of anaemia among women of Addis Ababa, Ethiopia and Calverton,
reproductive age in Bursa, Turkey. Indian Maryland, USA: CSA and ORC Macro,
J Med Res 128. 2008:282-286. 2005.
13. Siteti MC, Namasaka SD, Ariya OP, Injete 23. Dabral M, Kothiyal P. Prevalence Of
SD, Wanyonyi WA. Anaemia in Anemia Among Reproductive Age Group

80  
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)  
 

Tribal Women In Uttarakhand, India. Faisalabad, Punjab, Pakistan. Pak. J. Agri.


Indian Journal of Pharmaceutical Science Sci. 2010; 47(1):59-65.
& Research. 2015; 5(4): 301-304. 32. Qin Y, Melse-Boonstra A, Pan X, Yuan B,
24. Mirzaie F, Eftekhari N, Goldozeian S, Dai Y, Zhao J, Zimmermann MB, Kok FJ,
Mahdavinia J. Prevalence of anemia risk Zhou M, Shi Z. Anemia in relation to body
factors in pregnant women in Kerman, mass index and waist circumference
Iran. Iranian Journal of Reproductive among chinese women. Nutrition Journal.
Medicine. 2010;8(2): 66-69. 2013;12:10. doi:10.1186/1475-2891-12-
25. Swarnlatha. Prevalence of Anaemia and its 10.
Socio Demographic. Determinants among http://www.nutritionj.com/content/12/1/10
Pregnant Women Attending Government .
Maternity Hospital, Tirupati, A.P. 33. Wallace LJ, Summerlee AJS, Dewey CE,
Sudanese Journal Of Public Health. Hak C, Hall A, Charles CV. Women’s
2013;8 (3):104-106. nutrient intakes and food-related
26. Gartner A, Ati JE, Traissac P, Bour A, knowledge in rural Kandal province,
Berger J, Landais E, Hsaı¨ni HE, Rayana Cambodia. Asia Pac J Clin Nutr
CB, Delpeuch F. A Double Burden of 2014;23(2):263-271. doi:
Overall or Central Adiposity and Anemia 10.6133/apjcn.2014.23.2.02.
or Iron Deficiency Is Prevalent but with 34. Baynes RD. Assessment of iron status.
Little Socioeconomic Patterning among Clinical biochemistry. 1996;29(3):209-
Moroccan and Tunisian Urban Women. J. 215.
Nutr. 144: 87–97, 2014. 35. WHO. Serum ferritin concentrations for
doi:10.3945/jn.113.178285. the assessment of iron status and iron
http://jn.nutrition.org/content/suppl/2013/1 deficiency in populations. Vitamin and
2/11/jn.113.178285.DCSupplemental.html Mineral Nutrition Information System.
. Geneva, World Health Organization, 2011
27. Yi S-W, Han Y-J, Ohrr H. Anemia before (WHO/NMH/NHD/MNM/11.2).
pregnancy and risk of preterm birth, low (http://www.who.int/vmnis/indicators/seru
birth weight and small-for-gestational-age m_ferritin. pdf.)
birth in Korean women. European Journal 36. Domellof M, Dewey KG, Lonnerdal B,
of Clinical Nutrition (2013) 67, 337–342. Cohen RJ, Hernell O. The diagnostic
28. Nik Rosmawati NH, Mohd Nazri S, Mohd criteria for iron deficiency in infants
Ismail I. The Rate and Risk Factors for should be reevaluated. Journal of
Anemia among Pregnant Mothers in Jerteh Nutrition, 2002, 132:3680-3686.
Terengganu, Malaysia. J Community Med 37. Gibson R. Principles of nutritional
Health Educ. 2012; 2:150. assessment, 2nd ed. Oxford, UK, Oxford
doi:10.4172/2161-0711.1000150. University Press, 2005.
29. Patavegar BN, Kamble MS, Langare-Patil 38. Zimmermann MB, Biebinger R, Rohner F,
S. Prevalence of anaemia and its Dib A, Zeder C, Hurrell RF, and Chaouki
epidemiological correlates among women N. 2006. Vitamin A supplementation in
of reproductive age in a rural setting. children with poor vitamin A and iron
International Journal of Basic and Applied status increases erythropoietin and
Medical Sciences. 2014; 4 (2): 155-159. hemoglobin concentrations without
30. Wilunda C, Massawe S, Jackson C. changing total body iron. Am J Clin Nutr.
Determinants of moderate-to-severe 2006:84:580-586.
anaemia among women of reproductive 39. Suharno D, West CE, Muhilal, Karyadi D,
age in Tanzania: analysis of data from the and Hautvast JG. Supplementation with
2010 Tanzania demographic and health vitamin A and iron for nutritional anaemia
survey. Tropical Medicine and in pregnant women in West Java,
International Health. 2013; 18 (12): 1488- Indonesia. Lancet 1993: 342:1325-1328.
1497. doi:10.1111/tmi.12199. 40. Masthalina H, Laraeni Y, Dahlia YP. Pola
31. Batool Z, Zafar MI, Maann AA, Tanvir Konsumsi (Faktor Inhibitor dan Enhancer
Ali T. Socio-Cultural Factors Affecting Fe) Terhadap Status Anemia Remaja Putri.
Anemia and Their Effects on Mother, and Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2015; 11
Child Health in Rural Areas of District (1): 80-86.

  81
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)  
 

41. Putri SI, Sumarmi S. Perbandingan Hassham Hassan Bin Asad2, Kousar R,
Konsumsi Zat Gizi, Status Gizi, dan Kadar Karim S, Tariq I, Syed Saeed ul Hassan,
Hemoglobin Pengantin Wanita di Wilayah Hussain I. Iron Deficiency Anaemia In
Pantai dan Pertanian Kabupaten Reproductive Age Women Attending
Probolinggo. Media Gizi Indonesia. 2013; Obstetrics And Gynecology Outpatient Of
9(1):72–77. University Health Centre In Al-Ahsa,
42. Chaparro C, Oot L, Sethuraman K. 2014. Saudi Arabia. Afr J Tradit Complement
Overview of the Nutrition Situation in Altern Med. 2014;11(2):339-342.
Seven Countries in Southeast Asia. http://dx.doi.org/10.4314/ajtcam.v11i2.19.
Washington, DC: FHI 360/FANTA. 45. Shrivastava D, Mukherjee S, Lohana R,
43. Bhutta, Z. et al. Maternal and child Khemka S. Determinants of Factors for
undernutrition and overweight in low- Anaemia in Pregnancy in a Rural Medical
income and middle-income countries. The College. Global Journal of Medical
Lancet. 2013; 382(9890):427–451. research Gynecology and Obstetrics.
44. Taha A, Azhar S, Lone T, Murtaza G, 2013;13(2) Version 1.0
Khan SA, Mumtaz A, Muhammad

82  
Jurnal Kesehatan Reproduksi (ISSN 2087-703X) - Vol 7, No. 2, (2016), pp. 83-93
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)  
 
 

KEPATUHAN KONSUMSI SUPLEMEN KALSIUM SERTA HUBUNGANNYA DENGAN


TINGKAT KECUKUPAN KALSIUM PADA IBU HAMIL DI KABUPATEN JEMBER

Calcium Supplementation Compliance and Its Relationship to Calcium


Adequacy among Pregnant Women in Jember

Galih Purnasari*, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani


Departemen Ilmu Gizi Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
*E-mail: maretku16@gmail.com

Abstract
Background: World Health Organization (WHO) recommended supplementation of 1500-2000 mg/day calcium to
be integrated into antenatal care (ANC) programmes to prevent pre-eclampsia, but the current program has not
followed these recommendation. There was limited information about factors related to calcium supplements
compliance and calcium adequacy in pregnant women in Indonesia.
Objective: The study aims to analyze factors related to calcium supplements compliance and calcium adequacy in
pregnant women.
Method: This research was observational with cross sectional design. Subjects were 96 pregnant women received
calcium supplements and attended ANC in Sumbersari and Ambulu Community Health Centre, Jember Regency.
Data was analyzed using logistic regression to assess factors related to calcium intake compliance.
Result: Factors associated to calcium supplements compliance were family support (OR= 3.40; 95% CI: 1.29–9.01)
and perceived calcium benefits (OR= 3.02; 95% CI: 1.22-7.48). A high number of subjects (76.1%) was below
estimated average requirement (EAR) of calcium. The average contribution of calcium intake from supplements was
only 2.6% of subject’s EAR.
Conclusion: This study implies that family support can improve compliance among the pregnant women and the
needs of optimizing calcium supplementation program in Indonesia.
Keywords: Calcium supplements, calcium adequacy, pregnant women, ANC

Abstrak
Latar belakang: WHO menganjurkan suplementasi kalsium 1500-2000 mg/hari bagi ibu hamil sebagai bagian dari
ANC untuk pencegahan pre-eklampsi, namun program suplementasi kalsium di Indonesia saat ini belum
sepenuhnya mengikuti anjuran tersebut. Belum banyak informasi mengenai faktor yang mempengaruhi kepatuhan
ibu dalam mengonsumsi suplemen kalsium maupun informasi kecukupan kalsium pada ibu hamil di Indonesia.
Tujuan: Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen
kalsium dan tingkat kecukupan kalsium pada ibu hamil.
Metode: Penelitian observasional dengan rancangan cross sectional study. Subjek penelitian adalah 96 ibu hamil
yang telah mendapatkan suplemen kalsium dan melakukan ANC di Puskesmas Sumbersari dan Ambulu, Kabupaten
Jember. Regresi logistik digunakan untuk menganalisis faktor yang paling berpengaruh.
Hasil: Hasil penelitian diperoleh faktor yang mempengaruhi kepatuhan konsumsi tablet kalsium adalah dukungan
keluarga (OR= 3,40; 95% CI: 1,29 – 9,01) dan manfaat suplemen kalsium yang dirasakan (OR= 3,02; 95% CI: 1,22-
7,48). Tingkat kecukupan kalsium sebagian besar ibu hamil (76,1%) masih di bawah estimated average requirement
(EAR) kalsium. Kontribusi asupan kalsium dari suplemen tidak besar, yaitu hanya memenuhi 2,6% EAR.
Kesimpulan: Meningkatkan dukungan keluarga dapat menjadi strategi meningkatkan kepatuhan konsumsi
suplemen kalsium dan perlunya mengoptimalkan program suplementasi kalsium di Indonesia.

Kata kunci: Suplemen kalsium, kecukupan kalsium, ibu hamil, ANC

Naskah masuk: 19 Mei 2015 Review: 10 Agustus 2016 Disetujui terbit: 24 Agustus 2016

 
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)  
 

PENDAHULUAN populasi dengan asupan kalsium rendah sebagai


pencegahan preeklampsia telah tertuang dalam
Hipertensi dalam kehamilan termasuk di Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
dalamnya preeklampsia merupakan penyebab Kesehatan Dasar dan Rujukan.11 Meskipun
utama nomor dua kematian ibu di seluruh demikian, rekomendasi ini belum diadopsi
dunia.1 Di Indonesia kematian ibu didominasi secara luas karena cukup sulit jika
oleh penyebab utama yaitu hipertensi dalam diimplementasikan, termasuk jenis dan jumlah
kehamilan dan perdarahan.2 Hipertensi dalam tablet kalsium yang dibutuhkan untuk mencapai
kehamilan proporsinya semakin meningkat, dari dosis yang direkomendasikan. Suplemen
20 persen di tahun 2007 menjadi hampir 30 kalsium di Jember diberikan saat ANC
persen di tahun 2011.3 Kebutuhan kalsium bersamaan dengan pemberian suplemen besi dan
meningkat selama kehamilan. Selain penting vitamin C dengan anjuran minum 1 kali per hari
bagi kesehatan tulang ibu dan janin, asupan untuk masing-masing tablet minimal sebanyak
kalsium yang cukup dapat mengurangi kejadian 90 tablet selama kehamilan.
hipertensi selama kehamilan, mengurangi risiko
preeklampsia dan mencegah kelahiran Berbagai studi tentang evaluasi program
prematur.4 suplementasi besi menunjukkan bahwa
kepatuhan ibu hamil mengonsumsi suplemen
Wanita hamil di negara berkembang umumnya selama kehamilan menjadi salah satu tantangan
memiliki asupan kalsium yang rendah. yang paling sering ditemui dalam mencapai
Penelitian yang dilakukan di Kamerun pelaksanaan program suplementasi mikronutrien
menunjukkan sebanyak 94,6 persen ibu hamil yang efektif pada ibu hamil.12–14 Selama ini
memiliki asupan kalsium yang inadekuat.5 informasi mengenai faktor-faktor yang
Berdasarkan penelitian di daerah selatan berhubungan dengan kepatuhan konsumsi
Thailand, tampak bahwa sebanyak 55 persen ibu suplemen kalsium masih terbatas dan belum
hamil memiliki asupan kalsium inadekuat banyak informasi mengenai tingkat kecukupan
dengan rata–rata asupan kalsium sebesar 493,2 kalsium pada ibu hamil di Indonesia. Penelitian
mg/hari.6 Penelitian Sacco et al. di Peru ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang
menunjukkan bahwa prevalensi ibu hamil yang berhubungan dengan kepatuhan konsumsi
memiliki asupan kalsium inadekuat sebesar 86 kalsium pada ibu hamil serta menganalisis faktor
persen.7 yang berhubungan dengan tingkat kecukupan
kalsium pada ibu hamil. Hasil penelitian ini
World Health Organization merekomendasikan diharapkan dapat memberikan informasi
suplementasi kalsium 1500-2000 g/hari pada mengenai faktor-faktor yang berhubungan
populasi dengan asupan kalsium rendah sebagai dengan kepatuhan ibu hamil dalam
bagian dari ANC untuk pencegahan mengonsumsi tablet kalsium dan sebagai bahan
preeklampsia pada ibu hamil, terutama pada ibu masukan bagi perencanaan kebijakan yang
hamil yang memiliki risiko tinggi hipertensi.8 berkaitan dengan peningkatan gizi ibu hamil,
Diketahui kalsium karbonat merupakan pilihan mengingat gizi pada ibu hamil sangat
yang paling cost-effective menjadi suplemen menentukan kualitas generasi berikutnya.
kalsium bagi ibu hamil, namun secara
farmakologi hanya dapat mengandung maksimal
500 mg kasium elemental per tabletnya. METODE
Sehingga membutuhkan 3 hingga 4 tablet per
hari.9 Selain itu perlunya tablet kalsium Jenis penelitian yang digunakan adalah
dikonsumsi terpisah dari suplemen besi karena observasional analitik dengan rancangan cross
akan muncul efek negatif pada absorpsi kalsium sectional study. Pemilihan lokasi penelitian
dan besi jika dikonsumsi bersamaan. 10 dilakukan secara purposive, yaitu di Puskesmas
Sumbersari dan Puskesmas Ambulu Kabupaten
Di Indonesia, rekomendasi pemberian suplemen Jember, Provinsi Jawa Timur. Kabupaten
kalsium sebesar 1500–2000 mg/hari pada Jember dan kedua puskesmas ini dipilih karena

84  
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)  
 

telah menjalankan program suplementasi <SMA (sekolah menengah atas) dan ≥ SMA
kalsium pada ibu hamil. Selain itu diketahui merujuk pada Fitri (2015).18 Wawancara
Jember memiliki angka kematian ibu (AKI) menggunakan food frequency questionnaire
tertinggi ke-2 di Jawa Timur yaitu 31 orang dari (FFQ) semi kuantitatif selama sebulan untuk
semua kelahiran di tahun 2014 dan cakupan mengetahui asupan kalsium dari pangan.
pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali (K4) di
Jember tergolong rendah (69,78%).15,16 Subjek dikatakan patuh apabila mengonsumsi
seluruh suplemen kalsium yang didapat.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari Penilaian kualitas konseling didapatkan dari
sampai bulan Februari tahun 2016. Populasi jumlah jenis nasihat mengenai kecukukupan
adalah ibu hamil yang berada di wilayah kerja kalsium dan suplementasi kalsium dikalikan
Puskesmas Sumbersari dan Puskesmas Ambulu, dengan frekuensi pemberian nasihat tersebut lalu
Kabupaten Jember. Kriteria inklusi yang dibagi dengan frekuensi ANC ibu. Jenis nasihat
ditetapkan adalah ibu hamil trimester I sampai yang ditanyakan terdiri dari fungsi kalsium,
III yang mendapatkan pelayanan ANC di perlunya tablet kalsium, dosis suplemen
puskesmas ataupun posyandu di wilayah kerja kalsium, cara mengonsumsi suplemen kalsium
puskesmas, sudah pernah mendapatkan dan hubungan suplemen kalsium dengan
suplemen kalsium dan bersedia diwawancarai. hipertensi dalam kehamilan. Asupan kalsium
Jumlah subjek minimal menggunakan rumus pangan dianggap cukup apabila asupan kalsium
Lemeshow et al. adalah 92 ibu hamil.17 Setelah ≥ estimated average requirement (EAR)
proses pengumpulan data selesai, didapatkan kalsium. Sesuai dengan Institute of Medicine
subjek ibu hamil yang mengikuti penelitian (IOM), angka kecukupan gizi (AKG) adalah
dengan data yang lengkap berjumlah 96 orang. sebesar 120 persen dari EAR, sehingga dengan
Suplemen kalsium dibagikan saat kunjungan membagi AKG kalsium dengan 1,2 didapatkan
ANC ibu hamil setiap bulannya dengan jumlah EAR kalsium. EAR kalsium ibu hamil di
minimal 90 tablet selaman kehamilan. Namun Indonesia sebesar 1167,7 mg/hari untuk usia 16-
jumlah tablet kalsium yang diberikan saat ANC 18 tahun, 1083,3 mg/hari untuk usia 19-29 tahun
tidak selalu sama. Pada penelitian ini didapatkan dan 1000 mg/hari untuk usia 30-49 tahun.19,20
jumlah minimal tablet yang diterima ibu adalah
6 tablet dan maksimal 30 tablet. Tingkat kecukupan kalsium pada penelitian ini
didapatkan dari rata-rata asupan kalsium dari
Variabel terikat adalah kepatuhan ibu dalam pangan dan makanan yang ditambahkan dengan
mengonsumsi suplemen kalsium dan tingkat rata-rata asupan kalsium dari suplemen
kecukupan kalsium. Sedangkan variabel bebas kemudian dibandingkan dengan EAR. Asupan
yaitu karakteristik ibu hamil, pengetahuan kalsium diolah menggunakan Daftar Komposisi
mengenai kecukupan kalsium dan suplementasi Bahan Makanan (DKBM) Excel 2007 untuk
kalsium, dukungan keluarga, manfaat suplemen bahan pangan dan Nutrisurvey 2005 untuk
kalsium yang dirasakan, kualitas konseling yang bahan makanan. Regresi logistik digunakan
diterima, dan asupan kalsium dari pangan. untuk menganalisis secara bersama-sama
Wawancara terstruktur menggunakan kuesioner berbagai variabel yang mempengaruhi
untuk mengetahui data ibu hamil yang meliputi kepatuhan mengonsumsi suplemen kalsium.  
karakteristik ibu hamil (usia ibu hamil, frekuensi Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan
ANC, pendidikan, status pekerjaan ibu), Etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan
pengetahuan mengenai kecukupan kalsium dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia No.
suplementasi kalsium; kualitas konseling 112/UN2.F1/ETIK/2016.
petugas kesehatan dalam pemberian suplemen
kalsium; dukungan keluarga; manfaat suplemen
kalsium yang dirasakan. jumlah suplemen
kalsium yang diterima; kepatuhan ibu hamil
dalam mengonsumsi suplemen kalsium.
Kategori pendidikan dibagi dalam pendidikan

  85
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)  
 

HASIL dijadikan subjek adalah mereka yang umumnya


rutin melakukan ANC setiap bulannya di
Karakteristik Subjek
puskesmas tersebut, diketahui sebagian besar
Sebagian besar subjek ibu hamil (82,3%) berada subjek (95,8%) telah memenuhi frekuensi ANC
pada kisaran usia 20 sampai 35 tahun yang yang dianjurkan yaitu 1 kali di trimester I, 1 kali
tergolong dalam kategori usia dengan faktor di trimester II dan 2 kali di trimester III. Lebih
dari setengah subjek (65,6%) memiliki frekuensi
resiko rendah dalam kehamilan. Lebih dari
setengah subjek (92,8%) memiliki usia ANC ≥5. Sebagian besar subjek (79,2%)
kehamilan di trimester 2 dan 3. Lebih dari merupakan ibu rumah tangga. Sebaran ibu hamil
berdasarkan karakteristik subjek ditunjukkan
setengah subjek ibu hamil (62,6%) memiliki
pendidikan terakhir ≥ SMA. Penelitian ini pada Tabel 1.  
dilakukan di puskesmas sehingga ibu hamil yang  

Tabel 1. Karakteristik subjek ibu hamil

Karakteristik n %
Usia
Risiko tinggi (<20 tahun atau >35 tahun) 17 17,7
Risiko rendah (20-35 tahun) 79 82,3
Usia kehamilan
Trimester I 7 7,3
Trimester II 30 31.3
Trimester III 59 61.5
Tingkat pendidikan
≤SD 15 15,6
≤SMP 21 21,9
≤SMA 42 43,8
Perguruan tinggi 18 18,8
Frekuensi ANC
<5 kali 33 34,4
≥5 kali 63 65,6
Status pekerjaan
Tidak bekerja 76 79,2
Bekerja 20 20,8

Faktor-faktor yang berhubungan dengan Analisis bivariat menunjukkan bahwa frekuensi


kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi ANC, pengetahuan mengenai kecukupan
suplemen kalsium kalsium dan suplementasi kalsium, kualitas
konseling tidak menunjukkan hubungan yang
Kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi bermakna dengan kepatuhan konsumsi suplemen
suplemen kalsium dapat dipengaruhi berbagai kalsium (Tabel 2). Analisis multivariat
faktor. Hasil analisis bivariat (Tabel 2) dilakukan untuk mengetahui variabel yang
menunjukkan bahwa variabel yang memiliki berpengaruh dengan kepatuhan ibu hamil dalam
hubungan yang signifikan dengan kepatuhan ibu mengonsumsi suplemen kalsium. Analisis yang
hamil dalam mengonsumsi suplemen kalsium digunakan adalah regresi logistik dengan
adalah usia ibu, pendidikan ibu, adanya menggunakn metode Backward. Hasil analisis
dukungan keluarga, jumlah tablet kalsium yang ini menunjukkan bahwa faktor yang
diterima, dan manfaat suplemen kalsium yang berpengaruh terhadap kepatuhan ibu hamil
dirasakan oleh ibu hamil. dalam mengonsumsi suplemen kalsium adalah
adanya dukungan keluarga dalam mengonsumsi

86  
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)  
 

suplemen kalsium (OR= 3,953; 95% CI: 1,522- dirasakan (OR= 3,020; 95% CI: 1,219-7.481).
10,265) dan manfaat suplemen kalsium yang

Tabel 2. Hubungan antar variabel dengan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen
kalsium
Tidak patuh Patuh OR
Variabel P-value
n % n % 95% CI
Usia ibu (tahun)
Risiko tinggi (<20 tahun atau >35 tahun) 5 29,4 12 70,6 0,039* 0,315
Risiko rendah (20-35 tahun) 45 57,0 34 43,0 0,101-0,979
Tingkat pendidikan
<SMA 15 39.5 23 60,5 0,045* 0,429
≥SMA 35 60,3 23 39.7 0,186-0,989
Frekuensi ANC
<5 kali 20 60.6 13 39,4 0,226 1,692
≥5 kali 30 47,6 33 52,4 0,719-3,982
Pengetahuan mengenai kecukupan kalsium
dan suplementasi kalsium
Kurang 32 59,3 22 40,7 0,111 1,939
Cukup 18 42,9 24 57,1 0,856-4,392
Adanya dukungan keluarga
Tidak 25 71,4 10 28,6 0,004* 3,600
Ya 25 41,0 36 59,0 1,473-8,796
Kualitas konseling mengenai kecukupan
kalsium dan suplementasi kalsium
Kurang 22 44,9 27 55,1 0,150 0,553
Baik 28 59.6 19 40,4 0,246-1,243
Jumlah tablet kalsium yang diterima
>15 tablet 26 66,7 13 33,7 0,018* 2,750
≤15 tablet 24 42,1 33 57,9 1,177-6,423
Manfaat suplemen kalsium
Tidak merasakan 30 62,5 18 37,5 0,041* 2,333
Merasakan 20 41,7 28 58,3 1,029-5,292
*Bermakna pada p<0,05

Asupan kalsium dari pangan Kontribusi suplemen kalsium dan asupan


kalsium pangan terhadap tingkat kecukupan
Sebagian besar subjek (81.3%) pada penelitian kalsium pada ibu hamil
ini memiliki asupan kasium dari pangan dan
makanan yang tergolong defisit (kurang). Pada penelitian ini asupan kalsium total
Sebaran subjek berdasarkan kategori asupan didapatkan dari konsumsi pangan harian dan
kalsium dari pangan dan makanan disajikan konsumsi suplemen kalsium. Tingkat kecukupan
dalam Tabel 3. kalsium pada penelitian ini adalah jumlah rata-
rata asupan kalsium pangan yang ditambahkan
Tabel 3. Kategori asupan kalsium subjek dengan rata-rata asupan kalsium dari suplemen
dari pangan kemudian dibandingkan dengan EAR. Dalam
penelitian ini dilakukan uji hubungan antara
Asupan kalsium dari n %
pangan beberapa variabel terhadap tingkat kecukupan
Defisit 78 81.2 kalsium pada ibu hamil melalui uji bivariat.
Cukup 18 18.8 Didapatkan faktor yang berhubungan dengan
tingkat kecukupan kalsium adalah konsumsi

  87
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)  
 

kalsium pangan. Hasil uji tersebut disajikan


dalam Tabel 4. Beberapa penelitian melaporkan bahwa
frekuensi ANC berhubungan bermakna dengan
Tabel 4. Hubungan antar konsumsi kalsium kepatuhan ibu dalam mengonsumsi suplemen
dan tingkat kecukupan kalsium besi.18,23 Namun, setelah dilakukan uji bivariat,
pada ibu hamil tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
frekuensi ANC dan kepatuhan ibu dalam
Tingkat Kecukupan
Kalsium P- mengonsumsi suplemen kalsium dalam
Variabel
Inadekuat Adekuat
value penelitian ini (p=0,226). Meskipun demikian,
ada kecenderungan ibu yang memiliki frekuensi
n % n %
Kepatuhan konsumsi tablet ANC lebih banyak akan lebih patuh
kalsium mengonsumsi suplemen kalsium, tampak dari
− Tidak patuh 39 78,0 11 22,0 0,824 proporsi subjek yang patuh lebih banyak pada
− Patuh 35 76,1 11 23,9 kelompok subjek dengan frekuensi ANC ≥ 5 kali
Konsumsi kalsium dari (52,4%) dibandingkan subjek dengan frekuensi
pangan ANC < 5 kali (39,4%).
− Defisit 74 94,9 4 5,1 0,000*
− Cukup 0 0 18 100,0 Dalam beberapa studi mengenai suplementasi
*Bermakna pada p<0.05 besi dilaporkan terdapat hubungan positif antara
pengetahuan ibu dan kepatuhan dalam
mengonsumsi suplemen besi.24,25 Namun, pada
PEMBAHASAN penelitian ini tidak terdapat hubungan bermakna
antara pengetahuan ibu mengenai kecukupan
Ibu dengan risiko kehamilan rendah lebih tidak kalsium dan suplementasi kalsium dengan
patuh mengonsumsi suplemen kalsium kepatuhan ibu mengonsumsi suplemen tersebut
dibandingkan dengan ibu dengan kondisi risiko (p=0,111). Meskipun demikian, dari Tabel 2
kehamilan tinggi (OR=0,315). Berbeda dengan tampak bahwa proporsi tertinggi ibu yang tidak
penelitian Dairo dan Lawoyin yang melaporkan patuh mengonsumsi suplemen kalsium adalah
bahwa ibu dengan risiko kehamilan tinggi lebih pada mereka yang memiliki pengetahuan yang
tidak patuh mengonsumsi suplemen besi kurang (59,3%).
dibandingkan ibu dengan risiko kehamilan
rendah.21 Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah Kualitas konseling dalam penelitian ini dinilai
ibu hamil pada kategori risiko kehamilan rendah melalui aspek jenis nasihat yang diberikan
jauh lebih banyak (82,3%) dibanding ibu pada kepada ibu hamil, frekuensi penyampaian
kategori risiko tinggi (18,7%). Diketahui pada nasihat dan jumlah ANC yang dilakukan ibu
kelompok ibu yang tidak patuh, proporsi hamil. Penelitian di Kota Tangerang
terbanyaknya adalah ibu dengan kategori risiko menunjukkan bahwa kualitas konseling
kehamilan rendah (90%). mengenai suplementasi besi berhubungan
dengan kepatuhan ibu hamil mengonsumsi
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu suplemen besi (p=0,000).18 Sebaliknya
dengan pendidikan ≥SMA lebih tidak patuh penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan
mengonsumsi suplemen kalsium (OR=0,429). yang bermakna antara kualitas konseling
Sejalan dengan hasil penelitian ini, Kulkarni et mengenai kecukupan kalsium dan suplementasi
al. menyebutkan bahwa ibu yang lebih kalsium dengan kepatuhan ibu mengonsumsi
berpendidikan dan memiliki pengetahuan serta suplemen kalsium (p=0,150). Pada penelitian ini
kemampuan untuk mendapatkan perawatan sebagian besar ibu merasa pernah diberi nasihat
antenatal sesuai keinginan mereka akan mengenai dosis suplemen kalsium (97,9%),
beranggapan bahwa suplemen program yang hanya 26 persen ibu merasa pernah diberi
didapat kurang bermanfaat sehingga menjadi nasihat mengenai perlunya tablet kalsium, dan
kurang patuh mengonsumsi suplemen tersebut tidak ada ibu hamil yang merasa pernah diberi
dibandingkan ibu dengan pendidikan rendah.22 nasihat mengenai suplementasi kalsium dan

88  
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)  
 

preeklampsia. Hal ini mengindikasikan Tantangan yang paling sering ditemui dalam
kurangnya konseling petugas mengenai peranan kepatuhan ibu hamil mengonsumsi suplemen
fungsi kalsium sehingga ibu hamil kurang besi adalah ‘lupa’, sehingga perlu adanya
memahami pentingnya kalsium selama strategi yang dapat membantu ibu hamil agar
kehamilan. Penelitian di Sao Paula juga ingat untuk mengonsumsi suplemen secara
menunjukkan hanya 10,4 persen ibu hamil teratur.22,30 Pada penelitian ini terdapat
pernah diberi nasihat untuk menambah asupan hubungan yang bermakna antara dukungan
kalsiumnya.26 keluarga dengan kepatuahan ibu hamil
mengonsumsi suplemen kalsium (p=0,004).
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya variasi Anggota keluarga dapat memberikan dukungan
jumlah tablet kalsium yang diberikan saat ANC. dan membantu mengingatkan sehingga dapat
Diketahui jumlah minimal tablet yang diberikan meningkatkan kepatuhan mengonsumsi
saat ANC adalah 6 tablet dan maksimal 30 suplemen besi maupun kalsium.14,31 Pada
tablet. Hasil uji bivariate menggambarkan penelitian ini dukungan keluarga dan adanya
adanya hubungan bermakna antara jumlah tablet manfaat kalsium yang dirasakan adalah faktor
yang diterima pada saat ANC terakhir dengan yang mempengaruhi kepatuhan konsumsi
kepatuhan ibu (p=0,018). Berdasarkan hasil supelemen kalsium. Salah satu program
analisis diketahui ibu yang menerima tablet kesehatan ibu hamil untuk meningkatkan peran
kalsium ≤15 tablet lebih patuh dibandingkan keluarga adalah program Kelas Ibu Hamil.32
dengan ibu yang mendapat >15 tablet kalsium Pada kegiatan Kelas Ibu Hamil suami atau
(OR=2,750). Pada penelitian ini tablet kalsium keluarga dilibatkan dalam sesi Kelas Ibu Hamil.
diberikan bersamaan dengan tablet besi dan Petugas kesehatan dapat memanfaatkan forum
vitamin C sehingga ibu menerima cukup banyak ini untuk memberi edukasi tentang suplemen
suplemen saat ANC. Mithra et al. melaporkan kalsium kepada ibu hamil dan keluarga yang
bahwa ibu hamil lebih patuh jika mengonsumsi ikut supaya target konsumsi suplemen kalsium
suplemen besi 1 tablet per hari dibandingkan ibu dapat tercapai dengan didukung oleh keluarga.
yang mengonsumsi suplemen besi ≥2 tablet per
hari.27 Semakin banyak tablet yang diterima Asupan kalsium dari pangan menurut Tabel 3,
semakin besar kemungkinan ibu hamil merasa sebagian besar subjek pada penelitian ini
bosan untuk mengonsumsi tablet yang diterima (81,3%) memiliki asupan kasium yang tergolong
sehingga berdampak negatif terhadap rendah (defisit). Diketahui rata-rata asupan
kepatuhan.28 kalsium harian subjek pada penelitian ini sebesar
718,0±408,4 mg/hari, sedangkan EAR kalsium
Hasil penelitian ini menyatakan, proporsi subjek ibu hamil di Indonesia berkisar antara 1000-
yang patuh mengonsumsi suplemen kalsium 1166,7 mg/hari.19,20 Hasil ini sejalan dengan
lebih besar pada kelompok yang merasakan berbagai penelitian mengenai rendahnya asupan
manfaat setelah mengonsumsi suplemen kalsium kalsium ibu hamil di negara berkembang.5–7
(58,3%) dibandingkan yang tidak merasakan Wanita hamil di negara berkembang umumnya
manfaat (37,5%). Uji bivariat menunjukkan hasil memiliki asupan kalsium pada sangat rendah
adanya hubungan yang bermakna antara manfaat dikarenakan pola makan yang berbasis grains
yang dirasakan setelah mengonsumsi suplemen dan legumes.6,33 Berbeda dengan negara maju
kalsium dengan kepatuhan ibu (p=0,041). yang umumnya memiliki asupan kalsium yang
Adanya persepsi manfaat yang dirasakan oleh tinggi karena produksi dan konsumsi produk
ibu hamil diketahui berhubungan dengan susu yang tinggi.34
peningkatan konsumsi tablet besi sebanyak 6,8
persen.29 Adanya manfaat yang dirasakan ibu Sebagian besar dari subjek (76,1%) yang patuh
dari mengonsumsi suplemen besi merupakan mengonsumsi suplemen kalsium, masih
salah satu hal yang mendukung keberhasilan tergolong dalam tingkat kecukupan kalsium
program suplementasi besi (facilitators of inadekuat (Tabel 4). Diketahui suplemen
effective iron supplementation).23 kalsium program adalah calcium lactate 500 mg
yang setara dengan 77 mg kalsium elemental

  89
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)  
 

dari tiap tabletnya. Sedangkan rekomendasi berkualitas kepada ibu hamil; 3) Partisipasi
suplementasi kalsium dari WHO adalah 1500- komunitas, dalam hal ini ialah peranan kader
2000 mg kalsium elemental per hari. dan 4) Keinginan, pemahaman dan kepatuhan
Berdasarkan hasil perhitungan, rata-rata asupan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen
kalsium dari suplemen program hanya kalsium, dengan keluarga menjadi sumber
memenuhi 2,6 persen EAR kalsium ibu hamil. dukungan. 13,14

Kalsium karbonat diketahui merupakan pilihan


paling cost-effective karena memiliki KESIMPULAN
bioavailabilitas yang lebih baik (bioavailabilitas
40%) daripada kalsium laktat (bioavailabilitas Faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ibu
13%) dan memiliki harga yang relatif hamil dalam mengonsumsi suplemen kalsium
terjangkau.35,36 Membutuhkan 3-4 tablet kalsium adalah adanya dukungan keluarga dalam
karbonat untuk memenuhi anjuran WHO karena mengonsumsi suplemen kalsium dan manfaat
kalsium karbonat hanya dapat mengandung suplemen kalsium yang dirasakan. Sebagian
maksimal 500 mg kalsium elemental tiap besar ibu hamil pada penelitian ini memiliki
tabletnya.36 Diketahui tablet kalsium perlu asupan kasium pangan harian yang tergolong
dikonsumsi terpisah dari suplemen besi karena defisit dan tingkat kecukupan kalsium sebagian
efek negatif pada absorpsi kalsium dan besi jika besar ibu masih tergolong inadekuat. Kontribusi
dikonsumsi bersamaan.10 kalsium dari suplemen program pemerintah
tidak besar sehingga belum dapat memenuhi
Saran kepada ibu hamil untuk mengonsumsi kebutuhan kasium ibu hamil yang tidak
suplemen dalam jumlah yang cukup banyak terpenuhi dari pangan. Suplementasi kalsium
dengan aturan minum tertentu dalam rangka pada ibu hamil merupakan hal yang penting,
mencegah gangguan kesehatan yang belum namun upaya meningkatkan pangan sumber
akrab di telinga masyarakat seperti kalsium bagi ibu hamil tetap diperlukan.
preeklampsia tidaklah mudah. Hal ini
mengindikasikan perlunya mengoptimalkan
program suplementasi kalsium yang saat ini SARAN
sudah berjalan di Indonesia agar sesuai dengan
anjuran WHO dengan memahami faktor-faktor Pemberian suplemen kalsium bagi ibu hamil
yang berpotensi menjadi hambatan keberhasilan merupakan hal penting mengingat hipertensi
program ini. Masih sedikitnya data mengenai dalam kehamilan merupakan salah satu
keberhasilan program suplementasi kalsium, penyebab kematian ibu yang utama di Indonesia
faktor-faktor penting dari pelaksanaan program sehingga program suplementasi kalsium yang
suplementasi besi merupakan pilihan tepat untuk ada sebaiknya mengikuti rekomendari WHO
dijadikan panduan pelaksanaan program yaitu sebesar 1500-2000 mg/hari dan dimulai
suplementasi kalsium. Hal-hal yang sejak kehamilan 20 minggu. Perlunya
mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan mengoptimalkan program suplementasi kalsium
program suplementasi besi yang diketahui yaitu yang ada agar sesuai dengan rekomendasi WHO
1) Ketersediaan suplemen dalam sistem melalui dukungan pemerintah, fasilitas
kesehatan, pada pelaksanaan suplementasi kesehatan, komunitas, keluarga dan ibu hamil
kalsium, perlu dukungan pemerintah dalam sendiri. Penguatan dukungan keluarga terhadap
penyediaan suplemen kalsium pada skala peningkatan asupan suplemen kalsium pada ibu
nasional yang sesuai dengan anjuran WHO; 2) hamil dapat dilakukan melalui pemberian materi
Kualitas konseling yang baik mengenai dosis mengenai manfaat kalsium bagi ibu hamil dalam
dan manfaat suplemen bagi ibu hamil pada kegiatan Kelas Ibu Hamil yang diikuti oleh ibu
fasilitas kesehatan, yang artinya membutuhkan hamil dan keluarganya.
pemahaman yang baik dari petugas kesehatan
mengenai peranan kalsium dan preeklampsia
sehingga dapat memberikan konseling yang

90  
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)  
 

UCAPAN TERIMA KASIH nutrient intakes of Peruvian women during


pregnancy. Eur J Clin Nutr.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada 2003;57(11):1492–7.
seluruh ibu hamil dan petugas kesehatan 8. [WHO] World Health Organization.
Puskesmas Sumbersari dan Ambulu yang telah Guideline  : Calcium supplementation in
berpastisipasi dan membantu dalam penelitian pregnant women. 2013;1–35.
ini 9. Omotayo MO, Dickin KL, Chapleau GM,
Martin SL, Chang C, Mwanga EO, et al.
Cluster-Randomized Non-Inferiority Trial
DAFTAR PUSTAKA
to Compare Supplement Consumption and
1. Say L, Chou D, Gemmill A, Tuncalp O, Adherence to Different Dosing Regimens
Moller AB, Daniels J, et al. Global causes for Antenatal Calcium and Iron-Folic Acid
of maternal death: A WHO systematic Supplementation to Prevent Preeclampsia
analysis. Lancet Glob Heal. 2014;2(6). and Anaemia: Rationale and Design of the
2. Afifah T. Maternal death in indonesia: Micronutrient . J Public health Res
follow-up study of the 2010 indonesia [Internet]. 2015;4(3):582. Available from:
population census. 2010;(April 2016):1–13. http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlere
Available from: nder.fcgi?artid=4693340&tool=pmcentrez
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.p &rendertype=abstract
hp/kespro/article/view/5102/4311 10. Hofmeyr JG, Lawrie TA, Atallah AN,
3. [Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan RI. Duley L, Torloni MR. Calcium
Rencana aksi percepatan penurunan angka supplementation during pregnancy for
kematian ibu di Indonesia. Kementeri preventing hypertensive disorders and
Kesehat RI [Internet]. 2013;3. Available related problems. Cochrane Database Syst
from: http://www.gizikia.depkes.go.id/wp- Rev [Internet]. 2014;(6). Available from:
content/uploads/downloads/2013/12/RAN- http://ovidsp.ovid.com/ovidweb.cgi?T=JS&
PP-AKI-2013-2015.pdf CSC=Y&NEWS=N&PAGE=fulltext&D=c
4. Camargo EB, Moraes LFS, Souza CM, och&AN=00075320-100000000-
Akutsu R, Barreto JM, da Silva EMK, et al. 01029\nhttp://linksource.ebsco.com/linking.
Survey of calcium supplementation to aspx?sid=OVID:cochdb&id=pmid:&id=doi
prevent preeclampsia: the gap between :&issn=&isbn=&volume=&issue=6&spage
evidence and practice in Brazil. BMC =&date=2014&title=Cochrane+Database+o
Pregnancy Childbirth [Internet]. f+System
2013;13(1):206. Available from: 11. Kemenkes RI, POGI IBI. Buku Saku
http://www.biomedcentral.com/1471- Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
2393/13/206 Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta:
5. Agueh VD, Tugoué MF, Sossa C, Kemenkes. 2013.
Métonnou C, Azandjemè C, Paraiso NM, et 12. Yip R. Iron supplementation: country level
al. Dietary Calcium Intake and Associated experiences and lessons learned. J Nutr.
Factors among Pregnant Women in 2002;132(4):859S–861S.
Southern Benin in 2014. 13. Sanghvi TG, Harvey PWJ, Wainwright E.
2015;(August):945–54. Maternal iron–folic acid supplementation
6. Sukchan P, Liabsuetrakul T, programs: Evidence of impact and
Chongsuvivatwong V, Songwathana P, implementation. Food Nutr Bull. 2010;31(2
Sornsrivichai V, Kuning M. Inadequacy of suppl2):S100–7.
nutrients intake among pregnant women in 14. Martin SL, Seim GL, Wawire S, Chapleau
the deep south of Thailand. BMC Public GM, Young SL, Dickin KL. Translating
Health. 2010;10:572. formative research findings into a
7. Sacco LM, Caulfield LE, Zavaleta N, behaviour change strategy to promote
Retamozo L. Dietary pattern and usual antenatal calcium and iron and folic acid
supplementation in western Kenya. Matern

  91
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)  
 

Child Nutr. 2016;1–14. folate supplementation among women in


15. [Dinkes] Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Mecha district, Western Amhara: a cross-
Timur. Profil Kesehatan Jawa Timur Tahun sectional study. Pan Afr Med J. 2015;20(1).
2014. Surabaya: Dinas Kesehat Provinsi 26. Silva CAP da, Silva CAP da, Atallah ÁN,
Jawa Timur. 2015. Sass N, Mendes ETR, Peixoto S.
16. [Dinkes] Dinas Kesehatan Kabupaten Evaluation of calcium and folic acid
Jember. Profil Kesehatan Kabupaten supplementation in prenatal care in São
Jember Tahun 2013. Jember: Dinas Paulo. Sao Paulo Med J [Internet].
Kesehatan Kabupaten Jember. 2014. 2010;128(6):324–7. Available from:
17. Lemeshow S, Hosmer DW, Klar J, Lwanga http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2130
SK. Besar sampel dalam penelitian 8154
kesehatan. Yogyakarta Gajah Mada Univ. 27. Mithra P, Unnikrishnan B, Rekha T, Nithin
1997; K, Mohan K, Kulkarni V, et al. Compliance
18. Fitri YP, Briawan D, Tanziha I, Amalia L. with iron-folic acid (IFA) therapy among
Kepatuhan Konsumsi Suplemen Besi Dan pregnant women in an urban area of south
Pengaruhnya Terhadap Kejadian Anemia India. Afr Health Sci. 2013;13(4):880–5.
Pada Ibu Hamil Di Kota Tangerang. J Gizi 28. Ingersoll KS, Cohen J. The impact of
dan Pangan. 2015;10(3). medication regimen factors on adherence to
19. Institute of Medicine. Dietary reference chronic treatment: a review of literature. J
intakes: applications in dietary planning. Behav Med. 2008;31(3):213–24.
Haworth Press; 2003. 29. Lutsey PL, Dawe D, Villate E, Valencia S,
20. [Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan RI. Lopez O. Iron supplementation compliance
Peraturan Menteri Kesehatan Republik among pregnant women in Bicol,
Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 tentang Philippines. Public Health Nutr.
angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi 2008;11(1):76–82.
bangsa Indonesia. Kementerian Kesehatan 30. Zavaleta N, Caulfield LE, Figueroa A,
Republik Indonesia. Jakarta. 10hlm. 2013. Chen P. Patterns of compliance with
21. Dairo MD, Lawoyin TO. Demographic prenatal iron supplementation among
factors determining compliance to iron Peruvian women. Matern Child Nutr.
supplementation in pregnancy in Oyo State, 2014;10(2):198–205.
Nigeria. Niger J Med J Natl Assoc Resid Dr 31. Rai SS, Ratanasiri T, Thapa P, Koju R,
Niger. 2005;15(3):241–4. Ratanasiri A, Arkaravichien T, et al. Effect
22. Kulkarni B, Christian P, LeClerq SC, of knowledge and perception on adherence
Khatry SK. Determinants of compliance to to iron and folate supplementation during
antenatal micronutrient supplementation pregnancy in Kathmandu, Nepal. J Med
and women’s perceptions of supplement Assoc Thail. 2014;97:S67–74.
use in rural Nepal. Public Heal Nutr. 32. [Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan RI.
2010;13(1):82–90. Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil.
23. Galloway R, Dusch E, Elder L, Achadi E, Kementrian Kesehatan RI. 2011;1–26.
Grajeda R, Hurtado E, et al. Women’s 33. Cheng Y, Dibley MMJ, Zhang X, Zeng L,
perceptions of iron deficiency and anemia Yan H. Assessment of dietary intake among
prevention and control in eight developing pregnant women in a rural area of western
countries. Soc Sci Med. 2002;55(4):529– China. BMC Public Health [Internet].
44. 2009;9:222. Available from:
24. Fuady M. Hubungan Pengetahuan Ibu http://www.biomedcentral.com/1471-
Hamil tentang Anemia Defisiensi Besi 2458/9/222/\nhttp://www.pubmedcentral.ni
terhadap Kepatuhan Mengkonsumsi Tablet h.gov/articlerender.fcgi?artid=2716336&to
Zat Besi. e-jurnal Fak Kedokt USU. ol=pmcentrez&rendertype=abstract
2013;1(1). 34. Harville EW, Schramm M, Watt-Morse M,
25. Taye B, Abeje G, Mekonen A. Factors Chantala K, Anderson JJB, Hertz-Picciotto
associated with compliance of prenatal iron I. Calcium intake during pregnancy among

92  
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)  
 

white and African-American pregnant Calcium Supplementation to Prevent


women in the United States. J Am Coll Preeclampsia: Translating Guidelines into
Nutr. 2004;23(1):43–50. Practice in Low-Income Countries. Adv
35. Gerstner G. The challenge of calcium Nutr [Internet]. 2016;7(2):275–8. Available
fortification in beverages. Innov Food from:
Technol. 2002;(14). http://www.scopus.com/inward/record.url?e
36. Omotayo MO, Dickin KL, O’Brien KO, id=2-s2.0-
Neufeld LM, De Regil LM, Stoltzfus RJ. 84961626022&partnerID=tZOtx3y1

  93
Jurnal Kesehatan Reproduksi (ISSN 2087-703X) - Vol 7, No. 2, (2016), pp. 95-108
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)  
 
 

DUKUNGAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP PELAKSANAAN IMD:


STUDI KASUS DI RS SWASTA X DAN RSUD Y DI JAKARTA

Health Professional’s Support towards Breastfeeding Initiation:


Case Study in a Private and Government Hospital in Jakarta

Novianti*, Anissa Rizkianti


Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Litbangkes
*E-mail: novianti.ms@gmail.com

Abstract
Background: Early Initiation of Breastfeeding (IMD) aims to encourage the provision of colostrum to the
newborn, as well as to prevent neonatal deaths. The role of health workers are needed to support the successful
implementation of the IMD.
Objective: This study aims to identify the role of health professionals and hospital on the implementation of the
IMD shortly after childbirth.
Methods: This is a qualitative study on 30 mothers who had delivery, both with pervaginam or cesarean section
methods in two hospitals in Jakarta, private and government hospital. Data were collected through in-depth
interview. Triangulation of data was obtained through in-depth interviews to informants of health workers,
including midwives, lactation counselors and obstetricians.
Results: Health workers’ support was reflected from the efforts of health workers to inform the IMD practice
and benefits, as well as accompany the mother whiled conducting IMD. Health personnels in private hospital
were tend to be more supportive than those who work in public hospital. This was due to their high commitment
and positive attitude supported by clear regulations regarding the practice of IMD.
Conclusion: The role of health professionals in supporting the implementation of IMD needs to be improved not
only through improving the technical skills of IMD, but also building a positive attitude, so health professionals
become more serious in running the IMD program.
Keywords: Early Initiation of Breastfeeding, Health Workers, Support

Abstrak
Latar Belakang: Program Inisiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan upaya untuk mendorong pemberian
kolostrum pada bayi baru lahir, sekaligus mencegah kematian neonatal. Peran tenaga kesehatan tentunya
dibutuhkan guna mendukung keberhasilan pelaksanaan IMD.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dukungan tenaga kesehatan dan pegawasan Rumah
Sakit terhadap pelaksanaan IMD sesaat setelah proses persalinan.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian kualitatif pada 30 informan ibu yang baru melahirkan, baik dengan
metode pervaginam maupun seksio sesarea di dua RS di Jakarta, yaitu RS Swasta X dan RSUD Y. Data
dikumpulkan melalui teknik wawancara mendalam. Triangulasi data diperoleh melalui hasil wawancara
mendalam terhadap informan tenaga kesehatan, di antaranya bidan, konselor laktasi dan dokter spesialis
kebidanan.
Hasil: Dukungan tenaga kesehatan terlihat dari upaya tenaga kesehatan untuk menginformasikan tata laksana
dan manfaat IMD, serta mendampingi ibu saat proses IMD dilakukan. Tenaga kesehatan di RS Swasta X
cenderung lebih mendukung praktik IMD dibandingkan mereka yang bekerja di RSUD Y. Hal ini disebabkan
oleh adanya komitmen tinggi dan sikap positif tenaga kesehatan ditunjang dengan peraturan yang jelas
mengenai praktik IMD.
Kesimpulan: Peran tenaga kesehatan dalam mendukung pelaksanaan IMD perlu ditingkatkan tidak hanya
melalui peningkatan keterampilan teknis tentang IMD,melainkan juga denganmembangun sikap positif agar
tenaga kesehatan menjadi lebih serius dalam menjalankan program IMD.
Kata Kunci: Inisiasi Menyusu Dini, Tenaga Kesehatan, Dukungan

Naskah masuk: 19 Juli 2016 Review: 9 Agustus 2016 Disetujui terbit: 26 Agustus 2016
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)  
 

PENDAHULUAN sebagai upaya untuk mendorong pemberian


kolostrum pada bayi baru lahir, sekaligus
Di era globalisasi saat ini, Indonesia masih mencegah tingginya kematian neonatal.
mengalami berbagai permasalahan terkait Cakupan IMD pada bayi secara nasional
rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Salah tercatat masih sangat rendah. Hal ini terlihat
satu indikator derajat kesehatan suatu negara pada laporan hasil Riskesdas tahun 2010 yang
adalah Angka Kematian Bayi (AKB) yang menyebutkan bahwa hanya 29,3 persen bayi
hingga kini masih sangat relevan untuk yang berhasil menyusui kurang dari satu jam
menilai derajat kesehatan negara-negara setelah persalinan.5
berkembang seperti Indonesia.1 Data Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Menurut Roesli, Inisiasi Menyusu Dini (early
tahun 2012 menunjukan bahwa Angka initiation of breastfeeding) adalah proses
Kematian Neonatal (AKN) tidak mengalami menyusui sendiri yaitu minimal satu jam
penurunan yang signifikan sejak tahun 2007, pertama pada bayi baru lahir.3 Setelah lahir,
yaitu sebesar 19 AKN per 1000 kelahiran bayi harus segera didekatkan ke tubuh ibu
hidup dari total 32 AKB per 1000 kelahiran dengan cara meletakkan bayi di atas dada atau
hidup.2 perut ibu sehingga terjadi kontak antara kulit
bayi dengan kulit ibu (skin-to-skin contact).
Pada tahun 2010, Bappenas menyatakan Bayi kemudian akan menunjukkan
sekaligus menguatkan temuan data SDKI kemampuan yang menakjubkan, dimana bayi
bahwa penyebab utama kematian bayi di akan berusaha untuk merangkak ke arah
Indonesia adalah kematian neonatal sebesar payudara ibu dan menemukan puting susunya
46,2 persen, diare sebesar 15 persen dan sehingga bayi akan dapat menyusu sendiri.
infeksi pneumonia sebesar 12,7 persen.1 Jika Cara bayi menyusu sendiri tersebut dinamakan
dilihat dari data tersebut, maka diperlukan The Breast Crawl atau merangkak mencari
langkah nyata dalam upaya mencegah payudara.6
penyebab tingginya AKB pada 28 hari
pertama kehidupan seorang bayi. Lebih lanjut, Beberapa penelitian dilakukan untuk
sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
2010 menyatakan bahwa kematian neonatal proses IMD. Penelitian terhadap 577
lebih banyak diakibatkan oleh infeksi sebesar persalinan sejak Juli-Oktober 2006 di Rumah
36 persen, kondisi kelahiran prematur sebesar Sakit Dr. Zekai Tahir Burak di Turki, salah
28 persen dan afiksia sebesar 23 persen.3 satunya menunjukkan bahwa faktor yang
berpengaruh terhadap IMD antara lain: nyeri
Salah satu langkah yang utama dalam pada ibu bersalin pasca persalinan, bayi
mencegah terjadinya kematian bayi neonatal prematur dan jenis persalinan melalui operasi
adalah dengan memberikan asupan gizi yang sectio caesarea.7 Penelitian serupa yang
cukup dan berkualitas kepada bayi. Pemberian dilakukan di sejumlah Rumah Sakit di
kolostrum pada bayi baru lahir menjadi bagian California, Amerika Serikat, menemukan
terpenting dalam upaya memenuhi asupan gizi bahwa karakteristik demografi ibu seperti
pada tahun-tahun pertama kehidupannya. umur dan etnis, serta metode persalinan
Kolostrum merupakan merupakan cairan berkorelasi dengan IMD.8
pertama yang disekresi oleh kelenjar payudara
ibu dan merupakan sel darah putih atau Inisiasi Menyusu Dini (IMD) pada dasarnya
antibodi yang mengandung immunoglobulin A tidak boleh terlambat diberikan karena refleks
(IgA), yang berfungsi memberikan menghisap bayi baru lahir akan mencapai
perlindungan terhadap usus pada bayi baru puncaknya pada usia 20-30 menit dan refleks
lahir.3 Oleh sebab itu, cairan kental berwarna ini akan terus berkurang dan melemah seiring
kekuningan ini penting dalam menjaga waktu. Kekuatan refleks bayi setelah lahir ini
ketahanan tubuh bayi terhadap infeksi kuman telah dibuktikan oleh Righard pada
dan bakteri sehingga meningkatkan kekebalan penelitiannya terhadap 72 bayi baru lahir.
tubuh sang bayi.4 Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa: 1) jika bayi diletakkan di
Berdasarkan hal tersebut, maka program atas dada atau perut ibu melalui kontak kulit
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) digalakkan bayi ke kulit ibu segera setelah lahir, maka

96  
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)  
 

bayi dapat menyusu dengan baik pada usia 50 ASI eksklusif. Keberhasilan konselor ASI
menit; 2) jika setelah lahir bayi dipisahkan dari dalam memberikan konseling yang positif
ibunya untuk ditimbang, diukur ataupun kepada ibu dipengaruhi oleh pengetahuan dan
dibersihkan, maka 50 persen bayi tidak akan ketrampilan dasar yang menyangkut teori dan
dapat menyusu sendiri.3 praktik konseling serta ketrampilan
wawancara dan intervensi dalam pemecahan
Bayi yang diberikan kesempatan untuk IMD masalah.11 Untuk menjadi seorang konselor
tentunya akan lebih cepat memperoleh laktasi, tenaga kesehatan diharapkan telah
kolostrum daripada bayi yang tidak memenuhi kualifikasi kompetensi sebagai
memperoleh kesempatan tersebut. Kolostrum International Board Certified Lactation
mempunyai nilai gizi yang tinggi dan Consultant (IBCLC). IBCLC adalah konsultan
mengandung semua unsur yang diperlukan laktasi yang telah disertifikasi oleh
oleh bayi termasuk zat anti infeksi. Kolostrum International Board of Lactation Consultant
tidak hanya mengandung protein, tetapi juga Examiners (IBCLE) atau Badan Internasional
vitamin A yang tinggi, karbohidrat, dan lemak Penguji Konsultan Laktasi dan telah
rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi menunjukan bahwa mereka memiliki
bayi pada hari-hari pertama setelah pengetahuan khusus dan keahlian dalam hal
kelahirannya serta membantu mengeluarkan pemberian ASI dan laktasi.12
mekonium yaitu kotoran bayi pertama
berwarna hitam kehijauan.9 Namun demikian, kendala utama dalam
pelaksanaan IMD yang ditemukan di lapangan
Kolostrum yang diperoleh bayi pada saat adalah belum optimalnya komitmen serta
proses IMD juga terbukti membantu dukungan Rumah Sakit dan penolong
meningkatkan imunitas. Penyakit infeksi yang persalinan untuk menerapkan IMD pada bayi
merupakan penyebab utama kematian neonatal baru lahir. Beranjak dari permasalahan diatas,
terjadi akibat rendahnya daya tahan tubuh maka artikel ini bertujuan untuk mengetahui
bayi. Daya tahan tubuh bayi pada masa peran dukungan tenaga kesehatan dan
neonatal masih sangat rentan karena proses pegawasan Rumah Sakit terhadap pelaksanaan
pematangan sistem tubuh bayi, seperti sistem IMD sesaat setelah proses persalinan.
pernapasan, pencernaan dan imunitas masih
belum sempurna.3 Sebuah hasil penelitian
yang dilakukan terhadap 10.947 bayi yang METODE
lahir antara bulan Juli 2003 hingga Juni 2004
di Ghana menunjukkan bahwa; 1) jika bayi Penelitian ini merupakan bagian dari
diberikan kesempatan menyusu dalam satu penelitian Riset Pembinaan Kesehatan
jam pertama melalui kontak kulit bayi ke kulit (Risbinkes), Badan Litbang Kesehatan yang
ibu, maka 22 persen nyawa bayi neonatal bisa dilaksanakan tahun 2013. Pendekatan yang
diselamatkan; dan 2) jika bayi mulai pertama digunakan adalah studi kasus dengan metode
kali menyusu saat berusia dua sampai dua penelitian kualitatif. Lokasi penelitian yaitu
puluh empat jam setelah lahir, maka hanya 16 RSUD Y dan RS Swasta X yang keduanya
persen nyawa bayi neonatal yang dapat berada di daerah Jakarta. Pengumpulan data
diselamatkan.10 dilakukan melalui wawancara mendalam
kepada 30 informan yaitu ibu yang baru
Keberhasilan program IMD tidak hanya melahirkan baik dengan metode pervaginam
membutuhkan peran ibu, tetapi juga peran maupun seksio sesarea, serta masih dalam
tenaga kesehatan. Penolong persalinan seperti perawatan nifas di RS menggunakan pedoman
bidan merupakan tenaga kesehatan yang wawancara mendalam. Wawancara mendalam
paling berperan dalam pelaksanaan IMD berlangsung selama kurang lebih 30 menit,
karena ibu tidak dapat melakukan IMD tanpa sementara keseluruhan proses pengumpulan
bantuan dan fasilitasi dari bidan atau penolong data dilakukan selama 2 (dua) minggu. Selain
persalinan lainnya. Selain bidan, peran itu, peneliti juga melakukan observasi
konselor laktasi juga penting karena terhadap lingkungan RS untuk mengetahui
diharapkan mampu menumbuhkan keberadaan media sosialisasi mengenai IMD.
kepercayaan dan motivasi ibu untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai IMD dan

 
 
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)  
 

Untuk mengecek keabsahan data atau “Saya cuma ditempel bayi sesaat tidak sampai 15
informasi yang diperoleh dari informan, maka menit mbak karena saya mual dan terus muntah
dilakukan metode triangulasi data dengan selama proses operasi dan ternyata ada pelekatan
mewawancarai informan tenaga kesehatan plasenta jadi sempat terjadi perdarahan sesaat
dokter tidak mengizinkan lah waktu itu.”
yang terdiri dari bidan, konselor laktasi dan
(Informan AA, 25 tahun, melahirkan di RS
dokter spesialis kebidanan di masing-masing Swasta X, Persalinan Sesar, Tidak IMD)
RS. Data yang terkumpul kemudian dianalisis
menggunakan metode content analysis. Hasil Sedangkan pada informan ibu yang
wawancara mendalam dianalisis melalui melahirkan di RSUD Y semua informan tidak
beberapa tahapan antara lain reduksi data, melakukan proses IMD sesaat setelah
penelusuran tema jawaban menurut topik melahirkan, adapun alasan tidak melakukan
pertanyaan ke dalam bentuk matriks, lalu IMD lebih kepada ketidaktahuan informan ibu
dihubungkan dengan catatan-catatan teori mengenai IMD dan proses pelaksanaannya,
yang didapat. Oleh karena itu, bahan dan alat hal tersebut seperti yang disampaikan
yang digunakan dalam pengumpulan data beberapa informan ibu melalui kutipan
adalah pedoman wawancara mendalam yang wawancara di bawah ini.
telah disusun untuk dapat menjawab
pertanyaan penelitian ini. “Tidak ada begituan mbak. Ada sih diletakkan ke
dada saya yah tapi itu juga udahan 7 jam setelah
bayi saya lahir mbak, lagian sayamah kurang tahu
HASIL IMD itu mbak kaya gimananya gitu proses
prosesnya.” (Informan HU, 38 tahun,
Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar melahirkan di RSUD Y, Persalinan Sesar, Tidak
informan yang melahirkan di RS Swasta X IMD)
berhasil melakukan proses Inisiasi Menyusu
“Tidak gerak-gerak nyari puting sih. Habis
Dini (IMD) dan kondisi berbeda dialami oleh
lahiran hanya diletakin di dada sebentar banget
informan yang melahirkan di RSUD Y dimana itu juga nggak sampe lah 10 menit mbak sambil
hampir seluruh informan tidak berhasil bidannya bersih-bersih aja kok, …saya tahu sih
melakukan proses IMD sesaat setelah IMD ya naroh bayi di dada kan abis lahiran, tapi
melahirkan. Dari 15 informan ibu yang gimana gimana prosesnya nggak paham banget
melahirkan di RS Swasta X, hanya ada 2 orang mbak.” (Informan E, 26 tahun, melahirkan di
informan ibu yang tidak dapat melakukan RSUD Y, Persalinan Sesar, Tidak IMD)
IMD hal tersebut dikarenakan alasan
pertimbangan medis yaitu lilitan tali pusat Selain itu, pengaruh dukungan tenaga
yang membuat bayi membiru sesaat setelah kesehatan terlihat dari upaya yang dilakukan
dilahirkan dan kondisi ibu yang mual muntah oleh tenaga kesehatan untuk membantu
sebagai efek anastesi dalam persalinan SC. Hal menginformasikan tentang pelaksanaan IMD
ini diungkapkan beberapa informan melalui dan manfaatnya, serta mendampingi ibu untuk
kutipan wawancara seperti di bawah ini. membantu mengenal perilaku bayi saat proses
IMD dilakukan. Sebagian besar informan yang
“Ya, saya IMD… mungkin selama kurang lebih berhasil IMD pada RS Swasta X mengatakan
hampir 1 jam.” (Informan Fl, 28 tahun, bahwa setelah proses persalinan dan bayi
melahirkan di RS Swasta X, Persalinan Sesar, dibersihkan seadanya, bidan langsung
IMD) meletakkan bayi dengan posisi tengkurap di
atas dada ibu sambil mendampingi dan
“Waktu itu IMD sekitar hampir 2 jam sih, hampir
2 jam atau 1,5 jam, saya nggak begitu ngeh tapi
memberi semangat pada ibu dan bayi, serta
lama kok IMD-nya.” (Informan VH, 24 tahun, membantu bayi hingga mampu mencapai
melahirkan di RS Swasta X, Persalinan puting susu dan menyusu. Hal tersebut seperti
Pervaginam, IMD) yang diceritakan informan ibu melalui kutipan
wawancara seperti di bawah ini.
“Tidak IMD karena bayi terlilit tali pusat waktu
itu sampai biru dan tidak menangis bayi saya, jadi “Waktu habis lahir kan, dibersihin dikeluarin
langsung dilarikan ke unit perawatan intensif selangnya, langsung ditempelin ke dada, udah
bayi.” (Informan R, 38 tahun, melahirkan di RS langsung dia tiduran didada, langsung tidur,
Swasta X, Persalinan Pervaginam, Tidak IMD) belum ada gerakan, tapi udah ada 20 menitan

98  
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)  
 

baru ada gerak-gerak, pas dia gerak-gerak itu dia hal ini akan dibahas lebih lanjut pada sub bab
mulai nyium-nyium kaya nengok sana-nengok sini, di bawah ini.
pas dia nengok-nengok itu baru dia jilat-jilatin
tangannya abis jilat-jilatin tangannya, abis
itu….oh sama bidannya dipencet puting saya, baru
Peran Tenaga Kesehatan dalam
keluar asinya, keluar…abis itu dia mulai
ngedekatin untuk ngisapnya. Cuma karena Pelaksanaan IMD
mungkin dia masih agak susah jalannya, eh
maksudnya nggak susah bergeraknya, diarahin Berdasarkan Tabel 1 yaitu matriks hasil
sedikit, dia langsung nyusu.” (Informan VH, 24 wawancara mendalam terhadap informan
tahun, melahirkan di RS Swasta X, Persalinan tenaga kesehatan di masing-masing RS,
Pervaginam, IMD) terlihat bahwa pada pelaksanaan IMD di RS
Swasta X, semua tenaga kesehatan baik bidan,
“Langsung ditaro di dada saya sama bidan atau dokter spesialis kebidanan, spesialis anak dan
suster yang dampingin saya nah pokoknya bidan konselor laktasi berkomitmen untuk
itu yang temanin selama di ruang operasi dan bayi
mewajibkan pelaksanaan IMD pada semua
saya IMD….terus bidan bantu kasih tau tuh
bayinya lagi nyari putingnya dimana, terus metode kelahiran, kecuali jika ada indikasi
akhirnya ketemu, tapi dibantu juga sama bidannya medis yang kuat yang tidak memungkinkan
sampai selesai dan lanjut di ruang pemulihan. bayi dan ibu untuk melakukan IMD (lampiran
Soalnya kan bayinya kayaknya masih belum tegak 1). Pembagian peran di antara ketiga tenaga
kepalanya takut jatuh kalau nggak didampingi. kesehatan tersebut baik bidan, dokter spesialis
Cairan di tubuhnya masih ada, belum dibersihin, kebidanan maupun dokter anak/konselor
belum dimandiin.” (Informan Fl, 28 tahun, laktasi terlihat sudah cukup baik.
melahirkan di RS Swasta X, Persalinan Sesar,
IMD) Peran dari konselor laktasi lebih kepada
terlaksananya penyuluhan pada ibu hamil,
Ketika ditanyakan kepada bidan, diakui bahwa dimana penyuluhan tersebut intinya adalah
mereka harus melakukan prosedur untuk menyampaikan informasi mengenai
penginformasian pelaksanaan IMD pada saat pentingnya pemberian ASI (Air Susu Ibu)
ibu masuk ke kamar bersalin untuk eksklusif, serta faktor-faktor yang mendorong
diobservasi. Para bidan yang bertugas keberhasilan menyusui, yaitu yang terutama
diwajibkan untuk menjelaskan sekilas adalah dengan melaksanakan IMD sesaat
mengenai pelaksanaan IMD dan meyakinkan setelah bayi dilahirkan. Selain itu, informasi
ibu untuk bersedia melakukannya dan yang diberikan antara lain manfaat IMD dan
menandatangani lembar persetujuan tindakan manfaat rawat gabung, yang intinya adalah
IMD. menyangkut 10 langkah RS Swasta X sebagai
RS sayang ibu dan bayi. Sementara itu, peran
Sedangkan informan ibu di RSUD Y hanya bidan di RS tersebut menyangkut pemberian
ada 1 informan ibu yang melakukan penyuluhan, pelaksanaan serta pendampingan
pelekatan/kontak kulit sesaat setelah IMD. Sedangkan peran dokter spesialis
persalinan namun tanpa ada proses merangkak kebidanan adalah memastikan bahwa kondisi
menuju payudaya dan menyusu (breastcrawl), ibu cukup baik dan sehat untuk
hampir semua informan ibu mengatakan dilaksanakannya IMD, baik pada persalinan
bahwa mereka tidak diberitahukan perihal normal maupun saesar, seperti yang
pelaksanaan IMD baik di Puskesmas maupun diungkapkan beberapa informan sebagai
di RSUD Y saat kontrol kehamilan. Namun berikut.
ketika dikonfirmasi dan ditanyakan kepada
bidan di RSUD Y tersebut, memang diakui “Semua pihak baik bidan, dokter obgyn, spesialis
bahwa hingga saat ini peraturan RS mengenai anak dan konselor laktasi berkomitmen untuk satu
pelaksanaan IMD belum ada secara tertulis, kata mewajibkan pelaksanaan IMD pada semua
sehingga mereka tidak mengetahui dengan metode kelahiran kecuali ada indikasi medis yang
jelas tatalaksana IMD yang seharusnya dan kuat yang tidak memungkinkan bayi dan ibu untuk
merasa tidak perlu untuk menyampaikan melakukan IMD. Kalau dari konselor laktasi
pelaksanaan IMD kepada ibu karena menurut sendiri, bentuk peranannya lebih kepada
mereka yang penting sebisa mungkin bayi terlaksananya penyuluhan pada ibu hamil, dimana
penyuluhan tersebut intinya hendak
langsung disusui oleh ibunya setelah lahir dan
menyampaikan informasi pentingnya ASI eksklusif,

 
 
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)  
 

kemudian faktor-faktor yang mendorong untuk proses persalinan, sedangkan konselor


keberhasilan menyusui, salah satunya adalah laktasi yang juga adalah dokter anak berperan
dengan melaksanakan IMD, kemudian manfaat mendorong ibu untuk memberikan ASI kepada
IMD, manfaat rawat gabung, yang intinya bayi mereka pasca melahirkan. Hal ini seperti
menyangkut 10 langkah RS Swasta X sebagai RS
yang diungkapkan informan dalam kutipan
sayang ibu dan bayi.” (Informan Konselor
Laktasi RS Swasta X) wawancara berikut.

“Untuk pelaksanaan IMD pasien dokter, yang ”Idealnya belum bisa kita lakukan, mungkin ke
membantu memberikan bayi untuk di IMD depannya nanti dokternya ada berapa, perawatnya
memang bidan pendamping. Karena dokter fokus ada berapa, nah mungkin itu bisa kita lakukan
kepada proses persalinan dan sesudahnya yaitu (karena SDM-nya kita sangat-sangat minim). Tapi
penjahitan jika ada robek perineum ibu. Jika kalau kondisi kita masih begini, kita memang agak
pasien tersebut adalah pasien bidan, maka yang kesulitan. Tapi biarpun begitu, kita coba, biasanya
menolong adalah bidan. Ada sekitar 3-4 bidan sesudah dia lahir, kita kenalkan sama ibunya,
tergantung kesulitan proses persalinan itu sendiri. sama putingnya. Nah gitu, jadi perawat kita nanti
Nah jika pasien bidan, maka dari awal kehamilan, dateng, kenalkan ini anaknya, laki/perempuan,
masuk kamar bersalin, kemudian menolong proses beratnya sekian, itu yang bisa kita lakukan.
persalinan, hingga IMD kita sebagai bidan yang Idealnya kan dia ditaruh di sini (dada) terus nanti
melakukan dan bertanggung jawab dalam dia naik, dia manjat-manjat, itu butuh waktu
pelaksanaan IMD pada ibu sesaat setelah setengah jam aja itu udah cepet ya, tapi itu terus
melahirkan.” (Informan Bidan RS Swasta X) terang belum bisa kita terapkan.” (Informan
Konselor Laktasi RSUD Y)
“Kalau persalinan dengan dokter (saya) atau
seksio sesarea, umumnya kita tetap lakukan IMD ”Perannya bantu naruh bayi ke dada ibunya, Tapi
pada ibu dan bayinya segera setelah lahir. Hanya rata-rata sih IMD, dulu lumayan juga sih yang
saja untuk pelaksana dan pengawas IMD itu partus normal disini. Nah kalo sectio-nya, kita
sendiri saat dilakukan memang tugas bidan belum. Pasien disini kebanyakan rujukan, kalo
pendamping.” (Informan dr. Sp.OG RS Swasta yang selain rujukan, sedikit sekali (sambil
X) menunjukkan data persalinan). Kondisinya kita
juga cuma ber-3, pasiennya segitu banyak,
jadi....kalo preeklampsia, dan lain-lain, untuk
Berbeda dengan RS Swasta X, pelaksanaan
menghindari itu, paling kita deketin bayinya ke
IMD di RSUD Y belum berjalan dengan baik sebelah ibunya aja.” (Informan Bidan RSUD Y)
dikarenakan belum ada kesepahaman
mengenai pelaksanaan IMD pasca persalinan. ”Peranan saya sebagai obgyn lebih kepada proses
Baik bidan, dokter spesialis kebidanan persalinan, kalau IMD..kondisi memungkinkan yah
maupun konselor laktasi menilai IMD kita lakukan..masalahnya kan nggak mungkin
merupakan hal yang penting, namun pada disitu bayi lahir langsung kita proses IMD itu
kenyataannya sangat sulit untuk dilakukan, kan..biasanya disini tunggu di ruang RR atau di
khususnya pada kasus persalinan seksio ruang perawatan baru dia IMD, tapi itupun bukan
sesarea. Padahal IMD sepatutnya menjadi dibawa obgyn lagi..udah tanggung jawab
perawatnya itu.” (Informan dr. Sp.OG RSUD Y)
langkah awal dalam keberhasilan ibu
 
menyusui secara eksklusif. Salah satu hal yang
menjadi hambatan adalah masalah tenaga  
pelaksana IMD itu sendiri dan metode Pelatihan IMD bagi Tenaga Kesehatan di
persalinan. Akan tetapi, berdasarkan hasil Rumah Sakit
penelitian, pada persalinan normal di RSUD Y
pun IMD belum dapat berjalan sesuai prosedur Tabel 2 menunjukan matriks hasil wawancara
yang ada dikarenakan ketiadaan Standard mendalam dengan informan tenaga kesehatan
Operational Procedure (SOP) atau tatalaksana terkait pelatihan tenaga kesehatan dalam
pelaksanaan IMD. Selain itu, belum ada pelaksanaan IMD (lampiran 2).Dari tabel
sinergi dan koordinasi yang baik antara tenaga tersebut dapat dilihat bahwa tenaga kesehatan
kesehatan terkait, khususnya pada persalinan di RS Swasta X mengungkapkan adanya
seksio sesarea. pelatihan yang rutin dilakukan secara internal
maupun eksternal, dengan sumber pembiayaan
Di sisi lain, peran dokter spesialis kebidanan dari Rumah Sakit. Sedangkan informan tenaga
dan bidan di RSUD Y hanya dikhususkan kesehatan di RSUD Y mengungkapkan bahwa

100  
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)  
 

pelatihan untuk tenaga kesehatan lebih banyak dengan baik. Berdasarkan informasi yang
dilakukan kearah penanganan kasus neonatal diperoleh, jumlah tenaga konselor laktasi di
(PONEK dan PMK) dan tidak secara spesifik RS Swasta X sudah cukup banyak dan
mengenai pelaksanaan IMD. ditetapkan dalam peraturan Rumah Sakit dan
ada Surat Ketetapan (SK) di bawah
Namun, bidan sebagai pelaksana IMD merasa pengawasan Kelompok POKDI ASI RS
pelatihan terkait pelaksanaan IMD sangatlah Swasta X, dimana terdiri dari dokter spesialis
penting mengingat tidak adanya SOP di RS anak, dokter umum, bidan dan perawat.
mengenai pelaksanaan IMD yang dapat Beberapa di antaranya bahkan sudah
mereka gunakan. Keterbatasan ini diakui oleh mendapatkan sertifikat teregistrasi seperti
informan terjadi karena tidak adanya anggaran IBLCC.
dana dari pihak RS, sehingga jarang sekali
tenaga kesehatan yang dikirim untuk Sedangkan di RSUD Y, konselor laktasi
mengikuti pelatihan-pelatihan dari instansi di merupakan pekerjaan rangkapan dari dokter
luar RS. Selama ini pengetahuan tenaga spesialis anak, namun tidak semua dokter
kesehatan mengenai IMD, khususnya bidan, spesialis anak merangkap sebagai konselor
hanya diperoleh dari hasil pembelajaran laktasi namun penetapan sebagai konselor
individu dan inisiatif sendiri. Hal ini seperti laktasi tidak diatur secara tertulis oleh aturan
yang diungkapkan oleh informan dalam dan kebijakan internal Rumah Sakit seperti
kutipan wawancara di bawah ini. halnya yang terjadi di RS Swasta X. Dokter
Spesialis Anak yang didaulat sebagai konselor
”Pernah, di sini biasanya sering juga dapat laktasi lebih dikarenakan beliau telah
undangan dari luar untuk seminar tentang laktasi mengikuti pelatihan dan seminar mengenai
dan IMD yah. Hanya saja kita digilir untuk hadir ASI Eksklusif yang diselenggarakan oleh
disana. Kalau sudah pernah ikut biasanya seminar Institusi Pemerintah namun tidak tersertifikasi.
atau pelatihan berikutnya dipilih lagi bidan yang
Di samping itu, beberapa konselor laktasi di
lain untuk mendampingi konselor laktasinya. Dan
biasanya kalau abis pelatihan atau seminar, kita RSUD Y diketahui belum mengikuti pelatihan
wajib buat laporan dan presentasi didepan teman- laktasi teregistrasi seperti IBLCC dikarenakan
teman hasil atau informasi yang kita dapatkan keterbatasan dana. Hal ini sejalan dengan
dari pelatihan atau seminar tersebut, jadi walau pernyataan informan dalam kutipan
wakilnya paling cuma satu atau dua dari RS, wawancara di bawah ini.
informasi selalu berputar di sini.. sumber dana
dari RS.. direksi makanya paling dipilih wakilnya ”Konselor banyak yah. Ada dari spesialis anak,
aja dan digilir.” (Informan Bidan RS Swasta X) ada dari dokter umum dan ada juga dari bidan.
Kemudian, konselor pun dibagi dua ada yang
”Kita (pelatihan) IMD tidak pernah, PMK kita tersertifikat IBLCC ada yang tidak tersertifikat
yang pernah. Kalo IMD, kita baca-baca-baca, tapi sudah mendapatkan pelatihan rutin. Totalnya
baca-baca terus kayak Al-Qur’an. PMK yang lebih dari 20 orang. Semua yang menjadi konselor
ngadain RSCM, ya elah udah lama bener, tahun laktasi dimasukkan SK Rumah Sakit jadi kita
berapa ya, udah udik banget, udah basi banget. punya aturan yang mengatur pelaksanaan tugas
Pelatihan (yang bener) yang kayak gimana sih, Konselor Laktasi dan ini bentuk dukungan dari
kadang kita tanya-tanya, kalo ibunya beresiko, Rumah Sakit” (Informan Konselor Laktasi RS
apakah layak? Kita belum tahu kondisi-kondisi Swasta X)
kayak gitu. (Selama ini) kita liat, kalo kondisinya
bagus, ya udah kita naikkin...nggak pelatihan ya ”...saya disini juga konselor merangkap sebagai
karena nggak ada dananya bu..kalau soal SOP spesialis anak, saya memang belum ikut yang
mah nggak ada karena RS sendiri belum ada tersertifikasi seperti IBLCC gitu yah..baru level
memang mengarah kelayanan IMD.” (Informan apa yah kita bilang..yah baru level Kementerian
Bidan RSUD Y) Kesehatan aja lah, kalau yang internasional
IBLCC nggak ada dananya, untuk yang Kemenkes
Keberadaan konselor laktasi tentunya juga aja kita sharing dengan RS..sebagai konselor
merupakan hal yang penting dalam mendorong laktasi lebih karena itu tadi saya sudah mengikuti
terlaksananya IMD sesaat setelah persalinan. pelatihan atau seminar mengenai ASI
Konselor laktasi bertugas memberikan eksklusif..kalau tentang SK penetapan tidak ada,
sejauh ini belum ada memang aturan RS atau SK
penyuluhan dari masa kehamilan hingga pasca
untuk konselor laktasi..ini sebagai wujud tanggung
persalinan untuk membantu ibu menyusui

 
 
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)  
 

jawab saya saja sebagai dokter spesialis anak..” proses menyusui berlangsung sukses dan tidak
(Informan Konselor Laktasi RSUD Y) menyakitkan. Menurut Newman dan Pittman,
secara alamiah, bayi pada dasarnya tidak
memerlukan bantuan apa pun agar dapat
PEMBAHASAN mendorong pergerakannya menuju dan
melekat pada payudara ibu.18 Bayi baru lahir
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui memiliki refleks olfaktori (penciuman) dan
peran dukungan tenaga kesehatan dan visual yang mampu mengenali areola dan bau
pegawasan Rumah Sakit terhadap pelaksanaan khas payudara ibu.18 Oleh sebab itu, pada
IMD di dua RS di Jakarta. Berdasarkan hasil proses awal IMD, bayi biasanya diam, namun
penelitian, ditemukan bahwa sebagian besar waspada (alert) sehingga mereka cenderung
ibu yang berhasil IMD di RS Swasta X selama untuk tidak menangis dan siap untuk memulai
ini dibantu oleh bidan pada saat mendekatkan pengalaman baru seperti belajar menyusu.
posisi bayi ke arah puting ibu. Hal ini Newman dan Pittman menambahkan bahwa
dilakukan sesuai dengan prosedur pelaksanaan pemaksaan terhadap bayi justru hanya akan
IMD yang diwajibkan oleh pihak RS. membuat bayi kesal, marah atau langsung
Sementara ibu yang melahirkan di RSUD Y tertidur.18
tidak memperoleh informasi mengenai
pelaksanaan IMD sebelumnya oleh bidan Kesuksesan praktik IMD tidak hanya
karena ketiadaan peraturan tertulis mengenai dipengaruhi oleh kesiapan ibu, namun juga
tatalaksana IMD yang dikeluarkan oleh RS. perlu didukung oleh tenaga kesehatan. Tenaga
Padahal sampai saat ini beberapa legislasi kesehatan menduduki posisi penting dalam
terkait dengan pemberian ASI eksklusif di memberikan pengaruh, edukasi, dan dukungan
Indonesia telah dikeluarkan oleh pemerintah, terhadap praktik menyusui karena mereka
antara lain Peraturan Menteri Kesehatan No. yang menangani langsung proses persalinan
240/MENKES/PER/V/1985 tentang Pengganti ibu. Pada penelitian ini, semua tenaga
ASI,13 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. kesehatan di RS Swasta X, baik bidan, dokter
237/Menkes/SK/IV/1997 tentang Pemasaran spesialis kebidanan, dokter spesialis anak
Pengganti ASI,14 Peraturan Pemerintah No. 69 maupun konselor laktasi berkomitmen untuk
tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan,15 melaksanakan IMD pada seluruh kasus
maupun Kepmenkes RI No. kelahiran. Hal ini tentu dinilai sangat baik
450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian karena seluruh elemen RS berarti telah
ASI secara Eksklusif pada Bayi di Indonesia.16 berkomitmen dalam mendukung gerakan RS
Bahkan dalam Kepmenkes RI No. Sayang Ibu dan Bayi sebagai salah satu upaya
450/Menkes/SK/IV/2004 ditetapkan bahwa penurunan AKB di Indonesia.
tenaga kesehatan agar menginformasikan
kepada ibu mengenai anjuran ASI eksklusif Di dalam Pedoman Pelaksanaan Program
yang mengacu pada 10 Langkah Menuju Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi yang
Keberhasilan Menyusui (LMKM).16 Akan dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan telah
tetapi, sejauh ini IMD belum diakomodasi disebutkan bahwa untuk menuju RS Sayang
dalam kebijakan tersebut dan pengertian IMD Ibu dan Bayi, diperlukan adanya kebijakan
masih merujuk pada pemberian ASI segera tertulis tentang manajemen yang mendukung
dalam waktu 30 menit setelah melahirkan.17 pemberian ASI eksklusif, termasuk di
Hal ini tentu saja menyebabkan kurangnya dalamnya mengenai praktik IMD, serta upaya
penguatan kebijakan mengenai pentingnya memberdayakan kelompok pendukung ASI
IMD sehingga penerapannya di beberapa dalam menindaklanjuti pemberian ASI
fasilitas kesehatan belum sepenuhnya berjalan. eksklusif. Dengan kata lain, perlu adanya
kerjasama yang efektif antara pihak
Di sisi lain, praktik IMD sebenarnya berperan manajemen RS dengan pelaksana tenaga
penting terhadap kesuksesan ibu dalam kesehatan baik dokter, bidan, perawat maupun
menyusui. Pengalaman seorang ibu dalam kelompok penggiat ASI agar kebijakan serta
menyusui dini amat dipengaruhi oleh peristiwa pedoman pemberian ASI eksklusif dan IMD
yang berlangsung selama satu jam setelah dapat tersosialisasikan dan terimplementasikan
kelahiran bayi. Awal yang baik dalam proses dengan baik.
IMD tentu akan dapat membantu ibu agar

102  
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)  
 

Namun demikian, hasil penelitian justru memperoleh dukungan dalam pelaksanaan


memperlihatkan bahwa pelaksanaan IMD di IMD sesaat setelah persalinan nantinya.
RSUD Y belum berjalan dengan baik karena
tidak adanya koordinasi yang baik antara Sejumlah hasil penelitian mengenai IMD juga
tenaga kesehatan, baik bidan, dokter spesialis menemukan bahwa praktik IMD dipengaruhi
kebidanan maupun konselor laktasi, untuk oleh sikap dan dukungan tenaga kesehatan.
dapat melaksanakan IMD pada beberapa kasus Sebuah penelitian di salah satu rumah sakit
persalinan, khususnya pada persalinan seksio pusat rujukan di Jakarta menunjukkan adanya
sesarea. Selain itu, ketiadaan SOP dan hubungan yang signifikan antara bidan yang
petunjuk tata laksana juga menjadi hambatan memiliki sikap positif terhadap IMD dengan
lain bagi para tenaga kesehatan di RSUD Y penerapan praktik IMD.17 Artinya adalah
untuk menerapkan praktik IMD. Padahal bidan yang bersikap positif akan lebih
menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia cenderung untuk melakukan IMD. Sikap
(IDAI), sosialisasi menyusui sebenarnya tetap positif bidan terhadap IMD mencakup bidan
dapat dilakukan meskipun rumah sakit belum merasa senang bila ibu mengerti akan
mempunyai kebijakan menyusui.19 pentingnya IMD, bidan mau menyebarluaskan
informasi tentang pentingnya IMD, bidan mau
Penyusunan kebijakan dan manajemen membantu melaksanakan IMD, dan bidan
menyusui di RS sudah seyogyanya mengikuti tidak mau memberikan susu botol kepada
prosedur yang sudah ditetapkan secara bayi.17 Hal ini menunjukkan tingkat
universal sebagaimana tertera dalam 10 pengetahuan bidan tentang arti dan manfaat
langkah menuju keberhasilan menyusui yang IMD sudah baik. Untuk itu, keterampilan IMD
dikeluarkan oleh World Health Organisation perlu dikuasai oleh bidan.
(WHO).19 Hal ini merupakan syarat mutlak
sebuah RS dikatakan memiliki kebijakan Menurut WHO dan Federation of
menyusui. Di samping itu, penerapan International Gynecologist Obstetritian, bidan
kebijakan menyusui juga perlu diakui sebagai tenaga profesional yang bekerja
dikomunikasikan secara rutin oleh manajemen sebagai mitra perempuan dalam memberikan
RS kepada seluruh pegawainya, sehingga dukungan dan asuhan selama masa kehamilan,
kebijakanyang telah dibuat tersebut benar- persalinan dan nifas, termasuk memberikan
benar dilaksanakan secara konsisten. asuhan kepada bayi baru lahir.21 Adapun
keterampilan dasar yang wajib dimiliki oleh
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 seorang bidan salah satunya adalah
tentang pemberian ASI eksklusif sebenarnya menfasilitasi ibu untuk menyusui sesegera
juga telah mengatur mengenai pelaksanaan mungkin dan mendukung ASI eksklusif.22 Hal
IMD.20 Pada peraturan tersebut jelas dikatakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri
bahwa tenaga kesehatan dan penyelenggara Kesehatan No. 369 Tahun 2007 tentang
fasilitas kesehatan wajib melakukan IMD Standar Profesi Bidan.
terhadap bayi yang baru dilahirkan kepada
ibunya paling singkat selama 1 (satu) jam Berdasarkan hal tersebut, sudah menjadi tugas
(pasal 9 ayat 1), dan dilakukan dengan cara dan tanggung jawab seorang bidan untuk
meletakkan bayi secara tengkurap didada atau membantu proses IMD pada ibu yang baru
perut ibu sehingga kulit bayi melekat pada bersalin. Bagi tenaga kesehatan lain seperti
kulit ibu (pasal 9 ayat 2).20 Pasal tersebut dokter spesialis anak misalnya, praktik
secara langsung telah menjelaskan bahwa pemberian ASI (Infant Feeding Practice),
tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas termasuk pemberian kolostrum sesaat setelah
pelayanan kesehatan wajib melakukan proses melahirkan disebutkan di dalam Pedoman
IMD segera setelah proses melahirkan pada Pelayanan Medis (PPM) yang dikeluarkan
setiap ibu serta memberikan informasi dan oleh IDAI.23 Artinya, dokter juga berperan
edukasi mengenai pentingnya IMD kepada ibu dalam mendukung pelaksanaan IMD. Selain
dan keluarganya sejak pemeriksaan kehamilan itu, keberadaan tenaga konselor menyusui juga
sampai dengan mendekati proses persalinan. sangat penting terhadap peningkatan
Sehingga diharapkan ibu-ibu yang tengah pemberdayaan ibu, peningkatan dukungan
hamil dan akan melahirkan dapat terus anggota keluarga serta peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan dalam pelaksanaan IMD.

 
 
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)  
 

Namun, dalam penelitian ini, peran tenaga sebagian besar merupakan ibu yang
kesehatan terhadap praktik IMD tidak melahirkan di RSUD Y. Hal ini disebabkan
ditunjangoleh upaya peningkatan pengetahuan oleh belum adanya persamaan pemahaman
dan keterampilan IMD melalui kegiatan tentang IMD antara tenaga kesehatan serta
pendidikan dan pelatihan. Penelitian ini belum berjalannya prosedur pelaksanaan IMD
menunjukkan bahwa pelatihan khusus yang sesuai. Minimnya koordinasi antara
mengenai praktik IMD masih belum penolong persalinan dengan konselor ASI
dilaksanakan di RSUD Y. Padahal pelatihan menyebabkan kurangnya perhatian tenaga
AsuhanP ersalinan Normal (APN), termasuk kesehatan terhadap manfaat praktik IMD
di dalamnya materi mengenai IMD, umumnya sehingga ibu yang bersalin kurang didorong
diadakan oleh RS, fasilitas pendidikan atau untuk dapat melakukan IMD.
dinas kesehatan setempat. Keterbatasan dana
yang disediakan oleh pihak RSUD Y diketahui Dukungan tenaga kesehatan pada pelaksanaan
menjadi faktor utama kurangnya tenaga IMD tentu saja bergantung pada pengetahuan
kesehatan yang dilatih. dan keterampilan mereka tentang proses IMD
itu sendiri. Keterampilan teknis yang baik
Pada dasarnya, kegiatan pendidikan dan kemudian akan mendorong sikap yang positif
pelatihan sangat diperlukan untuk di antara tenaga kesehatan untuk melakukan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan IMD.Selain itu kondisi pendidikan dan
tenaga kesehatan dalam melaksanakan pelatihan mengenai praktik IMD masih jarang
program IMD dan ASI eksklusif. Pelatihan dilakukan bagi para tenaga kesehatan di
tidak hanya berfungsi membentuk RSUD Y. Sebaliknya, pelatihan rutin terkait
keterampilan teknis tenaga kesehatan, namun IMD dan pemberian ASI sudah rutin
juga membentuk sikap positif mereka terhadap dilakukan di RS Swasta X.
pelaksanaan IMD itu sendiri sehingga dapat
mendorong dan memotivasi ibu untuk mampu
menyusui dengan benar.24 Oleh sebab itu, SARAN
keberadaan tenaga kesehatan dan konselor ASI
perlu dipertahankan dan ditingkatkan melalui Untuk mendorong adanya dukungan tenaga
kegiatan pelatihan. kesehatan terhadap pelaksanaan IMD pada
bayi baru lahir maka perlu dilakukan hal-hal
Sebagaimana disebutkan pada penelitian yang dapat membangun sikap positif tenaga
Yesie, salah satu upaya untuk memacu kesehatan. Hal tersebut di antaranya dengan
motivasi dan mendorong sikap positif tenaga meningkatkan keterampilan teknis dan
kesehatan terhadap praktik IMD adalah pengetahuan tentang IMD melalui kegiatan
dengan adanya umpan balik berupa reward pendidikan dan pelatihan yang
kepada tenaga kesehatan yang berhasil berkesinambungan dengan APN, serta
melakukan IMD maupun yang memberikan umpan balik baik sanksi maupun
menyarankan/menganjurkan ibu untuk reward bagi setiap tenaga kesehatan yang
memberikan ASI eksklusif.24 Aturan yang jelas melakukan atau tidak melakukan IMD, agar
mengatur tentang sanksi maupun reward baik tenaga kesehatan menjadi lebih serius dalam
bagi tenaga kesehatan yang melakukan atau menjalankan program tersebut. Selain itu,
tidak melakukan IMD juga perlu dibuat. kebijakan tertulis atau peraturan mengenai
Dengan demikian, tenaga kesehatan merasa pelaksanaan IMD perlu dibuat dan rutin
ada kewajiban dan senantiasa menjalankan disosialisasikan kepada seluruh petugas.
program tersebut. Penjelasan tentang manfaat dan tata laksana
IMD juga penting diberikan kepada ibu hamil
sehingga ibu-ibu tersebut nantinya akan
KESIMPULAN termotivasi untuk melakukan IMD pada
metode persalinan apapun.
Dari hasil penelitian di dua lokasi di Jakarta
yaitu RS Swasta X dan RSUD Y, ditemukan
bahwa masih ada beberapa ibu baru
melahirkan yang kurang didukung oleh tenaga
kesehatan untuk melakukan praktik IMD dan

104  
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)  
 

UCAPAN TERIMA KASIH 10. Edmond KM, Zandoh C, Quigley MA,


Amenga-Etego S, Owusu-Agyei S,
Penulis mengucapkan terimakasih kepada para Kirkwood BR. Delayed Breastfeeding
informan penelitian yang telah berpartisipasi Initiation Increases Risk of Neonatal
dalam penelitian ini serta Tim Risbinkes 2014 Mortality. Pediatrics. 2006;117(3):e380-
baik Tim Pembina Ilmiah, Tim Sekretariat e6.
hingga Tim Peneliti atas bantuan yang telah 11. Ambarwati R, Muis SF, Susanti P.
diberikansehingga penelitian ini dapat berjalan Pengaruh konseling laktasi intensif
dengan baik. Penulis juga mengucapkan terhadap pemberian air susu ibu (ASI)
banyak terimakasih kepada Direktur Rumah eksklusif sampai 3 bulan. Jurnal Gizi
Sakit yang telah memberikan izin pelaksanaan Indonesia. 2013;2(1).
penelitian. 12. Clinical Competencies of Practice for
IBCLCs. In: International Board of
Lactation Consultant Examiners, editor.
DAFTAR PUSTAKA http://iblceorg/wp-­‐
content/uploads/2013/08/clinical-­‐
1. Badan Perencanaan Pembangunan competencies-­‐indonesianpdf.
Nasional (Bappenas RI). Program 13. Peraturan Menteri Kesehatan No.
Nasional Bagi Anak Indonesia Kelompok 240/MENKES/PER/V/1985 tentang
Kesehatan. Jakarta: Bappenas; 2012. Pengganti ASI.
2. Badan Pusat Statistik, BKKBN dan, 14. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
Kementerian Kesehatan. Survei 237/Menkes/SK/IV/1997 tentang
Demografi dan Kesehatan Indonesia Pemasaran Pengganti ASI.
(SDKI) 2012. Jakarta: Badan Pusat 15. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999
Statistik; 2013. Tentang Label dan Iklan Pangan, (1999).
3. Roesli U. Panduan: inisiasi menyusu dini: 16. Kepmenkes RI No.
plus asi eksklusif: Pustaka Bunda; 2012. 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang
4. Saleha S. Asuhan kebidanan pada masa Pemberian ASI secara Eksklusif pada
nifas. Jakarta: Salemba Medika. 2009. Bayi di Indonesia.
5. Departemen Kesehatan. Laporan Riset 17. Fikawati S, Syafiq A. Kajian
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010. implementasi dan kebijakan air susu ibu
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2010. eksklusif dan inisiasi menyusu dini di
6. Crawl IOBBB. BREAST CRAWL. 2007. Indonesia. Makara Kesehatan.
7. Örün E, Yalçin SS, Madendag Y, 2010;14(1):17-24.
Üstünyurt-Eras Z, Kutluk S, Yurdakök K. 18. Noer ER, Muis SF, Aruben R. Praktik
Factors associated with breastfeeding Inisiasi Menyusu Dini dan Pemberian
initiation time in a Baby-Friendly ASI Eksklusif Studi Kualitatif pada Dua
Hospital. The Turkish journal of Puskesmas, Kota Semarang. Media
pediatrics. 2010;52(1):10. Medika Indonesiana. 2011;45(3):144-50.
8. Bramson L, Lee JW, Moore E, 19. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Montgomery S, Neish C, Bahjri K, et al. Revitalisasi Rumah Sakit Sayang Bayi:
Effect of early skin-to-skin mother–infant Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2013.
contact during the first 3 hours following Available from:
birth on exclusive breastfeeding during http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/r
the maternity hospital stay. Journal of evitalisasi-­‐rumah-­‐sakit-­‐sayang-­‐bayi.
Human Lactation. 2010. 20. Peraturan Pemerintah No 33 Tahun 2012
9. Departemen Kesehatan RI. Manajemen tentang Pemberian ASI Eksklusif, (2012).
Laktasi; Buku Panduan bagi Bidan dan 21. World Health Organization. Midwife in
Petugas Kesehatan di Puskesmas. Maternity Care-Report of a WHO Expert
Departemen Kesehatan RI Direktorat Committee1966.
Jendral Bina Kesehatan Masyarakat 22. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Direktorat Gizi Masyarakat Jakarta. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
2005:8-10. Indonesia Nomor 369.

 
 
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)  
 

MENKES/SK/III/2007 Tentang Standar 24. Aprillia Y. Analisis Sosialisasi Program


Profesi Bidan, 2007. Inisiasi Menyusu Dini dan ASI Eksklusif
23. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman kepada Bidan di Kabupaten Klaten. 2010.
Pelayanan Medis. Jakarta2009.

106  
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)

LAMPIRAN
Tabel 1. Matriks Hasil Wawancara Mendalam Peran Tenaga Kesehatan Terhadap Pelaksanaan IMD di Masing-Masing Rumah Sakit

KETERANGAN KONSELOR ASI KONSELOR ASI BIDAN BIDAN OBGYN OBGYN RSUD Y
RS SWASTA X RSUD Y RS SWASTA X RSUD Y RS SWASTA X
Pelaksanaan IMD IMD di RS ini adalah IMD sangat penting Wajib dilakukan. Pasien dengan partus Wajib dilakukan. IMD penting, tapi tidak
di RS suatu kewajiban. dan nakes sangat Ada informed normal rata-rata IMD, mungkin dilakukan
Semua tenaga kesehatan setuju, namun dalam consent kecuali bayi asfiksia atau langsung segera bayi lahir.
harus menjamin pelaksanaannya belum (pernyataan yang lain. Paling lama Keterbatasan utama SC itu
terlaksananya IMD pada bisa ideal karena persetujuan). IMD dilakukan sampai 2 adalah kondisi ibu dan
semua persalinan. terbatasnya jumlah jam, namun rata-rata bayinya. Untuk SC harus
Ada informed consent SDM, sehingga yang setengah jam (sampai dipertimbangkan juga
(pernyataan dilakukan adalah selesai hatching). Jika ibu keterbatasan tempatdan
persetujuan). sebatas merasa geli, maka bayi waktu.
memperkenalkan bayi langsung diangkat. Ibu Sulit untuk melakukan
kepada ibu dan puting dengan pre-eklampsia atau IMD dalam arti
ibunya. kondisi yang lain, maka sesungguhnya saat SC.
bayinya hanya didekatkan Cukup dengan pelekatan di
ke ibu saja. ruang operasi dan
Tidak ada informed dilanjutkan di ruang
consent(pernyataan perawatan nifas atau RR.
persetujuan).
Peran Nakes Konselor laktasi, dokter IMD secara ideal Pelaksana dan Bidan mengelap bayi, Pengobservasi Belum ada peran spesifik
spesialis anak, dokter belum bisa dilakukan pendamping IMD meletakkan bayi di dada kondisi ibu pada untuk IMD.
obgyn dan bidan karena kurangnya pada persalinan ibu selama kurang lebih proses persalinan Untuk IMD dilakukan
merupakan penggerak SDM. IMD selama ini spontan maupun setengah jam (sampai dan post partum beberapa jam setelah
pelaksanaan IMD. dilakukan sebatas dengan operasi selesai hatching) untuk apakah dapat persalinan.
Peranannya adalah mengenalkan bayi saesar adalah memperkenalkan bayi melakukan IMD. Fokus utama obgyn adalah
membentuk motivasi kepada ibu dan puting dokter. dengan ibu dan puting Untuk pelaksana pada persalinan SC
dan niat untuk IMD ibunya. Bidan ibunya. Jika kondisi ibu dan pengawas IMD adalah
sejak masa kehamilan. bertanggungjawab tidak memungkinkan (pre- IMD adalah tugas tanggungjawab perawat
Penyuluhan kepada ibu dalam eklampsia, dan lain-lain) bidan anak.
hamil dilakukan secara pelaksanaan IMD maka bayi hanya pendamping. Sejauh ini IMD hanya
rutin dibawah pada ibu sesaat didekatkan saja ke ibunya. berupa pelekatan sesaat,
pengawasan konselor setelah itupun mempertimbangkan
laktasi. melahirkan pada kondisi ibu dan bayi.
Keberhasilan 10 pasien bidan.
LMKM.

107
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)

Tabel 2. Matriks Hasil Wawancara Mendalam Terkait Pelatihan Tenaga Kesehatan dalam Pelaksanaan IMD di Masing-Masing Rumah Sakit

KETERANGAN KONSELOR ASI KONSELOR ASI BIDAN BIDAN OBGYN OBGYN


RS SWASTA X RSUD Y RS SWASTA X RSUD Y RS SWASTA X RSUD Y
Pelatihan terkait Ada, rutin dilakukan Pelatihan sudah level 3 Ada, baik internal RS Pelatihan penting bagi Ada. Tidak ada kalau
IMD bagi nakes jika ada undangan dari NICU. Penyelenggara maupun eksternal. bidan karena pelatihan IMD.
pihak luar maupun pelatihan dari Depkes dan Kalau internal pelasksana IMD Pelatihan tentang
secara internal juga kita Dinkes. dilakukan oleh adalah bidan. IMD dan SOP nya
lakukan. Sumber biaya dari biaya konselor laktasi, kalau Jarang diikutsertakan bukan ranah dokter
Sumber dana dari sendiri dan ada pula daripos eksternal digilir siapa pelatihan karena faktor spesialis
direksi, dan jika biaya IMD, PONED, yang ikut. pembiayaan. kandungan
konselor laktasi PONEK dan PMK. melainkan
tersertifikat tergantung Pelatihan terakhir tahun spesialis anak.
kebijakan RS. 2012 atau tahun 2013 awal.
Konselor Laktasi Banyak, dari spesialis Dokter spesialis anak Banyak Dokter spesialis Banyak. Tidak ada.
anak, dokter umum dan merangkap tapi belum anakjuga merangkap
bidan. Konselor dibagi tersertifikat seperti IBLCC, sebagai konselor, tapi
dua yaitu yang baru mengikuti pelatihan hanya dokter spesialis
tersertifikat IBLCC dan lokal atau nasional saja. anak tertentu juga
yang tidak tersertifikat Tidak semua dokter yang bisa jadi
tapi sudah mendapatkan spesialis anak adalah konselor.
pelatihan rutin. Totalnya konselor.
lebih dari 20 orang. Kesadaran akan pentingnya
menyusui masih kurang,
padahal dokter spesialis
anak punya peranan penting
juga untuk IMD dan ASI
eksklusif.
Pembiayaan Pembiayaan dari direksi Dari pusat (Kemenkes) Pembiayaan dari Bidan atau perawat Dari RS Tidak tahu.
pelatihan konselor RS, kecuali ada karena pelatihannya dari direksi RS, kecuali anak jarang atau tidak
laktasi permintaan dari luar pusat. ada permintaan dari pernah ikut serta.
biasanya sharing budget luar biasanya sharing
antara peserta dengan budget antara peserta
RS. dengan RS.

108
Jurnal Kesehatan Reproduksi (ISSN 2087-703X)
Hubungan Kematangan - Vol…………
Reproduksi 7, No. 2, (2016), pp. 109-118
(Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly P. Senewe)  
 
 

HUBUNGAN KEMATANGAN REPRODUKSI DAN USIA SAAT MELAHIRKAN DENGAN


KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI INDONESIA TAHUN 2010

Relation of Reproductive Maturity and Maternal Age at Delivery with Low Birth Weight (LBW)
in Indonesia 2010

Rofingatul Mubasyiroh*, Teti Tejayanti, Felly Philipus Senewe


Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Litbangkes
*E-mail: rofi.litbang@gmail.com

Abstract
 
Background: Infant Low Birth Weight (LBW) is a major factor in increased mortality, morbidity and disability
neonatal infants and children. One of biological characteristics of mothers that increases the risk of low birth
weight is young gynecological age (reproductive maturity).
Objective: This study aims to determine the relationship of reproductive maturity and maternal age at delivery
with Infant LBW.
Methods: The study design was cross-sectional with the outcome (LBW) clearly preceded by exposure
(condition during pregnancy). Sample was 1562 subjects of Riskesdas 2010 namely married with first child.
Birth weight data recorded in the health record book/KMS/KIA books. Multivariate analysis done by Cox
regression.
Result: Overall incidence of LBW was 6.1 percent. There were 11.8 percent of LBW with immaturity
reproduction and 8.4 percent in women at risk on maternal age (<20 years)). The final result of multivariate
analysis showed that women with immaturity reproduction and at risk on maternal age were 2.43 times having
low birth weight baby compared to those with maturity reproduction and safe age of childbirth, controlled by
education, iron tablet consumption, gestational age at first visit and number of ANC visits.
Conclusions: Immaturity reproduction and at risk maternal age affect the incidence of LBW in Indonesia in
2010 adjusted by education, iron tablet consumption, gestational age at first visit and the number of ANC visits.

Keywords: reproductive maturity, age at delivery, low birth weight

Abstrak
Latar belakang: Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas,
morbiditas dan disabilitas neonatus bayi dan anak. Salah satu karakteristik biologis ibu yang memiliki peran
meningkatkan risiko BBLR adalah usia ginekologi yang muda.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kematangan reproduksi dan usia ibu saat
melahirkan dengan kejadian Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR).
Metode: Disain studi ini adalah cross-sectional dengan outcome (BBLR) jelas didahului oleh exposure (kondisi
saat hamil). Sampel penelitian adalah 1562 sampel Riskesdas 2010 yaitu wanita pernah menikah yang memiliki
anak pertama dengan data berat lahirnya dicatat dalam buku catatan kesehatan/KMS/buku KIA. Analisis
multivariat dengan cox regression.
Hasil: Penelitian menunjukkan secara keseluruhan terdapat 6,1 persen kejadian BBLR. Terdapat 11,8 persen
BBLR pada ibu dengan usia reproduksi yang belum matang dan 8,4 persen pada ibu dengan usia melahirkan
berisiko. Hasil akhir multivariat menunjukkan kombinasi usia reproduksi yang belum matang dan usia saat
melahirkan berisiko mempunyai risiko melahirkan bayi BBLR sebesar 2,43 kali dibandingkan usia reproduksi
yang matang dan usia saat melahirkan yang aman, setelah dikendalikan faktor pendidikan, konsumsi Fe, usia
kandungan saat pertama kali periksa dan frekuensi ANC.
Kesimpulan: Usia reproduksi yang belum matang dan usia ibu saat melahirkan yang berisiko mempengaruhi
kejadian BBLR setelah dikontrol faktor pendidikan, konsumsi Fe, usia kandungan saat pertama kali periksa,dan
frekuensi ANC.

Kata kunci: kematangan reproduksi, usia saat melahirkan, BBLR


Naskah masuk: 6 April 2016 Review: 14 Juni 2016 Disetujui terbit: 26 Agustus 2016

 
Hubungan Kematangan Reproduksi ………… (Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly P. Senewe)  

PENDAHULUAN Bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) lebih


rentan terhadap kondisi-kondisi penyakit
Salah satu arah RPJMN Tahap II yang infeksi sehingga di masa mendatang sering
ditetapkan dalam UU nomor 17 tahun 2007 terjadi gangguan dalam belajar, kemampuan
tentang Rencana Pembanguan Jangka Panjang intelektual yang rendah dan sering terjadi
Nasional adalah meningkatkan kualitas gangguan yang berkaitan dengan masalah.7
sumber daya manusia (SDM). Setiap bayi Penelitian di negara-negara Asia Selatan juga
yang lahir memiliki hak hidup dan tumbuh menunjukkan bahwa anak dengan riwayat
menjadi manusia yang produktif. Bayi yang BBLR pada masa mendatang akan lebih
lahir merupakan aset bangsa yang perlu banyak menderita kurang energi protein (KEP)
diperhatikan dan dipenuhi hak-hak dasarnya dan lebih banyak putus sekolah dan tinggal
sebagai manusia dan dibantu dalam kelas.8
peningkatan kualitas hidupnya.1
Berdasarkan publikasi World Health
Berat bayi merupakan ukuran antropometri Organization (WHO) 2011, kejadian bayi
yang terpenting dan paling sering digunakan berat lahir rendah di dunia sebesar 15 persen
pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan pada periode 2000-2009. Penyumbang angka
digunakan untuk diagnosa bayi normal atau terbesar 24 persen di wilayah Asia Tenggara.
mengalami bayi berat lahir rendah (BBLR). Menurut WHO (2004), prevalensi BBLR di
Pada masa bayi sampai balita, berat badan suatu negara disebut rendah jika kurang dari 5
dapat dipergunakan untuk melihat laju persen. Hasil Riset Kesehatan Dasar
pertumbuhan fisik maupun status gizi.2 BBLR menunjukkan persentase anak balita yang
didefinisikan sebagai bayi yang berat badan mempunyai berat badan lahir < 2500 gram
lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 pada tahun 2007 sebesar 11,5 persen dan
gram. BBLR termasuk faktor utama dalam menurun menjadi 11,1 persen pada tahun
peningkatan mortalitas, morbiditas dan 2010. Disparitas proporsi BBLR terjadi antara
disabilitas neonatus bayi dan anak, serta satu daerah dengan daerah lain, yaitu 5,8
memberikan dampak jangka panjang terhadap persen - 27,0 persen di tahun 2007, dan variasi
kehidupannya di masa depan.3 pada tahun 2010 adalah berkisar 6,0 persen -
18,5 persen. Adapun proporsi BBLR lebih
Bayi berat lahir rendah (BBLR) merupakan besar di perdesaan (12,0%) dibandingkan di
salah satu faktor risiko yang mempunyai perkotaan (10,4%).
kontribusi terhadap kematian bayi, khususnya
pada masa perinatal. Berbagai studi Penyebab BBLR masih terus dikaji sampai
menunjukkan bahwa BBLR memiliki risiko saat ini. Beberapa studi menyatakan bahwa
kematian neonatal lebih besar dibandingkan penyebab BBLR ini adalah multifaktorial,
bayi dengan berat normal. Menurut SKRT antara lain: ibu yang hamil di usia muda,
2001, kematian neonatal akibat prematur dan faktor demografi, biologi ibu, riwayat obstetri,
BBLR mencapai 29 persen dan merupakan morbiditas ibu selama hamil, periksa
penyebab kematian terbesar setelah gangguan kehamilan (antenatal care), dan paparan
perinatal (34%).4 Hasil penelitian Registrasi toksis.
Kematian dan Penyebab Kematian di 12
Kabupaten/Kota di Indonesia tahun 2012, bayi Salah satu karakteristik biologis ibu secara
berat lahir rendah merupakan penyebab ke-dua umum yang memiliki peran dalam
terbesar (21%) kejadian kematian perinatal (0- meningkatkan risiko BBLR adalah
6 hari dan IUFD) setelah faktor penyebab kematangan reproduksi yang masih muda.
IUFD (27%).5 Nelson, dkk menyebutkan Ketidakmatangan reproduksi diperkirakan
bahwa BBLR adalah faktor risiko utama pada mempengaruhi luaran kahamilan. Namun
morbiditas dan mortalitas neonatal di negara- demikian konsep ini masih menjadi
negara berkembang. Bayi dengan BBLR kontroversi apakah memang ketidakmatangan
mempunyai risiko mengalami kematian reproduksi (usia ginekologi) menjadi faktor
perinatal antara 5-35 kali lebih besar dari bayi independen signifikan terhadap kejadian
dengan berat normal.6 BBLR.

110  
Hubungan Kematangan Reproduksi ………… (Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly P. Senewe)  

Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini


adalah apakah ada hubungan antara
n=
(z1−α 2 P (1 − P ) + z1− β P1 (1 − P1 ) + P2 (1 − P2 ) )
2

kematangan reproduksi dan usia ibu saat


( P1 − P2 ) 2
melahirkan dengan kejadian BBLR di
Indonesia pada tahun 2010. Tujuan penelitian
adalah diketahui besar hubungan kematangan Keterangan :
reproduksi dan usia ibu saat melahirkan
dengan kejadian BBLR setelah mengontrol n = besar sampel minimal
pengaruh faktor ibu (tingkat pendidikan ibu, Z 1-α = deviasi normal standar dengan α =
status ekonomi ibu, komplikasi kehamilan, 0,05 = 1,65
konsumsi tablet besi (Fe), merokok) dan faktor Z 1-β = deviasi normal standar dengan β =
pelayanan kesehatan (usia kandungan saat 20 persen, Z 1-β = 0,842
pertama kali periksa kehamilan, frekuensi
antenatal care (ANC), tenaga pemeriksa
ANC). Variabel usia ibu saat melahirkan

P1 = Proporsi BBLR pada ibu dengan usia


saat melahirkan < 20 tahun yaitu 10,4
METODE persen dan ≥ 34 tahun yaitu 8,9
persen.10
Penelitian ini menggunakan data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010. P2 = Proporsi BBLR pada ibu dengan usia
Penelitian ini adalah penelitian non-intervensi saat melahirkan 20-34 tahun yaitu 6,5
dengan disain penelitian potong lintang (cross persen10, dengan ORadjusted= 1,15
sectional). Populasi dalam penelitian ini (untuk ibu usia < 20 tahun) dan
adalah seluruh wanita pernah kawin usia 10-59 ORadjusted= 1,91 (untuk ibu usia ≥ 34
tahun yang memiliki bayi lahir hidup di tahun). OR sudah di-adjust jenis
Indonesia selama kurun waktu 5 tahun antara 1 kelamin bayi, status perkawinan, jumlah
Januari 2005 sampai pertengahan Agustus anak, usia kehamilan, frekuensi ANC,
2010 (periode pelaksanaan Riskesdas 2010). jenis persalinan, jenis asuransi
sampel dalam penelitian ini adalah wanita usia kesehatan, merokok.
10-59 tahun yang memiliki bayi lahir hidup,
terpilih menjadi sampel Riskesdas dan
memenuhi kriteria inklusi (semua populasi Variabel usia ginekologi
yang memenuhi syarat dijadikan sampel).
Kriteria inklusi penelitian ini adalah wanita P1 = Proporsi BBLR pada ibu dengan
pernah kawin berusia 10-59 tahun, pernah kematangan reproduksi < 2 tahun yaitu
hamil dan melahirkan selama periode 1 26,5 persen (Dengan kriteria usia
Januari 2005 sampai pelaksanaan survei ginekologi 2-4 tahun).11
Riskesdas 2010, kelahiran merupakan
kelahiran pertama (tidak pernah keguguran), P2 = Proporsi BBLR pada ibu dengan
bayi lahir hidup, bayi ditimbang saat lahir, kematangan reproduksi > 2 tahun yaitu
informasi berat lahir bayi berdasarkan catatan 6,7 persen (Dengan kriteria usia
KMS/buku KIA/catatan kesehatan, data semua ginekologi > 4 tahun).11
variabel lengkap. Kriteria eksklusi adalah ibu
Berdasarkan rumus di atas, diperoleh jumlah
yang memiliki bayi kembar.
sampel mimimal yang dibutuhkan pada
Besar sampel minimal penelitian ini dihitung kelompok ibu dengan usia saat melahirkan <
menggunakan rumus besar sampel pada 20 tahun adalah sebanyak 293 orang. Adapun
penelitian survei untuk uji hipotesis beda dua jumlah sampel mimimal yang dibutuhkan pada
proporsi satu arah.9 Rumus perhitungan kelompok ibu dengan usia saat melahirkan ≥
sebagai berikut: 34 tahun adalah sebanyak 675 orang. Untuk
variabel kematangan reproduksi, jika dengan
batasan usia 2-4 tahun diperoleh jumlah
 
111
 
Hubungan Kematangan Reproduksi ………… (Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly P. Senewe)  

sampel 15 orang. Namun jika batasan pengaruh adanya variabel independen.


kematangan reproduksi adalah < 2 tahun, Perubahan satu unit variabel independen akan
dengan asumsi bahwa kematangan reproduksi menyebabkan perubahan sebesar nilai PR pada
merupakan faktor risiko kejadian BBLR, maka variabel dependen.
diperkirakan proporsi BBLR pada usia
ginekologi < 2 tahun adalah semakin besar, Analisis multivariat bertujuan untuk membuat
sehingga jumlah sampel minimal yang model sehingga dapat menjelaskan hubungan
butuhkan adalah lebih kecil dari 15 orang per kausal antara kematangan reproduksi dan usia
kelompok. Dengan demikian, jumlah sampel saat melahirkan dengan kejadian BBLR.
minimal penelitian ini adalah 1350 orang. Analisis menggunakan modifikasi cox
regression dengan variabel (waktu) bebas.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Variabel (waktu) bebas adalah variabel yang
berat badan bayi lahir rendah. Variabel bebas nilainya untuk suatu subjek tetap konstan dari
adalah kematangan reproduksi dan usia saat waktu ke waktu. Hasilnya akan diperoleh
melahirkan. Adapun variabel kovariat antara Prevalence Ratio (PR) dan 95 persen CI untuk
lain status ekonomi, pendidikan, merokok, memprediksi hubungan usia ginekologi dan
usia kandungan saat pertama ke pelayanan usia saat melahirkan dengan kejadian BBLR.
kesehatan, konsumsi tablet Fe, tenaga Nilai PR diestimasi dari nilai HR yang
pemeriksa ANC, frekuensi periksa ANC. dihasilkan dalam cox regression.
Kombinasi kedua variabel independen utama
untuk efek modifier, yaitu variabel Selanjutnya dilakukan uji confounder terhadap
kematangan reproduksi dan usia ibu saat variabel covariat lain yang berpengaruh
melahirkan dengan kejadian BBLR terdiri dari terhadap hubungan independen utama dengan
4 macam kelompok gabungan: variabel dependen. Pengujian confounder
dilakukan dengan backward elimination
1. Sebagai reference adalah usia ginekologi > procedurs yaitu mengeluarkan satu per satu
2 tahun dan usia saat melahirkan 20-34 variabel kovariat. Selanjutnya
tahun. membandingkan perubahan nilai PR jika
2. Kombinasi usia ginekologi usia ginekologi kovariat dikeluarkan dengan nilai PR full
> 2 tahun dan usia saat melahirkan < 20 model, dengan rumus:
tahun atau > 34 tahun.
3. Kombinasi usia ginekologi < 2 tahun dan PR = PR reduce – PR full model x 100%
PR full model
usia saat melahirkan 20-34 tahun.
4. Kombinasi usia ginekologi < 2 tahun dan
usia saat melahirkan < 20 tahun atau > 34
tahun. HASIL

Populasi sumber penelitian ini adalah 20591


Analisis bivariat dilakukan untuk melihat ada
wanita 10-59 tahun pernah kawin yang
tidaknya dan besarnya hubungan antara dua
melahirkan dalam kurun waktu 2006-2010
variabel penelitian (satu variabel dependen dan
dengan jumlah balita yang dilahirkan sejumlah
satu variabel independen). Dalam penelitian
22296. dari jumlah balita tersebut diperoleh
ini variabel dependen (BBLR) dalam bentuk
sejumlah 6011 balita yang merupakan anak
katagorik dan semua variabel independen juga
urutan pertama. Dari seluruh anak pertama
dalam bentuk kategorik, maka analisis yang
tersebut sejumlah 2007 anak yang data berat
cocok adalah menggunakan uji Chi Square,
badan saat lahir diperoleh berdasarkan catatan
dengan batas kemaknaan yang dipakai α= 0,05
KMS/buku KIA/catatan kesehatan/catatan
sebagai tanda adanya perbedaan proporsi. Uji
kelahiran. Setelah proses manajemen data,
hubungan antara dua variabel akan dianggap
diperoleh sejumlah data 1562 sampel ibu dan
bermakna jika hasil perhitungan statistik
anak yang lengkap pada seluruh variabel
mempunyai nilai p < 0,05. Sedangkan
(dependen dan independen) serta bersih dari
besarnya hubungan kedua variabel akan
isian data “tidak tahu” atau “lupa”.
dihitung dengan Prevalen Rasio (PR) yang
merupakan nilai estimasi risiko untuk
terjadinya outcome (variabel dependen) karena

112  
Hubungan Kematangan Reproduksi ………… (Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly P. Senewe)  

Tabel 1 menunjukkan kejadian BBLR lebih kelompok responden dengan usia melahirkan
banyak pada kelompok usia ginekologi < 2 < 20 tahun atau > 34 tahun (8,4%)
tahun (11,8%) dibandingkan pada kelompok dibandingkan pada kelompok dengan usia
dengan usia ginekologi > 2 tahun (6,1%) melahirkan 20-34 tahun (6,7%). Nilai PR=1,48
dengan nilai PR=1,93 (95% CI = 0,52-7,21). (95% CI = 0,94-2,33).
BBLR juga lebih banyak terjadi pada

Tabel 1 Hubungan usia ginekologi dengan kejadian BBLR

BBLR PR 95% CI
Usia Ginekologi Ya Tidak
N (%) N (%)
<= 2 th 2 (11,8) 15 (88,2) 1,93 0,52 – 7,21
> 2 th 94 (6,1) 1451 (93,9)

Usia Melahirkan
< 20 th atau > 34 th 22 (8,4) 240 (91,6) 1,48 0,94 – 2,33
20-34 th 74 (6,7) 1226 (94,3)

Tabel 2 menunjukkan hasil analisis hubungan ekonomi rendah (5,8%). Nilai PR=0,88 (95%
antara beberapa variabel kovariat dengan CI = 0,59-1,29), yang berarti bahwa responden
kejadian BBLR. Kejadian BBLR sedikit lebih dengan status ekonomi tinggi mempunyai
banyak terjadi pada kelompok responden risiko lebih tinggi untuk melahirkan anak
dengan status ekonomi tinggi (6,6%) BBLR dibandingkan dengan responden
dibandingkan pada kelompok dengan status dengan status ekonomi rendah.

Tabel 2. Hubungan beberapa variabel kovariat dengan kejadian BBLR


Berat Lahir
Karakteristik BBLR BBLN PR 95% CI
N (%) N (%)
Status Ekonomi
Rendah 52 (5,8) 845 (94,2) 0,88 0,59 - 1,29
Tinggi 44 (6,6) 621 (93,4)
Tingkat pendidikan
Rendah 48 (6,1) 740 (93,1) 0,98 0,66 - 1,45
Tinggi 48 (6,2) 726 (93,8)
Konsumsi Fe
< 90 78 (7,0) 1028 (93,0) 1,79 1,08 - 2,95
>= 90 18 (4,0) 438 (96,0)
Usia kandungan saat pertama
kali periksa
> 3 bln 10 (6,1) 153 (93,9) 0,99 0,53 - 1,88
<= 3 bln (86) 6,2 1313 (93,8)
Frekuensi ANC
tidak tepat 30 (9,7) 280 (90,3) 1,84 1,21 - 2,78
tepat 66 (5,3) 1186 (94,7)
Tenaga pemeriksa ANC
Non kesehatan 5 (5,0) 96 (95,0) 0,79 0,33 - 1,91
Kesehatan 91 (6,2) 1370 (93,8)
Merokok
Merokok 1 (9,1) 10 (90,9) 1,48 0,21 - 9,72
Tidak Merokok 95 (6,1) 1456 (93,9)

 
113
 
Hubungan Kematangan Reproduksi ………… (Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly P. Senewe)  

Hampir tidak ada perbedaan kejadian BBLR dengan responden yang memeriksakan
pada kelompok responden dengan tingkat kandungan di tenaga kesehatan.
pendidikan rendah (6,1%) dibandingkan pada
kelompok dengan tingkat pendidikan tinggi Kejadian BBLR lebih banyak pada kelompok
(6,2%). Nilai PR = 0,98 (95% CI = 0,66-1,45), responden yang merokok (9,1%) dibandingkan
yang berarti bahwa responden dengan tingkat pada kelompok yang tidak merokok (6,1%).
pendidikan tinggi mempunyai risiko lebih Nilai PR=1,48 (95% CI = 0,21-9,72), yang
tinggi untuk melahirkan anak BBLR berarti bahwa responden yang merokok
dibandingkan dengan responden tingkat mempunyai risiko 1,48 kali untuk melahirkan
pendidikan rendah. anak BBLR dibandingkan dengan responden
yang tidak merokok.
Kejadian BBLR lebih banyak pada kelompok
responden yang mengkonsumsi Fe <90 hari Dilakukan analisis multivariat untuk membuat
(7,0%) dibandingkan pada kelompok yang model hubungan kausal antara kematangan
mengkonsumsi Fe > 90 hari (4,0%). Nilai reproduksi dan usia saat melahirkan dengan
PR=1,79 (95% CI = 1,08-2,95), yang berarti kejadian BBLR. Analisis multivariat yang
bahwa responden dengan konsumsi Fe < 90 digunakan adalah analisis cox regression
hari mempunyai risiko 1,79 kali untuk dengan model faktor risiko. Pada analisis ini
melahirkan anak BBLR dibandingkan dengan dilakukan permodelan yang mengikutsertakan
responden yang mengkonsumsi Fe > 90 hari. semua potensial konfounder. Model yang
diharapkan terbentuk adalah model yang
Kejadian BBLR hampir sama pada kelompok parsimonious yaitu model yang valid dan
responden yang pertama kali memeriksakan presisinya baik serta sederhana. Langkah-
kehamilan saat > 3 bulan (6,1%) dan pada langkah yang harus dilakukan untuk
kelompok yang pertama kali memeriksakan memperoleh model yang paling fit
kehamilan saat < 3 bulan (6,2%). Nilai (parsimonious) untuk melihat hubungan
PR=0,99 (95% CI = 0,53-1,88, yang berarti tersebut adalah melakukan pemilihan kandidat
bahwa responden yang pertama kali multivariat, pembuatan Hierachically Well
memeriksakan kehamilan saat > 3 bulan Formulated (HWF Model) dengan melakukan
mempunyai risiko yang hampir sama untuk Hierachically Backward Elimination yaitu
melahirkan anak BBLR dengan responden eliminasi interaksi yang mungkin antara
yang pertama kali memeriksakan kehamilan variabel independen utama dengan variabel
saat < 3 bulan. konfounding dan eliminasi confounder
(Kleimbaum, et. al., 1998). Kemudian
Kejadian BBLR lebih banyak pada kelompok dilakukan pengujian confounder dengan
responden yang tidak tepat dalam melakukan backward elimination procedures model
ANC (9,7%) dibandingkan pada kelompok dengan cara mengeluarkan satu per satu
yang tepat dalam melakukan ANC (5,3%). variabel kovariat dan dibandingkan dengan
Nilai PR=1,84 (95% CI = 1,21-2,78), yang perubahan nilai PR pada variabel independen
berarti bahwa responden yang tidak tepat utama dan variabel interaksi.
dalam melakukan ANC mempunyai risiko
1,84 kali untuk melahirkan anak BBLR Analisis multivariat dimulai dengan
dibandingkan dengan responden yang tepat penyeleksian variabel. Variabel yang dapat
dalam melakukan ANC. masuk dalam analisis multivariat adalah
variabel yang memiliki p-value <0,25. Khusus
Kejadian BBLR lebih banyak pada kelompok variabel independen utama yaitu kematangan
responden yang memeriksakan kandungan di reproduksi dan usia saat melahirkan apabila
tenaga kesehatan (6,2%) dibandingkan pada memiliki p-value >0,25 tetap akan dimasukkan
kelompok yang memeriksakan kandungan di ke dalam model. Berdasarkan analisis bivariat
tenaga non kesehatan (5,0%). Nilai PR=0,79 yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat 4
(95% CI = 0,33-1,91), yang berarti bahwa variabel yang akan masuk ke dalam analisis
responden yang memeriksakan kandungan di multivariat, yaitu kematangan reproduksi, usia
tenaga non kesehatan tidak lebih berisiko saat melahirkan, konsumsi Fe, dan frekuensi
untuk melahirkan anak BBLR dibandingkan ANC. Sedangkan variabel yang tidak masuk

114  
Hubungan Kematangan Reproduksi ………… (Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly P. Senewe)  

dalam model adalah status ekonomi, tingkat Analisis multivariat yang akan dilakukan
pendidikan, usia kandungan saat pertama adalah multivariat kematangan reproduksi
periksa, tenaga pemeriksa ANC dan merokok. dengan kejadian BBLR, multivariat usia saat
Namun berdasarkan substansi, semua variabel melahirkan dengan kejadian BBLR, dan
kovariat dimasukkan dalam analisis multivariat kombinasi kematangan reproduksi
multivariat. dan usia saat melahirkan dengan kejadian
BBLR.
Prinsip terpenting dalam pemodelan adalah
model yang valid yaitu model yang dapat Berdasarkan hasil akhir analisis multivariat
menggambarkan hubungan yang menunjukkan bahwa kombinasi kematangan
sesungguhnya antara variabel independen reproduksi < 2 tahun dan usia saat melahirkan
utama dengan variabel dependen di populasi. < 20 atau > 34 tahun mempunyai risiko untuk
Estimasi efek variabel independen terhadap melahirkan bayi BBLR sebesar 2,43 kali jika
variabel dependen yang terbaik adalah dibandingkan dengan kematangan reproduksi
estimasi efek yang telah memperhitungkan > 2 tahun dan usia saat melahirkan 20 - 34
confounder dan juga effect modifier tahun, setelah dikendalikan faktor pendidikan,
(Kleimbaum, et. al., 1998). konsumsi Fe, usia kandungan saat pertama kali
periksa,dan frekuensi ANC. Besar asosiasi
Langkah selanjutnya adalah membuat pada kelompok 4 ini spesifik untuk kelompok
pemodelan dengan HWF Model umur < 20 tahun. Hal ini terjadi karena pada
(Hierarchically Well Formulated Model). sebaran usia, responden yang memiliki
Caranya yaitu dengan memasukkan semua kematangan reproduksi < 2 tahun adalah
variabel yang ada serta variabel yang kelompok usia < 20 tahun. Sedangkan pada
mungkinkan terjadi interaksi antara variabel kelompok usia > 34 tahun tidak ditemukan
lain dengan variabel independen utama responden yang memiliki usia ginekologi < 2
sehingga menghasilkan suatu model yang tahun.
maksimum (paling lengkap). Langkah ini
dapat mengontrol semua effect modifier dan
confounder.

Tabel 3 Pemodelan Multivariat (Tahap Akhir) Usia Ginekologi dan Usia Melahirkan
Terhadap Kejadian BBLR

Variabel Coef SE PR 95% CI p-value


Usia ginekologi dan usia melahirkan
Kelompok 1 1
Kelompok 2 0,29 0,26 1,33 0,86 - 2,38 0,265
Kelompok 3 -30,01 1,01E+07 4.58e-15 1,000
Kelompok 4 0,888 0,73 2,43 0,65 - 11,59 0,225
Pendidikan -0,161 0,212 0,85 0,56 - 1,29 0,448
Konsumsi Fe 0,475 0,267 1,61 0,95 - 2,72 0,076
Usia kandungan saat periksa -0,786 0,389 0,46 0,21 - 0,98 0,043
Frekuensi ANC 0,815 0,262 2,26 1,35 - 3,78 0,002

Adapun pada kelompok kematangan > 2 tahun dan usia saat melahirkan 20-34
reproduksi > 2 tahun dan usia saat melahirkan tahun, setelah dikendalikan faktor pendidikan,
< 20 atau > 34 tahun mempunyai risiko untuk konsumsi Fe, usia kandungan saat pertama kali
melahirkan bayi BBLR sebesar 1,33 kali jika periksa dan frekuensi ANC.
dibandingkan dengan kematangan reproduksi
 
115
 
Hubungan Kematangan Reproduksi ………… (Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly P. Senewe)  

Nilai PR pada kelompok responden yang Penelitian di Banglades pada tahun 200
memiliki kematangan reproduksi < 2 tahun menemukan pada usia di bawah 18 tahun
dan usia saat melahirkan 20-34 tahun tidak berisiko terjadinya BBLR sebesar OR=1,59
teridentifikasi. Hal ini dapat terjadi karena (95% CI: 1,03-2,5) dan kurang bermakna pada
jumlah absolut kejadian BBLR pada kelompok kelompok di atas 35 tahun dengan OR=1,42
ini tidak ada (nol). (95% CI: 0,96-2,09) dibanding ibu hamil usia
19-34 tahun (Kusiako, 2000). Namun hasil
tersebut berbeda dengan penelitian Collin
(2004) pada masyarakat Chicago. Collin
PEMBAHASAN mendapatkan bahwa usia di bawah 20 tahun
Kematangan reproduksi merupakan indikator tidak bermakna sebagai faktor risiko terjadinya
derajat kematangan fisiologi wanita yang BBLR dengan OR sebesar 1,1 (95% CI: 0,6-
dihitung dari rentang waktu antara usia hamil 2,1) namun bermakna pada usia >30 tahun
pertama kali dengan usia menarche. Cut off dengan OR=2,0 (95% CI: 1,0-3,9) dibanding
point usia ginekologi dalam penelitian ini ibu hamil usia antara 20-24 tahun. Penelitian
adalah < 2 tahun yang termasuk dalam di Utah pada tahun 1970-1990 menunjukkan
kategori immature. usia 18-19 tahun memiliki peningkatan risiko
yang signifikan sama seperti pada usia 13
Dalam penelitian ini diperoleh besar hubungan sampai 17 tahun dalam risiko terjadinya
kematangan reproduksi dengan kejadian BBLR.15 Pada penelitian ini diperoleh hasil
BBLR di Indonesia tahun 2010 adalah 1,58 multivariat yang menunjukkan hubungan usia
(95% CI = 0,37-6,77) setelah dikontrol usia saat melahirkan dengan kejadian BBLR
saat melahirkan, konsumsi Fe, usia kandungan sebesar 1,30 (95% CI = 0,79-2,13) setelah
saat pertama periksa, dan frekuensi ANC. dikontrol kematangan reproduksi, konsumsi
Hasil ini sama dengan Laporan IOM (Institute Fe, dan frekuensi ANC. Secara umum, hasil
of Medicine), Amerika tahun 1990, yang ini sesuai dengan penelitian Oster (2010)
mencatat bahwa dari data terbatas yang dengan analisis data SDKI 2007 yang
tersedia menunjukkan bahwa remaja muda (< menunjukkan ibu berusia < 20 tahun atau > 34
2 tahun setelah menarche) melahirkan bayi tahun berisiko 1,36 kali melahirkan BBLR
yang lebih kecil untuk berat badan diberikan dibandingkan usia 20-34 tahun.12
daripada wanita yang lebih tua. Hasil ini juga
ditunjukkan dalam penelitian kasus pada Pada usia kurang dari 20 tahun, organ-organ
kehamilan remaja Afrika Amerika dengan reproduksi belum berfungsi sempurna, rahim
kohort retrospektif data rekam dan panggul ibu belum tumbuh mencapai
medik. Hasilnya menunjukkan orang-orang ukuran dewasa sehingga bila terjadi kehamilan
dari kematangan reproduksi rendah memiliki dan persalinan akan lebih mudah mengalami
bayi dengan berat lahir secara signifikan lebih komplikasi. Sedangkan pada usia lebih dari 35
rendah daripada rata-rata orang-orang yang tahun, terjadi penurunan kesehatan reproduktif
lebih matang. Hasil tersebut diperoleh dengan karena proses degeneratif sudah mulai muncul.
analisis regresi logistik dengan dikontrol Salah satu efek degeneratif adalah terjadi
dengan merokok, BMI saat hamil, paritas, sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan
preeklampsia, masa kehamilan dan berat arteriola miometrium yang menyebabkan
badan saat hamil. Hal ini terjadi karena terjadi aliran darah ke endometrium tidak merata dan
kompetisi asupan ibu dengan bayi yang maksimal sehingga dapat mempengaruhi
dikandungnya. Perempuan yang hamil kurang penyaluran nutrisi dari ibu ke janin yang
dari 2 tahun setelah menarche pertama akhirnya membuat gangguan pertumbuhan
berisiko untuk mengalami kekurangan zat gizi janin dalam rahim.13,14
akibat terjadinya persaingan nutrisi antara ibu Dari penelitian ini diketahui besar
dan janin yang dikandungnya. Pada hubungan/risiko secara bersama antara
kematangan reproduksi yang muda, rahim dan kematangan reproduksi dan usia ibu saat
panggul seringkali juga belum tumbuh melahirkan. Pada responden dengan
sempurna.
kematangan reproduksi < 2 tahun dan usia ibu
saat melahirkan < 20 atau > 34 tahun memiliki

116  
Hubungan Kematangan Reproduksi ………… (Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly P. Senewe)  

risiko 2,43 kali untuk melahirkan bayi BBLR hubungan/risiko adalah 2,43 (95% CI = 0,65-
setelah dikontrol faktor pendidikan, konsumsi 11,59). Dimana besar hubungan ini berlaku
Fe, usia kandungan saat pertama kali untuk usia ibu saat melahirkan < 20 tahun.
periksa,dan frekuensi ANC. Besar asosiasi Besar hubungan/risiko kematangan reproduksi
pada kelompok 4 ini spesifik untuk kelompok yang muda (tanpa kontribusi usia saat
umur < 20 tahun. Secara spesifik, deskripsi melahirkan) dengan kejadian BBLR tidak
sebaran kasus BBLR lebih banyak terjadi pada dapat dievaluasi nilainya, dikarenakan terdapat
usia < 20 tahun. kematangan reproduksi < 2 angka absolut nol (0) pada subjek. Besar
tahun juga paling banyak terjadi pada usia < hubungan/risiko usia ibu saat melahirkan yang
20 tahun, serta tidak ditemukan kematangan berisiko (tanpa kontribusi kematangan
reproduksi < 2 tahun pada kelompok > 34 reproduksi) dengan kejadian BBLR adalah
tahun. Hal ini menunjukkan pada kelompok 4, 1,33 (95% CI = 0,86-2,38).
kontribusi terbesar kejadian BBLR pada
kelompok kematangan reproduksi < 2 tahun
terjadi pada wanita < 20 tahun. Sedangkan
pada kelompok usia > 34 tahun tidak SARAN
ditemukan responden yang memiliki Bagi program pemerintah, dapat lebih
kematangan reproduksi < 2 tahun. ditekankan promosi pada kelompok remaja (<
Pada kelompok kematangan reproduksi > 2 20 tahun) tentang adanya risiko yang lebih
besar jika melahirkan pada saat usia
tahun dan usia ibu saat melahirkan < 20 atau >
34 tahun berisiko melahirkan bayi BBLR ginekologi < 2 tahun. Diperlukan penelitian
adalah 1,33 setelah dikontrol faktor lanjutan dengan besar sampel yang lebih besar,
pendidikan, konsumsi Fe, usia kandungan saat sehingga diharapkan terdapat subjek penelitian
pertama kali periksa dan frekuensi ANC. pada semua kategori joint effect. Dengan
demikian besar asosiasi pada semua kategori
Nilai 95 persen CI besar asosiasi pada dapat diketahui. Dimungkinkan untuk
responden dengan kematangan reproduksi < 2 menghitung atau mencari cut off point usia
tahun dan usia ibu saat melahirkan < 20 atau > ginekologi pada perempuan di Indonesia.
34 tahun adalah 0,65-11,59. Dan pada Diperlukan penelitian lanjutan dengan fokus
kelompok usia ginekologi > 2 tahun dan usia pada usia remaja dengan menyertakan variabel
ibu saat melahirkan < 20 atau > 34 tahun faktor risiko BBLR, seperti faktor asupan gizi
adalah 0,86-2,38. Nilai interval yang ibu serta IMT sebelum hamil. Metode
dihasilkan menunjukkan adanya signifikansi pengukuran variabel outcome dengan lebih
secara statistik hasil temuan. Nilai ekstrem akurat sesuai kriteria atau batasan yang ada (1-
atas dan bawah dari interval kepercayaan 2 jam setelah kelahiran). Bagi penelitian
mununjukkan seberapa besar atau kecil efek selanjutnya, lebih diperhatikan temporality
yang sebenarnya mungkin diperoleh. Interval variabel-variabel yang diteliti, terutama pada
kepercayaan dari penelitian besar cenderung variabel kovariat seperti status ekonomi,
sangat sempit, ini menunjukkan presisi tingkat pendidikan.
penelitian tersebut mampu memperkirakan
ukuran efek yang nyata. Sebaliknya, pada
studi yang lebih kecil biasanya menghasilkan UCAPAN TERIMAKASIH
interval kepercayaan yang lebar.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada drg.
Nurhayati Prihartono, MPH, MSc, DSc yang
KESIMPULAN telah banyak memberikan masukan dalam
pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terimakasih
Dari penelitian ini diketahui bahwa juga penulis sampaikan kepada Kepala Badan
kematangan reproduksi yang muda dan usia Litbang Kesehatan yang telah mengijinkan
ibu saat melahirkan yang berisiko penulis melakukan analisis data Riset
berhubungan dengan kejadian BBLR di Kesehatan Dasar Tahun 2010.
Indonesia tahun 2010 dengan besar

 
117
 
Hubungan Kematangan Reproduksi ………… (Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly P. Senewe)  

DAFTAR PUSTAKA Kualitas Sumber Daya Manusia. 1998.


Disajikan pada Kajian Kesehatan FKM
1. Kementerian Kesehatan. Rencana Peduli 1998 di FKM UI Depok.
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 9. Lemeshow, S. Et al. Besar Sampel dalam
2010-2014. Jakarta: 2010. penelitian kesehatan. Yogyakarta: Gadjah
2. Supariasa. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Mada University Press. 1997.
EGC. 2001. Dalam Hubungan Kenaikan 10. A.A.M. Silva, M.A. Barbieri, U.A.
Berat Badan Ibu Hamil dengan Berat Gomes, & H. BettioI. Trends in low birth
Bayi Lahir di RSUD Dr. Moewardi weight: a comparison of two birth cohorts
Surakarta. Muwakhidah dan Siti separated by a 15-year interval in
Zulaekah. Jurnal Penelitian Sains dan Ribeirao Preto, Brazil. Bulletin of the
Teknologi. 2004; 5(1): 11-20. World Health Organization. 1998; 76 (1):
3. Linda, Mai. Pengaruh Karakteristik, 73-84
Perilaku, dan Sosial Ekonomi Ibu 11. Nursyarifah, Irma. Lingkar Lengan Atas
Terhadap Kelahiran Bayi BBLR (Berat pada Ibu Hamil Remaja sebagai Faktor
Badan Lahir Rendah) di Kabupaten Dominan terhadap Berat Lahir Bayi di
Sidoarjo. [Skripsi]. Surabaya: Universitas Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat
Negeri Surabaya. 2011. tahun 2013. [Tesis]. Depok: FKM UI.
4. Departemen Kesehatan RI. Kajian 12. Suriani, Oster. Determinan yang
Kematian Ibu dan Anak di Indonesia. Berhubungan dengan Kejadian
Jakarta: Badan Penelitian dan Komplikasi Persalinan 5 tahun di
Pengembangan Kesehatan. 2004. Indonesia tahun 2010.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan 13. Cunningham, F G, Gant, N F, Leveno, K
Kesehatan, Kementerian Kesehatan. J, Gilstrap-III, L C, Haulth, J C,
Laporan Penelitian Pengembangan Model Wenstrom, K D. Obstetri Williams
Pengendalian Masalah Kesehatan Volume I. Jakarta: EGC. 2005.
Berbasis Registrasi Kematian dan 14. Prawirohardjo,S. Ilmu Kebidanan.
Penyebab Kematian di 12 Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Kabupaten/Kota di Indonesia tahun 2012. Prawirohardjo. 2008.
Jakarta: Badan Penelitian dan 15. Collins, JW, et.al., Very Low Birth Weight
Pengembangan Kesehatan. 2012. in African American Infants: The Role of
6. Nelson. Kendrad E. Infectious Diseases Maternal Exposure to Interpersonal
Epidemiology, Theory and Practice. Racial Discrimination. American Journal
Massachusetts: Jones and Bartlett of Public Health. Dec 2004; 94 (12),
Publisher, Sudbury. 2005. pp2132-8.
7. Institute of Medicine. Nutrition during 16. Neilsen, Jennifer, et al., High gestational
Pregnancy part I Weight Gain. weight gain does not improve birth
Washington: National Academy Press. weight in cohort of African American
1990. adolescents. USA: American Journal
8. Guricci, S. Dampak Krisis Ekonomi Clinic Nutrition. 2006; 84: 183-9.
terhadap Status Gizi Masyarakat dan

118  
Jurnal Kesehatan Reproduksi (ISSN 2087-703X) - Vol 7, No. 2, (2016), pp. 119-133
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ..................................... (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyawati)

Vol
PENGARUH STATUS KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN TERHADAP PERILAKU
IBU SELAMA KEHAMILAN DAN SETELAH KELAHIRAN
DI INDONESIA(ANALISIS DATA SDKI 2012)
Effect of Unintended Pregnancy towards Mothers’ Behaviour during Prenatal and Postnatal in
Indonesia (An Analysis of IDHS 2012)
Lisa Indrian Dini1*, Pandu Riono2 , Ning Sulistiyowati3
1
Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
2
Departemen Biostatistik dan Kependudukan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia;
3
Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Litbangkes

*E-mail: lisa.indrian@ui.ac.id/lisa.indrian87@gmail.com
Abstract

Background: The status of unintended pregnancies is an important concern as unintended pregnancy can affect
mother and infant health.
Objective: This study aimed to determine the description and influence of unintended pregnancies towards
mothers’ behaviour during prenatal and postnatal within different economic status.
Methods: An analysis of secondary data from Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) 2012 is
conducted. A sample of 11.742 respondents qualified into inclusive criteria were women aged 15-49 years who
had pregnant and gave birth to single births since January 2007 until the time of the survey. The analysis was
performed with logistic regression and stratified multivariate logistic regression.
Results: The results showed that mothers who experienced an unintended pregnancy were 1.79 more likely to
not conduct prenatal care compared to those who didn’t, and had the same opportunities of not having
behaviour of exclusive breastfeeding and not giving complete basic immunization as those who didn’t. The study
also obtained results that behaviour of obstetric care, exclusive breastfeeding and complete basic immunization
also influenced by economic status.
Conclusion: Unintended pregnancy affected behaviour of antenatal care (ANC) visit whereas exclusive
breastfeeding and complete basic imunization were not different compare to intended pregnancy. Effect
unintended pregnanvy toward materna; behavior’s mother are vary according economics status.

Keyword: unintended pregnancy, antenatal care, exclusive breastfeeding, complete basic immunization

Abstrak
Pendahuluan: Status kehamilan tidak diinginkan menjadi penting karena dapat mempengaruhi kesehatan ibu
dan bayi yang akan dilahirkannya dan kelangsungan hidupnya.
Tujuan: Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran dan pengaruh kehamilan tidak diinginkan terhadap
perilaku ibu selama kehamilan dan setelah kelahiran menurut status status ekonomi
Metode: Analisis data sekunder dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012. Sampel
sebanyak 11.742 responden yang memenuhi syarat inklusi (wanita usia 15-49 tahun pernah hamil dan
melahirkan kelahiran tunggal, masih hidup dan melahirkan sejak Januari 2007 sampai survei. Analisis dengan
regeresi logistik dan stratifikasi regresi logistik multivariat.
Hasil: Ibu yang mengalami kehamilan tidak diinginkan berpeluang tidak melakukan perawatan kehamilan 1,79
dibandingkan kehamilan diinginkan; berpeluang sama terhadap perilaku tidak memberikan ASI eksklusif dan
tidak memberikan imunisasi dasar lengkap. Hasil analisis stratifikasi menunjukkan pengaruh status kehamilan
tidak diinginkan terhadap perilaku: perawatan kehamilan; pemberian ASI eksklusif dan pemberian imunisasi
dasar lengkap yang juga dipengaruhi oleh status status ekonomi. Semakin kaya cenderung melakukan perawatan
kehamilan.
Kesimpulan: Kehamilan tidak diinginkan berpengaruh terhadap perilaku perawatan kehamilan (ANC), namun
tidak ada perbedaan bermakna pada perilaku pemberian ASI eksklusif dan pemberian imunisasi dasar lengkap.
Pengaruh status kehamilan tidak diinginkan bervariasi menurut status ekonomi.

Kata kunci : Kehamilan tidak diinginkan, perawatan kehamilan, asi eksklusif, imunisasi dasar lengkap

Naskah masuk: 19-07-2016 Review: 19-08-2016 Disetujui terbit: 02-09-2016


Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ...................................... (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyawati)

PENDAHULUAN direncanakan dan 7 persen kelahiran dari


kehamilan tidak diinginkan. Informasi tentang
Kehamilan merupakan kodrat seorang wanita keinginan memiliki anak pada responden
sebagai salah satu fase kehidupan dan wanita berusia 15-49 tahun yang sudah
merupakan fase reproduksi manusia yang menikah didapatkan 15 persen wanita masih
berfungsi melahirkan janin sebagai manusia menginginkan anak lagi, 24 persen belum
baru di dunia. Banyak perubahan yang terjadi memutuskan kapan ingin menambah anak lagi,
selama proses kehamilan sampai bayi dan 47 persen sudah tidak menginginkan anak
dilahirkan, baik perubahan fisik maupun lagi. Pada responden pria berusia 15-54 tahun
psikososial akibat dari pertumbuhan dan yang sudah menikah, didapatkan sebanyak 15
perkembangan janin. Banyak faktor yang persen pria menginginkan anak lagi, 25 persen
mempengaruhi kehamilan, dari dalam maupun belum merencanakan memiliki anak lagi, dan
dari luar yang dapat menimbulkan masalah, 45 persen tidak ingin memiliki anak lagi.4 Ika
terutama bagi yang pertama kali hamil. Saptarini melaporkan kejadian kehamilan yang
Perubahan yang terjadi pada kehamilan dapat tidak diinginkan menurut data Riset Kesehatan
berdampak pada aspek psikologis kehamilan.1 Dasar (Riskesdas) 2013 adalah sebesar 15
persen.5
Setiap tahun di seluruh dunia terdapat jutaan
wanita yang mengalami kehamilan. Kehamilan Wanita yang mengalami kehamilan tidak
terjadi karena direncanakan ataupun tidak diinginkan dihadapkan pada dua pilihan, yaitu
direncanakan. Setiap kehamilan seharusnya tetap melanjutkan kehamilan atau
merupakan kehamilan yang diinginkan oleh menggugurkan kandungan dengan
ibunya, termasuk kapan kehamilan menanggung risiko menghadapi bahaya bagi
dikehendaki dan berapa jumlah anak yang kesehatan karena cara pengguguran yang
diinginkan. Kehamilan yang diinginkan jika ditempuh biasanya adalah aborsi tidak aman.6
kehamilan terjadi pada waktu yang tepat atau Definisi ‘unsafe abortion’ atau pengguguran
memang sudah berkeinginan untuk hamil tidak aman menurut World Health
(intended pregnancy). Namun tidak semua Organization(WHO) adalah suatu prosedur
wanita menghendaki dirinya hamil, bahkan untuk mengakhiri kehamilan yang tidak
dapat menimbulkan perasaan syok dan diinginkan yang dilakukan oleh orang yang
menyangkal kehamilan tersebut. Tidak sedikit tidak memiliki keterampilan yang sesuai atau
kasus wanita seperti ini yang mengambil jalan di lingkungan yang tidak sesuai dengan
pintas yaitu dengan menggugurkan standar medis minimal atau keduanya. Aborsi
kandungannya tanpa mempertimbangkan merupakan 1 dari 7 penyebab kematian ibu di
moral manusia sebagai makhluk Tuhan.2 dunia, dan hampir setengah dari kehamilan
tidak diinginkan berakhir dengan aborsi tidak
Kehamilan yang tidak diinginkan (KTD/
aman.7,8
unintended pregnancy) didefinisikan sebagai
kehamilan yang terjadi pada saat tidak Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya
menginginkan anak pada saat itu (mistimed kehamilan tidak diinginkan pada seorang
pregnancy) dan kehamilan yang tidak wanita. Hasil penelitian Abdallah menemukan
diharapkan sama sekali (unwanted pregnancy). proporsi wanita dengan pendidikan rendah
Gilda Sedgn melaporkan bahwa pada tahun (13,4%) lebih besar untuk mengalami
2012 terdapat 213,4 juta kehamilan di seluruh kehamilan tidak diinginkan dari pada
dunia dengan angka kehamilan usia 15-44 kehamilan yang diinginkan (4,1%). Proporsi
tahun 133 per 1000 wanita pada kelompok wanita dari keluarga berpendapatan yang
usia yang sama dan 40 persen diantaranya rendah lebih banyak mengalami kehamilan
adalah angka kehamilan yang tidak tidak diinginkan (15,9%) dibandingkan
diinginkan. Sedangkan di kawasan Asia kehamilan yang diinginkan (4,1%). 9
Tenggara terdapat 18,8 juta total kehamilan Penelitian Gipson JD, et al menunjukkan
dan 44 persen diantaranya adalah KTD.3 bahwa wanita yang berusia di bawah 20 tahun
mempunya kemungkinan (risiko) 2,7 kali
Di Indonesia, terdapat 86 persen kelahiran
mengalami kehamilan tidak diinginkan dan 2,3
dari kehamilan yang diinginkan, 7 persen
kali pada wanita usia di atas 35 tahun.
kelahiran dari kehamilan yang tidak

120
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ..................................... (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyawati)

Sedangkan wanita yang tidak menikah yang tidak diinginkan berisiko 1,39 kali untuk
mempunyai risiko 2,5 kali untuk mengalami tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap.14
kehamilan yang tidak diinginkan daripada
kehamilan yang diinginkan.10 Namun yang Ajzen dan Fishbein dalam Notoatmodjo
harus diperhatikan adalah kehamilan yang menyatakan bahwa keinginan seseorang untuk
tidak diinginkan selain mempunyai dampak berperilaku merupakan determinan utama dari
kecenderung untuk melakukan aborsi, dapat perilaku individu tersebut. Bagi ibu yang tidak
berdampak pula pada proses dan outcome dari menginginkan kehamilannya akan merasa
kehamilan itu sendiri tidak siap hamil sehingga cenderung untuk
tidak mengurus kehamilannya dengan baik,
D'Angelo, et al melaporkan bahwa kematian yang dapat berisiko pada kesehatan bayinya
ibu, aborsi, bayi berat lahir rendah, kelahiran dan perawatan bayinya setelah melahirkan.15
prematur dan kematian bayi yang tinggi
dikaitkan dengan kehamilan yang tidak Pemerintah Indonesia memberi perhatian
diinginkan.11 Laukaran.VH dan Berg.BJV terhadap status kesehatan ibu dan anak,
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara sehingga informasi tentang bagaimana
perilaku maternal dengan outcome kehamilan keinginan untuk hamil pada ibu bermanfaat
dan komplikasi persalinan. Pengaruh secara untuk berbagai tujuan, seperti memperkirakan
psikologis terhadap perilaku dari kehamilan jumlah kehamilan tidak diinginkan dan
yang tidak diinginkan salah satunya adalah selanjutnya untuk memperkirakan dampak
masalah kunjungan pemeriksaan kehamilan.12 status kehamilan terhadap perilaku ibu selama
Perawatan kehamilan yang dilakukan secara kehamilan, kelahiran, kesehatan dan
rutin bermanfaat untuk mendeteksi dan perkembangan anak yang lahir dari kehamilan
menangani secara dini beberapa masalah/ yang tidak diinginkan.16,12 Selama ini sudah
penyakit yang dapat mempengaruhi banyak penelitian dan analisis tentang
kehamilan, pertumbuhan janin dan bahkan kehamilan yang tidak diinginkan, seperti
dapat menimbulkan komplikasi kehamilan dan analisis determinan kehamilan yang tidak
persalinan yang kelak dapat mengancam diinginkan5,17 pengaruh KTD terhadap berat
kehidupan ibu dan bayi serta mempengaruhi badan bayi lahir rendah dan analisis lainnya
pertumbuhan dan perkembangan bayi yang terkait KTD.18 Penelitian ini menitik beratkan
dilahirkan. Pada penelitian D’angelo juga pada analisis dampak kehamilan tidak
menunjukkan bahwa wanita dengan kehamilan diinginkan terhadap perilaku ibu selama hamil
yang tidak diinginkan memiliki peluang 2,1 dan sesudah melahirkan dari data SDKI 2012.
kali untuk tidak memeriksakan Makalah ini bertujuan untuk mengetahui
kehamilannya.11 Penelitian lain yang dilakukan pengaruh kehamilan yang tidak diinginkan
oleh Singh. et al di India juga menunjukkan terhadap perilaku ibu baik perilaku selama
bahwa kurangnya pemanfaatan perawatan hamil dan perawatan terhadap anak, serta
kehamilan oleh wanita yang mengalami pengaruh pada stratifikasi status ekonomi
kehamilan tidak diinginkan dengan Odds Ratio
(OR) 2,32.8 Hasil penelitian Dye, et al METODE
menyatakan bahwa ibu yang mengalami Data yang digunakan pada penelitian adalah
kehamilan tidak diinginkan berpeluang 2,12 analisis data sekunder dari SDKI 2012, yang
kali untuk tidak memberikan ASI secara merupakan kerjama antara Badan Pusat
eksklusif kepada bayinya3. Sedangkan Statistis (BPS), Badan Koordinasi Keluarga
penelitian yang dilakukan pada 5 negara Berencana Nasional (BKKBN), dan
Demographic Health Suervey (DHS)) analisis Kementerian Kesehatan (Depkes). Penelitian
oleh Marston dan Cleland menemukan adanya ini menggunakan data dari SDKI 2012 yang
risiko tinggi imunisasi tidak lengkap pada satu mempunyai desain penelitian potong lintang.
tahun pertama pada kelahiran yang tidak
diinginkan di Kenya OR=1,6 95%CI: 1,12- Populasi adalah semua wanita berusia 15-49
2,28) dan Peru (OR=1,24 95%CI 1,09-1,41).13 tahun di seluruh provinsi di Indonesia. Sampel
Penelitian Kosh et.al juga menunjukkan hasil penelitian ini adalah semua wanita berusia 15-
yang sama, anak yang lahir dari kehamilan 49 tahun yang pernah hamil dan melahirkan

121
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ....................………… (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyowati)

anak terakhir saat survei dilakukan sejak menghasilkan sesuatu dalam 12 bulan terakhir
Januari 2012. selain mengurus rumah tangga. Status
Perkawinan, adalah ikatan yang diakui oleh
Kriteria inklusi pada sampel ini adalah lahir negara dan agama di antara dua orang yang
tunggal, masih hidup dan wanita yang berbeda jenis kelamin. Paritas adalah jumlah
melahirkan sejak bulan Januari 2007 sampai anak yang pernah dilahirkan. Status ekonomi
dengan survei dilakukan. Sedangkan kriteria adalah variabel proxy tingkat status ekonomi
eksklusi adalah ibu yang mempunyai anak rumah tangga yang diperoleh dari komposit
berusia < 12 bulan, ibu dan anak yang datanya aset yang dimiliki rumah tangga. Tempat
tidak lengkap. Jumlah sampel sesuai syarat tinggal, adalah penggolongan dalam sistem
inklusi yang dianalisis sebanyak 11.742 orang perstatistikan nasional bahwa setiap desa
dari 16.320 responden yang memiliki anak digolongkan sebagai daerah perkotaan atau
terakhir. perdesaan. Kriteria penggolongan ini
didasarkan dari 3 variabel yaitu kepadatan
Variabel terikat adalah variabel perawatan penduduk, persentase rumah tangga tani dan
kehamilan, perawatan persalinan, pemberian jumlah fasilitas perkotaan yang tersedia.19.
ASI eksklusif dan pemberian imunisasi dasar.
Ada tiga variabel terikat yaitu: Perawatan Analisis data dilakukan secara univariat,
Kehamilan, adalah pemeriksaan kehamilan bivariat dengan regresi logistik untuk melihat
yang dilakukan oleh ibu dengan kriteria ANC pengaruh dan analisis multivariabel dengan uji
K4 yaitu pemeriksaan kehamilan oleh tenaga regresi logistik ganda untuk melihat pengaruh
kesehatan minimal 4x kunjungan selama dan adanya stratifikasi status ekonomi.
kehamilan dengan ketentuan minimal 1 kali
trimester 1, minimal 1 pada trimester 2, dan HASIL
minimal 2 kali pada trimester 3 (1,1,2);
Pemberian ASI Eksklusif, adalah pemberian Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
air susu ibu pada bayi tanpa cairan atau adalah survei berkala yang dilaksanakan
makanan lain pada tiga hari pertama setelah secara kolaborasi antara Badan Pusat Statistik,
melahirkan; Pemberian Imunisasi Dasar, Badan Koordinasi Keluarga Berencana
adalah suatu usaha memberikan kekebalan Nasional (BKKBN) dan Kementerian
pada bayi dengan memasukkan vaksin ke Kesehatan. SDKI telah dilaksanakan sebanyak
dalam tubuh yaitu, 1x vaksin Bacillus 7 kali. Survei pertama adalah Survei
Calmette Guerin (BCG), 4x vaksin Hepatitis Prevalensi Kontrasepsi Indonesia yang
B, 3x vaksin Dipteri Pertusis dan Tetanus dilakukan pada tahun 1987, kedua sampai
(DPT), 4x vaksin polio, dan 1x vaksin kelima adalah SDKI 1991, SDKI1994, SDKI
campak sesuai dengan jadwal pemberian 1997, SDKI 2002-2003, SDKI 2007 dan
untuk mencegah penyakit tertentu. terakhir SDKI 2012. Cakupan SDKI 2012 kali
ini agak berbeda dengan SDKI 2007, yaitu
Variabel bebas adalah kehamilan tidak mencakup semua wanita usia subur (WUS)
diinginkan yaitu, kejadian kehamilan yang umur 15-49 tahun, pria kawin umur 15-54
sebenarnya tidak diharapkan pada waktu itu tahun, dan remaja pria belum kawin umur 15-
karena menginginkan kehamilan kemudian 24 tahun. SDKI merupakan bagian dari
atau sama sekali tidak ingin hamil. program Demographic and Health Surveys
(DHS) yang tersebar di seluruh dunia, yang
Variabel kovariat mencakup variabel dirancang untuk mengumpulkan data fertilitas,
karakteristik ibu meliputi umur, tingkat keluarga berencana, serta kesehatan ibu dan
pendidikan, status pekerjaan, status anak.
perkawinan, paritas, status ekonomi, dan
tempat tinggal. Umur Ibu, adalah umur Data SDKI 2012 terdiri dari data rumah tangga
responden berdasarkan ulang tahun terakhir dan data individu. Dalam analisis ini data yang
saat survei. Tingkat Pendidikan, adalah digunakan adalah file individu. Pada tahapan
tingkat pendidikan formal terakhir yang telah persiapan analisis data diperoleh hasil
dicapai responden. Status Pekerjaan adalah penapisan data yang digunakan untuk analisis
kegiatan sehari-hari responden yang yaitu 11.742 kasus ( record).

122
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ..................................... (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyawati)

Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian mengalami kehamilan tidak diinginkan


kecil dari ibu yang tidak melakukan perawatan (15,4%) (lihat Tabel 1). Tingkat pendidikan
kehamilan sesuai kriteria (24,3%), sedangkan ibu lebih banyak yang tidak tamat SMP (56%).
sebagian besar dari ibu tidak memberikan Air Begitu juga dengan status pekerjaan ibu
Susu Ibu (ASI) eksklusif (62,1%) dan sebagian sebagian besar adalah bekerja (55,5%).
besar tidak memberikan imunisasi dasar Sebagian besar ibu berstatus kawin (96,9%).
lengkap (65%) (lihat Tabel 1). Status Status ekonomi ibu sebarannya hampir merata
kehamilan berdasarkan kategori kehamilan pada setiap status dan lebih dari sebagian ibu
diinginkan dan kehamilan tidak diinginkan, tinggal di daerah perkotaan (51,4%) (lihat
menunjukkan bahwa sebagian kecil ibu Tabel 1)
Tabel 1. Distribusi frekuensi ibu menurut variabel terikat, variabel bebas dan kovariat
di Indonesia Tahun 2012

Proporsi 95% CI
Variabel dan kategorinya
(%) (%)
Perawatan kehamilan
Sesuai kriteria ANC K4 75,7 74,5-76,9
Tidak sesuai kriteria ANC K4 24,3 23,1-25,5
Pemberian ASI eksklusif
Ya 37,9 36,4-39,4
Tidak 62,1 60,6-63,6
Pemberian imunisasi dasar
Lengkap 35,0 33,4-36,6
Tidak lengkap 65,0 63,4-66,6
Status kehamilan
Kehamilan diinginkan (intended pregnancy) 84,6 83,5-85,7
Kehamilan tidak diinginkan (unintended) *
- Mistime (ingin hamil nanti/tidak tepat waktu) 7,3 6,49-8,08
- Unwanted (tidak ingin sama sekali 8,1 7,22-8,88
Tingkat Pendidikan
≥ SMP 42,6 40,6-44,5
< SMP 56,0 54,1-57,9
Tidak sekolah 1,4 1,1-1,7
Status pekerjaan
Tidak bekerja 44,5 42,9-46,1
Bekerja 55,5 53,9-57,1
Status perkawinan
Kawin 96,9 96,5-97,3
Tidak kawin 3,1 2,7-3,5
Status ekonomi
Terkaya (Kuintil 5 ) 20,7 19,1-22,3
Menengah atas (Kuintil 4) 21.1 19,7-22,4
Menengah (Kuintil 3) 20,1 18,9-21,4
Menengah bawah (Kuintil 2) 19,0 17,9-20,2
Termiskin (Kuintil 1) 19,1 17,8-20,4
Tempat tinggal
Perkotaan 51,4 50,0-52-8
Perdesaan 48,6 47,2-49,9
Jumlah sampel (weighted) 11.742
‘* dalam analisis digabung sebagai kehamilan tidak diinginkan
Untuk variabel umur dan paritas dengan skala statistik sebagaimana pada Tabel 3. Umur ibu
ratio maka sebaran data diperoleh hasil rata-rata adalah 30 tahun dengan standar

123
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ....................………… (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyowati)

deviasi 6,2. Umur termuda 15 tahun dan umur dengan standar deviasi 1,3. Jumlah paritas
tertua 49 tahun serta mediannya adalah 30 paling sedikit 1 kelahiran dan yang paling
tahun. Pada variabel paritas didapatkan rata- banyak 13 kelahiran (lihat Tabel 2).
rata jumlah kelahiran ibu adalah 2 kelahiran

Tabel 2. Distribusi data berdasarkan umur ibu (dalam tahun)


dan paritas (jumlah kelahiran) di Indonesia, Tahun 2012

Variabel Mean SD Median Minimal-Maximal


Umur ibu 30,3 6,2 30 15 49

Paritas 2,1 1,3 2 1 13

Analisis bivariat bertujuan untuk melihat perilaku ibu selama kehamilan dan setelah
pengaruh kehamilan tidak diinginkan terhadap kehamilan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh status kehamilan tidak diinginkan terhadap perilaku ibu selama kehamilan
dan setelah kelahiran di Indonesia, Tahun 2012

Perawatan kehamilan sebelum dan Crude Association Adjusted Association*


sesudah OR 95% CI OR 95% CI
(1) (2) (3) (4) (5)
Tidak melakukan perawatan kehamilan 2,02 1,7-2,4 1,79 1,5-2,1
sesuai kriteria
Tidak memberikan ASI eksklusif 0,89 0,8-1,1 1,0 0,8-1,2
Tidak memberikan imunisasi dasar lengkap 1,23 1,0-1,5 1,03 0,9-1,2

Keterangan *Adjusted : umur, tingkat pendidikan, status pekerjaan, status pernikahan, paritas, status ekonomi,
dan tempat tinggal.

Tabel 3 di atas adalah hasil analisis bivariat kehamilan tidak diinginkan mempunyai
untuk melihat pengaruh kehamilan tidak peluang yang sama dengan kehamilan
diinginkan terhadap perilaku ibu. Kolom 4 diinginkan untuk tidak memberikan ASI
(OR) dan 5 (95% CI) merupakan hasil bivariat eksklusif. Begitu juga dengan ibu yang tidak
dari variabel kovariat (umur, tingkat memberikan imunisasi dasar lengkap
pendidikan, status perkawinan, paritas, status mempunyai peluang yang sama antara
ekonomi dan tempat tinggal) yang sudah kehamilan tidak diinginkan dengan kehamilan
ajusted. Pada kehamilan yang tidak diinginkan yang diinginkan. Bila dilihat dari nilai OR1
cenderung 1,79 kali (1,50 – 2,1 kali) untuk berarti tidak ada perbedaan, maka analisis ini
tidak melakukan perawatan kehamilan sesuai dapat dianggap secara statistik tidak ada
kriteria (ANC K4) dibandingkan kehamilan hubungan antara kehamilan tidak diinginkan
yang diinginkan. Pada variabel terikat ASI terhadap pemberian ASI eksklusif dan
eksklusif dan imunisasi dasar lengkap tidak pemberian imunisasi dasar lengkap.
terdapat perbedaan yang berarti .
Analisis Stratifikasi Regresil Logistik
Hasil analisis menunjukkan bahwa ibu yang Multipel
mengalami kehamilan tidak diinginkan
Terdapat perbedaan proporsi perilaku ibu yang
mempunyai peluang untuk tidak melakukan
tidak melakukan perawatan kehamilan sesuai
perawatan kehamilan sesuai kriteria 1,79
kriteria pada kehamilan tidak diinginkan
dibandingkan ibu yang kehamilannya
dengan status ekonomi terbawah (46,9%) dan
diinginkan. Sedangkan ibu yang mengalami
proporsi perilaku ibu yang tidak melakukan

124
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ..................................... (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyawati)

perawatan kehamilan sesuai kriteria pada terdapat beberapa variabel yang secara
kehamilan tidak diinginkan dengan status literatur berhubungan dengan status kehamilan
ekonomi teratas (18,9%), artinya ibu yang tidak diinginkan terhadap perilaku ibu selama
mengalami kehamilan tidak diinginkan dengan kehamilan dan setelah kelahiran seperti
status ekonomi terbawah efeknya lebih besar variabel ketersediaan informasi/pelayanan dan
untuk tidak melakukan perawatan kehamilan akses informasi/pelayanan tidak dapat
sesuai kriteria dibandingkan ibu yang diikutsertakan. Selain itu untuk variabel
mengalami kehamilan tidak diinginkan dengan pemberian ASI eksklusif tidak ditanyakan
status ekonomi teratas (lihat Gambar 2 dan secara pasti berapa lama ibu memberikan ASI
Tabel 4). secara eksklusif, sehingga peneliti hanya
menggabungkan beberapa pertanyaan yang
Terdapat perbedaan proporsi perilaku ibu yang
berkaitan dengan definisi pemberian ASI
tidak memberikan ASI eksklusif pada
eksklusif tanpa melihat lama waktu
kehamilan tidak diinginkan dengan status
pemberian.
ekonomi terbawah (52,7%) dan proporsi
perilaku ibu yang tidak memberikan ASI Peneliti juga tidak dapat mengontrol kualitas
eksklusif pada kehamilan tidak diinginkan data sekunder hasil survei yang diperoleh dari
dengan status ekonomi terkaya (65,0%), hasil wawancara dengan responden wanita
artinya ibu yang mengalami kehamilan tidak usia 15-49 tahun yang pernah hamil dan
diinginkan dengan ekonomi teratas efeknya melahirkan anak terakhir. Pada SDKI 2012,
lebih besar untuk tidak memberikan ASI bisa saja terjadi recall bias (bias mengingat)
eksklusif dibandingkan ibu yang mengalami yaitu bias yang disebabkan karena kesalahan
kehamilan tidak diinginkan dengan status subjek dalam mengingat atau mengulang
ekonomi termiskin (lihat gambar 2 dan Tabel 4 kejadian yang berhubungan dengan variabel
pada lampiran). penelitian. Pada penelitian ini dapat terjadi
pada saat menanyakan jumlah total kunjungan
Ada perbedaan proporsi perilaku ibu yang
pemeriksaan kehamilan yang telah dilakukan
tidak memberikan imunisasi dasar lengkap
ibu pada saat hamil. Selain itu, recall bias juga
pada kehamilan tidak diinginkan dengan status
dapat terjadi pada saat menanyakan tentang
ekonomi terbawah (78,7%) dan proporsi
pemberian ASI eksklusif, dimana pertanyaan
perilaku ibu yang tidak memberikan imunisasi
yang ditanyakan berkaitan dengan pemberian
dasar lengkap pada kehamilan tidak diinginkan
minum selain ASI dalam 3 hari pertama saat
dengan status ekonomi terkaya (kuintil 5)
melahirkan sebelum air susu ibu keluar. Hal
(60,5%), artinya ibu yang mengalami
yang sama juga dapat terjadi pada variabel
kehamilan tidak diinginkan dengan status
pemberian imunisasi dasar untuk kasus yang
ekonomi termiskin (kuintil 1) efeknya lebih
tidak dapat menunjukkan catatan, dimana bayi
besar untuk tidak memberikan imunisasi dasar
yang tidak mempunyai catatan imunisasi,
lengkap dibandingkan ibu yang mengalami
peneliti tidak mengetahui secara pasti apakah
kehamilan tidak diinginkan dengan status
bayi tersebut benar-benar diberikan imunisasi
ekonomi teratas (lihat Gambar 4
secara lengkap atau tidak berdasarkan jawaban
PEMBAHASAN ibu.
Keterbatasan Penelitian Gambaran Status Kehamilan
Di dalam penelitian ini, terdapat beberapa Dalam penelitian ini, kehamilan dibagi
keterbatasan yaitu keterbatasan dari sisi menjadi 2 (tiga) yaitu kehamilan diinginkan
variabel dan keterbatasan dari sisi kontrol dan kehamilan tidak diinginkan. Pada
kualitas yang dihadapi peneliti. Data yang kehamilan yang tidak diinginkan terdapat dua
digunakan dalam penelitian ini adalah data kondisi yaitu kehamilan tidak tepat waktu
sekunder SDKI tahun 2012, sehingga variabel (belum menginginkan saat itu) dan tidak
yang digunakan dalam penelitian ini terbatas menginginkan sama sekali. Hasil penelitian ini
pada variabel yang ada dalam SDKI. Variabel menemukan proporsi ibu yang mengalami
yang didapat disesuaikan dengan data yang kehamilan tidak diinginkan (KTD) ada
ada karena tidak semua data yang tersedia sebanyak 15,4 persen. Perilaku ibu hamil
sesuai dengan keinginan peneliti, sehingga sangat berperan dalam perilaku perawatan

125
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ....................………… (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyowati)

kehamilan dan perawatan bayinya. Masalah rendah dan mendorong melakukan aborsi yang
psikososial dapat berdampak pada tidak aman.22
perkembangan janin, kesehatan ibu dan
Pengaruh Status Kehamilan Tidak
perawatan bayi hingga balita.
Diinginkan Terhadap Perilaku Perawatan
Pada penelitian Berliana dengan data SDKI Maternal
2007 menemukan proporsi KTD yang tidak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang
begitu jauh berbeda dengan hasil penelitian
mengalami kehamilan tidak diinginkan
ini, mencatat proporsi kehamilan tidak
mempunyai peluang untuk tidak melakukan
diinginkan sebanyak 19 persen.20 Sedangkan
perawatan kehamilan sesuai kriteria 1,79
menurut Nucahyani dengan data Riskesdas
dibandingkan ibu yang kehamilannya
2010 didapatkan proporsi ibu yang mengalami
diinginkan. Hasil penelitian ini tidak jauh
kehamilan tidak diinginkan (unwanted) ada
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
sebanyak 8,5 persen.18 Hasil ini terlihat
Anggraini menggunakan data SDKI 2012, ibu
berbeda karena dalam penelitian ini untuk
yang mengalami kehamilan tidak diinginkan
kategori kehamilan tidak tepat waktu
memiliki odds untuk tidak memeriksakan
(mistimed) dan kehamilan tidak diinginkan
kehamilan secara lengkap 1,4 dibandingkan
(unwanted) digabung menjadi satu kategori.
kehamilan yang diinginkan. 23
Penggabungan kedua kategori ini
dimaksudkan untuk memperoleh ukuran Hasil penelitian ini juga serupa dengan hasil
sampel yang cukup untuk kategori kehamilan penelitian Hambert menunjukkan bahwa
tidak diinginkan mengingat jumlah variabel wanita yang mengalami kehamilan tidak
yang digunakan cukup banyak. diinginkan 2,1 kali lebih besar untuk tidak
memanfaatkan pelayanan antenatal secara
Salah satu penyebab kehamilan tidak
maksimal.24 Namun berbeda dengan hasil
diinginkan menurut Perkumpulan Keluarga
penelitian Tosson pada wanita Saudi Arabia,
Berncana Indonesia (PKBI) adalah kegagalan
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
kontrasepsi, hasil penelitian menemukan
jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan
bahwa sedikitnya 8 juta kasus pertahunnya
pada wanita yang kehamilannya direncanakan
terjadi akibat kegagalan metode kontrasepsi
dengan wanita yang kehamilannya tidak
yang digunakan.21 Sedangkan menurut WHO
direncanakan, sehingga dapat disimpulkan
alasan untuk tidak menginginkan kehamilan
tidak ada terdapat hubungan antara status
adalah perkosaan, kurang pengetahuan yang
kehamilan dengan pemeriksaan kehamilan. 16
memadai tentang kontrasepsi, terlalu banyak
anak, alasan kesehatan, janin cacat, usia muda Menurut Kost, wanita dengan kehamilan tidak
atau belum siap menikah, pasangan tidak diinginkan memiliki kecenderungan untuk
bertanggung jawab atau hubungan dengan tidak mengenali tanda-tanda awal kehamilan
pasangan belum mantap, terikat kontrak kerja, dibandingkan wanita dengan kehamilan yang
suami tidak mau menggunakan kondom, usia diinginkan, yang menyebabkan mereka tidak
sudah tua dan jumlah anak sudah cukup, tidak melakukan pemeriksaan sejak awal
boleh hamil karena sudah tiga kali operasi kehamilan.14
caesar, suami tidak menerima kehamilan, gaji Wanita dengan kehamilan tidak diinginkan
kecil, dan tidak sanggup menanggung anak lebih sedikit untuk termotivasi dalam mencari
tambahan. Kehamilan tidak diinginkan saat informasi mengenai kesehatan kehamilan, oleh
ini, menimbulkan isu kesehatan masyarakat karena itu dapat mendorong perilaku yang
yang krusial dalam pembangunan kesehatan tidak sehat karena mereka tidak peduli pada
karena mempunyai kerugian dalam efek risiko yang akan terjadi. Penelitian
kesehatan, sosial dan ekonomi secara luas, sebelumnya diketahui ibu dengan kehamilan
tidak hanya kesehatan ibu dan anak saja. Ibu tidak diinginkan lebih sedikit dalam
yang mengalami KTD kemungkinan kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan, tidak
untuk mencari dan memanfaatkan pelayanan cukup nutrisi, serta stres dan depresi. 8,25
prenatal dan antenatal dibandingkan ibu yang
menginginkan kehamilannya. Dan kehamilan Hasil analisis stratifikasi menunjukkan ada
yang tidak direncanakan juga kemungkinan beda efek kehamilan tidak diinginkan terhadap
lebih tinggi melahirkan bayi dengan berat lahir perilaku perawatan kehamilan pada berbagai

126
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ..................................... (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyawati)

status ekonomi setelah dikontrol oleh variabel ibu yang mengalami kehamilan tidak
umur, tingkat pendidikan, status pekerjaan, diinginkan mengalami perubahan perilaku
status perkawinan, paritas, dan tempat tinggal. setelah kelahiran bayinya, meskipun awalnya
Ibu yang mengalami kehamilan tidak terdapat perasaan menolak, merasa takut dan
diinginkan dengan status ekonomi termiskin cemas atau ketakutan terhadap kehamilan dan
efeknya lebih besar untuk tidak melakukan persalinan. Menurut Rubin di dalam Nengah,
perawatan kehamilan sesuai kriteria menyatakan jika ibu dari wanita yang
dibandingkan ibu yang mengalami kehamilan mengalami kehamilan tidak diinginkan terlihat
tidak diinginkan dengan status ekonomi tidak senang terhadap kehamilan tersebut,
terkaya. wanita itu akan merasa sangsi terhadap dirinya
dan tidak akan peduli dengan bayinya, bahkan
Perawatan kehamilan merupakan awal dari
dapat memberikannya kepada orang lain.
continuum of care atau perawatan
Sebaliknya, jika ibu menghargai dan
keberlanjutan dari sejak ibu hamil sampai
memberikan dukungan, wanita tersebut akan
masa nifas dan dilanjutkan dengan bayi baru
lebih percaya diri dan lebih merawat bayi yang
lahir sampai usia balita.26 Saat seorang ibu
akan dilahirkannya.1
hamil kontak dengan tenaga kesehatan
merupakan peluang bagi tenaga kesehatan Hal ini juga sesuai dengan penelitian Ida,
memberikan edukasi agar ibu hamil menunjukkan bahwa dukungan keluarga
mempunyai pengetahuan yang baik akan terutama dari ibu dan ibu mertua merupakan
pentingnya perawatan kesehatan sejak masa orang yang berperan penting dalam
hamil sampai masa nifas serta memberikan pengasuhan anak dari mulai lahir hingga
pemahaman tentang pentingnya rangkaian bahkan sampai dewasa. Ibu dan ibu mertua
perawatan dan akses bayinya sampai balita yang sudah dianggap berpengalaman dalam
terhadap pelayanan kesehatan. pengasuhan anak termasuk dalam hal
menyusui akan menjadi acuan dalam
Pengaruh Status Kehamilan Tidak
pemberian ASI ke bayi. Adanya dukungan dari
Diinginkan Terhadap Perilaku Pemberian
keluarga membuat ibu lebih termotivasi untuk
ASI Eksklusif
memberikan ASI eksklusif.13
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang
Hasil analisis stratifikasi menunjukkanada
mengalami kehamilan tidak diinginkan
beda efek kehamilantidak diinginkan terhadap
mempunyai peluang yang sama dengan
perilaku pemberian ASI eksklusif pada
kehamilan diinginkan untuk tidak memberikan
berbagai status ekonomi setelah dikontrol oleh
ASI eksklusif. Bila dilihat dari nilai rasio odds
variabel umur, tingkat pendidikan, status
1 berarti tidak ada perbedaan, maka analisis ini
pekerjaan, status perkawinan, paritas, dan
dapat dianggap secara statistik tidak ada
tempat tinggal. Ibu yang mengalami
pengaruh antara kehamilan tidak diinginkan
kehamilan tidak diinginkan dengan status
dengan pemberian ASI eksklusif.Hasil
ekonomi tinggi efeknya lebih besar untuk
penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian
tidak memberikan ASI eksklusif dibandingkan
Aprianda menggunakan data Riskesda 2010,
ibu yang mengalami kehamilan tidak
menunjukkan bahwa ada hubungan antara
diinginkan dengan status ekonomi rendah.
kehamilan tidak diinginkan terhadap
pemberian ASI eksklusif.27 Begitu juga Pengaruh Status Kehamilan Tidak
dengan hasil penelitian Dye, menunjukkan Diinginkan Terhadap Perilaku Pemberian
bahwa wanita dengan kehamilan tidak Imunisasi Dasar
diinginkan berpeluang 1,41 untuk tidak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang
memberikan ASI eksklusif dibandingkan
mengalami kehamilan tidak diinginkan
kehamilan diinginkan.25 Hasil penelitian
mempunyai peluang yang sama dengan
Pulley juga menunjukkan bahwa proporsi
kehamilan diinginkan untuk tidak memberikan
wanita yang menyusui lebih besar pada
imunisasi dasar lengkap kepada bayinya. Bila
kehamilan diinginkan (61%) dibandingkan
dilihat dari nilai rasio odds 1 berarti tidak ada
kehamilan yang tidak diinginkan (39,1%).28
perbedaan, maka analisis ini dapat dianggap
Hal ini kemungkinan dikarenakan adanya rasa secara statistik tidak ada pengaruh kehamilan
dicintai dan dukungan dari keluarga sehingga tidak diinginkan atau sedikit sekali

127
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ....................………… (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyowati)

pengaruhnya terhadap pemberian imunisasi tidak memberikan imunisasi dasar lengkap


dasar lengkap. Hasil penelitian ini sesuai dibandingkan ibu yang mengalami kehamilan
dengan penelitian di Bolivia dan Egypt tidak diinginkan dengan status ekonomi tinggi.
menunjukkan OR kehamilan tidak diinginkan
terhadap kelengkapan imunisasi sebesar 1,01 Implikasi kebijakan
di Bolivia dan 1,1 di Egypt.29 Namun berbeda
dengan penelitian lainnya, penelitian yang Hasil analisis ini diharapkan dapat
dilakukan oleh Singh, menunjukkan bahwa berkontribusi terhadap program kesehatan ibu
status kehamilan mempengaruhi status anak dan gizi di Indonesia. Kementerian
kelengkapan imunisasi anak. Wanita yang Kesehatan dalam Rencana Strategis (Renstra)
mengalami kehamilan tidak diinginkan Kementerian Kesehatan telah menetapkan
mempunyai peluang 1,4 untuk tidak kesehatan ibu, anak dan gizi sebagai salah satu
memberikan imunisasi lengkap kepada prioritas program Kementerian Kesehatan.31
anaknya dibandingkan kehamilan diinginkan.8 Terdapat berbagai program unggulan terkait
dengan program peningkatan kesehatan ibu,
Hal ini kemungkinan dikarenakan adanya anak dan gizi. Program yang terkait dengan
dukungan keluarga dan dukungan sosial dari perilaku ibu hamil akibat status kehamilan
lingkungan sekitar. Ibu yang mengalami yang tidak diinginkan adalah program 1000
kehamilan tidak diinginkan kemungkinan hari kehidupan dan program continuum of care
mereka masih belum siap untuk menghadapi maternal dan anak.
perubahan yang ada seperti mengasuh dan
memperhatikan kesehatan anaknya. Continuum of care maternal dan anak
Ketidaksiapan mereka dalam menghadapi merupakan upaya pelayanan kesehatan yang
perubahan ini dapat membuat mereka menjadi harus diperoleh setiap ibu hamil sampai masa
frustasi dalam menghadapinya, rasa lelah dan nifas dan sejak neonatus sampai usia balita.
bosan mungkin saja terjadi. Pada saat inilah Hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh
dibutuhkan adanya bantuan dan dukungan dari status kehamilan yang tidak diinginkan
berbagai pihak seperti pasangan dan keluarga terhadap akses kesehatan selama masa
untuk membantu proses pengasuhan. kehamilan (ANC). Pemilihan variabel
Datangnya bantuan akan membuat ibu menjadi pemeriksaan kehamilan sesuai kriteria K4
lebih mudah dalam memperhatikan kesehatan merupakan variabel yang menggambarkan
anaknya. 15 adanya kelangsungan dalam perawatan
kehamilan oleh tenaga kesehatan.
Selain itu pemberian informasi mengenai
imunisasi dasar yang dapat berpengaruh positif Hasil analisis yang menunjukkan bahwa
terhadap sikap dan perilaku ibu dalam kehamilan tidak diinginkan cenderung hampir
memberikan imunisasi dasar lengkap kepada dua kali membuat ibu tidak mau
anaknya. Keberadaan media informasi memeriksakan kehamilannya dibandingkan
berhubungan erat dengan peningkatan kehamilan yang memang diinginkan dan
pengetahuan dan pemahaman seseorang direncanakan. Masalah perawatan kehamilan
tentang kesehatan.23 Menurut Lubis dalam merupakan kunci penting dalam penerapan
Tawi, dari suatu penelitian yang dilakukan program kesehatan ibu dan lainnya. Petugas
didapatkan bahwa motivasi dan informasi kesehatan yang memahami status kehamilan
mengenai imunisasi berperan dalam yang tidak diinginkan perlu memberikan
kelengkapan imunisasi anak.30 edukasi agar semua ibu hamil mau melakukan
Hasil analisis stratifikasi menunjukkan ada pemeriksaan kehamilan dan tetap
beda efek kehamilan tidak diinginkan terhadap memperhatikan kebutuhan asupan gizi dan
perilaku pemberian imunisasi dasar lengkap perawatan kesehatan anaknya sejak janin
pada berbagai status ekonomi setelah dikontrol dalam kandungan.
oleh variabel umur, tingkat pendidikan, status
Dua variabel lainnya meskipun menurut hasil
pekerjaan, status perkawinan, paritas, dan
analisis tidak sebesar pengaruh variabel
tempat tinggal. Ibu yang mengalami
perawatan kehamilan namun berperan penting
kehamilan tidak diinginkan dengan status
dalam gambaran program secara continuum of
ekonomi rendah efeknya lebih besar untuk
care dan 1000 hari pertama kehidupan.

128
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ..................................... (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyawati)

Pemberian imunisasi dasar lengkap juga kesehatan dan memperhatikan faktor gizi ibu
menjadi gambaran continuum of care dan janin /bayi. Hasil penelitian ini diharapkan
kesehatan kepada bayi hingga usia baduta. dapat memberi masukan untuk peningkatan
Variabel imunisasi dasar memberi gambaran program 1000 HPK dan keberlangsungan
berbagai jenis imunisasi dasar yang pelayanan kesehatan ibu anak.
seharusnya diterima oleh seorang bayi baru
lahir hingga usia dua tahun. Imunisasi Hasil analisis ini menimbulkan pemikiran akan
merupakan upaya pelayanan kesehatan untuk pentingnya penjaringan ibu hamil dan
mencegah penyakit yang banyak menyerang identifikasi status kehamilan tidak diinginkan
bayi dan anak dan merupakan penyakit sebagai dasar memberikan pemahaman dan
penyebab kematian bayi dan balita seperti kesadaran untuk berperilaku positif melakukan
tuberkulosis, maupun kecacatan seperti polio. perawatan dan pemeriksaan sejak masa
kehamilan sampai masa nifas dan perawatan
Program 1000 hari pertama kehidupan (HPK) bayi baru lahir sampai balita.
adalah upaya untuk memastikan bahwa janin
sejak dari paska konsepsi sampai usia dua KESIMPULAN
tahun mendapatkan asupan yang baik dengan
gizi yang adequate agar mencetak sumber Status kehamilan yang tidak diinginkan masih
daya berdaya saing tinggi. Sejak masa cukup tinggi. Kehamilan yang tidak
kehamilan janin harus mendapat asupan yang diinginkan ini dapat mempengaruhi perilaku
baik karena pada periode trimester pertama ibu untuk tidak melakukan ataupun kalau
merupakan periode proses pembentukan otak melakukan tidak maksimal, kunjungan
sehingga kebutuhan nutrisi yang terpenuhi perawatan antenatal, persalinan, nifas, dan
dengan baik akan mendukung perkembangan bayi, karena ibu yang KTD pada umumnya
otak janin yang baik. Demikian pula pada saat berharap kehamilannya tidak akan berlanjut.
janin telah lahir memerlukan ASI eksklusif Karakteristik ibu KTD pada umumnya dalam
sebagai nutrisi terbaik untuk bayi selama 6 tataran variable penghambat seperti
bulan dan menjadi nutrisi yang tetap baik pendidikan rendah, tidak bekerja, dan tinggal
sampai usia dua tahun. Pada kondisi ibu di perdesaan. Hanya dari sisi status ekonomi
dengan status kehamilan yang tidak diinginkan (kuintail) tidak ada perbedaan proporsi yang
berdasarkan uraian berbagai hasil penelitian di berarti antar kuintailnya.
atas secara psikologi ibu cenderung kurang
Status kehamilan tidak diinginkan mempunyai
memperhatikan kehamilannya. Hal ini juga
pengaruh terhadap perilaku perawatan
terlihat dari aspek pemberian ASI Eksklusif
kehamilan yang tidak sesuai dengan kriteria
menunjukkan ada pengaruh status kehamilan
(OR=1,79). Status kehamilan tidak diinginkan
tidak diinginkan dengan pemberian ASI
mempunyai peluang yang sama dengan
Eksklusif.
kehamilan diinginkan untuk tidak memberikan
Hal yang juga tidak kalah penting adalah ASI eksklusif dan imunisasi dasar lengkap.
mencegah terjadinya kehamilan yang tidak Pengaruh status kehamilan tdak diinginkan
diinginkan melalui program Keluarga terhadap perilaku ibu selama kehamilan dan
Berencana (KB) agar setiap kehamilan sudah setelah kelahiran juga dipengaruhi oleh status
direncanakan dengan baik dan bila terjadi ekonomi. Makin miskin cenderung makin
suatu kehamilan yang tidak diinginkan dapat tidak melakukan ANC dan imunisasi dasar
diberikan edukasi agar perilaku yang tidak lengkap. makin kaya cenderung tidak
mendukung peningkatan kesehatan ibu dan memberikan ASI Eksklusif.
anak dapat diminimalisir. Untuk itu hasil
SARAN
penelitian ini penting bagi pelaksana pemberi
layanan kesehatan ibu hamil bahwa 1. Pentingnya mencegah kehamilan tidak
identifikasi status kehamilan apakah diinginkan terutama pada masyarakat status
diinginkan atau tidak dapat menjadi bahan ekonomi rendah untuk meningkatkan
untuk memberikan edukasi lebih kepada ibu kesehatan ibu dan bayi melalui promosi
hamil tentang pentingnya pemeriksaan kesehatan.

129
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ...................................... (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyawati)

2. Penjaringan kasus ibu hamil dengan status 6. Yuarsi SE. Perempuan yang Terpuruk.
kehamilan yang tidak diinginkan perlu Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan
dilakukan dengan bantuan kader agar mau ibu Universitas. Yogyakarta.: Gajah Mada;
melakukan pemeriksaan kehamilan sehingga 2005.
petugas kesehatan dapat memberikan edukasi 7. World Health Organization. WHO,
untuk mencegah perilaku yang tidak Global and Regional Estimates of
mendukung program kesehatan ibu dan anak. Incidence of Unsaf abortion and
3. Identifikasi status kehamilan diinginkan associated mortality [Internet]. Vol. 6.
atau tidak diinginkan agar menjadi prosedur Geneva: World Health Organization;
umum saat pemberi pelayanan kesehatan ibu 2008. 1-55 p. Available from:
hamil sehingga pemberian edukasi dapat http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/4
dilakukan sejak dini sehingga program 1000 4529/1/9789241501118_eng.pdf
pertama kehidupan dapat terlaksana dengan 8. Singh S, Sedgh G, Hussain R. Unintended
baik oleh setiap ibu hamil. pregnancy: worldwide levels, trends, and
outcomes. Stud Fam Plann. Wiley Online
UCAPAN TERIMAKASIH
Library; 2010;41(4):241–50.
Ucapan terima kasih dapat ditujukan pada semua pihak 9. Abdallah IM, Fatouh E, Mone A, Abd M,
yang telah membantu bila memang ada dan harus Sabour E. Determinants and Outcomes of
diterangkan sejelas mungkin, termasuk pihak yang Unintended Pregnancy among Women in
berperan sebagai sumber dana pelaksanaan penelitian. Helwan District. 2011;7(11).
DAFTAR PUSTAKA 10. Gipson JD, Koenig MA, Hindin MJ. The
effects of unintended pregnancy on infant,
1. Susanti NN. Psikologi kehamilan:
child, and parental health: a review of the
Kehamilan -- Aspek psikologi. BCG;
literature. Stud Fam Plann [Internet].
2008.
Wiley Online Library; 2008;39(1):18–38.
2. Mellyana H. Panduan Menjalani Available from:
Kehamilan Sehat. Jakarta: Swara Puspa; http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.111
2007. 1/j.1728-4465.2008.00148.x/abstract
3. Sedgh G, Singh S, Hussain R. Intended 11. D’Angelo D V, Gilbert BC, Rochat RW,
and unintended pregnancies worldwide in Santelli JS, Herold JM. Differences
2012 and recent trends. Stud Fam Plann between mistimed and unwanted
[Internet]. Wiley Online Library; pregnancies among women who have live
2014;45(3):301–14. Available from: births. Perspect Sex Reprod Health
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles [Internet]. Wiley Online Library;
/PMC4727534/ 2004;36(5):192–7. Available from:
4. Badan Pusat Statistik, Badan http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.136
Kependudukan dan Keluarga Berencana 3/3619204/abstract
(BKKBN), Kementerian Kesehatan, 12. Laukaran VH, van den Berg BJ. The
2012. Survei Demogr dan Kesehat relationship of maternal attitude to
Indones 2012 [Internet]. 2013; Available pregnancy outcomes and obstetric
from: complications. Am J Obstet Gynecol
http://dhsprogram.com/publications/publi [Internet]. Elsevier; 1980 Feb 1 [cited
cation-FR275-DHS-Final-Reports.cfm 2016 Aug 21];136(3):374–9. Available
5. Saptarini I, Suparmi S. DETERMINAN from:
KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN http://www.ajog.org/article/00029378809
DI INDONESIA (ANALISIS DATA 08649/fulltext
SEKUNDER RISKESDAS 2013). J 13. Marston C, Cleland J. Do unintended
Kesehat Reproduksi [Internet]. 2016;7(1 pregnancies carried to term lead to
Apr):15–24. Available from: adverse outcomes for mother and child?
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index. An assessment in five developing
php/kespro/article/view/5096 countries. Popul Stud (NY) [Internet].

130
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ..................................... (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyawati)

Routledge; 2003 Jan 1;57(1):77–93. Universitas Indonesia; 2014.


Available from: 24. Hambert.L et.all. The Effect of Pregnancy
http://dx.doi.org/10.1080/0032472032000 Intention on Important Maternal
061749 Behaviors and Satisfaction with Care in a
14. Kost K, Landry DJ, Darroch JE. The Socially and Economically At-Risk
effects of pregnancy planning status on Population. , 15 : Matern Child Heal J.
birth outcomes and infant care. Fam 2011;(15):1055–66.
Plann Perspect. 1998;30(5):223–30. 25. Dye TD, Wojtowycz MA, Aubry RH,
15. Notoatmodjo S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Quade J, Kilburn H. Unintended
Jakarta: Rineka Cipta; 2010. pregnancy and breast-feeding behavior.
16. Tosson SA, Badawy AS, Sara A, Hesa A. Am J Public Health [Internet]. American
Reproductive health and neonatal Public Health Association;
consequences of unintended childbearing 1997;87(10):1709–11. Available from:
among Saudi women. J Nurs Educ Pract http://ajph.aphapublications.org/doi/abs/1
[Internet]. 2014;5(1):115–20. Available 0.2105/AJPH.87.10.1709
from: 26. Graft-johnson J De, Kerber K, Tinker A,
http://www.sciedu.ca/journal/index.php/jn Otchere S, Narayanan I, Shoo R, et al.
ep/article/view/4700 continuum of care. :23–36.
17. Lestary H. Faktor-faktor yang 27. Aprianda R. Hubungan Kehamilan Tidak
Berhubungan dengan Kejadian Diinginkan dengan Pemberian ASI
Kehamilan Tidak Diinginkan pada Eksklusif di Wilayah Perkotaan di
Wanita Usia 15-49 Tahun di Indonesia Indonesia Tahun 2012 (Analisis Data
(Analisis Data Sekunder SDKI 2002- Riskesdas 2010). 2014.
2003). 2004. 28. Pulley.et.all. The Extent of Pregnancy
18. Nurcahyani DA, Trihandini I. Kehamilan Mistiming and Its Association With
yang Tidak Diinginkan dan Berat Badan Maternal Characteristics and Behaviors
Lahir Bayi. Kesmas J Kesehat Masy Nas and Pregnancy Outcomes. Perspect Sex
[Internet]. 2013;7(8):354–9. Available Reprod Health. 2002;34(4):206–11.
from: 29. Dewi Y. Penghayatan Peran Ibu pada
http://jurnalkesmas.ui.ac.id/kesmasphj/art Perempuan yang Mengalami Kehamilan
icle/view/21 Tidak Diinginkan. Universitas Indonesia;
19. Pajung Surbakti. Survei Sosial Ekonomi 2005.
Nasional. Badan Pusat Statistik; 1995. 30. Tawi M (2008). Imunisasi dan Faktor
20. Berliana S. Status Kehamilan dan yang Mempengaruhinya. 2010;
Pengaruhnya Terhadap Perilaku Perawatn 31. Kementerian Kesehatan. Rencana
Kehamilan. 2010. Strategis Kementerian Kesehatan Tahun
21. PKBI. KTD (Kehamilan yang Tidak 2015-2019 KepMenKes RI Nomor HK 02
Diinginkan) Seri Kesehatan Reproduksi 02 MENKES 52 2015. 2015; Available
Perempuan. Jakarta; 1998. from: www.perpustakaan.depkes.go.id
22. Joyce TJ, Kaestner R, Korenman S. The
effect of pregnancy intention on child
development. Demography [Internet].
Springer; 2000;37(1):83–94. Available
from:
http://link.springer.com/article/10.2307/2
648098
23. Anggraini K. NoNiat Kehamilan dan
Perilaku Pemeriksaan K1 dan K4 pada
Perempuan Usia Reproduksi di Indonesia
(Analisis Data SDKI Tahun 2012). Title.

131
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ...................................... (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyawati)

Lampiran

Tabel 4 Pengaruh status kehamilan tidak diinginkan terhadap perilaku ibu selama kehamilan dan setelah kelahiran dilihat dari
status ekonomi di Indoneisa, tahun 2012

Status Ekonomi
Kuintil 5 Kuintil 4 Kuintil 3 Kuintil 2 Kuintil 1

Odd Ratio (OR)

Odd Ratio (OR)

Odd Ratio (OR)

Odd Ratio (OR)

Odd Ratio (OR)


Beda proporsi
Beda proporsi

Beda proporsi

Beda proporsi

Beda proporsi
Variabel
Unintended

Unintended

Unintended

Unintended

Unintended
Intended

Intended

Intended

Intended

Intended
terikat

Tidak melakukan
perawatan
9,3 18,0 8,7 2,2 14,5 30,3 15,8 2,5 19,1 39,1 20,0 2,8 26,7 40,7 14,0 1,9 42,8 56,1 13,3 1,7
kehamilan sesuai
kriteria
Tidak memberikan
ASI eksklusif 69,6 65,0 4,9 0,8 63,6 60,5 3,1 0,8 65,2 63,8 1,4 0,9 60,3 55,9 4,4 0,8 53,1 52,7 0,4 1,0

Tidak memberikan
imunisasi dasar 56,1 60,5 4,4 1,2 61,5 70,9 9,4 1,5 61,8 64,2 2,4 1,1 66,0 71,3 5,3 1,3 76,9 78,7 1,8 1,1
lengkap

132
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ..................................... (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyawati)

Gambar 2a. Pengaruh status kehamilan tidak Gambar 2b. Pengaruh status kehamilan tidak Gambar 2c. Pengaruh status kehamilan tidak
diinginkan terhadap perilaku perawatan diinginkan terhadap perilaku pemberian diinginkan terhadap perilaku pemberian
kehamilan berdasarkan status ekonomi ASI eksklusif berdasarkan status ekonomi imunisasi dasar lengkap berdasarkan status
ekonomi

133
Jurnal Kesehatan Reproduksi (ISSN 2087-703X) - Vol 7, No. 2, (2016), pp. 135-144
135-133
Hubungan Kesinambungan Pemanfaatan ................... (Dwi Siska Kumala Putri, Nur Handayani Utama, Olwin Nainggolan)

Vol
HUBUNGAN KESINAMBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN
MATERNAL DENGAN PEMBERIAN IMUNISASI LENGKAP DI INDONESIA
Association Between The Sustainability Utilization Of Maternal Health Care And
Immunization Completeness In Indonesia
Dwi Sisca Kumala Putri*, Nur Handayani Utami, Olwin Nainggolan
*Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat, Balitbangkes
Email: dwi.sisca82@yahoo.com

Abstract

Background: Morbidity and mortality due to infections in infants and children can be reduced by
immunization program. Some studies indicate that sustainability utilization of maternal health care will
improve maternal health and the quality of child care including immunization.
Objective: The aim of the analysis is to determine the relationship between sustainability utilization of
maternal health services with complete immunization of children aged 12-23 months in Indonesia.
Methods: The samples in this analysis were children aged 12 -23 months from mothers aged 10-54 years
taken from Baseline Health Research Data 2013 who has history of immunization recorded on KMS /KIA /
infant health records. The main independent variable was the sustainability utilization of maternal health
services. The dependent variable is the immunization status. Logistic regression analysis was performed by
calculating odds ratios and 95% Confidence Interval.
Result: The analysis showed that pregnant women who were not sustainably utilize maternal health
services were 1.58 times more likely to not provide complete immunization to their children compare to
women who continuously utilized maternal health services adjusted by economic status and number of
children in family.
Conclusion: The sustainability utilization of maternal health care significantly related with complete
immunization of children aged 12 – 23 months in Indonesia.

Keywords: complete immunization, sustainability, maternal health care

Abstrak
Latar Belakang: Upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena infeksi pada bayi dan
anak dapat dilakukan dengan program imunisasi. Beberapa studi menunjukkan bahwa kesinambungan
pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal akan meningkatkan derajat kesehatan ibu serta kualitas
perawatan anak termasuk didalamnya imunisasi.
Tujuan: Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesinambungan pemanfaatan pelayanan
kesehatan maternal dengan pemberian imunisasi lengkap anak umur 12 – 23 bulan di Indonesia.
Metodologi: Data yang digunakan di dalam analisis ini ialah data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013.
Sampel di dalam analisis ini ialah anak umur 12 – 23 tahun dari ibu umur 10 – 54 tahun yang memiliki
riwayat imunisasi yang tercatat pada buku KMS/KIA/catatan kesehatan bayi. Variabel independen utama
ialah kesinambungan pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal. Variabel dependen ialah status imunisasi
dasar lengkap.Analisis regresi logistik dilakukan dengan perhitungan odds ratio dan 95% Confidence
Interval.
Hasil: Hasil analisis menunjukkan bahwa ibu hamil yang tidak berkesinambungan memanfaatkan
pelayanan kesehatan maternal, memiliki kecenderungan 1,58 kali untuk tidak memberikan imunisasi
lengkap kepada anaknya dibandingkan dengan ibu hamil yang berkesinambungan memanfaatkan
pelayanan kesehatan maternal.
Kesimpulan: Kesinambungan pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal berhubungan signifikan dengan
pemberian imunisasi lengkap anak umur 12 – 23 bulan di Indonesia.

Kata Kunci : imunisasi lengkap, kesinambungan, pelayanan kesehatan maternal

Naskah masuk: 18-05-2016 Review: 09-08-2016 Disetujui terbit: 04-09-2016


Hubungan Kesinambungan Pemanfaatan ................... (Dwi Siska Kumala Putri, Nur Handayani Utama, Olwin Nainggolan)

PENDAHULUAN Persentase imunisasi tidak lengkap tahun 2007


sebesar 45,3% turun menjadi 33,5% pada
Angka kematian balita (AKBA) merupakan tahun 2010, namun pada tahun 2013 nyaris
salah satu indikator kesejahteraan negara. tidak mengalami perubahan hanya sebesar
Peningkatan status kesehatan anak dengan 32,1%.6-8 Data ini menunjukkan bahwa
indikator menurunkan AKBA merupakan capaian imunisasi lengkap masih di bawah 50
salah satu target dari Rencana Pembangunan persen.
Jangan Menengah Nasional (RPJMN) 2015-
2019 dan merupakan salah satu prioritas Continuum of care atau perawatan secara
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan berkelanjutan merupakan paradigma yang
2015-2019 dengan salah satu fokus digunakan untuk mengatasi permasalahan
pembangunan kesehatan, yaitu peningkatan kesehatan maternal, bayi baru lahir dan balita
kesehatan anak dan pemberantasan penyakit secara terintegrasi dan berkesinambungan.
menular.1 Sebelumnya, program kesehatan ibu dan anak
dilakukan secara terpisah. Beberapa studi
Penyebab utama kematian anak usia diatas menunjukkan bahwa kesinambungan
neonatal sampai dengan usia satu tahun ialah perawatan akan meningkatkan derajat
infeksi.2 Penyakit infeksi pada bayi dapat kesehatan (health outcome). Dalam hal ini
dicegah dengan program imunisasi. Imunisasi kesinambungan perawatan kesehatan maternal
ialah suatu upaya untuk menimbulkan atau akan meningkatkan derajat kesehatan ibu serta
meningkatkan kekebalan seseorang secara kualitas perawatan anak, termasuk didalamnya
aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila pemberian imunisasi lengkap.9,10
suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut,
maka orang tersebut tidak akan sakit atau Sesuai dengan konsep continuum of care,
hanya mengalami sakit ringan.3 terdapat keterkaitan antara perawatan sejak
masa kehamilan hingga masa balita.
Imunisasi tidak hanya melindungi bayi dan Perawatan seorang anak dimulai sejak janin di
balita dari penyakit infeksi, namun dapat dalam kandungan, yaitu sejak seorang ibu
mencegah penularan penyakit kepada orang hamil melakukan pemeriksaan
lain, serta melindungi sekelompok orang dari kehamilan/antenatal care (ANC), kemudian
epidemi penyakit infeksi dengan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas
meningkatkan kekebalan komunitas.4Imunisasi kesehatan, dilanjutkan dengan perawatan
diperkirakan dapat mencegah 2,5 juta kasus kesehatan ibu nifas/ KF (Kontak ibu Nifas)
kematian anak per tahun di seluruh dunia.5 sebanyak 3 kali, dan dilanjutkan dengan
Imunisasi terbukti telah memberi keuntungan perawatan bayi baru lahir serta perawatan
global untuk kelangsungan hidup anak. kesehatan neonatus sebanyak 3 kali (KN),
Imunisasi juga merupakan investasi jangka kemudian dilanjutkan dengan perawatan
panjang dan sangat diperlukan untuk kesehatan serta tumbuh kembang anak balita,
melakukan pengendalian Penyakit yang Dapat termasuk di dalamnya imunisasi.
Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), seperti
tuberkulosis (TB), dipteri, pertusis, campak, Strategi untuk meningkatkan pemberian
tetanus, polio dan hepatitis B.3 imunisasi lengkap harus dilakukan mulai dari
hulu, yaitu dengan meningkatkan
Program imunisasi juga merupakan salah satu kesinambungan pemanfaatan pelayanan
indikator RPJMN tahun 2015-2019 yaitu ialah kesehatan maternal sejak hamil, masa
persentase anak umur 0 – 11 bulan yang persalinan, dan nifas. Hasil Riset Kesehatan
mendapat imunisasi dasar lengkap sebesar Dasar 2013 menunjukkan bahwa 95,4 persen
93% dan sebanyak 95% Kabupaten/Kota harus ibu hamil di Indonesia sudah memeriksakan
mencapai 80 persen imunisasi dasar lengkap kehamilan (K1) dan yang melakukan
pada bayi.1 Riset Kesehatan Dasar pemeriksaan dengan frekuensi pemeriksaan
menunjukkan bahwa anak umur 12-23 bulan minimal 4 kali selama masa kehamilan sebesar
yang mendapatkan imunisasi lengkap sedikit 83,5 persen. Persalinan yang dilakukan di
mengalami peningkatan dari 46,2 % pada fasilitas kesehatan sebesar 70,4 persen dan
tahun 20076, naik menjadi 53,8%, pada tahun 81,7 persen ditolong oleh tenaga kesehatan
20108 dan 59,2%, pada tahun 20137. yang kompeten (dokter spesialis, dokter

136
Hubungan Kesinambungan Pemanfaatan ................... (Dwi Siska Kumala Putri, Nur Handayani Utama, Olwin Nainggolan)

umum, dan bidan). Namun ibu yang mendapat Kabupaten/Kota di Indonesia pada periode
pelayanan nifas lengkap (KF 1 - KF 3) hanya bulan Mei sampai dengan Juni 2013
sebesar 32,1 persen.8 dengan 294.959 rumah tangga yang
Sejauh ini target Universal Child Imunization
berhasil dikunjungi.
(UCI) menurut hasil Riskedas 2013 belum Sampel pada analisis ini ialah anak umur 12 –
tercapai sehingga informasi terkait dengan 23 bulan dari ibu usia 10-54 tahun, dengan
upaya peningkatan cakupan imunisasi dasar kriteria inklusi (1) memiliki riwayat imunisasi
lengkap diperlukan untuk masukan program. yang tercatat pada buku KMS/KIA/catatan
Selama ini gambaran cakupan pelayanan kesehatan bayi; (2) tersedia data riwayat
kesehatan ibu dan anak disajikan secara pemeriksaan kehamilan, persalinan, dan nifas.
terpisah dengan mensandingkan berbagai Pada analisis ini diperoleh anak dan ibu yang
indikator program kesehatan ibu dan anak. memenuhi kriteria inklusi sebanyak 14.377
Pada Riskesdas 2013 terdapat rangkaian orang.
pertanyaan yang memungkinkan untuk
menghubungan antara informasi ibu dan anak Variabel bebas utama ialah pemanfaatan
sehingga menjadi satu rangkaian riwayat pelayanan kesehatan maternal, yang dibagi
seorang anak sejak dalam kandungan hingga menjadi tiga kategori, yaitu
usia 12-23 bulan. Tim peneliti tertarik untuk berkesinambungan, tidak berkesinambungan,
melihat sejauh mana hubungan antara dan tidak periksa kehamilan sama sekali.
perawatan kesehatan maternal dan pemberian Definisi operasional berkesinambungan ialah
imunisasi dasar dengan pendekatan continuum pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal
of care tersebut di atas. Data Riskesdas juga secara berkelanjutan sejak masa hamil
mempunyai informasi faktor-faktor lainnya melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4
sehingga dapat memperkaya informasi dan kali /K4 (minimal 1 kali pada trimester
analisis yang dilakukan. Tujuan dari analisis pertama, minimal 1 kali pada trimester kedua,
ini ialah untuk menilai hubungan antara dan minimal 2 kali pada trimester ke-3),
pelayanan kesehatan maternal secara dilanjutkan dengan persalinan yang ditolong
berkesinambungan dengan pemberian oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan,
imunisasi lengkap anak balita dengan serta kunjungan nifas (KF1 KF2- KF3)
mempertimbangkan faktor lain, seperti lengkap. Definisi kategori tidak
wilayah, status sosial (pendidikan, pekerjaan) berkesinambungan adalah ibu tidak melakukan
dan ekonomi, ketersediaan fasilitas pelayanan antenatal care secara kontinu atau melakukan
kesehatan dan lain – lain. persalinan tidak ditolong oleh tenaga
kesehatan atau tidak melakukan kunjungan
METODE nifas (KF1 – KF3) secara lengkap. Sedangkan
Sumber data yang digunakan pada analisis ini kategori tidak periksa sama sekali ialah ibu
ialah data Riskesdas tahun 2013. Riskesdas tidak melakukan kunjungan ANC sama sekali
merupakan sebuah survei kesehatan berskala selama kehamilan.
nasional dengan desain potong lintang dan Variabel terikat ialah status imunisasi dasar
dirancang untuk estimasi Kabupaten/Kota. lengkap. Imunisasi dasar lengkap adalah
Sampling Riskesdas 2013 ialah penarikan pemberian vaksin yang diterima oleh anak
sampel tiga tahap berstrata. Tahap pertama terdiri dari HB-0, BCG, DPT-HB Combo 1 -
memilih Primary Sampling Unit (PSU) dari 3, Polio 1- 4, dan campak. Status imunisasi
PSU terpilih secara sistematik pada setiap anak dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
Kabupaten/Kota sesuai alokasi domain. Tahap imunisasi lengkap dan tidak lengkap.
kedua, dari PSU terpilih, dipilih 2 Blok Sensus
(BS) secara Probability Proportional to Size Variabel perancu di dalam analisis ini antara
(PPS). Tahap ketiga, dipilih 25 Bangunan lain, umur ibu, wilayah, status sosial ekonomi
Sensus secara sistematik berdasarkan data (pekerjaan, pendidikan, status ekonomi),
bangunan sensus hasil SP2010-C1 di jumlah anak di dalam keluarga, jumlah balita
setiap BS. Kegiatan pengumpulan data di dalam keluarga, ketersediaan fasilitas
Riskesdas 2013 dilaksanakan di semua kesehatan, dan urutan kehamilan. Umur ibu

137
Hubungan Kesinambungan Pemanfaatan ................... (Dwi Siska Kumala Putri, Nur Handayani Utama, Olwin Nainggolan)

dibagi dua kategori, yaitu umur 20 sampai dianalisis dengan menggunakan analisis
dengan 35 tahun serta 19 tahun atau kurang regresi logistik dengan perhitungan odds ratio
dan 36 tahun atau lebih. dan 95% Confidence Interval. Analisis regresi
logistik dengan perhitungan odds ratio
Tipe tempat tinggal dibagi dalam dua digunakan dengan pertimbangan variabel
kategori perkotaan dan perdesaan. Status dependen pada analisis ini merupakan data
ekonomi diperoleh dari komposit variabel aset kategori yang bersifat dikotom.
yang dimiliki rumah tangga dan dibagi dalam
kuintil. Dalam analisis ini status ekonomi HASIL
dibagi menjadi tiga kategori, yaitu bawah
(kuintil 1 dan 2), sedang (kuintil 3), dan atas Analisis ini mencakup riwayat pelayanan
(kuintil 4 dan 5). Variabel pekerjaan ibu kesehatan ibu selama hamil yang merupakan
dibagi menjadi dua kategori, yaitu bekerja dan riwayat dari anak usia 12 sampai 23 bulan,
tidak bekerja. Pendidikan ibu dibagi menjadi serta riwayat imunisasi anak tersebut. Setiap
tiga kategori, yaitu di atas SLTA, tamat SLTA, record data merupakan satu rangkaian dari
dan kurang dari SLTA. Untuk variabel pelayanan kesehatan selama kehamilan anak
tersebut. Pembatasan usia 12 sampai 23 tahun
Jumlah anak di dalam keluarga dibagi mempertimbangkan bahwa pada anak usia
menjadi dua kategori, yaitu 2 anak atau kurang tersebut periode imunisasi dasar lengkap
dan lebih dari 2 anak. Variabel jumlah balita selesai diterima.
di dalam keluarga dibagi menjadi dua kategori,
yaitu 1 balita dan 2 balita atau lebih. Urutan Gambar 1 menunjukkan proporsi ibu hamil
kehamilan dibagi menjadi dua kategori, yaitu yang memanfaatkan pelayanan kesehatan K4
urutan pertama dan kedua serta urutan ketiga dan proporsi ibu hamil yang persalinannya
atau lebih. Ketersediaan fasilitas pelayanan dibantu oleh tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan dibagi menjadi dua kategori, yaitu kesehatan cenderung sama, namun proporsi
tersedia dan tidak tersedia. ibu yang memanfaatkan pelayanan kesehatan
maternal setelah persalinan (kunjungan nifas)
Analisis hubungan antara kesinambungan jauh lebih rendah/menurun. Proporsi ibu yang
pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal kemudian memberikan imunisasi lengkap
dengan imunisasi lengkap anak dengan untuk anaknya juga rendah.
mempertimbangkan variabel lainnya,

70,8 70,2

35,9
26,8

ANC K4 Salin nakes di Kunjungan ibu Imunisasi


faskes nifas

Gambar 1.
Proporsi Ibu yang Memanfaatkan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Imunisasi

Tabel 1 berikut merupakan hasil analisis yang berkesinambungan berhubungan


bivariat yang menunjukkan bahwa bermakna dengan pemberian imunisasi
pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal lengkap anak (p value ≤ 0,05).

138
Hubungan Kesinambungan Pemanfaatan ................... (Dwi Siska Kumala Putri, Nur Handayani Utama, Olwin Nainggolan)

Tabel 1
Proporsi Imunisasi Anak Umur 12 – 23 Bulan berdasarkan Kesinambungan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan Maternal di Indonesia Tahun 2013

Kesinambungan Pemanfaatan Pelayanan Status Imunisasi P value


Kesehatan Maternal Lengkap Tidak Lengkap
N % N %
 Berkesinambungan 1026 48,1 1017 51,9 0,000*

 Tidak berkesinambungan 3482 35,6 7077 64,4

 Tidak periksa kehamilan 214 12,0 1561 88,0

Keterangan * bermakna bila p value ≤ 0,05

Proporsi anak yang memiliki status imunisasi PEMBAHASAN


lengkap, lebih besar pada kelompok ibu yang
memanfaatkan pelayanan kesehatan maternal Program kesehatan ibu dan anak merupakan
secara berkesinambungan (48%) dibandingkan upaya yang saling terkait dan tidak berdiri
pada kelompok yang tidak berkesinambungan sendiri karena merupakan suatu rangkaian
memanfaatkan pelayanan kesehatan maternal siklus hidup seorang anak sejak masa
(35,6%) maupun kelompok yang tidak periksa kandungan dalam diri ibunya. Selama masa
kehamilan sama sekali (12,0%). kehamilan apa yang diterima atau dilakukan
oleh ibu hamil akan mempunyai dampak
Untuk menilai hubungan kesinambungan kepada anak yang dikandungnya sampai lahir
pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal dan tumbuh kembang sebagai seorang anak.
dengan status imunisasi lengkap anak, setelah Kesinambungan pelayanan kesehatan
di kontrol dengan variabel perancu yang lain, diperlukan di semua siklus kehidupan (remaja,
dilakukan analisis regresi logistik dengan kehamilan, persalinan, periode setelah
perhitungan odds ratio dan 95% Confidence persalinan, dan masa kanak-kanak).11 Hal
Intervals.Model awal analisis tersebut dapat inilah yang menjadi dasar bahwa penyelesaian
dilihat pada Tabel 2. masalah kesehatan ibu dan anak harus
dilakukan dalam suatu rangkaian upaya yang
Hasil analisis uji perancu didapatkan bahwa berkelanjutan dengan pendekatan continuum
pada model akhir kesinambungan pelayanan of care across life cycle, yaitu dimulai
kesehatan maternal berhubungan erat dengan sebelum masa kehamilan, saat kehamilan,
pemberian imunisasi lengkap pada anak masa persalinan dan nifas, serta masa bayi dan
setelah dikontrol oleh status ekonomi dan balita.12
jumlah anak. Diketahui pula bahwa variabel
ketersediaan fasilitas kesehatan, pekerjaan ibu, Sebuah review yang pernah dilakukan
urutan kehamilan, umur ibu, pendidikan ibu, menunjukkan bahwa kesinambungan
wilayah, jumlah balita, serta kepemilikan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan
penggunaan jaminan kesehatan bukan berhubungan secara signifikan terhadap
merupakan perancu karena setelah variabel – outcome kesehatan. Ada hubungan positif
variabel tersebut dikeluarkan dari model, antara kesinambungan pemanfaatan kesehatan
perubahan odds ratio kurang dari 10%. Tabel dengan upaya preventif kesehatan.13 Grafik 1
adjusted OR hubungan kesinambungan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal proporsi dari waktu ke waktu di dalam hal
dengan pemberian imunisasi lengkap pada pelayanan kesehatan yang diterima oleh ibu
anak umur 12 – 23 bulan di Indonesia ialah selama hamil, masa nifas, serta perawatan
Tabel 3 di bawah. kesehatan anak, dalam hal ini imunisasi. Hal
ini menunjukkan adanya lost opportunity,
yaitu hilangnya kesempatan seorang ibu

139
Hubungan Kesinambungan Pemanfaatan ................... (Dwi Siska Kumala Putri, Nur Handayani Utama, Olwin Nainggolan)

mendapatkan pelayanan kesehatan yang perawatan/pelayanan kesehatan turun (<30%),


seharusnya diterima oleh seorang ibu hamil artinya sebanyak dua per tiga dari ibu hamil
dan bersalin serta anaknya. Pada indikator KF tidak mendapat pelayanan yang seharusnya.
lengkap yang paling rendah proporsinya Masa nifas tersebut merupakan periode kritis
menunjukkan bahwa ibu paska bersalin selama ibu baru bersalin yang perlu mendapatkan
masa nifas yang seharusnya mendapat pengawasan kesehatan.

Tabel 2
Model Awal Hubungan Kesinambungan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Maternal dengan Status
Imunisasi Lengkap Anak

Variabel OR(95% CI) p value


Kesinambungan pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal
 Berkesinambungan 1
 Tidak berkesinambungan 1,58 (1,37 – 1,83) 0,000
5,16 (3,95 – 6,75) 0,000
 Tidak pernah melakukan pemeriksaan
kehamilan
Kepemilikan dan penggunaan jaminan kesehatan
 Memiliki jamkes dan digunakan 1
 Memiliki, tidak digunakan 1,02 (0,87 – 1,18) 0,819
1,14 (1,01 – 1,29) 0,038
 Tidak memiliki
Tipe tempat tinggal
 Perkotaan 1
 Perdesaan 0,92 (0,81 – 1,04) 0,190
Status Ekonomi
 Atas 1
 Sedang 0,98 (0,85 – 1,13) 0,804
1,34 (1,16 – 1,55) 0,000
 Bawah
Jumlah anak
 ≤ 2 anak 1
 > 2 anak 1,42 (1,16 – 1,73) 0,001
Pekerjaan Ibu
 Tidak Bekerja 1
Bekerja 1,04 (0,93 – 1,17) 0,482
Jumlah Balita
 1 balita 1
 ≥ 2 balita 1,46 (1,27 – 1,67) 0,000
Umur ibu
 20 – 35 tahun 1
 ≤ 19 tahun ≥ 36 tahun 0,92 (0,80 – 1,05) 0,210
Urutan Kehamilan
 Urut ke 1 dan 2 1
 Urut ≥ 3 1,09 (0,91 – 1,32) 0,325
Pendidikan ibu
 D1 – PT 1
 Tamat SLT 1,09 (0,89 – 1,34) 0,359
1,18 (0,96 – 1,45) 0,109
 < SLTA
Ketersediaan Fasilitas Yankes
 Tersedia 1
 Tidak tersedia 1,10 (0,64 – 1,91) 0,731

140
Hubungan Kesinambungan Pemanfaatan ................... (Dwi Siska Kumala Putri, Nur Handayani Utama, Olwin Nainggolan)

Tabel 3
Hubungan KesinambunganPemanfaatan Pelayanan Kesehatan Maternal dengan Pemberian Imunisasi
Lengkap pada Anak Umur 12 – 23 Bulan di Indonesia

Variabela p-value Adjusted


OR(95%CI)b
Kesinambungan pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal

 Berkesinambungan 1

 Tidak berkesinambungan 0,000c 1,58 (1,37 – 1,83)

0,000c 5,39 (4,14 – 7,03)


 Tidak pernah melakukan pemeriksaan kehamilan
Keterangan : abackward logistic regression, wilayah, jumlah balita, pekerjaan ibu, pendidikan ibu, urutan
kehamilan, umur ibu, kepemilikan dan penggunaan jaminan kesehatan, ketersediaan fasilitas
kesehatan, tidak signifikan, bukan perancu
b
setelah dikontrol status ekonomi dan jumlah anak
c
bermakna < 0,05

Hasil analisis multivariate menunjukkan pelayanan yang seharusnya diterima dan


bahwa ibu yang tidak memeriksakan dilakukan oleh ibu untuk dirinya dan anaknya.
kehamilannya sama sekali, memiliki
kecenderungan 5,39 kali untuk tidak Setelah persalinan, ibu akan diarahkan oleh
memberikan imunisasi lengkap kepada tenaga kesehatan untuk melakukan
anaknya dibandingkan dengan ibu hamil yang pemeriksaan nifas untuk memantau kesehatan
berkesinambungan memanfaatkan pelayanan ibu dan bayi pasca persalinan. Pada saat
kesehatan maternal. Sedangkan ibu hamil yang pemeriksaan nifas, ibu akan mendapat
tidak berkesinambungan memanfaatkan arahan/konseling dari tenaga kesehatan untuk
pelayanan kesehatan maternal, memiliki melakukan kunjungan bayi yang bertujuan
kecenderungan1,58 kali untuk tidak meningkatkan akses bayi terhadap
memberikan imunisasi lengkap kepada pemeliharaan kesehatan dan pencegahan
anaknya dibandingkan dengan ibu hamil yang penyakit melalui pemantauan pertumbuhan
berkesinambungan memanfaatkan pelayanan dan perkembangan anak serta imunisasi.14 Ibu
kesehatan maternal. Hal ini menunjukkan yang sudah melakukan ANC minimal 4 kali
bahwa kesinambungan pelayanan maternal sesuai dengan indikator ANC K4,
memberikan pengaruh positif terhadap menunjukkan ibu perilaku penggunaaan
pemanfaatan pelayanan kesehatan anak, dalam pelayanan kesehatan yang sudah baik. Ibu
hal ini ialah pemberian imunisasi lengkap. sudah menyadari akan perlunya akses ke
pelayanan kesehatan ibu sehingga akan
Tujuan pemanfaatan pelayanan antenatal care mempunyai kesadaran pula untuk memberikan
ialah ibu hamil dapat memantau kesehatan dan perawatan dan pelayanan kesehatan yang
kehamilannya, memastikan tumbuh kembang diperlukan anaknya.
janin, mengenali secara dini kelainan atau
komplikasi yang mungkin terjadi selama Selain itu, ibu yang memanfaatkan pelayanan
kehamilan, mempersiapkan persalinan, antenatal di fasilitas kesehatan secara
mempersiapkan diri untuk menjalani masa berkesinambungan, akan memperoleh buku
nifas, dan mempersiapkan peran untuk catatan kesehatan ibu dan anak (buku KIA).
menjadi ibu. Dengan memanfaatkan pelayanan Buku KIA tersebut berfungsi sebagai
antenatal di fasilitas kesehatan, ibu hamil akan pencatatan berbagai riwayat/permasalahan
diarahkan untuk melakukan persalinan di selama masa kehamilan, bersalin, dan nifas
fasilitas kesehatan dengan penolong persalinan serta pencatatan kesehatan anak (bayi baru
tenaga kesehatan.14 Pada periode kehamilan ini lahir sampai anak usia 6 tahun), termasuk
jika ibu melakukan ANC maka merupakan catatan imunisasi. Dengan catatan imunisasi
kesempatan petugas kesehatan untuk tersebut, ibu diharapkan dapat melengkapi
memberikan edukasi terkait dengan rangkaian imunisasi dasar anak. Selain itu, buku tersebut

141
Hubungan Kesinambungan Pemanfaatan ................... (Dwi Siska Kumala Putri, Nur Handayani Utama, Olwin Nainggolan)

dapat menjadi sarana efektif untuk care follow – up dan melakukan persalinan di
memberikan pengetahuan bagi ibu hamil dan fasilitas kesehatan berhubungan erat dengan
menyusui mengenai cara memelihara dan pemberian imunisasi lengkap anak. Anak yang
merawat kesehatan ibu dan anak.15 dilahirkan di fasilitas kesehatan memiliki
kecenderungan 2,1 kali untuk mendapat
Ibu yang memiliki buku catatan kesehatan ibu imunisasi lengkap dibandingkan dengan anak
dan anak lebih sering berkunjung ke pelayanan yang dilahirkan di rumah.21Analisis dari data
kesehatan dibandingkan ibu yang tidak Demographic Health Survey (DHS) negara-
memiliki buku catatan kesehatan ibu dan negara di sub sahara Afrika menunjukkan
anak.16 Penelitian di Nigeria menunjukkan bahwa pemanfaatan pelayanan maternal
bahwa ketersediaan catatan/kartu imunisasi (antenatal) akan mempengaruhi pemanfaatan
sejak awal berhubungan dengan pemberian selanjutnya (postnatal) dan selanjutnya juga
imunisasi lengkap pada anak umur 12 – 23 akan mempengaruhi pemberian imunisasi pada
bulan.17Analisis terhadap Survei Demografi anak.22
dan Kesehatan Indonesia tahun 1997, 2002 –
2003, dan 2007 menunjukkan bahwa Sebuah systematic review menunjukkan bahwa
kepemilikan buku Kesehatan Ibu dan Anak ialah kelahiran diluar rumah sakit, tidak
berhubungan erat dengan kelengkapan adanya pengingat untuk kunjungan ibu dan
pemberian imunisasi dasar (OR(95%CI) : 4,86 anak selanjutnya (next follow-up visit)
(2,37 – 9,95).18 Oleh karena itu Sosialisasi merupakan beberapa faktor yang sering
pemanfaatan buku catatan Kesehatan Ibu dan disebutkan berhubungan dengan pemberian
Anak (buku KIA) perlu ditingkatkan karena imunisasi yang tidak lengkap.23
buku KIA merupakan sarana efektif untuk Kesinambungan pelayanan kesehatan yang
meningkatkan sikap dan perilaku ibu di dalam diterima oleh ibu akan memungkinkan
hal pemanfaatan pelayanan kesehatan keterpaparan yang lebih banyak terhadap
maternal, sehingga pada akhirnya diharapkan informasi kesehatan dari tenaga kesehatan.
ibu juga melengkapi lima imunisasi dasar bayi. Sejalan dengan hal ini Fitriyanti (2014)
Menurut hasil Riskesdas 2013 balita yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang
memiliki buku KIA dan dapat menunjukkan mempengaruhi kelengkapan imunisasi di Desa
sebesar 40,4 persen. Di lapangan juga ditemui Botubarani Kecamatan Kabila Bone
penggunaan buku KIA yang belum sesuai Kabupaten Bone Bolango yaitu pelayanan
seperti disimpan oleh Kader atau Bidan Desa petugas kesehatan .24 Untuk itu tenaga
padahal seharusnya buku KIA dipegang dan kesehatan memiliki peran yang sangat penting
disimpan oleh ibu/yang merawat balita untuk menjamin kesinambungan pelayanan
tersebut.8 kesehatan yang diterima ibu.

Analisis terhadap Survei Demografi dan Hasil penelitian dari Gambar 1 hingga Tabel 2
Kesehatan (Tahun 2006 – 2007) di Pakistan mengindikasikan bahwa masih ada lost
menunjukkan bahwa pemanfaatan/penggunaan opportunity ibu dan anak di dalam hal
pelayanan antenatal careberhubungan erat mendapatkan pelayanan kesehatan secara
dengan pemberian imunisasi lengkap pada berkelanjutan. Seharusnya bila ANC K4
anak umur 12 – 23 bulan. Ibu yang tidak mencapai 70% maka untuk rangkaian
melakukan kunjungan antenatal care memiliki pelayanannya selanjutnya juga pada cakupan
kecenderungan 1,3 kali untuk tidak yang tidak berbeda. Hal ini berarti masih perlu
memberikan imunisasi lengkap kepada anak peningkatan kesadaran ibu dan keluarganya
(OR (95% CI) : (1,33 (1,07 – untuk mau memanfaatkan pelayanan
166)).19Demikian halnya di Filipina, analisis kesehatan terutama imunisasi untuk anak.
terhadap data Survei Demografi dan Karena imunisasi adalah investasi bangsa.
Kesehatan di Filipina tahun 2003
menunjukkan bahwa ibu yang tidak Penyuluhan dari tenaga kesehatan untuk
melakukan kunjungan antenatal care minimal meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
4 kali sesuai anjuran, cenderung tidak perilaku ibu hamil akan pentingnya
memberikan imunisasi lengkap pada memanfaatkan pelayanan kesehatan maternal
anaknya.20 Penelitian lain di Ethiopia pada secara berkesinambungan perlu dilakukan.
tahun 2011 menunjukkan bahwa antenatal Kesinambungan pemanfaatan pelayanan

142
Hubungan Kesinambungan Pemanfaatan ................... (Dwi Siska Kumala Putri, Nur Handayani Utama, Olwin Nainggolan)

kesehatan berhubungan dengan kualitas merupakan sarana efektif untuk meningkatkan


maupun kuantitas kontak antara pasien dengan sikap dan perilaku ibu di dalam hal
tenaga kesehatan. Dengan kontak yang lebih pemanfaatan pelayanan kesehatan
sering, memungkinkan pasien untuk dapat maternal.Kesinambungan pemanfaatan
terus memanfaatkan pelayanan kesehatan pelayanan kesehatan maternal dapat dicapai
sehingga mendapatkan hasil yang lebih baik melalui sistem pelayanan ibu dan anak yang
juga.25 Sebagaimana hasil analisis, bahwa terintegrasi.
terdapat hubungan bermakna antara
kesinambungan pelayanan kesehatan maternal UCAPAN TERIMA KASIH
dengan imunisasi dasar lengkap, maka
penyuluhan ini sebaiknya dilakukan sejak Ucapan terima kasih disampaikan kepada
masa kehamilan. Perlu dilakukan penjaringan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
ibu hamil untuk mau melakukan pemeriksaan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik
kehamilan, sehingga memberi peluang bagi Indonesia yang telah memberikan izin dalam
tenaga kesehatan untuk memberikan penggunaan data Riskesdas 2013 untuk
penyuluhan kepada ibu hamil dan keluarga analisis ini.
akan pentingnya perawatan kesehatan sejak DAFTAR PUSTAKA
hamil, bersalin, nifas, sampai dengan
perawatan kesehatan yang seharusnya diterima 1. Kementerian Kesehatan RI. Rencana
oleh setiap anak, salah satu diantaranya Strategis Kementerian Kesehatan Tahun
imunisasi. 2015 – 2019, Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia. 2015.
KESIMPULAN Jakarta
Kesinambungan pemanfaatan 2. Unicef Indonesia. Ringkasan Kajian
pelayanan kesehatan maternal berhubungan Kesehatan Ibu dan Anak. 2013. Jakarta
signifikan dengan pemberian imunisasi 3. Kementerian Kesehatan RI. PP Menteri
lengkap anak umur 12 – 23 bulan di Indonesia. Kesehatan Republik Indonesia No. 42
Ibu yang tidak memeriksakan kehamilannya Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan
sama sekali memiliki kecenderungan 5,39 kali Imunisasi. 2013. Jakarta
untuk tidak memberikan imunisasi lengkap 4. Departemen kesehatan RI, Masyarakat
kepada anaknya dibandingkan dengan ibu tidak perlu ragu melakukan imunisasi.
hamil yang berkesinambungan memanfaatkan 2019.http://www.depkes.go.id/index.php?
pelayanan kesehatan maternal. Sedangkan ibu vw=2&id=314, diunduh tanggal
hamil yang tidak berkesinambungan 25022014.
memanfaatkan pelayanan kesehatan maternal,
5. WHO, UNICEF, World Bank. 2009. State
memiliki kecenderungan 1,58 kali untuk tidak
of the world’s vaccines and
memberikan imunisasi lengkap kepada
immunization. 3rd edition. 2009. Geneva.
anaknya dibandingkan dengan ibu hamil yang
berkesinambungan memanfaatkan pelayanan 6. Depkes RI, Balitbangkes. Laporan Hasil
kesehatan maternal. Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2010.
2010. Jakarta.
SARAN 7. Depkes RI, Balitbangkes. Laporan Hasil
Kesinambungan pemanfaaatan pelayanan Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2007.
kesehatan maternal merupakan salah satu cara 2008. Jakarta.
untuk meningkatkan cakupan imunisasi dasar 8. Kementerian Kesehatan RI, Balitbangkes.
lengkap. Penyuluhan untuk meningkatkan Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
Riskesdas 2013. 2013. Jakarta.
pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu hamil 9. Gill JM, Saldarriaga A, Mainous AG
akan pentingnya memanfaatkan pelayanan 3rd, Unger D. Does continuity between
kesehatan maternal secara berkesinambungan prenatal and well-child care improve
perlu dilakukan. Sosialisasi pemanfaatan buku childhood immunizations?Fam
catatan Kesehatan Ibu dan Anak (buku KIA) Med. 2002; 34(4):274-80.
perlu ditingkatkan karena buku KIA

143
Hubungan Kesinambungan Pemanfaatan ................... (Dwi Siska Kumala Putri, Nur Handayani Utama, Olwin Nainggolan)

10. D A Christakis, L Mell, J A Wright, R Penggunaan Buku Kesehatan Ibu Anak.


Davis, and F A Connell. The Association Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2014; 10
Between Greater Continuity of Care and (1) : 14 – 20.
Timely Measles - Mumps – Rubella 17. Akinola Ayoola Fatiregun, Anselm O,
Vaccination. Am J Public Health, 2000. Okoro. Maternal Determinants of
Vol 90 No.6 : 962 - 965 Complete Child Immunization among
11. Kementerian Kesehatan RI. Rencana Aksi Children Aged 12 – 23 Months in a
Percepatan Penurunan Angka Kematian Southern District of Nigeria. Vaccine,
Ibu di Indonesia. Direktorat Bina 2012. Vol.30 (4) : 730 – 736.
Kesehatan Ibu. Ditjen Bina Gizi dan KIA. 18. Keiko Osaki, Tooko Hattori, Soewarta
2013. Jakarta. Kosen. The Role of Home-based records
12. Kerber KJ, Graft-Johnson JE, Bhutta Z, in the establishment of a Continuum of
Starrs A & Lawn JE. Continuum of care Care for Mothers, Newborns, and
for maternal, newborn, and child health: children in Indonesia. Glob. Health
from slogan to service delivery. The Action, 2013. 6 : 20429.
Lancet, 2007; Volume 370, Issue 9595, http://dx.doi.org/10.3402/gha.v6i0.20429.
13ld health: from slogan to service 19. Ayesha Siddiqa Bugvi, Rahla rahat,
13. John W. Saultz, MD and Jennifer Rubeena Zakkar, Muhammad Zakria
Lochner, MD. Interpersonal Continuity of Zakar, Florian Fischer, et.al . Factors
Care and Care Outcomes: A Critical associated with non-utilization of child
Review. Ann Fam Med, 2005. Mar; 3(2): immunization in Pakistan: Evidence from
159–166. the Demographic and Health Survey
14. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman 2006-07. BMC Public Health, 2014. 14:
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan 232
Ibu dan Anak (PWS- KIA). Direktorat 20. Jennifer N. Bondy, Amardeep Thind,
Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, et.al. Identyfying the Determinants of
Direktorat Bina Kesehatan Ibu. 2010. Childhood Immunization in the
Jakarta Philippines. Vaccine, 2009. Vol.27(1):
15. Sistiarani Colti, Gamelia Elviera, 169 – 175.
Hariyadi Bambang. Analisis Kualitas 21. Belachew Etana, Wakgari Deressa.
Penggunaan Buku Kesehatan Ibu Anak. Factors Associated with Complete
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2014; 10 Immunization Coverage in Children aged
(1) : 14 – 20. 12 – 23 Months in Ambo Woreda,
16. Hagiwara, A (2012). Is the Maternal and Central Ethiopia. BMC Public Health,
Child Health (MCH) Handbook Effective 2012. 12 : 566.
in Improving Health Related Behavior? http://www.biomedcentral.com/1471-
dalam Sistiarani Colti, Gamelia Elviera, 2458/12/566
Hariyadi Bambang. Analisis Kualitas
22. Patrick Opiyo Owili, Miriam Adoyo Across Countries: A Systematic Review.
Muga, Yiing-Jenq Chou, Yi-Hsin Elsa Vaccine, 2016. Vol 34(24) : 2635 – 2643.
Hsu, Nicole Huang, and Li-Yin Chien. 24. Ismet, Fitriyanti. Analisis Faktor-Faktor
Associations in the continuum of care for Yang Berhubungan Dengan Imunisasi
maternal, newborn and child health: a Dasar Lengkap Pada Balita Di Desa
population-based study of 12 sub-Saharan Botubarani Kecamatan Kabila Bone
Africa countries. BMC Public Health, Kabupaten Bone Bolango Tahun 2013.
2016; 16: 414. Thesis. 2014. Universitas Negeri
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles Gorontalo.
/PMC4869316/
25. Dimitri A. Christakis. Does Continuity of
23. Marcia de Cantuaria Tauil, Ana Paula Care Matter?YesConsistent contact with a
Sayuri Sato, Eliseu Alves Waldman. physician improves outcomes. West J
Review Factors Associated with Med, 2001 Jul; 175(1
Incomplete or Delayed Vaccination

144
Volume 7 No. 2, Agustus 2016 ISSN : 2087-703X
e-ISSN : 2354-8762
Jurnal
Kesehatan Reproduksi
Reproductive Health Journal
Dewan Redaksi/Editorial Board

Pelindung/Patronage : Kepala Badan Litbang Kesehatan / Director General of National Institute of


Health Research and Development

Penanggung Jawab / Editor-in-chief : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesehatan /


Director of Centre for Public Health Research and Development

Mitra Bestari / Advisory Board : Dr. dr. Trihono, M.Sc.


Prof. dr. Agus Suwandono, MPH, Dr.PH
dr. Sarimawar Djaja, M.Kes
drg. Christiana R Titaley, MIPH, PhD
Dr. dr. Sabarinah Prasetyo, MS
Prof. Dr. dr. Nugroho Abikusno
Dr. Salahuddin Muhidin
Atmarita, MPH, Dr.PH
dr. Asri C. Adisasmita, MPH, M.Phil, PhD
dr. Siti Nurul Qomariah , M.Kes, Ph.D
Dr. Irwan M. Hidayana, M.Si
Sandjaja, MPH, Dr.PH
Dr. Melania Hidayat, MPH
Soeharsono Soemantri, PhD

Ketua Dewan Redaksi / Editor in Chief : Dr. Joko Irianto, SKM, M.Kes

Wakil Ketua Dewan Redaksi / Editor Section : Tin Afifah SKM, MKM
Sudikno, SKM, MKM

Anggota Redaksi / Managing Editor : Iram Barida Maisya, SKM, MKM (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Anissa Rizkianti, SKM, MIPH (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Prisca Petty Arfines, S.Gz, MPH (Gizi Masyarakat, Puslitbang UKM)
dr. Ika Saptarini (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Andi Susilowati, SKM, M.Kes (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)

Penyunting Ahli / Copy Editor : Dr. Ir. Anies Irawati, M.Kes (Gizi Masyarakat, Puslitbang UKM)
Ning Sulistyowati, SKM, M.Kes (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Dra. Rr. Rachmalina S, MSc.PH (Sosial Antropologi, Puslitbang UKM)
dr. Teti Tejayanti, MKM (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Dr. dr. Felly P. Senewe, M.Kes (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Nunik Kusumawardani, MSc.PH, Ph.D (Promosi Kesehatan, Puslitbang UKM)

Manajer Langganan / Subscription Manager : dr. Yuwono Wiryawan, M.Kes

Sekretariat Pelaksana / Executive Secretariat : Indra Cans Yunina, S.Sos


Puput Sumarta Puri, S.Gz
Ahmad Rezha Gumilar, Amd

Penerbit/Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


Kementerian Kesehatan RI, Jakarta
Jl. Percetakan Negara 29 Jakarta
Telp. 021-42872392, Fax. 021-42872392
Email : jurnal.kespro@gmail.com

Diterbitkan oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta

Published by
National Institute of Health Research and Development
Ministry of Health, Republic of Indonesia, Jakarta
Volume 7, No. 2, Agustus 2016 p-ISSN: 2087-703X e-ISSN: 2354-8762
No Akreditasi: 563/Akred/P2MI-LIPI/09/2013

UCAPAN TERIMA KASIH


REVIEWER

Prof. Dr. dr. Nugroho Abikusno


Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti

Atmarita, MPH, Dr.PH


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

dr. Sarimawar Djaja, M.Kes


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Sandjaja, MPH, Dr.PH


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Soeharsono Soemantri, PhD


Forum Masyarakat Statistik

Dr. Ir. Anies Irawati, M.Kes


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Dr. Joko Irianto, M.Kes


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
KATA PENGANTAR

Jurnal Kesehatan Reproduksi Volume 7 Nomor 2 Tahun 2016 merupakan edisi Bulan Agustus yang
diproses secara full online jurnal system. Suatu pengalaman baru yang penuh tantangan dengan berbagai
kendala teknis dan non teknis yang harus diatasi. Namun semangat 17 Agustus yang merupakan hari
kemerdekaan Indonesia menginspirasi dan memotivasi segenap pihak yang terlibat dalam nomor ini,
jajaran Dewan Redaksi, Para Reviewer dan Penulis serta dukungan pimpinan dan berbagai pihak hingga
akhirnya dapat terbit di penghujung minggu terakhir bulan Agustus.
Tahun ini merupakan peringatan kemerdekaan yang ke 71 tahun. Permasalahan kesehatan ibu dan anak
masih merupakan tantangan besar bagi bangsa Indonesia untuk mengisi kemerdekaan ini dalam upaya
meningkatkan status kesehatan ibu, anak dan gizi. Permasalahan anemia pada wanita usia subur masih
merupakan tantangan di bidang gizi kesehatan reproduksi. Demikian pula masalah konsumsi kalsium
pada ibu hamil. Dua penelitian data primer yang terkait dengan gizi kesehatan reproduksi. Artikel
berikutnya masih merupakan hasil penelitian data primer tentang implementasi kebijakan inisiasi
menyusui dini (IMD) di satu Rumah Sakit swasta dan Rumah Sakit Umum Daerah yang memberikan
gambaran yang berbeda. IMD merupakan investasi bagi calon generasi bangsa sehingga diharapkan hasil
temuan ini dapat menjadi masukan untuk meningkatkan pelaksanaan IMD di semua fasilitas pelayanan
kesehatan.
Tiga artikel berikutnya merupakan hasil analisis data sekunder dari data Riskesdas dan Survei
Demoografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang kaya akan informasi sehingga perlu digali potensi
ketersediaan data untuk menghasilkan suatu masukan bagi pihak terkait dengan kesehatan ibu dan anak.
Dari analisis data sekunder diperoleh hasil bahwa usia reproduksi yang belum matang dan usia saat
melahirkan berisiko mempunyai risiko melahirkan bayi BBLR sebesar 2,43 kali dibandingkan usia
reproduksi yang matang dan usia saat melahirkan yang aman. Kejadian kehamilan yang tidak diinginkan
terbukti berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam perawatan kesehatan selama kehamilan dan
kelangsungan perawatan selama kehamilan ini juga terbukti berhubungan dengan perolehan imunisasi
dasar lengkap bagi anaknya. Hal ini memperkuat konsep pelayanan kesehatan ibu dan anak saling
terintegrasi dalam paradigm continuum of care.
Terbukanya berbagai informasi tentang gizi kesehatan reproduksi dan perawatan kehamilan maternal
kami harapkan dapat semakin membuka wawasan dan masukan bagi berbagai pihak terkait serta
memunculkan pemikiran penelitian baru dari kesenjangan yang disajikan dari keenam artikel dalam edisi
kali. Bangsa ini memerlukan dukungan informasi dan teknologi dalam mengisi kemerdekaan ini agar
status kesehatan ibu dan anak menjadi lebih baik dan tidak tertinggal dengan negara-negara tetangga
lainnya.
Selamat membaca dan semoga bermanfaat. Merdeka !!

REDAKSI
Volume 7, No. 2, Agustus 2016 ISSN : 2087-703X e-ISSN : 2354-8762
No Akreditasi: 563/Akred/P2MI-LIPI/09/2013

JURNAL KESEHATAN REPRODUKSI


DAFTAR ISI

Kata Pengantar

1. PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO ANEMIA PADA 71 – 82


WANITA USIA SUBUR DI RUMAH TANGGA MISKIN DI
KABUPATEN TASIKMALAYA DAN CIAMIS, PROVINSI
JAWA BARAT
Oleh: Sudikno, Sandjaja

2. KEPATUHAN KONSUMSI SUPLEMEN KALSIUM SERTA 83 – 93


HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KECUKUPAN
KALSIUM PADA IBU HAMIL DI KABUPATEN JEMBER
Oleh: Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani

3. DUKUNGAN TENAGA KESEHATAN TERHADAP 95 – 108


PELAKSANAAN IMD: STUDI KASUS DI RS SWASTA X
DAN RSUD Y DI JAKARTA
Oleh: Novianti Margareth Sihombing, Anissa Rizkianti

4. HUBUNGAN USIA GINEKOLOGI DAN USIA SAAT 109 – 118


MELAHIRKAN DENGAN KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR
RENDAH (BBLR) DI INDONESIA TAHUN 2010
Oleh: Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly Philipus
Senewe

5. PENGARUH STATUS KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN 119 – 133


TERHADAP PERILAKU IBU SELAMA KEHAMILAN DAN
SETELAH KELAHIRAN DI INDONESIA (ANALISIS DATA
SDKI 2012)
Oleh: Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulisttyowati

6. HUBUNGAN KESINAMBUNGAN PEMANFAATAN 135 –144


PELAYANAN KESEHATAN MATERNAL DENGAN
PEMBERIAN IMUNISASI LENGKAP DI INDONESIA
Oleh: Dwi Sisca Kumala Putri, Nur Handayani Utami, Olwin
Nainggolan

Anda mungkin juga menyukai