5438 10022 1 SM PDF
5438 10022 1 SM PDF
e-ISSN 2354-8762
Volume
Volume 77 No.
No. 21
April 201
Agustus 6
2016
Jurnal ISSN:
Halaman Jakarta, 2087-703X
Kesehatan Vol. 7 No.12
No.
1- 70 April 2016
Agustus 2016 e-ISSN:
Reproduksi 71-144
2354-8762
Volume 7 No. 2, Agustus 2016 ISSN : 2087-703X
e-ISSN : 2354-8762
Jurnal
Kesehatan Reproduksi
Reproductive Health Journal
Dewan Redaksi/Editorial Board
Ketua Dewan Redaksi / Editor in Chief : Dr. Joko Irianto, SKM, M.Kes
Wakil Ketua Dewan Redaksi / Editor Section : Tin Afifah SKM, MKM
Sudikno, SKM, MKM
Anggota Redaksi / Managing Editor : Iram Barida Maisya, SKM, MKM (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Anissa Rizkianti, SKM, MIPH (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Prisca Petty Arfines, S.Gz, MPH (Gizi Masyarakat, Puslitbang UKM)
dr. Ika Saptarini (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Andi Susilowati, SKM, M.Kes (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Penyunting Ahli / Copy Editor : Dr. Ir. Anies Irawati, M.Kes (Gizi Masyarakat, Puslitbang UKM)
Ning Sulistyowati, SKM, M.Kes (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Dra. Rr. Rachmalina S, MSc.PH (Sosial Antropologi, Puslitbang UKM)
dr. Teti Tejayanti, MKM (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Dr. dr. Felly P. Senewe, M.Kes (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Nunik Kusumawardani, MSc.PH, Ph.D (Promosi Kesehatan, Puslitbang UKM)
Diterbitkan oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta
Published by
National Institute of Health Research and Development
Ministry of Health, Republic of Indonesia, Jakarta
Volume 7, No. 2, Agustus 2016 p-ISSN: 2087-703X e-ISSN: 2354-8762
No Akreditasi: 563/Akred/P2MI-LIPI/09/2013
Jurnal Kesehatan Reproduksi Volume 7 Nomor 2 Tahun 2016 merupakan edisi Bulan Agustus yang
diproses secara full online jurnal system. Suatu pengalaman baru yang penuh tantangan dengan berbagai
kendala teknis dan non teknis yang harus diatasi. Namun semangat 17 Agustus yang merupakan hari
kemerdekaan Indonesia menginspirasi dan memotivasi segenap pihak yang terlibat dalam nomor ini,
jajaran Dewan Redaksi, Para Reviewer dan Penulis serta dukungan pimpinan dan berbagai pihak hingga
akhirnya dapat terbit di penghujung minggu terakhir bulan Agustus.
Tahun ini merupakan peringatan kemerdekaan yang ke 71 tahun. Permasalahan kesehatan ibu dan anak
masih merupakan tantangan besar bagi bangsa Indonesia untuk mengisi kemerdekaan ini dalam upaya
meningkatkan status kesehatan ibu, anak dan gizi. Permasalahan anemia pada wanita usia subur masih
merupakan tantangan di bidang gizi kesehatan reproduksi. Demikian pula masalah konsumsi kalsium
pada ibu hamil. Dua penelitian data primer yang terkait dengan gizi kesehatan reproduksi. Artikel
berikutnya masih merupakan hasil penelitian data primer tentang implementasi kebijakan inisiasi
menyusui dini (IMD) di satu Rumah Sakit swasta dan Rumah Sakit Umum Daerah yang memberikan
gambaran yang berbeda. IMD merupakan investasi bagi calon generasi bangsa sehingga diharapkan hasil
temuan ini dapat menjadi masukan untuk meningkatkan pelaksanaan IMD di semua fasilitas pelayanan
kesehatan.
Tiga artikel berikutnya merupakan hasil analisis data sekunder dari data Riskesdas dan Survei
Demoografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang kaya akan informasi sehingga perlu digali potensi
ketersediaan data untuk menghasilkan suatu masukan bagi pihak terkait dengan kesehatan ibu dan anak.
Dari analisis data sekunder diperoleh hasil bahwa usia reproduksi yang belum matang dan usia saat
melahirkan berisiko mempunyai risiko melahirkan bayi BBLR sebesar 2,43 kali dibandingkan usia
reproduksi yang matang dan usia saat melahirkan yang aman. Kejadian kehamilan yang tidak diinginkan
terbukti berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam perawatan kesehatan selama kehamilan dan
kelangsungan perawatan selama kehamilan ini juga terbukti berhubungan dengan perolehan imunisasi
dasar lengkap bagi anaknya. Hal ini memperkuat konsep pelayanan kesehatan ibu dan anak saling
terintegrasi dalam paradigm continuum of care.
Terbukanya berbagai informasi tentang gizi kesehatan reproduksi dan perawatan kehamilan maternal
kami harapkan dapat semakin membuka wawasan dan masukan bagi berbagai pihak terkait serta
memunculkan pemikiran penelitian baru dari kesenjangan yang disajikan dari keenam artikel dalam edisi
kali. Bangsa ini memerlukan dukungan informasi dan teknologi dalam mengisi kemerdekaan ini agar
status kesehatan ibu dan anak menjadi lebih baik dan tidak tertinggal dengan negara-negara tetangga
lainnya.
Selamat membaca dan semoga bermanfaat. Merdeka !!
REDAKSI
Volume 7, No. 2, Agustus 2016 ISSN : 2087-703X e-ISSN : 2354-8762
No Akreditasi: 563/Akred/P2MI-LIPI/09/2013
Kata Pengantar
Prevalence and Risk Factors of Anemia among Women of Reproductive Age in Poor Household
in Tasikmalaya and Ciamis District, West Java Province
Sudikno*, Sandjaja
Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Litbangkes
*E-mail: onkidus@gmail.com
Abstract
Background: Anemia in women of reproductive age remains a nutritional problem in developing countries,
especially among poor households.
Objective: This study aimed to determine the prevalence and risk factors for anemia among women of
reproductive age (WRA) in poor households.
Methods: The study design was cross-sectional. The research was conducted in June-July 2011 in two selected
districts, namely Tasikmalaya and Ciamis, West Java Province. A sample was 146 WRA of poor households in
24 villages selected peri-urban. The inclusion criteria include healthy WRA age 15-35 years, did not suffer
serious illness (chronic or acute), severe anemia (<7 g / dl), and had been wiling to participate in research by
signing an informed consent. While, the exclusion criteria were WRA who were still breastfeeding, and WRA
are pregnant
Results: The prevalence of anemia among women of reproductive age (hemoglobin level <12 g / dl) in this
study was 9.6 percent. The women of reproductive age with low ferritin status were 4.01 times likely to become
anemic (95% CI: 1.03-15.48) compared with those with sufficient ferritin status after being controlled by
vitamin A status and age.
Conclusion: This study showed that there was a relationship between serum ferritin with anemia in women of
reproductive age in poor households.
Abstrak
Latar belakang: Anemia pada wanita usia subur masih merupakan masalah gizi di negara berkembang,
terutama pada rumahtangga miskin.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko anemia pada wanita usia subur
(WUS) di rumahtangga miskin.
Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten
Tasikmalaya dan Ciamis. Sampel sebanyak 146 WUS dari rumahtangga miskin di 24 desa peri-urban yang
terpilih. Kriteria inklusi meliputi WUS yang sehat, usia 15-35 tahun, tidak menderita penyakit serius (kronis
atau akut), dan tidak mengalami anemia yang serius (<7 g/dl), dan bersedia ikut dalam penelitian.
Hasil: Prevalensi anemia WUS (kadar hemoglobin <12 g/dl) pada peneltian ini sebesar 9,6 persen. Pada WUS
dengan status feritin yang kurang berisiko untuk menjadi anemia sebesar 4,01 kali (95% CI: 1,03-15,48)
dibandingkan dengan WUS dengan status feritin yang cukup setelah dikontrol oleh variabel status vitamin A
dan umur.
Kesimpulan: Adanya hubungan antara serum feritin dengan anemia pada wanita usia subur di rumah tangga
miskin setelah dikontrol oleh status vitamin A dan umur.
Kata kunci: faktor risiko, anemia, wanita usia subur, rumah tangga miskin
Naskah masuk: 28 April 2016 Review: 10 Agustus 2016 Disetujui terbit: 31 Agustus 2016
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)
72
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)
(kronis atau akut), dan tidak mengalami menggunakan High Performance Liquid
anemia yang serius (kadar hemoglobin darah Chromatography (HPLC).
<7 g/dl), bersedia ikut dalam penelitian yang
dibuktikan dengan menandatangani informed Pemeriksaan hemoglobin dilakukan
consent, dan adanya kelengkapan variabel data menggunakan metode Cyanmeth dengan
yang dianalisis. Sedangkan kriteria eksklusi Hemocue. Alat hemocue dipersiapkan dengan
adalah WUS yang masih menyusui, dan WUS membaca blangko terlebih dahulu, kemudian
yang hamil. membaca standar sebelum digunakan untuk
pembacaan sampel guna melihat apakah alat
Pengumpulan data menggunakan kuesioner stabil.
yang sudah dilakukan pengujian lapangan dan
terstruktur yang dilakukan oleh Pemeriksaan vitamin A dengan metode HPLC.
enumerator/pewawancara yang sudah dilatih Serum diekstraksi dengan SDS (Sodium
terlebih dahulu. Pendidikan minimal Dodecyl Sulfate) dan Ethanol Absolut,
enumerator adalah Diploma III kesehatan yang kemudian dicampur hingga homogen selama
bekerja di Puskesmas maupun Dinas satu menit. Selanjutnya ditambah dengan
Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya dan Heptan yang telah ditambah BHT (Butylated
Kabupaten Ciamis. Pada saat pengumpulan Hydroxy Toluene), kemudian dicampur dengan
data direkrut juga koordinator lapangan di vortex selama satu menit. Setelah itu dilakukan
kabupaten Tasikmalaya dan Ciamis yang pemisahan cairan serun menggunakan
bertugas mengawasi secara langsung pada centrifuge selama 10 menit dengan kecepatan
proses pengumpulan data. 2000 rpm sampai terbentuk cairan bening dan
sedikit endapan. Cairan bening tersebut
Variabel yang dianalisis meliputi: variabel diambil dan diuapkan dengan gas N2 sampai
dependen (status anemia pada WUS), variabel kering. Kemudian diambahkan pelarut fase
independen, yaitu: status vitamin A, status gerak HPLC, dan dicampur dengan vortex
feritin, umur, status kawin, pendidikan, selama 45 detik. Cairan tersebut dipindahkan
pekerjaan, jumlah anak yang pernah ke Vial Insert, dan siap untuk diperiksa dengan
dilahirkan/paritas, riwayat keguguran, status alat HPLC. Kemudian dilakukan pembacaan
gizi, konsumsi zat gizi (energi, protein, kurva sampel dengan dibandingkan kurva
vitamin A, vitamin C, zat besi, dan zink). standar.
Analisis kadar hemoglobin dan kadar vitamin Pengumpulan data sosiodemografi (umur,
A dilakukan oleh PT “P”. Data biokimia status kawin, pendidikan, pekerjaan, jumlah
meliputi kadar hemoglobin dan kadar vitamin anak yang pernah dilahirkan/paritas, riwayat
A. Anemia adalah keadaan dimana seseorang keguguran) dilakukan melalui wawancara
mempunyai kadar hemoglobin di bawah nilai dengan WUS. Pengukuran berat badan WUS
normal berdasarkan jenis kelompok umur dan dilakukan dengan menggunakan timbangan
jenis kelamin. Untuk subyek WUS berat badan merk “AND” dengan ketelitian 0,1
dikategorikan anemia bila kadar Hb kurang kg. Sedangkan pengukuran tinggi badan WUS
dari 12,0 g/dl.15,16 Kurang vitamin A apabila dilakukan dengan alat ukur tinggi badan
kadar vitamin A kurang dari 20 ug/dL.17 microtoice dengan ketelitian 0,1 cm.
Sedangkan kategori kurang feritin apabila
kadar serum feritin kurang dari 15µg/l.15 Selanjutnya pengumpulan data konsumsi
Hemoglobin diukur menggunakan alat ukur makanan dilakukan dengan metode food recall
HemocueTM portabel dan hemocuvettes 2x24 jam, dengan hari yang tidak berurutan
(Hemocue, Aangelsborg, Swedia). Pengukuran untuk mengontrol terhadap variasi dan jumlah
dilakukan langsung di fasilitas kesehatan desa makanan yang dikonsumsi oleh sampel.18
(balai desa/kelurahan, posyandu, pos bidan Wawancara recall konsumsi 2x24 jam
desa), dan hasilnya dicatat pada formulir dilakukan terhadap ibu menyusui di
individu dan dikomunikasikan kepada subyek rumahtangga. Beberapa makanan jadi yang
yang bersangkutan. Untuk pemeriksaan serum banyak dikonsumsi subyek di tiap desa terpilih
retinol, serum yang disimpan dalam cool box, yang belum diketahui bahan dan beratnya
segera dikirim ke laboratorium pusat PT “P” di dibeli dan ditimbang dengan food scale untuk
Jakarta untuk dianalisa kadar retinol dengan memperkirakan berat bahan makanannya lebih
73
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)
tepat. Selanjutnya kandungan zat gizi dihitung logistic regression digunakan untuk
dengan menggunakan program nutrisoft. mengetahui faktor risiko anemia pada WUS.
Pengelompokkan kandungan zat gizi (energi,
protein, vitamin A, vitamin C, zat besi, zink) Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan
berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG). etik (ethical clearance) dari Komisi Etik,
Konsumsi zat gizi energi dikategorikan Badan Penelitian dan Pengembangan
menjadi dua, yaitu: defisit (<70% AKG) dan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI Nomor:
cukup (≥70% AKG). Konsumsi zat gizi KE.01.05/EC/262/2011.
protein dikategorikan menjadi dua, yaitu:
defisit (<80% AKG) dan cukup (≥80% AKG).
Sedangkan konsumsi zat gizi vitamin A, HASIL
vitamin C, zat besi, zink dikategorikan
menjadi dua, yaitu: defisit (<100% AKG) dan Jumlah sampel yang dianalisis sebanyak 146
cukup (≥100% AKG). wanita WUS. Tabel 1 menunjukkan rata-rata
umur WUS adalah 23,6±0,5 tahun. Rata-rata
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui indeks massa tubuh (IMT) adalah 23,2±0,3
sebaran masing-masing variabel, dan untuk kg/m2. Rata-rata hemoglobin 13,6±0,1 g/dL,
mengetahui distribusi variabel menurut rata-rata serum retinol 44,2±1,4 µg/dL, dan
kategori anemia pada WUS digunakan analisis rata-rata feritin 60,8±3,4 (µg/l).
bivariat. Selanjutnya analisis multivariate
Distribusi karakteristik sampel dijelaskan pada massa tubuh (IMT) diketahui bahwa sebagian
Tabel 2. Prevalensi anemia (kadar hemoglobin besar WUS termasuk dalam kategori IMT
<12 g/dL) pada WUS didapatkan sebesar 9,6 normal (18,5-24,9 (kg/m2)19, yaitu sebesar 54,1
persen. Persentase WUS dengan kekurangan persen. Selanjutnya Tabel 2 juga menunjukkan
vitamin A sebesar 4,8 persen. Sedangkan distribusi sampel menurut konsumsi zat gizi.
status feritin WUS yang kurang didapatkan Konsumsi energi pada WUS sebagian besar,
sebesar 11,6 persen. Umur WUS pada yaitu 88,4 persen masih dalam kategori defisit.
penelitian ini sebagian besar berkisar antara Konsumsi protein juga sebagian besar masih
20-35 tahun (60,3%). Menurut status kawin dalam kategori defisit, yaitu sebesar 71,9
diketahui bahwa 56,8 persen di antaranya persen. Konsumsi vitamin A dalam kategori
sudah menikah. WUS dengan pendidikan SD defisit diketahui sebesar 39,7 persen.
ke bawah dan SMP masing-masing sebesar Sedangkan konsumsi vitamin C, zat besi, dan
41,8 persen, dan hanya 16,4 persen yang zink masih jauh dari angka kecukupan gizi
berpendidikan SMA ke atas. Pekerjaan WUS yang dianjurkan, sebagian besar masih dalam
sebagian besar adalah sebagai ibu rumah kategori defisit.
tangga (42,4%), yang masih sekolah sebesar
29,5 persen. WUS yang sudah pernah Kejadian anemia pada WUS menurut status
melahirkan satu anak sebesar 28,1 persen, dan vitamin A dan status feritin dijelaskan pada
yang pernah melahirkan dua anak atau lebih Tabel 3. Persentase kejadian anemia pada
sebesar 27,4 persen. Riwayat keguguran WUS dengan status vitamin A kurang sebesar
ditemukan pada 9 WUS (6,2%). Sedangkan 28,6 persen. Sedangkan kejadian anemia pada
menurut status gizi, dengan indikator indeks WUS dengan status feritin kurang sebesar 23,5
74
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)
persen. Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa dapat dilanjutkan untuk analisis multivariat
variabel status vitamin A dan status feritin (p<0,25).
Karakteristik n % Karakteristik n %
Status Anemia Riwayat keguguran
− Ya 14 9,6 − − Ya 9 6,2
− Tidak 132 90,4 − − Tidak 137 93,8
Status vitamin A Status gizi18 (kg/m2)
− Kurang 7 4,8 − − IMT< 18,5 20 13,7
− Cukup 139 95,2 − − IMT= 18,5-24,9 79 54,1
Status feritin − − IMT= 25-29,9 35 24,0
− Kurang 17 11,6 − − IMT ≥ 30 12 8,2
− Cukup 129 88,4 Energi
Umur (tahun) − − Defisit 115 78,8
− < 20 58 39.7 − − Cukup 31 21,2
− 20-35 88 60,3 Protein
Status kawin − − Defisit 119 81,5
− Belum kawin 63 43,2 − − Cukup 27 18,5
− Kawin 83 56,8 Vitamin A
Pendidikan − − Defisit 58 39,7
− SD ke bawah 61 41.8 − − Cukup 88 60,3
− SMP 61 41,8 Vitamin C
− SMA ke atas 24 16,4 − − Defisit 144 98,6
Pekerjaan − − Cukup 2 1,4
− Sekolah 43 29,5 Zat Besi
− Bekerja 23 15,8 − − Defisit 138 94,5
− Ibu rumah tangga 62 42,4 − − Cukup 8 5,5
− Tidak bekerja 18 12,3 Zink
Jumlah anak yang pernah dilahirkan − − Defisit 145 99,3
− 0 65 44,5 − − Cukup 1 0,7
− 1 41 28,1
− ≥2 40 27,4
Tabel 3. Persentase Kejadian Anemia menurut Status Vitamin A dan Status Feritin
Kejadian Anemia
ORCrude
Karakteristik Ya Tidak p
95% CI
n % n %
Status Vitamin A − Cukup 12 8,6 127 91,4 1
− Kurang 2 28,6 5 71,4 4,23(0,74-24,20) 0,105
Status Feritin − Cukup 10 7,8 119 92,2 1
− Kurang 4 23,5 13 76,5 3,66(1,00-13,34) 0,049
Tabel 4 menunjukkan bahwa prevalensi hanya 6 persen. Persentase anemia pada WUS
kejadian anemia pada WUS berumur <20 dengan pendidikan SD ke bawah sebesar 11,5
tahun sebesar 13,8 persen lebih tinggi persen, lebih tinggi dibandingkan WUS
dibandingkan WUS yang berumur 20-35 tahun dengan pendidikan SMP maupun SMA ke
(6,8%). Persentase kejadian anemia pada WUS atas. Menurut pekerjaan diketahui bahwa
yang belum kawin sebesar 14,3 persen, WUS yang masih sekolah persentase kejadian
sedangkan pada WUS yang sudah kawin aneminya lebih tinggi (16,3%) dibandingkan
75
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)
dengan WUS yang bekerja, tidak bekerja dan persentase kejadian anemia pada WUS dengan
ibu rumah tangga. WUS yang belum pernah IMT <18,5 kg/m2 sebesar 15,0 persen lebih
melahirkan persentase kejadian aneminya tinggi dari kelompok WUS dengan IMT
sebesar 13,8 persen lebih tinggi dari WUS ≥18,5-24,9 kg/m2, IMT =25,0-29,9 kg/m2, dan
yang sudah pernah melahirkan. Menurut kelompok IMT ≥30,0 kg/m2. Dari Tabel 4
riwayat keguguran diketahui bahwa persentase diketahui bahwa variabel umur, status kawin,
kejadian anemia pada WUS yang tidak pekerjaan, dan jumlah anak yang pernah
mengalami keguguran sebesar 10,2 persen. dilahirkan, masuk dalam tahap analisis
Dari variabel status gizi diketahui bahwa multivariat (p<0,25).
Kejadian Anemia
ORCrude
Karakteristik Ya Tidak p
95% CI
n % n %
Umur − 20-35 tahun 6 6,8 82 93,2 1
− < 20 tahun 8 13,8 50 86,2 2,18(0,71-6,67) 0,169
Status kawin − Kawin 5 6,0 78 94,0 1
− Belum pernah 9 14,3 54 85,7 2,60(0,82-8,18) 0,103
Pendidikan − SMA ke atas 2 8,3 22 91,7 1
− SMP 5 8,2 56 91,8 0,98(0,17-5,44) 0,984
− SD ke bawah 7 11,5 54 88,5 1,42(0,27-7,40) 0,673
Pekerjaan − Bekerja 1 4,3 22 95,7 1
− Tidak bekerja 1 5,6 17 94,4 1,29(0,07-22,22) 0,859
− Ibu rumah tangga 5 8,1 57 91,9 1,93(0,21-17,46) 0,559
− Sekolah 7 16,3 36 83,7 4,27(0,49-37,14) 0,188
Jumlah anak − 0 9 13,8 56 86,2 1
yang pernah − 1 1 2,4 40 97,6 0,15(0,01-1,27) 0,083
dilahirkan − ≥2 4 10,0 36 90,0 0,69(0,19-2,41) 0,563
Riwayat − Ya 0 0,0 9 100,0 NA*
keguguran − Tidak 14 10,2 123 89,8
Status gizi − IMT= 18,5-24,9 9 11,4 70 88,6 1
(kg/m2) − IMT< 18,5 3 15,0 17 85,0 1,37(0,33-5,62) 0,660
− IMT= 25-29,9 1 2,9 34 97,1 0,22(0,02-1,88) 0,170
− IMT ≥ 30 1 8,3 11 91,7 0,70(0,08-6,14) 0,753
* NA: Not Applicable
Kejadian Anemia
ORCrude
Konsumsi Zat Gizi Ya Tidak p
95% CI
n % n %
Energi − Cukup 1 3,2 30 96,8 1
− Defisit 13 11,3 102 88,7 3,82(0,48-30,43) 0,205
Protein − Cukup 3 11,1 24 88,9 1
− Defisit 11 9,2 108 90,8 0,81(0,21-3,14) 0,766
Vitamin A − Cukup 7 8,0 81 92,0 1
− Defisit 7 12,1 51 87,9 1,58(0,52-4,79) 0,412
Vitamin C − Cukup 1 50,0 1 50,0 1
− Defisit 13 9,0 131 91,0 0,09(0,00-1,68) 0,110
Zat besi − Cukup 0 0.0 8 100,0 NA*
− Defisit 14 10,1 124 89,9
Zink − Cukup 0 0,0 1 100,0 NA*
− Defisit 14 9,7 131 90,3
* NA: Not Applicable
76
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)
Tabel 5 menjelaskan kejadian anemia menurut kategori defisit, persentase kejadian anemia
konsumsi zat gizi. Persentase kejadian anemia didapatkan sebesar 9,7 persen. Dari Tabel 5
sebesar 10,1 persen pada WUS dengan diketahui bahwa hanya variabel konsumsi
konsumsi energi kategori defisit. Pada WUS vitamin C yang masuk dalam tahap analisis
dengan konsumsi protein kategori defisit, multivariat (p<0,25).
persentase kejadian anemia sebesar 10,5
persen. Persentase kejadian anemia sebesar Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa WUS
12,1 persen pada WUS dengan konsumsi dengan status feritin yang kurang berisiko
vitamin A kategori defisit. Sedangkan pada sebesar 4,01 kali (95% CI: 1,03-15,48) untuk
WUS dengan konsumsi vitamin C kategori menjadi anemia dibandingkan dengan WUS
defisit, persentase kejadian anemia didapatkan dengan status feritin yang cukup setelah
sebesar 9 persen. Selanjutnya persentase dikontrol oleh variabel status vitamin A dan
kejadian anemia sebesar 10,1 persen pada umur (Tabel 6).
WUS dengan konsumsi zat besi kategori
defisit, dan pada WUS dengan konsumsi zink
Tabel 6. Regresi Logistik Multivariat Faktor Risiko Anemia Wanita Usia Subur (WUS) di
Rumah Tangga Miskin
77
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)
semakin tinggi tingkat pendidikan semakin kelompok WUS dengan kelompok IMT 18,5-
rendah prevalensi anemia.4 24,9 kg/m2 (normal), walaupun dalam
penelitian ini belum menunjukkan hubungan
Pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya yang bermakna. Hasil penelitian ini sejalan
hubungan antara status kawin dengan risiko dengan penelitian Wilunda C, dkk. (2013)30 di
kejadian anemia. Hasil penelitian ini sejalan Tanzania. Namun, pada penelitian Yi S-W,
dengan penelitian Gartner A, dkk.26 pada WUS dkk.27 di Korea menunjukkan adanya
di Maroko dan Tunisia, Wilunda C, dkk.30 di hubungan antara IMT dengan kejadian
Tanzania. Hasil penelitian ini menunjukkan anemia. Menurut Qin Y, dkk. bahwa wanita
bahwa ada kecenderungan kejadian anemia yang mengalami obesitas memiliki
pada WUS yang belum kawin dibandingkan kecenderungan asupan zat besi lebih tinggi
WUS yang sudah kawin. daripada wanita kurus.32
Selanjutnya penelitian ini menunjukkan bahwa
Menurut pekerjaan diketahui bahwa WUS konsumsi zat gizi WUS (energi, protein,
yang masih sekolah persentase kejadian vitamin C, zat besi, dan zink) sebagian besar
aneminya lebih tinggi dibandingkan dengan masih di bawah angka kecukupan gizi yang
WUS yang bekerja, tidak bekerja dan ibu dianjurkan. Hasil penelitian tidak
rumah tangga. Sedangkan pada Riskesdas menunjukkan adanya hubungan antara
2007 menunjukkan bahwa ibu rumah tangga konsumsi zat gizi (energi, protein, vitamin A,
mempunyai prevalensi anemia tertinggi vitamin C, zat besi, dan zink). Hasil penelitian
dibandingkan di antara jenis pekerjaan yang ini tidak jauh berbeda dengan penelitian
lain.4 Hasil pada penelitian ini tidak Wallace LJ, dkk.33 di Kandal, Kamboja yang
membuktikan adanya hubungan antara menunjukkan bahwa konsumsi makanan
pekerjaan dengan risiko kejadian anemia pada harian belum memenuhi, terutama konsumsi
WUS. Penelitian ini sejalan dengan Gartner A, zat besi dan vitamin A. Sedangkan pada
dkk.26 di Maroko dan Tunisia. Sebaliknya pada penelitian Batool Z, dkk. di Punjab, Pakistan
penelitian Sanku DEY, dkk. 14 menunjukkan menunjukkan bahwa konsumsi energi
bahwa jenis pekerjaan berhubungan dengan berhubungan dengan kejadian anemia pada
kejadian anemia pada WUS. WUS.
Pada penelitian ini variabel paritas tidak Hasil analisis regresi logistik multivariat pada
menunjukkan adanya hubungan dengan risiko penelitian ini menunjukkan bahwa WUS
kejadian anemia pada WUS. Penelitian ini dengan status feritin yang kurang berisiko
sejalan dengan penelitian Wilunda C, dkk.30 di menjadi anemia sebesar 4,01 kali (95% CI:
Tanzania. Sedangkan pada penelitian Mirzaie 1,03-15,48) dibandingkan dengan WUS
F, dkk.24 di Kerman (Iran), Gartner A, dkk.26 dengan status feritin yang cukup setelah
di Maroko dan Tunisia, Yi S-W, dkk.27 di dikontrol oleh variabel status vitamin A dan
Korea menunjukkan adanya hubungan antara umur. Sebagaimana diketahui bahwa serum
paritas dengan risiko kejadian anemia. Pada feritin diproduksi secara intraseluler yang
penelitian ini menunjukkan kecenderungan merespon terhadap peningkatan kandungan zat
kejadian anemia pada WUS yang belum besi. Jika cadangan zat besi meningkat, maka
pernah melahirkan dibandingkan WUS yang konsentrasi serum feritin juga meningkat.34
sudah pernah melahirkan. Menurut WHO, serum feritin merupakan
cadangan zat besi di dalam tubuh. Molekul
Selanjutnya hasil penelitian ini tidak feritin merupakan protein intraseluler
menunjukkan adanya hubungan antara riwayat berongga yang terdiri dari 24 subunit yang
keguguran dengan kejadian anemia. Meskipun mengelilingi inti zat besi yang berisi sebanyak
demikian, kehilangan darah selama keguguran 4.000-4.500 atom besi. Di dalam tubuh,
menunjukkan peningkatan kejadian anemia sebagian kecil feritin disekresikan ke dalam
secara signifikan.31 plasma. Konsentrasi plasma (atau serum)
feritin berkorelasi positif dengan ukuran total
Dilihat dari variabel status gizi diketahui simpanan zat besi tubuh dengan tidak adanya
bahwa kejadian anemia pada WUS cenderung peradangan.35 Konsentrasi feritin yang normal
terjadi pada WUS dengan IMT kurang dari bervariasi berdasarkan usia dan jenis kelamin.
18,5 kg/m2 (underweight) dibandingkan Konsentrasi tinggi pada saat lahir, meningkat
78
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)
selama dua bulan pertama kehidupan, dan melalui sekolah-sekolah menengah atas untuk
kemudian turun.36 Pada sekitar usia satu tahun, menjaring remaja putri dalam program
konsentrasi mulai naik lagi dan terus pemberian tablet tambah darah. Shrivastava D,
meningkat hingga dewasa.37 dkk. menambahkan perlu adanya monitoring
kepatuhan yang baik dalam pelaksanaan
Sedangkan vitamin A diduga berperan dalam pemberian suplemen zat besi.45 Di samping itu
penyerapan zat besi dan atau pemanfaatan perlu adanya upaya penyuluhan tentang
cadangan zat besi untuk produksi heme baru.38 makanan seimbang kepada kelompok WUS.
Penelitian Suharno, dkk. menunjukkan bahwa Kelompok bahan makanan atau makanan
pengaruh suplementasi besi pada konsentrasi hewani yang relatif murah dan mudah
hemoglobin dapat ditingkatkan dengan diperoleh, seperti: telur ayam, ikan segar dari
penambahan vitamin A.39 sungai/kolam/laut sangat baik bagi WUS,
karena memiliki bioavailabilitas besi yang
Pola konsumsi sumber penghambat baik.
penyerapan zat besi (Inhibitor) berpengaruh
terhadap dengan status anemia. Makanan
yang merupakan sumber penghambat KESIMPULAN
penyerapan zat besi (inhibitor) yaitu tanin dan
oksalat yang banyak terkandung dalam Pada penelitian ini menunjukkan bahwa
makanan seperti kacang-kacangan, pisang, anemia pada wanita usia subur di rumahtangga
bayam, coklat, kopi, dan teh.40 Penelitian Putri miskin masih menjadi masalah kesehatan
dan Sumarmi pada pengantin wanita (19-29 masyarakat dengan kategori sedang. Pada
tahun) di Kabupaten Probolinggo juga WUS dengan status feritin yang kurang
menunjukkan bahwa konsumsi zat besi (defisit) mempunyai risiko untuk menjadi
sebagian besar adalah dari non-heme, dan anemia sebesar 4,01 kali dibandingkan dengan
kurang makanan sumber zink.41 WUS dengan status feritin yang cukup setelah
dikontrol oleh variabel status vitamin A dan
Menurut WHO perlu adanya intervensi umur.
peningkatan sumber zat besi yang
bioavailabilitas tinggi dalam makanan wanita
usia reproduksi. Selain itu perlu adanya SARAN
diversifikasi makanan, suplementasi zat besi,
dan fortifikasi yang universal untuk Pemberian tablet tambah darah kepada
menurunkan tingkat anemia.42 Menurut kelompok WUS diharapkan masih menjadi
Bhutta, dkk. bahwa meningkatkan status zat prioritas program. Di samping itu perlu adanya
besi pada masa pra konsepsi sama seperti upaya penyuluhan tentang makanan seimbang,
pemberian suplemen mikronutrien besi folat terutama makanan hewani yang murah dan
selama kehamilan yang akan menurunkan mudah diperoleh.
kejadian berat bayi lahir rendah (BBLR).43
Penelitian Taha A, dkk. menyimpulkan bahwa
status zat besi pada janin dan status zat besi UCAPAN TERIMA KASIH
bayi yang baru lahir tergantung pada status
besi ibu hamil dan oleh karena itu, kekurangan Ucapan terima kasih disampaikan kepada
zat besi pada ibu berarti bahwa janin yang Kepala Badan Peneitian dan Pengembangan
tumbuh mungkin akan kekurangan zat besi Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Kepala
juga.44 Selanjutnya Patavegar BN29 Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya,
menambahkan bahwa faktor kecacingan juga Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis
dapat menyebabkan anemia, namun pada beserta staf, dan kepada almarhum Bapak
penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan Robert L. Tilden selaku konsultan dalam
kecacingan pada WUS. penelitian ini.
79
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)
80
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)
81
Prevalensi dan Faktor Risiko ………… (Sudikno, Sandjaja)
41. Putri SI, Sumarmi S. Perbandingan Hassham Hassan Bin Asad2, Kousar R,
Konsumsi Zat Gizi, Status Gizi, dan Kadar Karim S, Tariq I, Syed Saeed ul Hassan,
Hemoglobin Pengantin Wanita di Wilayah Hussain I. Iron Deficiency Anaemia In
Pantai dan Pertanian Kabupaten Reproductive Age Women Attending
Probolinggo. Media Gizi Indonesia. 2013; Obstetrics And Gynecology Outpatient Of
9(1):72–77. University Health Centre In Al-Ahsa,
42. Chaparro C, Oot L, Sethuraman K. 2014. Saudi Arabia. Afr J Tradit Complement
Overview of the Nutrition Situation in Altern Med. 2014;11(2):339-342.
Seven Countries in Southeast Asia. http://dx.doi.org/10.4314/ajtcam.v11i2.19.
Washington, DC: FHI 360/FANTA. 45. Shrivastava D, Mukherjee S, Lohana R,
43. Bhutta, Z. et al. Maternal and child Khemka S. Determinants of Factors for
undernutrition and overweight in low- Anaemia in Pregnancy in a Rural Medical
income and middle-income countries. The College. Global Journal of Medical
Lancet. 2013; 382(9890):427–451. research Gynecology and Obstetrics.
44. Taha A, Azhar S, Lone T, Murtaza G, 2013;13(2) Version 1.0
Khan SA, Mumtaz A, Muhammad
82
Jurnal Kesehatan Reproduksi (ISSN 2087-703X) - Vol 7, No. 2, (2016), pp. 83-93
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)
Abstract
Background: World Health Organization (WHO) recommended supplementation of 1500-2000 mg/day calcium to
be integrated into antenatal care (ANC) programmes to prevent pre-eclampsia, but the current program has not
followed these recommendation. There was limited information about factors related to calcium supplements
compliance and calcium adequacy in pregnant women in Indonesia.
Objective: The study aims to analyze factors related to calcium supplements compliance and calcium adequacy in
pregnant women.
Method: This research was observational with cross sectional design. Subjects were 96 pregnant women received
calcium supplements and attended ANC in Sumbersari and Ambulu Community Health Centre, Jember Regency.
Data was analyzed using logistic regression to assess factors related to calcium intake compliance.
Result: Factors associated to calcium supplements compliance were family support (OR= 3.40; 95% CI: 1.29–9.01)
and perceived calcium benefits (OR= 3.02; 95% CI: 1.22-7.48). A high number of subjects (76.1%) was below
estimated average requirement (EAR) of calcium. The average contribution of calcium intake from supplements was
only 2.6% of subject’s EAR.
Conclusion: This study implies that family support can improve compliance among the pregnant women and the
needs of optimizing calcium supplementation program in Indonesia.
Keywords: Calcium supplements, calcium adequacy, pregnant women, ANC
Abstrak
Latar belakang: WHO menganjurkan suplementasi kalsium 1500-2000 mg/hari bagi ibu hamil sebagai bagian dari
ANC untuk pencegahan pre-eklampsi, namun program suplementasi kalsium di Indonesia saat ini belum
sepenuhnya mengikuti anjuran tersebut. Belum banyak informasi mengenai faktor yang mempengaruhi kepatuhan
ibu dalam mengonsumsi suplemen kalsium maupun informasi kecukupan kalsium pada ibu hamil di Indonesia.
Tujuan: Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen
kalsium dan tingkat kecukupan kalsium pada ibu hamil.
Metode: Penelitian observasional dengan rancangan cross sectional study. Subjek penelitian adalah 96 ibu hamil
yang telah mendapatkan suplemen kalsium dan melakukan ANC di Puskesmas Sumbersari dan Ambulu, Kabupaten
Jember. Regresi logistik digunakan untuk menganalisis faktor yang paling berpengaruh.
Hasil: Hasil penelitian diperoleh faktor yang mempengaruhi kepatuhan konsumsi tablet kalsium adalah dukungan
keluarga (OR= 3,40; 95% CI: 1,29 – 9,01) dan manfaat suplemen kalsium yang dirasakan (OR= 3,02; 95% CI: 1,22-
7,48). Tingkat kecukupan kalsium sebagian besar ibu hamil (76,1%) masih di bawah estimated average requirement
(EAR) kalsium. Kontribusi asupan kalsium dari suplemen tidak besar, yaitu hanya memenuhi 2,6% EAR.
Kesimpulan: Meningkatkan dukungan keluarga dapat menjadi strategi meningkatkan kepatuhan konsumsi
suplemen kalsium dan perlunya mengoptimalkan program suplementasi kalsium di Indonesia.
Naskah masuk: 19 Mei 2015 Review: 10 Agustus 2016 Disetujui terbit: 24 Agustus 2016
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)
84
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)
telah menjalankan program suplementasi <SMA (sekolah menengah atas) dan ≥ SMA
kalsium pada ibu hamil. Selain itu diketahui merujuk pada Fitri (2015).18 Wawancara
Jember memiliki angka kematian ibu (AKI) menggunakan food frequency questionnaire
tertinggi ke-2 di Jawa Timur yaitu 31 orang dari (FFQ) semi kuantitatif selama sebulan untuk
semua kelahiran di tahun 2014 dan cakupan mengetahui asupan kalsium dari pangan.
pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali (K4) di
Jember tergolong rendah (69,78%).15,16 Subjek dikatakan patuh apabila mengonsumsi
seluruh suplemen kalsium yang didapat.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari Penilaian kualitas konseling didapatkan dari
sampai bulan Februari tahun 2016. Populasi jumlah jenis nasihat mengenai kecukukupan
adalah ibu hamil yang berada di wilayah kerja kalsium dan suplementasi kalsium dikalikan
Puskesmas Sumbersari dan Puskesmas Ambulu, dengan frekuensi pemberian nasihat tersebut lalu
Kabupaten Jember. Kriteria inklusi yang dibagi dengan frekuensi ANC ibu. Jenis nasihat
ditetapkan adalah ibu hamil trimester I sampai yang ditanyakan terdiri dari fungsi kalsium,
III yang mendapatkan pelayanan ANC di perlunya tablet kalsium, dosis suplemen
puskesmas ataupun posyandu di wilayah kerja kalsium, cara mengonsumsi suplemen kalsium
puskesmas, sudah pernah mendapatkan dan hubungan suplemen kalsium dengan
suplemen kalsium dan bersedia diwawancarai. hipertensi dalam kehamilan. Asupan kalsium
Jumlah subjek minimal menggunakan rumus pangan dianggap cukup apabila asupan kalsium
Lemeshow et al. adalah 92 ibu hamil.17 Setelah ≥ estimated average requirement (EAR)
proses pengumpulan data selesai, didapatkan kalsium. Sesuai dengan Institute of Medicine
subjek ibu hamil yang mengikuti penelitian (IOM), angka kecukupan gizi (AKG) adalah
dengan data yang lengkap berjumlah 96 orang. sebesar 120 persen dari EAR, sehingga dengan
Suplemen kalsium dibagikan saat kunjungan membagi AKG kalsium dengan 1,2 didapatkan
ANC ibu hamil setiap bulannya dengan jumlah EAR kalsium. EAR kalsium ibu hamil di
minimal 90 tablet selaman kehamilan. Namun Indonesia sebesar 1167,7 mg/hari untuk usia 16-
jumlah tablet kalsium yang diberikan saat ANC 18 tahun, 1083,3 mg/hari untuk usia 19-29 tahun
tidak selalu sama. Pada penelitian ini didapatkan dan 1000 mg/hari untuk usia 30-49 tahun.19,20
jumlah minimal tablet yang diterima ibu adalah
6 tablet dan maksimal 30 tablet. Tingkat kecukupan kalsium pada penelitian ini
didapatkan dari rata-rata asupan kalsium dari
Variabel terikat adalah kepatuhan ibu dalam pangan dan makanan yang ditambahkan dengan
mengonsumsi suplemen kalsium dan tingkat rata-rata asupan kalsium dari suplemen
kecukupan kalsium. Sedangkan variabel bebas kemudian dibandingkan dengan EAR. Asupan
yaitu karakteristik ibu hamil, pengetahuan kalsium diolah menggunakan Daftar Komposisi
mengenai kecukupan kalsium dan suplementasi Bahan Makanan (DKBM) Excel 2007 untuk
kalsium, dukungan keluarga, manfaat suplemen bahan pangan dan Nutrisurvey 2005 untuk
kalsium yang dirasakan, kualitas konseling yang bahan makanan. Regresi logistik digunakan
diterima, dan asupan kalsium dari pangan. untuk menganalisis secara bersama-sama
Wawancara terstruktur menggunakan kuesioner berbagai variabel yang mempengaruhi
untuk mengetahui data ibu hamil yang meliputi kepatuhan mengonsumsi suplemen kalsium.
karakteristik ibu hamil (usia ibu hamil, frekuensi Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan
ANC, pendidikan, status pekerjaan ibu), Etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan
pengetahuan mengenai kecukupan kalsium dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia No.
suplementasi kalsium; kualitas konseling 112/UN2.F1/ETIK/2016.
petugas kesehatan dalam pemberian suplemen
kalsium; dukungan keluarga; manfaat suplemen
kalsium yang dirasakan. jumlah suplemen
kalsium yang diterima; kepatuhan ibu hamil
dalam mengonsumsi suplemen kalsium.
Kategori pendidikan dibagi dalam pendidikan
85
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)
Karakteristik n %
Usia
Risiko tinggi (<20 tahun atau >35 tahun) 17 17,7
Risiko rendah (20-35 tahun) 79 82,3
Usia kehamilan
Trimester I 7 7,3
Trimester II 30 31.3
Trimester III 59 61.5
Tingkat pendidikan
≤SD 15 15,6
≤SMP 21 21,9
≤SMA 42 43,8
Perguruan tinggi 18 18,8
Frekuensi ANC
<5 kali 33 34,4
≥5 kali 63 65,6
Status pekerjaan
Tidak bekerja 76 79,2
Bekerja 20 20,8
86
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)
suplemen kalsium (OR= 3,953; 95% CI: 1,522- dirasakan (OR= 3,020; 95% CI: 1,219-7.481).
10,265) dan manfaat suplemen kalsium yang
Tabel 2. Hubungan antar variabel dengan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen
kalsium
Tidak patuh Patuh OR
Variabel P-value
n % n % 95% CI
Usia ibu (tahun)
Risiko tinggi (<20 tahun atau >35 tahun) 5 29,4 12 70,6 0,039* 0,315
Risiko rendah (20-35 tahun) 45 57,0 34 43,0 0,101-0,979
Tingkat pendidikan
<SMA 15 39.5 23 60,5 0,045* 0,429
≥SMA 35 60,3 23 39.7 0,186-0,989
Frekuensi ANC
<5 kali 20 60.6 13 39,4 0,226 1,692
≥5 kali 30 47,6 33 52,4 0,719-3,982
Pengetahuan mengenai kecukupan kalsium
dan suplementasi kalsium
Kurang 32 59,3 22 40,7 0,111 1,939
Cukup 18 42,9 24 57,1 0,856-4,392
Adanya dukungan keluarga
Tidak 25 71,4 10 28,6 0,004* 3,600
Ya 25 41,0 36 59,0 1,473-8,796
Kualitas konseling mengenai kecukupan
kalsium dan suplementasi kalsium
Kurang 22 44,9 27 55,1 0,150 0,553
Baik 28 59.6 19 40,4 0,246-1,243
Jumlah tablet kalsium yang diterima
>15 tablet 26 66,7 13 33,7 0,018* 2,750
≤15 tablet 24 42,1 33 57,9 1,177-6,423
Manfaat suplemen kalsium
Tidak merasakan 30 62,5 18 37,5 0,041* 2,333
Merasakan 20 41,7 28 58,3 1,029-5,292
*Bermakna pada p<0,05
87
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)
88
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)
preeklampsia. Hal ini mengindikasikan Tantangan yang paling sering ditemui dalam
kurangnya konseling petugas mengenai peranan kepatuhan ibu hamil mengonsumsi suplemen
fungsi kalsium sehingga ibu hamil kurang besi adalah ‘lupa’, sehingga perlu adanya
memahami pentingnya kalsium selama strategi yang dapat membantu ibu hamil agar
kehamilan. Penelitian di Sao Paula juga ingat untuk mengonsumsi suplemen secara
menunjukkan hanya 10,4 persen ibu hamil teratur.22,30 Pada penelitian ini terdapat
pernah diberi nasihat untuk menambah asupan hubungan yang bermakna antara dukungan
kalsiumnya.26 keluarga dengan kepatuahan ibu hamil
mengonsumsi suplemen kalsium (p=0,004).
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya variasi Anggota keluarga dapat memberikan dukungan
jumlah tablet kalsium yang diberikan saat ANC. dan membantu mengingatkan sehingga dapat
Diketahui jumlah minimal tablet yang diberikan meningkatkan kepatuhan mengonsumsi
saat ANC adalah 6 tablet dan maksimal 30 suplemen besi maupun kalsium.14,31 Pada
tablet. Hasil uji bivariate menggambarkan penelitian ini dukungan keluarga dan adanya
adanya hubungan bermakna antara jumlah tablet manfaat kalsium yang dirasakan adalah faktor
yang diterima pada saat ANC terakhir dengan yang mempengaruhi kepatuhan konsumsi
kepatuhan ibu (p=0,018). Berdasarkan hasil supelemen kalsium. Salah satu program
analisis diketahui ibu yang menerima tablet kesehatan ibu hamil untuk meningkatkan peran
kalsium ≤15 tablet lebih patuh dibandingkan keluarga adalah program Kelas Ibu Hamil.32
dengan ibu yang mendapat >15 tablet kalsium Pada kegiatan Kelas Ibu Hamil suami atau
(OR=2,750). Pada penelitian ini tablet kalsium keluarga dilibatkan dalam sesi Kelas Ibu Hamil.
diberikan bersamaan dengan tablet besi dan Petugas kesehatan dapat memanfaatkan forum
vitamin C sehingga ibu menerima cukup banyak ini untuk memberi edukasi tentang suplemen
suplemen saat ANC. Mithra et al. melaporkan kalsium kepada ibu hamil dan keluarga yang
bahwa ibu hamil lebih patuh jika mengonsumsi ikut supaya target konsumsi suplemen kalsium
suplemen besi 1 tablet per hari dibandingkan ibu dapat tercapai dengan didukung oleh keluarga.
yang mengonsumsi suplemen besi ≥2 tablet per
hari.27 Semakin banyak tablet yang diterima Asupan kalsium dari pangan menurut Tabel 3,
semakin besar kemungkinan ibu hamil merasa sebagian besar subjek pada penelitian ini
bosan untuk mengonsumsi tablet yang diterima (81,3%) memiliki asupan kasium yang tergolong
sehingga berdampak negatif terhadap rendah (defisit). Diketahui rata-rata asupan
kepatuhan.28 kalsium harian subjek pada penelitian ini sebesar
718,0±408,4 mg/hari, sedangkan EAR kalsium
Hasil penelitian ini menyatakan, proporsi subjek ibu hamil di Indonesia berkisar antara 1000-
yang patuh mengonsumsi suplemen kalsium 1166,7 mg/hari.19,20 Hasil ini sejalan dengan
lebih besar pada kelompok yang merasakan berbagai penelitian mengenai rendahnya asupan
manfaat setelah mengonsumsi suplemen kalsium kalsium ibu hamil di negara berkembang.5–7
(58,3%) dibandingkan yang tidak merasakan Wanita hamil di negara berkembang umumnya
manfaat (37,5%). Uji bivariat menunjukkan hasil memiliki asupan kalsium pada sangat rendah
adanya hubungan yang bermakna antara manfaat dikarenakan pola makan yang berbasis grains
yang dirasakan setelah mengonsumsi suplemen dan legumes.6,33 Berbeda dengan negara maju
kalsium dengan kepatuhan ibu (p=0,041). yang umumnya memiliki asupan kalsium yang
Adanya persepsi manfaat yang dirasakan oleh tinggi karena produksi dan konsumsi produk
ibu hamil diketahui berhubungan dengan susu yang tinggi.34
peningkatan konsumsi tablet besi sebanyak 6,8
persen.29 Adanya manfaat yang dirasakan ibu Sebagian besar dari subjek (76,1%) yang patuh
dari mengonsumsi suplemen besi merupakan mengonsumsi suplemen kalsium, masih
salah satu hal yang mendukung keberhasilan tergolong dalam tingkat kecukupan kalsium
program suplementasi besi (facilitators of inadekuat (Tabel 4). Diketahui suplemen
effective iron supplementation).23 kalsium program adalah calcium lactate 500 mg
yang setara dengan 77 mg kalsium elemental
89
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)
dari tiap tabletnya. Sedangkan rekomendasi berkualitas kepada ibu hamil; 3) Partisipasi
suplementasi kalsium dari WHO adalah 1500- komunitas, dalam hal ini ialah peranan kader
2000 mg kalsium elemental per hari. dan 4) Keinginan, pemahaman dan kepatuhan
Berdasarkan hasil perhitungan, rata-rata asupan ibu hamil dalam mengonsumsi suplemen
kalsium dari suplemen program hanya kalsium, dengan keluarga menjadi sumber
memenuhi 2,6 persen EAR kalsium ibu hamil. dukungan. 13,14
90
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)
91
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)
92
Kepatuhan Konsumsi Kalsium ………… (Galih Purnasari, Dodik Briawan, Cesilia Meti Dwiriani)
93
Jurnal Kesehatan Reproduksi (ISSN 2087-703X) - Vol 7, No. 2, (2016), pp. 95-108
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)
Abstract
Background: Early Initiation of Breastfeeding (IMD) aims to encourage the provision of colostrum to the
newborn, as well as to prevent neonatal deaths. The role of health workers are needed to support the successful
implementation of the IMD.
Objective: This study aims to identify the role of health professionals and hospital on the implementation of the
IMD shortly after childbirth.
Methods: This is a qualitative study on 30 mothers who had delivery, both with pervaginam or cesarean section
methods in two hospitals in Jakarta, private and government hospital. Data were collected through in-depth
interview. Triangulation of data was obtained through in-depth interviews to informants of health workers,
including midwives, lactation counselors and obstetricians.
Results: Health workers’ support was reflected from the efforts of health workers to inform the IMD practice
and benefits, as well as accompany the mother whiled conducting IMD. Health personnels in private hospital
were tend to be more supportive than those who work in public hospital. This was due to their high commitment
and positive attitude supported by clear regulations regarding the practice of IMD.
Conclusion: The role of health professionals in supporting the implementation of IMD needs to be improved not
only through improving the technical skills of IMD, but also building a positive attitude, so health professionals
become more serious in running the IMD program.
Keywords: Early Initiation of Breastfeeding, Health Workers, Support
Abstrak
Latar Belakang: Program Inisiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan upaya untuk mendorong pemberian
kolostrum pada bayi baru lahir, sekaligus mencegah kematian neonatal. Peran tenaga kesehatan tentunya
dibutuhkan guna mendukung keberhasilan pelaksanaan IMD.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dukungan tenaga kesehatan dan pegawasan Rumah
Sakit terhadap pelaksanaan IMD sesaat setelah proses persalinan.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian kualitatif pada 30 informan ibu yang baru melahirkan, baik dengan
metode pervaginam maupun seksio sesarea di dua RS di Jakarta, yaitu RS Swasta X dan RSUD Y. Data
dikumpulkan melalui teknik wawancara mendalam. Triangulasi data diperoleh melalui hasil wawancara
mendalam terhadap informan tenaga kesehatan, di antaranya bidan, konselor laktasi dan dokter spesialis
kebidanan.
Hasil: Dukungan tenaga kesehatan terlihat dari upaya tenaga kesehatan untuk menginformasikan tata laksana
dan manfaat IMD, serta mendampingi ibu saat proses IMD dilakukan. Tenaga kesehatan di RS Swasta X
cenderung lebih mendukung praktik IMD dibandingkan mereka yang bekerja di RSUD Y. Hal ini disebabkan
oleh adanya komitmen tinggi dan sikap positif tenaga kesehatan ditunjang dengan peraturan yang jelas
mengenai praktik IMD.
Kesimpulan: Peran tenaga kesehatan dalam mendukung pelaksanaan IMD perlu ditingkatkan tidak hanya
melalui peningkatan keterampilan teknis tentang IMD,melainkan juga denganmembangun sikap positif agar
tenaga kesehatan menjadi lebih serius dalam menjalankan program IMD.
Kata Kunci: Inisiasi Menyusu Dini, Tenaga Kesehatan, Dukungan
Naskah masuk: 19 Juli 2016 Review: 9 Agustus 2016 Disetujui terbit: 26 Agustus 2016
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)
96
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)
bayi dapat menyusu dengan baik pada usia 50 ASI eksklusif. Keberhasilan konselor ASI
menit; 2) jika setelah lahir bayi dipisahkan dari dalam memberikan konseling yang positif
ibunya untuk ditimbang, diukur ataupun kepada ibu dipengaruhi oleh pengetahuan dan
dibersihkan, maka 50 persen bayi tidak akan ketrampilan dasar yang menyangkut teori dan
dapat menyusu sendiri.3 praktik konseling serta ketrampilan
wawancara dan intervensi dalam pemecahan
Bayi yang diberikan kesempatan untuk IMD masalah.11 Untuk menjadi seorang konselor
tentunya akan lebih cepat memperoleh laktasi, tenaga kesehatan diharapkan telah
kolostrum daripada bayi yang tidak memenuhi kualifikasi kompetensi sebagai
memperoleh kesempatan tersebut. Kolostrum International Board Certified Lactation
mempunyai nilai gizi yang tinggi dan Consultant (IBCLC). IBCLC adalah konsultan
mengandung semua unsur yang diperlukan laktasi yang telah disertifikasi oleh
oleh bayi termasuk zat anti infeksi. Kolostrum International Board of Lactation Consultant
tidak hanya mengandung protein, tetapi juga Examiners (IBCLE) atau Badan Internasional
vitamin A yang tinggi, karbohidrat, dan lemak Penguji Konsultan Laktasi dan telah
rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi menunjukan bahwa mereka memiliki
bayi pada hari-hari pertama setelah pengetahuan khusus dan keahlian dalam hal
kelahirannya serta membantu mengeluarkan pemberian ASI dan laktasi.12
mekonium yaitu kotoran bayi pertama
berwarna hitam kehijauan.9 Namun demikian, kendala utama dalam
pelaksanaan IMD yang ditemukan di lapangan
Kolostrum yang diperoleh bayi pada saat adalah belum optimalnya komitmen serta
proses IMD juga terbukti membantu dukungan Rumah Sakit dan penolong
meningkatkan imunitas. Penyakit infeksi yang persalinan untuk menerapkan IMD pada bayi
merupakan penyebab utama kematian neonatal baru lahir. Beranjak dari permasalahan diatas,
terjadi akibat rendahnya daya tahan tubuh maka artikel ini bertujuan untuk mengetahui
bayi. Daya tahan tubuh bayi pada masa peran dukungan tenaga kesehatan dan
neonatal masih sangat rentan karena proses pegawasan Rumah Sakit terhadap pelaksanaan
pematangan sistem tubuh bayi, seperti sistem IMD sesaat setelah proses persalinan.
pernapasan, pencernaan dan imunitas masih
belum sempurna.3 Sebuah hasil penelitian
yang dilakukan terhadap 10.947 bayi yang METODE
lahir antara bulan Juli 2003 hingga Juni 2004
di Ghana menunjukkan bahwa; 1) jika bayi Penelitian ini merupakan bagian dari
diberikan kesempatan menyusu dalam satu penelitian Riset Pembinaan Kesehatan
jam pertama melalui kontak kulit bayi ke kulit (Risbinkes), Badan Litbang Kesehatan yang
ibu, maka 22 persen nyawa bayi neonatal bisa dilaksanakan tahun 2013. Pendekatan yang
diselamatkan; dan 2) jika bayi mulai pertama digunakan adalah studi kasus dengan metode
kali menyusu saat berusia dua sampai dua penelitian kualitatif. Lokasi penelitian yaitu
puluh empat jam setelah lahir, maka hanya 16 RSUD Y dan RS Swasta X yang keduanya
persen nyawa bayi neonatal yang dapat berada di daerah Jakarta. Pengumpulan data
diselamatkan.10 dilakukan melalui wawancara mendalam
kepada 30 informan yaitu ibu yang baru
Keberhasilan program IMD tidak hanya melahirkan baik dengan metode pervaginam
membutuhkan peran ibu, tetapi juga peran maupun seksio sesarea, serta masih dalam
tenaga kesehatan. Penolong persalinan seperti perawatan nifas di RS menggunakan pedoman
bidan merupakan tenaga kesehatan yang wawancara mendalam. Wawancara mendalam
paling berperan dalam pelaksanaan IMD berlangsung selama kurang lebih 30 menit,
karena ibu tidak dapat melakukan IMD tanpa sementara keseluruhan proses pengumpulan
bantuan dan fasilitasi dari bidan atau penolong data dilakukan selama 2 (dua) minggu. Selain
persalinan lainnya. Selain bidan, peran itu, peneliti juga melakukan observasi
konselor laktasi juga penting karena terhadap lingkungan RS untuk mengetahui
diharapkan mampu menumbuhkan keberadaan media sosialisasi mengenai IMD.
kepercayaan dan motivasi ibu untuk
mengetahui lebih lanjut mengenai IMD dan
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)
Untuk mengecek keabsahan data atau “Saya cuma ditempel bayi sesaat tidak sampai 15
informasi yang diperoleh dari informan, maka menit mbak karena saya mual dan terus muntah
dilakukan metode triangulasi data dengan selama proses operasi dan ternyata ada pelekatan
mewawancarai informan tenaga kesehatan plasenta jadi sempat terjadi perdarahan sesaat
dokter tidak mengizinkan lah waktu itu.”
yang terdiri dari bidan, konselor laktasi dan
(Informan AA, 25 tahun, melahirkan di RS
dokter spesialis kebidanan di masing-masing Swasta X, Persalinan Sesar, Tidak IMD)
RS. Data yang terkumpul kemudian dianalisis
menggunakan metode content analysis. Hasil Sedangkan pada informan ibu yang
wawancara mendalam dianalisis melalui melahirkan di RSUD Y semua informan tidak
beberapa tahapan antara lain reduksi data, melakukan proses IMD sesaat setelah
penelusuran tema jawaban menurut topik melahirkan, adapun alasan tidak melakukan
pertanyaan ke dalam bentuk matriks, lalu IMD lebih kepada ketidaktahuan informan ibu
dihubungkan dengan catatan-catatan teori mengenai IMD dan proses pelaksanaannya,
yang didapat. Oleh karena itu, bahan dan alat hal tersebut seperti yang disampaikan
yang digunakan dalam pengumpulan data beberapa informan ibu melalui kutipan
adalah pedoman wawancara mendalam yang wawancara di bawah ini.
telah disusun untuk dapat menjawab
pertanyaan penelitian ini. “Tidak ada begituan mbak. Ada sih diletakkan ke
dada saya yah tapi itu juga udahan 7 jam setelah
bayi saya lahir mbak, lagian sayamah kurang tahu
HASIL IMD itu mbak kaya gimananya gitu proses
prosesnya.” (Informan HU, 38 tahun,
Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar melahirkan di RSUD Y, Persalinan Sesar, Tidak
informan yang melahirkan di RS Swasta X IMD)
berhasil melakukan proses Inisiasi Menyusu
“Tidak gerak-gerak nyari puting sih. Habis
Dini (IMD) dan kondisi berbeda dialami oleh
lahiran hanya diletakin di dada sebentar banget
informan yang melahirkan di RSUD Y dimana itu juga nggak sampe lah 10 menit mbak sambil
hampir seluruh informan tidak berhasil bidannya bersih-bersih aja kok, …saya tahu sih
melakukan proses IMD sesaat setelah IMD ya naroh bayi di dada kan abis lahiran, tapi
melahirkan. Dari 15 informan ibu yang gimana gimana prosesnya nggak paham banget
melahirkan di RS Swasta X, hanya ada 2 orang mbak.” (Informan E, 26 tahun, melahirkan di
informan ibu yang tidak dapat melakukan RSUD Y, Persalinan Sesar, Tidak IMD)
IMD hal tersebut dikarenakan alasan
pertimbangan medis yaitu lilitan tali pusat Selain itu, pengaruh dukungan tenaga
yang membuat bayi membiru sesaat setelah kesehatan terlihat dari upaya yang dilakukan
dilahirkan dan kondisi ibu yang mual muntah oleh tenaga kesehatan untuk membantu
sebagai efek anastesi dalam persalinan SC. Hal menginformasikan tentang pelaksanaan IMD
ini diungkapkan beberapa informan melalui dan manfaatnya, serta mendampingi ibu untuk
kutipan wawancara seperti di bawah ini. membantu mengenal perilaku bayi saat proses
IMD dilakukan. Sebagian besar informan yang
“Ya, saya IMD… mungkin selama kurang lebih berhasil IMD pada RS Swasta X mengatakan
hampir 1 jam.” (Informan Fl, 28 tahun, bahwa setelah proses persalinan dan bayi
melahirkan di RS Swasta X, Persalinan Sesar, dibersihkan seadanya, bidan langsung
IMD) meletakkan bayi dengan posisi tengkurap di
atas dada ibu sambil mendampingi dan
“Waktu itu IMD sekitar hampir 2 jam sih, hampir
2 jam atau 1,5 jam, saya nggak begitu ngeh tapi
memberi semangat pada ibu dan bayi, serta
lama kok IMD-nya.” (Informan VH, 24 tahun, membantu bayi hingga mampu mencapai
melahirkan di RS Swasta X, Persalinan puting susu dan menyusu. Hal tersebut seperti
Pervaginam, IMD) yang diceritakan informan ibu melalui kutipan
wawancara seperti di bawah ini.
“Tidak IMD karena bayi terlilit tali pusat waktu
itu sampai biru dan tidak menangis bayi saya, jadi “Waktu habis lahir kan, dibersihin dikeluarin
langsung dilarikan ke unit perawatan intensif selangnya, langsung ditempelin ke dada, udah
bayi.” (Informan R, 38 tahun, melahirkan di RS langsung dia tiduran didada, langsung tidur,
Swasta X, Persalinan Pervaginam, Tidak IMD) belum ada gerakan, tapi udah ada 20 menitan
98
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)
baru ada gerak-gerak, pas dia gerak-gerak itu dia hal ini akan dibahas lebih lanjut pada sub bab
mulai nyium-nyium kaya nengok sana-nengok sini, di bawah ini.
pas dia nengok-nengok itu baru dia jilat-jilatin
tangannya abis jilat-jilatin tangannya, abis
itu….oh sama bidannya dipencet puting saya, baru
Peran Tenaga Kesehatan dalam
keluar asinya, keluar…abis itu dia mulai
ngedekatin untuk ngisapnya. Cuma karena Pelaksanaan IMD
mungkin dia masih agak susah jalannya, eh
maksudnya nggak susah bergeraknya, diarahin Berdasarkan Tabel 1 yaitu matriks hasil
sedikit, dia langsung nyusu.” (Informan VH, 24 wawancara mendalam terhadap informan
tahun, melahirkan di RS Swasta X, Persalinan tenaga kesehatan di masing-masing RS,
Pervaginam, IMD) terlihat bahwa pada pelaksanaan IMD di RS
Swasta X, semua tenaga kesehatan baik bidan,
“Langsung ditaro di dada saya sama bidan atau dokter spesialis kebidanan, spesialis anak dan
suster yang dampingin saya nah pokoknya bidan konselor laktasi berkomitmen untuk
itu yang temanin selama di ruang operasi dan bayi
mewajibkan pelaksanaan IMD pada semua
saya IMD….terus bidan bantu kasih tau tuh
bayinya lagi nyari putingnya dimana, terus metode kelahiran, kecuali jika ada indikasi
akhirnya ketemu, tapi dibantu juga sama bidannya medis yang kuat yang tidak memungkinkan
sampai selesai dan lanjut di ruang pemulihan. bayi dan ibu untuk melakukan IMD (lampiran
Soalnya kan bayinya kayaknya masih belum tegak 1). Pembagian peran di antara ketiga tenaga
kepalanya takut jatuh kalau nggak didampingi. kesehatan tersebut baik bidan, dokter spesialis
Cairan di tubuhnya masih ada, belum dibersihin, kebidanan maupun dokter anak/konselor
belum dimandiin.” (Informan Fl, 28 tahun, laktasi terlihat sudah cukup baik.
melahirkan di RS Swasta X, Persalinan Sesar,
IMD) Peran dari konselor laktasi lebih kepada
terlaksananya penyuluhan pada ibu hamil,
Ketika ditanyakan kepada bidan, diakui bahwa dimana penyuluhan tersebut intinya adalah
mereka harus melakukan prosedur untuk menyampaikan informasi mengenai
penginformasian pelaksanaan IMD pada saat pentingnya pemberian ASI (Air Susu Ibu)
ibu masuk ke kamar bersalin untuk eksklusif, serta faktor-faktor yang mendorong
diobservasi. Para bidan yang bertugas keberhasilan menyusui, yaitu yang terutama
diwajibkan untuk menjelaskan sekilas adalah dengan melaksanakan IMD sesaat
mengenai pelaksanaan IMD dan meyakinkan setelah bayi dilahirkan. Selain itu, informasi
ibu untuk bersedia melakukannya dan yang diberikan antara lain manfaat IMD dan
menandatangani lembar persetujuan tindakan manfaat rawat gabung, yang intinya adalah
IMD. menyangkut 10 langkah RS Swasta X sebagai
RS sayang ibu dan bayi. Sementara itu, peran
Sedangkan informan ibu di RSUD Y hanya bidan di RS tersebut menyangkut pemberian
ada 1 informan ibu yang melakukan penyuluhan, pelaksanaan serta pendampingan
pelekatan/kontak kulit sesaat setelah IMD. Sedangkan peran dokter spesialis
persalinan namun tanpa ada proses merangkak kebidanan adalah memastikan bahwa kondisi
menuju payudaya dan menyusu (breastcrawl), ibu cukup baik dan sehat untuk
hampir semua informan ibu mengatakan dilaksanakannya IMD, baik pada persalinan
bahwa mereka tidak diberitahukan perihal normal maupun saesar, seperti yang
pelaksanaan IMD baik di Puskesmas maupun diungkapkan beberapa informan sebagai
di RSUD Y saat kontrol kehamilan. Namun berikut.
ketika dikonfirmasi dan ditanyakan kepada
bidan di RSUD Y tersebut, memang diakui “Semua pihak baik bidan, dokter obgyn, spesialis
bahwa hingga saat ini peraturan RS mengenai anak dan konselor laktasi berkomitmen untuk satu
pelaksanaan IMD belum ada secara tertulis, kata mewajibkan pelaksanaan IMD pada semua
sehingga mereka tidak mengetahui dengan metode kelahiran kecuali ada indikasi medis yang
jelas tatalaksana IMD yang seharusnya dan kuat yang tidak memungkinkan bayi dan ibu untuk
merasa tidak perlu untuk menyampaikan melakukan IMD. Kalau dari konselor laktasi
pelaksanaan IMD kepada ibu karena menurut sendiri, bentuk peranannya lebih kepada
mereka yang penting sebisa mungkin bayi terlaksananya penyuluhan pada ibu hamil, dimana
penyuluhan tersebut intinya hendak
langsung disusui oleh ibunya setelah lahir dan
menyampaikan informasi pentingnya ASI eksklusif,
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)
“Untuk pelaksanaan IMD pasien dokter, yang ”Idealnya belum bisa kita lakukan, mungkin ke
membantu memberikan bayi untuk di IMD depannya nanti dokternya ada berapa, perawatnya
memang bidan pendamping. Karena dokter fokus ada berapa, nah mungkin itu bisa kita lakukan
kepada proses persalinan dan sesudahnya yaitu (karena SDM-nya kita sangat-sangat minim). Tapi
penjahitan jika ada robek perineum ibu. Jika kalau kondisi kita masih begini, kita memang agak
pasien tersebut adalah pasien bidan, maka yang kesulitan. Tapi biarpun begitu, kita coba, biasanya
menolong adalah bidan. Ada sekitar 3-4 bidan sesudah dia lahir, kita kenalkan sama ibunya,
tergantung kesulitan proses persalinan itu sendiri. sama putingnya. Nah gitu, jadi perawat kita nanti
Nah jika pasien bidan, maka dari awal kehamilan, dateng, kenalkan ini anaknya, laki/perempuan,
masuk kamar bersalin, kemudian menolong proses beratnya sekian, itu yang bisa kita lakukan.
persalinan, hingga IMD kita sebagai bidan yang Idealnya kan dia ditaruh di sini (dada) terus nanti
melakukan dan bertanggung jawab dalam dia naik, dia manjat-manjat, itu butuh waktu
pelaksanaan IMD pada ibu sesaat setelah setengah jam aja itu udah cepet ya, tapi itu terus
melahirkan.” (Informan Bidan RS Swasta X) terang belum bisa kita terapkan.” (Informan
Konselor Laktasi RSUD Y)
“Kalau persalinan dengan dokter (saya) atau
seksio sesarea, umumnya kita tetap lakukan IMD ”Perannya bantu naruh bayi ke dada ibunya, Tapi
pada ibu dan bayinya segera setelah lahir. Hanya rata-rata sih IMD, dulu lumayan juga sih yang
saja untuk pelaksana dan pengawas IMD itu partus normal disini. Nah kalo sectio-nya, kita
sendiri saat dilakukan memang tugas bidan belum. Pasien disini kebanyakan rujukan, kalo
pendamping.” (Informan dr. Sp.OG RS Swasta yang selain rujukan, sedikit sekali (sambil
X) menunjukkan data persalinan). Kondisinya kita
juga cuma ber-3, pasiennya segitu banyak,
jadi....kalo preeklampsia, dan lain-lain, untuk
Berbeda dengan RS Swasta X, pelaksanaan
menghindari itu, paling kita deketin bayinya ke
IMD di RSUD Y belum berjalan dengan baik sebelah ibunya aja.” (Informan Bidan RSUD Y)
dikarenakan belum ada kesepahaman
mengenai pelaksanaan IMD pasca persalinan. ”Peranan saya sebagai obgyn lebih kepada proses
Baik bidan, dokter spesialis kebidanan persalinan, kalau IMD..kondisi memungkinkan yah
maupun konselor laktasi menilai IMD kita lakukan..masalahnya kan nggak mungkin
merupakan hal yang penting, namun pada disitu bayi lahir langsung kita proses IMD itu
kenyataannya sangat sulit untuk dilakukan, kan..biasanya disini tunggu di ruang RR atau di
khususnya pada kasus persalinan seksio ruang perawatan baru dia IMD, tapi itupun bukan
sesarea. Padahal IMD sepatutnya menjadi dibawa obgyn lagi..udah tanggung jawab
perawatnya itu.” (Informan dr. Sp.OG RSUD Y)
langkah awal dalam keberhasilan ibu
menyusui secara eksklusif. Salah satu hal yang
menjadi hambatan adalah masalah tenaga
pelaksana IMD itu sendiri dan metode Pelatihan IMD bagi Tenaga Kesehatan di
persalinan. Akan tetapi, berdasarkan hasil Rumah Sakit
penelitian, pada persalinan normal di RSUD Y
pun IMD belum dapat berjalan sesuai prosedur Tabel 2 menunjukan matriks hasil wawancara
yang ada dikarenakan ketiadaan Standard mendalam dengan informan tenaga kesehatan
Operational Procedure (SOP) atau tatalaksana terkait pelatihan tenaga kesehatan dalam
pelaksanaan IMD. Selain itu, belum ada pelaksanaan IMD (lampiran 2).Dari tabel
sinergi dan koordinasi yang baik antara tenaga tersebut dapat dilihat bahwa tenaga kesehatan
kesehatan terkait, khususnya pada persalinan di RS Swasta X mengungkapkan adanya
seksio sesarea. pelatihan yang rutin dilakukan secara internal
maupun eksternal, dengan sumber pembiayaan
Di sisi lain, peran dokter spesialis kebidanan dari Rumah Sakit. Sedangkan informan tenaga
dan bidan di RSUD Y hanya dikhususkan kesehatan di RSUD Y mengungkapkan bahwa
100
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)
pelatihan untuk tenaga kesehatan lebih banyak dengan baik. Berdasarkan informasi yang
dilakukan kearah penanganan kasus neonatal diperoleh, jumlah tenaga konselor laktasi di
(PONEK dan PMK) dan tidak secara spesifik RS Swasta X sudah cukup banyak dan
mengenai pelaksanaan IMD. ditetapkan dalam peraturan Rumah Sakit dan
ada Surat Ketetapan (SK) di bawah
Namun, bidan sebagai pelaksana IMD merasa pengawasan Kelompok POKDI ASI RS
pelatihan terkait pelaksanaan IMD sangatlah Swasta X, dimana terdiri dari dokter spesialis
penting mengingat tidak adanya SOP di RS anak, dokter umum, bidan dan perawat.
mengenai pelaksanaan IMD yang dapat Beberapa di antaranya bahkan sudah
mereka gunakan. Keterbatasan ini diakui oleh mendapatkan sertifikat teregistrasi seperti
informan terjadi karena tidak adanya anggaran IBLCC.
dana dari pihak RS, sehingga jarang sekali
tenaga kesehatan yang dikirim untuk Sedangkan di RSUD Y, konselor laktasi
mengikuti pelatihan-pelatihan dari instansi di merupakan pekerjaan rangkapan dari dokter
luar RS. Selama ini pengetahuan tenaga spesialis anak, namun tidak semua dokter
kesehatan mengenai IMD, khususnya bidan, spesialis anak merangkap sebagai konselor
hanya diperoleh dari hasil pembelajaran laktasi namun penetapan sebagai konselor
individu dan inisiatif sendiri. Hal ini seperti laktasi tidak diatur secara tertulis oleh aturan
yang diungkapkan oleh informan dalam dan kebijakan internal Rumah Sakit seperti
kutipan wawancara di bawah ini. halnya yang terjadi di RS Swasta X. Dokter
Spesialis Anak yang didaulat sebagai konselor
”Pernah, di sini biasanya sering juga dapat laktasi lebih dikarenakan beliau telah
undangan dari luar untuk seminar tentang laktasi mengikuti pelatihan dan seminar mengenai
dan IMD yah. Hanya saja kita digilir untuk hadir ASI Eksklusif yang diselenggarakan oleh
disana. Kalau sudah pernah ikut biasanya seminar Institusi Pemerintah namun tidak tersertifikasi.
atau pelatihan berikutnya dipilih lagi bidan yang
Di samping itu, beberapa konselor laktasi di
lain untuk mendampingi konselor laktasinya. Dan
biasanya kalau abis pelatihan atau seminar, kita RSUD Y diketahui belum mengikuti pelatihan
wajib buat laporan dan presentasi didepan teman- laktasi teregistrasi seperti IBLCC dikarenakan
teman hasil atau informasi yang kita dapatkan keterbatasan dana. Hal ini sejalan dengan
dari pelatihan atau seminar tersebut, jadi walau pernyataan informan dalam kutipan
wakilnya paling cuma satu atau dua dari RS, wawancara di bawah ini.
informasi selalu berputar di sini.. sumber dana
dari RS.. direksi makanya paling dipilih wakilnya ”Konselor banyak yah. Ada dari spesialis anak,
aja dan digilir.” (Informan Bidan RS Swasta X) ada dari dokter umum dan ada juga dari bidan.
Kemudian, konselor pun dibagi dua ada yang
”Kita (pelatihan) IMD tidak pernah, PMK kita tersertifikat IBLCC ada yang tidak tersertifikat
yang pernah. Kalo IMD, kita baca-baca-baca, tapi sudah mendapatkan pelatihan rutin. Totalnya
baca-baca terus kayak Al-Qur’an. PMK yang lebih dari 20 orang. Semua yang menjadi konselor
ngadain RSCM, ya elah udah lama bener, tahun laktasi dimasukkan SK Rumah Sakit jadi kita
berapa ya, udah udik banget, udah basi banget. punya aturan yang mengatur pelaksanaan tugas
Pelatihan (yang bener) yang kayak gimana sih, Konselor Laktasi dan ini bentuk dukungan dari
kadang kita tanya-tanya, kalo ibunya beresiko, Rumah Sakit” (Informan Konselor Laktasi RS
apakah layak? Kita belum tahu kondisi-kondisi Swasta X)
kayak gitu. (Selama ini) kita liat, kalo kondisinya
bagus, ya udah kita naikkin...nggak pelatihan ya ”...saya disini juga konselor merangkap sebagai
karena nggak ada dananya bu..kalau soal SOP spesialis anak, saya memang belum ikut yang
mah nggak ada karena RS sendiri belum ada tersertifikasi seperti IBLCC gitu yah..baru level
memang mengarah kelayanan IMD.” (Informan apa yah kita bilang..yah baru level Kementerian
Bidan RSUD Y) Kesehatan aja lah, kalau yang internasional
IBLCC nggak ada dananya, untuk yang Kemenkes
Keberadaan konselor laktasi tentunya juga aja kita sharing dengan RS..sebagai konselor
merupakan hal yang penting dalam mendorong laktasi lebih karena itu tadi saya sudah mengikuti
terlaksananya IMD sesaat setelah persalinan. pelatihan atau seminar mengenai ASI
Konselor laktasi bertugas memberikan eksklusif..kalau tentang SK penetapan tidak ada,
sejauh ini belum ada memang aturan RS atau SK
penyuluhan dari masa kehamilan hingga pasca
untuk konselor laktasi..ini sebagai wujud tanggung
persalinan untuk membantu ibu menyusui
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)
jawab saya saja sebagai dokter spesialis anak..” proses menyusui berlangsung sukses dan tidak
(Informan Konselor Laktasi RSUD Y) menyakitkan. Menurut Newman dan Pittman,
secara alamiah, bayi pada dasarnya tidak
memerlukan bantuan apa pun agar dapat
PEMBAHASAN mendorong pergerakannya menuju dan
melekat pada payudara ibu.18 Bayi baru lahir
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui memiliki refleks olfaktori (penciuman) dan
peran dukungan tenaga kesehatan dan visual yang mampu mengenali areola dan bau
pegawasan Rumah Sakit terhadap pelaksanaan khas payudara ibu.18 Oleh sebab itu, pada
IMD di dua RS di Jakarta. Berdasarkan hasil proses awal IMD, bayi biasanya diam, namun
penelitian, ditemukan bahwa sebagian besar waspada (alert) sehingga mereka cenderung
ibu yang berhasil IMD di RS Swasta X selama untuk tidak menangis dan siap untuk memulai
ini dibantu oleh bidan pada saat mendekatkan pengalaman baru seperti belajar menyusu.
posisi bayi ke arah puting ibu. Hal ini Newman dan Pittman menambahkan bahwa
dilakukan sesuai dengan prosedur pelaksanaan pemaksaan terhadap bayi justru hanya akan
IMD yang diwajibkan oleh pihak RS. membuat bayi kesal, marah atau langsung
Sementara ibu yang melahirkan di RSUD Y tertidur.18
tidak memperoleh informasi mengenai
pelaksanaan IMD sebelumnya oleh bidan Kesuksesan praktik IMD tidak hanya
karena ketiadaan peraturan tertulis mengenai dipengaruhi oleh kesiapan ibu, namun juga
tatalaksana IMD yang dikeluarkan oleh RS. perlu didukung oleh tenaga kesehatan. Tenaga
Padahal sampai saat ini beberapa legislasi kesehatan menduduki posisi penting dalam
terkait dengan pemberian ASI eksklusif di memberikan pengaruh, edukasi, dan dukungan
Indonesia telah dikeluarkan oleh pemerintah, terhadap praktik menyusui karena mereka
antara lain Peraturan Menteri Kesehatan No. yang menangani langsung proses persalinan
240/MENKES/PER/V/1985 tentang Pengganti ibu. Pada penelitian ini, semua tenaga
ASI,13 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. kesehatan di RS Swasta X, baik bidan, dokter
237/Menkes/SK/IV/1997 tentang Pemasaran spesialis kebidanan, dokter spesialis anak
Pengganti ASI,14 Peraturan Pemerintah No. 69 maupun konselor laktasi berkomitmen untuk
tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan,15 melaksanakan IMD pada seluruh kasus
maupun Kepmenkes RI No. kelahiran. Hal ini tentu dinilai sangat baik
450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian karena seluruh elemen RS berarti telah
ASI secara Eksklusif pada Bayi di Indonesia.16 berkomitmen dalam mendukung gerakan RS
Bahkan dalam Kepmenkes RI No. Sayang Ibu dan Bayi sebagai salah satu upaya
450/Menkes/SK/IV/2004 ditetapkan bahwa penurunan AKB di Indonesia.
tenaga kesehatan agar menginformasikan
kepada ibu mengenai anjuran ASI eksklusif Di dalam Pedoman Pelaksanaan Program
yang mengacu pada 10 Langkah Menuju Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi yang
Keberhasilan Menyusui (LMKM).16 Akan dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan telah
tetapi, sejauh ini IMD belum diakomodasi disebutkan bahwa untuk menuju RS Sayang
dalam kebijakan tersebut dan pengertian IMD Ibu dan Bayi, diperlukan adanya kebijakan
masih merujuk pada pemberian ASI segera tertulis tentang manajemen yang mendukung
dalam waktu 30 menit setelah melahirkan.17 pemberian ASI eksklusif, termasuk di
Hal ini tentu saja menyebabkan kurangnya dalamnya mengenai praktik IMD, serta upaya
penguatan kebijakan mengenai pentingnya memberdayakan kelompok pendukung ASI
IMD sehingga penerapannya di beberapa dalam menindaklanjuti pemberian ASI
fasilitas kesehatan belum sepenuhnya berjalan. eksklusif. Dengan kata lain, perlu adanya
kerjasama yang efektif antara pihak
Di sisi lain, praktik IMD sebenarnya berperan manajemen RS dengan pelaksana tenaga
penting terhadap kesuksesan ibu dalam kesehatan baik dokter, bidan, perawat maupun
menyusui. Pengalaman seorang ibu dalam kelompok penggiat ASI agar kebijakan serta
menyusui dini amat dipengaruhi oleh peristiwa pedoman pemberian ASI eksklusif dan IMD
yang berlangsung selama satu jam setelah dapat tersosialisasikan dan terimplementasikan
kelahiran bayi. Awal yang baik dalam proses dengan baik.
IMD tentu akan dapat membantu ibu agar
102
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)
Namun, dalam penelitian ini, peran tenaga sebagian besar merupakan ibu yang
kesehatan terhadap praktik IMD tidak melahirkan di RSUD Y. Hal ini disebabkan
ditunjangoleh upaya peningkatan pengetahuan oleh belum adanya persamaan pemahaman
dan keterampilan IMD melalui kegiatan tentang IMD antara tenaga kesehatan serta
pendidikan dan pelatihan. Penelitian ini belum berjalannya prosedur pelaksanaan IMD
menunjukkan bahwa pelatihan khusus yang sesuai. Minimnya koordinasi antara
mengenai praktik IMD masih belum penolong persalinan dengan konselor ASI
dilaksanakan di RSUD Y. Padahal pelatihan menyebabkan kurangnya perhatian tenaga
AsuhanP ersalinan Normal (APN), termasuk kesehatan terhadap manfaat praktik IMD
di dalamnya materi mengenai IMD, umumnya sehingga ibu yang bersalin kurang didorong
diadakan oleh RS, fasilitas pendidikan atau untuk dapat melakukan IMD.
dinas kesehatan setempat. Keterbatasan dana
yang disediakan oleh pihak RSUD Y diketahui Dukungan tenaga kesehatan pada pelaksanaan
menjadi faktor utama kurangnya tenaga IMD tentu saja bergantung pada pengetahuan
kesehatan yang dilatih. dan keterampilan mereka tentang proses IMD
itu sendiri. Keterampilan teknis yang baik
Pada dasarnya, kegiatan pendidikan dan kemudian akan mendorong sikap yang positif
pelatihan sangat diperlukan untuk di antara tenaga kesehatan untuk melakukan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan IMD.Selain itu kondisi pendidikan dan
tenaga kesehatan dalam melaksanakan pelatihan mengenai praktik IMD masih jarang
program IMD dan ASI eksklusif. Pelatihan dilakukan bagi para tenaga kesehatan di
tidak hanya berfungsi membentuk RSUD Y. Sebaliknya, pelatihan rutin terkait
keterampilan teknis tenaga kesehatan, namun IMD dan pemberian ASI sudah rutin
juga membentuk sikap positif mereka terhadap dilakukan di RS Swasta X.
pelaksanaan IMD itu sendiri sehingga dapat
mendorong dan memotivasi ibu untuk mampu
menyusui dengan benar.24 Oleh sebab itu, SARAN
keberadaan tenaga kesehatan dan konselor ASI
perlu dipertahankan dan ditingkatkan melalui Untuk mendorong adanya dukungan tenaga
kegiatan pelatihan. kesehatan terhadap pelaksanaan IMD pada
bayi baru lahir maka perlu dilakukan hal-hal
Sebagaimana disebutkan pada penelitian yang dapat membangun sikap positif tenaga
Yesie, salah satu upaya untuk memacu kesehatan. Hal tersebut di antaranya dengan
motivasi dan mendorong sikap positif tenaga meningkatkan keterampilan teknis dan
kesehatan terhadap praktik IMD adalah pengetahuan tentang IMD melalui kegiatan
dengan adanya umpan balik berupa reward pendidikan dan pelatihan yang
kepada tenaga kesehatan yang berhasil berkesinambungan dengan APN, serta
melakukan IMD maupun yang memberikan umpan balik baik sanksi maupun
menyarankan/menganjurkan ibu untuk reward bagi setiap tenaga kesehatan yang
memberikan ASI eksklusif.24 Aturan yang jelas melakukan atau tidak melakukan IMD, agar
mengatur tentang sanksi maupun reward baik tenaga kesehatan menjadi lebih serius dalam
bagi tenaga kesehatan yang melakukan atau menjalankan program tersebut. Selain itu,
tidak melakukan IMD juga perlu dibuat. kebijakan tertulis atau peraturan mengenai
Dengan demikian, tenaga kesehatan merasa pelaksanaan IMD perlu dibuat dan rutin
ada kewajiban dan senantiasa menjalankan disosialisasikan kepada seluruh petugas.
program tersebut. Penjelasan tentang manfaat dan tata laksana
IMD juga penting diberikan kepada ibu hamil
sehingga ibu-ibu tersebut nantinya akan
KESIMPULAN termotivasi untuk melakukan IMD pada
metode persalinan apapun.
Dari hasil penelitian di dua lokasi di Jakarta
yaitu RS Swasta X dan RSUD Y, ditemukan
bahwa masih ada beberapa ibu baru
melahirkan yang kurang didukung oleh tenaga
kesehatan untuk melakukan praktik IMD dan
104
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)
106
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)
LAMPIRAN
Tabel 1. Matriks Hasil Wawancara Mendalam Peran Tenaga Kesehatan Terhadap Pelaksanaan IMD di Masing-Masing Rumah Sakit
KETERANGAN KONSELOR ASI KONSELOR ASI BIDAN BIDAN OBGYN OBGYN RSUD Y
RS SWASTA X RSUD Y RS SWASTA X RSUD Y RS SWASTA X
Pelaksanaan IMD IMD di RS ini adalah IMD sangat penting Wajib dilakukan. Pasien dengan partus Wajib dilakukan. IMD penting, tapi tidak
di RS suatu kewajiban. dan nakes sangat Ada informed normal rata-rata IMD, mungkin dilakukan
Semua tenaga kesehatan setuju, namun dalam consent kecuali bayi asfiksia atau langsung segera bayi lahir.
harus menjamin pelaksanaannya belum (pernyataan yang lain. Paling lama Keterbatasan utama SC itu
terlaksananya IMD pada bisa ideal karena persetujuan). IMD dilakukan sampai 2 adalah kondisi ibu dan
semua persalinan. terbatasnya jumlah jam, namun rata-rata bayinya. Untuk SC harus
Ada informed consent SDM, sehingga yang setengah jam (sampai dipertimbangkan juga
(pernyataan dilakukan adalah selesai hatching). Jika ibu keterbatasan tempatdan
persetujuan). sebatas merasa geli, maka bayi waktu.
memperkenalkan bayi langsung diangkat. Ibu Sulit untuk melakukan
kepada ibu dan puting dengan pre-eklampsia atau IMD dalam arti
ibunya. kondisi yang lain, maka sesungguhnya saat SC.
bayinya hanya didekatkan Cukup dengan pelekatan di
ke ibu saja. ruang operasi dan
Tidak ada informed dilanjutkan di ruang
consent(pernyataan perawatan nifas atau RR.
persetujuan).
Peran Nakes Konselor laktasi, dokter IMD secara ideal Pelaksana dan Bidan mengelap bayi, Pengobservasi Belum ada peran spesifik
spesialis anak, dokter belum bisa dilakukan pendamping IMD meletakkan bayi di dada kondisi ibu pada untuk IMD.
obgyn dan bidan karena kurangnya pada persalinan ibu selama kurang lebih proses persalinan Untuk IMD dilakukan
merupakan penggerak SDM. IMD selama ini spontan maupun setengah jam (sampai dan post partum beberapa jam setelah
pelaksanaan IMD. dilakukan sebatas dengan operasi selesai hatching) untuk apakah dapat persalinan.
Peranannya adalah mengenalkan bayi saesar adalah memperkenalkan bayi melakukan IMD. Fokus utama obgyn adalah
membentuk motivasi kepada ibu dan puting dokter. dengan ibu dan puting Untuk pelaksana pada persalinan SC
dan niat untuk IMD ibunya. Bidan ibunya. Jika kondisi ibu dan pengawas IMD adalah
sejak masa kehamilan. bertanggungjawab tidak memungkinkan (pre- IMD adalah tugas tanggungjawab perawat
Penyuluhan kepada ibu dalam eklampsia, dan lain-lain) bidan anak.
hamil dilakukan secara pelaksanaan IMD maka bayi hanya pendamping. Sejauh ini IMD hanya
rutin dibawah pada ibu sesaat didekatkan saja ke ibunya. berupa pelekatan sesaat,
pengawasan konselor setelah itupun mempertimbangkan
laktasi. melahirkan pada kondisi ibu dan bayi.
Keberhasilan 10 pasien bidan.
LMKM.
107
Dukungan Tenaga Kesehatan ………… (Novianti, Anissa Rizkianti)
Tabel 2. Matriks Hasil Wawancara Mendalam Terkait Pelatihan Tenaga Kesehatan dalam Pelaksanaan IMD di Masing-Masing Rumah Sakit
108
Jurnal Kesehatan Reproduksi (ISSN 2087-703X)
Hubungan Kematangan - Vol…………
Reproduksi 7, No. 2, (2016), pp. 109-118
(Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly P. Senewe)
Relation of Reproductive Maturity and Maternal Age at Delivery with Low Birth Weight (LBW)
in Indonesia 2010
Abstract
Background: Infant Low Birth Weight (LBW) is a major factor in increased mortality, morbidity and disability
neonatal infants and children. One of biological characteristics of mothers that increases the risk of low birth
weight is young gynecological age (reproductive maturity).
Objective: This study aims to determine the relationship of reproductive maturity and maternal age at delivery
with Infant LBW.
Methods: The study design was cross-sectional with the outcome (LBW) clearly preceded by exposure
(condition during pregnancy). Sample was 1562 subjects of Riskesdas 2010 namely married with first child.
Birth weight data recorded in the health record book/KMS/KIA books. Multivariate analysis done by Cox
regression.
Result: Overall incidence of LBW was 6.1 percent. There were 11.8 percent of LBW with immaturity
reproduction and 8.4 percent in women at risk on maternal age (<20 years)). The final result of multivariate
analysis showed that women with immaturity reproduction and at risk on maternal age were 2.43 times having
low birth weight baby compared to those with maturity reproduction and safe age of childbirth, controlled by
education, iron tablet consumption, gestational age at first visit and number of ANC visits.
Conclusions: Immaturity reproduction and at risk maternal age affect the incidence of LBW in Indonesia in
2010 adjusted by education, iron tablet consumption, gestational age at first visit and the number of ANC visits.
Abstrak
Latar belakang: Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) termasuk faktor utama dalam peningkatan mortalitas,
morbiditas dan disabilitas neonatus bayi dan anak. Salah satu karakteristik biologis ibu yang memiliki peran
meningkatkan risiko BBLR adalah usia ginekologi yang muda.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kematangan reproduksi dan usia ibu saat
melahirkan dengan kejadian Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR).
Metode: Disain studi ini adalah cross-sectional dengan outcome (BBLR) jelas didahului oleh exposure (kondisi
saat hamil). Sampel penelitian adalah 1562 sampel Riskesdas 2010 yaitu wanita pernah menikah yang memiliki
anak pertama dengan data berat lahirnya dicatat dalam buku catatan kesehatan/KMS/buku KIA. Analisis
multivariat dengan cox regression.
Hasil: Penelitian menunjukkan secara keseluruhan terdapat 6,1 persen kejadian BBLR. Terdapat 11,8 persen
BBLR pada ibu dengan usia reproduksi yang belum matang dan 8,4 persen pada ibu dengan usia melahirkan
berisiko. Hasil akhir multivariat menunjukkan kombinasi usia reproduksi yang belum matang dan usia saat
melahirkan berisiko mempunyai risiko melahirkan bayi BBLR sebesar 2,43 kali dibandingkan usia reproduksi
yang matang dan usia saat melahirkan yang aman, setelah dikendalikan faktor pendidikan, konsumsi Fe, usia
kandungan saat pertama kali periksa dan frekuensi ANC.
Kesimpulan: Usia reproduksi yang belum matang dan usia ibu saat melahirkan yang berisiko mempengaruhi
kejadian BBLR setelah dikontrol faktor pendidikan, konsumsi Fe, usia kandungan saat pertama kali periksa,dan
frekuensi ANC.
Hubungan Kematangan Reproduksi ………… (Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly P. Senewe)
110
Hubungan Kematangan Reproduksi ………… (Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly P. Senewe)
112
Hubungan Kematangan Reproduksi ………… (Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly P. Senewe)
Tabel 1 menunjukkan kejadian BBLR lebih kelompok responden dengan usia melahirkan
banyak pada kelompok usia ginekologi < 2 < 20 tahun atau > 34 tahun (8,4%)
tahun (11,8%) dibandingkan pada kelompok dibandingkan pada kelompok dengan usia
dengan usia ginekologi > 2 tahun (6,1%) melahirkan 20-34 tahun (6,7%). Nilai PR=1,48
dengan nilai PR=1,93 (95% CI = 0,52-7,21). (95% CI = 0,94-2,33).
BBLR juga lebih banyak terjadi pada
BBLR PR 95% CI
Usia Ginekologi Ya Tidak
N (%) N (%)
<= 2 th 2 (11,8) 15 (88,2) 1,93 0,52 – 7,21
> 2 th 94 (6,1) 1451 (93,9)
Usia Melahirkan
< 20 th atau > 34 th 22 (8,4) 240 (91,6) 1,48 0,94 – 2,33
20-34 th 74 (6,7) 1226 (94,3)
Tabel 2 menunjukkan hasil analisis hubungan ekonomi rendah (5,8%). Nilai PR=0,88 (95%
antara beberapa variabel kovariat dengan CI = 0,59-1,29), yang berarti bahwa responden
kejadian BBLR. Kejadian BBLR sedikit lebih dengan status ekonomi tinggi mempunyai
banyak terjadi pada kelompok responden risiko lebih tinggi untuk melahirkan anak
dengan status ekonomi tinggi (6,6%) BBLR dibandingkan dengan responden
dibandingkan pada kelompok dengan status dengan status ekonomi rendah.
113
Hubungan Kematangan Reproduksi ………… (Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly P. Senewe)
Hampir tidak ada perbedaan kejadian BBLR dengan responden yang memeriksakan
pada kelompok responden dengan tingkat kandungan di tenaga kesehatan.
pendidikan rendah (6,1%) dibandingkan pada
kelompok dengan tingkat pendidikan tinggi Kejadian BBLR lebih banyak pada kelompok
(6,2%). Nilai PR = 0,98 (95% CI = 0,66-1,45), responden yang merokok (9,1%) dibandingkan
yang berarti bahwa responden dengan tingkat pada kelompok yang tidak merokok (6,1%).
pendidikan tinggi mempunyai risiko lebih Nilai PR=1,48 (95% CI = 0,21-9,72), yang
tinggi untuk melahirkan anak BBLR berarti bahwa responden yang merokok
dibandingkan dengan responden tingkat mempunyai risiko 1,48 kali untuk melahirkan
pendidikan rendah. anak BBLR dibandingkan dengan responden
yang tidak merokok.
Kejadian BBLR lebih banyak pada kelompok
responden yang mengkonsumsi Fe <90 hari Dilakukan analisis multivariat untuk membuat
(7,0%) dibandingkan pada kelompok yang model hubungan kausal antara kematangan
mengkonsumsi Fe > 90 hari (4,0%). Nilai reproduksi dan usia saat melahirkan dengan
PR=1,79 (95% CI = 1,08-2,95), yang berarti kejadian BBLR. Analisis multivariat yang
bahwa responden dengan konsumsi Fe < 90 digunakan adalah analisis cox regression
hari mempunyai risiko 1,79 kali untuk dengan model faktor risiko. Pada analisis ini
melahirkan anak BBLR dibandingkan dengan dilakukan permodelan yang mengikutsertakan
responden yang mengkonsumsi Fe > 90 hari. semua potensial konfounder. Model yang
diharapkan terbentuk adalah model yang
Kejadian BBLR hampir sama pada kelompok parsimonious yaitu model yang valid dan
responden yang pertama kali memeriksakan presisinya baik serta sederhana. Langkah-
kehamilan saat > 3 bulan (6,1%) dan pada langkah yang harus dilakukan untuk
kelompok yang pertama kali memeriksakan memperoleh model yang paling fit
kehamilan saat < 3 bulan (6,2%). Nilai (parsimonious) untuk melihat hubungan
PR=0,99 (95% CI = 0,53-1,88, yang berarti tersebut adalah melakukan pemilihan kandidat
bahwa responden yang pertama kali multivariat, pembuatan Hierachically Well
memeriksakan kehamilan saat > 3 bulan Formulated (HWF Model) dengan melakukan
mempunyai risiko yang hampir sama untuk Hierachically Backward Elimination yaitu
melahirkan anak BBLR dengan responden eliminasi interaksi yang mungkin antara
yang pertama kali memeriksakan kehamilan variabel independen utama dengan variabel
saat < 3 bulan. konfounding dan eliminasi confounder
(Kleimbaum, et. al., 1998). Kemudian
Kejadian BBLR lebih banyak pada kelompok dilakukan pengujian confounder dengan
responden yang tidak tepat dalam melakukan backward elimination procedures model
ANC (9,7%) dibandingkan pada kelompok dengan cara mengeluarkan satu per satu
yang tepat dalam melakukan ANC (5,3%). variabel kovariat dan dibandingkan dengan
Nilai PR=1,84 (95% CI = 1,21-2,78), yang perubahan nilai PR pada variabel independen
berarti bahwa responden yang tidak tepat utama dan variabel interaksi.
dalam melakukan ANC mempunyai risiko
1,84 kali untuk melahirkan anak BBLR Analisis multivariat dimulai dengan
dibandingkan dengan responden yang tepat penyeleksian variabel. Variabel yang dapat
dalam melakukan ANC. masuk dalam analisis multivariat adalah
variabel yang memiliki p-value <0,25. Khusus
Kejadian BBLR lebih banyak pada kelompok variabel independen utama yaitu kematangan
responden yang memeriksakan kandungan di reproduksi dan usia saat melahirkan apabila
tenaga kesehatan (6,2%) dibandingkan pada memiliki p-value >0,25 tetap akan dimasukkan
kelompok yang memeriksakan kandungan di ke dalam model. Berdasarkan analisis bivariat
tenaga non kesehatan (5,0%). Nilai PR=0,79 yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat 4
(95% CI = 0,33-1,91), yang berarti bahwa variabel yang akan masuk ke dalam analisis
responden yang memeriksakan kandungan di multivariat, yaitu kematangan reproduksi, usia
tenaga non kesehatan tidak lebih berisiko saat melahirkan, konsumsi Fe, dan frekuensi
untuk melahirkan anak BBLR dibandingkan ANC. Sedangkan variabel yang tidak masuk
114
Hubungan Kematangan Reproduksi ………… (Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly P. Senewe)
dalam model adalah status ekonomi, tingkat Analisis multivariat yang akan dilakukan
pendidikan, usia kandungan saat pertama adalah multivariat kematangan reproduksi
periksa, tenaga pemeriksa ANC dan merokok. dengan kejadian BBLR, multivariat usia saat
Namun berdasarkan substansi, semua variabel melahirkan dengan kejadian BBLR, dan
kovariat dimasukkan dalam analisis multivariat kombinasi kematangan reproduksi
multivariat. dan usia saat melahirkan dengan kejadian
BBLR.
Prinsip terpenting dalam pemodelan adalah
model yang valid yaitu model yang dapat Berdasarkan hasil akhir analisis multivariat
menggambarkan hubungan yang menunjukkan bahwa kombinasi kematangan
sesungguhnya antara variabel independen reproduksi < 2 tahun dan usia saat melahirkan
utama dengan variabel dependen di populasi. < 20 atau > 34 tahun mempunyai risiko untuk
Estimasi efek variabel independen terhadap melahirkan bayi BBLR sebesar 2,43 kali jika
variabel dependen yang terbaik adalah dibandingkan dengan kematangan reproduksi
estimasi efek yang telah memperhitungkan > 2 tahun dan usia saat melahirkan 20 - 34
confounder dan juga effect modifier tahun, setelah dikendalikan faktor pendidikan,
(Kleimbaum, et. al., 1998). konsumsi Fe, usia kandungan saat pertama kali
periksa,dan frekuensi ANC. Besar asosiasi
Langkah selanjutnya adalah membuat pada kelompok 4 ini spesifik untuk kelompok
pemodelan dengan HWF Model umur < 20 tahun. Hal ini terjadi karena pada
(Hierarchically Well Formulated Model). sebaran usia, responden yang memiliki
Caranya yaitu dengan memasukkan semua kematangan reproduksi < 2 tahun adalah
variabel yang ada serta variabel yang kelompok usia < 20 tahun. Sedangkan pada
mungkinkan terjadi interaksi antara variabel kelompok usia > 34 tahun tidak ditemukan
lain dengan variabel independen utama responden yang memiliki usia ginekologi < 2
sehingga menghasilkan suatu model yang tahun.
maksimum (paling lengkap). Langkah ini
dapat mengontrol semua effect modifier dan
confounder.
Tabel 3 Pemodelan Multivariat (Tahap Akhir) Usia Ginekologi dan Usia Melahirkan
Terhadap Kejadian BBLR
Adapun pada kelompok kematangan > 2 tahun dan usia saat melahirkan 20-34
reproduksi > 2 tahun dan usia saat melahirkan tahun, setelah dikendalikan faktor pendidikan,
< 20 atau > 34 tahun mempunyai risiko untuk konsumsi Fe, usia kandungan saat pertama kali
melahirkan bayi BBLR sebesar 1,33 kali jika periksa dan frekuensi ANC.
dibandingkan dengan kematangan reproduksi
115
Hubungan Kematangan Reproduksi ………… (Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly P. Senewe)
Nilai PR pada kelompok responden yang Penelitian di Banglades pada tahun 200
memiliki kematangan reproduksi < 2 tahun menemukan pada usia di bawah 18 tahun
dan usia saat melahirkan 20-34 tahun tidak berisiko terjadinya BBLR sebesar OR=1,59
teridentifikasi. Hal ini dapat terjadi karena (95% CI: 1,03-2,5) dan kurang bermakna pada
jumlah absolut kejadian BBLR pada kelompok kelompok di atas 35 tahun dengan OR=1,42
ini tidak ada (nol). (95% CI: 0,96-2,09) dibanding ibu hamil usia
19-34 tahun (Kusiako, 2000). Namun hasil
tersebut berbeda dengan penelitian Collin
(2004) pada masyarakat Chicago. Collin
PEMBAHASAN mendapatkan bahwa usia di bawah 20 tahun
Kematangan reproduksi merupakan indikator tidak bermakna sebagai faktor risiko terjadinya
derajat kematangan fisiologi wanita yang BBLR dengan OR sebesar 1,1 (95% CI: 0,6-
dihitung dari rentang waktu antara usia hamil 2,1) namun bermakna pada usia >30 tahun
pertama kali dengan usia menarche. Cut off dengan OR=2,0 (95% CI: 1,0-3,9) dibanding
point usia ginekologi dalam penelitian ini ibu hamil usia antara 20-24 tahun. Penelitian
adalah < 2 tahun yang termasuk dalam di Utah pada tahun 1970-1990 menunjukkan
kategori immature. usia 18-19 tahun memiliki peningkatan risiko
yang signifikan sama seperti pada usia 13
Dalam penelitian ini diperoleh besar hubungan sampai 17 tahun dalam risiko terjadinya
kematangan reproduksi dengan kejadian BBLR.15 Pada penelitian ini diperoleh hasil
BBLR di Indonesia tahun 2010 adalah 1,58 multivariat yang menunjukkan hubungan usia
(95% CI = 0,37-6,77) setelah dikontrol usia saat melahirkan dengan kejadian BBLR
saat melahirkan, konsumsi Fe, usia kandungan sebesar 1,30 (95% CI = 0,79-2,13) setelah
saat pertama periksa, dan frekuensi ANC. dikontrol kematangan reproduksi, konsumsi
Hasil ini sama dengan Laporan IOM (Institute Fe, dan frekuensi ANC. Secara umum, hasil
of Medicine), Amerika tahun 1990, yang ini sesuai dengan penelitian Oster (2010)
mencatat bahwa dari data terbatas yang dengan analisis data SDKI 2007 yang
tersedia menunjukkan bahwa remaja muda (< menunjukkan ibu berusia < 20 tahun atau > 34
2 tahun setelah menarche) melahirkan bayi tahun berisiko 1,36 kali melahirkan BBLR
yang lebih kecil untuk berat badan diberikan dibandingkan usia 20-34 tahun.12
daripada wanita yang lebih tua. Hasil ini juga
ditunjukkan dalam penelitian kasus pada Pada usia kurang dari 20 tahun, organ-organ
kehamilan remaja Afrika Amerika dengan reproduksi belum berfungsi sempurna, rahim
kohort retrospektif data rekam dan panggul ibu belum tumbuh mencapai
medik. Hasilnya menunjukkan orang-orang ukuran dewasa sehingga bila terjadi kehamilan
dari kematangan reproduksi rendah memiliki dan persalinan akan lebih mudah mengalami
bayi dengan berat lahir secara signifikan lebih komplikasi. Sedangkan pada usia lebih dari 35
rendah daripada rata-rata orang-orang yang tahun, terjadi penurunan kesehatan reproduktif
lebih matang. Hasil tersebut diperoleh dengan karena proses degeneratif sudah mulai muncul.
analisis regresi logistik dengan dikontrol Salah satu efek degeneratif adalah terjadi
dengan merokok, BMI saat hamil, paritas, sklerosis pembuluh darah arteri kecil dan
preeklampsia, masa kehamilan dan berat arteriola miometrium yang menyebabkan
badan saat hamil. Hal ini terjadi karena terjadi aliran darah ke endometrium tidak merata dan
kompetisi asupan ibu dengan bayi yang maksimal sehingga dapat mempengaruhi
dikandungnya. Perempuan yang hamil kurang penyaluran nutrisi dari ibu ke janin yang
dari 2 tahun setelah menarche pertama akhirnya membuat gangguan pertumbuhan
berisiko untuk mengalami kekurangan zat gizi janin dalam rahim.13,14
akibat terjadinya persaingan nutrisi antara ibu Dari penelitian ini diketahui besar
dan janin yang dikandungnya. Pada hubungan/risiko secara bersama antara
kematangan reproduksi yang muda, rahim dan kematangan reproduksi dan usia ibu saat
panggul seringkali juga belum tumbuh melahirkan. Pada responden dengan
sempurna.
kematangan reproduksi < 2 tahun dan usia ibu
saat melahirkan < 20 atau > 34 tahun memiliki
116
Hubungan Kematangan Reproduksi ………… (Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly P. Senewe)
risiko 2,43 kali untuk melahirkan bayi BBLR hubungan/risiko adalah 2,43 (95% CI = 0,65-
setelah dikontrol faktor pendidikan, konsumsi 11,59). Dimana besar hubungan ini berlaku
Fe, usia kandungan saat pertama kali untuk usia ibu saat melahirkan < 20 tahun.
periksa,dan frekuensi ANC. Besar asosiasi Besar hubungan/risiko kematangan reproduksi
pada kelompok 4 ini spesifik untuk kelompok yang muda (tanpa kontribusi usia saat
umur < 20 tahun. Secara spesifik, deskripsi melahirkan) dengan kejadian BBLR tidak
sebaran kasus BBLR lebih banyak terjadi pada dapat dievaluasi nilainya, dikarenakan terdapat
usia < 20 tahun. kematangan reproduksi < 2 angka absolut nol (0) pada subjek. Besar
tahun juga paling banyak terjadi pada usia < hubungan/risiko usia ibu saat melahirkan yang
20 tahun, serta tidak ditemukan kematangan berisiko (tanpa kontribusi kematangan
reproduksi < 2 tahun pada kelompok > 34 reproduksi) dengan kejadian BBLR adalah
tahun. Hal ini menunjukkan pada kelompok 4, 1,33 (95% CI = 0,86-2,38).
kontribusi terbesar kejadian BBLR pada
kelompok kematangan reproduksi < 2 tahun
terjadi pada wanita < 20 tahun. Sedangkan
pada kelompok usia > 34 tahun tidak SARAN
ditemukan responden yang memiliki Bagi program pemerintah, dapat lebih
kematangan reproduksi < 2 tahun. ditekankan promosi pada kelompok remaja (<
Pada kelompok kematangan reproduksi > 2 20 tahun) tentang adanya risiko yang lebih
besar jika melahirkan pada saat usia
tahun dan usia ibu saat melahirkan < 20 atau >
34 tahun berisiko melahirkan bayi BBLR ginekologi < 2 tahun. Diperlukan penelitian
adalah 1,33 setelah dikontrol faktor lanjutan dengan besar sampel yang lebih besar,
pendidikan, konsumsi Fe, usia kandungan saat sehingga diharapkan terdapat subjek penelitian
pertama kali periksa dan frekuensi ANC. pada semua kategori joint effect. Dengan
demikian besar asosiasi pada semua kategori
Nilai 95 persen CI besar asosiasi pada dapat diketahui. Dimungkinkan untuk
responden dengan kematangan reproduksi < 2 menghitung atau mencari cut off point usia
tahun dan usia ibu saat melahirkan < 20 atau > ginekologi pada perempuan di Indonesia.
34 tahun adalah 0,65-11,59. Dan pada Diperlukan penelitian lanjutan dengan fokus
kelompok usia ginekologi > 2 tahun dan usia pada usia remaja dengan menyertakan variabel
ibu saat melahirkan < 20 atau > 34 tahun faktor risiko BBLR, seperti faktor asupan gizi
adalah 0,86-2,38. Nilai interval yang ibu serta IMT sebelum hamil. Metode
dihasilkan menunjukkan adanya signifikansi pengukuran variabel outcome dengan lebih
secara statistik hasil temuan. Nilai ekstrem akurat sesuai kriteria atau batasan yang ada (1-
atas dan bawah dari interval kepercayaan 2 jam setelah kelahiran). Bagi penelitian
mununjukkan seberapa besar atau kecil efek selanjutnya, lebih diperhatikan temporality
yang sebenarnya mungkin diperoleh. Interval variabel-variabel yang diteliti, terutama pada
kepercayaan dari penelitian besar cenderung variabel kovariat seperti status ekonomi,
sangat sempit, ini menunjukkan presisi tingkat pendidikan.
penelitian tersebut mampu memperkirakan
ukuran efek yang nyata. Sebaliknya, pada
studi yang lebih kecil biasanya menghasilkan UCAPAN TERIMAKASIH
interval kepercayaan yang lebar.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada drg.
Nurhayati Prihartono, MPH, MSc, DSc yang
KESIMPULAN telah banyak memberikan masukan dalam
pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terimakasih
Dari penelitian ini diketahui bahwa juga penulis sampaikan kepada Kepala Badan
kematangan reproduksi yang muda dan usia Litbang Kesehatan yang telah mengijinkan
ibu saat melahirkan yang berisiko penulis melakukan analisis data Riset
berhubungan dengan kejadian BBLR di Kesehatan Dasar Tahun 2010.
Indonesia tahun 2010 dengan besar
117
Hubungan Kematangan Reproduksi ………… (Rofingatul Mubasyiroh, Teti Tejayanti, Felly P. Senewe)
118
Jurnal Kesehatan Reproduksi (ISSN 2087-703X) - Vol 7, No. 2, (2016), pp. 119-133
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ..................................... (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyawati)
Vol
PENGARUH STATUS KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN TERHADAP PERILAKU
IBU SELAMA KEHAMILAN DAN SETELAH KELAHIRAN
DI INDONESIA(ANALISIS DATA SDKI 2012)
Effect of Unintended Pregnancy towards Mothers’ Behaviour during Prenatal and Postnatal in
Indonesia (An Analysis of IDHS 2012)
Lisa Indrian Dini1*, Pandu Riono2 , Ning Sulistiyowati3
1
Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
2
Departemen Biostatistik dan Kependudukan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia;
3
Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Litbangkes
*E-mail: lisa.indrian@ui.ac.id/lisa.indrian87@gmail.com
Abstract
Background: The status of unintended pregnancies is an important concern as unintended pregnancy can affect
mother and infant health.
Objective: This study aimed to determine the description and influence of unintended pregnancies towards
mothers’ behaviour during prenatal and postnatal within different economic status.
Methods: An analysis of secondary data from Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) 2012 is
conducted. A sample of 11.742 respondents qualified into inclusive criteria were women aged 15-49 years who
had pregnant and gave birth to single births since January 2007 until the time of the survey. The analysis was
performed with logistic regression and stratified multivariate logistic regression.
Results: The results showed that mothers who experienced an unintended pregnancy were 1.79 more likely to
not conduct prenatal care compared to those who didn’t, and had the same opportunities of not having
behaviour of exclusive breastfeeding and not giving complete basic immunization as those who didn’t. The study
also obtained results that behaviour of obstetric care, exclusive breastfeeding and complete basic immunization
also influenced by economic status.
Conclusion: Unintended pregnancy affected behaviour of antenatal care (ANC) visit whereas exclusive
breastfeeding and complete basic imunization were not different compare to intended pregnancy. Effect
unintended pregnanvy toward materna; behavior’s mother are vary according economics status.
Keyword: unintended pregnancy, antenatal care, exclusive breastfeeding, complete basic immunization
Abstrak
Pendahuluan: Status kehamilan tidak diinginkan menjadi penting karena dapat mempengaruhi kesehatan ibu
dan bayi yang akan dilahirkannya dan kelangsungan hidupnya.
Tujuan: Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran dan pengaruh kehamilan tidak diinginkan terhadap
perilaku ibu selama kehamilan dan setelah kelahiran menurut status status ekonomi
Metode: Analisis data sekunder dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012. Sampel
sebanyak 11.742 responden yang memenuhi syarat inklusi (wanita usia 15-49 tahun pernah hamil dan
melahirkan kelahiran tunggal, masih hidup dan melahirkan sejak Januari 2007 sampai survei. Analisis dengan
regeresi logistik dan stratifikasi regresi logistik multivariat.
Hasil: Ibu yang mengalami kehamilan tidak diinginkan berpeluang tidak melakukan perawatan kehamilan 1,79
dibandingkan kehamilan diinginkan; berpeluang sama terhadap perilaku tidak memberikan ASI eksklusif dan
tidak memberikan imunisasi dasar lengkap. Hasil analisis stratifikasi menunjukkan pengaruh status kehamilan
tidak diinginkan terhadap perilaku: perawatan kehamilan; pemberian ASI eksklusif dan pemberian imunisasi
dasar lengkap yang juga dipengaruhi oleh status status ekonomi. Semakin kaya cenderung melakukan perawatan
kehamilan.
Kesimpulan: Kehamilan tidak diinginkan berpengaruh terhadap perilaku perawatan kehamilan (ANC), namun
tidak ada perbedaan bermakna pada perilaku pemberian ASI eksklusif dan pemberian imunisasi dasar lengkap.
Pengaruh status kehamilan tidak diinginkan bervariasi menurut status ekonomi.
Kata kunci : Kehamilan tidak diinginkan, perawatan kehamilan, asi eksklusif, imunisasi dasar lengkap
120
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ..................................... (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyawati)
Sedangkan wanita yang tidak menikah yang tidak diinginkan berisiko 1,39 kali untuk
mempunyai risiko 2,5 kali untuk mengalami tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap.14
kehamilan yang tidak diinginkan daripada
kehamilan yang diinginkan.10 Namun yang Ajzen dan Fishbein dalam Notoatmodjo
harus diperhatikan adalah kehamilan yang menyatakan bahwa keinginan seseorang untuk
tidak diinginkan selain mempunyai dampak berperilaku merupakan determinan utama dari
kecenderung untuk melakukan aborsi, dapat perilaku individu tersebut. Bagi ibu yang tidak
berdampak pula pada proses dan outcome dari menginginkan kehamilannya akan merasa
kehamilan itu sendiri tidak siap hamil sehingga cenderung untuk
tidak mengurus kehamilannya dengan baik,
D'Angelo, et al melaporkan bahwa kematian yang dapat berisiko pada kesehatan bayinya
ibu, aborsi, bayi berat lahir rendah, kelahiran dan perawatan bayinya setelah melahirkan.15
prematur dan kematian bayi yang tinggi
dikaitkan dengan kehamilan yang tidak Pemerintah Indonesia memberi perhatian
diinginkan.11 Laukaran.VH dan Berg.BJV terhadap status kesehatan ibu dan anak,
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara sehingga informasi tentang bagaimana
perilaku maternal dengan outcome kehamilan keinginan untuk hamil pada ibu bermanfaat
dan komplikasi persalinan. Pengaruh secara untuk berbagai tujuan, seperti memperkirakan
psikologis terhadap perilaku dari kehamilan jumlah kehamilan tidak diinginkan dan
yang tidak diinginkan salah satunya adalah selanjutnya untuk memperkirakan dampak
masalah kunjungan pemeriksaan kehamilan.12 status kehamilan terhadap perilaku ibu selama
Perawatan kehamilan yang dilakukan secara kehamilan, kelahiran, kesehatan dan
rutin bermanfaat untuk mendeteksi dan perkembangan anak yang lahir dari kehamilan
menangani secara dini beberapa masalah/ yang tidak diinginkan.16,12 Selama ini sudah
penyakit yang dapat mempengaruhi banyak penelitian dan analisis tentang
kehamilan, pertumbuhan janin dan bahkan kehamilan yang tidak diinginkan, seperti
dapat menimbulkan komplikasi kehamilan dan analisis determinan kehamilan yang tidak
persalinan yang kelak dapat mengancam diinginkan5,17 pengaruh KTD terhadap berat
kehidupan ibu dan bayi serta mempengaruhi badan bayi lahir rendah dan analisis lainnya
pertumbuhan dan perkembangan bayi yang terkait KTD.18 Penelitian ini menitik beratkan
dilahirkan. Pada penelitian D’angelo juga pada analisis dampak kehamilan tidak
menunjukkan bahwa wanita dengan kehamilan diinginkan terhadap perilaku ibu selama hamil
yang tidak diinginkan memiliki peluang 2,1 dan sesudah melahirkan dari data SDKI 2012.
kali untuk tidak memeriksakan Makalah ini bertujuan untuk mengetahui
kehamilannya.11 Penelitian lain yang dilakukan pengaruh kehamilan yang tidak diinginkan
oleh Singh. et al di India juga menunjukkan terhadap perilaku ibu baik perilaku selama
bahwa kurangnya pemanfaatan perawatan hamil dan perawatan terhadap anak, serta
kehamilan oleh wanita yang mengalami pengaruh pada stratifikasi status ekonomi
kehamilan tidak diinginkan dengan Odds Ratio
(OR) 2,32.8 Hasil penelitian Dye, et al METODE
menyatakan bahwa ibu yang mengalami Data yang digunakan pada penelitian adalah
kehamilan tidak diinginkan berpeluang 2,12 analisis data sekunder dari SDKI 2012, yang
kali untuk tidak memberikan ASI secara merupakan kerjama antara Badan Pusat
eksklusif kepada bayinya3. Sedangkan Statistis (BPS), Badan Koordinasi Keluarga
penelitian yang dilakukan pada 5 negara Berencana Nasional (BKKBN), dan
Demographic Health Suervey (DHS)) analisis Kementerian Kesehatan (Depkes). Penelitian
oleh Marston dan Cleland menemukan adanya ini menggunakan data dari SDKI 2012 yang
risiko tinggi imunisasi tidak lengkap pada satu mempunyai desain penelitian potong lintang.
tahun pertama pada kelahiran yang tidak
diinginkan di Kenya OR=1,6 95%CI: 1,12- Populasi adalah semua wanita berusia 15-49
2,28) dan Peru (OR=1,24 95%CI 1,09-1,41).13 tahun di seluruh provinsi di Indonesia. Sampel
Penelitian Kosh et.al juga menunjukkan hasil penelitian ini adalah semua wanita berusia 15-
yang sama, anak yang lahir dari kehamilan 49 tahun yang pernah hamil dan melahirkan
121
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ....................………… (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyowati)
anak terakhir saat survei dilakukan sejak menghasilkan sesuatu dalam 12 bulan terakhir
Januari 2012. selain mengurus rumah tangga. Status
Perkawinan, adalah ikatan yang diakui oleh
Kriteria inklusi pada sampel ini adalah lahir negara dan agama di antara dua orang yang
tunggal, masih hidup dan wanita yang berbeda jenis kelamin. Paritas adalah jumlah
melahirkan sejak bulan Januari 2007 sampai anak yang pernah dilahirkan. Status ekonomi
dengan survei dilakukan. Sedangkan kriteria adalah variabel proxy tingkat status ekonomi
eksklusi adalah ibu yang mempunyai anak rumah tangga yang diperoleh dari komposit
berusia < 12 bulan, ibu dan anak yang datanya aset yang dimiliki rumah tangga. Tempat
tidak lengkap. Jumlah sampel sesuai syarat tinggal, adalah penggolongan dalam sistem
inklusi yang dianalisis sebanyak 11.742 orang perstatistikan nasional bahwa setiap desa
dari 16.320 responden yang memiliki anak digolongkan sebagai daerah perkotaan atau
terakhir. perdesaan. Kriteria penggolongan ini
didasarkan dari 3 variabel yaitu kepadatan
Variabel terikat adalah variabel perawatan penduduk, persentase rumah tangga tani dan
kehamilan, perawatan persalinan, pemberian jumlah fasilitas perkotaan yang tersedia.19.
ASI eksklusif dan pemberian imunisasi dasar.
Ada tiga variabel terikat yaitu: Perawatan Analisis data dilakukan secara univariat,
Kehamilan, adalah pemeriksaan kehamilan bivariat dengan regresi logistik untuk melihat
yang dilakukan oleh ibu dengan kriteria ANC pengaruh dan analisis multivariabel dengan uji
K4 yaitu pemeriksaan kehamilan oleh tenaga regresi logistik ganda untuk melihat pengaruh
kesehatan minimal 4x kunjungan selama dan adanya stratifikasi status ekonomi.
kehamilan dengan ketentuan minimal 1 kali
trimester 1, minimal 1 pada trimester 2, dan HASIL
minimal 2 kali pada trimester 3 (1,1,2);
Pemberian ASI Eksklusif, adalah pemberian Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
air susu ibu pada bayi tanpa cairan atau adalah survei berkala yang dilaksanakan
makanan lain pada tiga hari pertama setelah secara kolaborasi antara Badan Pusat Statistik,
melahirkan; Pemberian Imunisasi Dasar, Badan Koordinasi Keluarga Berencana
adalah suatu usaha memberikan kekebalan Nasional (BKKBN) dan Kementerian
pada bayi dengan memasukkan vaksin ke Kesehatan. SDKI telah dilaksanakan sebanyak
dalam tubuh yaitu, 1x vaksin Bacillus 7 kali. Survei pertama adalah Survei
Calmette Guerin (BCG), 4x vaksin Hepatitis Prevalensi Kontrasepsi Indonesia yang
B, 3x vaksin Dipteri Pertusis dan Tetanus dilakukan pada tahun 1987, kedua sampai
(DPT), 4x vaksin polio, dan 1x vaksin kelima adalah SDKI 1991, SDKI1994, SDKI
campak sesuai dengan jadwal pemberian 1997, SDKI 2002-2003, SDKI 2007 dan
untuk mencegah penyakit tertentu. terakhir SDKI 2012. Cakupan SDKI 2012 kali
ini agak berbeda dengan SDKI 2007, yaitu
Variabel bebas adalah kehamilan tidak mencakup semua wanita usia subur (WUS)
diinginkan yaitu, kejadian kehamilan yang umur 15-49 tahun, pria kawin umur 15-54
sebenarnya tidak diharapkan pada waktu itu tahun, dan remaja pria belum kawin umur 15-
karena menginginkan kehamilan kemudian 24 tahun. SDKI merupakan bagian dari
atau sama sekali tidak ingin hamil. program Demographic and Health Surveys
(DHS) yang tersebar di seluruh dunia, yang
Variabel kovariat mencakup variabel dirancang untuk mengumpulkan data fertilitas,
karakteristik ibu meliputi umur, tingkat keluarga berencana, serta kesehatan ibu dan
pendidikan, status pekerjaan, status anak.
perkawinan, paritas, status ekonomi, dan
tempat tinggal. Umur Ibu, adalah umur Data SDKI 2012 terdiri dari data rumah tangga
responden berdasarkan ulang tahun terakhir dan data individu. Dalam analisis ini data yang
saat survei. Tingkat Pendidikan, adalah digunakan adalah file individu. Pada tahapan
tingkat pendidikan formal terakhir yang telah persiapan analisis data diperoleh hasil
dicapai responden. Status Pekerjaan adalah penapisan data yang digunakan untuk analisis
kegiatan sehari-hari responden yang yaitu 11.742 kasus ( record).
122
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ..................................... (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyawati)
Proporsi 95% CI
Variabel dan kategorinya
(%) (%)
Perawatan kehamilan
Sesuai kriteria ANC K4 75,7 74,5-76,9
Tidak sesuai kriteria ANC K4 24,3 23,1-25,5
Pemberian ASI eksklusif
Ya 37,9 36,4-39,4
Tidak 62,1 60,6-63,6
Pemberian imunisasi dasar
Lengkap 35,0 33,4-36,6
Tidak lengkap 65,0 63,4-66,6
Status kehamilan
Kehamilan diinginkan (intended pregnancy) 84,6 83,5-85,7
Kehamilan tidak diinginkan (unintended) *
- Mistime (ingin hamil nanti/tidak tepat waktu) 7,3 6,49-8,08
- Unwanted (tidak ingin sama sekali 8,1 7,22-8,88
Tingkat Pendidikan
≥ SMP 42,6 40,6-44,5
< SMP 56,0 54,1-57,9
Tidak sekolah 1,4 1,1-1,7
Status pekerjaan
Tidak bekerja 44,5 42,9-46,1
Bekerja 55,5 53,9-57,1
Status perkawinan
Kawin 96,9 96,5-97,3
Tidak kawin 3,1 2,7-3,5
Status ekonomi
Terkaya (Kuintil 5 ) 20,7 19,1-22,3
Menengah atas (Kuintil 4) 21.1 19,7-22,4
Menengah (Kuintil 3) 20,1 18,9-21,4
Menengah bawah (Kuintil 2) 19,0 17,9-20,2
Termiskin (Kuintil 1) 19,1 17,8-20,4
Tempat tinggal
Perkotaan 51,4 50,0-52-8
Perdesaan 48,6 47,2-49,9
Jumlah sampel (weighted) 11.742
‘* dalam analisis digabung sebagai kehamilan tidak diinginkan
Untuk variabel umur dan paritas dengan skala statistik sebagaimana pada Tabel 3. Umur ibu
ratio maka sebaran data diperoleh hasil rata-rata adalah 30 tahun dengan standar
123
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ....................………… (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyowati)
deviasi 6,2. Umur termuda 15 tahun dan umur dengan standar deviasi 1,3. Jumlah paritas
tertua 49 tahun serta mediannya adalah 30 paling sedikit 1 kelahiran dan yang paling
tahun. Pada variabel paritas didapatkan rata- banyak 13 kelahiran (lihat Tabel 2).
rata jumlah kelahiran ibu adalah 2 kelahiran
Analisis bivariat bertujuan untuk melihat perilaku ibu selama kehamilan dan setelah
pengaruh kehamilan tidak diinginkan terhadap kehamilan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh status kehamilan tidak diinginkan terhadap perilaku ibu selama kehamilan
dan setelah kelahiran di Indonesia, Tahun 2012
Keterangan *Adjusted : umur, tingkat pendidikan, status pekerjaan, status pernikahan, paritas, status ekonomi,
dan tempat tinggal.
Tabel 3 di atas adalah hasil analisis bivariat kehamilan tidak diinginkan mempunyai
untuk melihat pengaruh kehamilan tidak peluang yang sama dengan kehamilan
diinginkan terhadap perilaku ibu. Kolom 4 diinginkan untuk tidak memberikan ASI
(OR) dan 5 (95% CI) merupakan hasil bivariat eksklusif. Begitu juga dengan ibu yang tidak
dari variabel kovariat (umur, tingkat memberikan imunisasi dasar lengkap
pendidikan, status perkawinan, paritas, status mempunyai peluang yang sama antara
ekonomi dan tempat tinggal) yang sudah kehamilan tidak diinginkan dengan kehamilan
ajusted. Pada kehamilan yang tidak diinginkan yang diinginkan. Bila dilihat dari nilai OR1
cenderung 1,79 kali (1,50 – 2,1 kali) untuk berarti tidak ada perbedaan, maka analisis ini
tidak melakukan perawatan kehamilan sesuai dapat dianggap secara statistik tidak ada
kriteria (ANC K4) dibandingkan kehamilan hubungan antara kehamilan tidak diinginkan
yang diinginkan. Pada variabel terikat ASI terhadap pemberian ASI eksklusif dan
eksklusif dan imunisasi dasar lengkap tidak pemberian imunisasi dasar lengkap.
terdapat perbedaan yang berarti .
Analisis Stratifikasi Regresil Logistik
Hasil analisis menunjukkan bahwa ibu yang Multipel
mengalami kehamilan tidak diinginkan
Terdapat perbedaan proporsi perilaku ibu yang
mempunyai peluang untuk tidak melakukan
tidak melakukan perawatan kehamilan sesuai
perawatan kehamilan sesuai kriteria 1,79
kriteria pada kehamilan tidak diinginkan
dibandingkan ibu yang kehamilannya
dengan status ekonomi terbawah (46,9%) dan
diinginkan. Sedangkan ibu yang mengalami
proporsi perilaku ibu yang tidak melakukan
124
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ..................................... (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyawati)
perawatan kehamilan sesuai kriteria pada terdapat beberapa variabel yang secara
kehamilan tidak diinginkan dengan status literatur berhubungan dengan status kehamilan
ekonomi teratas (18,9%), artinya ibu yang tidak diinginkan terhadap perilaku ibu selama
mengalami kehamilan tidak diinginkan dengan kehamilan dan setelah kelahiran seperti
status ekonomi terbawah efeknya lebih besar variabel ketersediaan informasi/pelayanan dan
untuk tidak melakukan perawatan kehamilan akses informasi/pelayanan tidak dapat
sesuai kriteria dibandingkan ibu yang diikutsertakan. Selain itu untuk variabel
mengalami kehamilan tidak diinginkan dengan pemberian ASI eksklusif tidak ditanyakan
status ekonomi teratas (lihat Gambar 2 dan secara pasti berapa lama ibu memberikan ASI
Tabel 4). secara eksklusif, sehingga peneliti hanya
menggabungkan beberapa pertanyaan yang
Terdapat perbedaan proporsi perilaku ibu yang
berkaitan dengan definisi pemberian ASI
tidak memberikan ASI eksklusif pada
eksklusif tanpa melihat lama waktu
kehamilan tidak diinginkan dengan status
pemberian.
ekonomi terbawah (52,7%) dan proporsi
perilaku ibu yang tidak memberikan ASI Peneliti juga tidak dapat mengontrol kualitas
eksklusif pada kehamilan tidak diinginkan data sekunder hasil survei yang diperoleh dari
dengan status ekonomi terkaya (65,0%), hasil wawancara dengan responden wanita
artinya ibu yang mengalami kehamilan tidak usia 15-49 tahun yang pernah hamil dan
diinginkan dengan ekonomi teratas efeknya melahirkan anak terakhir. Pada SDKI 2012,
lebih besar untuk tidak memberikan ASI bisa saja terjadi recall bias (bias mengingat)
eksklusif dibandingkan ibu yang mengalami yaitu bias yang disebabkan karena kesalahan
kehamilan tidak diinginkan dengan status subjek dalam mengingat atau mengulang
ekonomi termiskin (lihat gambar 2 dan Tabel 4 kejadian yang berhubungan dengan variabel
pada lampiran). penelitian. Pada penelitian ini dapat terjadi
pada saat menanyakan jumlah total kunjungan
Ada perbedaan proporsi perilaku ibu yang
pemeriksaan kehamilan yang telah dilakukan
tidak memberikan imunisasi dasar lengkap
ibu pada saat hamil. Selain itu, recall bias juga
pada kehamilan tidak diinginkan dengan status
dapat terjadi pada saat menanyakan tentang
ekonomi terbawah (78,7%) dan proporsi
pemberian ASI eksklusif, dimana pertanyaan
perilaku ibu yang tidak memberikan imunisasi
yang ditanyakan berkaitan dengan pemberian
dasar lengkap pada kehamilan tidak diinginkan
minum selain ASI dalam 3 hari pertama saat
dengan status ekonomi terkaya (kuintil 5)
melahirkan sebelum air susu ibu keluar. Hal
(60,5%), artinya ibu yang mengalami
yang sama juga dapat terjadi pada variabel
kehamilan tidak diinginkan dengan status
pemberian imunisasi dasar untuk kasus yang
ekonomi termiskin (kuintil 1) efeknya lebih
tidak dapat menunjukkan catatan, dimana bayi
besar untuk tidak memberikan imunisasi dasar
yang tidak mempunyai catatan imunisasi,
lengkap dibandingkan ibu yang mengalami
peneliti tidak mengetahui secara pasti apakah
kehamilan tidak diinginkan dengan status
bayi tersebut benar-benar diberikan imunisasi
ekonomi teratas (lihat Gambar 4
secara lengkap atau tidak berdasarkan jawaban
PEMBAHASAN ibu.
Keterbatasan Penelitian Gambaran Status Kehamilan
Di dalam penelitian ini, terdapat beberapa Dalam penelitian ini, kehamilan dibagi
keterbatasan yaitu keterbatasan dari sisi menjadi 2 (tiga) yaitu kehamilan diinginkan
variabel dan keterbatasan dari sisi kontrol dan kehamilan tidak diinginkan. Pada
kualitas yang dihadapi peneliti. Data yang kehamilan yang tidak diinginkan terdapat dua
digunakan dalam penelitian ini adalah data kondisi yaitu kehamilan tidak tepat waktu
sekunder SDKI tahun 2012, sehingga variabel (belum menginginkan saat itu) dan tidak
yang digunakan dalam penelitian ini terbatas menginginkan sama sekali. Hasil penelitian ini
pada variabel yang ada dalam SDKI. Variabel menemukan proporsi ibu yang mengalami
yang didapat disesuaikan dengan data yang kehamilan tidak diinginkan (KTD) ada
ada karena tidak semua data yang tersedia sebanyak 15,4 persen. Perilaku ibu hamil
sesuai dengan keinginan peneliti, sehingga sangat berperan dalam perilaku perawatan
125
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ....................………… (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyowati)
kehamilan dan perawatan bayinya. Masalah rendah dan mendorong melakukan aborsi yang
psikososial dapat berdampak pada tidak aman.22
perkembangan janin, kesehatan ibu dan
Pengaruh Status Kehamilan Tidak
perawatan bayi hingga balita.
Diinginkan Terhadap Perilaku Perawatan
Pada penelitian Berliana dengan data SDKI Maternal
2007 menemukan proporsi KTD yang tidak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang
begitu jauh berbeda dengan hasil penelitian
mengalami kehamilan tidak diinginkan
ini, mencatat proporsi kehamilan tidak
mempunyai peluang untuk tidak melakukan
diinginkan sebanyak 19 persen.20 Sedangkan
perawatan kehamilan sesuai kriteria 1,79
menurut Nucahyani dengan data Riskesdas
dibandingkan ibu yang kehamilannya
2010 didapatkan proporsi ibu yang mengalami
diinginkan. Hasil penelitian ini tidak jauh
kehamilan tidak diinginkan (unwanted) ada
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
sebanyak 8,5 persen.18 Hasil ini terlihat
Anggraini menggunakan data SDKI 2012, ibu
berbeda karena dalam penelitian ini untuk
yang mengalami kehamilan tidak diinginkan
kategori kehamilan tidak tepat waktu
memiliki odds untuk tidak memeriksakan
(mistimed) dan kehamilan tidak diinginkan
kehamilan secara lengkap 1,4 dibandingkan
(unwanted) digabung menjadi satu kategori.
kehamilan yang diinginkan. 23
Penggabungan kedua kategori ini
dimaksudkan untuk memperoleh ukuran Hasil penelitian ini juga serupa dengan hasil
sampel yang cukup untuk kategori kehamilan penelitian Hambert menunjukkan bahwa
tidak diinginkan mengingat jumlah variabel wanita yang mengalami kehamilan tidak
yang digunakan cukup banyak. diinginkan 2,1 kali lebih besar untuk tidak
memanfaatkan pelayanan antenatal secara
Salah satu penyebab kehamilan tidak
maksimal.24 Namun berbeda dengan hasil
diinginkan menurut Perkumpulan Keluarga
penelitian Tosson pada wanita Saudi Arabia,
Berncana Indonesia (PKBI) adalah kegagalan
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
kontrasepsi, hasil penelitian menemukan
jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan
bahwa sedikitnya 8 juta kasus pertahunnya
pada wanita yang kehamilannya direncanakan
terjadi akibat kegagalan metode kontrasepsi
dengan wanita yang kehamilannya tidak
yang digunakan.21 Sedangkan menurut WHO
direncanakan, sehingga dapat disimpulkan
alasan untuk tidak menginginkan kehamilan
tidak ada terdapat hubungan antara status
adalah perkosaan, kurang pengetahuan yang
kehamilan dengan pemeriksaan kehamilan. 16
memadai tentang kontrasepsi, terlalu banyak
anak, alasan kesehatan, janin cacat, usia muda Menurut Kost, wanita dengan kehamilan tidak
atau belum siap menikah, pasangan tidak diinginkan memiliki kecenderungan untuk
bertanggung jawab atau hubungan dengan tidak mengenali tanda-tanda awal kehamilan
pasangan belum mantap, terikat kontrak kerja, dibandingkan wanita dengan kehamilan yang
suami tidak mau menggunakan kondom, usia diinginkan, yang menyebabkan mereka tidak
sudah tua dan jumlah anak sudah cukup, tidak melakukan pemeriksaan sejak awal
boleh hamil karena sudah tiga kali operasi kehamilan.14
caesar, suami tidak menerima kehamilan, gaji Wanita dengan kehamilan tidak diinginkan
kecil, dan tidak sanggup menanggung anak lebih sedikit untuk termotivasi dalam mencari
tambahan. Kehamilan tidak diinginkan saat informasi mengenai kesehatan kehamilan, oleh
ini, menimbulkan isu kesehatan masyarakat karena itu dapat mendorong perilaku yang
yang krusial dalam pembangunan kesehatan tidak sehat karena mereka tidak peduli pada
karena mempunyai kerugian dalam efek risiko yang akan terjadi. Penelitian
kesehatan, sosial dan ekonomi secara luas, sebelumnya diketahui ibu dengan kehamilan
tidak hanya kesehatan ibu dan anak saja. Ibu tidak diinginkan lebih sedikit dalam
yang mengalami KTD kemungkinan kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan, tidak
untuk mencari dan memanfaatkan pelayanan cukup nutrisi, serta stres dan depresi. 8,25
prenatal dan antenatal dibandingkan ibu yang
menginginkan kehamilannya. Dan kehamilan Hasil analisis stratifikasi menunjukkan ada
yang tidak direncanakan juga kemungkinan beda efek kehamilan tidak diinginkan terhadap
lebih tinggi melahirkan bayi dengan berat lahir perilaku perawatan kehamilan pada berbagai
126
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ..................................... (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyawati)
status ekonomi setelah dikontrol oleh variabel ibu yang mengalami kehamilan tidak
umur, tingkat pendidikan, status pekerjaan, diinginkan mengalami perubahan perilaku
status perkawinan, paritas, dan tempat tinggal. setelah kelahiran bayinya, meskipun awalnya
Ibu yang mengalami kehamilan tidak terdapat perasaan menolak, merasa takut dan
diinginkan dengan status ekonomi termiskin cemas atau ketakutan terhadap kehamilan dan
efeknya lebih besar untuk tidak melakukan persalinan. Menurut Rubin di dalam Nengah,
perawatan kehamilan sesuai kriteria menyatakan jika ibu dari wanita yang
dibandingkan ibu yang mengalami kehamilan mengalami kehamilan tidak diinginkan terlihat
tidak diinginkan dengan status ekonomi tidak senang terhadap kehamilan tersebut,
terkaya. wanita itu akan merasa sangsi terhadap dirinya
dan tidak akan peduli dengan bayinya, bahkan
Perawatan kehamilan merupakan awal dari
dapat memberikannya kepada orang lain.
continuum of care atau perawatan
Sebaliknya, jika ibu menghargai dan
keberlanjutan dari sejak ibu hamil sampai
memberikan dukungan, wanita tersebut akan
masa nifas dan dilanjutkan dengan bayi baru
lebih percaya diri dan lebih merawat bayi yang
lahir sampai usia balita.26 Saat seorang ibu
akan dilahirkannya.1
hamil kontak dengan tenaga kesehatan
merupakan peluang bagi tenaga kesehatan Hal ini juga sesuai dengan penelitian Ida,
memberikan edukasi agar ibu hamil menunjukkan bahwa dukungan keluarga
mempunyai pengetahuan yang baik akan terutama dari ibu dan ibu mertua merupakan
pentingnya perawatan kesehatan sejak masa orang yang berperan penting dalam
hamil sampai masa nifas serta memberikan pengasuhan anak dari mulai lahir hingga
pemahaman tentang pentingnya rangkaian bahkan sampai dewasa. Ibu dan ibu mertua
perawatan dan akses bayinya sampai balita yang sudah dianggap berpengalaman dalam
terhadap pelayanan kesehatan. pengasuhan anak termasuk dalam hal
menyusui akan menjadi acuan dalam
Pengaruh Status Kehamilan Tidak
pemberian ASI ke bayi. Adanya dukungan dari
Diinginkan Terhadap Perilaku Pemberian
keluarga membuat ibu lebih termotivasi untuk
ASI Eksklusif
memberikan ASI eksklusif.13
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang
Hasil analisis stratifikasi menunjukkanada
mengalami kehamilan tidak diinginkan
beda efek kehamilantidak diinginkan terhadap
mempunyai peluang yang sama dengan
perilaku pemberian ASI eksklusif pada
kehamilan diinginkan untuk tidak memberikan
berbagai status ekonomi setelah dikontrol oleh
ASI eksklusif. Bila dilihat dari nilai rasio odds
variabel umur, tingkat pendidikan, status
1 berarti tidak ada perbedaan, maka analisis ini
pekerjaan, status perkawinan, paritas, dan
dapat dianggap secara statistik tidak ada
tempat tinggal. Ibu yang mengalami
pengaruh antara kehamilan tidak diinginkan
kehamilan tidak diinginkan dengan status
dengan pemberian ASI eksklusif.Hasil
ekonomi tinggi efeknya lebih besar untuk
penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian
tidak memberikan ASI eksklusif dibandingkan
Aprianda menggunakan data Riskesda 2010,
ibu yang mengalami kehamilan tidak
menunjukkan bahwa ada hubungan antara
diinginkan dengan status ekonomi rendah.
kehamilan tidak diinginkan terhadap
pemberian ASI eksklusif.27 Begitu juga Pengaruh Status Kehamilan Tidak
dengan hasil penelitian Dye, menunjukkan Diinginkan Terhadap Perilaku Pemberian
bahwa wanita dengan kehamilan tidak Imunisasi Dasar
diinginkan berpeluang 1,41 untuk tidak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang
memberikan ASI eksklusif dibandingkan
mengalami kehamilan tidak diinginkan
kehamilan diinginkan.25 Hasil penelitian
mempunyai peluang yang sama dengan
Pulley juga menunjukkan bahwa proporsi
kehamilan diinginkan untuk tidak memberikan
wanita yang menyusui lebih besar pada
imunisasi dasar lengkap kepada bayinya. Bila
kehamilan diinginkan (61%) dibandingkan
dilihat dari nilai rasio odds 1 berarti tidak ada
kehamilan yang tidak diinginkan (39,1%).28
perbedaan, maka analisis ini dapat dianggap
Hal ini kemungkinan dikarenakan adanya rasa secara statistik tidak ada pengaruh kehamilan
dicintai dan dukungan dari keluarga sehingga tidak diinginkan atau sedikit sekali
127
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ....................………… (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyowati)
128
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ..................................... (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyawati)
Pemberian imunisasi dasar lengkap juga kesehatan dan memperhatikan faktor gizi ibu
menjadi gambaran continuum of care dan janin /bayi. Hasil penelitian ini diharapkan
kesehatan kepada bayi hingga usia baduta. dapat memberi masukan untuk peningkatan
Variabel imunisasi dasar memberi gambaran program 1000 HPK dan keberlangsungan
berbagai jenis imunisasi dasar yang pelayanan kesehatan ibu anak.
seharusnya diterima oleh seorang bayi baru
lahir hingga usia dua tahun. Imunisasi Hasil analisis ini menimbulkan pemikiran akan
merupakan upaya pelayanan kesehatan untuk pentingnya penjaringan ibu hamil dan
mencegah penyakit yang banyak menyerang identifikasi status kehamilan tidak diinginkan
bayi dan anak dan merupakan penyakit sebagai dasar memberikan pemahaman dan
penyebab kematian bayi dan balita seperti kesadaran untuk berperilaku positif melakukan
tuberkulosis, maupun kecacatan seperti polio. perawatan dan pemeriksaan sejak masa
kehamilan sampai masa nifas dan perawatan
Program 1000 hari pertama kehidupan (HPK) bayi baru lahir sampai balita.
adalah upaya untuk memastikan bahwa janin
sejak dari paska konsepsi sampai usia dua KESIMPULAN
tahun mendapatkan asupan yang baik dengan
gizi yang adequate agar mencetak sumber Status kehamilan yang tidak diinginkan masih
daya berdaya saing tinggi. Sejak masa cukup tinggi. Kehamilan yang tidak
kehamilan janin harus mendapat asupan yang diinginkan ini dapat mempengaruhi perilaku
baik karena pada periode trimester pertama ibu untuk tidak melakukan ataupun kalau
merupakan periode proses pembentukan otak melakukan tidak maksimal, kunjungan
sehingga kebutuhan nutrisi yang terpenuhi perawatan antenatal, persalinan, nifas, dan
dengan baik akan mendukung perkembangan bayi, karena ibu yang KTD pada umumnya
otak janin yang baik. Demikian pula pada saat berharap kehamilannya tidak akan berlanjut.
janin telah lahir memerlukan ASI eksklusif Karakteristik ibu KTD pada umumnya dalam
sebagai nutrisi terbaik untuk bayi selama 6 tataran variable penghambat seperti
bulan dan menjadi nutrisi yang tetap baik pendidikan rendah, tidak bekerja, dan tinggal
sampai usia dua tahun. Pada kondisi ibu di perdesaan. Hanya dari sisi status ekonomi
dengan status kehamilan yang tidak diinginkan (kuintail) tidak ada perbedaan proporsi yang
berdasarkan uraian berbagai hasil penelitian di berarti antar kuintailnya.
atas secara psikologi ibu cenderung kurang
Status kehamilan tidak diinginkan mempunyai
memperhatikan kehamilannya. Hal ini juga
pengaruh terhadap perilaku perawatan
terlihat dari aspek pemberian ASI Eksklusif
kehamilan yang tidak sesuai dengan kriteria
menunjukkan ada pengaruh status kehamilan
(OR=1,79). Status kehamilan tidak diinginkan
tidak diinginkan dengan pemberian ASI
mempunyai peluang yang sama dengan
Eksklusif.
kehamilan diinginkan untuk tidak memberikan
Hal yang juga tidak kalah penting adalah ASI eksklusif dan imunisasi dasar lengkap.
mencegah terjadinya kehamilan yang tidak Pengaruh status kehamilan tdak diinginkan
diinginkan melalui program Keluarga terhadap perilaku ibu selama kehamilan dan
Berencana (KB) agar setiap kehamilan sudah setelah kelahiran juga dipengaruhi oleh status
direncanakan dengan baik dan bila terjadi ekonomi. Makin miskin cenderung makin
suatu kehamilan yang tidak diinginkan dapat tidak melakukan ANC dan imunisasi dasar
diberikan edukasi agar perilaku yang tidak lengkap. makin kaya cenderung tidak
mendukung peningkatan kesehatan ibu dan memberikan ASI Eksklusif.
anak dapat diminimalisir. Untuk itu hasil
SARAN
penelitian ini penting bagi pelaksana pemberi
layanan kesehatan ibu hamil bahwa 1. Pentingnya mencegah kehamilan tidak
identifikasi status kehamilan apakah diinginkan terutama pada masyarakat status
diinginkan atau tidak dapat menjadi bahan ekonomi rendah untuk meningkatkan
untuk memberikan edukasi lebih kepada ibu kesehatan ibu dan bayi melalui promosi
hamil tentang pentingnya pemeriksaan kesehatan.
129
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ...................................... (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyawati)
2. Penjaringan kasus ibu hamil dengan status 6. Yuarsi SE. Perempuan yang Terpuruk.
kehamilan yang tidak diinginkan perlu Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan
dilakukan dengan bantuan kader agar mau ibu Universitas. Yogyakarta.: Gajah Mada;
melakukan pemeriksaan kehamilan sehingga 2005.
petugas kesehatan dapat memberikan edukasi 7. World Health Organization. WHO,
untuk mencegah perilaku yang tidak Global and Regional Estimates of
mendukung program kesehatan ibu dan anak. Incidence of Unsaf abortion and
3. Identifikasi status kehamilan diinginkan associated mortality [Internet]. Vol. 6.
atau tidak diinginkan agar menjadi prosedur Geneva: World Health Organization;
umum saat pemberi pelayanan kesehatan ibu 2008. 1-55 p. Available from:
hamil sehingga pemberian edukasi dapat http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/4
dilakukan sejak dini sehingga program 1000 4529/1/9789241501118_eng.pdf
pertama kehidupan dapat terlaksana dengan 8. Singh S, Sedgh G, Hussain R. Unintended
baik oleh setiap ibu hamil. pregnancy: worldwide levels, trends, and
outcomes. Stud Fam Plann. Wiley Online
UCAPAN TERIMAKASIH
Library; 2010;41(4):241–50.
Ucapan terima kasih dapat ditujukan pada semua pihak 9. Abdallah IM, Fatouh E, Mone A, Abd M,
yang telah membantu bila memang ada dan harus Sabour E. Determinants and Outcomes of
diterangkan sejelas mungkin, termasuk pihak yang Unintended Pregnancy among Women in
berperan sebagai sumber dana pelaksanaan penelitian. Helwan District. 2011;7(11).
DAFTAR PUSTAKA 10. Gipson JD, Koenig MA, Hindin MJ. The
effects of unintended pregnancy on infant,
1. Susanti NN. Psikologi kehamilan:
child, and parental health: a review of the
Kehamilan -- Aspek psikologi. BCG;
literature. Stud Fam Plann [Internet].
2008.
Wiley Online Library; 2008;39(1):18–38.
2. Mellyana H. Panduan Menjalani Available from:
Kehamilan Sehat. Jakarta: Swara Puspa; http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.111
2007. 1/j.1728-4465.2008.00148.x/abstract
3. Sedgh G, Singh S, Hussain R. Intended 11. D’Angelo D V, Gilbert BC, Rochat RW,
and unintended pregnancies worldwide in Santelli JS, Herold JM. Differences
2012 and recent trends. Stud Fam Plann between mistimed and unwanted
[Internet]. Wiley Online Library; pregnancies among women who have live
2014;45(3):301–14. Available from: births. Perspect Sex Reprod Health
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles [Internet]. Wiley Online Library;
/PMC4727534/ 2004;36(5):192–7. Available from:
4. Badan Pusat Statistik, Badan http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.136
Kependudukan dan Keluarga Berencana 3/3619204/abstract
(BKKBN), Kementerian Kesehatan, 12. Laukaran VH, van den Berg BJ. The
2012. Survei Demogr dan Kesehat relationship of maternal attitude to
Indones 2012 [Internet]. 2013; Available pregnancy outcomes and obstetric
from: complications. Am J Obstet Gynecol
http://dhsprogram.com/publications/publi [Internet]. Elsevier; 1980 Feb 1 [cited
cation-FR275-DHS-Final-Reports.cfm 2016 Aug 21];136(3):374–9. Available
5. Saptarini I, Suparmi S. DETERMINAN from:
KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN http://www.ajog.org/article/00029378809
DI INDONESIA (ANALISIS DATA 08649/fulltext
SEKUNDER RISKESDAS 2013). J 13. Marston C, Cleland J. Do unintended
Kesehat Reproduksi [Internet]. 2016;7(1 pregnancies carried to term lead to
Apr):15–24. Available from: adverse outcomes for mother and child?
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index. An assessment in five developing
php/kespro/article/view/5096 countries. Popul Stud (NY) [Internet].
130
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ..................................... (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyawati)
131
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ...................................... (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyawati)
Lampiran
Tabel 4 Pengaruh status kehamilan tidak diinginkan terhadap perilaku ibu selama kehamilan dan setelah kelahiran dilihat dari
status ekonomi di Indoneisa, tahun 2012
Status Ekonomi
Kuintil 5 Kuintil 4 Kuintil 3 Kuintil 2 Kuintil 1
Beda proporsi
Beda proporsi
Beda proporsi
Variabel
Unintended
Unintended
Unintended
Unintended
Unintended
Intended
Intended
Intended
Intended
Intended
terikat
Tidak melakukan
perawatan
9,3 18,0 8,7 2,2 14,5 30,3 15,8 2,5 19,1 39,1 20,0 2,8 26,7 40,7 14,0 1,9 42,8 56,1 13,3 1,7
kehamilan sesuai
kriteria
Tidak memberikan
ASI eksklusif 69,6 65,0 4,9 0,8 63,6 60,5 3,1 0,8 65,2 63,8 1,4 0,9 60,3 55,9 4,4 0,8 53,1 52,7 0,4 1,0
Tidak memberikan
imunisasi dasar 56,1 60,5 4,4 1,2 61,5 70,9 9,4 1,5 61,8 64,2 2,4 1,1 66,0 71,3 5,3 1,3 76,9 78,7 1,8 1,1
lengkap
132
Pengaruh Status Kehamilan Tidak Diinginkan ..................................... (Lisa Indrian Dini, Pandu Riono, Ning Sulistiyawati)
Gambar 2a. Pengaruh status kehamilan tidak Gambar 2b. Pengaruh status kehamilan tidak Gambar 2c. Pengaruh status kehamilan tidak
diinginkan terhadap perilaku perawatan diinginkan terhadap perilaku pemberian diinginkan terhadap perilaku pemberian
kehamilan berdasarkan status ekonomi ASI eksklusif berdasarkan status ekonomi imunisasi dasar lengkap berdasarkan status
ekonomi
133
Jurnal Kesehatan Reproduksi (ISSN 2087-703X) - Vol 7, No. 2, (2016), pp. 135-144
135-133
Hubungan Kesinambungan Pemanfaatan ................... (Dwi Siska Kumala Putri, Nur Handayani Utama, Olwin Nainggolan)
Vol
HUBUNGAN KESINAMBUNGAN PEMANFAATAN PELAYANAN KESEHATAN
MATERNAL DENGAN PEMBERIAN IMUNISASI LENGKAP DI INDONESIA
Association Between The Sustainability Utilization Of Maternal Health Care And
Immunization Completeness In Indonesia
Dwi Sisca Kumala Putri*, Nur Handayani Utami, Olwin Nainggolan
*Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat, Balitbangkes
Email: dwi.sisca82@yahoo.com
Abstract
Background: Morbidity and mortality due to infections in infants and children can be reduced by
immunization program. Some studies indicate that sustainability utilization of maternal health care will
improve maternal health and the quality of child care including immunization.
Objective: The aim of the analysis is to determine the relationship between sustainability utilization of
maternal health services with complete immunization of children aged 12-23 months in Indonesia.
Methods: The samples in this analysis were children aged 12 -23 months from mothers aged 10-54 years
taken from Baseline Health Research Data 2013 who has history of immunization recorded on KMS /KIA /
infant health records. The main independent variable was the sustainability utilization of maternal health
services. The dependent variable is the immunization status. Logistic regression analysis was performed by
calculating odds ratios and 95% Confidence Interval.
Result: The analysis showed that pregnant women who were not sustainably utilize maternal health
services were 1.58 times more likely to not provide complete immunization to their children compare to
women who continuously utilized maternal health services adjusted by economic status and number of
children in family.
Conclusion: The sustainability utilization of maternal health care significantly related with complete
immunization of children aged 12 – 23 months in Indonesia.
Abstrak
Latar Belakang: Upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian karena infeksi pada bayi dan
anak dapat dilakukan dengan program imunisasi. Beberapa studi menunjukkan bahwa kesinambungan
pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal akan meningkatkan derajat kesehatan ibu serta kualitas
perawatan anak termasuk didalamnya imunisasi.
Tujuan: Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesinambungan pemanfaatan pelayanan
kesehatan maternal dengan pemberian imunisasi lengkap anak umur 12 – 23 bulan di Indonesia.
Metodologi: Data yang digunakan di dalam analisis ini ialah data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013.
Sampel di dalam analisis ini ialah anak umur 12 – 23 tahun dari ibu umur 10 – 54 tahun yang memiliki
riwayat imunisasi yang tercatat pada buku KMS/KIA/catatan kesehatan bayi. Variabel independen utama
ialah kesinambungan pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal. Variabel dependen ialah status imunisasi
dasar lengkap.Analisis regresi logistik dilakukan dengan perhitungan odds ratio dan 95% Confidence
Interval.
Hasil: Hasil analisis menunjukkan bahwa ibu hamil yang tidak berkesinambungan memanfaatkan
pelayanan kesehatan maternal, memiliki kecenderungan 1,58 kali untuk tidak memberikan imunisasi
lengkap kepada anaknya dibandingkan dengan ibu hamil yang berkesinambungan memanfaatkan
pelayanan kesehatan maternal.
Kesimpulan: Kesinambungan pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal berhubungan signifikan dengan
pemberian imunisasi lengkap anak umur 12 – 23 bulan di Indonesia.
136
Hubungan Kesinambungan Pemanfaatan ................... (Dwi Siska Kumala Putri, Nur Handayani Utama, Olwin Nainggolan)
umum, dan bidan). Namun ibu yang mendapat Kabupaten/Kota di Indonesia pada periode
pelayanan nifas lengkap (KF 1 - KF 3) hanya bulan Mei sampai dengan Juni 2013
sebesar 32,1 persen.8 dengan 294.959 rumah tangga yang
Sejauh ini target Universal Child Imunization
berhasil dikunjungi.
(UCI) menurut hasil Riskedas 2013 belum Sampel pada analisis ini ialah anak umur 12 –
tercapai sehingga informasi terkait dengan 23 bulan dari ibu usia 10-54 tahun, dengan
upaya peningkatan cakupan imunisasi dasar kriteria inklusi (1) memiliki riwayat imunisasi
lengkap diperlukan untuk masukan program. yang tercatat pada buku KMS/KIA/catatan
Selama ini gambaran cakupan pelayanan kesehatan bayi; (2) tersedia data riwayat
kesehatan ibu dan anak disajikan secara pemeriksaan kehamilan, persalinan, dan nifas.
terpisah dengan mensandingkan berbagai Pada analisis ini diperoleh anak dan ibu yang
indikator program kesehatan ibu dan anak. memenuhi kriteria inklusi sebanyak 14.377
Pada Riskesdas 2013 terdapat rangkaian orang.
pertanyaan yang memungkinkan untuk
menghubungan antara informasi ibu dan anak Variabel bebas utama ialah pemanfaatan
sehingga menjadi satu rangkaian riwayat pelayanan kesehatan maternal, yang dibagi
seorang anak sejak dalam kandungan hingga menjadi tiga kategori, yaitu
usia 12-23 bulan. Tim peneliti tertarik untuk berkesinambungan, tidak berkesinambungan,
melihat sejauh mana hubungan antara dan tidak periksa kehamilan sama sekali.
perawatan kesehatan maternal dan pemberian Definisi operasional berkesinambungan ialah
imunisasi dasar dengan pendekatan continuum pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal
of care tersebut di atas. Data Riskesdas juga secara berkelanjutan sejak masa hamil
mempunyai informasi faktor-faktor lainnya melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4
sehingga dapat memperkaya informasi dan kali /K4 (minimal 1 kali pada trimester
analisis yang dilakukan. Tujuan dari analisis pertama, minimal 1 kali pada trimester kedua,
ini ialah untuk menilai hubungan antara dan minimal 2 kali pada trimester ke-3),
pelayanan kesehatan maternal secara dilanjutkan dengan persalinan yang ditolong
berkesinambungan dengan pemberian oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan,
imunisasi lengkap anak balita dengan serta kunjungan nifas (KF1 KF2- KF3)
mempertimbangkan faktor lain, seperti lengkap. Definisi kategori tidak
wilayah, status sosial (pendidikan, pekerjaan) berkesinambungan adalah ibu tidak melakukan
dan ekonomi, ketersediaan fasilitas pelayanan antenatal care secara kontinu atau melakukan
kesehatan dan lain – lain. persalinan tidak ditolong oleh tenaga
kesehatan atau tidak melakukan kunjungan
METODE nifas (KF1 – KF3) secara lengkap. Sedangkan
Sumber data yang digunakan pada analisis ini kategori tidak periksa sama sekali ialah ibu
ialah data Riskesdas tahun 2013. Riskesdas tidak melakukan kunjungan ANC sama sekali
merupakan sebuah survei kesehatan berskala selama kehamilan.
nasional dengan desain potong lintang dan Variabel terikat ialah status imunisasi dasar
dirancang untuk estimasi Kabupaten/Kota. lengkap. Imunisasi dasar lengkap adalah
Sampling Riskesdas 2013 ialah penarikan pemberian vaksin yang diterima oleh anak
sampel tiga tahap berstrata. Tahap pertama terdiri dari HB-0, BCG, DPT-HB Combo 1 -
memilih Primary Sampling Unit (PSU) dari 3, Polio 1- 4, dan campak. Status imunisasi
PSU terpilih secara sistematik pada setiap anak dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
Kabupaten/Kota sesuai alokasi domain. Tahap imunisasi lengkap dan tidak lengkap.
kedua, dari PSU terpilih, dipilih 2 Blok Sensus
(BS) secara Probability Proportional to Size Variabel perancu di dalam analisis ini antara
(PPS). Tahap ketiga, dipilih 25 Bangunan lain, umur ibu, wilayah, status sosial ekonomi
Sensus secara sistematik berdasarkan data (pekerjaan, pendidikan, status ekonomi),
bangunan sensus hasil SP2010-C1 di jumlah anak di dalam keluarga, jumlah balita
setiap BS. Kegiatan pengumpulan data di dalam keluarga, ketersediaan fasilitas
Riskesdas 2013 dilaksanakan di semua kesehatan, dan urutan kehamilan. Umur ibu
137
Hubungan Kesinambungan Pemanfaatan ................... (Dwi Siska Kumala Putri, Nur Handayani Utama, Olwin Nainggolan)
dibagi dua kategori, yaitu umur 20 sampai dianalisis dengan menggunakan analisis
dengan 35 tahun serta 19 tahun atau kurang regresi logistik dengan perhitungan odds ratio
dan 36 tahun atau lebih. dan 95% Confidence Interval. Analisis regresi
logistik dengan perhitungan odds ratio
Tipe tempat tinggal dibagi dalam dua digunakan dengan pertimbangan variabel
kategori perkotaan dan perdesaan. Status dependen pada analisis ini merupakan data
ekonomi diperoleh dari komposit variabel aset kategori yang bersifat dikotom.
yang dimiliki rumah tangga dan dibagi dalam
kuintil. Dalam analisis ini status ekonomi HASIL
dibagi menjadi tiga kategori, yaitu bawah
(kuintil 1 dan 2), sedang (kuintil 3), dan atas Analisis ini mencakup riwayat pelayanan
(kuintil 4 dan 5). Variabel pekerjaan ibu kesehatan ibu selama hamil yang merupakan
dibagi menjadi dua kategori, yaitu bekerja dan riwayat dari anak usia 12 sampai 23 bulan,
tidak bekerja. Pendidikan ibu dibagi menjadi serta riwayat imunisasi anak tersebut. Setiap
tiga kategori, yaitu di atas SLTA, tamat SLTA, record data merupakan satu rangkaian dari
dan kurang dari SLTA. Untuk variabel pelayanan kesehatan selama kehamilan anak
tersebut. Pembatasan usia 12 sampai 23 tahun
Jumlah anak di dalam keluarga dibagi mempertimbangkan bahwa pada anak usia
menjadi dua kategori, yaitu 2 anak atau kurang tersebut periode imunisasi dasar lengkap
dan lebih dari 2 anak. Variabel jumlah balita selesai diterima.
di dalam keluarga dibagi menjadi dua kategori,
yaitu 1 balita dan 2 balita atau lebih. Urutan Gambar 1 menunjukkan proporsi ibu hamil
kehamilan dibagi menjadi dua kategori, yaitu yang memanfaatkan pelayanan kesehatan K4
urutan pertama dan kedua serta urutan ketiga dan proporsi ibu hamil yang persalinannya
atau lebih. Ketersediaan fasilitas pelayanan dibantu oleh tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan dibagi menjadi dua kategori, yaitu kesehatan cenderung sama, namun proporsi
tersedia dan tidak tersedia. ibu yang memanfaatkan pelayanan kesehatan
maternal setelah persalinan (kunjungan nifas)
Analisis hubungan antara kesinambungan jauh lebih rendah/menurun. Proporsi ibu yang
pemanfaatan pelayanan kesehatan maternal kemudian memberikan imunisasi lengkap
dengan imunisasi lengkap anak dengan untuk anaknya juga rendah.
mempertimbangkan variabel lainnya,
70,8 70,2
35,9
26,8
Gambar 1.
Proporsi Ibu yang Memanfaatkan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Imunisasi
138
Hubungan Kesinambungan Pemanfaatan ................... (Dwi Siska Kumala Putri, Nur Handayani Utama, Olwin Nainggolan)
Tabel 1
Proporsi Imunisasi Anak Umur 12 – 23 Bulan berdasarkan Kesinambungan Pemanfaatan Pelayanan
Kesehatan Maternal di Indonesia Tahun 2013
139
Hubungan Kesinambungan Pemanfaatan ................... (Dwi Siska Kumala Putri, Nur Handayani Utama, Olwin Nainggolan)
Tabel 2
Model Awal Hubungan Kesinambungan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Maternal dengan Status
Imunisasi Lengkap Anak
140
Hubungan Kesinambungan Pemanfaatan ................... (Dwi Siska Kumala Putri, Nur Handayani Utama, Olwin Nainggolan)
Tabel 3
Hubungan KesinambunganPemanfaatan Pelayanan Kesehatan Maternal dengan Pemberian Imunisasi
Lengkap pada Anak Umur 12 – 23 Bulan di Indonesia
Berkesinambungan 1
141
Hubungan Kesinambungan Pemanfaatan ................... (Dwi Siska Kumala Putri, Nur Handayani Utama, Olwin Nainggolan)
dapat menjadi sarana efektif untuk care follow – up dan melakukan persalinan di
memberikan pengetahuan bagi ibu hamil dan fasilitas kesehatan berhubungan erat dengan
menyusui mengenai cara memelihara dan pemberian imunisasi lengkap anak. Anak yang
merawat kesehatan ibu dan anak.15 dilahirkan di fasilitas kesehatan memiliki
kecenderungan 2,1 kali untuk mendapat
Ibu yang memiliki buku catatan kesehatan ibu imunisasi lengkap dibandingkan dengan anak
dan anak lebih sering berkunjung ke pelayanan yang dilahirkan di rumah.21Analisis dari data
kesehatan dibandingkan ibu yang tidak Demographic Health Survey (DHS) negara-
memiliki buku catatan kesehatan ibu dan negara di sub sahara Afrika menunjukkan
anak.16 Penelitian di Nigeria menunjukkan bahwa pemanfaatan pelayanan maternal
bahwa ketersediaan catatan/kartu imunisasi (antenatal) akan mempengaruhi pemanfaatan
sejak awal berhubungan dengan pemberian selanjutnya (postnatal) dan selanjutnya juga
imunisasi lengkap pada anak umur 12 – 23 akan mempengaruhi pemberian imunisasi pada
bulan.17Analisis terhadap Survei Demografi anak.22
dan Kesehatan Indonesia tahun 1997, 2002 –
2003, dan 2007 menunjukkan bahwa Sebuah systematic review menunjukkan bahwa
kepemilikan buku Kesehatan Ibu dan Anak ialah kelahiran diluar rumah sakit, tidak
berhubungan erat dengan kelengkapan adanya pengingat untuk kunjungan ibu dan
pemberian imunisasi dasar (OR(95%CI) : 4,86 anak selanjutnya (next follow-up visit)
(2,37 – 9,95).18 Oleh karena itu Sosialisasi merupakan beberapa faktor yang sering
pemanfaatan buku catatan Kesehatan Ibu dan disebutkan berhubungan dengan pemberian
Anak (buku KIA) perlu ditingkatkan karena imunisasi yang tidak lengkap.23
buku KIA merupakan sarana efektif untuk Kesinambungan pelayanan kesehatan yang
meningkatkan sikap dan perilaku ibu di dalam diterima oleh ibu akan memungkinkan
hal pemanfaatan pelayanan kesehatan keterpaparan yang lebih banyak terhadap
maternal, sehingga pada akhirnya diharapkan informasi kesehatan dari tenaga kesehatan.
ibu juga melengkapi lima imunisasi dasar bayi. Sejalan dengan hal ini Fitriyanti (2014)
Menurut hasil Riskesdas 2013 balita yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang
memiliki buku KIA dan dapat menunjukkan mempengaruhi kelengkapan imunisasi di Desa
sebesar 40,4 persen. Di lapangan juga ditemui Botubarani Kecamatan Kabila Bone
penggunaan buku KIA yang belum sesuai Kabupaten Bone Bolango yaitu pelayanan
seperti disimpan oleh Kader atau Bidan Desa petugas kesehatan .24 Untuk itu tenaga
padahal seharusnya buku KIA dipegang dan kesehatan memiliki peran yang sangat penting
disimpan oleh ibu/yang merawat balita untuk menjamin kesinambungan pelayanan
tersebut.8 kesehatan yang diterima ibu.
Analisis terhadap Survei Demografi dan Hasil penelitian dari Gambar 1 hingga Tabel 2
Kesehatan (Tahun 2006 – 2007) di Pakistan mengindikasikan bahwa masih ada lost
menunjukkan bahwa pemanfaatan/penggunaan opportunity ibu dan anak di dalam hal
pelayanan antenatal careberhubungan erat mendapatkan pelayanan kesehatan secara
dengan pemberian imunisasi lengkap pada berkelanjutan. Seharusnya bila ANC K4
anak umur 12 – 23 bulan. Ibu yang tidak mencapai 70% maka untuk rangkaian
melakukan kunjungan antenatal care memiliki pelayanannya selanjutnya juga pada cakupan
kecenderungan 1,3 kali untuk tidak yang tidak berbeda. Hal ini berarti masih perlu
memberikan imunisasi lengkap kepada anak peningkatan kesadaran ibu dan keluarganya
(OR (95% CI) : (1,33 (1,07 – untuk mau memanfaatkan pelayanan
166)).19Demikian halnya di Filipina, analisis kesehatan terutama imunisasi untuk anak.
terhadap data Survei Demografi dan Karena imunisasi adalah investasi bangsa.
Kesehatan di Filipina tahun 2003
menunjukkan bahwa ibu yang tidak Penyuluhan dari tenaga kesehatan untuk
melakukan kunjungan antenatal care minimal meningkatkan pengetahuan, sikap, dan
4 kali sesuai anjuran, cenderung tidak perilaku ibu hamil akan pentingnya
memberikan imunisasi lengkap pada memanfaatkan pelayanan kesehatan maternal
anaknya.20 Penelitian lain di Ethiopia pada secara berkesinambungan perlu dilakukan.
tahun 2011 menunjukkan bahwa antenatal Kesinambungan pemanfaatan pelayanan
142
Hubungan Kesinambungan Pemanfaatan ................... (Dwi Siska Kumala Putri, Nur Handayani Utama, Olwin Nainggolan)
143
Hubungan Kesinambungan Pemanfaatan ................... (Dwi Siska Kumala Putri, Nur Handayani Utama, Olwin Nainggolan)
144
Volume 7 No. 2, Agustus 2016 ISSN : 2087-703X
e-ISSN : 2354-8762
Jurnal
Kesehatan Reproduksi
Reproductive Health Journal
Dewan Redaksi/Editorial Board
Ketua Dewan Redaksi / Editor in Chief : Dr. Joko Irianto, SKM, M.Kes
Wakil Ketua Dewan Redaksi / Editor Section : Tin Afifah SKM, MKM
Sudikno, SKM, MKM
Anggota Redaksi / Managing Editor : Iram Barida Maisya, SKM, MKM (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Anissa Rizkianti, SKM, MIPH (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Prisca Petty Arfines, S.Gz, MPH (Gizi Masyarakat, Puslitbang UKM)
dr. Ika Saptarini (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Andi Susilowati, SKM, M.Kes (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Penyunting Ahli / Copy Editor : Dr. Ir. Anies Irawati, M.Kes (Gizi Masyarakat, Puslitbang UKM)
Ning Sulistyowati, SKM, M.Kes (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Dra. Rr. Rachmalina S, MSc.PH (Sosial Antropologi, Puslitbang UKM)
dr. Teti Tejayanti, MKM (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Dr. dr. Felly P. Senewe, M.Kes (Kesehatan Reproduksi, Puslitbang UKM)
Nunik Kusumawardani, MSc.PH, Ph.D (Promosi Kesehatan, Puslitbang UKM)
Diterbitkan oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI, Jakarta
Published by
National Institute of Health Research and Development
Ministry of Health, Republic of Indonesia, Jakarta
Volume 7, No. 2, Agustus 2016 p-ISSN: 2087-703X e-ISSN: 2354-8762
No Akreditasi: 563/Akred/P2MI-LIPI/09/2013
Jurnal Kesehatan Reproduksi Volume 7 Nomor 2 Tahun 2016 merupakan edisi Bulan Agustus yang
diproses secara full online jurnal system. Suatu pengalaman baru yang penuh tantangan dengan berbagai
kendala teknis dan non teknis yang harus diatasi. Namun semangat 17 Agustus yang merupakan hari
kemerdekaan Indonesia menginspirasi dan memotivasi segenap pihak yang terlibat dalam nomor ini,
jajaran Dewan Redaksi, Para Reviewer dan Penulis serta dukungan pimpinan dan berbagai pihak hingga
akhirnya dapat terbit di penghujung minggu terakhir bulan Agustus.
Tahun ini merupakan peringatan kemerdekaan yang ke 71 tahun. Permasalahan kesehatan ibu dan anak
masih merupakan tantangan besar bagi bangsa Indonesia untuk mengisi kemerdekaan ini dalam upaya
meningkatkan status kesehatan ibu, anak dan gizi. Permasalahan anemia pada wanita usia subur masih
merupakan tantangan di bidang gizi kesehatan reproduksi. Demikian pula masalah konsumsi kalsium
pada ibu hamil. Dua penelitian data primer yang terkait dengan gizi kesehatan reproduksi. Artikel
berikutnya masih merupakan hasil penelitian data primer tentang implementasi kebijakan inisiasi
menyusui dini (IMD) di satu Rumah Sakit swasta dan Rumah Sakit Umum Daerah yang memberikan
gambaran yang berbeda. IMD merupakan investasi bagi calon generasi bangsa sehingga diharapkan hasil
temuan ini dapat menjadi masukan untuk meningkatkan pelaksanaan IMD di semua fasilitas pelayanan
kesehatan.
Tiga artikel berikutnya merupakan hasil analisis data sekunder dari data Riskesdas dan Survei
Demoografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang kaya akan informasi sehingga perlu digali potensi
ketersediaan data untuk menghasilkan suatu masukan bagi pihak terkait dengan kesehatan ibu dan anak.
Dari analisis data sekunder diperoleh hasil bahwa usia reproduksi yang belum matang dan usia saat
melahirkan berisiko mempunyai risiko melahirkan bayi BBLR sebesar 2,43 kali dibandingkan usia
reproduksi yang matang dan usia saat melahirkan yang aman. Kejadian kehamilan yang tidak diinginkan
terbukti berpengaruh terhadap perilaku ibu dalam perawatan kesehatan selama kehamilan dan
kelangsungan perawatan selama kehamilan ini juga terbukti berhubungan dengan perolehan imunisasi
dasar lengkap bagi anaknya. Hal ini memperkuat konsep pelayanan kesehatan ibu dan anak saling
terintegrasi dalam paradigm continuum of care.
Terbukanya berbagai informasi tentang gizi kesehatan reproduksi dan perawatan kehamilan maternal
kami harapkan dapat semakin membuka wawasan dan masukan bagi berbagai pihak terkait serta
memunculkan pemikiran penelitian baru dari kesenjangan yang disajikan dari keenam artikel dalam edisi
kali. Bangsa ini memerlukan dukungan informasi dan teknologi dalam mengisi kemerdekaan ini agar
status kesehatan ibu dan anak menjadi lebih baik dan tidak tertinggal dengan negara-negara tetangga
lainnya.
Selamat membaca dan semoga bermanfaat. Merdeka !!
REDAKSI
Volume 7, No. 2, Agustus 2016 ISSN : 2087-703X e-ISSN : 2354-8762
No Akreditasi: 563/Akred/P2MI-LIPI/09/2013
Kata Pengantar