2086-5198
MEDIA GIZI MIKRO INDONESIA
INDONESIAN JOURNAL OF MICRONUTRIENT
Vol. 11, No. 2, Juni 2020
Terbit dua kali setahun pada bulan Juni dan Desember, dalam satu volume ada dua nomor, berisi tulisan yang
diangkat dari hasil penelitian di bidang gizi mikro. Artikel telaah atau review artikel, dimuat atas undangan.
Editor in Chief : Mohamad Samsudin, SKM, M.Kes
Editor : Dr. dr. Suryati Kumorowulan, M.Biotech (Balai Litbangkes Magelang - Bioteknologi)
Dr. Donny Kristanto M., SKM, M.Kes (Balai Litbangkes Magelang - Epidemiologi dan Biostatistik)
Dr. Gurendro Putro, SKM, M.Kes (Puslitbang HMK Jakarta - Kebijakan Kesehatan)
Dr. Nelis Imanningsih, STP, M.Sc (Puslitbang BTDK Jakarta - Teknologi Pangan)
Dr. Leny Latifah, MPH, Psi (Balai Litbangkes Magelang - Psikologi Perkembangan)
Harry Freitag Luglio Muhammad, S.Gz, M.Sc.RD (FK-KMK UGM Yogyakarta - Gizi)
Mohamad Samsudin, SKM, M.Kes (Balai Litbangkes Magelang - Gizi Masyarakat)
Asih Setyani, SP, MPH (Balai Litbangkes Magelang - Promosi Kesehatan)
Diah Yunitawati, S.Psi, MPH (Balai Litbangkes Magelang - Psikologi)
Penyunting Bahasa : Dr. drg. Titik Respati, M.Sc.PH (UNISBA Bandung)
Mitra Bestari : Prof. Dr. Ir. Y. Marsono, MS ( FTP UGM Yogyakarta - Teknologi Pangan)
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS (FEMA IPB Bogor - Gizi Masyarakat)
Prof. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN (FEMA IPB Bogor - Gizi Masyarakat)
Prof. Dra. Yayi Suryo P., M.Si, Ph.D (FK-KMK UGM Yogyakarta - Promosi Kesehatan)
Prof. dr. Veny Hadju, M.Sc, Ph.D (FKM Universitas Hasanuddin Makassar - Gizi)
Prof. dr. Nur Indrawaty Lipoeto, M.Sc, Ph.D, Sp.GK (FK Universitas Andalas Padang - Gizi Klinik)
Prof. Dr. Astuti Lamid, MCN (Puslitbang Sumberdaya dan Yankes Jakarta - Gizi Mikro)
dr. Yudha Patria, Sp.A(K), Ph.D (RSUP dr. Sardjito Yogyakarta - Endokrinologi Anak)
Dr. Toto Sudargo, SKM, M.Kes (FK-KMK UGM Yogyakarta - Gizi Masyarakat)
Dr. Dra. Retna Siwi Padmawati, MA (FK-KMK UGM Yogyakarta - Antropologi)
Dr. dr. Tjokorda Gde Dalem Pemayun, Sp.PD, KEMD (FK UNDIP Semarang - Endokrinologi)
Dr. Ir. Basuki Budiman, M.Sc, PH (Persagi - Gizi Mikro)
Dr. Susetyowati, DCN, M.Kes (FK-KMK UGM Yogyakarta - Gizi Masyarakat)
Dr. Siti Helmyati, DCN, M.Kes (FK-KMK UGM - Gizi Kesehatan)
Dr. Ir. Anies Irawati, M.Kes (Persagi - Gizi Tumbuh Kembang Anak)
dr. Harli Amir Mahmudji, Sp.PD-KEMD (RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang - Endokrinologi)
Mia Siscawati, MA, Ph.D (Sekolah Kajian Strategik, dan Global UI - Antropologi)
Gemala Anjani, M.Si, Ph.D (FK UNDIP - Teknologi Pangan)
Section Editor : Cati Martiyana, S.Sos, MPH (Koordinator)
Diah Yunitawati, S.Psi., MPH
Marizka Khairunnisa, S.Ant, MA
Slamet Riyanto, S.Gz
Rina Purwandari, S.Si
Candra Puspitasari, STP
Anggita Mirzautika, Apt, M.Farm
Nafisah Nur’aini
Sekretariat Edi Susanto, SH (Sekretaris)
Nur Asiyatul Janah, S.Kep
Arifin Habsara Kridarta, S.Kom (IT)
Alamat : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Magelang (Balai Litbangkes Magelang)
d/a Kapling Jayan, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, 56553
Telp. (0293) 789435, Fax. (0293) 788460
e-mail: mgizimikro@yahoo.com atau mgizimikro@gmail.com
Izin Mengutip : Bebas dengan menyebutkan sumber
Jumlah Eksemplar : -
Media Gizi Mikro Indonesia (MGMI) merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Magelang (Balai Litbangkes Magelang) secara berkala dua kali setahun. Tulisan yang dimuat berupa
naskah/artikel hasil penelitian dan pengembangan, hasil analisis ilmiah data sekunder, rangkuman tentang topik terkini
di bidang gizi mikro meliputi vitamin dan mineral. Artikel diulas dari berbagai disiplin ilmu: kesehatan, kedokteran,
lingkungan dan sosial. Redaksi menerima naskah/artikel, baik dari peneliti di Balai Litbangkes Magelang maupun
dari luar Balai Litbangkes Magelang. Jurnal ini bisa diakses secara online melalui: http://ejournal2.litbang.kemkes.
go.id/index.php/mgmi
ISSN. 2086-5198
MEDIA GIZI MIKRO INDONESIA
INDONESIAN JOURNAL OF MICRONUTRIENT
Vol. 11, No. 2, Juni 2020
DAFTAR ISI
(CONTENT)
1. Pengaruh Susu Sari Tempe Fermentasi Sinbiotik yang Difortifikasi Zat Besi terhadap
Asam Propionat, Asam Butirat, dan Mikrobioma Non Patogen pada Tikus Wistar Anemia
Iron-Fortified Synbiotic Fermented Milk with Tempeh Extract to Enhances Propionic Acid,
Butyric Acid, and Non-Pathogen Microbiome in Anemic Wistar Rat
Mohammad Juffrie, Siti Helmyati............................................................................................... 83-92
2. Asupan Vitamin A dan Seng (Zn) dengan Kejadian Dermatitis pada Balita Usia 2-5
Tahun di Kelurahan Jomblang Kecamatan Candisari Kota Semarang
Intake of Vitamin A and Zinc (Zn) with The Incidence of Dermatitis in Children Aged 2-5
Years Old in Jomblang Village Candisari District Semarang City
Desy Amelia Ardi, Aryu Candra, Fillah Fithra Dieny.................................................................. 93-106
4. Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dan Aktivitas Fisik dengan Fungsi Kognitif Lansia
di Puskesmas Kebon Jeruk Jakarta Barat
The Relationship between Micronutrient Intake and Physical Activity with Elderly Cognitive
Functions in Puskesmas Kebon Jeruk Jakarta Barat
Harna, Jesi Arianti, Rachmanida Nuzrina.................................................................................. 117-126
6. Hubungan antara Status Anemia, Tingkat Aktivitas Fisik, Kebiasaan Sarapan, dan
Depresi pada Remaja Putri di Kota Yogyakarta
Relationship between Anemia Status, Physical Activity Level, Breakfast Habit, and
Depression among Adolescent Girls in Yogyakarta City
Restu Amalia Hermanto, BJ Istiti Kandarina, Leny Latifah........................................................ 141-152
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya, penerbitan jurnal Media
Gizi Mikro Indonesia (MGMI) edisi Juni 2020 dapat terselesaikan. Jurnal MGMI TERAKREDITASI
LIPI terhitung mulai tanggal 16 April 2013 dan akreditasi ulang yang terakhir oleh Kemenristekdikti
nomor: 30/E/KPT/2019 pada tanggal 12 November 2019 dengan peringkat SINTA 2. Harapan
kami, hal tersebut dapat memotivasi para penulis untuk berbagi informasi yang bermanfaat bagi
perkembangan ilmu khususnya di bidang gizi mikro. Jurnal MGMI khusus menyajikan artikel yang
membahas permasalahan gizi mikro meliputi vitamin dan mineral dari berbagai sudut pandang ilmu
kesehatan, kedokteran, lingkungan, dan sosial.
Jurnal MGMI telah tersebar luas dan dibaca oleh kalangan akademisi meliputi dosen dan
mahasiswa dari Fakultas Kesehatan Masyarakat, Kedokteran, Keperawatan, Gizi, dan Poltekkes,
kalangan birokrasi yaitu pelaksana program Dinas Kesehatan Kab/ Kota dan kalangan profesi yaitu
para peneliti lembaga penelitian di bidang kesehatan. Redaksi menerima naskah atau artikel ilmiah,
baik dari dalam maupun dari luar institusi Balai Litbangkes Magelang yang belum pernah dimuat
atau sedang tidak diajukan ke jurnal ilmiah lain.
Jurnal MGMI terbitan volume 11, nomor 2, Juni 2020 menampilkan tujuh artikel. Artikel pertama
membahas pengaruh susu sari tempe fermentasi sinbiotik yang difortifikasi zat besi terhadap Asam
Propionat, Asam Butirat, dan mikrobioma non patogen. Dua artikel berikutnya membahas asupan
vitamin A dan seng dengan dermatitis pada balita dan asupan vitamin B kompleks dengan gejala
klinis penderita skizofrenia. Artikel keempat membahas hubungan asupan zat gizi mikro dan aktivitas
fisik dengan fungsi kognitif lansia. Artikel kelima membahas analisis faktor-faktor dan preferensi
konsumsi buah dengan kecukupan vitamin A. Artikel keenam membahas hubungan status anemia,
tingkat aktivitas fisik, kebiasaan sarapan, dan depresi, serta artikel terakhir membahas tentang
potensi integrasi program skrining hipotiroid pada neonatal di daerah replete defisiensi iodium.
Semoga jurnal MGMI dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Kami menerima kritik
dan saran dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas jurnal MGMI.
Redaksi Pelaksana
https://doi.org/10.22435/mgmi.v11i2.2676;Copyright© 2020 MGMI
Leny Latifah1*, Ika Puspita Asturiningtyas1, Yusi Dwi Nurcahyani1, Hadi Ashar1, Prihatin Broto Sukandar1
1
Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Magelang
Kapling Jayan, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia
*e-mail: lenylatifah1@gmail.com
Submitted: January 15th, 2020, revised: April 8th, 2020, approved: June 22nd, 2020
ABSTRACT
Background. Higher prevalence of congenital hypothyroid (CH) problems in infants born in
Iodine Deficiency Disorders (IDD) endemic areas make early detection and intervention of
infants hypothyroid problems critical. No research found on Neonatal Hypothyroid Index (NHI)
screening implementation and hypothyroid screening integration feasibility. Objective. Identify
the infant hypothyroid screening program and analyze the feasibility of program integration
in Iodine Deficiency Disorders (IDD) endemic area. Method. This was qualitative research
conducted in Magelang District. Data collected through semi-structured interviews in 14
informants, consisted of program in charge of District Health Officer (DHO) level, Public Health
Center (PHC) level, and program implanter. Interviews are recorded by digital recording devices,
transcripted, and analyzed using content analysis. Data trustworthiness obtained through source
triangulation. Results. Two congenital hypothyroid screening programs in Magelang District
identified, Congenital Hypothyroid Screening (CHS) and NHI Screening program. Program
enabling factors were policy and implementation. Program policies are CHS funding commitment
for 500 babies/year and NHI screening for each newborn. Programs were integrated through
Integrated Management of Young Infants (IMYI) program. CHS and NHI programs implemented
by midwives and nutritionist integrated with IMYI, and posyandu at higher age. The program
inhibiting factors were supervision/coordination lack, and village midwives have not received
CHS, NHI, or IMYI training. The CH cases referral procedure still unclear. The screening found
CH cases. Conclusion. Early detection of congenital hypothyroidism implemented in Magelang
district. Budget constraints cause CHS covering only small number of targets, then covered
universally in NHI screening. IMYI integration implemented in enactment, reporting, and NHI
form attachment. Integrated hypothyroid screening with IMYI is feasible and proven by the CH
case finding. Program integration needs to be expanded by integrating NHI, CHS, and IMYI skills
enhancement for village midwives.
ABSTRAK
Latar Belakang. Prevalensi hipotiroid kongenital (HK) lebih tinggi di daerah endemik Gangguan
Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) menyebabkan deteksi dan intervensi dini hipotiroid bayi
menjadi penting. Belum ditemukan penelitian pelaksanaan skrining dengan Neonatal Hypothyroid
Index (NHI) serta potensi integrasi skrining hipotiroid. Tujuan. Mengidentifikasi program skrining
hipotiroid bayi di daerah endemik GAKI dan menganalisis potensi integrasinya. Metode. Penelitian
ini adalah penelitian kualitatif yang dilaksanakan di Kabupaten Magelang. Data diambil dengan
wawancara mendalam semi terstruktur pada 14 informan terdiri dari penanggung jawab program
tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Magelang, puskesmas, dan pelaksana program. Dinas
Kesehatan dan 4 Puskesmas di Kabupaten Magelang menjadi informan penelitian. Wawancara
153
MGMI Vol. 11, No. 2, Juni 2020: 153-168
direkam dengan alat perekam digital, disusun dalam transkrip, dianalisis menggunakan analisis
isi (content analysis). Trustworthiness data diperoleh melalui triangulasi sumber. Hasil. Terdapat
dua program skrining hipotiroid kongenital di Kabupaten Magelang, yaitu Skrining Hipotiroid
Kongenital (SHK) dan skrining dengan form NHI. Faktor pemungkin keberhasilan program
bersumber kebijakan dan implementasi. Komitmen pendanaan mandiri SHK melalui APBD pada
500 bayi per tahun, skrining form NHI pada setiap bayi baru lahir, dan integrasi pelaksanaannya
melalui program managemen terpadu bayi muda (MTBM). Program SHK dan NHI telah
diimplementasikan bidan desa dan petugas gizi terintegrasi MTBM, pada usia lebih tinggi di
posyandu. Faktor penghambatnya, dari sisi SDM adalah kurangnya supervisi/koordinasi serta
bidan desa pelaksana belum mendapatkan pelatihan SHK, NHI, maupun MTBM. SOP rujukan
penemuan kasus HK belum jelas.Hasil skrining berhasil menemukan kasus HK. Kesimpulan.
Deteksi dini hipotiroid kongenital telah dilakukan di Kabupaten Magelang. Keterbatasan anggaran
menyebabkan SHK mencakup sebagian kecil sasaran, kemudian dijangkau dengan skrining NHI
semua neonatus. Integrasi MTBM dilakukan dalam pelaksanaan, pelaporan, dan melampirkan
form NHI dalam pemeriksaan MTBM. Fisibilitas integrasi terbukti dalam penemuan kasus HK
dengan NHI terintegrasi MTBM. Integrasi program perlu diperluas dengan mengintegrasikan
pelatihan NHI, HK, dan MTBM untuk pengembangan keterampilan bidan pelaksana program.
154
Potensi Integrasi Program Skrining ... (Latifah L, Asturiningtyas IP, Nurcahyani YD, Ashar H, Sukandar PB)
155
MGMI Vol. 11, No. 2, Juni 2020: 153-168
pelaksana program di tingkat desa. Wawancara Tahap 4 adalah kompilasi. Setelah kategori
dilakukan oleh tim peneliti dari Balai Litbangkes ditetapkan, proses analisis dan penulisan
Magelang dengan latar belakang pendidikan dimulai. Salah satu perbedaan antara berbagai
kesehatan masyarakat, dokter, dan psikolog. metode analisis kualitatif adalah bagaimana
Wawancara dilakukan dalam durasi 60-120 peneliti berhubungan dengan proses analisis itu
menit untuk masing-masing reponden. Informed sendiri dan beradaptasi dengan hasilnya. Ketika
consent diberikan secara tertulis sebagai melakukan content analysis secara kualitatif,
persetujuan responden untuk terlibat dalam peneliti menganalisis data yang dikumpulkan
dari perspektif netral dan mempertimbangkan
penelitian.19 Wawancara direkam dengan alat
objektivitasnya. Peneliti bekerja dengan cara ini
perekam digital, disusun dalam bentuk transkrip,
secara bertahap melalui setiap kategori yang
dan dianalisis dengan menggunakan analisis isi
diidentifikasi dan melalui tema dalam analisis
(content analysis). Analisis isi adalah sebuah
laten. Dalam analisis manifes, peneliti sering
metode penelitian dengan menggunakan
menggunakan kata-kata informan, dan tetap
seperangkat prosedur untuk membuat inferensi
sadar akan perlunya merujuk kembali ke teks
yang valid dari teks.20 Alur analisis mengacu asli. Dengan cara tersebut, dimungkinkan
pada 4 tahap analisis isi dari Bengtsson.21 untuk tetap dekat dengan makna dan konteks
Tahap 1 yaitu dekontekstualisasi. Peneliti asli. Sebaliknya, pada analisis laten, peneliti
melakukan pengenalan data dengan cara membenamkan diri dalam batas tertentu dalam
membaca transkripsi data secara menyeluruh data untuk mengidentifikasi makna tersembunyi
untuk memperoleh insights sebelum dipecah ke dalam teks. Setiap kategori atau tema, peneliti
dalam unit analisis lebih kecil yang bermakna memilih unit makna yang sesuai untuk disajikan
dalam menjawab pertanyaan penelitian. dalam teks yang dibahas sebagai kutipan.
Tahap 2 adalah rekontekstualisasi. Dilakukan Meskipun analisis isi memungkinkan untuk
coding untuk menentukan unit-unit kecil yang dilakukan kuantifikasi, tetapi dalam penelitian
ini, dipilih analisis isi secara kualitatif.20–22
bermakna. Kemudan peneliti melakukan
pengecekan kembali apakah semua aspek Untuk menjamin trustworthiness, triangulasi
content/isi telah tercakup dalam menjawab dilakukan dengan cara memperoleh data dari
tujuan. Dilakukan pengecekan ulang terhadap 3 perspektif sumber, yaitu penanggung jawab
program di tingkat kabupaten, penanggung
keseluruhan transkrip untuk melihat apakah ada
jawab program puskesmas, dan pelaksana di
kutipan bermakna yang terlewatkan. Tahap 3
tingkat desa. Informan penelitian terdiri dari
adalah kategorisasi. Peneliti menentukan unit
3 level, yaitu penanggung jawab program di
makna yang lebih meluas. Data dapat dibagi
tingkat kabupaten, penanggung jawab program
berdasarkan tujuan umum dan tujuan spesifik
di tingkat puskesmas, dan pelaksana program di
pada saat data dikumpulkan, atau asumsi
tingkat puskesmas dan desa. Informan di tingkat
teoritis berdasarkan literatur. Pada penelitian Dinas terdiri dari 2 orang, yaitu Kepala Seksi
ini pedoman kategorisasi data adalah tujuan Kesejahteraan Keluarga dan Kepala Seksi Gizi
penelitian. Pada proses kategorisasi, tema dan Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang. Informan
kategori diidentifikasi. Sub-kategori merupakan lainnya adalah 5 penanggung jawab program di
unit pemaknaan yang terkecil. Proses tingkat puskesmas terdiri dari kepala puskesmas
kategorisasi berakhir ketika data menjawab dan bidan koordinator, serta 8 pelaksana
tujuan penelitian dan penjelasan yang bermakna program di tingkat puskesmas terdiri dari bidan
diperoleh. desa dan petugas gizi dari 4 puskesmas di
156
Potensi Integrasi Program Skrining ... (Latifah L, Asturiningtyas IP, Nurcahyani YD, Ashar H, Sukandar PB)
157
MGMI Vol. 11, No. 2, Juni 2020: 153-168
SHK juga dilakukan oleh bidan desa saat wajib melakukan skrining NHI. Bayi yang
kunjungan neonatal. Selain dilakukan pada lahir saat ada program SHK, maka dilakukan
saat kunjungan neonatal, pengambilan darah pengambilan darah oleh bidan untuk skrining
juga ada yang dilakukan di puskesmas. Bidan SHK, jika kuotanya masih mencukupi. Meskipun
desa menyarankan orang tua bayi membawa pelaksana skrining NHI dan SHK di lapangan
bayinya ke puskesmas untuk dilakukan adalah bidan desa, tetapi pelaporannya ke
pengambilan darah. Proses pengambilan darah petugas gizi.
sudah dilakukan pada rentang 3 hari sejak bayi “NHI itu wajib, kita mewajibkan pada
dilahirkan, sesuai dengan arahan dari dinas bidan yang menolong persalinan..sudah
kesehatan. Darah yang diambil kemudian termasuk SOP”. “Begitu lahir itu.. semua
dikumpulkan ke petugas gizi untuk kemudian bayi baru lahir langsung dilihat, disitu
kan ada kunjungan bidan.. kunjungan
diserahkan ke dinas kesehatan. Pelaporan
neonatal (KN) tiga kali 1,2,3 dipantau
program SHK juga dilakukan oleh petugas gizi.
terus sampai usia 28 hari” (Kasie A)
“3 hari, protap dari dinas 3 hari sampai
“Ya itu, kita kalo NHI kan awal usia
berapa agak lupa. Kemudian ada
langsung, kalo DDTK semua kita
proses informed consent. Ada bayi
lakukan sesuai dengan umur. Kalo
yang dibawa kesini, petugas yang
untuk SHK ya itu tadi tergantung masih
ngambil, yang piket. Ada juga yang
ada jatah ato ndak, kalo masih kita
didatangi bersama petugas gizi, kalo
langsung ambil pada sesuai usianya”
dulu saya sendiri, saya Bikor [Bidan
(Kasie A)
Koordinator] kan keliling sekarang
banyak gawean”(Bidan Koordinator C) Petugas gizi di beberapa wilayah ikut secara
“Iya…hanya mengambil darah. Iya..nanti langsung dalam melakukan kunjungan neonatal,
kan hasilnya pemeriksaan dilaporkan bu terutama jika bersamaan dengan pengambilan
D [petugas gizi]” (Bidan Koordinator D) darah untuk SHK. Petugas gizi tidak melakukan
pengambilan sampel, hanya ikut mendampingi
3. Integrasi Program sebagai pihak yang bertanggung jawab
Program skrining hipotiroid kongenital baik terhadap pelaksanaan SHK. Biasanya petugas
melalui NHI maupun SHK, secara program gizi juga ikut ke lapangan jika pasien memiliki
sudah diintegrasikan dalam Manajemen Terpadu pengetahuan yang kurang, sehingga dapat
Bayi Muda (MTBM). Dalam MTBM, salah satu diberikan penjelasan lebih dari petugas gizi.
tata laksana yang wajib dilakukan adalah deteksi “Ya di kunjungan neonatal.. kunjungan..
dini hipotiroid kongenital melalui form NHI saat kadang kalau pasien pengetahuannya
bidan melakukan kunjungan neonatal. kurang ya kunjungan rumah, bidan
bersama petugas gizi ato dengan bidan
“Kita mewajibkan semua bidan yang
koordinator” (Bidan Koordinator C)
menolong persalinan harus menggu
nakan NHI, sudah ada blangko NHI… “Untuk pengambilan darah oleh bidan
sudah satu paket. Untuk kunjungan dan saya yang mendampingi nanti saya
neonatal itu buku KIA, NHI sama MTBM yang ngirim” (Petugas gizi C)
(Manajemen terpadu balita muda)” Jika pada saat kunjungan neonatal bidan
(Kasie Kesga) tidak menemukan adanya tanda-tanda yang
Pelaksana di lapangan kegiatan deteksi dini mengarah pada hipotiroid kongenital, maka
tumbuh kembang maupun deteksi dini hipotiroid posyandu dijadikan sarana untuk mendeteksi
kongenital melalui NHI dan SHK adalah bidan hipotiroid kongenital. Pada usia lebih tinggi,
desa. Saat kunjungan neonatal, bidan desa melalui posyandu dimungkinkan integrasi
158
Potensi Integrasi Program Skrining ... (Latifah L, Asturiningtyas IP, Nurcahyani YD, Ashar H, Sukandar PB)
program deteksi dini tumbuh kembang anak pedoman deteksi dini tumbuh kembang. Bidan
dan deteksi dini hipotiroid. Pada beberapa melihat bentuk fisik yang berbeda pada bayi saat
kasus, gejala hipotiroid kongenital tidak terlihat kunjungan tersebut, ditambah dengan suara
di awal kelahiran. Bidan dapat mendeteksi tangisan bayi yang parau, badan lemas, dan
hipotiroid kongenital pada saat kunjungan tidak bisa menyusu. Bidan kemudian melakukan
bayi ke posyandu. Melalui tanda fisik dan pemeriksaan NHI dan didapatkan skor NHI
perkembangan balita, maka dapat dilanjutkan sebesar 6 poin. Hasil skor tersebut menunjukkan
dengan skrining NHI jika memang menunjukkan adanya kecurigaan ke arah hipotiroid kongenital,
kemungkinan gejala yang mengarah kepada sehingga bidan desa menyarankan pasien untuk
hipotiroid kongenital. diperiksakan ke Klinik BP2GAKI Magelang.
“kalo di Posyandu kan kelihatan kalo ada “Ya..bayi lahir dengan PB 45 cm..
anak yang mengalami keterlambatan” menangis parau/tidak keras, lemes,
(Bidan A) tidak bisa menetek, dari bentuk tubuh
Program SHK juga dilakukan pada saat agak berbeda dengan bayi lain…
kunjungan neonatal. Kedua program deteksi dini Hari kedua, score 6…Karena curiga
kelainan, bidan mengajak petugas
hipotiroid baik melalui form NHI maupun SHK
gizi untuk kunjungan rumah, terus dari
dilakukan oleh bidan desa pada saat kunjungan
hasil pemeriksaan disarankan dirujuk
neonatal. ke BPGAKY, keluarga bersedia, terus
“Selalu ada kerjasama antara bidan dibuatkan rujukan puskesmas” (Bidan
dan petugas gizi. Integrasi program NHI Desa D)
dengan kunjungan neonatus” (Kasie
Hasil pemeriksaan biokimia dengan
Gizi)
TSH bloodspot di klinik BP2GAKI Magelang
menunjukkan bayi memiliki kadar TSH sangat
4. Penemuan Kasus Hipotiroid Kongenital
di Kabupaten Magelang: Integrasi NHI tinggi, yang kemudian ditegakkan diagnosis bayi
dengan MTBM mengalami hipotiroid kongenital dan diberikan
pengobatan.
Pada waktu penelitian ini berlangsung,
klinik Balai Penelitian dan Pengembangan Selain di Sawangan, pengalaman penemuan
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (BP2GAKI kasus hipotiroid kongenital melalui NHI juga
Magelang) mencatat temuan kasus hipotiroid pernah ditemukan oleh bidan di Kecamatan
kongenital berdasarkan rujukan Puskesmas Bandongan pada saat melakukan kunjungan
Sawangan yang menjadi salah satu lokasi neonatal. Bidan menemukan ada tanda fisik
penelitian. Penelusuran data lebih lanjut yang mengarah ke hipotiroid kongenital pada
dilakukan. Hasil wawancara dengan bidan desa saat deteksi tumbuh kembang di kunjungan
dan bidan koordinator Puskesmas menemukan neonatal. Bidan di wilayah kerja Puskesmas
bahwa pemeriksaan hipotiroid kongenital yang Bandongan sudah dibekali dengan keterampilan
dilakukan bersamaan dengan MTBM terbukti melakukan skrining NHI, sehingga sudah
dapat mendeteksi dini hipotiroid kongenital dapat mengetahui ciri-ciri bayi yang mengalami
secara dini. Penemuan kasus HK di Puskesmas hipotiroid kongenital. Melalui tanda fisik tersebut,
Sawangan oleh bidan desa diperoleh saat kemudian dilakukan skrining melalui NHI dan
melakukan kunjungan neonatal di hari kedua menunjukkan bahwa bayi mengarah ke hipotiroid
kelahiran. Saat melakukan kunjungan neonatal, kongenital. Dari hasil tersebut, bidan merujuk
bidan melakukan pemeriksaan panjang badan, bayi tersebut untuk dilakukan pemeriksaan lanjut
tinggi badan, dan lingkar kepala sesuai dengan di klinik BP2GAKI Magelang. Bayi kemudian
159
MGMI Vol. 11, No. 2, Juni 2020: 153-168
160
Potensi Integrasi Program Skrining ... (Latifah L, Asturiningtyas IP, Nurcahyani YD, Ashar H, Sukandar PB)
baru lahir. Sedangkan SHK tidak dilakukan pada darah juga menjadi kendala tersendri dalam
setiap bayi baru lahir, tetapi disesuaikan dengan pelaksanaan SHK. Selain itu, beberapa bidan
dana yang tersedia. Dana yang tersedia tidak juga mempertanyakan prosedur jika ternyata
mencukupi untuk dapat dilakukan pemeriksaan bayi yang diambil memiliki kelainan darah.
SHK pada semua bayi yang baru lahir dalam Selama ini belum jelas bagaimana prosedur jika
satu tahun. Hal ini menyebabkan tidak semua ada kasus seperti itu. Meskipun pada akhirnya
bayi yang lahir dapat dilakukan pemeriksaan bidan desa tetap menjalankan program, tetapi
SHK. ada ketakutan jika terjadi kasus anak dengan
“SHK itu dulu kita dapat bantuan kelainan darah, kemudian menuntut pada bidan
pertama kali dari pusat, dana APBN, desa yang melakukan pengambilan darah.
mulai tahun 2012..kita mendapatkan 2 “keluar darahnya sedikit..leh harusnya
tahun berturut-turut setelah itu dilepas kan bulet itu..kendalanya disitu.” (Kasie
karena kita sudah bisa beralih ke APBD A)
TK II, yang nangani seksi gizi.. sampai “Mungkin ada yang orang tuanya nggak
hari ini, karena kalo memintakan dana boleh kan nggak tega kan mungkin. Trus
lewat Kesga ndak turun...tapi begitu nggak jadi diambil. Ya mudah-mudahan
lewat gizi bisa turun, kita mendapatkan nggak ada. Kalau kena bayi yang kena
500 bayi setiap tahun” (Kasie A) kelainan darah kan bisa bahaya itu ya.
“Ya belum ... kita bayi lahirnya sekitar Ya itu susah ya, kalau ndilalah ada bayi
19 ribu setahun” (Kasie A) yang diambil ada kelainan darah kan
Pendanaan untuk rujukan kasus juga ada di gimana ya. Itu kan kegiatan berisiko
sebenarnya ya. Kalau ada apa2 minta
dinas kesehatan. Jika bayi dideteksi mengarah
tanggungjawab kita, padahal kita cuma
ke hipotiroid kongenital berdasarkan skrining
melaksanakan” (Bidan koordinator B)
NHI, maka puskesmas tidak memiliki alokasi
Dalam pelaksanaan di lapangan, saat
anggaran khusus untuk melakukan proses
kunjungan neonatal, sebagian besar bidan
rujukan. Oleh karena itu, jika ada temuan kasus,
tidak secara terperinci memeriksa tanda-tanda
maka puskesmas hanya memberikan saran
sesuai yang ada di form NHI. Bidan juga tidak
rujukan, selanjutnya diserahkan kepada pasien
mengisi form NHI secara khusus. Hanya jika
apakah mau dirujuk atau tidak. Pada beberapa
bidan menemukan ada tanda kelainan, baru
kasus, seringkali pasien tidak memeriksakan
akan diisi dalam form dan dilakukan pelaporan
lebih lanjut karena keterbatasan biaya.
ke puskesmas bahwa ada kasus hipotiroid
“Dana tergantung program dari dinas.
kongenital. Jika tidak, maka akan dilaporkan
Puskesmas tidak ada anggaran khusus.
bahwa bayi dalam keadaan normal. Laporan
Kalau ada kasus keputusan terakhir
terhadap tindakan kita adalah orang kunjungan neonatal sendiri tidak secara khusus
tua sehingga kita hanya berupa saran” melampirkan form NHI.
(Petugas gizi A) “Sebenarnya kalau yang betul kita ngisi
“Padahal sini itu sok ada seperti itu tapi form itu lalu dikumpulkan, tapi kita saat
saya itu bingung malah kalo dia ndak ini kita ada kunjungan MTBM. Jadi KN
punya uang. Itu kita sudah menyarankan itu dikasih form MTBM khusus untuk
ke GAKI” (Bidan desa A) bayi usia 2 bulan ke bawah kita ngisi
form itu. Sebenarnya kalau saya pernah
Kendala yang dihadapi dalam program
lihat form untuk itu.. NHI. Tapi selama ini
SHK adalah darah yang diambil seringkali tidak karena tidak menemukan kelainan jadi
sesuai dengan aturan. Penolakan dari orang tidak diisi. Kalau ada kelainan baru kita
tua karena kekhawatiran proses pengambilan isi. Baru kita laporkan di puskesmas.
161
MGMI Vol. 11, No. 2, Juni 2020: 153-168
Kalau ga ada kasus ga jadi rutininitas. terasa pada skrining SHK yang memerlukan
Yang jadi rutinitas itu yang ngisi form ketrampilan dan presisi pengambilan sampel.15
MTBM.” (Bidan desa C) Penelitian juga menunjukkan bahwa intervensi
“Kunjungan neonatal. Kunjungan dapat meningkatkan pengetahuan bidan dan
neonatal kan harusnya diperiksa selama penerapan MTBM, SHK, dan NHI.25,26
3 kali dalam neonatal itu. Nah mereka
laporannya di KN itu. Tidak langsung Kendala dalam SDM pelaksana ini
NHI berapa gitu, yang normal berapa menyebabkan kelemahan dalam implementasi
gitu enggak tapi lewat KN. Harusnya program. Sejalan dengan evaluasi SHK di
KN itu ada NHI nya juga.” (Bidan Provinsi DIY,14 penelitian ini juga menemukan
Koordinator A) ketepatan waktu diagnosis hipotiroid kongenital
juga masih terlambat. Kesulitan dalam
PEMBAHASAN pengambilan darah sesuai standar SHK juga
Hasil penelitian menemukan ada 2 ditemukan dalam penelitian ini, sehingga
kegiatan skrining hipotiroid kongenital di dimungkinkan sampling yang cakupannya
Kabupaten Magelang, yaitu SHK dan NHI. terbatas masih ditambahkan dengan kualitas
Faktor pemungkin dan penghambat dalam sampel yang tidak memadai untuk dianalisis.
pelaksanaan skrining hipotiroid kongenital Hal ini sejalan dengan penelitian di Malang yang
dan temuan integrasi antar program skrining menunjukkan dengan keterbatasan cakupan,
hipotiroid dengan program kesehatan lain telah masih ditemukan cukup banyak sampel SHK
diidentifikasi. Salah satu prinsip penangan yang kurang memenuhi syarat sehingga tidak
masalah kesehatan, pertumbuhan, dan dapat dilakukan analisis.15
perkembangan anak adalah semakin dini Deteksi dini hipotiroid melalui program SHK
ditemukan dan ditangani, maka semakin baik juga dilakukan pada bayi baru lahir usia 3-5 hari.
prognosisnya.23 Hal ini menyebabkan pentingnya Namun, pemegang program di Dinas Kesehatan
mengevaluasi pelaksanaan program skrining Kabupaten Magelang juga memberi keleluasaan
kesehatan anak agar tepat waktu dan tepat pengambilan darah sampai maksimal usia 1
dalam pelaksanaannya. bulan. Pelaksanaan SHK di Indonesia relatif
Penelitian ini mencatat beberapa kendala baru dibandingkan dengan negara maju. Belgia
terkait pelaksanaan skrining hipotiroid dengan yang telah menerapkan SHK universal sejak
SHK dan NHI, yaitu dari aspek sumber daya tahun 1976, telah berhasil secara konsisten
manusia dan implementasi. Hambatan terkait SDM menerapkan SHK pada bayi usia 3-5 hari. 27
meliputi kualitas, kuantitas, dan koordinasi SDM Bahkan di Finlandia, median dimulainya terapi
dari tingkat penanggung jawab dan pelaksana kasus HK adalah hari ke-6.28 Kendala dalam
program. Kurangnya kualitas SDM pelaksana penelitian ini adalah terkait prosedur rujukan yang
program skrining antara lain disebabkan karena belum jelas. Hal ini sejalan dengan penelitian
pelatihan NHI dan SHK di tingkat puskesmas sebelumnya yang menyebutkan bahwa alur
belum pernah diselenggarakan, sehingga jejaring kerja sama program SHK yang kurang
bidan desa belum terpapar pelatihan secara efisien mengakibatkan keterlambatan waktu
langsung. Hal ini sejalan dengan penelitian di pelayanan, terutama pada waktu penyampaian
Kabupaten Wonosobo dan Temanggung yang dan tindak lanjut hasil tes SHK.14 Pada penelitian
menunjukkan kurangnya pelatihan pada bidan ini, Kabupaten Magelang memiliki keuntungan,
pelaksana skrining hipotiroid, baik SHK maupun yaitu di wilayah kerjanya terdapat klinik BP2GAKI
skrining dengan form NHI.24,25 Hal ini sangat Magelang yang menangani pemeriksaan dan
162
Potensi Integrasi Program Skrining ... (Latifah L, Asturiningtyas IP, Nurcahyani YD, Ashar H, Sukandar PB)
penanganan kasus hipotiroid tanpa biaya NHI. Hal ini merupakan potensi penting dalam
untuk anak-anak. Puskesmas biasanya hanya pelaksanaan integrasi, karena mempermudah
memberikan saran rujukan yang ditindaklanjuti integrasi proses pelaksanaan dan pelaporan
sendiri oleh keluarga pasien ke klinik BP2GAKI skrining hipotiroid kongenital dengan MTBM.
Magelang. Indikator cakupan dan pelaporan MTBM secara
Semakin meluasnya negara yang nasional telah menjadi indikator pelayanan
melakukan SHK secara universal menyebabkan kesehatan yang bersifat nasional. Terdapat
tidak banyak penelitian terbaru yang mengkaji perbedaan persepsi di tingkat penanggung
skrining tanda-tanda klinis HK dalam kaitannya jawab program Dinas Kesehatan Kabupaten
Magelang, apakah program merupakan inisiatif
dengan ketepatan diagnosis. Beberapa
Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang, atau
penelitian menyebutkan bahwa sebagian besar
program yang sudah ditetapkan oleh Dinas
HK tidak menunjukkan gejala klinis di awal
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah untuk
kelahirannya, sebagian menunjukkan gejala
dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota dengan
klinis non spesifik, bahkan tanpa gejala klinis
riwayat defisiensi iodium di Provinsi Jawa
sama sekali.28,29 Meskipun demikian, terdapat
Tengah.
hubungan signifikan antara derajat keparahan
HK berdasar indikator biokimia hipotiroidisme Faktor pendukung lain adalah implementasi
dengan simtom klinis yang dimunculkan, dan integrasi skrining hipotiroid dengan MTBM.
Penelitian menunjukkan skrining tanda
ketika simtom klinis tersebut muncul, maka
klinis dilakukan NHI bidan desa terintegrasi
pemeriksaan dengan indikator biokimia lanjutan
dengan MTBM yang merupakan bagian dari
perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis
Manajemen Terpadu Balita Sakit Berbasis
dan dilakukan terapi sedini mungkin.28,30,31
Masyarakat (MTBS-M) diatur dalam Permenkes
Penelitian di Denmark, sebelum dilakukan
RI Nomor 70 Tahun 2013.32 Integrasi SHK,
SHK universal dan seorang anak didiagnosis
NHI, dan MTBM berdasarkan penelitian ini
berdasarkan tanda klinis, kasus HK dilaporkan
sangat potensial untuk diterapkan dengan
pada prevalensi 1:5800 sampai 1: 6900,
sasaran NHI dan MTBM universal, serta SHK.
dibandingkan dengan prevalensi SHK 1:3000
Manajemen Terpadu Bayi Muda adalah bagian
sampai 1:4000. Penelitian ini juga mencatat,
dari Manajemen Terpadu Balita Sakit yang
pada kondisi kepatuhan SOP yang belum ideal,
merupakan pedoman tata laksana untuk bayi
dan bidan yang belum terpapar pelatihan, bidan
muda (umur kurang dari 2 bulan) baik yang
di 2 dari 4 puskesmas yang dijadikan responden
sehat maupun sakit. Penanganan bayi muda,
melaporkan penemuan kasus HK berdasarkan
diutamakan pelaksanaannya oleh bidan di desa
skrining tanda klinis yang terkonfirmasi dengan
pada saat kunjungan neonatal Paket MTBS-M
pemeriksaan lanjut biokimia. Situasi yang
bayi muda umur 0–2 bulan terdiri dari: (1)
sama dilaporkan dalam penelitian kualitatif di Perawatan esensial bayi baru lahir (essential
Wonosobo.24 newborn care), (2) Pengenalan tanda bahaya
Hasil penelitian mengidentifikasi faktor bayi baru lahir serta persiapan rujukan, (3)
pendukung terlaksananya program skrining Penatalaksanaan Bayi Berat Lahir Rendah
hipotiroid adalah dari sisi kebijakan dan (BBLR), dan (4) Penatalaksanaan infeksi pada
implementasi. Hasil penelitian menunjukkan bayi baru lahir.33,34 Deteksi tanda klinis hipotiroid
bahwa, secara kebijakan, setiap anak baru lahir dapat dimasukkan dalam paket pengenalan
telah ditargetkan untuk mendapatkan skrining tanda bahaya bayi baru lahir. Fisibilitas integrasi
tanda klinis hipotiroid kongenital dengan form skrining hipotiroid dengan MTBM terbukti dari
163
MGMI Vol. 11, No. 2, Juni 2020: 153-168
aspek output dan proses integrasi. Berdasarkan klinisi.30 Oleh karena itu, diperlukan integrasi
aspek output, keberhasilan integrasi terbukti lebih lanjut dengan program skrining kesehatan
dengan ditindaklanjutinya satu kasus temuan HK pada usia anak yang lebih tinggi.
melalui skrining NHI pada kunjungan neonatus Kelemahan ini dapat ditutupi dengan
yang dilaksanakan oleh bidan desa. Berdasarkan menambahkan integrasi skrining HK pada
aspek proses, keberhasilan integrasi terlihat dari program stimulasi, deteksi, dan intervensi dini
praktek pelaksanaan, yaitu form NHI masuk tumbuh kembang yang mencakup sasaran
dalam buku KIA dan pengambilan blood spot anak usia 0-72 bulan, 35 sehingga integrasi
sampel SHK dilakukan pada kunjungan bayi skrining kasus HK dimasukkan dalam kerangka
muda, dari segi pelaporan, juga NHI dan MTBM optimalisasi kesehatan, pertumbuhan, dan
yang sama-sama bersifat universal dilaporkan perkembangan anak di daerah dengan riwayat
terintegrasi dalam manajemen terpadu bayi
defisiensi iodium. Keberhasilan program deteksi
muda. Fisibilitas integrasi ini juga didukung
dan intervensi dini yang terintegrasi dapat
dengan bukti penelitian tentang faktor pendukung
menjadi faktor protektif bagi risiko masalah
keberhasilan MTBM. Hasilnya menunjukkan
pertumbuhan dan perkembangan anak di daerah
bahwa kualitas pelaksanaan MTBM tidak terkait
replete endemik GAKI, jika dapat dilaksanakan
dengan tambahan beban kerja maupun reward,
dengan baik. Pada penelitian ini, integrasi
hal ini mendukung fisibilitas pelaksanaan skrining
temuan tanda klinis hipotiroid pada posyandu
hipotiroid neonatal dengan MTBM.34
baru diungkapkan sebatas kemungkinan, belum
Pada sisi lain, integrasi skrining NHI atau terbukti dengan temuan kasus kretin atau
skrining hipotiroid kongenital berdasarkan hipotiroid kongenital berdasar pemeriksaan di
tanda-tanda klinis dengan MTBM juga memiliki posyandu.
kelemahan, karena sifat kasus HK yang
Mengingat kebijakan skrining NHI universal
sebagian besar tidak menunjukkan tanda klinis
terintegrasi MTBM ini masih merupakan inisiatif
pada minggu awal. Hal ini memungkinkan bayi
daerah, maka dapat diasumsikan bahwa masih
dengan hipotiroid kongenital yang memunculkan
sedikit daerah yang menerapkan skrining NHI
tanda-tanda klinis sesudah usia 3 bulan tidak
universal pada setiap bayi baru lahir. Upaya
terjaring pada kunjungan MTBM. Studi di
Kabupaten Magelang untuk menjadikan
Denmark menemukan hanya sekitar 10 persen
program skrining kasus kretin dengan form
kasus terdiagnosis pada awal kehidupan, 35
NHI terintegrasi dengan kunjungan neonatus
persen pada 3 bulan dan 70 persen di bawah
dapat dijadikan pembelajaran untuk menjangkau
usia satu tahun. Beberapa kasus terdiagnosis
seluruh anak baru lahir dalam deteksi dini HK,
pada usia 3 atau 4 tahun. Studi retrospektif
di Turki yang menganalisis 1.000 kasus HK baik terkait GAKI maupun tidak, sebelum SHK
melalui diagnosis medis atau gejala klinis, rata- dapat diterapkan secara universal.
rata terdiagnosis pada usia 49 bulan. Hanya Keunggulan penelitian ini adalah
3,1 persen terdiagnosis di periode perinatal, menyampaikan temuan tentang pelaksanaan
serta 55,4 persen di atas usia 2 tahun. Studi di program skrining hipotiroid, terutama dengan
Turki tidak menyebutkan apakah gejala klinis form NHI yang memungkinkan menjangkau
tersebut merupakan hasil skrining sistematis semua bayi baru lahir dan integrasinya
atau berdasarkan kunjungan pasien ke fasilitas dengan program MTBM yang lebih mapan
pelayanan kesehatan, sehingga belum jelas dan rutin dilaksanakan. Penelitian sebelumnya
pada usia berapa onset gejala klinis timbul, menunjukkan, deteksi dini melalui SHK belum
alih-alih usia awal dilakukan pemeriksaan oleh menjadi program rutin pemerintah sehingga
164
Potensi Integrasi Program Skrining ... (Latifah L, Asturiningtyas IP, Nurcahyani YD, Ashar H, Sukandar PB)
kasus hipotiroid kongenital belum banyak dapat SDM adalah bidan desa belum mendapatkan
dikelola secara tepat dan berkesinambungan.13 pelatihan SHK dan NHI, kurangnya supervisi/
Hal tersebut juga dikonfirmasi dalam penelitian koordinasi, dan prosedur rujukan penemuan
ini. Komitmen pendanaan mandiri SHK melalui kasus HK belum jelas. Hal ini menyebabkan
APBD pada 500 bayi per tahun masih jauh sebagian implementasi program dan tindak
dari jumlah bayi lahir per tahun di Kabupaten
lanjut belum mengikuti standar/pedoman.
Magelang. Perbedaannya, penelitian ini
Faktor pemungkin terlaksananya program dari
menemukan adanya upaya untuk menjangkau
aspek kebijakan Dinas Kesehatan Kabupaten
semua bayi baru lahir dalam skrining hipotiroid
melalui deteksi tanda klinis dengan form NHI. Magelang adalah komitmen pendanaan mandiri
Upaya menjamin terlaksananya program SHK melalui APBD, kebijakan skrining form NHI
skrining hipotiroid dilakukan melalui integrasi universal, serta kebijakan mengintegrasikan
dengan program yang lebih mapan (MTBM), skrining hipotiroid dengan MTBM. Pada aspek
yaitu mengintegrasikan kegiatan dan form NHI implementasi, program SHK dan NHI telah
dalam MTBM. Upaya integrasi ini juga telah diimplementasikan oleh bidan dan petugas gizi di
berhasil, terbukti dengan ditindaklanjutinya satu tingkat puskesmas sebagai penanggung jawab
kasus temuan HK melalui skrining NHI pada dan bidan desa sebagai pelaksana program.
kunjungan neonatal yang dilaksanakan oleh Faktor pemungkin lain adalah diintegrasikannya
bidan desa.
program skrining hipotiroid kongenital dengan
Kelemahan penelitian ini adalah belum MTBM pada kunjungan neonatal. Fisibilitas
dilakukannya kajian mendalam tentang
integrasi terbukti dari penemuan kasus HK
MTBM, karena dimungkinkan bahwa MTBM
dengan skrining NHI terintegrasi MTBM.
juga belum dilaksanakan secara optimal.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
SARAN
hambatan juga dialami bidan dalam penerapan
algoritma MTBM. Beberapa penelitian evaluasi Upaya Kabupaten Magelang menjadikan
pelaksanaan MTBM menemukan masalah program skrining kasus kretin dengan form
serupa terkait ketidakpatuhan SOP serta NHI pada bayi yang diintegrasikan dengan
keterampilan SDM karena cakupan pelatihan program MTBM pada kunjungan neonatal dapat
yang rendah, kurangnya supervisi, dan kendala dijadikan pembelajaran untuk menjangkau
terkait kelengkapan sarana.26,36,37 Penelitian seluruh anak baru lahir dalam deteksi dini HK,
selanjutnya diharapkan dapat mengevaluasi baik terkait GAKI maupun tidak, sebelum SHK
kualitas pelaksanaan MTBM dengan lebih
dapat diterapkan secara universal. Penelitian
baik, sehingga diperoleh gambaran lebih jelas
selanjutnya diharapkan dapat menganalisis
dan terperinci terkait integrasi dan kualitas
pelatihan terpadu SHK, NHI, MTBM pada
pelaksanaan program.
bidan pelaksana, khususnya bidan desa. Agar
KESIMPULAN berjalan efektif, pelatihan dilaksanakan berbasis
Terdapat dua program skrining hipotiroid puskesmas, mengingat selama ini pelatihan
yang dilaksanakan di Kabupaten Magelang, dilakukan di dinas kesehatan. Diharapkan,
yaitu SHK pada 500 bayi per tahun dan skrining setiap bidan desa mampu melaksanakan
dengan form NHI pada setiap bayi baru lahir. skrining hipotiroid terintegrasi dengan MTBM
Faktor penghambat program, dari aspek sesuai pedoman.
165
MGMI Vol. 11, No. 2, Juni 2020: 153-168
166
Potensi Integrasi Program Skrining ... (Latifah L, Asturiningtyas IP, Nurcahyani YD, Ashar H, Sukandar PB)
167
MGMI Vol. 11, No. 2, Juni 2020: 153-168
33. Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Gangguan Tumbuh Kembang Anak. Jakarta:
Anak, Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Kementerian Kesehatan RI;2014.
Penyelenggaraan Manajemen Terpadu
36. Kiplagat A, Musto R, Mwizamholya D, Morona
Balita Sakit Berbasis Masyarakat (MTBS-M).
D. Factors Influencing The Implementation
2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
of Integrated Management of Childhood
34. Iraningsih W, Azinar M. Praktik Bidan dalam
Illness (IMCI) by Healthcare Workers at
Penggunaan Algoritma Manajemen Terpadu
Public Health Centers and Dispensaries
Bayi Muda Pada Kunjungan Neonatal.
Unnes J Public Heal. 2017;6(1):1. in Mwanza, Tanzania. BMC Public Health.
2014;14(277):1–10.
35. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia 37. Titaley C. Implementation of IMCI in West
Nomor 66 Tahun 2014 tentang Pemantauan Java Province, Indonesia. J Public Health.
Pertumbuhan, Perkembangan, dan 2014;3(2):161–70.
168
MEDIA GIZI MIKRO INDONESIA
Kepada Yth.
Editor Jurnal Media Gizi Mikro Indonesia
Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Magelang (Balai Litbangkes Magelang)
Kapling Jayan, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah Tel. (0293) 789435 Fax. (0293) 788460
Website OJS: https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/mgmi/index
Email: mgizimikro@yahoo.com
PERSETUJUAN KEPENGARANGAN
(Authorship Agreement)
Potensi Integrasi Program Skrining Hipotiroid pada Neonatal di Daerah Replete Defisiensi
Iodium
Setuju akan diterbitkan dalam jurnal Media Gizi Mikro Indonesia (MGMI).
Mohon melengkapi nama dan status kepengarangan sebagai kontributor utama (main author)
atau kontributor pendukung/ anggota (co-authors) di bawah ini:
dst
Para penulis mengakui bahwa hak kepenulisan terikat dengan tanggung jawab publik, dan
penulis bertanggung jawab penuh terhadap keseluruhan isi karya ilmiah yang tercantum pada
artikel.
Leny Latifah