Anda di halaman 1dari 31

REFERAT

Katarak

Perceptor :

dr. Aryanti Ibrahim, Sp.M

Oleh :

Intan Fajar Ningtiyas, S.Ked


1718012003

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN MATA

RSUD DR. H. ABDOEL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Katarak” sebagai
rangkaian kegiatan Kepaniteraan Klinik di SMF Mata RSUD Dr. Abdoel Moeloek
Bandar Lampung.

Dengan ketulusan hati penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih dr. Aryanti
Ibrahim, Sp.M selaku dosen pembimbing di bagian Mata, atas semua bantuan dan
kesabarannya membimbing penulis sehingga penulis dapat menjalani kepaniteraan klinik
di bagian Mata RSUD Dr. Abdoel Moeloek Bandar Lampung.

Penulis menyadari bahwa case report ini tentu tidak terlepas dari kekurangan karena
keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Maka sangat diperlukan masukan
dan saran yang membangun. Semoga case report ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.

Penulis

Intan Fajar Ningtiyas

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. ii

ii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 6
2.1 Anatomi Lensa........................................................................... 6
2.2 Katarak Traumatik ..................................................................... 9
2.2.1 Definisi ............................................................................ 9
2.2.2 Epidemiologi.................................................................... 9
2.2.3 Etiologi dan faktor resiko................................................. 9
2.2.4 Patofisiologi..................................................................... 11
2.2.5 Klasifikasi........................................................................ 13
2.2.6 Manifestasi klinis............................................................. 25
2.2.7 Diagnosis.......................................................................... 27
2.2.8 Tatalaksana....................................................................... 28
2.2.9 Komplikasi....................................................................... 29
2.2.10 Pencegahan..................................................................... 31
2.2.11 Prognosis........................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 33

iii
BAB I

PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN
Katarak berarti sebuah opasitas lensa dan istilah katarak berasal dari bahasa
yunani “katarraktes” (air terjun) karena pada awalnya terdapat anggapan bahwa
katarak adalah cairan beku yang berasal dari cairan otak yang mengalir didepan
lensa. Katarak adalah penyebab kebutaan yang paling sering dihadapi oleh ahli
bedah mata. Hal ini tidak berarti bahwa setiap orang yang menderita katarak
kemungkinan besar akan menjadi buta. Untungnya, hasil pengobatan dengan
operasi memberikan hasil yang baik, peningkatan kemampuan penglihatan
yang didapatkan cukup memuaskan pada lebih dari 90% kasus. Proses penuaan
adalah penyebab katarak yang paling banyak, tetapi masih banyak faktor lain
yang dapat terlibat, yang mencakup trauma, keracunan, penyakit sistemik
(seperti diabetes), merokok, dan herediter. Patogenesis katarak tidak
sepenuhnya dimengerti. Akan tetapi lensa yang mengalami katarak ditandai
oleh agregat protein yang menghamburkan cahaya dan menurunkan
transparansi lensa. Perubahan protein yang lain menyebabkan perubahan warna
menjadi kuning atau coklat.

WHO (2000) menyatakan bahwa sekitar 38 juta orang menderita kebutaan,


dan 110 juta orang mengalami penurunan penglihatan. Perhitungan terakhir
menyatakan bahwa katarak terkait usia merupakan 48% penyebab kebutaan di
seluruh dunia. Diperkirakan 1 dari 1000 populasi akan menderita katarak pada
setiap tahun di Afrika dan Asia. Prevalensi katarak pada individu berusia 65-
74 tahun sebesar 50%, dan meningkat hingga 70% pada usia di atas 75 tahun.

Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia. Prevalensi


buta karena katarak 0,78% dari prevalensi kebutaan 1,5%. Hampir 16 – 20%
buta katarak dialami oleh penduduk Indonesia pada usia 40-54 tahun yang
masih termasuk dalam kelompok usia produktif. Katarak dapat direhabilitasi
dengan tindakan bedah, tetapi pelayanan bedah katarak di Indonesia belum

4
merata. Diperkirakan bahwa jumlah buta katarak di Indonesia akan meningkat
dua kali pada tahun 2020.

BAB II

5
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

Anatomi

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna, lensa juga tidak memiliki inervasi persarafan. Tebalnya
sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di belakang iris, lensa digantung oleh
zonula zinni, yang terdiri dari serabut yang lembut tetapi kuat, yang
menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat
humor aquaeus; di sebelah posteriornya, vitreus. Lensa disusun oleh kapsul,
epitel lensa, korteks, dan nukleus.

1. Kapsul

Kapsul lensa adalah membrane yang transparan dan elastik yang terdiri
dari kolagen tipe IV. Kapsul mengandung substansi lensa dan mampu
untuk membentuknya pada saat perubahan akomodatif. Lapisan paling luar
dari kapsul lensa, zonullar lamella, juga berperan sebagai titik perlekatan
untuk serabut zonular. Kapsul lensa yang paling tebal ada pada bagian
perrquatorial anterior dan posterior dan paling tipis pada bagian kutub
posterior sentral. Kapsul lensa bagian anterior lebih tebal daripada kapsul
bagian posterior pada saat lahir dan meningkat ketebalannya seiring
dengan berjalannya waktu.

2. Epitel lensa

Dibelakang kapsul lensa anterior adalah sebuah lapisan tunggal sel epitel.
Sel-sel ini aktif secara metabolis dan melakukan semua aktivitas sel yang
normal, yang mencakup biosintesis DNA, RNA, protein dan lemak;
mereka juga menghasilkan adenoid trifosfat untuk memenuhi kebutuhan
energy lensa.

3. Nukleus dan korteks

6
Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan
bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi,
sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastic.
Nukleus dan korteks terbentuk dari dari lamellae konsentris yang panjang.
Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamella
ini ujung-ke-ujung berbentuk [Y] bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk [Y]
ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Masing-masing serat lamellar
mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskop, inti ini
jelas di bagian perifer lensa didekat ekuator dan bersambung dengan
lapisan epitel subkapsul.

Gambar 1. Anatomi lensa tampak anterior dan lateral

Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan
protein tertinggi di antara jaringan tubuh yang lain), dan sedikit sekali mineral
yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di
lensa daripada di sebagian besar jaringan yang lain. Asam askorbat dan
glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.

7
Gambar 2. Struktur lensa normal

Fisiologi

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk


memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris berelaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter enteroposterior lensa
sampai ke ukuran yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa
diperkecil hingga berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga
tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastic kemudian
mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya
biasnya. Kerjasama fisiologis antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring
dengan bertambahnya usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan
berkurang.

8
2.2 Katarak

2.2.1 Definisi Katarak

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau
terjadi akibat kedua-duanya.

2.2.2. Epidemiologi

Katarak Menurut WHO, katarak adalah penyebab kebutaan terbesar di


seluruh dunia. Katarak menyebabkan kebutaan pada delapan belas juta
orang diseluruh dunia dan diperkirakan akan mecapai angka empat puluh
juta orang pada tahun 2020. Hampir 20,5 juta orang dengan usia di atas
40 yang menderita katarak, atau 1 tiap 6 orang dengan usia di atas 40
tahun menderita katarak.

2.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko Katarak

1. Usia

Seiring dengan pertambahan usia, lensa akan mengalami penuaan


juga. Keistimewaan lensa adalah terus menerus tumbuh dan
membentuk serat lensa dengan arah pertumbuhannya yang konsentris.
Tidak ada sel yang mati ataupun terbuang karena lensa tertutupi oleh
serat lensa. Akibatnya, serat lensa paling tua berada di pusat lensa
(nukleus) dan serat lensa yang paling muda berada tepat di bawah
kapsul lensa (korteks). Dengan pertambahan usia, lensa pun
bertambah berat, tebal, dan keras terutama bagian nukleus. Pengerasan
nukleus lensa disebut dengan nuklear sklerosis. Selain itu, seiring
dengan pertambahan usia, protein lensa pun mengalami perubahan
kimia. Fraksi protein lensa yang dahulunya larut air menjadi tidak
larut air dan beragregasi membentuk protein dengan berat molekul
yang besar. Hal ini menyebabkan transparansi lensa berkurang

9
sehingga lensa tidak lagi meneruskan cahaya tetapi malah
mengaburkan cahaya dan lensa menjadi tidak tembus cahaya.

2. Radikal bebas

Radikal bebas adalah adalah atom atau meolekul yang memiliki satu
atau lebih elektron yang tidak berpasangan (Murray, 2003). Radikal
bebas dapat merusak protein, lipid, karbohidrat dan asam nukleat sel
lensa. Radikal bebas dapat dihasilkan oleh hasil metabolisme sel itu
sendiri, yaitu elektron monovalen dari oksigen yang tereduksi saat
reduksi oksigen menjadi air pada jalur sitokrom, dan dari agen
eksternal seperti energi radiasi. Contoh-contoh radikal oksigen adalah
anion superoksida (O2-), radikal bebas hidroksil (OH+), radikal
peroksil (ROO+), radikal lipid peroksil (LOOH), oksigen tunggal
(O2), dan hidrogen peroksida (H2O2). Agen oksidatif tersebut dapat
memindahkan atom hidrogen dari asam lemak tak jenuh membran
plasma membentuk asam lemak radikal dan menyerang oksigen serta
membentuk radikal lipid peroksida. Reaksi ini lebih lanjut akan
membentuk lipid peroksida lalu membentuk malondialdehida (MDA).
MDA ini dapat menyebabkan ikatan silang antara lemak dan protein.
Polimerisasi dan ikatan silang protein menyebabkan aggregasi
kristalin dan inaktivasi enzimenzim yang berperan dalam mekanisme
antioksidan seperti katalase dan glutation reduktase. Hal-hal inilah
yang dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa.

3. Radiasi ultraviolet
Radiasi ultraviolet dapat meningkatkan jumlah radikal bebas pada
lensa karena tingginya penetrasi jumlah cahaya UV menuju lensa. UV
memiliki energi foton yang besar sehingga dapat meningkatkan
molekul oksigen dari bentuk triplet menjadi oksigen tunggal yang
merupakan salah satu spesies oksigen reaktif.
4. Merokok
Terdapat banyak penelitian yang menjelaskan hubungan antara
merokok dan penyakit katarak. Hasil penelitian Cekic (1998)
menyatakan bahwa merokok dapat menyebabkan akumulasi kadmium

10
di lensa. Kadmium dapat berkompetisi dengan kuprum dan
mengganggu homeostasis kuprum. Kuprum penting untuk aktivitas
fisiologis superoksida dismutase di lensa. Sehingga dengan adanya
kadmium menyebabkan fungsi superoksida dismutase sebagai
antioksidan terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan
oksidatif pada lensa dan menimbulkan katarak.
5. Trauma
Trauma dapat menyebabkan kerusakan langsung pada protein lensa
sehingga timbul katarak.
6. Infeksi
Uveitis kronik sering menyebabkan katarak. Pada uveitis sering
dijumpai sinekia posterior yang menyebabkan pengerasan pada kapsul
anterior lensa.
7. Obat-obatan
Penggunaan steroid jangka panjang dapat meningkatkan resiko
terjadinya katarak. Jenis katarak yang sering pada pengguna
kortikosteroid adalah katarak subkapsular.
8. Penyakit sistemik
Diabetes dapat menyebabkan perubahan metabolisme lensa.
Tingginya kadar gula darah menyebabkan tingginya kadar sorbitol
lensa. Sorbitol ini menyebabkan peningkatan tekanan osmotik lensa
sehingga lensa menjadi sangat terhidrasi dan timbul katarak.
9. Genetik
Riwayat keluarga meningkatkan resiko terjadinya katarak dan
percepatan maturasi katarak.

2.2.4 Patofisiologi
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang
memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengakibatkan pandangan dengan menghambat jalannya
cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein
lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi
sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran

11
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun
dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien
yang menderita katarak.

Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori


hidrasi dan sklerosis:

1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada


epitellensa yang berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak
dapatdikeluarkan dari lensa. Air yang banyak ini akan
menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yangmenyebabkan
kekeruhan lensa.
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana
serabutkolagen terus bertambah sehingga terjadi pemadatan
serabut kolagendi tengah. Makin lama serabut tersebut semakin
bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa.

Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:


1. Kapsula
a. Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)

b. Mulai presbiopiac

c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur

d. Terlihat bahan granular

2. Epitel-makin tipis
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
a. Serat irregular
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah
proteinnukelus lensa, sedang warna coklat protein lensa
nucleusmengandung histidin dan triptofan disbanding normal

12
d. Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi foto oksidasi.

Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan


fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi,
akibat perubahan pada serabut halus multipel yang memanjang dari
badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya menyebabkan
penglihatan mengalami distorsi. Pada protein lensa menyebabkan
koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan penghambatan
jalannya cahaya ke retina

2.2.5 Klasifikasi

Berdasarkan anatominya kalsifikasi katarak dibagi menjadi :

1. Katarak kortikalis

Pada awal pembentukan katarak kortikalis, terjadi perubahan


komposisi ion pada korteks lensa sehingga menyebabkan perubahan
hidrasi. Perubahan hidrasi ini akan menghasilkan celah dengan pola
radiasi di sekitar daerah ekuator dan lama kelamaan akan timbul
kekeruhan di kortek lensa. Pengaruhnya pada fungsi penglihatan
tergantung pada kedekatan opasitas dengan aksis visual. Gejala
awalnya biasanya adalah penderita merasa silau saat mencoba
memfokuskan pandangan pada suatu sumber cahaya di malam hari.
Selain itu diplopia monokular juga dapat dikeluhkan penderita.
Pemeriksaan menggunakan biomikroskop slitlamp akan
mendapatkan gambaran vakuola dan seperti celah air disebabkan
degenerasi serabut lensa, serta pemisahan lamela korteks anterior
atau posterior oleh air. Gambaran Cortical-spokes seperti baji terlihat
di perifer lensa dengan ujungnya mengarah ke sentral, kekeruhan ini
tampak gelap apabila dilihat menggunakan retroiluminasi.

13
Gambar 3. Katarak kortikal

2. Katarak nuklearis

Jenis katarak ini biasanya berkembang lambat dan terjadi bilateral,


meskipun bisa asimetris. Gejala yang paling menonjol dari katarak
jenis ini adalah kabur melihat jauh daripada melihat dekat. Katarak
jenis ini sedikit berwarna kekuningan dan menyebabkan kekeruhan di
sentral. Sering terlihat gambaran nukleus berwarna coklat (katarak
brunesens) atau hitam (katarak nigra) akibat deposit pigmen dan
jarang berwarna merah (katarak rubra).

Gambar 4. (a) katarak brunesens (b) katarak nigra (c) katarak rubra

14
Gambar 5. Katarak nuklear

2 Katarak subkapsularis posterior


Katarak tipe ini terletak pada lapisan korteks posterior dan biasanya
selalu aksial. Pada tahap awal biasanya katarak subkapsularis
posterior ini masih terlihat halus pada pemeriksaan slit lamp di
lapisan korteks posterior., tetapi pada tahap lebih lanjut terlihat
kekeruhan granular dan seperti plak pada korteks subkapsular
posterior. Gejala yang timbul dapat berupa silau, diplopia monokular
dan lebih kabur melihat dekat dibandingkan melihat jauh. Katarak
subkapsular posterior dapat timbul akibat adanya trauma, penggunan
kortikosteroid topikal atau sistemik, adanya peradangan, ataupun
pajanan radiasi.

Gambar 5. Katarak subcapsular posterior

15
Gambar 6. Tipe-tipe katarak

Katarak berdasarkan usia dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori, antara


lain:
1. Katarak Kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang telah terjadi sebelum atau
segera setelah bayi lahir dan bayi berusia < 1 tahun. Katarak
kongenital adalah kekeruhan lensa yang timbul sebagai kejadian
primer atau berhubungan dengan penyakit ibu dan janin. Katarak
kongenital biasanya tampak sebagai katarak putih yang padat dan
besar yang disebut dengan leukokoria. Penyebab katarak
kongenital dapat diketahui dengan pemeriksaan riwayat prenatal
infeksi ibu seperti rubela dan riwayat pemakaian obat selama
kehamilan (Ilyas& Yulianti, 2013; Harper & Shock, 2009).
Katarak kongenital memiliki beberapa bentuk antara lain (Ilyas &
Yulianti, 2013):
- Katarak piramidalis atau polaris anterior
- Katarak piramidalis atau polaris posterior
- Katarak zonularis atau lamelaris
- Katarak pungtata.
Katarak kongenital memiliki penyulit yaitu makula lutea kurang
mendapatkan rangsangan sehingga tidak dapat berkembang
sempurna. Visus pasien biasanya tidak dapat mencapai 5/5. Hal ini

16
disebut ambliopia sensoris. Hal ini menyebabkan katarak
kongenital harus ditangani dalam 2 bulan pertama kehidupan.
Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi seperti
nistagmus dan strabismus.
2. Katarak Juvenil
Katarak juvenil terjadi pada usia > 3 bulan dan < 9 tahun. Katarak
juvenil biasanya merupakan kelanjutan dari katarak kongenital.
Katarak juvenil biasanya memiliki penyulit berupa penyakit
sistemik atau metabolik seperti diabetes melitus, kondisi
hipokalasemi seperti tetani, defisiensi gizi, kondisi distrofi
miotonik, dan kondisi trauma.
3. Katarak Senilis
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut
> 50 tahun. Perkembangan katarak senilis berjalan lambat dan
selama bertahun-tahun. Kekeruhan pada katarak senilis dapat
terjadi pada bagian nukleus, kortikal, atau subkapsular posterior.
Katarak nuklear terjadi akibat adanya proses kondensasi dalam
nukleus, sehingga menyebabkan terjadinys sklerosis nuklear.
Gejala yang biasanya timbul adalah penglihatan dekat yang
membaik tanpa kacamata. Hal ini disebabkan karena fokus lensa di
bagian senrral meningkat, sehingga refraksi bergeser ke miopia.
Gejala lain yang timbul adalah diskriminasi warna yang buruk dan
diplopia monokular. Katarak nuklear cenderung bilateral.

Stadium pada katarak adalak katarak insipien, imatur, matur dan


hipermatur.
1. Katarak insipien.
Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut:
a. Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju
korteks anterior dan posterior (katarak kortikal ). Vakuol
mulai terlihat di dalam korteks.
b. Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat
anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat
lensa dan dan korteks berisi jaringan degeneratif (benda
Morgagni) pada katarak insipien.

17
c. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena
indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa.
Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.
d. Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan
lensa akibat lensa degeneratif yang menyerap air. Masuknya
air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa
menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris
sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan
keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat
memberikan penyulit glaukoma. Katarak intumesen biasanya
terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan
miopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi
korteks sehingga akan mencembung dan daya biasnya akan
bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan
slit-lamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak
lamel serat lensa.

2. Katarak Imatur.
Katarak imatur ditandai dengan kekeruhan sebagian lensa dan
belum mengenai seluruh lapisan lensa. Pada katarak imatur
volume lensa akan dapat bertambah akibat meningkatnya
tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan
lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil,
sehingga terjadi glaukoma sekunder.
3. Katarak matur.
Pada keadaan matur kekeruhan telah mengenai seluruh massa
lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion kalsium
yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak
dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa
kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan
seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi
lensa. Kedalaman bilik mata depan normal kembali, tidak
terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji
bayangan iris negatif.
4. Katarak Hipermatur.

18
Katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami proses
degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair.
Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa
sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering.
Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul
lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga
hubungan dengan zonula zinn menjadi kendur. Bila proses
katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka
korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar. Korteks
akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai
dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena
lebih berat. Keadaan ini disebut katarak Morgagni.

Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Normal Bertambah Normal Berkurang
lensa
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
COA Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut COA Normal Sempit Normal Terbuka
Iris Shadow Negatif Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma

Selain klasifikasi berdasarkan usia, katarak juga dapat diklasifikasikan


berdasarkan penyebabnya antara lain:
1. Katarak Traumatik
Trauma yang dapat menyebabkan katarak meliputi trauma
tumpul atau kontusio, perforasi atau penetrasi, trauma radiasi,
elektrik, metalosis, dan benda asing. Trauma tumpul pada mata
biasanya ditandai dengan adanya vossius ring pada bagian anterior
lensa yang berasal dari pigmen iris yang menempel pada lensa.
Trauma tumpul tanpa perforasi dapat menyebabkan opasifikasi
secara akut atau perlahan. Opasitas yang disebabkan biasanya
berbentuk stelata atau roset, dan biasanya berlokasi di aksis
penglihatan dan mencapai kapsul posterior lensa. Trauma tumpul

19
juga dapat menyebabkan luksasi dari lensa jika mengenai zonula
zinni. Adanya luksasi lensa akan menyebabkan gangguan
akomodasi, diplopia monokuler, dan astigmatisma.

Trauma penetrasi atau perforasi dapat menyebabkan opasifikasi


korteks lensa pada bagian yang terkena trauma. Opasifikasi akan
berkembang secara cepat. Trauma radiasi memiliki progresivitas
yang lambat. Pajanan radiasi inframerah dapat menyebabkan
glassblowers cataract, karena pajanan panas dengan intensitas
tinggi kepada mata akan menyebabkan lapisan terluar dari kapsul
anterior lensa mengelupas. Pajanan radiasi ultraviolet pada sinar
matahari dalam jangka waktu lama biasanya akan menyebabkan
katarak kortikal.

Trauma kimia yang paling sering menyebabkan katarak adalah


trauma alkali, karena alkali mengandung senyawa yang dapat
menembus mata secara cepat. Trauma asam jarang menyebabkan
katarak karena lebih sulit untuk menembus mata.

Gambar 7. Cincin Vossius

20
Gambar 8. Opasifikasi kortikal komplet yang terjadi setelah trauma okuli
perforans

Gambar 9. Gambaran katarak kortikal focal yang disebabkan oleh trauma tusuk
yang kecil di lensa

Gambar 10. Gambaran rosette cataract pada katarak traumatic yang disebabkan
oleh trauma tumpul

2. Katarak Komplikata

21
Katarak komplikata adalah kekeruhan pada lensa yang disebabkan
penyakit intraokular lain. Adanya penyakit intraokular sebelumnya
akan menyebabkan perubahan sirkulasi yang akan menghambat
nutrisi dari lensa. Terdapat beberapa kondisi yang yang dapat
menyebabkan katarak komplikata antara lain:
a. Inflamasi
Meliputi inflamasi pada uvea seperti iridosiklitis, parsplanitis,
dan koroiditis; ulkus kornea dengan hipopion; dan endoftalmitis.
b. Kondisi degeneratif
Meliputi retinitis pigmentosa dan degenerasi korioretina
miopikum.
c. Pengelupasan retina
d. Glaukoma primer dan sekunder
Peningkatan tekanan intraokular (TIO) diduga sebagai penyebab
utama.
e. Tumor intraokular
Meliputi retinoblastoma atau melanoma. Tumor intraokular
biasanya menyebabkan katarak komplikata pada stadium akhir.

Katarak komplikata pada umumnya terjadi dalam 2 bentuk yaitu :


a. Katarak komplikata kortikal posterior
Katarak terjadi karena adanya pengaruh dari segmen posterior.
Perubahan lensa terjadi di bagian kapsula posterior. Kekeruhan
berbentuk iregular dengan densitas bervariasi. Pemeriksaan slit-
lamp akan menunjukan gambaran bread crumb. Pada korteks
tampak bercak kekuningan. Kekeruhan akan menyebar
memenuhi korteks, sehingga seluruh bagian akan berubah
menjadi opak.

b. Katarak komplikata kortikal anterior


Terjadi karena adanya lesi pada segmen anterior seperti
glaukoma, ulkus kornea dengan hipopion, dan iritis akut.
Tampak gambaran vakuola pada kapsul anterior, diikuti dengan
adanya kekeruhan pada serat kortikal dan penebalan dari
kapsula anterior.

3. Katarak Akibat Penyakit Sistemik

22
Katarak bilateral dapat disebabkan oleh berbagai gangguan
sistemik seperti diabetes melitus, hipokalsemia, distrofi miotonik,
dermatitis atopik, galaktosemia, dan sindroma Lowe, Werner, dan
Down. Katarak merupakan penyebab umum gangguan penglihatan
pada pasien diabetes. Kadar glukosa darah yang meningkat akan
menyebabkan peningkatan glukosa pada humor aqueous. Glukosa
dari aqueous akan memasuki lensa, sehingga kadar glukosa akan
meningkat. Beberapa senyawa glukosa akan diubah menjadi
sorbitol oleh enzim aldose reductase. Metabolisme sorbitol di lensa
berjalan lambat dan akan terakumulasi di sitoplasma sel lensa, yag
akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotik dan terjadi
influks air, sehingga serat lensa akan cenderung edem.

Katarak diabetik akut disebut juga snowflake cataract, terjadi


bilateral pada bagian subkapsular lensa dengan gambaran
kekeruhan multipel, biasanya pada usia muda dengan diabetes
melitus yang tidak terkontrol. Dapat terbentuk vakuola dan celah
pada korteks.

Katarak pada pasien dengan dermatitis atopik biasanya bilateral


dengan onset pada dekade kedua atau ketiga. Katarak terjadi pada
bagian subkapsular anterior di area pupil dan tampak gambaran
shieldlike plaque.

4. Drug-Induced Cataract
Obat-obat yang dapat menyebabkan katarak antara lain
kortikosteroid, fenotiazin, miotikum, amiodaron, dan statin.
Penggunaan kortikosteroid secara topikal, sistemik,
subkonjungtiva, dan inhalasi dapat menyebabkan terbentuknya
katarak, terutama katarak subkortikal posterior. Fenotiazin dapat
menyebabkan deposit pigmen di epitel anterior lensa, pada bagian
aksis. Miotikum seperti pilokarpin dapat menyebabkan

23
terbentuknya vakuola pada bagian kapsul anterior dan posterior
lensa.

5. Katarak Sekunder
Katarak sekunder adalah kekeruhan pada kapsul posterior setelah
ekstraksi katarak ekstrakapsular, paling cepat 2 hari setelah
dilakukan operasi. Gambaran yang akan timbul berupa mutiara
Elschnig dan cincin Soemmering. Epitel lensa subkapsular yang
tersisa menginduksi regenerasi serat-serat lensa, sehingga
memberikan gambaran telur kodok atau busa sabun pada kapsul
posterior. Cincin Soemmering terjadi karena kapsul anterior pecah
dan traksi ke perifer, lalu melekat pada kapsula posterior sehingga
meninggalkan daerah jernih di bagian tengah, memberikan
gambaran cincin. Terapi yang dapat dilakukan adalah dengan laser
neodymium yag.

2.2.6 Manifestasi Klinis


Banyak pasien katarak yang mengeluhkan pandangan kabur, yang
biasanya bertambah buruk jika melihat objek yang jauh, secara
mendadak. Selain itu pasien katarak seringkali mengeluhkan monocular
diplopia. Silau juga menjadi gejala yang sering muncul. Pasien
mengeluhkan bahwa mereka tidak dapat melihat dengan baik dalam
keadaan terang. Mata menjadi merah, lensa opak, dan mungkin terjadi
perdarahan intraocular. Apabila humor aqueus atau korpus vitreum keluar
dari mata, mata menjadi sangat lunak. Pasien juga memiliki riwayat
mengalami trauma.

1. Penurunan ketajaman visus


Katarak secara klinis relevan jika menyebabkan penurunan
signifikan pada ketajaman visual, baik itu dekat maupun jauh.
Biasanya akan ditemui penurunan tajam penglihatan dekat
signifikan dibanding penglihatan jauh, mungkin disebabkan oleh
miosis akomodatif. Jenis katarak yang berbeda memiliki tajam
penglihatan yang berbeda pula. Pada katarak subkapsuler posterior

24
dapat sangat mengurangi ketajaman penglihatan dekat menurun
daripada penglihatan jauh. Sebaliknya katarak nuklear dikaitkan
dengan tajam penglihatan dekat yang tetap baik dan tajam
penglihatan jauh yang buruk. Penderita dengan katarak kortikal
cenderung memperoleh tajam penglihatan yang baik.
2. Silau
Seringkali penderita mengeluhkan silau ketika dihadapkan dengan
sinar langsung. Biasanya keluhan ini ditemukan pada katarak
subkapsuler posterior dan juga katarak kortikal. Jarang pada
katarak nuklearis.
3. Sensitivitas kontras
Sensitivitas kontras dapat memberikan petunjuk mengenai
kehilangan signifikan dari fungsi penglihatan lebih baik dibanding
menggunakan pemeriksaan Snellen. Pada pasien katarak akan sulit
membedakan ketajaman gambar, kecerahan, dan jarak ruang
sehingga menunjukkan adanya gangguan penglihatan.
4. Pergeseran miopia
Pasien katarak yang sebelumnya menggunakan kacamata jarak
dekat akan mengatakan bahwa ia sudah tidak mengalami gangguan
refraksi lagi dan tidak membutuhkan kacamatanya. Sebaliknya
pada pasien yang tidak menggunakan kacamata, ia akan
mengeluhkan bahwa penglihatan jauhnya kabur sehingga ia akan
meminta dibuatkan kacamata. Fenomena ini disebut pergeseran
miopia atau penglihatan sekunder, namun keadaan ini bersifat
sementara dan terkait dengan stadium katarak yang sedang
dialaminya.
5. Diplopia monokuler
Pada pasien akan dikeluhkan adanya perbedaan gambar objek yang
ia lihat, ini dikarenakan perubahan pada nukleus lensa yang
memiliki indeks refraksi berbeda akibat perubahan pada stadium
katarak. Selain itu, dengan menggunakan retinoskopi atau
oftalmoskopi langsung, akan ditemui perbedaan area refleks merah
yang jelas terlihat dan tidak terlalu jelas.

25
2.2.7 Diagnosa

Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan


pemeriksaan fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk
mendeteksi adanya penyakit-penyakit yang menyertai, seperti DM,
hipertensi, dan kelainan jantung.

Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk


mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak
subcapsuler posterior dapat membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan
adneksa okuler dan struktur intraokuler dapat memberikan petunjuk
terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya.6

Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas


lensa tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea,
iris, bilik mata depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati,
gambaran lensa harus dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian
dilator pupil, posisi lensa dan intergritas dari serat zonular juga dapat
diperiksa sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma
mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur.
Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk menentukan stadium pada
katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan indirek
dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang harus dinilai.

2.2.8 Tatalaksana
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi
visus,medis, dan kosmetik.

1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini


berbeda pada tiap individu, tergantung dari gangguan yang
ditimbulkan oleh katarak terhadap aktivitas sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan
kekeruhan pada lensa matanya, namun beberapa indikasi medis

26
dilakukan operasi katarak seperti glaukoma imbas lensa (lens-
induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan
pada retina misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur
meminta ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan untuk
mengembalikan visus) untuk memperoleh pupil yang hitam.

Terdapat beberapa jenis operasi katarak antara:


1. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK)
Insisi dibuat pada limbus atau kornea perifer, bagian superior atau
temporal. Pada kapsul anterior dibuat sebuah saluran, kemudian
nukleus dan korteks lensa diangkat, kemudian lensa intraokular
ditempatkan pada kantung kapsul yang sudah kosong, disangga
oleh kapsul posterior yang utuh. Insisi yang dibutuhkan biasanya
berukuran 9-10 mm.
2. Fakoemulsifikasi
Fakoemulsifikasi menggunakan vibrator ultrasonik untuk
menghancurkan nukleus yang keras, sampai substansi nukleus dan
korteks dapat diaspirasi. Ukuran insisi yang dibutuhkan adalah
3mm. Ukuran tersebut cukup untuk memasukkan foldable
intraocular lens. Jika lensa yang digunakan kaku, insisi perlu
dilebarkan hingga 5 mm. Keuntungan dari fakoemulsifikasi adalah
kondisi intraoperasi lebih terkendali, tidak memerlukan penjahitan,
perbaikan luka lebih cepat dengan derajat distorsi kornea lebih
rendah. Risiko yang dapat ditimbulkan adalah dapat terjadi
pergeseran materi nukleus ke posterior melalui robekan kapsul
posterior, sehingga membutuhkan tindakan bedah vitreoretina yang
kompleks.
3. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
SICS merupakan modifikasi dari EKEK. Insisi yang dibutuhkan
pada prosedur SICS yaitu 5,5 – 7 mm. Kondisi ideal untuk
dilakukan tindakan SICS adalah kondisi kornea yang jernih,
ketebalan normal, enndotel yang sehat, COA yang cukup dalam,
dilatasi pupil cukup, zonula utuh. Keuntungan dari metode SICS

27
adalah penyembuhan yang lebih cepat dan risiko astigmatisma
yang minimal.
4. Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK)
EKIK merupakan tindakan pengangkatan lensa seluruhnya beserta
dengan kapsulnya. EKIK sudah jarang dilakukan karena insiden
terjadinya ablasio retina lebih tinggi dibandingkan dengan tindakan
bedah lainnya. EKIK tetap dilakukan juka tidak terdapat fasilitas
untuk tindakan bedah yang lain. Kontraindikasi EKIK adalah
pasien berusia < 40 tahun yang masih memiliki ligamen hialoidea
kapsular.

2.2.9 Komplikasi
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif,
postoperatif awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan
dengan lensa intra okular (intra ocular lens, IOL).

A. Komplikasi preoperatif
a) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas)
akibat ketakutan akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5
mg dapat memperbaiki keadaan.
b) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti
asetazolamid dan/atau gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan
pemberian antasida oral untuk mengurangi gejala.
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik
topical preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2
hari.
d) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata
dengan menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa
pemberian salep antibiotik selama satu hari dan diperlukan
penundaan operasi selama 2 hari.

28
B. Komplikasi intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap
atau selama insisi ke bilik mata depan.
c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa;
dapat terjadi akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat
terjadi akibat ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama
teknik ECCE.

C. Komplikasi postoperatif awal


Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk
hifema, prolaps iris, keratopati striata, uveitis anterior postoperatif,
dan endoftalmitis bakterial.

D. Komplikasi postoperatif lanjut


Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative
endophtalmitis, Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio
retina, dan katarak sekunder merupakan komplikasi yang dapat
terjadi setelah beberapa waktu post operasi.

E. Komplikasi yang berkaitan dengan IOL


Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-
glaucoma-hyphema syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan
sindrom lensa toksik (toxic lens syndrome).

2.2.10 PREVENTIF DAN PROMOTIF


Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak
senilis ialah oleh karena faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan
terhadap hal-hal yang memperberat seperti mengontrol penyakit
metabolik, mencegah paparan langsung terhatap sinar ultraviolet

29
dengan menggunakan kaca mata gelap dan sebagainya. Pemberian
intake antioksidan (seperti asam vitamin A, C dan E) secara teori
bermanfaat.

Bagi perokok, diusahakan berhenti merokok, karena rokok


memproduksi radikal bebas yang meningkatkan risiko katarak.
Selanjutnya, juga dapat mengkonsumsi makanan bergizi yang
seimbang. Memperbanyak porsi buah dan sayuran. Lindungilah mata
dari sinar ultraviolet. Selalu menggunakan kaca mata gelap ketika
berada di bawah sinar matahari. Lindungi juga diri dari penyakit seperti
diabetes.

2.2.11 PROGNOSIS

Tindakan pembedahan secara defenitif pada katarak senilis dapat


memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus.
Sedangkan prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang
memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak
senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus
atau retina membatasi tingkat pencapaian pengelihatan pada kelompok
pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman pengelihatan setelah
operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik
pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang proresif lambat.

30
DAFTAR PUSTAKA

American Association of Ophtalmology. 2011. Lens and Catharact: Basic and


Clinical Science Course. Singapore: LEO framework.

Harper RA, Shock JP. 2009. Lensa. Dalam Eva PR & Whitcher JP: Oftalmologi
Umum Vaughan & Asbury. Diterjemahkan oleh Pendit BU. Jakarta: EGC.

Ilyas S, Yulianti SR. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Oliver J, et al. Cataract Assessment. In Ophthalmology at Glance. 2005.


Blackwell-science: Massachusetts. Hal 73-75.

Vaughan, Daniel. G., Asbury, Taylor., Riordan-Eva, Paul. (2007).


GeneralOphthalmology, 17 th Edition. Mc Graw Hill, Lange

31

Anda mungkin juga menyukai