Katarak
Perceptor :
Oleh :
2018
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Katarak” sebagai
rangkaian kegiatan Kepaniteraan Klinik di SMF Mata RSUD Dr. Abdoel Moeloek
Bandar Lampung.
Dengan ketulusan hati penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih dr. Aryanti
Ibrahim, Sp.M selaku dosen pembimbing di bagian Mata, atas semua bantuan dan
kesabarannya membimbing penulis sehingga penulis dapat menjalani kepaniteraan klinik
di bagian Mata RSUD Dr. Abdoel Moeloek Bandar Lampung.
Penulis menyadari bahwa case report ini tentu tidak terlepas dari kekurangan karena
keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Maka sangat diperlukan masukan
dan saran yang membangun. Semoga case report ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.
Penulis
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 6
2.1 Anatomi Lensa........................................................................... 6
2.2 Katarak Traumatik ..................................................................... 9
2.2.1 Definisi ............................................................................ 9
2.2.2 Epidemiologi.................................................................... 9
2.2.3 Etiologi dan faktor resiko................................................. 9
2.2.4 Patofisiologi..................................................................... 11
2.2.5 Klasifikasi........................................................................ 13
2.2.6 Manifestasi klinis............................................................. 25
2.2.7 Diagnosis.......................................................................... 27
2.2.8 Tatalaksana....................................................................... 28
2.2.9 Komplikasi....................................................................... 29
2.2.10 Pencegahan..................................................................... 31
2.2.11 Prognosis........................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 33
iii
BAB I
PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN
Katarak berarti sebuah opasitas lensa dan istilah katarak berasal dari bahasa
yunani “katarraktes” (air terjun) karena pada awalnya terdapat anggapan bahwa
katarak adalah cairan beku yang berasal dari cairan otak yang mengalir didepan
lensa. Katarak adalah penyebab kebutaan yang paling sering dihadapi oleh ahli
bedah mata. Hal ini tidak berarti bahwa setiap orang yang menderita katarak
kemungkinan besar akan menjadi buta. Untungnya, hasil pengobatan dengan
operasi memberikan hasil yang baik, peningkatan kemampuan penglihatan
yang didapatkan cukup memuaskan pada lebih dari 90% kasus. Proses penuaan
adalah penyebab katarak yang paling banyak, tetapi masih banyak faktor lain
yang dapat terlibat, yang mencakup trauma, keracunan, penyakit sistemik
(seperti diabetes), merokok, dan herediter. Patogenesis katarak tidak
sepenuhnya dimengerti. Akan tetapi lensa yang mengalami katarak ditandai
oleh agregat protein yang menghamburkan cahaya dan menurunkan
transparansi lensa. Perubahan protein yang lain menyebabkan perubahan warna
menjadi kuning atau coklat.
4
merata. Diperkirakan bahwa jumlah buta katarak di Indonesia akan meningkat
dua kali pada tahun 2020.
BAB II
5
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna, lensa juga tidak memiliki inervasi persarafan. Tebalnya
sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di belakang iris, lensa digantung oleh
zonula zinni, yang terdiri dari serabut yang lembut tetapi kuat, yang
menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat
humor aquaeus; di sebelah posteriornya, vitreus. Lensa disusun oleh kapsul,
epitel lensa, korteks, dan nukleus.
1. Kapsul
Kapsul lensa adalah membrane yang transparan dan elastik yang terdiri
dari kolagen tipe IV. Kapsul mengandung substansi lensa dan mampu
untuk membentuknya pada saat perubahan akomodatif. Lapisan paling luar
dari kapsul lensa, zonullar lamella, juga berperan sebagai titik perlekatan
untuk serabut zonular. Kapsul lensa yang paling tebal ada pada bagian
perrquatorial anterior dan posterior dan paling tipis pada bagian kutub
posterior sentral. Kapsul lensa bagian anterior lebih tebal daripada kapsul
bagian posterior pada saat lahir dan meningkat ketebalannya seiring
dengan berjalannya waktu.
2. Epitel lensa
Dibelakang kapsul lensa anterior adalah sebuah lapisan tunggal sel epitel.
Sel-sel ini aktif secara metabolis dan melakukan semua aktivitas sel yang
normal, yang mencakup biosintesis DNA, RNA, protein dan lemak;
mereka juga menghasilkan adenoid trifosfat untuk memenuhi kebutuhan
energy lensa.
6
Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan
bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi,
sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastic.
Nukleus dan korteks terbentuk dari dari lamellae konsentris yang panjang.
Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamella
ini ujung-ke-ujung berbentuk [Y] bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk [Y]
ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Masing-masing serat lamellar
mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskop, inti ini
jelas di bagian perifer lensa didekat ekuator dan bersambung dengan
lapisan epitel subkapsul.
Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan
protein tertinggi di antara jaringan tubuh yang lain), dan sedikit sekali mineral
yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di
lensa daripada di sebagian besar jaringan yang lain. Asam askorbat dan
glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.
7
Gambar 2. Struktur lensa normal
Fisiologi
8
2.2 Katarak
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau
terjadi akibat kedua-duanya.
2.2.2. Epidemiologi
1. Usia
9
sehingga lensa tidak lagi meneruskan cahaya tetapi malah
mengaburkan cahaya dan lensa menjadi tidak tembus cahaya.
2. Radikal bebas
Radikal bebas adalah adalah atom atau meolekul yang memiliki satu
atau lebih elektron yang tidak berpasangan (Murray, 2003). Radikal
bebas dapat merusak protein, lipid, karbohidrat dan asam nukleat sel
lensa. Radikal bebas dapat dihasilkan oleh hasil metabolisme sel itu
sendiri, yaitu elektron monovalen dari oksigen yang tereduksi saat
reduksi oksigen menjadi air pada jalur sitokrom, dan dari agen
eksternal seperti energi radiasi. Contoh-contoh radikal oksigen adalah
anion superoksida (O2-), radikal bebas hidroksil (OH+), radikal
peroksil (ROO+), radikal lipid peroksil (LOOH), oksigen tunggal
(O2), dan hidrogen peroksida (H2O2). Agen oksidatif tersebut dapat
memindahkan atom hidrogen dari asam lemak tak jenuh membran
plasma membentuk asam lemak radikal dan menyerang oksigen serta
membentuk radikal lipid peroksida. Reaksi ini lebih lanjut akan
membentuk lipid peroksida lalu membentuk malondialdehida (MDA).
MDA ini dapat menyebabkan ikatan silang antara lemak dan protein.
Polimerisasi dan ikatan silang protein menyebabkan aggregasi
kristalin dan inaktivasi enzimenzim yang berperan dalam mekanisme
antioksidan seperti katalase dan glutation reduktase. Hal-hal inilah
yang dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa.
3. Radiasi ultraviolet
Radiasi ultraviolet dapat meningkatkan jumlah radikal bebas pada
lensa karena tingginya penetrasi jumlah cahaya UV menuju lensa. UV
memiliki energi foton yang besar sehingga dapat meningkatkan
molekul oksigen dari bentuk triplet menjadi oksigen tunggal yang
merupakan salah satu spesies oksigen reaktif.
4. Merokok
Terdapat banyak penelitian yang menjelaskan hubungan antara
merokok dan penyakit katarak. Hasil penelitian Cekic (1998)
menyatakan bahwa merokok dapat menyebabkan akumulasi kadmium
10
di lensa. Kadmium dapat berkompetisi dengan kuprum dan
mengganggu homeostasis kuprum. Kuprum penting untuk aktivitas
fisiologis superoksida dismutase di lensa. Sehingga dengan adanya
kadmium menyebabkan fungsi superoksida dismutase sebagai
antioksidan terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan
oksidatif pada lensa dan menimbulkan katarak.
5. Trauma
Trauma dapat menyebabkan kerusakan langsung pada protein lensa
sehingga timbul katarak.
6. Infeksi
Uveitis kronik sering menyebabkan katarak. Pada uveitis sering
dijumpai sinekia posterior yang menyebabkan pengerasan pada kapsul
anterior lensa.
7. Obat-obatan
Penggunaan steroid jangka panjang dapat meningkatkan resiko
terjadinya katarak. Jenis katarak yang sering pada pengguna
kortikosteroid adalah katarak subkapsular.
8. Penyakit sistemik
Diabetes dapat menyebabkan perubahan metabolisme lensa.
Tingginya kadar gula darah menyebabkan tingginya kadar sorbitol
lensa. Sorbitol ini menyebabkan peningkatan tekanan osmotik lensa
sehingga lensa menjadi sangat terhidrasi dan timbul katarak.
9. Genetik
Riwayat keluarga meningkatkan resiko terjadinya katarak dan
percepatan maturasi katarak.
2.2.4 Patofisiologi
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang
memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa.
Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengakibatkan pandangan dengan menghambat jalannya
cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein
lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi
sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
11
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun
dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien
yang menderita katarak.
b. Mulai presbiopiac
2. Epitel-makin tipis
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
a. Serat irregular
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah
proteinnukelus lensa, sedang warna coklat protein lensa
nucleusmengandung histidin dan triptofan disbanding normal
12
d. Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi foto oksidasi.
2.2.5 Klasifikasi
1. Katarak kortikalis
13
Gambar 3. Katarak kortikal
2. Katarak nuklearis
Gambar 4. (a) katarak brunesens (b) katarak nigra (c) katarak rubra
14
Gambar 5. Katarak nuklear
15
Gambar 6. Tipe-tipe katarak
16
disebut ambliopia sensoris. Hal ini menyebabkan katarak
kongenital harus ditangani dalam 2 bulan pertama kehidupan.
Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi seperti
nistagmus dan strabismus.
2. Katarak Juvenil
Katarak juvenil terjadi pada usia > 3 bulan dan < 9 tahun. Katarak
juvenil biasanya merupakan kelanjutan dari katarak kongenital.
Katarak juvenil biasanya memiliki penyulit berupa penyakit
sistemik atau metabolik seperti diabetes melitus, kondisi
hipokalasemi seperti tetani, defisiensi gizi, kondisi distrofi
miotonik, dan kondisi trauma.
3. Katarak Senilis
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut
> 50 tahun. Perkembangan katarak senilis berjalan lambat dan
selama bertahun-tahun. Kekeruhan pada katarak senilis dapat
terjadi pada bagian nukleus, kortikal, atau subkapsular posterior.
Katarak nuklear terjadi akibat adanya proses kondensasi dalam
nukleus, sehingga menyebabkan terjadinys sklerosis nuklear.
Gejala yang biasanya timbul adalah penglihatan dekat yang
membaik tanpa kacamata. Hal ini disebabkan karena fokus lensa di
bagian senrral meningkat, sehingga refraksi bergeser ke miopia.
Gejala lain yang timbul adalah diskriminasi warna yang buruk dan
diplopia monokular. Katarak nuklear cenderung bilateral.
17
c. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena
indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa.
Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama.
d. Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan
lensa akibat lensa degeneratif yang menyerap air. Masuknya
air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan lensa
menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris
sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan
keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat
memberikan penyulit glaukoma. Katarak intumesen biasanya
terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan
miopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi
korteks sehingga akan mencembung dan daya biasnya akan
bertambah, yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan
slit-lamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak
lamel serat lensa.
2. Katarak Imatur.
Katarak imatur ditandai dengan kekeruhan sebagian lensa dan
belum mengenai seluruh lapisan lensa. Pada katarak imatur
volume lensa akan dapat bertambah akibat meningkatnya
tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan
lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil,
sehingga terjadi glaukoma sekunder.
3. Katarak matur.
Pada keadaan matur kekeruhan telah mengenai seluruh massa
lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion kalsium
yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak
dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa
kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan
seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi
lensa. Kedalaman bilik mata depan normal kembali, tidak
terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji
bayangan iris negatif.
4. Katarak Hipermatur.
18
Katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami proses
degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair.
Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa
sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering.
Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul
lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga
hubungan dengan zonula zinn menjadi kendur. Bila proses
katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka
korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar. Korteks
akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai
dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena
lebih berat. Keadaan ini disebut katarak Morgagni.
19
juga dapat menyebabkan luksasi dari lensa jika mengenai zonula
zinni. Adanya luksasi lensa akan menyebabkan gangguan
akomodasi, diplopia monokuler, dan astigmatisma.
20
Gambar 8. Opasifikasi kortikal komplet yang terjadi setelah trauma okuli
perforans
Gambar 9. Gambaran katarak kortikal focal yang disebabkan oleh trauma tusuk
yang kecil di lensa
Gambar 10. Gambaran rosette cataract pada katarak traumatic yang disebabkan
oleh trauma tumpul
2. Katarak Komplikata
21
Katarak komplikata adalah kekeruhan pada lensa yang disebabkan
penyakit intraokular lain. Adanya penyakit intraokular sebelumnya
akan menyebabkan perubahan sirkulasi yang akan menghambat
nutrisi dari lensa. Terdapat beberapa kondisi yang yang dapat
menyebabkan katarak komplikata antara lain:
a. Inflamasi
Meliputi inflamasi pada uvea seperti iridosiklitis, parsplanitis,
dan koroiditis; ulkus kornea dengan hipopion; dan endoftalmitis.
b. Kondisi degeneratif
Meliputi retinitis pigmentosa dan degenerasi korioretina
miopikum.
c. Pengelupasan retina
d. Glaukoma primer dan sekunder
Peningkatan tekanan intraokular (TIO) diduga sebagai penyebab
utama.
e. Tumor intraokular
Meliputi retinoblastoma atau melanoma. Tumor intraokular
biasanya menyebabkan katarak komplikata pada stadium akhir.
22
Katarak bilateral dapat disebabkan oleh berbagai gangguan
sistemik seperti diabetes melitus, hipokalsemia, distrofi miotonik,
dermatitis atopik, galaktosemia, dan sindroma Lowe, Werner, dan
Down. Katarak merupakan penyebab umum gangguan penglihatan
pada pasien diabetes. Kadar glukosa darah yang meningkat akan
menyebabkan peningkatan glukosa pada humor aqueous. Glukosa
dari aqueous akan memasuki lensa, sehingga kadar glukosa akan
meningkat. Beberapa senyawa glukosa akan diubah menjadi
sorbitol oleh enzim aldose reductase. Metabolisme sorbitol di lensa
berjalan lambat dan akan terakumulasi di sitoplasma sel lensa, yag
akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotik dan terjadi
influks air, sehingga serat lensa akan cenderung edem.
4. Drug-Induced Cataract
Obat-obat yang dapat menyebabkan katarak antara lain
kortikosteroid, fenotiazin, miotikum, amiodaron, dan statin.
Penggunaan kortikosteroid secara topikal, sistemik,
subkonjungtiva, dan inhalasi dapat menyebabkan terbentuknya
katarak, terutama katarak subkortikal posterior. Fenotiazin dapat
menyebabkan deposit pigmen di epitel anterior lensa, pada bagian
aksis. Miotikum seperti pilokarpin dapat menyebabkan
23
terbentuknya vakuola pada bagian kapsul anterior dan posterior
lensa.
5. Katarak Sekunder
Katarak sekunder adalah kekeruhan pada kapsul posterior setelah
ekstraksi katarak ekstrakapsular, paling cepat 2 hari setelah
dilakukan operasi. Gambaran yang akan timbul berupa mutiara
Elschnig dan cincin Soemmering. Epitel lensa subkapsular yang
tersisa menginduksi regenerasi serat-serat lensa, sehingga
memberikan gambaran telur kodok atau busa sabun pada kapsul
posterior. Cincin Soemmering terjadi karena kapsul anterior pecah
dan traksi ke perifer, lalu melekat pada kapsula posterior sehingga
meninggalkan daerah jernih di bagian tengah, memberikan
gambaran cincin. Terapi yang dapat dilakukan adalah dengan laser
neodymium yag.
24
dapat sangat mengurangi ketajaman penglihatan dekat menurun
daripada penglihatan jauh. Sebaliknya katarak nuklear dikaitkan
dengan tajam penglihatan dekat yang tetap baik dan tajam
penglihatan jauh yang buruk. Penderita dengan katarak kortikal
cenderung memperoleh tajam penglihatan yang baik.
2. Silau
Seringkali penderita mengeluhkan silau ketika dihadapkan dengan
sinar langsung. Biasanya keluhan ini ditemukan pada katarak
subkapsuler posterior dan juga katarak kortikal. Jarang pada
katarak nuklearis.
3. Sensitivitas kontras
Sensitivitas kontras dapat memberikan petunjuk mengenai
kehilangan signifikan dari fungsi penglihatan lebih baik dibanding
menggunakan pemeriksaan Snellen. Pada pasien katarak akan sulit
membedakan ketajaman gambar, kecerahan, dan jarak ruang
sehingga menunjukkan adanya gangguan penglihatan.
4. Pergeseran miopia
Pasien katarak yang sebelumnya menggunakan kacamata jarak
dekat akan mengatakan bahwa ia sudah tidak mengalami gangguan
refraksi lagi dan tidak membutuhkan kacamatanya. Sebaliknya
pada pasien yang tidak menggunakan kacamata, ia akan
mengeluhkan bahwa penglihatan jauhnya kabur sehingga ia akan
meminta dibuatkan kacamata. Fenomena ini disebut pergeseran
miopia atau penglihatan sekunder, namun keadaan ini bersifat
sementara dan terkait dengan stadium katarak yang sedang
dialaminya.
5. Diplopia monokuler
Pada pasien akan dikeluhkan adanya perbedaan gambar objek yang
ia lihat, ini dikarenakan perubahan pada nukleus lensa yang
memiliki indeks refraksi berbeda akibat perubahan pada stadium
katarak. Selain itu, dengan menggunakan retinoskopi atau
oftalmoskopi langsung, akan ditemui perbedaan area refleks merah
yang jelas terlihat dan tidak terlalu jelas.
25
2.2.7 Diagnosa
2.2.8 Tatalaksana
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi
visus,medis, dan kosmetik.
26
dilakukan operasi katarak seperti glaukoma imbas lensa (lens-
induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan
pada retina misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur
meminta ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan untuk
mengembalikan visus) untuk memperoleh pupil yang hitam.
27
adalah penyembuhan yang lebih cepat dan risiko astigmatisma
yang minimal.
4. Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK)
EKIK merupakan tindakan pengangkatan lensa seluruhnya beserta
dengan kapsulnya. EKIK sudah jarang dilakukan karena insiden
terjadinya ablasio retina lebih tinggi dibandingkan dengan tindakan
bedah lainnya. EKIK tetap dilakukan juka tidak terdapat fasilitas
untuk tindakan bedah yang lain. Kontraindikasi EKIK adalah
pasien berusia < 40 tahun yang masih memiliki ligamen hialoidea
kapsular.
2.2.9 Komplikasi
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif,
postoperatif awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan
dengan lensa intra okular (intra ocular lens, IOL).
A. Komplikasi preoperatif
a) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas)
akibat ketakutan akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5
mg dapat memperbaiki keadaan.
b) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti
asetazolamid dan/atau gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan
pemberian antasida oral untuk mengurangi gejala.
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik
topical preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2
hari.
d) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata
dengan menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa
pemberian salep antibiotik selama satu hari dan diperlukan
penundaan operasi selama 2 hari.
28
B. Komplikasi intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap
atau selama insisi ke bilik mata depan.
c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa;
dapat terjadi akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat
terjadi akibat ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama
teknik ECCE.
29
dengan menggunakan kaca mata gelap dan sebagainya. Pemberian
intake antioksidan (seperti asam vitamin A, C dan E) secara teori
bermanfaat.
2.2.11 PROGNOSIS
30
DAFTAR PUSTAKA
Harper RA, Shock JP. 2009. Lensa. Dalam Eva PR & Whitcher JP: Oftalmologi
Umum Vaughan & Asbury. Diterjemahkan oleh Pendit BU. Jakarta: EGC.
Ilyas S, Yulianti SR. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
31