Anda di halaman 1dari 5

Jumat, 02 November 2012

Ilustrasi Kasus Aspek Legal Keperawatan

Keperawatan Perioperatif I

Dosen Pengajar: Arief Bachtiar,S.Kep.Ns.,MKes

Tn. G adalah pasien pria yang berusia 68 tahun masuk ruang bedah RS di Malang dengan riwayat nyeri
abdomen. Perkembangan 1 bulan terakhir ditemukan adanya riwayat muntah, mual dan darah dalam
fesesnya selama 48 jam terakhir. Tuan G adalah pensiunan manager yang tinggal bersama isteri.
Sementara 3 orang anaknya telah hidup sendiri-sendiri. Ia mengatakan bahwa ia tetap menyibukkan diri
dalam waktu pensiunan dengan bermain golf, menghadiri acara-acara keagamaan dan “memikirkan hal-
hal di sekitar rumahnya”.

Pemeriksaan USG abdomen menunjukkan adanya massa kolon dan kemungkinan perforasi. Ia dijadwal
untuk operasi pembedahan eksplorasi segera. Sebelum operasi ia tampak gelisah dan mengatakan pada
perawat bahwa ia takut. Selain itu juga ia mengatakan “saya harap mereka tidak menemukan apapun
yang buruk, meskipun selalu ada kemungkinan baik yang mungkin ditemukan. Saya tidak tahu apa yang
akan saya lakukan. Saudara laki-laki saya meninggal di RS dua tahun lalu dan itu sangat mengerikan.
Saya tidak mau meninggal dengan cara yang seperti dia, dengan mesin-mesin dan selang-selang yang
terpasang pada dirinya. Dan isteri saya, saya tidak ingin ia menjadi sendiri, tetapi saya enggan untuk
menceriterakan hal ini padanya dan membuatnya gelisah dan marah. Saya hanya berdoa bahwa
segalanya akan berjalan baik. Untungnya saya selalu mempunyai keyakinan”.

Pembedahan menunjukkan karsinoma yang sudah jauh dengan metastase. Pembedahan yang
dilakukankan merupakan tindakan paliatif untuk membuang sumbatan dengan membuat kolostomi
transfersal, namun terdapat resiko yang tinggi untuk terjadinya sepsis akibat perforasi. Akhirnya Tn. G
kembali ke unit dari ruang pemulihan dengan pesanan cairan intravena, antibiotik dan narkotik disertai
pesanan jangan diresusitasi (DNR). Perawat menanyakan pesanan DNR tetapi mendapat jawaban “Tidak
ada lagi yang dapat kami lakukan bagi dirinya”.

Pendahuluan.

Dilema Etik

Dilema etik merupakan suatu masalah yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan
atau suatu situasi dimana alternatif yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam dilema
etik tidak ada yang benar atau salah. Untuk membuat keputusan yang etis seseorang harus tergantung
pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional (Thomson & Thomson, 1985). Kerangka pemecahan
dilema etik pada dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan/ pemecahan masalah
secara scientific.

Eutanasia

Eutanasia berasal dari bahasa Yunani, eu (mudah, bahagia, baik) dan thanatos (meninggal dunia)
sehingga diartikan meninggal dunia dengan baik atau bahagia. Menurut Oxfort English
Dictionary eutanasia berarti tindakan untuk mempermudah mati dengan tenang dan mudah.

Dilihat dari aspek bioetis, eutanasia terdiri atas eutanasia volunter, involunter, aktif dan pasif.
Pada kasus eutanasia volunter klien secara suka rela dan bebas memilih untuk meninggal dunia. Pada
eutanasia involunter, tindakan yang menyebabkan kematian dilakukan bukan atas dasar persetujuan
dari klien dan sering kali melanggar keinginan klien. Eutanasia aktif merupakan suatu tindakan yang
disengaja yang menyebabkan klien meninggal misalnya pemberian injeksi obat letal. Eutanasia pasif
dilakukan dengan menghentikan pengobatan atau perawatan suportif yang mempertahankan hidup
(misalnya antibiotika, nutrisi, cairan, respirator yang tidak diperlukan lagi oleh klien. Eutanasia pasif
sering disebut sebagai eutanasia negatif dapat dikerjakan sesuai dengan keputusan IDI.

Di Indonesia tindakan eutanasia tidak dibenarkan menurut undang-undang, tujuan dari eutanasia
aktif adalah mempermudah kematian klien. Sedangkan eutanasia pasif bertujuan untuk mengurangi rasa
sakit dan penderitaan klien namun membiarkannya dapat berdampak pada kondisi klien yang lebih
berat bahkan memiliki konsekuensi untuk mempercepat kematian. Batas kedua hal tersebut kabur
bahkan sering kali merupakan hal yang membingungkan bagi pengambil keputusan tindakan
keperawatan (Priharjo, 1995).Eutanasia aktif merupakan tindakan yang melanggar hukum dan
dinyatakan dalam KUHP pasal 338, 339, 345 dan 359.

Dari ilustrasi kasus di atas, terdapat aspek legal keperawatan, yang bisa diindentifikasi dengan:

1.1 Mengidentifikasi dan mengembangkan data dasar

Mengidentifikasi dan mengembangkan data dasar yang terkait dengan kasus meliputi orang yang
terlibat yaitu pasien (Tn.G), secara tidak langsung keluarga (isteri Tn. G), perawat, dan dokter. Tindakan
yang menjadi dilema etik adalah antara keinginan untuk tetap hidup dari pasien (Tn. G) dengan tidak
dilakukannya resusitasi sesuai dengan pesanan (dokter) pada saat operasi.

1.2 Mengidentifikasi munculnya konflik

Dari hasil pemeriksaan USG abdomen menunjukkan adanya massa kolon dan kemungkinan perforasi.
Konflik yang terjadi pertama adalah pasien (Tn.G) takut akan kematian yang bisa menimpanya pada saat
pembedahan dan berharap tidak ada hal buruk yang terjadi. Kedua pesanan untuk perawat agar tidak
melakukan resusitasi (DNR), dengan alasan tidak ada lagi yang bisa dilakukan bagi pasien (Tn.G).

1.3 Menentukan tindakan alternative yang direncanakan

1. Mengupayakan segala hal demi keselamatan pasien sesuai dengan keinginan dan harapan pasien
dengan tetap melakukan resusitasi karena salah satu kewajiban perawat ialah wajib menghormati hak
pasien serta sebagai advokat. Konsekuensi: hak pasien terpenuhi bila pasien dapat bertahan hidup,
namun hak pasien tidak terpenuhi jika tindakan resusitasi sia-sia.

2. Tidak melakukan resusitasi sesuai yang dipesankan. Karena jika dilakukan resusitasipun juga tetap
akan menimbulkan kematian pada pasien. Namun konsekuensinya adalah tidak menghormati hak
pasien serta tidak sesuai dengan prinsip etik keperawatan yaitu Avoiding Killing (melindungi dan
mempertahankan kehidupan pasien dengan berbagai cara), selain itu dokter juga merupakan staf rumah
sakit yang tidak berhak memutuskan kematian pasien.

1.4 Menentukan Siapa Pengambil Keputusan yang Tepat

Pada kasus Tn.G, yang dapat membuat keputusan adalah manajemen Rumah Sakit dan pasien.

1.5 Menjelaskan Kewajiban Perawat

Kewajiban perawat disini adalah tetap menerapkan asuhan keperawatan sebagai berikut: memenuhi
kebutuhan dasar pasien sesuai harkat dan mertabatnya sebagai manusia, mengupayakan support.
Kewajiban yang lain adalah melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan untuk
menyelamatkan jiwa. Perawat tetap mengkomunikasikan kondisi klien dengan tim kesehatan yang
terlibat dalam perawatan Tn.G

1.6 Mengambil Keputusan yang Tepat

Sesuai dengan prinsip etik keperawatan Avioding Killing (melindungi dan mempertahankan kehidupan
pasien dengan berbagai cara) serta Autonomy (hak untuk memilih) maka perawat perlu
memepertimbangkan pendekatan yang paling tepat dan menguntungkan untuk klien. Namun sebelum
keputusan tersebut diambil perlu diupayakan alternative tindakan yaitu merawat pasien dengan
kewenangan dan kewajiban perawat. Jika alternative ini tidak efektif maka melaksanakan keputusan
yang telah diputuskan oleh pihak manajemen Rumah Sakit bersama pasien adalah Informed Consent.

Analisis Aspek terhadap Undang-Undang yang berlaku:

 (DNR) / Do Not Resusitasion pada kasus ini merupakan tindakan Eutanasia. Di Indonesia
tindakan euthanasia ini tidak dibenarkan dalam Undang-Undang. Ini dinyatakan dalam:

1. KUHP pasal 338 yakni: "Barang siapa yang sengaja menghilangkan jiwa orang lain, karena
pembunuhan biasa, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun"
2. KUHP pasal 339 yakni: “Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu tindakan
pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau memepermudah
pelaksanaannya, ….. diancam pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh
tahun”

3. KUHP pasal 345 yakni: “Barang siapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri,
menolongnya dalam perbuatan itu atau memeberi sarana kepadanya untuk itu diancam pidana
penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri”

4. KUHP pasal 359 yakni: “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang
lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling
lama satu tahun”

 Kewajiban Perawat antara lain menghormati hak pasien, serta melakukan pertolongan darurat
atas dasar perikemanusiaan untuk menyelamatkan jiwa. Hak dan kewajiban pasien dicantumkan
dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang kesehatan No 23 tahun 1992.

HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 4

Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat

kesehatan yang optimal.

Pasal 5

Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga, dan

lingkungannya.

 Informed Consent adalah keputusan yang sangat efektif untuk pasien memilih, dan memutuskan
hak pasien yang harus dipenuhi tenaga kesehatan sebagai standart operational prosedur. Sesuai
dengan Pasal 23ayat 1 dalam Undang-Undang Kesehatan No.36 tahun 2009 yang
berbunyi:“Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan” bahwa perawat harus memenuhi ketentuan kode etik, standart profesi, hak
pengguna pelayanan kesehatan, standart pelayanan dan standart operasional procedure.

DAFTAR PUSTAKA

Suhaemi, M.E. (2004). Etika Keperawatan: aplikasi pada praktik. Jakarta: EGC

Undang-Undang No 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan Pasal 4

Undang-Undang No 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan Pasal 5


Undang-Undang No 23 tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 23, ayat 1

Tinjauan Umum Tentang Kejahatan Nyawa Orang dan


Pembuktian.http://www.library.upnvj.ac.id/ pdf/ 3hukumpdf/207712036/bab2.pd

Anda mungkin juga menyukai