Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PRESENTASI KASUS

KATARAK

Disusun oleh:

Jody Felizio

0906508213

Narasumber:

dr. Bondan Harmani Sp.M (K)

MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

JAKARTA 2013

1
BAB I

PENDAHULUAN

WHO 1972, mendefinisikan kebutaan sebagai tajam penglihatan dibawah 3/60.


Kebutaan adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius bagi setiap negara.
Berdasarkan WHO (1979), prevalensi kebutaan lebih besar pada negara berkembang.
Kebutaan ini sendiri akan berdampak secara sosial dan ekonomi bagi orang yang
menderitanya. Ironisnya, 75% dari kebutaan yang terjadi dapat dicegah atau diobati.

Indonesia sebagai negara berkembang, tidak luput dari masalah kebutaan. Disebutkan,
saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia 60% diantaranya berada di negara
miskin atau berkembang. Indonesia, dalam catatan WHO berada diurutan ketiga
dengan terdapat angka kebutaan sebesar 1,47%.

48% kebutaan yang terjadi di dunia ini disebabkan oleh katarak. Untuk Indonesia,
survei pada 1995/1996 menunjukkan prevalensi kebutaan mencapai 1,5% dengan
0,78% di antaranya disebabkan oleh katarak , dan yang terbesar karena katarak
senilis.

Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya menjadi
keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi kabur.
Katarak terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara
berangsur. Perubahan ini dapat terjadi karena proses degenerasi atau ketuaan trauma
mata, komplikasi penyakit tertentu, maupun bawaan lahir.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Mata Normal

1. Anatomi dan Fisiologi Mata1,2

Bola mata memiliki 3 lapisan. Bola mata memiliki 3 lapisan. Dari permukaan
luar, terdapat lapisan fibrosa, yang terdiri dari sklera di belakang dan kornea di
bagian depan. Lapisan kedua yaitu lapisan berpigmen dan vaskular, yang terdiri
dari koroid, korpus siliaris, dan iris. Lapisan ketiga yaitu lapisan neural yang
dikenal sebagai retina. Bola mata orang dewasa normal hampir mendekati bulat,
dengan diameter anteroposterior sekitar 24, 5 mm.

a. Konjungtiva

Merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus


permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebris/tarsal) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbi). Perdarahan konjungtiva berasal
dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.

b. Sklera

3
Merupakan pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar. Jaringan
bersifat padat dan berwarna putih, serta bersambungan dengan kornea di
sebelah anterior, dan durameter nervus optikus di posterior. Permukaan luar
sklera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan tipis dari jaringan elastik halus
yang mengandung banyak pembuluh darah yang memasuk sklera, yang
disebut sebagai episklera.

c. Kornea

Merupakan jaringan transparan yang memiliki tebal 0,54 mm ditengah, dan


0,65 mm di tepi, serta berdiameter sekitar 11,5 mm. Sumber nutrisi kornea
berasal dari pembuluh darah limbus, humor aqueous, dan air mata. Dalam axis
penglihatan, kornea berperan sebagai jendela paling depan dari mata dimana
sinar masuk dan difokuskan ke dalam pupil . Bentuk kornea cembung dengan
sifat yang transparan dimana kekuatan pembiasan sinar yang masuk 80 % atau
40 dioptri ,dengan indeks bias 1, 38 .

d. Uvea

Uvea terdiri atas iris, korpus siliaris, dan koroid. Bagian ini adalah lapisan
vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera.

e. Iris

Merupakan perpanjangan korpus siliaris ke anterior. Iris terletak


bersambungan dengan anterior lensa, yang memisahkan bilik anterior dan blik
posterior mata. Di dalam stroma iris terdapat otot sfingter dan dilator pupil.
Iris juga merupakan bagian yang memberi warna pada mata. Dalam axis
penglihatan, iris berfungsi mengatur jumlah sinar yang masuk kedalam bola
mata dengan mengatur besar pupil menggunakan otot sfingter dan dilator
pupil.

f. Pupil

Pupil berwarna hitam pekat yang mengatur jumlah sinar masuk kedalam bola
mata. Pada pupil terdapat m.sfinger pupil yang bila berkontraksi akan
mengakibatkan mengecilnya pupil (miosis) dan m.dilatator pupil yang bila
berkontriksi akan mengakibatkan membesarnya pupil (midriasis)

4
g. Corpus siliaris

Membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris. Corpus


silliaris berperan untuk akomodasi dan menghasilkan humor aquaeus

h. Lensa

Merupakan struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan transparan.


Memiliki tebal sekitar 4mm dan diameter 9mm. Terletak di belakang iris.
Lensa digantung oleh zonula yang menghubungkannya dengan korpus siliaris.
Dalam axis penglihatan, lensa berperan untuk berakomodasi dan
memfokuskan cahaya ke retina.

i. Retina

Merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan yang melapisi
dua per tiga bagian dalam posterior dinding bola mata. Dalam aksis
penglihatan, retina berfungsi untuk menangkap rangsangan jatuhnya cahaya
dan akan diteruskan berupa bayangan benda sebagai impuls elektrik ke otak
untuk membentuk gambaran yang dilihat. Pada retina terdapat sel batang
sebagai sel pengenal sinar dan sel kerucut yang mengenal frekuensi sinar.

j. Nervus Optikus

5
Saraf penglihatan yang meneruskan rangsangan listrik dari mata ke korteks
visual untuk dikenali bayangannya

2. Anatomi dan Histologi Lensa

Lensa merupakan struktur yang transparan, bikonveks, dan kristalin terletak di


antara iris dan badan kaca. Lensa memiliki ukuran diameter 9-10 mm dengan
ketebalan 3,5 mm – 5 mm. Di belakang iris, lensa terfiksasi pada serat zonula yang
berasal dari badan siliar. Serat zonula tersebut menempel dan menyatu dengan
lensa pada bagian anterior dan posterior dari kapsul lensa. Kapsul merupakan
membran dasar yang melindungi nukleus, korteks, dan epitel lensa. Permukaan
anterior dan posterior lensa memiliki beda kelengkungan, dimana permukaan
anterior lensa lebih melengkung dibandingkan bagian posterior. Kedua permukaan
ini bertemu di bagian ekuator. Sebagai media refraksi, lensa memiliki indeks
refraksi sebesar 1,39, dan memilki kekuatan hingga 15-16 dioptri. Dengan
bertambahnya usia, kemampuan akomodasi lensa akan berkurang, sehingga
kekuatan lensa pun akan menurun.

Struktur lensa dapat diurai menjadi :

1. Kapsul lensa

6
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang transparan. Kapsul lensa tersusun
dari kolagen tipe-IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul berfungsi
untuk mempertahankan bentuk lensa saat akomodasi. Kapsul lensa paling tebal
pada bagian anterior dan posterior zona preekuator (14 um,) dan paling tipis
pada bagian tengah kutub posterior (3um).

2. Epitel anterior

Epitel anterior lensa dapat ditemukan tepat dibelakang kapsul anterior.


Merupakan selapis sel kuboid yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan lensa
dan regenerasi serat lensa. Pada bagian ekuator, sel ini berproliferasi dengan
aktif untuk membentuk serat lensa baru.

3. Serat lensa

Serat lensa merupakan hasil dari proliferasi epitel anterior. Serat lensa yang
matur adalah serat lensa yang telah
keihlangan nucleus, dan membentuk
korteks dari lensa. Serat-serat yang
sudah tua akan terdesak oleh serat lensa
yang baru dibentuk ke tengah lensa.

4. Ligamentum suspensorium (Zonulla


zinnii)

Secara kasar, ligamentun suspensorium


merupakan tempat tergantungnya lensa,
sehingga lensa terfiksasi di dalam mata. Ligamentum suspensorium menempel
pada lensa di bagian anterior dan posterior kapsul lensa. Ligamentum
suspensorium merupakan panjangan dari corpus silliaris.

3. Fisiologi Lensa

1. Transparansi lensa

Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk


mempertahankan kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humour
sebagai penyedia nutrisi dan sebagai tempat pembuangan produknya. Namun

7
hanya sisi anterior lensa saja yang terkena aqueous humour. Oleh karena itu,
sel-sel yang berada ditengah lensa membangun jalur komunikasi terhadap
lingkungan luar lensa dengan membangun low resistance gap junction antar sel.

2. Akomodasi lensa

Akomodasi lensa merupakan mekanisme yang dilakukan oleh mata untuk


mengubah fokus dari benda jauh ke benda dekat yang bertujuan untuk
menempatkan bayangan yang terbentuk tepat jatuh di retina. Akomodasi terjadi
akubat perubahan lensa oleh badan silluar terhadap serat zonula. Saat m. cilliaris
berkontraksi, serat zonular akan mengalami relaksasi sehingga lensa menjadi
lebih cembung dan mengakibatkan daya akomodasi semakin kuat. Terjadinya
akomodasi dipersarafi ole saraf simpatik cabang nervus III. Pada penuaan,
kemampuan akomodasi akan berkurang secara klinis oleh karena terjadinya
kekakuan pada nukelus.

Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi sebagai berikut:

Katarak

1.
Definisi

Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering
dijumpai pada orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh
dunia. Kata katarak berasal dari Yunani “katarraktes” yang berarti air terjun.
Katarak sendiri sebenarnya merupakan kekeruhan pada lensa akibat hidrasi atau
denaturasi protein sehingga memberikan gambaran area berawan atau putih.

2. Epidimiologi

8
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang usia 60
tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat kekeruhan lensa.
Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-80%. Prevalensi
katarak congenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran.
Frekuensi katarak laki-laki dan perempuan sama besar. Di seluruh dunia, 20 juta
orang mengalami kebutaan akibat katarak.

3. Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang menyebabkan lensa
mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat dipercepat oleh faktor
risiko seperti merokok, paparan sinar UV yang tinggi, alkohol, defisiensi vit E,
radang menahun dalam bola mata, dan polusi asap motor/pabrik yang mengandung
timbal.

Cedera pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi, dan
trauma kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti katarak.

Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai katarak
congenital. Katarak congenital terjadi akibat adanya peradangan/infeksi ketika
hamil, atau penyebab lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi
penyakit infeksi dan metabolic lainnya seperti diabetes mellitus.

4. Patofisiologi

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya


transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang
memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan
kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai
influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang
dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim

9
mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim
akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.

5. Klasifikasi

Morfologi Maturitas Onset


Kapsular Insipien Kongenital
Subkapsular Intumesen Infantile
Kortikal Immatur Juvenile
Supranuklear Matur Presenile
Nuklear Hipermatur Senile
Polar Morgagni

Katarak Senilis

1. Definisi dan Epidimiologi


Katarak senilis merupakan tipe katarak didapat yang timbul karena proses
degeneratif dan umum terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Pada usia 70 tahun,
lebih dair 90% individu mengalami katarak senilis. Umumnya mengenai kedua
mata dengan salah satu mata terkena lebih dulu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak senilis antara
lain:
1. Herediter
2. Radiasi sinar UV
3. Faktor makanan
4. Krisis dehidrasional
5. Merokok

2. Patofisiologi
Komposisi lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin. Kristalin α
dan β adalah chaperon, yang merupakan heat shock protein. Heat shock protein
berguna untuk menjaga keadaan normal dan mempertahankan molekul protein agar
tetap inaktif sehingga lensa tetap jernih. Lensa orang dewasa tidak dapat lagi

10
mensintesis kristalin untuk menggantikan kristalin yang rusak, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya kekeruhan lensa.

Mekanisme terjadi kekeruhan lensa pada katarak senilis yaitu:


1. Katarak senilis kortikal
Terjadi proses dimana jumlah protein total berkurang, diikuti dengan penurunan
asam amino dan kalium, yang
mengakibatkan kadar natrium
meningkat. Hal ini menyebabkan
lensa memasuki keadaan hidrasi
yang diikuti oleh koagulasi protein.
Pada katarak senilis kortikal terjadi
derajat maturasi sebagai berikut:
- Derajat separasi lamelar
Terjadi demarkasi dari serat
kortikal akibat hidrasi. Tahap ini
hanya dapat diperhatikan
menggunakan slitlamp dan masih
bersifat reversibel.
- Katarak insipien
Merupakan tahap dimana kekeruhan lensa dapat terdeteksi dengan adanya
area yang jernih diantaranya. Kekeruhan dapat dimulai dari ekuator ke arah
sentral (kuneiform) atau dapat dimulai dari sentral (kupuliform).
- Katarak imatur
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian lensa.
Volume lensa dapat bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik, bahan
lensa yang degeneratif, dan dapat terjadi glaukoma sekunder.
- Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh bagian lensa.
Deposisi ion Ca dapat menyebabkan kekeruhan menyeluruh pada derajat
maturasi ini. Bila terus berlanjut, dapat menyebabkan kalsifikasi lensa.
- Katarak hipermatur
Pada stadium ini protein-protein di bagian korteks lensa sudah mencair.
Cairan keluar dari kapsul dan menyebabkan lensa menjadi mengerut.

11
- Katarak Morgagni
Merupakan kelanjutan dari katarak hipermatur, di mana nukleus lensa
menggenang bebas di dalam kantung kapsul. Pengeretuan dapat berjalan
terus dan menyebabkan hubungan dengan zonula Zinii menjadi longgar.

2. Katarak senilis nuklear


Terjadi proses sklerotik dari nukleus lensa. hal ini menyebabkan lensa menjadi
keras dan kehilangan daya akomodasi.
Maturasi pada katarak senilis nuklear terjadi melalui proses sklerotik, dimana
lensa kehilangan daya elastisitas dan keras, yang mengakibatkan menurunnya
kemampuan akomodasi lensa, dan terjadi obtruksi sinar cahaya yang melewati
lensa mata. Maturasi dimulai dari sentral menuju perifer. Perubahan warna
terjadi akibat adanya deposit pigmen. Sering terlihat gambaran nukleus
berwarna coklat (katarak brunesens) atau hitam (katarak nigra) akibat deposit
pigmen dan jarang berwarna merah (katarak rubra).

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi secara
progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi,
tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien.
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik

12
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata
Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya
2. Pemeriksaan iluminasi oblik
3. Shadow test
4. Oftalmoskopi direk
5. Pemeriksaan sit lamp
Derajat kekerasan nukleus dapat dilihat pada slit lamp sebagai berikut.

4. Diagnosa

Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya
penyakit-penyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.

Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui


kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler posterior
dapat membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur
intraokuler dapat memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis
penglihatannya.

Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa tetapi
dapat juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata
depan. Ketebalan kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus
dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan
intergritas dari serat zonular juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat

13
mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya, kelainan metabolik, atau
katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk menentukan stadium
pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan indirek
dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang harus dinilai.

5. Tatalaksana

Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Bergantung


pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler
cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE). Berikut
ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada ekstraksi
katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi.

1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)

Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.


Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan
depindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang
metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi.
Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan
pembedahan yang sangat lama populer.ICCE tidak boleh dilakukan atau
kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.

2. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi


lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa
lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan
pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, implantasi lensa
intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular,
kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk
terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap badan
kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema,

14
pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan
katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada
pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.

3. Phacoemulsification

Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik


untuk membongkar dan memindahkan
kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan
irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di
kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan
untuk menghancurkan katarak, selanjutnya
mesin PHACO akan menyedot massa
katarak yang telah hancur sampai bersih.
Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat
dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak
diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien
dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.Tehnik ini
bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis

15
BAB III

ILUSTRASI KASUS

1. Identitas Pasien

- Nama : Ny. R

- Tanggal lahir : 07 November 1948

- Usia : 64 th

- Jenis Kelamin : Perempuan

- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

- Alamat : Kayu Putih

- Agama : Islam

2. Anamnesis

a. Keluhan utama

Pasien mengeluh mata kiri buram sejak 1 tahun SMRS

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan mata kiri menjadi buram sejak 1 tahun yang lalu. Pasien
mengeluhkan pandangan dirasakan seperti berkabut. Pasien juga merasakan

16
pandangan mata kanan menjadi kebiruan sejak menjalani operasi katarak 1
bulan yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan silau, dan pndangan dobel. Pasien
tidak merasakan nyeri pada mata, dan tidak pernah terkena benturan pada mata
sebelumnya. Sakit kepala, mual, muntah tidak dirasakan pasien.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien merupakan pengidap DM sejak 6 tahun dan tidak terkontrol. Hipertensi


(+) tidak terkontrol

d. Riwayat Penyakit Keluarga

DM (+) ayah pasien, HT (+) ayah pasien

e. Riwayat Pengobatan

Pasien tidak meminum obat untuk mengkontrol DM dan hipertensi.

3. Pemeriksaan Status Oftalmologi

OD Pemeriksaan OS
12/60 tidak terkoreksi dengan 3/60 tidak terkoreksi dengan
AV
pinhole pinhole
Orthophoria Posisi Orthophoria
Tenang Palpebra Tenang
Tenang Konjungtiva Tenang
Simpul terbenam, 5 jahitan di Jernih
Kornea
superior, loose (-)
Dalam, cells (-), flares (-) BMD Dalam cells (-), flares (-)
Bulat, di tengah, refleks Iris Bulat, di tengah, refleks
cahaya langsung (+) Pupil cahaya langsung (+)
IOL Lensa Keruh No4Nc6C1P4
Jernih Vitreus Jernih
Papil bulat, batas tegas, CDR Funduskopi Papil bulat, batas tegas,
0,3-0,4, aa/vv 2/3, reflex CDR 0,3-0,4, aa/vv 2/3,
macula (+), retina: dot/blot (-), reflex macula (+), retina:

17
eksudat (-) degenerasi macula, dot/blot
(-), eksudat (-)

4. Pemeriksaan Lab
- Hemoglobin : 11,2 g/dL
- Hematokrit : 33,3%
- Eritrosit : 3.510.000
- Leukosit : 10.620
- Trombosit : 273.000
- GDP : 138 mg/dL
- GD2PP : 199 mg/dL

5. Resume
Perempuan, 64 tahun datang dengan keluhan utama mata kiri buram perlahan sejak 1 tahun
SMRS. Pandangan berkabut (+), diplopia (-), silau(-), nyeri (-), merah (-), riwayat trauma (-), sakit
kepala (-), mual (-), muntah (-). Pasien juga mengeluhkan pandangan mata kanan menjadi
kebiruan sejak menjalani operasi katarak 1 bulan yang lalu. Pasien mengidap DM sejak 6 tahun,
tak terkontrol dan tidak rutin minum obat, Pasien juga memiliki riwayat hipertensi yang tidak
terkontrol dan tidak rutin minum obat.
Pada pemeriksaan oftalmologi ditemukan visus OD 12/60 dan OS 3/60, keduanya tidak
terkoreksi dengan pinhole. Lensa OS keruh No4Nc6C1P4. Pada funduskopi ditemukan
degenerasi macula pasa OS. Pemeriksaan lab menunjukkan gula darah puasa dan
gula darah 2 jam post prandial tinggi.
6. Diagnosis
- Katarak senilis imatur OS
- DM type II
7. Tatalaksana
- Phaco dan IOL OS
- Biometri OS
8. Prognosis
- ad vitam : bonam
- ad fungctionam : dubia
- ad sanactionam : bonam

18
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pasien ditemukan penurunan tajam penglihatan yang terjadi perlahan sejak satu tahun yang lalu.
Keluhan tidak disertai adanya merah dan nyeri pada mata, oleh karena itu maka pasien ini dapat
digoongkan kedalam mata tenang visus menurun. Diagnosis banding yang terpikirkan adalah
glaucoma, katarak, dan retinopati.

Pada kasus ini, tidak ditemukan adanya gejala glaucoma seperti pusing, mual, pandangan ganda, dan
sakit kepala. Namun perlu dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengukur tekanan bola mata.
Namun, kemungkinan glaucoma dapat dieksklusi oleh ketiadaannya gejala yang timbul pada
glaucoma. Terdapat keluhan pandangan berkabut oleh pasien, dan pasien telah menjalani operasi
ketarak pada mata kanan, disertai dengan adanya DM Maka dari temuan yang didapat, penyakit yang
paling mungkin dialami pasien adalah katarak, berdasarkan keluhan pandangan berkabut dan adanya
faktor risiko yaitu DM. Kemungkinan retinopati belum dapat disingkirkan karena katarak dan
retinopati dapat terjadi secara berbarengan. Namun, pada pemeriksaan funduskopi, hanya didapatkan
adanya degenerasi macula di mata kiri, dan tanda-tanda retinopati diabetes tidak ditemui. Oleh maka
itu kemungkinan retionopati dapat dieksklusikan. Dapat ditarik kesimpulan sementara, bahwa
working diagnosis pasien ini adalah katarak.

Mengingat umur pasien yaitu 64 tahun, maka dapat dikatakan bahwa katarak yang dialami pasien
termasuk ke dalam klasifikasi katarak senile. Ditunjang dengan pemeriksaan pada lensa mata pasien,
didapatkan kekeruhan yang belum menutupi seluruh permukaan lensa, sehingga maturasi katarak
masih berada pada tahap imatur. Dengan adanya fakta ini, maka dapat disimpulkan bahwa pasien
menderita katarak senilis imatur mata kiri.

Tatalaksana yang seharusnya diberikan pada kasus ini adalah kontrol faktor risiko, di dalam kasus ini
adalah gula darah yang tinggi. Pasien harus diberikan edukasi, dan juga terapi untuk mengkontrol
gula darah yang tinggi. Kontrol gula darah dilakukan untuk mencegah terjadinya retinopati diabetes,
dimana kondisi ini dapat memperburuk penglihatan pasien. Biometri dilakukan untuk mengkalkulasi

19
kekuatan lensa buatan yang akan digunakan oleh pasien setelah menjalani operasi. Metode
pembedahan pada pasien ini adalah tindakan phacoemulsifikasi dengan pemasangan IOL. Metode
ini dipilih karena banyaknya keuntungan yang dapat dicapai seperti pemulihan yang lebih cepat,
komplikasi intra-operatif yang lebih jarang, serta tidak membutuhkan insisi yang luas dalam prosedur
operasi. Pemasangan IOL dilakukan untuk meningkatkan fungsi penglihatan pasien, yang berperan
sebagai pengganti lensa mata yang telah dikeluarkan.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J Ophthalmol.


2011.
2. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 17 th ed. USA : Mc
Graw-Hill; 2007.
3. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar
Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7 th ed. China:
Elsevier : 2011. (e-book)
5. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B.
Saunders Company ; 2006.
6. Illyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
7. Ocampo VVD. Cataract, Senile : Differential Diagnosis and Workup. 2009. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview, tanggal 23 Maret Januari 2013.

21

Anda mungkin juga menyukai