Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Perkembangan teknologi saat ini begitu pesatnya, sehingga peralatan
sudah menjadi kebutuhan pokok pada berbagai lapangan pekerjaan. Artinya
peralatan dan teknologi merupakan penunjang yang penting dalam upaya
meningkatkan produktivitas untuk berbagai jenis pekerjaan. Disamping itu
disisi lain akan terjadi dampak negatifnya, bila kita kurang waspada
menghadapi bahaya potensial yang mungkin timbul. Hal ini tidak akan terjadi
jika dapat diantisipasi berbagai risiko yang mempengaruhi kehidupan para
pekerja. Berbagai risiko tersebut adalah kemungkinan terjadinya Penyakit
Akibat Kerja, Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan Kecelakaan
Akibat Kerja yang dapat menyebabkan kecacatan atau kematian. Antisipasi
ini harus dilakukan oleh semua pihak dengan cara penyesuaian antara pekerja,
proses kerja dan lingkungan kerja. Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan
ergonomi.
Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam
kaitannya dengan pekerjaan mereka. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
ergonomi ialah penyesuaian tugas pekerjaan dengan kondisi tubuh manusia
ialah untuk menurunkan stress yang akan dihadapi. Upayanya antara lain
berupa menyesuaikan ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak
melelahkan, pengaturan suhu, cahaya dan kelembaban bertujuan agar sesuai
dengan kebutuhan tubuh manusia. Ruang lingkup ergonomik sangat luas
aspeknya, antara lain meliputi fisiologi kerja atau faal kerja.
Secara faal, bekerja adalah hasil kerjasama dalam koordinasi yang sebaik
baiknya dari indra (mata, telinga, peraba, perasa dan prnciuman), otak dan
susunan saraf-saraf di pusat dan perifer, serta otot-otot. Selanjutnya untuk
petukaran zat yang diperlukan dan harus dibuang masih diperlukan peredaran
darah ked an dari otot-otot. Dalam hal ini, jantung, paru-paru. hati, usus, dan
lain-lainnya menunjang kelancaran proses pekerjaan. Fisiologi secara umum
mempelajari bagaimana fisik manusia dapat menjalankan fungsinya dengan
baik. Dalam ergonomi, rancangan suatu kerja harus sesuai dengan
kemampuan fisiologis manusia dan harus dilakukan perekayasaan agar kerja
lebih menjadi ringan dan mudah.
Modul pengukuran kinerja fisiologi, dilakukan pada pengukuran konsumsi
oksigen dan energi pada pekerjaan menggunakan sepeda statis. Pengukuran
tersebut dilakukan secara tidak langsung untuk mendapatkan besarnya konsumsi
oksigen dan energi yang dibutuhkan. Dilakukan pengumpulan data denyut jantung,
temperatur tubuh, dan waktu recovery percobaan dengan variasi kecepatan sepeda
statis dan waktu aktivitas yang berbeda-beda yang selanjutnya dihitung untuk
mendapatkan konsumsi oksigen dan energi yang dibutuhkan. Pemilihan sepeda
statis sebagai percobaan yang dilakukan karena penggunaan sepeda statis
membutuhkan energi yang besar sehingga dapat dengan jelas diukur konsumsi
energi yang dibutuhkan dengan mengukur kinerja fisiologinya.

1.2 Perumusan Masalah


Perumusan masalah pada laporan akhir ini adalah bagaimana cara mengukur
konsumsi energi dan oksigen yang dibutuhkan oleh operator. Bagaimana
mengukur waktu istirahat secara teoritis berdasarkan rumus.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan dilakukan untuk mendapatkan hasil yang optimal dan
sesuai dengan yang diharapkan pada modul fisiologis. Berikut ini adalah tujuan
selengkapnya:
1. Mengetahui banyaknya konsumsi energi dan oksigen selama percobaan.
2. Mengetahui kecepatan rata-rata denyut jantung operator pada saat melakukan
percobaan sepeda statis dan rata-rata denyut jantung untuk kecepatan berbeda
dengan waktu percobaan yang berbeda.
4. Mengetahui perbandingan waktu recovery teoritis dan
waktu recovery percobaan.
1. Memahami bahwa perbedaan beban kerja / cara kerja dapat berpengaruh
terhadap aspek fisiologi manusia.
2. Mampu melakukan pengukuran kerja dengan menggunakan metode fisiologi.
3. Menentukan besar beban kerja, berdasarkan kriteria fisiologi.
4. Merancang sistem kerja dengan memanfaatkan hasil pengukuran kerja dengan
metode fisiologi.

1.4 Pembatasan Masalah


Pembatasan masalah diperlukan agar tidak menyimpang dalam
pembahasan mengenai fisiologi. Berikut ini adalah pembatasan yang diperlukan
untuk membatasi masalah-masalah dalam fisiologi tersebut:
Pengambilan data dilakukan di Laboratorium Teknik Industri Universitas
Gunadarma pada hari Senin, 17 Oktober 2011 pukul 10.30 sampai 13.00 WIB.
Data yang diambil adalah denyut jantung awal, denyut jantung saat percobaan dan
denyut jantung saat recovery serta suhu tubuh awal dan akhir.
3. Percobaan sepeda statis yang hanya dilakukan oleh seorang operator dengan
kecepatan 20 km/Jam, 25 km/Jam dan 30 km/Jam dengan waktu selama 2 menit,
4 menit, dan 6 menit.
4. Pengukuran detak jantung dilakukan setiap 1 menit.
5. Alat yang digunakan seperti sepeda statis, pulsemeter, termometer
dan stopwatch.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Fisiologi Kerja


Menurut Wikipedia Indonesia, fisiologi dari kata Yunani physis = 'alam'
dan logos = 'cerita', adalah ilmu yang mempelajari fungsi mekanik, fisik, dan
biokimia dari makhluk hidup. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
mendefinisikan fisiologi sebagai cabang biologi yang berkaitan dengan fungsi
dan kegiatan kehidupan atau zat hidup (organ, jaringan, atau sel).
Berdasarkan kedua definisi tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
fisiologi adalah cabang dari ilmu biologi yang mempelajari tentang fungsi
normal dari suatu organisme mulai dari tingkat sel, jaringan, organ, sistem
organ hingga tingkat organisme itu sendiri. Definisi fisiologi adalah fungsi
kerja yang meliputi fungsi mekanik, fisik, dan biokimia dari makhluk.
Secara faal, bekerja adalah hasil kerjasama dalam koordinasi yang
sebaikbaiknya dari indra (mata, telinga, peraba, perasa dan lain-lain), otak
dan susunan saraf-saraf di pusat dan perifer, serta otot-otot. Selanjutnya untuk
petukaran zat yang diperlukan dan harus dibuang masih diperlukan peredaran
darah ke-dan dari otot-otot. Dalam hal ini, jantung, paru-paru. hati, usus, dan
lain-lainnya menunjang kelancaran proses pekerjaan.
Fisiologi kerja lebih terfokus pada faal tubuh dalam koordinasi antara
saraf pusat dan perifer, panca indra, otot, rangka, pertukaran zat dan energi
tubuh serta pengaruhnya terhadap system peredaran darah, paru- paru, alat
pernafasan dan jaringan organ termasuk system gastro intestinal ( mulut,
esophagus, usus, hati dan lainnya ) oleh karena aktifits bekerja. Ketika
bekerja semua organ terkait beroperasi secara fisiologis dalam tubuh dan
berada pada kondisi yang optimal. Fisiologi kerja mempelajari bagaimana
tubuh bereaksi ketika melakukan berbagai tipe kerja dan aktivitas. Fisiologi
kerja merupakan ilmu yang mempelajari informasi mengenai seberapa besar
aktivitas system tubuh seperti sirkulasi darah, pernafasan, pencernaan dan
aktivitas musculoskeletal dapat bertahan tanpa mengalami kerja yang berlebih
dan mengalami kelelahan.

2.2 Jenis Kerja


Secara umum jenis kerja dibedakan menjadi dua bagian yaitu kerja fisik
(otot) dan kerja mental. Pada kerja mental pengeluaran energi relatif kecil
dibandingkan dengan kerja fisik dimana pada kerja fisik ini manusia akan
menghasilkan perubahan dalam konsumsi oksigen, temperatur tubuh dan
perubahan senyawa kimia dalam tubuh. Kerja fisik ini dikelompokkan oleh
Davis dan Miller menjadi tiga kelompok besar, sebagai beerikut :
1. Kerja total seluruh tubuh, yang mempergunakan sebagian besar otot
biasanya melibatkan dua pertiga atau tiga perempat otot tubuh.
2. Kerja sebagian otot, yang membutuhkan lebih sedikit energy expenditure
karena otot yang digunakan lebih sedikit.
3. Kerja otot statis, otot yang digunakan untuk menghasilkan gaya konstrasi
otot.

2.3 Metode- Metode Untuk Mengukur Beban Kerja Fisik


1. Pengukuran Konsumsi Energi
Kerja fisik mengakibatkan pengeluaran energi yang berhubungan
erat dengan konsumsi energi. Konsumsi energi pada waktu kerja
biasanya ditentukan dengan cara tidak langsung, yaitu dengan
pengukuran tekanan darah, aliran darah, komposisi kimia dalam darah,
temperatur tubuh, tingkat penguapan dan jumlah udara yang dikeluarkan
oleh paru-paru. Dalam penentuan konsumsi energi biasa digunakan
parameter indeks kenaikan bilangan kecepatan denyut jantung. Indeks ini
merupakan perbedaan antara kecepatan denyut jantung pada waktu kerja
tertentu dengan kecepatan denyut jantung pada saat istirahat.
Untuk merumuskan hubungan antara energy expenditure dengan
kecepatan heart rate (denyut jantung), dilakukan pendekatan kuantitatif
hubungan antara energy expediture dengan kecepatan denyut jantung
dengan menggunakan analisa regresi. Bentuk regresi hubungan energi
dengan kecepatan denyut jantung secara umum adalah regresi kuadratis
dengan persamaan sebagai berikut :

Y  1,80411  0,0229038 X  4,71733.10  4 X 2


Dimana:
Y : Energi (kilokalori per menit)
X : Kecepatan denyut jantung (denyut per menit)

Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk


energi, maka konsumsi energi untuk kegiatan kerja tertentu bisa
dituliskan dalam bentuk matematis sebagai berikut :
KE = Et – Ei

Dimana :
KE : Konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu
(kilokalori/menit)
Et : Pengeluaran energi pada saat waktu kerja tertentu
(kilokalori/menit)
Ei : Pengeluaran energi pada saat istirahat (kilokalori/menit)

Terdapat tiga tingkat energi fisiologi yang umum : Istirahat, limit


kerja aerobik, dan kerja anaerobik. Pada tahap istirahat pengeluaran
energi diperlukan untuk mempertahankan kehidupan tubuh yang disebut
tingkat metabolisis basah. Hal tersebut mengukur perbandingan oksigen
yang masuk dalam paru-paru dengan karbondioksida yang keluar. Berat
tubuh dan luas permukaan adalah faktor penentu yang dinyatakan dalam
kilokalori/area permukaan/jam. Rata-rata manusia mempuanyai berat 65
kg dan mempunyai area permukaan 1,77 meter persegi memerlukan
energi sebesar 1 kilokalori/menit.
Kerja disebut aerobik bila suply oksigen pada otot sempurna, sistem
akan kekurangan oksigen dan kerja menjadi anaerobik. Hal ini
dipengaruhi oleh aktivitas fisiologi yang dapat ditingkatkan melalui
latihan.

Tabel 1. Klasifikasi Beban Kerja Dan Reaksi Fisiologis


Konsumsi
Tingkat Energy Expenditure Detak Jantung
Energi
Pekerjaan
Kkal / menit Kkal / 8jam Detak / menit Liter / menit
Undully Heavy >12.5 >6000 >175 >2.5
Very Heavy 10.0 – 12.5 4800 – 6000 150 – 175 2.0 – 2.5
Heavy 7.5 – 10.0 3600 – 4800 125 – 150 1.5 –2.0
Moderate 5.0 – 7.5 2400 – 3600 100 – 125 1.0 – 1.5
Light 2.5 – 5.0 1200 – 2400 60 – 100 0.5 – 1.0
Very Light < 2.5 < 1200 < 60 < 0.5

a. Konsumsi energi berdasarkan denyut jantung (heart rate)


Jika denyut nadi dipantau selama istirahat, kerja dan pemulihan,
maka recovery (waktu pemulihan) untuk beristirahat meningkat
sejalan dengan beban kerja. Dalam keadaan yang ekstrim, pekerja
tidak mempunyai waktu istirahat yang cukup sehingga mengalami
kelelahan yang kronis. Murrel membuat metode untuk menentukan
waktu istirahat sebagai kompensasi dari pekerjaan fisik :
T W  S 
R
W  1,5
Dimana :
R = Istirahat yang dibutuhkan dalam menit (Recoveery)
T = Total waktu kerja dalam menit
W = Konsumsi energi rata-rata untuk bekerja dalam
kkal/menit
S = Pengeluaran energi rata-rata yang direkomendasikan
dalam kkal/menit (biasanya 4 atau 5 Kkal/menit)
b. Konsumsi energi berdasarkan kapasitas oksigen terukur
Konsumsi energi dapat diukur secara tidak langsung dengan
mengukur konsumsi oksigen. Jika satu liter oksigen dikonsumsi oleh
tubuh, maka tubuh akan mendapatkan 4,8 kcal energi.
T(B – S)
R=
B – 0,3

Dimana :
R : Istirahat yang dibutuhkan dalam menit (Recoveery)
T : Total waktu kerja dalam menit
B : Kapasitas oksigen pada saat kerja (liter/menit)
S : Kapasitas oksigen pada saat diam (liter/menit)

2. Menentukan Waktu Standar Dengan Metode Fisiologis


Pengukuran fisiologi dapat dipergunakan untuk membandingkan
cost energy pada suatu pekerjaan yang memenuhi waktu standar, dengan
pekerjaan serupa yang tidak standard, tetapi perbandingan harus dibuat
untuk orang yang sama. hasilnya mungkin beberapa orang yang memiliki
performansi 150% hingga 160% menggunakan energi expenditure sama
dengan orang yang performansinya hanya 110% sampai 115%.
Tabel 2. Jenis Pekerjaan Dengan Konsumsi Oksigen
OXYGEN ENERGY HEART RATE
WORK LOAD CONSUMPTION EXPENDITURE DURING WORK
(Liter/Minute) (Calories/minute) (Beats per minute)
Light 0.5 – 1.0 2.5 – 5.0 60 – 100
Moderate 1.0 – 1.5 5.0 – 7.5 100 – 125
Heavy 1.5 – 2.0 7.5 – 10.0 125 – 150
Very Heavy 2.0 – 2.5 10.0 – 12.5 150- 175

3 Kelelahan ( Fatique ) dan Faktor- Faktor Yang Mempengaruhinya


Definisi umum dari kelelahan kerja adalah suatu kondisi dimana
terjadi pada syaraf dan otot manusia, sehingga tidak dapat berfungsi lagi
sebagaimana mestinya. Kelelahan dipandang dari sudut industri adalah
pengaruh dari kerja pada pikiran dan tubuh manusia yang cenderung
untuk mengurangi kecepatan kerja mereka atau menurunkan kualitas
produksi dari performasi optimis seorang operator. Kelelahan
mempunyai empat cakupan yaitu penurunan dalam performasi kerja,
maksudnya adalah pengurangan dalam kecepatan dan kualitas output
yang terjadi bila melewati suatu periode tertentu (fatique industry).
Cakupan kelelahan yang kedua adalah pengurangan dalam kapasitas
kerja, maksudnya adalah perusakkan otot atau ketidakseimbangan
susunan syaraf untuk memberikan stimulus (fatique fisiologi).
Cakupan kelelahan yang ketiga adalah laporan-laporan subyektif dari
pekerja, berhubungan dengan perasaan gelisah dan bosan (fatique
fisiologi). Cakupan yang terakhir adalah perubahan-perubahan dalam
aktivitas dan kapasitas kerja, maksudnya adalah perubahan fungsi
fisologi atau perubahan dalam kemampuan dalam melakukan aktivitas
fisiologi (fatique fungsional).
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi suatu tingkat
kelelahan pada pekerja disaat menjalankan operasi atau melakukan
pekerjaannya, adalah sebagai berikut:
1. Penentuan dan lamanya waktu kerja.
2. Penentuan dan lamanya waktu istirahat.
3. Sikap mental pekerja.
4. Besarnya beban tetap.
5. Kemonotonan pekerjaan dalam lingkungan kerja yang tetap.
6. Kondisi tubuh operator pada waktu melaksanakan pekerjaan.
7. Lingkungan fisik kerja.
8. Kecapaian kerja.
9. Jenis dan kebiasaan olahraga atau latihan.
10. Jenis kelamin.
11. Umur.
12. Sikap kerja.
Pengukuran kelelahan dapat dilakukan dengan beberapa cara.
Berikut ini adalah cara untuk mengukur tingkat kelelahan:
1. Mengukur kecepatan denyut jantung.
2. Mengukur kecepatan pernafasan.
3. Mengukur tekanan darah.
4. Jumlah oksigen yang terpakai dalam tubuh.
5. Perubahan temperatur tubuh.
6. Perubahan komposisi kimia dalam darah dan urin.
7. Menggunakan alat uji kelelahan, yaitu Riken Fatique Indicator.
Kelelahan otot adalah kelelahan yang terjadi karena kerja otot,
dengan adanya aktivitas kontraksi dan relaksasi. Tipe aktivitas otot oleh
Ryan dalam Work & Effort adalah:
1. Pengeluaran sejumlah energi secara cepat.
2. Pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus.
3. Pekerjaan setempat atau lokal yang terus-menerus berulang dengan
pengeluaran energi setempat yang besar.
4. Sikap yang dibatasi (kerja statis).
Saran-saran untuk mengurangi kelelahan otot (Brouha Physiology in
Industry) dalam keadaan kerja sehari-hari adalah sebagai berikut:
1. Mengurangi beban kerja dengan melakukan perancangan kerja.
2. Mengatur perioda istirahat yang cukup didasarkan atas pertimbangan
fisiologi.
3. Mengatur regu-regu kerja dengan baik dan menyeimbangkan
tekanan fisiologi diantara anggota pekerja.
4. Menyediakan air dan garam yang cukup bagi pekerja yang bekerja
dalam lingkungan kerja yang panas.
Beberapa klasifikasi tingkat pekerjaan antara lain:
1. Tingkat pekerjaan ringan : Pekerjaan tersebut bila dilaksanakan
memerlukan oksigen 0,5 liter/menit atau 2,5 kkal/menit yang setara
dengan 10,5 kJ/menit.
2. Tingkat pekerjaan berat: Pekerjaan tersebut bila dilaksanakan
memerlukan oksigen 1,5-2 liter/menit atau 7,5-10 kkal/menit yang
setara dengan 31,4-41,9 kJ/menit.
3. Istilah pekerjaan ringan dan berat dikaitkan dengan kebutuhan
oksigen dan tidak ada kaitannya dengan beban/strain pada pekerja
sebagai individu juga tidak dikaitkan dengan kebutuhan selama 8
jam melainkan kebutuhan oksigen per menit terutama pada beban
maksimal.
4. Pekerja penebang kayu dengan beban berat merata sepanjang hari
sedangkan di Industri lama kerja berat mungkin hanya 20% dari
waktu kerja umum.
2.4 Pengantar Praktikum
Secara garis besar terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil kerja
(Performasi) manusia dan dapat dibagi atas 2 kelompok yaitu:
1. Faktor-faktor diri (Individu) sikap, sifat, sistem nilai, karakteristik
fisik, minat, motivasi, usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman
dan lain-lain.
2. Faktor-faktor situsional : lingkungan fisik, mesin dan peralatan,
metoda kerja dan lain-lain.
Pengkuran Kerja dengan Metode Fisiologies
Metode pengukuran kerja fisik, dilakkukan dengan menggunakan standar :
1. Konsep Horse Power (Foot-pounds of wark per menit)
2. Tingkat kosumsi energi untuk pengukuran pengengeluran energi.
3. Perubahan tingkat fisik ukuran jantung (metode terbaru)

Tiffin mengemukakan kkriteria-kriteria yang digunakan untuk mengetahui


pengaruh pekerja terhadap manusia dalam sistem kerja yaitu kriteria faali,
kriteria kejiwaan dan kriteria hasil kerja.
Secara garis besar, kegiatan-kegiatan kerja manusia dapat dogolongkan
menjadi kerja fisik (otot) dan kerja mental (otak). Pemisahaan ini tidak
dapat dilakukan secara sempurna, karena terdapatnya hubungan yang erat
antara satu dengan yang lainnya. Apabila dilihat dari dari energi yang
dikeluarkkan, kerja mental murni relatif lebih sedikit mengeluarkan energi
dibandingkan dengan kerja fisik.
Kerja fisik akan mengakibatkan perubahan pada fungsi alat-alat tubuh
yang dapat dideteksi melalui :
a. Kosumsi oksigen
b. Denyut jantung
c. Peredaran udara dalam paru-paru
d. Temperatur tubuh
e. Kosentrasi asam laktat dalam darah
f. Komposisi dalam darah dan air seni
g. Tingkkat penguapan dan faktor lainnya.

Kerja fisik akan mengakibatkan pengeluaran energi yang berhubungan erat


dengan konsumsi energi. Konsumsi energi pada waktu kerja biasanya
ditentukan dengan cara tidak langsung, yaitu dengan pengukuran :
a. Kecepatan denyut jantung
b. Kosumsi oksigen.
Kecepatan denyut jantung memiliki hubungan yang sangat erat dengan
aktifitas faa lainnya, seperti digambarkan dibawah ini :

Hubungan kecepatan denyut jantung


Dengan aktifitas Faal lainnya

Kecepatan denyut jantung

Hubungan

1. Tekanan Darah.
2. Aliran Darah.
3. Komposisi kimia dalam darah
4. Temperatur tubuh
5. Tingkat penguapan
6. Jumlah udara yang
dikeluarkan oleh paru-paru

Dalam hal penentuan kosumsi energi, biasanya digunakan parameter


indeks kenaikan bilangan kecepatan denyut jantung. Indeks ini merupakan
perbedaan antara kecepatan denyut jantung pada waktu kerja terutama
dengan kecepatan denyut jantung pada saat istirahat, untuk merumuskan
hubungan antara energi dengan kecepatan jantung dari pendekatan
kuantitatif hubungan antara energi dengan kecepatan denyut jantung
dengan menggunakan analisis regresi kuadratis dengan persamaan sebagai
berikut :
Y = 1,80411 – 0,0229038 X + 4,71733. 10 4 X 2
Dimana : Y = Energi (kilokalori per menit)
X = Kecepatan denyut jantung (denyut per menit)

Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk energi,


maka konsumsi energi untuk satu kegiatan kerja tertentu bisa dituliskan
dalam bentuk matematis sebagai berikut :
KE = Et – Ei
Dimana : KE = Konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu
(kilokalori)
Et = Pengeluaran energi pada saat waktu kerja tertentu
(kilokalori)
Ei = Pengeluaran energi pada saat istirahat (kilogram)

Konsumsi energi pada wakktu kerja tertetntu merupakkan selisih antara


pengeluaran energi pada waktu kerja tersebut dengan mengeluarkan energi pada
saat istirahat. Kerja fisiologies tidak identik dengan kerja mekanik. Aktivitas otot
mengubah fungsi berikut : denyut jantung (Heart Rate), tekanan darah, output
jantung (cardiac output dalam liter/menit), komposisi kima dalam darah dan urine,
temperatur tubuh, perspiration rate, ventilasi paru-paru (pulmonary ventilation
dalam liter/menit) dan kosumsi oksigen oleh otot.

2.5 Unit Kerja Fisiologis


Pengeluaran energi, kkerja fisiologis dan biaya berkkaitan dengan
konsumsi oksigen. Kita dapat mengukurnya secara langsung dalam liter/menit
atau secara tidak langsung dalam detakk jantung per menit. Unit satuan dasar
yang digunakan adalah pengeluaran kalori dalam gram kalori/menit. Astrand dan
Christensen menyelidiki pengeluaran energi dari tingkat detak jantung dan
menemukan bahwa ada hubungan lansung antara keduanya.

2.6 Tingkat Enengi


Terdapat tiga tingkkatan kerja fisiologis yang umum : istirahat, limit
kkerja, aerobok dan kerja anaerobok.
Pada tahap istirahat pengeluaran energi diperlukan untuk mempertahankan
kehidupan tubuh yang disebut Tingkat Metabolisme Basal, pengukuran
perbandingan oksigen yang masuk paru-parudengan Co2 yang kkeluar.
Berat tubuh dan luas permukaan adalah faktor-faktor penetuan dan tingkat
yang normal dinyatakan dalam kilokalori/area permukaan/ jam. Rata-rata manusia
mempunyai berat 65 kg. Dan mempunyai area 1,77 m2 dapat dinyatakan sebagai 1
kilokalori/ menit.
Kerja/ aerobik bila disuplai oksigen pada otot sempurna. Sekali suplai ada
ketidak sempurnaan, sistem menjadi menjadi debat oksigen dan kerja menjadi
anaerob. Tentu saja terdapat limit fisiologis sktifitas, itu tergantung pada skill,
kekuatan dan keadaan kesehatan dan dapat ditingkatkan dengan tarining.

Aktivitas dan Tingkat Energi


Energi 1 2,5 5 7,5 10
(kkal/menit)
Detak jantung 60 75 100 125 150
Oksigen 0,2 0,5 1 1,5 2
(liter/menit)
Metabolisme Kerja ringan Jalan Bekerja Naik
basal 6,5 kph keras Pohon
Istirahat Duduk Angkkat Membuat
roda Tungku
100 kg
Tidur Mengendarai Tambang Berjalan
mobil batu bara dibulan
Pemulihan
Basis manusia normal, berat 65 Kg. Permukaan tubuh 1,77 m2, cadangan energi
25 kkal

ENERGI EXPENDITURE untuk pekkerjaan tertentu


Limit rata-rata manusia bekkerja
8 jam kontinu setiap hari

0 1 2 3 4 5 6 7 8
9 10

Istirahat Kerja Nyopir Operasi Jalan Nyekop Pukul Dorong


Kerja
Sepurna Kantor Nesin Biasa tanah palu Rickshaw
berat

Klasifikasi Beban Kerja dan Reaksi Fisiologis


Approximate
Energi
Grade of Heart rate Oxygen
Expenditure Kcal/8th
Work Berat /menit condumption
Kkal/min
Liters/min
Undully
Over – 12,5 Over - 6000 Over - 175 Over – 2,5
heavy
Very heavy 10,0 – 12,5 4800 - 6000 150 - 175 2,0 – 2,5
Heavy 7,5 – 10,0 3600 - 4800 125 - 150 1,5 – 2,0
Moderate 5,0 – 7,5 2400 - 3600 100 - 125 1,0 – 1,5
Light 2,5 – 5,0 1200 – 2400 60 - 100 0,5 – 1,0
Very light Under – 2,5 Under - 1200 Under - 60 Under – 0,5
2.7 Kelelahan ( Fatique ) dan Faktor- Faktor Yang Mempengaruhinya
Definisi umum dari kelelahan kerja adalah suatu kondisi dimana
terjadi pada syaraf dan otot manusia, sehingga tidak dapat berfungsi lagi
sebagaimana mestinya. Kelelahan dipandang dari sudut industri adalah
pengaruh dari kerja pada pikiran dan tubuh manusia yang cenderung
untuk mengurangi kecepatan kerja mereka atau menurunkan kualitas
produksi dari performasi optimis seorang operator. Kelelahan
mempunyai empat cakupan yaitu penurunan dalam performasi kerja,
maksudnya adalah pengurangan dalam kecepatan dan kualitas output
yang terjadi bila melewati suatu periode tertentu (fatique industry).
Cakupan kelelahan yang kedua adalah pengurangan dalam kapasitas
kerja, maksudnya adalah perusakkan otot atau ketidakseimbangan
susunan syaraf untuk memberikan stimulus (fatique fisiologi).
Cakupan kelelahan yang ketiga adalah laporan-laporan subyektif dari
pekerja, berhubungan dengan perasaan gelisah dan bosan (fatique
fisiologi). Cakupan yang terakhir adalah perubahan-perubahan dalam
aktivitas dan kapasitas kerja, maksudnya adalah perubahan fungsi
fisologi atau perubahan dalam kemampuan dalam melakukan aktivitas
fisiologi (fatique fungsional).
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi suatu tingkat
kelelahan pada pekerja disaat menjalankan operasi atau melakukan
pekerjaannya, adalah sebagai berikut:
13. Penentuan dan lamanya waktu kerja.
14. Penentuan dan lamanya waktu istirahat.
15. Sikap mental pekerja.
16. Besarnya beban tetap.
17. Kemonotonan pekerjaan dalam lingkungan kerja yang tetap.
18. Kondisi tubuh operator pada waktu melaksanakan pekerjaan.
19. Lingkungan fisik kerja.
20. Kecapaian kerja.
21. Jenis dan kebiasaan olahraga atau latihan.
22. Jenis kelamin.
23. Umur.
24. Sikap kerja.
Pengukuran kelelahan dapat dilakukan dengan beberapa cara.
Berikut ini adalah cara untuk mengukur tingkat kelelahan:
8. Mengukur kecepatan denyut jantung.
9. Mengukur kecepatan pernafasan.
10. Mengukur tekanan darah.
11. Jumlah oksigen yang terpakai dalam tubuh.
12. Perubahan temperatur tubuh.
13. Perubahan komposisi kimia dalam darah dan urin.
14. Menggunakan alat uji kelelahan, yaitu Riken Fatique Indicator.
Kelelahan otot adalah kelelahan yang terjadi karena kerja otot,
dengan adanya aktivitas kontraksi dan relaksasi. Tipe aktivitas otot oleh
Ryan dalam Work & Effort adalah:
5. Pengeluaran sejumlah energi secara cepat.
6. Pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus.
7. Pekerjaan setempat atau lokal yang terus-menerus berulang dengan
pengeluaran energi setempat yang besar.
8. Sikap yang dibatasi (kerja statis).
Saran-saran untuk mengurangi kelelahan otot (Brouha Physiology in
Industry) dalam keadaan kerja sehari-hari adalah sebagai berikut:
5. Mengurangi beban kerja dengan melakukan perancangan kerja.
6. Mengatur perioda istirahat yang cukup didasarkan atas pertimbangan
fisiologi.
7. Mengatur regu-regu kerja dengan baik dan menyeimbangkan
tekanan fisiologi diantara anggota pekerja.
8. Menyediakan air dan garam yang cukup bagi pekerja yang bekerja
dalam lingkungan kerja yang panas.
Beberapa klasifikasi tingkat pekerjaan antara lain:
5. Tingkat pekerjaan ringan : Pekerjaan tersebut bila dilaksanakan
memerlukan oksigen 0,5 liter/menit atau 2,5 kkal/menit yang setara
dengan 10,5 kJ/menit.
6. Tingkat pekerjaan berat: Pekerjaan tersebut bila dilaksanakan
memerlukan oksigen 1,5-2 liter/menit atau 7,5-10 kkal/menit yang
setara dengan 31,4-41,9 kJ/menit.
7. Istilah pekerjaan ringan dan berat dikaitkan dengan kebutuhan
oksigen dan tidak ada kaitannya dengan beban/strain pada pekerja
sebagai individu juga tidak dikaitkan dengan kebutuhan selama 8
jam melainkan kebutuhan oksigen per menit terutama pada beban
maksimal.
8. Pekerja penebang kayu dengan beban berat merata sepanjang hari
sedangkan di Industri lama kerja berat mungkin hanya 20% dari
waktu kerja umum.

2.8 Kecepatan Reaksi


Yang dimaksud dengan kecepatan reaksi adalah berhubungan dengan
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekkerjaan yang mendadak,
misalnya kecepatan satpam membunyikan alarm saat lampu tanda bahaya
berwarna merah. Sedangkan ketelitian menunjukan jumlah kesalahan yang
dilakukan persatuan waktu, ini berhubungan dengan gerakan pada saat pencarian
jejak.
Banyak faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi : waktu menanggapi,
pengharapan (expectancy), waktu gerakan dan lain-lain. Pengujian kecepatan
reaksi bertujuan untuk mengetahui waktu reaksi manusia terhadap warna tertentu.
2.9 Simple Reaction Time
Semua jenis pekerjaan melibatkan performansi manusia. Performansi ini salah
satunya berkaitan dengan konsentrasi dan respon atau tanggapan terhadap
rangsangan yang diterima. Semakin tinggi konsentrasi dan semakin cepat
menanggapi respon, maka akan semakin tinggi pula performansinya. Waktu
dalam menanggapi reaksi ini sangat berkaitan dengan waktu reaksi.

Waktu reaksi (reaction time) merupakan waktu antara pemberian rangsangan


sampai dengan timbulnya respon terhadap rangsangan tersebut. Parameter waktu
reaksi ini dipakai untuk pengukuran performansi. Yang mempengaruhi
performansi kerja diantaranya tingkat kelelahan, kondisi motivasi, rasa bosan,
konsentrasi, dan kondisi psikologis manusia lainnya. Hal tersebut akan
mengakibatkan waktu reaksi yang berbeda-beda antara satu kondisi dengan
kondisi lainnya. Kondisi-kondisi tersebut dipengaruhi oleh lingkungan baik secara
fisik (penerangan, temperatur, getaran, dll) maupun secara psikologis (suasana
hati, motivasi, dll) dan kerja itu sendiri.

Oleh karena itu, perlu adanya pengkajian lebih lanjut tentang waktu reaksi dalam
hubungannya dengan aktivitas kerja. Waktu reaksi menjadi hal yang sangat
penting dan signifikan dalam pengukuran performansi kerja. Dalam praktikum ini,
akan diteliti bagaimana perbandingan waktu reaksi sederhana sebelum dan
sesudah melakukan aktivitas fisik.

Waktu reaksi merupakan interval waktu yang diperlukan seseorang untuk


memberikan reaksi terhadap sinyal atau rangsangan yang muncul ketika seseorang
memberikan respon tentang sesuatu yang didengar, dilihat, atau dirasakan. Ada
berbagai macam eksperimen waktu reaksi:
 Simple Reaction Time Experiment
Pada eksperimen ini hanya ada satu jenis stimulus dan satu reaksi. Contohnya
percobaan waktu reaksi terhadap cahaya, reaksi terhadap bunyi pada lokasi yang
telah ditentukan dan tetap.
 Recognition Reaction Time Experiment
Terdapat banyak stimulus. Pada stimulus tertentu, subjek harus memberi respon
sedangkan ada beberapa yang subjek tidak boleh merespon. Ada 2 jenis, yaitu
symbol recognition (subjek menghafal lima buah huruf, kemudian subjek hanya
bereaksi pada huruf yang dihafal tersebut) dan tone/sound recognition (subjek
menghafal frekuensi dari bunyi, kemudian subjek hanya bereaksi pada frekuensi
yang dihafalkan).
 Choice Reaction Time Experiment
Subjek harus merespon stimulus yang diberikan berupa huruf yang ditampilkan di
layar, kemudian menekan tombol huruf/keyboard yang sesuai dengan stimulus
yang diberikan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu reaksi:
1. Arousal
Arousal atau state of attention, dalam hal ini didalamnya termasuk tekanan
darah. Waktu reaksi akan menjadi cepat bila tekanan darah ada di level
tengah (dalam keadaan normal), dan akan melambat bila praktikan terlalu
santai atau terlalu tegang
2. Usia
Waktu reaksi menjadi berkurang mulai usia bayi hingga akhir 20-an,
bertambah pada usia 50-60 tahun, lalu melambat pada usia 70 tahun keatas.
Penurunan waktu reaksi pada orang dewasa mungkin disebabkan karena
orang dewasa lebih hati-hati merespon sebuah stimulus. Orang dewasa
juga cenderung mencurahkan pikirannya pada satu stimulus dan
mengabaikan stimulus yang lainnya.
3. Jenis kelamin
Biasanya laki-laki memiliki waktu reaksi yang lebih cepat daripada wanita.
4. Right handed vs left handed
Orang kidal, banyak menggunakan otak kanan, dimana otak kanan banyak
digunakan untuk berpikir mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
kreativitas, dan hal-hal yang berkaitan dengan ruang (misal: membidik
sasaran). Maka banyak peneliti bernaggapan bahwa orang kidal memiliki
waktu reaksi yang lebih cepat dibanding dengan orang yang tidak kidal.
5. Direct vs peripheral vision
Waktu reaksi akan lebih cepat bila stimulus diberikan ketika subyek
melihat tepat pada titik stimulus (direct vision), dan dapat melambat bila
stimulus diberikan disekitar pandangan mata (peripheral vision).
6. Practice and errors
Ketika seorang subyek melakukan hal yang baru atau belum pernah
dilakukan sebelumnya, maka waktu reaksinya akan lebih lambat bila
dibandingkan dengan subyek yang sudah terlatih atau efek pembelajaran.
7. Kelelahan
Waktu reaksi akan melambat bila subyek sedang mengalami kelelahan.
8. Gangguan
Adanya gangguan pada saat stimulus diberikan dapat meningkatkan waktu
reaksi.
9. Peringatan akan stimulus
Waktu reaksi akan menjadi lebih cepat apabila ada peringatan yang
diberikan kepada subyek sebelum stimulus tersebut diberikan.
10. Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menurunkan waktu reaksi.
11. Faktor lingkungan
Pencahayaan, temperatur, dll.
12. Faktor psikologi
Suasana hati, tekanan, dll.
2.9 Konsep Dasar Analisis Variansi
Pada uji hipotesis tidak saja hanya dapat menggunakan distribusi Z dan
disribusi T. Pada materi ini kita akan menggunakan distribusi F untuk melakukan
pengujian hipotesis. Pada materi ini dilakukan pengujian hipotesis dengan
menggunakan distribusi F. Distribusi probabilitas ini di gunakan sebagai uji
statistik di berbagai situasi. Distribusi F digunakan untuk menguji apakah dua
buah sampel berasal dari populasi yang variansi yang sama. Selain itu, distribusi F
juga digunakan bila kita ingin membandingkan dua atau lebih rata-rata
populasi secara simultan. Perbandingan simultan terhadap beberapa rata-rata
populasi dinamakan analisis variansi (analysis of variance = ANOVA). Pada
kedua situasi tersebut, populasinya harus normal, dan datanya paling tidak harus
dalam skala interval.
Ciri-ciri utama distribusi F adalah sebagai berikut :
a. Terdapat dua parameter, yaitu derajat bebas pembilang dan derajat
bebas penyebut.
b. Nilai F tidak pernah negatif dan merupakan distribusi yang kontinyu.
c. Kurva distribusi F menjulur kearah positif.
d. Nilai F mampunyai rentang dari 0 hingga . Bila nilai F meningkat,
kurva distribusi mendekati sumbu

Langkah-langkah menyusun distribusi frekuensi :


1. Menentukan Jumlah Kelas : untuk menentukan jumlah kelas dapat digunakan
“Rumus Sturge”, yaitu : K = 1 + 3,322 log N ; dimana K adalah jumlah kelas dan
N adalah jumlah data
2. Mencarai Nilai Range : Range adalah jarak data terkecil sampai data terbesar
atau selisih data terbesar dengan data terkecil.
3. Mencari Nilai Interval : Interval adalah panjang kelas yang nilainya diperoleh
dari nilai range dibagi dengan nilai jumlah kelas.
4. Menentukan Kelas : Dalam menentukan kelas yang harus diperhatikan adalah
bahwa semua data harus dapat masuk dalam kelas tersebut dan tidak boleh
terdapat data yang tersisa atau tidak dapat masuk dalam kelas yang telah
ditentukan.
5. Mencari Frekuensi Masing-Masing Kelas : Setelah data dapat masuk semua ke
dalam kelas yang telah ditentukan maka langkah selanjutnya adalah
menjumlahkan data masing-masing kelas atau disebut mencari frekuensi masing-
masing kelas.
Beberapa istilah di dalam distribusi frekuensi adalah :
1. Class Limit atau batas kelas dibagi menjadi dua, yaitu batas kelas atas dan batas
kelas bawah.
2. Class Boundary merupakan nilai pertengahan antara batas bawah suatu kelas
dengan batas atas kelas sebelumnya atau nilai pertengahan antara batas atas suatu
kelas dengan batas bawah kelas sesudahnya. Class Boundary dibagi menjadi dua,
yaitu class boundary atas dan class boundary bawah. Frekuensi adalah jumlah
data masing-masing kelas.
3. Class Mark adalah nilai pertengahan masing-masing kelas.
4. Class Interval adalah panjang masing-masing kelas.
Distribusi F digunakan untuk menguji hipotesis yang menyatakan bahwa
variansi atau populasi normal sama dengan variansi populasi normal lainnya. Jadi
uji F bermanfaat untuk menentukan apakah suatu populasi normal mempunyai
lebih banyak keragaman dibandingkan populasi normal lainnya.
Uji F juga dapat digunakan untuk menguji validasi asumsi-asumsi yang
berkaitan dengan uji statistik tertentu. Sebagai contoh, uji t digunakan untuk
menentukan apakah rata-rata dua populasi independen berbeda. Untuk
menggunakan uji t kita perlu mengasumsikan bahwa dua variansi populasi sama
Terlepas dari apakah kita ingin menentukan apakah suatu populasi
mempunyai lebih banyak variansi dibandingkan populasi lain atau kita ingin
melakukan validasi asumsi mengenai uji statistik, yang pertama kita lakukan
adalah membuat hipotesis nol. Untuk kedua penyelidikan tersebut, hipotesis
nolnya adalah bahwa variansi populasi normal satu, α12 sama dengan variansi
populasi normal yang lain, α22 .
Hipotesis alternatifnya adalah bahwa kedua variansi berbeda. Uji hipotesis
ini ditulis sebagai berikut :
H0 : σ12 = σ 22 = σ 33
H1 : σ 12 ≠ σ 22 ≠ σ 33
Untuk melaksanakan pengujian, suatu sampel acak n1 pengamatan
diperoleh dari populasi pertama, dan sampel n2 pengamatan diperoleh dari
populasi kedua. Uji statistik adalah S12/S22, dimana S12 dan S22 adalah variansi
masing-masing sampel. Bila hipotesis nol adalah benar, uji statistik akan
mengikuti distribusi F derajat dengan bebas n1-1 dan n2- 1. Semakin besar variansi
sampel yang diletakkan pada pembilang, maka rasio F selalu positif dan lebih
besar dari 1.00. Jadi, ujung atas nilai kritis adalah satu-satunya nilai yang
diperlukan. Nilai kritis F didapatkan dengan membagi dua taraf nyata (α/2) dan
kemudian mengacunya pada derajat bebas yang sesuai dalam tabel distribusi F.
Distribusi F juga dipergunakan untuk menguji kesamaan dari dua rata-rata
hitung atau lebih dengan menggunakan teknik yang dinamakan analisis variansi
(analysis of variance = ANOVA).
Analisis varians (analysis of variance, ANOVA) adalah
suatu metode analisis statistika yang termasuk ke dalam cabang statistika
inferensi. Analisis of Variance (ANOVA) atau analisis sidik ragam adalah suatu
metode untuk menguraikan keragaman total data menjadi komponen-komponen
yang mengukur berbagai sumber keragaman. Teknik analisis sidik ragam dapat
digunakan untuk menguji kesamaan beberapa nilai tengah secara sekaligus.
(Walpole,1982) Intinya, ANOVA dapat digunakan untuk menguji hipotesis 2
variabel atau lebih.
Dalam literatur Indonesia metode ini dikenal dengan berbagai nama lain,
seperti analisis ragam, sidik ragam, dan analisis variansi. Ia merupakan
pengembangan dari masalah Behrens-Fisher, sehingga uji-F juga dipakai dalam
pengambilan keputusan. Analisis varians pertama kali diperkenalkan
oleh Sir Ronald Fisher, bapak statistika modern. Dalam praktek, analisis varians
dapat merupakan uji hipotesis (lebih sering dipakai)
maupun pendugaan (estimation, khususnya di bidang genetika terapan).
Secara umum, analisis varians menguji dua varians (atau ragam)
berdasarkan hipotesis nol bahwa kedua varians itu sama. Varians pertama adalah
varians antarcontoh (among samples) dan varians kedua adalah varians di dalam
masing-masing contoh (within samples). Dengan ide semacam ini, analisis varians
dengan dua contoh akan memberikan hasil yang sama dengan uji-tuntuk dua
rerata (mean).
Supaya sahih (valid) dalam menafsirkan hasilnya, analisis varians
menggantungkan diri pada empat asumsi yang harus dipenuhi dalam perancangan
percobaan:
1. Data berdistribusi normal, karena pengujiannya menggunakan uji
F-Snedecor
2. Varians atau ragamnya homogen, dikenal
sebagai homoskedastisitas, karena hanya digunakan satu penduga
(estimate) untuk varians dalam contoh
3. Masing-masing contoh saling independen, yang harus dapat diatur
dengan perancangan percobaan yang tepat
4. Komponen-komponen dalam modelnya bersifat aditif (saling
menjumlah).
Analisis varians relatif mudah dimodifikasi dan dapat dikembangkan
untuk berbagai bentuk percobaan yang lebih rumit. Selain itu, analisis ini juga
masih memiliki keterkaitan dengan analisis regresi. Akibatnya, penggunaannya
sangat luas di berbagai bidang, mulai dari eksperimenlaboratorium hingga
eksperimen periklanan, psikologi, dan kemasyarakatan.

Asumsi dari ANOVA adalah:


1. Data minimal memiliki skala pengukuran numerik (interval dan rasio) bukan
kategorik.
2. Data harus memiliki sebaran/distribusi Normal.
Prinsip dasar analisis varians ialah bahwa jumlah kuadrat total dan
beberapa kelompok dapat dianalisa atau dipisah-pisahkan menjadi beberapa
macam jumlah kuadrat. Dalam bentuknya yang paling sederhana jumlah kwadrat
total dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu jumlah kuadrat dalam kelompok dan
jumlah kuadrat antar kelompok. Istilah jumlah kuadrat sebenarnya singkatan dari
jumlah dari kuadrat deviasi skor dari mean. Artinya, masing¬-masing skor
dikurangi mean, kemudian hasil pengurangan untuk masing-masing skor
dikuadratkan, kemudian semua hasil kuadrat itu dijumlah. Jumlah inilah yang
dinamakan jumlah kuadrat.
Analisis varians sebagai metode perbandingan kelompok maka
penggunaannya untuk menguji hubungan antara satu variabel dependen (skala
mentrik) dengan satu atau lebih variabel independen (skala nonmetrik atau
kategorikal dengan kategori lebih dari dua). Jumlah variabel independen tersebut
nantinya akan membedakan jenis-jenis ANOVA, misalnya untuk mengetahui
apakah pengalaman kerja sebelumnya (variabel dependen atau Y) dipengaruhi
oleh jabatan atau job category (variabel independen skala kategori atau X), maka
hubungan antara satu variabel dependen dengan satu variabel independen
disebut One Way ANOVA. Pada kasus satu variabel dependen metrik dan dua
atau tiga variabel independen kategorikal sering disebut Two Ways ANOVA
(X1 dan X2 terhadap Y) dan Three Ways ANOVA (X1; X2; X3 terhadap Y).
ANOVA digunakan untuk mengetahui pengaruh utama (main effect) dan
pengaruh interaksi (interaction effect) dari variabel independen kategorikal (sering
disebut faktor) terhadap variabel dependen metrik. Pengaruh utama atau main
effect adalah pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel dependen.
Sedangkan pengaruh interaksi adalah pengaruh bersama atau joint effect dua atau
Iebih variabel independent terhadap variabel dependent.
Untuk dapat menggunakan uji statistik ANOVA harus dipenuhi beberapa
asumsi di bawah ini:
1. Homogeneity of variance: Variabel dependent harus memilki varian yang sama
dalam setiap kategori variabel independent. Jika terdapat lebih dari satu
variabel independent, maka harus ada homogeneity of variance di dalam cell yang
dibentuk oleh variabel independen kategorikal. Skor asumsi test ini umumnya
dengan Levene's test of homogeneity of variance. Jika nilai Levene test signifikan
(probabilitas < 0.05) maka hipotesis nol akan ditolak, dengan kata lain group
memiliki variance yang berbeda dan hal ini menyalahi asumsi. Jadi yang
dikehendaki adalah tidak dapat menolak hipotesis nol atau hasil Levene test tidak
signifikan (probabilitas > 0.05). Walaupun asumsi variance sama ini dilanggar.
2. Random Sampling: Untuk tujuan uji signifikansi, maka subyek (n) di dalam
setiap grup harus diambil secara random.
3. Multivariate Normality: Untuk tujuan uji signifikansi, maka variabel harus
mengikuti distribusi normal multivariate. Variabel dependent terdistribusi secara
normal dalam setiap kategori variabel independent. ANOVA masih tetap robust
walaupun terdapat penyimpangan asumsi multivariate normality. SPSS
memberikan uji Boxplot test of the normality assumption.
Analysis of variance yang digunakan untuk membandingkan nilai rata-rata
tiga atau lebih sampel yang tidak berhubungan pada dasarnya adalah
menggunakan F test yaitu estimate between groups variance (atau mean-squares)
dibandingkan dengan estimate with groups variance. Total variance dalam
variabel dependent dapat dipandang memiliki 2 (dua) komponen yaitu variance
yang berasal dari variabel independen dan variance yang berasal dari faktor
lainnya. Variance dari faktor lain ini sering dsiebut dengan error atau residual
variance. Variance yang berasal dari variabel independen disebut
dengan explained variance. Jika between group (explained) variance lebih besar
dari within group (residual) variance, maka nilai F ratio akan tinggi yang berarti
perbedaan antara nilai means terjadi secara acak.
Tes signifikansi t dan F sayangnya tidak menunjukkan besar atau kuatnya
relasi. Suatu tes-t untuk menguji selisih antar harga tengah, jika signifikan, hanya
rnemberitahukan pada penelitinya bahwa ada suatu relasi. Begitu pula halnya
dengan tes F, bila hasilnya signifikan. Relasi itu disimpulkan dari perbedaan
signifikansi antara dua, atau tiga harga tengah, atau lebih. Suatu tes statistik
seperti F, secara tak langsung mengatakan bahwa terdapat atau tidak terdapat
relasi antara variabel bebas dengan variabel terikat.
Kebalikan dengan tes signifikansi statistik t dan F, maka koefisien korelasi
atau r adalah ukuran yang relatif langsung. Di dalamnya tertandung pesan yang
mudah ”dilihat”, karena penggabungan dua himpunan skor lebih jelas kelihatan
sebagai suatu relasi. Ini sesuai dengan definisi tentang relasi sebagai sehimpunan
pasangan berurut. Misalnya, jika r = 0,90, mudahlah dilihat bahwa urutan
peringkat ukuran-ukuran kedua variabel itu sangatlah mirip. Akan tetapi nisbah t
dan F berada satu atau dua langkah dari relasi sebenarnya.
Syarat-syarat analisis variansi adalah sebagai berikut :
1. Populasi-populasi yang diteliti memiliki distribusi normal
2. Populasi tersebut memiliki standar devisi yang sama (atau variansi yang sama).
3. Sampel yang ditarik dari populasi tersebut bersifat bebas, dan sampel ditarik
secara acak.
Uji F adalah uji statistik yang dipergunakan untuk mengetahui apakah
rata-rata hitung dua populasi atau lebih adalah sama. Apabila satu atau beberapa
asumsi diatas tidak terpenuhi, teknik ANOVA tidaklah tepat untuk digunakan.
Sebagai gantinya, digunakan uji Kruskal-Wallis yang akan dibahas pada materi
statistik non parametrik.

2.10 Prosedur Analisis Variansi


Prosedur ANOVA juga mempergunakan prosedur uji hipotesis yang sama
dengan prosedur uji hipotesis yang lain yaitu :
a. Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatifnya.
b. Menentukan taraf nyata.
c. Menentukan uji statistik.
Uji statistik yang dipergunakan adalah distribusi F.
Variansi populasi yang di duga dengan keragaman antara rata-
rata hitung sampel
F=
Variansi populasi yang diduga berdasarkan keragaman
didalam sampel
Istilah umum untuk pembilang adalah “Variansi antar sampel”.
Untuk penyebut adalah “variansi didalam sampel”. Pembilang memiliki
derajat bebas k-1 dan penyebut memiliki derajat bebas k(n-1), dinamakan k
adalah banyaknya perlakuan dan n adalah banyaknya pengamatan.
d. Menentukan aturan pengambilan keputusan.
e. Menghitung F dan mengambil keputusan.

2.11 Analisis Variansi Multifaktor


Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa statistik berurusan dengan
pengembangan dan penggunaan metode serta teknik untuk pengumpulan,
penyajian, penganalisaan dan pengambilan kesimpulan mengenai populasi
berdasarkan sekumpulan data, sehingga ketidakpastian dari kesimpulan
berdasarkan data itu dapat diperhitungkan dengan menggunakan ilmu hitung
probabilitas. Dalam hal ini perlu diingat bahwa analisis hanya bersifat eksak
apabila asumsi-asumsi (pada umumnya mengenai bentuk distribusi) semuanya
dipenuhi. Akan tetapi pada kenyataannya hal ini tidak mungkin terjadi dan sukar
dibuktikan sepenuhnya sehingga hal ini akan tergantung pada kecakapan memilih
metode analisis yang tepat untuk suatu persoalan, termasuk cara-cara perencanaan
untuk memproleh data yang dibutuhkan.
Sering terjadi bahwa data yang dikumpulkan ternyata tidak atau kurang
berfaedah untuk keperluan analisis persoalan yang dihadapi. Untuk mengatasi hal
ini, sebuah cara harus ditempuh yang dikenal dengan nama analisis variansi atau
Desain Eksperimen yaitu suatu teknik untuk menganalisis atau menguraikan
seluruh (total) variansi atas bagian-bagian yang mempunyai makna.
Setiap perlakuan dasar disebut faktor dan jumlah bentuk yang mungkin
dari suatu faktor disebut taraf dari faktor tersebut. Ada empat macam faktor yang
digunakan yaitu :
a. Faktor Kualitatif Spesifik
Faktor yang taraf-tarafnya tidak dapat disusun bertingkat, berarti perbedaannya
hanya dapat dijelaskan secara deskriptif, sebagai contoh uji varietas padi, uji
insektisida, teknik pemangkasan yang berbeda-beda dan pengolahan tanah yang
berbeda-beda.
b. Faktor Kuantitatif
Faktor dengan taraf-taraf yang berbeda secara kuantitatif, contohnya dosis pupuk
Nitrogen 0 kg N/ha dan 30 kg N/ha, perbedaan suhu 150 C, 200 C dan250 C.
Penentuan tarafnya disini hanya berdasarkan perkiraan, pada perubahan pupuk
Nitrogen atau suhu berapa akan berpengaruh.
c. Faktor Kualitatif Bertingkat
Suatu faktor disusun berdasarkan tingkatannya, pengelompokannya dilakukan
secara kasar sehingga tidak dapat diukur secara kuantitatif. Misalnya serangan
penyakit pada suatu tanaman dengan taraf-tarafnya terserang berat, sedang dan
ringan atau umur orang dibawah 20 tahun, 20-30 tahun, diatas 30 tahun. Faktor ini
bersifat tetap karena perbedaan antar taraf dapat dijelaskan dengan baik.
d. Faktor Kualitatif Sampel
Contohnya adalah sebagai berikut :
- Bahan baku industri, taraf-tarafnya diambil secara acak dari populasi bahan
baku.
- Percobaan dibidang pertanian yang diulang setiap tahun atau dibeberapa pusat
penelitian, taraf-tarafnya adalah tahun atau beberapa pusat penelitian.
- Percobaan untuk meneliti pengaruh dua metode analisis kimia sebagai faktor
pertama dan sebagai faktor kedua (faktor kualitatif sampel adalah beberapa teknisi
yang berbeda).

2.12 Percobaan Faktorial


Misalkan kita ingin meneliti pengaruh dua faktor A dan B pada suatu
respon. Sebagai contoh, dalam suatu percobaan kimia kita ingin mengubah
tekanan reaksi dan waktu reaksi secara serentak dan meneliti pengaruh waktu
masing-masing pada hasil reksi. Dalam percobaan biologi, mungkin ingin diteliti
pengaruh waktu dan suhu pengeringan pada sejumlah bahan padat (persen berat)
yang tertinggal dalam sampel ragi. Seperti yang telah disebut sebelumnya, istilah
faktor dipakai dalam arti yang luas untuk menyatakan setiap hal yang
mempengaruhi percobaan seperti suhu, waktu atau tekanan yang mungkin
berubah dari suatu usaha keusaha lainnya. Taraf suatu faktor didefinisikan sebagai
nilai sesungguhnya yang digunakan dalam percobaan.
Dalam setiap hal ini, tidak hanya menentukan apakah kedua faktor
berpengaruh pada respon saja yang penting, tetapi juga menentukan apakah
terdapat interaksi yang berarti antara kedua faktor tadi. Sepanjang menyangkut
istilah, pecobaan yang di uraikan disini adalah klasifikasi dwiarah atau percobaan
dwifaktor dan rancangan percobaan mungkin rancangan teracak lengkap dengan
berbagai kombinasi perlakuan disusun secara acak pada semua satuan percobaan,
atau raancangan blok teracak lengkap dengan kombinasi faktor diatur secara acak
pada blok. Maksudnya, tidak dilakukan pembatasan seperti pemblokan terhadap
satuan percobaan. Dalam contoh ragi, berbagai kombinasi perlakuan mengenai
suhu dan waktu pengeringan dikenakan secara acak terhadap sampel ragi bila
rancangan teracak lengkap digunakan.

2.13 Interaksi dan Percobaan Dwifaktor


Sebelum menarik kesimpulan, kita sebaiknya berusaha dulu menentukan
adanya interaksi dengan suatu uji keberartian. Kemudian bila ternyata interaksi
tidak berarti, diteruskan dengan pengujian pengauh faktor utama. Bila data
menunjukkan adanya interaksi tidak berarti, maka hanya uji mengenai pengaruh
utama yang berarti yang berguna ditafsirkan. Pengaruh utama yang tidak berarti
bila ada interaksi bila mungkin sekali karena adanya penutupan dan ini
mengharuskan adanya pemeriksaan pengaruh setiap faktor pada taraf yang tetap
faktor lainnya.
Interaksi dan galat percobaan terpisahkan dalam percobaan dwifaktor
hanya bila lebih dari satu pengamatan diambil pada berbagai kombinasi perlakuan.
Untuk koefisienan maksimum diusahakan mendapatkan banyak pengamatan n
yang sama pada tiap kombinasi. Diusahakan ada replikasi yang sesungguhnya,
bukan hanya pengulangan pengukuran. Sebagai contoh, dalam pembahasan
mengenai ragi, bila diambil n = 2 pengamatan pada tiap kombinasi suhu dan
waktu pengeringan, seharusnyalah tersedia dua sampel terpisah dan bukan hanya
pengulangan pengukuran pada sampel yang sama. Ini akan memungkinkan
keragaman karena satuan percobaan muncul dalam galat sehingga variasi tidak
hanya karena galat pengukuran.

2.14 Analisis Variansi Dwifaktor


Untuk memperoleh rumus umum analisis variansi percobaan dwifaktor
dengan pengamatan yang berkurang dalam rancangan teracak lengkap,
pandanglah n replikasi pada tiap kombinasi perlakuan bila faktor A diamati pada α
taraf dan faktor B pada b taraf. Pengamatan dapat disajikan dalam suatu matrik
yang basisnya menyatakan taraf faktor A, sedangkan kolomnya menyatakan taraf
faktor B. Tiap kombinasi perlakuan menentukan suatu sel dalam matrik. Jadi
terdapat sebanyak absel, masing-masing berisi n pengamatan. Pengamatan
tersebut membentuk acak berukuran n dari suatu populasi yang berdistribusi
normal dan semua populasi yang banyaknya ab dianggap mempunyai
variansi s2 yang sama. Perhitungan mengenai masalah analisis variansi, untuk
percobaan dwifaktor dengan n replikasi seperti tabel berikut:
Rumus perhitungan jumlah kuadrat :
JKT =
JKA =
JKB =
JK(AB) =
JKG = JKT – JKA – JKB –JK(AB)
Tabel 2.2 Analisis Variansi Dwifaktor
Sumber Jumlah Derajat Rata-rata F_ hitung
variansi kuadrat kebebasan kuadrat
Pengaruh JKA a-1
utama
A
B JKB b-1

Interaksi JK(AB) (a-1) (b-1)


Dwifaktor
AB
Galat JKG ab (n-1)

Total JKT Abn - 1

Dengan JKA dan JKB masing-masing menyatakan jumlah kuadrat


pengaruh utama A dan B, JK (AB) menyatakan jumlah kudrat interaksi A dan B,
dan JKG menyatakan jumlah kuadrat galat .Sedangkan T menyatakan jumlah
pengamatan yang dilakukan.
BAB III

USULAN PEMECAHAN MASALAH

3.1 Kerangka Berfikir


Seperti kita ketahui, di dalam pekerjaan, faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap
kinerja pekerja baik langsung maupun tidak langsung. Lingkungan kerja terbagi menjadi
dua kelompok utama yaitu lingkungan kerja non fisik dan lingkungan kerja fisik. Yang
dimana lingkungan kerja fisik terdiri dari lingkungan pekerjaan yang berhubungan
langsung dengan pekerjaan dan lingkungan perantara seperti rumah, kantor pabrik kota
dan lain-lain begitu juga sebaliknya. Selain itu terdapat faktor lain yang mempengaruhi
lingkungan kerja diantaranya cahaya, suhu, kebisingan, warna dinding dan kondisi
disekitar lingkungan kerja tersebut. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor-
faktor tersebut maka dapat dilakukan dengan pengujian ANOVA, percobaan faktorial
dan Uji Darab Duncan.

3.2 Pembahasan

3.2 Pengumpulan Data


Data dikumpulkan dengan melakukan praktikum langsung, dengan cara
mendata kesalahan dalam mencocokan 15 pasang Resistor yang dilakukan
oleh tiga orang praktikan di dalam ruang Climate Chamber dengan
dipengaruhi oleh tingkat kebisingan dan pencahayaan.

3.3 Pengolahan Data


Dalam pengolahan data, data yang telah terkumpul dan tersusun diolah
dengan beberapa metode pengolahan data seperti :

1. Dengan mengggunakan uji kenormalan, uji kesragaman, uji kecukupan data.


2. Dengan menggunakan perhitungan Analisis of Varians (ANOVA) faktorial
trifaktor.
3. Dengan menggunakan uji Darab Duncan, apabila Ho > Hi
3.3 Hipotesis Awal
Sebelum melakukan pengolahan data dan melakukan penganalisaan, di perlukan hipotesa
awal :

1. Ho₁ : tidak ada pengaruh waktu terhadap hasil tes


2. Hi₁ : ada pengaruh waktu terhadap hasil tes
3. Ho₂ : tidak ada pengaruh Lux meter terhadap hasil tes
4. Hi₂ : ada pengaruh Lux meter terhadap tes
5. Ho₃ : tidak ada pengaruh tingkat kebisingan tes terhadap hasil tes
6. Hi₃ : ada pengaruh tingkat kebisingan terhadap hasil tes
7. Ho₄ : tidak pengaruh waktu, tingkat cahaya dan tingkat
kebisingan terhadap hasil tes
8. Hi₄ : ada pengaruh waktu, tingkat cahaya dan tingkat kebisingan
terhadap hasil tes.
3.4 Flowchart

Studi Literatur Perumusan Masalah Studi Lapangan

Tujuan Penelitian :

1. Menentukan kondisi lingkungan kerja yang bisa membuat


nyaman.
2. Menganalisa pengaruh lingkungan kerja terhadap
performa dan produktivitas pekerja

Pengumpulan Data :

Data kesalahan tiga orang praktikan dalam mencocockan 15 pasang


resistor, dengan dipengaruhi tingkat kebisingan, pencahayaan dan
waktu

Pengolahan Data

Uji Keseragaman Data

Data Tidak
Seragam?

Ya

Uji Kecukupan Data

Tidak
Data
Cukup ?

Ya

A B

Gambar 3. 1 Kerangka Pemecahan Masalah


A B

Uji Kenormalan Data

Data Tidak
Normal ?

Ya

Uji Faktorial (ANOVA)

Uji Rentang Darab Duncan

Tidak
Ho
diterima ?

Ya

Kesimpulan dan Saran

Gambar 3. 2 Lanjutan

Anda mungkin juga menyukai