Dosen
Dr. Ersis Warmansyah Abbas, M.Pd
Drs. Yudha Isrhasyuana, M.Pd
Oleh
Mutiara Havina Putri
A. ONTOLOGI SAINS
Menurut Ahmad Tafsir (2012: 22-23) Ontologi sains membahas tentang
hakikat dan struktur sains. Hakikat sains menjawab pertanyaan apa sains itu
sebenarnya, dan struktur sains menjelaskan tentang cabang-cabang sains. Hakikat
sains ada dua pengetahuan yaitu pengetahuan rasional dan pengetahuan empiris.
Yang pertama masalah rasional, jika meneliti suatu kejadian dan memberikan
suatu kesimpulan sementara atau hipotesis maka hipotesis itu harus berdasarkan
rasional sebab akibat. Kedua, masalah Empiris, hipotesis yang telah dibuat diuji
(kebenarannya) mengikuti prosedur metode ilmiah.
Menurut Surajiyo (2010: 151) ontologis ilmu bersifat netral terhadap nilai-
nilai yang bersifat dogmatik dalam menafsirkan hakikat realitas, sebab ilmu
merupakan upaya manusia untuk mempelajari alam sebagaimana adanya.
Struktur Sain
Ahmad Tafsir (2012:25), membagi sains menjadi dua, yaitu sains
kealaman dan sains social, yaitu:
1) Sains Kealaman
Astronomi
Fisika : mekanika, bunyi, cahaya dan optik, fisika nuklir
Kimia : kimia organik, kimia anorganik, kimia teknik
Ilmu Bumi : paleontologi, geofisika, mineralogi, geografi
Ilmu Hayat : biofisika, botani, zoologi
2) Sains Sosial
Sosiologi : sosiologi pendidikan, sosiologi komunikasi
Antropologi : antropologi budaya, antropologi politik, antropologi
ekonomi
Psikologi : psikologi pendidikan, psikologi anak, psikologi abnormal
Ekonomi : ekonomi makro, ekonomi lingkungan
Politik : politik dalam negeri, politik hukum, politik internasional
Berikut ada tambahan dari dua sains di atas, yaitu :
Seni : seni abstrak, seni grafik, seni pahat, seni tari;
Hukum : hukum pidana, hukum tata usaha negara, hukum adat;
Filsafat : logika, etika, estetika; - Bahasa ; sastra;
Agama : Islam, Kristen, Confucius;
Sejarah : sejarah Indonesia, sejarah dunia;
C. AKSIOLOGI SAINS
Aksiologi berasal dari dari bahasa Yunani, axios, yang berarti nilai, dan
logos, yang berarti teori. Terdapat banyak pendapat tentang pengertian aksiologi.
Menurut Wibisono (dalam Surajiyo, 2009:152) aksiologi adalah nilai-nilai sebagai
tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normatif penelitian dan
penggalian, serta penerapan ilmu. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang manfaat
yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak
ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkanya dan tentunya dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya dan dijalan yang baik pula.
Dasar aksiologis ilmu membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia
dari pengetahuan yang didapatkanya. Tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu telah
memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam mengendalikan
kekuatan-kekuatan alam. Contonya, dengan mempelajari atom kita dapat
memanfaatkan untuk sumber energi bagi keselamatan manusa, tetapi hal ini juga
dapat menimbulkan malapetaka bagi manusia. Penciptaan bom atom akan
meningkatkan kualitas persenjataan dalam perang, sehingga jika senjata itu
dipergunakan akan mengancam keselamatan umat manusia (Tim Dosen Filsafat
Ilmu UGM: 2000, 91)
Ahmad Tafsir dalam bukunya berpendapat bahwa aksiologi ilmu
sekurang-kurangnya memiliki tiga kegunaan yaitu:
1) Ilmu sebagai alat eksplanasi, Menurut T. Jacob ( Manusia, Ilmu dan
Teknologi , 1993: 7-8) sain merupakan suatu sistem eksplanasi yang paling
dapat diandalkan dibandingkan dengan sistem lainnya dalam memahami
masa lampau, sekarang, serta mengubah masa depan. Maksudnya ilmu
dapat menjelaskan tentang berbagai peristiwa, baik hubungan antar
peristiwa, gejala, ataupun sebab akibatnya.
2) Ilmu sebagai alat memprediksi, dapat memperkirakan atau melakukan suatu
cara pendekatan untuk mengetahui kejadian atau fenomena yang akan
terjadi.
3) Ilmu sebagai alat pengontrol, dapat menghindari atau mengurangi akibat-
akibat akan datangnya suatu peristiwa yang berbahaya atau tidak
menyenangkan. Perbedaan prediksi dan kontrol ialah prediksi bersifat pasif;
tatkala ada kondisi tertentu, maka kita dapat membuat prediksi, misalnya
akan terjadi ini, itu, begini atau begitu. Sedangkan kontrol bersifat aktif;
terhadap sesuatu keadaan, kita membuat tindakan atau tindakan-tindakan
agar terjadi ini, itu, begini atau begitu.
Dari penjelasan tersebut maka aksiologi sains seharusnya mampu
membentuk pola pikir atau sikap keilmuwan seperti suatu pepatah yang lama
dikenal, bahwa padi makin berisi makin merunduk yang biasanya diartikan
semakin berilmu seseorang maka semakin berbudi atau semakin menyadari akan
eksistensi konsep diri yang rendah hati, tidak sombong dan selalu merasa kurang.
Sikap inilah yang mampu membuat seseorang untuk tidak pernah berhenti
mempelajari sesuatu, yang pada akhirnya akan memunculkan ide-ide atau
pemikiran yang cemerlang terhadap pengembangan ilmu yang telah ditemukannya
disertai dengan pertanggungjawaban yang tepat. Manfaat ilmu akan terasa jika
ada banyak orang dapat mengapresiasikan dan menerima ilmu sebagai suatu
kebaikan kolektif atau untuk kepentingan orang banyak sehingga akan kembali
kebaikan tersebut kepada diri orang yang menemukannya.
Kemudian jika ilmu berpusat pada aku (egosentris) maka kehancuran akan
lebih besar kembali kepada diri orang tersebut. itulah sebenarnya hakikat
aksiologi sains. Maka ilmu diciptakan oleh Allah SWT semata-mata bukanlah
untuk saling menghancurkan, tetapi saling menjaga dan memelihara, seperti
tercermin,dalam sifat-sifat Allah yang Maha Rahman, Rahim, Fatah, Alim dan
seterusnya agar segenap ciptaannya dapat memiliki hidup dan kehidupan yang
penuh berkah. Kebaikan akan abadi dan tetap dikenang sebagai suatu kebaikan
walaupun jasad sudah dikandung tanah. Secara jelas sekali dari makna aksiologi
sains adalah apa manfaat ilmu yang juga mengandung jawaban yang sangat jelas
yakni untuk kemaslahatan, sehingga hukumnya berbanding lurus yakni semakin
banyak kemaslahatan tercipta, semakin bermanfaat ilmu tersebut.
Setiap jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang spesifik
mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi)
pengetahuan tersebut disusun. Ketiga dimensi utama filsafat ilmu diatas yaitu
ontologi sains merupakan asas pengetahuan dalam menetapkan batas atau ruang
lingkup yang menjadi objek penelaahan serta penafsiran tentang hakikat realitas
dari objek penelaahan tersebut. Epistemologi sains merupakan asas mengenai
bagaimana cara materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh
pengetahuan. Aksiologi sains merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan
yang telah diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut, yang mana
ketiganya (ontologi sains, epistimologi sains, dan aksiologi sains) merupakan
tiang penyangga bagi tubuh pengetahuan yang disusunnya (Surajiyo: 2010, 146).
Pentingnya pembahasan ontologis berkaitan dengan pembuktian
kebenaran pikiran dari isi yang dikandung oleh pikiran. Apakah sebuah
pengetahuan sesuai dengan realitas atau tidak. Jika tidak, maka pengetahuan
tersebut bernilai salah. Selain itu ontologi juga digunakan untuk menetapkan
batas-batas dari obyek pengetahuan atau ilmu yang sedang dibahas. Jika obyeknya
adalah materi, maka batasannya juga harus materi. Jika obyeknya nonmateri,
maka batasannya juga nonmateri.
Begitu juga dengan epistemologi, pentingnya pembahasan ini berkaitan
dengan apakah suatu ilmu apakah ia diperoleh dengan cara yang bisa didapatkan
orang lain atau tidak. Jika tidak dapat diketahui orang lain maka pengetahuannya
tidak dapat dipelajari oleh orang lain. Dalam epistemologi cara mendapatkan
pengetahuan ada dua yaitu secara ilmiah dan secara tidak ilmiah. Pengetahuan
secara ilmiah bukan berarti lebih benar dari pengetahuan secara tidak ilmiah.
Pembagian ini hanya didasarkan pada dapat atau tidaknya semua orang
memperoleh pengetahuan tersebut.
Sedangkan aksiologi membahas tentang nilai suatu pengetahuan. Nilai dari
sesuatu tergantung pada tujuannya. Maka pembahasan tentang nilai pengetahuan
tidak dapat dipisahkan dari tujuannya. Masing-masing manusia mempunyai tujuan
sendiri. Namun pasti ada kesamaan tujuan secara obyektif bagi semua manusia.
Begitu juga dengan pengetahuan. Semua pengetahuan memiliki tujuan obyektif.
DAFTAR PUSTAKA