Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KULIAH FILSAFAT ILMU

ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI, AKSIOLOGI


SAINS

Dosen
Dr. Ersis Warmansyah Abbas, M.Pd
Drs. Yudha Isrhasyuana, M.Pd

Oleh
Mutiara Havina Putri

PROGRAM STUDI MAGISTER KEGURUAN IPA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2015
Sains harfiah berasal dari kata Latin scire yang berarti mengetahui.
Karena itu, science dapat diartikan “situasi” atau fakta mengetahui, sepadan
dengan pengetahuan (knowledge) yang merupakan lawan dari intuisi atau
kepercayaan. Selanjutnya, kata science mengalami perkembangan dan perubahan
makna menjadi “pengetahuan yang sistematis yang berasal dari observasi, kajian,
dan percobaan-percobaan yang dilakukan untuk mengetahui sifat dasar atau
prinsip dari apa yang dikaji. Dalam bahasa Inggris ilmu pengetahuan disebut
sebagai science, yang berasal dari bahasa latin scientia dari bentuk kata kerja scire
yang berarti mempelajari atau mengetahui (Surajiyo: 2010, 56).
Dengan demikian, sains yang berarti “pengetahuan” berubah menjadi
“pengetahuan sistematis yang berasal dari observasi indrawi.” Perkembangan
berikutnya, lingkup sains hanya terbatas pada dunia fisik, sejalan dengan definisi
lain tentang sains sebagai “pengetahuan yang sistematis tentang alam dan dunia
fisik”.
Menurut Charles Singer merumuskan bahwa ilmu adalah proses yang
membuat pengetahuan (science is the process which makes knowledge).
Sedangkan untuk istilah ilmu atau science merupakan suatu kata yang sering
diartikan dengan berbagai makna, atau mengandung lebih dari satu arti. Science
dalam arti sebagai natural science, biasanya dimaksud dalam ungkapan “sains dan
teknologi” ( Adib: 2011, 49).

A. ONTOLOGI SAINS
Menurut Ahmad Tafsir (2012: 22-23) Ontologi sains membahas tentang
hakikat dan struktur sains. Hakikat sains menjawab pertanyaan apa sains itu
sebenarnya, dan struktur sains menjelaskan tentang cabang-cabang sains. Hakikat
sains ada dua pengetahuan yaitu pengetahuan rasional dan pengetahuan empiris.
Yang pertama masalah rasional, jika meneliti suatu kejadian dan memberikan
suatu kesimpulan sementara atau hipotesis maka hipotesis itu harus berdasarkan
rasional sebab akibat. Kedua, masalah Empiris, hipotesis yang telah dibuat diuji
(kebenarannya) mengikuti prosedur metode ilmiah.
Menurut Surajiyo (2010: 151) ontologis ilmu bersifat netral terhadap nilai-
nilai yang bersifat dogmatik dalam menafsirkan hakikat realitas, sebab ilmu
merupakan upaya manusia untuk mempelajari alam sebagaimana adanya.

Struktur Sain
Ahmad Tafsir (2012:25), membagi sains menjadi dua, yaitu sains
kealaman dan sains social, yaitu:
1) Sains Kealaman
 Astronomi
 Fisika : mekanika, bunyi, cahaya dan optik, fisika nuklir
 Kimia : kimia organik, kimia anorganik, kimia teknik
 Ilmu Bumi : paleontologi, geofisika, mineralogi, geografi
 Ilmu Hayat : biofisika, botani, zoologi
2) Sains Sosial
 Sosiologi : sosiologi pendidikan, sosiologi komunikasi
 Antropologi : antropologi budaya, antropologi politik, antropologi
ekonomi
 Psikologi : psikologi pendidikan, psikologi anak, psikologi abnormal
 Ekonomi : ekonomi makro, ekonomi lingkungan
 Politik : politik dalam negeri, politik hukum, politik internasional
Berikut ada tambahan dari dua sains di atas, yaitu :
 Seni : seni abstrak, seni grafik, seni pahat, seni tari;
 Hukum : hukum pidana, hukum tata usaha negara, hukum adat;
 Filsafat : logika, etika, estetika; - Bahasa ; sastra;
 Agama : Islam, Kristen, Confucius;
 Sejarah : sejarah Indonesia, sejarah dunia;

Cara kerja sains


Pada dasarnya cara kerja sains adalah kerja mencari hubungan sebab
akibat, atau mencari pengaruh sesuatu terhadap yang lain. Asumsi dasar sains
ialah tidak ada kejadian tanpa sebab. Asumsi ini benar bila sebab akibat itu
memiliki hubungan rasional. Ilmu atau sains berisi teori. Teori itu pada dasarnya
menerangkan hubungan sebab akibat. Sains tidak memberikan nilai baik atau
buruk, halal atau haram, sopan atau tidak sopan, indah atau tidak indah, sains
hanya memberikan nilai benar atau salah. Cara kerja dalam memperoleh teori
adalah cara kerja metode ilmiah. Rumus baku metode ilmiah adalah : logica –
hypotheticom – verificatif (buktikan bahwa itu logis – tarik hipotesis – ajukan
bukti empiris). Harap dicatat bahwa istilah logico dalam rumus tersebut adalah
logis dalam arti rasional (Ahmad Tafsir, 2012:23).

Ruang Lingkup Ontologis Sains

Ontologis sains membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada


daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia dan terbatas pada hal
yang sesuai dengan akal. Wilayah ontologi sains terbatas pada jangkauan
pengetahuan ilmiah manusia. Sementara kajian objek penelaahan yang berada
dalam batas pra pengalaman (seperti penciptaan manusia) dan pasca pengalaman
(seperti surga dan neraka) menjadi ontologis lainya diluar ilmu. Ilmu adalah
sebagian kecil dari serangkaian pengetahuan yang dapat ditemukan dan dipelajari
serta dibutuhkann dalam mengatasi berbagai masalah di dunia dan isinya. Dengan
kata lain, ilmu yang kebanyakan orang dikatakan sebagai pengetahuan ilmiah,
hanya merupakan salah satu pengetahuan dari sekian banyak pengetahuan yang
mencoba menelaah kehidupan dengan melakukan berbagai macam penafsiran
tentang hakikat realitas dan objek ontologi (Akhadiah, 2011:142)

Dari sini dapat disimpulkan bahwa ontologi sains merupakan pembahasan


mengenai sesuatu yang ada atau riil, serta universal dengan mencari inti yang
terdapat dalam setiap kenyataan atau objek yang akan ditelaah dengan daya
tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindra) sehingga
menghasilkan sebuah pengetahuan. Selain itu juga menjadi asas dalam
menetapkan batas atau ruang lingkup yang menjadi objek penelaahan dan
penafsiran tentang hakikat realitas dari objek penelaahan tersebut.
B. EPIST IMOLOGI SAINS

Epistemologi Sains merupakan pengetahuan sistematis mengenai


pengetahuan. Disinilah dasar-dasar pengetahuan maupun teori pengetahuan yang
diperoleh manusia menjadi dasar atau bahan pijakan. Konsep-konsep ilmu
pengetahuan yang berkembang pesat beserta aspek-aspek praktis yang
ditimbulkannya dapat dilacak akarnya pada struktur pengetahuan yang
membentuknya.

Objek pengetahuan sains


Jujun S. Suriasumantri (Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, 1994:
105) menyatakan bahwa objek kajian sains hanyalah objek yang berada dalam
ruang lingkup pengalaman manusia. Yang dimaksud pengalaman ialah
pengalaman indra. Objek kajian sain haruslah objek-objek yang empiris sebab
bukti-bukti yang harus temukan adalah bukti-bukti yang empiris. Bukti empiris ini
diperlukan untuk menguji bukti rasional yang telah dirumuskan dalam hipotesis.
Jadi dapat dikatakan objek pengetahuan sains (yaitu objek-objek yang diteliti sain)
ialah semua objek yang empiris (Ahmad Tafsir, 2012: 27).
Objek-objek yang dapat diteliti oleh sain ada banyak, diantaranya : alam,
tetumbuhan, hewan dan manusia dan kejadian-kejadian disekitar alam. Dari
penelitian itulah muncul teori-teori sain. Teori-teori dikelompokkan dalam
masing-masing cabang sain.

Metode-metode untuk Memperoleh Ilmu Pengetahuan


1. Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal,
yang melahirkan berpikir logis. Berpikir logis tidak akan menjamin diperolehnya
kebenaran yang disepakati seluruhnya. Bukan karena rasionalisme mengingkari
nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling dipandang sebagai sejenis
perangsang bagi pikiran, maka dari itulah diperlukan alat lain untuk memperoleh
pengetahuan.
2. Empirisisme
Empirisisme adalah suatu metode dalam filsafat yang mengajarkan bahwa
yang benar itu ialah logis dan memiliki bukti empiris. Pengetahuan diperoleh
mendasarkan melalui pengalaman. Namun empirisisme masih memiliki
kekurangan karena belum terstruktur dan hanya sampai pada konsep-konsep
umum.
3. Positivisme
Mengajarkan kebenaran ialah yang logis, ada bukti empirisnya dan
terukur. Ukuran yang dimaksud diantaranya operasional, kuantitatif, dan tidak
mungkin terjadi perbedaan pendapat.
4. Metode Ilmiah
Metode Ilmiah mengatakan untuk memperoleh pengetahuan yang benar
dilakukan langkah berikut: logico-hypothetico-verificartif. Maksudnya, mula-
mula buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis selanjutnya dilakukan
pembuktian hipotesis itu secara empiris. Metode Ilmiah secara teknis dan rinci
dijelaskan dalam satu bidang ilmu yang disebut Metode Riset. Metode Riset
menghasilkan model-model penelitian. Model-model penelitian inilah yang
menjadi instansi terakhir dan memang operasional dalam membuat aturan (untuk
mengatur manusia dan alam) tadi. Hasil-hasil penelitian itulah yang sekarang
serupa tumpukan pengetahuan sain dalam berbagai bidang.

C. AKSIOLOGI SAINS
Aksiologi berasal dari dari bahasa Yunani, axios, yang berarti nilai, dan
logos, yang berarti teori. Terdapat banyak pendapat tentang pengertian aksiologi.
Menurut Wibisono (dalam Surajiyo, 2009:152) aksiologi adalah nilai-nilai sebagai
tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normatif penelitian dan
penggalian, serta penerapan ilmu. Jadi Aksiologi merupakan ilmu yang manfaat
yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak
ada yang sia-sia kalau kita bisa memanfaatkanya dan tentunya dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya dan dijalan yang baik pula.
Dasar aksiologis ilmu membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia
dari pengetahuan yang didapatkanya. Tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu telah
memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam mengendalikan
kekuatan-kekuatan alam. Contonya, dengan mempelajari atom kita dapat
memanfaatkan untuk sumber energi bagi keselamatan manusa, tetapi hal ini juga
dapat menimbulkan malapetaka bagi manusia. Penciptaan bom atom akan
meningkatkan kualitas persenjataan dalam perang, sehingga jika senjata itu
dipergunakan akan mengancam keselamatan umat manusia (Tim Dosen Filsafat
Ilmu UGM: 2000, 91)
Ahmad Tafsir dalam bukunya berpendapat bahwa aksiologi ilmu
sekurang-kurangnya memiliki tiga kegunaan yaitu:
1) Ilmu sebagai alat eksplanasi, Menurut T. Jacob ( Manusia, Ilmu dan
Teknologi , 1993: 7-8) sain merupakan suatu sistem eksplanasi yang paling
dapat diandalkan dibandingkan dengan sistem lainnya dalam memahami
masa lampau, sekarang, serta mengubah masa depan. Maksudnya ilmu
dapat menjelaskan tentang berbagai peristiwa, baik hubungan antar
peristiwa, gejala, ataupun sebab akibatnya.
2) Ilmu sebagai alat memprediksi, dapat memperkirakan atau melakukan suatu
cara pendekatan untuk mengetahui kejadian atau fenomena yang akan
terjadi.
3) Ilmu sebagai alat pengontrol, dapat menghindari atau mengurangi akibat-
akibat akan datangnya suatu peristiwa yang berbahaya atau tidak
menyenangkan. Perbedaan prediksi dan kontrol ialah prediksi bersifat pasif;
tatkala ada kondisi tertentu, maka kita dapat membuat prediksi, misalnya
akan terjadi ini, itu, begini atau begitu. Sedangkan kontrol bersifat aktif;
terhadap sesuatu keadaan, kita membuat tindakan atau tindakan-tindakan
agar terjadi ini, itu, begini atau begitu.
Dari penjelasan tersebut maka aksiologi sains seharusnya mampu
membentuk pola pikir atau sikap keilmuwan seperti suatu pepatah yang lama
dikenal, bahwa padi makin berisi makin merunduk yang biasanya diartikan
semakin berilmu seseorang maka semakin berbudi atau semakin menyadari akan
eksistensi konsep diri yang rendah hati, tidak sombong dan selalu merasa kurang.
Sikap inilah yang mampu membuat seseorang untuk tidak pernah berhenti
mempelajari sesuatu, yang pada akhirnya akan memunculkan ide-ide atau
pemikiran yang cemerlang terhadap pengembangan ilmu yang telah ditemukannya
disertai dengan pertanggungjawaban yang tepat. Manfaat ilmu akan terasa jika
ada banyak orang dapat mengapresiasikan dan menerima ilmu sebagai suatu
kebaikan kolektif atau untuk kepentingan orang banyak sehingga akan kembali
kebaikan tersebut kepada diri orang yang menemukannya.
Kemudian jika ilmu berpusat pada aku (egosentris) maka kehancuran akan
lebih besar kembali kepada diri orang tersebut. itulah sebenarnya hakikat
aksiologi sains. Maka ilmu diciptakan oleh Allah SWT semata-mata bukanlah
untuk saling menghancurkan, tetapi saling menjaga dan memelihara, seperti
tercermin,dalam sifat-sifat Allah yang Maha Rahman, Rahim, Fatah, Alim dan
seterusnya agar segenap ciptaannya dapat memiliki hidup dan kehidupan yang
penuh berkah. Kebaikan akan abadi dan tetap dikenang sebagai suatu kebaikan
walaupun jasad sudah dikandung tanah. Secara jelas sekali dari makna aksiologi
sains adalah apa manfaat ilmu yang juga mengandung jawaban yang sangat jelas
yakni untuk kemaslahatan, sehingga hukumnya berbanding lurus yakni semakin
banyak kemaslahatan tercipta, semakin bermanfaat ilmu tersebut.
Setiap jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang spesifik
mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi)
pengetahuan tersebut disusun. Ketiga dimensi utama filsafat ilmu diatas yaitu
ontologi sains merupakan asas pengetahuan dalam menetapkan batas atau ruang
lingkup yang menjadi objek penelaahan serta penafsiran tentang hakikat realitas
dari objek penelaahan tersebut. Epistemologi sains merupakan asas mengenai
bagaimana cara materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh
pengetahuan. Aksiologi sains merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan
yang telah diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut, yang mana
ketiganya (ontologi sains, epistimologi sains, dan aksiologi sains) merupakan
tiang penyangga bagi tubuh pengetahuan yang disusunnya (Surajiyo: 2010, 146).
Pentingnya pembahasan ontologis berkaitan dengan pembuktian
kebenaran pikiran dari isi yang dikandung oleh pikiran. Apakah sebuah
pengetahuan sesuai dengan realitas atau tidak. Jika tidak, maka pengetahuan
tersebut bernilai salah. Selain itu ontologi juga digunakan untuk menetapkan
batas-batas dari obyek pengetahuan atau ilmu yang sedang dibahas. Jika obyeknya
adalah materi, maka batasannya juga harus materi. Jika obyeknya nonmateri,
maka batasannya juga nonmateri.
Begitu juga dengan epistemologi, pentingnya pembahasan ini berkaitan
dengan apakah suatu ilmu apakah ia diperoleh dengan cara yang bisa didapatkan
orang lain atau tidak. Jika tidak dapat diketahui orang lain maka pengetahuannya
tidak dapat dipelajari oleh orang lain. Dalam epistemologi cara mendapatkan
pengetahuan ada dua yaitu secara ilmiah dan secara tidak ilmiah. Pengetahuan
secara ilmiah bukan berarti lebih benar dari pengetahuan secara tidak ilmiah.
Pembagian ini hanya didasarkan pada dapat atau tidaknya semua orang
memperoleh pengetahuan tersebut.
Sedangkan aksiologi membahas tentang nilai suatu pengetahuan. Nilai dari
sesuatu tergantung pada tujuannya. Maka pembahasan tentang nilai pengetahuan
tidak dapat dipisahkan dari tujuannya. Masing-masing manusia mempunyai tujuan
sendiri. Namun pasti ada kesamaan tujuan secara obyektif bagi semua manusia.
Begitu juga dengan pengetahuan. Semua pengetahuan memiliki tujuan obyektif.
DAFTAR PUSTAKA

Adib, Mohammad. 2011. Filsafat Ilmu; Ontologi, Epistemologi,


Aksiologi, dan logika Ilmu pengetahuan (cetakan II), Yogyakarta: Pustaka
Pelajara.
Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia,
Jakarta: Bumi Aksara.
Baqir, Zainal Abidin. 2005. Integrasi Ilmu dan Agama; Interpretasi dan
Aksi, Bandung: PT Mizan Pustaka.
Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. 2000. Filsafat Ilmu.
Yogyakarta: Penerbit Liberty Yogyakarta bekerjasama dengan YP Fakultas
filsafat.
Tafsir, Ahmad. 2010. Filsafat Ilmu. Badung: Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai