Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penderita gawat darurat adalah penderita yang oleh suatu penyebab, baik itu
penyakit,tindakan atau kecelakaan, bila tidak ditangani dengan segera akan mendatangkan
kecacatan, kehilangan anggota tubuh atau bahkan kematian. Triage dan evakuasi
menentukan pasien mana yang harus didahulukan serta siap akan dikirim. Dalam
kegawatdaruratan ada istilah Time saving is Live Saving yaitu prinsip dasar penanganan
gawat darurat ketepatan waktu akan menentukan penyelamatan hidup penderita. Semakin
cepat pasien mendapat pertolongan semakin besar kemungkinan berhasil diselamatakan
(Golden Hours)
Basic Trauma & Cardiac life Support ( BT&CLS) merupakan pelatihan yang
menyediakan suatu metoda yang dapat dipercaya dalam penanganan kasus trauma dan
pengetahuan dasar kepada pesertanya yaitu dengan anamnesa yang lengkap termasuk
riwayat penyakit terdahulu, pemeriksaan fisik dari ujung kepala sampai ujung kaki dan
akhirnya ditegakkan diagnose.
Kursus BT&CLS ini menekankan bahwa cedera dapat menyebabkan kematian dalam
waktu yang cepat. Sehingga ABCDE mendefinisikan secara spesisfik urutan evaluasi dan
tindakan yang harus diikuti dalam penanggulangan semua penderita dengan cedera yaitu :
1. ABCDE melalui pendekatan evaluasi / tindakan
2. tindakan untuk “life saving”
3. diagnose medis tidak menjadi prioritas
4. waktu adalah yang utama
5. do not further harm

1.2 Tujuan
Tujuan pelatihan ini adalah meningkatkan motivasi dan kemampuan perawat untuk dapat
melakukan assement terhadap pasien dalam kondisi kegawatdaruratan yang berkualitas.
Institusi pelayanan dan pendidikan perlu memiliki tenaga kesehatan serta pendidik
yanghandal dalam melakukan pertolongan kegawat daruratan. Penanganan yang bersifat
gawat darurat memiliki ciri khas yang berbeda dengan pelayanan kesehatan lainnya.
Dalam penanganan ini selain diperlukan pengetahuan dan keterampilan yang harus

1
diaplikasikan dengan cepat, tepat dan cermat juga dibutuhkan sistem dan pola kerja tim.
Untuk itu maka pelatihan kegawatdaruratan bagi setiap tenaga kesehatan baik di
pelayanan dan di bidang pendidikan sangat diperlukan.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat pelatihan ini adalah
1. Meningkatkan pelatihan tentang kebijakan, dasar filosofi, prinsip -prinsip,
dan prosedur BT&CLS.
2. Meningkatkan keterampilan dalam BT&CLS.
3. M e n i n g k a t k a n k e s a d a r a n a k a n p e r a n a k a d e m i s s e b a g a i agent of
change berlandaskan kemampuan untuk memahami serta menyebarkan informasi
tentang BT&CLS.
4. Meningkatkan kemampuan individu sebagai tenaga kesehatan baik
dipelayanan maupun di bidang pendidikan.
5. M e n i l a i k o n d i s i p a s i e n d e n g a n c e p a t d a n t e l i t i .
6. R e s u s i t a s i d a n s t a b i l i t a s i p a s i e n m e n u r u t p r i o r i t a s .
7. T r a n s f e r p a s i e n s e s u a i d e n g a n k e b u t u h a n .
8. P a s t i k a n p e n a n g a n a n y a n g d i b e r i k a n o p t i m a l .
9. Mempraktekan sesuai dengan prinsip penanganan dan penilaian penderita ( primary
dan secondary survey )
10. Menentukan menajemen penangan kasus trauma berdasarkan prioritas.
11. Memulai dengan manajemen primary dan seconndary survey yang
mengacu pada Golden Hour dalam penanganan kasus gawat darurat.
12. Bekerja di ruang IGD, Ambulan, serta dapat mengatasi dalam keadaan
bencana serta bila terjadi korban massal.
13. M e m b a c a g a m b a r a n E K G d e n g a n b a i k d a n b e n a r .
14. Dapat mempraktekan pengkajian fisik dan menangani penderita henti jantung sesuai
standar.

2
BAB 2
LAPORAN KEGIATAN

1.1 Nama Kegiatan


Kegiatan ini bernama Pelatihan Basic Trauma & Cardiac Life Support
1.2 Penyelenggaraan Kegiatan
Kegiatan diselenggarakan oleh PERSI dan AGD 118.
1.3 Tempat dan Tanggal Kegiatan
Kegiatan dilaksanakan di Swiss Bell In Hotel Surabaya pada tanggal 25 – 29 Juli 2017.
1.4 Waktu Kegiatan (Susunan Acara)
Susunan acara kegiatan adalah sebagai berikut:
Pelatihan BT&CLS
Hari ke 1 Selasa, 25 Juli 2017
Jam Acara Pengisi Acara
07.30-08.00 Registrasi Panitia
08.00-09.00 Pembukaan dan Pre Test Panitia
09.00-09.15 Demonstrasi Initial Assesment. AGD 118
09.15-09.30 Coffe break Panitia

3
1.5 Materi
1. Bantuan hidup Dasar
Bantuan hidup suatu usaha yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan pada
saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa. Bantuan hidup dibagi
menjadi 2 yaitu bantuan hidup dasar ( BHD ) dan bantuan hidup lanjut ( BHL ).
Bantuan hidup dasar merupakan dasar dalam menyelamatkan penderita dalam kondisi
yang mengancam nyawa yang meliputi segera mengenali tanda tanda henti jantung
dan segera mengakyifkan system respon kegawatdaruratan. segera melakukan RJP
dan defibrilasi dengan AED. Sementara itu yang termasuk ke dalam bantuan hidup
lanjut adalah penanganan dengan menggunakkan alat dan penatalaksanaan setelah
tindakan resusitasi.
Keterlambatan Kemungkinan berhasil
1 menit 98 dari 100
4 menit 50 dari 100
10 menit 1 dari 100

Prinsip – prinsip dasar terhadap RJP adalah kekuatan dari rantai keberhasilan yang
terdiri dari 5 rantai yaitu :
a. Segera mengenali tanda tanda henti jantung dan mengaktifkan system respon
kegawatdaruratan.
b. Segera RJP dengan penekanan pada kompresi dada.
c. Segera defibrilasi.
d. Bantuan hidup lanjut yang efektif.
e. Perawatan paska henti jantung terintegrasi.
Penting untuk di ingat, RJP kualitas tinggi :

 kecepatan paling sedikit 100x/menit


 kedalaman kompresi 2 inci ( 5 cm )
 biarkan dada recoil setiap setelah kompresi
 minimalkan interupsi terhadap kompresi dada
 hindari ventilasi yang berlebih

4
1.5.1.1 AlgoritmaBantuan Hidup Dasar pada orang dewasa

3A
TIDAK RESPON
 AMAN DIRI
 AMAN LINGKUNGAN
TIDAK NAFAS ATAU NAFAS TIDAK NORMAL
 AMAN PASIEN
( GASPING )

AKTIFKAN SYSTEM RESPON


KEGAWATDARURATAN

AMBIL AED / DEFIBRILATOR

ATAU KIRIM ORANG KE 2 ( JIKA ADA UNTUK


MELAKUKANNYA )

 BERI 1 NAFAS TIAP 5 –


CEK NADI SELAMA < 10 DETIK 6 DETIK
 CEK NADI KEMBALI
TIAP 2 MENIT

NADI TIDAK TERABA


MULAI 30 KOMPRESI DAN 2 VENTILASI

AED / DEFIBRILATOR DATANG

CEK IRAMA

IRAMA SHOCKABLE ?
SHOCKABLE UNSHOCKABLE

BERIKAN 1 SHOCK SEGERA LAKUKAN RJP SELAMA 2 MENIT


SEGERA LAKUKAN RJP SELAMA 2 CEK IRAMA TIAP 2 MENIT : LANJUTKAN
MENIT SAMPAI TIM BHL DATANG ATAU
PENEDRITA MULAI BERGERAK

5
1.5.1.2 Kriteria untuk tidak memulai dan mengakhiri RJP
1. Di luar rumah sakit
A. kriteria untuk tidak memulai RJP
Bantuan hidup dasar pada situasi apapun harus segera dilakukan RJP tanpa
melakukan inform consent, karena keterlambatan dapat menurunkan angka
keberhasilan. tetapi ada beberapa kondisi yang membuat kita untuk tidak
memulai RJP, diantaranya :
 Tempat untuk melakukan RJP dapat meningkatkan resiko injury
serius bahkan kematian bagi penolong maupun penderita.
 Sudah terdapat tanda tanda kematian biologis seperti kekakuan,
lebam mayat.
 Ada keterangan yang sah bahwa penderita tidak perlu dilakukan RJP
( DNR ).
B. Kriteria untuk mengakhiri RJP
 Adanya sirkulasi spontan ditandai dengan penderita bergerak atau
terdapat nadi dan nafas.
 Tim lain datang atau tim bantuan hidup lanjut datang.
 penolong kelelahan, lingkungan yang berbahayaatau kelangsungan
usaha resusitasi dalam bahaya.
 terdapat tanda tanda kematian
2. Di dalam rumah sakit
A. Kriteria untuk tidak memulai RJP
 Sudah terdapat tanda tanda kematian biologis seperti kekakuan,
lebam mayat.
 Ada keterangan yang sah bahwa penderita tidak perlu dilakukan RJP
( DNR ).
B. Kriteria untuk mengakhiri RJP
Didalam rumah sakit, keputusan untuk mengakhiri RJO tergantung apakah
kejadian henti jantung tersaksikan atau tidak., waktu RJP, irama yang
mengawali henti jantung waktu defibrilasi, penyakit penyerta, status sebelum
henti jantung, dan ada tidaknya sirkulasi spontan. selain itu juga tergantung
pada kebijakan yang ada pada institusi tersebut.

6
2. Innitial Assesment
Apabila kita menemukan penderita yang luka parah, maka seringkali kita dalam
kebingungan untuk memulai penilaian dan pengelolaan penderita, sedangkan
tindakan kita seharusnya cepat dan tepat. Penilaian awal ini intinya adalah :
1. Primary Survey yaitu penanganan ABCDE dan Resusitasi.
2. Secondary survey yaitu head to toe / pemeriksaan yang teliti dari ujung kepala
sampai kaki.
3. Penanganan definitive ( menetap )
Survey Primer maupun sekunder harus selalu diulang ulang untuk menentukan
adanya keadaan penurunan prognosis penderita dan memberikan resusitasi bila
diperlukan.

1.5.3 Airway & breathing

Pengelolaan airway dan breathing berfungsi untuk mempertahankan oksigenasi otak


dan bagian tubuh lainnya adalah bagian terpenting dalam penanganan penderita.
Tanpa ini, penderita akan meninggal dengan cepat. Kematian karena masalah airway
pada trauma disebabkan oleh :
 Kegagalan dalam mengenal airway yang tersumbat sebagian atau
ketidakmampuan penderita untuk melakukan ventilasi dengan cukup.
Gabungan obstruksi jalan nafas dengan ketidakcukupan ventilasi dapat
menyebabkan hipoksia sehingga akan mengancam nyawa. Keadaan seperti
ini mungkin terlupakan bila ditemukan perlukaan yang nampaknya lebih
serius.
 Adanya kesulitan tekhnis dalam menjaga jalan nafas dan tekhnis membantu
ventilasi. Intubasi yang salah akan memperburuk ventilasi dan dengan cepat
dapat mengakibatkan kematian bila tidak dikenali secara dini.
 Aspirasi isi gaster

1.5.4 Trauma thoraks


Trauma thorak sering ditemukan, sekitar 25% dari penderita multi trauma ada
komponen trauma thoraks. 90% pada penderita trauma thoraks ini dapat diatasi
dengan tindakan yang sederhana oleh dokter di rumah sakit ( atau paramedik di
lapangan ), sehingga hanya 10% yang memerlukan operasi.

7
Ada 6 jenis trauma thoraks yang harus dikenali pada survey primer, karena apabila
tidak dikenali akan menyebabkan kematian dengan cepat. Trauma tersebut terbagi
atas 3 manifestasi yaitu :
1. Manifestasi gangguan airway ( obstruksi )
Pada pemeriksaaan klinis penderita, akan ada gejala penekanan airway seperti
stridor inspirasi dan suara serak. Biasanya penderita perlu jalan nafas definitive.
2. Manifestasi gangguan breathing ( sesak )
a. Open pneumo-thoraks
Dapat timbul karena trauma tajam, sedemikian rupa sehingga ada hubungan
udara luar dengan rongga pleura, sehingga paru menjadi kuncup. Seringkali
hal ini terlihat sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada setiap
inspirasi. Apanila lubang ini lebih besar daripada 2/3 diameter trakea maka
pada inspirasi udara lebih mudah melewati lubang pada dinding dada
dibandingkan melewati mulut, sehingga terjadi sesak yang hebat. Akibatnya
ventilasi terganggu sehingga menyebabkan hipoksiabdan hiperkapnia.
Dengan demikian maka langkah awal pada open pneumothorak adalah
menutup luka dengan kassa steril yang diplester hanya pada 3 sisinya saja.
Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek katup dimana
saat inspirasi kassa penutup akan menutup luka, saat ekspirasi kassa penutup
terbuka untuk menyingkirkan udara keluar. Setelah itu maka sesegera
mungkin konsulkan untuk pemasangan selang dada.
b. Tension pneumothoraks
Penyebab tersering dari tension pneumothoraks adalah komplikasi
penggunaan ventilasi mekanik ( ventilator ) dengan ventilasi tekanan positif
pada penderita yang ada kerusakan pada pleura viseral. Tension
pneumothoraks ditandai dengan gejala nyeri dada, sesak yang berat, distress
pernafasan, takikardia, hipotensi, deviasi trakea, hilangnya suara nafas pada
satu sisi, dan distensi vena leher. Tension pneumothoraks ditegakkan secara
klinis pada perkusi yang hipersonor dan hilangnya suara nafas pada
henithoraks yang terkena pada tension akan membedakan dengan hasil klinis
tamponade jantung. Sehingga apabila pada keadaan berat, maka petugas
harus mengambil tindakan dengan melakukan dekompresi memakai jarum
besar dan menusukkannya pada ruang interkostal 2 ( ICS 2 ) pada garis
midclavikuler.
c. Hemathotoraks massif
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat pada rongga dada. Pada keadaan
ini terjadi sesak karena darah dalam rongga pleura dan syok karena

8
kehilangan darah. Pada perkusi dada akan redup karena darah dalam rongga
pleura, tidak banyak yang dapat dilakukan pra RS dalam keadaan ini. Bawa
penderita secepat mungkin ke IGD terdekat.
d. Flail chest
Terjadinya flail chest dikarenakan fraktur iga multiple pada dua atau lebih
tulang dengan dua atau lebih garis fraktur. Flail chest mungkin kurang jelas
pada awalnya karena adanya “splinting” pada dinding thoraks. Gerakan
pernafasan menjadi buruk dan thorak bergerak secara asimetris dan tidak
terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga
atau fraktur tulang rawan membantu diagnosis.
3. Manifestasi circulation ( syok )
Cidera thoraks yang akan mempengaruhi sirkulasi dan harus ditemukan pada
primary survey adalah hematothoraks massif karena terkumpulnya darah dengan
cepat pada rongga pleura.
1.5.5 Trauma abdomen
Trauma abdomen akan ditemukan pada 25% penderita multi trauma. Seringkali
terjadi bahwa diagnostic akan adanya cidera intra abdomen terlambat karena :
A. Gejala dan tanda yang ditimbulkan kadang lambat.
B. Adanya penurunan kesadaran karena ada cidera kepala yang bersamaan sehingga
gejala nyeri abdomen tidak ada.
C. Adanya cidera spinal, sehingga tidak ada nyeri
D. Pemakaian obat obatan atau minum minuman keras
Pada fase pra RS keterlambatan diagnostic cidera abdomen tidak terlalu penting,
namun harus selalu diwaspadai adanya syok karena haemoragic yang menyerttai
cidera abdomen. Pada trauma abdomen seharusnya kita mampu mendeteksi cidera
yang potensial pada organ – organ intra abdomen. Biasanya cidera yang potensial ini
mudah dideteksi dari lokasi luka yang ada pada dinding abdomen. Ada beberapa
indikasi untuk melakukan pemeriksaan secara teliti pada kasus yang kita curigai
adanya trauma tumpul abdomen antara lain :

a. Perdarahan yang tidak diketahui


b. Riwayat syok
c. Adanya trauma dada mayor
d. Adanya fraktur pelvis
e. Penderita dengan penurunan kesadaran
f. Adanya hematuri

9
g. Pada pemeriksaan fisik ditemukan jejas di abdomen ( luka lecet, kontusio dan
perut distensi )
h. Mekanisme trauma yang besar.
Pada dasarnya semua trauma abdomen tumpul dan tajam, penanganan awal tindakan
penyelamatan selalu didahulukan dan mengacu pada prosedur ABCDE. di sini
penolong atau tim harus melakukan resusitasi dan stabilisasi secepat mungkin. Dan
harus selalu diingat pada cidera abdomen jangan mencabut benda tertancap.

1.5.6 Syok
Langkah pertama dalam mengelola penderita syok adalah dapat mengenali adanya
syok itu sendiri melalui tanda - tanda klinis yang terjadi. Langkah kedua adalah
menentukan penyebabdari syok. Pada penderita trauma, semua jenis syok mungkin
ditemukan. Kebanyakan penderita ditemukan dalam keadaan syok haemorargic,
namun kardiogenik atau syok karena tension pneumothoraks harus dipertimbangkan
pada perlukaan di atas diafragma. Syok septic jarang ditemukan namun harus
dipertimbangkan pada penderita yang datang dalam keadaan lebih lanjut.
Dengan demikian langkah awal yang harus dilakukan adalah melakukan penilaian
terhadap penderita sehingga dengan cepat syok dapat diketahui. Terapi syok dimulai
sambil mencari penyebab dari syoknya itu sendiri.
Setelah masalah airway dan breathing teratasi, penilaian yang teliti dari keadaan
sirkulasi penting untuk mengenal syok secara dini. Ketergantungan pada tekanan
darah sebagai satu – satunya indicator syok akan terlambatnya diagnosis syok. Setiap
penderita trauma yang dalam keadaan takikardia dan kulit dingin dianggap dalam
keadaan syok.
Hamper senua penderita multi trauma mengalami syok dan biasanya disebabkan oleh
perdarahan. Keadaan bukan perdarahan yang dapat menyebabkan syok adalah antara
lain :
 Tension pneumo – thoraks
 Tamponade jantung
 Neurogenik syok
 Septic syok
1.5.7 Trauma Kapitis
Trauma kapitis merupakan kejadian yang sering dijumpai. Lebih dari 50% penderita
trauma adalah penderita trauma kapitis. Sebanyak 10% penderita dengan cidera
kepala meninggal sebelum sampai rumah sakit. Tindakan pemberian oksigen yang
adekuat dan usaha mempertahankan tekanan darah yang cukupuntuk
mempertahankan perfusi otak dan menghindari terjadinya cidera otak sekunder,

10
merupakan tindakan yang sangat tepat untuk keberhasilan pertolongan yang diberikan
kepada penderita cidera kepala. Setelah melakukan primary survey, selanjutnya
melakukan identifikasi adanya lessi / massa yang memerlukan tindakan pembedahan
dengan pemeriksaan penunjang lain yang ada seperti pemeriksaan CT Scan kepala.
Terlambatnya rujukan penderita dengan cidera kepala kepala dapat menyebabkan
keadaan penderita memburuk dan berkurangnya kemungkinan pemulihan fungsi otak
dan saraf lainnya. Untuk rujukan penderita cidera kepala, perlu dicatat informasi
penting berikut ini :
a. Umur penderita, waktu dan mekanisme cidera
b. Status respiratorik dan kardiovaskular ( terutama tekanan darah )
c. Pemeriksaan mini Neurologis ( GCS ) dan reaksi cahaya pupil mata.
d. Adanya cidera penyerta serta jenis cidera penyerta.
Cidera kepala dapat diklasifikasikan menjadi 3 hal yaitu :

a. Mekanisme cidera kepala


Berdasarkan mekanismenya, cidera kepala terbvagi atas cidera kepala tumpul dan
cidera kepala tembus / tajam. Cidera kepala tumpul berkaitan dengan kecelakaan
bermotor, jatuh dari ketinggian atau pukulan benda tumpul sedangkan cidera
kepala tajam disebabkan oleh luka tembak atau luka tusuk.
b. Berat ringannya cidera kepala
Secara umum untuk menentukan berat ringannya cidera kepala digunakan metode
penilaian Glascow Coma Scale ( GCS ) yaitu menilai respon buka mata pasien,
verbal pasien dan motorik pasien. Cidera kepala ringan nilai GCS nya berkisar 15
– 14, cidera kepala sedang nila GCSnya adalah 9 – 13 dan cidera kepala berat
nilai GCS nya 3 – 8. Dalam pemilaian GCS jika ditemukan adanya asimetris
ekstremitas kanan dan kiri, maka yang dipergunakan adalah respon motorik yang
terbaik dan harus dicatat.
c. Morfologi cidera kepala
 Fraktur cranial
 Lesi intrakanial
1.5.8 Cidera spinal
Pada cidera spinal, jika kita memindahkan dan mengangkat penderita dengan tidak
tepat maka kemungkinan menyebabkan cidera lanjut baik bagi kita sendiri selaku
penolong maupun bagi penderita. Trauma spinal adalah cidera pada sumsum tulang
belakanag ( medulla spinalis ) dengan atau tanpa kerusakan tulang belakang. Trauma
spinal dapat disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, olahraga (
terutama terjatuh dalam air dangkal ), kecelakaan industry, luka tembak, dll. Cidera

11
spinal terjadi cukup sering, kebanyakan diantaranya akan lumpuh menetap. Yang
paling sering terkena rata – rata laki – laki usia 15 – 35 tahun. Gejala cidera spinal
sendiri tergantung pada lokasi cidera.
1.5.9 Biomekanika trauma
Biomekanik trauma adalah ilmu yang mempelajari kejadian cidera pada suatu jenos
kekerasan atau kecelakaan tertentu. Biomekanik trauma penting diketahui karena
akan membantu dalam menganalisa akibat yang ditimbulkan dan waspada terhadap
jenis perlukaan yang diakibatkan oleh trauma.
1.5.10 Trauma musculoskeletal
Keadaan cidera musculoskeletal kebanyakan tidak langsung mengancam nyawa,
namun dalam penanganan jangan hanya melihat pada anggota ekstremitas yang
mengalami cidera saja tanpa memikirkan adanya cidera di tempat lain yang mungkin
lebih berbahaya. Trauma musculoskeletal umumnya mudah diidentifikasi pada waktu
pertama kali melihat pasien / penderita.
Penanganan pra hospital ataupun di unit gawat darurat bertujuan untuk
mengimobilisasi ekstremitas yang mengalami cidera, mengurani rasa nyeri, resiko
kecacatan dan komplikasi yang ditimbulkan.
1.5.11 Mengangkat, memindahkan, dan merujuk penderita
Tidak ada satu rumus pasti bagaimana mengangkat dan memindahkan penderita. Jika
memindahkan dan mengangkat penderita tidak tepat, bias jadi akan menyebabkan
cidera lebih lanjut baik bagi penderita maupun bagi penolong itu sendiri. Ketika
mengangkat, ikuti prinsip dasar untuk mencegah cidera :
 Rencanakan gerakan sebelum mengangkat penderita.
 Gunakan paha untuk mengangkat, bukan punggung.
 Usahakan berat beban sedekat mungkin pada tubuh penolong.
 Susunan ( stack ) gerakkan tubuh penolong sebagai satu kesatuan. Bsysngksn
bahu anda sebagai satu susunan dengan panggul dan tungkai.
 Mengurangi jarak atau ketinggian, bila memindahkan suatu benda.
 Reposisi dan memindahkan dalam tahapan sesuai dengan urutan.
Memahami mekanik tubuh dalam melakukan pengangkatan beban / penderita sangat
penting dikuasai agar penolong tidak cidera. Karena dalam tekhnik memindahkan
yang digunakan adalah kemampuan otak bukan hanya tenaga ( Brain not Brawn ).
Hal dasar yang harus selalu diingat dalam melakukan pengangkatan dan pemindahan
penderita adalah “ DO NOT FURTHER HARM “.

12
Merujuk penderita tergantung dari banyak factor, diantaranya :

 Jarak rumah sakit yang akan dirujuk.


 Keberadaan tenaga terampil yang akan mendampingi penderita.
 Kemampuan rumah sakit yang menangani penderita ( kebutuhan sumber
daya manusai dan peralatan )
Ysng pslin penting saat akan merujuk pasien adalah melakukan stabilisasi pasien
yang akan dirujuk terlebih dahulu. Perhatikan masalah ABC pasien dan harus selalu
dilakukan evaluasi untuk mengontrol hal tersebut. Monitor ABCD selama transport
dalam ambulans, harus ada komunikasi antara dokter yang merujuk dan penerima
rujukan serta petugas pendamping selama transportasi harus terlatih dengan baik.

1.5.12 Trauma termal


Kulit manusia banyak fungsinya, antara lain menghindari terjadinya kehilangan
cairan. Apabila terjadi luka thermal maka kulit akan mengalami denaturasi protein
yang ada di dalam sel sehingga kehilangan fungsinya, kematian sel di dalam jaringan,
dan kemudian terjadi luka. Semakin banyak kulit yang hilang akan semakin berat
kehilangan cairan. Luka termal dapat disebabkan oleh :

 Suhu ( panas / dingin )


 Listrik
 Bahan kimia
 Bahan – bahan radiasi misalnya sinar ultraviolet atau bahan – bahan
radioaktif.
Yang paling penting saat terdapat luka bakar adalah segera lakukan pendinginan,
perhatikan ABCD dan segera bawa ke rumah sakit terdekat untuk penanganan lebih
lanjut.

1.5.13 Trauma pada anak , wanita hamil, geriatric


Cidera menjadi penyebab kematian dan cacat tersering pada anak – anak. Kendaraan
bermotor menjadi penyebab terbanyak pada anak. Walaupun jatuh merupakan salah
satu penyebab cidera yabg tersering, tetapi jarang mengakibatkan kematian. Prioritas
dari penilaian dan penanganan cidera pada anak sama seperti dewasa, namun harus
diingat bahwa karakteristik anatomis yang unik pada anak membutuhkan
pertimbangan – pertimbangan khusus dalam penatalaksanaan secara keseluruhan.

13
1.5.14 Keracunan dan gigitan binatang
Masuknya suatu zat ke dalam tubuh kita yang dapat menggangu kesehatan bahkan
dapat menimbulkan kematian disebut keracunan. Pada hakekatnya semua zat dapat
berlaku sebagai racun, tergantung pada dosis dan cara pemberiannya. Hamper semua
racun bekerja segera, dank arena itu setiap kasus keracunan merupakan keadaan
gawat darurat medis dan harus segera mendapat pertolongan. Penatalaksanaan
keracunana selalu berprinsip pengamanan diri sendiri dalam melakukan tindakan serta
penilaian daripada airway, breathing dan sirkulasi.
 Mencegah dan menghentikan penyerapan racun
 Bila racun tertelan
 Encerkan racun yang ada dalam lambung, sekaligus menghalangi
penyerapannya dengan cara membverikan cairan dalam jumlah
banyak. Cairan yang digunakan adalah air biasa, susu, norit yang
telah dilarutkan.
 Emesis / upayakan penderita muntah, efektif bila dilakukan dalam 4
jam setelah racun ditelan.
 Bawa serta hasil muntahan penderita untuk dilakukan pemeriksaan
laboratorium
 Jangan melakukan muntah buatan pada penderita dengan keracunan
zat korosif da atau penderita tidak sadar.
 Bila racun melalui kulit / mata
 Pakaian yang terkontaminasi dilepas.
 Cuci / bilas bagian yang terkena dengan air yang mengalir. Bila
racun berbentuk serbuk lakukan penyapuan serbuk terlebih dahulu
kemudian bilas dengan air.
 Perhatikan jangan sampai penolong terkena.
 Bila racun melalui inhalasi
 Pindahkan penderita ke tempat yang aman berlawanan dengan arah
angin.
 Beri oksigen konsentrasi tinggi.
 Jangan lakukan pernafasan buatan dari mulut ke mulut.
 Pengobatan simptomatik
 Bila ada gangguan pernafasan >> resusitasi
 Pemberian antidote yang tidak spesifik atau spesifik
 Pemberian obat diuresis dan cuci darah bila diperlukan
 Rasa nyeri / sakit dapat diberikan obat penghilang rasa sakit.

14
 Segera evakuasi penderita ke rumah sakit
Gigitan binatang termasuk dalam kategori racun yang masuk ke dalam tubuh melalui
suntikan. Gigitan binatang atau sengatan serangga dapat menyebabkan nyeri yang
hebat dan atau pembengkakan. Gigitan dan sengatan berbagai binatang walaupun
tidak selalu membahayakan jiwa dapat menimbulkan reaksi alergi yang hebat dan
bahkan kadang – kadang dapat berakibat fatal. Prinsip penatalaksanaan pada
penderita dengan gigitan binatang sama dengan penatalaksanaan pada penderita
keracunan. Yang harus selalu diperhatikan pada penderita keracunan maupun gigitan
binatang hendaklah selalu monitor dan catat setiap perubahan – perubahan yang
terjadi ( ABC ).

1.5.15 Triage
Triage berasal dari bahasa perancis trier arti harfiahnya macam ( bermacam – macam
dalam memilah gangguan). Dominique Larrey, ahli bedah Napoleon Bonaparte yang
pertama kali melakukan triage. Triage adalah suatu proses yang dinamik. Triage harus
diulang – ulang selama masih dalam penanggulangan cideranya. Tujuan dari triage ini
dimanapun dilakukan, bukan saja supaya the right patient to the right hospital by the
right ambulance at the right time tetapi juga to do the most for the most.
Simple triage and rapid treatment ( START ) dikembangkan oleh RS hoag dan
Newport beach fire department amerika serikat. START memungkinkan seseorang
melakukan triage pada seorang pasien dalam 60 detik atau leboh cepat dengan
mengevaluasi :
 Respirasi
 Perfusi
 Status mental pasien
Prinsip dari START adalah untuk mengatasi ancaman nyawa, jalan nafas yang
tersumbat dan perdarahan massif arteri. START dapat dengan cepat dan akurat
mengklasifikasikan pasien ke dalam empat kelompok terapi :

 Hijau : pasien sadar dan dapat berjalan dipisahkan dari pasien lain
 Kuning : semua pasien yang tidak termasuk golongan merah maupun hijau.
Kelompok ini termasuk yang luka – luka namun tidak berbahaya.
 Merah : semua pasien yang ada gangguan airway, breathing, circulation,
disability, exposure termasuk ke dalam golongan merah.
 Hitam : pasien meninggal

15
Proses START tidak boleh lebih dari 60 detik / pasien. Adapun alur “ START “ :

YA
Bisa jalan ? Cidera ringan
HIJAU

Tidak

TIDAK YA
PASIEN
BERNAFAS?

Buka airway
>30x/mnt?

Px nafas setelah
buka airway?

Urgent
Meninggal
MERAH
HITAM

PERFUSI

Periksa A.Radialis

Nadi radialis
ada?

Kontrol Periksa
Perdarahan kesadaran

Urgent
Mengikuti
MERAH
perintah

Tertunda
KUNING

16
1.5.16 Jantung dan aritmia
Sel otot sebagaimana sel saraf maupun kelenjar digilongkan ke dalam jenis sel
eksitabel. Otot jantung merupakan salah satu jenis otot maka sebelum melakukan
aktifitas khususnya harus mendapatkan rangsangan ( picu )( terlebih dahulu., jadi
delaslah bahwa hasil perekaman aktifitas listrik otot jantung berupa
elektrokardiogram sesungguhnya merupakan gambaran peristiwa yang mengawali
terjadinya kontraksi otot jantung. Pada awalnya pemberian symbol P,Q,R,SW bukan
A,B,C,D oleh Einthoven tidak dimaksudkan untuk menggambarkan kejadian apapun
yang terjadi pada otot jantung. Namun dengan pengalaman klinis yang berulang
ternyata EKG pada akhirnya berkembang sebagai alat bantu diagnostic yang besar
peranannya dalam menegakkan diagnose walaupun pada kasus – kasus tertentu masih
harus diperkuat dengan prosedur pemeriksaan lainnya seperti halnya kateterisasi
jantung, echocardiografi, dsb nya.
Elektrocardiografi adalah hal yang mempelajari aktifitas listrik jantung.
Electrocardiogram adalah grafik yang menggambarkan rekaman listrik jantung.
Kegiatan listrik jantung dapat dicatat dan direkam melalui elektroda – elektroda yang
dipasang pada permukaan tubuh. EKG mula – mula hanya dapat menyajikan gambar
lead I, II, III secara evolusioner bertambah menjadi aVR, aVL, aVF dan hantaran
precordial, dengan maksud agar dapat mempertajam analisis pembacaannya. Bahkan
alatnyapun ( Elektrocardigraf ) menjadi semakin portable sekaligus disertai dengan
hasil bacaannya sehingga semua orang dapat mengoperasikannya dengan mudah.
Ada 4 irama pada aritmia yang tampak henti jantung yaitu
1. Ventrikel Fibrilasi ( VF )
VF merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian mendadak,
pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya, dimana
jantung hanya mampu bergetar saja, sehingga keadaan ini dapat segera membawa
kematian. Oleh karena gawatnya keadaan ini DC Shock / Defibrilasi yang
tersedia haruslah terpasang pada modus unsynchronized, sehingga dapat
digunakan segera.
2. Ventrikel Takhikardia ( VT )
Mekanisme penyebab takhikardi ventrikel biasanya karena adanya gangguan
otomatisasi ( pembentukan impuls ) ataupun akibat adanya gangguan konduksi.
Takhikardia ventrikel dapat berasal dari bawah percabangan his sepanjang jalur
konduksi tersebut, otot jantung ataupun gabungan dari keduanya.

17
3. Pulseless Electrical Activity ( PEA )
Suatu keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan kontraktilitas
atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga tekanan darah
tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba. Irama EKG yang masuk dalam irama
PEA adalah irama idioventrikuler, ventrikel escape, bradisitolik.
4. Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung, dan
pada monitor irana yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada ventrikel
fibrilasi halus irama yang terlihat hamper menyeru[ai asistole, oleh sebab itu
monitor EKG haruslah diperhatikan dengan benar karena menyangkut pada
tekhnik pertolongan yang berbeda. Pada saat henti jantung, bantuan hidup dasar
dan tindakan defibrilasi secara dini merupakan tindakan terpenting yang pertama
dan pemberian obat – obatan adalah tindakan penting yang kedua.

18
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pelatihan BTCL ini mengedepankan kemampuan teori tentang kegawat daruratan, ketrampilan
serta pemahaman terhadap system pertolongan. Oleh karena itu peserta yang mengikuti kegiatan
ini wajib memiliki skill station yang baik agar dapat mengikuti pelatihan yang telah dokondisikan
seperti pada keadaan yang sesungguhnya. Seluruh rangkaian pelatihan ini akan terasa sia – sia
apabila tidak diimplementasikan secara maksimal di lapangan tempat bekerja.
3.2 Saran
 Untuk peserta yang telah mengikuti BTCLS dapat melanjutkan pelatihan selanjutnya yaitu
ATCN ( Advance Trauma Cardiac Nurse )
 Untuk pelatihan BTCLS dapat diprioritaskan kepada perawat critical care yang telah melalui
tkredensial minimal PK 2

19
20

Anda mungkin juga menyukai