Bab 6:
Neraca Pembayaran
86
Bab 6: Neraca Pembayaran
Perekonomian dunia selama 2004 yang membaik tersebut merupakan faktor utama peningkatan nilai ekspor
memberikan pengaruh positif bagi NPI secara keseluruhan. nonmigas terutama pada barang industri berbasis primer,
Surplus transaksi berjalan disumbang oleh peningkatan komoditi pertambangan serta ekspor minyak dan gas
ekspor sejalan dengan kenaikan volume perdagangan (migas), sedangkan kelompok barang pertanian yang
dunia dan harga komoditi. Namun demikian, kenaikan sebagian besar berupa bahan mentah mengalami
ekspor tersebut diimbangi pula oleh kenaikan impor dan penurunan. Sementara itu, peningkatan kegiatan ekonomi
jasa-jasa secara signifikan sehingga transaksi berjalan pada domestik sangat berpengaruh pada kenaikan nilai impor
tahun laporan mencatat surplus yang lebih rendah dari yang cukup tinggi, terutama pada impor kelompok bahan
tahun 2003. Sementara itu, surplus di sisi LLM antara lain
Tabel 6.1
terkait dengan meningkatnya kepercayaan investor Neraca Pembayaran Indonesia
(Juta $)
terhadap prospek ekonomi Indonesia serta searah dengan
Rincian 2002 2003 2004*
kecenderungan peningkatan aliran modal ke negara
I. Transaksi Berjalan 7.822 8.106 2.878
berkembang, khususnya Asia. Pada 2004, LLM swasta
Neraca Barang 23.513 24.562 21.231
mencatat surplus yang cukup tinggi sehingga dapat Ekspor 59.165 64.109 71.785
Impor -35.652 -39.546 -50.554
mengurangi tekanan defisit yang terjadi pada LLM publik Jasa-jasa -15.691 -16.456 -18.353
II. Transaksi Modal -1.102 -949 2.236
sebagai akibat dari peningkatan pembayaran ULN
Sektor Publik -190 -833 -1.911
pemerintah pascaprogram Paris Club. Dengan berbagai Sektor Swasta -912 -116 4.148
Investasi Langsung 145 -597 1.043
perkembangan tersebut, NPI secara keseluruhan tetap Investasi Portofolio 1.222 2.251 2.793
Investasi Lainnya -2.279 -1.770 311
mencatat surplus sehingga posisi cadangan devisa naik III. Jumlah 6.720 7.157 5.114
IV. Selisih Perhitungan -1.692 -3.502 -4.805
menjadi $36,3 miliar atau setara dengan 5,6 bulan
V. Pembiayaan -5.028 -3.654 -309
kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri (ULN) Perubahan Cadangan Devisa 1) -4.023 -4.257 -24
Perubahan Karena Transaksi - - 674
pemerintah (Tabel 6.1). IMF -1.006 603 -983
Catatan
Di sisi transaksi berjalan
berjalan, kenaikan harga komoditi,
1 Aktiva Luar Negeri (IRFCL) 32.039 36.296 36.320
tingginya volume perdagangan dunia, serta terpeliharanya Setara impor dan pembayaran ULN
pemerintah (dalam bulan) 6,6 7,1 5,6
stabilitas rupiah memberikan pengaruh positif bagi 2 Transaksi berjalan/ PDB (%) 3,9 3,4 1,1
1) (-) surplus, (+) defisit
perkembangan nilai ekspor Indonesia. Perkembangan
87
Bab 6: Neraca Pembayaran
baku dan barang modal. Peningkatan kegiatan ekonomi Perbaikan kinerja NPI yang sejalan dengan perbaikan
domestik tersebut juga berdampak pada kenaikan indikator makroekonomi lainnya, tercermin pada
konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sehingga memicu membaiknya beberapa indikator kerentanan eksternal.
kenaikan volume impor minyak. Peningkatan kegiatan Pangsa ekspor barang dan jasa terhadap PDB yang
impor tersebut yang disertai dengan kenaikan harga meningkat diikuti dengan penurunan nisbah pembayaran
minyak sebagai komponen biaya transportasi ULN terhadap ekspor (debt service ratio/DSR) dan nisbah
menyebabkan biaya angkut mengalami lonjakan yang posisi ULN terhadap ekspor (Tabel 6.2). Perbaikan nisbah
cukup tinggi sehingga mendorong peningkatan defisit ekspor tersebut berlangsung dalam beberapa tahun
transaksi jasa-ja sa. Meskipun demikian, terdapat terakhir dan secara umum lebih baik dibandingkan
peningkatan penerimaan di sektor jasa-jasa yang perkembangan sebelum krisis (1996-1997) pada saat
bersumber dari kunjungan turis asing dan repatriasi ekspor tumbuh relatif tinggi. Sementara itu, sejalan dengan
pendapatan tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. peningkatan investasi domestik yang menyebabkan impor
Kinerja Transaksi LLM secara keseluruhan mengalami tumbuh tinggi, berpengaruh pada penurunan nisbah
perbaikan yang didorong oleh meningkatnya arus masuk transaksi berjalan terhadap PDB dan nisbah kecukupan
modal asing swasta. Kenaikan aliran modal asing swasta cadangan devisa. Di sisi LLM, indikator nisbah LLM terhadap
tersebut terjadi pada investasi dalam bentuk portofolio dan PDB membaik, terutama bersumber dari arus masuk LLM
penarikan pinjaman oleh perusahaan penanaman modal swasta yang cukup tinggi. Indikator kecukupan cadangan
asing (PMA) dan non-PMA, sejalan dengan semakin devisa untuk pembiayaan impor dan pembayaran ULN
menariknya Indonesia sebagai tempat investasi. Peningkatan masih tetap tinggi meskipun turun dibandingkan tahun
aliran masuk modal swasta tersebut merupakan cerminan
dari optimisme investor asing terhadap prospek ekonomi Tabel 6.2
Perkembangan Indikator Kerentanan Eksternal
Indonesia yang terus membaik sebagaimana tercermin dari (Persen)
penurunan premi risiko dan peningkatan sovereign rating. Rincian 1996 1997 2002 2003 2004*
Tingginya arus masuk modal asing dalam tahun laporan Transaksi Berjalan/PDB -3,4 -2,3 3,9 3,4 1,1
Ekspor Barang dan Jasa / PDB 25,7 29,1 33,9 29,7 31,1
menyebabkan LLM swasta mencatat surplus setelah pada Ekspor Nonmigas/PDB 16,7 19,7 23,2 20,5 21,0
Pembayaran Bunga ULN/PDB 2,7 3,0 2,7 2,3 2,2
beberapa tahun sebelum 2004 selalu defisit. Sementara itu,
Pembayaran ULN (pokok dan bunga)/
untuk LLM pemerintah mengalami peningkatan defisit yang Ekspor barang dan jasa 1) 35,9 44,5 33,1 34,1 29,5
cukup tajam sebagai dampak dari tingginya pembayaran LLM/PDB 4,8 1,1 -0,6 -0,4 0,9
Posisi ULN/Ekspor Barang dan Jasa 188,7 207,3 193,9 190,8 169,8
ULN pemerintah terkait dengan berakhirnya program Posisi ULN/PDB 48,5 60,3 65,7 56,8 52,9
penjadwalan utang Paris Club . Meskipun demikian, Cadangan Devisa/ Pembayaran ULN 2) 91,2 73,4 142,9 158,9 153,5
Cadangan Devisa/Posisi ULN 17,4 15,7 24,4 26,8 26,7
melonjaknya pembayaran ULN pemerintah tersebut tidak
Cadangan Devisa/Impor dan
memberikan pengaruh pada pasar valas domestik karena Pembayaran ULN Pemerintah (bulan)3) 5,0 5,5 6,6 7,1 5,6
sumber pembiayaannya berasal dari cadangan devisa resmi. Posisi ULN ($ miliar) 110,171 136,088 131,343 135,402 136,140
Posisi Cadangan Devisa ($ miliar) 4) 19,125 21,418 32,039 36,296 36,320
Tekanan neraca modal pemerintah terhadap kecukupan
1) DSR
cadangan devisa relatif berkurang dengan adanya 2) Pembayaran ULN baik utang pokok dan bunga
3) Tahun 1996 dan 1997 faktor pembagi cadangan devisa belum termasuk pembayaran
ULN pemerintah
tambahan devisa dari hasil penerbitan obligasi internasional 4) Tahun 1996 menggunakan konsep devisa resmi, 1997-1999 atas dasar konsep Gross
Foreign Assets, dan mulai 2000 dengan konsep International Reserve and Foreign
dalam mata uang dolar AS di pasar internasional. Currency Liquidity (IRFCL)
88
Bab 6: Neraca Pembayaran
Tabel 6.3
2003. Penurunan tersebut terkait dengan kenaikan impor
Perkembangan Ekspor
dan pembayaran ULN pemerintah yang cukup tinggi.
2003 2004* 2004*
Rincian Nilai Pangsa
Untuk menunjang peningkatan kinerja ekspor dan Perubahan (%)
(Juta $) (%)
minat investor asing, Pemerintah telah mengeluarkan
Ekspor Nonmigas 5,5 10,7 54.127 75,4
berbagai kebijakan dan langkah strategis. Pada Maret 2004,
Pertanian 4,2 -6,5 2.572 3,6
Pemerintah mengeluarkan ketentuan tentang percepatan Pertambangan 7,7 9,2 4.525 6,3
hutan tanaman untuk pemenuhan bahan baku industri pulp Perindustrian 5,4 12,0 47.029 65,5
1
dan kertas . Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk Ekspor Migas 18,5 15,9 17.658 24,6
Kebijakan serupa juga diberlakukan untuk ekspor rotan Nilai ekspor secara keseluruhan pada 2004 tumbuh
asalan dan setengah jadi untuk memberi kepastian bahan 12,0% mencapai $71,8 miliar (Tabel 6.3). Peningkatan nilai
baku produk mebel dengan bahan baku rotan2 . Untuk ekspor tersebut terutama bersumber dari ekspor industri
meningkatkan layanan kegiatan investasi, Pemerintah telah olahan berbasis barang primer, komoditi migas, dan
mengeluarkan Keppres No. 29/2004 sebagai upaya untuk pertambangan. Peningkatan tersebut sejalan dengan
memperpendek jalur birokrasi perizinan investasi menjadi membaiknya harga dan tingginya volume permintaan
tersebut masih perlu terus ditingkatkan efektivitasnya Ekspor Nonmigas pada 2004 meningkat 10,7%
dengan melibatkan dukungan dan perhatian yang lebih menjadi $54,1 miliar. Peningkatan tersebut terutama
besar dari pemerintah daerah. didukung oleh kinerja ekspor nonmigas berbasis barang
primer, yang menunjukkan laju pertumbuhan yang cukup
TRANSAKSI BERJALAN tinggi (Tabel 6.4), terutama untuk komoditi ekspor minyak
Transaksi berjalan pada 2004 mencatat surplus sebesar kelapa sawit, produk karet, produk logam, dan kertas
89
Bab 6: Neraca Pembayaran
90
Bab 6: Neraca Pembayaran
91
Bab 6: Neraca Pembayaran
Persen Persen
40 5
2001 2001
30 2002 2002
2003 4
2003
2004 2004
20
3
10
2
0
1
-10
-20 0
Jepang Korea Selatan Cina Amerika Serikat Malaysia Jepang Korea Selatan Cina Amerika Serikat Malaysia
Sumber: CEIC Sumber: CEIC
Grafik 6.4
Grafik 6.3 Perkembangan Pangsa Impor
Pertumbuhan Impor Negara Mitra Dagang Utama dari Indonesia di Negara Mitra Dagang Utama
produk TPT, peralatan listrik, produk kayu, minyak kelapa yang melanda Venezuela, Nigeria, dan Irak, serta skandal
sawit, produk karet, dan batu bara. Perkembangan keuangan perusahaan minyak Yukos di Rusia, dan badai
tersebut menunjukkan indikasi penurunan daya saing dan topan yang menghancurkan kilang minyak di teluk
masih lemahnya struktur ekspor untuk mendukung Meksiko.
kelangsungan ekspor nonmigas dalam jangka panjang. Kenaikan harga minyak mentah di pasar
Untuk itu, upaya dan strategi perdagangan internasional internasional berdampak secara langsung pada kenaikan
dengan melakukan diversifikasi produk dan orientasi harga gas. Pada tahun laporan harga rata-rata LNG
negara tujuan ekspor perlu terus dikembangkan. mencapai $6,01 per mille mille british thermal unit
Pada sisi migas
migas, nilai ekspor migas secara keseluruhan (MMBTU) atau naik dari tahun lalu $4,86 per MMBTU.
2004 meningkat 15,9% atau mencapai $17,7 miliar. Peningkatan ekspor gas yang tinggi selain disebabkan
Berdasarkan sumbangannya, nilai ekspor tersebut terdiri oleh faktor kenaikan harga, juga oleh adanya
dari ekspor minyak dan gas masing-masing sebesar $8,4 peningkatan volume ekspor. Peningkatan volume ekspor
miliar dan $9,3 miliar atau meningkat 12,3% dan 19,4%. gas tersebut berbeda dengan volume ekspor minyak
Tingginya harga minyak pada 2004 merupakan faktor yang justru menurun sebagai akibat dari lambatnya
utama peningkatan nilai ekspor. Rata-rata harga minyak investasi baru dan faktor usia sumur minyak yang
per barel pada tahun 2004 mencapai $36,77 jauh lebih semakin tua sehingga tingkat produktivitasnya
tinggi dari pada tahun 2003 sebesar $28,6. Kenaikan harga cenderung turun dari tahun ke tahun. Tingkat produksi
minyak dunia dipicu oleh berbagai faktor yang minyak mentah per hari dalam 2004 mengalami
mempengaruhi baik sisi permintaan maupun penawaran. penurunan menjadi 1,09 juta barrel dari 1,14 juta barrel
Pertumbuhan ekonomi dunia terutama di Cina sebagai pada 2003, jauh di bawah jatah kuota produksi minyak
konsumen energi terbesar kedua setelah Amerika, dari OPEC untuk Indonesia sebesar 1,4 juta barrel per
mempengaruhi kenaikan volume permintaan minyak hari. Di samping itu, tingginya kenaikan konsumsi BBM
dunia. Sementara itu, kekhawatiran kelangsungan sisi domestik yang terjadi seiring dengan membaiknya
pasokan minyak disebabkan oleh berbagai gejolak politik kegiatan ekonomi di dalam negeri, pada gilirannya
mengurangi pasokan minyak untuk ekspor. Kecen-
7 Harga minyak tersebut merupakan harga rata-rata (unit price) minyak yang diekspor,
berbeda dengan harga minyak dalam APBN yang menggunakan perhitungan Indonesian
Crude Price (ICP). derungan penurunan produksi minyak di tengah-tengah
92
Bab 6: Neraca Pembayaran
Tabel 6.6
konsumsi BBM domestik yang terus meningkat tersebut
Perkembangan Beberapa Komoditi Impor Nonmigas
perlu dicermati lebih lanjut untuk menjaga kelangsungan
2003 2004* 2004*
Rincian Nilai c&f Pangsa
pendapatan ekspor minyak di samping kecukupan Perubahan (%)
(Juta $) (%)
konsumsi BBM domestik itu sendiri.
Bahan baku 1/2 jadi untuk industri 6,8 26,6 18,867 44,2
Barang modal (selain alat angkutan) 18,6 30,4 6,803 15,9
Suku cadang & perlengkapan
Perkembangan Impor barang modal 11,6 20,2 3,733 8,7
Suku cadang & perlengkapan alat
Pada 2004, nilai impor (c&f) secara keseluruhan angkutan 24,2 9,3 3,191 7,5
8
Bahan baku mentah untuk industri 5,7 19,2 2,624 6,1
meningkat 29,7% menjadi $54,8 miliar (Tabel 6.5). Alat transport untuk industri -32,9 244,4 1,150 2,7
Makanan & minuman (rumah tangga) -16,8 7,6 868 2,0
Peningkatan tersebut terjadi pada semua komponen impor
Barang konsumsi tidak tahan lama -26,3 37,8 650 1,5
baik migas maupun nonmigas sejalan dengan tumbuhnya Bahan makanan & minuman
(rumah tangga) -33,3 47,4 477 1,1
permintaan domestik. Di samping itu, faktor kenaikan Barang konsumsi setengah tahan lama -14,4 28,9 378 0,9
93
Bab 6: Neraca Pembayaran
Tabel 6.7
Pangsa (%)
20 Neraca Perdagangan
(Juta $)
(6,9%), dan Thailand (6,6%) (Grafik 6.5). Sementara itu Dengan berbagai perkembangan ekspor impor
berdasarkan regional, impor yang berasal dari Asia (diluar tersebut di atas, surplus neraca perdagangan pada 2004
ASEAN) mempunyai pangsa tertinggi sebesar 42,5%, turun 13,6% menjadi $21,2 miliar (Tabel 6.7). Meskipun
disusul oleh Eropa sebesar 18,3% dan ASEAN 17,9%. demikian, surplus neraca perdagangan untuk gas
Beberapa jenis barang impor nonmigas dari negara asal meningkat 22,8% menjadi $9,1 miliar sebagai akibat
utama adalah bahan-bahan kimia (9,1%), pesawat tele- naiknya harga dan volume ekspor. Sementara itu, n
F eraca
komunikasi (5,9%), biji gandum (5,2%), kereta gandengan perdagangan minyak untuk pertama kalinya mencatat
9
(5,0%), mesin dan piston pembakaran (4,8%) . Sebagian defisit dalam jumlah cukup besar dari surplus pada
besar komoditi yang diimpor tersebut merupakan barang- beberapa tahun sebelum 2004. Kondisi net importir
barang produk manufaktur dari negara-negara importir minyak ini tertolong oleh neraca perdagangan gas yang
utama seperti Jepang, Thailand dan Cina, yang akan mencatat surplus yang besar sehingga total neraca
dipergunakan sebagai barang modal bagi kegiatan industri perdagangan migas masih tercatat surplus.
di dalam negeri. Sementara, impor komoditi biji gandum Apabila dilihat berdasarkan kawasan, surplus
berasal dari Australia. perdagangan Indonesia di sektor nonmigas sebagian besar
Seiring dengan meningkatnya kenaikan impor berasal dari mitra dagang ASEAN (terutama dari negara
nonmigas tersebut di atas, impor migas mengalami
Juta $
lonjakan yang cukup tinggi. Naiknya konsumsi BBM 6000
5000
domestik di tengah produksi minyak yang menurun
4000
menyebabkan volume impor mengalami peningkatan 3000
1000
minyak (BBM). Beban pembayaran impor semakin
0
bertambah tinggi dengan kenaikan harga minyak di pasar -1000
-2000
internasional, khususnya pada harga impor BBM. Secara 1999 2000 2001 2002 2003 2004*
keseluruhan peningkatan impor migas (c&f) dalam tahun ASEAN Amerika Serikat Jepang Cina
Grafik 6.6
laporan mencapai 42,7% atau menjadi $12,1 miliar.
Neraca Perdagangan Indonesia
dengan ASEAN dan Negara Mitra Dagang Utama
9 Merupakan pangsa dari total impor nonmigas yang berasal dari 10 negara utama.
94
Bab 6: Neraca Pembayaran
Singapura, Malaysia, dan Filipina), diikuti oleh Amerika dampak peledakan bom di depan kedutaan Australia.
Serikat dan Jepang (Grafik 6.6). Perkembangan tersebut Peningkatan arus masuk turis asing baik dalam rangka
menunjukkan pentingnya peranan negara-negara tersebut bisnis maupun wisata mencapai 19,1% menjadi 5,3 juta
dalam perdagangan internasional Indonesia. Sementara orang dengan perkiraan arus devisa masuk sebesar $4,8
itu, neraca perdagangan Indonesia dengan Cina miliar. Sementara itu, peningkatan di sektor jasa lainnya
menunjukkan defisit yang semakin meningkat. yang cukup besar bersumber dari repatriasi pendapatan
tenaga kerja Indonesia di luar negeri yang mencapai $1,9
Perkembangan Jasa-Jasa miliar atau meningkat 25,6% dari tahun lalu.
Defisit transaksi jasa-jasa pada 2004 meningkat Perkembangan tersebut sejalan dengan naiknya
11,5% menjadi $18,4 miliar. Sumber utama peningkatan pengiriman TKI, terutama ke negara Arab Saudi dan
defisit tersebut berasal dari kenaikan biaya angkut barang Malaysia yang saat ini merupakan dua negara utama
impor sejalan dengan peningkatan volume impor dan penempatan TKI masing-masing mencapai 39% dan 20%
kenaikan harga minyak sebagai komponen biaya dari total TKI diluar negeri. Namun demikian, kenaikan
tranportasi. Total biaya angkut tersebut mencapai $4,2 penerimaan devisa dari TKI di luar negeri tersebut
miliar atau mengalami lonjakan 57%. Komponen lain yang diimbangi dengan repatriasi pendapatan ke luar negeri
mendorong peningkatan defisit adalah pembayaran bunga oleh tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di Indonesia
utang luar negeri khususnya dari utang Pemerintah sejalan sehingga secara neto surplus devisa yang dihasilkan
dengan berakhirnya program Paris Club serta transfer menjadi lebih kecil. Perkembangan ini perlu dicermati
keuntungan oleh perusahaan PMA dan perusahaan minyak mengingat tingkat upah TKA yang jauh lebih besar dari
asing kepada perusahaan induknya di luar negeri dalam TKI, dan meningkatnya penggunaan TKA di Indonesia,
jumlah yang cukup besar. maka nilai bersih devisa yang diterima Indonesia semakin
Terdapat beberapa perkembangan yang mengecil bahkan berpotensi defisit.
menggembirakan dari sisi penerimaan, meskipun secara
umum defisit transaksi jasa mengalami peningkatan. LALU LINTAS MODAL
Penerimaan devisa yang berasal dari arus masuk turis asing Searah dengan kecenderungan peningkatan aliran
mengalami peningkatan walaupun terdapat beberapa masuk modal internasional ke negara-negara berkembang,
faktor regional maupun domestik yang pada awalnya LLM mengalami surplus bersih sebesar $2,2 miliar dari
diperkirakan akan berdampak pada penurunan kunjungan defisit $0,9 pada 2003. Perkembangan tersebut terutama
turis asing. Beberapa faktor negatif tersebut adalah bersumber dari surplus bersih transaksi LLM swasta $4,1
merebaknya wabah flu burung di kawasan Asia sehingga miliar, sedangkan LLM publik masih mencatat defisit bersih
mengurangi minat kunjungan turis ke Cina, Hongkong, $1,9 miliar.
dan Singapura. Sementara faktor dari domestik yang
awalnya dikhawatirkan akan berpengaruh adalah dampak Lalu Lintas Modal Publik
pemberlakuan visa on arrival 10 dan peringatan kunjungan Perkembangan LLM publik mencatat defisit yang
wisata (travel warning) oleh beberapa negara sebagai lebih tinggi dari tahun 2003, terutama karena melonjaknya
pembayaran ULN Pemerintah. Meskipun secara
10 Kepres Nomor 18 tahun 2003 jo Kepres Nomor 103 tahun 2003, tentang Bebas Visa
Kunjungan Singkat (BVKS) berlaku efektif bulan Februari 2004. keseluruhan LLM publik mengalami defisit, pencairan
95
Bab 6: Neraca Pembayaran
pinjaman Pemerintah meningkat menjadi $3,3 miliar keseriusan Pemerintah untuk menciptakan good cooporate
dibandingkan dengan $1,8 miliar pada tahun lalu. governance . Pencairan pinjaman dari ADB tersebut
Peningkatan pencairan pinjaman tersebut berasal baik dari ditujukan untuk mendanai Finance Governance Social
pinjaman program yang meningkat menjadi $1,5 miliar Sector Reform dan State Audit Sector Reform. Sementara
dari $210 juta maupun dari pinjaman proyek sebesar $1,8 itu, untuk pencairan pinjaman dari Bank Dunia ditujukan
miliar dari $1,6 miliar. untuk mendanai First Development Program.
Pencairan pinjaman luar negeri pemerintah tersebut LLM Pemerintah pada tahun laporan diwarnai juga
sebagian besar berasal dari komitmen pinjaman yang oleh keberhasilan Pemerintah menerbitkan obligasi
diperoleh melalui forum Consultative Group on Indonesia internasional (Global Bond RI»14) berjangka waktu 10
(CGI) baik berupa pinjaman pembangunan ( Official tahun12. Sebagai akibat dari tingginya permintaan yang
Development Assistance/ODA) maupun pinjaman bukan mencapai $4,2 miliar, tingkat imbal hasil obligasi yang
ODA. Meskipun nilai pencairan pada 2004 mengalami diperoleh menjadi lebih baik, yaitu mencapai 6,85% atau
peningkatan, tingkat realisasi penarikan dari komitmen lebih rendah dari kisaran awal sekitar 7,0%. Tingginya
masih relatif rendah yaitu sekitar 60%11 (Grafik 6.7). permintaan tersebut mendorong Pemerintah menerbitkan
Rendahnya tingkat realisasi pencairan pinjaman dari tahun obligasi lebih besar dari perkiraan awal $400 juta menjadi
ke tahun disebabkan oleh beberapa hal, antara lain $1,0 miliar. Hasil dari penerbitan obligasi tersebut selain
pencairan pinjaman yang dikaitkan dengan pemenuhan digunakan untuk pembiayaan APBN, juga dipakai sebagai
ketentuan (matrix policy) yang ditetapkan oleh negara acuan penilaian risiko kredit dan pengakuan pasar oleh
donor, lambatnya perkembangan pelaksanaan proyek, pasar modal internasional (Boks: Rasionalitas Penerbitan
serta masalah penyediaan dana pendamping. Obligasi Valas Pemerintah di Pasar Modal Internasional).
Dari sejumlah penarikan pinjaman program, terdapat Pertimbangan tersebut sangat penting mengingat obligasi
pencairan pinjaman dari lembaga multilateral ADB dan internasional yang diterbitkan sebelumnya (Yankee Bond
Bank Dunia yang direalisasikan pada era pemerintahan RI 06) akan jatuh waktu pada 2006, sehingga berdampak
baru, masing-masing sebesar $200 juta dan $300 juta. pada rendahnya frekuensi obligasi yang diperdagangkan
Pinjaman dari kedua lembaga tersebut merupakan salah sehingga tingkat imbal hasil yang dijadikan sebagai acuan
satu bentuk dukungan dan kepercayaan terhadap penilaian risiko kredit kurang relevan.
Pada sisi pembayaran, jumlah ULN yang dibayar oleh
Persen USD Juta
80 9.000 Pemerintah meningkat tajam sejak berakhirnya program
74%
70 8.000
62% 60%
pejadwalan utang melalui Paris Club pada akhir 2003. Pada
63% 7.000
60
50
56% 57% 6.000 periode laporan pembayaran utang luar negeri Pemerintah
5.000
40 37%
mencapai $5,2 miliar jauh lebih tinggi dari 2003 sebesar
4.000
30
3.000 $2,6 miliar.
20
2.000
10 1.000
Perkembangan LLM perusahaan BUMN masih
0 - menunjukkan defisit, tetapi dengan kecenderungan yang
1998/99 1999/00 2000 2001 2002 2003 2004
Komitmen (aksis kanan) Realisasi (aksis kanan) Pangsa (aksis kiri) 11 Data realisasi penarikan pada tahun berjalan sebagian besar merupakan realisasi dari
komitmen tahun yang sama ditambah dengan realisasi dari komitmen tahun-tahun
Grafik 6.7 sebelumnya.
12 Obligasi internasional (global bond) diterbitkan pada tanggal 4 Maret 2004. Tingkat
Perkembangan Realisasi Penarikan Pinjaman CGI yield yang dihasilkan 6,85% lebih baik dari yang diperoleh Philipina (8,81%), Turki
(7,20).
96
Bab 6: Neraca Pembayaran
Tabel 6.8
membaik, yaitu dari -$435 juta menjadi hanya -$2 juta.
Posisi Utang Luar Negeri
Dengan demikian, defisit bersih LLM publik yang secara
2004 *
keseluruhan pada 2004 mencapai $1,9 miliar, hampir Keterangan 2001 2002 2003
Mar Jun Sep Des
seluruhnya berasal dari defisit bersih LLM Pemerintah. Pemerintah 69.404 74.497 80.910 81.217 78.811 77.430 80.278
Untuk mengetahui besarnya pengaruh LLM Pemerintah Swasta 60.058 55.212 51.942 52.836 52.102 52.293 52.501
a. Lembaga Keuangan 7.713 7.642 7.537 7.968 7.514 7.760 8.180
terhadap perubahan posisi ULN, mutasi defisit LLM - Bank 6.649 4.870 4.316 4.479 3.771 3.734 3.872
Pemerintah tersebut ditambah dengan jumlah pembayaran - Bukan Bank 1.064 2.772 3.221 3.489 3.742 4.026 4.308
b. Bukan Lembaga Keuangan 52.345 47.570 44.405 44.868 44.588 44.533 44.321
utang pokok kepada IMF sekitar $1,0 miliar13, sehingga Surat-surat berharga 3.612 1.634 2.550 2.626 2.466 3.074 3.361
secara keseluruhan terjadi mutasi bersih keluar sebesar - Pemerintah 1.974 164 756 896 735 1.241 1.991
- Bank √ √ 1 23 2 2 4
$2,9 miliar. Meskipun mutasi Pinjaman ULN Pemerintah - Bukan Lbg Keuangan 1.638 1.470 1.793 1.707 1.729 1.832 1.367
turun $2,9 miliar, posisi ULN Pemerintah hanya turun Total 133.073 131.343 135.402 136.679 133.378 132.798 136.140
Dilihat dari sumber pemberi pinjaman, sebagian Posisi ULN Pemerintah ($ miliar)
a.d. Kurs berlaku (Yen/$) 80.910 80.278 -632
besar ULN Pemerintah berasal dari lembaga bilateral a.d. Kurs 2004=2003 (Yen/$) 80.910 78.979 -1.931
97
Bab 6: Neraca Pembayaran
EUR25 juta akan digunakan untuk konservasi sumber daya investor asing meningkat pada 2004. Meskipun arus
alam dan pengendalian pencemaran akibat industri. Debt masuk modal asing sektor swasta ke Indonesia masih
swap dengan Perancis telah disepakati dalam bentuk MoU belum sebesar periode sebelum krisis, arus masuk modal
debt swap senilai $65 juta. Demikian pula dengan program jangka panjang secara bertahap sudah menunjukkan
debt swap yang berasal dari Italia dan Swedia menunjukkan perkembangan yang membaik dari tahun ke tahun.
arah yang positif. Sampai saat ini, Pemerintah sedang Peningkatan arus masuk modal asing tersebut di
menjajaki kemungkinan debt swap dengan The Export samping dipengaruhi oleh faktor eksternal juga oleh faktor
Credits Guarantee Department (ECGD) Inggris senilai $70 internal, seperti menurunnya risiko investasi dan semakin
juta yang ditujukan untuk pembelian Bus PPD dan Damri. beragamnya pilihan penempatan di pasar keuangan
domestik. Meskipun peringkat investasi Indonesia masih
Lalu Lintas Modal Swasta berada pada tingkat non investment grade (Grafik 6.8),
LLM swasta pada tahun laporan mencatat surplus keyakinan investor asing terus meningkat sejalan dengan
bersih $4,1 miliar dari defisit bersih $0,1 miliar pada 2003. perkembangan peringkat dan outlook yang terus
Surplus tersebut terutama didorong oleh kenaikan membaik. Selama 2004 tercatat perbaikan peringkat oleh
penarikan utang luar negeri sektor swasta yang tajam, Japan Credit Rating, Rating and Investment, dan Standard
baik perusahaan PMA maupun non-PMA, untuk and Poor»s (S&P), sementara untuk perbaikan outlook
membiayai kegiatan usahanya di dalam negeri yang diperoleh dari lembaga S&P dan Fitch. Membaiknya
mencapai $11,6 miliar dibandingkan $7,7 miliar pada outlook dari posisi stabil ke posisi positif tersebut
tahun lalu. Meningkatnya kemampuan pihak swasta mengiindikasikan adanya perbaikan peringkat dalam
domestik memperoleh pinjaman dari kreditur luar negeri waktu dekat. Penilaian outlook positif dari S&P pada Mei
menunjukkan semakin meningkatnya kepercayaan pihak 2004 diikuti dengan kenaikan peringkat pada Desember
kreditur asing terhadap perekonomian Indonesia sehingga 2004 menjadi B+, sehingga semakin dekat pada kelompok
jalur kredit ke Indonesia kembali terbuka secara bertahap. peringkat investasi (investment grade).
Sementara itu, searah dengan meningkatnya Arus masuk modal asing dalam bentuk PMA selama
kecenderungan arus modal asing ke negara berkembang 2004 mencapai $3,9 miliar atau naik dari $3,2 miliar pada
khususnya ke Asia, investasi portofolio di Indonesia oleh tahun lalu (Tabel 6.10). Dilihat dari rinciannya, arus masuk
tersebut terdiri dari pinjaman dan penyertaan masing-
AAA
AA+
AAA
AA+
masing sebesar $2,6 miliar dan $1,3 miliar. Meningkatnya
AA AA
AA - AA -
A+
A
A+
A
arus masuk dalam PMA tersebut terutama merupakan
A- Investment grade A-
BBB+ BBB+
BBB BBB bentuk perluasan usaha dari perusahaan-perusahaan yang
BBB - BBB -
BB+ BB+
BB
BB - BBB -
BBB
BBB -
BB
BB - telah berdiri. Dengan demikian data realisasi tersebut tidak
B+ BB+ Non Investment grade B+
B BB B+ B
B-
CCC+ B
B B-
CCC+
searah dengan nilai persetujuan investasi dan ijin usaha tetap
CCC B- B- B- CCC
CCC - CCC+ CCC+ CCC+ CCC+ CCC -
CC
R CCC
CC
R
(IUT) PMA oleh BKPM yang menunjukkan penurunan 14 .
SD SD
SD SD SD
D
12 4 10 12 1 3 5 3 4 10 5 11 4 9 5 10 12
D
Dilihat dari asal negara, arus masuk PMA tersebut sebagian
1992 1995 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
besar dari Belanda, Amerika Serikat, dan Malaysia,
Grafik 6.8
Perkembangan Peringkat Kredit 14 Nilai persetujuan investasi dan IUT PMA selama 2004 masing-masing sebesar $10,3
oleh Lembaga Standard and Poor»s miliar dan $4,6 miliar lebih rendah dari 2003 masing-masing $14,0 miliar dan $5,4
miliar.
98
Bab 6: Neraca Pembayaran
Tabel 6.10
nonlembaga keuangan khususnya yang bergerak di sektor
Perkembangan Realisasi PMA
(Juta $)
kelistrikan, tekstil, dan petrokimia. Perkembangan ini
Negara 2002 2003 2004*
searah dengan kegiatan usaha di dalam negeri yang
Belanda 214 44 994
Amerika Serikat 186 899 642 semakin meningkat sementara kebutuhan pembiayaannya
Malaysia 69 205 487
Korea Selatan 256 197 433 tidak hanya dipenuhi oleh perbankan domestik tetapi juga
Singapura 407 877 426
Jepang 760 264 281 dengan pinjaman luar negeri. Di samping itu, beberapa
Australia 169 190 243
Inggris 59 37 40 bank swasta khususnya bank campuran juga melakukan
Lainnya 673 452 303
Total 2.793 3.165 3.850 penarikan pinjaman dalam jumlah besar pada tahun
laporan terkait dengan keperluan perbaikan struktur
Sektor 2002 2003 2004*
permodalan dan ekspansi usaha. Tingginya penarikan
Industri 892 642 923
pinjaman perusahaan non-PMA tersebut juga diimbangi
Pertanian 171 689 840
Lembaga Keuangan 652 900 272
dengan kenaikan pembayaran kembali utang luar negeri
Pertambangan 205 317 197
Lainnya 873 616 1,619
Total 2.793 3.165 3.850
yang mencapai $8,7 miliar seiring dengan meningkatnya
kemampuan keuangan perusahaan non-PMA memenuhi
sedangkan PMA dari Jepang mengalami penurunan dalam kewajibannya. Perkembangan ini menyebabkan
dua tahun terakhir. Sementara itu, investasi PMA secara penundaan pembayaran utang luar negeri pihak swasta
umum masih mengalir pada sektor industri dan pertanian. yang terlihat cukup besar nilainya pada tahun-tahun awal
Dengan memperhitungkan pembayaran utang luar negeri krisis secara bertahap semakin berkurang.
PMA yang masih cukup besar, aliran modal masuk bersih Dengan perkembangan LLM swasta tersebut, posisi
dalam rangka PMA mencatat surplus sekitar $1 miliar dari ULN swasta termasuk surat-surat berharga pada 2004
defisit sekitar $600 juta di tahun 2003. meningkat sebesar $1,4 miliar menjadi $55,9 miliar.
Di sisi investasi portofolio, arus masuk bersih Peningkatan tersebut menjadikan posisi ULN Indonesia
menunjukkan peningkatan menjadi $2,8 miliar dari $2,3 secara keseluruhan sampai dengan akhir 2004 naik $0,7
miliar pada 2003. Peningkatan tersebut terutama miliar menjadi $136,1 miliar. Sektor ekonomi terbesar yang
bersumber dari arus masuk dalam bentuk pembelian dibiayai dengan utang luar negeri adalah sektor industri
saham oleh asing yang mencatat pembelian bersih sekitar yang mencapai $26,9 miliar atau 20,3% dari total ULN.
$2,1 miliar sehingga turut mendorong indeks harga Sektor ekonomi berikutnya yang dibiayai dengan utang
saham gabungan di atas 1.000. Salah satu faktor luar negeri dalam jumlah besar adalah sektor keuangan,
pendorong minat asing tersebut adalah program persewaan, dan jasa keuangan. Berdasarkan komposisi
privatisasi yang dilakukan melalui penawaran umum di valuta, sebagaimana tahun 2003 ULN dalam mata uang
lantai bursa. Sementara itu, pembelian bersih dalam dolar AS masih mendominasi dengan nominal sebesar
bentuk obligasi Pemerintah dan SBI oleh asing mencapai $75,7 miliar atau 55,6% dari total ULN, diikuti oleh Yen
sekitar $1,3 miliar. sebesar 26,4%, dan selebihnya dalam berbagai mata uang
Dalam pada itu, penarikan pinjaman oleh perusahaan lainnya. Dari total ULN Indonesia, utang jangka pendek
non-PMA menunjukkan kenaikan tajam dari sekitar $6 yang jatuh waktu dalam waktu satu tahun hanya mencapai
miliar menjadi sekitar $9 miliar. Penarikan pinjaman 3,0%. Dari utang yang berjangka pendek tersebut, 79,4%
tersebut terutama dilakukan oleh beberapa perusahaan merupakan utang sektor swasta (Tabel 6.11).
99
Bab 6: Neraca Pembayaran
Tabel 6.11
juga menunjukkan perbaikan. Indikator tersebut adalah
Posisi Utang Luar Negeri Menurut Jangka Waktu
(Juta $) nisbah utang terhadap ekspor, nisbah ULN terhadap PDB,
Desember 2004 *)
Swasta3) dan DSR. Kecenderungan nisbah ULN terhadap ekspor
NO JANGKA
Lembaga Keuangan Non Lembaga Jumlah
WAKTU Pemerintah
Keuangan
Total dan nisbah ULN terhadap PDB masih terus menunjukkan
Bank Bukan Bank Swasta
Persen Miliar $
280 40
260
240
220
30
200
180
Bank Dunia = 130% - 220%
160 Utang/Ekspor 170%
140 Utang/PDB 20
120 Debt Service Ratio
100 Bank Dunia = 50% - 80%
80
53% 10
60
Bank Dunia = 20%
40
20
30%
0 -
1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004* 2000 2001 2002 2003 2004
100
Bab 6: Neraca Pembayaran
Salah satu faktor penting yang mendukung √ Komoditi yang memiliki kinerja baik dalam kedua
pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah tingginya periode observasi didominasi oleh komoditi
kontribusi ekspor nonmigas. Namun, sejak krisis primer (karet, batubara, timah) dan komoditi
melanda, peranan ekspor merosot secara signifikan. manufaktur yang berbasis sumber daya alam
Ekspor nonmigas Indonesia, yang selama ini didukung (natural resource based manufacturing
oleh sektor Industri Pengolahan seperti tekstil, kayu, commodities) (CPO dan produk karet). Namun
dan alas kaki, cenderung melemah. Hal ini seiring demikian, pangsa komoditi-komoditi tersebut
dengan kenyataan di mana rata-rata pertumbuhan terhadap total ekspor nonmigas hanya 3%-5%.
sektor industri dalam periode 1998-2003 hanya √ Kinerja ekspor tiga produk utama industri
mencapai 2,1%, jauh dibawah rata-rata pertumbuhan pengolahan, masing-masing dengan pangsa
sebelum krisis yang mencapai 14% (1993-1997). sekitar 10% dari total ekspor nonmigas, relatif
Selain penurunan tingkat pertumbuhan dari kurang menggembirakan setelah krisis. Hanya
sektor industri, krisis ekonomi juga menyebabkan produk elektronik yang masih tumbuh relatif
perubahan pada struktur ekspor nonmigas. Observasi baik, sementara produk tekstil, dan produk tekstil
terhadap 30 kelompok komoditi ekspor nonmigas (TPT) dan produk kayu mengalami kontraksi.
utama, dengan pangsa mencapai 90% total nilai Beberapa faktor yang menyebabkan
ekspor, memberikan gambaran tentang perubahan perlambatan kinerja ekspor nonmigas pada periode
struktur tersebut sebagai berikut (Grafik 1):1 setelah krisis, diantaranya:2
√ Semakin banyak jumlah komoditi yang Dari sisi internasional:
mengalami pertumbuhan negatif pada periode - Meningkatnya persaingan di negara tujuan
setelah krisis (sebelum krisis 3 komoditi, setelah ekspor utama Indonesia untuk produk sejenis,
krisis 10 komoditi). seperti TPT dan alas kaki, khususnya dari negara-
√ Semakin sedikit jumlah komoditi yang negara di kawasan (Vietnam dan Cina)
mengalami pertumbuhan diatas 10% pada
Pre Crisis :1993 Post Crisis: 1998
periode setelah krisis (7 komoditi dibandingkan
20 komoditi).
20
13
√ Pangsa komoditi dengan pertumbuhan tinggi kel. komoditi
(41,77%) kel. komoditi
7 (27,33%)
kel. komoditi 10
tersebut turun dari 42% sebelum krisis menjadi (46,85%) kel. komoditi
(32,5%)
3 7
sekitar 27% dari total ekspor nonmigas. kel. komoditi kel. komoditi
(2,17%) (27,31%)
101
Bab 6: Neraca Pembayaran
- Adanya beberapa kebijakan nontarif dari - Tingginya suku bunga kredit bank dibanding
beberapa negara pengimpor seperti persyaratan negara kompetitor, sehingga mengganggu
kualitas produk yang tinggi terhadap beberapa kelancaran perolehan modal kerja. Pembiayaan
komoditi seperti udang dan CPO. ekspor (preshipment dan postshipment) sebagai
- Persyaratan marjin deposit yang tinggi oleh bank bagian dari biaya produksi meningkat tinggi dan
luar negeri (100%-130%) dalam sistem tidak lancar.
pembayaran dalam bentuk L/C. Tingginya biaya produksi dan berbagai
Dari sisi domestik: permasalahan di dalam negeri menyebabkan daya
- Kenaikan biaya produksi akibat kenaikan harga saing ekspor Indonesia menurun. Sementara itu,
bahan bakar, tarif listrik, dan upah minimum, produk yang masih mampu bersaing, pangsanya
serta banyaknya berbagai pungutan daerah terlalu kecil untuk meningkatkan nilai ekspor
(retribusi). keseluruhan secara signifikan. Dengan
- Peraturan perburuhan yang kurang kompetitif mempertimbangkan beberapa kendala di atas,
serta penegakan hukum dan masalah keamanan diperlukan kebijakan pemerintah yang mendorong
yang kurang kondusif sehingga memberikan diversifikasi baik produk maupun negara tujuan
dampak negatif terhadap pada iklim investasi ekspor serta memperbaiki iklim investasi dalam negeri
dan kegiatan ekspor agar semakin kondusif.
102
Bab 6: Neraca Pembayaran
Boks Perubahan Sistem Input Data Ekspor Nonmigas Menjadi Sistem Online
Permasalahan yang selama ini mengiringi dokumen fisik (PEB). Pelaporan kegiatan ekspor
ketersediaan data ekspor nonmigas adalah keakuratan dengan sistem on-line telah diberlakukan pada
dan ketepatan waktu pelaporan, mengingat sistem beberapa KPBC utama (11 KPBC dari sekitar 180
input data saat ini berdasarkan data dokumen KPBC) dengan cakupan sekitar 65% dari total
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang disampaikan kegiatan dan nilai ekspor.
oleh eksportir dilakukan melalui seluruh Kantor Meski memberikan hasil yang positif bagi
Pelayanan Bea dan Cukai (KPBC) di Indonesia. Sebagai ketersediaan data ekspor, penerapan sistem input data
akibatnya, sering terjadi carry over akibat yang baru ini masih mengandung beberapa kelemahan,
keterlambatan data atau ada data yang tercecer, serta terutama terkait dengan masalah validitas. Mengingat
terbuka pula kemungkinan ada data yang tidak keberhasilan penerapan sistem online untuk data impor
masuk. yang sudah diberlakukan lebih dahulu sejak Januari
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pada 2004, ada keyakinan bahwa hal yang sama akan
Mei 2004, sistem input data ekspor nonmigas terulang untuk data ekspor. Dalam pelaksanaannya,
mengalami perubahan dengan mengadopsi sistem berbeda dengan masa transisi perubahan sistem input
online dan meliputi sebagian besar cakupan data data impor, perubahan sistem data ekspor dilakukan
ekspor nonmigas. Dengan sistem online , setiap dengan langsung menghentikan pelaporan sistem lama
eksportir terdaftar langsung memasukan data yang menggunakan dokumen fisik. Hal tersebut
kegiatan ekspornya melalui program yang sudah di- menyulitkan dalam melakukan verifikasi atas
install, sehingga ketersediaan data menjadi lebih cepat keakuratan data yang diinput dan penelitian atas
diterima dan lebih lengkap cakupannya. Selain itu, kebenaran data ekspor yang dilaporkan melalui sistem
sistem ini juga meningkatkan efisiensi pelaporan online . Menyadari permasalahan tersebut, Bank
kegiatan ekspor karena tidak lagi menggunakan Indonesia dan BPS melakukan validasi dengan
Lama Baru
Time lag 2,5 bulan setelan bulan laporan On line: 1 bulan setelah bulan laporan
Hard copy: 2,5 bulan setelah bulan laporan
103
Bab 6: Neraca Pembayaran
(Miliar $)
6.000 memantau secara intensif terhadap perkembangan
5.800
5.600
5.400 data-data eskpor untuk mencegah terjadi
5.200
5.000
4.800
ketidaknormalan dari perkembangan data-data
4.600
4.400 tersebut. Lebih jauh, BI dan BPS akan secara acak
4.200
4.000
3.800 melakukan cross check data yang diterima langsung
3.600
3.400
3.200 kepada eksportir pelapor. Proses ini diperkirakan akan
3.000
2.800
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 berlangsung hingga 2005, sampai proses input data
2001
2000
104
Bab 6: Neraca Pembayaran
Setelah delapan tahun absen dari pasar modal 2. Kebutuhan benchmarking sebagai penilaian atas
internasional, pada Maret 2004 pemerintah RI kembali risiko kredit: Performa sovereign bond
menerbitkan Global Bond yang merupakan surat merupakan tolok ukur stabilitas makroekonomi
utang negara (SUN) dalam valuta asing. Secara umum, dan keuangan negara baik bagi investor surat-
penerbitan global bond ini berfungsi sebagai surat berharga dan penanaman modal langsung,
pelengkap dari sumber pembiayaan defisit anggaran sehingga dapat menjadi benchmark bagi
yang telah ada baik dari sumber pembiayaan dalam penilaian risiko kredit. Selain itu, mengingat
negeri maupun sumber pembiayaan dari pinjaman sovereign bond dianggap memiliki risiko paling
luar negeri resmi pemerintah. Selain fungsi utama rendah dari penerbitan lainnya, sebagaimana
tersebut, penerbitan sovereign bond di pasar modal tercantum dalam klausula prospectus bonds
internasional juga berimplikasi kepada beberapa hal dimana segala kewajiban atas penerbitan obligasi
positif lainnya, yakni: tersebut didukung sepenuhnya dengan
1. Pengakuan pasar (market acknowledgement): komitmen dan kredibilitas suatu negara (backed
Kemampuan untuk memperoleh akses ke pasar by the full faith and credit of the republic),
modal internasional bagi negara-negara harganya dapat menjadi acuan harga bagi
emerging markets secara de facto merupakan korporasi yang akan masuk ke pasar modal
pengakuan pasar atas creditworthiness suatu internasional.
negara karena keberhasilan dalam pengelolaan 3. Meningkatkan/memupuk cadangan devisa:
kebijakan dan prospek perekonomian. Dengan Penerbitan sovereign bond memungkinkan
demikian, hal ini memungkinkan pencarian Indonesia untuk memupuk cadangan devisa
dana di pasar keuangan yang lebih luas dari karena dana yang diperoleh dari penerbitan
sekadar pinjaman official. 1
Keberhasilan obligasi tersebut bebas digunakan untuk
penerbitan Global Bond RI pada 2004 berbagai keperluan termasuk untuk menambah
memberikan gambaran mulai pulihnya cadangan devisa. Hal ini berbeda dengan
kepercayaan masyarakat internasional. Hal ini pinjaman official yang alokasi penggunaannya
terindikasi dari terjadinya oversubscribe terhadap sudah ditentukan.
penawaran Global Bond RI hingga delapan kali 4. Diversifikasi sumber pembiayaan: Dengan
dari rencana awal serta imbal hasil (yield) yang melakukan diversifikasi sumber pembiayaan akan
relatif rendah dibandingkan dengan negara memberikan peluang bagi pemerintah untuk
tetangga dengan tingkat rating yang lebih tinggi. melakukan alokasi portfolio utang yang optimal
dalam rangka meminimalkan risiko. Selain itu,
1 David A. Grigorian, IMF Working Paper, 2003,∆On The Determinants of First-
Time Sovereign Bond Issues∆ dengan beragamnya sumber-sumber pembiayaaan
105
Bab 6: Neraca Pembayaran
luar negeri memberikan peluang bagi Indonesia Dengan adanya peningkatan rating diharapkan
untuk memperoleh terms & condition yang lebih harga dari sovereign bond RI di 2005 akan
baik melalui penerbitan obligasi. semakin baik.
2. Pasar internasional masih memandang positif
Penerbitan Sovereign Bonds bagi Indonesia perkembangan yang terjadi di Indonesia. Hal ini
Penerbitan sovereign bonds sejalan dengan TAP terlihat dari semakin rendahnya yield spread
MPR RI No. IV/MPR/1978 tentang persayratan Global Bond RI terhadap US Treasury sampai
pinjaman luar negeri, mengingat: akhir Desember 2004.
1. Sovereign bonds berjangka waktu cukup panjang 3. Suku bunga US Treasury yang masih berada pada
dan bervariasi mulai dari (5-10 tahun) sehingga kisaran yang cukup rendah memberikan peluang
memberikan ruang yang cukup leluasa bagi bagi negara-negara emerging markets untuk
pemerintah untuk menggunakan hasil mencari dana di pasar keuangan internasional
penerbitannya sebelum waktu jatuh tempo. melalui penerbitan obligasi mengingat pasar saat
2. Sovereign bonds tidak terikat oleh aturan dari ini masih memiliki daya serap yang tinggi.2
pembeli obligasi. Selain itu issuer memiliki posisi Meski penerbitan sovereign bonds akan
tawar yang cukup kuat, seiring dengan kondisi memberikan manfaat bagi perekonomian, perlu
perekonomian suatu negara. diingat bahwa Indonesia tidak perlu menjadi frequent
3. Dana hasil penerbitan sovereign bonds bebas issuer untuk sovereign bonds karena faktor
digunakan untuk berbagai keperluan. kelangkaan merupakan salah satu nilai tambah yang
Dari sisi ketepatan waktu penerbitan, penerbitan membuat harga obligasi Indonesia mampu bersaing
sovereign bonds juga cukup tepat karena didukung dibandingkan sovereign bonds negara emerging
oleh kondisi yang kondusif antara lain: markets lainnya dengan tingkat rating yang hampir
1. Pada akhir 2004 lembaga pemeringkat serupa. Selain itu, prinsip kehati-hatian harus selalu
internasional Standard & Poor»s dan Fitch Ratings diutamakan mengingat sovereign bonds adalah
telah memberikan outlook positif yang berarti pinjaman komersial luar negeri dengan segala risiko
masih ada kemungkinan peningkatan rating. yang menyertainya.
2 Menurut analisis Fitch Ratings, beberapa sovereign bond yang diterbitkan oleh
negara yang pernah memiliki sejarah default untuk utang luar negerinya seperti
Uruguay telah memiliki ready buyers untuk obligasinya.
106
Bab 7: Keuangan Pemerintah
Bab 7:
Keuangan Pemerintah
107
Bab 7: Keuangan Pemerintah
Kinerja keuangan Pemerintah 2004 tetap sejalan dengan Meskipun lebih rendah dari tahun lalu, defisit
arah umum kebijakan fiskal, yaitu memperkuat ketahanan keuangan Pemerintah 2004 melampaui sasaran yang
fiskal yang berkelanjutan melalui upaya menekan defisit1 . hendak dicapai sebelumnya, baik sasaran pada awal tahun
Di tengah kondisi lebih kuatnya tekanan untuk di APBN sebesar Rp24,4 triliun (1,2% dari PDB) maupun
meningkatkan belanja negara dibandingkan penambahan sasaran pada pertengahan tahun di APBN-P sebesar
pada pendapatan negara, konsolidasi fiskal dilaksanakan Rp26,3 triliun (1,3% dari PDB) (Tabel 7.1). Pelonjakan
secara konsisten sehingga defisit keuangan Pemerintah defisit ini merupakan dampak lebih tingginya harga
berhasil ditekan menjadi lebih rendah dibandingkan tahun minyak dunia yang dalam tahun laporan secara rata-rata
lalu. Angka sementara menunjukkan defisit Anggaran mencapai $37,2 per barel dibandingkan dengan asumsi
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2004 mencapai yang digunakan (Tabel 7.2)3. Tidak terdapatnya kebijakan
sekitar Rp28,6 triliun (1,4% dari PDB) atau lebih rendah penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) domestik
dibandingkan defisit 2003 yang mencapai Rp35,1 triliun pada 2004 telah memberikan tekanan berat terhadap
(2,0% dari PDB)2 (Grafik 7.1). belanja negara terutama komponen subsidi BBM yang
meningkat tiga kali dari anggaran di awal tahun.
-1,5 -1,5
Proses konsolidasi fiskal memberikan kontribusi
pada pengelolaan utang Pemerintah yang semakin
-3,0 -3,0
2000 2001 2002 2003 2004 *
Defisit Pendapatan dan Hibah Belanja Negara 1 Arah umum kebijakan fiskal tersebut antara lain terdapat PROPENAS 1999-2004 dan
Sumber: Departemen Keuangan (diolah) dalam program fiskal jangka menengah di Paket Kebijakan Ekonomi Pascaprogram
IMF
2 Angka dalam RUU PAN 2003
Grafik 7.1 3 Teknik penghitungan penerimaan minyak dan gas menggunakan rata-rata harga minyak
Operasi Keuangan Pemerintah mentah periode Desember 2003-November 2004 sementara penghitungan subsidi BBM
menggunakan rata-rata harga minyak mentah periode Januari-Desember 2004.
108
Bab 7: Keuangan Pemerintah
Tabel 7.1
Ringkasan Operasi Keuangan Pemerintah 1
Triliun Rp
2003 2004
Realisasi Sementara2 APBN APBN-P
Rincian
Nominal % thd PDB Nominal % thd PDB Nominal % thd PDB
A. Pendapatan Negara dan Hibah 341,3 19,1 349,9 17,5 403,8 20,3
I. Penerimaan Dalam Negeri 340,9 19,1 349,3 17,5 403,0 20,3
1. Penerimaan Pajak 242,0 13,5 272,2 13,6 279,2 14,0
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) 98,8 5,5 77,1 3,9 123,8 6,2
a.l. i. Minyak Bumi 42,9 2,4 28,2 1,4 63,9 3,2
ii. Gas Alam 18,5 1,0 15,8 0,8 23,8 1,2
II. Hibah 0,4 0,0 0,6 0,0 0,7 0,0
B.Belanja Negara 376,5 21,1 374,4 18,7 430,0 21,6
I. Belanja Pemerintah Pusat 256,2 14,3 255,3 12,8 300,0 15,1
1. Pengeluaran Rutin 186,9 10,5 184,4 9,2 228,1 11,5
a. Belanja Pegawai 47,6 2,7 56,7 2,8 54,2 2,7
b. Belanja Barang 14,9 0,8 17,3 0,9 16,8 0,8
c. Pembayaran Bunga Utang 65,3 3,7 65,7 3,3 63,2 3,2
d. Subsidi 43,8 2,5 26,4 1,3 69,9 3,5
e. Pengeluaran Rutin Lainnya 15,0 0,8 18,4 0,9 24,0 1,2
2. Pengeluaran Pembangunan 69,2 3,9 70,9 3,5 71,9 3,6
II. Anggaran Belanja Untuk Daerah 120,3 6,7 119,0 6,0 130,0 6,5
C. Keseimbangan Primer [A - (B - B.I.1c)] 30,2 1,7 41,2 2,1 37,0 1,9
D. Surplus / (Defisit) Anggaran (A-B) -35,1 -2,0 -24,4 -1,2 -26,3 -1,3
Keterangan:
1 Rasio dihitung menggunakan PDB tahun dasar 1993. Dengan menggunakan PDB tahun dasar 2000, rasio defisit dan rasio pajak terhadap PDB masing-masing sebesar 1,7% dan 11,6%
untuk realisasi sementara APBN 2003 serta 1,1% dan 12,1% untuk APBN-P 2004.
2) Realisasi sementara dalam RUU PAN 2003
Sumber: Departemen Keuangan (diolah)
sehat. Tetap positifnya tingkat keseimbangan primer ( rescheduling ) utang luar negeri Pemerintah
ƒyang merupakan selisih pendapatan dan belanja pascaprogram IMF 5. Penurunan utang Pemerintah
negara di luar pembayaran bunga utangƒ tersebut juga terkait dengan pemanfaatan rekening
memberikan ruang gerak kepada upaya penurunan Pemerintah di perbankan dalam negeri serta
beban utang luar negeri Pemerintah (Grafik 7.2)4 . Rasio penerimaan hasil privatisasi Badan Usaha Milik Negara
utang Pemerintah terhadap PDB turun dari sekitar 68% (BUMN) dan penjualan aset oleh Perusahaan Pengelola
terhadap PDB pada 2003 menjadi sekitar 60% Aset (PPA).
terhadap PDB pada 2004, meskipun tantangan
4 Secara konseptual penurunan posisi utang pemerintah dapat terjadi bilamana pemerintah
pemenuhan pembiayaan relatif berat sejalan dengan mampu menerapkan kebijakan fiskal yang mampu meningkatkan surplus keseimbangan
primer.
berakhir nya fasilitas penjadwalan kembali 5 Menggunakan PDB tahun dasar 1993 (Sumber Nota Keuangan RAPBN 2005)
109
Bab 7: Keuangan Pemerintah
Tabel 7.2
Meskipun pangsa penerimaan pajak nonmigas masih
Asumsi dan Realisasi Indikator Utama APBN
2004
tetap dominan, peningkatan penerimaan pajak migas
Asumsi APBN 2003 Realisasi
APBN APBN-P ini berpengaruh besar terhadap peningkatan total
Sementara 1
- Pertumbuhan ekonomi tahunan (%) 4,1 4,8 4,8 5,1 penerimaan pajak baik dibandingkan kinerja 2003
- Inflasi (%) 5,06 6,5 7 6,4 maupun dibandingkan targetnya.
- Nilai tukar rata-rata (Rp/$) 8.577 8.600 8.900 8.940
Penerimaan pajak nonmigas masih didominasi oleh
- Suku bunga SBI 3 bulan rata-rata (%) 10,2 8,5 7,6 7,39
- Harga minyak internasional ($/barel) 28,75 22 36 37,2 penerimaan pajak penghasilan (PPh) nonmigas dan pajak
- Produksi minyak Indonesia (juta barel/hari) 1,09 1,15 1,07 1,04
pertambahan nilai (PPN). Penerimaan PPh nonmigas masih
Keterangan:
APBN-P = APBN Perubahan (perkiraan realisasi, September) mengalami peningkatan dibandingkan tahun lalu,
1) Proyeksi dan Realisasi sementara per Januari 2005 (Bank Indonesia, BPS)
meskipun berada di bawah target awal tahun, antara lain
PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH sebagai pengaruh lebih rendahnya tingkat suku bunga
Harga minyak dunia yang meningkat tinggi dibandingkan asumsi yang digunakan. Peningkatan PPh
memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja nonmigas selain sejalan dengan meningkatnya kegiatan
pendapatan negara dan hibah 2004. Total pendapatan ekonomi juga berkaitan dengan dampak positif
negara dan hibah melebihi sasaran sejalan dengan pelaksanaan reformasi administrasi perpajakan yang antara
peningkatan penerimaan dari minyak dan gas baik pada lain mencakup ekstensifikasi wajib pajak, peningkatan
komponen penerimaan pajak maupun pada komponen penegakan hukum dan intensifikasi pemungutan pajak,
penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Dengan serta penyempurnaan manajemen pemeriksaan pajak.
perkembangan ini, angka sementara menunjukkan bahwa Penerimaan PPN juga mengalami peningkatan
pendapatan negara dan hibah 2004 meningkat menjadi sejalan dengan peningkatan konsumsi masyarakat dan
sekitar 20,5% dari PDB dibandingkan 19,1%dari PDB pada dampak positif dari penerapan beberapa kebijakan di
2003. bidang PPN. Selain itu, tingginya penerimaan PPN dalam
Dari komponen penerimaan pajak, tingginya 2004 juga dipengaruhi oleh pemberian pajak ditanggung
harga minyak menyebabkan penerimaan pajak migas Pemerintah (DTP) untuk PPN pada beberapa BUMN.
meningkat hampir dua kali dari sasaran awal tahun. Meningkatnya penerimaan pajak nonmigas juga
didukung oleh penerimaan cukai yang melampaui sasaran
4
cukai itu antara lain berkaitan dengan peningkatan
100
produksi rokok dan penerapan berbagai langkah
80 3
administratif seperti peningkatan pengawasan terhadap
60
2 rokok dengan pita cukai palsu.
40
110
Bab 7: Keuangan Pemerintah
negara meningkat menjadi 21,9% terhadap PDB7. Rasio Sumber : Departemen Keuangan (diolah)
Grafik 7.4
7 Penyajian format belanja negara akan mengalami perubahan mulai tahun 2005 (lihat Subsidi BBM
Boks: Format Baru APBN)
111
Bab 7: Keuangan Pemerintah
acuan tingkat kupon surat utang negara (SUN). kinerja penerimaan penjualan aset oleh perusahaan
Sementara itu, bunga utang luar negeri meningkat pengelola aset (PPA) dan pembiayaan privatisasi sebagai
dibandingkan 2003 sebagai dampak melemahnya nilai salah satu sumber bagi pembiayaan defisit. Selain itu,
tukar rupiah. strategi pemanfaatan rekening Pemerintah di Bank
Selain tingginya beban subsidi, penerapan beberapa Indonesia dan bank umum sebagai sumber pembiayaan
kebijakan lainnya di sisi pengeluaran juga berpengaruh dari perbankan dalam negeri juga melengkapi upaya
pada peningkatan pengeluaran rutin 2004. Beberapa mendukung proses konsolidasi fiskal tersebut.
kebijakan di sisi pengeluaran tersebut antara lain adalah Total penerimaan penjualan aset oleh PPA tercatat
pembiayaan untuk pelaksanaan Pemilu 2004, gerakan melebihi sasaran yang ditetapkan pada awal tahun,
nasional rehabilitasi hutan dan lahan, serta pemberian gaji antara lain bersumber dari penjualan 51% saham
ke-13 bagi aparatur Pemerintah dan pensiunan. Pemerintah di Bank Permata senilai Rp2,77 triliun (tahap
Berdasarkan angka sementara, rasio pengeluaran rutin I), penjualan 10% saham di Bank Danamon senilai
terhadap PDB mencapai 12%, lebih tinggi dibandingkan Rp1,74 triliun, penjualan 16,28% saham di Bank Niaga
sasaran pertengahan tahun sekitar 11,5% terhadap PDB senilai Rp585 miliar dan penjualan 20% saham di Bank
dan kinerja 2003 sebesar 10,5% terhadap PDB. Untuk Permata senilai Rp1,61 triliun (tahap II). Sementara itu,
komponen-komponen belanja negara lainnya, sumber pembiayaan privatisasi yang dalam realisasinya
pengeluaran pembangunan relatif tetap, yaitu sekitar 3% tercatat di bawah target, antara lain berasal dari PT
terhadap PDB. Belanja daerah khususnya dana bagi hasil Pembangunan Perumahan, PT Adhi Karya dan PT Bank
(DBH) secara nominal meningkat dibandingkan 2003 Mandiri masing-masing senilai Rp60 miliar, Rp60 miliar,
seiring dengan meningkatnya penerimaan migas. dan Rp2,84 triliun.
Berkaitan dengan belanja daerah dan konsolidasi Kinerja program privatisasi dan penjualan aset
desentralisasi fiskal, pada Oktober 2004 telah dilakukan Pemerintah, strategi pemanfaatan rekening Pemerintah,
penyempurnaan undang-undang di bidang hubungan serta dukungan kondisi keseimbangan primer yang tetap
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dalam positif pada gilirannya telah memberikan ruang gerak bagi
undang-undang tersebut, yaitu UU No.33 Tahun 2004 Pemerintah untuk menurunkan beban utang Pemerintah.
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat Konsolidasi fiskal di bidang pengelolaan utang Pemerintah
dan Pemerintah Daerah, antara lain diatur hubungan ƒbaik utang dalam negeri maupun utang luar negeriƒ
keuangan antara Pemerintah Daerah Provinsi dengan menghasilkan penurunan posisi dan rasio utang
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, pinjaman oleh daerah Pemerintah terhadap PDB pada 2004 meskipun pada saat
serta penyempurnaan sistem pelaporan keuangan yang sama upaya pemenuhan pembiayaan luar negeri
Pemerintah Daerah. terindikasi semakin berat sejalan dengan konsekuensi
berakhirnya fasilitas penjadwalan kembali utang luar negeri
PEMBIAYAAN Pemerintah pascaprogram IMF.
Kinerja dan strategi pembiayaan defisit selama 2004 Di sisi utang dalam negeri, penerbitan SUN berjalan
tetap mencerminkan arah yang konsisten dengan proses sesuai dengan rencana, begitupula dengan pembayaran
konsolidasi fiskal untuk menurunkan beban utang pokok SUN yang jatuh tempo serta program pembelian
Pemerintah. Pada 2004 Pemerintah tetap mengoptimalkan kembali SUN sebelum jatuh tempo (buyback). Di sisi utang
112
Bab 7: Keuangan Pemerintah
luar negeri, penerbitan obligasi internasional Pemerintah keterlambatan penyelesaian dokumen proyek yang dibiayai
(INDO 14) juga berlangsung sesuai rencana dan mendapat oleh pinjaman luar negeri dan dampak keterlambatan
sambutan positif dari pasar seperti tercermin dari yield yang pemenuhan persyaratan dalam matriks kebijakan yang
relatif rendah pada saat penerbitannya. Sambutan positif digunakan sebagai salah satu syarat pencairan pinjaman
pasar terhadap kinerja operasi keuangan Pemerintah juga program.Namun demikian, pembayaran cicilan pokok
tercermin pada perkembangan peringkat utang Pemerintah utang luar negeri Pemerintah berlangsung sesuai rencana
yang semakin membaik yang mengindikasikan semakin sehingga posisi utang luar negeri Pemerintah berhasil
membaiknya kepercayaan internasional terhadap stabilitas diturunkan.
makroekonomi Indonesia termasuk terhadap prospek
kesinambungan fiskal.8 Membaiknya prospek kesinam- KONTRIBUSI TERHADAP KONDISI PEREKONOMIAN,
bungan fiskal tersebut antara lain ditunjang oleh terjaganya MONETER DAN CADANGAN DEVISA
kecenderungan penurunan rasio defisit anggaran dan rasio Kebijakan fiskal 2004 memberikan kontribusi positif
utang Pemerintah terhadap PDB (Grafik 7.5). terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil kajian indikator
Pembiayaan defisit lainnya yang bersumber dari luar fiscal impulse mengindikasikan bahwa Pemerintah
negeri tidak tercapai sesuai target. Hal ini terutama terjadi melakukan ekspansi fiskal yang lebih besar dibandingkan
karena lebih rendahnya realisasi penarikan pinjaman luar kebutuhan perekonomian (Grafik 7.6).9 Operasi keuangan
negeri baik pinjaman program maupun pinjaman proyek Pemerintah yang berdampak pada sektor riil meningkat
dibandingkan targetnya. Beberapa hal yang berkaitan dari 5,4% terhadap PDB pada 2003 menjadi 5,7%
dengan tidak tercapainya target penarikan pinjaman luar terhadap PDB pada 2004 (Tabel 7.3). Angka ini berbeda
negeri tersebut antara lain adalah sebagai dampak dari perkiraan awal tahun melalui APBN 2004 yang
memperkirakan akan terjadi penurunan dampak fiskal
Persen PDB Persen PDB
2 2
pada sektor riil pada 2004. Berdasarkan komponennya,
0 0
4
-4 -4 5
2
0
0
-6 -6
2001 2002 2003 2004* -2
Pembiayaan Perbankan Dalam Negeri Indikator Kesinambungan Fiskal -4 -5
8 Sovereign Rating Republik Indonesia dari Standard and Poor, Japan Credit Rating Agency 9 Indikator fiscal impulse dihitung dengan membandingkan nilai aktual defisit keuangan
serta Rating and Investment menunjukkan perbaikan yang antara lain terkait dengan pemerintah dengan defisit potensial yang secara konseptual seharusnya terjadi. Defisit
kinerja fiskal. Perkembangan rating tersebut sebagai berikut: dari B pada Oktober 2003 potensial ini dihitung dengan mengacu kepada konsep perhitungan kondisi
menjadi B+ pada Desember 2004 (S&P), dari B pada Oktober 2002 menjadi B+ pada perekonomian potensial pada waktu tertentu. Diskusi lengkap tentang indikator fiscal
Mei 2004 (JCR) dan dari B- pada September 1999 menjadi B pada Juni 2004 (R&I). impulse ini terdapat pada Laporan Perekonomian Indonesia 2003 Bank Indonesia
Sumber: Bloomberg. halaman 121
113
Bab 7: Keuangan Pemerintah
Tabel 7.3
Estimasi Pengeluaran Pemerintah menurut Klasifikasi pada PDB Permintaan (harga berlaku)
Triliun Rp
2004
2 0 0 31
APBN APBN-P
Rincian
Nominal % thd PDB Nominal % thd PDB Nominal % thd PDB
Keterangan:
1 Realisasi sementara dalam RUU PAN 2003
Sumber: Departemen Keuangan (diolah)
ekspansi fiskal ini terutama bersumber dari peningkatan tingginya harga minyak di atas asumsinya menyebabkan
komponen pembayaran transfer, khususnya subsidi. lebih besarnya kontribusi dari penerimaan migas daripada
Sementara itu, komponen konsumsi Pemerintah dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah sehingga
investasi Pemerintah relatif tidak berbeda dibandingkan terjadi aliran devisa masuk melalui rekening Pemerintah
kinerja 2003. (Grafik 7.8). Hal ini berlawanan dengan kajian awal tahun
Kebijakan fiskal tersebut menyebabkan ekspansi yang memperkirakan akan terjadi aliran devisa keluar
rupiah dari operasi keuangan Pemerintah juga meningkat sejalan dengan lebih besarnya pembayaran utang luar
dibandingkan 2003 terutama dalam bentuk pembayaran negeri dibandingkan penarikan pinjaman luar negeri dan
subsidi (Grafik 7.7). Sementara itu di sisi valas, lebih penerimaan migas.
400 40 100
-10
350 35 80
-20
300 30
60
-30 250 25
40
-40 200 20
20
150 15
-50
10 0
100
-60 -20
50 5
-70 0 0 -40
2001 2002 2003 2004* 2001 2002 2003 2004*
Keterangan: Dampak Rp APBN (– = ekspansi; + = kontraksi)
2001-2002 : APBN PAN; 2003 : realisasi sementara per 9 Januari 2004; Keterangan: Dampak Valas APBN (- = outflow; + = inflow)
Penerimaan rupiah (skala kanan)
2004: APBN-P 2001-2002 : APBN PAN; 2003 : realisasi
Pengeluaran rupiah (skala kanan) Penerimaan Migas (skala kanan)
sementara per 9Januari 2004
Pembayaran Transfer (skala kanan)
Pinjaman LN (Neto) (skala kanan)
Sumber : Departemen Keuangan (diolah) Sumber : Departemen Keuangan (diolah)
114
Bab 7: Keuangan Pemerintah
Mulai tahun 2005 pemerintah menerapkan Melalui metode unified budget, pos-pos pada
format baru pada anggaran keuangannya. Langkah belanja pengeluaran rutin dan belanja pengeluaran
ini, selain untuk menyesuaikan format anggaran pembangunan pada format lama direklasifikasi
negara dengan standar internasional, juga pada menjadi delapan pos, yaitu belanja pegawai, belanja
dasarnya untuk meningkatkan transparansi dan barang, pembayaran bunga utang, subsidi, belanja
akuntabilitas pengelolaan belanja negara. Dalam hal modal, belanja rutin lainnya, belanja hibah dan
transparansi, format baru ini diharapkan lebih jelas bantuan sosial (Tabel 1). Sementara itu reklasifikasi
menunjukkan kewenangan dalam setiap anggaran belanja pemerintah pusat menurut organisasi
sehingga sekaligus menunjukkan akuntabilitasnya. disesuaikan dengan kementrian negara atau lembaga
Dalam format baru, belanja negara tetap yang ada. Dalam format baru ini, rincian belanja
dibedakan antara belanja pemerintah pusat dan negara menurut fungsi3 merupakan reklasifikasi atas
belanja untuk daerah seperti pada format lama. program-program yang dalam format lama
Khusus untuk belanja pemerintah pusat, perubahan- merupakan rincian dari sektor/subsektor. Namun
perubahan pada format baru ini pada intinya adalah: demikian program-program baru dalam format baru
(a) melaksanakan sistem penganggaran secara tidak dapat dipersandingkan dengan program dalam
terpadu ( unified budget ) dengan menyatukan format lama karena terdapat perbedaan program.
anggaran belanja rutin dan anggaran belanja
1 Disarikan dari Nota Keuangan RAPBN 2005 dan Anggito Abimanyu (2004),
pembangunan; serta (b) mereklasifikasi rincian belanja ≈Format Anggaran Terpadu Menghilangkan Tumpang Tindih∆
2 Pada format lama klasifikasi belanja pemerintah pusat didasarkan atas sektor
negara menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja.2 dan jenis belanja.
3 Klasifikasi Belanja Negara menurut fungsi antara lain berupa Pelayanan Umum,
Sementara itu belanja untuk daerah tidak mengalami Pertahanan, Ketertiban dan Keamanan, Ekonomi, Lingkungan Hidup,
Perumahan dan Fasilitas Umum, Kesehatan, dan lain-lain.
perubahan format.
Tabel 1.
Tabel Konversi Belanja Negara Menurut Jenis Belanja Dalam I-Account
115
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
Bab 8:
Perbankan dan Lembaga
Keuangan Lainnya
116
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
Sektor perbankan secara umum mengalami kemajuan yang berarti pada 2004.
Seiring dengan membaiknya kinerja makroekonomi, kredit perbankan tumbuh
hingga melampaui prakiraan awal tahun. Peningkatan kredit tersebut ditunjang
oleh kondisi mikro perbankan yang membaik sebagai hasil dari upaya konsolidasi
dan peningkatan prinsip kehati-hatian perbankan yang selama ini dilakukan.
Perkembangan yang menggembirakan juga terjadi pada pasar dan lembaga
keuangan lainnya yang antara lain ditunjukkan oleh peningkatan Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) yang fenomenal dan pertumbuhan Nilai Aktiva Bersih
(NAB) reksadana yang sangat pesat.
Berbagai langkah kebijakan yang masih difokuskan pada Perkembangan fenomenal terjadi di pasar saham, ketika
upaya meningkatkan stabilitas dan kegiatan penyaluran IHSG menembus level 1.000, serta pada pasar reksadana
kredit perbankan memperoleh kemajuan yang berarti pada dengan NAB yang melampaui Rp100 triliun. Hal lain yang
2004. Dari segi mikro, hasil upaya meningkatkan stabilitas menonjol adalah meningkatnya penyaluran dana
perbankan melalui program konsolidasi dan penerapan perbankan kepada sektor riil melalui perusahaan
prinsip kehati-hatian yang selama ini dilakukan tercermin pembiayaan dan pegadaian. Dinamika lain yang turut
pada kuatnya struktur modal, menurunnya risiko kredit, mewarnai periode laporan adalah inovasi produk keuangan
dan meningkatnya profitabilitas perbankan. Dari segi yang semakin beragam.
kegiatan penyaluran kredit, pada periode laporan, kredit Seiring dengan kemajuan yang dicapai, tantangan
perbankan tumbuh hingga melampaui prakiraan awal untuk meningkatkan peran sistem keuangan, khususnya
tahun. Peningkatan kredit tersebut terutama didorong oleh perbankan, dalam perekonomian juga semakin besar.
kegiatan ekonomi yang meningkat dan stabilitas makro Dalam rangka membangun industri perbankan yang
yang terjaga. Di samping itu, faktor lain yang berpengaruh mampu memenuhi tuntutan masyarakat ke depan, upaya
adalah kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam memperkuat struktur perbankan nasional menjadi bagian
mendorong pengembangan sektor UMKM. Ekspansi kredit yang sangat penting. Dalam kaitan itu, Bank Indonesia
perbankan tersebut yang ditopang oleh kondisi mikro yang telah mengagendakan langkah-langkah untuk mendorong
membaik secara keseluruhan menciptakan industri proses konsolidasi perbankan pada 2005. Sementara itu,
perbankan yang tetap stabil. terkait dengan inovasi produk keuangan dan hubungan
Perkembangan positif pada 2004 juga ditunjukkan yang semakin kuat antara perbankan dan lembaga
oleh pasar dan lembaga keuangan lainnya, yaitu pasar 1 Data yang digunakan dalam bab ini termasuk data perbankan syariah dan lembaga
keuangan syariah lainnya. Penjelasan mengenai keduanya akan disajikan secara khusus
modal, perusahaan pembiayaan, dan pegadaian. pada bab 9.
117
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
keuangan bukan bank, muncul tantangan baru dalam tentang pendirian Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada
mengelola peningkatan risiko yang melekat (inherent risks) September 2004. Berdasarkan UU tersebut LPS akan mulai
pada perbankan dan efek rambatan (contagious effect) beroperasi pada tahun 2005 dan selanjutnya secara
dalam sistem keuangan. Mengantisipasi hal tersebut, Bank bertahap cakupan dan jumlah dana yang dijamin oleh
Indonesia saat ini telah memprakarsai upaya penyusunan Pemerintah akan mulai dikurangi. Pengurangan
Arsitektur Keuangan Indonesia (ASKI) sebagai landasan penjaminan tersebut pada dasarnya bertujuan untuk
dalam membangun sistem keuangan yang kokoh dan mendorong perbankan agar lebih berhati-hati dalam
mampu menunjang kegiatan perekonomian secara mengelola usahanya, serta mendidik masyarakat untuk
keseluruhan. lebih waspada dalam memilih bank. Kedua hal itu
diharapkan dapat membantu menciptakan disiplin pasar
KEBIJAKAN PERBANKAN yang lebih baik.
Kebijakan Bank Indonesia di bidang perbankan pada Dalam hal kebijakan divestasi, pada periode laporan
2004 secara garis besar masih difokuskan pada upaya Pemerintah telah melakukan divestasi pada dua bank
meningkatkan stabilitas perbankan dan meningkatkan sehingga tidak lagi menjadi pemegang saham mayoritas.
peranan perbankan dalam perekonomian dengan prioritas Kebijakan divestasi antara lain bertujuan untuk mendorong
pada kegiatan penyaluran kredit. Langkah yang ditempuh alih teknologi di bidang perbankan serta menciptakan
untuk mewujudkannya terdiri dari: (1) Pemantapan keterbukaan bagi bank yang telah go public, yang
ketahanan sistem perbankan dan program pemulihan selanjutnya akan berpengaruh positif pada disiplin pasar
perbankan yang meliputi pelaksanaan program penjaminan perbankan nasional. Di samping itu, divestasi juga
Pemerintah (blanket guarantee), program divestasi sebagai merupakan sumber penerimaan Pemerintah yang selama
kelanjutan dari program rekapitalisasi perbankan, ini telah dimanfaatkan dalam kerangka APBN. Selanjutnya
restrukturisasi kredit, serta pengembangan infrastruktur dalam proses restrukturisasi kredit
kredit, sampai dengan
perbankan; (2) Pemantapan penerapan prinsip kehati-hatian September 2004, jumlah kredit yang direstrukturisasi pada
perbankan yang meliputi peningkatan good corporate 15 bank terbesar mencapai Rp38,4 triliun atau 10,6% dari
governance , penyempurnaan pengaturan dan sistem jumlah kredit bank-bank tersebut.
pengawasan bank; dan (3) Pengembangan Kredit Usaha Pada bidang pengembangan infrastruktur
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang sejalan dengan perbankan, Pemerintah dan Bank Indonesia telah
upaya mendorong fungsi intermediasi perbankan dengan menyusun kerangka kebijakan jaring pengaman sektor
tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Tahun 2004 keuangan (financial safety net). Sebagai tindak lanjut, pada
juga menandai dimulainya implementasi Arsitektur 2004 dilakukan penyusunan nota kesepahaman antara
Perbankan Indonesia (API) yang merupakan landasan dan Bank Indonesia dan Departemen Keuangan RI mengenai
arah kebijakan perbankan dalam jangka panjang. fasilitas pembiayaan darurat (FPD). Salah satu butir nota
kesepahaman adalah dimungkinkannya pembelian SUN
Pemantapan Ketahanan Sistem dan Program oleh Bank Indonesia pada pasar perdana untuk membiayai
Pemulihan Perbankan FPD apabila dana APBN tidak mencukupi. Bagi Bank
Dalam rangka program penjaminan
penjaminan, Pemerintah Indonesia, pembelian tersebut dilakukan dalam kerangka
telah mengeluarkan undang-undang No. 24 tahun 2004 pelaksanaan fungsi lender of the last resort.
118
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
Seiring dengan meningkatnya perhatian terhadap Ketentuan untuk mengantisipasi perkembangan jasa
stabilitas sistem keuangan, Bank Indonesia bersama-sama pelayanan bank melalui internet4. Sementara dalam upaya
dengan lembaga terkait telah merumuskan prakarsa stabilisasi Rupiah, pada Juni 2004 Bank Indonesia
pengembangan ASKI yang akan menjadi acuan melakukan penyempurnaan ketentuan PDN5Ω yang turut
lihat
pengembangan sistem keuangan Indonesia ke depan (lihat mempengaruhi perkembangan perbankan pada periode
boks: Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia; ASKI
ASKI). Untuk laporan. Dalam kerangka stabilisasi Rupiah, ketentuan
itu, terlebih dahulu perlu dilakukan penilaian yang dimaksud telah berhasil memperkecil peluang bank dalam
komprehensif terhadap kondisi dan permasalahan masing- kegiatan spekulasi valas
masing elemen sektor keuangan, baik lembaga (perbankan Dalam upaya pemantapan penerapan prinsip kehati-
dan bukan bank) maupun pasar. Langkah awal ini hatian melalui peningkatan Mutu Pengelolaan Perbankan
merupakan bentuk self assessment dengan mengacu (Good Corporate Governance), Bank Indonesia terus
kepada pendekatan yang telah dikembangkan dalam melakukan fit and proper test dan wawancara bagi calon
Financial Sector Assessment Program (FSAP) yang pemilik dan pengurus bank, penunjukan direktur
dipelopori oleh IMF. kepatuhan (compliance director), dan investigasi tindak
pidana di bidang perbankan.
Pemantapan Penerapan Prinsip Kehati-hatian
Perbankan Upaya Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan
Penyempurnaan pengaturan dan sistem pengawasan Menengah (UMKM)
bank tetap diarahkan pada upaya untuk meningkatkan Upaya pengembangan UMKM selama ini telah
transparansi dan pemantapan pelaksanaan prinsip kehati- menjadi topik utama bagi berbagai pihak termasuk
hatian perbankan (prudential banking) dengan mengacu Pemerintah, swasta, maupun lembaga internasional.
pada standar internasional, yakni 25 Basel Core Principles Dalam upaya pengembangan tersebut, keterbatasan dan
of Effective Banking Supervision. Untuk mencapai full akses ke sumber modal masih menjadi perhatian utama
compliance terhadap standar tersebut, Bank Indonesia di samping berbagai kendala yang lain.
terus menyempurnakan berbagai ketentuan, khususnya Sebagai bagian dari upaya pengembangan UMKM,
yang terkait dengan permodalan, kualitas aktiva produktif, Pemerintah melalui Rencana Strategis Kebijakan
restrukturisasi kredit, penyisihan penghapusan aktiva Kementerian Koperasi dan UKM periode 2000 - 2004
produktif, dan batas maksimum pemberian kredit. menetapkan kebijakan untuk: (1) Menciptakan iklim usaha
Selama 2004 Bank Indonesia juga telah yang kondusif; (2) Meningkatkan akses ke sumber daya
mengeluarkan beberapa ketentuan dalam rangka produktif; (3) Mengembangkan kewirausahaan UKM; dan
menyempurnakan pengaturan dan sistem pengawasan di (4) Meningkatkan dukungan dan partisipasi berbagai pihak.
antaranya ; (a) Ketentuan mengenai pengawasan dan Sejalan dengan kebijakan Pemerintah dalam
status bank pasca pembubaran BPPN2Ω; (b) Ketentuan meningkatkan akses ke sumber daya produktif, sesuai
perubahan metodologi penilaian kondisi bank3Ω; dan (c) dengan kewenangannya, kebijakan Bank Indonesia
4 SE No. 6/18/DPNP tanggal 20 April 2004 perihal Penerapan Manajemen Risiko Pada
2 PBI No. 6/9/PBI/2004 tanggal 26 Maret 2004 tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking) sebagai tindak lanjut
Penetapan Status Bank. dari PBI No. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi bank Umum.
3 PBI No. 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 dan Surat Edaran No. 6/23/DPNP tanggal 5 PBI No. 6/20/PBI/2004 tanggal 15 Juli 2004 tentang Perubahan atas Peraturan Bank
31 Mei 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Indonesia Nomor 5/13/PBI/2003 tentang Posisi Devisa Neto Bank Umum.
119
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
difokuskan kepada upaya meningkatkan akses UMKM peningkatan dan standarisasi mutu Business Development
kepada perbankan. Kebijakan tersebut dilakukan melalui Service Provider (BDS-P) di tiap daerah. Selanjutnya untuk
empat pendekatan yaitu: (1) kebijakan perkreditan; (2) mendukung kinerja dari BDS-P dibentuk Satuan Tugas
pengembangan kelembagaan; (3) pemberian bantuan Pemberdayaan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB)
teknis; dan (4) kerja sama dengan Pemerintah dan lembaga di 15 propinsi. Pembentukan ini juga merupakan tindak
terkait lainnya. lanjut Nota Kesepahaman antara Bank Indonesia dan
Kebijakan perkreditan Bank Indonesia dilakukan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Satgas ini
untuk mendukung ketersediaan dana bagi UMKM. Upaya kemudian akan bertugas sebagai mediator bagi kalangan
yang ditempuh selama tahun laporan antara lain: perbankan dan komunitas BDS-P.
penerbitan ketentuan yang mengatur penyesuaian suku Selanjutnya, terkait dengan masalah penjaminan,
bunga dan nisbah bagi hasil untuk kredit program seiring Bank Indonesia telah memfasilitasi pengembangan
penurunan suku bunga pasar6, perpanjangan batas waktu beberapa skim penjaminan kredit bagi UMKM yang
penarikan SUP 005, dan pengalihan Proyek Kredit Mikro feasible di daerah-daerah. Selama 2004, telah dilakukan
(PKM) kepada Bank Mandiri. Untuk dana SUP 005, Bank penandatanganan Nota Kesepahaman antara Asuransi
Indonesia kembali memperpanjang batas waktu penarikan Kredit Indonesia (ASKRINDO) dengan Pemda Sulawesi
sampai 10 November 2007. Perpanjangan batas waktu Utara, Jawa Timur, dan Gorontalo untuk pelaksanaan skim
ini bertujuan untuk memberi kelonggaran dan fleksibilitas tersebut. Sementara untuk wilayah Riau skim ini sudah
pemanfaatan dana, sekaligus menjamin ketersediaannya sampai pada tahap implementasi.
bagi pengembangan UMKM dalam jangka waktu tiga Berkaitan dengan pemberian bantuan teknis
teknis, Bank
tahun ke depan. Sementara itu, pengalihan PKM dari Bank Indonesia telah menyelenggarakan berbagai pelatihan dan
Indonesia kepada Bank Mandiri memungkinkan diseminasi informasi. Selama tahun laporan telah dilakukan
penyaluran kembali dana pengembangan UMKM tanpa pelatihan kepada 3.856 peserta dari 436 kantor cabang
melanggar UU No. 23 tahun 1999. Total nilai dana yang Bank Umum, 1.142 kantor BPR dan 1.036 BDS-P.
dialihkan adalah SDR 15.872.600,44 atau setara dengan Selanjutnya, untuk menunjang diseminasi informasi telah
Rp208,3 miliar dengan jumlah peserta proyek sebanyak dilakukan 22 kali basar intermediasi perbankan di berbagai
544 BPR yang tersebar di 15 propinsi. daerah. Selain itu, untuk meningkatkan kualitas informasi
Untuk pengembangan kelembagaan, Bank Indonesia mengenai UMKM telah dilakukan pembaharuan data Sistem
bersama dengan IFC-Pensa dan Swiss Contact Informasi Pengembangan Usaha Kecil (SIPUK) dengan
memfasilitasi pendirian PEAC (Promoting Enterprise Access memasukan hasil penelitian Baseline Economic Survey (BLS)
to Credit) di Surabaya pada 16 Desember 2004 (lihat boks: dan penelitian pola pembiayaan (lending model). Penelitian
Upaya Pengembangan UMKM Melalui Program BLS mengenai profil kegiatan perekonomian daerah, analisis
Pendampingan
Pendampingan). Pendirian PEAC merupakan bagian dari sektoral dan analisis usaha kecil dilakukan di 6 Propinsi 7.
strategi Bank Indonesia dalam memperluas upaya Sedangkan penelitian pola pembiayaan bagi komoditi yang
feasible sebanyak 10 komoditi, sehingga sampai dengan
6 PBI No.6/26/PBI/2004 tentang Suku Bunga dan Nisbah Atas Pembiayaan Dengan Prinsip 2004 penelitian tersebut telah meliputi 66 jenis komoditi.
Bagi Hasil Kredit Program. Penurunan suku bunga berlaku untuk delapan skim yaitu
KKPA, KKPA-PIR Trans, KKPA-Nelayan, KKPA-Unggas, KKPA-TKI, KPKM Bank Umum,
KMK-BPR, PIR-Trans Pasca Konversi. Sementara penurunan nisbah bagi hasil untuk KKPA-
Bagi Hasil serta PMK-BPRS. Besarnya penurunan suku bunga dan nisbah bagi hasil 7 Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Irian Jaya Barat, dan
berkisar sebesar 2 %. Papua.
120
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
Dalam upaya mengembangkan kerja sama dengan Repo Market SUN, BAPEPAM telah menyusun Master Repo
Pemerintah dan lembaga terkait lainnya
lainnya, selama 2004 Bank Agreement (MRA) yang akan dijadikan acuan standar bagi
Indonesia telah melakukan beberapa kegiatan. Di semua pelaku pasar. Kemudian pada Juli 2004 secara
antaranya Bank Indonesia mengadakan forum dialogis berurutan Inter-Dealer Market Association (IDMA)/
terpadu melalui kegiatan seminar, basar intermediasi dan HIMDASUN dan bursa Efek Surabaya (BES) meluncurkan
Pameran Produk Unggulan pada 23 Desember 2004 di harga acuan SUN.
Jakarta yang bertujuan mencari gagasan dalam Masih dalam kaitannya dengan pengembangan
pengembangan UMKM. Untuk penyelenggaran kegiatan pasar modal, pada periode laporan, BAPEPAM telah
ini, Bank Indonesia bekerja sama dengan perbankan dan menyetujui draf Peraturan Perdagangan Kontrak Berjangka
Menko Perekonomian. Upaya menjalin kerja sama juga Indeks Efek Luar Negeri (KBIE-LN) yang antara lain
dilakukan dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil bertujuan untuk mendukung pengembangan sarana
Menengah yang tertuang dalam Nota Kesepahaman untuk lindung nilai, mengembangkan sarana investasi, dan
meningkatkan Akses Usaha Kecil Menengah kepada menarik minat investor asing pada pasar modal. Di pasar
Perbankan pada 22 April 2004. Sebagai tindak lanjut saham, selama 2004 BAPEPAM melakukan
dilakukan pelatihan kepada 70 peserta dari 59 BDS-P di penyempurnaan beberapa ketentuan dalam rangka
Jakarta. Kerja sama yang lain adalah dengan Kementerian meningkatkan upaya perlindungan investor. Penyesuaian
Lingkungan Hidup melalui penandatanganan Nota antara lain dilakukan pada Peraturan Pencatatan PT BEJ
Kesepahaman pada 8 September 2004. Melalui kerja sama yang bertujuan meningkatkan kualitas keterbukaan,
ini setiap petugas bank akan dibekali dengan isu dan enforcement, dan aspek Good Corporate Governance
metode analisis dampak lingkungan sebagai bagian dari (GCG). Peraturan yang lain adalah tentang direksi dan
analisis pemberian kredit. Dengan demikian, diharapkan komisaris emiten dan perusahaan publik yang pada intinya
perhatian kalangan pengusaha, baik UMKM maupun non- membatasi kemungkinan masuknya perorangan yang
UMKM, terhadap permasalahan lingkungan akan semakin bermasalah dalam kepengurusan puncak emiten dan
meningkat. perusahaan publik di BEJ.
Untuk reksadana, garis kebijakan BAPEPAM
KEBIJAKAN PASAR MODAL DAN LEMBAGA ditekankan pada implementasi prudential supervision
KEUANGAN LAINNYA dengan tujuan untuk menekan kemungkinan terjadinya
Kebijakan pasar modal pada 2004 secara garis besar krisis pada industri reksadana, membatasi kemungkinan
diarahkan untuk meningkatkan peran pasar modal sebagai kegagalan individu reksadana, dan melindungi
sumber pembiayaan sektor riil dan sekaligus sarana kepentingan investor. Langkah yang telah diambil antara
investasi yang aman bagi masyarakat. Pada pasar Surat lain melalui penyempurnaan peraturan tentang Pedoman
Utang Negara (SUN), fokus kebijakan Pemerintah pada Pengelolaan Reksadana Berbentuk Kontrak Investasi
2004 masih pada upaya meningkatkan aspek Kolektif dengan menambahkan beberapa materi yang
kelembagaan pasar. Realisasi kebijakan tersebut ditandai berkaitan langsung dengan peningkatan kepastian hukum,
dengan implementasi sistem penyelesaian transaksi yang profesionalisme pengelolaan reksadana, penyelarasan
disebut Bank Indonesia Scriptless Securities Settlement dengan praktek internasional, serta perlindungan investor.
System (BI-SSSS). Selain itu, dalam upaya mengembangkan Selain itu, BAPEPAM juga telah mulai melakukan uji coba
121
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
Tabel 8.1
sistem Monitoring Elektronik untuk memantau dan
Perkembangan Jumlah dan Kantor Bank
mengawasi arus investasi, kegiatan manajer investasi, dan
Posisi
bank kustodian. Langkah lain yang patut dicatat adalah Kelompok Bank
2001 2002 2003 2004
sosialisasi konsep penentuan harga reksadana marked-to-
I. Bank Umum
market yang akan diimplementasikan pada 2005. Jumlah Bank 145 141 138 133
Jumlah Kantor 6.765 7.001 7.730 7.939
Untuk mendorong peran pegadaian dalam Bank Persero
Jumlah Bank 5 5 5 5
menunjang kegiatan ekonomi, khususnya upaya Jumlah Kantor 1.807 1.885 2.072 2.112
BPD
pengembangan UMKM, Pemerintah melalui Surat Menteri Jumlah Bank 26 26 26 26
Jumlah Kantor 857 909 1.003 1.064
Keuangan RI No. S-121/MK-06/2004 tanggal 21 April 2004
BUSN Devisa
menunjuk Perum Pegadaian sebagai salah satu Lembaga Jumlah Bank 38 36 36 34
Jumlah Kantor 3.432 3.565 3.829 3.947
Keuangan Pelaksana dalam rangka penyaluran kredit BUSN Nondevisa
Jumlah Bank 42 40 40 38
UMKM. Sebagai kelanjutannya, Pemerintah Jumlah Kantor 556 528 700 688
Bank Campuran
mengalokasikan dana yang berasal dari SUP 005 dengan Jumlah Bank 24 24 20 19
Jumlah Kantor 53 53 57 59
plafon sebesar Rp200 miliar kepada Perum Pegadaian.
Bank Asing
Dalam kaitannya dengan upaya pengembangan Jumlah Bank 10 10 11 11
Jumlah Kantor 60 61 69 69
perusahaan pembiayaan
pembiayaan, Departemen Keuangan dan Bank
1) Tidak termasuk BRI Unit Desa
Indonesia pada 2004 telah merintis kerja sama untuk
memperbaharui sistem pelaporan dengan menggunakan
ekstranet yang pada gilirannya akan menyempurnakan dalam konteks kompetisi industri perbankan yang kian
database perusahaan pembiayaan. Upaya tersebut ketat, baik pada skala nasional maupun internasional.
merupakan langkah strategis dalam menunjang kegiatan Peristiwa itu sendiri dipicu oleh memburuknya kondisi
pengawasan oleh Pemerintah serta kegiatan riset keuangan bank akibat penyelewengan dan pelanggaran
pengembangan perusahaan pembiayaan ke depan. prinsip kehati-hatian yang telah ditetapkan Bank Indonesia
oleh pihak manajemen bank.
Jumlah bank pada akhir tahun laporan mengalami pembekuan bank yang dilakukan secara berhati-hati dan
penurunan terkait dengan penutupan dua bank pada April transparan diharapkan memberikan keyakinan bagi semua
2004, self liquidation satu bank, dan merger tiga bank 8Ω. pihak atas ketegasan sikap Pemerintah dan Bank Indonesia
Selain itu, terdapat satu bank yang dibekukan kegiatan dalam membangun dan menjaga stabilitas industri
usahanya pada Desember 2004 (Tabel 8.1). Dalam perbankan. Perkembangan selanjutnya menunjukkan
kerangka membangun industri perbankan nasional yang bahwa ketegasan sikap tersebut berpengaruh positif
sehat, penutupan dan pembekuan usaha bank menjadi terhadap tingkat kepercayaan masyarakat kepada sistem
sesuatu yang alami yang dapat terjadi pada setiap bank perbankan. Dengan demikian, law enforcement yang lebih
yang tidak dapat melakukan penyesuaian yang dibutuhkan kuat atas aturan main yang disepakati akan menjadi bagian
penting dari strategi pengembangan industri perbankan
8 Bank yang ditutup adalah Bank Dagang Bali dan Bank Asiatic. Bank yang melakukan ke depan. Agenda penting lainnya adalah upaya
self liquidation adalah ING Bank, Bank yang merger adalah Bank Danpac, Bank Pikko,
dan BankBB CIC menjadi Bank Century. Sementara itu, Bank Global yang dibekukan
usahanya pada Desember 2004 akhirnya ditutup pada Januari 2005.
memperkuat struktur perbankan nasional, terutama dalam
122
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
Tabel 8.2
Indikator Kinerja Bank Umum
DPK, Kredit, Obligasi (Triliun Rp) LDR (%)
(Triliun Rp)
1.000 100
DPK Kredit LDR
Indikator 2000 2001 2002 2003 2004
800 80
Total Aset 1.039,9 1.099,7 1.112,2 1.213,5 1.272,1
Dana Pihak Ketiga 699,1 797,4 835,8 888,6 963,1 600 60
Kredit 320,4 358,6 410,3 477,2 595,1
LDR (%) 33,4 33,0 38,2 43,5 50,0 400 40
NPL - gross (%) 18,8 12,1 8,1 8,2 5,8
200 20
NPL - net (%) 5,8 3,6 2,1 3,0 1,7
Modal 53,5 62,3 93,0 110,8 118,6
0 0
CAR (%) 12,5 19,9 22,4 19,4 19,4 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Laba (Rugi) Sebelum
Pajak 10,5 13,1 22,0 26,4 41,1
ROA (%) 1,6 1,5 2,0 2,6 3,5 Grafik 8.1
Net Interest Income 22,8 37,8 42,9 49,5 65,8 Perkembangan DPK, Kredit dan LDR
mengantisipasi persaingan industri perbankan yang permintaan dan penawaran kredit pada tahun laporan
semakin ketat dan tuntutan masyarakat yang semakin menunjukkan sinergi antara upaya penyehatan dan
meningkat. Dalam kaitan itu, langkah-langkah untuk pemantapan kondisi mikro perbankan dengan upaya
mendorong proses konsolidasi perbankan menjadi sangat menjaga stabilitas makro dan mendorong pertumbuhan
diperlukan. ekonomi yang selama ini dilaksanakan.
Secara umum, kondisi perbankan pada 2004 Peningkatan fungsi intermediasi perbankan nasional
menunjukkan kinerja yang membaik (Tabel 8.2). Kredit lebih lanjut tercermin pada rasio LDR yang meningkat
perbankan tumbuh sebesar 24,7% melampaui batas atas selama periode laporan (Grafik 8.1). Secara nominal jumlah
prakiraan awal tahun sebesar 20%. Pertumbuhan kredit kredit selama 2004 bertambah sebesar Rp117,9 triliun
tersebut dapat dicapai dengan kualitas kredit yang tetap sementara jumlah DPK hanya tumbuh sebesar Rp74,5
terjaga seperti tercermin pada rasio NPL yang menurun. triliun. Kondisi ini membuat incremental LDR 9Ω meningkat
Demikian pula aspek permodalan yang berada di atas batas tajam dalam beberapa tahun terakhir, bahkan pada 2004
minimum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. telah melebihi 200%. Untuk membiayai ekspansi kredit
Membaiknya kinerja perbankan pada tahun laporan juga yang lebih besar dari pertumbuhan DPK tersebut, bank
tercermin pada profitabilitas yang meningkat. menggunakan sebagian ekses likuiditas yang ditanamkan
Pada sisi permintaan, perkembangan kredit dalam aset produktif nonkredit.
perbankan sangat dipengaruhi oleh kegiatan ekonomi Perkembangan komposisi aktiva produktif
yang meningkat. Perkembangan tersebut sejalan dengan perbankan
perbankan, yang bergeser terutama dari obligasi dan SBI
hasil penelitian Bank Indonesia yang mengidentifikasikan menjadi kredit dalam periode laporan, menunjukkan fokus
faktor penyebab meningkatnya kelonggaran tarik kredit perbankan pada kegiatan penyaluran kredit yang
(undisbursed loan) dalam beberapa tahun sebelumnya meningkat (Grafik 8.2). Hal ini antara lain didorong oleh
(lihat boks: Fenomena Undisbursed Loan). Pada sisi relatif rendahnya suku bunga SBI dan obligasi, serta
penawaran, mantapnya kondisi mikro perbankan membaiknya prospek ekonomi. Pada 2004, porsi kredit
membuatnya mampu merespons peningkatan permintaan
9 Incremental LDR adalah perbandingan antara pertumbuhan kredit dengan pertumbuhan
kredit oleh sektor riil. Perkembangan positif di sisi DPK.
123
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
80
pendek memberikan keuntungan kepada bank dalam
28,63 22,44
35,16
34,31 43,62 38,47
bentuk biaya dana yang lebih murah.
60 8,20
9,45
7,51 Pada sisi lain, komposisi DPK yang bergeser dari
40 8,79 6,06 7,21
Tabel 8.3
Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perbankan
Giro 161,5 186,2 197,0 219,1 246,2 15,3 5,8 11,2 12,4 23,3 23,6 24,7 25,6
- Rupiah 103,6 120,0 130,2 150,1 170,8 15,8 8,5 15,3 13,8 64,5 66,1 68,5 69,4
- Valas 57,9 66,2 66,8 69,0 75,0 14,3 1,0 3,2 9,3 35,5 33,9 31,5 30,6
Deposito 384,7 439,9 446,2 428,8 421,0 14,4 1,4 (3,9) (1,8) 55,2 53,4 48,3 43,7
- Rupiah 296,7 344,9 364,6 351,8 351,5 16,2 5,7 (3,5) (0,1) 78,4 81,7 82,0 83,5
- Valas 88,0 95,1 81,6 77,0 69,5 8,0 (14,2) (5,6) (9,7) 21,6 18,3 18,0 16,5
Tabungan 152,9 171,3 192,6 240,7 295,9 12,0 12,4 25,0 23,0 21,5 23,0 27,1 30,7
Total 699,1 797,4 835,8 888,6 963,1 14,1 4,8 6,3 8,4 100,0 100,0 100,0 100,0
- Rupiah 553,2 636,2 687,4 742,6 818,2 15,0 8,1 8,0 10,2 79,8 82,2 83,6 85,0
- Valas 145,1 161,2 148,4 145,9 144,9 10,5 (7,9) (1,7) (0,7) 20,2 17,8 16,4 15,0
124
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
Tabel 8.4
Perkembangan Kredit Perbankan
Sektor Ekonomi 1
- Pertanian 20,0 21,3 22,7 24,4 33,1 6,5 6,5 7,7 35,6 6,7 6,1 5,6 5,9
- Pertambangan 5,3 3,1 3,9 5,1 7,8 (41,7) 27,3 31,1 52,7 1,0 1,1 1,2 1,4
- Perindustrian 110,4 118,7 122,7 122,4 144,9 7,5 3,4 (0,2) 18,3 37,5 33,1 28,1 25,9
- Listrik, Air dan Gas 5,1 5,1 4,4 4,5 6,0 (0,6) (14,0) 2,8 33,7 1,6 1,2 1,0 1,1
- Konstruksi 7,2 8,2 9,4 12,5 20,0 14,4 13,9 32,9 60,2 2,6 2,5 2,9 3,6
- Perdagangan 46,2 49,3 66,3 84,0 113,1 6,7 34,4 26,8 34,6 15,6 17,9 19,3 20,2
- Pengangkutan 7,3 7,6 12,6 16,3 17,7 3,6 65,6 29,6 8,2 2,4 3,4 3,8 3,2
- Jasa Dunia Usaha 26,4 27,7 31,8 44,3 56,4 4,9 14,6 39,3 27,2 8,8 8,6 10,2 10,1
- Jasa Sosial 2,9 3,6 4,6 10,8 8,1 20,8 28,5 135,7 (25,3) 1,1 1,2 2,5 1,4
- Lainnya 52,0 71,5 92,9 110,8 152,5 37,6 29,8 19,3 37,6 22,6 25,0 25,5 27,3
Total 282,9 316,0 371,1 435,1 559,4 11,7 17,4 17,3 28,6 100,0 100,0 100,0 100,0
Jenis Penggunaan 1
- Kredit Modal Kerja 172,1 181,6 206,6 231,2 289,6 5,6 13,8 11,9 25,2 57,5 55,7 53,1 51,8
- Kredit Investasi 68,6 75,8 84,4 94,5 118,7 10,5 11,3 11,9 25,7 24,0 22,8 21,7 21,2
- Kredit Konsumsi 42,2 58,6 80,0 109,4 151,1 39,0 36,5 36,8 38,1 18,5 21,6 25,1 27,0
Total 282,9 316,1 371,1 435,1 559,4 11,7 17,4 17,3 28,6 100,0 100,0 100,0 100,0
Jenis Valuta
- Rupiah 178,0 228,6 268,5 330,6 431,6 28,4 17,5 23,1 30,6 63,7 72,4 76,0 77,2
- Valas 142,4 130,1 102,6 104,5 127,8 (8,7) (21,1) 1,9 22,3 36,3 27,6 24,0 22,0
Total 320,5 358,6 371,1 435,1 559,4 11,9 3,5 17,2 28,6 100,0 100,0 100,0 100,0
Dilihat dari sektor usaha, pertumbuhan kredit terbesar ada membaik dari 3,0% menjadi 1,7%. Perbaikan rasio NPL
pada sektor konstruksi dan pertambangan. Secara tersebut tidak terlepas dari kebijakan Bank Indonesia dalam
keseluruhan, meningkatnya penyaluran kredit perbankan meningkatkan kehati-hatian perbankan dalam kegiatan
mendorong peningkatan pangsa kredit perbankan dalam penyaluran kredit. Selain itu, meningkatnya pangsa kredit
PDB (Grafik 8.3) konsumsi ditengarai menjadi faktor lain yang berpengaruh
Pertumbuhan kredit yang terjadi juga diimbangi mengingat karakteristiknya yang berjangka waktu lebih
dengan kualitas kredit yang membaik (Grafik 8.4). Rasio pendek dan berisiko relatif rendah. Hal positif lain yang
NPL gross perbankan mengalami penurunan dari 8,2%
pada akhir 2003 menjadi 5,8%, sementara NPL neto 10 10 NPL Neto = (jumlah NPL-PPAP) : (jumlah kredit - PPAP)
125
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
Tabel 8.5
Perkembangan Kredit UMKM
Jenis Penggunaan
Kredit Modal Kerja 50,3 69,0 101,3 111,5 37,2 46,9 10,1 42,0 42,6 47,5 39,4
Kredit Investasi 14,6 16,7 50,3 28,4 14,5 200,7 -43,5 12,2 10,3 23,6 10,1
Kredit Konsumsi 54,9 76,1 61,7 142,8 38,7 -18,9 131,4 45,8 47,0 28,9 50,5
Sektor Ekonomi
Pertanian 6,5 7,9 8,4 12,1 21,5 7,2 42,8 5,4 4,9 4,0 4,3
Pertambangan 0,3 0,4 0,6 0,9 46,4 46,3 51,7 0,2 0,3 0,3 0,3
Perindustrian 14,8 18,9 24,2 26,5 27,8 28,6 9,4 12,3 11,7 11,4 9,4
Listrik 0,1 0,1 0,1 0,1 0,0 33,3 8,3 0,1 0,1 0,1 0,0
Konstruksi 3,0 3,4 4,5 5,9 12,5 33,1 30,4 2,5 2,1 2,1 2,1
Perdagangan 26,1 38,1 52,0 67,1 46,1 36,4 29,0 21,8 23,6 24,4 23,7
Pengangkutan 2,5 3,7 5,0 6,0 47,2 38,1 19,6 2,1 2,3 2,4 2,1
Jasa Dunia Usaha 5,3 7,8 12,9 15,6 46,7 66,1 20,2 4,4 4,8 6,1 5,5
Jasa Sosial 1,6 2,2 3,0 4,3 33,3 36,6 44,7 1,4 1,3 1,4 1,5
Lain-lain 59,6 79,4 102,4 144,2 33,3 28,9 40,8 49,8 49,1 48,0 51,0
Total 119,8 161,8 213,3 282,7 35,1 31,8 32,5
Rasio UMKM/Total Kredit
Perbankan (%) 33,4 39,4 48,5 50,5
menyertai perkembangan kegiatan intermediasi perbankan Selama 2004, penyaluran kredit UMKM mencapai
2004 adalah profitabilitas yang tetap terjaga seperti Rp69,4 triliun atau 192,7% dari rencana bisnis perbankan.
ditunjukkan oleh peningkatan return on asset (ROA) dan Tingginya realisasi tersebut menghapus kesan pesimis pada
net interest margin (NIM). tahun sebelumnya ketika realisasi kredit UMKM hanya
Searah dengan perkembangan kredit secara mencapai 63,5% dari yang direncanakan. Lebih jauh lagi,
keseluruhan, kredit UMKM juga menunjukkan perkembangan 2004 semakin menguatkan adanya
peningkatan yang pesat (Tabel 8.5). Selama ini Bank pergeseran orientasi kebijakan kredit perbankan ke retail
Indonesia terus berupaya mendorong bank umum untuk banking seperti ditunjukkan oleh rasio kredit UMKM
meningkatkan komitmennya dalam mendukung terhadap kredit perbankan yang mencapai 50,5%.
pembiayaan UMKM. Upaya yang dilakukan antara lain Besarnya rasio ini menumbuhkan keyakinan akan potensi
dengan meminta bank untuk mencantumkan rencana dan prospek pembiayaan UMKM ke depan. Keyakinan
pembiayaan UMKM dalam rencana bisnisnya. Dalam ini antara lain tercermin pada strategi dan kebijakan bank
rencana bisnis 2004, perbankan menargetkan penyaluran umum dalam menggarap sektor UMKM.
kredit UMKM sebesar Rp36,0 triliun11Ω. Jumlah ini lebih Dilihat dari jenis penggunaannya, kredit UMKM
rendah daripada target 2003 sebesar Rp 42,3 triliun. masih didominasi oleh konsumsi dengan porsi sebesar
Namun, realisasi pada 2004 ternyata jauh melampaui 50,5%, sementara porsi untuk modal kerja dan investasi
prakiraannya. masing-masing adalah 39,4% dan 10,1%. Tingginya kredit
konsumsi ini tidak terlepas dari perkembangan sektor
11 Rencana bisnis di sini merupakan net ekspansi bank umum (tidak termasuk BPR), yaitu konsumsi yang merupakan motor pertumbuhan ekonomi
selisih antara posisi baki debet kredit yang direncanakan dikurangi aktual baki debet
tahun sebelumnya. dalam beberapa tahun terakhir. Peningkatan kredit UMKM
126
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
Tabel 8.6
ternyata diimbangi dengan rasio NPL yang menurun, yaitu
Perkembangan Usaha BPR
dari 4,3% pada 2003 menjadi 3,4% pada 2004. (Miliar Rp)
Selain oleh perbankan, kredit UMKM juga seperti ditunjukkan baik oleh peningkatan total aset
sebagian didanai oleh Pemerintah. Dari total dana SUP dan penghimpunan dana maupun oleh penyaluran
005 yang disediakan sebesar Rp3,1 triliun, sampai kredit (Tabel 8.6). Total aset BPR sampai dengan akhir
dengan akhir 2004 baru dimanfaatkan Rp1,35 triliun. Juni 2004 mengalami peningkatan sebesar 14,1% dari
Selama 2004, pemanfaatan dana SUP 005 adalah posisi akhir 2003.
sebesar Rp0,5 triliun. Sementara itu, jumlah Seiring dengan perkembangan perbankan secara
pembiayaan UMKM dengan dana KLBI relending keseluruhan, kegiatan intermediasi BPR pada periode
selama 2004 mencapai Rp2,9 triliun, lebih tinggi laporan juga mengalami peningkatan. Rasio LDR BPR
dibanding tahun 2003 yang sebesar Rp2,46 triliun. meningkat dari 74,5% pada akhir 2003 menjadi 78,5%
pada Juni 2004. Pada sisi penghimpunan dana
dana, posisi
PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT tabungan dan deposito meningkat masing-masing sebesar
Sampai dengan triwulan III 2004, jumlah BPR 10,4% dan 12,1%. Pada sisi penyaluran kredit
kredit, kredit BPR
yang masih aktif berjumlah 2.162 buah. Jumlah mengalami peningkatan sebesar 16,0%. Peningkatan
tersebut mengalami peningkatan dari tahun penghimpunan dana dan penyaluran kredit tersebut lebih
sebelumnya karena adanya pemberian 10 izin usaha besar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
baru dan pencabutan dua izin usaha. Dari sisi kegiatan Dari aspek kehati-hatian, ekspansi kegiatan pembiayaan
Tabel 8.7
Perkembangan Kredit BPR
Tw-IV Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV Tw-I Tw-II
Sektor Ekonomi
Pertanian 315,9 357,8 374,6 397,5 428,7 457,9 486,7 519,3 536,0 565,0 619,5
Perindustrian 96,6 115,7 121,6 121,0 130,2 134,5 143,2 143,3 150,6 166,8 172,6
Perdag., RM & Penginapan 2.257,4 2.422,7 2.619,0 2.726,5 2.887,4 3.072,0 3.361,4 3.439,7 3.832,9 4.106,9 4.515,3
Jasa-Jasa 510,6 572,9 626,6 675,1 761,5 788,3 874,9 967,8 1.003,7 1.056,0 1.174,0
Lain-lain 1.679,7 1.745,6 2.038,7 2.499,5 2.475,1 2.635,2 2.872,6 3.554,5 3.461,6 3.536,2 3.937,4
Jenis Kredit
Modal Kerja 3.187,0 3.470,0 3.751,7 3.922,4 4.191,6 4.440,8 4.854,2 5.076,8 5.525,6 5.845,1 6.401,1
Investasi 186,2 207,8 217,2 235,0 253,5 256,7 274,3 288,3 313,4 374,7 426,0
Konsumsi 1.487,1 1.537,0 1.811,7 2.262,0 2.237,7 2.390,5 2.610,4 3.259,3 3.145,8 3.211,0 3.591,7
Total 4.860,3 5.214,7 5.780,6 6.419,5 6.682,9 7.088,0 7.739,0 8.624,5 8.984,8 9.430,8 10.418,9
127
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
kredit modal kerja dengan porsi sekitar 60% dari total 10.000 750
9.000 700
kredit (Tabel 8.7). Sementara itu, sampai dengan paruh 8.000 DJIA 650
Nikkei
7.000 Hangseng
600
pertama 2004 porsi kredit konsumsi yang berada di 6.000 IHSG 550
SET
5.000 1 500
urutan kedua cenderung tidak berubah. Secara sektoral, 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sumber : BEJ, Bloomberg
PERKEMBANGAN PASAR DAN LEMBAGA lebih ditujukan untuk pengembangan usaha emiten dan
KEUANGAN LAINNYA tidak hanya untuk restrukturisasi hutang.
Pasar Modal Melanjutkan perkembangan tahun sebelumnya, pasar
Kegiatan pembiayaan melalui pasar modal pada saham pada 2004 masih dalam kecenderungan bullish
periode laporan masih aktif dilakukan. Hal ini tercermin sehingga pada akhir periode laporan indeks menembus level
dari masih tingginya jumlah emiten yang melakukan 1000. Pertumbuhan tersebut dapat dicapai meskipun pada
pencarian dana melalui pasar saham serta pasar obligasi. paruh pertama 2004 indeks sempat tertekan akibat sentimen
Meskipun nilai emisi yang diterbitkan tidak sebesar pada negatif dari penurunan indeks di beberapa bursa internasional
2003 12 Ω , jumlah emiten mengalami peningkatan. dan regional sebagai reaksi dari mulai naiknya suku bunga
Perkembangan positif lainnya adalah tujuan emisi yang Fed Fund. Perkembangan pasar saham domestik tidak
terlepas dari terus membaiknya faktor fundamental, baik
12 Tingginya nilai IPO dan Right Issue di pasar saham pada 2003 antara lain karena terdapat dalam konteks makro maupun mikro, serta berlanjutnya
3 BUMN besar yang melakukan IPO senilai Rp7,3 triliun, sementara pada 2004 hanya
terdapat beberapa emiten swasta skala besar.
optimisme pasar akan kinerja pemerintahan baru.
Miliar Rp Triliun Rp
Net Beli Asing (Rp miliar) IHSG
4.500 12.000
1.700 1.000
4.000 Kepemilikan Asing di SUN (skala kanan)
10.000
1.300 900 3.500 Net Beli Asing di BEJ (skala kiri)
-700 400 0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2003 2004
2004
Sumber: BI dan BEJ
Sumber: BEJ
Grafik 8.7
Grafik 8.5 Kepemilikan Asing dalam Saham
Perkembangan IHSG dan Net Beli Asing dan Obligasi Pemerintah
128
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
Tabel 8.8
Emisi (Rp triliun) Emiten Posisi Kepemilikan SUN
350 500 (Miliar Rp)
Total Emisi Saham
325 475 Urai an 2000 2001 2002 2003 2004
Emiten
300 450
Menurut Seri 431.802 435.303 419.356 403.442 402.099
275 425
Fixed Rate 179.442 175.464 154.456 159.039 178.733
250 400
Variable Rate 219.479 219.479 239.602 231.443 220.571
225 375
Hedge Bond 32.881 40.360 25.299 12.959 2.795
200 350
Menurut Portofolio
175 325
Investasi 400.167 370.649 319.643 212.973 180.520
150 300
Perdagangan 31.635 64.654 99.713 190.469 221.579
125 275
- Bebas diperdagangkan 19.586 61.184 99.713 190.469 220.977
100 250
1999 2000 2001 2002 2003 2004 - Yang diagunkan 12.049 3.470 0 0 602
Sumber: Bapepam
Menurut Kepemilikan
Departemen Keuangan 0 878 873 0 0
Grafik 8.8 Bank-Rekap 423.024 396.631 359.872 307.044 257.294
Penerbitan Saham (IPO/Right Issue) - BUMN-Rekap 283.065 263.900 246.350 204.174 161.639
- BUSN-Rekap 17.872 28.349 29.771 22.966 18.746
- BTO 1998-Rekap 120.856 103.151 82.539 78.006 76.296
- BPD-Rekap 1.230 1.230 1.212 1.898 613
Bank Non-Rekap 6.954 24.773 13.829 27.451 33.066
Perbaikan fundamental mikro dalam hal ini
Sub-Registry 1.824 13.022 44.782 68.947 111.740
adalah kinerja emiten yang menunjukkan peningkatan
laba. Selain itu, bertambahnya minat beli investor asing Maraknya pasar sekunder saham menjadi salah satu
sebagai penggerak investor domestik juga turut faktor pendorong masih tingginya upaya penggalangan
berpengaruh positif terhadap indeks. Dari sisi dana di pasar saham. Meskipun dari sisi nilai initial public
eksternal, kecenderungan melemahnya dolar secara offering (IPO) dan right issue saham selama 2004 lebih
global yang dipicu oleh isu berlanjutnya defisit ganda kecil dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu Rp6,3 triliun
di AS telah mendorong aliran modal internasional dibanding Rp9,9 triliun, jumlah emiten bertambah dari dari
memasuki aset finansial nondolar termasuk rupiah. 21 menjadi 26 emiten. Perkembangan tersebut menjadi
Dari sisi internal, persepsi situasi sosial politik pasca indikasi positif peningkatan akses pelaku usaha pada
pemilu yang semakin membaik dan tingginya imbal pembiayaan melalui pasar modal.
hasil aset finansial rupiah telah menjadi daya tarik bagi Pada pasar SUN, pada 2004 telah dilakukan 8 kali
investor internasional. lelang yang meraup nilai sebesar Rp32,3 triliun di pasar
0 1.500 500
1.250 400
-20
1.000 300
-40
750 200
-60 500 100
-80 250 0
As BNR BR DP Dll Non-Res RD Sek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sumber: BES
129
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
portofolionya.
Grafik 8.12
Pada 2004 kegiatan reksadana terus menunjukkan
Pertumbuhan NAB Reksadana
peningkatan seperti ditunjukkan oleh NAB yang terus
130
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
Tabel 8.9
semaraknya bursa saham nasional akhir-akhir ini,
Perkembangan Kinerja Perusahaan Pembiayaan
peluang pertumbuhan reksadana saham ke depan juga
Posisi Pertumbuhan
semakin besar. Keterangan (Triliun Rp) (%)
2001 2002 2003r 2004* 2002 2003r 2004*
Terkait isu rencana pemberlakuan Nilai Pasar Wajar
1)
Jumlah Perusahaan 246 247 212 230 0,4 -14,2 8,5
( marked-to-market) bagi NAB pada Januari 2005, Total Aset 37,3 39,9 47,2 74,9 7,0 18,2 58,6
Nilai Kegiatan Usaha 30,8 32,9 38,4 53,3 6,8 16,5 38,9
investor tampaknya telah dapat menerimanya secara Sewa guna usaha 14,1 12,6 11,6 14,5 -11,0 -7,5 24,3
Pembiayaan anjak piutang 3,3 3,2 3,2 2,7 -2,9 0,2 -16,3
positif. Pemberlakuan itu sendiri bertujuan menyediakan Pembiayaan kartu kredit 0,8 1,1 0,8 1,4 44,1 -29,3 75,1
suatu harga referensi yang wajar yang dapat dijadikan Pembiayaan konsumen 12,4 15,6 22,7 34,4 26,2 45,4 51,6
Lainnya 0,3 0,4 0,1 0,4 57,9 -82,0 397,5
acuan bagi manajer investasi dan investor. Dengan Laba (rugi) tahun berjalan (0,1) 1,8 2,1 2,3 - - -
131
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
Tabel 8.11
penyusunan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI)
Sumber dan Penggunaan Dana Perusahaan Pembiayaan
sebagai landasan dalam membangun sistem keuangan
Posisi Pertumbuhan yang kokoh dan mampu menunjang kegiatan
Keterangan (Triliun Rp) (%)
2001 2002 2003r 2004* 2002 2003r 2004* perekonomian secara keseluruhan.
Sumber Dana 37,3 39,9 47,2 74,9 7,0 18,2 58,6 Ekspansi usaha perusahaan pembiayaan sejauh ini
Pinjaman bank 21,1 18,8 21,6 35,9 -11,1 14,6 66,8
- Dalam negeri 14,2 13,2 14,7 19,5 -7,1 11,2 33,3
diimbangi pula dengan kualitas aset yang tetap terjaga.
- Luar negeri 7,0 5,6 6,9 16,4 -19,2 22,6 138,1 Kolektibilitas aktiva produktif perusahaan pembiayaan
Pinjaman lainnya1) 10,0 9,6 7,7 10,2 -4,0 -19,7 33,0
- Dalam negeri 4,2 3,7 1,2 3,2 -10,4 -68,1 172,0 yang terdiri dari kegiatan pembiayaan, surat berharga yang
- Luar negeri 5,8 5,9 6,5 7,0 0,5 11,2 7,5
Obligasi 0,7 1,7 4,0 8,9 123,9 138,5 121,3 dimiliki, dan penyertaan selama tahun laporan
Modal 2) (0,6) 1,8 4,5 8,0 -415,3 151,1 79,3
Lain-lain 6,0 8,1 9,5 11,8 34,5 17,3 24,5 menunjukkan perkembangan yang membaik (Tabel 8.12).
Penggunaan Dana 37,3 39,9 47,2 74,9 7,0 18,2 58,6
Pembiayaan 30,8 32,9 38,4 53,3 6,8 16,5 38,9
Perkembangan tersebut ditunjukkan oleh meningkatnya
Simpanan pada bank 3,0 3,1 2,5 3,4 4,5 -19,3 35,4 persentase kualitas aktiva produktif yang tergolong lancar,
Penyertaan 0,1 0,1 0,1 0,1 -2,7 1,3 30,8
Lain-lain 3,4 3,8 6,2 18,1 11,0 64,0 189,3 sementara kualitas aktiva produktif yang tergolong
1) Termasuk pinjaman subordinasi
2) Modal bersih setelah ditambah/dikurangi laba/rugi tahun berjalan dan tahun sebelumnya diragukan dan macet cenderung menurun.
serta ditambah dengan laba ditahan dan cadangan
pinjaman bank, terutama dari luar negeri (Tabel 8.11). Perum Pegadaian
Peningkatan sumber dana yang berasal dari pinjaman bank Kegiatan usaha Perum Pegadaian selama 2004
mencapai Rp14,3 triliun, 66% diantaranya berasal dari menunjukkan peningkatan seperti ditunjukkan oleh
bank luar negeri. Peningkatan ini menunjukkan keterkaitan pertumbuhan total aset dan pembiayaan yang diberikan
yang semakin erat antara perusahaan pembiayaan dengan (Grafik 8.13). Sampai dengan September 2004, pinjaman
perbankan, khususnya dalam kegiatan penyaluran kredit. yang diberikan Perum Pegadaian mencapai Rp7,6 triliun.
Pada satu sisi, keterkaitan tersebut meningkatkan fungsi Dibandingkan dengan periode yang sama tahun
pembiayaan pasar keuangan. Namun, pada sisi yang lain sebelumnya, jumlah tersebut meningkat 14,9%.
keterkaitan tersebut juga meningkatkan risiko rambatan. Mengingat persaingan yang ketat dengan perusahaan
Mengantisipasi hal ini, Bank Indonesia memprakarsai upaya pembiayaan, peningkatan total aset Perum Pegadaian tidak
Tabel 8.12
Kualitas Aktiva Produktif Perusahaan Pembiayaan
(Persen)
Pembiayaan : 78,0 5,3 16,7 82,2 4,2 13,6 89,6 2,1 8,3 92,4 1,9 5,7
- Sewa guna usaha 76,5 7,8 15,7 79,1 4,5 16,3 87,9 2,8 9,3 87,5 4,0 8,5
- Anjak piutang 28,9 6,4 64,7 29,8 6,2 64,0 40,7 6,6 52,8 42,5 5,0 52,5
- Kartu kredit 75,7 2,3 22,0 93,9 3,7 2,4 91,2 5,1 3,7 92,9 3,8 3,3
- Pembiayaan konsumen 96,3 1,7 2,1 97,1 1,5 1,4 98,0 0,9 1,1 98,4 0,7 0,9
Surat berharga yg dimiliki 85,3 6,1 8,6 83,2 3,6 13,2 92,6 0,5 6,9 88,2 0,4 11,4
Penyertaan 93,1 0,2 6,8 96,5 3,4 0,1 97,3 2,7 - 97,7 2,3 -
Total Aktiva Produktif 78,4 5,3 16,3 82,4 3,4 14,2 89,6 2,1 8,3 92,4 1,9 5,8
L = Lancar,
D = Diragukan,
M = Macet
132
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
Tabel 8.13
Perkembangan Usaha Perum Pegadaian
(Persen)
133
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia telah pasokan kredit secara kontinyu yang Bberasal dari:
membawa kinerja perbankan jatuh pada titik nadir, (i) Perbaikan modal bank setelah menjalani program
terutama terkait dengan hilangnya kepercayaan restrukturisasi.
masyarakat pada sistem perbankan nasional. Pada (ii) Perbaikan pada struktur aset bank dengan
periode tersebut, terjadi penyusutan yang tajam pada diperkenankannya perdagangan obligasi
modal bank yang disebabkan oleh penurunan kualitas Pemerintah sehingga memberikan tambahan
aktiva produktif, terjadinya bank rush, dan adanya likuiditas bagi bank dan memperbesar kapasitas
negative spread. Sebagai akibatnya, pasokan kredit pinjamannya.
turun secara drastis (credit crunch). (iii) Membaiknya rasio non-performing loan (NPL)
Berbagai upaya ditempuh oleh Pemerintah sehingga memberikan peluang bagi bank untuk
untuk mengembalikan kepercayaan publik kepada melakukan ekspansi kredit.
sistem perbankan, diantaranya dengan meluncurkan (iv) Masih tingginya suku bunga kredit dibandingkan
program penjaminan dan program rekapitalisasi. suku bunga dari aktiva produktif lainnya, seperti
Langkah-langkah tersebut berhasil mengembalikan SBI dan obligasBi, telah menggairahkan bank-bank
kepercayaan publik denganB kembalinya dana untuk meningkatkan penyaluran kredit.2
masyarakat ke dalam sistem perbankan. Dari sisi permintaan, ada beberapa faktor yang
Perkembangan ini telah memperbaiki sisi permodalan menghambat permintaan terhadap kredit, yakni:
bank dan meningkatkan kapasitas pinjaman. Meski (i) Rendahnya permintaan investasi karena iklim
demikian, perbaikan ini tidak serta merta menjamin usaha yang kurang kondusif.
kembalinya fungsi intermediasi perbankan. Proses (ii) Masih tingginya suku bunga pinjaman membuat
restrukturisasi perusahaan yang berjalan lambat serta perusahaan-perusahaan mencari alternatif
prospek ekonomi pascakrisis yang masih rentan/suram pembiayaan, diantaranya menerbitkan obligasi
menyebabkan keinginan ekspansi usaha menjadi dengan imbal hasil (yield) yang rendah.
terbatas. Akibatnya permintaan kredit menurun tajam. (iii) Membesarnya spread antara suku bunga
Ketidak-seimbangan permintaan dan penawaran pinjaman dan suku bunga deposito
kredit ini tercermin dari rendahnya loan to deposit menimbulkan adanya ekspektasi penurunan suku
ratio (LDR) sejak 1999. Kondisi ini dikenal sebagai bunga pinjaman. Hal ini mengakibatkan debitur
fenomena undisbursed loan. menunda pengajuan pinjaman baru atau
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya menunda pencairan pinjaman yang telah
ketidakseimbangan penawaran dan permintaan disetujui.
kredit. Dari sisi penawaran, terjadi peningkatan (iv) Permasalahan asymmetric information menye-
1 Disarikan dari penelitian Zulverdi, Muttaqin dan Prastowo (2004) mengenai 2 Suku bunga dari instrumen moneter, termasuk SBI, menurun secara tajam selama
≈Fungsi Intermediasi Perbankan dan Fenomena Undisbursed Loan∆. periode 2001 s.d. 2003, mengindikasikan pelonggaran kebijakan moneter
134
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
babkan bank-bank memfokuskan pinjamannya • Mempercepat pendirian Biro Kredit dan lembaga
kepada beberapa kelompok debitur yang sudah pemeringkat kredit sehingga dapat
dikenal. Akibatnya, debitur potensial yang baru meningkatkan transparansi dan ketersediaan
akan kesulitan untuk memperoleh akses terhadap informasi mengenai debitur.
kredit bank.3 • Meningkatkan kemampuan bank dalam
Fenomena undisbursed loan mengganggu melakukan penilaian risiko dengan melakukan
efektifitas kebijakan moneter sehingga upaya Bank riset tentang kredit.
Indonesia dalam mendukung percepatan proses • Menyediakan informasi mengenai sektor-sektor
pemulihan ekonomi menjadi tidak optimal. Respons potensial. Informasi ini dapat disediakan oleh
suku bunga pinjaman terhadap penurunan suku otoritas perekonomian dan dalam hubungannya
bunga SBI berjalan lambat dan berakibat pada dengan UKM, opsi mengenai penjaminan kredit
membesarnya spread antara suku bunga pinjaman dan dapat dipertimbangkan.
suku bunga simpanan. • Mempertahankan stabilitas ekonomi sehingga
Salah satu permasalahan utama yang perlu diatasi dapat meningkatkan kepercayaan publik dan
adalah mengenai persepsi risiko dari bank-bank yang pada gilirannya dapat menurunkan risiko
membuat mereka menjadi terlalu berhati-hati (overly kegagalan (default risk). Untuk itu diperlukan
cautious) serta meminimisasi asymetric information. koordinasi antara kebijakan makro dan mikro
Untuk itu diperlukan upaya untuk memberikan perekonomian yang dapat menghasilkan sinergi
informasi yang lebih komprehensif mengenai credit- bagi kondisi perekonomian keseluruhan.
worthiness dari debitur bersamaan dengan upaya untuk • Meningkatkan kompetisi di pasar keuangan
mempercepat pertumbuhan ekonomi. Beberapa dengan meningkatkan peran dari pasar
implikasi dari fenomena ini di antaranya: keuangan nonbank yang akan mengarah pada
peningkatan efisiensi dan kesehatan pasar
3 Survei oleh Bank Indonesia menunjukkan meski debitur baru bersedia membayar finansial. Hal ini juga dapat mengurangi rigiditas
suku bunga yang lebih tinggi serta memberikan jaminan yang lebih besar, bank-
bank tetap enggan memberikan persetujuan kredit. pada suku bunga kredit.
Miliar Rp Persen
13,25 30
Estimasi Permintaan Kredit
13,00 Estimasi Penawaran Kredit
25
12,75 Kredit Aktual
12,50 20
12,25
15
12,00
11,75 10
Proporsi Total UL terhadap Total Plafon Kredit
11,50
5 Proporsi UL dalam Kredit Modal Kerja
11,25 Proporsi UL dalam Kredit Konsumsi
Proporsi UL dalam Kredit Investasi
11,00 0
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Grafik 1 Grafik 2
Estimasi Penawaran dan Permintaan Kredit Rasio Undisbursed Loan terhadap Plafon Kredit
135
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
Pelajaran yang dapat dipetik dari Krisis Ekonomi Indonesia diharapkan dapat berperan optimal sebagai
pada tahun 1997 adalah berkaitan dengan rapuhnya penggerak perekonomian Indonesia yang
sistem keuangan Indonesia, serta lemahnya struktur berkelanjutan melalui upaya peningkatan kinerja dan
dan tingginya volatilitas makroekonomi Indonesia. membantu menstabilkan sistem keuangan Indonesia.
Peranan bank yang masih dominan dalam kegiatan Sebagaimana terjadi di negara-negara lain,
perekonomian Indonesia ditengarai menjadi salah konsep ASKI (juga dikenal dengan sebutan financial
satu penyebab dan sekaligus menjadi sektor yang landscape, financial sector master plan, financial
paling terkena dampak krisis tersebut. Hal ini terkait architecture dan lain sebagainya) terbentuk karena
dengan financial liberalization yang dilakukan, dipangaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
terutama deregulasi perbankan tahun 1988, yang • kebutuhan harmonisasi beberapa blue print yang
dilakukan tanpa disertai kerangka peraturan dan ada, yaitu cetak biru Arsitektur Perbankan
pengawasan perbankan yang komprehensif. Indonesia (API), cetak biru perbankan syariah dan
Fenomena seperti ini bukan satu-satunya, melainkan cetak biru Sistem Pembayaran Nasional, asuransi,
juga terjadi di negara-negara lain yang telah pasar modal, dan dana pensiun
melakukan liberalisasi sektor keuangan. • adanya fenomena disintermediasi perbankan,
Lemahnya risk management, tidak diterapkan- mengingat masih dominannya perbankan dalam
nya praktik good corporate governance, kurangnya sistem keuangan sehingga perlu mengembang-
disiplin pasar, bahaya struktur insentif, dan moral kan LKBB
hazard dalam sistem keuangan, merupakan sederet • penyempurnaan regulasi di sektor keuangan
fakta yang membuktikan perlunya perhatian otoritas secara terpadu agar dapat menciptakan sistem
perekonomian yang lebih serius untuk mencermati keuangan yang sehat dan mampu bersaing di
dan mengkaji lebih jauh tentang Sistem Keuangan pasar internasional
Indonesia. Hal tersebut dimaksudkan tidak hanya • adanya isu mengenai diversifikasi sistem
untuk menjaga stabilitas sistem keuangan yang tahan keuangan dan mobilisasi dana domestik
badai krisis, akan tetapi lebih jauh lagi diarahkan berjangka panjang;
untuk menata dan mengembangkannya secara • kebutuhan akan pendirian lembaga penjamin
efisien dan efektif, sehingga dapat berperan optimal simpanan (LPS)
dalam menopang dan menggerakan pertumbuhan Dalam cakupannya, ASKI terdiri dari bank
ekonomi nasional yang berkesinambungan. Salah sentral, perbankan, LKBB (asuransi, dana pensiun, dan
satu bentuk konkrit dari upaya pemenuhan lain-lain), pasar keuangan (pasar modal dan pasar
kebutuhan itu adalah dengan membangun uang), serta lembaga pengawas dan pengatur yang
Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI)
∆Arsitektur (ASKI)∆. ASKI terkait. Penyusunan ASKI ini berguna untuk
sebagai cetak biru arsitektur sistem keuangan mengetahui kondisi sistem keuangan Indonesia,
136
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
keterkaitan antar elemen di dalamnya yang terdiri dari dengan diupayakan dalam kerangka kemitraan
lembaga-lembaga keuangan, pasar keuangan, dan (constituent building).
infrastruktur keuangan. Dengan demikian dapat • Misi : Dengan melandaskan pada perkembangan
diidentifikasikan kekuatan dan kelemahan sistem dan kondisi keuangan Indonesia, program re-
keuangan serta implikasinya terhadap sektor riil. strukturisasi dan reformasi sektor keuangan untuk
Selanjutnya ASKI akan dirancang sesuai dengan lima tahun mendatang diarahkan kepada ;
kebutuhan domestik guna menunjang pertumbuhan • Merealisasikan financial safety net
ekonomi yang berkelanjutan. • Melanjutkan dan menyempurnakan
Penyusunan ASKI akan meliputi berbagai aspek program API
baik analisis kelembagaan, regulasi dan pengawasan, • Memantapkan penanganan tindak pidana
infrastruktur, governance, aspek SDM sistem ke- pencucian uang dan kejahatan lainnya.
uangan, kerangka sosial politik dan hukum, struktur • Meningkatkan kinerja lembaga keuangan
pasar, dan sistem setelmen. Analisis dilakukan pada nonbank dan pasar keuangan.
setiap lembaga keuangan dari yang berskala besar • Memelihara kepercayaan dan pemahaman
(perbankan, pasar modal, dan asuransi) hingga yang publik tentang sistem keuangan, per-
lebih kecil (koperasi, lembaga keuangan mikro dan lindungan konsumen, dan mengurangi
khusus lainnya). Karenanya, cakupan yang luas dan kejahatan keuangan.
kompleks tersebut menuntut keterlibatan berbagai Pada perkembangannya sistem keuangan
pihak/lembaga di dalam dan luar Bank Indonesia. bergerak dinamis, bukan saja pada struktur lembaga,
Sebagai salah satu langkah proposisi adalah dengan tetapi juga kepada dimensi pelayanan jasa keuangan,
membentuk ∆ working group nasional ∆ untuk inovasi produk baru sebagai dampak dari globalisasi,
merumuskan ASKI. Dalam kaitan itu, diperlukan dan revolusi teknologi informasi. Oleh karena itu,
bahasa bersama dan orientasi secara nasional, serta kerangka regulasi dan pengawasan dituntut untuk
implementasi di lapangan yang diupayakan dengan melakukan penyesuaian dan amandemen secara
saling pengertian dan kesadaran bersama semua dinamis pula. Demikian pula pemikiran yang dinamis
pihak. dalam membaca setiap rambu dan indikator
Sebagai arah awal, ASKI yang sedang disusun keuangan, baik yang bersifat mikro dan makro
dilandaskan kepada visi dan misi sebagai berikut ; prudensial. Penyesuaian tersebut diperlukan dalam
• Visi : Mewujudkan sistem keuangan Indonesia menjaga stabilitas dan mengakomodir arah dinamika
yang sehat, efisien dan stabil serta berperan sistem keuangan secara konvergen, baik yang berasal
strategis dalam pertumbuhan ekonomi nasional dari domestik maupun internasional.
137
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan langsung oleh Bank Indonesia. Saat ini, mengingat Bank
masyarakat, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Indonesia tidak dapat secara langsung memberikan
(UMKM) memiliki peran yang sangat strategis pendampingan kepada UMKM, maka upaya tersebut
mengingat berbagai potensi yang dimilikinya. Potensi dilakukan melalui penguatan lembaga pendamping,
tersebut antara lain mencakup jumlah dan penyebaran- dalam hal ini adalah Business Development Services
nya, penyerapan tenaga kerja, penggunaan bahan baku Provider (BDS-P).
lokal, keberadaannya di semua sektor ekonomi, dan BDS-P adalah suatu lembaga yang bergerak di
ketahanannya terhadap krisis. Oleh karena itu, pengem- bidang pemberian konsultasi kepada pengusaha,
bangan UMKM secara terpadu harus menjadi prioritas. khususnya pengusaha mikro dan kecil yang mencakup
Upaya pengembangan UMKM bukanlah hal yang antara lain konsultasi manajemen, hukum, pemasaran,
mudah mengingat kompleksnya permasalahan yang desain dan lain sebagainya. Bank Indonesia kemudian
dihadapi. Permasalahan tersebut antara lain adalah memberikan pelatihan khusus mengenai aspek keuangan
sulitnya akses kepada lembaga keuangan, lemahnya dan perbankan sehingga BDS-P juga mampu memberikan
kualitas manajerial, pemasaran, teknis produksi, dan konsultasi di bidang keuangan dan perbankan. Melalui
permasalahan yang terkait dengan perizinan, pajak, dan tambahan pengetahuan ini diharapkan BDS-P dapat
persaingan usaha. Untuk itu, pengembangan UMKM menjadi jembatan penghubung antara UMKM dengan
memerlukan minimal tiga upaya, yaitu meningkatkan bank, yang selanjutnya disebut Konsultan Keuangan
akses pembiayaan pada lembaga keuangan (financial Mitra Bank (KKMB). Sejak 2003 Bank Indonesia telah
assistance), memberikan bantuan teknis (technical melatih sekitar 980 BDS-P. Meski dari sisi kuantitas jumlah
assistance), dan menyediakan pendampingan. tersebut masih belum mampu mencakup wilayah
Upaya meningkatkan akses pembiayaan telah penyebaran UMKM yang luas, dari sisi kualitas terjadi
lama dilakukan oleh Bank Indonesia, bahkan tetap peningkatan yang signifikan. Hal tersebut sejalan dengan
dilakukan walaupun bantuan keuangan telah dialihkan fokus utama pembentukan BDS-P.
ke BUMN yang ditunjuk Pemerintah. Saat ini, Bank Kebutuhan akan BDS-P yang berkualitas,
Indonesia aktif mendorong perbankan untuk profesional dan bertanggung jawab sangat penting
meningkatkan pemberian kreditnya kepada UMKM. dalam menjaga kesinambungan BDS-P dalam
Pemberian bantuan teknis Bank Indonesia menjalankan fungsinya sebagai pendamping UMKM.
dilakukan dengan pertimbangan bahwa UMKM Untuk itu, diperlukan suatu lembaga yang dapat
membutuhkan lembaga pendamping dalam mengatasi menjaga standar kualitas BDS-P agar dapat memenuhi
permasalahan yang dihadapinya. Beberapa tahun kebutuhan pasar. Standar kualitas tersebut dapat dicapai
sebelum krisis, penguatan lembaga pendamping oleh dengan peningkatan capacity building melalui pelatihan,
Bank Indonesia dilakukan melalui proyek Unit pemberian sertifikasi/akreditasi dan penyusunan kode
Pengembangan Usaha Kecil (UPUK) yang dikelola secara etik BDS-P. Keberadaan lembaga tersebut juga harus
138
Bab 8: Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya
139
Bab 9: Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah Lainnya
Bab 9:
Perbankan Syariah dan
Lembaga Keuangan Syariah
Lainnya
140
Bab 9: Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah Lainnya
Secara umum kinerja perbankan syariah, lembaga terutama program edukasi kepada masyarakat dan
keuangan syariah lainnya dan pasar keuangan syariah dukungan terhadap perluasan jaringan pelayanan
seperti pasar modal, reksadana, dan asuransi syariah pada perbankan syariah. Kebijakan lain yang menonjol pada
2004 menunjukkan peningkatan yang signifikan. Di sektor tahun laporan terjadi di pasar modal dengan
perbankan syariah, peningkatan kinerja tersebut di dikeluarkannya fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN)
antaranya tercermin pada peningkatan total aset, mengenai penerbitan obligasi syariah ijarah. Kebijakan
penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), dan pembiayaan tersebut berhasil mendorong penerbitan obligasi syariah
yang disalurkan (PYD), baik nilai maupun proporsinya dan meningkatkan pasar obligasi syariah di Indonesia.
terhadap perbankan nasional. Peningkatan di pasar modal Peningkatan jumlah penerbitan obligasi syariah tersebut
syariah terlihat dari kinerja saham-saham syariah yang juga berdampak pada peningkatan kinerja pasar
tergabung dalam Jakarta Islamic Index (JII), baik indeks reksadana syariah karena bertambahnya underlying
maupun nilai kapitalisasi perdagangan, dan maraknya penempatan, khususnya untuk jenis reksadana
penerbitan obligasi syariah. Di pasar reksadana syariah, pendapatan tetap.
peningkatan kinerja tercermin pada jumlah reksadana Untuk menjaga momentum peningkatan kinerja
syariah yang diterbitkan dan Nilai Aktiva Bersih (NAB). lembaga keuangan syariah dan pasar keuangan syariah
Sementara itu, peningkatan kinerja di sektor asuransi yang telah dicapai saat ini, perlu diperhatikan adanya
syariah tercermin dari meningkatnya jumlah kelembagaan beberapa hambatan yang dapat mengganggu
dan penerimaan premi bruto. kesinambungan pengembangan lembaga keuangan
Peningkatan kinerja perbankan syariah, yang syariah dan pasar keuangan syariah di Indonesia.
selanjutnya memberikan inspirasi bagi pengembangan Hambatan-hambatan tersebut di antaranya kurangnya
lembaga keuangan syariah lainnya dan pasar keuangan sumber daya insani (SDI) yang memahami prinsip-prinsip
syariah, tidak terlepas dari berbagai kebijakan keuangan syariah dan belum lengkapnya infrastruktur dan
pengembangan yang diambil oleh Bank Indonesia, regulasi, khususnya untuk lembaga keuangan syariah
141
Bab 9: Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah Lainnya
nonbank. Untuk itu diperlukan kebijakan dan upaya-upaya Pengembangan Perbankan Syariah tersebut terdiri atas tiga
yang intensif untuk mengurangi hambatan-hambatan tahap implementasi. Tahap I 2003 √ 2004
2004, diarahkan untuk
tersebut. meletakkan landasan pengembangan yang kuat bagi
pertumbuhan perbankan syariah. Implementasi inisiatif
PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH strategis pada tahap ini difokuskan pada pembentukan
Pengembangan perbankan syariah merupakan kerangka dasar sistem pengaturan yang sesuai dengan
salah satu bentuk pelaksanaan tugas Bank Indonesia yang karakteristik operasional perbankan syariah yang sehat.
diamanatkan oleh UU No.23 tahun 1999 tentang Bank Tahap II 2004 √ 2008
2008, diarahkan untuk memperkuat
Indonesia sebagaimana telah diubah dalam UU No.3 tahun struktur industri perbankan syariah. Implementasi inisiatif
2004. Selain itu, upaya pengembangan perbankan syariah strategis pada tahap II pada dasarnya merupakan
tersebut juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kelanjutan dari program-program pengembangan yang
pengembangan sistem perbankan nasional seperti yang dilakukan pada tahap I dengan fokus pada upaya realisasi
ditegaskan dalam Cetak Biru Pengembangan Perbankan kegiatan yang telah direncanakan. Tahap III 2008 √ 2011
2011,
Syariah dan Arsitektur Perbankan Indonesia (API). diarahkan untuk memenuhi standar keuangan dan kualitas
Pada hakekatnya, fungsi perbankan syariah sebagai pelayanan internasional. Dengan demikian, tahun 2004
lembaga intermediasi secara dominan dipengaruhi oleh dapat dikatakan sebagai tahun transisi untuk mengakhiri
beberapa norma dasar, yaitu: (i) halalan thayibah sebagai tahap I dan sekaligus sebagai tahun pertama implementasi
instrumen untuk mengarahkan kegiatan usaha agar tahap II.
senantiasa bermanfaat dan dilakukan dengan cara-cara Dalam menerapkan kebijakan pengembangan
yang baik; (ii) zakat dan larangan riba sebagai instrumen industri perbankan syariah, Bank Indonesia tetap
pendorong untuk memicu dan mengoptimalkan investasi berpedoman pada empat paradigma kebijakan, yaitu
masyarakat; dan (iii) larangan judi sebagai instrumen untuk market driven policy, fair treatment policy, gradual and
memastikan keterkaitan investasi dengan sektor riil. sustainable approach, dan comply to sharia principles.
Berjalannya norma-norma dasar tersebut dalam sistem Keempat paradigma tersebut tercermin pada ruang
perbankan syariah akan menjadikan perbankan syariah lingkup program-program inisiatif yang terdiri atas
sebagai lembaga yang mampu memberikan peranan kepatuhan kepada prinsip syariah, ketentuan kehati-hatian,
dalam mendorong pertumbuhan ekonomi secara optimal. efisiensi operasi dan daya saing, serta kestabilan sistem
Dengan demikian, secara esensi keberadaan sistem dan kemanfaatan bagi perekonomian. Berdasarkan
perbankan syariah yang secara giat dikembangkan oleh keempat paradigma kebijakan tersebut, maka kebijakan
Bank Indonesia sejalan dengan tujuan peningkatan Bank Indonesia selama 2004 difokuskan pada upaya
perekonomian nasional. menjaga kepatuhan perbankan syariah terhadap prinsip
syariah, penyempurnaan ketentuan kehati-hatian dan
Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah penguatan institusi.
Kebijakan pengembangan perbankan syariah selama Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap
2004 tetap mengacu kepada implementasi Cetak Biru prinsip syariah, telah dilakukan upaya untuk meningkatkan
Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia yang pemahaman terhadap konsep keuangan syariah,
dicanangkan sejak 2002. Secara garis besar, Cetak Biru menyusun norma-norma keuangan syariah, serta mengkaji
142
Bab 9: Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah Lainnya
mekanisme dan penerapan sistem pengawasan yang ketentuan jaringan kantor yang terangkum dalam PBI
terintegrasi. Selain itu, dalam menghadapi perkembangan mengenai kelembagaan BUS dan Bank Perkreditan Rakyat
industri perbankan syariah, Bank Indonesia telah Syariah (BPRS).2 Upaya ini merupakan respons dari kajian
melakukan kajian mengenai tingkat kesehatan dan konsep preferensi masyarakat yang menempatkan kemudahan
permodalan bagi bank syariah yang secara komprehensif bertransaksi (termasuk kedekatan kantor bank dengan
merupakan bagian dari implementasi program lokasi nasabah) sebagai salah satu pertimbangan untuk
pengawasan berbasis risiko untuk memenuhi persyaratan menggunakan jasa perbankan syariah.
international best practices. Upaya meningkatkan kompetensi SDI di antaranya
Untuk menyempurnakan ketentuan kehati-hatian, dilakukan dengan menyelenggarakan pelatihan bagi
selama 2004 Bank Indonesia mengeluarkan tiga Peraturan pengawas, peneliti, dan analis bank syariah. Bank Indonesia
Bank Indonesia (PBI) mengenai Kualitas Aktiva Produktif juga mendukung peningkatan kualitas pelayanan bank
(KAP) dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) syariah dan pengembangan aliansi strategis baik antara
bagi BPRS, serta Giro Wajib Minimum (GWM) bagi Bank bank syariah maupun dengan mitra strategis lainnya. Pada
Umum Syariah (BUS).1 Penyempurnaan ketentuan KAP 2004, Bank Indonesia bekerja sama dengan Asosiasi Bank
terletak pada penentuan kolektibilitas yang didasarkan Syariah Indonesia (Asbisindo) menyelenggarakan pelatihan
pada karakteristik produk bank syariah. Ketentuan piutang murabahah bagi account officer BPRS sebanyak
mengenai GWM bagi BUS (termasuk Unit Usaha Syariah/ dua angkatan. Selain itu, Bank Indonesia juga telah
UUS) ditujukan untuk mengendalikan likuiditas dalam melakukan kajian kemitraan (linkage) bagi bank syariah
sistem keuangan syariah. Tingkat GWM ditetapkan dengan lembaga-lembaga pendukung. Kajian kemitraan
berdasarkan kemampuan bank syariah dalam menyalurkan ini ditujukan untuk mendorong bank-bank syariah
DPK untuk pembiayaan yang tercermin pada Financing to melakukan aliansi strategis, khususnya dalam
Deposit Ratio (FDR). Bank yang memiliki FDR di bawah meningkatkan pelayanannya kepada nasabah usaha
80% diwajibkan untuk menaikkan jumlah GWM sesuai mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Rekomendasi yang
dengan jumlah DPK yang dihimpun. Peningkatan GWM dihasilkan dari kajian tersebut antara lain memasukkan
tersebut dilakukan sebagai insentif untuk mendorong bank norma-norma syariah yang berpotensi untuk
syariah dalam menyalurkan DPK bagi pembiayaan di sektor meningkatkan efisiensi dan efektifitas program kemitraan.
riil. Norma-norma tersebut meliputi nilai-nilai kesejajaran
Upaya penguatan institusi dilakukan melalui posisi antarpihak yang bermitra, kejujuran dalam
perluasan jaringan kantor perbankan syariah dan pelaporan dan saling tolong yang diharapkan dapat
peningkatan kompetensi SDI. Untuk mendorong perluasan meningkatkan kualitas kerja sama yang dibentuk dalam
jaringan kantor, Bank Indonesia memberikan kemudahan skema kemitraan tersebut. Secara teknis kajian kemitraan
pembukaan jaringan kantor bank syariah dengan tetap tersebut akan direalisasikan dalam bentuk pilot project.
mempertahankan prinsip kehati-hatian. Dukungan Sejalan dengan kebijakan Bank Indonesia secara
tersebut diwujudkan dalam bentuk penyempurnaan umum, penyusunan kebijakan pengembangan perbankan
1 PBI No. 6/18/PBI/2004 tentang Kualitas Aktiva Produktif Bagi BPRS, PBI No. 6/19/PBI/
2004 tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif Bagi BPRS dan PBI No. 6/21/ 2 PBI No.6/17/PBI/2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah,
PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum dan PBI No.6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Berdasarkan Prinsip Syariah.
143
Bab 9: Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah Lainnya
7,5
Perkembangan Kelembagaan Perbankan Syariah
5,0
Selama 2004 jumlah bank yang melaksanakan 2,5
1,5
Tabel 9.1
Perkembangan Kelembagaan Perbankan Syariah 1,0
0,5
Kelompok Bank 1992 1999 2000 2001 2002 2003 2004
144
Bab 9: Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah Lainnya
Tabel 9.2
Perkembangan Pembiayaan Perbankan Syariah
Pembiayaan Mudharabah 0,4 0,4 0,5 0,8 2,1 59,3 159,6 14,4 18,0
Pembiayaan Musyarakah 0,0 0,1 0,1 0,3 1,3 408,4 315,1 5,5 11,1
Piutang Murabahah 0,8 1,4 2,3 4,0 7,6 70,2 92,9 71,5 66,5
Piutang Istishna 0,1 0,2 0,2 0,3 0,3 34,1 5,7 5,4 2,7
Lainnya 0,0 0,0 0,2 0,2 0,2 3,1 14,3 3,2 1,8
Total Pembiayaan 1,3 2,0 3,3 5,5 11,5 68,8 107,6 100,0 100,0
145
Bab 9: Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah Lainnya
DPK, PYD (Triliun Rp) FDR (%) Triliun Rp Rasio NPF (%)
12,5 150 0,30 15,0
0,0 0 0,0 0
2000 2001 2002 2003 2004 2000 2001 2002 2003 2004
murabahah dan istishna.3 Namun, secara keseluruhan saat kondisi perbankan nasional mengalami kesulitan
pangsa pembiayaan berbasis jual beli tetap mendominasi. meningkatkan LDR-nya. Kondisi FDR tersebut dapat
Pangsa murabahah pada akhir tahun laporan sebesar menunjukkan bahwa fungsi intermediasi bank syariah
66,5%, diikuti pembiayaan mudharabah 18,0%, berjalan baik, terlebih lagi ditunjang dengan kualitas
musyarakah 11,1% dan istishna 2,7% (Tabel 9.2). pembiayaan yang masih baik pula. Dalam empat tahun
Beberapa faktor yang diperkirakan mendorong terakhir, rasio non-performing financing (NPF) perbankan
peningkatan pangsa pembiayaan bagi hasil tersebut adalah syariah selalu di bawah 5%. Pada tahun laporan, walaupun
meningkatnya kerja sama dengan lembaga keuangan PYD meningkat secara signifikan, perbankan syariah tetap
nonbank seperti koperasi dan pegadaian, serta adanya mampu mempertahankan rasio NPF dalam tingkat yang
proyek-proyek jangka pendek infrastruktur dan public rendah, yaitu sebesar 2,3% atau sama dengan tahun
service. sebelumnya (Grafik 9.5).
Laju pertumbuhan PYD yang lebih tinggi daripada Dari segi profitabilitas, selama 2004 perbankan
laju pertumbuhan DPK membuat FDR perbankan syariah syariah mampu mencatat keuntungan sebesar Rp157,7
pada 2004 meningkat dibanding tahun sebelumnya dari
96,6% menjadi 98,3% (Grafik 9.4). Peningkatan FDR yang
CAR (%) ROA (%)
mendekati 100% tersebut merupakan prestasi bagi 60 4,0
CAR BUS 3,5
perbankan syariah yang tetap mampu meningkatkan PYD 50
ROA (skala kanan)
3,0
dan mempertahankan FDR pada tingkat yang tinggi pada 40
2,5
30 2,0
3 Mudharabah adalah akad antara pihak pemilik modal dengan pengelola usaha untuk
bekerja sama dalam suatu usaha (investasi). Pendapatan atau keuntungan atas kerja 1,5
20
sama usaha tersebut diperhitungkan berdasarkan nisbah yang telah disepakati pada
1,0
awal akad.
Musyarakah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih pemilik modal 10
0,5
untuk membiayai suatu kerja sama usaha. Pendapatan atau keuntungan atas kerja
sama usaha tersebut diperhitungkan berdasarkan nisbah yang telah disepakati pada 0 0,0
2000 2001 2002 2003 2004
awal akad.
Murabahah adalah akad jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank membeli barang
yang diperlukan nasabah dan menjual kepada nasabah yang bersangkutan sebesar Grafik 9.6
harga pokok ditambah dengan sejumlah keuntungan yang disepakati.
Istishna adalah akad jual-beli barang pesanan antara pemesan dengan penerima Perkembangan CAR BUS dan ROA Perbankan Syariah
pesanan. Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati pada awal akad dengan
pembayaran dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan.
146
Bab 9: Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah Lainnya
miliar dengan tingkat return on asset (ROA) sebesar 1,4%. kegiatan pembiayaan diperkirakan menjadi penyebab
Kedua indikator tersebut membaik dibandingkan tahun meningkatnya volume transaksi PUAS pada tahun laporan.
2003 dengan keuntungan yang dibukukan sebesar Rp42,7 Posisi SWBI pada akhir tahun laporan menurun
miliar dan ROA sebesar 0,7% (Grafik 9.6). Tingkat dibandingkan tahun sebelumnya dari sebesar Rp1,6 triliun
keuntungan bank syariah tersebut menunjukkan menjadi Rp1,1 triliun. SWBI sempat mencapai posisi
peningkatan yang relatif tinggi walaupun pada 2004 tertinggi pada Januari 2004 sebesar Rp2,1 triliun sebagai
industri perbankan syariah sedang dalam tahap ekspansi dampak dari peningkatan DPK dan siklus tahunan
jaringan kantor. Namun, tingkat keuntungan tersebut tidak sehubungan dengan tutup buku bank. Menjelang tutup
banyak membantu dalam menutupi peningkatan buku, sebagian besar bank syariah menghentikan kegiatan
kebutuhan modal dalam rangka ekspansi jaringan kantor penyaluran pembiayaan dan menempatkan kelebihan
sehingga perlu mendapat perhatian bank dalam likuiditasnya di SWBI sehingga posisi SWBI pada akhir
melakukan ekspansi lebih lanjut. Sebagai salah satu indikasi tahun dan awal tahun cenderung tinggi. Setelah kegiatan
adalah kondisi permodalan bank umum syariah yang dalam tutup buku dan konsolidasi awal tahun selesai, bank akan
periode laporan mengalami penurunan, tercermin dari CAR kembali menyalurkan pembiayaan ke sektor riil sehingga
yang turun dari 20,7% menjadi 14,2%. posisi SWBI secara perlahan mengalami penurunan. Pada
dasarnya penempatan pada SWBI tidak menguntungkan
Perkembangan Pasar Uang Syariah bagi bank syariah karena imbalan yang diperoleh secara
Kegiatan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) pada rata-rata akan sama dengan imbalan yang harus diberikan
2004 mengalami peningkatan dibanding tahun oleh bank kepada nasabah. Kondisi tersebut mendorong
sebelumnya. Volume transaksi bulanan tertinggi terjadi bank untuk bekerja lebih keras mencari outlet pembiayaan
pada Oktober 2004 sebesar Rp121 miliar. Secara rata- sehingga fungsi intermediasi perbankan syariah dapat
rata volume transaksi PUAS pada tahun laporan sebesar berjalan secara efektif.
Rp24,5 miliar per bulan atau meningkat bila dibandingkan
dengan tahun sebelumnya sebesar Rp7,1 miliar per bulan. Kerja Sama dengan Lembaga Internasional dan
Berkurangnya likuiditas bank syariah karena peningkatan Lembaga Domestik
Kerja Sama dengan Lembaga Internasional
SWBI (Miliar Rp) PUAS (Miliar Rp) Untuk mendukung perkembangan industri
2.500 125
Posisi SWBI Volume PUAS
perbankan syariah di Indonesia, khususnya dalam upaya
2.000 100
meningkatkan kualitas pengaturan dan pengawasan, serta
1.500 75 pemenuhan standar keuangan dan kualitas pelayanan
500 25
perbankan dari sejumlah negara dan Islamic Development
Bank (IDB) terlibat secara aktif dalam kegiatan di berbagai
0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2003 2004 lembaga yang berfungsi sebagai standard setter secara
internasional. Lembaga-lembaga tersebut antara lain
Grafik 9.7
Perkembangan Posisi SWBI dan Volume PUAS Accounting and Auditing Organization for Islamic and
Financial Institutions (AAOIFI), Islamic Financial Services
147
Bab 9: Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah Lainnya
Board (IFSB), dan International Islamic Financial Market secara ex officio ditetapkan sebagai IFSB Council Chairman
(IIFM). yang berwenang memimpin sidang-sidang Council
AAOIFI merupakan lembaga internasional yang maupun General Assembly. Selain itu, Bank Indonesia juga
berfungsi mengembangkan standar akuntansi, audit dan aktif sebagai anggota komite teknis dan working groups
governance termasuk standar akad syariah untuk seluruh di IFSB. Komite Teknis tersebut bertugas mengusulkan
lembaga yang menyediakan jasa keuangan syariah. standard dan guidelines pengaturan dan pengawasan
Sementara IFSB merupakan lembaga internasional yang perbankan syariah kepada the IFSB Council, sedangkan
berfungsi melakukan harmonisasi regulasi dan anggota Working Group IFSB bertugas untuk memberikan
pengawasan perbankan syariah, serta menetapkan masukan dalam penyusunan standard/guidelines.
panduan best practices operasional perbankan syariah di Beberapa kajian hasil diskusi Working Group IFSB yang
seluruh dunia. Sedangkan IIFM merupakan lembaga pada saat ini telah mencapai tahap public hearing adalah
internasional yang berfungsi untuk mengatur mekanisme konsep Ketentuan Pemenuhan Modal Minimum (KPMM)
dan code of conduct pasar keuangan syariah internasional. dan manajemen risiko bagi bank syariah.
Bank Indonesia secara resmi menjadi anggota AAOIFI Bank Indonesia juga menjadi pendiri IIFM bersama
sejak November 2003. Sejak 2004 salah seorang Deputi dengan IDB, Labuan Off-shore Financial Services
Gubernur Bank Indonesia secara ex officio ditetapkan Authority (LOFSA) Malaysia, Bahrain Monetary Agency,
menjadi anggota Board of Trustee yang merupakan dewan Bank of Sudan dan Ministry of Finance Brunei
tertinggi dalam organisasi AAOIFI. Sebagai anggota Board Darusalam. Sebagai pendiri, Bank Indonesia secara
of Trustee dan full member, Bank Indonesia secara aktif otomatis duduk sebagai Board of Director. Adapun
turut serta dalam General Assembly Meeting dan ference tujuan pembentukan IIFM adalah untuk (i) menciptakan,
konferensi yang diselenggarakan oleh AAOIFI. mengembangkan, dan mengatur pasar keuangan
Bank Indonesia bersama-sama dengan beberapa internasional yang berdasarkan prinsip syariah; (ii)
bank sentral dari Bahrain, Iran, Kuwait, Malaysia, Pakistan, menciptakan lingkungan yang kondusif bagi lembaga
Saudi Arabia, Sudan, dan IDB mendirikan IFSB pada 3 keuangan syariah dan konvensional untuk berpartisipasi
November 2002. Pada 2004, Gubernur Bank Indonesia aktif dalam pasar keuangan syariah; (iii) memperluas
kerangka kerja sama di antara negara-negara Islam dan
150 750
148
Bab 9: Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah Lainnya
strategis yang sangat berperan dalam monitoring dan Kerja sama antara Bank Indonesia dengan IAI sejalan
memberikan nasehat mengenai kepatuhan kepada prinsip dengan peran dan fungsi IAI sebagai lembaga yang
dan nilai syariah. Selama 2004, sesuai dengan berwenang mengeluarkan standar akuntansi dan audit
memorandum kerja sama, Bank Indonesia secara aktif bagi berbagai industri dan sektor usaha, serta melakukan
melakukan koordinasi dalam perumusan fatwa DSN riset bidang akuntansi dan keuangan. Dalam kaitan kerja
tentang perbankan syariah. Koordinasi tersebut dinilai sama di bidang perbankan syariah, sejak 2001 telah
efektif untuk sinkronisasi antara fatwa DSN dengan dilakukan kerja sama penyusunan (i) Pedoman Standar
kebijakan dan pengaturan kehati-hatian perbankan. Pada Akuntansi Keuangan (PSAK) untuk perbankan syariah,
2004, DSN telah mengeluarkan tiga fatwa mengenai yaitu PSAK No. 59 yang disahkan sebagai standar
Syariah Charge Card , Ganti Rugi (Ta»widh), dan akuntansi pada 1 Mei 2002, (ii) Pedoman Akuntansi
Pembiayaan Multijasa. Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI), dan (iii) Pedoman
Basyarnas merupakan infrastruktur penting untuk Audit Perbankan Syariah yang pada akhir 2004 telah
menciptakan perbankan syariah yang sehat, kompetitif, diselesaikan draf finalnya. Selain itu, selama 2004 juga
efisien, dan istiqomah dalam menjalan prinsip syariah. dilakukan kerja sama untuk meninjau dan
Namun, eksistensi Basyarnas tersebut belum dimanfaatkan menyempurnakan PSAK No. 59 serta mengkaji aspek
oleh lembaga keuangan syariah secara optimal karena perpajakan perbankan syariah.
adanya keraguan terhadap efektivitas penyelesaian
sengketa melalui arbitrase syariah dan sarana pendukung PERKEMBANGAN PASAR MODAL SYARIAH
kegiatan Basyarnas. Sebagai upaya untuk mengoptimalkan Saham Syariah
fungsi Basyarnas, sejak Januari 2004 Bank Indonesia Pasar saham syariah di Indonesia mulai
bekerja sama dengan Basyarnas melakukan sosialisasi diperkenalkan sejak 3 Juli 2000 ketika Bursa Efek Jakarta
kepada perbankan syariah. Selain itu, kedua lembaga (BEJ) dan Danareksa Investment Management (DIM)
sepakat untuk meningkatkan koordinasi dan saling meluncurkan sebuah indeks yang didasarkan pada syariah
mendukung pelaksanaan pengembangan perbankan Islam dan dikenal dengan nama Jakarta Islamic Index (JII).
syariah. Indeks tersebut terdiri atas 30 saham yang
keanggotaannya akan ditinjau secara berkala berdasarkan
kinerja transaksi di lantai bursa dan rasio-rasio keuangan
Miliar Rp
800.000 dari emiten. Adapun kriteria jenis kegiatan usaha dari
700.000 Kapitalisasi JII
Kapitalisasi LQ-45 anggota JII harus tidak bertentangan dengan syariah Islam,
600.000
Kapitalisasi Bursa
500.000 seperti: (i) perjudian dan permainan yang tergolong judi
400.000
atau perdagangan yang dilarang; (ii) lembaga keuangan
300.000
200.000
konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi
100.000 konvensional; (iii) usaha yang memproduksi, mendistribusi,
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2002 2003 2004
dan memperdagangkan makanan dan minuman yang
Sumber: Bursa Efek Jakarta (BEJ)
tergolong haram; dan (iv) usaha yang memproduksi,
Grafik 9.9
Perkembangan Kapitalisasi Pasar JII mendistribusi, dan menyediakan barang/jasa yang
merusak moral dan bersifat mudharat.
149
Bab 9: Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah Lainnya
Pembentukan JII merupakan implementasi dari fatwa chip. Sekitar 80% saham JII adalah saham yang masuk
DSN mengenai jual beli saham yang dikeluarkan pada April dalam kategori LQ-45, sehingga pergerakan indeks dan
2000.4 Sampai dengan saat ini, pembentukan JII baru nilai kapitalisasi pasarnya seiring. Secara point to point,
sebatas pada memberikan arahan kepada investor yang indeks JII meningkat 37,9% dari 118,952 pada akhir 2003
ingin berinvestasi di pasar saham, tetapi tidak bertentangan menjadi 164,029 pada akhir 2004 (Grafik 9.8). Sementara
dengan syariah Islam. JII belum diperdagangkan dalam itu, nilai kapitalisasi pasar meningkat 48,4% dari Rp117,8
board tersendiri sehingga tidak dapat diketahui nilai triliun menjadi Rp263,9 triliun (Grafik 9.9).
investasi di pasar saham yang benar-benar bermotif syariah
karena di dalam JII masih terkandung transaksi yang Obligasi Syariah
bermotif spekulasi. Selanjutnya, untuk memberikan arahan Pasar obligasi syariah berkembang sejak tahun 2002
transaksi dan mendukung pengembangan pasar modal setelah PT Indosat Tbk menerbitkan obligasi syariah
syariah ke depan, pada 2003 DSN kembali mengeluarkan mudharabah senilai Rp175 miliar. Obligasi tersebut
fatwa mengenai pasar modal dan pedoman umum merupakan satu-satunya yang diterbitkan pada 2002.
penerapan prinsip syariah di bidang pasar modal.5 Tahun-tahun berikutnya, volume obligasi syariah
Dari sisi kinerja, selama tahun laporan indeks dan meningkat seiring dengan semakin banyaknya perusahaan
nilai kapitalisasi pasar JII mengalami peningkatan yang yang menerbitkan obligasi syariah dan beragamnya jenis
signifikan. Peningkatan tersebut seiring dengan pasar obligasi syariah yang diperbolehkan oleh DSN. Sampai
saham yang sedang bullish , Indeks Harga Saham dengan 2004, DSN telah mengeluarkan tiga fatwa terkait
Gabungan (IHSG) mampu menembus angka 1000 pada dengan penerbitan obligasi syariah, yaitu tentang obligasi
akhir tahun laporan. Selain itu, saham-saham yang syariah, obligasi syariah mudharabah dan obligasi syariah
termasuk dalam JII juga merupakan saham-saham blue ijarah.6
4 Fatwa No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Saham 6 Fatwa No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah, Fatwa No.33/DSN-MUI/IX/2002
5 Fatwa No.40/DSN-MUI/IX/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan tentang Obligasi Syariah Mudharabah dan Fatwa No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang
Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal. Obligasi Syariah Ijarah.
Tabel 9.3
Penerbitan Obligasi Syariah
No Nama Surat Berharga Perusahaan Penerbit Penerbitan Jatuh Tempo Nilai Nominal (Rp)
1 Obligasi Syariah Mudharabah Indosat Tahun 2002 PT Indosat Tbk 6 November 2002 6 November 2007 175.000.000.000
2 Obligasi Syariah Mudharabah Berlian Laju Tanker Tahun 2003 PT Berlian Laju Tanker Tbk 28 Mei 2003 28 Mei 2008 60.000.000.000
3 Obligasi Syariah Mudharabah Bank Bukopin Tahun 2003 PT Bank Bukopin 10 Juli 2003 10 Juli 2008 45.000.000.000
4 Obligasi Syariah I Subordinasi Bank Muammalat Tahun 2003 PT Bank Muammalat Indonesia 15 Juli 2003 15 Juli 2010 200.000.000.000
5 Obligasi Syariah Mudharabah Ciliandra PerkasaTahun 2003 PT Ciliandra Perkasa 26 September 2003 26 September 2008 60.000.000.000
6 Obligasi Syariah Mudharabah Bank Syariah MandiriTahun 2003 PT Bank Syariah Mandiri 31 Oktober 2003 31 Oktober 2008 200.000.000.000
7 Obligasi Syariah Mudharabah PTPN VII Tahun 2004 PT Perkebunan Nusantara VII (Persero) 26 Maret 2004 26 Maret 2009 75.000.000.000
8 Obligasi Syariah Ijarah I Matahari Putra Prima Tahun 2004 PT Matahari Putra Prima Tbk 11 Mei 2004 11 Mei 2009 150.000.000.000
9 Obligasi Syariah Ijarah Sona Topas Tourism Industry Tahun 2004 PT Sona Topas Tourism Industry Tbk 28 Juni 2004 28 Juni 2009 52.000.000.000
10 Obligasi Syariah Ijarah Citra Sari Makmur I Tahun 2004 PT Citra Sari Makmur 9 Juli 2004 9 Juli 2009 100.000.000.000
11 Obligasi Syariah Ijarah Indorent I Tahun 2004 PT CSM Corporatama 11 November 2004 11 November 2008 100.000.000.000
12 Obligasi Syariah Ijarah Berlina I Tahun 2004 PT Berlina Tbk 15 Desember 2004 15 Desember 2009 85.000.000.000
13 Obligasi Syariah Ijarah I HITS Tahun 2004 PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk 17 Desember 2004 17 Desember 2009 122.000.000.000
Jumlah Penerbitan Obligasi Syariah 1.424.000.000.000
Sumber : Bapepam, BES dan KSEI
150
Bab 9: Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah Lainnya
Tabel 9.4
Penerbitan Surat Berharga Jangka Menengah Syariah
No Nama Surat Berharga Perusahaan Penerbit Penerbitan Jatuh Tempo Nilai Nominal (Rp)
1 Surat Berharga Jangka Menengah Syariah Mudharabah PT Pembangunan Perumahan 23 Desember 2003 23 Desember 2006 50.000.000.000
PP Tahun 2003 (Persero)
2 Surat Berharga Jangka Menengah Syariah Mudharabah PT Pembangunan Perumahan 9 Maret 2004 9 Maret 2007 50.000.000.000
Tahap II PP Tahun 2004 (Persero)
3 Surat Berharga jangka Menengah Syariah Ijarah PT Arpeni Pratama Ocean Line 28 Oktober 2004 28 Oktober 2007 100.000.000.000
Arpeni Pratama Ocean Line I Tahun 2004
Jumlah Penerbitan Surat Berharga Jangka Menengah Syariah 200.000.000.000
Sumber : KSEI
Sampai dengan akhir 2004, jumlah obligasi syariah (Grafik 9.10). Proporsi obligasi dan MTN syariah terhadap
yang telah diterbitkan sebanyak 13 obligasi dengan nilai total penerbitan obligasi korporasi juga mengalami
sebesar Rp1,4 triliun, dengan rincian tujuh obligasi peningkatan dari 2,3% menjadi 4,2% (Grafik 9.11).
mudharabah senilai Rp815 miliar dan enam obligasi ijarah Peningkatan tersebut mengindikasikan bahwa obligasi dan
senilai Rp609 miliar. Dari jumlah tersebut, obligasi syariah MTN syariah cukup prospektif untuk terus berkembang,
yang diterbitkan selama 2004 sebanyak tujuh obligasi (satu terlebih jika Pemerintah jadi merealisasikan penerbitan
mudharabah dan enam ijarah) senilai Rp684 miliar atau obligasi ijarah untuk pembiayaan pembangunan
meningkat sebesar Rp119 miliar dibandingkan jumlah yang infrastruktur. Selain meningkatkan volume pasar obligasi
diterbitkan pada 2003 sebesar Rp565 miliar (Tabel 9.3). syariah, penerbitan obligasi syariah oleh Pemerintah juga
Selain penerbitan obligasi syariah, dalam dua tahun membuka peluang bagi Bank Indonesia untuk
terakhir juga terdapat tiga penerbitan surat berharga menggunakan obligasi tersebut sebagai instrumen moneter
jangka menengah (mediun term notes/ MTN) syariah. Satu syariah menggantikan SWBI yang selama ini digunakan.
MTN diterbitkan pada 2003 senilai Rp50 miliar dan dua
MTN diterbitkan pada 2004 senilai Rp150 miliar (Tabel 9.4). PERKEMBANGAN REKSADANA SYARIAH
Dengan demikian, total penerbitan obligasi dan MTN Reksadana syariah diperkenalkan lebih dulu
syariah mencapai Rp1,6 triliun atau meningkat Rp834 miliar dibandingkan dengan obligasi syariah, tetapi baru
(105,6%) dibanding tahun 2003 sebesar Rp790 miliar mengalami perkembangan yang pesat pada 2004.
Posisi Obligasi, MTN (miliar Rp) Posisi Total (miliar Rp) Miliar Rp Proporsi (%)
1.000 2.000 900 6,00
Obligasi Syariah Posisi Obligasi & MTN Syariah
800
MTN Syariah Proporsi Syariah thd Total 5,00
800 1.600 700
Posisi Total Obligasi dan MTN
600 4,00
600 1.200
500
3,00
400
400 800
300 2,00
200
200 400 1,00
100
0 0 0 0,00
2002 2003 2004 2002 2003 2004
Sumber: Bapepam Sumber: Bapepam
151
Bab 9: Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah Lainnya
Tabel 9.5
Penerbitan Reksadana Syariah
Sumber: Bapepam
152
Bab 9: Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Syariah Lainnya
Tabel 9.6
Perkembangan Perusahaan Asuransi Syariah
1 PT Asuransi Takaful Keluarga Perusahaan Asuransi Syariah Penuh Asuransi Jiwa 1994
2 PT Asuransi Takaful Umum Perusahaan Asuransi Syariah Penuh Asuransi Kerugian 1995
3 PT Asuransi Syariah Mubarokah Perusahaan Asuransi Syariah Penuh Asuransi Jiwa 2001
4 PT MAA Life Assurance Kantor Cabang Syariah Asuransi Jiwa 2001
5 PT Asuransi Jiwa Asih Great Eastern Kantor Cabang Syariah Asuransi Jiwa 2002
6 PT Asuransi Bringin Life Kantor Cabang Syariah Asuransi Jiwa 2002
7 PT AJB Bumiputera 1912 Kantor Cabang Syariah Asuransi Jiwa 2002
8 PT Asuransi Jiwa BNI Jiwasraya Kantor Cabang Syariah Asuranai Jiwa 2002
9 PT Asuransi Tripakarta Kantor Cabang Syariah Asuransi Kerugian 2002
10 PT Asuransi Bringin Sejahtera Arthamakmur Kantor Cabang Syariah Asuransi Kerugian 2003
11 PT MAA General Assurance Kantor Cabang Syariah Asuransi Kerugian 2003
12 PT Asuransi Central Asia Kantor Cabang Syariah Asuransi Kerugian 2003
13 PT Asuransi Binagriya Upakara Kantor Cabang Syariah Asuransi Kerugian 2003
14 PT Asuransi Jasindo Takaful Kantor Cabang Syariah Asuransi Kerugian 2004
15 PT Adira Dinamika Insurance Kantor Cabang Syariah Asuransi Kerugian 2004
16 PT Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 Kantor Cabang Syariah Asuransi Kerugian 2004
17 PT Staco Jasa Pratama General Insurance Kantor Cabang Syariah Asuransi Kerugian 2004
18 PT Asuransi Sinar Mas Kantor Cabang Syariah Asuransi Kerugian 2004
19 PT Asuransi Tokio Marine Indonesia Kantor Cabang Syariah Asuransi Kerugian 2004
20 PT Reindo Syariah Unit Reasuransi Syariah Reasuransi 2004
perusahaan asuransi yang beroperasi penuh secara syariah investasi dengan pemegang polis. Dengan demikian,
dan 17 cabang asuransi syariah (Tabel 9.6). besarnya return pemegang polis bergantung pada
Banyaknya pembukaan cabang asuransi syariah pendapatan investasi yang diterima oleh perusahaan
dalam dua tahun terakhir ini juga didorong oleh kondisi asuransi.
suku bunga yang rendah sehingga banyak perusahaan Maraknya pembukaan cabang syariah secara
asuransi konvensional yang terancam negative spread langsung berdampak pada meningkatnya pendapatan
karena menggunakan sistem garansi bunga kepada premi bruto asuransi syariah sehingga mampu
nasabah (pemegang polis). Untuk mengatasi negative meningkatkan pangsa asuransi syariah terhadap total
spread tersebut, banyak perusahaan asuransi konvensional asuransi nasional. AASI memperkirakan pangsa asuransi
yang berniat membuka cabang syariah atau bahkan syariah meningkat dari sebesar 0,6% pada akhir 2001
melakukan konversi usaha dari konvensional menjadi menjadi sebesar 1,0% pada akhir 2004. Berdasarkan
syariah. Berdasarkan data dari Asosiasi Asuransi Syariah perkembangan tersebut, asuransi syariah diproyeksikan
Indonesia (AASI), saat ini telah terdapat beberapa akan terus berkembang pada tahun-tahun mendatang,
perusahaan asuransi konvensional yang mengajukan terlebih jika proses konversi beberapa perusahaan
konversi ke sistem syariah yang tidak mengenal sistem asuransi konvensional tersebut dapat terealisasi, serta
garansi bunga. Sistem asuransi syariah bebas dari ancaman mulai beragamnya produk yang dipasarkan asuransi
negative spread karena menggunakan sistem bagi hasil syariah seperti produk unit link syariah.
153
Bab 10: Sistem Pembayaran Nasional
Bab 10:
Sistem Pembayaran
Nasional
154
Bab 10: Sistem Pembayaran Nasional
KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN kebutuhan uang kartal masyarakat baik dalam kondisi
Sistem Pembayaran Tunai normal maupun kondisi tertentu, seperti periode
Kebijakan sistem pembayaran tunai Pada 2004 tetap menjelang hari raya keagamaan, tahun baru, dan
diarahkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan Pemilihan Umum. Kemampuan Bank Indonesia untuk
uang kartal (baik dari segi jumlah, jenis pecahan, maupun memenuhi kebutuhan uang kartal tersebut tidak terlepas
waktu pengedaran), meningkatkan kualitas uang yang dari berbagai upaya yang telah dilakukan antara lain
diedarkan, serta melakukan tindakan preventif dan represif peningkatan efektivitas distribusi uang ke seluruh wilayah
untuk menanggulangi meluasnya pengedaran uang palsu. kerja Bank Indonesia, serta melanjutkan kerja sama
Kebijakan tersebut ditempuh melalui pengadaan uang, dengan pihak ketiga untuk pendistribusian uang pecahan
peningkatan keamanan, pelancaran, dan pengkoordinasian kecil (Rp10.000 ke bawah).
pendistribusian uang, peningkatan kualitas uang kartal Dalam rangka mengamankan dan memperlancar
yang diedarkan melalui berbagai penelitian terhadap bahan koordinasi kegiatan distribusi uang kartal, pada 2004 Bank
dan unsur pengaman uang, penjagaan agar rasio uang Indonesia telah mengembangkan Sistem Monitoring
palsu tetap rendah; dan penyempurnaan ketentuan. Transportasi Remise Antarkantor (SIMTRAK) melalui
pemantauan secara visual pergerakan kendaraan yang
Pemenuhan Kebutuhan Uang Kartal digunakan dalam kegiatan tersebut. Adapun dalam rangka
Pada 2004, Bank Indonesia mampu memenuhi pemenuhan kebutuhan uang pecahan kecil, Bank
kebutuhan masyarakat akan uang kartal dalam jumlah Indonesia masih melanjutkan pilot project kerja sama
yang cukup, baik secara nominal maupun pecahan. dengan pihak ketiga untuk pendistribusian uang pecahan
Selain itu, Bank Indonesia juga mampu menyediakan kecil tanpa dipungut biaya dengan cakupan wilayah kerja
155
Bab 10: Sistem Pembayaran Nasional
Kantor Pusat Bank Indonesia (KP) dan tujuh Kantor Bank Penanggulangan Uang Palsu
Indonesia (KBI), yaitu KBI Medan, KBI Palembang, KBI Langkah Bank Indonesia untuk menanggulangi uang
Bandung, KBI Semarang, KBI Surabaya, KBI Denpasar, dan palsu adalah meningkatkan langkah-langkah preventif dan
KBI Makassar. Dengan pertimbangan bahwa kegiatan represif. Sebagai langkah preventif, pada tanggal 29
pelayanan penukaran uang pecahan kecil tersebut cukup Desember 2004 Bank Indonesia mengeluarkan dan
membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhan uang mengedarkan uang baru pecahan Rp20.000 dan
pecahan kecil, maka pada 2005 kegiatan tersebut akan Rp100.000 tahun emisi 2004. Pertimbangan pengeluaran
dikembangkan di lima KBI lainnya sehingga pelayanan dan pengedaran kedua pecahan tersebut antara lain usia
PPUPK akan meliputi wilayah KP dan 12 KBI. edar yang telah cukup lama dan aplikasi teknologi maju
pengaman uang yang dapat dengan mudah dan cepat
Peningkatan Kualitas Uang dikenali masyarakat (antara lain dengan menerapkan
Bank Indonesia senantiasa mengupayakan agar uang optical variable ink (OVI), memperlebar ukuran benang
yang diedarkan terjaga kualitasnya. Upaya tersebut pengaman dan unsur blind code, serta melakukan
dilakukan dengan menarik dan memusnahkan uang yang standardisasi uang).
tidak layak edar serta menggantinya dengan uang baru Langkah preventif lainnya adalah dengan
dan atau uang yang layak edar. Di samping itu, Bank meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap ciri-ciri
Indonesia juga melakukan penelitian terhadap bahan dan keaslian uang rupiah melalui program sosialisasi. Dalam
unsur pengaman uang dalam upaya memperpanjang masa sosialisasi tersebut diperkenalkan istilah yang mudah
edar uang. diingat oleh masyarakat yakni kata kunci ≈3D∆ (Dilihat,
Penelitian terhadap uang kertas diarahkan untuk Diraba, dan Diterawang) melalui publikasi media elektronik
menentukan dasar-dasar dan kriteria sebagai acuan dalam serta menyediakan sarana informasi kepada masyarakat
menetapkan unsur pengaman uang kertas emisi baru yang melalui hotline services dan website Bank Indonesia.
akan diterbitkan. Penelitian tersebut mencakup penelitian Sementara itu, upaya represif dilakukan melalui
terhadap jenis-jenis unsur pengaman yang telah diterapkan koordinasi dengan instansi terkait dalam penangkapan dan
baik dalam kertas uang rupiah maupun uang kertas asing pemrosesan ke pengadilan pihak-pihak yang terlibat dalam
lainnya; melakukan uji laboratorium terhadap uang palsu; pemalsuan uang rupiah. Di samping itu, untuk
serta meneliti perilaku dan preferensi masyarakat dalam memperoleh informasi data dan perkembangan kualitas
mengidentifikasi keaslian uang Rupiah. uang palsu, bank diwajibkan untuk segera melaporkan
Penelitian terhadap bahan uang logam bertujuan penemuan uang palsu. Bagi bank yang terlambat atau
untuk melakukan evaluasi terhadap uang logam yang tidak menyampaikan laporan penemuan uang palsu
sudah digunakan, serta untuk memperoleh alternatif jenis- kepada Bank Indonesia akan mendapat sanksi
jenis logam sebagai bahan uang logam yang berkualitas, administratif.
efisien, dan berdaya tahan tinggi. Dengan penelitian
tersebut, uang logam yang tersedia diharapkan memiliki Pengaturan Sistem Pembayaran Tunai
masa edar yang relatif lama dan persediaan bahan yang Guna mendukung pelaksanaan kegiatan sistem
cukup, serta memenuhi aspek higinitas dan artistik dari pembayaran Bank Indonesia telah melakukan
segi penampakan (visual). penyempurnaan beberapa ketentuan. Salah satu
156
Bab 10: Sistem Pembayaran Nasional
ketentuan yang disempurnakan adalah ketentuan pokok tentang Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement
yang mengatur kegiatan Bank Indonesia di bidang (BI-RTGS), pengembangan mekanisme penanggulangan
pengedaran uang secara komprehensif. Ketentuan ini kondisi failure to settle, dan pengaturan penyelenggaraan
digunakan sebagai landasan dalam melaksanakan tugas kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu
mulai dari pengeluaran hingga pemusnahan uang (APMK). Sementara itu, untuk meningkatkan efisiensi
(Peraturan Bank Indonesia No.6/14/PBI/2004 dan Peraturan sistem pembayaran dilakukan pengembangan sistem
Dewan Gubernur No.6/7/PDG). kliring nasional serta daftar hitam nasional yang
Sebagai penjabaran dari ketentuan pokok tersebut, memungkinkan pelaksanaan kliring secara tersentralisasi
telah dikeluarkan ketentuan Penukaran Uang Rupiah yang dan daftar hitam yang berlaku nasional. Selain itu, dalam
antara lain mengatur mengenai tempat, cara, dan besarnya rangka meningkatkan keamanan dan kepercayaan
nilai penggantian uang yang ditukarkan. Dalam ketentuan terhadap sistem pembayaran, Bank Indonesia memperluas
tersebut penetapan besarnya penggantian uang rusak cakupan pengawasan sistem pembayaran, dari yang
yang ditukarkan disederhanakan dari yang semula terbagi sebelumnya hanya kepada penyelenggara kliring menjadi
dalam tiga kategori, yaitu tidak diganti, diganti 50%, dan kepada peserta dan penyelenggara jasa sistem pembayaran
diganti 100%, menjadi hanya dua kategori, yaitu diganti lainnya.
100% dan tidak diganti (Surat Edaran No.6/25/DPU).
Penyempurnaan ketentuan juga dilakukan untuk Risiko Sistem Pembayaran dan Peraturan Bank
memperoleh informasi yang lebih lengkap atas uang palsu. Indonesia tentang Sistem BI-RTGS
Penyempurnaan tersebut menyangkut penyederhanaan Salah satu hal mendasar yang telah dilakukan dalam
pelaporan uang palsu dan permintaan klarifikasi mengenai sistem pembayaran nontunai di Indonesia untuk
uang yang diragukan keasliannya (Surat Edaran Bank meminimalkan risiko sistem pembayaran adalah
Indonesia No.6/49/DPU). penggunaan sistem BI-RTGS untuk transfer dana dalam
Di samping itu pembenahan ke dalam juga nilai besar. Sistem BI-RTGS ini memproses penyelesaian
dilakukan, seperti tercermin pada Peraturan Dewan transaksi pembayaran antarbank yang dilakukan per
Gubernur tentang Manajemen Pengedaran Uang transaksi dan bersifat seketika (real time) sehingga dapat
(Peraturan Dewan Gubernur No.6/7/PDG). Sejalan dengan mengurangi risiko dalam sistem pembayaran. Kelancaran
hal tersebut, untuk meningkatkan kepercayaan proses transaksi RTGS merupakan faktor penting yang
stakeholders, area kas ditetapkan sebagai area yang diharapkan dapat mengurangi timbulnya risiko likuiditas
terbatas (stricted area) untuk menjaga sterilisasi area kas dan risiko sistemik mengingat permasalahan likuiditas
(SE No.6/72/INTERN). dalam suatu bank dapat mengganggu sistem perbankan
dan perekonomian secara keseluruhan.
KEBIJAKAN SISTEM PEMBAYARAN NONTUNAI Secara umum, risiko dalam sistem pembayaran
Kebijakan sistem pembayaran nontunai yang Indonesia, khususnya risiko likuiditas dan risiko kredit,
dilakukan Bank Indonesia pada 2004 dititikberatkan pada dapat diminimalkan dengan sistem BI-RTGS. Berkurangnya
usaha meminimalkan risiko dan meningkatkan efisiensi risiko ini didorong oleh semakin rendahnya kemungkinan
sistem pembayaran. Langkah-langkah yang ditempuh kegagalan penyelesaian kewajiban pembayaran oleh bank
antara lain meliputi penerbitan Peraturan Bank Indonesia mengingat transaksi RTGS hanya dapat dilaksanakan
157
Bab 10: Sistem Pembayaran Nasional
secara efektif apabila bank memiliki dana yang cukup di Terkait dengan sistem BI-RTGS, Bank Indonesia juga
Bank Indonesia. melakukan berbagai upaya untuk meminimalkan risiko
Pada 2004, perbandingan penggunaan sistem RTGS operasional. Dalam rangka mempertahankan keamanan,
terhadap kliring adalah 94,9% berbanding 5,1% (Rp 97,4 sistem BI-RTGS mendorong bank menjalankan prinsip
triliun: Rp5,3 triliun). Perbandingan tersebut mem- kehati-hatian dalam melakukan aktivitas transfer dana
perlihatkan bahwa risiko kegagalan penyelesaian transaksi dalam nilai besar serta memberikan kepastian hukum
di akhir hari yang ditanggung oleh Bank Indonesia dalam terhadap pelaksanaan transaksi melalui sistem BI-RTGS.
sistem kliring hanya sebesar 5,1% dari total nilai setelmen. Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan mengenai
Pergeseran dari sistem kliring ke sistem RTGS menciptakan sistem BI-RTGS dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
adanya penyebaran risiko sistem pembayaran dari semula 6/8/PBI/2004 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time
hanya terakumulasi pada akhir hari -karena sistem kliring Gross Settlement (PBI Sistem BI-RTGS) yang mulai
yang bersifat multilateral netting dan diproses untuk diberlakukan pada tanggal 11 Maret 2004.
setelmen pada akhir hari- menjadi tersebar sepanjang Perubahan mendasar dalam pengaturan sistem BI-
waktu operasional sistem BI-RTGS (06.30 s.d 17.00 WIB). RTGS dengan diberlakukannya PBI No.6/8/PBI/2004 antara
Penyebaran risiko ini mendorong bank untuk mengelola lain adalah (i) penegasan pengertian real time yang antara
likuiditasnya sepanjang hari dengan lebih baik. lain diimplementasikan dalam batas waktu pengiriman
Untuk menghindari risiko teknis, Bank Indonesia instruksi transfer dan batas waktu penerusan dana kepada
memberikan perhatian yang tinggi terhadap kehandalan nasabah penerima yang disertai dengan kompensasi
sistem (robustness). Kehandalan sistem BI-RTGS dapat apabila terjadi keterlambatan; (ii) penegasan kewajiban
diwujudkan antara lain dengan usaha pencapaian tingkat peserta pengirim dan peserta penerima; (iii) pengawasan
ketersediaannya yang tinggi dan adanya dukungan terhadap peserta sistem BI-RTGS oleh Bank Indonesia; (iv)
jaringan komunikasi yang baik. Sehubungan dengan hal penerapan sanksi yang bersifat berjenjang, mulai dari
tersebut, Bank Indonesia sebagai penyelenggara sistem teguran tertulis sampai dengan sanksi tertinggi berupa
BI-RTGS telah menyusun kebijakan, prosedur, dan sarana suspend (peserta hanya dapat menerima transaksi tetapi
backup system yang selalu diperbaharui dan tidak dapat mengirim transaksi melalui sistem BI-RTGS);
diujicobakan. Komponen Sistem BI-RTGS seperti mesin (v) pengumuman perubahan status peserta kepada seluruh
RCC, server RTGS, terminal RT dan communication peserta lainnya (apabila ada peserta yang di-suspend).
network telah memiliki cadangan. Selain itu, off-site back
up center (Disaster Recovery Center/DRC) juga telah Skema Mengatasi Failure to Settle
dibangun sehingga apabila terjadi gangguan Walaupun nilai total perputaran kliring tidak lagi
penyelenggaraan RTGS di lokasi produksi (pada fasilitas berarti untuk menggolongkan sistem tersebut ke dalam
on-site) atau tidak dapat diakses, sistem BI-RTGS tetap Systemically Importance Payment System, risiko kegagalan
dapat dioperasikan dari lokasi DRC. Untuk menjamin penyelesaian transaksi tetap ada. Dalam posisi Bank
kesinambungan operasi ini, pada 2004 telah dilakukan Indonesia sebagai central counterparty yaitu pihak yang
enam kali uji coba fasilitas DRC sistem BI-RTGS. Dari uji mengambil alih utang-piutang kliring antarpeserta kliring,
coba ini diperoleh hasil bahwa seluruh infrastruktur Bank Indonesia telah mengembangkan mekanisme untuk
cadangan sistem BI-RTGS mampu bekerja dengan baik. mengatasi failure-to-settle (FtS) sejak 2002.
158
Bab 10: Sistem Pembayaran Nasional
159
Bab 10: Sistem Pembayaran Nasional
pengawasan terhadap Perusahaan Percetakan Warkat paperbased), dan sentralisasi hasil kliring secara nasional
Dokumen Kliring (PPWDK). untuk kepentingan mekanisme FtS. Pada 2004
pengembangan SKN telah sampai pada tahap penyusunan
Pengembangan Sistem Kliring Nasional (SKN) dan pengembangan aplikasi yang akan dipergunakan
Transfer kredit antarbank, baik untuk kepentingan dalam SKN. Selain itu, guna memperlancar dan
bank maupun untuk kepentingan nasabah, telah dilakukan mempercepat kesiapan bank dalam menghadapi
melalui berbagai sistem, baik yang diselenggarakan oleh penerapan SKN tersebut, pada bulan Desember 2004 telah
Bank Indonesia maupun oleh pihak lain. Penyelenggaraan dilakukan sosialisasi mengenai aspek teknis SKN kepada
transfer kredit antar bank oleh Bank Indonesia dapat seluruh bank.
dilakukan melalui sistem BI-RTGS untuk nominal 100 juta
ke atas atau sistem kliring untuk nominal kurang dari 100 Pengembangan Daftar Hitam Nasional (DHN)
juta. Sedangkan di luar sistem Bank Indonesia, bank dapat Daftar Hitam Nasional (DHN) adalah daftar yang
melakukan transfer kredit melalui sistem transfer intrabank memuat nama (individu atau badan usaha) penarik cek
(antarkantor bank) dengan cakupan lokal atau nasional, kosong dalam jumlah tertentu pada periode waktu
tergantung jaringan kantor yang dimiliki bank yang tertentu di dalam kawasan perekonomian Indonesia.
bersangkutan, serta sistem transfer melalui mekanisme Keberadaan individu atau badan usaha dalam DHN
domestic correspondent banking , khususnya untuk menyebabkan yang bersangkutan tidak dapat melakukan
transfer antarkota/daerah. aktivitas kliring di wilayah kliring tersebut untuk jangka
Penyelenggaraan transfer kredit melalui sistem BI- waktu tertentu. Selain merupakan upaya untuk
RTGS saat ini bersifat paperless, sedangkan transfer kredit memelihara kepercayaan masyarakat terhadap alat
melalui sistem kliring masih menggunakan warkat nota pembayaran cek/bilyet giro (BG), DHN juga merupakan
kredit (paper-based). Penggunaan warkat tersebut dirasakan implikasi dari pengembangan SKN. Sebagai upaya untuk
tidak efisien lagi mengingat setiap hari volume transaksi meningkatkan keikutsertaan bank dalam menjaga
transfer kredit cukup besar. Agar lebih efisien, perlu di- kepercayaan terhadap sistem pembayaran, kelak
kembangkan suatu sistem kliring yang dapat meng- penatausahaan DHN akan dilakukan secara self assessment
akomodasi transaksi transfer kredit antarbank yang bersifat oleh masing-masing bank. Sedangkan Bank Indonesia
paperless. Karena sistem kliring yang ada saat ini merupakan hanya akan berperan sebagai regulator dan supervisor
suatu sistem yang terintegrasi antara kliring warkat debet melalui pengawasan aktif dan pasif terhadap kemungkinan
dan kliring nota kredit, rencana pengembangan sistem bank melakukan kesalahan input alasan penolakan,
kliring paperless, akan berdampak terhadap sistem kliring keterlambatan penyampaian laporan, tidak melaporkan
secara keseluruhan (Sistem Kliring Nasional). Adanya nasabah DH, dan tidak menutup rekening nasabah DH.
rencana penerapan mekanisme FtS juga berimplikasi
terhadap disain teknis sistem kliring secara keseluruhan. PERKEMBANGAN ALAT-ALAT PEMBAYARAN
Atas dasar pertimbangan tersebut, Bank Indonesia Alat Pembayaran Tunai
melakukan pengembangan Sistem Kliring Nasional (SKN) Uang Kartal yang Diedarkan (UYD)
yang mencakup kliring kredit (paperless Nota Kredit), kliring Posisi UYD selama 2004 cenderung meningkat,
debet (cek, bilyet giro dan warkat debet lainnya yang masih tetapi dengan laju pertumbuhan yang lebih rendah
160
Bab 10: Sistem Pembayaran Nasional
Tabel 10.1
adalah pecahan Rp50.000 dan Rp100.000 masing-masing
Perkembangan Posisi Uang Kartal yang Diedarkan (UYD)
sebesar 53,5% dan 25,4% dari total UYD. Adapun dari
2003 2004
Triliun Rp Porsi (%) Triliun Rp Porsi (%) jumlah bilyet/keping uang kartal yang diedarkan, 89,5%
UYD 112,8 100,0 126,9 100,0 merupakan uang pecahan Rp5.000 ke bawah, dan sisanya
Kertas 110,4 97,9 124,3 98,0 sebesar 10,5% merupakan uang kertas pecahan besar
Logam 2,4 2,1 2,6 2,0 (Rp10.000 ke atas).
Ω Ω Ω Ω Ω
dibandingkan tahun lalu. Laju pertumbuhan UYD pada Pengadaan Uang dan Posisi Kas
2004 sebesar 12,6%, sedikit menurun dibandingkan 2003 Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat
yang tumbuh mencapai 14,6%. Laju pertumbuhan UYD terhadap uang kartal, selama 2004 Bank Indonesia
pada 2004 tersebut seiring dengan meningkatnya kegiatan melakukan pengadaan uang sebanyak 4,8 miliar bilyet
ekonomi di Indonesia dan merupakan imbas dari proses uang kertas senilai Rp68,3 triliun dan 1,3 miliar keping
pelaksanaan pemilihan umum. Secara bulanan, kenaikan uang logam senilai Rp372,4 miliar. Jumlah pengadaan
terbesar terjadi pada bulan November dan Desember 2004 uang tersebut lebih rendah dibandingkan tahun lalu
terutama karena meningkatnya kebutuhan masyarakat sebanyak 5,3 miliar bilyet uang kertas dan 1,5 miliar keping
dalam menghadapi perayaan hari besar keagamaan dan uang logam atau senilai Rp88,4 triliun.
tahun baru. Adapun secara harian, posisi UYD tertinggi Sekalipun pengadaan uang mengalami penurunan,
selama 2004 terjadi pada tanggal 11 November 2004 yaitu dengan persediaan uang yang ada pada awal tahun,
sebesar Rp141,32 triliun atau lebih besar dibandingkan persediaan uang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat
dengan jumlah UYD tertinggi tahun 2003 sebesar selama 2004. Posisi kas secara nasional pada akhir 2004
Rp125,17 triliun. sebesar Rp44,7 triliun, masih berada pada kisaran
Berdasarkan jenisnya, perbandingan antara uang kebutuhan kas minimum secara nasional sebesar 2-3 bulan
kertas dan uang logam yang diedarkan tidak mengalami permintaan masyarakat (Grafik 10.1).
perubahan berarti. Secara nominal, sebagian besar UYD
adalah uang kertas dan hanya sebagian kecil UYD dalam Pemusnahan Uang
bentuk uang logam (Tabel 10.1). Sebagian besar UYD Selain menyediakan uang dalam jumlah yang cukup,
Bank Indonesia juga senantiasa menjaga kualitas uang
100
Triliun Rp yang diedarkan. Upaya ini dilakukan dengan
90
memusnahkan uang tidak layak edar serta mengganti uang
80
70 yang dimusnahkan tersebut. Jumlah pemusnahan uang
60
50 selama tahun 2004 mencapai sebesar Rp86,3 triliun,
40
meningkat 18,4% dari 2003 yang mencapai Rp72,9 triliun.
30
20 2002 Secara nominal, pemusnahan uang terbesar adalah
10 2003
2004
0 untuk pecahan Rp50.000 dengan nilai sebesar Rp57,4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
161
Bab 10: Sistem Pembayaran Nasional
20
15
Perkembangan Aliran Uang Masuk dan Aliran 10
Uang Keluar 5
0
Aliran uang masuk dan aliran uang keluar secara 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
162
Bab 10: Sistem Pembayaran Nasional
Kode : Keterangan
Perkembangan Transaksi RTGS ACPT : Transaksi Dibatalkan √ karena transmisi tidak sempurna
HCNL : Transaksi Dibatalkan oleh Host
PSED : Settlement pending √ karena menunggu data
Pada 2004, total aktivitas BI-RTGS mencapai Rp QCNL : Que Cancelled √ transaksi dalam antrian dibatalkan oleh pengirim (bank)
karena pertimbangan bisnis (prioritisasi)
RJTD : Transmisi telah ditolak oleh supervisor
23.359 triliun dengan jumlah transaksi sebanyak 5.031
Grafik 10.4
ribu atau masing-masing meningkat 11,6% dan 20,9% Persentase Keberhasilan Setelmen Transaksi RTGS
Transaksi Miliar Rp
600.000 3.000.000
Volume
540.000 0%
Nominal (Rp juta)
2.500.000
480.000 Poly. (Volume)
Poly. (Nominal (Rp juta)) Bank Asing
420.000
2.000.000 24% 20%
360.000 Bank Campuran
163
Bab 10: Sistem Pembayaran Nasional
Tabel 10.2
Profil Aliran Dana Dalam BI-RTGS
(Persen)
Ke
Pangsa Nominal Bank Bank Bank Bank BPD BUSN Total
Asing Campuran Pemerintah Indonesia
Ke
Pangsa Volume Bank Bank Bank Bank BPD BUSN Total
Asing Campuran Pemerintah Indonesia
transaksi FASBI dan OPT yang dilakukan dengan Bank sehari sebelumnya, serta pengkreditan kembali rekening
Indonesia. Secara keseluruhan, transaksi antar bank untuk bank oleh Bank Indonesia untuk pelunasan FASBI dan OPT.
untung nasabah memiliki volume yang paling signifikan Sementara untuk volume terbanyak terjadi pada rentang
di dalam sistem BI-RTGS. Hal itu menunjukkan bahwa waktu pukul 13.00 √ 14.00 WIB sebagai akibat dari mulai
nasabah merupakan pihak yang diuntungkan dengan masuknya transaksi antar bank untuk nasabah (yang
keberadaan sistem BI-RTGS. Sementara itu, tingginya diinput pada hari tersebut), mulai aktifnya trasaksi PUAB,
pangsa transaksi BI-RTGS yang dilakukan oleh BI, serta pelimpahan saldo kliring dari seluruh wilayah kliring
disebabkan oleh besarnya jenis-jenis transaksi terkait sistem (Grafik 10.6).
pembayaran (transaksi kliring, transaksi tarik/setor uang
tunai), dan transaksi dalam rangka pengendalian moneter
M [> 6 PM]
(transaksi FASBI dan OPT). L [5 - 6 PM]
K [4 - 5 PM]
Volume 2.68% 1.24% 4.19% 8.87% 11.92% 14.54% 14.89% 15.83% 14.03% 8.85% 2.58% 0.22% 0.16% 100 %
Nominal 23.58% 4.18% 4.55% 4.94% 7.02% 9.44% 12.99% 7.62% 8.37% 8.11% 8.65% 0.43% 0.12% 100 %
164
Bab 10: Sistem Pembayaran Nasional
60.000.000 1.000
3.000.000
500
40.000.000 2.000.000
7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 0
2002 2003 2004 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2003 2004
Sampai akhir 2004, aktivitas kliring secara nasional (intercity clearing) pada 2004 menunjukkan penurunan
mencapai Rp. 1.288 trilyun dengan warkat sejumlah 76,9 dalam jumlah warkat dan peningkatan dalam nominal
juta lembar (Grafik 10.7). Dibandingkan dengan 2003, hal yang diproses. Nominal transaksi kliring antar wilayah
ini menunjukkan peningkatan nilai transaksi sebesar 17% mencapai Rp.9 trilyun atau naik sebesar 7,7% dari
(dari Rp. 1.099 trilyun) serta volume transaksi sebanyak 2003, sedangkan volume transaksi kliring antar wilayah
10,7% (dari 69,5 juta transaksi). Kondisi di atas turun 8,1% dari 2003 menjadi 402 ribu pada 2004
menyebabkan RRH nominal dan volume naik masing- (Grafik 10.10). Hal tersebut menyebabkan RRH nominal
masing sebesar 12,6% (dari Rp. 4,7 trilyun menjadi Rp. 5,3 kliring antar wilayah pada 2004 naik 9 % menjadi Rp.
trilyun) dan 6,6% (dari 296 ribu warkat menjadi 319 ribu 37,8 milyar dibandingkan kondisi 2003. Di lain pihak,
warkat). Dari keseluruhan aktivitas kliring, wilayah kliring RRH volume kliring antar wilayah turun 7% menjadi
Jakarta memiliki pangsa volume dan nominal masing- 1.687 transaksi dibandingkan dengan kondisi tahun
masing sebesar 50% dan 48% (Grafik 10.8 dan 10.9). lalu.
40 700.000 30.000
600.000
30
500.000 20.000
20 400.000
300.000 10.000
10
200.000
0 100.000 0
12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2003 2004
2003 2004
165
Bab 10: Sistem Pembayaran Nasional
500 10.000
kartu (APMK), penambahan mesin ATM, makin
0 0
2000 2001 2002 2003 2004
banyaknya bank yang menjadi anggota switching ATM
serta integrasi dari perusahaan switching yang ada. Grafik 10.12
Berbeda dari tahun lalu ketika ATM menjadi alat Trend Perkembangan Transaksi APMK Secara Bulanan
Miliar Rp
450.000 Unit
400.000 ATM (Rp Miliar) 14.000
Kartu Kredit (Rp Miliar)
350.000 12.000 Jumlah Mesin ATM
Kartu Debit (Rp Miliar)
300.000 10.000
250.000
8.000
200.000
6.000
150.000
4.000
100.000
50.000 2.000
0 0
1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
166
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
Bab 11:
Perekonomian Dunia dan
Kerjasama Internasional
167
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
Bab 11:
Perekonomian Dunia dan Kerja Sama Internasional
PERKEMBANGAN EKONOMI DUNIA perekonomiannya tumbuh tinggi pada tahun lalu kembali
Kinerja ekonomi dunia sepanjang 2004 menunjukkan tumbuh tinggi mencapai lebih dari 9,0%.
perkembangan membaik yang ditandai dengan laju Meningkatnya konsumsi dan investasi di AS √ dan
pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,0% (Tabel 11.1) juga Cina √ sebagian dipenuhi oleh impor sehingga
√ merupakan laju pertumbuhan tertinggi dalam tiga meningkatkan volume perdagangan dunia. Volume
dekade terakhir. Perekonomian dunia mulai membaik sejak perdagangan dunia sepanjang 2004 tumbuh mencapai
2003 yang didorong oleh kebijakan suku bunga rendah 8,8%. Lebih jauh lagi, meningkatnya perdagangan dunia
dan stimulus fiskal. Kondisi yang kondusif tersebut mendorong aktivitas perekonomian dan mendorong
mendorong tumbuhnya konsumsi dan investasi. Pada 2004 pertumbuhan ekonomi dunia.
konsumsi dan investasi terus meningkat, terutama di Tingginya permintaan dunia selain mendorong
Amerika Serikat (AS) dan Cina yang menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, juga mengakibatkan harga
utama pertumbuhan ekonomi dunia. Perekonomian AS berbagai komoditi meningkat, terutama harga minyak
yang mulai bangkit pada pertengahan 2003 tumbuh yang meningkat sangat tinggi. Meningkatnya harga
semakin tinggi mencapai 4,3%. Sementara itu, Cina yang minyak juga disebabkan oleh terganggunya pasokan
168
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
minyak dunia dari beberapa sentra produksi. Pada menjadi 1,25%. Beberapa negara lain juga menaikkan suku
akhirnya, kenaikan harga minyak meningkatkan laju inflasi. bunga, bahkan Inggris dan Selandia Baru telah lebih dahulu
Tekanan inflasi yang meningkat direspons dengan menaikkan suku bunga. Inggris mulai menaikkan suku
kebijakan moneter yang cenderung ketat. AS memulai siklus bunga sejak November 2003, sementara Selandia Baru sejak
kebijakan moneter ketat sejak Juni 2004 ketika Federal Januari 2004. Cina juga menaikkan suku bunga untuk
Reserve (the Fed ) menaikkan suku bunga dari 1,00% mencegah perekonomiannya mengalami overheating.
Tabel 11.1
Indikator Ekonomi Utama
(Persen)
e : Estimasi
f : Proyeksi
Sumber : IMF, World Economic Outlook, September 2004
169
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
Perlu dicemati bahwa terdapat beberapa negara yang AS mencatat laju pertumbuhan 4,3% yang didorong oleh
mempertahankan kebijakan moneter longgar dan bahkan meningkatnya permintaan domestik. Meningkatnya
menurunkan suku bunga. Jepang dan Kawasan Euro permintaan domestik terjadi setelah investasi dan
mempertahankan kebijakan moneter longgar untuk konsumsi mengalami peningkatan yang cukup tinggi.
mendorong perekonomiannya yang relatif masih lemah. Investasi meningkat 10,3%, jauh lebih tinggi
Sementara itu, Korea Selatan menurunkan suku bunga dibandingkan peningkatan tahun lalu sebesar 3,3%.
untuk memulihkan permintaan domestiknya yang terus Sementara itu, konsumsi meningkat sebesar 3,7%.
menurun. Meningkatnya permintaan domestik tidak terlepas dari
Peningkatan suku bunga pada umumnya dilakukan kebijakan suku bunga rendah, terutama sebelum paruh
dengan memperhatikan dampaknya terhadap kedua 2004, dan kebijakan fiskal yang ekspansif. Defisit
pertumbuhan ekonomi, sehingga peningkatannya fiskal AS pada 2004 meningkat menjadi 4,9% dari 4,6%
dilakukan secara gradual dan suku bunga masih berada pada tahun lalu.
pada level yang relatif rendah. Dengan perkembangan Perkembangan ekonomi yang membaik juga
tersebut, kenaikan suku bunga belum banyak berdampak positif pada kegiatan produksi. Indeks produksi
berpengaruh meredam laju inflasi. Pada kelompok manufaktur meningkat sekitar 4,0%, diikuti oleh
negara-negara maju, laju inflasi meningkat menjadi meningkatnya penyerapan tenaga kerja sehingga angka
2,1% dari sebesar 1,8% pada tahun lalu. Sementara pengangguran menurun dari 5,7% pada 2003 menjadi
itu, laju inflasi di kelompok negara berkembang sedikit 5,4%.
menurun menjadi 6,0% dari sebesar 6,1%. Namun, meningkatnya permintaan domestik juga
Perkembangan tersebut menunjukkan inflasi relatif mengakibatkan tekanan inflasi meningkat. Pada saat yang
cukup terkendali mengingat faktor-faktor yang bersamaan harga minyak juga mengalami peningkatan
mempengaruhinya √ harga minyak dan permintaan yang tinggi, sehingga tekanan inflasi menjadi semakin
dunia √ tumbuh sangat tinggi. besar. Tekanan inflasi tersebut mendorong the Fed
Meskipun terus membaik, perkembangan ekonomi mengubah stance kebijakan moneternya menjadi ketat.
dunia masih diiringi oleh beberapa permasalahan yang Dalam pelaksanaannya, peningkatan suku bunga
berpotensi mengganggu kesinambungan pertumbuhan dilakukan secara terukur untuk menjaga momentum
ekonomi dunia di masa yang akan datang. Permasalahan pemulihan ekonomi. Sepanjang 2004, the Fed menaikkan
tersebut adalah masih tingginya harga minyak dan suku bunga 125 basis poin sehingga pada akhir tahun
meningkatnya defisit transaksi berjalan dan defisit fiskal suku bunga menjadi 2,25%. Kebijakan the Fed menaikkan
di AS yang mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan suku bunga dapat mengurangi tekanan inflasi, walaupun
global (baca Boks - Ketidakseimbangan Global dan inflasi masih meningkat menjadi 3,0% dari sebesar 2,3%
Implikasinya). pada tahun 2003.
Selain memberikan tekanan inflasi, tingginya
Perkembangan Ekonomi Amerika Serikat permintaan domestik juga berdampak pada peningkatan
Perekonomian AS pada 2004 menunjukkan impor (15,6%) √ lebih tinggi dibandingkan ekspor (12,8%)
perkembangan yang membaik dan berperan besar dalam √ sehingga defisit transaksi berjalan AS meningkat.
mendorong pertumbuhan ekonomi dunia. Perekonomian Meningkatnya defisit tersebut memperburuk
170
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
permasalahan ketidakseimbangan global yang terjadi pada yang tumbuh cukup tinggi. Laju pertumbuhan ekonomi
beberapa tahun terakhir, serta meningkatkan potensi risiko yang meningkat dan diiringi oleh meningkatnya harga,
terhadap kesinambungan pertumbuhan ekonomi dunia terutama harga aset, mendorong Bank of England (BOE)
jika terjadi proses re-balancing secara drastis. melanjutkan kebijakan moneter ketat yang telah dimulai
sejak 2003. Sepanjang 2004, BOE menaikkan suku bunga
Perkembangan Ekonomi Eropa sebesar 100 basis poin menjadi 4,75%. Kebijakan tersebut
Kinerja ekonomi Kawasan Euro menunjukkan cukup efektif meredam laju inflasi sehingga menurun
perbaikan yang cukup berarti pada 2004. Pertumbuhan cukup signifikan menjadi 2,2% dari 2,8% pada tahun
ekonomi meningkat 2,2%, jauh melebihi laju 2003.
pertumbuhan tahun lalu sebesar 0,5%. Pertumbuhan
tersebut lebih banyak disumbang oleh kinerja sektor Perkembangan Ekonomi Jepang
eksternal yang membaik sejalan dengan tingginya Perekonomian Jepang sepanjang 2004 menunjukkan
permintaan dunia. Ekspor yang meningkat lebih tinggi perkembangan membaik yang juga didorong oleh kinerja
dibandingkan impor menjadikan nilai ekspor-impor neto sektor eksternal. Ekspor dan impor masing-masing
kawasan ini meningkat 6,7%. Sementara itu, permintaan meningkat sebesar 11,8% dan 10,8%, sehingga surplus
domestik relatif masih lemah dengan pertumbuhan transaksi berjalan meningkat sebesar 17,7%. Meskipun
konsumsi dan investasi masing-masing sebesar 1,2% dan yen cenderung terapresiasi, ekspor masih tetap meningkat
1,4%. oleh karena tingginya permintaan dunia. Sementara itu,
Masih lemahnya permintaan domestik menjadikan konsumsi dan investasi juga menunjukkan pertumbuhan
tekanan inflasi relatif rendah. Laju inflasi sepanjang tahun walaupun pertumbuhannya relatif masih rendah. Konsumsi
laporan relatif sama dengan tahun lalu, yaitu sebesar 2,1%. tumbuh sekitar 2,1%, sementara investasi naik 3,5%.
Rendahnya tekanan inflasi mendorong European Central Naiknya investasi dipicu oleh terbatasnya kapasitas
Bank (ECB) mempertahankan suku bunga pada level 2,0%. produksi yang belum digunakan dan tingginya permintaan
Di samping itu, kebijakan ECB tersebut juga dapat dunia. Perkembangan tersebut mendorong pertumbuhan
mengurangi tekanan apresiatif mata uang euro terhadap PDB yang diperkirakan mencapai 4,4%.
dolar AS yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja Membaiknya perekonomian juga diiringi oleh
sektor eksternal. kecenderungan meningkatnya harga yang bagi
Upaya mendorong aktivitas perekonomian juga perekonomian Jepang merupakan perkembangan yang
dilakukan melalui stimulus fiskal oleh pemerintah masing- positif setelah mengalami deflasi berkepanjangan. Pada
masing negara dalam Kawasan Euro. Secara keseluruhan tiga bulan terakhir 2004, harga-harga telah menunjukkan
defisit fiskal di Kawasan Euro mencapai 2,9%, sedikit peningkatan sehingga secara keseluruhan tahun laju inflasi
meningkat dibanding dengan 2003 sebesar 2,8%. membaik menjadi 0,0% dari deflasi 0,3% pada tahun lalu.
Berbeda dengan Kawasan Euro, perekonomian Dalam upaya meningkatkan kinerja perekonomian
Inggris tumbuh lebih tinggi mencapai 3,4%. Selain dan mengatasi deflasi, Bank of Japan (BOJ)
didukung oleh permintaan domestik √ konsumsi dan mempertahankan kebijakan moneter longgar dan
investasi masing-masing tumbuh sebesar 3,7% dan 6,3%, didukung oleh kebijakan fiskal defisit. Sementara untuk
pertumbuhan ekonomi Inggris juga didorong oleh ekspor menjaga daya saing produk ekspornya, Pemerintah
171
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
melakukan intervensi √ walaupun tidak seagresif tahun- Singapura, Hong Kong, dan Malaysia, dengan laju
tahun sebelumnya √ untuk menahan apresiasi nilai tukar pertumbuhan lebih dari 7,0%.
yen terhadap dolar AS. Perekonomian Korea Selatan pada tahun ini tumbuh
4,6%, walaupun permintaan domestiknya masih lemah.
Perkembangan Ekonomi Asia Pasifik di luar Pertumbuhan ekonomi tersebut didorong oleh ekspor yang
Jepang tumbuh cukup tinggi sejalan dengan tingginya permintaan
Negara-negara di kawasan Asia kembali mengalami dunia, walaupun sedikit terhambat oleh apresiasi nilai tukar
pertumbuhan yang cukup tinggi. Kelompok negara-negara won terhadap dolar AS.
industri baru (newly industrialized economies: Korea, Hong Sejalan dengan meningkatnya tekanan inflasi dunia,
Kong, Taiwan, dan Singapura) tumbuh sekitar 5,5%, laju inflasi di kawasan Asia Pasifik juga meningkat cukup
sementara kelompok negara-negara berkembang tumbuh tinggi, terutama di Cina. Sebagaimana Cina yang
sekitar 7,6%. Pertumbuhan yang tinggi di kawasan ini meningkatkan suku bunga, beberapa negara di kawasan
terutama didorong oleh Cina yang aktivitas ini, seperti Selandia Baru, India, dan Thailand, juga
pembangunannya terus meningkat. Meskipun demikian, menaikkan suku bunga untuk meredam tekanan inflasi.
pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga diiringi oleh Meskipun demikian, di tengah kecenderungan pengetatan
tekanan inflasi yang meningkat. Meningkatnya tekanan moneter dan relatif tingginya inflasi, Korea Selatan justru
inflasi direspons dengan kebijakan moneter ketat oleh menurunkan suku bunga untuk mendorong permintaan
beberapa negara. domestik yang masih lemah. Bank of Korea sepanjang
Perekonomian Cina mencatat laju pertumbuhan 2004 menurunkan suku bunga sebanyak dua kali dari
yang tinggi mencapai 9,0% pada tahun ini. Pertumbuhan 3,75% menjadi 3,25%.
tersebut didorong oleh investasi yang meningkat pesat,
terutama investasi dalam pembangunan infrastruktur. Perkembangan Ekonomi Amerika Latin
Untuk mendukung pembangunan infrastruktur tersebut, Perekonomian kawasan Amerika Latin sepanjang
Cina menyerap pasokan minyak serta bahan baku penting 2004 tumbuh cukup tinggi mencapai sekitar 4,6%, jauh
lainnya, seperti baja, alumunium, dan tembaga dalam lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahun lalu sebesar
jumlah besar dari pasar komoditi dunia. Permintaan Cina 1,8%. Meningkatnya pertumbuhan di kawasan ini
yang tinggi berdampak pada kenaikan harga komoditi di merupakan dampak positif dari membaiknya ekonomi AS.
pasar dunia. Sementara dampaknya terhadap Tingginya permintaan domestik AS meningkatkan ekspor
perekonomian domestik adalah meningkatnya inflasi di dari kawasan ini.
dalam negeri. Tekanan inflasi yang meningkat direspons Meksiko yang berbatasan langsung dengan AS
dengan meningkatkan suku bunga dan kebijakan memperoleh keuntungan langsung dari meningkatnya
membatasi kredit pada sektor-sektor tertentu. perdagangan dengan AS, sehingga mendorong aktivitas
India juga mengalami pertumbuhan ekonomi yang perekonomian domestiknya. Perekonomian Meksiko
tinggi, walaupun sedikit menurun dibandingkan tahun lalu. tumbuh 4% setelah ekspor dan permintaan domestik
Perekonomian India tumbuh sekitar 6,0% yang didorong membaik. Venezuela selain terbantu oleh meningkatnya
oleh konsumsi dan investasi. Negara lain yang juga permintaan dunia juga tertolong oleh tingginya harga
mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi adalah minyak. Pertumbuhan ekonomi Venezuela semakin tinggi
172
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
6.000
10.000
tahun sebelumnya mengalami kontraksi. Sementara itu,
5.000
8.000
pertumbuhan ekonomi Brazil dan Chili lebih banyak 4.000
6.000
3.000
didorong oleh konsumsi domestik dan investasi. Kinerja 4.000
DJIA 2.000
ekspor juga membantu pertumbuhan ekonomi, terutama 2.000
Nikkei 225
DJ Stoxx 50 1.000
FTSE 100
bagi Chili yang ekspornya meningkat cukup tinggi, 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0
2002 2003 2004
termasuk tembaga yang merupakan komoditi ekspor Sumber : Bloomberg
Grafik 11.2
bullish yang ditandai dengan kecenderungan Indeks Harga Saham di Beberapa Negara Asia
meningkatnya indeks harga saham sepanjang 2004.
173
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
indeks FTSE 100 di Inggris meningkat 7,54%, indeks Dow modal asing. Kecenderungan menguatnya mata uang Asia
Jones Euro Stoxx 50 di Kawasan Euro meningkat 4,30%, terhadap dolar AS juga menjadi insentif lain yang menarik
dan indeks Nikkei 225 di Jepang meningkat 7,61% masuk modal asing. Di samping investasi portofolio, aliran
menjadi 11489 (Grafik 11.1). Sementara itu, modal asing juga mengalir ke kawasan Asia dalam bentuk
perkembangan indeks harga saham di Asia lebih bervariasi penanaman modal asing (FDI) dan pinjaman.
(Grafik 11.2). Peningkatan indeks yang cukup berarti terjadi Nilai modal asing yang mengalir ke negara-negara
di pasar modal Indonesia (44,6%), Singapura (17,1%), dan berkembang diperkirakan meningkat cukup tinggi. Secara
Korea Selatan (10,5%). Sebaliknya, indeks harga saham keseluruhan, aliran modal tersebut meningkat dari $211
di Thailand dan Cina cenderung menurun. miliar pada 2003 menjadi sekitar $279 miliar pada 2004
Kecenderungan meningkatnya suku bunga juga (Tabel 11.2). Peningkatan investasi asing tersebut terjadi
mempengaruhi pergerakan yield obligasi pemerintah (AS, pada seluruh jenis investasi, termasuk FDI yang meningkat
Kawasan Euro, dan Jepang). Yield obligasi cenderung cukup tinggi mencapai 43%.
bergerak menurun walaupun sempat meningkat tajam Kondisi pasar uang dunia cenderung lebih ketat pada
pada saat berkembang ekspektasi bahwa the Fed akan 2004 yang dipengaruhi oleh peningkatan suku bunga
menaikkan suku bunga. Namun, kebijakan peningkatan kebijakan moneter. Peningkatan suku bunga diawali oleh
suku bunga yang dilakukan secara bertahap menjadikan Reserve Bank of New Zealand (RBNZ) pada Januari 2004
yield kembali bergerak menurun. dengan peningkatan sebesar 25 basis poin menjadi 5,25%.
Perkembangan pasar modal dunia juga diwarnai oleh RBNZ beberapa kali menaikkan suku bunga sehingga pada
mengalirnya modal internasional ke pasar modal kawasan akhir 2004 berada di level 6,50%. Pada Februari 2004,
Asia. Keuntungan investasi di pasar modal kawasan Asia BOE menaikkan suku bunga sebagai kelanjutan
yang relatif tinggi menjadi salah satu faktor penarik aliran pengetatan moneter yang telah dilakukannya sejak 2003.
Dalam rentang waktu Februari √ Agustus 2004, BOE empat
174
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
Tabel 11.3
Perkembangan Nilai Tukar Beberapa Negara terhadap Dolar AS, 2004
(Persen)
175
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
1 Harga minyak jenis West Texas Intermediate kelompok komoditi manufaktur (Grafik 11.7).
USD/barrel Indeks
160,0
60,00
140,0
50,00
120,0
40,00 100,0
80,0
30,00
60,0
20,00
40,0
WTI
10,00 20,0
Brent Karet Kopi Lada
Minas
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2002 2003 2004
2002 2003 2004
Sumber : Bloomberg Sumber : Bloomberg
Grafik 11.5 Grafik 11.6
Indeks Harga Komoditas Minyak Indeks Harga Komoditas Pertanian
176
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
80,0
keuangan mulai mempertimbangkan kepentingan negara
80,0
kepentingan antara kelompok negara maju dan
60,0 berkembang menyebabkan putaran perundingan Doha
40,0
yang dimulai sejak tahun 2001 beberapa kali menemui
20,0 Alumunium Tembaga Nikel Timah Batubara
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
kegagalan. Pada Juli 2004 pertemuan Dewan Umum WTO
2002 2003 2004
Sumber : Bloomberg
berhasil menghasilkan kesepakatan Juli 2004 yang
Grafik 11.8 dianggap sebagai terobosan baru dalam perundingan
Indeks Harga Komoditas Pertambangan
Doha.
177
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
Paket Juli 2004 antara lain mencakup: (i) pemberian Accord merupakan suatu bentuk pengkinian dari
perhatian khusus dalam pengembangan sektor pertanian kesepakatan terdahulu, yakni konsensus Montreal
negara berkembang untuk mendorong pencapaian tujuan ( Montreal Consensus ) 2Ω dan konsensus Washington
pembangunan ekonomi, pengurangan kemiskinan dan (Washington Consensus) 3Ω.
ketahanan pangan; (ii) perbaikan substansial terhadap Kritik terhadap konsensus sebelumnya mendorong
akses ke pasar; (iii) penekanan pada kepentingan negara G-20 untuk mencapai konsensus baru yang mudah
berkembang dan belum berkembang dalam program kerja diadaptasi namun menghindari rekomendasi yang bersifat
Doha dengan memberikan bantuan teknis yang terkait umum atau one-size-fits all, mengingat perkembangan
dengan perdagangan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi negara anggota berada pada tahap yang
dalam penyesuaian dan diversifikasi ekonomi; dan (iv) berbeda. G-20 menegaskan bahwa liberalisasi bertujuan
perhatian pada aspek pembangunan dan perdagangan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan dan
khusus sesuai dengan kebutuhan negara berkembang, kemiskinan. G-20 Accord didasari oleh kepentingan
termasuk masalah keterbatasan kapasitas. bersama untuk mencapai peningkatan lapangan kerja,
Dalam konteks Indonesia, pertemuan Doha Juli kesejahteraan dan pembangunan, yang untuk itu
2004 telah menunjukkan sedikit kemajuan pada bidang diperlukan pertumbuhan ekonomi yang kuat dan
pertanian. Indonesia sebagai koordinator dari 33 negara berkelanjutan. Kebijakan domestik yang direkomendasi
(G-33) berhasil mengajukan konsep produk spesial dan mengacu pada tiga prinsip, yaitu: (i) stabilitas moneter dan
mekanisme safeguard spesial atau special product and keuangan; (ii) meningkatkan daya saing domestik dan
special safeguard mechanism (SP/SSM), serta internasional; dan (iii) memberdayakan masyarakat dan
pembukaan akses pasar internasional yang lebih besar mengurangi kemiskinan.
untuk produk nonpertanian negara berkembang. Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang kuat serta
Konsep SP/SSM merupakan usaha untuk berkelanjutan tidak lepas dari prinsip transparansi,
menyeimbangkan sektor pertanian negara maju dengan akuntabilitas, serta standar etika tata kelola yang baik atau
negara berkembang. Adapun cara yang ditempuh good governance . Dengan tidak melupakan kondisi
adalah dengan memberi kelonggaran bagi negara Indonesia dalam penerapan kebijakan domestik,
berkembang untuk dapat mengatur produk pertanian diharapkan prinsip-prinsip yang tertuang pada G-20
tertentu yang sensitif di dalam negeri ditinjau dari Accord dapat membuka penuh potensi Indonesia di ruang
keamanan dan ketahanan pangan, serta pengentasan lingkup internasional.
kemiskinan. Dengan perumusan sektor yang dapat
didukung sebagai produk spesial, Indonesia dapat Integrasi Ekonomi dan Keuangan Asia
memanfaatkan momentum ini untuk mencapai Pengalaman krisis Asia telah menjadi pelajaran
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. berharga bagi negara-negara Asia untuk meningkatkan
kebersamaan memelihara stabilitas dan memperkuat
Kesepakatan G-20 untuk Pertumbuhan yang ekonomi dan sistem keuangan regional. Hal ini diwujudkan
Berkelanjutan dalam perkembangan pelaksanaan roadmap ke arah
Pada November 2004, G-20 menghasilkan 2 Disepakati pada sidang tahunan G-20 di Montreal, Kanada tahun 2000.
3 Sebelum G-20 terbentuk, beberapa negara industri maju yang saat ini tergabung dalam
kesepakatan ∆G-20 Accord for Sustained Growth∆. G-20 G-20 menghasilkan kesepakatan serupa pada 1989 di Washington D.C, Amerika Serikat,
178
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
integrasi keuangan ASEAN, Chiang Mai Initiative , dalam kerangka AFAS sampai saat ini telah sangat terbuka
kemajuan dalam pengembangan pasar obligasi dan dan lebih liberal dibandingkan komitmen AFAS yang dikenal
liberalisasi perdagangan regional. dengan komitmen ≈GATS plus∆.
Dalam liberalisasi aliran modal, tujuan ASEAN adalah
Roadmap Integrasi Keuangan ASEAN bukan membebaskan aliran modal tetapi mewujudkan
Integrasi keuangan ASEAN berjalan relatif lambat, aliran modal yang lebih longgar. Dalam konteks ini,
mengingat tingginya perbedaan tingkat perkembangan roadmap lebih diarahkan agar masing-masing negara
ekonomi di antara kesepuluh anggota ASEAN yang anggota lebih transparan dalam kebijakan-kebijakan arus
menyebabkan besarnya perbedaan tingkat kedalaman modal, termasuk prudential measures yang digunakan
sistem keuangan di antara negara anggota. Namun, untuk mencegah volatilitas aliran modal. Pengalaman
komitmen untuk mencapai visi ASEAN 2020 yaitu ASEAN suatu negara anggota dalam menerapkan kebijakan aliran
bersatu (masyarakat ekonomi ASEAN) tetap diupayakan modal selanjutnya akan menjadi pelajaran bagi negara lain
pencapaiannya melalui kemajuan dalam roadmap integrasi dalam proses liberalisasi aliran modal. Pada Agustus 2004
keuangan ASEAN yang terdiri dari (i) pengembangan pasar telah dicapai kesepakatan agar informasi kebijakan aliran
modal, (ii) liberalisasi jasa keuangan, (iii) liberalisasi lalulintas modal masing-masing negara ASEAN dapat dipublikasikan
modal, dan (iv) kerja sama nilai tukar. di website ASEAN Secretariat.
Kerja sama di bidang pengembangan pasar modal Kerja sama nilai tukar lebih diarahkan untuk
pada 2004 dititikberatkan pada pembangunan kapasitas memelihara stabilitas nilai tukar yang diperlukan untuk
(institutional capacity building) terutama yang terkait mendorong peningkatan perdagangan dan investasi
dengan hukum dan perundang-undangan, manajemen ASEAN. Tingkat konvergensi ekonomi ASEAN yang lemah
risiko likuiditas, serta infrastruktur pasar untuk dan kesulitan untuk mengorbankan kedaulatan kebijakan
perdagangan, kliring dan setelmen. Selain itu, kerja sama domestik untuk kebijakan regional membuat integrasi
juga dilakukan dalam upaya peningkatan kolaborasi pasar moneter relatif sulit untuk diwujudkan dalam jangka
modal lintas batas (cross border collaboration) melalui pendek-menengah. Pada periode 2004-2005, ASEAN
pembentukan forum untuk meningkatkan jejaring melakukan kajian berbagai kemungkinan bentuk kerja
antarpelaku pasar modal ASEAN serta penyelenggaraan sama nilai tukar yang dapat mendorong perdagangan dan
ASEAN Ministerial Roadshow untuk meningkatkan profile investasi ASEAN.
pasar modal ASEAN. Roadshow pertama telah dilakukan
pada September 2004 di New York. Regional Surveillance dan Chiang Mai Initiative
Liberalisasi jasa keuangan pada tahun 2004 Krisis Asia juga meningkatkan kesadaran untuk
menyelesaikan putaran perundingan tahap ketiga dalam memperkuat regional self√help dalam rangka mencegah
kerangka ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS). terjadinya krisis di masa mendatang. Hal ini dilakukan
Modalitas penyusunan komitmen ASEAN putaran ketiga dengan berbagai upaya untuk meningkatkan
memakai pendekatan positive list dengan mengajukan tiga penyempurnaan mekanisme regional surveillance yang
kategori daftar subsektor untuk diliberalisasi menurut jangka sudah ada untuk melengkapi surveillance yang dilakukan
waktu kesiapan: segera, jangka menengah dan jangka lembaga internasional lainnya (IMF dan ADB). Proses
panjang. Komitmen Indonesia di sektor jasa keuangan penyempurnaan masih berlangsung baik untuk
179
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
meningkatkan efektivitas mekanisme regional surveillance dan BSA (ASEAN+3) yang antara lain mencakup kecukupan
process di ASEAN dan ASEAN+3, penyempurnaan alat jumlah, kecepatan penarikan, keseimbangan antara
analisis maupun meningkatkan kapasitas analis untuk kepentingan pemberi swap dan penerima swap. Upaya
surveillance dimaksud dalam memberikan peringatan dini penyempurnaan term dan condition ASA dan BSA masih
untuk pencegahan krisis. akan berlanjut pada agenda 2005.
Upaya penguatan regional surveillance terkait erat
dengan Chiang Mai Initiative sebagai mekanisme regional Pengembangan Pasar Obligasi Asia
self-help dalam menjaga stabilitas keuangan regional di Struktur keuangan negara-negara Asia umumnya
masa depan. Chiang Mai Initiative terdiri dari dua rentan terhadap gejolak nilai tukar. Hal ini disebabkan oleh
komponen, yaitu (i) perluasan ASEAN Swap Arrangement ketergantungan pada aliran dana jangka pendek luar
(ASA) dari lima negara angoota ASEAN menjadi mencakup negeri akibat belum berkembangnya pasar modal domestik
seluruh anggota ASEAN dan (ii) pembentukan jejaring maupun regional sebagai sumber dana jangka panjang.
Bilateral Swap Arrangement (BSA) di antara negara-negara Lambannya perkembangan pasar modal Asia juga
ASEAN+3. Baik ASA maupun BSA merupakan perjanjian menyebabkan negara-negara Asia yang memiliki cadangan
kerja sama keuangan yang bersifat berjaga-jaga dalam devisa dalam jumlah besar cenderung menanamkannya
rangka pencegahan krisis (precautionary arrangement). di pasar keuangan yang telah maju seperti di AS dan Eropa.
Kedua perjanjian tersebut memiliki kesamaan karakteristik, Berbagai kondisi tersebut mendasari munculnya berbagai
yaitu: (i) akses terhadap fasilitas bantuan tersebut bersifat prakarsa untuk mengembangkan pasar obligasi di kawasan
jangka pendek, yaitu pada saat negara anggota mengalami Asia. Sepanjang periode laporan, upaya pengembangan
gangguan pada neraca pembayaran, (ii) semangat kerja pasar obligasi Asia telah menjadi topik penting yang
sama sangat kental yang tercermin pada tidak adanya banyak ditelaah dalam berbagai forum kerja sama regional
penetapan fee, selain suku bunga pinjaman dan jaminan seperti ASEAN+3, EMEAP, APEC, dan ACD. Forum yang
yang bersifat sovereign, dan (iii) jumlah yang dapat segera terakhir memberikan dukungan politik bagi
ditarik sangat terbatas. Sejak November 2000 keanggotaan pengembangan pasar obligasi Asia.
ASA telah mencakup kesepuluh negara ASEAN dengan Salah satu prakarsa yang muncul dalam kerangka
total fasilitas $1 miliar. Sedangkan untuk BSA, sampai akhir pengembangan pasar obligasi Asia adalah Asian Bond
Desember 2004 telah terdapat 16 perjanjian BSA dengan Market Initiative (ABMI). Prakarsa dari ASEAN+3 ini
total fasilitas sebesar $36,5 miliar. Indonesia memberikan betujuan untuk menciptakan pasar obligasi yang efisien
komitmen sebesar $300 juta dalam ASA, dan telah dan likuid di Asia, sekaligus memberikan kontribusi dalam
menandatangani tiga perjanjian BSA dengan Jepang ($3 mengurangi currency dan maturity mismatch dalam
miliar), Korea Selatan ($1 miliar) dan Cina ($1 miliar). kegiatan pembiayaan. Pasar obligasi Asia diharapkan dapat
Regional financial arrangement tersebut terus meningkatkan pemanfaatan dana-dana Asia untuk
dikembangkan mengingat upaya mencegah krisis pembiayaan investasi di kawasan.
keuangan merupakan suatu kebijakan yang harus terus- ABMI bergerak untuk memperkuat pasar obligasi dari
menerus dijaga efektivitasnya. Oleh karena itu, pada 2004 sisi penawaran dengan fokus utama kegiatannya: pertama
ASEAN dan ASEAN+3 melakukan pengkajian dan adalah menyediakan akses bagi investor ke pasar obligasi
pembahasan untuk meningkatkan efektivitas ASA (ASEAN) Asia melalui beragam jenis produk dan emiten, dan kedua
180
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
adalah menyempurnakan infrastruktur pendukung pasar masing-masing Bank Sentral EMEAP mengumpulkan
modal. Pengembangan produk dan emiten dilakukan sejumlah dana untuk diinvestasikan dalam obligasi-obligasi
dengan cara mendukung (i) penerbitan obligasi pemerintah yang diterbitkan oleh pemerintah dan semi-pemerintah
untuk menciptakan benchmark, (ii) penerbitan obligasi negara-negara anggota EMEAP, kecuali Jepang, Australia
oleh lembaga keuangan pemerintah, (iii) penerbitan dan Selandia Baru yang pasar modalnya telah mapan.
obligasi berdenominasi mata uang lokal oleh multilateral Sebagai kelanjutan dari ABF-1 yang telah diluncurkan
development banks , (iv) penerbitan obligasi untuk pada Juni 2003, dalam tahun laporan EMEAP berupaya
mendanai PMA di kawasan Asia, dan (v) pengenalan mengembangkan ABF-2. Berbeda dari ABF-1 dimana dana
currency basket bonds. Penyempurnaan infrastruktur yang investasi yang terkumpul (sebesar $1 miliar) kemudian
diprogramkan dan dikembangkan mencakup (i) ditanamkan dalam obligasi pemerintah berdenominasi
penjaminan kredit, (ii) sistem pemeringkat, (iii) mekanisme dolar AS yang diterbitkan oleh pemerintah dan kuasi
penyebaran informasi mengenai emiten dan pemerintah anggota EMEAP, dana ABF-2 akan
pemeringkatan, (iv) fasilitas untuk transaksi mata uang diinvestasikan dalam obligasi berdenominasi mata uang
asing, (v) capacity building, serta (vi) kerangka hukum dan lokal, baik dalam bentuk (i) index bond yang merupakan
perundang-undangan. Kegiatan-kegiatan dalam kerangka basket portofolio obligasi mata uang lokal ke-8 negara
ABMI tengah dijalankan oleh 6 kelompok kerja yang anggota EMEAP, maupun (ii) country sub fund yaitu bentuk
dikoordinasikan oleh satu kelompok inti. Indonesia turut reksa dana di masing-masing negara anggota EMEAP yang
terlibat dalam kegiatan-kegiatan ABMI untuk dapat terdiri dari obligasi pemerintah dan kuasi pemerintah
menarik manfaat dalam pengembangan pasar obligasi berdenominasi mata uang lokal negara yang
domestik. Dalam kerangka ABMI, identifikasi terhadap bersangkutan. Publikasi mengenai ABF-2 telah diluncurkan
status perkembangan pasar obligasi domestik Indonesia pada tanggal 30 Desember 2004. Peluncuran ABF-2
telah dilakukan, yang kemudian diikuti dengan pemberian diharapkan membawa manfaat yang berarti bagi
bantuan teknis untuk penerapan primary dealer system pengembangan pasar obligasi di Asia, yaitu sebagai
atau sistem lain yang setara, dan pengaturan bond lending pendorong bagi pengembangan produk baru,
sebagai sarana hedging bagi obligasi pemerintah. pengembangan infrastruktur, serta peningkatan kualitas
Prakarsa lain dalam pengembangan obligasi Asia pasar sehingga dalam jangka panjang proses intermediasi
dicanangkan dalam forum kerja sama bank sentral yang di pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia, menjadi lebih
tergabung dalam EMEAP 4Ω (Executives» Meeting of East efisien.
Asia Pasific) yaitu pembentukan Asian Bond Fund (ABF).
Berbeda dengan ABMI, ABF berupaya mengembangkan Liberalisasi Perdagangan Regional/Bilateral
pasar obligasi Asia dari sisi permintaan dengan berupaya Liberalisasi perdagangan dunia ditujukan untuk
mendiversifikasikan aset bermata uang asing yang dimiliki memperkuat sistem perdagangan internasional dengan
Bank Sentral anggota EMEAP dari Amerika dan Eropa ke memperluas akses pasar secara global serta menciptakan
Asia. ABF merupakan bentuk investment pool, dengan stabilitas dan kepastian dalam akses pasar tersebut
untuk semua peserta. Meskipun proses perundingan
4 Anggota EMAP terdiri dari Reserve Bank of Australia, People»s Bank of China, Hong
Kong Monetary Authority, Bank Indonesia, Bank of Korea, Bank of Japan, Bank Negara multilateral mengenai perdagangan internasional dalam
Malaysia, Reserve Bank of New Zealand, Bangko Sentral ng Pilipinas, Monetary Authority
of Singapore, dan Bank of Thailand. kerangka organisasi perdagangan dunia (WTO) sempat
181
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
mengalami berbagai hambatan (pertemuan menteri di mengganggu sistem perdagangan dunia. Azas
Seattle dan Cancun), tanda-tanda perbaikan dalam diskriminatif diberlakukan dalam bilateral FTA, yang
proses perundingan perdagangan internasional WTO memberikan perlakuan lebih baik antarnegara yang
kini mulai tampak. Perbaikan tersebut diawali dengan melakukan perjanjian bilateral. Perlakukan ini
kesepakatan Juli 2004 dalam rangkaian perundingan menimbulkan komplikasi dengan prinsip nondiskriminatif
Doha Development Agenda (DDA). DDA bertujuan WTO yang berlaku global.
untuk mewujudkan sistem perdagangan dunia yang Agenda perdagangan APEC pada dasarnya tidak
lebih berimbang dengan memberikan akses lebih besar hanya ingin merealisir keterbukaan dalam perdagangan
kepada negara berkembang. Realisasi kesepakatan di kawasan, tetapi juga memperkuat sistem perdagangan
tersebut yang kini dinanti oleh negara berkembang, internasional yang diupayakan WTO. Karenanya, APEC
termasuk Indonesia. tergugah untuk membenahi pertumbuhan RTA/FTA ini.
Lambatnya proses perundingan perdagangan Berkaitan dengan hal tersebut, dalam pertemuan APEC
multilateral antara lain disebabkan oleh agenda tingkat menteri pada November 2004 muncul prakarsa
perundingan yang semakin kompleks dengan jumlah untuk menertibkan pertumbuhan RTA/FTA di kawasan
negara peserta yang semakin banyak dimana terdapat yaitu dengan menerbitkan ≈APEC best practices for RTA
kepentingan yang berbenturan antara negara maju & FTA∆ sebagai petunjuk tentang pembentukan dan
dengan negara berkembang. Lambannya kesepakatan implementasi terbaik RTA/FTA, disertai dengan
yang dihasilkan dalam perundingan perdagangan peningkatan transparansi sebagai sarana berbagi
multilateral menimbulkan prakarsa untuk melakukan informasi mengenai implementasinya di kawasan, serta
perundingan-perundingan secara regional (RTA atau program capacity building untuk menjamin bahwa
regional trading arrangements) dan bilateral (bilateral FTA seluruh anggota APEC dapat melaksanakan analisis dan
- free trade agreements). Hingga akhir tahun laporan, telah negosiasi dengan baik. Dengan demikian diharapkan
terdapat lebih dari 250 RTA/FTA di dunia. Di antara anggota pertumbuhan RTA/FTA dengan praktek yang baik, tidak
APEC terdapat 40 bilateral FTA yang telah ditandatangani akan bertentangan dengan prinsip-prinsip WTO dan
dan kini 34 bilateral FTA sedang dinegosiasikan. dapat mendukung upaya WTO untuk memperkuat sistem
Pertumbuhan bilateral FTA dikhawatirkan akan perdagangan dunia.
182
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
terhadap perkembangan di atas, antara lain: investasi di negara berkembang Asia mengalami
1) Melebarnya kesenjangan tabungan dan investasi peningkatan surplus meskipun peningkatan
(S-I gap) di AS sebagai dampak dari tingginya tersebut berasal dari penurunan investasi di
konsumsi dan investasi (Grafik 2). Tabungan kawasan Asia pasca krisis keuangan 1997 (Grafik
sektor swasta yang biasanya dominan dalam 4).
mendukung investasi terlihat menurun dan 2) Besarnya aliran modal dari luar AS untuk
bahkan menjadi negatif pada beberapa tahun membiayai defisit transaksi berjalan, yang
terakhir. Di sektor pemerintah, tingkat tabungan didorong oleh tingginya minat investor asing
yang sempat positif pada 1999-2000 kembali menanamkan dananya di AS. Bank-bank
menjadi negatif sebagai implikasi defisit fiskal sentral di Asia merupakan pemegang utama
yang dalam beberapa tahun terakhir terus dari surat berharga AS sebagai implikasi dari
membengkak (Grafik 3). Berbeda dengan kebijakan pemupukan cadangan devisa baik
kondisi tersebut, kesenjangan tabungan dan akibat kebijakan intervensi maupun keperluan
menjaga cadangan devisa pada level yang
1 Pada 2004, defisit neraca transaksi berjalan AS tersebut diperkirakan mencapai
5,4% dari PDB. Sedangkan Jepang dan Cina mencatat surplus masing-masing «aman».
sebesar 3,4% dan 2,4% dari PDB
0 -2
-2,0
-4
-4,0
-6,0 -6
Tabungan-Investasi Neraca Transaksi
AS Jepang Euro Cina Negara Berkembang Asia Pemerintah Berjalan
-8,0 -8
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 80 82 84 86 88 90 92 94 96 98 00 02 04
Sumber: IMF, WEO September 2004
Sumber: Bloomberg
Grafik 3
Grafik 1 Kesenjangan Tabungan Investasi
Surplus/defisit CA Sektor Publik dan Swasta di AS
183
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
Filipina
120 1,2
Malaysia
Hong Kong
80 0,8
Cina
60 0,6
-30 -25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Sumber: Bloomberg
Sumber: IMF, WEO September 2004
60
1999 2000 2001 2002 2003 2004
2 Ketidakseimbangan global didefinisikan sebagai kondisi dimana suatu negara
Sumber: Bloomberg
atau sekelompok negara mengalami defisit pada neraca transaksi berjalan
sementara di kelompok negara lainnya mengalami surplus. Grafik 6
Indeks Nilai Tukar Riil Dolar AS
184
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
report). Bilamana penurunan yield yang diikuti oleh Implikasi bagi Indonesia
pelemahan dolar AS terus berlanjut, hal ini Ada dua jalur utama transmisi dampak
diperkirakan dapat meningkatkan risiko pembalikan ketidakseimbangan global terhadap perekonomian
modal dari AS dan pada gilirannya dapat memicu Indonesia, yaitu jalur nilai tukar dan jalur lalu lintas
potensi risiko ketidakseimbangan global menjadi modal. Ekspektasi depresiasi dolar AS telah
kenyataan. menyebabkan mata uang regional Asia menguat,
Dengan rigid-nya mekanisme nilai tukar, di termasuk rupiah yang cenderung bergerak searah (co-
tengah permintaan impor AS yang tetap tinggi dan movement ) dengan mata uang Asia lainnya.
kemungkinan penyesuaian di aliran modal masuk Sementara itu, kecenderungan melemahnya dolar AS
AS, risiko ketidakseimbangan global terhadap menjadi push factor beralihnya aliran modal dari AS
perekonomian dunia semakin tinggi √apabila proses ke berbagai negara di dunia. Mengingat investasi di
pemulihannya terjadi secara drastis. Nilai tukar dolar Indonesia memberikan keuntungan yang cukup
AS yang melemah secara drastis dikhawatirkan tinggi, maka aliran modal dari AS tersebut sebagian
dapat menciptakan goncangan di pasar keuangan akan masuk ke Indonesia. Aliran modal masuk ini
dunia, apalagi jika kondisi ini disikapi oleh pelaku lebih jauh lagi akan mendorong apresiasi rupiah.
pasar dengan mengalihkan aset dari dolar AS ke Tetapi hasil akhirnya terhadap nilai tukar rupiah akan
mata uang lain. Bilamana kondisi tersebut berlanjut tergantung pada kondisi keseimbangan permintaan-
maka dikhawatirkan dampak ikutan (second round penawaran valas di dalam negeri. Selain itu, meski
effect) yaitu laju perekonomian AS tertahan dan di satu sisi apresiasi dapat menurunkan inflasi,
akhirnya berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi apresiasi juga dapat berpengaruh terhadap
dunia. penurunan daya saing ekspor dari sisi nilai tukar.
185
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
Krisis Asia pada 1997 memberi pelajaran pembayaran menjadi penting, sebelum berpaling pada
berharga mengenai pentingnya kerjasama antar IMF yang berperan sebagai international lender of last
negara yang lebih erat terutama di bidang moneter resort. Kemungkinan pembentukan AMKAT menjadi
dan sektor keuangan. Terkait dengan hal tersebut, semakin kuat mengingat besarnya cadangan devisa
negara-negara Asia Timur (ASEAN+3)2 secara intensif negara-negara Asia Timur.
mengkaji upaya meningkatkan kerjasama antar AMKAT saat ini masih dalam tahap awal
negara dalam kerangka Arsitektur Moneter dan pendiriannya, dan akan bersandar pada empat pilar
Keuangan Asia Timur (AMKAT). Melalui AMKAT, utama yang di masa depan perlu penyempurnaan
perekonomian Asia diharapkan menjadi terintegrasi lebih lanjut. Empat pilar tersebut adalah:
sehingga dapat memelihara stabilitas dan 1. Regional Surveillance, merupakan upaya untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi regional serta memelihara stabilitas regional dengan melakukan
mengurangi ketergantungan pada lembaga keuangan review atas perkembangan dan kebijakan masing-
internasional. masing negara secara berkala sebagai pelengkap
Ide pembentukan AMKAT muncul untuk dari surveillance yang dilaksanakan IMF. Selain itu,
menjawab kebutuhan akan suatu lembaga yang melalui surveillance diharapkan dapat dirumuskan
mampul berfungsi sebagai pelengkap IMF, suatu bentuk conditionality yang berfungsi untuk
sebagaimana halnya ADB yang merupakan pelengkap penarikan fasilitas Bilateral Swap Arrangement
Bank Dunia. Pengalaman krisis Asia memberi suatu (BSA) sehingga fasilitas tersebut tidak perlu
pelajaran bahwa ditengah perekonomian yang dikaitkan dengan program IMF.
terintegrasi, stabilitas di suatu negara dapat terganggu Kendala utama yang dihadapi dalam pelaksanaan
akibat efek tular dari ketidakstabilan di negara lain. surveillance selama ini adalah latar belakang nilai-
Ketergantungan kepada IMF ternyata kurang nilai Asia yang lebih menekankan keharmonisan,
menguntungkan karena adanya conditionality berupa sehingga kurang tegas dalam menyatakan
rekomendasi yang cenderung seragam (one-size-fits- sesuatu, cenderung menghindari konflik, dan
all) yang wajib diterapkan, meski rekomendasi lebih menekankan proses informal. Adapun
tersebut tidak selalu tepat untuk masing-masing upaya perbaikan surveillance yang diusahakan
negara. Untuk itu, peranan regional lender of last saat ini terdiri dari 3 tahap. Untuk jangka pendek,
resort (RLLR) bagi negara anggota yang memerlukan fokus perbaikan adalah pada pendalaman dan
likuiditas jangka pendek untuk mendukung neraca penajaman materi surveillance dengan lebih
menekankan pada aspek keterkaitan
1 Disarikan dari paper Arsitektur Moneter dan Keuangan Asia Timur dan perekonomian regional. Pada jangka menengah,
Manfaatnya Bagi Indonesia oleh Sjamsul Arifin
2 Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN ditambah Jepang, Cina dan Korea
Selatan.
akan dilaksanakan pendelegasian proses
186
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
surveillance termasuk penyiapan materi yang fasilitas tersebut. Dengan demikian maka
prospek, dan tantangan serta rekomendasi dan sekaligus mengurangi ketergantungan pada
akan difokuskan pada upaya stabilisasi nilai tukar pasar keuangan di emerging market Asia pada
sehubungan dengan semakin terintegrasinya umumnya belum memenuhi kriteria pasar efisien
2. Bilateral Swap Arrangement, merupakan realisasi keragaman produk dan kedalaman pasar.
RLLR dalam rangka pelaksanaan dari Chiang Mai Akibatnya, tingkat ketergantungan pada investor
Initiative bagi negara anggota ASEAN+3 dalam asing cukup tinggi. Kondisi ini membuat pasar
hal terjadi kebutuhan likuiditas jangka pendek mudah bergejolak bila terjadi sedikit lonjakan
untuk mendukung neraca pembayaran. Jumlah pada permintaan atau penawaran. Oleh karena
keseluruhan perjanjian saat ini mencapai $36,5 itu, perlu pengembangan pasar keuangan di Asia
miliar. Negara anggota diperbolehkan menarik yang mencakup aspek permintaan, penawaran,
bersifat bilateral. Penarikan di atas 10% harus Di satu sisi, potensi permintaan akan produk
dikaitkan dengan program IMF untuk pasar uang cukup kuat mengingat besarnya
Fasilitas BSA memiliki beberapa keuntungan negara Asia. Di sisi lain, pembentukan Asian Bond
yakni; (i) negara anggota tidak perlu membuat Market Initiative (ABMI) dapat membantu negara-
perjanjian pinjaman siaga dengan bank-bank negara anggota untuk menerbitkan obligasi
komersial internasional; (ii) negara anggota tidak dalam mata uang nasional maupun dalam dolar
perlu memupuk cadangan devisa yang terlalu AS. Ke depan, dengan direalisasikannya AMKAT,
besar untuk memelihara kepercayaan terhadap jumlah dana yang terkumpul maupun produk
sistem nilai tukar, dan (iii) dapat meningkatkan pasar keuangan yang ditawarkan diharapkan
krisis karena fasilitas tersebut terkait dengan adanya infrastruktur yang memadai yang meliputi
Dalam jangka menengah panjang, fasilitas ini setelmen, pembentukan skim penjaminan kredit,
perlu disempurnakan yang meliputi peningkatan dan pendirian lembaga pemeringkat yang
jumlah, penurunan porsi pinjaman yang dikaitkan kredibel. Dengan demikian pengembangan pasar
dengan program IMF, multilateralisasi perjanjian, keuangan Asia akan menguntungkan seluruh
dan penurunan beban bunga dalam penggunaan pihak, baik yang mengalami surplus modal
187
Bab 11: Perekonomian Dunia dan Kerjasama Internasional
maupun bagi negara yang membutuhkan modal pembentukan AMKAT sangat menguntungkan
4. Stabilitas nilai tukar, yang memberikan beberapa serta stabilitas kawasan. Selain itu, AMKAT juga akan
keuntungan bagi kawasan Asia, yaitu membantu dalam pengembangan sektor keuangan.
memperkecil biaya transaksi sehingga Peningkatan stabilitas yang disertai dengan perbaikan
meningkatkan investasi dan perdagangan serta iklim usaha dan semakin berkembangnya pasar
menjadi acuan nominal (nominal anchor) bagi keuangan, pada akhirnya akan mendorong proses
kebijakan moneter. Isu mengenai stabilitas nilai percepatan pertumbuhan ekonomi. Dalam kaitannya
tukar ini berkembang lebih jauh menuju konsep dengan kebutuhan likuiditas jangka pendek untuk
penyatuan moneter. Namun dalam perjalanan mengatasi permasalahan neraca pembayaran, fasilitas
menuju penyatuan moneter ada beberapa aspek RLLR akan sangat bermanfaat guna meredam efek
yang perlu dicermati, seperti struktur dan negatif yang lebih besar.
keterbukaan ekonomi, sumber gejolak, mobilitas Dalam prakteknya, Indonesia masih belum
tenaga kerja dan berbagai hubungan ekonomi mampu mengambil manfaat yang tersedia. Aliran
lainnya. Saat ini Asia belum memenuhi kriteria modal masuk yang berasal dari ABF 1 dan 2 relatif
sebagai Optimum Currency Area (OCA), yaitu minimal. Hal ini tidak terlepas dari terbatasnya BUMN
penerapan sistem nilai tukar tetap untuk suatu yang memenuhi persyaratan berdasarkan kriteria
kawasan yang memungkinkan penyatuan peringkat yang telah ditetapkan. Untuk memperoleh
moneter. Oleh karena itu, pemikiran ke arah OCA manfaat yang lebih besar dari terintegrasinya
perlu terus dikembangkan, termasuk jalur yang perekonomian Asia Timur, pemerintah perlu
panjang. Tentunya hal ini membutuhkan merestrukturisasi badan usaha baik pemerintah
dorongan politik untuk kerja sama yang lebih maupun swasta, meningkatkan sektor keuangan
Prospek AMKAT dan Manfaatnya Bagi kriteria standar internasional, dan memperbaiki iklim
Kerja sama untuk merealisasikan AMKAT secara berhati-hati dan bertahap, dengan
merupakan upaya jangka panjang yang memerlukan mempertimbangkan kondisi ekonomi dan faktor
kesamaan pandang dan kemauan politik agar produksi yang ada saat ini sehingga tidak
menghasilkan suatu sinergi dari negara-negara Asia menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian
188
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
Bab 12:
Perkiraan Ekonomi dan
Arah Kebijakan 2005
189
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
Bab 12:
Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
Tahun 2005 merupakan awal bagi perekonomian angkatan kerja pada 2004 menjadi 5,1% pada 2009.
Indonesia dalam memasuki era pertumbuhan ekonomi Untuk mencapai sasaran tersebut, pertumbuhan ekonomi
tinggi secara berkelanjutan, seperti yang dicanangkan perlu diupayakan mencapai rata-rata 6,6% dalam periode
Pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka lima tahun ke depan. Salah satu prasyarat utama
Menengah Nasional 2004-2009 (RPJMN) (Boks : Rencana pencapaian sasaran pertumbuhan ekonomi tersebut
Pembangunan Jangka Menengah Nasional). Salah satu adalah kestabilan makroekonomi yang terjaga dengan
agenda Pemerintah yang dimuat dalam RPJMN adalah baik.
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dengan sasaran Kestabilan makroekonomi yang mampu
menurunkan jumlah penduduk miskin dari 16,6% dipertahankan pada 2004 telah menjadi landasan yang
penduduk pada 2004 menjadi 8,2% pada 2009 serta kokoh bagi kesinambungan peningkatan kegiatan ekonomi
menurunkan tingkat pengangguran terbuka dari 9,7% pada tahun selanjutnya. Memasuki 2005, upaya
190
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
mempertahankan stabilitas makroekonomi tersebut perekonomian dunia yang diperkirakan relatif tidak
tercermin pada tekad Pemerintah untuk menjaga secerah pada 2004. Sejalan dengan peningkatan kegiatan
kesinambungan fiskal sebagaimana diwujudkan dari defisit ekonomi, impor diperkirakan akan tumbuh tinggi.
APBN 2005 yang dipertahankan pada tingkat yang aman, Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi
serta komitmen Bank Indonesia untuk mempertahankan diprakirakan akan didukung oleh peningkatan kinerja di
kestabilan nilai rupiah dan memperkuat sistem perbankan. hampir semua sektor ekonomi. Untuk mengimbangi
Sementara itu, guna mendorong pertumbuhan ekonomi kuatnya permintaan domestik, peningkatan kinerja
agar dapat mencapai target seperti yang ditetapkan dalam tersebut diharapkan akan didukung oleh upaya untuk
RPJMN, maka upaya Pemerintah untuk mendorong meningkatkan kapasitas produksi. Hal itu mengingat telah
pertumbuhan akan dititikberatkan pada langkah semakin tingginya utilisasi kapasitas terpasang, terutama
pembenahan struktural. Perwujudan dari upaya ini di sektor industri pengolahan. Indikasi upaya peningkatan
tercermin pada komitmen Pemerintah untuk melaksanakan ini telah terlihat antara lain dari kecenderungan naiknya
reformasi di berbagai bidang, seperti termuat dalam pemberian ijin usaha tetap (IUT) sektor industri baik kepada
Agenda 100 hari, yang merupakan langkah awal PMDN maupun PMA.
peletakkan pondasi bagi pembangunan jangka menengah. Perkiraan penguatan kegiatan ekonomi pada saat
Dalam kaitan ini, salah satu langkah penting Pemerintah bersamaan juga berperan dalam penciptaan sentimen
adalah upaya mendorong investasi melalui penciptaan iklim positif pada perkiraan arah perkembangan nilai tukar.
usaha yang kondusif, termasuk diantaranya upaya untuk Secara fundamental, hal itu juga didukung oleh kinerja
mengakselerasi pembangunan infrastruktur. Berbagai aspek transaksi berjalan yang diperkirakan akan tetap
positif di atas telah melahirkan optimisme pada arah membukukan surplus. Sumber pasokan valas akan berasal
perkembangan ekonomi ke depan, sehingga pada 2005 dari aliran modal masuk meskipun masih didominasi oleh
perekonomian Indonesia diperkirakan akan mampu penanaman modal yang berjangka waktu pendek. Dari
tumbuh 5,0%√6,0%. sisi eksternal, perkembangan nilai tukar juga masih
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi dengan dipengaruhi oleh berlanjutnya kecenderungan pelemahan
pola ekspansi yang lebih seimbang diperkirakan akan dolar AS secara global. Dengan perkembangan tersebut
berlanjut. Pertumbuhan kegiatan investasi diperkirakan diatas, nilai tukar diperkirakan akan bergerak stabil dengan
akan meningkat dari tahun 2004, sementara konsumsi kecenderungan menguat.
swasta cenderung stabil. Terkait dengan kinerja investasi, Perkiraan nilai tukar yang stabil dengan
peningkatan minat dunia usaha terutama didorong oleh kecenderungan menguat serta respons positif sisi
positifnya ekspektasi perbaikan ekonomi ke depan. Selain penawaran terhadap peningkatan permintaan akan
itu, kinerja investasi juga akan sangat ditunjang oleh memberikan pengaruh positif terhadap perkiraan inflasi
investasi Pemerintah terutama melalui pengerjaan proyek- ke depan. Namun demikian, terkait dengan upaya untuk
proyek konstruksi yang terkait dengan sarana dan tetap menjaga defisit APBN pada tingkat yang aman di
prasarana publik. Sementara itu, kegiatan ekspor barang tengah risiko harga minyak dunia yang masih tinggi,
dan jasa diperkirakan juga akan masih tumbuh cukup Pemerintah diperkirakan akan melakukan langkah
tinggi meskipun dengan kecenderungan melambat. penghematan subsidi BBM. Rencana Pemerintah ini telah
Perkembangan ekspor tersebut sejalan dengan situasi membentuk ekspektasi kenaikan inflasi di masyarakat.
191
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
Selain itu, kuatnya permintaan domestik diperkirakan juga perbankan syariah dan peningkatan kelembagaan. Dengan
mulai berpotensi menimbulkan tekanan inflasi, didorong mencermati perkiraan perkembangan perbankan tersebut,
oleh utilisasi kapasitas produksi yang telah semakin kebijakan perbankan 2005 diarahkan untuk memperkuat
mendekati kapasitas perekonomian. Dengan struktur dan kelembagaan, sehingga peranan perbankan
perkembangan tersebut, laju inflasi IHK pada 2005 di dalam menunjang kegiatan perekonomian mengalami
diperkirakan akan cenderung meningkat dibandingkan peningkatan secara berkelanjutan.
dengan tahun 2004, namun akan tetap diupayakan berada Sistem pembayaran pada 2005 diperkirakan
dalam kisaran target yang ditetapkan Pemerintah, yaitu berkembang seiring dengan perkiraan pertumbuhan
6,0%±1%. ekonomi. Untuk mendukung perkiraan sistem
Dengan mempertimbangkan perkiraan ekonomi dan pembayaran, arah kebijakan sistem pembayaran tunai
potensi tekanan inflasi 2005, kebijakan moneter secara 2005 diarahkan pada beberapa upaya: Pertama,
konsisten diarahkan pada upaya mencapai sasaran inflasi memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap uang kartal
yang telah ditetapkan Pemerintah melalui langkah-langkah yang layak edar dalam jumlah nominal yang cukup, jenis
kebijakan yang cenderung ketat. Dengan langkah pecahan yang sesuai dan tepat waktu. Kedua,
kebijakan tersebut momentum pertumbuhan ekonomi mengupayakan peningkatan pelayanan kepada
diharapkan akan tetap terpelihara. Secara operasional, stakeholders eksternal. Ketiga, mengurangi meluasnya
kebijakan moneter dilakukan dengan mengarahkan uang pengedaran uang palsu di masyarakat. Sementara itu, arah
primer berada pada proyeksi indikatifnya yakni rata-rata kebijakan sistem pembayaran nontunai diarahkan untuk
tumbuh sebesar 11,5%-12,5%. Dalam rangka melanjutkan upaya-upaya pengurangan risiko
meningkatkan efektivitas dan memperjelas stance pembayaran, peningkatan kualitas dan kapasitas layanan
kebijakan moneter, Bank Indonesia pada pertengahan sistem pembayaran, serta pengaturan pengawasan sistem
2005 akan menggunakan suku bunga sebagai sasaran pembayaran.
operasional kebijakan moneter menggantikan uang primer.
Sejalan dengan perkiraan meningkatnya kegiatan BEBERAPA ASUMSI DASAR
ekonomi, kinerja perbankan 2005 diperkirakan membaik. Lingkungan Global
Kinerja tersebut tidak terlepas dari upaya konsolidasi, Perkembangan ekonomi global pada 2005
penguatan struktur, serta kelembagaan yang telah diperkirakan masih cukup baik meskipun relatif tidak
dilakukan. Penyaluran kredit, termasuk kredit kepada secerah tahun 2004. Pertumbuhan ekonomi global
sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) diperkirakan akan melambat yang diiringi oleh lebih
diperkirakan akan meningkat. Kondisi mikro perbankan rendahnya pertumbuhan volume perdagangan dunia.
diperkirakan mampu menunjang peningkatan kredit tanpa Penurunan pertumbuhan ekonomi global berdampak
mengalami gangguan yang berarti. Dari sisi pendanaan, pada penurunan harga-harga komoditi di pasar global
ekspansi kredit tersebut didanai oleh dana pihak ketiga sehingga tekanan inflasi cenderung berkurang, meskipun
dan kelebihan likuiditas yang ditanamkan dalam aset yang belum secara signifikan (Tabel 12.1). Dengan
memiliki risiko minimal. Sementara itu, perbankan syariah perkembangan tersebut, sebagian besar negara
juga diperkirakan berkembang seiring dengan diperkirakan masih akan melanjutkan kebijakan moneter
meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap sistem ketat.
192
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
Tabel 12.1
Indeks
Proyeksi Beberapa Indikator Ekonomi Dunia 130
(Persen Y-o-Y) 120
Aktual IMF 110
2002 2003 2004e 2005f 100
Pertumbuhan PDB 90
Indeks Indeks
Indeks Indeks 5,0 90,0
120,0 0,0
80,0
110,0 4,0
-5,0 70,0
100,0 3,0
90,0 60,0
-10,0
80,0 2,0 50,0
70,0 -15,0 1,0 40,0
60,0 30,0
-20,0 0,0
50,0 20,0
40,0 -1,0
-25,0 10,0
30,0 AS Euro Jepang (aksis kanan)
US Jepang Euro (aksis kanan) -2,0 0,0
20,0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
-30,0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2002 2003 2004
2002 2003 2004
Grafik 12.3
Grafik 12.1
Indeks Leading Indikator Negara Maju
Indeks Keyakinan Konsumen di Negara Maju
193
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
Indeks Indeks
Laju inflasi yang belum menurun secara signifikan
25,0 120,0
tersebut diperkirakan akan menjadikan stance kebijakan
20,0 115,0
moneter ketat tetap dipertahankan. Amerika Serikat yang
15,0 110,0
laju inflasinya kembali meningkat pada akhir 2004
10,0 105,0
diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga
5,0 100,0
sepanjang 2005. European Central Bank (ECB) yang selama
0,0 95,0
China Korea Singapura (aksis kanan) ini konsisten mempertahankan suku bunga diperkirakan
-5,0 90,0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2002 2003 2004 akan mulai menaikkan suku bunga pada 2005 sejalan
194
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
Tabel 12.2
meningkatkan efisiensi dan efektivitas belanja negara.
Proyeksi Pembiayaan Eksternal Negara Berkembang
(Miliar dolar) Potensi peningkatan penerimaan perpajakan diharapkan
2004e 2005f dapat dioptimalkan antara lain sejalan dengan implikasi
Current account balance 159,9 127,5 positif penerapan modernisasi administrasi perpajakan dan
External Financing, net:
Private flows,net 279,0 275,8 kepabeanan pada akhir Desember 2004, kebijakan
Equity investment, net 165,3 176,6
Direct investment, net 129,5 142,8 penagihan kembali PPN yang tertunda, dan kebijakan
Portfolio investment, net 35,8 33,8
Private creditors,net 113,8 99,3
penambahan barang kena cukai atas produk kaset/VCD/
Commercial banks,net 49,2 42,2
Nonbanks,net 64,6 57,1
DVD dan LD. Sementara itu, upaya peningkatan efisiensi
195
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
Tabel 12.3
untuk pembiayaan proyek-proyek Pemerintah. Selain itu,
Asumsi Dasar APBN 2005
sumber pembiayaan juga dapat berasal dari pemanfaatan
2004
2005
APBN-P Perkiraan
APBN
fasilitas moratorium utang oleh Pemerintah terutama
Realisasi1)
terkait dengan pembiayaan peningkatan belanja untuk
1. Pertumbuhan ekonomi tahunan (%) 4,8 5 5,4
2. Inflasi (%) 7 6,4 5,5 proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias
3. Nilai tukar rata-rata (Rp/$) 8.900 8.940 8.600
4. Suku bunga SBI 3 bulan rata-rata (%) 7,6 7,39 6,5 pascabencana tsunami.
5. Harga minyak internasional ($/barel) 36 37,2 24
6. Produksi minyak Indonesia (juta barel/hari) 1.072 1.040 1.125
Catatan: Tabel 12.4
APBN-P = APBN Perubahan (perkiraan realisasi, September)
1) Realisasi sementara per Januari 2005 (Bank Indonesia, BPS)
APBN 2005
Sumber: Departemen Keuangan (Miliar Rp)
2005 APBN
Rincian
Nominal % PDB
Memperhatikan perimbangan risiko tersebut, Penerimaan Negara dan Hibah 380.377,1 17,4
A. Penerimaan Dalam Negeri 379.627,1 17,3
Pemerintah diperkirakan akan mengkaji ulang sasaran 1. Penerimaan Perpajakan 297.844,1 13,6
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) 81.783,0 3,7
pada APBN 2005 agar tetap konsisten dengan arah umum a.l. Minyak bumi 31.855,7 1,5
Gas alam 15.265,4 0,7
kebijakan fiskal 2005. Setelah melakukan beberapa
B. Hibah 750,0 0,0
penyesuaian strategi, kajian Departemen Keuangan
Belanja Negara 397.769,4 18,2
mengindikasikan bahwa Pemerintah akan memperlonggar A. Anggaran Belanja Pemerintah Pusat 266.220,3 12,2
1. Belanja Pegawai 63.418,9 2,9
defisit APBN menjadi sekitar 1,0% dari PDB.4 Bersamaan 2. Belanja Barang 32.152,6 1,5
3. Belanja Modal 44.150,8 2,0
4. Pembayaran Bunga Utang 64.136,9 2,9
dengan upaya mengoptimalkan penerimaan perpajakan 5. Subsidi 31.295,7 1,4
6. Belanja Hibah - -
dan bukan pajak, Pemerintah juga merencanakan akan 7. Bantuan Sosial 16.268,6 0,7
8. Belanja Lain lain 14.796,8 0,7
mempertajam prioritas dan efektivitas belanja negara
B.Anggaran Belanja untuk Daerah 131.549,1 6,0
dengan menurunkan subsidi BBM melalui penyesuaian 1. Dana Perimbangan 124.306,5 5,7
a. Dana bagi hasil 31.217,8 1,4
harga BBM dalam negeri. Selanjutnya, hasil penghematan b. Dana alokasi umum 88.765,6 4,1
c. Dana alokasi khusus 4.323,1 0,2
subsidi BBM ini akan dialihkan antara lain untuk dana 2. Dana otonomi khusus dan penyeimbang 7.242,6 0,3
kompensasi BBM pada bidang pendidikan, kesehatan, dan Keseimbangan Primer 46.744,6 2,1
Surplus / Defisit Anggaran -17.392,3 -0,8
pangan.
Pembiayaan 17.392,1 0,8
I. Pembiayaan Dalam Negeri 37.585,8 1,7
Terkait dengan sisi pembiayaan, potensi
1. Perbankan dalam negeri 9.000,0 0,4
2. Non perbankan dalam negeri 28.585,8 1,3
peningkatan defisit diatas asumsi APBN 2005 a. Privatisasi 3.500,0 0,2
b. Penjualan aset program restrukturisasi 4.000,0 0,2
direncanakan akan ditutup melalui sumber pembiayaan c. Obligasi negara. neto 22.085,8 1,0
i. Penerbitan obligasi pemerintah 43.000,0 2,0
dari dalam dan luar legeri. Hasil pertemuan CGI 2005 ii. Pembayaran cicilan pokok
utang/obligasi DN -19.750,4 0,9
menunjukkan bahwa pendanaan dari hibah luar negeri iii. Buyback -1.163,8 0,1
iv. Obligasi Internasional - -
diperkirakan akan lebih tinggi daripada perkiraan pada d. Lainnya -1.000,0 0,0
II. Pembiayaan Luar Negeri. neto -20.193,7 0,9
APBN 2005. Hal ini terutama bersumber dari adanya 1. Penarikan pinjaman luar negeri. bruto 26.642,8 1,2
Pinjaman program 8.600 0,4
penambahan dana untuk pembangunan di daerah Pinjaman proyek 18.043 0,8
2. Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri
bencana tsunami (tsunami pledge) di luar regular pledge (amortisasi) -46.836,5 2,1
Memorandum Item:
Rasio utang pemerintah dalam negeri dan luar negeri 54,9%
4 Menggunakan perhitungan PDB tahun dasar 2000. Kajian Departemen Keuangan (% terhadap PDB)
mengindikasikan bahwa bilamana tidak terjadi penyesuaian strategi guna merespon
tingginya harga minyak mentah maka defisit APBN 2005 dapat meningkat lebih besar Sumber: Departemen Keuangan.
dari 1%. Menggunakan PDB tahun dasar 1993
196
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
Skenario Kebijakan Sektor Riil Indonesia ke depan. Sejalan dengan ekspektasi positif
Perbaikan iklim investasi merupakan prioritas utama tersebut, kepercayaan masyarakat baik domestik maupun
dalam jangka pendek guna mendorong pertumbuhan internasional juga meningkat, seperti tercermin pada
ekonomi yang lebih tinggi. Upaya mendorong investasi perbaikan premi risiko serta peningkatan peringkat utang
ini merupakan langkah awal dari RPJMN yang telah Indonesia.
diluncurkan oleh Pemerintah dan merupakan kelanjutan Perbaikan prospek pertumbuhan ekonomi juga
dari implementasi program 100 hari pemerintah baru. tercermin pada hasil survei persepsi pasar yang dilakukan
Langkah-langkah konkrit yang akan ditempuh Pemerintah oleh Bank Indonesia yang mengindikasikan perbaikan
antara lain pengurangan hambatan-hambatan berinvestasi prospek pertumbuhan ekonomi. Dari sisi eksternal,
yang selama ini dikeluhkan oleh para investor, seperti perkembangan perekonomian dunia diperkirakan masih
pemangkasan birokrasi dan biaya administrasi. Di samping cukup kondusif untuk mendorong kegiatan ekspor barang
itu, upaya melakukan harmonisasi kebijakan pemerintah dan jasa meskipun pertumbuhannya diperkirakan tidak
daerah dan pemerintah pusat, termasuk pemberdayaan akan setinggi tahun 2004.
UMKM, diharapkan juga dapat mendorong iklim investasi Mencermati perkembangan tersebut,
ke arah yang semakin baik. Pada saat yang sama, perekonomian Indonesia pada 2005 diperkirakan akan
pemerintah juga akan melaksanakan program peningkatan tumbuh 5,0%-6,0% (Tabel 12.5). Peran investasi sebagai
promosi dan kerjasama investasi untuk memperbaiki sistem pendorong pertumbuhan diperkirakan semakin
distribusi, insentif perpajakan bagi masyarakat dan dunia meningkat, sementara itu kontribusi konsumsi relatif
usaha, serta tata niaga. Di bidang tata niaga, prioritas stabil. Dengan peningkatan kegiatan investasi, nisbah
ditujukan pada peningkatan pengamanan perdagangan investasi terhadap PDB juga mengalami peningkatan
dan perlindungan konsumen serta peningkatan kerjasama meskipun masih cukup jauh dari yang dibutuhkan untuk
perdagangan internasional. Sementara itu, komitmen mencapai target rata-rata pertumbuhan ekonomi dalam
pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi dengan RPJMN sebesar 6,6%. Relatif rendahnya nisbah ini
program mengakselerasi pembangunan infrastruktur mencerminkan masih belum memadainya penambahan
menjadi salah satu faktor penting dan diharapkan dapat kapasitas produksi yang dilakukan oleh dunia usaha.
melibatkan para investor domestik dan luar negeri untuk Kondisi ini pada gilirannya akan membatasi dunia usaha
berperan aktif dalam program tersebut. Keberhasilan untuk melakukan ekspansi dalam upaya merespons
implementasi kebijakan pemerintah di sektor riil tersebut kuatnya permintaan domestik. Masih terkendalanya
akhirnya terpulang pada komitmen pemerintah dan
Tabel 12.5
partisipasi aktif dari segenap masyarakat dan pelaku Perkiraan Pertumbuhan PDB Dari Sisi Permintaan
Persen (y-o-y)
ekonomi.
Komponen 2004** 20051
197
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
Tabel 12.6
Perbandingan Iklim Investasi di Kawasan Regional
kegiatan investasi tidak terlepas dari berbagai swasta ini dipengaruhi oleh masih tumbuhnya
permasalahan struktural yang menyebabkan kurang pendapatan disposable sejalan dengan naiknya
kondusifnya iklim investasi di Indonesia. Hal ini dibuktikan pertumbuhan ekonomi (Grafik 12.5). Faktor lain yang
dari hasil survei Bank Dunia yang menunjukkan masih diperkirakan juga dapat menjadi faktor pendorong
tertinggalnya kondisi Indonesia dibandingkan dengan konsumsi swasta adalah rencana Pemerintah dalam hal
negara-negara di kawasan regional (Tabel 12.6). Oleh penyesuaian pendapatan tidak kena pajak (PTKP). Dari
karena itu, upaya Pemerintah untuk melakukan berbagai sisi pembiayaan, kredit konsumsi dari perbankan
langkah kebijakan yang terkait dengan upaya untuk maupun pembiayaan nonperbankan yang terus
menggerakkan investasi, seperti tertuang dalam Agenda meningkat juga memberikan sumbangan tidak kecil bagi
100 hari (Tabel 12.7), dinilai sebagai salah satu kunci kenaikan konsumsi. Meningkatnya perkiraan kegiatan
utama perbaikan ekonomi ke depan. Implementasi dari konsumsi swasta ini juga didukung oleh optimisme
berbagai kebijakan tersebut diharapkan dapat masyarakat, sebagaimana diperlihatkan oleh hasil survei
menghasilkan berbagai terobosan yang dapat konsumen (Grafik 12.6).
mempercepat proses pemulihan ekonomi.
Konsumsi Pemerintah
Konsumsi Swasta Konsumsi Pemerintah pada 2005 diperkirakan akan
Konsumsi swasta pada 2005 diperkirakan akan tumbuh 0% - 2,0%, relatif melambat dibandingkan 2004.
tumbuh 4,0% - 6,0%, relatif sama dibandingkan Perlambatan ini sejalan dengan upaya Pemerintah untuk
dengan 2004. Masih kuatnya pertumbuhan konsumsi menjaga kesinambungan fiskal jangka panjang dengan
0 80
-5
60
-10 Konsumsi Swasta
Disposable Income Riil
-15 40 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2002 2003 2004
198
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
Tabel 12.7
Program 100 hari Pemerintah untuk Meningkatkan Investasi
1. Penciptaan lapangan kerja dan - Perbaikan PP dan Kepmen dalam rangka Antara lain dengan :
perlindungan terhadap tenaga kerja menciptakan pasar kerja yang fleksibel - Memperbaiki peraturan yang berkaitan
dengan rekrutmen, PHK pekerja dan uang
pesangon
2. Perbaikan iklim investasi dan - Peninjauan kembali pajak daerah yang Antara lain dengan :
kepastian usaha menghambat investasi - Mengusulkan pembatalan Perda-Perda yang
menghambat investasi
- Peningkatan daya saing industri - Membuat skema dan jadwal penurunan tarif
bea masuk umum
- Melakukan harmonisasi dan penyeder-
hanaan administrasi pabean
- Peningkatan pengamanan dan pelayanan - Menertibkan pengamanan pelabuhan di
kepelabuhan bawah satu otoritas
- Pemulihan sektor UKM - Percepatan realisasi kredit usaha mikro dan
kecil dari dana SUP 005
- Peningkatan kepastian berusaha di sektor - Mempercepat pemrosesan Kontrak Karya
pertambangan untuk peningkatan produksi dan PKP2B termasuk pelaksanaan Perpu No.
dan distribusi migas 1/2004
- Merumuskan kebijakan peningkatan
produksi minyak bumi dan gas
4. Pemantapan stabilitas ekonomi - Pemberian insentif perpajakan bagi Antara lain dengan :
makro masyarakat dan dunia usaha - Menghapuskan PPnBM produk minuman,
kecuali alkohol
- Menurunkan tarif PPh atas dividen dari 20%
menjadi 10%
- Peningkatan fasilitas perdagangan dan Memperluas jalur prioritas dengan
melindungi industri manufaktur melonggarkan persyaratan importir patuh
mengurangi nisbah defisit anggaran terhadap PDB Pemerintah yang diperkirakan akan mengalami penurunan
sehingga berakibat pada terbatasnya kemampuan adalah belanja barang dan pengeluaran rutin lainnya.
Pemerintah untuk menggerakan perekonomian. Hal ini
tergambar dari indikator fiscal impulse yang Investasi
mengindikasikan arah kebijakan fiskal yang kontraktif Kegiatan investasi, baik swasta maupun Pemerintah,
tersebut (Grafik 12.7). Berdasarkan komponennya, diperkirakan akan tumbuh cukup tinggi pada 2005. Secara
kontraksi kebijakan fiskal ini terutama tercermin pada keseluruhan, investasi diperkirakan akan tumbuh 14% -
penurunan pengeluaran konsumsi Pemerintah. Pos-pos 16%. Perkiraan membaiknya kegiatan investasi ini didorong
dalam skenario APBN yang terkait dengan konsumsi oleh membaiknya optimisme dunia usaha terhadap
199
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
Persen PDB
2,0
60 50
Total (sumbu kanan) Industri Pengolahan
1,0 Pertanian Pengangkutan dan Komunikasi 45
50 Pertambangan 40
0,0 Perdagangan
35
40
-1,0 30
30 25
-2,0
20
-3,0 20
15
Fiscal Impulse
-4,0 Perubahan Defisit Aktual 10
10
5
-5,0
0 0
2003 2004 2005APBN 2005APBN Skenario II III IV I II III IV I II III IV I
2002 2003 2004 2005
perkiraan ekonomi ke depan. Peningkatan gairah investasi Perkiraan peningkatan investasi juga terkait dengan
swasta, baik domestik maupun luar negeri, juga ditunjang telah semakin tingginya penggunaan kapasitas terpasang
oleh komitmen Pemerintah untuk menciptakan iklim di sektor industri khususnya di subsektor industri makanan
investasi yang lebih kondusif, seperti tercermin pada upaya dan minuman serta industri tekstil, demikian pula di sektor
penitikberatan pembangunan infrastruktur serta pertambangan khususnya migas. Peningkatan investasi
penyempurnaan berbagai peraturan dan penyiapan juga diperkirakan akan terjadi di beberapa sektor yang
peraturan baru yang berkaitan dengan investasi (Tabel 12.8). memiliki potensi pasar yang besar seperti telekomunikasi
Perbaikan optimisme dunia usaha tersebut juga dan listrik. Selain itu, beberapa industri yang berorientasi
didukung oleh perkembangan berbagai indikator lain, ekspor seperti elektronik dan otomotif diperkirakan juga
seperti terus membaiknya premi risiko Indonesia serta akan meningkatkan investasi, yang terdorong oleh
adanya potensi meningkatnya penanaman modal asing peningkatan ekspor industri tersebut pada 2004. Kuatnya
ke Indonesia.5 Kondisi ini juga tercermin pada hasil survei dorongan berinvestasi juga diindikasikan dari
kegiatan dunia usaha (SKDU) yang menunjukkan kecenderungan meningkatnya impor bahan baku dan
peningkatan dalam ekspektasi situasi bisnis ke depan barang modal sejak 2004 (Grafik 12.10).
(Grafik 12.8 dan 12.9). Di samping peningkatan investasi swasta, kinerja
kegiatan investasi secara keseluruhan juga sangat ditopang
Persen oleh kegiatan investasi Pemerintah. Upaya Pemerintah
45
untuk lebih memberikan stimulus kepada kegiatan
40
investasi di antaranya tercermin pada rencana realokasi
35
dana penghematan subsidi yang ditambahkan ke pos
30 belanja modal pada skenario APBN 2005. Dari sisi lain,
20
juga dilakukan dengan: (i) merevisi 11 Peraturan
I II III IV I II III IV I II III IV
2002 2003 2004 Pemerintah (PP) dan 3 Peraturan Presiden yang terkait
Grafik 12.8
Ekspektasi Situasi Bisnis 5 World Economic Outlook, IMF, September 2004 memperkirakan cukup besarnya porsi
aliran modal asing ke Asia
200
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
200 -10
14
-15
Suku Bunga KI Kredit Investasi (aksis kanan)
0 13 -20
2 5 8 11 2 5 8 11 2 5 8 11 12
2002 2003 2004
2002 2003 2004
dengan infrastruktur, (ii) mengusulkan penghapusan asing. Seiring dengan membaiknya kepercayaan investor
perizinan menjadi hanya registrasi pada RUU Penanaman terhadap prospek ekonomi Indonesia, maka porsi
Modal, (iii) menyiapkan sejumlah insentif pajak bagi para penanaman modal asing ini diharapkan akan semakin
pelaku usaha, yang meliputi investment allowance , besar.
percepatan penyusutan (accelerate of depreciation), Komitmen Pemerintah untuk mengakselerasi
kompensasi kerugian (off-setting losses), dan penurunan pembangunan infrastruktur merupakan butir penting
pajak dividen. Sementara itu, untuk mendorong investasi dalam program 100 hari Pemerintah, mengingat kondisi
di sektor migas, Pemerintah juga tengah menggodok paket infrastuktur di Indonesia yang dinilai sudah tidak memadai
insentif fiskal untuk investor migas dan pertambangan. dan telah menjadi kendala dalam kegiatan investasi.
Guna lebih memberikan kepastian hukum untuk usaha di Tertinggalnya perbaikan di bidang infratruktur tercermin
sektor migas tersebut, Pemerintah juga telah membentuk dari pangsa pembiayaan infrastruktur terhadap PDB yang
tim untuk merevisi Rancangan Undang-undang (RUU) terus menurun sejak tahun 1993/1994 (Grafik 12.13).
Migas. Beberapa studi menunjukkan besarnya kontribusi
Pesatnya kegiatan investasi memerlukan dukungan infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi,
pembiayaan yang sangat besar. Dengan semakin sebagaimana tercermin pada elastisitas infrastruktur
terbatasnya keuangan negara, maka peran serta
masyarakat dalam pembiayaan investasi diharapkan akan Persen
25
semakin meningkat. Dari dalam negeri, sumber 24
23
pembiayaan masih akan berasal dari penyaluran kredit 22
21
perbankan (Grafik 12.11 dan 12.12) maupun penggunaan
20
201
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
Persen
6,0
Diagram 12.1
5,0 Rencana Kebutuhan Pembiayaan Infrastruktur
4,0
Rp1.303 Tr APBN
3,0 Rp326 Tr Perbankan Danan Pensiun
Asuransi Reksa Dana
2,0 Rp230 Tr
Tambahan dana DN dengan adanya peningkatan alokasi
1,0 Rp90 Tr
Internasional:
Multilateral Perbankan
Financing gap
Rp657 Tr
0,0 Swasta Pinjaman jangka panjang
1993/1994 1994/1995 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 2000 2002 Domestik:
Perbankan/capt market
Sumber : Tim Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur
Infrastruktur fund
Reformasidana pensiun dan asuransi jiwa
Grafik 12.13 Sumber: Tim Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur
Pembiayaan Infrastruktur Indonesia (% dari PDB)
terhadap perubahan output yang berkisar antara 0,07 negara donor sebesar Rp90 triliun. Dengan demikian, sisa
hingga 0,446 . sebesar Rp657 triliun merupakan kekurangan dana yang
Berdasarkan perkiraan yang dilakukan oleh Tim diharapkan dapat berasal dari swasta luar dan dalam negeri
Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur (TPPI), total (Tabel 12.9). Sumber dana dari luar negeri berasal dari
kebutuhan investasi infrastruktur dalam periode 2005- berbagai lembaga baik lembaga multilateral, swasta
2009 yang diperlukan untuk mencapai kondisi berupa penyertaan modal, maupun perbankan dalam
pertumbuhan ekonomi prakrisis diperkirakan akan bentuk pinjaman jangka panjang. Sementara itu, dana
mencapai Rp1.303 triliun (Diagram 12.1). Indikasi sebagian dalam negeri akan bersumber dari perbankan atau pasar
kebutuhan infrastruktur tersebut dapat dilihat pada Tabel modal, infrastructure fund, dana pensiun serta asuransi
Indikasi Kebutuhan Dana Infrastuktur BUMN (Tabel 12.8). jiwa. Mengingat besarnya kekurangan dana ini, maka
Jumlah tersebut bisa menjadi lebih besar karena adanya upaya perbaikan infrastruktur mutlak memerlukan upaya-
upaya untuk membangun kembali infrastruktur yang rusak
akibat bencana gempa dan tsunami di propinsi NAD dan Tabel 12.8
Indikasi Kebutuhan Dana
Sumatera Utara. Infrastruktur dari Beberapa BUMN (2005-2009)
Dilihat dari sisi pendanaan, dari jumlah tersebut yang (Miliar Rp)
202
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
upaya mobilisasi dana dari pihak swasta (perbankan dan memberikan kontribusi cukup berarti, sehingga kinerja
nonperbankan) baik dari dalam negeri maupun luar negeri. kegiatan investasi secara keseluruhan berpotensi melebihi
Berkaitan dengan upaya menutup kekurangan dana kisaran yang diproyeksikan.
ini, Pemerintah telah mengadakan forum Indonesia
Infrastructure Summit (IIS) pada bulan Januari 2005. Untuk Ekspor dan Impor Barang dan Jasa
tahap pertama akan ditenderkan 91 proyek dengan nilai Kegiatan ekspor barang dan jasa pada 2005
$22,5 miliar (Rp202,5 triliun) dengan pelaksanaan tender diperkirakan akan tumbuh 7% - 9%, sedikit melambat
mulai Maret 2005 (Tabel 12.10). Adapun proyek yang dibandingkan dengan 2004. Perlambatan ini sejalan
ditawarkan adalah proyek-proyek dengan status sangat dengan perkiraan kondisi perekonomian dunia yang tidak
siap dikerjakan, seperti proyek jalan tol, air minum, secerah 2004, yang berimplikasi pada laju pertumbuhan
pelabuhan, bandara, dan ketenagalistrikan dengan tingkat volume perdagangan dunia yang ikut melambat (Grafik
pengembalian investasi rata-rata sebesar 15%-23%. 12.14).
Tender tahap kedua akan dilakukan pada bulan November Pertumbuhan ekspor barang terutama masih akan
2005 dengan nilai proyek sebesar $53 miliar (Rp517,5 didorong oleh ekspor nonmigas. Beberapa komoditi ekspor
triliun). Sementara itu, sumber pembiayaan lain yang yang diperkirakan akan mengalami peningkatan
diharapkan dapat menutup kekurangan dana adalah pertumbuhan adalah karet dan udang (sektor pertanian),
infrastructure fund yang direncanakan akan dibentuk batu bara dan tembaga (sektor pertambangan), minyak
dalam waktu dekat, dengan modal awal diperkirakan kelapa sawit, elektronika, TPT, dan furnitur (industri
sebesar Rp3 triliun, antara lain berasal dari ADB dan IFC. manufaktur). Pemberlakuan penghapusan kuota ekspor
Selain adanya dukungan dari pihak swasta (dalam TPT pada 1 Januari 2005 diyakini akan memberikan
dan luar negeri) dalam hal mobilisasi dana, keberhasilan peluang untuk meningkatkan ekspor meskipun persaingan
berbagai rencana proyek infrastruktur di atas juga akan diperkirakan akan semakin ketat. Keyakinan masih
ditopang oleh berbagai aspek penting lain seperti adanya terbukanya peluang peningkatan ekspor TPT tersebut
peraturan hukum yang jelas, kepastian dalam masalah berdasarkan pertimbangan cukup besarnya pasar
pembebasan lahan, serta proses lelang yang adil dan perdagangan TPT dunia pascakuota.
transparan. Apabila hal ini dapat terwujud, maka Pertumbuhan ekspor juga akan ditopang oleh
pelaksanaan berbagai proyek infrastruktur ini akan kenaikan kapasitas produksi di sejumlah subsektor industri,
203
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
20
menunjukkan kinerja yang membaik. Industri kendaraan
204
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
Tabel 12.11
produksi, diperkirakan akan mendukung peningkatan
Perkiraan Pertumbuhan PDB Dari Sisi Penawaran
Persen (y-o-y) produksi pada 2005. Sementara itu, pada subsektor
Sektor 2004** 20051
tanaman perkebunan, upaya peningkatan produksi
Pertanian 4,1 3,1 - 4,1 dilakukan antara lain melalui perluasan areal tanam
Pertambangan & Penggalian -4,6 -0,7 - 0,3
beberapa komoditi diantaranya kelapa sawit. Namun
Industri Pengolahan 6,2 5,8 - 6,8
Listrik, Gas & Air Bersih 5,9 6,1 - 7,1 demikian, tampaknya upaya tersebut masih terkendala oleh
Bangunan 8,2 7,8 - 8,8
kurangnya ketersediaan bibit unggul di dalam negeri.
Perdagangan, Hotel & Restoran 5,8 5,4 - 6,4
Pengangkutan & Komunikasi 12,7 12,0 - 13,0 Dengan kondisi tersebut, sektor pertanian selama 2005
Keuangan, Persewaan & Jasa 7,7 7,5 - 8,5
diperkirakan akan tumbuh 3,1%-4,1%.
Jasa-Jasa 4,9 4,5 - 5,5
PDB 5,1 5,0 - 6,0 Kinerja sektor Bangunan diperkirakan masih
1) angka perkiraan Bank Indonesia
meningkat hingga mencapai perkiraan laju pertumbuhan
dibarengi dengan perkiraan meningkatnya konsumsi sebesar 7,8%-8,8%. Program Pemerintah untuk
makanan dan minuman per individu. membangun beberapa proyek infrastruktur, seperti
Peningkatan kinerja sektor industri pengolahan pembangunan jalan, pelabuhan, jalur ganda kereta api,
tersebut tidak terlepas dari adanya upaya peningkatan pembangkit listrik, serta perluasan bandara diperkirakan
kapasitas produksi yang tercermin pada tingginya kegiatan akan memberi kontribusi pada peningkatan pertumbuhan
investasi pada periode-periode sebelumnya. Kegiatan sektor ini (Tabel 12.13). Selain itu, bisnis properti pada 2005
investasi nonbangunan berupa mesin, peralatan dan alat diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sebesar 10%,
angkut; impor barang modal; serta pemberian izin usaha dengan didominasi oleh segmen perumahan. Sementara
tetap (IUT) baik untuk PMA maupun PMDN di sektor itu, segmen properti komersial diperkirakan akan
industri meningkat dibandingkan pada 2004. mengalami pelambatan pertumbuhan, sejalan dengan
Sektor Pertanian diperkirakan masih dapat kondisi oversupply yang terjadi di beberapa lokasi.
meningkatkan produksinya. Pada subsektor tanaman Peningkatan kinerja sektor bangunan juga didukung oleh
bahan pangan, perbaikan kinerja terkait dengan adanya upaya Pemerintah untuk secepatnya memperbaiki
peningkatan luas lahan tanaman pangan sebesar 10%, Tabel 12.13
Proyek Infrastruktur 2005
serta perbaikan dan penambahan sistem irigasi (Tabel
No. Jenis Proyek Lokasi
12.12). Program peningkatan ketahananan pangan yang
1 Jalan Tol Gempol-Pasuruan, Tol Semarang-
akan diterapkan oleh Pemerintah diantaranya peningkatan Solo, Tol Cikampek-Cirebon, Jakarta
penggunaan pupuk berimbang dan varietas unggul/hibrida, Outer Ring Road, Bogor Ring Road,
jalan lintas selatan DI Yogyakarta dan
pengembangan sawit, pengembangan produksi pangan Propinsi Jawa Tengah
alternatif (gandum dan shorgum) serta pemetaan pusat 2 Fly over dan under pass 8 proyek di Jadebotabek
3 Subway dan monorail Jakarta
Tabel 12.12 4 Pelabuhan 5 pelabuhan perikanan (di Bitung,
Perkiraan Produksi Tanaman Pangan 2005 Sabang, Cilacap, Biak, Tual),
pelabuhan Bojonegara-Banten,
No. Komoditi Jumlah Produksi pelabuhan Kodja-Jakarta
1 Padi 54,5 juta ton 5 Pembangkit listrik Paiton, Tanjung Jati B, Musi
2 Jagung 12 juta ton 6 Perluasan Bandara Padang, Manado, Ambon, Surabaya,
3 Kedelai 744 ribu ton Semarang, Bandung
Sumber : Departemen Pertanian
Sumber : Business News
205
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
kerusakan-kerusakan infrastruktur yang disebabkan oleh Jawa Timur, Sumatera Selatan dan Jambi. Untuk subsektor
beberapa bencana alam yang terjadi pada akhir 2004. pertambangan nonmigas, peningkatan produksi antara
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi diperkirakan lain akan terjadi pada komoditi batu bara yang disebabkan
tumbuh 12,0% - 13,0% selama 2005. Pertumbuhan oleh peningkatan kegiatan eksploitasi. Sementara itu,
subsektor komunikasi, terutama didukung oleh untuk komoditi minyak bumi, tingginya investasi untuk
peningkatan pada bidang usaha telekomunikasi seluler. kegiatan eksplorasi, pengembangan, dan produksi di
Perkiraan ini juga didukung dengan tingginya kegiatan subsektor migas selama tiga tahun terakhir, diharapkan
investasi yang dilakukan oleh operator telepon seluler. dapat mendukung peningkatan produksi minyak bumi
Sementara itu, untuk subsektor pengangkutan, program pada tahun-tahun mendatang.
pembangunan perhubungan selama 2005 yang diarahkan Sektor Listrik, Gas, dan Air diperkirakan tumbuh
pada pemulihan sarana dan prasarana pengangkutan yang dengan laju yang lebih tinggi yaitu 6,1% - 7,1%.
ada, diperkirakan akan turut mendukung pertumbuhan Peningkatan ini sejalan dengan peningkatan laju
pada subsektor ini. Pertumbuhan pada bidang usaha pertumbuhan di sektor industri pengolahan, serta
transportasi udara ditunjang oleh masih diberlakukannya didukung oleh penambahan beberapa proyek pembangkit
kebijakan multi operator dan diindikasikan oleh listrik yang diharapkan akan dapat diselesaikan pada 2005.
kecenderungan meningkatnya pengguna transportasi Sektor ekonomi lainnya juga diperkirakan mengalami
udara. Untuk bidang usaha angkutan laut, rencana peningkatan laju pertumbuhan. Sektor Keuangan,
pemberlakuan Instruksi Presiden (Inpres) Pemberdayaan Persewaan, dan Jasa khususnya di subsektor Perbankan
Industri Pelayaran Nasional yang pada intinya melarang diperkirakan tumbuh cukup tinggi sejalan dengan
maskapai pelayaran asing melayani angkutan laut domestik meningkatnya penyaluran kredit ke sektor riil. Selain itu,
diperkirakan akan mendorong peningkatan penggunaan kegiatan multifinance pada 2005 diperkirakan juga akan
armada kapal pelayaran nasional untuk keperluan marak sejalan dengan perkiraan kenaikan konsumsi
pengangkutan domestik. masyarakat.
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
diperkirakan meningkat cukup tinggi, yaitu mencapai Perkiraan Neraca Pembayaran Indonesia
5,4% - 6,4%, sejalan dengan perkiraan peningkatan NPI secara keseluruhan pada 2005 diperkirakan
kegiatan konsumsi masyarakat. Sementara itu,subsektor masih membaik, sebagaimana tercermin dari peningkatan
Hotel dan Restoran juga diperkirakan mengalami surplus NPI menjadi $1,2 miliar, dari $0,02 miliar pada
peningkatan dengan melihat kecenderungan kunjungan tahun 2004. Kinerja NPI tersebut terutama didukung oleh
wisata yang yang terus tumbuh positif sejak awal 2004. surplus transaksi berjalan yang masih cukup besar
Sektor Pertambangan dan Penggalian diperkirakan meskipun berada dalam kecenderungan yang menurun
menunjukkan kecenderungan kinerja yang membaik. sebagai akibat dari pesatnya kegiatan ekonomi domestik.
Perbaikan kinerja sektor ini didukung oleh peningkatan Sementara itu, meskipun neraca lalu lintas modal (LLM)
produksi pada komoditi gas bumi dan pertambangan. mencatat defisit sebagai dampak dari tingginya kewajiban
Untuk komoditi gas bumi, produksi selama 2005 pembayaran utang luar negeri (ULN) Pemerintah, LLM
diperkirakan akan mengalami peningkatan sejalan dengan swasta diperkirakan tetap mengalami surplus sejalan
pengembangan lapangan-lapangan gas bumi di daerah dengan membaiknya perkiraan perekonomian.
206
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
Surplus transaksi berjalan pada 2005 diperkirakan dalam ekspor akan menghadapi tantangan sekaligus
akan mencapai $2,7 miliar, menurun dibandingkan dengan peluang sehubungan dengan dimulainya penghapusan
2004 yang mencatat surplus sebesar $2,9 miliar. kuota pada awal 2005. Produk TPT Indonesia yang
Penurunan surplus transaksi berjalan terutama diakibatkan diperkirakan dapat bersaing adalah produk TPT kualitas
oleh pesatnya kegiatan impor untuk memenuhi kebutuhan tinggi dengan dukungan pasokan bahan baku dari dalam
domestik, khususnya kegiatan produksi dan investasi. Di negeri yang cukup melimpah. Peluang peningkatan
samping itu, tingginya impor juga terkait dengan cukup ekspor diperkirakan juga akan masih terjadi pada
besarnya komponen pinjaman luar negeri dan hibah yang komoditi CPO, sejalan dengan peningkatan volume
diterima Pemerintah dalam rangka pelaksanaan produksi sebagai hasil dari pengembangan investasi
rekonstruksi Aceh dan Sumatera Utara pascabencana berupa pembukaan lahan baru yang telah dimulai
tsunami. beberapa tahun lalu.
Surplus transaksi berjalan tersebut masih didukung Di sisi ekspor migas, penerimaan ekspor diperkirakan
oleh kinerja ekspor nonmigas yang diperkirakan akan masih meningkat sejalan dengan membaiknya kegiatan
tumbuh sebesar 6,0%, relatif melambat dibandingkan eksplorasi dan produksi minyak, serta perkiraan masih
dengan pertumbuhan 2004 yang sebesar 10,7%. Selain cukup tingginya harga minyak dunia. Rata-rata harga
itu, transaksi jasa-jasa juga relatif membaik dengan minyak per barel pada 2005 diperkirakan akan turun sedikit
mencatat defisit yang lebih rendah. menjadi $36,0 dari $36,7 pada 2004.
Dari sisi ekspor nonmigas, perlambatan Transaksi jasa-jasa mencatat defisit yang lebih rendah
pertumbuhan ekspor tersebut searah dengan menjadi $17,0 miliar dari $18,4 miliar pada 2004.
melambatnya pertumbuhan volume perdagangan dunia Penurunan defisit transaksi jasa tersebut terutama
dan penurunan harga komoditi. Meskipun demikian, bersumber dari aliran masuk bantuan, seperti hibah yang
permintaan dunia atas produk primer masih tetap tinggi. merupakan komitmen hasil sidang CGI terakhir dan dari
Produk-produk primer seperti batu bara, nikel, dan hasil berbagai lembaga internasional sebagai bentuk kepedulian
pertanian seperti karet diperkirakan masih memberikan atas bencana alam tsunami. Sementara itu, membaiknya
kontribusi utama. Dari kelompok barang industri, produk arus wisatawan asing selama 2004 diperkirakan tetap
yang diperkirakan mengalami peningkatan antara lain berlanjut hingga mencapai 6 juta orang dengan hasil devisa
produk mesin, peralatan listrik, dan minyak kelapa sawit. mencapai $5,4 miliar.
Untuk mempertahankan daya saing dan kinerja Perkembangan transaksi LLM masih didominasi oleh
ekspor perlu diperhatikan faktor-faktor yang dapat tingginya beban pembayaran ULN. Neraca LLM
meningkatkan daya saing produk ekspor. Pemerintah diperkirakan akan mencatat defisit sebesar
Ketidakseimbangan global yang berpotensi memberikan $2,1 miliar. Meskipun demikian, apabila rencana
tekanan revaluasi ke mata uang Cina dan Malaysia, Pemerintah untuk menerbitkan obligasi valas dan debt
membuka peluang bagi Indonesia untuk meraih peluang moratorium dalam jumlah besar dapat disetujui oleh Paris
ekspor. Meskipun demikian, tantangan yang dihadapi Club dalam sidangnya pada bulan Maret 2005, maka
masih cukup besar mengingat tingginya produktivitas dan kondisi LLM Pemerintah akan lebih baik. Adanya debt
rendahnya biaya tenaga kerja di Cina. Sementara itu, moratorium tersebut dalam jangka pendek akan
ekspor TPT yang merupakan penyumbang cukup besar menurunkan beban pembayaran ULN. Meskipun
207
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
demikian, dalam jangka menengah dan panjang debt investor terhadap kondisi ekonomi ke depan antara lain
moratorium tersebut akan menyebabkan beban ULN juga tercermin dari perbaikan peringkat utang Indonesia
meningkat. Peningkatan tersebut terkait dengan adanya serta dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara-negara
kapitalisasi pembayaran bunga ULN yang ditunda yang tidak kooperatif oleh Financial Action Task Force on
pembayarannya menjadi utang pokok. Money Laundering (FATF).
LLM swasta diperkirakan masih akan mencatat Dengan berbagai perkembangan tersebut di atas,
surplus yaitu sebesar $1,7 miliar, lebih rendah posisi cadangan devisa mengalami peningkatan menjadi
dibandingkan dengan tahun 2004. Lebih rendahnya sebesar $37,5 miliar, dari tahun lalu sebesar $36,3 miliar.
surplus tersebut terutama disebabkan oleh tingginya Jumlah tersebut diperkirakan dapat menutupi keperluan
pembayaran ULN swasta, khususnya korporasi. Meskipun 5,4 bulan impor dan pembayaran ULN Pemerintah.
terjadi lonjakan pembayaran ULN, arus masuk dalam
bentuk PMA dan investasi portofolio tetap berlanjut Perkiraan Nilai Tukar
dengan kecenderungan yang membaik. Di sisi PMA, Pada 2005 nilai tukar rupiah diperkirakan akan
peningkatan aliran modal masuk antara lain dalam bentuk bergerak stabil dengan kecenderungan menguat.Perkiraan
penanaman modal untuk pembiayaan proyek-proyek ini ditopang oleh perkembangan faktor eksternal maupun
infrastruktur yang akan ditawarkan pemerintah dalam internal yang semakin kondusif. Terpeliharanya stabilitas
Infrastructure Summit pada awal 2005. Adanya nilai tukar juga akan terbantu oleh implementasi Paket
komitmen perbaikan infrastruktur tersebut telah Kebijakan Stabilisasi Rupiah yang diterbitkan pada Juni
menciptakan ekspektasi positif bagi investor asing, 2004 dan kebijakan lanjutannya yang telah berhasil
sehingga diharapkan dapat semakin mendorong membatasi fluktuasi dan tekanan depresiasi rupiah selama
penanaman modal ke Indonesia. Perbaikan ekspektasi paruh ke dua 2004.
Neraca Barang 21.231 19.757 (Grafik 12.16). Di satu sisi, neraca transaksi berjalan yang
Ekspor 71.785 75.932
Impor -50.554 -56.175 diperkirakan masih akan mengalami surplus akan
Jasa-jasa -18.353 -17.013
II. Transaksi Modal 2.236 -368 menopang sumbangan nilai bersih penawaran valuta asing
Sektor Publik -1.911 -2.116
Sektor Swasta 4.148 1.748
Investasi Langsung 1.043 1.277
dalam perekonomian. Di sisi lain, neraca modal
Investasi Portofolio 2.793 3.936
Investasi Lainnya 311 -3.466 diperkirakan mengalami defisit, tetapi kondisi ini belum
III. Jumlah 5.114 2.375
akan mengganggu kinerja neraca pembayaran secara
IV. Selisih Perhitungan -4.805 0
keseluruhan dan diperkirakan tidak akan menimbulkan
V. Pembiayaan -309 -2.375
Perubahan Cadangan Devisa 1) -24 -1.218
Perubahan Karena Transaksi 674 -1.218 tekanan terhadap nilai tukar rupiah karena beberapa hal.
IMF -983 -1.157
Catatan
Pertama, defisit neraca modal tersebut lebih banyak
1 Aktiva Luar Negeri (IRFCL) 36.320 37.537
Setara impor dan pembayaran 5.6 5.4 disumbang oleh defisit pada lalu lintas modal Pemerintah
Utang luar negeri pemerintah
2 Transaksi berjalan/ PDB (%) 1.1 0.9
akibat pembayaran ULN. Kebutuhan valuta asing untuk
1) (-) surplus. (+)defisit pembayaran ULN tersebut tidak akan diperoleh dari pasar
208
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
sehingga tidak akan mempengaruhi kondisi penawaran penilaian beberapa lembaga pemeringkat internasional
dan permintaan valuta asing di pasar.. Kedua, nilai tukar yang menaikkan peringkat utang Indonesia selama tahun
rupiah sangat sensitif terhadap pergerakan lalu lintas 2004. Peningkatan pasokan valas dari aliran masuk modal
modal portofolio yang memiliki pangsa cukup besar dalam portofolio ini diperkirakan akan tetap berperan dalam
struktur neraca modal swasta. Pada 2005 surplus lalu lintas mengimbangi ekses permintaan valas yang berasal dari
modal portfolio diprakirakan mencapai $3,9 miliar nonbank khususnya sektor korporasi sejalan dengan terus
meningkat dari $2,7 miliar pada 2004. Sejak 2002 aliran meningkatnya kegiatan impor dan pembayaran utang luar
masuk modal portofolio menjadi salah satu sumber negeri swasta.
pasokan valas penting di pasar. Ketiga, surplus lalu lintas Meskipun nilai tukar rupiah pada 2005 diperkirakan
modal asing langsung (FDI) diperkirakan terus meningkat akan bergerak stabil, terdapat sejumlah downside risks
meskipun masih terbatas. Surplus tersebut kemungkinan yang perlu diwaspadai. Risiko tersebut antara lain terkait
meningkat lebih besar dari pada perkiraan tersebut, dengan dampak ketidakpastian perkembangan harga
terindikasikan dari nilai persetujuan investasi asing yang minyak dunia terhadap perkembangan inflasi dan kinerja
terus meningkat. Pada Januari-Desember 2004 persetujuan APBN serta tingginya ketergantungan perekonomian
investasi mencapai $8,9 miliar meskipun masih jauh dari terhadap lalu lintas modal portofolio yang sangat sensitif
yang dicapai pada tahun 1996 (sebelum krisis) yang terhadap faktor ekspektasi (sentimen) jangka pendek.
mencapai sekitar $30 miliar. Berkenaan dengan struktur lalu lintas modal, diperlukan
Berlanjutnya aliran masuk modal portofolio selama upaya memperbaiki profil jangka waktu aliran modal
2005, diperkirakan dipengaruhi oleh beberapa faktor masuk dengan lebih banyak menarik aliran modal jangka
pendorong dan penarik. Faktor pendorong terkait dengan panjang sehingga secara fundamental menjadi sumber
berlanjutnya kecenderungan depresiasi dolar AS secara pasokan valas yang berkesinambungan.
global yang disebabkan oleh dua hal pokok. Pertama, pasar
valuta asing global akan tetap diwarnai oleh permasalahan Perkiraan Inflasi
ketidakseimbangan ekonomi global khususnya antara Perkembangan inflasi di Indonesia dipengaruhi oleh
kinerja eksternal ekonomi Amerika Serikat dan mitra dua faktor, yakni faktor fundamental dan faktor
dagangnya di Asia. Kedua, momentum peningkatan suku nonfundamental. Faktor-faktor fundamental adalah faktor-
bunga di beberapa negara maju khususnya di AS
diperkirakan tidak seketat prakiraan semula. Sedangkan Juta $
10.000
Neraca Berjalan
aktor penarik, terkait dengan perbaikan beberapa faktor 8.000 Neraca Modal Pemerintah
Investasi Langsung (FDI)
fundamental di dalam negeri antara lain, (i) imbal hasil 6.000 Investasi Portofolio
4.000
instrumen penanaman rupiah yang dalam skala regional
2.000
masih menarik, (ii) indikator stabilitas ekonomi makro
0
khususnya laju inflasi dan kesinambungan fiskal yang -2.000
209
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
160
Untuk 2006, tekanan inflasi yang bersumber dari
150
administered prices diperkirakan akan minimal, di tengah 140
120
demikian, laju inflasi IHK pada 2006 diperkirakan lebih
110
rendah daripada tahun 2005. 100
Survei Konsumen - BI Ekspektasi harga 6 bulan ke depan
90
4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2001 2002 2003 2004
Perkiraan Inflasi Tahun 2005
Grafik 12.18
Faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi Ekspektasi Inflasi Survei Konsumen
perkembangan inflasi antara lain adalah ekspektasi inflasi.
210
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
Juta $ Juta $
Indeks
120 4.000 1.200
Perabotan Rumah Tangga
Pembelian/Perbaikan Rumah optimis 3.500
1.000
Peralatan Rumah Tangga
100 3.000
800
pesimis 2.500
80 2.000 600
1.500
400
60 1.000
Impor Bahan Baku (aksis kiri) 200
500 Impor Barang Modal
40 0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2002 2003 2004 2003 2004
terus meningkatnya perkiraan pertumbuhan PDB ke (Grafik 12.21). Sementara itu, produksi beras diperkirakan
depan. juga mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri
Pada periode enam bulan mendatang, permintaan (Grafik 12.22). Perbaikan sisi penawaran didukung oleh
agregat, diperkirakan sedikit meningkat sejalan dengan peningkatan kinerja sektor industri yang mengalami
peningkatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini juga didukung peningkatan utilisasi dan ekspansi kapasitas produksi. Hal
oleh beberapa hasil survei, diantaranya hasil survei ini diindikasikan oleh kecenderungan peningkatan impor
konsumen yang menunjukkan kecenderungan bahan baku maupun barang modal. Meskipun terdapat
peningkatan rencana konsumsi dalam enam bulan ekspansi kapasitas produksi, tingginya pertumbuhan
mendatang serta ekspektasi konsumen terhadap permintaan diperkirakan berpotensi menimbulkan tekanan
penghasilan yang cukup stabil (Grafik 12.19 dan 12.20). inflasi yang didorong oleh utilisasi kapasitas produksi yang
Peningkatan permintaan secara umum akan direspons telah semakin mendekati kapasitas potensial.
oleh sisi penawaran dengan meningkatkan pasokan. Di sisi eksternal, perkembangan nilai tukar ke depan
Peningkatan pasokan tersebut selain berasal dari produksi yang stabil dengan kecenderungan menguat akan
dalam negeri, juga akan didukung oleh impor. Impor barang berdampak positif pada inflasi (Grafik 12.23). Sementara
konsumsi diperkirakan cukup stabil pada tingkat yang tinggi itu, kestabilan inflasi di negara-negara mitra dagang
54.000
150 52.000
50.000
100 48.000
46.000
50 44.000
Ekspektasi Penghasilan
42.000 Produksi Beras (GKG)
Ekspektasi Ekonomi
Kebutuhan Beras Tahun 2004
0 40.000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005*
2002 2003 2004
211
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
Grafik 12.23 mencapai 30%. Sebagai implikasi kenaikan BBM, TDL pun
Perkembangan Kurs Rupiah dan Inflasi
diperkirakan akan terpengaruh karena bahan baku TDL
yang masih sangat tergantung pada BBM7 .
mengakibatkan tekanan inflasi yang bersumber dari Secara historis, kenaikan BBM sebesar 10% akan
imported inflation relatif minimal (Grafik 12.24). memberikan dampak total pada inflasi sebesar 0,56%
Dari perkembangan berbagai faktor fundamental (Diagram 12.2). Sekitar 0,2% terjadi seketika atau sering
tersebut di atas, inflasi inti diperkirakan stabil dalam kisaran disebut dampak langsung. Sementara itu, sisanya 0,36%
6,5%+1%. Kestabilan inflasi inti ini disebabkan oleh nilai merupakan dampak lanjutan yang disebabkan oleh biaya
tukar yang stabil dengan kecenderungan menguat dan distribusi yang meningkat. Secara umum, perkiraan inflasi
tetap terjaganya ekspektasi inflasi walaupun dengan risiko sudah memasukkan perkiraan dampak langsung dan tidak
meningkat. Perkembangan nilai tukar yang stabil dengan langsung dari kenaikan harga BBM sebesar 30% pada 2005.
kecenderungan menguat memberikan pengaruh positif Dampak langsung diperkirakan sebesar 0,6% sedangkan
terhadap ekspektasi sehingga mampu meredam pengaruh dampak lanjutan secara historis akan menambah inflasi
negatif ekpektasi inflasi akibat kenaikan administered price. sekitar 1,08%. Meskipun demikian, dengan adanya upaya
Dengan demikian secara keseluruhan ekspektasi tetap Pemerintah untuk menekan dampak lanjutan kenaikan BBM
terjaga walaupun dengan risiko meningkat. ini, maka dampak yang terjadi diharapkan dapat lebih
Perkembangan faktor nonfundamental antara lain rendah daripada dampaknya secara historis.
berupa gejolak harga akibat kejutan pasokan yang pada 7 Bila harga BBM naik 30%, TDL diperkirakan naik kurang lebih 20%.
Diagram 12.2
Persen (y-o-y)
2,5 Skema Dampak Kenaikan BBM
terhadap Inflasi
2,0
Harga Harga
1,5
BBM naik barang lain
10%
1,0
0,5
0,0 2 nd
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2000 2001 2002 2003 2004 2005 round
effect
1st round +0,36%
effect Inflasi
Grafik 12.24 +0,2%
Inflasi Negara Mitra Dagang
212
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
213
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
kredit yang tidak lancar (NPL) diperkirakan tetap berada ekonomi diperkirakan juga semakin menyebar, tidak saja
pada tingkat yang rendah dan masih di bawah yang di kota-kota besar tetapi juga di daerah-daerah yang
ditetapkan. Sejalan dengan peningkatan penyaluran kredit memiliki potensi ekonomi tinggi. Meningkatnya
perbankan yang memiliki marjin suku bunga lebih tinggi, pertumbuhan ekonomi dan meluasnya kegiatan transaksi
rentabilitas perbankan diperkirakan akan membaik. ini kemungkinan masih dapat menimbulkan sejumlah risiko
Kegiatan penyaluran kredit diperkirakan masih yang perlu diantisipasi. Dari sisi transaksi tunai, kebutuhan
menghadapi tantangan yang timbul baik dari sisi internal akan uang kartal yang layak edar diperkirakan akan
maupun eksternal perbankan. Tantangan internal yang mengalami kenaikan. Di sisi transaksi nontunai,
dihadapi perbankan terkait dengan struktur dan peningkatan arus dana dan kegiatan transaksi diperkirakan
kelembagaan yang masih membatasi kemampuan bank akan mempengaruhi efisiensi dan risiko dalam
dalam meningkatkan skala dan pengelolaan usaha. Pada penyelesaian transaksi.
sisi kegiatan penghimpunan dana, persaingan yang ketat
dengan inovasi produk pasar modal mengharuskan ARAH KEBIJAKAN
perbankan untuk meningkatkan efisiensi dan pelayanan Arah Kebijakan Moneter
kepada nasabah. Tantangan eksternal perbankan terutama Dengan mempertimbangkan perkiraan ekonomi dan
terkait dengan masih belum pulihnya permintaan kredit tantangan yang dapat mempengaruhi inflasi, Bank
sektor riil. Indonesia secara konsisten mengarahkan kebijakan
Seperti halnya perbankan konvensional, perbankan moneter untuk mencapai sasaran inflasi jangka menengah
syariah pada 2005 diperkirakan tumbuh seiring dengan yang ditetapkan Pemerintah8. Upaya mencapai sasaran
semakin tingginya tingkat pemahaman masyarakat tersebut dilakukan dengan mengendalikan faktor-faktor
terhadap sistem perbankan syariah, peningkatan utama yang memiliki pengaruh terhadap inflasi, yakni
kelembagaan, dan perluasan jaringan kantor. Volume interaksi permintaan-penawaran (output gap), nilai tukar,
usaha perbankan syariah diperkirakan mencapai sekitar dan ekspektasi inflasi.
Rp24 triliun (tumbuh 70%). Dengan perkiraan Pada 2005, tekanan inflasi diperkirakan berasal dari
pertumbuhan volume usaha tersebut, pangsa perbankan ekspektasi inflasi dan output gap. Ekspektasi inflasi
syariah terhadap perbankan nasional diperkirakan masyarakat cenderung meningkat didorong oleh tekanan
meningkat pesat mencapai 1,8%. DPK diperkirakan harga barang- barang administered prices (BBM, TDL).
mencapai Rp20 triliun (tumbuh 80%). Sementara itu, Sementara itu, tekanan output gap didorong oleh output
pembiayaan yang disalurkan (PYD) diperkirakan mencapai aktual yang semakin mendekati output potensial.
Rp21 triliun (tumbuh 90%). Menghadapi meningkatnya tekanan inflasi tersebut,
kebijakan moneter tetap diarahkan pada upaya mencapai
Perkiraan Kondisi Sistem Pembayaran sasaran inflasi yang telah ditetapkan Pemerintah melalui
Kondisi sistem pembayaran pada tahun 2005 langkah-langkah kebijakan yang cenderung ketat.
diperkirakan tetap lancar dan aman. Seiring dengan Dengan langkah kebijakan tersebut diharapkan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi, kegiatan transaksi momentum pertumbuhan ekonomi tetap terpelihara.
ekonomi baik tunai maupun nontunai diperkirakan juga
8 Keputusan Menteri Keuangan No.339/KMK.011/2004 tentang Sasaran Inflasi Tahun
akan meningkat. Di samping itu, peningkatan kegiatan 2005, 2006 dan 2007 yakni berturut-turut sebesar 6%±1%, 5,5%±1% dan 5%±1%.
214
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
Secara operasional, kebijakan moneter tersebut dilakukan efektivitas sistem monitoring transaksi devisa yang berguna
melalui penyediaan likuiditas yang sesuai dengan dalam memantau efektivitas kebijakan yang telah diambil
kebutuhan perekonomian. Untuk meningkatkan dan sebagai landasan dalam pengambilan keputusan
efektivitas kebijakan moneter, suku bunga akan kebijakan ke depan. Penyempurnaan ketentuan di bidang
digunakan sebagai sasaran operasional kebijakan transaksi devisa ditujukan untuk membatasi kegiatan
moneter pada pertengahan 2005 menggantikan uang spekulasi di pasar valas khususnya yang terkait dengan
primer. ketentuan kehati-hatian perbankan. Perbaikan manajemen
Dalam rangka mengelola ekspektasi inflasi penawaran dan permintaan valas diarahkan untuk
masyarakat, Bank Indonesia memberikan komitmennya mengurangi gejolak nilai tukar yang disebabkan oleh
terhadap upaya pencapaian sasaran inflasi. Komitmen ketidakcukupan pasokan valas di dalam negeri. Perbaikan
tersebut akan tercermin dalam arah/sinyal kebijakan struktur aliran modal masuk diupayakan untuk
moneter yang dikeluarkan melalui Rapat Dewan meminimalkan ketergantungan terhadap aliran modal
Gubernur. Untuk memberikan sinyal/arah kebijakan jangka pendek dan mendorong masuknya aliran modal
moneter dengan lebih jelas dan mudah dibaca oleh pelaku jangka panjang. Selain itu, Bank Indonesia akan berperan
pasar, serta lebih fleksibel dalam mengendalikan inflasi aktif dalam memelihara ekspektasi positif terhadap nilai
dan merespons dinamika perekonomian, Bank Indonesia rupiah.
akan menggunakan suku bunga sebagai sasaran Dalam pelaksanaan kebijakan moneter, operasi pasar
operasional kebijakan moneter. Selanjutnya, Bank terbuka (OPT) masih merupakan piranti utama. OPT terdiri
Indonesia terus berupaya mengintensifkan langkah- dari OPT reguler yang dilakukan melalui pelaksanaan lelang
langkah komunikasi dan transparansi kebijakan moneter SBI termasuk FASBI, serta OPT nonreguler yang akan
kepada publik. dilakukan melalui Fine Tune Operation (FTO). FTO dapat
Untuk meminimalkan tekanan inflasi yang bersumber digunakan sewaktu-waktu jika dipandang perlu, yang
dari output gap, Bank Indonesia mengupayakan agar bertujuan mendukung penyempurnaan pelaksanaan
tingkat permintaan agregat tidak melampaui kemampuan kebijakan moneter yaitu meningkatkan fleksibilitas Bank
sisi suplai perekonomian. Pengelolaan permintaan agregat Indonesia dalam mengatur likuiditas pasar uang. Kegiatan
secara operasional antara lain dilakukan dengan FTO dapat bersifat kontraktif dan ekspansif. Dalam hal
mengupayakan uang primer berada pada proyeksi FTO bersifat ekspansif, Bank Indonesia melakukan upaya
indikatifnya, yakni rata-rata tumbuh sebesar 11,5% - pemanfaatan SUN sebagai instrumen moneter sesuai
12,5%. dengan UU Perbendaharaan Negara. Selain melalui OPT,
Untuk mempertahankan kestabilan nilai tukar rupiah, kebijakan moneter dapat dilaksanakan dengan
Bank Indonesia tetap berupaya meminimalkan risiko yang menggunakan instrumen yang selama ini telah digunakan,
dapat mempengaruhi volatilitas nilai tukar. Kebijakan yakni penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan
tersebut mencakup, antara lain penyempurnaan ketentuan wajib minimum atau giro wajib minimum, dan pengaturan
transaksi devisa, perbaikan manajemen penawaran dan kredit atau pembiayaan.
permintaan valas, perbaikan struktur aliran modal masuk, Untuk mendukung efektivitas kebijakan moneter,
serta peningkatan ekspektasi positif terhadap nilai rupiah. Bank Indonesia akan tetap melanjutkan koordinasi
Selain itu, Bank Indonesia akan terus meningkatkan kebijakan dan kemitraan strategis dengan Pemerintah
215
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
dan pelaku ekonomi lainnya guna mensinkronkan penyesuaian ketentuan BMPK, khususnya yang terkait
langkah dan arah kebijakan moneter, fiskal, dan sektor dengan batasan penyertaan bank. Sementara itu, untuk
riil. Salah satu bentuk forum koordinasi kebijakan adalah implementasi program jangka pendek Arsitektur
pembentukan Tim Pengendalian Inflasi yang tugas Perbankan Indonesia (API), beberapa hal yang akan
utamanya, antara lain memonitor pencapaian target ditempuh pada 2005 di antaranya adalah ketentuan
inflasi dan memberikan usul penetapan sasaran inflasi. mengenai kegiatan bank dengan Kegiatan Usaha Terbatas
Tim Pengendalian Inflasi akan dibentuk setelah (BKT), bank fokus, bank nasional dan bank internasional;
ditandatanganinya Surat Keputusan Bersama antara pembentukan panel ahli perbankan; pembentukan
Pemerintah dan Gubernur Bank Indonesia tentang lembaga riset perbankan baik di pusat maupun di daerah;
Pembentukan Tim Pengendalian Inflasi yang menurut ketentuan mengenai mekanisme pengaduan nasabah;
rencana akan dilakukan pada awal tahun 2005.9 Selain serta pengoperasian Pusat Informasi Kredit (PIK).
itu, Bank Indonesia juga akan melakukan koordinasi Dalam upaya memperkuat infrastruktur sistem
kebijakan makro dan mikro ekonomi yang terkait perbankan, Bank Indonesia bersama Pemerintah akan
dengan kebijakan sektor perbankan konvensional dan melanjutkan upaya implementasi Lembaga Penjamin
syariah, serta kebijakan sistem pembayaran tunai dan Simpanan (LPS) dan perumusan ketentuan tentang Fasilitas
nontunai. Pembiayaan Darurat (FPD). Selain itu, Bank Indonesia akan
melakukan sertifikasi manajer risiko, dan pengoperasian
Arah Kebijakan Perbankan PIK. Terkait FPD, upaya yang dilakukan Pemerintah dan
Kebijakan perbankan pada 2005 diarahkan untuk Bank Indonesia adalah dalam kerangka mewujudkan jaring
memperkuat struktur dan kelembagaan, sehingga peranan pengaman sektor keuangan (JPSK) untuk mengantispasi
perbankan dalam menunjang kegiatan perekonomian terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Kerangka kebijakan
dapat meningkat secara berkelanjutan. Kebijakan tersebut JPSK pada intinya memuat peran dan tanggung jawab
ditempuh untuk menghadapi tantangan yang terkait serta mekanisme koordinasi masing-masing lembaga
dengan struktur dan kelembagaan serta persaingan dalam terkait dalam JPSK, yakni Bank Indonesia, Departemen
penghimpunan dan penyaluran dana. Secara operasional, Keuangan dan LPS. Selain itu, terkait dengan peningkatan
arah kebijakan perbankan dalam memperkuat struktur dan kualitas dan kompetensi sumber daya manusia perbankan,
kelembagaan dilakukan dengan melanjutkan proses program sertifikasi manajemen risiko akan dilanjutkan.
konsolidasi, memperkuat infrastruktur, dan menerapkan Dalam kerangka meningkatkan kehati-hatian
ketentuan prudensial sesuai standar internasional, serta perbankan, Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan
mendorong fungsi intermediasi perbankan. mikro prudensial yang mengacu pada standar internasional
Terkait dengan upaya akselerasi proses konsolidasi 25 Basel Core Principles. Berkaitan dengan pelaksanaan
perbankan, kebijakan perbankan akan diarahkan pada kebijakan tersebut, telah disiapkan beberapa
upaya memperkuat permodalan bank dan melakukan penyempurnaan ketentuan yang akan berlaku efektif pada
2005 yang akan diiringi oleh law enforcement guna
9 Tim Pengendalian Inflasi dibentuk berdasarkan KMK /339.011/ 2004, bertugas untuk
memantau perkembangan inflasi, mendapatkan masukan dan memberikan penjelasan
kepada instansi terkait kebijakan yang berdampak pada inflasi, memberikan usulan
mendorong peningkatan pelaksanaan Good Corporate
penetapan sasaran inflasi, melakukan sosialisasi mengenai penetapan sasaran inflasi,
mengidentifikasi fakor-faktor yang mempengaruhi inflasi serta dampaknya terhadap Governance (GCG). Upaya penyempurnaan berikutnya
pencapaian sasaran inflasi, dan merekomendasikan kebijakan untuk mencapai sasaran
inflasi. adalah rencana penerapan pengawasan bank secara
216
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
konsolidasi (consolidated supervision) yang akan mencakup sasaran pengembangan ke depan. Rumusan
pula anak perusahaan bank. Selanjutnya, diupayakan pengembangan tersebut tertuang dalam Road Map
pemenuhan Basel Accord II secara bertahap dan 2005 yang telah disusun Bank Indonesia bersama
diharapkan sebelum 2010 perbankan Indonesia telah Pemerintah dengan cakupan kegiatan mengembangkan
menerapkan Basel II khususnya pilar II supervisory review kelembagaan, menyempurnakan ketentuan,
progress dan pilar III market discipline. Sementara itu, menyempurnakan kualitas informasi, dan melakukan
penerapan pilar I telah dilaksanakan yang meliputi koordinasi serta kemitraan strategis. Pengembangan
ketentuan permodalan, peningkatan efektivitas kelembagaan UMKM dilakukan melalui pendirian
pengawasan bank dengan mengadopsi pendekatan Promoting Enterprises Access to Credit dengan kerja
berbasis risiko dan berorientasi ke depan. sama IFC Penta dan Swiss Contact, meningkatkan
Arah kebijakan perbankan 2005 mencakup pula standardisasi mutu Business Development Service
strategi pengembangan perbankan syariah yang secara Provider (BDSP) di daerah untuk meningkatkan capacity
umum bertujuan untuk mencapai tingkat efisiensi building melalui pelatihan, standardisasi materi
operasional, tingkat kehati-hatian yang lebih tinggi, dan pelatihan, dan akreditasi BDSP. Penyempurnaan
kepatuhan pada prinsip syariah. Untuk pemenuhan standar ketentuan dilakukan dengan analisis profil UMKM,
internasional, bank syariah mengacu kepada standar mengkaji ulang, dan mendorong penyusunan ketentuan
internasional yang dikeluarkan oleh Bank for International terkait. Pengembangan kualitas informasi UMKM
Setlement (BIS) dan produk-produk yang dikaji oleh Islamic ditempuh melalui penyempurnaan Sistem Informasi
Financial Services Board (IFSB). Pengembangan Usaha Kecil dan Baseline Economic
Upaya penguatan aspek kehati-hatian dan Survey. Guna mendorong pertumbuhan UMKM lebih
peningkatan kredit perbankan antara lain dengan lanjut, akan ditingkatkan koordinasi dan kemitraan
mengeluarkan Paket Kebijakan Perbankan pada awal strategis dengan Pemerintah dan lembaga terkait
2005. Tujuan utama dari paket kebijakan tersebut adalah lainnya.
mendorong fungsi intermediasi perbankan pada sektor Pengembangan UMKM tersebut tidak terlepas
usaha yang produktif, konsolidasi perbankan, mendorong dengan upaya pengembangan BPR yang memang
peningkatan kemampuan perbankan dalam pengelolaan berorientasi ke sektor UMKM. Selain melanjutkan strategi
risiko kredit, menerapkan prinsip kehati-hatian dan praktek yang telah ditempuh selama ini, Bank Indonesia akan
perbankan yang sehat, serta meningkatkan perlindungan meningkatkan upaya penyusunan cetak biru BPR yang
nasabah melalui penerapan standar pelayanan perbankan merupakan bagian dari API. Adapun garis besar strategi
yang baku, aman dan transparan. Selanjutnya, dalam pengembangan BPR ke depan meliputi: (1)
rangka mendorong penyaluran kredit perbankan secara penyempurnaan kelembagaan; (2) penyempurnaan sistem
lebih berhati-hati, operasionalisasi pendirian PIK akan pengaturan dan pengawasan; (3) penguatan kapasitas dan
dilanjutkan sesuai dengan tahapan API. Manfaat dari PIK kelembagaan; (4) penguatan infrastruktur industri; dan (5)
adalah menyediakan informasi debitur yang dapat diakses peningkatan kerjasama BPR dengan bank umum/lembaga
perbankan. lain (linkage program).
Di dalam upaya mendorong fungsi intermediasi Terkait dengan pengembangan perbankan yang
perbankan, sektor UMKM telah disepakati menjadi beroperasi dengan prinsip syariah, Bank Indonesia akan
217
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
secara konsisten melanjutkan proses implementasi inisiatif baik lembaga keuangan (perbankan dan nonbank)
strategis yang telah dicanangkan dalam Cetak Biru maupun pasar keuangan secara keseluruhan yang
Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia. Memasuki mengacu pada pendekatan dalam Financial Sector
implementasi tahap II yang difokuskan pada upaya Assessment Program (FSAP).
memperkuat struktur industri perbankan syariah,
pengembangan perbankan syariah tetap difokuskan pada Arah Kebijakan Sistem Pembayaran
empat aspek, yaitu (i) kepatuhan pada prinsip syariah, (ii) Kebijakan sistem pembayaran baik tunai maupun
ketentuan kehati-hatian, (iii) efisiensi operasi dan daya nontunai diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
saing, serta (iv) kestabilan sistem dan kemanfaatan bagi perekonomian yang diperkirakan semakin meningkat pada
perekonomian. Terkait dengan aspek kepatuhan pada 2005. Selain itu, kebijakan sistem pembayaran juga
prinsip syariah, akan dilakukan implementasi standar akad diarahkan untuk dapat mendukung efektivitas kebijakan
dan penilaian tingkat kesehatan yang sesuai dengan moneter dan perbankan yang akan ditempuh Bank
karateristik bank syariah. Selanjutnya, terkait aspek Indonesia. Di bidang sistem pembayaran tunai, sasaran
ketentuan kehati-hatian akan dilakukan penyusunan kebijakan sistem pembayaran tunai pada 2005 tetap akan
ketentuan tingkat kesehatan bank syariah yang telah diarahkan pada upaya untuk memenuhi kebutuhan
mengakomodasi risk based supervision. Untuk aspek masyarakat akan uang kartal dalam jumlah nominal yang
efisiensi operasi dan daya saing akan dilakukan upaya cukup, jenis pecahan yang sesuai, dan tepat waktu;
mendorong transparansi dan penerapan good corporate menjaga kondisi uang yang layak edar; mengupayakan
governance, kerja sama dengan asosiasi industri dan kantor peningkatan pelayanan kepada stakeholders ; serta
perpajakan dalam meningkatkan efisiensi transaksi bank mengurangi meluasnya pengedaran uang palsu di
syariah, dan uji coba linkage program guna mendorong masyarakat.
aliansi strategis yang ditujukan untuk mencari role model Sejalan dengan tingginya tuntutan stakeholders,
mekanisme penyaluran dana perbankan syariah, terutama Bank Indonesia dituntut untuk lebih meningkatkan
kepada sektor usaha kecil dan mikro. Untuk aspek upaya dalam memenuhi kebutuhan uang kartal
kestabilan sistem dan kemanfaatan terhadap terutama dalam kesesuaian pecahan yang dibutuhkan.
perekonomian, akan dilakukan penelitian lanjutan Sehubungan dengan tuntutan tersebut, penyusunan
mengenai tingkat preferensi masyarakat terhadap rencana pengadaan uang tahun 2005, selain melihat
keberadaan perbankan, yang akan dilengkapi dengan hasil kebutuhan masing-masing KBI, juga memperhatikan
penelitian proses pemetaan preferensi masyarakat yang hasil survei tingkat kepuasan stakeholders terhadap
telah dilakukan tahun-tahun sebelumnya. ketersediaan uang. Secara nominal, rencana pengadaan
Dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan uang pada 2005 meningkat sebesar 20,1%. Selanjutnya
secara keseluruhan, Bank Indonesia bersama instansi agar distribusi ke seluruh wilayah Indonesia dapat efektif
Pemerintah dan lembaga terkait menyusun langkah- dan efisien, pelaksanaannya berpedoman pada rencana
langkah pengembangan Arsitektur Sistem Keuangan distibusi uang yang telah disusun dan terus
Indonesia (ASKI). Langkah awal yang dipandang perlu meningkatkan kerja sama dengan pihak-pihak terkait.
adalah menilai secara komprehensif kondisi dan Adapun rencana distribusi uang pada 2005
permasalahan masing-masing elemen sektor keuangan, diproyeksikan meningkat sebesar 10,0% dari realisasi
218
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
distribusi uang tahun 2004. Khusus untuk memenuhi dan pihak/instansi terkait lainnya dalam upaya
kebutuhan uang kartal di wilayah KBI Banda Aceh yang menanggulangi meluasnya pengedaran uang palsu.
mengalami tsunami, pasokan uang kartal dilakukan Kebijakan lainnya adalah dengan meningkatkan sosialiasi
melalui KBI Lhokseumawe. ciri-ciri keaslian uang Rupiah dan publikasi pengenalan
Dalam rangka mengamankan dan memperlancar istilah ≈3D∆ (Dilihat, Diraba, dan Diterawang) di berbagai
koordinasi distribusi uang akan dilakukan pengembangan media informasi.
sistem monitoring transportasi remise antarkantor Dalam bidang sistem pembayaran nontunai
nontunai, fokus
(SIMTRAK) melalui pengembangan sistem dari radio kebijakan adalah tetap pada minimalisasi risiko dan
konvensional menjadi radio trunking. Penerapan sistem meningkatkan efisiensi. Peningkatan efisiensi akan
tersebut untuk pertama kalinya akan diujicobakan di diupayakan melalui implementasi Sistem Kliring Nasional
wilayah Jakarta dan selanjutnya akan diperluas ke wilayah (SKN) dan penerbitan Daftar Hitam Nasional (DHN) pada
Bandung, Semarang, dan Surabaya. semester kedua tahun 2005. Implementasi SKN akan
Peningkatan pelayanan kepada stakeholders perlu memungkinkan terlaksananya kliring dari transaksi kredit
dilakukan seiring dengan semakin tingginya standar yang selama ini mempergunakan nota kredit (paper based)
kepuasan yang dituntut oleh stakeholders. Berkaitan dan terbatas pada wilayah kliring tertentu menjadi secara
dengan peningkatan pelayanan tersebut, khususnya paperless pada tingkat nasional. Seiring dengan
terhadap pemenuhan kebutuhan uang pecahan kecil, implementasi SKN, diperlukan tersedianya daftar hitam
maka pada 2005 pelaksanaan program kerja sama dengan cakupan nasional. Sebagai dampak dari
penukaran uang pecahan kecil (PPUPK) akan diperluas ke pengembangan SKN dan DHN, enhancement dari sistem
lima wilayah Kantor Bank Indonesia sehingga pada tahun BI-RTGS yang merupakan tempat terjadinya setelmen akan
2005 akan mencakup wilayah Kantor Pusat (Jakarta) dan dilakukan sebelum implementasi SKN. Enhancement
12 wilayah KBI. Sejalan dengan upaya peningkatan tersebut erat kaitannya dengan perubahan status
pelayanan kepada stakeholders, meskipun mengalami penyelenggara kliring lokal yang ada saat ini menjadi
bencana tsunami, kegiatan pelayanan kas di KBI Banda peserta kliring nasional.
Aceh tetap dilakukan sebagaimana mestinya. Selain itu, Upaya penurunan risiko akan dilakukan melalui
pada 2005 akan mulai dijajagi upaya untuk melakukan peningkatan efektivitas pengawasan sistem pembayaran
kajian terhadap pelayanan perkasan sesuai dengan standar terutama dengan metode pengawasan yang sesuai dengan
ISO 9001. berbagai standar internasional yang dikeluarkan Bank For
Kebijakan yang akan dilakukan dalam rangka International Settlements (BIS). Upaya lain yang akan
mengurangi meluasnya pengedaran uang palsu, pada dilakukan adalah dengan melakukan kajian terhadap
2005 Bank Indonesia akan mengeluarkan dan kebutuhan Payment-versus-Payment (PvP) dan Delivery-
mengedarkan uang pecahan Rp50.000 dan Rp10.000 versus-Payment (DvP). Transaksi PvP (transaksi
tahun emisi 2005 dengan standardisasi ukuran yang baru, multicurrency secara cross-border) memiliki risiko yang
dan meningkatkan unsur pengaman yang lebih baik serta tidak kecil apabila tidak diantisipasi dengan baik. Kajian
mudah dikenali masyarakat. Selanjutnya, akan dilakukan PvP ini ditujukan untuk melihat seberapa jauh kebutuhan
peningkatan koordinasi dan kerja sama dengan dengan terhadap PvP di Indonesia. Sementara itu, untuk kajian
Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (BOTASUPAL) DvP akan difokuskan pada kemungkinan integrasi pasar
219
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
surat berharga di luar SBI/SUN dengan sisi setelmen Beberapa upaya dalam rangka memperbaiki
menggunakan dana bank sentral yang memiliki risiko yang kelemahan struktural agar nilai tukar rupiah tidak
lebih rendah (daripada menggunakan dana bank umum mudah bergejolak telah ditempuh Bank Indonesia
yang selama ini terjadi). terutama melalui Paket Kebijakan Stabilisasi Rupiah.
Namun, beberapa kelemahan struktural lainnya
FAKTOR RISIKO DAN KETIDAKPASTIAN diperkirakan masih akan tetap dapat menyebabkan
Pemulihan ekonomi pada 2005 diperkirakan akan fluktuasi rupiah ke depan sangat rentan terhadap
semakin mantap, meskipun tetap perlu dicermati adanya pengaruh ketidakpastian faktor eksternal dan
berbagai faktor risiko, baik internal maupun eksternal, yang domestik. Kelemahan yang sangat fundamental
berpotensi menimbulkan tekanan terhadap stabilitas terutama: (i) struktur pasar valas yang secara menetap
makroekonomi. Secara lebih rinci, berbagai faktor risiko (persisten) mengalami ekses permintaan akibat
tersebut antara lain : ketidaksesuaian antara aliran dana dan barang dalam
1 Perkembangan harga minyak dunia yang masih transaksi internasional, dan rendahnya daya saing
tinggi. industri di dalam negeri, serta (ii) struktur lalu lintas
Pelonjakan harga minyak internasional diperkirakan modal asing yang lebih banyak bertopang pada modal
akan membawa dampak pada tekanan harga berbagai asing jangka pendek, yang sekaligus menjadi sumber
komoditi di pasar global akibat peningkatan ongkos pasokan terhadap ekses permintaan valas di dalam
produksi (cost push). Kondisi ini tidak saja akan negeri.
menurunkan kemampuan perekonomian domestik 3 Dampak ketidakseimbangan global terhadap
dalam melakukan impor, tetapi juga dapat perekonomian Indonesia
mempengaruhi perkembangan harga melalui imported Fenomena ketidakseimbangan global yang dipicu
inflation. Mengingat ketergantungan perekonomian oleh defisit neraca berjalan dan fiskal di AS yang
domestik terhadap barang impor masih cukup besar, semakin meningkat menimbulkan risiko bagi
penurunan kemampuan dalam mengimpor ini pada kesinambungan pertumbuhan ekonomi dunia dan
gilirannya juga akan mempengaruhi kinerja ekonomi risiko ketidakstabilan pasar keuangan global. Risiko
secara keseluruhan. Di sisi lain, perkembangan harga tersebut dapat terjadi jika proses penyesuaian untuk
minyak dunia yang masih tinggi juga mempengaruhi mengurangi defisit tersebut berlangsung secara
kemampuan fiskal dalam memberikan stimulus ekonomi drastis yang diwarnai oleh depresiasi dolar AS
sebagai akibat membengkaknya subsidi BBM. Dalam secara tajam. Depresiasi dolar AS tersebut
kaitan ini, Pemerintah diperkirakan akan mengkaji ulang berdampak pada menurunnya defisit neraca
arah kebijakan fiskal 2005 berupa langkah berjalan AS √ ekspor meningkat, tetapi impor
penghematan dana subsidi dengan menaikkan harga menurun √ yang implikasinya dapat menurunkan
BBM. Kondisi ini pada akhirnya telah memicu ekspektasi pertumbuhan ekonomi negara mitra dagang,
inflasi yang cukup kuat di masyarakat. termasuk Indonesia. Di sisi lain, depresiasi dolar AS
2 Ketergantungan perekonomian terhadap aliran dapat menimbulkan gejolak di pasar keuangan
portofolio asing berjangka pendek yang sangat peka global yang berpotensi meningkatkan volatilitas
terhadap faktor ekspektasi jangka pendek. nilai tukar Rupiah.
220
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
Perkiraan penguatan pemulihan ekonomi pada 2005 penguatan ekonomi ke depan akan sangat tergantung
sangat ditopang oleh terciptanya ekspektasi positif di pada kemampuan untuk memelihara momentum
masyarakat, yang terutama didorong oleh komitmen perbaikan ekspekstasi positif yang telah terbentuk tersebut.
Pemerintah untuk melakukan berbagai perbaikan dan Apabila hal ini dapat diwujudkan, maka dampak dari
terobosan dalam berbagai bidang perekonomian. berbagai faktor risiko dan ketidakpastian tersebut di atas
Berkenaan dengan hal itu, kesinambungan perkiraan diharapkan dapat diminimalisir.
221
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
1 Disarikan dari Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 2005 tanggal 19 Januari 2005 implementasi persaingan usaha, dan standarisasi
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004 √ 2009
(RPJMN) nasional.
222
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
223
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
Bencana alam gempa bumi yang terjadi di Dalam bentuk kuantitatif, perkiraan awal
Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera kerugian yang diakibatkan oleh bencana ini dapat
Utara yang diikuti oleh gelombang tsunami pada dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu kerugian yang
26 Desember 2004 telah menimbulkan kerusakan berupa kerusakan (damages) dan kerugian (losses).
dalam skala sangat besar, baik berupa kehilangan Kerusakan diklasifikasikan sebagai dampak langsung
jiwa maupun kerusakan material. Daerah yang dari bencana alam berupa kerusakan atau kehancuran
terkena bencana meliputi sebagian besar Banda pada aset fisik. Kerugian diklasifikasikan sebagai
Aceh, Meulaboh, Aceh Besar, Aceh Jaya, Nagan dampak tidak langsung yang mengakibatkan
Raya, Simeuleu, Aceh Utara, Aceh Timur, kepulauan turunnya pendapatan, pengeluaran yang hilang
Nias, dan beberapa daerah lainnya di Sumatera selama masa rekonstruksi berlangsung yang
Utara. Tercatat lebih dari 123.000 korban jiwa dan diperkirakan selama empat tahun. Kerugian yang
ratusan ribu lainnya dinyatakan hilang atau meliputi kerusakan infrastruktur dan kehilangan
mengalami korban luka lainnya. Gelombang kapital diperkirakan mencapai mencapai $2,9 milliar
tsunami juga menghancurkan ribuan rumah atau sekitar Rp26 triliun. Sementara itu, kerugian yang
penduduk, menghancurkan sebagian besar timbul akibat kerusakan pada faktor-faktor produksi
infrastruktur, seperti jalan dan jembatan, fasilitas yang rusak mencapai $1,5 miliar atau sekitar Rp14
umum seperti rumah sakit, puskesmas, dan kantor- triliun.
kantor pemerintahan. Meskipun pangsa PDRB NAD hanya sekitar 2%
dari PDB nasional, dampak bencana alam yang telah
Tabel
Total Kerusakan dan Kerugian meluluhlantakkan sendi-sendi perekonomian di
(Juta $)
daerah bencana lebih besar daripada yang
Kerusakan Kerugian Total
diperkirakan. Keterkaitan antara ekonomi NAD dan
Sektor sosial 1.682 57 1.739
Perumahan 1.398 39 1.437 daerah-daerah lain di Indonesia melipatgandakan
Pendidikan 119 9 128
Kesehatan 82 9 91 dampak dari bencana tersebut terhadap total PDB
Agama dan budaya 83 0 83
Infrastruktur 637 240 877 nasional. Beberapa pabrik besar seperti pabrik semen
Transportasi 391 145 536
Komunikasi 19 3 22 Andalas dan pabrik pupuk Iskandar Muda mengalami
Energi 68 0 68
Air dan sanitasi 27 3 30 kerusakan parah. Begitu pula areal pertanian dan
Pengendalian banjir 132 89 221
Sektor produktif 353 830 1.183 perkebunan yang terendam banjir yang mengiringi
Pertanian 84 141 225
Perikanan 102 409 511 bencana tersebut. Output dari pabrik-pabrik, hasil
Industri & perdagangan 167 280 447
Lintas sektoral 253 399 652 pertanian, dan hasil perkebunan tersebut bukan hanya
Lingkungan 155 394 549
Pemerintahan dan adm. 84 5 89 digunakan untuk daerah NAD, tapi juga dipergunakan
Keuangan dan bank 14 0 14
Pengeluaran darurat 0 0 0 untuk melayani kebutuhan daerah-daerah lain di
Total 2.925 1.526 4.451
Indonesia. Berdasarkan sektor ekonomi, dampak
Sumber : Bappenas
224
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
terbesar akan diderita oleh sektor pertanian, diikuti untuk menjawab tantangan di luar aspek ekonomi.
oleh sektor transportasi dan komunikasi. Kerusakan Lebih jauh, upaya pembenahan daerah bencana perlu
faktor-faktor produksi di NAD tersebut akan banyak dilakukan dengan cepat dan terarah untuk
mempengaruhi kinerja perekonomian NAD dan menghindarkan kemungkinan munculnya
mengganggu kinerja perekonomian secara nasional. kerawanan-kerawanan sosial akibat tingginya
Dengan asumsi kerugian yang terjadi pada pengangguran dan merosotnya kesejahteraan yang
tahun pertama hanya 40% dari seluruh kerugian, pada gilirannya akan mempengaruhi perekonomian
diperkirakan dampak dari bencana alam tsunami di nasional dengan skala yang lebih besar. Perbaikan
NAD akan menyebabkan penurunan pertumbuhan dan pembangunan kembali fasilitas-fasilitas umum
PDB nasional maksimal sebesar 0,2% pada tahun seperti sekolah, rumah sakit, tempat ibadah dan lain-
2005, sementara PDRB Aceh sendiri akan turun lain akan membantu pemulihan secara lebih
sebesar 10,38%. Sebagai perbandingan, World Bank menyeluruh.
memperkirakan dampak dari bencana tsunami akan
menyebabkan penurunan PDB sebesar 0,1%√0,4% Pembangunan Kembali Propinsi NAD dan
pada 2005, sedangkan PDRB NAD akan turun antara Sumber Pembiayaannya
7%√27,8% 1 . Sementara itu, analisis dengan Untuk membangun kembali Propinsi NAD,
menggunakan suatu model Computable General Pemerintah merencanakan 3 tahap pembangunan,
Equilibrium (CGE) regional2 menunjukkan PDB akan yaitu tahap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
turun sekitar 0,3% dalam satu tahun ke depan dan Pada tahap darurat yang berlangsung selama enam
PDRB NAD sendiri diperkirakan akan turun sekitar bulan sejak kejadian memfokuskan pada kegiatan
13% pada periode yang sama. penyelamatan manusia melalui suplai makanan dan
Meskipun dampak terhadap perekonomian kesehatan, penampungan sementara dan
nasional relatif terbatas, bencana alam di NAD dan penguburan mayat korban bencana. Tahap kedua,
Sumut ini berpotensi mengganggu perekonomian yaitu tahap rehabilitasi yang direncanakan
di daerah lain dan nasional secara lebih besar apabila berlangsung sampai dua tahun sejak masa darurat
penanganan bencana tersebut tidak ditanggulangi dinyatakan berakhir, memfokuskan kegiatan pada
dengan baik. Pemulihan infrastruktur, sejalan dengan penanganan infrastruktur dan pelayanan
investasi dalam mengembalikan kapasitas produksi masyarakat sampai tingkat minimum. Tahap
menjadi sangat penting dalam mengembalikan rekonstruksi yang merupakan tahap jangka
aktifitas ekonomi di NAD dan Sumut. Upaya panjang, yaitu selama lima tahun lebih
penanggulan dampak bencana juga harus dilakukan menitikberatkan pada pembangunan kembali
daerah NAD dari sisi kegiatan ekonomi,
1 Preliminary Damage and Loss Assessment, a technical report prepared by
Bappenas and International Donor Community, 19-20 Januari 2005
infrastruktur, transportasi dan telekomunikasi,
2 Model ini dinamakan Emerald (Equilibrium Model with Economic Regional
Analysis Dimension) yang merupakan suatu model CGE yang meliputi 19 sektor perumahan, dan sistem sosial. Penanganan masa
dan 26 propinsi di Indonesia yang dikembangkan oleh Daniel Pambudi, PhD
student dari Indonesia di Monash University. darurat dilakukan oleh Badan Kordinasi Nasional
225
Bab 12: Perkiraan Ekonomi dan Arah Kebijakan 2005
(Bakornas), sementara untuk penanganan tahap 2. Penundaan pembayaran utang atau debt
lanjutan akan dibentuk Badan Pelaksana yang moratorium dari Paris Club sebesar $350 juta
bertugas menjadi semacam pemimpin proyek besar selama tiga bulan sejak Januari 2005 juga
urusan teknis dan manajemen. Badan ini merupakan kesempatan untuk mengalihkan
bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan dana yang sedianya untuk membayar utang
akan mulai bekerja pada akhir Maret 2005. digunakan untuk pemulihan pascabencana di
Sumber-sumber pembiayaan yang nilainya NAD. Sementara dalam masa penundaan ini, IMF
cukup signifikan untuk digunakan membangun dan Bank Dunia akan melakukan assessment
kembali propinsi NAD adalah sebagai berikut: terhadap kerusakan dan pemulihan NAD.
1. Pembiayaan dari APBN yang berasal dari pos 3. Selain memberikan komitmen pinjaman sebesar
bencana alam sisa APBN 2004 sebesar Rp150 $3,4 miliar pada tahun 2005, CGI juga
miliar. Sedangkan dari APBN 2005 tersedia dana memberikan komitmen sebesar $1,7miliar yang
sebesar Rp4 triliun yang berasal dari pos dana terdiri dari $1,2miliar dalam bentuk hibah dan
bencana alam dan dana bantuan social. Selain $500 juta dalam bentuk pinjaman lunak.
itu, besarnya dana dari APBN masih mungkin Dengan adanya sumber-sumber pembiayaan ini
bertambah mengingat APBN 2005 tersebut diharapkan proses rehabilitasi dan rekonstruksi di NAD
disusun sebelum terjadinya bencana. Dengan dapat berjalan lancar dan segera meningkatkan
terjadinya bencana, kemungkinan pergeseran kembali konsumsi dan investasi di NAD maupun di
anggaran dapat dilakukan untuk pembangunan daerah lain dan pada gilirannya dapat meningkatkan
kembali Aceh. kembali pertumbuhan ekonomi NAD dan nasional.
226