Warga
Jerman, karyanya dalam bidang
distribusi spectrum radiasi yang
membuka jalan ke teori
kuantum, dihargai dengan
penganugrahan hadiah Nobel
tahun 1918. Dalam tahun-tahun
terakhirnya, ia banyak menulis
tentang agama dan filsafat.
Fisika yang berkembang sampai akhir abad sembilan belas dikenal sebagai
fisika klasik dan mempunyai dua cabang utama yaitu mekanika Newtonian dan
teori medan elektromagnetik Maxwellian. Mekanika klasik dicirikan oleh
kehadiran partikel sebagai sesuatu yang terkurung di dalam ruang. Istilah terkurung
secara sederhana dapat dikatakan sebagai adanya batas yang jelas antara materi dan
sesuatu di luar dirinya atau lingkungannya. Fenomena yang ada dalam mekanika
klasik adalah fenomena tumbukan antara partikel yang memungkinkan terjadinya
transfer momentum dan energi. Sedangkan medan elektromagnetik dicirikan oleh
kuantitas medan dari gelombang yang menyebar dalam ruang. Medan tersebar di
dalam ruang bagai kabut dengan ketebalan yang berbeda-beda dan menipis sampai
akhirnya benar-benar lenyap. Batas antara ruang bermedan dan ruang tanpa medan
tidak jelas atau kabur. Ciri utama fisika klasik adalah sifatnya yang common sense dan
deterministik.
Sampai menjelang abad kedua puluh, kedua teori tersebut ditambah
termodinamika dipandang sebagai teori puncak (ultimate theory) yang mampu
menjelaskan semua fenomena fisika. Sedangkan secara praktis, teori-teori tersebut
telah memicu timbulnya revolusi industri.
Fisika terus berkembang dan temuan baru terus didapatkan. Tetapi, beberapa
fenomena fisis yang ditemukan di akhir abad sembilan belas berikut ini tidak dapat
dijelaskan oleh teori klasik. Karenanya, orang mengatakan bahwa fisika klasik
mengalami krisis !
Besaran ini kita sebut intensitas radiant (radiant intensity), I, sehingga hasil
percobaannya adalah sederetan nilai berbeda yang dipilih untuk diukur. Apabila
setelah selesai, maka hasilnya akan tampak seperti pada Gambar 1.2. Bila
percobaannya kemudian diulangi tetapi dengan temperatur yang lebih tinggi, maka
akan diperoleh hasil seperti yang tampak pada Gambar 1.2.
Dengan mengulangi percobaan ini berkali-kali, maka dapat disimpulkan dua
sifat penting dari radiasi termal berikut :
1. Intensitas radiant total terhadap seluruh rentang panjang gelombang
sebanding dengan suhu T berpangkat empat (R () T 4) ; karena intensitas total
tak lain adalah luas daerah di bawah kurva-kurva intensitas radiant pada Gambar
1.2, maka dapat dituliskan :
�
�R d = s T (1.1)
4
0
Hasil ini dikenal sebagai hukum Pergeseran Wien ; “Pergeseran” merujuk kepada
kenyataan bahwa puncak kurva intensitas bergeser jika suhu berubah.
Radiasi yang dipancarkan benda biasa tidak hanya bergantung pada suhu,
tetapi juga pada sifat – sifat lainnya, seperti rupa benda, permukaannya, dan bahan
pembuatnya. Radiasinya juga bergantung pada apakah benda memantulkan atau
tidak memantulkan radiasi dari lingkungan sekitar yang jatuh padanya. Untuk
menghilangkan beberapa hambatan ini, kita tidak akan meninjau benda biasa,
melainkan yang permukaannya sama sekali hitam (benda hitam). Jika sebuah benda
sama sekali hitam, maka cahaya yang jatuh padanya tidak ada yang dipantulkan
sehingga sifat – sifat permukaannya dengan demikian tidak dapat teramati. Namun
demikian, perluasan ini masih belum cukup menyederhanakan persoalan untuk
memungkinkan menghitung spektrum radiasi yang terpancarkan.
Perhitungan klasik bagi energi radiant yang dipancarkan untuk tiap – tiap
panjang gelombang sekarang terbagi menjadi beberapa tahap perhitungan.
Kotak berisi gelombang – gelombang bediri elektromagnetik. Jika semua dinding kotak
adalah logam, maka radiasi dipantulkan bolak–balik dengan simpul (node) medan
listrik terdapat pada tiap–tiap dinding (medan listrik haruslah nol di dalam sebuh
koduktor).
Untuk sebuah simpul yang terjadi pada setiap dinding rongga, panjang lintasan
dari dinding ke dingding untuk semua arah haruslah merupakan integral dari jumlah
setengah gelombang berdiri j. Jika rongga adalah sebuah kubus dengan panjang L
pada setiap rusuknya, kondisi ini berarti bahwa untuk gelombang berdiri dalam arah
x, y, dan z berturut-turut adalah :
2L
jx = =1, 2,3,. . . = jumlah setengah gelombang berdiri dalam arah x
2L
jy = =1, 2,3,. . . = jumlah setengah gelombang berdiri dalam arah y (1.3)
2L
jz = =1, 2,3,. . . = jumlah setengah gelombang berdiri dalam arah z
2
�2 L �
j + j + j =� �
2 2 2
(1.4)
� �
x y z
dan vektor dari titik asal ke setiap titik jx, jy dan jz adalah j, maka :
Volume sel bola berjari-jari j dan ketebalan dj, di mana digunakan volume oktan (1/8
volume bola) dan gelombang elektromagnetik terpolarisasi pada dua bidang saling
tegak lurus, maka jumlah gelombang berdiri g(j) yang terbentuk adalah :
2 L 2 L 2L
j= = dan dj = d
c c
maka
2
�2 L �2 L 8 p L3 2
g ( ) d = p � � d = 3 d (1.7)
�c � c c
Volume rongga adalah L3, maka jumlah gelombang berdiri bebas per satuan volume
adalah :
8p 2 k T
rT ( , T ) d = d (dalam bentuk frekuensi)
c3
atau (1.9)
8p k T
rT ( , T ) d = d (dalam bentuk panjang gelombang)
4
2. Osilator hanya bisa memancarkan atau menyerap energi dalam satuan energi
yang disebut kuanta sebesar h, dengan adalah frekuensi osilator sedangkan h
adalah konstanta baru yang diperkenalkan oleh Max Planck. Konstanta ini benilai
h = 6.625 x 10-34 J.s.
Uraian hipotesis Planck di atas dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.
Distribusi energi dari osilator tidak kontinu, melainkan terkuantisasi :
E n = n h (1.10)
Dengan n bilangan bulat (1,2,3,….). Unsur utama dari kuantisasi Persamaan (1.10),
untuk frekuensi tertentu yang diberikan maka selisih energi antara tingkat energi dua
osilator berurutan adalah :
E n + 1 E n = ( n + 1) h n h = h (1.11)
1
f ( ) = h / k T (1.12)
e 1
Sehingga dalam kasus ini, energi rata – rata per osilator (dan juga per gelombang
berdiri dalam rongga) adalah :
Sedangkan jumlah gelombang berdiri yang bebas dengan frekuensi di dalam kubus
L3 per satuan volume
8 p 2 d
G ( ) d = (1.14)
c3
dengan demikian, kerapatan energi foton sebagai kuanta dari osilator harmonik
adalah :
rT ( , T ) d = G ( ) e d (1.15)
Atau
8p 2 h
rT ( , T ) d = h / kT
d (dinyatakan dalam frekuensi)
3
c e 1
atau (1.16)
8 p hc 1
rT ( , T ) d = hc / k T
d (dinyatakan dalam panjang gelombang)
e
5
1
Salah satu hasil penting dari hasil perumusan spektrum radiasi benda hitam Max
Planck adalah penentuan panjang gelombang maksimum max. untuk suatu temperatur
yang diberikan. Untuk menentukan max. ini maka Pers. (1.16) harus diselesaikan
dalam bentuk :
d rT ( )
=0 untuk = max.
d
diperoleh :
hc
= 4,965
kT max
hc
max �
T= = 2,898 �103 m �
K (1.17)
4,965 �
k
Pers. (1.17) dikenal sebagai hukum pergeseran Wien. Hukum ini menyatakan fakta
secara empiris bahwa puncak kurva spektrum radiasi benda hitam bergeser ke
Hasil lain yang dapat diperoleh dari Pers. (1.16) adalah kerapatan energi total rT di
dalam rongga merupakan integral kerapatan energi terhadap semua frekuensi,
� 8p 5 k 4 4
rT = �r ( ) d = 3 3
T = aT 4
0 15 c h
R = e s T4 (1.18)
ac
s= = 5,670 �10 8 W / m 2 �
K4
4
Emisivitas e bergantung pada sifat permukaan radiasi dan berkisar antara 0, untuk
pemantulan sempurna hingga 1, untuk benda hitam.
Penyelesaian :
103 m K 2,898 10 3 m K
2,898 ��״
max = = = 1,1�103 m = 1,1 mm
T 2, 7 K
Panjang gelombang ini berada pada daerah gelombang mikro yang pertama kali
dideteksi di angkasa pada tahun 1964.
Penyelesaian :
P kW
= 1, 4 2 , maka besar daya yang dipancarkan adalah :
A m
�P � 2
( 4p e ) = ( 1, 4 �103 W / m 2 ) (4p ) ( 1,5 �1011 m ) = 3,96 �10 26 W
2
P =� �
�A �
1
1
� � �
4
�I 4 6, 43 �107 W / m 2
T =� �= �
� �= 5,8 �103 K
�e s � �( 1) ( 5, 67 �10 W / m � K4) �
8 2
�
Di dalam eksperimen ini, intensitas dan frekuensi cahaya serta beda potensial
antara kedua pelat diubah-ubah. Laju elektron diukur sebagai arus listrik pada
Kmaks = e VS (1.19)
e adalah muatan elektron. Nilai khas VS adalah dalam orde beberapa volt saja.
E=h (1.20)
h
p = (1.22)
Intensitas berkas radiasi sebanding dengan jumlah foton yang melalui suatu
luasan per satuan waktu. Jika berkas monokromatik (satu frekuensi), intensitasnya
diberikan oleh :
jumlah foton
I = (energi satu foton) �
luas �waktu
di mana :
1 eV = 10-3 keV = 1,602 x 10-19 J dan 1 AÅ = 10-10 m
Teori Einstein segera terbukti dapat menjelaskan fakta efek fotolistrik yang
diamati. Andaikanlah kita menganggap bahwa sebuah elektron terikat dalam logam
dengan energi W, yang dikenal sebagai fungsi kerja (work–function). Logam yang
berbeda memiliki fungsi kerja yang berbeda pula. Untuk mengeluarkan sebuah
elektron dari permukaan suatu logam, kita harus memasok energi sekurang-
kurangnya sebesar W. Jika h < W, tidak terjadi efek fotolistrik ; jika h < W, maka
elektron akan terpental keluar dan kelebihan energi yang dipasok berubah menjadi
energi kinetik elektron. Energi kinetik maksimum KMaks yang dimiliki elektron yang
terpental keluar dari permukaan logam adalah :
K maks = h W (1.21)
Untuk elektron yang berada jauh di bawah permukaan logam, dibutuhkan energi yang
lebih besar daripada W dan beberapa di antaranya keluar dengan energi kinetik yang
lebih rendah.
Sebuah foton yang memasok energi sebesar W, yang adalah tepat sama dengan
energi yang dibutuhkan untuk melepaskan sebuah elektron, berkaitan dengan cahaya
yang panjang gelombangnya sama dengan panjang gelombang pancung C. Pada
panjang gelombang ini, tidak ada kelebihan energi yang tersisa bagi energi kinetik
fotoelektron, sehingga Persamaan (1.21) dapat disederhanakan menjadi :
hc
W = h = (1.22)
C
hc
C = (1.23)
W
Karena kita memperoleh satu fotoelektron untuk setiap foton yang terserap, maka
peningkatan intensitas sumber cahaya akan berakibat semakin banyak fotoelektron
yang dipancarkan, namun demikian semua fotoelektron ini akan memiliki energi
kinetik yang sama, karena semua foton memiliki energi yang sama.
Terakhir, waktu tunda sebelum terjadi pemancaran fotoelektron diperkirakan
singkat–begitu foton pertama diserap, arus fotolistrik akan mulai mengalir.
Jadi, semua fakta eksperimen efek fotolistrik sesuai dengan perilaku kuantum
dari radiasi elektromagnet. Robert Millikan memberikan bukti yang lebih meyakinkan
tentang kesesuaian ini dlam serangkaian percobaan yang dilakukannya pada tahun
1915.
Partikel Gelombang
Pandangan bahwa cahaya menjalar sebagai deretan paket energi (yang disebut foton)
berlawanan langsung dengan teori gelombang cahaya. Hal yang kedua menyediakan
satu-satunya cara untuk menerangkan banyak sekali efek optis – khususnya difraksi
dan interferensi – sebagai teori fisis yang sudak mapan. Usul Planck bahwa benda
memancarkan cahaya dalam bentuk kuanta yang terpisah pada tahun 1900 tidak
bertentangan dengan dengan penjalaran cahaya sebagai gelombang. Namun usul
Einstein yang menyatakn bahwa cahaya merambat melalui ruang dalam bentuk foton,
menimbulkan rasa tak percaya pada rekan-rekannya, termasuk Planck. Hal itu tidak
bisa sepenuhnya diterima sampai saat pekerjaan Compton yang dilakukan 18 tahun
kemudian.
Menurut teori gelombang klasik, gelombang cahaya menyebar dari suatu
sumber seperti riak menyebar dari permukaan air jika kita menjatuhkan batu ke
permukaan air. Energi yang dibawa cahaya menurut analogi ini terdistribusi secara
kontinu ke seluruh pola gelombang. Sebaliknya, menurut teori kuantum, cahaya
menyebar dari suatu sumber sebagai sederetan konsentrasi energi yang terlokalisasi,
masing-masing cukup kecil sehingga dapat diserap oleh sebuah elektron. Yang
mengherankan adalah teori kuantum cahaya yang memperlakukan sepenuhnya
sebagai gejala partikel secara eksplisit berkaitan dengan frekuensi , merupakan
konsep gelombang.
Teori manakah yang harus kita percaya ? Banyak sekali hipotesis fisis harus
diubah atau dibuang jika hipotesis itu bertentangan dengan eksperimen, tetapi kita
belum pernah diharuskan membangun dua teori yang sangat berbeda untuk
menerangkan suatu gejala fisis. Di sini situasinya sangat berbeda dari antara
relativistik dengan mekanika Newton yang ternyata kemudian bahwa hal kedua
merupakan aproksimasi dari hal pertama. Tidak terdapat cara untuk menurunkan
teori kuantum cahaya dari teori gelombang cahaya atau sebaliknya, walaupun ada
kaitan antara keduanya.
Agar lebih mengerti kaitannya, marilah kita tinjau gelombang elektromagnetik
berfrekuensi yang jatuh pada sebuah layar. Intensitas I dari gelombang itu yang
I =e0 c E 2
I=Nh
Kedua gambaran tersebut harus memberikan harga I yang sama, sehingga laju
kedatangan foton menjadi :
e0 c 2
N= E
h
Jika N cukup besar, orang yang melihat layar akan mendapatkan distribusi cahaya
yang kontinu, polanya bersesuaian dengan distribusi E 2 , dan tidak mempunyai alasan
untuk menyangsikan teori gelombang cahaya tersebut. Jika N sangat kecil – demikian
kecil sehingga satu foton saja pada tiap saat yang sampai ke layar – pengamat (atau
lebih tepatnya instrumen yang digunakan) akan mendapatkan sederetan denyar
random yang menunjukkan bahwa cahaya merupakan gejala kuantum.
Jika pengamat itu mengikuti pola yang terjadi dengan cukup lama, akan
didapatkan pola yang terbentuk sama dengan sebelumnya, sehingga dengan terpaksa
menyimpulkan bahwa kemungkinan menemukan foton pada tempat tertentu
bergantung dari harga E 2 di tempat itu.
Penalaran seperti di atas berlaku juga untuk eksperimen difraksi selah ganda
dengan memakai berkas cahaya yang sedemikian, sehingga hanya satu foton tiap saat
yang terdapat dalam peralatan itu. Bagaimana pola difraksi timbul bila sebuah foton
hanya bisa melewati satu celah atau celah lainnya ? Bagaimana foton itu mengetahui
ada dua celah sehingga bisa menentukan pada bagian mana pada layar foton itu
menuju ? Atau dengan kata lain, bagaimana sebuah foton dapat berinterferensi
dengan dirinya sendiri ? Kelihatannya terdapat pertentangan antara gagasan
gelombang yang menyebar dalam ruang, dan gagasan foton yang terlokalisasi dalam
daerah yang sangat kecil.
Kita dapat meniadakan pertentangan ini dengan menganggap bahwa foton
mempunyai gelombang yang berpautan dengannya. Intensitas gelombang ini pada
titik tertentu pada layar setelah melewati kedua celah tadi menentukan kemungkinan
foton itu tiba di titik itu. Pada tiap kejadian yang khusus, cahaya dapat
memperlihatkan sifat gelombang atau sifat partikel, tidak pernah terjadi keduanya
terlihat sekaligus. Bila cahaya melalui celah-celah, cahaya berperilaku sebagai
gelombang dan ketika tiba pada layar, sahaya berperilaku seperti partikel.
Jelaslah bahwa cahaya mempunyai sifat dual : teori gelombang cahaya dan
teori kuantum cahaya saling berkomplemen. Masing-masing teori hanya
Penyelesaian :
hc 1240 eV nm
C = = = 274 nm
W 4,53 eV
hc
K maks = h W = W
1240 eV nm
= 4,52 eV
200 nm
= 1,68 eV
(c) Potensial hentinya tidak lain adalah tegangan yang berkaitan dengan Kmaks,
K maks 1,68 eV
VS = = = 1,68 V
e e
Cara lain radiasi berinteraksi dengan atom adalah melalui efek Compton, di
mana radiasi dihamburkan oleh elektron hampir bebas yang terikat lemah pada
atomnya. Sebagian energi radiasi diberikan kepada elektron, sehingga terlepas dari
Foton hambur
E’ , p’
Foton datang
E, p
Ee , pe
Elektron hambur
hc
E = h = (1.24)
E
p = (1.25)
c
Elektron, pada keadaan diam, memiliki energi diam me c 2. Setelah hamburan foton
memiliki energi E’ dan momentum p’ dan bergerak pada arah yang membuat sudut
terhadap arah foton datang. Elektron memiliki energi total Ee dan momentum pe dan
bergerak pada arah yang membuat sudut terhadap foton datang. (agar analisisnya
mencakup pula foton datang berenergi–tinggi yang memberikan energi sangat besar
pada elektron yang dihamburkan maka kita membuat kinematika relativistik bagi
elektron). Dalam interaksi ini berlaku persyaratan kekekalan energi dan momentum,
yaitu :
E awal = E akhir
E + me c 2 = E ' + E e (1.26a)
( p x ) awal = ( p x ) akhir
p = p e cos + p ' cos (1.26b)
(p )
y awal = ( p y ) akhir
Kita mempunyai tiga Persamaan dengan empat besaran tidak diketahui, ( , , Ee, E ‘ ;
pe dan p ‘ saling bergantungan) yang tidak dapat dipecahkan untuk memperoleh
jawaban tunggal. tetapi kita dapat menghilangkan (eliminasikan) dua dari keempat
besaran ini dengan memecahkan Persamaannya secara serempak. Jika kita memilih
untuk mengukur energi dan arah foton hambur, maka kita menghilangkan Ee dan .
E e2 = c 2 p e2 + me2 c 4
(E + m c
e
2
E' ) 2
( )
= c 2 p 2 2 pp ' cos + p '2 + me2 c 4 (1.28)
1 1 1
'
= (1 cos ) (1.29)
E E me c 2
h
' = (1 cos ) (1.30)
me c
adalah panjang gelombang foton datang dan ’ panjang gelombang hambur. Besaran
h / mec dikenal sebagai panjang gelombang Compton dari elektron yang memiliki nilai
0,002426 nm; namun perlu diingat bahwa ini bukanlah suatu panjang gelombang
dalam arti sebenarnya, melainkan semata – semata suatu perubahan panjang
gelombang.
Persamaan (1.29) dan (1.30) memberikan perubahan dalam energi atau
panjang gelombang foton, sebagai fungsi dari sudut hamburan . Karena besaran di
ruas kanan tidak pernah negatif, maka E’ selalu lebih kecil daripada E – foton hambur
memiliki energi yang lebih kecil daripada foton datang ; selisih E–E’ adalah energi
kinetik yang diberikan kepada elektron, (Ee – mec2). Begitu pula, ’ selalu lebih kecil
daripada -foton hambur memiliki panjang gelombang yang lebih panjang daripada
Contoh 1.4 :
Sinar–X dengan panjang gelombang 0,2400 nm dihamburkan secara Compton dan
berkas hamburnya diamati pada sudut 60,00 relatif terhadap arah berkas datang.
Carilah : (a) panjang gelombang sinar – X hambur, (b) energi foton sinar – X hambur,
(c) energi kinetik elektron hambur, dan (d) arah gerak elektron hambur.
Penyelesaian :
hc 1240 eV nm
E' = = = 5141 eV
' 0.2412 nm
(c) Dari Persamaan (1.26a) bagi kekekalan energi, diperoleh
E e = ( E E ') + m e c 2 = K e + m e c 2
Ke = E E '
hc
Energi E dari foton awal adalah : = 5167 eV , jadi
K = 5167 eV 5141 eV = 26 eV
(d) Dengan memecahkan Persamaan (1.26b) dan (1.26c) untuk pe cos dan pe sin
seperti yang kita lakukan untuk menurunkan Persamaan (1.27), maka dengan
membagi keduanya (bukannya menjumlahkan dan mengalikan), diperoleh
p ' sin
tan =
p p ' cos
tan =
E ' sin
=
( 5141 eV ) sin 60 0 ( ) = 1,715
E E ' cos ( 5167 eV ) ( 5141 eV ) cos 60 0 ( )
atau = 59,70.
Untuk sederhananya, kita tinjau atom hidrogen yang terdiri dari satu elektron
yang mengedari sebuah inti atom dengan bermuatan positif satuan, seperti pada
Gambar 1.6 berikut.
-e
v
F
+ Ze
r
Gambar 1.6. Model Atom Bohr
(Z = 1 bagi hidrogen)
Jari-jari orbit lingkarannya adalah r, dan elektron (bermassa m) bergerak dengan laju
singgung tetap v. Gaya tarik Coulomb berperan memberikan percepatan sentripetal :
v2
as = ,
r
jadi
1 q1 q2 1 e2 m v 2
Fe = = = (1.30)
4p e o r 2 4p eo r2 r
1 1 e2
K = m v2 = (1.31)
2 8p e o r
1 e2
V = (1.32)
4p e 0 r
1 e2 1 e2
E = K +V =
8p e 0 r 4p e 0 r
1 e2
E = (1.33)
8p e 0 r
Sejauh ini kita telah mengabaikan salah satu kesulitan utama yang
berhubungan dengan model ini. Fisika klasik meramalkan bahwa sebuah muatan
listrik yang mengalami percepatan, seperti elektron yang mengorbit dalam model ini,
harus meradiasikan energi elektromagnetik secara kontinu. Ketika energi ini
dipancarkan, energi totalnya menurun, dan elektron akan berspiral menuju inti atom
sehingga inti atom akhirnya runtuh. Untuk mengatasi kesulitan ini, Bohr
mengusulkan gagasan keadaan “mantap stasioner”–yaitu keadaan gerak tertentu
dalam mana elektron tidak meradiasi-kan energi elektromagnet. Dari sini Bohr
menyimpulkan bahwa dalam keadaan ini momentum sudut orbital elektron bernilai
kelipatan bulat dari ħ.
Vektor momentum sudut dalam fisika klasik didefinisikan sebagai l = r x p.
Untuk momentum sudut elektron yang beredar mengelilingi inti atom, r tegak lurus p,
sehingga kita dapat menyederhanakannya menjadi : l = r p = m v r. Jadi postulat Bohr
adalah
mv r = nh (1.34)
4 p e o h2 2
rn = n = ao n2 ((1.36)
m e2
Hasil penting ini ternyata berbeda sekali dari yang kita perkirakan menurut
fisika klasik. Sebuah satelit dapat ditempatkan dalam orbit Bumi pada sebarang jari-
jari orbit dengan mendorongnya ke ketinggian memadai dan kemudian
memberikannya laju singgung yang tepat. Sedangkan bagi orbit elektron, hal ini tidak
berlaku–karena hanya jari-jari orbit tertentu saja yang perkenankan oleh model Bohr.
Jari-jari orbit elektron hanya dapat bernilai ao, 4ao,9ao,16ao, dan seterusnya, tidak
pernah bernilai 3ao atau 5,3 ao.
Dengan menggabungkan pernyataan r yang kita peroleh di atas dengan
Persamaan (1.33), diperoleh
m e4 1
E = (1.38)
32 p e o h n 2
n 2 2 2
Jelas n pada energi E mencirikan tingkat energi. Dengan menghitung semua nilai
tetapannya, diperoleh
13,6 eV
E n = (1.39)
n2
Semua tingkat energi ini ditunjukkan secara skematis pada Gambar 1.7. Jadi energi
elektron terkuantisasikan– artinya, hanya nilai-nilai energi tertentu yang
diperkenankan, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1.7.
Pada tingkat terendahnya, dengan n = 1, elektron memiliki energi
E1 = - 13,6 eV dan beredar dengan jari-jari edar sebesar 0,0529 nm. Ini adalah
keadaan dasar. Semua keadaan yang lebih tinggi (n = 2 dengan E2 = - 3,4 eV, n
= 3 dengan E3 = - 1,5 eV, dan seterusnya) adalah keadaan eksitasi.
Apabila elektron dan inti atom terpisah jauh sekali, yaitu untuk n = , maka
kita peroleh E = 0. Jadi kita dapat memulai dengan elektron dan inti atom yang
berjarak pisah takhingga dan kemudian elektronnya kita dekatkan ke inti hingga ia
berada pada garis edar dalam suatu keadaan tertentu n. Karena keadaan ini memiliki
energi yang lebih kecil daripada energi awal E = 0, maka kita “peroleh” tambahan
jumlah energi sebesar En. Sebaliknya, jika memiliki sebuah elektron dalam keadaan n,
maka elektronnya dapat kita bebaskan dari “intinya” dengan memasok energi sebesar
En. Energi ini dikenal sebagai energi ikat keadaan n. jika energi yang kita pasok pada
elektron itu melebihi En, maka kelebihan energi ini akan muncul sebagai energi
kinetik elektron yang kini bebas.
= 3,4 eV ( 13,6 eV )
= 10,2 eV
keadaan eksitasi kedua memiliki energi eksitasi 12,1 eV, dan seterusnya.
Bahasan kita tentang barbagai spektrum pancar dan serap atom hydrogen, dan
model Bohr di atas tidaklah lengkap tanpa pemahaman mengenai terjadinya semua
spektrum ini. Bohr mempustulatkan bahwa meskipun elektron tidak memancarkan
radiasi elektromagnet ketika beredar pada suatu tingkat tertentu, ia dapat berpindah
dari satu tingkat ke tingkat yang lain yang lebih rendah.
Pada tingkat yang lebih rendah, energi yag dimiliki elektron lebih rendah
daripada di tingkat sebelumnya. Beda energi ini muncul sebagai sebuah kuantum
radiasi berenergi h yang sama besar dengan beda energi antara kedua tingkat
tersebut. Sebagai contoh, sebuah foton dengan panjang gelombang 121,7 nm
dipancarkan (spektrum emisi) bila atom hidrogen dalam tingkat keadaan n = 2 jatuh
ke keadaan n = 1; penyerapan (spektrum absorpsi) foton dengan panjang gelombang
121,7 nm oleh atom hidrogen yang mula-mula dalam keadaan n = 1 akan
membawanya ke keadaan n = 2, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.8 berikut.
Gambar 1.8. Proses terjadinya spektrum emisi dan absorpsi dalam atom hidrogen.
h = En1 En 2 (1.40)
atau
m e4 �1 1 �
= 3 2 3 �2
2 � (1.41)
64 p e o h �n2 n1 �
c 64 p 3 e o2 h3 c �n12 n22 �
= = �2 2 �
m e4 �n1 n2 �
1 n12 n22
= 2
2 (1.42)
R n
1 n 2
1 �1 1 �
= R� � 2 2 � di mana : n = 3, 4, 5, … … …
�2 n �
Tetapan R, yang dikenal sebagai tetapan Rydberg, bernilai 1,0973731 x 10 7 m -1.
Contoh 1.5.
Peyelesaian :
dan
1 �4 2 2 2 �
= � �= 486, 0 nm
1, 0973731 �107 �42 2 2 �
Hasil dari kedua contoh di atas dekat sekali dengan kedua panjang gelombang
terpanjang deret Balmer. Dan memang, jika kita menghitung panjang gelombang
untuk berbagai transisi dari n1 ke n2 = 2, diperoleh
n2
= ( 364,5 nm ) 2 1
n1 4
satuan adalah dalam nm dan n hanya bernilai bulat mulai dari 3. Rumus ini
sekarang dikenal sebagai rumus Balmer dan deretan garis spektrum yang cocok
dengannya disebut deret Balmer. Panjang gelombang 364,5 nm, yang berhubungan
n2
= lim it 2
2 (1.43)
n n 0
dengan limit adalah panjang gelombang deret batas yang sesuai, dengan n mengambil
nilai bulat mulai dari n0 + 1 (untuk deret Balmer, n0 = 2). Deret lainnya sekarang
dikenal sebagai deret Lyman (n0 = 1), Paschen (n0 = 3), Bracket (n0 = 4), dan Pfund
(n0 = 5).
Ciri menarik lainnya dari panjang gelombang spektrum hydrogen terangkum
dalam azas Ritz (Ritz Combination Principle). Jika kita ubah panjang gelombang
spektrum pancar hydrogen ke dalam frekuensi, kita jumpai sifat menarik berikut :
jumlah sepasang frekuensi tertentu memberikan frekuensi lain yang juga terdapat
dalam spektrum hydrogen.
Dengan demikian, setiap model atom hydrogen yang berhasil haruslah dapat
menerangkan keteraturan aritmetik yang menarik ini dalam berbagai spektrum
pancarnya.
Jadi kita melihat bahwa semua transisi yang dicirikan sebagai deret Balmer
adalah yang dari semua tingkat lebih tinggi ke tingkat n = 2. Pencirian serupa dapat
pula dilakukan bagi deret transisi lainnya.
Rumus Bohr juga menerangkan azas gabung Ritz. Marilah kita tinjau transisi
dari suatu keadaan n3 ke keadaan n2, yang kemudian disusul dengan transisi dari n2 ke
n1. Dengan menggunanakan Persamaan (1.41) bagi kasus ini, diperoleh
�1 1 �
n 3 � n 2 = c R� � 2 2 �
�n3 n2 �
�1 1 �
n 2 � n1 = c R� � 2 2 �
�n2 n1 �
dengan demikian
�1 1 � �1 1 �
n 3 � n 2 + n 2 � n1 = c R � � 2 2 �+ � 2 2 �
�n3 n2 � �n2 n1 �
1 1
= c R 2 2
n3 n1
Tetapi ini tidak lain daripada frekuensi sebuah foton yang dipancarkan dalam transisi
langusung dari n3 ke n1, jadi
n 3 � n 2 + n 2 � n 1 = n 3 � n1
1 Z e2
F = (1.44)
4p e o r2
Jadi, faktor e 2 semula, kini diganti dengan Ze 2. Dengan melakukan penyisipan ini
pada hasil akhir, diperoleh bahwa jari-jari edar yang diperkenankan adalah :
4p e o 2 2 ao n 2
rn = n = (1.45)
Z m e2 Z
E =
(
m Z e2 ) 2
1
= ( 13,6 eV ) Z2
(1.46)
n
32 p 2 e o2 2 n 2 n2
Jadi garis edar pada atom dengan nilai Z yang lebih tinggi, letaknya lebih dekat ke inti
atom, dan memiliki energi yang lebih besar (negatif) ; yang berarti bahwa elektronnya
terikat lebih kuat pada inti atomnya.
Contoh 1.6.
Hitunglah kedua panjang gelombang terpanjang deret Balmer ion berilium terionisasi
tiga kali (Z = 4).
Penyelesaian :
Karena semua radiasi deret Balmer berakhir pada tingkat n = 2, kedua panjang
gelombang terpanjang tersebut adalah radiasi yang berkaitan dengan transisi n = 3
n = 2, dan n = 4 n = 2. Energi dan panjang gelombang radiasi yang bersangkutan
adalah
1 1
E 3 E 2 = (13,6 eV ) ( 4 )
2
= 30,2 eV
9 4
hc 1240 eV . nm
= = = 41,0 nm
E 30,2 eV
1 1
E 4 E 2 = (13,6 eV ) ( 4)
2
= 40,8 eV
16 4
Telah kita lihat bahwa model Bohr memungkinkan kita untuk menghitung
panjang gelombang berbagai transisi dalam atom hydrogen yang kesesuaiannya
dengan panjang gelombang yang diamati dalam berbagai spektrum pancar dan serap
sangatlah mengesankan. Namun, untuk memperoleh kesesuaian ini, Bohr “terpaksa”
harus mengajukan dua postulat yang merupakan suatu loncatan yang radikal dari
fisika klasik. Terutama postulat yang mengatakan bahwa sebuah elektron dalam
model atom Bohr, yang mengalami percepatan sewaktu beredar dalam garis edar
lingkaran, tidak meradiasikan energi elektromagnet (kecuali ia berpindah ke garis
edar lainnya). Ini melanggar hokum fisika klasik, yang mengatakan bahwa sebuah
partikel bermuatan meradiasikan energi elektromagnet bila mengalami percepatan.
Perhatikan bahwa di sini kita melakukan suatu hal yang sangat berbeda dari yang kita
lakukan dalam kajian mengenai teori relativitas khusus. Teori relativitas khusus
menyatakan bahwa energi kinetic dalam bentuk K = E – Eo, sedangkan fisika klasik
memberi bentuk yang berbeda K = ½ m v 2 ; tetapi telah ditunjukkan bahwa E – Eo
tersederhanakan menjadi ½ m v 2 apabila v << c. Jadi, kedua pernyataan ini
sebenarnya tidaklah terlalu berbeda – yang satu merupakan hal khusus dari yang
lainnya. Dilema yang berkaitan dengan elektron yang dipercepat bukanlah semata-
mata persoalan fisika atom (sebagai satu contoh dari fisika kuantum) sebagai suatu
hal khusus dari fisika klasik, melainkan apakah elektron yang dipercepat
meradiasikan energi elektromagnet atau tidak !!! Dilema ini dipecahkan oleh Bohr
dengan mengajukan azas persesuaian (Correspondence – Principle), yang mengatakan
bahwa hukum fisika klasik hanya berlaku dalam ranah klasik, sedangkan hokum fisika
kuantum berlaku dalam ranah atom ; pada ranah di mana keduanya bertumpah
tindih, kedua himpunan hokum fisika itu harus memberikan hasil yang sama.
Mari kita lihat bagaimana azas ini dapat diterapkan pada atom Bohr. Menurut
fisika klasik, sebuah partikel bermuatan listrik yang bergerak sepanjang sebuah
lingkaran meradiasikan gelombang elektromagnet dengan frekuensi yang sama
dengan frekuensi gerak melingkarnya. Untuk gerak edar elektron dalam atom,
periode gerak melingkar adalah jarak tempuh satu gerak edar, 2 p r, dibagi dengan
2K
laju edar v = , dengan K adalah energi kinetik. Jadi, dengan menggunakan
m
pernyataan (1.31) bagi energi kinetik, periode T diberikan oleh
2p r (p r ) ( 2m )( 8p e o r )
T = = (1.47)
2K / m e
Sebuah elektron “klasik” yang bergerak dalam orbit lingkaran berjari-jari rn akan
meradiasikan gelombang elektromagnet dengan frekuensi n ini.
Jika kita perbesar jari-jari atom Bohr menjadi sangat besar mulai dari objek
berukuran – kuantum (10-10 m) hingga ke ukuran laboratorium (10 -3 m), dapatlah kita
harapkan bahwa atomnya berperilaku secara klasik. Karena jari-jari bertambah
dengan pertambahan n seperti n2, kita harapkan bahwa untuk n pada rentang 103 –
104, atomnya berperilaku secara klasik. Karena itu, marilah kita hitung frekuensi
radiasi yang dipancarkan oleh atom yang demikian apabila elektron meloncat turun
dari orbit n ke n – 1. Menurut Persamaan (1.41), frekuensinya adalah
m e4 � 1 1 �
= � 2 �
64 p 3 e o2 h3 �( n 1) 2
n1 �
� �
m e4 2n 1
= (1.50)
64 p e h n 2 ( n 1) 2
3 2
o
3
Jika n besar sekali, kita dapat hampiri n – 1 dengan n dan 2n – 1 dengan 2n, yang
memberikan
m e4 �2 n �
= 3 2 3 �4 �
64 p e o h �n �
m e4 1
=
3 2 3 3
(1.51)
64 p e o h n
Ini identik dengan Persamaan (1.49) bagi frekunesi klasik. Elektron “klasik” berspiral
secara mulus menuju inti atom, sambil meradiasi dengan frekuensi yang diberikan
oleh Persamaan (1.49), sedangkan elektron “kuantum” meloncat dari orbit n ke (n –
1) dan kemudian ke orbit (n – 2), dan seterusnya, meradiasi dengan frekuensi yang
diberikan oleh Persamaan (1.51).
Dalam rentang n besar, di mana fisika klasik dan kuantum bertumpang –
tindih, pernyataan kuantum dan klasik bagi frekuensi radiasi keduanya identik. Ini
adalah salah satu contoh penerapan azas persesuaian Bohr. Penerapan azas ini tidak
hanya berlaku bagi atom Bohr. Azas ini juga penting dalam memahami bagaimana kita
beranjak dari ranah di mana berlaku hokum-hukum fisika klasik ke ranah di mana
berlaku hokum-hukum fisika kuantum.
***************************
***************
A. Pemahaman Konsep
B. Aplikasi Konsep
Radiasi Termal
1. Tinjau sepotong bahan pada temperatur 1600 K. Misalkan pada frekuensi relatif
tinggi selisih energi antar tingkat osilator adalah 1 eV. Hitung energi rata – rata per
osilator !
2. Suatu rongga radiator bersuhu 400K mempunyai lubang berdiamter 0.20 mm di
dindingnya. Hitunglah daya pancaran melalui lubang ini dalam selang panjang
gelombang 6600 s.d 6620 A0.
3. Rongga suatu pemancar sempurna hitam berbentuk kubus dengan rusuk 2 cm,
suhunya 1600K. Hitunglah jumlah moda vibrasi per satuan volume dalam rongga
itu yang panjang gelombangnya ada dalm selang 6600 s.d 6620 A0.
4. Suatu bola yang terbuat dari wolfram memiliki jari-jari sebesar 010 cm. Bola itu
digantung dalam ruang hampa udara dan dinding yang bersuhu 400K. Daya
pancar bola itu hanya 45% bila dibandingkan dengan benda sempurna hitam.
Berapa daya yang harus disalurkan ke bola waolfram itu agar suhunya dapat
dipertahankan pada 500K. Abaikanlah energi kalor yang mengalir melalui kawat
penggantungnya.
5. Alam semesta ini dipenuhi radiasi thermal yang memiliki spektrum benda
sempurna hitam bersuhu 8.4 K.
(a). Berapa besar panjang gelombang pada puncak intensitas radian ini ?
(b). Berapa besarkah energi foton untuk panjang gelombang yang dimaksud
dalam butir (a).
(c). Dalam daerah manakah dari spektrum radiasi elektromagnetik panjang
gelombang ini terjadi.
Efek Fotolistrik
12. Energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron dari sodium adalah 2,3 eV.
a. Buktikan bahwa apakah sodium menghasilkan efek fotolistrik untuk cahaya
kuning dengan = 5890 AÅ !
b. Berapa panjang gelombang ambang pancaran fotolistrik dari sodium ?
13. Berkas cahaya dengan panjang gelombang 2000 AÅ jatuh pada permukaan sebuah
aluminium. Energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron dari aluminium
adalah 4,2 eV. Tentukan :
a. Energi kinetik fotoelektron tercepat,
b. Energi kinetik fotoelektron terlambat,
c. Stopping potensial,
d. Panjang gelombang ambang untuk aluminium,
14. Stopping potensial untuk fotoelektron yang dipancarkan dari suatu permukaan
yang disinari dengan cahaya dengan panjang gelombang 4910 AÅ adalah 0,71 V.
Ketika panjang gelombang cahaya diubah, stopping potensial menjadi 1,43 V.
Tentukan panjang gelombang baru tersebut !
16. Suatu medan magnet transversal yang menyebabkan elektron-elektron foto akan
bergerak dalam suatu lingkaran yang berjari-jari 20 cm. Cahaya yang digunakan
berpanjang gelombang 4000 AÅ dan emitternya adalah barium dengan fungsi kerja
2,5 eV. Berapakah kuat medan magnet tersebut ?
17. Fungsi kerja logam tungsten adalah 5,62 eV. (a) Berapakah panjang gelombang
ambang C bagi tungsten ? (b) Berapakah energi kinetik maksimum elektron-
elektron yang dipancarkan apabila digunakan radiasi dengan panjang gelombang
100,0 nm ? (c) Berapakah potensial henti untuk kasus ini ?
18. Tunjukkan bahwa efek fotolistrik tidak akan terjadi seandainya elektronnya bebas
(tidak terikat) !
Efek Compton
19. Foton sinar – X yang berenergi 0,3 MeV membuat tumbukan sentral dengan
elektron yang mula-mula diam. Gunakan hukum kekekalan energi dan momentum
untuk menentukan laju elektron setelah tumbukan.
21. Jika energi maksimum yang diperoleh elektron dalam hamburan Compton adalah
45 keV, berapa panjang gelombang foton yang datang mula-mula ?
22. Tentukan (dalam angstrom), panjang gelombang yang terpendek dan terpanjang
dari deret-deret Lyman untuk atom hidrogen !
23. Carilah panjang gelombang foton yang dipancarkan ketika atom hidrogen
mengalami transisi n = 5 ke n = 2 !
24. Atom hodrogen mengalami transisi dari suatu keadaan eksitasi ke tingkat eksitasi
10,19 eV. Dalam proses ini atom hidrogen akan memancarkan foton sebesar
4890 AÅ . Hitunglah energi ikat elektron pada tingkat eksitasi mula-mula !
25. Menurut teori Bohr, berapa kali sebuah elektron mengelilingi inti pada tingkat
energi eksitasi pertama dari hidrogen, jika waktu hidup dalam keadaan ini adalah
10-8 s ?
27. Hitunglah kedua panjang gelombang terpanjang deret Balmer ion berilium
terionisasi tiga kali (Z = 5).