Anda di halaman 1dari 33

Max Planck (1858 – 1947).

Warga
Jerman, karyanya dalam bidang
distribusi spectrum radiasi yang
membuka jalan ke teori
kuantum, dihargai dengan
penganugrahan hadiah Nobel
tahun 1918. Dalam tahun-tahun
terakhirnya, ia banyak menulis
tentang agama dan filsafat.

BAB I : Landasan Teori Kuantum 1


1.1. Pendahuluan

Fisika yang berkembang sampai akhir abad sembilan belas dikenal sebagai
fisika klasik dan mempunyai dua cabang utama yaitu mekanika Newtonian dan
teori medan elektromagnetik Maxwellian. Mekanika klasik dicirikan oleh
kehadiran partikel sebagai sesuatu yang terkurung di dalam ruang. Istilah terkurung
secara sederhana dapat dikatakan sebagai adanya batas yang jelas antara materi dan
sesuatu di luar dirinya atau lingkungannya. Fenomena yang ada dalam mekanika
klasik adalah fenomena tumbukan antara partikel yang memungkinkan terjadinya
transfer momentum dan energi. Sedangkan medan elektromagnetik dicirikan oleh
kuantitas medan dari gelombang yang menyebar dalam ruang. Medan tersebar di
dalam ruang bagai kabut dengan ketebalan yang berbeda-beda dan menipis sampai
akhirnya benar-benar lenyap. Batas antara ruang bermedan dan ruang tanpa medan
tidak jelas atau kabur. Ciri utama fisika klasik adalah sifatnya yang common sense dan
deterministik.
Sampai menjelang abad kedua puluh, kedua teori tersebut ditambah
termodinamika dipandang sebagai teori puncak (ultimate theory) yang mampu
menjelaskan semua fenomena fisika. Sedangkan secara praktis, teori-teori tersebut
telah memicu timbulnya revolusi industri.
Fisika terus berkembang dan temuan baru terus didapatkan. Tetapi, beberapa
fenomena fisis yang ditemukan di akhir abad sembilan belas berikut ini tidak dapat
dijelaskan oleh teori klasik. Karenanya, orang mengatakan bahwa fisika klasik
mengalami krisis !

1.2. Radiasi Termal

Pertanda pertama yang menunjukkan


Objek pada suhu T1
bahwa gambaran gelombang klasik tentang radiasi
elektromagnet (yang berhasil baik menerangkan
percobaan Young dan Hertz pada abad kesembilan
belas dan dapat dianalisis secara tepat dengan
Persamaan Maxwell) tidak seluruhnya benar,
tersimpulkan dari kegagalan teori gelombang
untuk menerangkan spektrum radiasi termal yang
diamati–jenis radiasi elektromagnet yang
dipancarkan oleh berbagai benda semata-mata
karena suhunya.

Gambar 1.1. Pengukuran spektrum radiasi


termal. Perangkat prisma digunakan untuk
memisahkan berbagai panjang gelombang
yang dipancarkan objek.

2 Pengantar Fisika Kuantum


Susunan percobaan khasnya diperlihatkan pada Gambar 1.1 berikut. Sebuah objek
dipertahan-kan pada suhu T1. Radiasi yang dipancarkan objek kemudian diamati
dengan suatu peralatan yang peka terhadap panjang gelombang radiasi.
Sebagai contoh, zat perantara dispersif (penyebar cahaya) seperti prisma dapat
digunakan untuk pengamatan ini karena panjang gelombang berbeda yang
menembusnya akan teramati pada sudut  yang berbeda pula.

Dengan menggerakkan detektor radiasi ke sudut  yang berbeda-beda, kita dapat


mengukur intensitas radiasi pada suatu titik geometris (akan sangat tidak efektif !),
tetapi mengapit suatu selang sudut d yang sempit.
Jadi yang sebenarnya yang diukur adalah jumlah radiasi dalam selang d pada .

Gambar 1.2. Hasil pengamatan intensitas radiant yang mungkin


terhadap panjang gelombang.

Besaran ini kita sebut intensitas radiant (radiant intensity), I, sehingga hasil
percobaannya adalah sederetan nilai  berbeda yang dipilih untuk diukur. Apabila
setelah selesai, maka hasilnya akan tampak seperti pada Gambar 1.2. Bila
percobaannya kemudian diulangi tetapi dengan temperatur yang lebih tinggi, maka
akan diperoleh hasil seperti yang tampak pada Gambar 1.2.
Dengan mengulangi percobaan ini berkali-kali, maka dapat disimpulkan dua
sifat penting dari radiasi termal berikut :
1. Intensitas radiant total terhadap seluruh rentang panjang gelombang
sebanding dengan suhu T berpangkat empat (R ()  T 4) ; karena intensitas total
tak lain adalah luas daerah di bawah kurva-kurva intensitas radiant pada Gambar
1.2, maka dapat dituliskan :


�R d  = s T (1.1)
4
0

BAB I : Landasan Teori Kuantum 3


di mana telah diperkenalkan sebuah tetapan banding s. Persamaan (1.1) ini
dikenal sebagai hukum Stefan dan tetapan banding s dikenal sebagai tetapan
Stefan – Boltzmann. Dari sejumlah percobaan seperti yang dilukiskan pada
Gambar 1.1, nilai tetapan banding s diperoleh sebesar :

s = 5,6703 x 10-8 W/m2.K4


2. Panjang gelombang di mana masing-masing kurva mencapai nilai
maksimumnya, yang disebut maks. (walau ia bukanlah suatu panjang gelombang
maksimum), menurun jika suhu pemancar ditingkatkan, ternyata sebanding
dengan kebalikan suhu, sehingga maks.  1/T. Dari percobaan diperoleh bahwa
nilai tetapan bandingnya adalah :

maks.  T = 2,898 x 10-3 mK (1.2)

Hasil ini dikenal sebagai hukum Pergeseran Wien ; “Pergeseran” merujuk kepada
kenyataan bahwa puncak kurva intensitas bergeser jika suhu berubah.

1.3. Rumusan Teoritis Radiasi Benda Hitam

Radiasi yang dipancarkan benda biasa tidak hanya bergantung pada suhu,
tetapi juga pada sifat – sifat lainnya, seperti rupa benda, permukaannya, dan bahan
pembuatnya. Radiasinya juga bergantung pada apakah benda memantulkan atau
tidak memantulkan radiasi dari lingkungan sekitar yang jatuh padanya. Untuk
menghilangkan beberapa hambatan ini, kita tidak akan meninjau benda biasa,
melainkan yang permukaannya sama sekali hitam (benda hitam). Jika sebuah benda
sama sekali hitam, maka cahaya yang jatuh padanya tidak ada yang dipantulkan
sehingga sifat – sifat permukaannya dengan demikian tidak dapat teramati. Namun
demikian, perluasan ini masih belum cukup menyederhanakan persoalan untuk
memungkinkan menghitung spektrum radiasi yang terpancarkan.

Karena itu, kita memperluasnya lebih


lanjut ke suatu jenis benda hitam istimewa –
sebuah rongga, misalnya bagian dalam dari
sebuah kotak logam, dengan sebuah lubang
kecil pada salah satu dindingnya. Lubang kecil
itulah, bukan kotaknya, yang berperan sebagai
benda hitam. Radiasi dari luar kotak yang
menembus lubang ini akan lenyap pada bagian
dalam kotak dan kecil kemungkinan untuk
keluar dari lubang tersebut ; jadi tidak ada
pantulan yang terjadi pada benda hitam
Model sebuah cavity (lubang) tersebut.

4 Pengantar Fisika Kuantum


1.3.1. Teori Rayleigh – Jeans

Perhitungan klasik bagi energi radiant yang dipancarkan untuk tiap – tiap
panjang gelombang sekarang terbagi menjadi beberapa tahap perhitungan.

Kotak berisi gelombang – gelombang bediri elektromagnetik. Jika semua dinding kotak
adalah logam, maka radiasi dipantulkan bolak–balik dengan simpul (node) medan
listrik terdapat pada tiap–tiap dinding (medan listrik haruslah nol di dalam sebuh
koduktor).
Untuk sebuah simpul yang terjadi pada setiap dinding rongga, panjang lintasan
dari dinding ke dingding untuk semua arah haruslah merupakan integral dari jumlah
setengah gelombang berdiri j. Jika rongga adalah sebuah kubus dengan panjang L
pada setiap rusuknya, kondisi ini berarti bahwa untuk gelombang berdiri dalam arah
x, y, dan z berturut-turut adalah :

2L
jx = =1, 2,3,. . . = jumlah setengah gelombang berdiri dalam arah x

2L
jy = =1, 2,3,. . . = jumlah setengah gelombang berdiri dalam arah y (1.3)

2L
jz = =1, 2,3,. . . = jumlah setengah gelombang berdiri dalam arah z

Untuk sebuah gelombang berdiri dalam arah sembarang berlaku :

2
�2 L �
j + j + j =� �
2 2 2
(1.4)
� �
x y z

dan vektor dari titik asal ke setiap titik jx, jy dan jz adalah j, maka :

j= jx2 + j y2 + jz2 (1.5)

Volume sel bola berjari-jari j dan ketebalan dj, di mana digunakan volume oktan (1/8
volume bola) dan gelombang elektromagnetik terpolarisasi pada dua bidang saling
tegak lurus, maka jumlah gelombang berdiri g(j) yang terbentuk adalah :

g ( j ) dj = (2) ( 18 ) (4p j 2 dj ) = p j 2 dj (1.6)

Apa yang diinginkan sebenarnya adalah jumlah gelombang berdiri dalam


rongga sebagai fungsi dari frekuensi  atau panjang gelombang  dan sebagai fungsi j.
Dari Pers. (1.4) dan (1.5) diperoleh :

2 L 2 L 2L
j= = dan dj = d
 c c
maka
2
�2 L �2 L 8 p L3 2
g ( ) d = p � � d = 3  d (1.7)
�c � c c

Volume rongga adalah L3, maka jumlah gelombang berdiri bebas per satuan volume
adalah :

BAB I : Landasan Teori Kuantum 5


1 8 p  2 d
G ( ) d = g ( ) d = (1.8)
L3 c3

Langkah selanjutnya adalah menentukan energi rata-rata per gelombang


berdiri. Di sinilah letak paling mendasar perbedaan antara fisika klasik dan fisika
kuantum. Mengacu pada teori ekipartisi energi klasik, energi rata-rata per derajat
kebebasan dari suatu entitas yang merupakan bagian dari suatu sistem pada
kesetimbangan termal dengan temperatur T adalah 12 kT . Setiap gelombang berdiri
dalam bentuk radiasi yang mengisi rongga berhubungan dengan dua derajat
kebebasan, dengan energi rata-rata sebesar kT karena setiap gelombang
menghasilkan sebuah osilator dalam dinding rongga. Jika sebuah osilator memiliki
dua derajat kebebasan, maka salah satunya menyatakan energi kinetik osilator dan
yang lain menyatakan energi potensial dari osilator. Rapat energi (energi per satuan
volume) dalam rongga untuk interval frekuensi dari  sampai  + d menjadi,

8p  2 k T
rT (  , T ) d = d (dalam bentuk frekuensi)
c3
atau (1.9)
8p k T
rT (  , T ) d  = d (dalam bentuk panjang gelombang)
4

Gambar 1.3. Distribusi energi


radiasi klasik.

Hasil ini dikenal sebagai rumus Rayleigh–Jeans. Penurunannya menggunakan


teori klasik elektromagnet dan termodinamika, yang merupakan usaha maksimal kita
dalam menerapkan fisika klasik untuk memahami persoalan radiasi benda hitam..

Pada Gambar 1.3, diperlihatkan perbandingan hasil perhitungan intensitas


radiasi dengan menggunakan hukum Rayleigh–Jeans terhadap data hasil percobaan
yang telah kita bahas sebelumnya.

Intensitas radiant yang dihitung dengan menggunakan Persamaan (1.9)


tampak menghampiri data percobaan untuk daerah panjang gelombang yang panjang,
tetapi pada daerah panjang gelombang pendek, teori klasik ternyata gagal sama
sekali.

Kegagalan hukum Rayleigh–Jeans pada daerah panjang gelombang pendek ini


dikenal sebagai bencana ultra violet (ultra violet catastrophe), yang memperlihatkan
suatu permasalahan serius yang dihadapi fisika klasik, mengingat teori gelombang,

6 Pengantar Fisika Kuantum


teori elektromagnet dan termodinamika, yang mendasari hukum Rayleigh–Jeans,
telah diuji secara seksama dalam berbagai percobaan dan didapati sangat sesuai
dengan hasil pengamatan percobaan. Untuk kasus radiasi benda hitam ini, tampak
bahwa teori klasik tidak berhasil menjelaskannya, sehingga diperlukan suatu teori
fisika yang baru.

1.3.2. Teori Max Planck

Untuk mengatasi kesulitan–kesulitan analisis klasik, digunakan fakta bahwa


gelombang elektomagnetik yang merupakan radiasi di dalam rongga (cavity with a
small aperture – sebagai realisasi praktis konsep benda hitam), dapat dianalisis
sebagai superposisi dari karakteristik mode normal rongga. Dalam setiap mode
nomal, medan bervariasi secara harmonis. Dengan demikian, setiap mode normal
ekivalen dengan osilator harmonik dan radiasi membentuk ensemble osilator
harmonik.

Berdasarkan pemahaman tersebut, Max Planck mengajukan hipotesis radikal


sebagai berikut :

1. Osilator di dalam benda hitam tidak memancarkan cahaya secara kontinu


melainkan hanya berubah amplitudenya – transisi amplitudo besar ke kecil
menghasilkan emisi cahaya sedangkan transisi dari amplitudo kecil ke besar
dihasilkan dari absorbsi cahaya.

2. Osilator hanya bisa memancarkan atau menyerap energi dalam satuan energi
yang disebut kuanta sebesar h, dengan  adalah frekuensi osilator sedangkan h
adalah konstanta baru yang diperkenalkan oleh Max Planck. Konstanta ini benilai
h = 6.625 x 10-34 J.s.

Uraian hipotesis Planck di atas dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.
Distribusi energi dari osilator tidak kontinu, melainkan terkuantisasi :

E n = n h (1.10)

Dengan n bilangan bulat (1,2,3,….). Unsur utama dari kuantisasi Persamaan (1.10),
untuk frekuensi tertentu yang diberikan maka selisih energi antara tingkat energi dua
osilator berurutan adalah :

E n + 1  E n = ( n + 1) h   n h  = h  (1.11)

Dari fungsi distribusi Bose – Einstein untuk foton cahaya :

1
f ( ) = h / k T (1.12)
e 1

Sehingga dalam kasus ini, energi rata – rata per osilator (dan juga per gelombang
berdiri dalam rongga) adalah :

BAB I : Landasan Teori Kuantum 7


h
e = h / k T (1.13)
e 1

yang dapat diperoleh dengan mengevaluasi fungsi distribusi Maxwell – Boltzmann.

Sedangkan jumlah gelombang berdiri yang bebas dengan frekuensi  di dalam kubus
L3 per satuan volume

8 p  2 d
G ( ) d = (1.14)
c3

dengan demikian, kerapatan energi foton sebagai kuanta dari osilator harmonik
adalah :

rT (  , T ) d = G (  ) e d (1.15)

Atau

8p  2 h
rT (  , T ) d = h / kT
d (dinyatakan dalam frekuensi)
3
c e 1

atau (1.16)

8 p hc 1
rT (  , T ) d  = hc / k T
d (dinyatakan dalam panjang gelombang)
 e
5
1

Hukum Pergeseran Wien

Salah satu hasil penting dari hasil perumusan spektrum radiasi benda hitam Max
Planck adalah penentuan panjang gelombang maksimum max. untuk suatu temperatur
yang diberikan. Untuk menentukan max. ini maka Pers. (1.16) harus diselesaikan
dalam bentuk :

d rT (  )
=0 untuk  = max.
d
diperoleh :
hc
= 4,965
kT max

yang lebih mudah jika dinyatakan dalam bentuk :

hc
max �
T= = 2,898 �103 m �
K (1.17)
4,965 �
k

Pers. (1.17) dikenal sebagai hukum pergeseran Wien. Hukum ini menyatakan fakta
secara empiris bahwa puncak kurva spektrum radiasi benda hitam bergeser ke

8 Pengantar Fisika Kuantum


panjang gelombang yang lebih pendek (atau frekuensi yang lebih tinggi) jika
temperatur meningkat sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 1.2 sebelumnya.

Hukum Stefan – Boltzmann

Hasil lain yang dapat diperoleh dari Pers. (1.16) adalah kerapatan energi total rT di
dalam rongga merupakan integral kerapatan energi terhadap semua frekuensi,

� 8p 5 k 4 4
rT = �r (  ) d = 3 3
T = aT 4
0 15 c h

dengan a menyatakan konstanta universal. Kerapatan energi total berbanding lurus


dengan pangkat empat dari temperatur mutlak dari dinding rongga. Jadi kita
mengharapkan energi R yang diradiasikan oleh benda tiap detik per satuan luas
berbanding lurus dengan T4, suatu kesimpulan yang dinyatakan dalam hukum Stefan
– Boltzmann :

R = e s T4 (1.18)

dengan harga tetapan Stefan ialah :

ac
s= = 5,670 �10 8 W / m 2 �
K4
4

Emisivitas e bergantung pada sifat permukaan radiasi dan berkisar antara 0, untuk
pemantulan sempurna hingga 1, untuk benda hitam.

Contoh Soal 1.1 :


Radiasi yang berasal dari Big Bang memiliki pergeseran Doppler ke panjang
gelombang yang lebih panjang oleh akibat ekspansi alam semesta dan saat ini telah
berada pada spektrum benda hitam pada temperatur 2,7 K. Tentukan panjang
gelombang di mana kerapatan energi dari radiasi ini mencapai maksimum ?

Penyelesaian :

Dari Pers. (1.17), diperoleh :

103 m K 2,898 10 3 m K
2,898 �‫�״‬
max = = = 1,1�103 m = 1,1 mm
T 2, 7 K

Panjang gelombang ini berada pada daerah gelombang mikro yang pertama kali
dideteksi di angkasa pada tahun 1964.

Contoh Soal 1.2 :


Sinar matahari mencapai bumi dengan intensitas rata-rata 1,4 kW/m 2 dalam keadaan
tegak lurus dengan permukaan laut. Jari-jari rata-rata orbit bumi adalah 1,5 x 10 11 m
dan jari-jari matahari adalah 7,0 x 10 8 m. Berdasarkan gambaran ini, tentukan

BAB I : Landasan Teori Kuantum 9


temperatur permukaan matahari dengan asumsi bahwa matahari berperilaku seperti
benda hitam !

Penyelesaian :

Dimulai dengan menentukan daya total P yang diradiasikan matahari. Luas


permukaan bola dengan jari-jari re, jari-jari orbit bumi, adalah 4p re . Jika diketahui
2

intensitas radiasi matahari yang jatuh pada permukaan bola adalah :

P kW
= 1, 4 2 , maka besar daya yang dipancarkan adalah :
A m

�P � 2
( 4p e ) = ( 1, 4 �103 W / m 2 ) (4p ) ( 1,5 �1011 m ) = 3,96 �10 26 W
2
P =� �
�A �

Selanjutnya ditentukan intensitas radiasi matahari, yaitu :

daya output P 3,96 �1026 W


I= = = = 6, 43 �107 W / m 2
luas permukaan 4p rs ( 4p ) ( 7, 0 �108 m )
2 2

dengan asumsi bahwa emisivitas benda hitam = 1, diperoleh :

1
1
� � �
4
�I 4 6, 43 �107 W / m 2
T =� �= �
� �= 5,8 �103 K
�e s � �( 1) ( 5, 67 �10 W / m � K4) �
8 2

1.4. Efek Fotolistrik

Pada tahun 1887, Heinrich Katoda Anoda


Hertz melakukan eksperimen
penyinaran pelat katoda dengan
aneka macam cahaya dan sebagai
hasilnya elektron-elektron
V
dipancarkan dari pelat katoda.
Eksperimen yang lebih dikenal
sebagai efek fotolistrik ini dapat A
digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1.4a. Bagan Eksperimen Efek Fotolistrik

Di dalam eksperimen ini, intensitas dan frekuensi cahaya serta beda potensial
antara kedua pelat diubah-ubah. Laju elektron diukur sebagai arus listrik pada

10 Pengantar Fisika Kuantum


rangkaian luar dengan menggunakan sebuah ammeter, sedangkan energi kinetik
elektron ditentukan dengan menggunakan sebuah sumber potensial penghambat
(retarding potential) pada anoda sehingga elektron tidak mempunyai energi cukup
untuk “memanjati”bukit potensial yang terpasang. Secara eksperimen, tegangan
perlambat terus ditingkatkan hingga pembacaan arus pada ammeter menurun
menjadi nol. Tegangan yang bersangkutan ini disebut potensial henti (stopping–
potential) VS. Karena elektron yang berenergi tertinggi tidak dapat melewati potensial
henti ini, maka pengukuran VS merupakan suatu cara untuk menentukan energi
kinetik maksimum elektron, Kmaks :

Kmaks = e VS (1.19)

e adalah muatan elektron. Nilai khas VS adalah dalam orde beberapa volt saja.

Dari berbagai percobaan, kita pelajari fakta-fakta terinci efek fotolistrik


sebagai berikut.
1. Laju pemancaran elektron bergantung pada intensitas cahaya.
2. Laju pemancaran elektron tak bergantung pada panjang gelombang cahaya di
bawah suatu panjang gelombang tertentu ; di atas nilai ini, arus secara berangsur-
angsur menurun hingga menjadi nol pada suatu panjang gelombang ambang
(cutoff – wavelength)  C. Ini biasanya terdapat pada spektrum daerah biru dan
ultraviolet.
3. Nilai C tidak bergantung pada intensitas sumber cahaya, tetapi hanya bergantung
pada jenis logam yang digunakan sebagai permukaan fotosensitif. Di bawah C,
sebarang sumber cahaya, selemah apapun, akan menyebabkan terjadinya
pemancaran fotoelektron; di atas C, tidak satu-pun cahaya, sekuat apapun, yang
dapat menyebabkan terjadinya pemancaran fotoelektron.
4. Energi kinetik maksimum elektron yang dipancarkan tidak bergantung pada
intensitas cahaya, tetapi hanya ber-gantung pada frekuensi atau panjang
gelombangnya; energi kinetik ini didapati bertambah secara linier terhadap
frekuensi sumber cahaya.
5. Apabila sumber cahaya dinyalakan, arus akan segera mengalir (dalam selang
waktu  10-9 s).

Secara grafik, hasil eksperimen di atas dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1.4b. Stopping potensial sebagai


frekuensi untuk sodium. Titik-titik
menunjukkan hasil pengukuran Milikan
dan garis utuh menunjukkan hasil
perhitungan.

Marilah kita perhatikan terlebih dahulu bagaimana analisis teori gelombang


cahaya gagal menjelaskan fakta-fakta efek fotolistrik ini. Menurut teori gelombang
cahaya, sebuah atom akan menyerap energi dari gelombang elektromagnetik datang

BAB I : Landasan Teori Kuantum 11


yang sebanding dengan luasnya yang menghadap ke gelombang datang. Sebagai
tanggapan terhadap medan listrik gelombang, elektron-elektron akan bergetar,
hingga tercapai cukup energi untuk melepaskan sebuah elektron dari ikatan dengan
atomnya. Penambahan kecerahan (intensitas) dari sebuah sumber cahaya
memperbesar laju penyerapan energi, karena medan listriknya bertambah, yang
sesuai dengan hasil pengamatan percobaan. Tetapi, penyerapan ini terjadi pada
semua panjang gelombang, sehingga keberadaan panjang gelombang ambang sama
sekali bertentangan dengan gambaran gelombang cahaya. Pada panjang gelombang
yang lebih besar dari panjang gelombang ambang C pun, teori gelombang
mengatakan bahwa seharusnya masih mungkin bagi suatu gelombang
elektromagnetik memberikan energi yang cukup guna melepaskan elektron.
Kita dapat menaksir secara kasar yang diperlukan sebuah atom untuk
menyerap energi secukupnya guna melepaskan sebuah elektron. Sebagai sumber
cahaya kita pilih sebuah laser berintensitas sedang, seperti laser Helium – Neon yang
telah kita kenal di laboratorium. Keluaran daya yang dihasilkan laser jenis ini, paling
tinggi 10-3 W, yang penampang berkasnya terbatasi pada luas sekitar beberapa
millimeter persegi (10-5 m2). Diameter khas atom adalah dalam orde 10 -10 m, jadi
luasnya dalam orde 10-20 m2. Karena itu, fraksi intensitas sinar laser yang jatuh pada
atom adalah sekitar 10-20 m2/10-5 m2  10-15. Jadi, hanya 10-18 W=10-18 J/s  6 eV/s
daya yang dapat diserap atom, dan untuk menyerap energi sebanyak beberapa eV
diperlukan waktu sekitar satu detik. Dengan demikian, menurut teori gelombang
cahaya, kita memperkirakan tidak akan melihat fotoelektron terpancarkan hingga
beberapa detik setelah sumber cahaya dinyalakan; dalam eksperimen diperoleh
bahwa berkas fotoelektron pertama dipancarkan dalam selang waktu 10 -9 s.
Dengan demikian, teori gelombang cahaya gagal meramalkan keberadaan
panjang gelombang ambang dan waktu tunda (delay – time) yang teramati dalam
eksperimen.
Teori efek fotolistrik yang benar barulah dikemukakan Einstein pada tahun
1905. Teorinya ini didasarkan pada gagasan Planck tentang kuantum energi, tetapi ia
mengembangkannya satu langkah lebih ke depan. Einstein menganggap bahwa
kuantum energi bukanlah sifat istimewa dari atom-atom rongga radiator, tetapi
merupakan sifat radiasi itu sendiri. Energi radiasi elektromagnetik bukannya diserap
dalam bentuk aliran kontinyu gelombang, melainkan dalam buntelan diskrit kecil atau
kuanta, yang kita sebut foton. Sebuah foton adalah satu kuantum. Energi
elektromagnet yang diserap atau dipancarkan, dan sejalan dengan usulan Planck,
tiap-tiap foton dari radiasi berfrekuensi  memiliki energi.

Telah dinyatakan sebelumnya berdasarkan interpretasi kuantum bahwa gelombang


elektromagnetik terdiri dari partikel diskrit yang memiliki energi yang disebut foton
atau kuanta. Setiap foton memiliki energi yang hanya bergantung pada frekuensi
radiasi yang hubungkan oleh,

E=h (1.20)

di mana h adalah konstanta Planck. Dengan demikian, foton-foton berfrekuensi tinggi


memiliki energi yang lebih besar– energi foton cahaya biru lebih besar daripada
energi foton cahaya merah. Karena suatu gelombang elektromagnet klasik berenergi
U memiliki momentum p = U/c, maka foton haruslah pula memiliki momentum, dan
sejalan dengan rumusan klasik, momentum sebuah atom berenergi E adalah:

12 Pengantar Fisika Kuantum


E
p = (1.21)
c

Dengan menggabungkan Persamaan (1.20) dan Persamaan (1.21) diperoleh


hubungan langsung berikut antara panjang gelombang dan momentum foton :

h
p = (1.22)

Intensitas berkas radiasi sebanding dengan jumlah foton yang melalui suatu
luasan per satuan waktu. Jika berkas monokromatik (satu frekuensi), intensitasnya
diberikan oleh :

jumlah foton
I = (energi satu foton) �
luas �waktu

Untuk memudahkan dalam perhitungan, pernyataan-pernyataan berikut dapat


digunakan,

h = 6,625 x 10-34 Js


h = 4,136 x 10-15 eVs
hc = 1240 eVnm
hc = 12,4 keVAÅ

di mana :
1 eV = 10-3 keV = 1,602 x 10-19 J dan 1 AÅ = 10-10 m

Teori Einstein segera terbukti dapat menjelaskan fakta efek fotolistrik yang
diamati. Andaikanlah kita menganggap bahwa sebuah elektron terikat dalam logam
dengan energi W, yang dikenal sebagai fungsi kerja (work–function). Logam yang
berbeda memiliki fungsi kerja yang berbeda pula. Untuk mengeluarkan sebuah
elektron dari permukaan suatu logam, kita harus memasok energi sekurang-
kurangnya sebesar W. Jika h < W, tidak terjadi efek fotolistrik ; jika h < W, maka
elektron akan terpental keluar dan kelebihan energi yang dipasok berubah menjadi
energi kinetik elektron. Energi kinetik maksimum KMaks yang dimiliki elektron yang
terpental keluar dari permukaan logam adalah :

K maks = h  W (1.21)

Untuk elektron yang berada jauh di bawah permukaan logam, dibutuhkan energi yang
lebih besar daripada W dan beberapa di antaranya keluar dengan energi kinetik yang
lebih rendah.
Sebuah foton yang memasok energi sebesar W, yang adalah tepat sama dengan
energi yang dibutuhkan untuk melepaskan sebuah elektron, berkaitan dengan cahaya
yang panjang gelombangnya sama dengan panjang gelombang pancung C. Pada
panjang gelombang ini, tidak ada kelebihan energi yang tersisa bagi energi kinetik
fotoelektron, sehingga Persamaan (1.21) dapat disederhanakan menjadi :
hc
W = h = (1.22)
C

BAB I : Landasan Teori Kuantum 13


dan dengan demikian:

hc
C = (1.23)
W

Karena kita memperoleh satu fotoelektron untuk setiap foton yang terserap, maka
peningkatan intensitas sumber cahaya akan berakibat semakin banyak fotoelektron
yang dipancarkan, namun demikian semua fotoelektron ini akan memiliki energi
kinetik yang sama, karena semua foton memiliki energi yang sama.
Terakhir, waktu tunda sebelum terjadi pemancaran fotoelektron diperkirakan
singkat–begitu foton pertama diserap, arus fotolistrik akan mulai mengalir.
Jadi, semua fakta eksperimen efek fotolistrik sesuai dengan perilaku kuantum
dari radiasi elektromagnet. Robert Millikan memberikan bukti yang lebih meyakinkan
tentang kesesuaian ini dlam serangkaian percobaan yang dilakukannya pada tahun
1915.

Partikel Gelombang

Pandangan bahwa cahaya menjalar sebagai deretan paket energi (yang disebut foton)
berlawanan langsung dengan teori gelombang cahaya. Hal yang kedua menyediakan
satu-satunya cara untuk menerangkan banyak sekali efek optis – khususnya difraksi
dan interferensi – sebagai teori fisis yang sudak mapan. Usul Planck bahwa benda
memancarkan cahaya dalam bentuk kuanta yang terpisah pada tahun 1900 tidak
bertentangan dengan dengan penjalaran cahaya sebagai gelombang. Namun usul
Einstein yang menyatakn bahwa cahaya merambat melalui ruang dalam bentuk foton,
menimbulkan rasa tak percaya pada rekan-rekannya, termasuk Planck. Hal itu tidak
bisa sepenuhnya diterima sampai saat pekerjaan Compton yang dilakukan 18 tahun
kemudian.
Menurut teori gelombang klasik, gelombang cahaya menyebar dari suatu
sumber seperti riak menyebar dari permukaan air jika kita menjatuhkan batu ke
permukaan air. Energi yang dibawa cahaya menurut analogi ini terdistribusi secara
kontinu ke seluruh pola gelombang. Sebaliknya, menurut teori kuantum, cahaya
menyebar dari suatu sumber sebagai sederetan konsentrasi energi yang terlokalisasi,
masing-masing cukup kecil sehingga dapat diserap oleh sebuah elektron. Yang
mengherankan adalah teori kuantum cahaya yang memperlakukan sepenuhnya
sebagai gejala partikel secara eksplisit berkaitan dengan frekuensi , merupakan
konsep gelombang.
Teori manakah yang harus kita percaya ? Banyak sekali hipotesis fisis harus
diubah atau dibuang jika hipotesis itu bertentangan dengan eksperimen, tetapi kita
belum pernah diharuskan membangun dua teori yang sangat berbeda untuk
menerangkan suatu gejala fisis. Di sini situasinya sangat berbeda dari antara
relativistik dengan mekanika Newton yang ternyata kemudian bahwa hal kedua
merupakan aproksimasi dari hal pertama. Tidak terdapat cara untuk menurunkan
teori kuantum cahaya dari teori gelombang cahaya atau sebaliknya, walaupun ada
kaitan antara keduanya.
Agar lebih mengerti kaitannya, marilah kita tinjau gelombang elektromagnetik
berfrekuensi  yang jatuh pada sebuah layar. Intensitas I dari gelombang itu yang

14 Pengantar Fisika Kuantum


merupakan laju energi transport per satuan luas penampang, bergantung dari besar
E dan B dari medan listrik dan medan magnet. Karena E dan B berhubungan melalui
persamaan E = c B, maka kita bisa memilih salah satu E atau B untuk menggambarkan
intensitas gelombang yang biasanya E yang dipilih. Intensitas I dari gelombang pada
layar diberikan oleh :

I =e0 c E 2

dengan E 2 menyatakan rata-rata kuadrat besaran sesaat dari gelombang medan


listrik dalam satu siklus.
Dinyatakan dalam model foton dari gelombang elektromagnetik yang sama
energinya ditransport oleh N foton tiap detik tiap satuan luas. Karena tiap foton
berenergi h, intensitas pada layar ialah :

I=Nh

Kedua gambaran tersebut harus memberikan harga I yang sama, sehingga laju
kedatangan foton menjadi :

e0 c 2
N= E
h

Jika N cukup besar, orang yang melihat layar akan mendapatkan distribusi cahaya
yang kontinu, polanya bersesuaian dengan distribusi E 2 , dan tidak mempunyai alasan
untuk menyangsikan teori gelombang cahaya tersebut. Jika N sangat kecil – demikian
kecil sehingga satu foton saja pada tiap saat yang sampai ke layar – pengamat (atau
lebih tepatnya instrumen yang digunakan) akan mendapatkan sederetan denyar
random yang menunjukkan bahwa cahaya merupakan gejala kuantum.
Jika pengamat itu mengikuti pola yang terjadi dengan cukup lama, akan
didapatkan pola yang terbentuk sama dengan sebelumnya, sehingga dengan terpaksa
menyimpulkan bahwa kemungkinan menemukan foton pada tempat tertentu
bergantung dari harga E 2 di tempat itu.
Penalaran seperti di atas berlaku juga untuk eksperimen difraksi selah ganda
dengan memakai berkas cahaya yang sedemikian, sehingga hanya satu foton tiap saat
yang terdapat dalam peralatan itu. Bagaimana pola difraksi timbul bila sebuah foton
hanya bisa melewati satu celah atau celah lainnya ? Bagaimana foton itu mengetahui
ada dua celah sehingga bisa menentukan pada bagian mana pada layar foton itu
menuju ? Atau dengan kata lain, bagaimana sebuah foton dapat berinterferensi
dengan dirinya sendiri ? Kelihatannya terdapat pertentangan antara gagasan
gelombang yang menyebar dalam ruang, dan gagasan foton yang terlokalisasi dalam
daerah yang sangat kecil.
Kita dapat meniadakan pertentangan ini dengan menganggap bahwa foton
mempunyai gelombang yang berpautan dengannya. Intensitas gelombang ini pada
titik tertentu pada layar setelah melewati kedua celah tadi menentukan kemungkinan
foton itu tiba di titik itu. Pada tiap kejadian yang khusus, cahaya dapat
memperlihatkan sifat gelombang atau sifat partikel, tidak pernah terjadi keduanya
terlihat sekaligus. Bila cahaya melalui celah-celah, cahaya berperilaku sebagai
gelombang dan ketika tiba pada layar, sahaya berperilaku seperti partikel.
Jelaslah bahwa cahaya mempunyai sifat dual : teori gelombang cahaya dan
teori kuantum cahaya saling berkomplemen. Masing-masing teori hanya

BAB I : Landasan Teori Kuantum 15


merupakan sebagaian dari cerita dan hanya dapat menerangkan efek tertentu saja.
”sifat sebenarnya” dari cahaya bukanlah sesuatu yang dapat dibayangkan berdasarkan
pengalaman sehari-hari.

Contoh Soal 1.3 :


Fungsi kerja logam tungsten adalah 4,52 eV. (a) Berapakah panjang gelombang
ambang C bagi tungsten ? (b) Berapakah energi kinetik maksimum elektron-elektron
yang dipancarkan apabila digunakan radiasi dengan panjang gelombang 200,0
nm ? (c) Berapakah potensial henti untuk kasus ini ?

Penyelesaian :

(a) Dari Persamaan (1.23) diperoleh

hc 1240 eV  nm
C = = = 274 nm
W 4,53 eV

yang berada dalam daerah ultraviolet.

(b) Pada panjang gelombang yang lebih pendek, berlaku

hc
K maks = h  W = W

1240 eV  nm
=  4,52 eV
200 nm

= 1,68 eV

(c) Potensial hentinya tidak lain adalah tegangan yang berkaitan dengan Kmaks,

K maks 1,68 eV
VS = = = 1,68 V
e e

1.5. Efek Compton

Cara lain radiasi berinteraksi dengan atom adalah melalui efek Compton, di
mana radiasi dihamburkan oleh elektron hampir bebas yang terikat lemah pada
atomnya. Sebagian energi radiasi diberikan kepada elektron, sehingga terlepas dari

16 Pengantar Fisika Kuantum


atom; energi radiasi yang tersisa diradiasikan kembali sebagai radiasi elektromagnet.
Menurut gambaran gelombang, energi radiasi yang dipancarkan itu lebih kecil
daripada energi radiasi yang datang (selisihnya berubah menjadi energi kinetik
elektron), namun panjang gelombang keduanya tetap sama. Kelak akan kita lihat
bahwa konsep foton meramalkan hal yang berbeda bagi radiasi yang dihamburkan.

Proses hamburan ini dianalisis sebagai suatu interaksi (“tumbukan”, dalam


pengertian partikel secara klasik) antara sebuah foton dengan sebuah elektron, yang
kita anggap diam. Gambar 1.5 menunjukkan peristiwa tumbukan ini.

Foton hambur
E’ , p’

Foton datang



E, p

Ee , pe
Elektron hambur

Gambar 1.5. Geometri hamburan Compton

Pada keadaan awal, foton memiliki energi E yang diberikan oleh

hc
E = h = (1.24)

dan momentumnya adalah

E
p = (1.25)
c

Elektron, pada keadaan diam, memiliki energi diam me c 2. Setelah hamburan foton
memiliki energi E’ dan momentum p’ dan bergerak pada arah yang membuat sudut 
terhadap arah foton datang. Elektron memiliki energi total Ee dan momentum pe dan
bergerak pada arah yang membuat sudut  terhadap foton datang. (agar analisisnya
mencakup pula foton datang berenergi–tinggi yang memberikan energi sangat besar
pada elektron yang dihamburkan maka kita membuat kinematika relativistik bagi
elektron). Dalam interaksi ini berlaku persyaratan kekekalan energi dan momentum,
yaitu :

E awal = E akhir
E + me c 2 = E ' + E e (1.26a)
( p x ) awal = ( p x ) akhir
p = p e cos  + p ' cos  (1.26b)
(p )
y awal = ( p y ) akhir

BAB I : Landasan Teori Kuantum 17


0 = p e sin   p ' sin  (1.26c)

Kita mempunyai tiga Persamaan dengan empat besaran tidak diketahui, ( ,  , Ee, E ‘ ;
pe dan p ‘ saling bergantungan) yang tidak dapat dipecahkan untuk memperoleh
jawaban tunggal. tetapi kita dapat menghilangkan (eliminasikan) dua dari keempat
besaran ini dengan memecahkan Persamaannya secara serempak. Jika kita memilih
untuk mengukur energi dan arah foton hambur, maka kita menghilangkan Ee dan .

Sudut  dihilangkan dengan menggabungkan Persamaan – Persamaan momentum :

p e cos  = p + p ' cos 


p e sin  = p ' sin 

Kuadratkan dan kemudian jumlahkan, memberikan :

p e2 = p 2  2 pp ' cos  + p ' 2 (1.27)

Dengan menggunakan hubungan reltivistik antara energi dan momentum :

E e2 = c 2 p e2 + me2 c 4

maka dengan meyisipkan Ee dan pe, kita peroleh

(E + m c
e
2
 E' ) 2
( )
= c 2 p 2  2 pp ' cos  + p '2 + me2 c 4 (1.28)

dan lewat sedikit aljabar, kita dapati

1 1 1
'
 = (1  cos ) (1.29)
E E me c 2

Persamaan (1.29) dapat pula dituliskan sebagai berikut :

h
'   = (1  cos ) (1.30)
me c

 adalah panjang gelombang foton datang dan ’ panjang gelombang hambur. Besaran
h / mec dikenal sebagai panjang gelombang Compton dari elektron yang memiliki nilai
0,002426 nm; namun perlu diingat bahwa ini bukanlah suatu panjang gelombang
dalam arti sebenarnya, melainkan semata – semata suatu perubahan panjang
gelombang.
Persamaan (1.29) dan (1.30) memberikan perubahan dalam energi atau
panjang gelombang foton, sebagai fungsi dari sudut hamburan . Karena besaran di
ruas kanan tidak pernah negatif, maka E’ selalu lebih kecil daripada E – foton hambur
memiliki energi yang lebih kecil daripada foton datang ; selisih E–E’ adalah energi
kinetik yang diberikan kepada elektron, (Ee – mec2). Begitu pula, ’ selalu lebih kecil
daripada  -foton hambur memiliki panjang gelombang yang lebih panjang daripada

18 Pengantar Fisika Kuantum


milik foton datang; perubahan panjang ini merentang dari 0 pada  = 00 hingga dua
kali panjang gelombang Compton pada  = 1800. Tentu saja deskripsi foton dalam
energi dan panjang gelombang adalah setara, dan pilihan mengenai mana yang
digunakan hanyalah masalah kemudahan belaka.
Peragaan eksperimen pertama dari jenis hamburan ini dilakukan oleh Arthur
Holly Compton pada tahun 1923. Pada percobaan ini seberkas sinar–X dijatuhkan
pada suatu sasaran hamburan, yang oleh Compton dipilih unsur karbon. (Meskipun
tidak ada sasaran hamburan yang mengandung elektron yang benar-benar bebas,
elektron terluar atau elektron valensi dalam kebanyakan materi terikat sangat lemah
pada atomnya sehingga berperilaku seperti elektron hampir “bebas”. Energi kinetik
elektron ini dalam atom sangatlah kecil dibandingkan terhadap energi kinetik Ke yang
diperoleh elektron dalam proses hamburan ini). Energi dari sinar–X yang terhambur
diukur dengan sebuah detektor yang dapat berputar pada berbagai sudut  .

Contoh 1.4 :
Sinar–X dengan panjang gelombang 0,2400 nm dihamburkan secara Compton dan
berkas hamburnya diamati pada sudut 60,00 relatif terhadap arah berkas datang.
Carilah : (a) panjang gelombang sinar – X hambur, (b) energi foton sinar – X hambur,
(c) energi kinetik elektron hambur, dan (d) arah gerak elektron hambur.

Penyelesaian :

(a) ’ dapat dicari secara langsung dari Persamaan (1.30) :


h
 '= + (1  cos  )
me c
(
= 0,2400 nm + ( 0,00243 nm) 1  cos 60 0 )
= 0,2412 nm

(b) Energi E ‘ dapat diperoleh langsung dari  ‘ :

hc 1240 eV  nm
E' = = = 5141 eV
' 0.2412 nm
(c) Dari Persamaan (1.26a) bagi kekekalan energi, diperoleh

E e = ( E  E ') + m e c 2 = K e + m e c 2
Ke = E  E '
hc
Energi E dari foton awal adalah : = 5167 eV , jadi

K = 5167 eV  5141 eV = 26 eV

(d) Dengan memecahkan Persamaan (1.26b) dan (1.26c) untuk pe cos  dan pe sin
 seperti yang kita lakukan untuk menurunkan Persamaan (1.27), maka dengan
membagi keduanya (bukannya menjumlahkan dan mengalikan), diperoleh

p ' sin 
tan  =
p  p ' cos 

BAB I : Landasan Teori Kuantum 19


kalikan penyebut dan pembilangnya dengan c, dan mengingat bahwa E = pc dan E
‘ = p ‘c, diperoleh

tan  =
E ' sin 
=
( 5141 eV ) sin 60 0 ( ) = 1,715
E  E ' cos  ( 5167 eV )  ( 5141 eV ) cos 60 0 ( )

atau  = 59,70.

1.6. Teori Atom Bohr

Setelah Rutherford mengemukakan bahwa massa dan muatan positif atom


terhimpun pada suatu daerah kecil di pusatnya, fisikawan Denmark, Niels Bohr, pada
tahun 1913 mengemukakan bahwa atom ternyata mirip sistem planet mini, dengan
elektron-elektron mengedari inti atom seperti planet-planet mengedari matahari.
Dengan alasan yang sama bahwa sistem tata surya tidak runtuh karena tarikan
gravitasi antara matahari dan tiap planet, atom juga tidak runtuh karena tarikan
elektrostatik Coulomb antara inti atom dan tiap elektron. Dalam kedua kasus ini, gaya
tarik berperan memberikan percepatan sentripetal yang dibutuhkan untuk
mempertahankan gerak edar.

Untuk sederhananya, kita tinjau atom hidrogen yang terdiri dari satu elektron
yang mengedari sebuah inti atom dengan bermuatan positif satuan, seperti pada
Gambar 1.6 berikut.

-e
v
F

+ Ze
r
Gambar 1.6. Model Atom Bohr
(Z = 1 bagi hidrogen)

Jari-jari orbit lingkarannya adalah r, dan elektron (bermassa m) bergerak dengan laju
singgung tetap v. Gaya tarik Coulomb berperan memberikan percepatan sentripetal :

v2
as = ,
r
jadi
1 q1 q2 1 e2 m v 2
Fe = = = (1.30)
4p e o r 2 4p eo r2 r

20 Pengantar Fisika Kuantum


Dengan mengutak-atik Persamaan di atas, dapat diperoleh energi kinetik elektron
(dengan anggapan inti atom diam),

1 1 e2
K = m v2 = (1.31)
2 8p e o r

Energi potensial sistem elektron–inti adalah energi potensial Coulomb :

1 e2
V =  (1.32)
4p e 0 r

Dengan demikian, energi total sistem adalah:

1 e2 1 e2
E = K +V = 
8p e 0 r 4p e 0 r

1 e2
E =  (1.33)
8p e 0 r

Sejauh ini kita telah mengabaikan salah satu kesulitan utama yang
berhubungan dengan model ini. Fisika klasik meramalkan bahwa sebuah muatan
listrik yang mengalami percepatan, seperti elektron yang mengorbit dalam model ini,
harus meradiasikan energi elektromagnetik secara kontinu. Ketika energi ini
dipancarkan, energi totalnya menurun, dan elektron akan berspiral menuju inti atom
sehingga inti atom akhirnya runtuh. Untuk mengatasi kesulitan ini, Bohr
mengusulkan gagasan keadaan “mantap stasioner”–yaitu keadaan gerak tertentu
dalam mana elektron tidak meradiasi-kan energi elektromagnet. Dari sini Bohr
menyimpulkan bahwa dalam keadaan ini momentum sudut orbital elektron bernilai
kelipatan bulat dari ħ.
Vektor momentum sudut dalam fisika klasik didefinisikan sebagai l = r x p.
Untuk momentum sudut elektron yang beredar mengelilingi inti atom, r tegak lurus p,
sehingga kita dapat menyederhanakannya menjadi : l = r p = m v r. Jadi postulat Bohr
adalah

mv r = nh (1.34)

di mana n adalah sebuah bilangan bulat (n = 1, 2, 3, ….). Dengan menggunakan


pernyataan ini dan hubungan (1.31) bagi energi kinetik,
2
1 1  n  1 e2
mv2 = m   = (1.35)
2 2  mr  8p e o r

kita peroleh deretan nilai jari-jari r yang diperkenankan, yaitu :

4 p e o h2 2
rn = n = ao n2 ((1.36)
m e2

di mana didefinisikan jari-jari Bohr ao,

BAB I : Landasan Teori Kuantum 21


4 p e o h2
ao = = 0, 0529 nm (1.37)
m e2

Hasil penting ini ternyata berbeda sekali dari yang kita perkirakan menurut
fisika klasik. Sebuah satelit dapat ditempatkan dalam orbit Bumi pada sebarang jari-
jari orbit dengan mendorongnya ke ketinggian memadai dan kemudian
memberikannya laju singgung yang tepat. Sedangkan bagi orbit elektron, hal ini tidak
berlaku–karena hanya jari-jari orbit tertentu saja yang perkenankan oleh model Bohr.
Jari-jari orbit elektron hanya dapat bernilai ao, 4ao,9ao,16ao, dan seterusnya, tidak
pernah bernilai 3ao atau 5,3 ao.
Dengan menggabungkan pernyataan r yang kita peroleh di atas dengan
Persamaan (1.33), diperoleh

m e4 1
E = (1.38)
32 p e o h n 2
n 2 2 2

Jelas n pada energi E mencirikan tingkat energi. Dengan menghitung semua nilai
tetapannya, diperoleh

13,6 eV
E n = (1.39)
n2

Semua tingkat energi ini ditunjukkan secara skematis pada Gambar 1.7. Jadi energi
elektron terkuantisasikan– artinya, hanya nilai-nilai energi tertentu yang
diperkenankan, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1.7.
Pada tingkat terendahnya, dengan n = 1, elektron memiliki energi
E1 = - 13,6 eV dan beredar dengan jari-jari edar sebesar 0,0529 nm. Ini adalah
keadaan dasar. Semua keadaan yang lebih tinggi (n = 2 dengan E2 = - 3,4 eV, n
= 3 dengan E3 = - 1,5 eV, dan seterusnya) adalah keadaan eksitasi.
Apabila elektron dan inti atom terpisah jauh sekali, yaitu untuk n = , maka
kita peroleh E = 0. Jadi kita dapat memulai dengan elektron dan inti atom yang
berjarak pisah takhingga dan kemudian elektronnya kita dekatkan ke inti hingga ia
berada pada garis edar dalam suatu keadaan tertentu n. Karena keadaan ini memiliki
energi yang lebih kecil daripada energi awal E = 0, maka kita “peroleh” tambahan
jumlah energi sebesar En. Sebaliknya, jika memiliki sebuah elektron dalam keadaan n,
maka elektronnya dapat kita bebaskan dari “intinya” dengan memasok energi sebesar
En. Energi ini dikenal sebagai energi ikat keadaan n. jika energi yang kita pasok pada
elektron itu melebihi En, maka kelebihan energi ini akan muncul sebagai energi
kinetik elektron yang kini bebas.

22 Pengantar Fisika Kuantum

Gambar 1.7. Tingkat-tingkat energi atom Hidrogen


Energi eksitasi suatu keadaan eksitasi n adalah energi di atas keadaan dasar,
En – E1. Jadi, keadaan eksitasi pertama (n = 2) memiliki enegi eksitasi sebesar :

=  3,4 eV  (  13,6 eV )
= 10,2 eV

keadaan eksitasi kedua memiliki energi eksitasi 12,1 eV, dan seterusnya.

Bahasan kita tentang barbagai spektrum pancar dan serap atom hydrogen, dan
model Bohr di atas tidaklah lengkap tanpa pemahaman mengenai terjadinya semua
spektrum ini. Bohr mempustulatkan bahwa meskipun elektron tidak memancarkan
radiasi elektromagnet ketika beredar pada suatu tingkat tertentu, ia dapat berpindah
dari satu tingkat ke tingkat yang lain yang lebih rendah.
Pada tingkat yang lebih rendah, energi yag dimiliki elektron lebih rendah
daripada di tingkat sebelumnya. Beda energi ini muncul sebagai sebuah kuantum
radiasi berenergi h yang sama besar dengan beda energi antara kedua tingkat
tersebut. Sebagai contoh, sebuah foton dengan panjang gelombang 121,7 nm
dipancarkan (spektrum emisi) bila atom hidrogen dalam tingkat keadaan n = 2 jatuh
ke keadaan n = 1; penyerapan (spektrum absorpsi) foton dengan panjang gelombang
121,7 nm oleh atom hidrogen yang mula-mula dalam keadaan n = 1 akan
membawanya ke keadaan n = 2, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.8 berikut.

n=2 foton n=2


n=1 foton
n=1

(a) Spektrum emisi (b) Spektrum absorpsi

Gambar 1.8. Proses terjadinya spektrum emisi dan absorpsi dalam atom hidrogen.

BAB I : Landasan Teori Kuantum 23


maka akan terpancar sebuah foton dengan energi :

h = En1  En 2 (1.40)
atau
m e4 �1 1 �
 = 3 2 3 �2
 2 � (1.41)
64 p e o h �n2 n1 �

Jadi panjang gelombang radiasi yang dipancarkan adalah

c 64 p 3 e o2 h3 c �n12 n22 �
= = �2 2 �
 m e4 �n1  n2 �

1  n12 n22 
=  2 
2  (1.42)
R n
 1  n 2 

Rumus Balmer untuk panjang gelombang dalam deret ini memenuhi :

1 �1 1 �
= R� � 2  2 � di mana : n = 3, 4, 5, … … …
 �2 n �

Tetapan R, yang dikenal sebagai tetapan Rydberg, bernilai 1,0973731 x 10 7 m -1.

Contoh 1.5.

Carilah panjang gelombang transisi dari n1 = 3 ke n2 = 2 dan dari n1 = 4 ke n2 = 2.

Peyelesaian :

Persamaan (142) memberikan


1 �32 22 �
 = � �= 656,1 nm
1, 0973731 �107 �32  2 2 �

dan
1 �4 2 2 2 �
 = � �= 486, 0 nm
1, 0973731 �107 �42  2 2 �
Hasil dari kedua contoh di atas dekat sekali dengan kedua panjang gelombang
terpanjang deret Balmer. Dan memang, jika kita menghitung panjang gelombang
untuk berbagai transisi dari n1 ke n2 = 2, diperoleh

 n2 
 = ( 364,5 nm )  2 1 
 n1  4 

satuan  adalah dalam nm dan n hanya bernilai bulat mulai dari 3. Rumus ini
sekarang dikenal sebagai rumus Balmer dan deretan garis spektrum yang cocok
dengannya disebut deret Balmer. Panjang gelombang 364,5 nm, yang berhubungan

24 Pengantar Fisika Kuantum


dengan n  , disebut batas deret. Dengan segera ditemukan bahwa semua kelompok
garis spektrum dalam spektrum hydrogen dapat dicocokkan dengan rumus serupa
sebagai berikut.

 n2 
 =  lim it  2 
2  (1.43)
 n  n 0 

dengan limit adalah panjang gelombang deret batas yang sesuai, dengan n mengambil
nilai bulat mulai dari n0 + 1 (untuk deret Balmer, n0 = 2). Deret lainnya sekarang
dikenal sebagai deret Lyman (n0 = 1), Paschen (n0 = 3), Bracket (n0 = 4), dan Pfund
(n0 = 5).
Ciri menarik lainnya dari panjang gelombang spektrum hydrogen terangkum
dalam azas Ritz (Ritz Combination Principle). Jika kita ubah panjang gelombang
spektrum pancar hydrogen ke dalam frekuensi, kita jumpai sifat menarik berikut :
jumlah sepasang frekuensi tertentu memberikan frekuensi lain yang juga terdapat
dalam spektrum hydrogen.
Dengan demikian, setiap model atom hydrogen yang berhasil haruslah dapat
menerangkan keteraturan aritmetik yang menarik ini dalam berbagai spektrum
pancarnya.
Jadi kita melihat bahwa semua transisi yang dicirikan sebagai deret Balmer
adalah yang dari semua tingkat lebih tinggi ke tingkat n = 2. Pencirian serupa dapat
pula dilakukan bagi deret transisi lainnya.
Rumus Bohr juga menerangkan azas gabung Ritz. Marilah kita tinjau transisi
dari suatu keadaan n3 ke keadaan n2, yang kemudian disusul dengan transisi dari n2 ke
n1. Dengan menggunanakan Persamaan (1.41) bagi kasus ini, diperoleh

�1 1 �
 n 3 � n 2 = c R� � 2  2 �
�n3 n2 �

�1 1 �
 n 2 � n1 = c R� � 2  2 �
�n2 n1 �

dengan demikian
�1 1 � �1 1 �
 n 3 � n 2 +  n 2 � n1 = c R � � 2  2 �+ � 2  2 �
�n3 n2 � �n2 n1 �

 1 1 
= c R   2  2 
 n3 n1 

Tetapi ini tidak lain daripada frekuensi sebuah foton yang dipancarkan dalam transisi
langusung dari n3 ke n1, jadi

 n 3 � n 2 +  n 2 � n 1 =  n 3 � n1

BAB I : Landasan Teori Kuantum 25


Dengan demikian, model Bohr taat azas dengan azas gabung Ritz. (Karena frekuensi
sebuah foton yang dipancarkan berhubungan dengan energinya melalui hubungan
E = h, maka penjumlahan frekuensi di atas sama dengan penjumlahan energi.
Dengan demikian, kita dapat menyatakan kembali azas gabung Ritz dalam ungkapan
energi. Energi sebuah foton yang dipancarkan dalam transisi dari suatu tingkat ke
tingkat lain dengan melewati satu atau beberapa tingkat antara adalah sama dengan
jumlah energi transisi bertahap dari masing-masing tingkat berurutan).
Dengan meninjau ulang penurunan teori Bohr, kita dapati bahwa muatan inti
atom hanya muncul pada satu tempat – yaitu dalam pernyataan bagi gaya
elektrostatik antara inti atom dan elektron, Persamaan (1.30). Jika muatan inti atom
adalah Ze, gaya Coulomb yang bekerja pada elektron adalah

1 Z e2
F = (1.44)
4p e o r2

Jadi, faktor e 2 semula, kini diganti dengan Ze 2. Dengan melakukan penyisipan ini
pada hasil akhir, diperoleh bahwa jari-jari edar yang diperkenankan adalah :

4p e o  2 2 ao n 2
rn = n = (1.45)
Z m e2 Z

dan energinya menjadi

E =
(
m Z e2 ) 2
1
= (  13,6 eV ) Z2
(1.46)
n
32 p 2 e o2  2 n 2 n2

Jadi garis edar pada atom dengan nilai Z yang lebih tinggi, letaknya lebih dekat ke inti
atom, dan memiliki energi yang lebih besar (negatif) ; yang berarti bahwa elektronnya
terikat lebih kuat pada inti atomnya.

Contoh 1.6.
Hitunglah kedua panjang gelombang terpanjang deret Balmer ion berilium terionisasi
tiga kali (Z = 4).

Penyelesaian :

Karena semua radiasi deret Balmer berakhir pada tingkat n = 2, kedua panjang
gelombang terpanjang tersebut adalah radiasi yang berkaitan dengan transisi n = 3 
n = 2, dan n = 4  n = 2. Energi dan panjang gelombang radiasi yang bersangkutan
adalah
1 1
E 3  E 2 =  (13,6 eV ) ( 4 )
2
   = 30,2 eV
9 4
hc 1240 eV . nm
 = = = 41,0 nm
E 30,2 eV

 1 1
E 4  E 2 =  (13,6 eV ) ( 4)
2
   = 40,8 eV
 16 4

26 Pengantar Fisika Kuantum


hc 1240 eV . nm
 = = = 30,4 nm
E 40,8 eV

kedua radiasi ini berada dalam daerah ultraviolet.

1.7. Prinsip Korespondensi

Telah kita lihat bahwa model Bohr memungkinkan kita untuk menghitung
panjang gelombang berbagai transisi dalam atom hydrogen yang kesesuaiannya
dengan panjang gelombang yang diamati dalam berbagai spektrum pancar dan serap
sangatlah mengesankan. Namun, untuk memperoleh kesesuaian ini, Bohr “terpaksa”
harus mengajukan dua postulat yang merupakan suatu loncatan yang radikal dari
fisika klasik. Terutama postulat yang mengatakan bahwa sebuah elektron dalam
model atom Bohr, yang mengalami percepatan sewaktu beredar dalam garis edar
lingkaran, tidak meradiasikan energi elektromagnet (kecuali ia berpindah ke garis
edar lainnya). Ini melanggar hokum fisika klasik, yang mengatakan bahwa sebuah
partikel bermuatan meradiasikan energi elektromagnet bila mengalami percepatan.
Perhatikan bahwa di sini kita melakukan suatu hal yang sangat berbeda dari yang kita
lakukan dalam kajian mengenai teori relativitas khusus. Teori relativitas khusus
menyatakan bahwa energi kinetic dalam bentuk K = E – Eo, sedangkan fisika klasik
memberi bentuk yang berbeda K = ½ m v 2 ; tetapi telah ditunjukkan bahwa E – Eo
tersederhanakan menjadi ½ m v 2 apabila v << c. Jadi, kedua pernyataan ini
sebenarnya tidaklah terlalu berbeda – yang satu merupakan hal khusus dari yang
lainnya. Dilema yang berkaitan dengan elektron yang dipercepat bukanlah semata-
mata persoalan fisika atom (sebagai satu contoh dari fisika kuantum) sebagai suatu
hal khusus dari fisika klasik, melainkan apakah elektron yang dipercepat
meradiasikan energi elektromagnet atau tidak !!! Dilema ini dipecahkan oleh Bohr
dengan mengajukan azas persesuaian (Correspondence – Principle), yang mengatakan
bahwa hukum fisika klasik hanya berlaku dalam ranah klasik, sedangkan hokum fisika
kuantum berlaku dalam ranah atom ; pada ranah di mana keduanya bertumpah
tindih, kedua himpunan hokum fisika itu harus memberikan hasil yang sama.
Mari kita lihat bagaimana azas ini dapat diterapkan pada atom Bohr. Menurut
fisika klasik, sebuah partikel bermuatan listrik yang bergerak sepanjang sebuah
lingkaran meradiasikan gelombang elektromagnet dengan frekuensi yang sama
dengan frekuensi gerak melingkarnya. Untuk gerak edar elektron dalam atom,
periode gerak melingkar adalah jarak tempuh satu gerak edar, 2 p r, dibagi dengan
2K
laju edar v = , dengan K adalah energi kinetik. Jadi, dengan menggunakan
m
pernyataan (1.31) bagi energi kinetik, periode T diberikan oleh

2p r (p r ) ( 2m )( 8p e o r )
T = = (1.47)
2K / m e

Karena frekuensi  adalah kebalikan dari periode T, maka

BAB I : Landasan Teori Kuantum 27


1 e
 = = (1.48)
T 16 p e 0 m r 3
3

Dengan menggunakan pernyataan (1.36) bagi jari-jari orbit yang diperkenankan,


diperoleh
m e4 1
n = (1.49)
32 p e o h n3
2 2 2

Sebuah elektron “klasik” yang bergerak dalam orbit lingkaran berjari-jari rn akan
meradiasikan gelombang elektromagnet dengan frekuensi n ini.
Jika kita perbesar jari-jari atom Bohr menjadi sangat besar mulai dari objek
berukuran – kuantum (10-10 m) hingga ke ukuran laboratorium (10 -3 m), dapatlah kita
harapkan bahwa atomnya berperilaku secara klasik. Karena jari-jari bertambah
dengan pertambahan n seperti n2, kita harapkan bahwa untuk n pada rentang 103 –
104, atomnya berperilaku secara klasik. Karena itu, marilah kita hitung frekuensi
radiasi yang dipancarkan oleh atom yang demikian apabila elektron meloncat turun
dari orbit n ke n – 1. Menurut Persamaan (1.41), frekuensinya adalah

m e4 � 1 1 �
 = �  2 �
64 p 3 e o2 h3 �( n  1) 2
n1 �
� �

m e4  2n  1 
=   (1.50)
64 p e h  n 2 ( n  1) 2
3 2
o
3 

Jika n besar sekali, kita dapat hampiri n – 1 dengan n dan 2n – 1 dengan 2n, yang
memberikan

m e4 �2 n �
 = 3 2 3 �4 �
64 p e o h �n �
m e4 1 
= 
3 2 3  3
 (1.51)
64 p e o h  n 

Ini identik dengan Persamaan (1.49) bagi frekunesi klasik. Elektron “klasik” berspiral
secara mulus menuju inti atom, sambil meradiasi dengan frekuensi yang diberikan
oleh Persamaan (1.49), sedangkan elektron “kuantum” meloncat dari orbit n ke (n –
1) dan kemudian ke orbit (n – 2), dan seterusnya, meradiasi dengan frekuensi yang
diberikan oleh Persamaan (1.51).
Dalam rentang n besar, di mana fisika klasik dan kuantum bertumpang –
tindih, pernyataan kuantum dan klasik bagi frekuensi radiasi keduanya identik. Ini
adalah salah satu contoh penerapan azas persesuaian Bohr. Penerapan azas ini tidak
hanya berlaku bagi atom Bohr. Azas ini juga penting dalam memahami bagaimana kita
beranjak dari ranah di mana berlaku hokum-hukum fisika klasik ke ranah di mana
berlaku hokum-hukum fisika kuantum.

***************************
***************

28 Pengantar Fisika Kuantum


SOAL – SOAL LATIHAN

A. Pemahaman Konsep

1. Menurut pendapat anda apa yang dimaksud dengan ”benda hitam”?


2. Sebutkan bidang studi fisika klasik apa saja yang mendasari perumusan teori
radiasi benda hitam klasik?
3. Mengapa hakekat gelombang dari cahaya tidak dapat men-jelaskan sifat-sifat efek
fotolistrik?
4. Kemukakan prinsip Max Planck mengenai Radiasi Benda Hitam

BAB I : Landasan Teori Kuantum 29


5. Kemukakan prinsip kerja efek fotolistrik dan berikan contoh aplikasinya
6. Mengapa dalam efek fotolistrik, beberapa elektron memiliki energi kinetik yang
lebih kecil daripada Kmaks?
7. Mengapa efekfotolistrik tidak berlaku bagi elektron bebas?
8. Arus listrik didefinisikan sebagai muatan per satuan waktu. Jika kita
mempertinggi energi kinetik fotoelektron (dengan menaikkan energi foton
datang), apakah arusnya harus pula bertambah karena muatannya kini mengalir
lebih cepat? Mengapa tidak terjadi demikian?
9. Pengaruh apakah yang terjadi pada percobaan efek fotolistrik jika kita
melipatduakan frekuensi cahaya datang? Jika panjang gelombangnya kita
lipatduakan? Jika kita lipat-duakan intensitasnya?
10. Rumus hamburan Compton mengemukakan bahwa benda yang diamati dari sudut
yang berbeda akan memantulkan cahaya dengan panjang gelombang berbeda.
Mengapa kita mengamati adanya perubahan warna cahaya dari benda pemantul
bila kita melihatnya dari sudut yang berbeda?
11. Seringkali kita mendengar tentang masalah pemancaran sinar-X oleh pesawat TV.
Dari manakah sinar-X itu berasal?
12. Kemukakan kelemahan-kelemahan model atom berikut ini:
a. Model atom Thomson
b. Model atom Rutherford
c. Model atom Bohr
d. Model atom Sommerfield

B. Aplikasi Konsep

Radiasi Termal

1. Tinjau sepotong bahan pada temperatur 1600 K. Misalkan pada frekuensi relatif
tinggi selisih energi antar tingkat osilator adalah 1 eV. Hitung energi rata – rata per
osilator !
2. Suatu rongga radiator bersuhu 400K mempunyai lubang berdiamter 0.20 mm di
dindingnya. Hitunglah daya pancaran melalui lubang ini dalam selang panjang
gelombang 6600 s.d 6620 A0.
3. Rongga suatu pemancar sempurna hitam berbentuk kubus dengan rusuk 2 cm,
suhunya 1600K. Hitunglah jumlah moda vibrasi per satuan volume dalam rongga
itu yang panjang gelombangnya ada dalm selang 6600 s.d 6620 A0.
4. Suatu bola yang terbuat dari wolfram memiliki jari-jari sebesar 010 cm. Bola itu
digantung dalam ruang hampa udara dan dinding yang bersuhu 400K. Daya
pancar bola itu hanya 45% bila dibandingkan dengan benda sempurna hitam.
Berapa daya yang harus disalurkan ke bola waolfram itu agar suhunya dapat
dipertahankan pada 500K. Abaikanlah energi kalor yang mengalir melalui kawat
penggantungnya.
5. Alam semesta ini dipenuhi radiasi thermal yang memiliki spektrum benda
sempurna hitam bersuhu 8.4 K.
(a). Berapa besar panjang gelombang pada puncak intensitas radian ini ?
(b). Berapa besarkah energi foton untuk panjang gelombang yang dimaksud
dalam butir (a).
(c). Dalam daerah manakah dari spektrum radiasi elektromagnetik panjang
gelombang ini terjadi.

30 Pengantar Fisika Kuantum


6. Andaikanlah bahwa permukaan matahari bersuhu 8600K. Diameter dan massa
dari matahari tercamtum di bawah ini.
(a). Gunakan hukum Stefan-Bolztmann untuk menghitung daya radiasi thermal
yang dipancar matahari.
(b). Berapa banyakkah matahari kehilangan massa per detik karena pemancaran
ini.
(Diameter matahari = 1.4x109 m, masa = 2.0x1030 kg
7. Berangkat dari radiasi spektral RT() tentukanlah kaedah pergeseran Wien.
8. Hitunglah besarnya energi pada eksitasi elektronik dengan periode geraknya
adalah 10-20 s , suatu molekul yang bergetar dengan peride 10 -12 s, dan pendulum
dengan periode 2s.
9. Hitunglah energi rata-rata osilator dengan frekuensi : (a) 10 Hz; (b) 10 10Hz
pada temperatur : (i) 1000K; (ii) 10.000K. Bandingkan hasilnya dengan
nilai prediksi prinsip eqipartisi energi.
10. Suatu bintang memancarkan sinar dengan panjang gelombang seperti pada table
berikut :

No Panjang gelombang (nm)


01 40
02 50
03 60
04 30

Berdasarkan dari hasil observasi diatas berapakah temperatur bintang tersebut


dengan menggunakan teori Wien.
11. BerdasArkan hasil perhitungan dari soal no. 10. Berapakah kerapatan energi
bintang tersebut menurut Stefan Boltzmann.

Efek Fotolistrik

12. Energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron dari sodium adalah 2,3 eV.
a. Buktikan bahwa apakah sodium menghasilkan efek fotolistrik untuk cahaya
kuning dengan  = 5890 AÅ !
b. Berapa panjang gelombang ambang pancaran fotolistrik dari sodium ?

13. Berkas cahaya dengan panjang gelombang 2000 AÅ jatuh pada permukaan sebuah
aluminium. Energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron dari aluminium
adalah 4,2 eV. Tentukan :
a. Energi kinetik fotoelektron tercepat,
b. Energi kinetik fotoelektron terlambat,
c. Stopping potensial,
d. Panjang gelombang ambang untuk aluminium,
14. Stopping potensial untuk fotoelektron yang dipancarkan dari suatu permukaan
yang disinari dengan cahaya dengan panjang gelombang 4910 AÅ adalah 0,71 V.
Ketika panjang gelombang cahaya diubah, stopping potensial menjadi 1,43 V.
Tentukan panjang gelombang baru tersebut !

15. Dalam sebuah eksperimen efek fotolistrik dengan menggunakan cahaya


monokromatik dan sebuah sodium sebagai fotokatoda, diperoleh stopping
potensial 1,85 V untuk  = 3000 AÅ dan 0,82 V untuk  = 4000 AÅ . Dari data-data ini,
tentukan :

BAB I : Landasan Teori Kuantum 31


a. Nilai konstanta Planck,
b. Fungsi kerja sodium dalam eV,
c. Panjang gelombang ambang untuk sodium.

16. Suatu medan magnet transversal yang menyebabkan elektron-elektron foto akan
bergerak dalam suatu lingkaran yang berjari-jari 20 cm. Cahaya yang digunakan
berpanjang gelombang 4000 AÅ dan emitternya adalah barium dengan fungsi kerja
2,5 eV. Berapakah kuat medan magnet tersebut ?

17. Fungsi kerja logam tungsten adalah 5,62 eV. (a) Berapakah panjang gelombang
ambang C bagi tungsten ? (b) Berapakah energi kinetik maksimum elektron-
elektron yang dipancarkan apabila digunakan radiasi dengan panjang gelombang
100,0 nm ? (c) Berapakah potensial henti untuk kasus ini ?

18. Tunjukkan bahwa efek fotolistrik tidak akan terjadi seandainya elektronnya bebas
(tidak terikat) !

Efek Compton

19. Foton sinar – X yang berenergi 0,3 MeV membuat tumbukan sentral dengan
elektron yang mula-mula diam. Gunakan hukum kekekalan energi dan momentum
untuk menentukan laju elektron setelah tumbukan.

20. Sinar–X dengan panjang gelombang 0,2500 nm dihambur-kan secara Compton


dan berkas hamburnya diamati pada sudut 45,0 0 relatif terhadap arah berkas
datang. Carilah : (a) panjang gelombang sinar – X hambur, (b) energi foton sinar –
X hambur, (c) energi kinetik elektron hambur, dan (d) arah gerak elektron hambur.

21. Jika energi maksimum yang diperoleh elektron dalam hamburan Compton adalah
45 keV, berapa panjang gelombang foton yang datang mula-mula ?

Teori Atom Bohr

22. Tentukan (dalam angstrom), panjang gelombang yang terpendek dan terpanjang
dari deret-deret Lyman untuk atom hidrogen !

23. Carilah panjang gelombang foton yang dipancarkan ketika atom hidrogen
mengalami transisi n = 5 ke n = 2 !
24. Atom hodrogen mengalami transisi dari suatu keadaan eksitasi ke tingkat eksitasi
10,19 eV. Dalam proses ini atom hidrogen akan memancarkan foton sebesar
4890 AÅ . Hitunglah energi ikat elektron pada tingkat eksitasi mula-mula !
25. Menurut teori Bohr, berapa kali sebuah elektron mengelilingi inti pada tingkat
energi eksitasi pertama dari hidrogen, jika waktu hidup dalam keadaan ini adalah
10-8 s ?

26. Carilah panjang gelombang transisi dari n1 = 4 ke n2 = 3 dan dari n1 = 5 ke n2 = 3.

27. Hitunglah kedua panjang gelombang terpanjang deret Balmer ion berilium
terionisasi tiga kali (Z = 5).

32 Pengantar Fisika Kuantum


BAB I : Landasan Teori Kuantum 33

Anda mungkin juga menyukai