JURUSAN FISIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2013
KEGAGALAN FISIKA KLASIK
∫ ∫
Nilai integral ini menuju ke tak terhingga. Kalau hal ini benar, tentulah
terjadi kerusakan hebat akibat adanya radiasi gelombang pendek. Itulah sebabnya
sebutan “bencana ultraviolet”. Tetapi kenyataannya tidak.
( )
3. Efek Fotolistrik
Efek Fotolistik adalah satu dari gejala lepasnya elektron dari permukaan suatu
benda. Bila seberkas cahaya (yang memenuhi syarat tertentu) jatuh pada
permukaan suatu benda maka elektron-elektron pada permukaan benda itu akan
terbebaskan dari ikatannya sehingga elektron-elektron tersebut terlepas. Begitulah
efek fotolistik. Skema eksperimen efek fotolistik diperlihatkan oleh gambar di
bawah.
Pada lempeng anoda (A) dijatuhkan seberkas cahaya. Jika berkas cahaya ini
memenuhi syarat, maka akan terjadi pelepasan elektron-elektron dari permukaan
anoda itu. Elektron elektron yang terlepas dari anoda itu mempunyai tenaga
kinetik sehingga berhamburan keberbagai arah. Elektron-elektron tersebut ada
yang sampai di katoda (K) apabila mampu mengatasi beda potensial yang
dipasang antara katoda dan anoda. Jatuhnya elektron-elektron pada permukaan
katoda menyebabkan terjadinya arus yang dapat dibaca pada Ampermeter. Arus
ini disebut fotoarus if. Beda potensial antara anoda A dan katoda diatur dengan
potensiometer P. Dengan mengatur P kita dapat mengusahakan agar tidak ada
elektron yang mampu mencapai katoda K.
Berikut adalah beberapa gejala yang teramati :
a) Arus if mengalir hampir sesaat setelah cahaya yang memenuhi “syarat”
dijatuhkan padampada permukaan anoda A, walaupun intensitas cahaya
itu cukup rendah (10−10 W/m2). Dibutuhkan waktu tidak lebih dari 10−9
detik untuk melepaskan elektron dari saat pertama kali cahaya dijatuhkan.
b) Untuk frekuensi cahaya v dan potensial V yang dipasang tetap pada suatu
nilai, arus if berbanding lurus dengan intensitas I.
dengan n adalah jumlah foton yang jatuh secara tegak lurus pada permukaan
seluas satu satuan tiap satu satuan waktu. Bila sebuah foton menabrak elektron di
permukaan anoda, maka terjadi pengalihan tenaga foton kepada elektron. Tenaga
ini dipergunakan untuk melepaskan ikatan elektron itu dengan permukaan anoda.
Jika tenaga tersebut kurang dari tenaga ikat elektron dengan permukaan anoda,
maka elektron itu tidak dapat lepas. Efek fotolistrik terjadi bila tenaga yang
diterima elektron itu cukup untuk mengatasi tenaga ikatnya dengan permukaan
anoda. Fraksi (bagian) tenaga yang digunakan untuk mengatasi ikatan elektron itu
disebut fungsi kerja . Fungsi kerja tergantung pada jenis logam anoda. Fungsi
kerja terkait dengan frekuensi ambang vo melalui
= h
Sisa tenaga setelah digunakan untuk mengatasi ikatan merupakan tenaga kinetik
maksimum elektron. Jadi, bila sebuah foton berfrekuensi ν menyerahkan
tenaganya sebesar hν kepada elektron, maka
( )
dengan ∆λ tidak sama dengan nol. Hasil ini tentu sebuah pukulan lagi bagi teori
klasik.
5. Eksperimen Frank-Hertz
Teori klasik tak mengenal konsep kuantisasi suatu besaran. Teori klasik
beranggapan bahwa semua besaran fisis bersifat kontinyu. Model atom yang
dikemukakan oleh Bohr menentang anggapan ini dengan memasukkan kuantisasi
momentum sudut. Akibatnya diperoleh aras-aras tenaga elektron pada atom.
Adanya aras-aras tenaga tersebut dibuktikan dengan eksperimen Franck-Hertz.
Susunan alatnya sebagaimana disajikan oleh gambar 6.12.
Suatu filamen digunakan untuk memanasi katoda K sehingga terjadi
pancaran termionik, yakni pancaran elektron-elektron akibat adanya pemanasan.
Elektron yang terlepas tersebut bergerak ke arah kisi yang diberi tegangan positif
lebih tinggi dari pada anoda. Pada rangkaian Gambar 6.12 itu tampak bahwa kisi
selalu memiliki potensial 0,5 volt lebih tinggai dibandingkan anoda. Elektron-
elektron itu selanjutnya menuju ke anoda. Bila elektron-elektron tersebut mampu
mencapai anoda, maka di ampermeter akan terbaca adanya arus i yang mengalir.
Sepanjang perjalanan dari katoda menuju ke kisi elektron-elektron tersebut
bertabrakkan dengan atom-atom gas yang telah dimasukkan ke dalam tabung itu.
Bila tenaga elektron diserap oleh atom-atom gas maka elektron itu bisa jadi tidak
akan mampu mengatasi beda potensial antara kisi dan anoda. Akibatnya, grafik
arus terhadap tegangan V (yakni beda potensial antara katoda dan kisi)
diperlihatkan oleh gambar 6.13. Terlihat adanya penurunan arus secara periodik.
6. Hipotesa de Broglie
Telah terbukti bahwa teori undulasi (yang mengatakan bahwa cahaya
adalah gelombang) telah secara sempurna dapat menjelaskan gejala difraksi,
interferensi, refleksi, polarisasi, dispersi dan refraksi cahaya (lihat kembali bab 2
buku ini). Sementara bagi teori kospuskuler gejala-gejala alamiah seperti itu
merupakan ganjalan yang sangat berarti, sulit bahkan gagal untuk dijelaskan.
Tetapi, sebaliknya, untuk efek fotolistrik dan efek Compton teori korpuskuler
tampak cukup memuaskan dalam memberikan penjelasannya. Kemudian,
pertanyaannya adalah yang manakah dari keduanya yang benar? Betulkah cahaya
merupakan gelombang elektromagnetik? Betulkah cahaya merupakan partikel-
partikel? Sintesa (gabungan) dua pandangan ini memunculkan padangan baru
yang dikenal sebagai paham dualisme cahaya. Paham ini mengatakan bahwa
cahaya memiliki dua aspek : aspek gelombang dan aspek partikel. Aspek
gelombang terlihat pada fenomena difraksi, interferensi, refleksi, polarisasi,
dispersi dan refraksi. Aspek partikel terlihat pada efek fotolistrik dan efek
Compton.
Pada tahun 1924, L. de Broglie mencoba melihat kemungkinan berlakunya
paham dualisme untuk partikel-partikel semisal elektron, proton, netron dan lain
sebagainya. Dalam disertasi doktornya, dia mengemukakan hipotesa tersebut. Bila
suatu partikel mempunyai momentum p, maka partikel tersebut terkait dengan
gelombang partikel yang memiliki panjang gelombang