Anda di halaman 1dari 37

Max Planck (1858 – 1947).

Warga
Jerman, karyanya dalam bidang
distribusi spectrum radiasi yang
membuka jalan ke teori
kuantum, dihargai dengan
penganugrahan hadiah Nobel
tahun 1918. Dalam tahun-tahun
terakhirnya, ia banyak menulis
tentang agama dan filsafat.

BAB I : Landasan Teori Kuantum 1


1.1. Pendahuluan

Fisika yang berkembang sampai akhir abad sembilan


belas dikenal sebagai fisika klasik dan mempunyai dua cabang
utama yaitu mekanika Newtonian dan teori medan
elektromagnetik Maxwellian. Mekanika klasik dicirikan oleh
kehadiran partikel sebagai sesuatu yang terkurung di dalam
ruang. Istilah terkurung secara sederhana dapat dikatakan
sebagai adanya batas yang jelas antara materi dan sesuatu di
luar dirinya atau lingkungannya. Fenomena yang ada dalam
mekanika klasik adalah fenomena tumbukan antara partikel
yang memungkinkan terjadinya transfer momentum dan energi.
Sedangkan medan elektromagnetik dicirikan oleh kuantitas
medan dari gelombang yang menyebar dalam ruang. Medan
tersebar di dalam ruang bagai kabut dengan ketebalan yang
berbeda-beda dan menipis sampai akhirnya benar-benar
lenyap. Batas antara ruang bermedan dan ruang tanpa medan
tidak jelas atau kabur.
Ciri utama fisika klasik adalah sifatnya yang common
sense dan deterministik.
Sampai menjelang abad kedua puluh, kedua teori
tersebut ditambah termodinamika dipandang sebagai teori
puncak (ultimate theory) yang mampu menjelaskan semua
fenomena fisika. Sedangkan secara praktis, teori-teori tersebut
telah memicu timbulnya revolusi industri.
Fisika terus berkembang dan temuan baru terus
didapatkan. Tetapi, beberapa fenomena fisis yang ditemukan di
akhir abad sembilan belas berikut ini tidak dapat dijelaskan oleh
teori klasik. Karenanya, orang mengatakan bahwa fisika klasik
mengalami krisis !

2 Fisika Kuantum
1.2. Radiasi Termal

Pertanda pertama yang menunjukkan bahwa gambaran


gelombang klasik tentang radiasi elektromagnet (yang berhasil
baik menerangkan percobaan Young dan Hertz pada abad
kesembilan belas dan dapat dianalisis secara tepat dengan
Persamaan Maxwell) tidak seluruhnya benar, tersimpulkan dari
kegagalan teori gelombang untuk menerangkan spektrum
radiasi termal yang diamati–jenis radiasi elektromagnet yang
dipancarkan oleh berbagai benda semata-mata karena
suhunya.
Objek pada suhu T1
Susunan percobaan
khasnya diperlihatkan
pada Gambar 1.1 berikut.
Sebuah objek dipertahan-
kan pada suhu T1. Radiasi
yang dipancarkan objek
kemudian diamati dengan
suatu peralatan yang peka
terhadap panjang
gelombang radiasi.
Sebagai contoh, zat
perantara dispersif
(penyebar cahaya) seperti
prisma dapat digunakan
untuk pengamatan ini
 karena panjang
gelombang berbeda yang
menembusnya akan
teramati pada sudut 
yang berbeda pula.
Gambar 1.1. Pengukuran spektrum radiasi
termal. Perangkat prisma digunakan untuk
memisahkan berbagai panjang gelombang
yang dipancarkan objek.

BAB I : Landasan Teori Kuantum 3


Dengan menggerakkan detektor radiasi ke sudut  yang
berbeda-beda, kita dapat mengukur intensitas radiasi pada
suatu titik geometris (akan sangat tidak efektif !), tetapi
mengapit suatu selang sudut d yang sempit.
Jadi yang sebenarnya yang diukur adalah jumlah radiasi dalam
selang d pada .
Besaran ini kita sebut intensitas radiant (radiant
intensity), R, sehingga hasil percobaannya adalah sederetan
nilai  berbeda yang dipilih untuk diukur. Apabila setelah
selesai, maka hasilnya akan tampak seperti pada Gambar 1.2.
Bila percobaannya kemudian diulangi tetapi dengan temperatur
yang lebih tinggi, maka akan diperoleh hasil seperti yang
tampak pada Gambar 1.2.

R () max.

 
  1250 K
 

max. 
 
  

  
  1000 K  
    
       
 
 (m)

Gambar 1.2. Hasil pengamatan intensitas radiant yang mungkin


terhadap panjang gelombang.

Dengan mengulangi percobaan ini berkali-kali, maka


dapat disimpulkan dua sifat penting dari radiasi termal berikut :
1. Intensitas radiant total terhadap seluruh rentang panjang
gelombang sebanding dengan suhu T berpangkat empat

4 Fisika Kuantum
(R ()  T 4) ; karena intensitas total tak lain adalah luas
daerah di bawah kurva-kurva intensitas radiant pada
Gambar 1.2, maka dapat dituliskan :

0
R d   T 4 (1.1)
di mana telah diperkenalkan sebuah tetapan banding .
Persamaan (1.1) ini dikenal sebagai hukum Stefan dan
tetapan banding  dikenal sebagai tetapan Stefan –
Boltzmann. Dari sejumlah percobaan seperti yang
dilukiskan pada Gambar 1.1, nilai tetapan banding 
diperoleh sebesar :
 = 5,6703 x 10-8 W/m2.K4
2. Panjang gelombang di mana masing-masing kurva
mencapai nilai maksimumnya, yang disebut maks. (walau ia
bukanlah suatu panjang gelombang maksimum), menurun
jika suhu pemancar ditingkatkan, ternyata sebanding
dengan kebalikan suhu, sehingga maks.  1/T. Dari
percobaan diperoleh bahwa nilai tetapan bandingnya
adalah :
maks.  T = 2,898 x 10-3 mK (1.2)

Hasil ini dikenal sebagai hukum Pergeseran Wien ;


“Pergeseran” merujuk kepada kenyataan bahwa puncak kurva
intensitas bergeser jika suhu berubah.

1.3. Rumusan Teoritis Radiasi Benda Hitam

Radiasi yang dipancarkan benda biasa tidak hanya


bergantung pada suhu, tetapi juga pada sifat – sifat lainnya,
seperti rupa benda, permukaannya, dan bahan pembuatnya.
Radiasinya juga bergantung pada apakah benda memantulkan
atau tidak memantulkan radiasi dari lingkungan sekitar yang
jatuh padanya. Untuk menghilangkan beberapa hambatan ini,
kita tidak akan meninjau benda biasa, melainkan yang
permukaannya sama sekali hitam (benda hitam). Jika sebuah
benda sama sekali hitam, maka cahaya yang jatuh padanya

BAB I : Landasan Teori Kuantum 5


tidak ada yang dipantulkan sehingga sifat – sifat permukaannya
dengan demikian tidak dapat teramati. Namun demikian,
perluasan ini masih belum cukup menyederhanakan persoalan
untuk memungkinkan menghitung spektrum radiasi yang
terpancarkan. Karena itu, kita memperluasnya lebih lanjut ke
suatu jenis benda hitam istimewa – sebuah rongga, misalnya
bagian dalam dari sebuah kotak logam, dengan sebuah lubang
kecil pada salah satu dindingnya. Lubang kecil itulah, bukan
kotaknya, yang berperan sebagai benda hitam. Radiasi dari luar
kotak yang menembus lubang ini akan lenyap pada bagian
dalam kotak dan kecil kemungkinan untuk keluar dari lubang
tersebut ; jadi tidak ada pantulan yang terjadi pada benda hitam
(lubang) tersebut.

1.3.1. Teori Rayleigh – Jeans

Perhitungan klasik bagi energi radiant yang dipancarkan


untuk tiap – tiap panjang gelombang sekarang terbagi menjadi
beberapa tahap perhitungan.

Kotak berisi gelombang – gelombang bediri elektromagnetik.


Jika semua didinding kotak adalah logam, maka radiasi
dipantulkan bolak–balik dengan simpul (node) medan listrik
terdapat pada tiap–tiap dinding (medan listrik haruslah nol di
dalam sebuh koduktor).

1. Jumlah gelombang berdiri dengan panjang gelombang


antara  dan  + d adalah :

8 V
N   d  (1.3)

V adalah volume kotak. Persamaan (1.3) merupakan
perluasan gelombang elektromagnetik tiga dimensi.

6 Fisika Kuantum
2. Tiap – tiap gelombang memberikan saham energi kT bagi
radiasi di dalam kotak. Hasil ini diperoleh dari
termodinamika klasik.

3. Untuk memperoleh intensitas radiant dari kerapatan energi


(energi pesatuan waktu), kalikan dengan c/4. Hasil ini juga
diperoleh dari teori elektromagnetik dan termodinamika
klasik.
Dengan menggabungkan unsur – unsur di atas, maka intensitas
radiant yang kita perkirakan adalah :
Intensitas radiant = ( jumlah gelombang per satuan volume)
X (energi per gelombang)
X (energi radiant per rapat energi)

8 c
R ,T   kT (1.4)
 4
4
Hasil ini dikenal sebagai rumus Rayleigh–Jeans. Penurunannya
menggunakan teori klasik elektromagnet dan termodinamika,
yang merupakan usaha maksimal kita dalam menerapkan fisika
klasik untuk memahami persoalan radiasi benda hitam..
R ()

max.

 
 
 
 
  
 
 (m)
Gambar 1.3. Distribusi energi radiasi klasik.

BAB I : Landasan Teori Kuantum 7


Pada Gambar 1.3, diperlihatkan perbandingan hasil
perhitungan intensitas radiasi dengan menggunakan hukum
Rayleigh–Jeans terhadap data hasil percobaan yang telah kita
bahas sebelumnya

Intensitas radiant yang dihitung dengan menggunakan


Persamaan (1.3) tampak menghampiri data percobaan untuk
daerah panjang gelombang yang panjang, tetapi pada daerah
panjang gelombang pendek, teori klasik ternyata gagal sama
sekali.

Kegagalan hukum Rayleigh–Jeans pada daerah


panjang gelombang pendek ini dikenal sebagai bencana ultra
violet (ultra violet catastrophe), yang memperlihatkan suatu
permasalahan serius yang dihadapi fisika klasik, mengingat
teori gelombang, teori elektromagnet dan termodinamika, yang
mendasari hukum Rayleigh–Jeans, telah diuji secara seksama
dalam berbagai percobaan dan didapati sangat sesuai dengan
hasil pengamatan percobaan. Untuk kasus radiasi benda hitam
ini, tampak bahwa teori klasik tidak berhasil menjelaskannya,
sehingga diperlukan suatu teori fisika yang baru.

1.3.2. Teori Max Planck

Untuk mengatasi kesulitan–ksulitan analisis klasik,


digunakan fakta bahwa gelombang elektomagnetik yang
merupaka radiasi di dalam rongga (cavity with a small aperture
– sebagai realisasi praktis konsep benda hitam), dapat
dianalisis sebagai superposisi dari karakteristik mode normal
rongga. Dalam setiap mode nomal, medan bervariasi secara
harmonis. Dengan demikian, setiap mode normal ekivalen
dengan osilator harmonik dan radiasi membentuk ensemble
osilator harmonik.

Berdasarkan pemahaman tersebut, Max Planck


mengajukan hipotesis radikal sebagai berikut :

8 Fisika Kuantum
1. Osilator di dalam benda hitam tidak memancarkan cahaya
secara kontinu melainkan hanya berubah amplitudenya –
taransisi amplitudo besar ke kecil menghasilkan emisi
cahaya sedangkan transisi dari amplitudo kecil ke besar
dihasilakan dari absorbsi cahaya.

2. Osilator hanya bisa memancarkan atau menyerap energi


dalam satuan energi yang disebut kuanta sebesar h,
dengan  adalah frekuensi osilator sedangkan h adalah
konstanta baru yang diperkenalkan oleh Max Planck.
Konstanta ini benilai h = 6.625 x 10-34 J.s.
Uraian hipotesis Planck di atas dapat dijelaskan lebih
lanjut sebagai berikut. Distribusi energi dari osilator tidak
kontinu, melainkan terkuantisasi :

E n  n h (1.5)

Dengan n bilangan bulat (1,2,3,….). Unsur utama dari


kuantisasi Persamaan (1.5), untuk frekuensi tertentu yang
diberikan maka selisih energi antara tingkat energi dua osilator
berurutan adalah :

En 1  En  n  1 h  n h  h (1.6)

Selanjutnya, kita hitung energi rata – rata setiap osilator. Fungsi


distribusi untuk osilator di dalam kotak bertemperatur T adalah
diskrit.
f n  C e  En / k T , (1.7)

Energi rata – rata osilator adalah :

(1.8)

BAB I : Landasan Teori Kuantum 9


Untuk menghitung energi rata – rata di atas, lakukan
pemisalan

(1.9a)
dan
z  ex (1.9b)

maka penyebut pers. (1.8) dapat diuraikan menjadi

 n h 


n0
e kT
 
n0
z

 1  z  z 2  ...... (1.10)

1

1 z

Sedangkan untuk menghitung pembilang Persamaan (1.8), kita


gunakan

Sehingga

(1.11)

10 Fisika Kuantum
Substitusi Persamaan (1.10) dan (1.11) ke Persamaan (1.8)
serta mengingat pemisalan (1.9a) dan (1.9b), diperoleh

z h
E  h  h / k T (1.12)
z 1 e 1

Sedangkan jumlah gelombang berdiri yang bebas dengan


frekuensi  di dalam kubus L3 per satuan volume

8  2
g    (1.13)
c3

Kerapatan foton sebagai kuanta dari osilator harmonik adalah

u  , T   g   E (1.14)

Dengan demikian
8  3
u  , T  
1
c3 hc
kT
e 1

 
 c   8    h c  1 
    4     (1.15)
 4         k T
hc

 e  1

Contoh soal 1.1 :

Tinjau sepotong bahan pada temperatur 1500 K. Misalkan


pada frekuensi relatif tinggi selisih energi antar tingkat osilator
adalah 1 eV. Hitung energi rata – rata per osilator !

BAB I : Landasan Teori Kuantum 11


Penyelesaian :
Pada temperatur 1500 K,
kT = 0,13 eV
Eo

kT
jumlah atom dalam keadaan dasar No sebanding dengan e
dengan Eo adalah energi keadaan dasar osilator. Menurut
hipotesis Planck, Eo = 0
Maka

Selanjutnya, jumlah atom dengan tingkat energi


berikutnya E1 = 1 eV adalah N1,

Dengan cara serupa, jumlah atom dengan energi E2 = 2 eV


adalah N2

Dan seterusnya.
Energi rata – rata osilator,

Contoh Soal 1.2 :


Sebuah rongga pemancar pada 6000 K mempunyai lubang
berdiameter 0,1 mm pada dindingnya. Hitunglah daya radiasi
melalui lubang tersebut untuk panjang gelombang 5500 Å
sampai dengan 5510 Å.

12 Fisika Kuantum
Penyelesaian :

Diketahui :
 = 5500 Å = 5,5 x 10-7 m
R = d / 2 = 0,1 mm / 2 = 0,05 mm = 0,05 x 10-3 m
h = 6,63 x 10-34 J.s
k = 1,38 x 10-23 J/K
 
 c   8   h c  1 
U ( )     4    h c
4     e  k T  1 
 
 
16
3,74  10

5,0  10 32 77,9
 9,60  1013 W / m 3

Luas pemancar (A) =  r2


=  (0,05 x 10-3)2 = 7,85 x 10-9 m2.
 = (5510 – 5500) Å = 10 Å = 1,0 x 10-9 m.

Daya pancar :

P = R (5500) A  = 9,60 x 1013 x 7,85 x 10-9 x 10 x 10-9 mW


= 0,00075 mW = 0,75 W.

1.4. Efek Fotolistrik

Pada tahun 1887, Heinrich Hertz melakukan eksperimen


penyinaran pelat katoda dengan aneka macam cahaya dan
sebagai hasilnya elektron-elektron dipancarkan dari pelat
katoda. Eksperimen yang lebih dikenal sebagai efek fotolistrik
ini dapat digambarkan sebagai berikut.

BAB I : Landasan Teori Kuantum 13


Katoda Anoda

Gambar 1.4. Bagan Eksperimen Efek Fotolistrik

Di dalam eksperimen ini, intensitas dan frekuensi


cahaya serta beda potensial antara kedua pelat diubah-ubah.
Laju elektron diukur sebagai arus listrik pada rangkaian luar
dengan menggunakan sebuah ammeter, sedangkan energi
kinetik elektron ditentukan dengan menggunakan sebuah
sumber potensial penghambat (retarding potential) pada anoda
sehingga elektron tidak mempunyai energi cukup untuk
“memanjati”bukit potensial yang terpasang. Secara eksperimen,
tegangan perlambat terus ditingkatkan hingga pembacaan arus
pada ammeter menurun menjadi nol. Tegangan yang
bersangkutan ini disebut potensial henti (stopping–potential) VS.
Karena elektron yang berenergi tertinggi tidak dapat melewati
potensial henti ini, maka pengukuran VS merupakan suatu cara
untuk menentukan energi kinetik maksimum elektron, Kmaks :

Kmaks = e VS (1.16)

e adalah muatan elektron. Nilai khas VS adalah dalam orde


beberapa volt saja.

14 Fisika Kuantum
Dari berbagai percobaan, kita pelajari fakta-fakta terinci
efek fotolistrik sebagai berikut.
1. Laju pemancaran elektron bergantung pada intensitas
cahaya.
2. Laju pemancaran elektron tak bergantung pada panjang
gelombang cahaya di bawah suatu panjang gelombang
tertentu ; di atas nilai ini, arus secara berangsur-angsur
menurun hingga menjadi nol pada suatu panjang
gelombang ambang (cutoff – wavelength) C. Ini biasanya
terdapat pada spektrum daerah biru dan ultraviolet.

3. Nilai C tidak bergantung pada intensitas sumber cahaya,


tetapi hanya bergantung pada jenis logam yang digunakan
sebagai permukaan fotosensitif. Di bawah C, sebarang
sumber cahaya, selemah apapun, akan menyebabkan
terjadinya pemancaran fotoelektron; di atas C, tidak satu-
pun cahaya, sekuat apapun, yang dapat menyebabkan
terjadinya pemancaran fotoelektron.
4. Energi kinetik maksimum elektron yang dipancarkan tidak
bergantung pada intensitas cahaya, tetapi hanya ber-
gantung pada frekuensi atau panjang gelombangnya; energi
kinetik ini didapati bertambah secara linier terhadap
frekuensi sumber cahaya.
5. Apabila sumber cahaya dinyalakan, arus akan segera
mengalir (dalam selang waktu  10-9 s).

Marilah kita perhatikan terlebih dahulu bagaimana


analisis teori gelombang cahaya gagal menjelaskan fakta-fakta
efek fotolistrik ini. Menurut teori gelombang cahaya, sebuah
atom akan menyerap energi dari gelombang elektromagnetik
datang yang sebanding dengan luasnya yang menghadap ke
gelombang datang. Sebagai tanggapan terhadap medan listrik
gelombang, elektron-elektron akan bergetar, hingga tercapai
cukup energi untuk melepaskan sebuah elektron dari ikatan
dengan atomnya. Penambahan kecerahan (intensitas) dari
sebuah sumber cahaya memperbesar laju penyerapan energi,
karena medan listriknya bertambah, yang sesuai dengan hasil

BAB I : Landasan Teori Kuantum 15


pengamatan percobaan. Tetapi, penyerapan ini terjadi pada
semua panjang gelombang, sehingga keberadaan panjang
gelombang ambang sama sekali bertentangan dengan
gambaran gelombang cahaya. Pada panjang gelombang yang
lebih besar dari panjang gelombang ambang C pun, teori
gelombang mengatakan bahwa seharusnya masih mungkin
bagi suatu gelombang elektromagnetik memberikan energi
yang cukup guna melepaskan elektron.
Kita dapat menaksir secara kasar yang diperlukan
sebuah atom untuk menyerap energi secukupnya guna
melepaskan sebuah elektron. Sebagai sumber cahaya kita pilih
sebuah laser berintensitas sedang, seperti laser Helium – Neon
yang telah kita kenal di laboratorium. Keluaran daya yang
dihasilkan laser jenis ini, paling tinggi 10 -3 W, yang penampang
berkasnya terbatasi pada luas sekitar beberapa millimeter
persegi (10-5 m2). Diameter khas atom adalah dalam orde 10-10
m, jadi luasnya dalam orde 10-20 m2. Karena itu, fraksi intensitas
sinar laser yang jatuh pada atom adalah sekitar 10 -20 m2/10-5 m2
 10-15. Jadi, hanya 10-18 W=10-18 J/s  6 eV/s daya yang dapat
diserap atom, dan untuk menyerap energi sebanyak beberapa
eV diperlukan waktu sekitar satu detik. Dengan demikian,
menurut teori gelombang cahaya, kita memperkirakan tidak
akan melihat fotoelektron terpancarkan hingga beberapa detik
setelah sumber cahaya dinyalakan; dalam eksperimen
diperoleh bahwa berkas fotoelektron pertama dipancarkan
dalam selang waktu 10 -9 s.
Dengan demikian, teori gelombang cahaya gagal
meramalkan keberadaan panjang gelombang ambang dan
waktu tunda (delay – time) yang teramati dalam eksperimen.
Teori efek fotolistrik yang benar barulah dikemukakan
Einstein pada tahun 1905. Teorinya ini didasarkan pada
gagasan Planck tentang kuantum energi, tetapi ia
mengembangkannya satu langkah lebih ke depan. Einstein
menganggap bahwa kuantum energi bukanlah sifat istimewa
dari atom-atom rongga radiator, tetapi merupakan sifat radiasi
itu sendiri. Energi radiasi elektromagnetik bukannya diserap
dalam bentuk aliran kontinyu gelombang, melainkan dalam

16 Fisika Kuantum
buntelan diskrit kecil atau kuanta, yang kita sebut foton. Sebuah
foton adalah satu kuantum. Energi elektromagnet yang diserap
atau dipancarkan, dan sejalan dengan usulan Planck, tiap-tiap
foton dari radiasi berfrekuensi  memiliki energi.
E=h (1.17)

di mana h adalah konstanta Planck. Dengan demikian, foton-


foton berfrekuensi tinggi memiliki energi yang lebih besar–
energi foton cahaya biru lebih besar daripada energi foton
cahaya merah. Karena suatu gelombang elektromagnet klasik
berenergi U memiliki momentum p = U/c, maka foton haruslah
pula memiliki momentum, dan sejalan dengan rumusan klasik,
momentum sebuah atom berenergi E adalah:
E
p (1.18)
c
Dengan menggabungkan Persamaan (1.17) dan
Persamaan (1.18) diperoleh hubungan langsung berikut antara
panjang gelombang dan momentum foton :
h
p (1.19)

Teori Einstein segera terbukti dapat menjelaskan fakta
efek fotolistrik yang diamati. Andaikanlah kita menganggap
bahwa sebuah elektron terikat dalam logam dengan energi W,
yang dikenal sebagai fungsi kerja (work–function). Logam yang
berbeda memiliki fungsi kerja yang berbeda pula. Untuk
mengeluarkan sebuah elektron dari permukaan suatu logam,
kita harus memasok energi sekurang-kurangnya sebesar W.
Jika h < W, tidak terjadi efek fotolistrik ; jika h < W, maka
elektron akan terpental keluar dan kelebihan energi yang
dipasok berubah menjadi energi kinetik elektron. Energi kinetik
maksimum KMaks yang dimiliki elektron yang terpental keluar
dari permukaan logam adalah :

K maks  h  W (1.20)

BAB I : Landasan Teori Kuantum 17


Untuk elektron yang berada jauh di bawah permukaan logam,
dibutuhkan energi yang lebih besar daripada W dan beberapa
di antaranya keluar dengan energi kinetik yang lebih rendah.
Sebuah foton yang memasok energi sebesar W, yang
adalah tepat sama dengan energi yang dibutuhkan untuk
melepaskan sebuah elektron, berkaitan dengan cahaya yang
panjang gelombangnya sama dengan panjang gelombang
pancung C. Pada panjang gelombang ini, tidak ada kelebihan
energi yang tersisa bagi energi kinetik fotoelektron, sehingga
Persamaan (1.20) dapat disederhanakan menjadi :
hc
W  h  (1.21)
C
dan dengan demikian:
hc
C  (1.22)
W
Karena kita memperoleh satu fotoelektron untuk setiap foton
yang terserap, maka peningkatan intensitas sumber cahaya
akan berakibat semakin banyak fotoelektron yang dipancarkan,
namun demikian semua fotoelektron ini akan memiliki energi
kinetik yang sama, karena semua foton memiliki energi yang
sama.
Terakhir, waktu tunda sebelum terjadi pemancaran
fotoelektron diperkirakan singkat–begitu foton pertama diserap,
arus fotolistrik akan mulai mengalir.
Jadi, semua fakta eksperimen efek fotolistrik sesuai
dengan perilaku kuantum dari radiasi elektromagnet. Robert
Millikan memberikan bukti yang lebih meyakinkan tentang
kesesuaian ini dlam serangkaian percobaan yang dilakukannya
pada tahun 1915.

Contoh Soal 1.3 :


Fungsi kerja logam tungsten adalah 4,52 eV. (a) Berapakah
panjang gelombang ambang C bagi tungsten ? (b) Berapakah
energi kinetik maksimum elektron-elektron yang dipancarkan
apabila digunakan radiasi dengan panjang gelombang
200,0 nm ? (c) Berapakah potensial henti untuk kasus ini ?

18 Fisika Kuantum
Penyelesaian :
(a) Dari Persamaan (1.22) diperoleh
h c 1240 eV  nm
C    274 nm
W 4,53 eV
yang berada dalam daerah ultraviolet.
(b) Pada panjang gelombang yang lebih pendek, berlaku
hc
K maks  h  W  W

1240 eV  nm
  4,52 eV
200 nm
 1,68 eV
(c) Potensial hentinya tidak lain adalah tegangan yang
berkaitan dengan Kmaks,
K maks 1,68 eV
VS    1,68 V
e e

1.5. Efek Compton

Cara lain radiasi berinteraksi dengan atom adalah


melalui efek Compton, di mana radiasi dihamburkan oleh
elektron hampir bebas yang terikat lemah pada atomnya.
Sebagian energi radiasi diberikan kepada elektron, sehingga
terlepas dari atom; energi radiasi yang tersisa diradiasikan
kembali sebagai radiasi elektromagnet. Menurut gambaran
gelombang, energi radiasi yang dipancarkan itu lebih kecil
daripada energi radiasi yang datang (selisihnya berubah
menjadi energi kinetik elektron), namun panjang gelombang
keduanya tetap sama. Kelak akan kita lihat bahwa konsep foton
meramalkan hal yang berbeda bagi radiasi yang dihamburkan.
Proses hamburan ini dianalisis sebagai suatu interaksi
(“tumbukan”, dalam pengertian partikel secara klasik) antara
sebuah foton dengan sebuah elektron, yang kita anggap diam.
Gambar 1.5 menunjukkan peristiwa tumbukan ini.

BAB I : Landasan Teori Kuantum 19


Foton hambur
E’ , p’

Foton datang



E, p

Ee , pe
Elektron hambur

Gambar 1.5. Geometri hamburan Compton

Pada keadaan awal, foton memiliki energi E yang


diberikan oleh
hc
E  h  (1.23)

dan momentumnya adalah

E
p  (1.24)
c

Elektron, pada keadaan diam, memiliki energi diam me c 2.


Setelah hamburan foton memiliki energi E’ dan momentum p’
dan bergerak pada arah yang membuat sudut  terhadap arah
foton datang. Elektron memiliki energi total Ee dan momentum
pe dan bergerak pada arah yang membuat sudut  terhadap
foton datang. (agar analisisnya mencakup pula foton datang
berenergi–tinggi yang memberikan energi sangat besar pada
elektron yang dihamburkan maka kita membuat kinematika

20 Fisika Kuantum
relativistik bagi elektron). Dalam interaksi ini berlaku
persyaratan kekekalan energi dan momentum, yaitu :

Eawal  Eakhir
E  me c 2  E '  Ee (1.25a)
 p x  awal   p x akhir
p  pe cos   p ' cos  (1.25b)
p y awal   p y akhir
0  pe sin   p ' sin  (1.25c)

Kita mempunyai tiga Persamaan dengan empat besaran tidak


diketahui, (,  , Ee, E ‘ ; pe dan p ‘ saling bergantungan) yang
tidak dapat dipecahkan untuk memperoleh jawaban tunggal.
tetapi kita dapat menghilangkan (eliminasikan) dua dari
keempat besaran ini dengan memecahkan Persamaannya
secara serempak. Jika kita memilih untuk mengukur energi dan
arah foton hambur, maka kita menghilangkan Ee dan . Sudut 
dihilangkan dengan menggabungkan Persamaan – Persamaan
momentum :
pe cos   p  p ' cos 
pe sin   p ' sin 
Kuadratkan dan kemudian jumlahkan, memberikan :

pe2  p 2  2 pp ' cos   p ' 2 (1.26)

Dengan menggunakan hubungan reltivistik antara energi dan


momentum :
Ee2  c 2 pe2  me2 c 4

maka dengan meyisipkan Ee dan pe, kita peroleh


E  m ce
2
 E '   c 2  p 2  2 pp ' cos   p '2   me2 c 4
2
(1.27)

BAB I : Landasan Teori Kuantum 21


dan lewat sedikit aljabar, kita dapati

1 1
 
1
1  cos   (1.28)
E E me c 2
'

Persamaan (1.28) dapat pula dituliskan sebagai berikut :

'   
h
1  cos   (1.29)
me c
 adalah panjang gelombang foton datang dan ’ panjang
gelombang hambur. Besaran h / mec dikenal sebagai panjang
gelombang Compton dari elektron yang memiliki nilai
0,002426 nm; namun perlu diingat bahwa ini bukanlah suatu
panjang gelombang dalam arti sebenarnya, melainkan semata
– semata suatu perubahan panjang gelombang.
Persamaan (1.28) dan (1.29) memberikan perubahan
dalam energi atau panjang gelombang foton, sebagai fungsi
dari sudut hamburan . Karena besaran di ruas kanan tidak
pernah negatif, maka E’ selalu lebih kecil daripada E – foton
hambur memiliki energi yang lebih kecil daripada foton datang ;
selisih E–E’ adalah energi kinetik yang diberikan kepada
elektron, (Ee – mec2). Begitu pula, ’ selalu lebih kecil daripada
 -foton hambur memiliki panjang gelombang yang lebih
panjang daripada milik foton datang; perubahan panjang ini
merentang dari 0 pada  = 00 hingga dua kali panjang
gelombang Compton pada  = 1800. Tentu saja deskripsi foton
dalam energi dan panjang gelombang adalah setara, dan
pilihan mengenai mana yang digunakan hanyalah masalah
kemudahan belaka.
Peragaan eksperimen pertama dari jenis hamburan ini
dilakukan oleh Arthur Holly Compton pada tahun 1923. Pada
percobaan ini seberkas sinar–X dijatuhkan pada suatu sasaran
hamburan, yang oleh Compton dipilih unsur karbon. (Meskipun
tidak ada sasaran hamburan yang mengandung elektron yang
benar-benar bebas, elektron terluar atau elektron valensi dalam

22 Fisika Kuantum
kebanyakan materi terikat sangat lemah pada atomnya
sehingga berperilaku seperti elektron hampir “bebas”. Energi
kinetik elektron ini dalam atom sangatlah kecil dibandingkan
terhadap energi kinetik Ke yang diperoleh elektron dalam
proses hamburan ini). Energi dari sinar–X yang terhambur
diukur dengan sebuah detektor yang dapat berputar pada
berbagai sudut  .

Contoh 1.4 :
Sinar–X dengan panjang gelombang 0,2400 nm dihamburkan
secara Compton dan berkas hamburnya diamati pada sudut
60,00 relatif terhadap arah berkas datang. Carilah : (a) panjang
gelombang sinar – X hambur, (b) energi foton sinar – X hambur,
(c) energi kinetik elektron hambur, dan (d) arah gerak elektron
hambur.
Penyelesaian :

(a) ’ dapat dicari secara langsung dari Persamaan (1.29) :


' 
h
1  cos  
me c

 0,2400 nm  0,00243 nm 1  cos 60 0 
 0,2412 nm
(b) Energi E ‘ dapat diperoleh langsung dari  ‘ :

h c 1240 eV  nm
E'    5141 eV
' 0.2412 nm
(c) Dari Persamaan (1.25a) bagi kekekalan energi, diperoleh

Ee  E  E '  me c 2  K e  me c 2
Ke  E  E '
hc
Energi E dari foton awal adalah :  5167 eV , jadi

BAB I : Landasan Teori Kuantum 23


K  5167 eV  5141 eV  26 eV
(d) Dengan memecahkan Persamaan (1.25b) dan (1.25c) untuk
pe cos  dan pe sin  seperti yang kita lakukan untuk
menurunkan Persamaan (1.26), maka dengan membagi
keduanya (bukannya menjumlahkan dan mengalikan),
diperoleh
p ' sin 
tan  
p  p ' cos 

kalikan penyebut dan pembilangnya dengan c, dan


mengingat bahwa E = pc dan E ‘ = p ‘c, diperoleh

tan  
E ' sin 

 
5141 eV  sin 60 0 

E  E ' cos  5167 eV   5141 eV  cos 60 0 
= 1,715
 = 59,70.

1.6. Teori Atom Bohr

Setelah Rutherford mengemukakan bahwa massa dan


muatan positif atom terhimpun pada suatu daerah kecil di
pusatnya, fisikawan Denmark, Niels Bohr, pada tahun 1913
mengemukakan bahwa atom ternyata mirip sistem planet mini,
dengan elektron-elektron mengedari inti atom seperti planet-
planet mengedari matahari. Dengan alasan yang sama bahwa
sistem tata surya tidak runtuh karena tarikan gravitasi antara
matahari dan tiap planet, atom juga tidak runtuh karena tarikan
elektrostatik Coulomb antara inti atom dan tiap elektron. Dalam
kedua kasus ini, gaya tarik berperan memberikan percepatan
sentripetal yang dibutuhkan untuk mempertahankan gerak edar.
Untuk sederhananya, kita tinjau atom hidrogen yang
terdiri dari satu elektron yang mengedari sebuah inti atom
dengan bermuatan positif satuan, seperti pada Gambar 1.6
berikut.

24 Fisika Kuantum
-e
v
F

+ Ze
r

Gambar 1.6. Model Atom Bohr


(Z = 1 bagi hidrogen)

Jari-jari orbit lingkarannya adalah r, dan elektron (bermassa m)


bergerak dengan laju singgung tetap v. Gaya tarik Coulomb
v2
berperan memberikan percepatan sentripetal : ,
r
jadi
1 q1 q 2 1 e2 m v2
F    (1.30)
4  o r2 4  o r 2 r

Dengan mengutak-atik Persamaan di atas, dapat diperoleh


energi kinetik elektron (dengan anggapan inti atom diam),

1 1 e2
K  mv2   (1.31)
2 8  o r

Energi potensial sistem elektron–inti adalah energi potensial


Coulomb :
1 e2
V  (1.32)
4  0 r

Dengan demikian, energi total sistem adalah:

BAB I : Landasan Teori Kuantum 25


1 e2 1 e2
E  K V  
8  0 r 4  0 r
1 e2
E (1.33)
8  0 r

Sejauh ini kita telah mengabaikan salah satu kesulitan


utama yang berhubungan dengan model ini. Fisika klasik
meramalkan bahwa sebuah muatan listrik yang mengalami
percepatan, seperti elektron yang mengorbit dalam model ini,
harus meradiasikan energi elektromagnetik secara kontinu.
Ketika energi ini dipancarkan, energi totalnya menurun, dan
elektron akan berspiral menuju inti atom sehingga inti atom
akhirnya runtuh. Untuk mengatasi kesulitan ini, Bohr
mengusulkan gagasan keadaan “mantap stasioner”–yaitu
keadaan gerak tertentu dalam mana elektron tidak meradiasi-
kan energi elektromagnet. Dari sini Bohr menyimpulkan bahwa
dalam keadaan ini momentum sudut orbital elektron bernilai
kelipatan bulat dari ħ.
Vektor momentum sudut dalam fisika klasik didefinisikan
sebagai l = r x p. Untuk momentum sudut elektron yang
beredar mengelilingi inti atom, r tegak lurus p, sehingga kita
dapat menyederhanakannya menjadi : l = r p = m v r. Jadi
postulat Bohr adalah

mv r  n (1.34)

di mana n adalah sebuah bilangan bulat (n = 1, 2, 3, ….).


Dengan menggunakan pernyataan ini dan hubungan (1.31)
bagi energi kinetik,

2
1 1  n  1 e2
2

mv  m    (1.35)
2 2  m r  8  o r

kita peroleh deretan nilai jari-jari r yang diperkenankan, yaitu :

26 Fisika Kuantum
4  o  2 2
rn  n  ao n 2 ((1.36)
m e2

di mana didefinisikan jari-jari Bohr ao,

4  o  2
ao   0,0529 nm (1.37)
m e2
Hasil penting ini ternyata berbeda sekali dari yang kita
perkirakan menurut fisika klasik. Sebuah satelit dapat
ditempatkan dalam orbit Bumi pada sebarang jari-jari orbit
dengan mendorongnya ke ketinggian memadai dan kemudian
memberikannya laju singgung yang tepat. Sedangkan bagi orbit
elektron, hal ini tidak berlaku–karena hanya jari-jari orbit
tertentu saja yang perkenankan oleh model Bohr. Jari-jari orbit
elektron hanya dapat bernilai ao, 4ao,9ao,16ao, dan seterusnya,
tidak pernah bernilai 3ao atau 5,3 ao.
Dengan menggabungkan pernyataan r yang kita peroleh
di atas dengan Persamaan (1.33), diperoleh
m e4 1
E  (1.38)
32   
n 2 2 2
o n2
Jelas n pada eergi E mencirikan tingkat energi. Dengan
menghitung semua nilai tetapannya, diperoleh
13,6 eV
E n  (1.39)
n2

n= E=0
n=4 E = - 0,8 eV

n=3 E = - 1,5 eV

n=2 E = - 3,4 eV

BAB I : Landasan Teori Kuantum 27


Semua tingkat energi ini ditunjukkan secara skematis
pada Gambar 1.7. Jadi energi elektron terkuantisasikan–
artinya, hanya nilai-nilai energi tertentu yang diperkenankan,
seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1.7.
Pada tingkat terendahnya, dengan n = 1, elektron
memiliki energi E1 = - 13,6 eV dan beredar dengan jari-jari edar
sebesar 0,0529 nm. Ini adalah keadaan dasar. Semua keadaan
yang lebih tinggi (n = 2 dengan E2 = - 3,4 eV, n = 3 dengan
E3 = - 1,5 eV, dan seterusnya) adalah keadaan eksitasi.
Apabila elektron dan inti atom terpisah jauh sekali, yaitu
untuk n = , maka kita peroleh E = 0. Jadi kita dapat memulai
dengan elektron dan inti atom yang berjarak pisah takhingga
dan kemudian elektronnya kita dekatkan ke inti hingga ia
berada pada garis edar dalam suatu keadaan tertentu n.
Karena keadaan ini memiliki energi yang lebih kecil daripada
energi awal E = 0, maka kita “peroleh” tambahan jumlah energi
sebesar En. Sebaliknya, jika memiliki sebuah elektron dalam
keadaan n, maka elektronnya dapat kita bebaskan dari
“intinya” dengan memasok energi sebesar En. Energi ini dikenal
sebagai energi ikat keadaan n. jika energi yang kita pasok
pada elektron itu melebihi En, maka kelebihan energi ini akan
muncul sebagai energi kinetik elektron yang kini bebas.
Energi eksitasi suatu keadaan eksitasi n adalah energi
di atas keadaan dasar, En – E1. Jadi, keadaan eksitasi pertama
(n = 2) memiliki enegi eksitasi sebesar :
  3,4 eV  13,6 eV 
 10,2 eV
keadaan eksitasi kedua memiliki energi eksitasi 12,1 eV, dan
seterusnya.

Bahasan kita tentang barbagai spektrum pancar dan


serap atom hydrogen, dan model Bohr di atas tidaklah lengkap
tanpa pemahaman mengenai terjadinya semua spektrum ini.
Bohr mempustulatkan bahwa meskipun elektron tidak
memancarkan radiasi elektromagnet ketika beredar pada suatu
tingkat tertentu, ia dapat berpindah dari satu tingkat ke tingkat
yang lain yang lebih rendah.

28 Fisika Kuantum
Pada tingkat yang lebih rendah, energi yag dimiliki elektron
lebih rendah daripada di tingkat sebelumnya. Beda energi ini
muncul sebagai sebuah kuantum radiasi berenergi h yang
sama besar dengan beda energi antara kedua tingkat tersebut.
Artinya, jika elektron melompat dari n = n1 ke n = n2, seperti
pada Gambar 1.8 berikut,

n = n1
h

n = n2

Gambar 1.8. Sebuah elektron melompat dari


keadaan n1 ke keadaan n2, dan memancarkan
radiasi elektromagnet (sebuah foton cahaya)

maka akan terpancar sebuah foton dengan energi :

h  En1  En 2 (1.40)
atau
m e4 1 1 
  2  2  (1.41)
64     n2
3 2
o
3
n1 

Jadi panjang gelombang radiasi yang dipancarkan adalah

64  3  o2  3 c
c  n12 n22 
   2 
2 
 m e4  n1  n2 

BAB I : Landasan Teori Kuantum 29


1  n12 n22 
  2  (1.42)
 n1  n2
2
R 

Tetapan R, yang dikenal sebagai tetapan Rydberg, bernilai


1,0973731 x 10 – 7 m -1.

Contoh 1.5.
Carilah panjang gelombang transisi dari n1 = 3 ke n2 = 2 dan
dari n1 = 4 ke n2 = 2.

Peyelesaian :
Persamaan (142) memberikan

1  32 2 2 
   2   656,1 nm
2 
1,0973731  10 7  3  2 
dan
1  42 22 
   2   486,0 nm
2 
1,0973731  10 7 4  2 

Hasil dari kedua contoh di atas dekat sekali dengan


kedua panjang gelombang terpanjang deret Balmer. Dan
memang, jika kita menghitung panjang gelombang untuk
berbagai transisi dari n1 ke n2 = 2, diperoleh

 n12 
  364,5 nm  2 
 n1  4 

satuan  adalah dalam nm dan n hanya bernilai bulat mulai dari


3. Rumus ini sekarang dikenal sebagai rumus Balmer dan
deretan garis spektrum yang cocok dengannya disebut deret
Balmer. Panjang gelombang 364,5 nm, yang berhubungan
dengan n  , disebut batas deret. Dengan segera ditemukan
bahwa semua kelompok garis spektrum dalam spektrum

30 Fisika Kuantum
hydrogen dapat dicocokkan dengan rumus serupa sebagai
berikut.
 n2 
   lim it  
2 
(1.43)
 n  n0 
2

dengan limit adalah panjang gelombang deret batas yang


sesuai, dengan n mengambil nilai bulat mulai dari n0 + 1 (untuk
deret Balmer, n0 = 2). Deret lainnya sekarang dikenal sebagai
deret Lyman (n0 = 1), Paschen (n0 = 3), Bracket (n0 = 4), dan
Pfund (n0 = 5).
Ciri menarik lainnya dari panjang gelombang spektrum
hydrogen terangkum dalam azas Ritz (Ritz Combination
Principle). Jika kita ubah panjang gelombang spektrum pancar
hydrogen ke dalam frekuensi, kita jumpai sifat menarik berikut :
jumlah sepasang frekuensi tertentu memberikan frekuensi lain
yang juga terdapat dalam spektrum hydrogen.
Dengan demikian, setiap model atom hydrogen yang
berhasil haruslah dapat menerangkan keteraturan aritmetik
yang menarik ini dalam berbagai spektrum pancarnya.
Jadi kita melihat bahwa semua transisi yang dicirikan
sebagai deret Balmer adalah yang dari semua tingkat lebih
tinggi ke tingkat n = 2. Pencirian serupa dapat pula dilakukan
bagi deret transisi lainnya.
Rumus Bohr juga menerangkan azas gabung Ritz.
Marilah kita tinjau transisi dari suatu keadaan n3 ke keadaan n2,
yang kemudian disusul dengan transisi dari n2 ke n1. Dengan
menggunanakan Persamaan (1.41) bagi kasus ini, diperoleh

 1 1 
 n3  n 2  c R  2
 2 
 n3 n2 
 1 1 
 n 2  n1  c R  2  2 
 n2 n1 
dengan demikian

BAB I : Landasan Teori Kuantum 31


 1 1   1 1 
 n3  n 2   n 2  n1  c R   2
 2    2  2 
 n3 n2   n2 n1 
 1 1 
 c R   2  2 
 n3 n1 

Tetapi ini tidak lain daripada frekuensi sebuah foton yang


dipancarkan dalam transisi langusung dari n3 ke n1, jadi

 n3  n 2   n 2  n1   n3  n1

Dengan demikian, model Bohr taat azas dengan azas gabung


Ritz. (Karena frekuensi sebuah foton yang dipancarkan
berhubungan dengan energinya melalui hubungan E = h,
maka penjumlahan frekuensi di atas sama dengan penjumlahan
energi. Dengan demikian, kita dapat menyatakan kembali azas
gabung Ritz dalam ungkapan energi. Energi sebuah foton yang
dipancarkan dalam transisi dari suatu tingkat ke tingkat lain
dengan melewati satu atau beberapa tingkat antara adalah
sama dengan jumlah energi transisi bertahap dari masing-
masing tingkat berurutan).
Dengan meninjau ulang penurunan teori Bohr, kita
dapati bahwa muatan inti atom hanya muncul pada satu tempat
– yaitu dalam pernyataan bagi gaya elektrostatik antara inti
atom dan elektron, Persamaan (1.30). Jika muatan inti atom
adalah Ze, gaya Coulomb yang bekerja pada elektron adalah

1 Z e2
F  (1.44)
4  o r2

Jadi, faktor e 2 semula, kini diganti dengan Ze 2. Dengan


melakukan penyisipan ini pada hasil akhir, diperoleh bahwa jari-
jari edar yang diperkenankan adalah :

32 Fisika Kuantum
4   o  2 2 ao n 2
rn  n  (1.45)
Z m e2 Z

dan energinya menjadi

E 

m Z e2 
2
1 Z2
 13,6 eV  2 (1.46)
32  2  o2  2 n 2
n
n

Jadi garis edar pada atom dengan nilai Z yang lebih tinggi,
letaknya lebih dekat ke inti atom, dan memiliki energi yang lebih
besar (negatif) ; yang berarti bahwa elektronnya terikat lebih
kuat pada inti atomnya.

Contoh 1.6.
Hitunglah kedua panjang gelombang terpanjang deret Balmer
ion berilium terionisasi tiga kali (Z = 4).

Penyelesaian :
Karena semua radiasi deret Balmer berakhir pada tingkat n = 2,
kedua panjang gelombang terpanjang tersebut adalah radiasi
yang berkaitan dengan transisi n = 3  n = 2, dan n = 4 
n = 2. Energi dan panjang gelombang radiasi yang
bersangkutan adalah

2 1 1
E3  E2   13,6 eV  4     30,2 eV
9 4

h c 1240 eV . nm
   41,0 nm
E 30,2 eV

BAB I : Landasan Teori Kuantum 33


2  1 1
E4  E2   13,6 eV  4     40,8 eV
 16 4 

h c 1240 eV . nm
   30,4 nm
E 40,8 eV

kedua radiasi ini berada dalam daerah ultraviolet.

1.7. Prinsip Korespondensi

Telah kita lihat bahwa model Bohr memungkinkan kita


untuk menghitung panjang gelombang berbagai transisi dalam
atom hydrogen yang kesesuaiannya dengan panjang
gelombang yang diamati dalam berbagai spektrum pancar dan
serap sangatlah mengesankan. Namun, untuk memperoleh
kesesuaian ini, Bohr “terpaksa” harus mengajukan dua postulat
yang merupakan suatu loncatan yang radikal dari fisika klasik.
Terutama postulat yang mengatakan bahwa sebuah elektron
dalam model atom Bohr, yang mengalami percepatan sewaktu
beredar dalam garis edar lingkaran, tidak meradiasikan energi
elektromagnet (kecuali ia berpindah ke garis edar lainnya). Ini
melanggar hokum fisika klasik, yang mengatakan bahwa
sebuah partikel bermuatan meradiasikan energi elektromagnet
bila mengalami percepatan. Perhatikan bahwa di sini kita
melakukan suatu hal yang sangat berbeda dari yang kita
lakukan dalam kajian mengenai teori relativitas khusus. Teori
relativitas khusus menyatakan bahwa energi kinetic dalam
bentuk K = E – Eo, sedangkan fisika klasik memberi bentuk
yang berbeda K = ½ m v 2 ; tetapi telah ditunjukkan bahwa E –
Eo tersederhanakan menjadi ½ m v 2 apabila v << c. Jadi, kedua
pernyataan ini sebenarnya tidaklah terlalu berbeda – yang satu
merupakan hal khusus dari yang lainnya. Dilema yang
berkaitan dengan elektron yang dipercepat bukanlah semata-
mata persoalan fisika atom (sebagai satu contoh dari fisika

34 Fisika Kuantum
kuantum) sebagai suatu hal khusus dari fisika klasik, melainkan
apakah elektron yang dipercepat meradiasikan energi
elektromagnet atau tidak !!! Dilema ini dipecahkan oleh Bohr
dengan mengajukan azas persesuaian (Correspondence –
Principle), yang mengatakan bahwa hukum fisika klasik hanya
berlaku dalam ranah klasik, sedangkan hokum fisika kuantum
berlaku dalam ranah atom ; pada ranah di mana keduanya
bertumpah tindih, kedua himpunan hokum fisika itu harus
memberikan hasil yang sama.
Mari kita lihat bagaimana azas ini dapat diterapkan pada
atom Bohr. Menurut fisika klasik, sebuah partikel bermuatan
listrik yang bergerak sepanjang sebuah lingkaran meradiasikan
gelombang elektromagnet dengan frekuensi yang sama
dengan frekuensi gerak melingkarnya. Untuk gerak edar
elektron dalam atom, periode gerak melingkar adalah jarak
tempuh satu gerak edar, 2  r, dibagi dengan laju edar
2K
v , dengan K adalah energi kinetik. Jadi, dengan
m
menggunakan pernyataan (1.31) bagi energi kinetik, periode T
diberikan oleh

2 r  r   2m  8  o r 
T   (1.47)
2K / m e

Karena frekuensi  adalah kebalikan dari periode T, maka

1 e
  (1.48)
T 16  3  0 m r 3

Dengan menggunakan pernyataan (1.36) bagi jari-jari orbit


yang diperkenankan, diperoleh
m e4 1
  (1.49)
32   
n 2 2 2
o n3

BAB I : Landasan Teori Kuantum 35


Sebuah elektron “klasik” yang bergerak dalam orbit lingkaran
berjari-jari rn akan meradiasikan gelombang elektromagnet
dengan frekuensi n ini.
Jika kita perbesar jari-jari atom Bohr menjadi sangat
besar mulai dari objek berukuran – kuantum (10-10 m) hingga ke
ukuran laboratorium (10-3 m), dapatlah kita harapkan bahwa
atomnya berperilaku secara klasik. Karena jari-jari bertambah
dengan pertambahan n seperti n2, kita harapkan bahwa untuk n
pada rentang 103 – 104, atomnya berperilaku secara klasik.
Karena itu, marilah kita hitung frekuensi radiasi yang
dipancarkan oleh atom yang demikian apabila elektron
meloncat turun dari orbit n ke n – 1. Menurut Persamaan (1.41),
frekuensinya adalah

m e4  1 1 
   
64  3  o2  3  n  12 n12 

m e4  2n  1 
   (1.50)
64  3  o2  3  n 2 n  12 

Jika n besar sekali, kita dapat hampiri n – 1 dengan n dan


2n – 1 dengan 2n, yang memberikan

m e4  2n 
   
64     n 4
3 2
o
3

m e4  1 
 
3 2 3  3
 (1.51)
64   o   n 

Ini identik dengan Persamaan (1.49) bagi frekunesi klasik.


Elektron “klasik” berspiral secara mulus menuju inti atom,
sambil meradiasi dengan frekuensi yang diberikan oleh
Persamaan (1.49), sedangkan elektron “kuantum” meloncat dari
orbit n ke (n – 1) dan kemudian ke orbit (n – 2), dan seterusnya,

36 Fisika Kuantum
meradiasi dengan frekuensi yang diberikan oleh Persamaan
(1.51).
Dalam rentang n besar, di mana fisika klasik dan
kuantum bertumpang – tindih, pernyataan kuantum dan klasik
bagi frekuensi radiasi keduanya identik. Ini adalah salah satu
contoh penerapan azas persesuaian Bohr. Penerapan azas ini
tidak hanya berlaku bagi atom Bohr. Azas ini juga penting
dalam memahami bagaimana kita beranjak dari ranah di mana
berlaku hokum-hukum fisika klasik ke ranah di mana berlaku
hokum-hukum fisika kuantum.

***************************
***************

BAB I : Landasan Teori Kuantum 37

Anda mungkin juga menyukai