Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sejumlah jenis zat gizi memegang peranan dalam pembentukan darah merah
(hemopoiesis). Hanya anemia defisiensi zat besi (Fe) yang mempunyai cakupan
yang sangat luas di Indonesia dan akan dibahas lebih lanjut di makalah ini yang
berjudul “Anemia Defisiensi Besi”.
Di perkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50%
penderita ini adalah anemia defesiensi besi ( ADB) dan terutama pada bayi, anak
sekolah, ibu hamil dan menyusui. Penelitian di indonesia mendapatkan prevalensi
ADB pada anak balita sekitar 30-40%, pada anak sekolah 25-35% dan sisanya
adalah orang remaja dan dewasa, sedangkan hasil SKRT 1992 prevalensi ADB
pada balita sebesar 5,55%. ADB mempunyai dampak yang merugikan bagi
kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh
dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga menurunkan prestasi
belajar di sekolah.
Anemia di definisikan sebagai penurunan volume/jumlah sel darah merah
(eritrosit) dalam darah atau penurunan kadar hemoglobin sampai di bawah rentang
nilai yang berlaku untuk orang sehat (Hb <10 g/dL), sehingga terjadi penurunan
kemamapuan darah untuk menyalurkan oksigen ke jaringan. Dengan demikian
anemia bukanlah suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan
patofisiologis yang diuraikan dalam anamnesa, pemeriksaan fisik yang teliti serta
pemeriksaan laboratorium yang menunjang.

B. TUJUAN
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
dan penguasaan tentang Anemia Defisiensi Besi.

ANEMIA DEFISIENSI BESI (KELOMPOK I) 1


BAB II
PEMBAHASAN

A. Anemia Defisiensi Besi


Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia terbanyak di dunia, terutama
pada negara miskin dan berkembang. Anemia defisiensi besi merupakan gejala
kronis dengan keadaan hiprokromik (konsentrasi Hb berkurang), mikrositik yang
disebabkan oleh suplay besi kurang dalam tubuh. Kurangnya besi berpengaruh
pada pembentukan hemoglobin sehingga konsentrasinya dalam sel darah merah
berkurang, hal ini akan mengakibatkan tidak adekuatnya pengangkutan oksigen
keseluruh jaringan tubuh. Pada keaadan normal kebutuhan besi orang dewasa 2-4
gr besi, kira-kira 50 mg/kg BB pada laki-laki dan 35 mg/kg BB pada wanita dan
hampir 2/3 terdapat dalam hemoglobin. Absorbsi besi terjadi di lambung, duodenum
dan jejunum bagian atas. Adanya erosive esofagitis, gaster, ulser duodenum, kanker
dan adenoma kolon akan mempengaruhi absorbsi besi.
Klasifikasi defisiensi besi menurut beratnya defisiensi. Jika dilihat dari
beratnya kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat dibagi menjadi
tiga tingkatan yaitu : (1)
1. Deplesi besi (iron depleted state) : cadangan besi menurun, tetapi
penyediaan besi untuk eritropoesis belum terganggu.
2. Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis): cadangan besi
kosong, penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul
anemia secara laboratik.
3. Anemia defisiensi besi : cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi
besi.

B. Etiologi Anemia Defisiensi Besi


Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi,
gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal
dari:
a. Saluran cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker colon,
divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b. Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia.

ANEMIA DEFISIENSI BESI (KELOMPOK I) 2


c. Saluran kemih : hematuria.
d. Saluran nafas : hemoptoe
2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau
kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat,
rendah vitamin C dan rendah daging).
3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan dan kehamilan.
4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Pada orang dewasa anemia defisiensi yang dijumpai di klinik hampir identik
dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang
sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah
perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing
tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering karena meno-metrohagia. (1)

C. Patofisiologi

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi


makin menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted
state atau negative iron balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan feritin serum,
peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang

ANEMIA DEFISIENSI BESI (KELOMPOK I) 3


negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi
kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga
menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum
terjadi, keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoesis. Pada fase kelainan
pertama yang dijumpai ialah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc
protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan total iron binding
capacity (TIBC) meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang sangat spesifik ialah
peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun terus
maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun,
akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency
anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa
enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta
berbagai gejala lainnya.(2)
Zat besi yang berasal dari makanan seperti daging, hati, telur, saluran hijau
dan buah-buahan diabsorbsi di usus halus. Rata-rata dari makanan yang masuk
mengandung 10-15 mg zat besi, tetapi hanya 5-10% yang dapat diabsorbsi.
Penyerapan zat besi ini dipengaruhi oleh faktor adantya protein hewani dan vitamin
C. Sedangkan yang menghambat serapan adalah kopi, teh, garam kalsium dan
magnesium, karena bersifat mengikat zat besi.
Menurunnya asupan zat besi yang merupakan unsur utama pembentukan
henoglobin maka kadar atau produksi hemoglobin juga akan menurun.

D. Tanda dan Gejala


a. Tanda dan gejala defisiensi zat besi tidak khas hampir sama pada anemia
pada umumnya yaitu : (1)
1. Cepat lelah/kelelahan hal ini terjadi karena simpanan oksigen dalam
jaringan otot kurang sehingga metabolisme otot terganggu
2. Nyeri kepala dan pusing merupakan kompensasi dimana otak
kekurangan oksigen, karena daya angkut hemoglobin berkurang.
Kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl.
3. Kesulitan bernapas, terkadang sesak napas merupakan gejala,
demana tubuh memerlukan lebih banyak lagi oksigen dengan cara
kompensasi pernapasan lebih dipercepat.

ANEMIA DEFISIENSI BESI (KELOMPOK I) 4


4. Palpitasi, dimana jantung berdenyut lebih cepat di ikuti dengan
peningkatan denyut nadi.
5. Pucat pada muka, telapak tangan, kuku, membran mukosa mulut dan
konjungtiva.
b. Tanda yang khas pada anemia defisiensi besi (1)
1. Adanya kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis
vertikal dan menjadi cekung mirip sendok.

Kuku sendok (spoon nail)

2. Atropi papil lidah, permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena
pupil lidah menghilang.
3. Stomatitis angular, peradangan pada sudut mulut sehingga nampak
seperti bercak berwarna pucat keputihan.
4. Disfagia, nyeri saat menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
5. Atropi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.
6. Adanya peradangan pada mukosa mulut (stomatitis), peradangan pada
lidah (glositis) dan peradangan pada bibir (cheilitis).
7. Hasil laboratorium darah menunjukkan :
 Pemeriksaan darah perifer menunjukkan keadaan sel mikrositik dan
pucat.
 Penurunan Hb < 9,5 g/dl
 Hemosiderin pada aspirasi sumsum tulang tidak ada.
 Saturasi transferin < 15%
 Serum ferritin < 20 mg/dl
 Jumlah RBC berkurang
 Hematokrit menurun
 MCV < 70 fl
 MCH berkurang

ANEMIA DEFISIENSI BESI (KELOMPOK I) 5


 MCHC berkurang
 Serum besi kurang dari 50 mg/dl (N : 50-150 mg/dl)
 Meningkat Total iron binding capacity (TIBC) sampai dengan 350-
500 mg/dl (N:250-350 mg/dl)
c. Gejala penyakit dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat di jumpai gejala-gejala penyakit yang
menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya, pada anemia
akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak,
dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia
karena perdarahan kronik akibat kanker dijumpai gejala tergantung pada
lokasi kanker tersebut.(1)

E. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Anemia Defisiensi Besi dapat diketahui dari pemeriksaan


laboratorium : (3)

1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom


mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai
berat. MCV, MCHC, dan MCH menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan
pada anemia defisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell
distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.
Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar
hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah,
tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul
perlahan-perlahan. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik
mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang
sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan
derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan trombosit
normal. Reukosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada kasus
ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.

ANEMIA DEFISIENSI BESI (KELOMPOK I) 6


Anemia mikrositik Hipokrom Sel Pensil

2. Sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok


normo-blast basofil. Bentuk pronormoblast kecil-kecil, sideroblast.
3. Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC)
meningkat >350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.
4. Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersikulasi dalam serum,
konsentrasinya sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya
retikuleodotel. Pada anemia defisiensi besi, kadar feritin serum sangat
rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya
kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak
atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar serum
normal atau menigkat pada anemia penyakit kronik.
5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.
6. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.
7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in
loop, pemeriksaan genikologi.

Setelah melakukan pemerikasan laboratorium kemudian dilakukan diagnosis,


diagnosis banding, kemudian dilanjutkan ke tahap terapi.

F. Diagnosis
Penegakan diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Secara

ANEMIA DEFISIENSI BESI (KELOMPOK I) 7


laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria
diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut : (3)

1) Adanya riwayat perdarahan kronis atau terbukti adanya sumber


perdarahan.
2) Laboratorium : anemia hipokrom mikosister, Fe serum rendah, TIBC
tinggi.
3) Tidak terdapat Fe dalam sumsum tulang (sideroblast).
4) Adanya respon yang baik terhadap pemberian Fe.
5) Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain)
menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif

G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding utama dari anemia defisiensi besi yang mikrostik
hipokromik adalah thallasaemia, penyakit inflamasi kronik, dan sindroma
mielodisplastik. Perbedaan dari kondisi-kondisi tersebut antara lain: (1)

Anemia Anemia Akibat Anemia


Parameter Defisiensi Penyakit Kronik Thalassemia Sideroblastik
Besi
Derajat Ringan Ringan
Anemia Sampai Ringan Ringan Sampai Berat
Berat
MCV Menurun Menurun/Normal Menurun Menurun/
Normal
MCH Menurun Menurun/Normal Menurun Menurun/
Normal
TIBC Meningkat Menurun Normal/ Normal/
Meningkat Meningkat
Saturasi Menurun Menurun/Normal Meningkat Meningkat
Tranferin <15% 10-20% >20% >20%
Besi Positif dengan
Sumsum Negatif Positif Positif Kuat ring
Tulang sideroblast

ANEMIA DEFISIENSI BESI (KELOMPOK I) 8


Protoporfir Meningkat Meningkat Normal Normal
in Eritrosit
Feritin Menurun Normal 20-200 Meningkat >50 Meningkat >50
Serum <20 μg/dl μg/dl μg/dl μg/dl
Elektrofore Normal Normal Meningkat Normal
sis Hb
Besi serum Menurun Menurun Normal/ Normal/
Meningkat Meningkat

ANEMIA DEFISIENSI BESI (KELOMPOK I) 9


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Anemia defisiansi besi merupakan gejala kronis dengan keadaan hiprokromik
(konsentrasi Hb berkurang), mikrositik yang disebabkan oleh suplay besi
kurang dalam tubuh. Kurangnya besi berpengaruh pada pembentukan
hemoglobin sehingga konsentrasinya dalam sel darah merah berkurang.
Klasifikasi defisiensi besi menurut beratnya defisiensi. Jika dilihat dari beratnya
kekurangan besi dalam tubuh maka defisiensi besi dapat dibagi menjadi tiga
tingkatan yaitu :
1. Deplesi besi (iron depleted state) : cadangan besi menurun, tetapi
penyediaan besi untuk eritropoesis belum terganggu.
2. Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis): cadangan besi
kosong, penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum
timbul anemia secara laboratik.
3. Anemia defisiensi besi : cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi
besi.

ANEMIA DEFISIENSI BESI (KELOMPOK I) 10


DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC. Hal 30-36.
2. http://doctoristhegreatest.blogspot.com/2013/09/normal-0-false-false-false-en-
us-x-none.html
3. http://angelangeljs.blogspot.com/2013/05/anemia-defisiensi-besi.html

ANEMIA DEFISIENSI BESI (KELOMPOK I) 11

Anda mungkin juga menyukai