Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

Penurunan kognitif sering diterima sebagai suatu gejala normal kehidupan


di kemudian hari, sehingga pada umumnya, orang tidak memahami atau
mengenali masalah ini dalam tahap awal dan hanya menyadari ketika gejala
memburuk. Seorang lansia dengan keluhan masalah ingatan mungkin memiliki
gangguan signifikan pada saat diuji ingatan mereka dan kemampuan kognitif
lainnya. Pendekatan dan konsultasi awal sangat diperlukan untuk membedakan
antara penurunan kognitif sebagai bagian normal penuaan atau gangguan kognitif
karena gangguan neurokognitif (Nurocognitive Diorders) atau gangguan mental
organik.1

Menurut PPDGJ III, gangguan mental organik merupakan gangguan


mental yang berkaitan dengan penyakit/gangguan sistemik atau otak yang dapat
didiagnosis tersendiri. Termasuk gangguan mental simtomatik, dimana pengaruh
terhadap otak merupakan akibat sekunder dari penyakit/gangguan sistemik di luar
otak (extracerebral). Gambaran utama dari gangguan mental organik ini menurut
PPDGJ III antara lain adanya gangguan fungsi kognitif seperti daya ingat, daya
piker dan daya belajar; gangguan sensorioum seperti gangguan kesadaran dan
perhatian; serta sindrom dengan manifestasi menonjol dalam bidang bidang
persepsi (halusinasi), isi pikiran (waham/delusi) serta suasana perasaan dan
emosi.2 Pada DSM, gangguan mental organik dinamakan dengan neurocognitive
disorder.3

Gangguan kognitif dan demensia telah meningkat secara global dan


diprediksi akan meningkat secara proporsional lebih banyak di negara
berkembang. Demensia merupakan gangguan mental organik yang umum terjadi
di populasi lansia. Prevalensi demensia sedang sampai berat pada kelompok
populasi yang berbeda adalah sekitar 5% pada populasi umum yang berusia lebih
dari 65 tahun, 20-40% pada populasi umum yang berusia lebih dari 85 tahun.

1
Pada delirium, prevalensi pada satu titik waktu pada populasi umum adalah 0,4%
untuk orang 18 tahun ke atas dan 1,1% pada usia 55 tahun keatas. Sedangkan pada
gangguan amnestik, belum ada data yang pasti mengenai gangguan ini.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gangguan Mental Organik

Menurut PPDGJ III, gangguan mental organik merupakan gangguan


mental yang berkaitan dengan penyakit/gangguan sistemik atau otak yang dapat
didiagnosis tersendiri. Termasuk gangguan mental simtomatik, dimana pengaruh
terhadap otak merupakan akibat sekunder dari penyakit/gangguan sistemik di luar
otak (extracerebral). Pada DSM, gangguan mental organik dinamakan dengan
neurocognitive disorder.

Gambaran utama dari gangguan mental organik ini menurut PPDGJ III
antara lain:

a) Adanya gangguan fungsi kognitif


Misalnya daya ingat, daya piker dan daya belajar.
b) Gangguan sensorioum
Misalnya gangguan kesadaran dan perhatian.
c) Sindrom dengan manifestasi menonjol dalam bidang
 Persepsi (halusinasi)
 Isi pikiran (waham/delusi)
 Suasana perasaan dan emosi.

Klasifikasi gangguan mental organik berdasarkan PPDGJ III antara


lain sebagai berikut.2

F00 Demensia pada penyakit Alzheimer

F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer onset dini


F00.1 Demensia pada penyakit Alzheimer onset lambat
F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer tipe tak khas atau tipe campuran
F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer YTT

F01 Demensia Vaskular

F01.0 Demensia vaskular onset akut


F01.0 Demensia multiinfark
F01.2 Demensia vaskular subkortikal
F01.3 Demensia vaskular campuran kortikal dan subkortikal
F01.8 Demensia vaskular lainnya
F01.9 Demensia vaskular YTT

3
F02 Demensia pada penyakit lain YDK

F02.0 Demensia pada penyakit Pick


F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt-Jakob
F02.2 Demensia pada penyakit Huntington
F02.3 Demensia pada penyakit Parkinson
F02.4 Demensia pada penyakit HIV
F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT YDK

F03 Demensia YTT

F04 Sindrom amnestik organik, bukan akibat alkohol dan zat psikoatif lainnya

F05 Delirium, bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya

F05.0 Delirium, tak bertumpang-tindih dengan demensia


F05.1 Delirium, bertumpang-tindih dengan demensia
F05.8 Delirium lainnya
F05.9 Delirium YTT

F06 Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan
penyakit fisik

F06.0 Halusinosis organik


F06.1 Gangguan kataonik organik
F06.2 Gangguan waham organik (Lir-Skizofrenia)
F06.3 Gangguan afektif organik
F06.4 Gangguan cemas (anxietas) organik
F06.5 Gangguan disosiatif organik
F06.6 Gangguan astenik organik
F06.7 Gangguan kognitif ringan
F06.8 Gangguan mental lain YDT akibat kerusakan dan disfungsi otak dan
penyakit fisik
F06.9 Gangguan mental YTT akibat kerusakan dan disfungsi otak dan
penyakit fisik

F07 Gangguan kepribadian dan perilaku akibat penyakit, kerusakan dan


disfungsi otak

F07.0 Gangguan kepribadian organik


F07.1 Sindrom pasca-ensefalitis
F07.8 Gangguan kepribadian dan perilaku organik lain akibat penyakit,
kerusakan dan disfungsi otak

4
F07.9 Gangguan kepribadian dan perilaku organik YTT akibat penyakit,
kerusakan dan disfungsi otak

F09 Gangguan mental organik atau simomatik YTT

Klasifikasi gangguan mental organik atau dalam DSV dikategorikan


dalam neurocognitive disorder, berdasarkan DSM V adalah sebagai berikut.3

A. Delirium
B. Demensia (Major Neurocognitive Disorder)
C. Major and Minor Neurocognitive Disorder Due to Another Medical
Condition (Amnestic Disorders)
D. Neurocognitive and Other Disorders Due to a General Medical
Condition
E. Mild Cognitive Impairment

A. DELIRIUM
1.1 Defenisi
Delirium adalah sindrom, bukan suatu penyakit, dan memiliki banyak
kausa, yang semua nya mengakibatkan pola gejala yang serupa berkaitan dengan
tingkat kesadaran dan gangguan kognitif pasien. Sebagian besar kausa delirium
muncul dari luar sistem saraf pusat. Delirium tetap merupakan gangguan klinis
yang kurang dikenali dan jarang didiagnosis. Sebagian dari masalahnya adalah
bahwa sindrom ini memiliki banyak nama lain yang bervariasi, contohnya
keadaan kebingunga akut, sindrom otak akut, ensefalopati metabolik, psikotik
toksik, dan gagal otak akut. Tujuan sistem klasifikasi yang baru adalah membantu
mengonsolidasi berbagai istilah tersebut menjadi satu label diagnosis.

Dalam revisi DSM – IV-TR edisi ke 4, delirium “ditandai oleh gangguan


kesadaran serta perubahan kognisi yang timbul dalam waktu singkat.” Gejala
penenda delirium yang utama adalah hendaya keasadaran, biasanya terjadi pada
hendaya fungsi kognitif secara menyeluruh. Abnormalitas mood, persepsi, dan

5
perilaku merupakan gejala psikiatri yang lazim ditemui. Secara klasik, delirium
merupakan awitan mendadak (dalam hitungan hari atau jam), perjalanan singkat
dan berfluktasi, serta perbaikan cepat bila faktor kausatif diidentifikasi serta
dieliminasi, namun tiap gambaran khas ini dapat bervariasi secara individual.4

1.2 Epidemiologi
Delirium merupakan gangguan yang lazim dijumpai. Menurut DSM-IV-
TR, prevalensi delirium pada satu titik waktu pada populasi umum adalah 0,4 %
untuk orang 18 tahun ke atas dan 1,1 % pada usia 55 tahun keatas. Sekitar 10-30%
pasien yang sakit secara medis dan dirawat di rumah sakit mengalami delirium.
Hampir 30% pasien diunit perawatan intensif bedah dan unit perawatan intensif
jantung serta 40-50% pasien dalam penyembuhan dari bedah fraktur panggul
mengalami satu episode delirium. Angka delirium tertinggi dijumpai pada pasien
pascakardiotomi-pada beberapa penelitian mencapai lebih dari 90%. Diperkirakan
20% pasien luka bakar berat dan 30-40% pasien AIDS mengalami episode
delirium saat dirawat. Delirium timbul pada 80% pasien yang mengalami stadium
penyakit terminal. Kausa delirium pasca operasi meliputi stres pembedahan, nyeri
pasca operasi, insomnia, pengobatan nyeri, ketidakseimbangan elektrolit, infeksi,
demam, dan kehilangan darah.

Usia lanjut adalah faktor risiko utama timbulnya delirium. Sekitar 30-40%
pasien rawat inap yang berusia diatas 65 tahun mengalami satu episode delirium,
dan 10-15% lansia lainnya mengalami delirium saat masuk rumah sakit. 60%
pasien panti jompo yang berusia diatas 75 tahun mengalami episode berulang.
Faktor predisposisi lain timbulnya delirium adalah usia muda yaitu anak,
kerusakan otak yang telah ada sebelumnya (contohnya demensia, penyakit
serebrovaskular, tumor), riwayat delirium, ketergantungan alkohol, diabetes,
kanker, gangguan sensorik contohnya kebutaan, dan malnutrisi. Jenis kelamin pria
merupakan faktor risiko independen untuk delirium menurut DSM-IV-TR.
Munculnya delirium merupakan suatu faktor prognostik buruk.4

1.3 Etiologi

6
Putus obat dari zat farmakologis atau toksik. Saat mengevaluasi pasien
delirium, klinisi harus menganggap bahwa obat apapun yang dikonsumsi pasien
dapat terkait secara kausatif dengan deliriumnya.4

1.4 Patofisiologi
Tanda dan gejala delirium merupakan manifestasi dari gangguan neuronal,
biasanya melibatkan area di korteks serebsi dan reticular activating sistem.
Berdasarkan hipotesis, dua mekanisme yang terlibat langsung dalam terjadinya
delirium adalah pelepasan neurotransmiter yang berlebihan (kolinergik
muskarinik dan dopamin) serta jalannya impuls yang abnormal. Aktivitas yang
berlebih dari neuron kolinergik muskarinik pada reticular activating sistem,
korteks, dan hipokampus berperan pada gangguan fungsi kognisi (disorientasi,
berpikir konkrit, dan inattention) dalam delirium. Peningkatan pelepasan dopamin
serta pengambilan kembali dopamin yang berkurang misalnya pada peningkatan
stres metabolik. Adanya peningkatan dopamin yang abnormal ini dapat bersifat
neurotoksik melalui produksi oksiradikal dan pelepasan glutamat, suatu
neurotransmitter eksitasi. Adanya gangguan neurotransmitter ini menyebabkan
hiperpolarisasi membran yang akan menyebabkan hiperpolarisasi membran yang
akan menyebabkan penyebaran depresi membran.4

1.5 Diagnostik dan Gambaran klinis


Sindrom delirium hampir selalu disebabkan oleh satu atau lebih penyakit
sistemik atau serebral yang mempengaruhi fungsi otak. DSM-IV-TR memberikan
kriteria diagnosis yang berbeda untuk delirium akibat kondisi medis umum, untuk
delirium terkait kondisi medis sistemik atau kondisi serebral primer, delirium pada
intoksikasi zat, delirium akibat etiologi multipel, dan delirium yang tak
tergolongkan tidak diketahui atau akibat kausa yang tak terdaftar, seperti deprivasi
sensorik. Namun, sindrom utamanya sama, tanpa memandang penyebabnya.

Gambaran inti delirium meliputi terganggunya kesadaran, seperti


penurunan tingkat kesadaran; terganggunya atensi, yang dapat mencakup
berkurangnya kemampuan memfokuskan, mempertahankan, atau mengalihkan
atensi; hendaya dalam bidang fungsi kognitif lain, yang dapat bermanifestasi

7
sebagai disorientasi (khusunya terhadap waktu dan tempat) dan penurunan
memori; awitan yang relatif cepat (biasanya selama beberapa hari atau minggu)
dan seringkali fluktuasi keparahan serta manifestasi klinis lain yang nyata dan tak
dapat diramalkan terjadi sepanjang hari, kadang memburuk di malam hari (senja),
dengan kisaran dari periode yang jelas hingga hendaya kognitif serta disorganisasi
yang cukup parah.

Gambaran klinis terkait sering muncul dan dapat menjadi prominen.


Gambaran tersebut meliputi disorganisasi proses pikir (berkisar dari tangensialitas
ringan hingga inkoherensi nyata), gangguan persepsi seperti ilusi dan halusinasi,
hiperaktifitas dan hipoaktifitas psikomotor, gangguan siklus tidur-bangun
(manifestasi yang sering berupa tidur yang terfragmentasi di malam hari, dengan
atau tanpa rasa kantuk di siang hari), perubahan mood (dari iritabilitas halus
sampai disforia, ansietas, atau bahkan eforia yang nyata), serta manifestasi lain
dari fungsi neurologis yang terganggu (contoh hiperaktivitas atau insabilitas
otonom, hentakan mioklonik, dan disartria). Elektroensefalogram (EEG) biasanya
menunjukkan perlambatan difus aktivitas latar, meski dengan delirium akibat
putus alkohol atau hipnotik-sedatif memiliki aktivitas voltase-rendah yang cepat.4

I. Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR untuk delirium akibat kondisi medis


umum:4
A. Gangguan kesadaran (yaitu berkurangnyya kejernihan kesiagaan terhadap
lingkungan)disertai penurunan kemampuan memfokuskan,
mempertahankan, atau mengalihkan atensi.
B. Perubahan seperti (seperrti defisit memori disorientasi, gangguan
berbahasa) atau timbulnyua persepsi yang tidak disebabkan oleh demensia
yang tidak disebabkan oleh demensia yang telah adda sebelumnya, telah
ditegakkan sebelumnya, atau sedang berkembang.
C. Gangguan tersebut muncul dalam jangka waktu singkat (biasanya dalam
hitngan jam atau hari)dan cenderung berfluaktasi sepanjang hari.
D. Terdapat bukti berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium bahwa gangguan tersebut disebabkan oelh konsekuensi
fisiologis langsung dari suatu kondisi medis umum.

8
Catatan pengkodean: jika delirium terjadi bersamaan pada demensia
vaskular yang telah ada sebelumnya, nyatakan delirium dengan kode demensia
vaskular dengan delirium.

Catatan pengkodean: sertakan nama kondisi medis umum pada Aksis I,


contoh delirium akibat ensefalopati hepatik,juga kode kondisi medis umum
pada Aksis III.

II. Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR untuk Delirium pada intoksikasi Zat4


A. Gangguan kesadaran (yaitu berkurangnya kejernihan kesiagaan terhadap
lingkungan) disertai penurunan kemampuan memfokuskan,
mempertahankan, atau mengalihkan atensi.
B. Perubahan kognisi (seperti defisit meori disorientasi dan gangguan
berbahasa) atau timbulnya gangguan persepsiyang tidak disebabkan oleh
demensia yang telah ada sebelumnya, telah ditegakkan sbelumnya, atau
sedang berkembang.
C. Gangguan terebut muncul dalam jangka waktu singkat(biasanya dalam
hitungan jam atau hari) dan cenderung berfluktuasi sepanjang hari
D. Terdapat bukti berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium adanya poin 1 atau 2:
1. Gejala pada kriteria A dan B timbul saat intoksikasi zat
2. Penggunaan obat secara etiologis berkaitan dengan gangguan*
Catatan: diagnosis ini sebaiknya dibuat untuk menggantikan diagnosis
intoksikasi zat hanya bila gejala kognitif melebihi yang biasa disebabkan oleh
sindron intoksikasi dan bila gejala cukup parah hingga memerlukan perhatian
klinis tersendiri.
Catatan: diagnosa sebaiknya dicatat sebagai delirium terinduksi zat bila
berkaitan dengan penggunaan narkoba. Kode delirium pada inoksikasi (zat
spesifikasi): alkohol; amfetamin atau zat yang menyerupai amfetamin;
kanabis,kokain, halusinogen, inhalan, opioid, fensiklidin, sedativa, hipnotik,
atau ansiolitik, zat lain atau yang diketahui.contoh seperti semitidin, digitalis,
benzotropin.

III.Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR untuk delirium pada keadaan putus zat :


4

9
A. Gangguan kesadaran (yaitu berkurangnya kejernihan kesiagaan terhadap
lingkungan) disertai penurunan kemampuan memfokuskan,
mempertaahankan, atau mengalikan atensi.
B. Perubahan kognisi seperti defisit memori, disorientasi, gangguan
berbahasa) atau timbulnya gangguan persepsi yang tidak disebabkan oleh
demensia yang telah ada sebelumnya, telah ditegakkan sebelumnya, telah
ditegakkan sebelumnya, atau yang sedang berkembang.
C. Gangguan tersebut muncul dalam jangka waktu singkat(biasnya dalam
hitungan jam atau hari)dan ckruangnya kejerenderung berfluktuasi
sepanjang hari
D. Terdapat bukti berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,atau temuan
laboratorium bahwa gejala pada kriteria A dan B timbul selama, atau
segera setelah suatu sindrom putus zat.
Catatan; diagnosis sebaiknya dibuat sebagai ganti diagnosis keadaan putus zat
dan bila gejala kognitif melebihi yang bisa disebabkan oleh sindrom putus zat
dan bila gejala cukup parah hingga memerlukan perhatian klinis tersendiri.
Kode delirium pada intoksikasi (zat spesifik):alkohol, sedativa, hipnotik, atau
ansiolitik; zat lain atau yang tidak diketahui.

IV. Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR untuk delirium akibat etiologi Multipel 4


A. Gangguan kesadaran (yaitu berkurangnya kejernihan kesiagaan terhadap
lingkungan) disertai penurunan kemampuan memfokuskan,
mempertahankan, atau mengalihkan atensi.
B. Perubahan kognisi( seperti defisit memori, disorientasi, gangguan
berbahasa) atau timbulnya gangguan persepsi yang tidak disebabkan oleh
demensia yang telah ada sebelumnya, atau sedang berkembang.
C. Gangguan tersebut muncul dalam waktu singkat (biasanya dalam
hitungan jam atau hari) dan cenderung berfluktuasi sepanjang hari.
D. Terdapat bukti berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, atau temuan
laboratorium bahwa delirium tersebut memiliki lebih dari satu etiologi
(contoh lebih dari satu kondisi medis umum sebagai etiologi, satu kondisi
medis umum sebagai etiologi, satu kondisimedis umum plus intoksikasi
zat atau efek samping obat).

10
Catatan pengkodean; gunakan kode multipel yang mencemirumkan delirium
spesifik dan etiologi spesifik, contoh delirium akibat ensefalitis viral, delirium
pada keadaan putus alkohol.

1.6 Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium


Delirium biasanya didiagnosa di bangsal rawat dan ditandai oleh awitan
gejala yang mendadak. Pemeriksaan status mental di bangsal rawat. Contohnya
Mini Mental State Examination (MMSE) dapat digunakan untuk
mendokumentasikan hendaya kognitif serta untuk memberikan landasan untuk
mengukur perjalanan klinis pasien. Adanya penyakit fisik yang telah diketahui
atau riwayat trauma kepala atau ketergantungan alkohol atau zat lain membantu
menegakkan diagnosa.
Pemeriksaan laboratorium pasien delirium sebaiknya mencakup uji standar
dan pemeriksaan tambahan sesuai indikasi situasi klinis. Pada delirium, EEG
secara karakteristik menunjukkan perlambatan aktivitas secara umum dan dapat
berguna untuk membedakan delirium dengan depresi atau psikosis. EEG pasien
delirium kadang-kadang menunjukkan area hiperaktivitas fokal. Pada kasus
jarang, mungkin sulit untuk membedakan dlirium terkait epilepsi dengan delirium
terkait penyebab lain.4
1.7 Diagnosis Banding
 Delirium Versus Demensia
Sejumlah gambaran klinis dapat membantu membedakan delirium
dengan demensia. Bertentang dengan awitan delirium yang mendadak,
awitan demensia biasanya perlahan. Meski kedua kondisi tersebut
mencakup hendaya kognitif, perubahan pada demensia lebih stabil dengan
berjalannya waktu dan contohnya tidak berfluktuasi sepanjang hari.
Seorang pasien demensia biasanya waspada, seoraang pasien delirium
mengalami episode penurunan kesadaran. Kadang-kadang, delirium dapat
terjadi pada demensia, suatu kondisi yang dikenal sebagai demensia
berkabut. Diagnosis delirium dapat diteggakkan bila terdapat riwayat
pasti demensia yang telah ada sebelumnya.
 Delirium Versus Skizofrenia atau Depresi
Delirum juga harus dibedakan dengan skizofrenia dan gangguan
depresif. Pasien dengan gangguan yang dibuat-buat dapat mencoba

11
meniru gejala delirium namun biasanya akan menampakkan sifat gejala
yang hanya bukan berupa inkosistensi pemeriksaan status mental dan
EEG dapat dengan mudah membedakan kedua diagnosis tersebut.
Beberapa pasien gangguan psikotik, biasanya skizofrenia satu episode
manik, mungkin mengalami periode perilaku sangat kacau yang sulit
dibedakan dari delirium. Namun, umumnya halusinasi dan waham pada
pasien skizofrenia lebih konstan dan lebih teratur dibanding pada pasien
delirium. Pasien skizofrenia biasanya tidak mengalami perubahan tingkat
kesadaran atau orientasi. Pasien deliriumdengan gejala hipoaktif mungkin
akan tampak serupa dengan pasien depresi berat, namun dapat dibedakan
berdasarkan EEG. Diagnosis psikiatri lain yang patut dipertimbangkan
sebagai diagnosa banding delirium adalah gangguan psikotik singkat,
gangguan skizofreniform, dan gangguan disosiatif.4
1.8 Perjalanan Penyakit Dan Prognosis
Meski awitan delirium biasanya mendadak, gejala prodromal (seperti
kegelisahan danm rasa takut) dapat terjadi berhari-hari sebelum awitan gejala
yang utuh. Gejala delirium biasanya berlangsung selama faktor kausatif yang
relevan tetap ada meski delirium umumnya berlangsung kurang dari seminggu.
Setelah identifikasi di lakukan dan faktor kausatif dihilangkan, gejala delirium
biasanya akan surut dalam periode 3 sampai 7 hari meskibeberapa gejala akan
memakan waktu hingga 2 minggu sebelum benar benar menghilang. Semakin tua
pasien dan semakin lama pasien mengalami delirium, semakin lama waktu yang
di butuhkan untuk delirium mereda. Mengingat kembali apa yang terjadi saat
delirium, saat sudah reda, biasanya sulit ; seorang pasien akan menyebut episode
tersebut sebagai mimpi buruk atau mimpi buruk yang hanya dapat diingat secara
samar-samar. Seperti yang dinyatakan dalam pembahasan epidemiologi.terjadinya
delirium dikaitkan dengan tingkat kematian yang tinggi pada tahun berikutnya,
terutama karena sifat serius kondisi medis terkait yang menyebabkan delirium.
Berkembangnya delirium menjadi demensia belum dapat di buktikan pada
studi yang sangat terkontrol meski banyak klinisi yang yakin bahwa mereka
pernah menyaksikan progresi semacam itu. Namun, sebuah pengamatan klinis

12
yang telah disahkan oleh beberapa studi, menunjukkan bahwa periode delirium
terkadang diikuti oleh depresi atau gangguan stres pascatrauma.
Operasi katarak (delirium perban-hitam). Pasien semacam ini dapat dibantu
dengan membuat lubang seukuran jarum pada perban tersebut untuk memberikan
sedikit stimulus atau sesekali melepas perban tersebut selama penyembuhan.4
1.9 Farmakoterapi
Dua gejala utama delirium yang mungkin memerlukan pengobatan
farmakologis adalah psikosis dan isomsnia. Obat pilihan untuk psikosis adalah
haloperidol (Haldol) yaitu obat antipsikotik golongan butirofenon. Bergantung
pada usia berat badan dan kondisi fisik pasien, dosis awal berkisar dari 2-10mg
yang diberikan secara intramuskular diulang dalam 1 jam bila pasien masih
teragitasi. Segera setelah pasien tenang, pengobatan oral dalam bentuk konsentrat
cair atau tablet harus dimulai. Dua dosis oral perhari biasanya mencukupi dengan
2/3 dosis diberikan sebelum tidur. Untuk mencapai efek terapeutik yang sama,
dosis oral sebaiknya sekitar 1,5 kali lebih tinggi di banding dosis parenteral. Total
dosis harian haloperidol yang efektif dapat berkisar dari 5-50 mg untuk sebagian
besar pasien delirium. Droperidol (inapsine) adalah butirofenon yang tersedia
sebagai alternatif bentuk intravena meski diperlukan pemantauan
elektroensefalogram ketat pada pengoabatan jenis ini. Golongan fenotiazin
sebaiknya dihindari pada pasien delirium. Obat tersebut dikaitkan dengan
akitifitas antikolinergik yang signifikan.
Insomnia paling baik di obati dengan golongan benzodiazepin yang
memeiliki waktu paruh pendek. Benzodiazepin dengan waktu digunakan sebagai
bagian pengobatan penyakit yang mendasari (contohnya keadaan putus alkohol).
Terdapat laporan kasus perbaikan atau remisi keadaan delirium akibat penyakit
medis yang menetap dengan terapi elektrokonvulsif (ECT). Meski terapi
elektrokonvulsif jarang disarankan oleh konsultan yang ahli melakukan prosedur
tersebut. Pertimbangan untuk melakukan terapi elektrokonvulsif secara rutin
untuk delirium tidak disarankan. Jika delirium disebabkan oleh nyeri hebat atau
dispnea, dokter sebaiknya tidak menunda pemberian opioid baik untuk efek
analgesik maupun sedatifnya.4

13
B. DEMENSIA

Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit atau gangguan otak


yang biasanya bersifat kronik-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi luhur
kortikal yang multiple (multiple higher cortical function), termasuk di dalamnya
daya ingat, daya pikir, orientasi, daya tangkap (comprehension), berhitung,
kemampuan belajar, berbahasa, dan daya nilai (judgment). Umumnya diawali
dengan kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial,
atau motivasi.3

1.1 Epidemiologi
Pada populasi lansia, prevalensi demensia meningkat. Prevalensi demensia
sedang sampai berat pada kelompok populasi yang berbeda adalah sekitar 5%
pada populasi umum yang berusia lebih dari 65 tahun, 20-40% pada populasi
umum yang berusia lebih dari 85 tahun, 15-20% di klinik umum rawat jalan
praktik, dan 50 % di fasilitas perawatan kronis.

Dari semua pasien dengan demensia, sekitar 50-60% mengalami demensia


tipe Alzheimer (penyakit Alzheimer). Seiring bertambahnya usia, prevalensi
demensia tipe ini pun akan meningkat. Untuk orang yang berusia 65 tahun, pria
memiliki tingkat prevalensi 0,6% dan wanita 0,8%. Pada usia 90 tahun, memiliki
tingkat prevalensi sekitar 21%. Pasien dengan demensia tipe Alzheimer ini lebih
dari 50% akan menempati perawatan tempat tidur.

Demensia vaskular merupakan demensia yang umum terjadi setelah


demensia Alzheimer, yang secara kausal berhubungan dengan penyakit
serebrovaskular. Hipertensi merupakan predisposisi seseorang terhadap penyakit
ini. Demensia vaskular menyumbang 15-30% dari semua kasus demensia.
Demensia vaskular paling sering terjadi pada orang berusia antara 60 dan 70 tahun
dan lebih sering terjadi pada pria dibandingkan pada wanita. Sekitar 10-15%
pasien telah hidup berdampingan dengan demensia vaskular dan demensia tipe
Alzheimer.

14
Penyebab demensia umum lainnya, masing-masing mewakili 10-15% dari
semua kasus, termasuk trauma kepala; demensia terkait alkohol; dan berbagai
demensia terkait gangguan gerak, seperti penyakit Huntington dan penyakit
Parkinson.3

1.2 Etiologi
Penyebab paling umum dari demensia pada individu yang lebih tua dari 65
tahun adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskular, dan (3) demensia
vaskular dan Alzheimer. Penyakit lain yang terhitung menjadi penyebab demensia
sekitar 10% diantaranya adalah demensia badan Lewy; Penyakit Pick; demensia
frontotemporal; hidrosefalus tekanan normal (NPH); demensia alkohol; demensia
menular, seperti HIV atau sifilis; dan penyakit Parkinson.

a. Demensia Tipe Alzheimer


Faktor genetik
Meskipun penyebab demensia tipe Alzheimer masih belum diketahui,
kemajuan telah dibuat dalam memahami basis molekuler dari endapan amiloid
yang merupakan ciri dari neuropatologi gangguan ini. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa sebanyak 40% pasien memiliki riwayat keluarga
demensia tipe Alzheimer, dengan demikian faktor genetik dianggap berperan
dalam perkembangan gangguan, setidaknya dalam beberapa kasus. Dukungan
tambahan untuk pengaruh genetik adalah tingkat konkordansi untuk kembar
monozigot, yang lebih tinggi daripada tingkat untuk kembar dizigot (43% vs
8%). Dalam beberapa kasus yang didokumentasikan, gangguan tersebut telah
diturunkan dalam keluarga melalui gen dominan autosomal, meskipun
transmisi tersebut jarang terjadi. Demensia tipe Alzheimer telah menunjukkan
keterkaitan dengan kromosom 1, 14, dan 21.
Neuropatologi
Pengamatan neuroanatomical klasik secara gross (kasar) dari otak pasien
dengan penyakit Alzheimer adalah terjadinya atrofi difus dengan sulci korteks
rata dan ventrikel serebri yang membesar. Temuan mikroskopis klasik dan
patognomonik adalah plak senilis, neurofibrillaris tangles, kehilangan
neuronal (terutama di korteks dan hippocampus), krusakan sinaptik (mungkin

15
sebanyak 50% di korteks), dan degenerasi granulovaskular neuron.
Neurofibrillary tangles tersusun dari elemen sitoskeletal, terutama protein tau
terfosforilasi, meskipun protein sitoskeletal lainnya juga ada. Neurofibrillary
tangles tidak hanya pada penyakit Alzheimer; mereka juga terjadi pada
sindrom Down, demensia pugilistica (sindrom punch-mabuk), parkinson-
demensia kompleks Guam, penyakit HallervordenSpatz, dan otak orang
normal saat mereka menua. Neurofibrillary tangles biasanya ditemukan di
korteks, hippocampus, substansia nigra, dan lokus seruleus. Plak senilis, juga
disebut sebagai plak amiloid, lebih kuat menunjukkan penyakit Alzheimer,
meskipun mereka juga terlihat pada sindrom Down dan, sampai batas tertentu,
pada penuaan normal. Plak senilis terdiri dari protein tertentu, β/A4, dan
astrosit, proses saraf dystropik, dan mikroglia. Jumlah dan kerapatan plak
senilis yang terdapat pada otak postmortem telah berkorelasi dengan tingkat
keparahan penyakit yang mempengaruhi orang.
Neurotransmitter
Neurotransmiter yang paling sering terlibat dalam kondisi patofisiologi
penyakit Alzheimer adalah asetilkolin dan norepinefrin, keduanya
dihipotesiskan menjadi hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Choline
acetyltransferase adalah enzim kunci untuk sintesis asetilkolin, dan
pengurangan konsentrasi asetiltransferase kolin menunjukkan penurunan
jumlah neuron kolinergik yang ada. Dukungan tambahan untuk hipotesis
defisit kolinergik berasal dari pengamatan bahwa antagonis kolinergik, seperti
skopolamin dan atropin, mengganggu kemampuan kognitif, sedangkan agonis
kolinergik, seperti physostigmine dan arecoline, meningkatkan kemampuan
kognitif. Penurunan aktivitas norepinefrin pada penyakit Alzheimer
disarankan oleh penurunan neuron yang mengandung norepinefrin di lokus
seruleus yang ditemukan pada beberapa pemeriksaan patologis otak dari orang
dengan penyakit Alzheimer. Dua neurotransmitter lain yang terlibat dalam
kondisi patofisiologi penyakit Alzheimer adalah peptida somatostatin dan
corticotropin yang bersifat neuroaktif; penurunan konsentrasi keduanya telah
dilaporkan pada orang dengan penyakit Alzheimer.
Penyebab Lain.

16
Teori lain menjelaskan perkembangan penyakit Alzheimer terjadi karena
kelainan dalam regulasi metabolisme membran fosfolipid yang menyebabkan
membran kurang cairan-yang lebih kaku daripada normal. Beberapa peneliti
menggunakan pencitraan spektroskopi resonansi molekuler untuk menilai
hipotesis ini secara langsung pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer.
Keracunan aluminium juga telah dihipotesiskan menjadi faktor penyebab
karena tingkat tinggi aluminium telah ditemukan di otak beberapa pasien
dengan penyakit Alzheimer, tetapi ini tidak lagi dianggap sebagai faktor
etiologi yang signifikan. Stimulasi berlebihan oleh pemancar glutamat yang
dapat merusak neuron adalah teori sebab-akibat lainnya.
Familial Multiple System Taupathy dengan Presenile Dementia.
Jenis demensia yang baru-baru ini ditemukan, sistem multi-keluarga
familial, memiliki beberapa kelainan otak yang ditemukan pada orang dengan
penyakit Alzheimer. Gen yang menyebabkan gangguan dianggap dibawa pada
kromosom 17. Gejala gangguan tersebut termasuk masalah ingatan jangka
pendek dan kesulitan mempertahankan keseimbangan dan berjalan. Permulaan
penyakit terjadi pada usia 40-an dan 50-an, dan orang-orang dengan penyakit
ini hidup rata-rata 1 1 tahun setelah timbulnya gejala.
b. Demensia Vascular
Penyebab utama demensia vascular (sebelumnya disebut sebagai multi-
infark dementia) diduga menjadi beberapa area penyakit vaskular serebral,
yang menghasilkan pola gejala demensia. Demensia vaskular paling sering
terlihat pada pria, terutama mereka dengan hipertensi yang sudah ada
sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular lainnya. Gangguan ini
mempengaruhi pembuluh serebral kecil dan menengah, yang mengalami
infark dan menghasilkan lesi parenkim multipel yang tersebar di area luas
otak. Penyebab infark dapat termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak
arteriosklerotik atau thromobemboli dari asal yang jauh (misalnya katup
jantung). Pemeriksaan pada pasien dapat mengungkapkan breksi karotid,
kelainan dari funduskopi, atau pembesaran ruang jantung.
c. Demensia frontotemporal (Pick’s Disease)
Temuan patologis pada penyakit Alzheimer adalah adanya atrofi bagian
parietal-temporal sedangkan penyakit Pick ditandai dengan dominannya atrofi

17
di daerah frontotemporal. Daerah-daerah ini juga mengalami kehilangan
neuronal; gliosis; dan badan Pick neuronal, yang merupakan massa dari
elemen sitoskeletal. Badan Pick terlihat pada beberapa spesimen postmortem
tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab penyakit Pick tidak
diketahui, tetapi penyakit ini memiliki prevalensi sekitar 5% dari semua
demensia ireversibel. Ini paling sering terjadi pada pria, terutama mereka yang
memiliki kerabat tingkat pertama dengan kondisi tersebut. Penyakit Pick sulit
dibedakan dari demensia tipe Alzheimer, meskipun tahap awal penyakit Pick
lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dan biasanya
dimulai sebelum usia 75 tahun. Gejala sindrom Kluver-Bucy (misalnya,
hypersexuality, placidity, dan hyperorality) jauh lebih umum pada penyakit
Pick daripada penyakit Alzheimer.
d. Lewy Body Disease
Penyakit badan Lewy adalah demensia klinis mirip dengan penyakit
Alzheimer dan sering ditandai dengan halusinasi, gejala parkinsonian, dan
tanda-tanda ekstrapiramidal. Badan Lewy ditemukan di korteks serebral.
Insiden pastinya tidak diketahui. Pasien-pasien ini sering memiliki sindrom
Capgras (parametia reduplicative) sebagai gejala dari gambaran klinis.
e. Huntington’s Disease
Penyakit Huntington secara klasik dikaitkan dengan perkembangan
demensia. Demensia yang terlihat pada penyakit ini adalah tipe demensia
subkortikal, yang ditandai oleh lebih banyak kelainan motorik dan lebih
sedikit kelainan bahasa dibandingkan pada tipe demensia kortikal. Demensia
Huntington menunjukkan perlambatan psikomotor dan kesulitan dengan
tugas-tugas kompleks, tetapi memori, bahasa, dan pandangan terang tetap
relatif utuh pada tahap awal dan pertengahan penyakit. Seiring perkembangan
penyakit, bagaimanapun, demensia menjadi lengkap; gejala yang
membedakannya dari demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insiden
depresi dan psikosis selain gangguan gerakan choreoathetoid klasik.
f. Parkinson’s Disease
Seperti penyakit Huntington, parkinsonisme adalah penyakit ganglia basal,
umumnya berhubungan dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20-30%
pasien dengan penyakit Parkinson mengalami demensia, dan tambahan 30-

18
40% memiliki penurunan dalam kemampuan kognitif. Pergerakan lambat
orang-orang dengan penyakit Parkinson disejajarkan dengan pemikiran lambat
dari beberapa pasien yang terkena, yang dapat disebut oleh dokter sebagai
bradyphrenia.
g. Demensia terkait HIV
Encephalopathy pada infeksi HIV dikaitkan dengan demensia dan disebut
demensia kompleks AIDS, atau demensia HIV. Pasien yang terinfeksi dengan
HIV mengalami demensia pada tingkat tahunan sekitar 14%. Diperkirakan
75% pasien dengan AIDS memiliki keterlibatan CNS pada saat dilakukan
otopsi. Perkembangan demensia pada orang yang terinfeksi HIV sering
disejajarkan dengan munculnya kelainan parenkim dalam MRI scan.
Demensia menular lainnya dapat disebabkan oleh Cryptococcus atau
Treponema pallidum.
h. Demensia terkait trauma kepala
Demensia bisa menjadi sekuel trauma kepala. Sindrom punchdrunk
(demensia pugilistica) terjadi pada petinju setelah trauma kepala berulang
selama bertahun-tahun. Ini ditandai dengan labilitas emosional, dysarthria, dan
impulsivitas. Ini juga telah diamati pada pemain sepak bola profesional yang
mengalami demensia setelah gegar otak berulang selama bertahun-tahun.3
1.3 Diagnosis
I. Kriteria diagnostik demensia menurut PPDGJ 111 adalah sebagai
berikut:
F00. Demensia pada penyakit Alzheimer
Pedoman diagnostik
 Terdapat gejala demensia.
 Onset bertahap (insidious onset) dengan deteriorasi lambat.
Onset biasanya sulit ditentukan waktunya persis, tiba-tiba orang lain
sudah menyadari adanya kelainan tersebut. Dalam perjalanan
penyakitnya dapat terjadi suatu taraf yang stabil (plateau) secara nyata.
 Tidak adanya bukti klinis atau temuan dari pemeriksaan khusus yang
menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat disebabkan oleh penyakit
otak ata sistemik lain yang dapat menimbulkan demensia (misalnya
hipotiroidisme, hiperkalsemia, defisiensi vitamin B12, defisiensi
niasin, neurosifilis, hidrosefalus bertekanan normal, atau hematoma
subdural).

19
 Tidak adanya serangan apoplektik mendadak, atau gejala neurologik
kerusakan otak fokal seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik,
defek lapangan pandang mata, dan inkoordinasi yang terjadi dalam
masa dini dari gangguan itu (walaupun fenomena ini di kemudian hari
dapat bertumpang tindih).

Demensia pada penyakit Alzheimer dalam PPDGJ III terbagi lagi


menjadi beberapa kelompok, yaitu sebagai berikut.

F00.0 Demensia pada penyakit Alzheimer onset dini


Pedoman diagnostik
 Demensia yang onsetnya sebelum usia 65 tahun.
 Perkembangan gejala cepat dan progresif.
 Adanya riwayat keluarga yang berpenyakit Alzheimer merupakan
factor yang menyokong diagnosis tetapi tidak harus dipenuhi.

F00.1 Demensia pada penyakit Alzheimer onset lambat


Pedoman diagnostik
 Demensia yang onsetnya sesudah usia 65 tahun.
 Perkembangan gejala lambat dan biasanya dengan gangguan daya
ingat sebagai gambaran utamanya.
 Adanya riwayat keluarga yang berpenyakit Alzheimer merupakan
factor yang menyokong diagnosis tetapi tidak harus dipenuhi.

F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer tipe tak khas atau tipe
campuran
Dikategorikan ke dalam kelompok ini apabila tidak cocok dengan
pedoman diagnostic untuk F00.0 atau F00.1. Tipe campuran adalah
demensia Alzheimer + vaskuler.

F00.9 Demensia pada penyakit Alzheimer YTT

F01 Demensia Vaskular


Pedoman diagnostik
 Terdapat gejala demensia

20
 Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat
hilangnya daya ingat, gangguan daya pikir, gejala neurologis fokal).
Daya tilik diri (insight) dan daya nilai (judgment) secara relatif tetap
baik.
 Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang berahap, disertai
adanya gangguan neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan
diagnosis demensia vaskuler.
Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan
pemeriksann CT-Scan atau pemeriksaan neuro-patologis.

Demensia pada penyakit vaskular dalam PPDGJ III terbagi lagi


menjadi beberapa kelompok, yaitu sebagai berikut.

F01.0 Demensia vaskular onset akut


Biasanya terjadi secara cepat sesudah serangkaian “stroke” akibat
thrombosis serebrovaskuler, embolisme, atau perdarahan. Pada kasus-
kasus yang jarang, satu infark yang besar dapat sebagai penyebab.

F00.1 Demensia multi-infark


Onsetnya lebih lambat, biasanya setelah serangkaian episode iskemik
minor yang menimbulkan akumulasi dari infark pada parenkim otak.

F00.2 Demensia vascular subkortikal


Fokus kerusakan akibat iskemia pada substansia alba pada hemisferi
serebral, yang dapat diduga secara klinis dan dibuktikan dengan CT-Scan.
Koreteks serebri biasanya tetap baik, walaupun demikian gambaran klinis
masih mirip dengan demensia pada penyakit Alzheimer.

F00.8 Demensia vascular lainnya

F00.9 Demensia vascular YTT

F02 Demensia pada penyakit lain YDK

21
F02.0 Demensia pada penyakit Pick
Pedoman diagnostik
 Adanya gejala demensia yang progresif.
 Gambaran neuropatologis berupa atrofi selektif dari lobus frontalis
yang menonjol, disertai euphoria, emosi tumpul, dan perilaku sosial
kasar, disinhibisi, dan apatis atau gelisah.
 Manifestasi gangguan perilaku pada umumnya mendahului gangguan
daya ingat.

F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt-Jacob


Pedoman diagnostik
 Trias yang sangat mengarah pada diagnosis penyakit ini.
o Demensia progresif merusak
o Penyakit pyramidal dan ekstrapiramidal dengan mioklonus
o Elektroensefalogram yang khas (trifasik)

F02.2 Demensia pada penyakit Huntington


Pedoman diagnostik
 Adanya kaitan antara gangguan gerakan koreiform (Choreiform),
demensia, dan riwayat keluarga dengan penyakit Huntington.
 Gerakan koreiform yang involunter, terutama pada wajah, tangan, dan
bahu, atau cara berjalan yang khas, merupakan manifestasi diri dari
gangguan ini. Gejala ini biasanya mendahului gejala demensia, jarang
sekali gejala dini tersebut tak muncul sampai demensia menjadi sangat
lanjut.
 Gejala demensia diatandai dengan gangguan fungsi lobus frontalis
pada tahap dini, dengan daya ingat relative masih terpelihata, sampai
saat selanjutnya.

F02.3 Demensia pada penyakit parkinson


Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit
Parkinson yang sudah parah, tidak ada gambaran klinis khusus yang dapat
ditampilkan.

22
F02.4 Demensia pada penyakit HIV
Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit HIV,
tidak ditemukannya penyakit atau kondisi lain yang bersamaan selain
infeksi HIV itu.

F02.8 Demensia pada penyakit lain YDT YDK


Demensia yang terjadi sebagai manifestasi atau konsekuensi beberapa
macam kondisi somatic dan serebral lainnya.2

II. Kriteria diagnostik demensia dalam DSM-5 adalah sebagai berikut.


A. Bukti tanda penurunan kognitif yang signifikan dari tingkat kemampuan
sebelumnya dalam satu atau lebih domain kognif (perhatian kompleks,
fungsi eksekutif, pembelajaran dan memori, bahasa, perseptual-motor,
atau kognisi sosial) berdasarkan pada:
1. Kekhawatiran individu, pengetahuan yang luas, atau dokter bahwa
telah terjadi penurunan fungsi kognitif yang signifikan; dan
2. Kerusakan substansial dalam kinerja kognitif, sebaiknya
didokumentasikan oleh tes neuropsikologi standar atau, jika tidak ada,
penilaian klinis terukur lainnya.
B. Defisit kognitif mengganggu kemandirian dalam kegiatan sehari-hari
(yaitu, minimal membutuhkan bantuan dalam kegiatan sehari-hari seperti
membayar tagihan atau mengelola obat).
C. Defisit kognitif tidak terjadi secara eksklusif dalam konteks delirium.
D. Defisit kognitif tidak dapat dijelaskan oleh gangguan mental lain
(misalnya, gangguan depresi mayor, skizofrenia).

Tentukan apakah karena:


a) Penyakit Alzheimer g) Infeksi HIV
b) Frontotemporal lobar h) Prion disease
i) Penyakit Parkinson
degeneration
j) Penyakit Huntington
c) Body Lewy Disease
k) Kondisi medis lainnya
d) Penyakit vaskular
l) Etiologi ganda
e) Trauma Kepala
m) Yang tidak diketahui
f) Penggunaan zat atau obat

Tentukan:

23
 Tanpa gangguan perilaku: Jika gangguan kognitif tidak disertai dengan
gangguan perilaku yang signifikan secara klinis.
 Dengan gangguan perilaku (sebutkan gangguan): Jika gangguan
kognitif disertai dengan gangguan perilaku klinis yang signifikan
(misalnya, gejala psikotik, gangguan suasana hati, agitasi, apati, atau
gejala perilaku lainnya).

Tentukan tingkat keparahan saat ini:


 Ringan: Daya tarik menarik dengan aktivitas instrumental kehidupan
sehari-hari (misalnya, pekerjaan rumah tangga, mengelola uang).
 Sedang: Kesulitan dengan aktivitas dasar kehidupan sehari-hari (misalnya,
memberi makan, berpakaian).
 Parah: Sepenuhnya tergantung.

Diagnosis demensia didasarkan pada pemeriksaan klinis, termasuk


pemeriksaan status mental, dan informasi dari keluarga pasien, teman, dan
lingkungan. Keluhan perubahan kepribadian pada pasien yang lebih tua dari usia
40 tahun harus mempertimbangkan diagnosis demensia secara hati-hati. Dokter
harus mencatat keluhan pasien tentang gangguan intelektual dan kelupaan serta
bukti pengelakan, penolakan, atau rasionalisasi pasien yang ditujukan untuk
menyembunyikan defisit kognitif.

Gangguan memori biasanya merupakan gejala awal dan menonjol dalam


demensia, terutama pada demensia yang melibatkan korteks, seperti demensia tipe
Alzheimer. Pada awal perjalanan demensia, gangguan memori ringan dan
biasanya terlihat pada kejadian baru-baru ini seperti orang lupa nomor telepon,
percakapan, dan acara hari itu. Seiring perjalanan demensia berlangsung,
gangguan memori menjadi berat, dan hanya informasi yang dipelajari paling awal
(misalnya, tempat kelahiran seseorang) yang dipertahankan.3

1.4 Tatalaksana
Langkah pertama dalam pengobatan demensia adalah memastikan
diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting karena progresi dapat dihentikan
jika terapi yang tepat diberikan. Tindakan pencegahan penting, terutama pada

24
demensia vaskular. Langkah-langkah tersebut antara lain diet, olahraga, dan
kontrol diabetes dan hipertensi. Agen farmakologis yang dapat diberikan antara
lain agen antihipertensi, antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan tekanan
darah harus dilakukan untuk mencapai tekanan darah maksimal dari kisaran
normal, karena hal tersebut telah dibuktikan dapat meningkatkan fungsi kognitif
pada pasien dengan demensia vaskular. Tekanan darah di bawah kisaran normal
telah terbukti lebih merusak fungsi kognitif pada pasien dengan demensia.
Antihipertensi antagonis reseptor β-adrenergik berhubungan dengan memperbesar
kerusakan kognitif. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik
belum dikaitkan dengan berlebihan gangguan kognitif dan dianggap menurunkan
tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak, yang diduga berkorelasi
dengan fungsi kognitif. Operasi pengangkatan plak karotid dapat mencegah
kejadian vaskular berikutnya pada pasien harus dipilih dengan cermat. Pendekatan
pengobatan umum untuk pasien dengan demensia adalah untuk memberikan
perawatan medis yang mendukung; dukungan emosional untuk pasien dan
keluarga mereka; dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk
perilaku mengganggu.

Terapi Psikososial
Pasien sering mendapat manfaat dari psikoterapi yang bersifat suportif dan
edukatif, di mana mereka mendapatkan penjelasan dengan jelas tentang sifat dan
perjalanan penyakit mereka. Mereka juga mendapatkan manfaat dari dukungan
moril terhadap kesedihan mereka dan ketidakmampuan mereka serta mendapatkan
perhatian terhadap masalah harga diri mereka. Setiap area yang masih berfungsi
harus dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi kegiatan yang
mungkin bisa dilakukan. Penilaian psikodinamik pada kerusakan fungsi diri dan
keterbatasan kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu pasien
menemukan cara untuk menangani fungsi diri yang rusak, seperti menjaga
kalender untuk masalah orientasi, membuat jadwal untuk membantu menyusun
kegiatan, dan mencatat untuk membantu masalah ingatan.

25
Intervensi psikodinamik dengan anggota keluarga pasien demensia
mungkin sangat membantu. Mereka yang merawat pasien akan merasakan
perasaan bersalah, kesedihan, kemarahan, dan kelelahan saat mereka melihat
anggota keluarga mereka secara bertahap mengalami perburukan. Masalah umum
yang berkembang di antara para pengasuh adalah berkaitan dengan pengorbanan
diri mereka dalam merawat pasien. Kebencian yang berkembang secara bertahap
dari pengorbanan diri ini sering ditekan karena perasaan bersalah yang
dihasilkannya. Dokter dapat membantu pengasuh memahami perasaan yang
terkait, dengan memberikan pemahaman serta izin untuk mengekspresikan
perasaannya. Dokter juga harus menyadari kecenderungan pengasuh untuk
menyalahkan diri sendiri atau orang lain terhadap penyakit pasien dan harus
menghargai peran mereka pada pasien demensia di kehidupan anggota keluarga.

Farmakoterapi
Dokter dapat meresepkan benzodiazepin untuk insomnia dan kecemasan,
antidepresan untuk depresi, dan obat antipsikotik untuk delusi dan halusinasi,
tetapi mereka harus menyadari kemungkinan efek idiosyncratic dari obat pada
orang tua (misalnya, kegembiraan paradoks, kebingungan, dan peningkatan
sedasi). Secara umum, obat dengan aktivitas antikolinergik tinggi harus dihindari.
Donepezil (Aricept), rivastigmine (Exelon), galantamine (Remiryl), dan tacrine
(Cognex) adalah inhibitor kolinesterase yang digunakan untuk mengobati
gangguan kognitif ringan hingga sedang pada penyakit Alzheimer. Mereka
mengurangi inaktivasi neurotransmitter asetilkolin sehingga akan memberikan
efek pada neurotransmitter kolinergik untuk membantu menghasilkan perbaikan
sederhana pada memori dan pemikiran. Obat-obatan ini paling berguna untuk
orang dengan kehilangan ingatan ringan sampai sedang yang berguna untuk
memelihara neuron kolinergik otak kedepan mereka untuk mendapatkan manfaat
dari bertambahnya neurotransmisi kolinergik. Donepezil ditoleransi dengan baik
dan digunakan secara luas. Tacrine jarang digunakan karena potensinya untuk
hepatotoksisitas. Data klinis yang lebih sedikit tersedia untuk rivastigmine dan
galantamine, yang tampaknya lebih mungkin menyebabkan efek samping

26
gastrointestinal (GI) dan neuropsikiatrik daripada donepezil. Tak satu pun dari
obat-obat ini mencegah degenerasi saraf progresif dari gangguan ini. Memantine
(Namenda) melindungi neuron dari jumlah glutamat yang berlebihan, yang
mungkin neurotoksik. Obat ini terkadang dikombinasikan dengan donepezil. Telah
diketahui untuk meningkatkan demensia.

Pendekatan Perawatan Lainnya


Obat lain yang diuji untuk meningkatan fungsi kognitif adalah obat
peningkat metabolik otak, inhibitor saluran kalsium, dan agen serotonergik.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa selegiline (Eldepryl), penghambat tipe B
monoamine oxidase (MAOB) selektif, dapat memperlambat kemajuan penyakit
ini. Ondansetron (Zofran), antagonis reseptor 5-HT3, sedang diselidiki. Terapi
penggantian estrogen dapat mengurangi risiko penurunan kognitif pada wanita
pascamenopause, namun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi
efek ini. Laporan telah muncul dari pasien yang menggunakan agen antiinflamasi
nonsteroid yang memiliki risiko berkembang lebih rendah Penyakit Alzheimer.
Vitamin E belum terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit.3

1.5 Perjalanan penyakit dan prognosis


Perjalanan klasik demensia terjadi pada pasien dengan onset pada usia 50-
an atau 60-an, dengan penurunan bertahap selama 5 hingga 10 tahun, yang
akhirnya menyebabkan kematian. Usia onset dan kecepatan kemunduran
bervariasi antara jenis demensia dan dalam kategori diagnostik individu. Harapan
hidup rata-rata untuk pasien dengan demensia tipe Alzheimer adalah sekitar 8
tahun, dengan kisaran 1 hingga 20 tahun. Data menunjukkan bahwa pada pasien
dengan onset awal demensia atau dengan riwayat demensia dalam keluarga,
penyakit ini mungkin memiliki perjalanan yang cepat. Dalam penelitian terbaru
dari 821 orang dengan penyakit Alzheimer, waktu kelangsungan hidup rata-rata
adalah 3,5 tahun. Setelah demensia didiagnosis, pasien harus melakukan
pemeriksaan medis dan neurologis lengkap karena 10-15% dari semua pasien
dengan demensia memiliki kondisi yang berpotensi reversibel jika pengobatan
dimulai sebelum kerusakan otak permanen terjadi.

27
Perjalanan demensia yang paling umum dimulai dengan beberapa tanda
yang tidak ketara dan mungkin pada awalnya diabaikan oleh pasien dan orang-
orang terdekat pasien. Gejala yang muncul secara bertahap paling sering dikaitkan
dengan demensia tipe Alzheimer, demensia vaskular, endokrinopati, tumor otak,
dan gangguan metabolik. Sebaliknya, gejala pada demensia akibat trauma kepala,
henti jantung dengan hipoksia serebral, atau ensefalitis bisa tiba-tiba. Meskipun
gejala pada fase awal demensia tidak ketara, namun akan menyolok saat demensia
terus berlanjut, dan anggota keluarga akan membawa pasien ke dokter. Orang
dengan demensia mungkin sensitif terhadap penggunaan benzodiazepin atau
alkohol, yang dapat memicu perilaku gelisah, agresif, atau psikotik. Pada
demensia tahap terminal, pasien akan seperti cangkang kosong berbeda dari diri
mereka yang sebelumnya, yaitu mereka akan sangat bingung, tidak koheren,
amnestik, dan mengompol dan membuang feses sembarangan.

Dengan pengobatan psikososial dan farmakologis serta mungkin dengan


adanya sifat penyembuhan diri dari otak, gejala demensia dapat berkembang
lambat untuk beberapa waktu atau bahkan mungkin agak surut. Regresinya gejala
kemungkinan demensia mengalami reversibel (demensia yang disebabkan oleh
hipotiroidisme, NPH, dan tumor otak) setelah pengobatan dimulai. Perjalanan
demensia bervariasi, mulai dari perkembangan yang terus menerus (umumnya
terlihat dengan demensia tipe Alzheimer) hingga demensia yang semakin
memburuk (umumnya terlihat dengan demensia vaskular) hingga demensia stabil
(seperti yang dapat dilihat pada demensia yang terkait dengan trauma kepala).3

C. GANGGUAN AMNESTIK
Gangguan amnestik adalah terganggunya kemampuan mempelajari dan
mengigat informasi baru yang didapat, disertai ketidakmampuan mengingat
pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya. Pada keadaan yang berat, dapat
mempengaruhi fungsi personal, sosial dan okupasional.

Gangguan amnestik pada DSM-5 dikategorikan sebagai "gangguan


neurokognitif mayor atau minor karena kondisi medis lain." Semua gangguan ini

28
menyebabkan gangguan dalam memori sebagai tanda dan gejala utamanya,
meskipun tanda-tanda penurunan kognitif lainnya dapat terjadi bersamaan.

Gangguan amnestik dalam semua kategori adalah berbagai penyakit dan


kondisi medis dimana amnesia sebagai keluhan utama. Sindrom ini didefinisikan
terutama oleh penurunan kemampuan untuk menciptakan ingatan baru. Gangguan
amnesik pada DSM-5 mengkategorikan tiga etiologi yaitu:

a. Gangguan amnestik yang disebabkan oleh kondisi medis umum


(misalnya, trauma kepala)
b. Gangguan amnestik yang diinduksi oleh substansi atau zat (misalnya,
disebabkan oleh keracunan karbon monoksida atau konsumsi alkohol
kronis), dan
c. Gangguan amnestik tidak dinyatakan khusus untuk kasus-kasus di mana
etiologi tidak jelas.3

3. 1 Epidemologi
Amnesia paling sering ditemukan pada gangguan penggunaan alkohol dan
cedera kepala. Dalam praktek umum dan pengaturan rumah sakit, frekuensi
amnestk yang terkait dengan penyalahgunaan alkohol kronis telah menurun, dan
frekuensi amnestik yang terkait dengan trauma kepala telah meningkat.3

3.2 Etiologi
Struktur neuroanatomis yang paling terlibat dalam memori dan dalam
timbulnya gangguan amnestik adalah struktur diensefalon tertentu seperti nuklei
dorsomedial dan mediana talamus dan struktur lobus midtemporal seperti
hipokampus, korpus mamilari, dan amigdala. Meskipun amnesia biasanya
merupakan hasil dari kerusakan bilateral pada struktur ini, beberapa kasus
kerusakan unilateral mengakibatkan gangguan amnesik, dan bukti
megindetifikasikan bahwa hemisfer kiri mungkin lebih kritis daripada belahan
kanan dalam timbulnya gangguan ingatan. Banyak penelitian tentang ingatan dan
amnesia pada hewan menunjukkan bahwa area otak lain mungkin juga terlibat
dalam gejala yang menyertai amnesia. Keterlibatan lobus frontal dapat

29
menghasilkan gejala seperti konfabulasi dan apati, yang dapat dilihat pada pasien
dengan gangguan amnesik.

Gangguan amnestik memiliki banyak penyebab potensial. Kekurangan


tiamin, hipoglikemia, hipoksia (termasuk keracunan karbon monoksida), dan
ensefalitis herpes simpleks semuanya memiliki kecenderungan untuk merusak
lobus temporal, terutama hipokampus sehingga dapat menyebabkan timbulnya
gangguan amnesik. Demikian pula, bila tumor, penyakit serebrovaskular, prosedur
bedah, atau plak sclerosis multipel melibatkan daerah diensefalon atau temporal
otak, gejala gangguan amnestik dapat muncul. kerusakan otak secara umum akibat
serangan kejang, terapi ECT, dan trauma kepala, juga dapat menyebabkan
gangguan memori. Amnesia global sementara dianggap sebagai gangguan
serebrovaskular yang melibatkan gangguan sementara dalam aliran darah melalui
arteri vertebrobasilar.

Banyak obat yang dapat menyebabkan timnulnya amnesia, dan dokter


harus meninjau semua obat yang diminum, termasuk obat yang tidak diresepkan,
dalam pemeriksaan diagnostik pasien dengan amnesia. Benzodiazepin adalah obat
resep yang paling sering dikaitkan dengan amnesia. Semua benzodiazepin dapat
menyebabkan amnesia, terutama jika dikombinasikan dengan alkohol. Ketika
triazolam (Halcion) digunakan dalam dosis 0,25 mg atau kurang, yang umumnya
setara dengan dosis standar benzodiazepin lainnya, amnesia jarang terjadi
dibandingkan dengan benzodiazepin lainnya. Namun bila bersamaan dengan
alkohol dan dosis yang lebih tinggi, dapat menimbulkan amnesia anterograde.

Etiologi gangguan amnestik


a. Kondisi medis sistemik
 Defisiensi tiamin (Sindroma Korsakoff)
 Hipoglikemia
b. Kondisi otak primer
 Kejang
 Trauma kepala (tertutup dan tembus)
 Tumor serebrovaskular (terutama thalamik dan lobus temporalis)

30
 Prosedur bedah pada otak
 Ensefalitis karena herpes simpleks
 Hipoksia (terutama usaha pencekikan yang tidak mematikan dan
keracunan karbonmonoksida)
 Amnesia global transien
 Terapi elektrokonvulsif
 Sklerosis multipel
c. Gangguan amnestik akibat zat

Gangguan penggunaan alkohol

Neurotoksin

Benzodiazepin (dan sedatif- hipnotik lain)

Banyak preparat yang dijual bebas.3
3.3 Diagnosis
Gangguan amnestik terjadi karena adanya gangguan pada kemampuan
untuk mempelajari informasi baru atau ketidakmampuan untuk mengingat
informasi yang telah dipelajari sebelumnya, sebagai akibat dari mana terdapat
penurunan yang signifikan dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan yang
disebabkan oleh kondisi medis umum (termasuk fisik trauma). Gangguan
amnestik dapat bersifat sementara, yang berlangsung selama berjam-jam atau
berhari-hari atau minggu atau bulan pada kronis berlangsung lebih dari sebulan.
Berdasarkan etiologinya terdapat 3 gangguan amnesik, gangguan amnesik akibat
kondisi medis umum, gangguan amnesik yang diinduksi oleh substansi atau zat
dan gangguan amnesik tidak dinyatakan khusus untuk kasus-kasus di mana
etiologi tidak jelas. Pada DSM-IV kriteria diagnosis gangguan amnesik:

I. Kriteria diagnosis gangguan amnesik akibat kondisi medis umum


a. Perkembangan gangguan daya ingat seperti yang dimanifestasikan oleh
gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru atau
ketidakmampuan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari
sebelumnya.
b. Gangguan daya ingat menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi
sosial atau pekerjaan dan merupakan penurunan bermakna dari tingkat
fungsi sebelumnya.

31
c. Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu
delirium atau suatu demensia
d. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari
kondisi medis umum termasuk trauma fisik
Akut: gangguan memori kurang dari atau selama 1 bulan
Kronik: gangguan memori lebih dari 1 bulan4
II. Kriteria diagnosis gangguan amnesik persisten terinduksi zat
a. Perkembangan gangguan daya ingat seperti yang dimanifestasikan oleh
gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru atau
ketidakmampuan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari
sebelumnya.
b. Gangguan daya ingat menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi
sosial atau pekerjaan dan merupakan penurunan bermakna dari tingkat
fungsi sebelumnya
c. Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan
suatu delirium atau suatu demensia serta menetap melapui durasi
intoksikasi atau keadaan putus zat yang biasa.
d. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium bahwa gangguan memori tersebut terkait efek persisten
penggunaan zat.4
III.Kriteria diagnosis gangguan amnesik YTT
Ganguan amnesik yang tidak memenuhi kriteria spesifik seperti yang telah
dijelaskan.4

Kriteria diagnosis DSM-5 menambahkan diagnosis gangguan amnesik


yang diinduksi oleh substansi dibuat ketika bukti menunjukkan bahwa gejala
berhubungan secara kausatif dengan penggunaan suatu zat. DSM-5 merujuk
dokter untuk diagnosis spesifik dalam gangguan yang berhubungan dengan
substansi: gangguan yang diinduksi alkohol; gangguan penenang, hipnosis, atau
ansiolitik yang diinduksi; dan gangguan yang diinduksi zat (atau tidak diketahui)
lainnya.3

3.4 Manifestasi klinis dan subtipe

32
Gejala utama dari gangguan amnesik adalah timbulnya gangguan memori
yang ditandai oleh gangguan pada kemampuan untuk mempelajari informasi baru
(anterograde amnesia) dan ketidakmampuan mengingat pengetahuan yang
sebelumnya diingat (retrograde amnesia). Gejala harus menghasilkan masalah
yang signifikan untuk pasien dalam fungsi sosial atau pekerjaan mereka. Waktu
ketika pasien menjadi amnesik dapat langsung dimulai langsung sejak saat
trauma atau periode sebelum trauma. Memori mengenai waktu selama terjadinya
cedera fisik (misalnya, selama peristiwa serebrovaskular) juga dapat menghilang.

Memori jangka pendek dan memori segera biasanya terganggu. Pasien


tidak dapat mengingat apa yang dimakan saat sarapan atau makan siang, nama
rumah sakit, atau dokter mereka. Pada beberapa pasien, amnesia sangat dalam
sehingga pasien tidak dapat berorientasi terhadap kota dan waktu, meskipun
orientasi ke orang jarang hilang dalam gangguan amnesik. Memori untuk
informasi yang terlalu banyak dipelajari atau peristiwa dari masa lampau, seperti
pengalaman masa kecil, adalah baik, tetapi memori untuk peristiwa dari masa lalu
yang belum terlalu lama (selama dekade terakhir) mengalami gangguan. Memori
segera (diuji, misalnya, dengan meminta pasien mengulang enam angka) tetap
utuh. Seiring dengan perbaikan, pasien mungkin mengalami penyempitan jangka
waktu yang terhilang memorinya meski sejumlah pasien mengalami perbaikan
memori terhadap seluruh periode tersebut.

Awitan gejala dapat mendadak, seperti pada trauma, kejadian


serebrovaskular, dan cedera kimia neurotoksik, atau bertahap, seperti pada
defisiensi nutrisi dan tumor serebral. Berbagai gejala lain dapat dikaitkan dengan
gangguan amnesik. Untuk pasien dengan gangguan kognitif lainnya, diagnosis
demensia atau delirium lebih tepat daripada diagnosis gangguan amnesik.
Perubahan kepribadian yang halus dan kasar dapat menyertai gejala gangguan
memori pada gangguan amnesik. Pasien dapat menjadi apatis, kurang inisiatif,
memiliki episode agitasi yang tidak beralasan, atau tampak terlalu ramah atau
menyenangkan. Pasien dengan gangguan amnesik juga dapat tampak bingung dan
kacau serta mungkin dapat mencoba untuk menutupi kebingungan mereka dengan

33
jawaban-jawaban konfabulatof. Secara karakteristik, pasien dengan gangguan
amnestic tidak memiliki wawasan yang baik akan kondisi neuropsikiatrik mereka.

a. Penyakit serebrovaskular

Penyakit serebrovaskular yang menyerang hipokampus melibatkan arteri


serebral dan basilaris posterior dan cabang-cabangnya. Infark jarang terbatas
pada hipokampus, infark sering melibatkan lobus oksipital atau parietal.
Dengan demikian, gejala umum penyakit serebrovaskular di wilayah ini
adalah tanda-tanda neurologis fokal yang melibatkan modalitas penglihatan
atau sensorik. Penyakit serebrovaskular yang menyerang talamus medial
bilateral, terutama bagian anterior, sering dikaitkan dengan gejala gangguan
amnestik. Beberapa studi kasus melaporkan gangguan amnestik dari pecahnya
aneurisma arteri komunikus anterior, yang mengakibatkan infark di region
basalis otak depan.

b. Multiple sclerosis

Proses patofisiologi multiple sclerosis melibatkan pembentukan plak yang


tampak acak di dalam parenkim otak. Ketika plak terjadi di lobus temporal
dan daerah diencephalic, gejala gangguan memori dapat terjadi. Faktanya,
keluhan kognitif yang paling umum pada pasien dengan multiple sclerosis
melibatkan gangguan memori, yang terjadi pada 40 hingga 60 persen pasien.
Secara karakteristik, rentang memori digit adalah normal, tetapi memori
segara dan penarikan informasi yang tertunda terganggu. Gangguan memori
dapat mempengaruhi baik materi verbal maupun nonverbal.

c. Sindrom KorsakofI

Sindrom KorsakofI adalah sindrom amnestik yang disebabkan oleh


defisiensi tiamin, paling sering dikaitkan dengan kebiasaan gizi buruk orang
dengan penyalahgunaan alkohol kronis. Penyebab lain dari gizi buruk
(misalnya, kelaparan), karsinoma lambung, hemodialisis, hiperemesis
gravidarum, hiperalimentasi IV berkepanjangan, dan plikasi lambung juga
dapat menyebabkan defisiensi tiamin. Sindrom KorsakofI sering dikaitkan

34
dengan ensefalopati Wernicke, yang merupakan sindrom terkait yang terdiri
dari kebingungan, ataksia, dan oftalmoplegia. Pada pasien dengan gejala
terkait defisiensi tiamin ini, temuan neuropatologi termasuk hiperplasia
pembuluh darah kecil yang kadang disertai perdarahan, hipertrofi astrosit, dan
perubahan samar pada akson neuronal. Meskipun delirium hilang dalam waktu
satu bulan atau lebih, sindrom amnestik baik menyertai atau mengikuti
ensefalopati Wernicke yang tidak diobati pada sekitar 85 persen dari semua
kasus.

Pasien dengan sindrom KorsakofI biasanya menunjukkan perubahan


dalam kepribadian juga, sehingga mereka menunjukkan kurangnya inisiatif,
spontanitas berkurang, dan kurangnya minat atau kekhawatiran. Perubahan ini
tampak seperti lobus frontal, mirip dengan perubahan kepribadian yang
dianggap berasal dari pasien dengan lesi lobus frontal atau degenerasi.
Memang, pasien tersebut sering menunjukkan defisit fungsi eksekutif pada
fungsi neuropsikologi yang melibatkan perhatian, perencanaan, mengatur
pergeseran, dan penalaran inferensial yang konsisten dengan cedera pola
frontal. Untuk alasan ini, sindrom KorsakofI bukanlah gangguan memori
murni, meskipun tentu saja merupakan paradigma yang baik dari presentasi
klinis yang lebih umum untuk sindrom amnesik.

Awitan sindrom KorsakofI dapat berangsur-angsur. Memori jangka pendek


cenderung lebih terkena daripada memori jarak panjang, tetapi gamabran ini
bervariasi. konfabulasi, apati, dan pasivitas sering kali merupakan gejala yang
menonjol pada sindrom tersebut. Dengan pengobatan, pasien dapat tetap
amnesik hingga 3 bulan dan kemudian secara bertahap membaik pada tahun
berikutnya. Pemberian tiamin dapat mencegah perkembangan gejala amnestik
tambahan, tetapi pengobatan jarang membalikkan gejala amnesik berat ketika
gejala tersebut timbul. Sekitar sepertiga hingga seperempat dari semua pasien
pulih sepenuhnya, dan sekitar seperempat dari semua pasien tidak mengalami
perbaikan gejala.

d. Penyalahgunaan alkohol

35
Beberapa orang dengan penyalahgunaan alkohol berat dapat menunjukkan
sindrom yang biasa disebut sebagai alkoholik blackout. Secara karakteristik,
orang-orang ini bangun di pagi hari dengan kesadaran penuh bahwa ia tidak
dapat mengingat suatu periode di malam sebelumnya ketika ia mengalami
intoksikasi. Kadang-kadang perilaku tertentu (menyembunyikan uang di
tempat rahasia dan memancing perkelahian) dikaitkan dengan blackout.

e. Terapi elektrokonvulsif

Terapi elektrokonvulsif biasanya dikaitkan dengan retrograde amnesia


untuk jangka waktu beberapa menit sebelum pengobatan dan amnesia
anterograde setelah tarapi. Amnesia anterograde biasanya membaik dalam 5
jam. Defisit memori ringan mungkin tetap selama 1 hingga 2 bulan setelah
pengobatan ECT, tetapi gejalanya benar-benar sembuh 6 hingga 9 bulan
setelah tarapi.

f. Trauma kepala

Trauma kepala (baik tertutup dan menembus) dapat menyebabkan


berbagai gejala neuropsikiatrik, termasuk demensia, depresi, perubahan
kepribadian, dan gangguan amnesik. Gangguan amnesik yang disebabkan oleh
trauma kepala umumnya terkait dengan suatu periode amnesia retrograde yang
mengarah ke insiden traumatis dan amnesia mengenai insiden traumatis itu
sendiri. Tingkat keparahan cedera otak agak berkorelasi dengan durasi dan
keparahan dari sindrom amnestik, tetapi untuk mengetahui perbaikan yang
sesungguhnya adalah melihat perbaikan derajat amnesia selama minggu
pertama setelah pasien sadar.

g. Amnesia global sementara

Amnesia global sementara ditandai oleh hilangnya kemampuan untuk


mengingat peristiwa baru-baru ini atau mengingat informasi baru. Sindrom ini
sering ditandai dengan kebingungan ringan dan kurangnya pemahaman atas
masalah; sensorium yang jelas; dan, kadang-kadang, ketidakmampuan untuk
melakukan beberapa tugas kompleks yang dipelajari dengan baik. Episode

36
berlangsung dari 6 hingga 24 jam. Studi menunjukkan bahwa amnesia global
sementara terjadi pada 5 hingga 10 kasus per 100.000 orang per tahun,
meskipun, untuk pasien yang lebih tua dari usia 50 tahun, angka ini bisa
mencapai 30 kasus per 100.000 orang per tahun. Patofisiologi tidak diketahui,
tetapi mungkin melibatkan iskemia dari lobus temporal dan daerah otak
diencephalic. Beberapa penelitian pasien dengan SPECT telah menunjukkan
penurunan aliran darah di daerah temporal dan parietotemporal, terutama di
belahan kiri. Pasien dengan amnesia global sementara hampir secara universal
mengalami perbaikan lengkap, meskipun satu studi menemukan bahwa sekitar
20 persen pasien mungkin mengalami rekurensi episode tersebut, dan
penelitian lain menemukan bahwa sekitar 7 persen pasien mungkin mengalami
epilepsi. Pasien dengan amnesia global sementara telah dibedakan dari pasien
dengan serangan iskemik transien pada pasien yang lebih sedikit menderita
diabetes, hiperkolesterolemia, dan hipertrigliseridemia, tetapi lebih banyak
memiliki hipertensi dan episode migrain.3

3.5 Patologi dan Pemeriksaan Laboratorium


Temuan laboratorium yang didiagnostik gangguan amnestik dapat
diperoleh dengan menggunakan pengujian neuropsikologis kuantitatif. Tes
terstandardisasi juga tersedia untuk menilai ingatan peristiwa sejarah yang
terkenal atau tokoh masyarakat yang dikenal dengan baik untuk mengkarakterisasi
ketidakmampuan seseorang dalam mengingat informasi yang telah dipelajari
sebelumnya. Kinerja pada tes tersebut bervariasi di antara individu dengan
gangguan amnestic. Defisit samar dalam fungsi kognitif lainnya dapat dicatat
pada individu dengan gangguan amnesik. Namun demikian, defisit memori ''
merupakan ciri utama pemeriksaan status mental dan sebagian besar bertanggung
jawab atas defisit fungsional. Tidak ada gambaran spesifik atau diagnostik yang
dapat dideteksi pada pemeriksaan seperti MRI atau CT. Kerusakan struktur lobus
midtemporal sering dijumpai dan dapat digambarkan dalam bentuk pembersaran
ventrikel ketiga atau kornu temporal atau dalam atrofi structural yang dideteksi
melalui MRI.3

37
3.6 Diagnosis Deferensial
Untuk membuat diagnosis, dokter harus mendapatkan riwayat pasien,
melakukan pemeriksaan fisik lengkap, dan memesan semua tes laboratorium yang
sesuai. Diagnosis lain, bagaimanapun, dapat dikelirukan dengan gangguan
amnestik.

1. Demensia dan Delirium

Gangguan amnestic dapat dibedakan dari delirium karena mereka terjadi


tanpa adanya gangguan kesadaran dan mencolok untuk pelestarian relatif
domain kognitif lainnya.

Pada tabel menguraikan perbedaan utama antara demensia Alzheimer dan


gangguan amnestik. Kedua gangguan dapat memiliki onset berbahaya dengan
perkembangan yang lambat, seperti dalam psikosis Korsakoff di peminum kronis.
Namun gangguan amnestik 'juga dapat berkembang dengan cepat, seperti pada
ensefalopati Wernicke, amnesia global sementara, atau penghinaan anoksik.
Meskipun demensia Alzheimer berlangsung tanpa henti, gangguan amnesik
cenderung tetap statis atau bahkan membaik setelah penyebab yang menyinggung
telah dihapus. Dalam hal defisit memori yang sebenarnya, gangguan amnestic dan
penyakit Alzheimer masih berbeda. Penyakit Alzheimer memiliki dampak pada
pengambilan selain pengkodean dan konsolidasi. Defisit pada penyakit Alzheimer
melampaui memori untuk pengetahuan umum (memori semantik), bahasa, praksis,
dan fungsi umum. Ini terhindar dari gangguan amnestic. Demensia yang terkait
dengan penyakit Parkinson, AIDS, dan gangguan subkortikal lainnya menunjukkan
gangguan pengambilan yang tidak proporsional, tetapi pengkodean dan konsolidasi
yang relatif utuh dan dengan demikian dapat dibedakan dari gangguan amnestik.
Dementia pola subkortikal juga cenderung menampilkan gejala motorik, seperti
bradikinesia, chorea, atau tremor, yang bukan merupakan komponen dari gangguan
amnesik.

Karakteristik Demenisa Gangguan amnestik


alzheimer

38
Onset Bahaya Tiba-tiba
Perjalanan penyakit Menurun dan Statis, dapat juga
progresif mengalami
perbaikan
Memori Terganggu Terganggu
anterograde
Memori retrograde Terganggu Gradient temporal
Memori episodik Terganggu Terganggu
Memori semantik Terganggu Utuh
Bahasa Terganggu Utuh
Praksis atau fungsi Terganggu Utuh

2. Penuaan normal

Gangguan memori dalam skala kecil dapat menyertai penuaan normal,


tetapi persyaratan bahwa gangguan memori menyebabkan kerusakan
signifikan dalam fungsi sosial atau pekerjaan sehingga dapat mengecualikan
penuaan normal dari diagnosis.

3. Gangguan Disosiatif

Gangguan disosiatif terkadang sulit dibedakan dari gangguan amnestic.


Pasien dengan gangguan disosiatif, lebiih cenderung untuk kehilangan
orientasi pada diri mereka sendiri dan mungkin memiliki lebih banyak defisit
memori selektif daripada pasien dengan gangguan amnestic. Sebagai contoh,
pasien dengan gangguan disosiatif mungkin tidak tahu nama atau alamat
rumah mereka, tetapi mereka masih dapat mempelajari informasi baru dan
mengingat kenangan masa lalu yang dipilih. Gangguan disosiatif juga sering
dikaitkan dengan peristiwa kehidupan yang penuh tekanan emosional yang
melibatkan uang, sistem hukum, atau hubungan bermasalah

4. Gangguan Faktitif

39
Pasien dengan gangguan tiruan yang meniru gangguan amnestik sering
memiliki hasil yang tidak konsisten pada tes memori dan tidak memiliki bukti
penyebab yang dapat diidentifikasi. Temuan ini, disertai bukti adanya manfaat
primer atau sekunder pada pasien, dan semestinya menunjukkan gangguan
tiruan.3

3.7 Prognosis
Perjalanan gangguan amnestic tergantung pada etiologi dan
pengobatannya, terutama pengobatan akut. Umumnya, gangguan amnestik
memiliki jalur statis. Sedikit perbaikan terlihat dari waktu ke waktu, tetapi juga
tidak ada perkembangan gangguan itu terjadi. Pengecualiannya adalah amnesia
akut, seperti amnesia global sementara, yang sembuh sepenuhnya dari jam ke hari,
dan gangguan amnestik yang berhubungan dengan trauma kepala, yang meningkat
terus selama berbulan-bulan setelah trauma. Amnesia sekunder untuk proses yang
menghancurkan jaringan otak, seperti stroke, tumor, dan infeksi, bersifat
irreversible, meskipun, sekali lagi, statis, setelah infeksi akut atau iskemia telah
di-staunching.3

3.8 Pengobatan
Pendekatan utama untuk mengobati gangguan amnestic adalah mengobati
penyebab yang mendasarinya. Meskipun pasiennya amnesik, upaya suportif
tentang tanggal, waktu, dan lokasi pasien dapat membantu dan dapat mengurangi
kecemasan pasien. Setelah resolusi episode amnestic, psikoterapi jenis tertentu
(kognitif, psikodinamik, atau suportif) dapat membantu pasien menyatukan
pengalaman amnesik ke dalam kehidupan mereka.

Psikoterapi
Intervensi psikodinamik mungkin sangat bermanfaat bagi pasien yang
memiliki gangguan amnestic yang diakibatkan oleh gangguan di otak. Memahami
jalannya pemulihan pada pasien seperti itu membantu dokter untuk peka terhadap
luka narsis yang melekat pada kerusakan pada CNS.

40
Fase pertama pemulihan, di mana pasien tidak mampu memproses apa
yang terjadi karena pertahanan ego yang besar, membutuhkan dokter untuk
melayani sebagai ego tambahan yang mendukung yang menjelaskan kepada
pasien apa yang terjadi dan menyediakan fungsi-fungsi ego yang hilang.

Pada fase kedua pemulihan, saat realisasi cedera terjadi, pasien bisa
menjadi marah dan merasa menjadi korban oleh nasib takdir yang jahat. Mereka
mungkin melihat orang lain, termasuk dokter, sebagai sesuatu yang buruk atau
merusak, dan dokter harus mengarahkan ini bukan suatu hukuman atau
pembalasan. Dokter dapat membangun aliansi terapeutik dengan pasien dengan
menjelaskan secara perlahan apa yang terjadi dan dengan menawarkan penjelasan
untuk pengalaman internal pasien.

Fase pemulihan ketiga adalah integratif. Ketika pasien menerima apa yang
telah terjadi, seorang dokter dapat membantu pasien membentuk identitas baru
dengan menghubungkan pengalaman saat ini dari diri dengan pengalaman masa
lalu. Berduka atas indera yang hilang mungkin merupakan fitur penting dari fase
ketiga.

Sebagian besar pasien yang amnestic karena cedera otak terlibat dalam
penyangkalan. Dokter harus menghormati dan berempati dengan kebutuhan
pasien untuk mengingkari realitas dari apa yang telah terjadi. Konfrontasi yang
tidak sensitif dan tumpul menghancurkan aliansi terapeutik yang sedang
berkembang dan dapat menyebabkan pasien merasa diserang. Dalam pendekatan
yang sensitif, dokter membantu pasien menerima keterbatasan kognitif mereka
dengan memaparkan mereka pada defisit ini sedikit demi sedikit dari waktu ke
waktu. Ketika pasien sepenuhnya menerima apa yang telah terjadi, mereka
mungkin memerlukan bantuan dalam memaafkan diri mereka sendiri dan orang
lain yang terlibat, sehingga mereka dapat melanjutkan hidup mereka. Dokter juga
harus berhati-hati karena tergoda untuk berpikir bahwa semua gejala pasien
berhubungan langsung dengan kerusakan otak. Evaluasi gangguan kepribadian
yang sudah ada sebelumnya, seperti batas, antisosial, dan gangguan kepribadian
narsistik, harus menjadi bagian dari penilaian keseluruhan; banyak pasien dengan

41
gangguan kepribadian menempatkan diri dalam situasi yang membuat mereka
rentan terhadap cedera. Fitur kepribadian ini dapat menjadi bagian penting dari
psikoterapi psikodinamik.3

42
BAB III

KESIMPULAN

Menurut PPDGJ III, gangguan mental organik merupakan gangguan


mental yang berkaitan dengan penyakit/gangguan sistemik atau otak yang dapat
didiagnosis tersendiri.

Klasifikasi gangguan mental organik berdasarkan PPDGJ III antara lain


sebagai berikut.

F00 Demensia pada penyakit Alzheimer


F01 Demensia Vaskular
F02 Demensia pada penyakit lain YDK
F03 Demensia YTT
F04 Sindrom amnestik organik, bukan akibat alkohol dan zat psikoatif
lainnya
F05 Delirium, bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya
F06 Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan
penyakit fisik
F07 Gangguan kepribadian dan perilaku akibat penyakit, kerusakan dan
disfungsi otak
F09 Gangguan mental organik atau simomatik YTT

Klasifikasi gangguan mental organik atau dalam DSV dikategorikan dalam


neurocognitive disorder, berdasarkan DSM V adalah sebagai berikut.

A. Delirium
B. Demensia (Major Neurocognitive Disorder)
C. Major and Minor Neurocognitive Disorder Due to Another Medical
Condition (Amnestic Disorders)
D. Neurocognitive and Other Disorders Due to a General Medical Condition
E. Mild Cognitive Impairment

Pedoman diagnostik delirium, demensia dan gangguan amnestik antara


PPDGJ III dan DSM V hampir sama. Tatalaksana untuk ketiga gangguan ini
berbeda. Demensia berfokus pada pemeliharaan fungsi kognitif yang masih ada

43
dan terapi psikososial, sedangkan delirium dan gangguan amnestic adalah
mengobati penyebab yang mendasarinya.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Pandey NM, Singh V K, Tiwari S C. Epidemiology of neurocognitive


disorders in elderly and its management with special reference to
dementia: An overview. J Geriatr Ment Health 2016;3:6-9
2. Rusdi M. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas dari PPDGJ III dan
DSM V. 2013. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya.
3. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. (2015). Kaplan & Sadock's: Synopsis of
Psychiatry, Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry : Neyrocognitive
Disorders. Eleventh Edition. US : Wolters Kluwer Health.
4. Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. (2013). Delirium.Dalam : Kaplan &
Sadock buku ajar psikiatri klinis. Ed Ke- 2. EGC : Jakarta.

45

Anda mungkin juga menyukai