PENDAHULUAN
1
Pada delirium, prevalensi pada satu titik waktu pada populasi umum adalah 0,4%
untuk orang 18 tahun ke atas dan 1,1% pada usia 55 tahun keatas. Sedangkan pada
gangguan amnestik, belum ada data yang pasti mengenai gangguan ini.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gangguan Mental Organik
Gambaran utama dari gangguan mental organik ini menurut PPDGJ III
antara lain:
3
F02 Demensia pada penyakit lain YDK
F04 Sindrom amnestik organik, bukan akibat alkohol dan zat psikoatif lainnya
F06 Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan
penyakit fisik
4
F07.9 Gangguan kepribadian dan perilaku organik YTT akibat penyakit,
kerusakan dan disfungsi otak
A. Delirium
B. Demensia (Major Neurocognitive Disorder)
C. Major and Minor Neurocognitive Disorder Due to Another Medical
Condition (Amnestic Disorders)
D. Neurocognitive and Other Disorders Due to a General Medical
Condition
E. Mild Cognitive Impairment
A. DELIRIUM
1.1 Defenisi
Delirium adalah sindrom, bukan suatu penyakit, dan memiliki banyak
kausa, yang semua nya mengakibatkan pola gejala yang serupa berkaitan dengan
tingkat kesadaran dan gangguan kognitif pasien. Sebagian besar kausa delirium
muncul dari luar sistem saraf pusat. Delirium tetap merupakan gangguan klinis
yang kurang dikenali dan jarang didiagnosis. Sebagian dari masalahnya adalah
bahwa sindrom ini memiliki banyak nama lain yang bervariasi, contohnya
keadaan kebingunga akut, sindrom otak akut, ensefalopati metabolik, psikotik
toksik, dan gagal otak akut. Tujuan sistem klasifikasi yang baru adalah membantu
mengonsolidasi berbagai istilah tersebut menjadi satu label diagnosis.
5
perilaku merupakan gejala psikiatri yang lazim ditemui. Secara klasik, delirium
merupakan awitan mendadak (dalam hitungan hari atau jam), perjalanan singkat
dan berfluktasi, serta perbaikan cepat bila faktor kausatif diidentifikasi serta
dieliminasi, namun tiap gambaran khas ini dapat bervariasi secara individual.4
1.2 Epidemiologi
Delirium merupakan gangguan yang lazim dijumpai. Menurut DSM-IV-
TR, prevalensi delirium pada satu titik waktu pada populasi umum adalah 0,4 %
untuk orang 18 tahun ke atas dan 1,1 % pada usia 55 tahun keatas. Sekitar 10-30%
pasien yang sakit secara medis dan dirawat di rumah sakit mengalami delirium.
Hampir 30% pasien diunit perawatan intensif bedah dan unit perawatan intensif
jantung serta 40-50% pasien dalam penyembuhan dari bedah fraktur panggul
mengalami satu episode delirium. Angka delirium tertinggi dijumpai pada pasien
pascakardiotomi-pada beberapa penelitian mencapai lebih dari 90%. Diperkirakan
20% pasien luka bakar berat dan 30-40% pasien AIDS mengalami episode
delirium saat dirawat. Delirium timbul pada 80% pasien yang mengalami stadium
penyakit terminal. Kausa delirium pasca operasi meliputi stres pembedahan, nyeri
pasca operasi, insomnia, pengobatan nyeri, ketidakseimbangan elektrolit, infeksi,
demam, dan kehilangan darah.
Usia lanjut adalah faktor risiko utama timbulnya delirium. Sekitar 30-40%
pasien rawat inap yang berusia diatas 65 tahun mengalami satu episode delirium,
dan 10-15% lansia lainnya mengalami delirium saat masuk rumah sakit. 60%
pasien panti jompo yang berusia diatas 75 tahun mengalami episode berulang.
Faktor predisposisi lain timbulnya delirium adalah usia muda yaitu anak,
kerusakan otak yang telah ada sebelumnya (contohnya demensia, penyakit
serebrovaskular, tumor), riwayat delirium, ketergantungan alkohol, diabetes,
kanker, gangguan sensorik contohnya kebutaan, dan malnutrisi. Jenis kelamin pria
merupakan faktor risiko independen untuk delirium menurut DSM-IV-TR.
Munculnya delirium merupakan suatu faktor prognostik buruk.4
1.3 Etiologi
6
Putus obat dari zat farmakologis atau toksik. Saat mengevaluasi pasien
delirium, klinisi harus menganggap bahwa obat apapun yang dikonsumsi pasien
dapat terkait secara kausatif dengan deliriumnya.4
1.4 Patofisiologi
Tanda dan gejala delirium merupakan manifestasi dari gangguan neuronal,
biasanya melibatkan area di korteks serebsi dan reticular activating sistem.
Berdasarkan hipotesis, dua mekanisme yang terlibat langsung dalam terjadinya
delirium adalah pelepasan neurotransmiter yang berlebihan (kolinergik
muskarinik dan dopamin) serta jalannya impuls yang abnormal. Aktivitas yang
berlebih dari neuron kolinergik muskarinik pada reticular activating sistem,
korteks, dan hipokampus berperan pada gangguan fungsi kognisi (disorientasi,
berpikir konkrit, dan inattention) dalam delirium. Peningkatan pelepasan dopamin
serta pengambilan kembali dopamin yang berkurang misalnya pada peningkatan
stres metabolik. Adanya peningkatan dopamin yang abnormal ini dapat bersifat
neurotoksik melalui produksi oksiradikal dan pelepasan glutamat, suatu
neurotransmitter eksitasi. Adanya gangguan neurotransmitter ini menyebabkan
hiperpolarisasi membran yang akan menyebabkan hiperpolarisasi membran yang
akan menyebabkan penyebaran depresi membran.4
7
sebagai disorientasi (khusunya terhadap waktu dan tempat) dan penurunan
memori; awitan yang relatif cepat (biasanya selama beberapa hari atau minggu)
dan seringkali fluktuasi keparahan serta manifestasi klinis lain yang nyata dan tak
dapat diramalkan terjadi sepanjang hari, kadang memburuk di malam hari (senja),
dengan kisaran dari periode yang jelas hingga hendaya kognitif serta disorganisasi
yang cukup parah.
8
Catatan pengkodean: jika delirium terjadi bersamaan pada demensia
vaskular yang telah ada sebelumnya, nyatakan delirium dengan kode demensia
vaskular dengan delirium.
9
A. Gangguan kesadaran (yaitu berkurangnya kejernihan kesiagaan terhadap
lingkungan) disertai penurunan kemampuan memfokuskan,
mempertaahankan, atau mengalikan atensi.
B. Perubahan kognisi seperti defisit memori, disorientasi, gangguan
berbahasa) atau timbulnya gangguan persepsi yang tidak disebabkan oleh
demensia yang telah ada sebelumnya, telah ditegakkan sebelumnya, telah
ditegakkan sebelumnya, atau yang sedang berkembang.
C. Gangguan tersebut muncul dalam jangka waktu singkat(biasnya dalam
hitungan jam atau hari)dan ckruangnya kejerenderung berfluktuasi
sepanjang hari
D. Terdapat bukti berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,atau temuan
laboratorium bahwa gejala pada kriteria A dan B timbul selama, atau
segera setelah suatu sindrom putus zat.
Catatan; diagnosis sebaiknya dibuat sebagai ganti diagnosis keadaan putus zat
dan bila gejala kognitif melebihi yang bisa disebabkan oleh sindrom putus zat
dan bila gejala cukup parah hingga memerlukan perhatian klinis tersendiri.
Kode delirium pada intoksikasi (zat spesifik):alkohol, sedativa, hipnotik, atau
ansiolitik; zat lain atau yang tidak diketahui.
10
Catatan pengkodean; gunakan kode multipel yang mencemirumkan delirium
spesifik dan etiologi spesifik, contoh delirium akibat ensefalitis viral, delirium
pada keadaan putus alkohol.
11
meniru gejala delirium namun biasanya akan menampakkan sifat gejala
yang hanya bukan berupa inkosistensi pemeriksaan status mental dan
EEG dapat dengan mudah membedakan kedua diagnosis tersebut.
Beberapa pasien gangguan psikotik, biasanya skizofrenia satu episode
manik, mungkin mengalami periode perilaku sangat kacau yang sulit
dibedakan dari delirium. Namun, umumnya halusinasi dan waham pada
pasien skizofrenia lebih konstan dan lebih teratur dibanding pada pasien
delirium. Pasien skizofrenia biasanya tidak mengalami perubahan tingkat
kesadaran atau orientasi. Pasien deliriumdengan gejala hipoaktif mungkin
akan tampak serupa dengan pasien depresi berat, namun dapat dibedakan
berdasarkan EEG. Diagnosis psikiatri lain yang patut dipertimbangkan
sebagai diagnosa banding delirium adalah gangguan psikotik singkat,
gangguan skizofreniform, dan gangguan disosiatif.4
1.8 Perjalanan Penyakit Dan Prognosis
Meski awitan delirium biasanya mendadak, gejala prodromal (seperti
kegelisahan danm rasa takut) dapat terjadi berhari-hari sebelum awitan gejala
yang utuh. Gejala delirium biasanya berlangsung selama faktor kausatif yang
relevan tetap ada meski delirium umumnya berlangsung kurang dari seminggu.
Setelah identifikasi di lakukan dan faktor kausatif dihilangkan, gejala delirium
biasanya akan surut dalam periode 3 sampai 7 hari meskibeberapa gejala akan
memakan waktu hingga 2 minggu sebelum benar benar menghilang. Semakin tua
pasien dan semakin lama pasien mengalami delirium, semakin lama waktu yang
di butuhkan untuk delirium mereda. Mengingat kembali apa yang terjadi saat
delirium, saat sudah reda, biasanya sulit ; seorang pasien akan menyebut episode
tersebut sebagai mimpi buruk atau mimpi buruk yang hanya dapat diingat secara
samar-samar. Seperti yang dinyatakan dalam pembahasan epidemiologi.terjadinya
delirium dikaitkan dengan tingkat kematian yang tinggi pada tahun berikutnya,
terutama karena sifat serius kondisi medis terkait yang menyebabkan delirium.
Berkembangnya delirium menjadi demensia belum dapat di buktikan pada
studi yang sangat terkontrol meski banyak klinisi yang yakin bahwa mereka
pernah menyaksikan progresi semacam itu. Namun, sebuah pengamatan klinis
12
yang telah disahkan oleh beberapa studi, menunjukkan bahwa periode delirium
terkadang diikuti oleh depresi atau gangguan stres pascatrauma.
Operasi katarak (delirium perban-hitam). Pasien semacam ini dapat dibantu
dengan membuat lubang seukuran jarum pada perban tersebut untuk memberikan
sedikit stimulus atau sesekali melepas perban tersebut selama penyembuhan.4
1.9 Farmakoterapi
Dua gejala utama delirium yang mungkin memerlukan pengobatan
farmakologis adalah psikosis dan isomsnia. Obat pilihan untuk psikosis adalah
haloperidol (Haldol) yaitu obat antipsikotik golongan butirofenon. Bergantung
pada usia berat badan dan kondisi fisik pasien, dosis awal berkisar dari 2-10mg
yang diberikan secara intramuskular diulang dalam 1 jam bila pasien masih
teragitasi. Segera setelah pasien tenang, pengobatan oral dalam bentuk konsentrat
cair atau tablet harus dimulai. Dua dosis oral perhari biasanya mencukupi dengan
2/3 dosis diberikan sebelum tidur. Untuk mencapai efek terapeutik yang sama,
dosis oral sebaiknya sekitar 1,5 kali lebih tinggi di banding dosis parenteral. Total
dosis harian haloperidol yang efektif dapat berkisar dari 5-50 mg untuk sebagian
besar pasien delirium. Droperidol (inapsine) adalah butirofenon yang tersedia
sebagai alternatif bentuk intravena meski diperlukan pemantauan
elektroensefalogram ketat pada pengoabatan jenis ini. Golongan fenotiazin
sebaiknya dihindari pada pasien delirium. Obat tersebut dikaitkan dengan
akitifitas antikolinergik yang signifikan.
Insomnia paling baik di obati dengan golongan benzodiazepin yang
memeiliki waktu paruh pendek. Benzodiazepin dengan waktu digunakan sebagai
bagian pengobatan penyakit yang mendasari (contohnya keadaan putus alkohol).
Terdapat laporan kasus perbaikan atau remisi keadaan delirium akibat penyakit
medis yang menetap dengan terapi elektrokonvulsif (ECT). Meski terapi
elektrokonvulsif jarang disarankan oleh konsultan yang ahli melakukan prosedur
tersebut. Pertimbangan untuk melakukan terapi elektrokonvulsif secara rutin
untuk delirium tidak disarankan. Jika delirium disebabkan oleh nyeri hebat atau
dispnea, dokter sebaiknya tidak menunda pemberian opioid baik untuk efek
analgesik maupun sedatifnya.4
13
B. DEMENSIA
1.1 Epidemiologi
Pada populasi lansia, prevalensi demensia meningkat. Prevalensi demensia
sedang sampai berat pada kelompok populasi yang berbeda adalah sekitar 5%
pada populasi umum yang berusia lebih dari 65 tahun, 20-40% pada populasi
umum yang berusia lebih dari 85 tahun, 15-20% di klinik umum rawat jalan
praktik, dan 50 % di fasilitas perawatan kronis.
14
Penyebab demensia umum lainnya, masing-masing mewakili 10-15% dari
semua kasus, termasuk trauma kepala; demensia terkait alkohol; dan berbagai
demensia terkait gangguan gerak, seperti penyakit Huntington dan penyakit
Parkinson.3
1.2 Etiologi
Penyebab paling umum dari demensia pada individu yang lebih tua dari 65
tahun adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskular, dan (3) demensia
vaskular dan Alzheimer. Penyakit lain yang terhitung menjadi penyebab demensia
sekitar 10% diantaranya adalah demensia badan Lewy; Penyakit Pick; demensia
frontotemporal; hidrosefalus tekanan normal (NPH); demensia alkohol; demensia
menular, seperti HIV atau sifilis; dan penyakit Parkinson.
15
sebanyak 50% di korteks), dan degenerasi granulovaskular neuron.
Neurofibrillary tangles tersusun dari elemen sitoskeletal, terutama protein tau
terfosforilasi, meskipun protein sitoskeletal lainnya juga ada. Neurofibrillary
tangles tidak hanya pada penyakit Alzheimer; mereka juga terjadi pada
sindrom Down, demensia pugilistica (sindrom punch-mabuk), parkinson-
demensia kompleks Guam, penyakit HallervordenSpatz, dan otak orang
normal saat mereka menua. Neurofibrillary tangles biasanya ditemukan di
korteks, hippocampus, substansia nigra, dan lokus seruleus. Plak senilis, juga
disebut sebagai plak amiloid, lebih kuat menunjukkan penyakit Alzheimer,
meskipun mereka juga terlihat pada sindrom Down dan, sampai batas tertentu,
pada penuaan normal. Plak senilis terdiri dari protein tertentu, β/A4, dan
astrosit, proses saraf dystropik, dan mikroglia. Jumlah dan kerapatan plak
senilis yang terdapat pada otak postmortem telah berkorelasi dengan tingkat
keparahan penyakit yang mempengaruhi orang.
Neurotransmitter
Neurotransmiter yang paling sering terlibat dalam kondisi patofisiologi
penyakit Alzheimer adalah asetilkolin dan norepinefrin, keduanya
dihipotesiskan menjadi hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Choline
acetyltransferase adalah enzim kunci untuk sintesis asetilkolin, dan
pengurangan konsentrasi asetiltransferase kolin menunjukkan penurunan
jumlah neuron kolinergik yang ada. Dukungan tambahan untuk hipotesis
defisit kolinergik berasal dari pengamatan bahwa antagonis kolinergik, seperti
skopolamin dan atropin, mengganggu kemampuan kognitif, sedangkan agonis
kolinergik, seperti physostigmine dan arecoline, meningkatkan kemampuan
kognitif. Penurunan aktivitas norepinefrin pada penyakit Alzheimer
disarankan oleh penurunan neuron yang mengandung norepinefrin di lokus
seruleus yang ditemukan pada beberapa pemeriksaan patologis otak dari orang
dengan penyakit Alzheimer. Dua neurotransmitter lain yang terlibat dalam
kondisi patofisiologi penyakit Alzheimer adalah peptida somatostatin dan
corticotropin yang bersifat neuroaktif; penurunan konsentrasi keduanya telah
dilaporkan pada orang dengan penyakit Alzheimer.
Penyebab Lain.
16
Teori lain menjelaskan perkembangan penyakit Alzheimer terjadi karena
kelainan dalam regulasi metabolisme membran fosfolipid yang menyebabkan
membran kurang cairan-yang lebih kaku daripada normal. Beberapa peneliti
menggunakan pencitraan spektroskopi resonansi molekuler untuk menilai
hipotesis ini secara langsung pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer.
Keracunan aluminium juga telah dihipotesiskan menjadi faktor penyebab
karena tingkat tinggi aluminium telah ditemukan di otak beberapa pasien
dengan penyakit Alzheimer, tetapi ini tidak lagi dianggap sebagai faktor
etiologi yang signifikan. Stimulasi berlebihan oleh pemancar glutamat yang
dapat merusak neuron adalah teori sebab-akibat lainnya.
Familial Multiple System Taupathy dengan Presenile Dementia.
Jenis demensia yang baru-baru ini ditemukan, sistem multi-keluarga
familial, memiliki beberapa kelainan otak yang ditemukan pada orang dengan
penyakit Alzheimer. Gen yang menyebabkan gangguan dianggap dibawa pada
kromosom 17. Gejala gangguan tersebut termasuk masalah ingatan jangka
pendek dan kesulitan mempertahankan keseimbangan dan berjalan. Permulaan
penyakit terjadi pada usia 40-an dan 50-an, dan orang-orang dengan penyakit
ini hidup rata-rata 1 1 tahun setelah timbulnya gejala.
b. Demensia Vascular
Penyebab utama demensia vascular (sebelumnya disebut sebagai multi-
infark dementia) diduga menjadi beberapa area penyakit vaskular serebral,
yang menghasilkan pola gejala demensia. Demensia vaskular paling sering
terlihat pada pria, terutama mereka dengan hipertensi yang sudah ada
sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular lainnya. Gangguan ini
mempengaruhi pembuluh serebral kecil dan menengah, yang mengalami
infark dan menghasilkan lesi parenkim multipel yang tersebar di area luas
otak. Penyebab infark dapat termasuk oklusi pembuluh darah oleh plak
arteriosklerotik atau thromobemboli dari asal yang jauh (misalnya katup
jantung). Pemeriksaan pada pasien dapat mengungkapkan breksi karotid,
kelainan dari funduskopi, atau pembesaran ruang jantung.
c. Demensia frontotemporal (Pick’s Disease)
Temuan patologis pada penyakit Alzheimer adalah adanya atrofi bagian
parietal-temporal sedangkan penyakit Pick ditandai dengan dominannya atrofi
17
di daerah frontotemporal. Daerah-daerah ini juga mengalami kehilangan
neuronal; gliosis; dan badan Pick neuronal, yang merupakan massa dari
elemen sitoskeletal. Badan Pick terlihat pada beberapa spesimen postmortem
tetapi tidak diperlukan untuk diagnosis. Penyebab penyakit Pick tidak
diketahui, tetapi penyakit ini memiliki prevalensi sekitar 5% dari semua
demensia ireversibel. Ini paling sering terjadi pada pria, terutama mereka yang
memiliki kerabat tingkat pertama dengan kondisi tersebut. Penyakit Pick sulit
dibedakan dari demensia tipe Alzheimer, meskipun tahap awal penyakit Pick
lebih sering ditandai oleh perubahan kepribadian dan perilaku, dan biasanya
dimulai sebelum usia 75 tahun. Gejala sindrom Kluver-Bucy (misalnya,
hypersexuality, placidity, dan hyperorality) jauh lebih umum pada penyakit
Pick daripada penyakit Alzheimer.
d. Lewy Body Disease
Penyakit badan Lewy adalah demensia klinis mirip dengan penyakit
Alzheimer dan sering ditandai dengan halusinasi, gejala parkinsonian, dan
tanda-tanda ekstrapiramidal. Badan Lewy ditemukan di korteks serebral.
Insiden pastinya tidak diketahui. Pasien-pasien ini sering memiliki sindrom
Capgras (parametia reduplicative) sebagai gejala dari gambaran klinis.
e. Huntington’s Disease
Penyakit Huntington secara klasik dikaitkan dengan perkembangan
demensia. Demensia yang terlihat pada penyakit ini adalah tipe demensia
subkortikal, yang ditandai oleh lebih banyak kelainan motorik dan lebih
sedikit kelainan bahasa dibandingkan pada tipe demensia kortikal. Demensia
Huntington menunjukkan perlambatan psikomotor dan kesulitan dengan
tugas-tugas kompleks, tetapi memori, bahasa, dan pandangan terang tetap
relatif utuh pada tahap awal dan pertengahan penyakit. Seiring perkembangan
penyakit, bagaimanapun, demensia menjadi lengkap; gejala yang
membedakannya dari demensia tipe Alzheimer adalah tingginya insiden
depresi dan psikosis selain gangguan gerakan choreoathetoid klasik.
f. Parkinson’s Disease
Seperti penyakit Huntington, parkinsonisme adalah penyakit ganglia basal,
umumnya berhubungan dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20-30%
pasien dengan penyakit Parkinson mengalami demensia, dan tambahan 30-
18
40% memiliki penurunan dalam kemampuan kognitif. Pergerakan lambat
orang-orang dengan penyakit Parkinson disejajarkan dengan pemikiran lambat
dari beberapa pasien yang terkena, yang dapat disebut oleh dokter sebagai
bradyphrenia.
g. Demensia terkait HIV
Encephalopathy pada infeksi HIV dikaitkan dengan demensia dan disebut
demensia kompleks AIDS, atau demensia HIV. Pasien yang terinfeksi dengan
HIV mengalami demensia pada tingkat tahunan sekitar 14%. Diperkirakan
75% pasien dengan AIDS memiliki keterlibatan CNS pada saat dilakukan
otopsi. Perkembangan demensia pada orang yang terinfeksi HIV sering
disejajarkan dengan munculnya kelainan parenkim dalam MRI scan.
Demensia menular lainnya dapat disebabkan oleh Cryptococcus atau
Treponema pallidum.
h. Demensia terkait trauma kepala
Demensia bisa menjadi sekuel trauma kepala. Sindrom punchdrunk
(demensia pugilistica) terjadi pada petinju setelah trauma kepala berulang
selama bertahun-tahun. Ini ditandai dengan labilitas emosional, dysarthria, dan
impulsivitas. Ini juga telah diamati pada pemain sepak bola profesional yang
mengalami demensia setelah gegar otak berulang selama bertahun-tahun.3
1.3 Diagnosis
I. Kriteria diagnostik demensia menurut PPDGJ 111 adalah sebagai
berikut:
F00. Demensia pada penyakit Alzheimer
Pedoman diagnostik
Terdapat gejala demensia.
Onset bertahap (insidious onset) dengan deteriorasi lambat.
Onset biasanya sulit ditentukan waktunya persis, tiba-tiba orang lain
sudah menyadari adanya kelainan tersebut. Dalam perjalanan
penyakitnya dapat terjadi suatu taraf yang stabil (plateau) secara nyata.
Tidak adanya bukti klinis atau temuan dari pemeriksaan khusus yang
menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat disebabkan oleh penyakit
otak ata sistemik lain yang dapat menimbulkan demensia (misalnya
hipotiroidisme, hiperkalsemia, defisiensi vitamin B12, defisiensi
niasin, neurosifilis, hidrosefalus bertekanan normal, atau hematoma
subdural).
19
Tidak adanya serangan apoplektik mendadak, atau gejala neurologik
kerusakan otak fokal seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik,
defek lapangan pandang mata, dan inkoordinasi yang terjadi dalam
masa dini dari gangguan itu (walaupun fenomena ini di kemudian hari
dapat bertumpang tindih).
F00.2 Demensia pada penyakit Alzheimer tipe tak khas atau tipe
campuran
Dikategorikan ke dalam kelompok ini apabila tidak cocok dengan
pedoman diagnostic untuk F00.0 atau F00.1. Tipe campuran adalah
demensia Alzheimer + vaskuler.
20
Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat
hilangnya daya ingat, gangguan daya pikir, gejala neurologis fokal).
Daya tilik diri (insight) dan daya nilai (judgment) secara relatif tetap
baik.
Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang berahap, disertai
adanya gangguan neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan
diagnosis demensia vaskuler.
Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan
pemeriksann CT-Scan atau pemeriksaan neuro-patologis.
21
F02.0 Demensia pada penyakit Pick
Pedoman diagnostik
Adanya gejala demensia yang progresif.
Gambaran neuropatologis berupa atrofi selektif dari lobus frontalis
yang menonjol, disertai euphoria, emosi tumpul, dan perilaku sosial
kasar, disinhibisi, dan apatis atau gelisah.
Manifestasi gangguan perilaku pada umumnya mendahului gangguan
daya ingat.
22
F02.4 Demensia pada penyakit HIV
Demensia yang berkembang pada seseorang dengan penyakit HIV,
tidak ditemukannya penyakit atau kondisi lain yang bersamaan selain
infeksi HIV itu.
Tentukan:
23
Tanpa gangguan perilaku: Jika gangguan kognitif tidak disertai dengan
gangguan perilaku yang signifikan secara klinis.
Dengan gangguan perilaku (sebutkan gangguan): Jika gangguan
kognitif disertai dengan gangguan perilaku klinis yang signifikan
(misalnya, gejala psikotik, gangguan suasana hati, agitasi, apati, atau
gejala perilaku lainnya).
1.4 Tatalaksana
Langkah pertama dalam pengobatan demensia adalah memastikan
diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting karena progresi dapat dihentikan
jika terapi yang tepat diberikan. Tindakan pencegahan penting, terutama pada
24
demensia vaskular. Langkah-langkah tersebut antara lain diet, olahraga, dan
kontrol diabetes dan hipertensi. Agen farmakologis yang dapat diberikan antara
lain agen antihipertensi, antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan tekanan
darah harus dilakukan untuk mencapai tekanan darah maksimal dari kisaran
normal, karena hal tersebut telah dibuktikan dapat meningkatkan fungsi kognitif
pada pasien dengan demensia vaskular. Tekanan darah di bawah kisaran normal
telah terbukti lebih merusak fungsi kognitif pada pasien dengan demensia.
Antihipertensi antagonis reseptor β-adrenergik berhubungan dengan memperbesar
kerusakan kognitif. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor dan diuretik
belum dikaitkan dengan berlebihan gangguan kognitif dan dianggap menurunkan
tekanan darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak, yang diduga berkorelasi
dengan fungsi kognitif. Operasi pengangkatan plak karotid dapat mencegah
kejadian vaskular berikutnya pada pasien harus dipilih dengan cermat. Pendekatan
pengobatan umum untuk pasien dengan demensia adalah untuk memberikan
perawatan medis yang mendukung; dukungan emosional untuk pasien dan
keluarga mereka; dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk
perilaku mengganggu.
Terapi Psikososial
Pasien sering mendapat manfaat dari psikoterapi yang bersifat suportif dan
edukatif, di mana mereka mendapatkan penjelasan dengan jelas tentang sifat dan
perjalanan penyakit mereka. Mereka juga mendapatkan manfaat dari dukungan
moril terhadap kesedihan mereka dan ketidakmampuan mereka serta mendapatkan
perhatian terhadap masalah harga diri mereka. Setiap area yang masih berfungsi
harus dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi kegiatan yang
mungkin bisa dilakukan. Penilaian psikodinamik pada kerusakan fungsi diri dan
keterbatasan kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter dapat membantu pasien
menemukan cara untuk menangani fungsi diri yang rusak, seperti menjaga
kalender untuk masalah orientasi, membuat jadwal untuk membantu menyusun
kegiatan, dan mencatat untuk membantu masalah ingatan.
25
Intervensi psikodinamik dengan anggota keluarga pasien demensia
mungkin sangat membantu. Mereka yang merawat pasien akan merasakan
perasaan bersalah, kesedihan, kemarahan, dan kelelahan saat mereka melihat
anggota keluarga mereka secara bertahap mengalami perburukan. Masalah umum
yang berkembang di antara para pengasuh adalah berkaitan dengan pengorbanan
diri mereka dalam merawat pasien. Kebencian yang berkembang secara bertahap
dari pengorbanan diri ini sering ditekan karena perasaan bersalah yang
dihasilkannya. Dokter dapat membantu pengasuh memahami perasaan yang
terkait, dengan memberikan pemahaman serta izin untuk mengekspresikan
perasaannya. Dokter juga harus menyadari kecenderungan pengasuh untuk
menyalahkan diri sendiri atau orang lain terhadap penyakit pasien dan harus
menghargai peran mereka pada pasien demensia di kehidupan anggota keluarga.
Farmakoterapi
Dokter dapat meresepkan benzodiazepin untuk insomnia dan kecemasan,
antidepresan untuk depresi, dan obat antipsikotik untuk delusi dan halusinasi,
tetapi mereka harus menyadari kemungkinan efek idiosyncratic dari obat pada
orang tua (misalnya, kegembiraan paradoks, kebingungan, dan peningkatan
sedasi). Secara umum, obat dengan aktivitas antikolinergik tinggi harus dihindari.
Donepezil (Aricept), rivastigmine (Exelon), galantamine (Remiryl), dan tacrine
(Cognex) adalah inhibitor kolinesterase yang digunakan untuk mengobati
gangguan kognitif ringan hingga sedang pada penyakit Alzheimer. Mereka
mengurangi inaktivasi neurotransmitter asetilkolin sehingga akan memberikan
efek pada neurotransmitter kolinergik untuk membantu menghasilkan perbaikan
sederhana pada memori dan pemikiran. Obat-obatan ini paling berguna untuk
orang dengan kehilangan ingatan ringan sampai sedang yang berguna untuk
memelihara neuron kolinergik otak kedepan mereka untuk mendapatkan manfaat
dari bertambahnya neurotransmisi kolinergik. Donepezil ditoleransi dengan baik
dan digunakan secara luas. Tacrine jarang digunakan karena potensinya untuk
hepatotoksisitas. Data klinis yang lebih sedikit tersedia untuk rivastigmine dan
galantamine, yang tampaknya lebih mungkin menyebabkan efek samping
26
gastrointestinal (GI) dan neuropsikiatrik daripada donepezil. Tak satu pun dari
obat-obat ini mencegah degenerasi saraf progresif dari gangguan ini. Memantine
(Namenda) melindungi neuron dari jumlah glutamat yang berlebihan, yang
mungkin neurotoksik. Obat ini terkadang dikombinasikan dengan donepezil. Telah
diketahui untuk meningkatkan demensia.
27
Perjalanan demensia yang paling umum dimulai dengan beberapa tanda
yang tidak ketara dan mungkin pada awalnya diabaikan oleh pasien dan orang-
orang terdekat pasien. Gejala yang muncul secara bertahap paling sering dikaitkan
dengan demensia tipe Alzheimer, demensia vaskular, endokrinopati, tumor otak,
dan gangguan metabolik. Sebaliknya, gejala pada demensia akibat trauma kepala,
henti jantung dengan hipoksia serebral, atau ensefalitis bisa tiba-tiba. Meskipun
gejala pada fase awal demensia tidak ketara, namun akan menyolok saat demensia
terus berlanjut, dan anggota keluarga akan membawa pasien ke dokter. Orang
dengan demensia mungkin sensitif terhadap penggunaan benzodiazepin atau
alkohol, yang dapat memicu perilaku gelisah, agresif, atau psikotik. Pada
demensia tahap terminal, pasien akan seperti cangkang kosong berbeda dari diri
mereka yang sebelumnya, yaitu mereka akan sangat bingung, tidak koheren,
amnestik, dan mengompol dan membuang feses sembarangan.
C. GANGGUAN AMNESTIK
Gangguan amnestik adalah terganggunya kemampuan mempelajari dan
mengigat informasi baru yang didapat, disertai ketidakmampuan mengingat
pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya. Pada keadaan yang berat, dapat
mempengaruhi fungsi personal, sosial dan okupasional.
28
menyebabkan gangguan dalam memori sebagai tanda dan gejala utamanya,
meskipun tanda-tanda penurunan kognitif lainnya dapat terjadi bersamaan.
3. 1 Epidemologi
Amnesia paling sering ditemukan pada gangguan penggunaan alkohol dan
cedera kepala. Dalam praktek umum dan pengaturan rumah sakit, frekuensi
amnestk yang terkait dengan penyalahgunaan alkohol kronis telah menurun, dan
frekuensi amnestik yang terkait dengan trauma kepala telah meningkat.3
3.2 Etiologi
Struktur neuroanatomis yang paling terlibat dalam memori dan dalam
timbulnya gangguan amnestik adalah struktur diensefalon tertentu seperti nuklei
dorsomedial dan mediana talamus dan struktur lobus midtemporal seperti
hipokampus, korpus mamilari, dan amigdala. Meskipun amnesia biasanya
merupakan hasil dari kerusakan bilateral pada struktur ini, beberapa kasus
kerusakan unilateral mengakibatkan gangguan amnesik, dan bukti
megindetifikasikan bahwa hemisfer kiri mungkin lebih kritis daripada belahan
kanan dalam timbulnya gangguan ingatan. Banyak penelitian tentang ingatan dan
amnesia pada hewan menunjukkan bahwa area otak lain mungkin juga terlibat
dalam gejala yang menyertai amnesia. Keterlibatan lobus frontal dapat
29
menghasilkan gejala seperti konfabulasi dan apati, yang dapat dilihat pada pasien
dengan gangguan amnesik.
30
Prosedur bedah pada otak
Ensefalitis karena herpes simpleks
Hipoksia (terutama usaha pencekikan yang tidak mematikan dan
keracunan karbonmonoksida)
Amnesia global transien
Terapi elektrokonvulsif
Sklerosis multipel
c. Gangguan amnestik akibat zat
Gangguan penggunaan alkohol
Neurotoksin
Benzodiazepin (dan sedatif- hipnotik lain)
Banyak preparat yang dijual bebas.3
3.3 Diagnosis
Gangguan amnestik terjadi karena adanya gangguan pada kemampuan
untuk mempelajari informasi baru atau ketidakmampuan untuk mengingat
informasi yang telah dipelajari sebelumnya, sebagai akibat dari mana terdapat
penurunan yang signifikan dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan yang
disebabkan oleh kondisi medis umum (termasuk fisik trauma). Gangguan
amnestik dapat bersifat sementara, yang berlangsung selama berjam-jam atau
berhari-hari atau minggu atau bulan pada kronis berlangsung lebih dari sebulan.
Berdasarkan etiologinya terdapat 3 gangguan amnesik, gangguan amnesik akibat
kondisi medis umum, gangguan amnesik yang diinduksi oleh substansi atau zat
dan gangguan amnesik tidak dinyatakan khusus untuk kasus-kasus di mana
etiologi tidak jelas. Pada DSM-IV kriteria diagnosis gangguan amnesik:
31
c. Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu
delirium atau suatu demensia
d. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium bahwa gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari
kondisi medis umum termasuk trauma fisik
Akut: gangguan memori kurang dari atau selama 1 bulan
Kronik: gangguan memori lebih dari 1 bulan4
II. Kriteria diagnosis gangguan amnesik persisten terinduksi zat
a. Perkembangan gangguan daya ingat seperti yang dimanifestasikan oleh
gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru atau
ketidakmampuan untuk mengingat informasi yang telah dipelajari
sebelumnya.
b. Gangguan daya ingat menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi
sosial atau pekerjaan dan merupakan penurunan bermakna dari tingkat
fungsi sebelumnya
c. Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan
suatu delirium atau suatu demensia serta menetap melapui durasi
intoksikasi atau keadaan putus zat yang biasa.
d. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan
laboratorium bahwa gangguan memori tersebut terkait efek persisten
penggunaan zat.4
III.Kriteria diagnosis gangguan amnesik YTT
Ganguan amnesik yang tidak memenuhi kriteria spesifik seperti yang telah
dijelaskan.4
32
Gejala utama dari gangguan amnesik adalah timbulnya gangguan memori
yang ditandai oleh gangguan pada kemampuan untuk mempelajari informasi baru
(anterograde amnesia) dan ketidakmampuan mengingat pengetahuan yang
sebelumnya diingat (retrograde amnesia). Gejala harus menghasilkan masalah
yang signifikan untuk pasien dalam fungsi sosial atau pekerjaan mereka. Waktu
ketika pasien menjadi amnesik dapat langsung dimulai langsung sejak saat
trauma atau periode sebelum trauma. Memori mengenai waktu selama terjadinya
cedera fisik (misalnya, selama peristiwa serebrovaskular) juga dapat menghilang.
33
jawaban-jawaban konfabulatof. Secara karakteristik, pasien dengan gangguan
amnestic tidak memiliki wawasan yang baik akan kondisi neuropsikiatrik mereka.
a. Penyakit serebrovaskular
b. Multiple sclerosis
c. Sindrom KorsakofI
34
dengan ensefalopati Wernicke, yang merupakan sindrom terkait yang terdiri
dari kebingungan, ataksia, dan oftalmoplegia. Pada pasien dengan gejala
terkait defisiensi tiamin ini, temuan neuropatologi termasuk hiperplasia
pembuluh darah kecil yang kadang disertai perdarahan, hipertrofi astrosit, dan
perubahan samar pada akson neuronal. Meskipun delirium hilang dalam waktu
satu bulan atau lebih, sindrom amnestik baik menyertai atau mengikuti
ensefalopati Wernicke yang tidak diobati pada sekitar 85 persen dari semua
kasus.
d. Penyalahgunaan alkohol
35
Beberapa orang dengan penyalahgunaan alkohol berat dapat menunjukkan
sindrom yang biasa disebut sebagai alkoholik blackout. Secara karakteristik,
orang-orang ini bangun di pagi hari dengan kesadaran penuh bahwa ia tidak
dapat mengingat suatu periode di malam sebelumnya ketika ia mengalami
intoksikasi. Kadang-kadang perilaku tertentu (menyembunyikan uang di
tempat rahasia dan memancing perkelahian) dikaitkan dengan blackout.
e. Terapi elektrokonvulsif
f. Trauma kepala
36
berlangsung dari 6 hingga 24 jam. Studi menunjukkan bahwa amnesia global
sementara terjadi pada 5 hingga 10 kasus per 100.000 orang per tahun,
meskipun, untuk pasien yang lebih tua dari usia 50 tahun, angka ini bisa
mencapai 30 kasus per 100.000 orang per tahun. Patofisiologi tidak diketahui,
tetapi mungkin melibatkan iskemia dari lobus temporal dan daerah otak
diencephalic. Beberapa penelitian pasien dengan SPECT telah menunjukkan
penurunan aliran darah di daerah temporal dan parietotemporal, terutama di
belahan kiri. Pasien dengan amnesia global sementara hampir secara universal
mengalami perbaikan lengkap, meskipun satu studi menemukan bahwa sekitar
20 persen pasien mungkin mengalami rekurensi episode tersebut, dan
penelitian lain menemukan bahwa sekitar 7 persen pasien mungkin mengalami
epilepsi. Pasien dengan amnesia global sementara telah dibedakan dari pasien
dengan serangan iskemik transien pada pasien yang lebih sedikit menderita
diabetes, hiperkolesterolemia, dan hipertrigliseridemia, tetapi lebih banyak
memiliki hipertensi dan episode migrain.3
37
3.6 Diagnosis Deferensial
Untuk membuat diagnosis, dokter harus mendapatkan riwayat pasien,
melakukan pemeriksaan fisik lengkap, dan memesan semua tes laboratorium yang
sesuai. Diagnosis lain, bagaimanapun, dapat dikelirukan dengan gangguan
amnestik.
38
Onset Bahaya Tiba-tiba
Perjalanan penyakit Menurun dan Statis, dapat juga
progresif mengalami
perbaikan
Memori Terganggu Terganggu
anterograde
Memori retrograde Terganggu Gradient temporal
Memori episodik Terganggu Terganggu
Memori semantik Terganggu Utuh
Bahasa Terganggu Utuh
Praksis atau fungsi Terganggu Utuh
2. Penuaan normal
3. Gangguan Disosiatif
4. Gangguan Faktitif
39
Pasien dengan gangguan tiruan yang meniru gangguan amnestik sering
memiliki hasil yang tidak konsisten pada tes memori dan tidak memiliki bukti
penyebab yang dapat diidentifikasi. Temuan ini, disertai bukti adanya manfaat
primer atau sekunder pada pasien, dan semestinya menunjukkan gangguan
tiruan.3
3.7 Prognosis
Perjalanan gangguan amnestic tergantung pada etiologi dan
pengobatannya, terutama pengobatan akut. Umumnya, gangguan amnestik
memiliki jalur statis. Sedikit perbaikan terlihat dari waktu ke waktu, tetapi juga
tidak ada perkembangan gangguan itu terjadi. Pengecualiannya adalah amnesia
akut, seperti amnesia global sementara, yang sembuh sepenuhnya dari jam ke hari,
dan gangguan amnestik yang berhubungan dengan trauma kepala, yang meningkat
terus selama berbulan-bulan setelah trauma. Amnesia sekunder untuk proses yang
menghancurkan jaringan otak, seperti stroke, tumor, dan infeksi, bersifat
irreversible, meskipun, sekali lagi, statis, setelah infeksi akut atau iskemia telah
di-staunching.3
3.8 Pengobatan
Pendekatan utama untuk mengobati gangguan amnestic adalah mengobati
penyebab yang mendasarinya. Meskipun pasiennya amnesik, upaya suportif
tentang tanggal, waktu, dan lokasi pasien dapat membantu dan dapat mengurangi
kecemasan pasien. Setelah resolusi episode amnestic, psikoterapi jenis tertentu
(kognitif, psikodinamik, atau suportif) dapat membantu pasien menyatukan
pengalaman amnesik ke dalam kehidupan mereka.
Psikoterapi
Intervensi psikodinamik mungkin sangat bermanfaat bagi pasien yang
memiliki gangguan amnestic yang diakibatkan oleh gangguan di otak. Memahami
jalannya pemulihan pada pasien seperti itu membantu dokter untuk peka terhadap
luka narsis yang melekat pada kerusakan pada CNS.
40
Fase pertama pemulihan, di mana pasien tidak mampu memproses apa
yang terjadi karena pertahanan ego yang besar, membutuhkan dokter untuk
melayani sebagai ego tambahan yang mendukung yang menjelaskan kepada
pasien apa yang terjadi dan menyediakan fungsi-fungsi ego yang hilang.
Pada fase kedua pemulihan, saat realisasi cedera terjadi, pasien bisa
menjadi marah dan merasa menjadi korban oleh nasib takdir yang jahat. Mereka
mungkin melihat orang lain, termasuk dokter, sebagai sesuatu yang buruk atau
merusak, dan dokter harus mengarahkan ini bukan suatu hukuman atau
pembalasan. Dokter dapat membangun aliansi terapeutik dengan pasien dengan
menjelaskan secara perlahan apa yang terjadi dan dengan menawarkan penjelasan
untuk pengalaman internal pasien.
Fase pemulihan ketiga adalah integratif. Ketika pasien menerima apa yang
telah terjadi, seorang dokter dapat membantu pasien membentuk identitas baru
dengan menghubungkan pengalaman saat ini dari diri dengan pengalaman masa
lalu. Berduka atas indera yang hilang mungkin merupakan fitur penting dari fase
ketiga.
Sebagian besar pasien yang amnestic karena cedera otak terlibat dalam
penyangkalan. Dokter harus menghormati dan berempati dengan kebutuhan
pasien untuk mengingkari realitas dari apa yang telah terjadi. Konfrontasi yang
tidak sensitif dan tumpul menghancurkan aliansi terapeutik yang sedang
berkembang dan dapat menyebabkan pasien merasa diserang. Dalam pendekatan
yang sensitif, dokter membantu pasien menerima keterbatasan kognitif mereka
dengan memaparkan mereka pada defisit ini sedikit demi sedikit dari waktu ke
waktu. Ketika pasien sepenuhnya menerima apa yang telah terjadi, mereka
mungkin memerlukan bantuan dalam memaafkan diri mereka sendiri dan orang
lain yang terlibat, sehingga mereka dapat melanjutkan hidup mereka. Dokter juga
harus berhati-hati karena tergoda untuk berpikir bahwa semua gejala pasien
berhubungan langsung dengan kerusakan otak. Evaluasi gangguan kepribadian
yang sudah ada sebelumnya, seperti batas, antisosial, dan gangguan kepribadian
narsistik, harus menjadi bagian dari penilaian keseluruhan; banyak pasien dengan
41
gangguan kepribadian menempatkan diri dalam situasi yang membuat mereka
rentan terhadap cedera. Fitur kepribadian ini dapat menjadi bagian penting dari
psikoterapi psikodinamik.3
42
BAB III
KESIMPULAN
A. Delirium
B. Demensia (Major Neurocognitive Disorder)
C. Major and Minor Neurocognitive Disorder Due to Another Medical
Condition (Amnestic Disorders)
D. Neurocognitive and Other Disorders Due to a General Medical Condition
E. Mild Cognitive Impairment
43
dan terapi psikososial, sedangkan delirium dan gangguan amnestic adalah
mengobati penyebab yang mendasarinya.
44
DAFTAR PUSTAKA
45