Anda di halaman 1dari 45

MAKSUD DAN TUJUAN MEDIS

ARK (AKSES KE RUMAH SAKIT DAN KONTINUITAS


PELAYANAN)
MAKSUD DAN TUJUAN ARK.1.

Menyesuaikan kebutuhan pasien dgn misi dan sumber daya RS tergantung pd informasi yg didapat ttg
kebutuhan pasien dan kondisinya lewat skrining pd kontak pertama.

Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau pengamatan, atau hasil dari
pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imajing sebelumnya.

Skrining dapat terjadi ditempat pasien, ambulans atau waktu pasien tiba di RS. Keputusan utk mengobati,
mengirim atau merujuk dibuat setelah ada evaluasi hasil skrining. Bila RS mempunyai kemampuan
menyediakan pelayanan yg dibutuhkan dan konsisten dgn misi dan kemampuan pelayanannya, maka
dipertimbangkan utk menerima pasien ranap atau pasien rajal.

RS dapat menentukan tes atau bentuk penyaringan tertentu utk populasi pasien tertentu sebelum
ditetapkan pasien dapat dilayani. Misalnya, pasien diare aktif harus diperiksa clostridium difficile, atau
pasien tertentu diperiksa Staphylococcus aureus yang resisten terhadap methicillin. Tes spesifik tertentu
atau evaluasi tertentu dilakukan jika RS mengharuskannya, sebelum diputuskan dapat dilayani di ranap
atau terdaftar di unit rajal. (lihat juga AP.1)

MAKSUD DAN TUJUAN ARK.1.1

Pasien darurat, sangat mendesak atau pasien yg membutuhkan pertolongan segera diidentifikasi
menggunakan proses triase berbasis bukti utk memprioritaskan kebutuhan pasien yg mendesak, dgn
mendahulukan dari pasien yg lain. Pada kondisi bencana, dapat menggunakan triase bencana. Sesudah
dinyatakan pasien darurat, mendesak dan membutuhkan pertolongan segera, dilakukan asesmen dan
menerima pelayanan secepat mungkin. Kriteria psikologis dibutuhkan dlm proses triase. Pelatihan bagi
staf diadakan agar staf mampu memutuskan pasien2 yg membutuhkan pertolongan segera dan pelayanan
yg dibutuhkan.

Jika RS tidak mampu memenuhi kebutuhan pasien dgn kondisi darurat, pasien dirujuk ke RS lain yg
fasilitas pelayanannya dapat memenuhi kebutuhan pasien. Sebelum ditransfer atau dirujuk pasien harus
dlm keadaan stabil dan dilengkapi dgn dokumen pencatatan.
MAKSUD DAN TUJUAN ARK.1.2

Pada waktu skrining dan pasien diputuskan diterima utk rawat inap, proses asesmen membantu staf
mengetahui prioritas kebutuhan pasien untuk pelayanan preventif, kuratif, rehabilitatif, paliatif dan dapat
menentukan pelayanan yg sesuai dgn prioritas kebutuhan pasien. Yg dimaksudkan dgn pelayanan
preventif (dalam proses admisi) adalah utk mencegah perburukan/komplikasi, misalnya a.l. kasus luka
tusuk dlm diberikan ATS, kasus luka bakar derajat berat dimasukkan ke unit luka bakar.

MAKSUD DAN TUJUAN ARK.1.3

Pasien diberitahu jika ada penundaan dan kelambatan pelayanan a.l. akibat kondisi pasien atau jika pasien
harus masuk dlm daftar tunggu. Pasien diberi informasi alasan dan sebab mengapa terjadi
penundaan/kelambatan atau harus menunggu serta diberi tahu ttg alternatif yg tersedia, ketentuan ini
berlaku bagi pasien rawat inap dan rawat jalan. Untuk beberapa pelayanan, seperti onkologi atau
transplan tidak berlaku ketentuan ttg penundaan/kelambatan pelayanan atau tes.

MAKSUD DAN TUJUAN ARK.2.

Ditetapkan regulasi untuk proses penerimaan pasien rawat inap dan pendaftaran pasien rawat jalan. Staf
memahami dan mampu melaksanakan proses penerimaan pasien. Proses tsb meliputi:
• Pendaftaran pasien rajal dan ranap
• Penerimaan langsung dari unit darurat ke unit ranap
• Menahan pasien untuk observasi

Dalam rangka keterbukaan kepada publik tersedia sistem pendaftaran ranap dan rajal secara online

MAKSUD DAN TUJUAN ARK.2.1.

Saat diputuskan rawat inap, dokter yg memutuskan rawat inap memberi informasi ttg rencana asuhan yg
diberikan, hasil asuhan yg diharapkan, termasuk penjelasan oleh petugas pendaftaran ttg perkiraan biaya
yg harus dibayarkan oleh pasien / keluarga. Pemberian informasi didokumentasikan.

MAKSUD DAN TUJUAN ARK.2.2.

Unit GD yg penuh sesak dan tingkat hunian RS yg tinggi dapat menyebabkan pasien menumpuk didaerah
unit GD dan menciptakannya sbg tempat menunggu sementara pasien ranap. Mengelola alur berbagai
pasien selama menjalani asuhannya masing2 menjadi sangat penting utk mencegah terjadinya
penumpukan, yg selanjutnya mengganggu waktu pelayanan dan akhirnya juga berpengaruh thd
keselamatan pasien. Pengelolaan yg efektif terhadap alur pasien (spt penerimaan, asesmen dan tindakan,
transfer pasien, dan pemulangan) dapat mengurangi penundaan asuhan kpd pasien.

Komponen dari pengelolaan alur pasien termasuk:


a. Ketersediaan tempat tidur ranap
b. Perencanaan fasilitas ttg alokasi tempat, peralatan, utilitas, teknologi medik, dan
kebutuhan lain utk mendukung penempatan sementara pasien
c. Perencanaan tenaga utk menghadapi penumpukan pasien di beberapa lokasi sementara
dan atau pasien yg tertahan di unit GD
d. Alur pasien didaerah dimana pasien menerima asuhan, tindakan, pelayanan (seperti unit
rawat inap, laboratorium, kamar operasi, radiologi dan unit pasca anestesi)
e. Efisiensi pelayanan non-klinik penunjang asuhan dan tindakan kepada pasien (spt
kerumahtanggaan dan transportasi)
f. Pemberian pelayanan ke ranap sesuai kebutuhan pasien
g. Akses pelayanan yg bersifat mendukung (spt pekerja sosial, keagamaan atau bantuan
spiritual, dsb).

Monitoring dan perbaikan proses ini merupakan strategi yg tepat dan bermanfaat utk mengatasi masalah.
Semua staf RS, mulai dari unit ranap, unit GD, staf medik, keperawatan, administrasi, lingkungan,
manajemen risiko, dapat ikut berperan serta menyelesaikan masalah arus pasien ini. Koordinasi ini dapat
dilakukan oleh seorang Manajer Pelayanan Pasien (MPP)/Case manager.

Alur pasien menuju dan penempatannya di unit GD berpotensi membuat pasien bertumpuk. Ada
penempatan pasien di unit GD yg merupakan jalan keluar sementara mengatasi penumpukan pasien
ranap RS. Maka RS harus menetapkan standar waktu berapa lama pasien di unit GD, di unit intermediate,
kmd selanjutnya harus ditransfer ke unit ranap RS. Yg diharapkan disini adalah agar RS mengatur dan
menyediakan tempat aman bagi pasien.

MAKSUD DAN TUJUAN ARK.2.3.

Unit yg memberikan pelayanan intensif (misalnya ICU, ICCU, pasca operasi) atau unit pelayanan
spesialistik (misalnya unit luka bakar atau transplantasi organ) merupakan unit yg mahal dan biasanya
menempati ruangan dgn staf terbatas. Setiap RS harus menetapkan kriteria utk menentukan pasien yg
membutuhkan tingkat pelayanan yg tersedia di unit2 tsb.

Dgn mempertimbangkan bhw pelayanan di unit spesialistik menghabiskan banyak sumber daya, RS
mungkin membatasi hanya pasien dgn kondisi medik yg reversibel saja yg dapat diterima masuk dan
pasien kondisi khusus termasuk menjelang akhir kehidupan, sesuai dgn peraturan perUUan. Agar
konsisten, kriteria menggunakan prioritas atau parameter diagnostik dan atau parameter obyektif
termasuk kriteria berbasis fisiologis.

Mereka yg berasal dari unit2 GD, intensif atau layanan spesialistik berpartisipasi menentukan kriteria.
Kriteria digunakan utk menentukan penerimaan langsung di unit, misalnya masuk dari unit GD.
Kriteria juga digunakan utk masuk dari unit2 didalam atau dari luar RS, spt halnya pasien dipindah dari
RS lain. Pasien yg diterima masuk di unit khusus memerlukan asesmen dan evaluasi ulang utk
menentukan apakah kondisi pasien berubah shg tidak memerlukan lagi pelayanan spesialistik. Misalnya,
jika status fisiologis sudah stabil dan monitoring intensif baik, tindakan lain tidak diperlukan lagi.
Ataupun jika kondisi pasien menjadi buruk sampai pd titik pelayanan intensif atau tindakan khusus tidak
diperlukan lagi, pasien kemudian dapat dipindah ke unit layanan lebih rendah (seperti unit pelayanan
medik atau bedah, rumah penampungan, atau unit pelayanan paliatif).

Kriteria utk memindahkan pasien dari unit khusus ke unit pelayanan lebih rendah harus sama dgn
kriteria yg dipakai utk memindahkan pasien ke unit pelayanan berikutnya. Misalnya, jika keadaan pasien
menjadi buruk shg pelayanan intensif dianggap tidak dapat menolong lagi, maka pasien masuk ke rumah
penampungan (hospices) atau ke masuk ke unit pelayanan paliatif dengan menggunakan kriteria.

Apabila RS melakukan riset atau menyediakan pelayanan spesialistik atau melaksanakan program,
penerimaan pasien di program tsb harus melalui kriteria tertentu atau ketentuan protokol. Mereka yg
terlibat dalam riset atau program lain harus terlibat dlm menentukan kriteria atau protokol. Penerimaan
ke dalam program, tercatat di rekam medic pasien termasuk kriteria atau protokol yg diberlakukan
terhadap pasien yg diterima masuk.

MAKSUD DAN TUJUAN ARK 3.

Kesinambungan asuhan pasien setelah di ranap memerlukan persiapan dan pertimbangan khusus bagi
sebagian pasien, spt perencanaan pemulangan pasien (P3)/ discharge planning. Penyusunan P3 diawali
saat proses asesmen awal ranap, membutuhkan waktu agak panjang, termasuk pemutakhiran /updating.
Utk identifikasi pasien yg membutuhkan P3, RS menetapkan mekanisme dan kriteria misalnya a.l. : umur,
tidak adanya mobilitas, perlu bantuan medik dan keperawatan terus menerus, bantuan melakukan
kegiatan sehari hari.

Rencana pulang termasuk pendidikan / pelatihan khusus yg mungkin dibutuhkan pasien dan keluarga
utk kontinuitas (kesinambungan) asuhan diluar RS. Sebagai contoh, pasien yg baru didiagnosis Tipe 1
diabetes akan membutuhkan pendidikan terkait diet dan nutrisi, termasuk cara memberikan suntikan
insulin. Pasien yg dirawat inap karena infark miokardial membutuhkan rehabilitasi sesudah keluar RS
pulang, termasuk mengatur makanan.

Kesinambungan asuhan pasca ranap akan berhasil bila penyusunan P3 dilakukan secara terintegrasi antar
PPA terkait/relevan dan difasilitasi MPP (Manajer Pelayanan Pasien) (lihat juga, ARK.4).

MAKSUD DAN TUJUAN ARK.3.1

Perjalanan pasien di RS mulai dari admisi, keluar pulang atau pindah, melibatkan berbagai PPA, unit kerja
dan MPP (Manajer Pelayanan Pasien). Selama dlm berbagai tahap pelayanan, kebutuhan pasien dipenuhi
dari sumber daya yg tersedia di RS dan kalau perlu sumber daya dari luar. Kesinambungan pelayanan
berjalan baik jika semua pemberi pelayanan mempunyai informasi yg dibutuhkan ttg kondisi kesehatan
pasien terkini dan sebelumnya, agar dapat dibuat keputusan yg tepat

Asuhan pasien di RS diberikan dan dilaksanakan dengan pola Pelayanan berfokus pada pasien
(Patient/Person Centered Care - PCC). Pola ini dipayungi oleh konsep WHO: Conceptual framework
integrated people-centred health services. (WHO global strategy on integrated people-centred health
services 2016-2026, July 2015).

Pelayanan berfokus pd pasien diterapkan dlm bentuk Asuhan Pasien Terintegrasi yg bersifat integrasi
horizontal dan vertikal. Pada integrasi horizontal kontribusi profesi masing2 PPA adalah sama
pentingnya / sederajat. Pada integrasi vertikal pelayanan berjenjang oleh/melalui berbagai unit
pelayanan ketingkat pelayanan yg berbeda, disini peran MPP penting utk iintegrasi tsb, dgn komunikasi yg
memadai dgn PPA.

Pelaksanaan asuhan pasien terintegrasi berpusat pd pasien, dan mencakup elemen sbb:
• Keterlibatan dan pemberdayaan pasien & keluarga .(lihat AP 4, PAP 2, PAP 5)
• DPJP sbg Ketua tim asuhan pasien oleh PPA (Clinical Leader). (lihat juga PAP 2.1. EP 4)
• PPA bekerja sbg tim interdisiplin dgn kolaborasi interprofesional, dibantu a.l. dgn PPK (Panduan
Praktik Klinis), Panduan Asuhan PPA lainnya, Alur Klinis/ Clinical Pathway terintegrasi, Algoritme,
Protokol, Prosedur, Standing Order dan CPPT (Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi) . 77
• Perencanaan Pemulangan Pasien(P3) / Discharge Planning terintegrasi
• Asuhan Gizi Terintegrasi (lihat PAP 5)
• Manajer Pelayanan Pasien / Case Manager

MPP, bukan merupakan PPA aktif, dlm menjalankan manajemen pelayanan pasien mempunyai Peran
minimal adalah sbb:
a. memfasilitasi pemenuhan kebutuhan asuhan pasien
b. mengoptimalkan terlaksananya pelayanan berfokus pd pasien
c. mengoptimalkan proses reimbursemen dan dengan Fungsi sbb:
d. Asesmen utk manajemen pelayanan pasien,
e. Perencanaan utk manajemen pelayanan pasien,
f. Komunikasi dan koordinasi
g. Edukasi dan advokasi
h. Kendali mutu dan biaya pelayanan pasien

Keluaran yg diharapkan dari kegiatan manajemen pelayanan pasien a.l. adalah :


 Pasien mendapat asuhan sesuai kebutuhannya
 Terpeliharanya kesinambungan pelayanan
 Pasien memahami dan mematuhi asuhan, serta meningkatnya kemandirian pasien
 Kemampuan pasien mengambil keputusan
 Keterlibatan & pemberdayaan pasien dan keluarga
 Optimalisasi sistem pendukung pasien
 Pemulangan yg aman
 Kualitas hidup dan kepuasan pasien
Rekam medik pasien merupakan sumber informasi utama ttg proses pelayanan dan kemajuannya shg
merupakan alat komunikasi penting. Rekam medik selama ranap, rajal, dgn catatan terkini tersedia agar
dapat mendukung dan bermanfaat utk kesinambungan pelayanan pasien. PPA melakukan asesmen pasien
berbasis IAR, sehingga informasi MPP juga dibutuhkan.

Karenanya dlm pelaksanaan manajemen pelayanan pasien, MPP mencatat pd lembar form A yang
merupakan evaluasi awal manajemen pelayanan pasien dan form B yg merupakan catatan implementasi
manajemen pelayanan pasien. Kedua form tsb merupakan bagian rekam medis.

Pada form A dicatat a.l. : identifikasi/skrining pasien utk kebutuhan pengelolaan MPP, asesmen utk
manajemen pelayanan pasien termasuk rencana, identifikasi masalah – risiko – kesempatan, perencanaan
manajemen pelayanan pasien, termasuk memfasiltasi proses perencanaan pemulangan pasien (discharge
planning).

Pada form B dicatat a.l. : pelaksanaan rencana manajemen pelayanan pasien, monitoring, fasilitasi,
koordinasi, komunikasi dan kolaborasi, advokasi, hasil pelayanan, terminasi manajemen pelayanan
pasien.

Agar kesinambungan asuhan pasien tidak terputus, RS harus menciptakan proses utk melaksanakan
kesinambungan dan koordinasi pelayanan diantara PPA, MPP, Pimpinan unit dan staf lain sesuai regulasi
RS di :
a. Pelayanan darurat dan penerimaan rawat inap
b. Pelayanan diagnostik dan tindakan
c. Pelayanan bedah dan non-bedah
d. Pelayanan rawat jalan
e. Organisasi lain atau bentuk pelayanan lainnya
Proses koordinasi dan kesinambungan pelayanan dibantu dgn penunjang lain spt panduan praktik klinik,
alur klinis/clinical pathways, rencana asuhan, format rujukan, daftar tilik /check list lain dan sebagainya.

Diperlukan regulasi utk proses koordinasi tsb. (lihat juga, SKP.2.2; ARK.2.3; AP.4; PAB.7.2).

MAKSUD DAN TUJUAN ARK.3.2.


Asuhan Pasien diberikan oleh PPA yg bekerja sebagai tim interdisiplin dgn kolaborasi interprofesional dan
DPJP berperan sbg Ketua tim asuhan pasien oleh PPA (Clinical Leader).

Untuk mengatur kesinambungan asuhan selama pasien berada di RS, harus ada Dokter Penanggung
Jawab Pelayanan (DPJP) sbg individu yg bertangg-jwb mengelola pasien sesuai dgn kewenangan
kliniknya, juga melakukan koordinasi dan kesinambungan asuhan. DPJP yg ditunjuk ini tercatat namanya
di rekam medis pasien. DPJP/para DPJP memberikan keseluruhan asuhan selama pasien berada di RS
dapat meningkatkan a.l. kesinambungan, koordinasi, kepuasan pasien, mutu, keselamatan, termasuk hasil
asuhan. Individu ini membutuhkan kolaborasi dan komunikasi dgn PPA lainnya.

Bila seorang pasien dikelola oleh lebih dari satu DPJP, maka harus ditetapkan DPJP Utama. Sbg tambahan,
RS menetapkan kebijakan dan proses perpindahan tangg-jwb dari satu DPJP ke DPJP lain.

MAKSUD DAN TUJUAN ARK.3.3.

Selama di ranap di RS, pasien mungkin dipindah dari satu pelayanan atau dari satu unit ranap ke berbagai
unit pelayanan lain atau unit ranap lain. Jika PPA berubah akibat perpindahan ini, informasi penting
terkait asuhan harus mengikuti pasien. Pemberian obat dan tindakan lain dapat berlangsung tanpa
halangan, kondisi pasien dapat dimonitor. Untuk memastikan setiap tim asuhan menerima informasi yg
diperlukan, rekam medik pasien ikut pindah atau ringkasan informasi yg ada di rekam medik disertakan
waktu pasien pindah dan menyerahkan kepada tim asuhan yg menerima pasien. Ringkasan memuat
sebab pasien masuk dirawat, temuan penting, diagnosis, prosedur atau tindakan, obat yg diberikan,
keadaan pasien waktu pindah.

Bila pasien dalam pengelolaan MPP, maka kesinambungan proses tsb diatas dipantau, diikuti dan
transfernya disupervisi oleh MPP.

MAKSUD DAN TUJUAN ARK.4.

Memulangkan pasien ke rumah atau keluarga, didasarkan atas kondisi kesehatan pasien dan
kebutuhannya untuk memperoleh kesinambungan asuhan. Dapat juga pasien dirujuk atau dikirim ke
praktisi kesehatan di luar rumah sakit. DPJP dan PPA lainnya yg bertangg-jawab atas asuhan pasien
menentukan kesiapan pasien keluar RS berdasar kebijakan, kriteria dan indikasi rujukan yg ditetapkan
RS. Kebutuhan kesinambungan asuhan berarti rujukan ke dokter spesialis, rehabilitasi fisik, atau bahkan
kebutuhan upaya preventif di rumah yg dikoordinasikan oleh keluarga pasien.
Diperlukan proses yg terorganisir dgn baik utk memastikan bhw kesinambungan asuhan dikelola oleh
praktisi kesehatan atau oleh sebuah organisasi di luar RS. Pasien yg memerlukan perencanaan
pemulangan pasien (Discharge Planning), maka RS mulai merencanakan hal tsb sedini mungkin yg
sebaiknya utk menjaga kesinambungan asuhan dilakukan secara terintegrasi melibatkan semua PPA
terkait/relevan serta difasilitasi oleh MPP. Keluarga dilibatkan dlm proses ini sesuai kebutuhan (lihat juga
AP.4).
RS dapat menetapkan regulasi ttg kemungkinan pasien diijinkan keluar RS dlm jangka waktu tertentu utk
keperluan penting.

MAKSUD DAN TUJUAN ARK.4.1.

Dibutuhkan perencanaan utk mengatur tindak lanjut pemulangan pasien ke praktisi kesehatan atau
organisasi lain yg dapat memenuhi kebutuhan kesinambungan asuhan pasien. RS yg berada di komunitas
dimana praktisi kesehatan juga berada didalamnya membuat kerjasama formal dan informal. Jika pasien
berasal dari komunitas/daerah lain, RS akan merujuk pasien ke praktisi kesehatan yg berasal dari
komuitas dimana pasien tinggal.

Mungkin juga, pasien membutuhkan pelayanan dukungan dan pelayanan kesehatan pada waktu pasien
keluar dari RS (discharge). Misalnya, pasien mungkin membutuhkan bantuan sosial, nutrisi, keuangan,
psikologi, atau bantuan lain pada waktu pasien keluar RS. Proses perencanaan pemulangan pasien
(discharge planning) dilakukan secara terintegrasi melibatkan semua PPA terkait serta difasilitasi oleh
MPP, memuat bentuk bantuan pelayanan yg dibutuhkan dan ketersediaannya bantuan yg dimaksud.

MAKSUD DAN TUJUAN ARK.4.2.

Ringkasan pasien pulang memberikan gambaran ttg pasien yg tinggal di RS. Ringkasan dapat digunakan
oleh praktisi yg bertangg-jawab memberikan tindak lanjut asuhan. Ringkasan memuat hal2 sbb :
• Indikasi pasien masuk dirawat, diagnosis dan komorbiditas lain
• Temuan fisik penting dan temuan2 lain
• Tindakan diagnostik dan prosedur terapi yg telah dikerjakan
• Obat yg diberikan selama diranap dgn potensi akibat efek residual setelah obat tidak diteruskan dan
semua obat yg harus digunakan di rumah
• Kondisi pasien (status present)
• Ringkasan memuat instruksi tindak lanjut, agar dihindari istilah anjuran.

Ringkasan pasien pulang dijelaskan dan ditandatangani oleh pasien/keluarga karena memuat instruksi.

MAKSUD DAN TUJUAN ARK 4.2.1.

Ringkasan pasien pulang dibuat sebelum pasien keluar dari RS oleh DPJP.
(1)Satu salinan / copy dari ringkasan diberikan kpd tenaga kesehatan yg bertangg-jawab memberikan
tindak lanjut asuhan kpd pasien. (2)Satu salinan diberikan kpd pasien sesuai regulasi RS yg mengacu
pada peraturan perUUan yg berlaku. (3)Satu salinan diberikan kpd penjamin. (4)Salinan ringkasan
berada di rekam medik pasien.

MAKSUD DAN TUJUAN ARK.4.3


Jika RS memberikan asuhan dan tindakan berlanjut kpd pasien dgn diagnosis kompleks dan atau yg
membutuhkan asuhan kompleks (misalnya, pasien yg datang beberapa kali dgn masalah kompleks,
menjalani tindakan beberapa kali, datang dibeberapa unit klinik, dsb), maka kemungkinan dapat
bertambahnya diagnosis dan obat, perkembangan riwayat penyakit, temuan pd pemeriksaan fisiknya.
Karena itu utk kasus spt ini, harus dibuat ringkasannya. Sangat penting bagi setiap PPA yg berada di
berbagai unit yg memberikan asuhan kpd pasien ini mendapat akses ke informasi Profil Ringkas Medis
Rawat Jalan (PRMRJ) tsb.

Profil Ringkas Medis Rawat Jalan (PRMRJ) memuat informasi, termasuk:


• Identifikasi pasien yg menerima asuhan kompleks atau dengan diagnosis kompleks (seperti pasien di
klinik jantung dengan berbagai komorbiditas antara lain DM tipe 2, Total Knee Replacement, Gagal
ginjal tahap akhir dsb. Atau pasien di klinik neurologik dengan berbagai komorbiditas).
• Identifikasi informasi yg dibutuhkan oleh para DPJP yg menangani pasien tsb
• Menentukan proses yg digunakan utk memastikan bhw informasi medis yg dibutuhkan DPJP tersedia
dlm format mudah ditelusur (“easy-to-retrieve”) dan mudah direview .
• Evaluasi dari hasil implementasi proses utk mengkaji bhw informasi dan proses memenuhi
kebutuhan DPJP dan meningkatkan mutu serta keselamatan pasien

MAKSUD DAN TUJUAN ARK.4.4 DAN ARK 4.4.1.

Jika seorang pasien, ranap atau rajal telah selesai menjalani pemeriksaan lengkap dan sudah ada
rekomendasi tindakan yg perlu dilakukan, kmd pasien ini memutuskan meninggalkan RS, maka pasien ini
dianggap sbg pasien keluar menolak rencana asuhan medis. Pasien ranap dan rajal (termasuk pasien dari
unit GD) berhak menolak tindakan medik dan keluar RS. Pasien ini menghadapi risiko krn menerima
pelayanan atau tindakan tidak lengkap yg berakibat terjadi kerusakan permanen atau kematian. Jika
seorang pasien ranap atau rajal minta utk keluar RS tanpa persetujuan dokter, pasien harus diberi tahu ttg
risiko medis oleh dokter yg membuat rencana asuhan atau tindakan dan proses keluarnya pasien sesuai
dgn regulasi RS. Jika pasien mempunyai dokter keluarga, dokter keluarga tsb harus diberitahu ttg
keputusan pasien. Bila tidak ada dokter keluarga, maka pasien dimotivasi utk mendapat/mencari
pelayanan kesehatan lebih lanjut.

Harus diupayakan agar mengetahui alasan mengapa pasien keluar menolak rencana asuhan medis. RS
perlu mengetahui alasan ini agar dapat melakukan komunikasi lebih baik dgn pasien dan atau keluarga
pasien dlm rangka memperbaiki proses.

Jika pasien menolak rencana asuhan medis tanpa memberi tahu siapapun di dlm RS, atau ada pasien rajal
yg menerima pelayanan kompleks atau pelayanan utk menyelamatkan jiwa, spt kemoterapi atau terapi
radiasi, tidak kembali ke RS, maka RS harus berusaha menghubungi pasien utk memberi tahu ttg potensi
risiko bahaya yg ada.
RS menetapkan regulasi utk proses ini sesuai dgn peraturan perUUan yg berlaku, termasuk RS membuat
laporan ke dinas kesehatan/ kementerian kesehatan ttg kasus infeksi dan memberi informasi tentang
pasien yg mungkin mencelakakan dirinya atau orang lain.

MAKSUD DAN TUJUAN ARK.5.

Pasien dirujuk ke fasilitas kesehatan lain didasarkan atas kondisi pasien dan kebutuhan utk memperoleh
asuhan berkesinambungan. Rujukan pasien a.l. utk memenuhi kebutuhan pasien atau konsultasi
spesialistik dan tindakan, serta penunjang diagnostik. Jika pasien dirujuk ke RS lain, yg merujuk harus
memastikan fasilitas kesehatan penerima menyediakan pelayanan yg dapat memenuhi kebutuhan pasien
dan mempunyai kapasitas menerima pasien.

Diperoleh kepastian terlebih dahulu dan kesediaan menerima pasien serta persyaratan rujukan diuraikan
dalam kerjasama formal atau dalam bentuk perjanjian. Ketentuan spt ini dapat memastikan adanya
kesinambungan asuhan tercapai dan kebutuhan pasien terpenuhi. Rujukan terjadi juga ke fasilitas
kesehatan lain dgn atau tanpa ada perjanjian formal.

MAKSUD DAN TUJUAN ARK 5.1.

• Rujukan pasien sesuai kondisi pasien menentukan kualifikasi dari staf pendamping yg
memonitor dan menentukan jenis peralatan medis khusus.
• Selain itu harus dipastikan fasilitas pelayanan kesehatan penerima menyediakan pelayanan yg
dapat memenuhi kebutuhan pasien dan mempunyai kapasitas pasien dan jenis teknologi medik .
• Diperlukan proses konsisten melakukan rujukan pasien utk memastikan keselamatan pasien.
• Proses ini menangani :
• Ada staf yg bertangg-jawab dlm pengelolaan rujukan, termasuk utk memastikan pasien diterima di RS
rujukan yg dapat memenuhi kebutuhan pasien.
 Selama dlm proses rujukan ada staf yg kompeten sesuai kondisi pasien yg selalu memonitor dan
mencatatnya dlm rekam medis.
 Dilakukan identifikasi kebutuhan obat, bahan medis habis pakai, alat kesehatan dan peralatan
medis yg dibutuhkan selama proses rujukan.
 Dalam proses pelaksanaan rujukan, ada proses serah terima pasien antara staf pengantar dan yg
menerima RS melakukan evaluasi terhadap mutu dan keamanan dari proses rujukan utk
memastikan pasien telah ditransfer dengan staf yg kompeten dan dengan peralatan medis yg
tepat.

MAKSUD DAN TUJUAN ARK.5.2.

Informasi ttg pasien dirujuk disertakan bersama dgn pasien utk menjamin kesinambungan asuhan.
Dokumen rujukan berisi:
a) Identitas pasien
b) Hasil pemeriksaan (anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang) yg telah
dilakukan
c) Diagnosis kerja
d) Terapi dan / atau tindakan yg telah diberikan
e) Tujuan rujukan
f) Nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yg memberikan pelayanan rujukan

Dokumentasi juga memuat nama fasyankes dan nama orang di fasyankes yg menyetujui menerima pasien,
kondisi khusus untuk rujukan (spt kalau ruangan tersedia di penerima rujukan, atau tentang status
pasien). Juga dicatat jika kondisi pasien atau kondisi pasien berubah selama ditransfer (misalnya, pasien
meninggal atau membutuhkan resusitasi).

Dokumen lain yg diminta sesuai kebijakan RS (misalnya, tanda tangan perawat atau dokter yg menerima,
nama orang yg memonitor pasien dalam perjalanan rujukan) masuk dalam catatan Dokumen rujukan
diberikan kepada fasyankes penerima bersama dgn pasien. Catatan setiap pasien yg dirujuk ke fasyankes
lainnya memuat juga dokumentasi selama proses rujukan

MAKSUD DAN TUJUAN ARK.6.

Proses merujuk, memindahkan, memulangkan pasien membutuhkan pemahaman ttg kebutuhan transpor
pasien. Misalnya, pasien dari unit pelayanan kronik atau pusat rehabilitasi yg membutuhkan pelayanan
rajal atau evaluasi asuhan di unit GD mungkin tiba dgn ambulans atau transportasi lainnya. Setelah
selesai, pasien mungkin minta bantuan transpor utk kembali ke rumahnya atau fasilitas lain. Pd situasi
lain, misalnya pasien mengemudi sendiri kendaraan menuju RS utk mendapatkan tindakan yg kemudian
krn tindakan tadi mengganggu kemampuannya mengemudi sendiri utk pulang (seperti, operasi mata,
prosedur yg memerlukan sedasi dan sebagainya). Adalah tangg-jawab RS melakukan asesmen kebutuhan
transpor pasien dan memastikan pasien mendapat transportasi aman. Tergantung dari kebijakan RS dan
peraturan perUUan, ongkos transpor dapat atau tidak menjadi tanggjawab RS.

Jenis kendaraan utk transportasi berbagai macam, mungkin ambulans atau lain kendaraan milik RS atau
berasal dari sumber yg diatur oleh keluarga atau teman. Jenis kendaraan yg diperlukan tergantung
kondisi dan status pasien.

Kendaraan transportasi milik RS, harus tunduk pada peraturan perUUan yg mengatur ttg kegiatan
operasionalnya, kondisi, dan perawatan kendaraan. RS mengidentifikasi kegiatan transportasi yg berisiko
terkena infeksi dan menentukan strategi mengurangi risiko infeksi (lihat juga PPI.7; PPI.7.1; PPI.7.1.1;
PPI.7.2; PPI.7.3; PPI.8; PPI.9). Persediaan obat, perbekalan medik yg harus tersedia dlm kendaraan
tergantung pasien yg dibawa. Misalnya, membawa pasien geriatri dari unit rajal pulang ke rumahnya
sangat berbeda dengan jika harus transfer pasien dgn penyakit menular atau transpor pasien luka bakar
ke RS lain.
Jika RS membuat kontrak layanan transportasi, RS harus dapat menjamin bahwa kontraktor harus
memenuhi standar utk mutu dan keselamatan pasien dan kendaraan. Jika layanan transport diberikan
oleh Kementerian Kesehatan/ Dinas Kesehatan, perusahaan asuransi, atau organisasi lain yg tidak berada
dalam pengawasan RS, masukan dari RS ttg keselamatan dan mutu transpor dapat memperbaiki kinerja
penyedia pelayanan transpor.

Dalam semua hal, RS melakukan evaluasi thd mutu dan keselamatan pelayanan transportasi. Ini termasuk
penerimaan, evaluasi, tindak lanjut keluhan terkait pelayanan transportasi.

AP (ASESMEN PASIEN)
MAKSUD DAN TUJUAN AP.1, AP 1.1, AP 1.2, AP 1.3.

Asesmen yg efektif menghasilkan keputusan ttg tindakan segera dan berkelanjutan yg dibutuhkan pasien
utk tindakan darurat, asuhan terencana, bahkan jika kondisi pasien berubah. Asesmen pasien merupakan
proses berkelanjutan, dinamis dan dikerjakan di instalasi / UGD, rajal, ranap, dan unit pelayanan lainnya.
Asesmen pasien terdiri dari 3 proses utama dengan metode IAR:
a. Mengumpulkan data dan informasi (huruf I) tentang hal2 sesuai d sd n, tersebut dibawah. Pada
SOAP adalah S–Subyektif dan O-Obyektif.
b. Analisis data dan informasi (huruf A), yaitu melakukan analisis terhadap informasi yg
menghasilkan diagnosis, masalah, dan kondisi, utk mengidentifikasi kebutuhan pasien. Pada
SOAP adalah A-Asesmen.
c. Membuat Rencana (huruf R), yaitu menyusun solusi utk mengatasi / memperbaiki kelainan
kesehatan sesuai butir b . Pelaksanaan R adalah utk memenuhi kebutuhan pasien yg telah
teridentifikasi. Pada SOAP adalah P–Plan.

Isi minimal asesmen awal a.l. : (11 elemen)


a) status fisik,
b) psiko-sosio-spiritual,
c) ekonomi
d) riwayat kesehatan pasien.
e) riwayat alergi,
f) asesmen nyeri,
g) risiko jatuh,
h) asesmen fungsional,
i) risiko nutrisional,
j) kebutuhan edukasi ,
k) Perencanaan Pemulangan Pasien (Discharge Planning)
Jika pasien sudah terdaftar atau diterima di RS utk asuhan ranap dan atau rajal, sebuah asesmen lengkap
perlu dilakukan terkait alasan pasien datang di RS mengacu kepada butir2 isi minimal asesmen awal.
Informasi spesifik yg dibutuhkan RS pada tahap ini, prosedur yg dilakukan padanya, tergantung
kebutuhan pasien dan dimana asuhan diberikan (misalnya, asuhan ranap atau rajal). RS menetapkan
regulasi proses asesmen dan pendokumentasiannya di RM (Rekam Medik) (lihat juga, ARK.1).

Untuk melakukan asesmen pasien secara efektif, RS menentukan regulasi, isi minimal asesmen yg harus
dilakukan oleh dokter, perawat dan professional pemberi asuhan lainnya. Asesmen dilakukan oleh
disiplin klinis sesuai kebutuhan. Asesmen hanya dilakukan oleh orang yg kompeten dan diberi
kewenangan sesuai peraturan perUUan. Seluruh hasil asesmen itu harus ada sebelum dilakukan
pengobatan.

Asesmen awal seorang pasien, rajal, ranap, dan GD merupakan proses yg penting utk identifikasi
kebutuhan pasien utk memulai proses asuhan pasien. Proses asesmen awal memberikan informasi
perihal:
• Pemahaman asuhan yg diinginkan oleh pasien
• Pemilihan asuhan paling baik utk pasien
• Diagnosis awal, dan
• Pemahaman respons pasien thd asuhan sebelumnya

Untuk mendapatkan informasi ini, asesmen awal melakukan evaluasi kondisi pasien melalui pemeriksaan
fisik dan riwayat kesehatannya. Asesmen psikologis menentukan status emosional pasien (misalnya, jika
pasien depresi, takut jiwanya terancam, suka berkelahi, membahayakan diri sendiri atau orang lain).
Mengumpulkan informasi ttg pasien tidak bermaksud “menggolongkan” pasien kedalam “satu golongan
tertentu”. Tetapi status sosial, kultur, spiritual, ekonomi, dari pasien merupakan faktor penting yg dapat
berpengaruh thd respons pasien thd penyakit dan tindakan pengobatan
Keluarga akan membantu dalam proses asesmen dan utk memahami keinginan pasien dan pilihannya dari
proses asesmen. Faktor ekonomi dikaji sbg bagian asesmen sosial, atau asesmen ekonomi terpisah jika
pasien dan keluarganya bertangg-jawab thd semua atau sebgn biaya asuhan selama dirawat atau sesdh
keluar RS. Banyak PPA yg kompeten dan diberi kewenangan yg berbeda2 terlibat dalam asesmen pasien.
Faktor terpenting adalah asesmen dilakukan lengkap dan tersedia bagi mereka yg bekerja utk
memberikan asuhan (lihat juga, ARK.3). Asesmen sangat bermanfaat jika mempertimbangkan kondisi,
umur, kebutuhan kesehatan, termasuk permintaan keinginan pasien. Proses akan dilaksanakan sangat
efektif jika berbagai PPA yg bertangg-jawab thd asuhan pasien berkerja sama (lihat juga, ARK 3.)

Untuk asesmen keperawatan rajal, RS dapat mempolakan pelaksanaan asesmen tsb secara sentral, yg
terbagi sesuai kebutuhan (a.l. keperawatan dewasa, keperawatan anak, keperawatan bedah, keperawatan
maternitas dsb). Pada rajal, asesmen awal dilakukan pada pasien baru, pasien dgn diagnosis baru, pasien
dgn diagnosis yg sama pada kunjungan kedua yg jarak waktunya lama, sesuai regulasi RS lebih dari satu
bulan pada diagnosis akut, atau misalnya tiga bulan pada penyakit yg kronis.

MAKSUD DAN TUJUAN AP.1.4 DAN AP 1.4.1

Informasi yg diperoleh pd asesmen awal medis dan atau asesmen awal keperawatan, dapat menunjukkan
kebutuhan asesmen lebih lanjut atau lebih mendalam ttg status nutrisional (al : metode MST-
Malnutrition Screening Tools), fungsional (al: dgn metode Barthel Index) termasuk risiko pasien jatuh
(Lihat juga, SKP.6).

Asesmen lebih mendalam dibutuhkan utk identifikasi pasien yg memerlukan intervensi nutrisi, layanan
rehabilitasi atau layanan lain terkait kemampuan untuk berfungsi mandiri. Secara umum seleksi
dilakukan melalui evaluasi sangat sederhana, mendalam thd pasien utk menentukan apakah pasien
menunjukkan gejala sebagai sebuah risiko yg kemudian dibutuhkan asesmen lebih lanjut secara
mendalam. Misalnya, asesmen awal keperawatan memuat kriteria dasar utk menyaring status
nutirisional, seperti ada lima atau enam pertanyaan sederhana yg menghasilkan skor angka terkait
dengan intake makanan yang menurun, berat badan menurun selama 3 bulan yg lalu, mobilitas dsb.

Jumlah angka (skor) akan menunjukkan risiko nutrisional pasien yg membutuhkan asesmen nutrisional
lebih lanjut secara mendalam. Pada setiap kasus, kriteria pemeriksaan digunakan oleh staf yang
kompeten dan diberi kewenangan yg mampu melakukan asesmen lebih lanjut, jika perlu, memberikan
pelayanan yg diperlukan. Misalnya, kriteria pemeriksaan risiko nutrisional dibuat oleh perawat yg
menggunakan kriteria, dietisen yg memberi saran intervensi diet, dan nutrisionis yg akan
mengintegrasikan kebutuhan nutrisi dgn kebutuhan lain pasien.

Informasi yang dikumpulkan dlm asesmen awal medis dan keperawatan termasuk asesmen lain yg
dibutuhkan a.l. utk: gigi, pendengaran, penglihatan, dsb. Setelah pemulangan di RS dilanjutkan asuhan di
komunitas.

MAKSUD DAN TUJUAN AP.1.5

Pada asesmen awal dan selama asesmen ulang prosedur skrining digunakan utk mengidentifikasi pasien
yg merasakan nyeri.
Contoh pertanyaan yg dapat dipakai pd skrining sbb:
• Apakah anda merasa sakit sekarang?
• Apakah rasa sakit anda menghalangi tidur malam anda?
• Apakah rasa sakit anda menghalangi anda beraktivitas?
• Apakah anda merasakan sakit setiap hari?

Jawaban positif dari pertanyaan pertanyaan ini menandakan ada kebutuhan dilakukan asesmen
mendalam thd nyeri pasien. Cakupan tindakan berdasar asuhan dan pelayanan yg tersedia.
Untuk pasien ranap, jika diketahui ada nyeri segera dilakukan asesmen lebih dalam. Asesmen ini
disesuaikan dgn umur pasien dan mengukur intensitas dan kualitas rasa nyeri, seperti karakteristik rasa
nyeri, frekuensi, lokasi dan lamanya. Informasi tambahan dapat diberikan seperti riwayat rasa nyeri, apa
yg menyebabkan rasa nyeri berkurang atau bertambah, apa keinginan pasien utk menghilangkan rasa
nyeri, dsb (misalnya PQRST). Asesmen dicatat demikian rupa utk memudahkan asesmen ulang rutin dan
tindak lanjut sesuai kriteria yg ditetapkan RS dan kebutuhan pasien.

MAKSUD DAN TUJUAN AP.1.6

Asesmen tambahan untuk pasien tertentu atau untuk populasi pasien khusus mengharuskan proses
asesmen perlu diubah. Tambahan ini disesuaikan dgn keunikan dan kebutuhan setiap populasi pasien
tertentu. Setiap RS menentukan kelompok pasien khusus dan populasi pasien dan menyesuaikan proses
asesmen utk memenuhi kebutuhan khusus mereka.
Asesmen tambahan a.l. untuk:
• Neonatus
• Anak
• Remaja
• Obstetri/maternitas
• Geriatri
• Pasien dgn kebutuhan utk P3(Perencanaan Pemulangan
• Pasien)
• Sakit terminal/menghadapi kematian
• Pasien dgn rasa sakit kronik atau nyeri (intense)
• Pasien dgn gangguan emosional atau pasien psikiatris
• Pasien kecanduan obat terlarang atau alkohol
• Korban kekerasan atau kesewenangan
• Pasien dengan penyakit menular atau infeksius
• Pasien yg menerima kemoterapi atau terapi radiasi
• Pasien dengan sistem imunologi terganggu

Tambahan asesmen thd pasien ini memperhatikan kebutuhan dan kondisi mereka dlm kerangka kultural
pasien. Proses asesmen disesuaikan dgn peraturan perUUan dan standar professional.

MAKSUD DAN TUJUAN AP.2 DAN AP.2.1

Asesmen ulang oleh semua PPA merupakan faktor penting untuk evaluasi thd keputusan ttg asuhannya
sudah benar dan efektif. Dilakukan asesmen ulang dgn interval waktu yg didasarkan atas kebutuhan dan
rencana asuhan, dan digunakan sbg dasar rencana pulang pasien sesuai dgn regulasi RS. Hasil asesmen
ulang dicatat di rekam medik pasien/CPPT sbg informasi utk di gunakan oleh semua PPA (Lihat juga,
ARK.3). CPPT minimal terdiri dari kolom: 1)Tanggal dan jam, 2)Profesional Pemberi Asuhan, 3)Hasil
asesmen dan Pemberian pelayanan (tulis dengan format SOAP/ADIME, disertai Sasaran, tulis nama, beri
paraf pada akhir catatan), 4)Instruksi PPA termasuk pasca bedah (instruksi ditulis dengan rinci dan jelas),
5)Review dan Verifikasi DPJP (tulis nama, beri paraf, tgl, jam). DPJP harus membaca/mereview seluruh
rencana asuhan.

Asesmen ulang oleh DPJP memperhitungkan asuhan pasien selanjutnya. Seorang DPJP melakukan
asesmen thd pasien akut sekurang-kurangnya setiap hari, termasuk di akhir minggu /libur, dan jika ada
perubahan penting kondisi pasien.

Asesmen ulang dilakukan dan dicatat di CPPT berbasis IAR dgn metode SOAP, gizi dapat dengan metode
ADIME, dgn memperhatikan:
• Interval sepanjang asuhan pasien (contoh, perawat mencatat secara tetap, tanda-tanda vital
(TTV), asesmen nyeri, detak jantung dan suara paru, sesuai kondisi pasien)
• Setiap hari oleh DPJP thd pasien
• Sebagai respons terhadap perubahan penting kondisi pasien.
• Jika diagnosis pasien berubah dan dibutuhkan perubahan rencana asuhan
• Menentukan apakah pengobatan dan tindakan lain berhasil dan pasien dapat dipindah atau
pulang
Temuan pada asesmen digunakan sepanjang proses pelayanan utk mengevaluasi kemajuan pasien dan
utk memahami kebutuhan untuk asesmen ulang. Karena itu sangat perlu bhw asesmen medis,
keperawatan dan asesmen PPA lain yg berarti, dicatat dan didokumentasikan dgn baik dan dapat dgn
cepat dan mudah ditemukan kembali dlm rekam medis atau dari lokasi lain yg ditentukan standar dan
digunakan oleh staf yg melayani pasien.

MAKSUD DAN TUJUAN AP.3

Asesmen awal dan asesmen ulang pasien adalah proses penting/kritikal, memerlukan pendidikan khusus,
pelatihan, pengetahuan dan keahlian bagi PPA dan telah mendapatkan SPK dan RKK termasuk asesmen
GD. Identifikasi bagi mereka yang memenuhi syarat melakukan asesmen dan tangg-jawabnya ditentukan
secara tertulis. Asesmen dilakukan oleh setiap disiplin/ PPA dalam lingkup prakteknya, izin, peraturan
perUUan, dan sertifikasi.

MAKSUD DAN TUJUAN AP.4

Hasil asesmen pasien diintegrasikan sesuai konsep pelayanan berfokus pd pasien (PCC). Hasil asesmen
yg terintegrasi menjadi dasar Asuhan Pasien Terintegrasi, baik yg bersifat integrasi horisontal maupun
vertikal, dgn elemen:
a) DPJP sebagai ketua tim asuhan pasien (Clinical Leader)
b) PPA bekerja dlm tim interdisiplin dgn kolaborasi interprofesional, berdasarkan Standar Pelayanan
Profesi masing2.
c) Manajer Pelayanan Pasien/ Case Manager menjaga kesinambungan pelayanan
d) Proses asuhan melibatkan dan memberdayakan pasien & keluarga. (lihat AP 4, PAP 2, PAP 5)
e) Perencanaan Pemulangan Pasien / Discharge Planning terintegrasi
f) Asuhan Gizi Terintegrasi (lihat PAP 5)

Banyak pasien mungkin menjalani berbagai bentuk asesmen diluar atau didalam RS oleh berbagai unit
kerja. Hasilnya adalah, tersedia banyak bentuk informasi, hasil tes, data yang ada di rekam medis pasien.
Akan bermanfaat bagi pasien jika PPA yg bertanggung-jawab thd pasien bekerja sama melakukan analisis
(metode IAR) temuan asesmen dan menggabungkan informasi menjadi sebuah gambaran komprehensif
kondisi pasien. Dari kolaborasi ini, kebutuhan pasien teridentifikasi, ditentukan urutan prioritas, dan
keputusan ttg asuhan dibuat. Integrasi temuan akan memudahkan kooordinasi asuhan pasien (lihat juga,
AP 2, PAP.2)

Proses bekerjasama adalah sederhana dan informal jika kebutuhan pasien tidak kompleks. Pertemuan
resmi tim, rapat ttg pasien, ronde klinik, mungkin dibutuhkan dgn kebutuhan pasien yg kompleks atau
dengan pasien yg kebutuhannya tidak jelas. Pasien, keluarga pasien dan lainnya, yg membuat keputusan
atas nama pasien dilibatkan dlm proses membuat keputusan, jika perlu.

MAKSUD DAN TUJUAN AP.5

RS mempunyai sistem utk menyediakan pelayanan laboratorium, meliputi pelayanan patologi klinik,
selain itu tersedia patologi anatomi dan pelayanan lab lainnya, yg dibutuhkan populasi pasiennya, dan
kebutuhan PPA. Organisasi pelayanan lab yg di bentuk dan diselenggarakan sesuai peraturan perUUan.

Di RS dapat terbentuk pelayanan laboratorium utama (induk), dan juga pelayanan lab lain, misalnya lab
Patologi Anatomi, lab mikrobiologi, termasuk pelayanan Tes di Ruang Rawat ( TRR / Point of Care
Testing) dsb, maka harus diatur secara organisatoris pelayanan lab terintegrasi. Pelayanan lab, tersedia
24 jam termasuk pelayanan darurat, diberikan di dalam RS dan rujukan sesuai dgn peraturan perUUan.
RS dapat juga menunjuk dan menghubungi para spesialis di bidang diagnostik khusus, seperti
parasitologi, virologi, atau toksikologi, jika perlu.

RS memilih sumber dari luar ini berdasar rekomendasi dari pimpinan lab di RS. Sumber dari luar tsb
dipilih oleh RS karena memenuhi peraturan perUUan dan mempunyai sertifikat mutu. Bila melakukan
pemeriksaan rujukan keluar, harus melalui lab RS.

MAKSUD DAN TUJUAN AP.5.1

Pelayanan laboratorium berada dibawah pimpinan seorang atau lebih yg kompeten dan memenuhi
persyaratan peraturan perUUan. Orang ini bertangg-jawab mengelola fasilitas dan pelayanan lab,
termasuk pemeriksaan yg dilakukan di tempat tidur pasien (POCT - point-of-care testing), juga tangg-
jawabnya dlm melaksanakan regulasi RS secara konsisten, spt pelatihan, manajemen logistic dsb.
Sedangkan supervisi sehari2 tetap dijalankan oleh pimpinan unit. Spesialisasi atau sub spesialisasi
pelayanan lab harus berada dibawah pengarahan seorang profesional sesuai bidangnya. Tanggung-jawab
penanggung jawab / koordinator pelayanan laboratorium a.l.,
a) Menyusun dan evaluasi regulasi
b) Terlaksananya pelayanan laboratorium sesuai regulasi
c) Pengawasan pelaksanaan administrasi.
d) Melaksanakan program kendali mutu. (PMI dan PME)
e) Monitor dan evaluasi semua jenis pelayanan laboratorium.

MAKSUD DAN TUJUAN AP.5.2

Syarat pendidikan, pelatihan, kualifikasi dan pengalaman ditetapkan RS bagi mereka yg memiliki
kompetensi dan kewenangan diberi ijin mengerjakan pemeriksaan lab, termasuk yg mengerjakan
pemeriksaan di tempat tidur pasien (point-of-care testing). Interpretasi hasil pemeriksaan dilakukan oleh
dokter yg kompeten dan berwenang. Pengawasan thd staf yg mengerjakan pemeriksaan diatur oleh RS.

Staf pengawas dan staf pelaksana diberi orientasi tugas mereka. Staf pelaksana diberi tugas sesuai latar
belakang pendidikan dan pengalaman. Unit kerja lab menyusun dan melaksanakan program pelatihan
(program staf) yg memungkinkan staf mampu melakukan tugas pekerjaan dgn cepat (cito) dan juga dgn
tujuan utk memastikan selalu tersedia cukup tenaga memberikan pelayanan 24 jam.

MAKSUD DAN TUJUAN AP.5.3

RS menetapkan program terkait risiko dan bahaya di lab. Program menangani kebiasaan dan praktek
kerja secara aman, tindakan pencegahan serta dikoordinasikan dgn program manajemen risiko fasilitas
dan program pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) RS.
Program Manajemenn Risiko meliputi,
• Identifikasi risiko
• Analisis risiko
• Upaya pengelolaan risiko

Kegiatan ini sejalan dgn manajemen risiko fasilitas RS dan program pencegahan dan pengendalian infeksi
• Kegiatan sejalan dgn peraturan perUUan
• Tersedianya peralatan keamanan yg cocok dgn cara dan lingkungan kerja di laboratorium serta
bahaya yg mungkin timbul karenanya (contoh antara lain: eye wash station, spill kits)
• Orientasi bagi staf ttg prosedur keamanan dan pelaksanaannya.
• Pelatihan ttg adanya prosedur baru terkait penerimaan dan penggunaan bahan berbahaya baru
(lihat, PPI.5; MFK.4; MFK.4.1; MFK.5)

MAKSUD DAN TUJUAN AP.5.3.1


Terdapat regulasi dan praktek yg dilaksanakan utk mengurangi bahaya akibat terpapar bahan2 dan
limbah biologis berbahaya. Infeksi yg didapat di lab di catat dan dilaporkan secara internal sesuai regulasi
PPI, dilaporkan ke dinas kesehatan setempat sesuai peraturan perUUan. Dibawah ini diberikan daftar
hal2 yg harus ditangani dan persyaratan yg harus dilakukan:
a) Pengendalian paparan aerosol
b) Jas lab, jubah atau baju dinas harus dipakai utk perlindungan dan mencegah kontaminasi,
termasuk fasilitas “eye washer” dan dekontaminasi.
c) Almari bio-safety dipakai, jika perlu / sesuai kebutuhan
d) Terdapat regulasi ttg pembuangan bahan infeksius, luka tusuk, terpapar dgn bahan infeksius.
Dlm ketentuan juga diatur, prosedur dekontaminasi, siapa yg harus dihubungi utk mendapat
tindakan darurat, penempatan dan penggunaan peralatan keamanan. Utk pengelolaan bahan
berbahaya disertakan MSDS (Material Safety Data Sheet) / LDP (Lembar Data Pengaman)
e) Terdapat prosedur pengumpulan, transpor, penanganan spesimen secara aman. Juga diatur
larangan utk makan, minum, pemakaian kosmetik, lensa kontak, pipet dimulut di tempat staf
bekerja melakukan kegiatannya
f) Staf diberi pelatihan ttg tindakan, cara penularan dan pencegahan penyakit yg ditularkan
melalui darah dan komponen darah
g) Terdapat prosedur untuk mencegah terpapar penyakit infeksi seperti tuberculosis, MERS dll

Bila teridentifikasi masalah praktek lab atau terjadi kecelakaan, maka ada tindakan korektif, dicatat
(dokumentasi), dilakukan evaluasi dan dilaporkan kpd Penangg-jawab / koordinator K3 RS.

MAKSUD DAN TUJUAN AP.5.3.2.

Pelaporan dari hasil laboratorium yg kritis adalah bgn dari risiko terkait keselamatan pasien. Hasil lab yg
secara signifikan diluar batas nilai normal dapat memberi indikasi risiko tinggi atau kondisi yg
mengancam kehidupan pasien. Sangat penting bagi RS utk mengembangkan suatu system pelaporan
formal yg jelas menggambarkan bagaimana PPA mewaspadai hasil lab yg kritis dan bagaimana staf
mendokumentasikan komunikasi ini (lihat juga SKP 2, EP 3 dan 4).

Proses ini dikembangkan RS utk pengelolaan hasil lab yg kritis sbg pedoman bagi PPA ketika meminta
dan menerima hasil lab pada keadaan GD. Prosedur ini meliputi juga : penetapan hasil lab yg kritis dan
ambang nilai kritis bagi setiap tipe tes, utk setiap pelayanan lab yg ada (a.l. laboratorium Klinik,
laboratorium Patologi Anatomi, laboratorium Mikrobiologi seperti misalnya MRSA (Methicillin Resistant
Staphylococcus aureus), MRSE (Methicillin-Resistant Staphylococcus. epidermidis), CRE (Carbapenem-
resistant enterobacteriaceae), ESBL(Extended-spectrum beta-lactamases) Keganasan dsb, oleh siapa dan
kpd siapa hasil lab yg kritis harus dilaporkan, termasuk waktu penyampaian hasil tsb, pencatatan dan
menetapkan metode monitoring yg memenuhi ketentuan.

MAKSUD DAN TUJUAN AP.5.4


RS menetapkan kerangka waktu penyelesaian pemeriksaan lab. Penyelesaian pemeriksaan lab dilaporkan
sesuai kebutuhan pasien.

Hasil pemeriksaan cito, a.l. dari unit GD, kamar operasi, unit intensif diberi perhatian khusus terkait
kecepatan asuhan. Jika pemeriksaan dilakukan melalui kontrak (pihak ketiga) atau lab rujukan, kerangka
waktu melaporkan hasil pemeriksaan juga mengikuti ketentuan RS dan MOU dengan lab rujukan. (lihat
juga, SKP 2.).

MAKSUD DAN TUJUAN AP.5.5

Staf lab harus memastikan semua peralatan lab berfungsi dgn baik dan aman bagi penggunanya. Lab
menetapkan dan melaksanakan program pengelolaan peralatan lab termasuk peralatan yg merupakan
kerjasama dgn pihak ketiga yg meliputi,
a) Uji fungsi
b) Inspeksi berkala
c) Pemeliharaan berkala
d) Kalibrasi berkala
e) Identifikasi dan inventarisasi peralatan laboratorium
f) Monitoring & tindakan terhadap kegagalan fungsi alat
g) Proses penarikan (recall)
h) Pendokumentasian

MAKSUD DAN TUJUAN AP.5.6.

RS menetapkan reagensia dan bahan2 lain yg selalu harus ada utk pelayanan lab bagi pasien. Suatu
proses yg efektif utk pemesanan atau menjamin ketersediaan reagensia esensial dan bahan lain yg
diperlukan. Semua reagensia disimpan dan didistribusikan sesuai prosedur yg ditetapkan. Dilakukan
audit secara periodik utk semua reagensia esensial utk memastikan akurasi dan presisi hasil
pemeriksaan, a.l. utk aspek penyimpanan, label, kadaluarsa dan fisik. Pedoman tertulis memastikan
pemberian label yg lengkap dan akurat utk reagensia dan larutan dan akurasi serta presisi dari hasil.

MAKSUD DAN TUJUAN AP.5.7

Regulasi dan implementasi meliputi,


• Permintaan pemeriksaan
• Pengambilan, pengumpulan dan identifikasi spesimen
• Pengiriman, pembuangan, penyimpanan dan pengawetan spesimen
• Penerimaan, penyimpanan, telusur spesimen (tracking). Tracking adalah telusur spesimen bila ada
keluhan tidak ada hasil dari suatu spesimen yg telah dikirim atau bila ada permintaan mengulang
pemeriksaan. Telusur biasanya utk spesimen yg diambil dalam waktu 24 jam.
Regulasi ini berlaku utk spesimen yg dikirim ke lab rujukan layanan lab utk dilakukan pemeriksaan. Pada
jaringan / cairan tubuh yg diambil dgn tindakan invasif, sbg standar penetapan diagnosis dilakukan
pemeriksaan patologi anatomi (labinternal atau rujukan)

MAKSUD DAN TUJUAN AP.5.8

RS menetapkan rentang nilai normal/rujukan setiap jenis pemeriksaan. Rentang nilai dilampirkan di
dalam laporan klinik, baik sbg bgn dari pemeriksaan atau melampirkan daftar terkini, nilai ini yg
ditetapkan pimpinan lab. Jika pemeriksaan dilakukan oleh lab rujukan, rentang nilai diberikan. Selalu
harus dievaluasi dan direvisi apabila metode pemeriksaan berubah.

MAKSUD DAN TUJUAN AP.5.9

Kendali mutu yg baik sangat esensial bagi pelayanan lab agar lab dapat memberikan layanan prima.
Program kendali mutu (pemantapan mutu internal – PMI) mencakup tahapan Pra-analitik, Analitik dan
Pasca analitik yang memuat a.l.
a) Validasi tes yg digunakan utk tes akurasi, presisi, hasil rentang nilai
b) Dilakukan surveilans hasil pemeriksaan oleh staf yg kompeten
c) Reagensia di tes (lihat juga, AP.5.6 .EP..)
d) Koreksi cepat jika ditemukan kekurangan
e) Dokumentasi hasil dan tindakan koreksi

MAKSUD DAN TUJUAN AP.5.9.1

Pemantapan Mutu Eksternal (PME) sebagai tes pembanding mutu adalah proses membandingkan
seberapa baik kinerja (hasil) sebuah lab dibandingkan dengan hasil sebuah lab lain. Tes ini dapat
menemukan masalah kinerja yg tidak dapat diketahui melalui mekanisme internal. RS dapat mengikuti
program PME nasional dan atau internasional. Utk kepentingan ini, unit lab ikut program PME. Lab harus
mengumpulkan sertifikat ttg partisipasinya di dalam program. (Lihat juga, AP.5.10 dan TKRS.11).

MAKSUD DAN TUJUAN AP.5.10

Jika RS menggunakan pelayanan lab rujukan, informasi berikut diperlukan:


a) Copy surat ijin dari pihak berwenang yg menerbitkan ijin
b) Copy sertifikat akreditasi dari program akreditasi lab yg diakui
c) Bukti dokumen bahwa lab rujukan ikut serta program kendali mutu (lihat juga, AP.5.9.1)
Untuk pelayanan lab rujukan, maka RS secara teratur menerima laporan dan mereview kontrol mutu dari
pelayanan lab rujukan tsb. Individu yang kompeten mereview hasil kontrol mutu.

MAKSUD DAN TUJUAN AP.5.11, AP 5.11.1 DAN AP 5.11.2

Pelayanan darah, yg diselenggarakan di RS, harus berada dibawah tangg-jawab seorang profesional dgn
pendidikan, keahlian, pengalaman yg memenuhi syarat dan berdasar peraturan perUUan d.h.i. kerjasama
dgn PMI (Palang Merah Indonesia). Staf tsb bertangg-jawab thd semua aspek pelayanan darah di RS.
Lingkup pelayanan meliputi penetapan, pelaksanaan, dokumentasi dan proses untuk :
a) Permintaan darah
b) b)Penyimpanan darah
c) Tes kecocokan
d) d)Distribusi darah
Proses kendali mutu dari semua jenis pelayanan dilaksanakan dan terdokumentasi utk memastikan
terselenggaranya pelayanan darah dan atau transfusi yg aman. Donor darah dan pelayanan transfuse
dilaksanakan sesuai peraturan perUUan dan standar praktek yg diakui.

Sebelum dilakukan pemberian darah harus ada penjelasan dari DPJPnya dan persetujuan dari pasien atau
keluarga.

Selama pemberian transfusi darah harus dilakukan monitoring dan evaluasi, dan dilaporkan bila ada
reaksi transfuse

MAKSUD DAN TUJUAN AP.6

Pelayanan Radiodiagnostik, Imajing Dan Radiologi Intervensional meliputi:


a) Pelayanan Radiodiagnostik
b) Pelayanan Diagnostik Imajing
c) Pelayanan Radiologi Intervensional
RS menetapkan sistem utk menyelenggarakan Pelayanan RIR yg dibutuhkan pasien, asuhan klinik dan
PPA. Pelayanan RIR yg diselenggarakan memenuhi peraturan perUUan.

Pelayanan RIR termasuk kebutuhan darurat, dapat diberikan di dalam RS, dan pelayanan rujukan RIR
tersedia 24 jam.

Sbg tambahan, RS dapat mempunyai daftar konsultan yg dapat dihubungi, seperti radiasi fisik,
radionuklir. RS memilih pelayanan rujukan berdasarkan rekomendasi dari pimpinan RIR di RS. Pelayanan
rujukan tsb dipilih oleh RS karena memenuhi peraturan perUUan, mempunyai sertifikat mutu,
mempunyai ketepatan waktu dan akurasi layanan yg dapat dipertanggungjawabkan

Pelayanan rujukan mudah dijangkau oleh masyarakat, dan laporan hasil pemeriksaan disampaikan pada
waktu yg tepat utk mendukung kesinambungan asuhan. Bila melakukan pemeriksaan rujukan keluar,
harus melalui Radiodiagnostik, Imajing dan Radiologi Intervensional RS.

RS dapat mempunyai daftar konsultan yg dapat dihubungi, seperti radiasi fisik, radionuklir. harus
terintegrasi utk aspek pengelolaan pelayanan dgn memperhatikan aspek kepala pelayanan
Radiodiagnostik, Imajing dan Radiologi Intervensional, staf pelaksana, pengelolaan peralatan,
keamanan/safety dsb.

MAKSUD DAN TUJUAN AP.6.1

Pelayanan Radiodiagnostik, Imajing dan Radiologi Intervensional berada dibawah pimpinan seorang atau
lebih yg kompeten dan berwenang memenuhi persyaratan peraturan perUUan. Orang ini
bertanggungjawab mengelola fasilitas dan pelayanan RIR, termasuk pemeriksaan yg dilakukan di tempat
tidur pasien (point of-care testing), juga tanggung jawabnya dlm melaksanakan regulasi RS secara
konsisten, spt pelatihan, manajemen logistik, dsb.

Sedangkan supervisi sehari hari tetap dijalankan oleh pimpinan unit yg mengerjakan pemeriksaan.
Spesialisasi atau sub spesialisasi pelayanan radiologi harus berada dibawah pengarahan seorang
profesional sesuai bidangnya.

Tanggungjawab pimpinan pelayanan radiologi diagnostic imajing,dan radiologi intervensional :


a) Menyusun dan evaluasi regulasi
b) Terlaksananya pelayanan RIR sesuai regulasi
c) Pengawasan pelaksanaan administrasi.
d) Melaksanakan program kendali mutu.
e) Memonitor dan evaluasi semua jenis pelayanan RIR

MAKSUD DAN TUJUAN AP.6.2

RS menetapkan mereka yg bekerja sbg staf RIR yg kompeten dan berwenang melakukan pemeriksaan
RIR, pembacaan diagnostik imajing, pelayanan pasien di tempat tidur (point-of-care test), membuat
interpretasi dan memverifikasi serta melaporkan hasilnya, serta mereka yg mengawasi prosesnya.

Staf pengawas dan staf pelaksana tehnikal mempunyai latar belakang pelatihan, pengalaman, ketrampilan
dan telah menjalani orientasi tugas pekerjaannya. Staf tehnikal diberi tugas pekerjaan sesuai latar
belakang pendidikan dan pengalaman mereka. Sbg tambahan, jumlah staf cukup tersedia utk melakukan
tugas, membuat interpretasi, dan melaporkan segera hasilnya utk layanan darurat.

MAKSUD DAN TUJUAN AP.6.3 DAN AP 6.3.1

Dalam pelayanan RIR ada pemeriksaan/tindakan life saving yg banyak digunakan di RS. Paparan radiasi
dapat berpotensi risiko kerusakan dlm jangka panjang, tergantung dosis radiasi dan jumlah pemeriksaan
pada seorang pasien. Sebelum dilakukan pemeriksaan RIR harus ada penjelasan dari Radiolognya dan
harus ada persetujuan dari pasien atau keluarga. Dosis yg lebih tinggi mengakibatkan risiko kerusakan yg
lebih besar, dan dosis yg berulang mempunyai efek kumulatif yg juga mengakibatkan risiko yg lebih
besar. PPA harus memperhatikan permintaan pemeriksaan RIR dan mempertimbangkan rasio kebutuhan
medis terhadap risiko radiasi, paparan radiasi yg tidak perlu, harus dihindari. Prosedur diagnostik dan
terapi yg terkait dgn dosis radiasi yg menggunakan sinar X atau radiasi pengion, agar ditempatkan staf yg
kompeten dan berwenang.

RS mempunyai program keamanan radiasi aktif mencakup semua komponen yan RIR, termasuk a.l.
kateterisasi jantung. Program keamanan radiasi menangani risiko dan bahaya yg ada. Program ini
menjabarkan langkah2 keselamatan dan pencegahan yg terukur bagi staf dan pasien. Program ini
dikoordinasikan oleh manajemen fasilitas. Manajemen keamanan radiasi meliputi:
a) Kepatuhan thd standar yg berlaku dan peraturan perUUan
b) Kepatuhan thd standar dari manjemen fasilitas, radiasi dan program pencegahan dan
pengendalian infeksi
c) Tersedianya APD sesuai pekerjaan dan bahaya yg dihadapi
d) Orientasi bagi semua staf pelayanan RIR ttg praktek dan prosedur keselamatan
e) Pelatihan (in service training) bagi staf utk pemeriksaan baru dan menangani bahan berbahaya
produk baru (lihat juga, MFK.4; MFK.4.1; MFK.5)

MAKSUD DAN TUJUAN AP.6.4

RS menetapkan kerangka waktu penyelesaian pemeriksaan RIR. Penyelesaian pemeriksaan RIR


dilaporkan sesuai kebutuhan pasien. Hasil pemeriksaan cito, a.l. dari unit GD, kamar operasi, unit intensif
diberi perhatian khusus terkait kecepatan asuhan. Jika pemeriksaan dilakukan melalui kontrak (pihak
ketiga) atau pelayanan RIR rujukan, kerangka waktu melaporkan hasil pemeriksaan juga mengikuti
ketentuan RS dan MOU dgn Radiodiagnostik, Imajing dan Radiologi Intervensional rujukan.

MAKSUD DAN TUJUAN AP.6.5

Staf RIR harus memastikan semua peralatan RIR berfungsi dgn baik dan aman bagi pengguna /petugas
dan pasien. Pengadaan peralatan pelayanan RIR agar secara bertahap kearah teknologi radiologi digital
dan dapat dilakukan dgn teleradiologi.

RIR menetapkan dan melaksanakan program pengelolaan peralatan RIR termasuk peralatan yg
merupakan kerjasama dgn pihak ketiga yg meliputi:
a) Uji fungsi
b) Inspeksi berkala
c) Pemeliharaan berkala
d) Kalibrasi berkala
e) Identifikasi dan inventarisasi peralatan laboratorium
f) Monitoring dan tindakan terhadap kegagalan fungsi alat
g) Proses penarikan (recall)
h) Pendokumentasian (lihat juga, MFK.8; MFK.8.1)
MAKSUD DAN TUJUAN AP.6.6

Bila menggunakan film, RS mengidentifikasi film, reagensia (developer dan fixer), kontras media,
radiofarmaka dan perbekalan penting yg diperlukan utk pemeriksaan RDI. Ada regulasi memesan film,
reagensia dan perbekalan lain yg efektif. Semua perbekalan disimpan, didistribusikan sesuai dgn regulasi
dan rekomendasi pabrik. Dilakukan audit secara periodik semua perbekalan terkait pemeriksaan,
(seperti a.l : film, kontras media, kertas USG, developer fixer) utk memastikan akurasi dan presisi hasil
pemeriksaan, a.l. ttg aspek penyimpanan, label, kadaluarsa dan fisik. (lihat juga juga, MFK.5)

MAKSUD DAN TUJUAN AP.6.7

Kendali mutu yg baik sangat penting utk menjamin pelayanan RIR yg prima (lihat juga, TKRS.11).
Prosedur kendali mutu memuat:
a) Validasi metoda tes digunakan utk presisi dan akurasi
b) Pengawasan harian hasil pemeriksaan imajing oleh staf radiologi yg kompeten dan berwenang c)
Koreksi cepat jika diketemukan masalah
c) Audit terhadap a.l : film, kontras, kertas USG, cairan developer, fixer
d) Dokumentasi hasil dan tindakan koreksi

MAKSUD DAN TUJUAN AP.6.8

Untuk pelayanan Radiodiagnostik, Imajing dan Radiologi Intervensional rujukan , maka RS secara teratur
menerima laporan dan mereview kontrol mutu dari pelayanan rujukan tsb. Individu yg kompeten
mereview hasil kontrol mutu.

PAP (PELAYANAN DAN ASUHAN PASIEN)


MAKSUD DAN TUJUAN PAP.1.

Pasien dgn masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yg sama berhak mendapat kualitas asuhan yg
sama di RS. Utk melaksanakan prinsip kualitas asuhan yg setingkat mengharuskan pimpinan
merencanakan dan mengkoordinasi pelayanan pasien. Secara khusus, pelayanan yg diberikan kpd
populasi pasien yg sama pada berbagai unit kerja, dipandu oleh regulasi yg menghasilkan pelayanan yg
seragam. Sbg tambahan, pimpinan harus menjamin bhw RS menyediakan tingkat kualitas asuhan yg sama
setiap hari dlm seminggu dan pd setiap shift. Regulasi tsb harus sesuai dgn peraturan perUUan yg berlaku
yg membentuk proses pelayanan pasien dan dikembangkan secara kolaboratif.
Asuhan pasien yg seragam terefleksi sbb:
a) Akses utk asuhan dan pengobatan, yg memadai, yg diberikan oleh PPA yg kompeten tdk
tergantung harinya setiap minggu atau waktunya setiap hari (“3-24-7”).
b) Penggunaan alokasi sumber daya yg sama, a.l. staf klinis dan pemeriksaan diagnostik, utk
memenuhi kebutuhan pasien pada populasi yg sama.
c) Pemberian asuhan yg diberikan kpd pasien, contoh pelayanan anestesi, sama di semua unit
pelayanan di RS.
d) Pasien dgn kebutuhan asuhan keperawatan yg sama menerima asuhan keperawatan yg setara
diseluruh RS
e) Penerapan dan penggunaan regulasi dan form dlm bidang klinis a.l.: metode asesmen IAR
(Informasi, Analisis, Rencana), form asesmen awal-asesmen ulang, PPK, Alur Klinis terintegrasi,
Pedoman Manajemen Nyeri, regulasi utk berbagai tindakan seperti a.l. Water Sealed Drainage,
pemberian transfusi darah, biopsi ginjal, punksi lumbal dsb.
Asuhan pasien yg seragam menghasilkan penggunaan sumber daya secara efisien dan memungkinkan
membuat evaluasi hasil asuhan (outcome) utk asuhan yg sama di seluruh RS.

MAKSUD DAN TUJUAN PAP.2.

Proses pelayanan dan asuhan pasien bersifat dinamis dan melibatkan banyak PPA dan dapat melibatkan
berbagai unit pelayanan. Integrasi dan koordinasi kegiatan pelayanan dan asuhan pasien merupakan
sasaran yg menghasilkan efisiensi, penggunaan SDM dan sumber lainnya efektif, dan hasil asuhan pasien
yg lebih baik. Kepala unit pelayanan menggunakan alat dan teknik utk melakukan integrasi dan
koordinasi pelayanan dan asuhan lebih baik. (Contoh, asuhan secara tim oleh PPA, ronde pasien multi
disiplin, form catatan perkembangan pasien terintegrasi, manajer pelayanan pasien /case manager) (lihat
juga AP.4, Maksud dan Tujuan).

Pelayanan berfokus pd pasien (PCC) diterapkan dalam bentuk Asuhan Pasien Terintegrasi yg bersifat
integrasi horizontal dan vertikal. Pada integrasi horizontal kontribusi profesi masing2 PPA adalah sama
pentingnya / sederajat. Pada integrasi vertikal pelayanan berjenjang oleh/melalui berbagai unit
pelayanan ketingkat pelayanan yg berbeda, disini peran MPP penting utk integrasi tsb, dengan
komunikasi yg intensif/ memadai dengan PPA.

Pelaksanaan Asuhan Pasien Terintegrasi pusatnya adalah pasien, mencakup elemen a.l. sbb:
 Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga.(lihat PAP 4, PAP 2, PAP 5)
 DPJP sbg Ketua tim PPA (Clinical Team Leader).
 PPA bekerja sbg tim interdisiplin dgn kolaborasi interprofesional, memakai a.l. dgn Panduan
Praktik Klinis (PPK), Panduan Asuhan PPA lainnya, disertai Alur Klinis terintegrasi/ Clinical
Pathway, Catatan Perkembangan Pasien Terintgrasi/CPPT
 Perencanaan Pemulangan Pasien / Discharge Planning terintegrasi
 Asuhan Gizi Terintegrasi (lihat PAP 5)
 Manajer Pelayanan Pasien / Case Manager
Pendokumentasian di rekam medis merupakan alat utk memfasilitasi dan menggambarkan integrasi
dan koordinasi asuhan. Secara khusus, setiap PPA mencatat observasi dan pengobatan di rekam
medis pasien. Dmk juga, setiap hasil atau kesimpulan dari rapat tim atau diskusi pasien dicatat dlm
CPPT (lihat juga PAP.5, EP 2).

MAKSUD DAN TUJUAN PAP.2.1.

Rencana asuhan menjelaskan asuhan dan pengobatan/tindakan yg diberikan kpd seorang pasien.
Rencana asuhan memuat satu paket tindakan yg dilakukan oleh PPA utk memecahkan atau mendukung
diagnosis yg ditegakkan melalui asesmen. Tujuan utama dari rencana asuhan adalah untuk memperoleh
hasil klinis yg optimal.

Proses perencanaan bersifat kolaboratif menggunakan data berasal dari asesmen awal dan asesmen
ulang yg dilakukan oleh dokter dan PPA lainnya (perawat, ahli gizi, apoteker dsb) utk mengetahui dan
menetapkan prioritas tindakan, prosedur, dan asuhan PPA lainnya utk memenuhi kebutuhan pasien.

Pasien dan keluarga dilibatkan dlm proses perencanaan. Berdasar hasil assesmen ulang, rencana asuhan
diperbaharui atau disempurnakan utk dapat menggambarkan kondisi pasien terkini. Rencana asuhan
didokumentasikan di rekam medik pasien.

Rencana asuhan pasien harus terkait dgn kebutuhan pasien. Kebutuhan ini mungkin berubah sbg hasil
dari proses penyembuhan klinis atau ada informasi baru hasil asesmen ulang (contoh, hilangnya
kesadaran, hasil lab yg abnormal), lihat PAP.8.7, PAP.9.

Rencana asuhan direvisi berdasar perubahan2 ini dan didokumentasikan di rekam medis pasien sbg
catatan dari rencana semula, atau ini dapat menghasilkan rencana asuhan baru.

Salah satu cara utk membuat rencana asuhan adalah mengetahui dan menetapkan sasaran2. Sasaran
terukur dapat dipilih oleh DPJP dan bekerja sama dgn perawat dan PPA lainnya. Sasaran terukur dapat
diamati, dapat dicapai terkait asuhan pasien dan dari hasil klinis yg diharapkan. Sasaran ini harus
realistik, spesifik pada pasien, dan harus terkait waktu utk mengukur kemajuan dan hasil terkait rencana
asuhan. Contoh dari sasaran realistik dan terukur sbb:
 Kondisi pasien kembali dgn fungsi (out put) jantung stabil melalui detak jantung, irama jantung,
tekanan darah berada di kisaran normal
 Pasien dapat menunjukkan mampu memberi sendiri suntikan insulin sebelum pasien pulang
keluar dari RS
 Pasien mampu berjalan dengan “walker” (alat bantu untuk berjalan) menuju ruangan tamu dan
kedua kakinya mampu menanggung beban berat badan

DPJP sbg ketua tim PPA melakukan evaluasi/review berkala dan verifikasi harian utk menjaga
terlaksananya asuhan terintegrasi dan membuat notasi sesuai kebutuhan. Catatan: Satu rencana asuhan
terintegrasi dgn sasaran2 yg diharapkan oleh PPA, lebih baik dp rencana terpisah oleh masing2 PPA.
Rencana asuhan yg baik menjelaskan asuhan individual, obyektif, sasaran dapat diukur utk memudahkan
asesmen ulang dan revisi rencana asuhan (lihat PPK.4)

MAKSUD DAN TUJUAN PAP.2.2.

Banyak kegiatan asuhan pasien membutuhkan seorang PPA yg kompeten dan berwenang utk menuliskan
instruksi yg harus di catat di rekam medic pasien. Kegiatan ini meliputi, misalnya instruksi utk
pemeriksaan di lab (a.l. termasuk lab Patologi Anatomi), memesan obat, asuhan keperawatan khusus,
terapi nurtrisi dsb. Instruksi ini harus dapat tersedia dgn mudah jika instruksi harus dilaksanakan
secepat mungkin. Menempatkan instruksi dilembar umum atau di tempat tertentu di dalam berkas rekam
medik memudahkan pelaksanaan instruksi.

Instruksi tertulis membantu staf mengerti kekhususan perintah, kapan harus dilaksanakan, siapa harus
melaksanakannya dan bersifat delegatif atau mandat. Instruksi tertulis dapat juga diberikan di form
tersendiri atau diberikan dgn sistem elektronik sesuai regulasi RS.

Setiap RS harus mengatur :


 Jenis instruksi harus tertulis dan dicatat
 Permintaan pemeriksaan semua lab (a.l. termasuk pemeriksaan lab PA), dan diagnostik imajing
tertentu harus disertai indikasi klinik
 Pengecualian dalam keadaan khusus, seperti a.l. di unit GD, unit intensif
 Siapa yg diberi kewenangan memberi instruksi, dimana perintah diletakkan di dlm berkas rekam
medik pasien (lihat juga SKP 2; PKPO 4; PKPO 1; PKPO 4.2; PKPO 4.3; MIRM 1.10 MIRM 11)

MAKSUD DAN TUJUAN PAP. 2.3.

Contoh tindakan spt ini adalah endoskopi, kateterisasi jantung, terapi radiasi, CT Scan dll tindakan invasif
juga pd pemeriksaan lab (PK, PA) juga pd radiologi intervensional dan non invasif. Informasi ttg siapa yg
meminta prosedur / tindakan ini dan alasannya dicatat dan dimasukkan di dlm berkas rekam medis
pasien. Di rawat jalan bila dilakukan tindakan diagnostik invasif/ berisiko, termasuk pasien yg dirujuk
dari luar, juga harus dilakukan asesmen serta pencatatannya dalam rekam medis.

MAKSUD DAN TUJUAN PAP.2.4.

Asuhan dan proses pengobatan merupakan siklus berkesinambungan dari asesmen dan asesmen ulang,
perencanaan dan pemberian asuhan, dan evaluasi hasil. Pasien & keluarga diberitahukan ttg hasil dari
proses asesmen, tentang perencanaan asuhan dan pengobatan dan diikutsertakan dalam pengambilan
keputusan. Langkah asuhan bersifat siklis shg pasien perlu diberi informasi ttg hasil asuhan,
perkembangan dan pengobatan, termasuk informasi ttg hasil asuhan yg tidak diharapkan. Pemberian
informasi tsb dilakukan oleh PPA terkait, untuk KTD oleh DPJP.
MAKSUD DAN TUJUAN PAP.3.

RS memberi asuhan kpd pasien utk berbagai kebutuhannya atau kebutuhan pd keadaan kritis. Bbrp
pasien digolongan masuk kategori risiko tinggi, karena umurnya, kondisinya dan kebutuhan pd keadaan
kritis. Anak-anak dan Lansia biasanya dimasukkan ke dlm golongan ini krn mereka biasanya tidak dapat
menyampaikan keinginannya, tidak mengerti proses asuhan yg diberikan dan tidak dapat ikut serta
dalam mengambil keputusan terkait dirinya. Sama juga halnya dgn pasien darurat yg ketakutan, koma,
bingung, tidak mampu memahami proses asuhannya apabila pasien harus diberikan asuhan cepat dan
efisien.

RS juga memberikan berbagai pelayanan, bbrp dikenal sbg pelayanan risiko tinggi krn adanya peralatan
medis yg kompleks utk kebutuhan pasien dgn kondisi darurat yg mengancam jiwa (pasien dialisis), krn
sifat tindakan (pasien dgn pemberian darah/produk darah), mengatasi potensi bahaya bagi pasien
(pasien restrain), atau mengatasi akibat intoksikasi obat risiko tinggi (contoh kemoterapi).

Asuhan bagi pasien risiko tinggi tsb, didukung oleh penggunaan PPK, dan regulasi lainnya dan rencana
asuhan, Clinical Pathway dsb. (lihat PAP 2.1.) Hal ini berguna bagi Staf utk memahami dan merespons
dalam sikap profesional.

Dalam hal ini pimpinan RS bertanggungjawab, sesuai dgn populasi pasien utk:
 identifikasi pasien yg di golongkan sbg risiko tinggi
 identifikasi pelayanan yg di golongkan sbg risiko tinggi
 melalui proses kolaborasi menetapkan regulasi asuhan
 melatih staf utk melaksanakan regulasi

Regulasi untuk asuhan disesuaikan dgn populasi pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi yg
berguna utk menurunkan risiko. Dalam hal ini penting dipahami bhw prosedur dapat mengindentifikasi :
 bagaimana rencana akan berjalan, termasuk identifikasi perbedaan populasi anak dan dewasa,
atau pertimbangan khusus lainnya
 dokumentasi yg dibutuhkan agar tim asuhan dapat bekerja dan berkomunikasi efektif
 keperluan informed consent
 keperluan monitor pasien
 kualifikasi khusus staf yg terlibat dalam proses asuhan
 teknologi medis khusus tersedia dan dapat digunakan
RS menetapkan dan melaksanakan regulasi utk pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi. Untuk
pasien risiko tinggi meliputi:
 pasien emergensi;
 pasien dengan penyakit menular;
 pasien koma;
 Pasien dengan alat bantuan hidup dasar;
 pasien “immuno-suppressed”;
 pasien dialysis;
 pasien dengan restraint;
 pasien dengan risiko bunuh diri;
 pasien yg menerima kemoterapi;
 populasi pasien rentan, lansia, anak-anak, dan pasien
 berisiko tindak kekerasan atau diterlantarkan dan
 pasien risiko tinggi lainnya

Untuk pelayanan risiko tinggi meliputi:


 pelayanan pasien dgn penyakit menular;
 pelayanan pasien yg menerima dialisis;
 pelayanan pasien yg menerima kemoterapi;
 pelayanan pasien yg menerima radioterapi;
 pelayanan pasien risiko tinggi lainnya (misalnya terapi hiperbarik dan pelayanan radiologi
intervensi)
RS juga menetapkan risiko tambahan sbg hasil tindakan atau rencana asuhan (contoh, kebutuhan
mencegah trombosis vena dalam, luka decubitus, infeksi terkait penggunaan ventilator pd pasien, cedera
neurologis dan pembuluh darah pd pasien restrain, infeksi melalui pembuluh darah pd pasien dialisis,
infeksi saluran / slang sentral, dan pasien jatuh (lihat SKP VI). Risiko tsb, jika ada, diatasi dan dicegah
oleh edukasi staf dan regulasi yg memadai. (lihat HPK 5.2). RS menggunakan informasi pengukuran utk
evaluasi pelayanan yg diberikan kpd pasien risiko tinggi dan diintegrasikan ke dlm program peningkatan
mutu RS.

MAKSUD DAN TUJUAN PAP.3.1.

Staf yg tidak bekerja di daerah pelayanan kritis / intensif mungkin tidak mempunyai pengetahuan dan
pelatihan yg cukup utk melakukan asesmen, mengetahui pasien yg akan masuk ke kondisi kritis. Padahal
banyak pasien diluar daerah pelayanan kritis mengalami keadaan kritis selama di rawat inap. Seringkali,
pasien memperlihatkan tanda bahaya dini (contoh, tanda tanda vital yang memburuk, perubahan kecil
status neurologisnya) sebelum mengalami penurunan kondisi klinis yg meluas shg sampai mengalami
kejadian yg tidak diharapkan.

Ada kriteria fisiologis yg dapat membantu staf utk mengenali sedini mungkin pasien yg kondisinya
memburuk. Sebagian besar pasien yg mengalami gagal jantung atau gagal paru sebelumnya
memperlihatkan tanda2 fisiologis diluar kisaran normal, yg merupakan indikasi keadaan pasien
memburuk. Hal ini dapat diketahui dgn early warning system (EWS).

Penerapan EWS membuat staf mampu mengidentifikasi keadaan pasien memburuk sedini mungkin dan
bila perlu mencari bantuan dari staf yg kompeten. Dgn demikian, hasil asuhan akan lebih baik.
Pelaksanaan EWS dapat dilakukan dgn menggunakan sistem skor. Semua staf dilatih untuk menggunakan
EWS.

MAKSUD DAN TUJUAN PAP.3.2.

Pelayanan resusitasi diartikan sbg intervensi klinis pada pasien atau korban yg mengalami kejadian
mengancam hidupnya, spt henti jantung atau paru. Pd saat henti jantung atau paru, pemberian kompresi
pd dada atau bantuan pernapasan akan berdampak pd hidup atau matinya pasien, setidak2nya
menghindari kerusakan jaringan otak.

Resusitasi yg berhasil pd pasien dgn henti jantungparu, tergantung pd intervensi yg kritikal/penting, spt
secepat mungkin dilakukan defibrilasi dan bantuan hidup lanjut (advance) yg akurat (code blue).
Pelayanan spt ini harus tersedia utk semua pasien, selama 24 jam setiap hari.

Sangat penting utk dapat memberikan pelayanan intervensi yg kritikal yaitu tersedianya dgn cepat
peralatan medis terstandar, obat resusitasi, staf terlatih dgn baik utk resusitasi. Bantuan hidup dasar
harus dilakukan secepatnya saat diketahui ada tanda henti jantung-paru, dan proses pemberian bantuan
hidup kurang dari 5 (lima) menit. Hal ini termasuk review thd pelaksanaan sebenarnya resusitasi atau
thd simulasi pelatihan resusitasi di RS. Pelayanan resusitasi tersedia di seluruh area RS, termasuk
peralatan medis dan staf terlatih, berbasis bukti klinis dan populasi pasien yg dilayani (contoh, jika RS
mempunyai populasi pediatri, peralatan medis utk resusitasi pediatri) (lihat PAB.3; KPS.8.1; TKP.9;
MFK.8). Catatan: seluruh area RS dimana tindakan dan pelayanan diberikan, termasuk area tindakan
diagnostik di gedung terpisah dari gedung RS.

MAKSUD DAN TUJUAN PAP.3.3 S/D PAP.3.9.

Regulasi harus dibuat secara khusus utk kelompok pasien yg berisiko atau pelayanan yg berisiko tinggi,
agar tepat dan efektif dlm mengurangi risiko terkait. Sangatlah penting bhw kebijakan dan prosedur
mengatur:
a) Bagaimana perencanaan dibuat, termasuk identifikasi perbedaan pasien dewasa dan anak-anak
atau keadaan khusus lain.
b) Dokumentasi yg diperlukan oleh pelayanan secara tim utk bekerja dan berkomunikasi secara
efektif.
c) Pertimbangan persetujuan khusus bila diperlukan.
d) Persyaratan pemantauan pasien
e) Kompetensi atau ketrampilan yg khusus dari staf yg terlibat dlm proses asuhan.
f) Ketersediaan dan penggunaan peralatan khusus.
Pengobatan risiko tinggi lainnya selain kemoterapi termasuk a.l. : Radioterapi, KCl pekat, Heparin dsb.
Catatan : utk std PAP.3.3 s/d PAP.3.9, elemen a. s/d f Maksud dan Tujuan harus tercermin dlm kebijakan
dan prosedur yg disyaratkan.
MAKSUD DAN TUJUAN PAP.3.3.

Pelayanan darah dan produk darah harus diberikan sesuai peraturan perUUan meliputi a.l. :
a) pemberian persetujuan (informed consent)
b) pengadaan darah
c) identifikasi pasien
d) pemberian darah
e) monitoring pasien
f) identifikasi dan respons thd reaksi transfusi
Staf yg kompeten dan berwenang melaksanakan pelayanan darah dan produk darah serta melakukan
monitoring dan evaluasi.

MAKSUD DAN TUJUAN PAP.4.

Makanan dan nutrisi yg sesuai sangat penting bagi kesehatan pasien dan penyembuhannya. Pilihan
makanan disesuaikan dgn umur, budaya, pilihan, rencana asuhan, diagnosis pasien termasuk juga a.l. diet
khusus spt rendah kolesterol, diet diabetes. Berdasar asesmen kebutuhan dan rencana asuhan, DPJP atau
PPA lain yg kompeten, memesan makanan dan nutrisi lainnya utk pasien. (lihat PAP.1.4)

Pasien berhak menentukan makanan sesuai dgn nilai yg dianut. Bila memungkinkan, pasien ditawarkan
pilihan makanan yg konsisten dgn status gizi, Jika keluarga pasien/ orang lain mau membawa makanan
utk pasien, kpd mereka diberi edukasi ttg makanan yg merupakan kontra indikasi thd rencana,
kebersihan (hygiene) makanan dan kebutuhan asuhan pasien, termasuk informasi terkait interaksi obat
dan makanan. Makanan yg dibawa oleh keluarga/ orang lain disimpan dgn benar utk mencegah
kontaminasi.

MAKSUD DAN TUJUAN PAP.5.

Pasien pd asesmen awal di skrining utk risiko nutrisi. (Lihat AP 1.4). Pasien ini dikonsultasikan ke ahli
gizi utk dilakukan asesmen lebih lanjut. Jika ditemukan risiko nutrisi, dibuat rencana terapi gizi dan
dilaksanakan. Kemajuan keadaan pasien dimonitor dan dicatat di rekam medis pasien. DPJP, perawat, ahli
gizi, dan keluarga pasien bekerjasama dlm konteks asuhan gizi terintegrasi.

MAKSUD DAN TUJUAN PAP.6.

Nyeri dapat diakibatkan oleh kondisi, penyakit pasien, dari tindakan atau pemeriksaan yg dilakukan. Sbg
bagian dari rencana asuhan, pasien diberi informasi ttg kemungkinan timbulnya nyeri akibat dari
tindakan, atau prosedur pemeriksaan, dan pasien diberitahu pilihan yg tersedia utk mengatasi nyeri.
Apapun yg menjadi sebab timbulnya nyeri, jika tidak dapat diatasi akan berpengaruh secara fisik maupun
psikologis. Pasien dgn nyeri dilakukan asesmen dan pelayanan utk mengatasi nyeri yg tepat (lihat
HPK.2.2 dan PAP.1.5).
Berdasar cakupan asuhan yg diberikan, RS menetapkan proses utk melakukan skrining, asesmen dan
pelayanan utk mengatasi nyeri meliputi:
 identifikasi pasien utk rasa nyeri pada asesmen awal dan asesmen ulang
 memberi informasi kpd pasien bhw nyeri dapat disebabkan oleh tindakan atau pemeriksaan
 melaksanakan pelayanan utk mengatasi nyeri, terlepas dari mana nyeri berasal
 melakukan komunikasi dan edukasi kpd pasien & keluarga perihal pelayanan utk mengatasi
nyeri sesuai dgn latar belakang agama, budaya, nilai2 pasien & keluarga
 melatih PPA ttg asesmen dan pelayanan utk mengatasi nyeri

MAKSUD DAN TUJUAN PAP.7

Asesmen dan asesmen ulang bersifat individual agar sesuai dgn kebutuhan pasien dlm tahap terminal
(dying) dan keluarganya. Asesmen dan asesmen ulang harus menilai kondisi pasien, seperti:
a) gejala mual dan kesulitan pernapasan
b) faktor yg memperparah gejala fisik
c) manajemen gejala sekarang dan respons pasien
d) orientasi spiritual pasien & keluarga, keterlibatan dlm kelompok agama tertentu
e) keprihatinan spiritual pasien & keluarga, seperti putus asa, penderitaan, rasa bersalah
f) status psiko sosial pasien & keluarganya, spt kekerabatan, kelayakan perumahan, pemeliharaan
lingkungan, cara mengatasi, reaksi pasien dan keluarganya menghadapi penyakit
g) kebutuhan bantuan atau penundaan layanan utk pasien dan keluarganya
h) kebutuhan alternatif layanan atau tingkat layanan
i) faktor risiko bagi yg ditinggalkan dlm hal cara mengatasi dan potensi reaksi patologis atas
kesedihan.

MAKSUD DAN TUJUAN PAP.7.1.

Pasien yg dlm tahap terminal membutuhkan asuhan dgn rasa hormat dan empati yg terungkap dlm
asesmen (Lihat PAP 1.7). Untuk melaksanakan ini, staf diberi pemahaman ttg kebutuhan pasien yg unik
saat dlm tahap terminal. Kepedulian staf thd kenyamanan dan kehormatan pasien harus menjadi
prioritas semua aspek asuhan pasien selama pasien berada dlm tahap terminal. RS menetapkan proses
utk mengelola asuhan pasien dlm tahap terminal. Proses ini meliputi:
a) intervensi utk pelayanan pasien utk mengatasi nyeri
b) memberikan pengobatan sesuai gejala dan mempertimbangkan keinginan pasien & keluarga
c) menyampaikan secara hati2 soal sensitif spt otopsi atau donasi organ
d) menghormati nilai, agama dan budaya pasien & keluarga
e) mengajak pasien & keluarga dlm semua aspek asuhan
f) memperhatikan keprihatinan psikologis, emosional, spiritual dan budaya pasien & keluarga
PAB (PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH)
MAKSUD DAN TUJUAN PAB.1.

Sedasi dan anestesi biasanya diartikan sbg satu jalur layanan berkesinambungan dari sedasi minimal
sampai anestesi dalam. Respons pasien bergerak mengikuti jalur ini dan selama menjalani perjalanan ini
pasien menghadapi risiko pd refleks protektif jalan nafas pasien. Sedasi dan anestesi adalah proses
kompleks shg harus diintegrasikan kedalam rencana asuhan. Sedasi dan anestesi membutuhkan asesmen
lengkap dan komprehensif serta monitoring pasien terus menerus.

RS mempunyai suatu sistem utk pelayanan anestesi, sedasi moderat dan dalam utk melayani kebutuhan
pasien, kebutuhan pelayanan klinis yg ditawarkan dan kebutuhan para PPA, dimana pelayanan tsb
memenuhi peraturan perUUan dan standar profesi.

Pelayanan anestesi, sedasi moderat dan dalam (termasuk layanan yg diperlukan utk kegawat daruratan)
tersedia 24 jam.

MAKSUD DAN TUJUAN PAB.2.

Pelayanan anestesi, sedasi moderat dan dalam berada dibawah penangg-jawab pelayanan anestesi yg
memenuhi peraturan perUUan. Tanggungjawab pelayanan anestesi, sedasi moderat dan dalam meliputi:
a) mengembangkan, menerapkan, dan menjaga regulasi
b) melakukan pengawasan administratif
c) menjalankan program pengendalian mutu yg dibutuhkan
d) memonitor dan evaluasi pelayanan anestesi, sedasi moderat dan dalam

MAKSUD DAN TUJUAN PAB.3.

Prosedur pemberian sedasi moderat dan dalam yg diberikan secara intravena, tidak tergantung berapa
dosisnya. Prosedur pemberian sedasi dilakukan seragam ditempat pelayanan di dalam RS termasuk unit
diluar kamar operasi. Karena prosedur pemberian sedasi, seperti layaknya anestesi, mengandung risiko
potensial kpd pasien. Pemberian sedasi kpd pasien harus dilakukan seragam dan sama di semua tempat
di RS.

Pelayanan sedasi yg seragam meliputi :


a) kualifikasi staf yg memberikan sedasi
b) peralatan medis yg digunakan
c) bahan yg dipakai
d) cara pemonitoran di RS.
Oleh sebab itu RS harus menetapkan pedoman spesifik tentang hal tsb diatas
MAKSUD DAN TUJUAN PAB.3.1

Kualifikasi dokter, dokter gigi atau petugas lain yg bertanggungjawab terhadap pasien yg menerima
tindakan sedasi sangat penting.

Pemahaman berbagai cara memberikan sedasi terkait pasien dan jenis tindakan yg diberikan, akan
menaikkan toleransi pasien terhadap rasa tidak nyaman, rasa sakit dan atau risiko komplikasi.

Komplikasi terkait pemberian sedasi terutama gangguan jantung dan paru. Sertifikasi dalam bantuan
hidup lanjut sangat penting. Sbg tambahan, pengetahuan ttg farmakologi zat sedasi yg digunakan,
termasuk zat reversal, mengurangi risiko terjadi kejadian yg tidak diharapkan.

Karena itu staf yg bertanggungjawab memberikan sedasi harus kompeten dan berwenang dalam hal:
a) Teknik dan berbagai macam cara sedasi
b) Farmakologi obat sedasi dan penggunaaan zat reversal (antidote-nya)
c) Memonitor pasien dan
d) Bertindak jika ada komplikasi (lihat juga, KKS.10)
Staf lain yg kompeten dapat melakukan pemantauan dibawah supervisi secara terus menerus terhadap
parameter fisiologis pasien dan memberi bantuan dalam hal tindakan resusitasi. Orang yg bertangg-
jawab melakukan pemonitoran, harus kompeten dalam:
e) pemonitoran yg diperlukan
f) bertindak jika ada komplikasi
g) penggunaaan zat reversal (anti-dot)
h) kriteria pemulihan (lihat juga, KKS.3)

MAKSUD DAN TUJUAN PAB.3.2

Tingkat kedalaman sedasi berlangsung dan berlanjut dari mulai ringan sampai sedasi dalam dan pasien
dapat menjalaninya dari satu tingkat ke tingkat yg lain.

Banyak faktor berpengaruh thds respons pasien dan ini selanjutnya mempengaruhi tingkat sedasi pasien.
Faktor2 yg berpengaruh adalah obat yg dipakai, cara pemberian obat dan dosis, umur pasien (anak,
dewasa, lanjut usia), dan riwayat kesehatan pasien. Contoh, ada riwayat kerusakan organ utama, obat yg
diminum mungkin berinteraksi dgn obat sedasi, alergi obat, ada efek samping obat anestesi atau sedasi
yang lalu.

Jika status fisik pasien berisiko tinggi, dipertimbangkan pemberian tambahan kebutuhan klinis lainnya
dan diberikan tindakan sedasi yg sesuai.

Asesmen pra sedasi membantu menemukan faktor yg dapat berpengaruh pada respons pasien terhadap
tindakan sedasi dan juga dapat ditemukan hal penting dari hasil monitor selama dan sesudah sedasi.
Profesional pemberi asuhan (PPA) yg kompeten dan berwenang melakukan asesmen pra sedasi sbb :
a) mengidentifikasi setiap masalah saluran pernapasan yg dapat mempengaruhi jenis sedasi
b) evaluasi pasien terhadap risiko tindakan sedasi.
c) merencanakan jenis sedasi dan tingkat kedalaman sedasi yang diperlukan pasien berdasar sedasi
yg diterapkan
d) pemberian sedasi secara aman dan
e) evaluasi dan menyimpulkan temuan dari monitor selama dan sesudah sedasi
Cakupan dan isi asesmen dibuat berdasarkan Panduan Praktik Klinis dan regulasi yg ditetapkan RS.

Pasien yg sedang menjalani tindakan sedasi di monitor tingkat kesadarannya, ventilasi dan status
oksigenisasi, variabel hemodinamik berdasar jenis obat sedasi yg diberikan, jangka waktu sedasi, jenis
kelamin dan kondisi pasien.

Perhatian khusus ditujukan pada kemampuan pasien mempertahankan refleks protektif, jalan napas yg
teratur dan lancar, respon terhadap stimulasi fisik dan perintah verbal.

Staf yg kompeten bertangg-jawab melakukan pemonitoran status fisiologis pasien secara terus menerus
dan membantu memberikan bantuan resusitasi sampai pasien pulih dgn selamat. Setelah tindakan selesai
dikerjakan, pasien masih tetap berisiko terhadap komplikasi krn keterlambatan absorsi obat sedasi,
adanya depresi pernapasan dan kekurangan stimulasi akibat tindakan. Ditetapkan kriteria pemulihan
pasien yg siap utk ditransfer (Lihat juga PMKP.8)

MAKSUD DAN TUJUAN PAB.3.3

Rencana tindakan sedasi memuat pendidikan kepada pasien, keluarga pasien atau mereka yang membuat
keputusan mewakili pasien tentang risiko, manfaat dan alternatif terkait tindakan sedasi. Pembahasan
berlangsung sebagai bagian dari proses mendapat persetujuan tindakan kedokteran untuk tindakan
sedasi sesuai peraturan perUUan yang berlaku.

MAKSUD DAN TUJUAN PAB.4 DAN PAB 4.1

Karena anestesi mengandung risiko tinggi, pemberiannya harus direncanakan dengan hati hati. Asesmen
pra anestesi adalah dasar dari perencanaan ini, utk mengetahui temuan apa pada monitor selama
anestesi dan setelah anestesi, dan juga utk menentukan obat analgesi apa utk pasca operasi.

Asesmen pra anestesi, berbasis IAR (Informasi, Analisis, Rencana) juga memberikan informasi yg
diperlukan utk:
• Mengetahui masalah saluran pernapasan
• Memilih anestesi dan rencana asuhan anestesi
• Memberikan anestesi yg aman berdasarkan asesmen pasien, risiko yg diketemukan, dan jenis
tindakan
• Menafsirkan temuan pada waktu monitoring selama anestesi dan pemulihan
• Memberikan informasi obat analgesia yg akan digunakan pasca operasi

Dokter spesialis anestesi melakukan asesmen pra anestesi. Asesmen pra anestesi dapat dilakukan
sebelum masuk rawat inap atau sebelum dilakukan tindakan bedah atau sesaat menjelang operasi,
misalnya pada pasien darurat. Asesmen pra induksi berbasis IAR, terpisah dari asesmen pra anestesi,
fokus pada stabilitas fisiologis dan kesiapan pasien untuk tindakan anestesi, berlangsung sesaat sebelum
induksi anestesi.

Jika anestesi diberikan secara darurat, asesmen pra anestesi dan pra induksi dapat dilakukan berurutan
atau simultan, namun dicatat secara terpisah (Lihat PAB.6)

MAKSUD DAN TUJUAN PAB.5

Tindakan anestesi direncanakan secara seksama dan didokumentasikan dalam rekam medis.
Perencanaan mempertimbangkan informasi dari asesmen lainnya (misal dari hasil pemeriksaan, konsul,
dll) dan mengidentifikasi tindakan anestesi yg akan digunakan, termasuk metode pemberiannya,
pemberian medikasi dan cairan lain, serta prosedur pemonitoran dalam mengantisipasi pelayanan pasca
anestesi dan didokumentasikan di Rekam medis

MAKSUD DAN TUJUAN DARI PAB.5.1.

Proses perencanaan anestesi mencakup edukasi pasien, dan keluarga, atau pembuat keputusan atas
risiko, manfaat dan alternatif yang berhubungan dengan perencanaan anestesia dan analgesia pasca
tindakan operatif, edukasi ini sebagai bagian dari proses untuk mendapatkan persetujuan anestesi
sebagaimana dipersyaratkan dalam HPK 6.4.EP 2. Dokter spesialis anestesi yang melakukan edukasi ini.

MAKSUD DAN TUJUAN PAB.6

Monitoring fisiologis memberikan informasi terpercaya ttg status pasien selama anestesi berjalan
(umum, spinal, regional, lokal) dan pasca operasi. Hasil dari monitoring menjadi acuan pengambilan
keputusan selama operasi berlangsung atau pasca operasi, misalnya reoperasi, atau pindah ke tingkat
asuhan lainnya, atau lanjut ruang pulih.

Informasi dari monitoring menentukan kebutuhan asuhan medis dan keperawatan serta kebutuhan
diagnostik dan pelayanan lainnya. Hasil pemonitoran dicatat di form anestesi, untuk anestesi lokal dapat
digunakan form tersendiri. Metode memonitor ditentukan oleh status pasien pada pra anestesi, jenis
anestesi yg akan digunakan, dan kompleksitas operasi atau tindakan lain yg dilaksanakan selama
anestesi. Pelaksanaan pemonitoran selama anestesi dan operasi harus dijalankan sesuai panduan praktik
klinis. Hasil dari monitoring dicatat di rekam medik pasien (Lihat juga, PAB.4)

MAKSUD DAN TUJUAN PAB.6.1

Monitoring selama periode anestesi menjadi acuan utk monitoring pada periode pasca anestesi.
Pengumpulan data status pasien terus menerus secara sistematik menjadi dasar memindahkan pasien ke
ruangan intensif atau ke unit rawat inap. Catatan monitoring menjadi acuan utk menyudahi monitoring di
ruang pemulihan atau sebagai acuan untuk pindah dari ruang pemulihan. Jika pasien dipindah langsung
dari kamar operasi ke ruang intensif, monitoring dan pendokumentasian diperlakukan sama dengan
monitoring di ruang pulih.

Keluar dari ruang pemulihan pasca anestesi atau menghentikan monitoring pada periode pemulihan
dilakukan dgn mengacu ke salah satu alternatif dibawah ini:
a) Pasien dipindahkan (atau monitoring pemulihan dihentikan) oleh dokter anestesi.
b) Pasien dipindahkan (atau monitoring pemulihan dihentikan) oleh penata anestesi sesuai kriteria
yang ditetapkan RS, dan rekam medis pasien membuktikan bahwa kriteria yg dipakai dipenuhi
c) Pasien dipindahkan ke unit yg mampu memberikan asuhan pasca anestesi atau pasca sedasi
pasien tertentu, seperti ICCU atau ICU.
Waktu tiba di ruang pemulihan dan waktu keluar didokumentasikan dalam form anestesi.

MAKSUD DAN TUJUAN PAB.7

Karena prosedur bedah mengandung risiko tinggi, pelaksanaannya harus direncanakan dgn seksama.
Asesmen pra bedah (berbasis IAR) menjadi acuan utk menentukan jenis tindakan bedah yg tepat dan
mencatat temuan penting. Hasil asesmen memberikan informasi ttg :
a) Tindakan bedah yg sesuai dan waktu pelaksanaannya
b) Melakukan tindakan dgn aman dan
c) Menyimpulkan temuan selama pemonitoran.
Pemilihan teknik operasi tergantung dari riwayat pasien, status fisik, data diagnostik, manfaat dan risiko
dari tindakan yg dipilih.

Pemilihan tindakan juga mempertimbangkan asesmen waktu pasien masuk dirawat inap, pemeriksaan
diagnostik dan sumber lainnya. Proses asesemen dikerjakan sesegera mungkin bagi pasien darurat (Lihat
juga, AP.1.2.1)

Asuhan utk pasien bedah dicatat di rekam medis. Utk pasien yg langsung dilayani dokter bedah, asesmen
pra bedah menggunakan asesmen awal rawat inap, pada pasien yg diputuskan dilakukan pembedahan
dalam proses perawatan, asesmen dilakukan dan dicatat dalam rekam medis, sedangkan pasien yg
dikonsultasikan ditengah perawatan oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) lain dan
diputuskan operasi, maka asesmen pra bedah juga dicatat di rekam medis (dengan isi berbasis IAR)
sesuai regulasi RS, termasuk diagnosis pra operasi dan pasca operasi dan nama tindakan operasi (Lihat
juga AP.1.3.1; MIRM 10.1)

MAKSUD DAN TUJUAN PAB.7.1

Pasien, keluarga dan mereka yg memutuskan menerima cukup penjelasan utk berpartisipasi dlm
keputusan asuhan pasien dan memberikan persetujuan yg dibutuhkan seperti di HPK.5.2. Utk memenuhi
kebutuhan pasien, penjelasan tsb diberikan secara terintegrasi oleh para profesional pemberi asuhan
(PPA) terkait, dibantu manajer pelayanan pasien (MPP.)

Informasi memuat:
a) Risiko dari rencana tindakan operasi
b) Manfaat dari rencana tindakan operasi
c) Kemungkinan komplikasi dan dampak
d) Pilihan operasi atau opsi non operasi (alternatif) yg tersedia untuk menangani pasien
e) Sebagai tambahan, jika dibutuhkan darah atau produk darah, risiko dan alternatifnya
didiskusikan.
Dokter bedah yg kompeten dan berwenang serta PPA yg terkait memberikan informasi ini.

MAKSUD DAN TUJUAN PAB.7.2

Asuhan pasien pasca operasi tergantung dari temuan dalam operasi. Hal yg terpenting adalah semua
tindakan dan hasilnya dicatat di rekam medis pasien.

Laporan ini dapat dibuat dalam bentuk format template atau dalam bentuk laporan operasi tertulis,
sesuai regulasi RS. Untuk mendukung kesinambungan asuhan pasien pasca operasi, laporan operasi
dicatat segera setelah operasi selesai, sebelum pasien dipindah dari daerah operasi atau dari area
pemulihan pasca anestesi.
Laporan yg tercatat tentang operasi memuat paling sedikit:
a) Diagnosis pasca operasi
b) Nama dokter bedah dan asistennya
c) Prosedur operasi yang laklukan dan rincian temuan
d) Ada dan tidak adanya komplikasi
e) Spesimen operasi yg dikirim untuk diperiksa
f) Jumlah darah yg hilang &jumlah yg masuk lewat transfusi
g) Nomor pendaftaran dari alat yg dipasang (implan)
h) Tanggal, waktu, tanda tangan dokter yg bertangg-jawab

Beberapa catatan mungkin ditempatkan di lembar lain dalam rekam medik. Contoh, jumlah darah yg
hilang dan transfusi darah dicatat di catatan anestesi, atau catatan tentang implan dapat ditunjukkan
dengan “sticker” yg ditempelkan pada rekam medik.
Waktu selesai membuat laporan adalah didefinisikan sebagai “setelah selesai operasi, sebelum pasien
dipindah ke tempat asuhan biasa”. Definisi ini penting utk memastikan bhw informasi yg tepat tersedia
bagi pemberi asuhan berikutnya.

Jika dokter bedah mendampingi pasien dari ruang operasi ke ruangan asuhan intensif lanjutan (misalnya
ICU, ICCU dsb), laporan operasi dapat dibuat di daerah asuhan lanjutan (lihat juga, ARK.3; PAP.2.3;
PMKP.8)

MAKSUD DAN TUJUAN PAB.7.3

Kebutuhan asuhan medis, keperawatan dan profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya sesuai kebutuhan
setiap pasien pasca operasi berbeda tergantung dari tindakan operasi dan riwayat kesehatan pasien.
Beberapa pasien mungkin membutuhkan pelayanan dari profesional pemberi asuhan (PPA) lain / unit
lain, seperti rehabilitasi medik atau terapi fisik. Penting membuat rencana utk asuhan tsb, termasuk
tingkat asuhannya, metode asuhan, tindak lanjut monitor atau tindak lanjut tindakan, kebutuhan obat dan
asuhan lain atau tindakan serta layanan lain.

Rencana asuhan pasca operasi dapat dimulai sebelum tindakan operasi berdasarkan asesmen kebutuhan
dan kondisi pasien serta jenis operasi yg dilakukan. Rencana asuhan pasca operasi juga memuat
kebutuhan pasien yg segera. Rencana asuhan dicacat di rekam medik pasien dalam waktu 24 jam dan
diverifikasi DPJP sebagai pimpinan tim klinis untuk memastikan kontuinitas asuhan selama waktu
pemulihan dan masa rehabilitasi.

Kebutuhan pasca operasi dapat berubah sebagai hasil perbaikan klinis atau informasi baru dari asesmen
ulang rutin, atau dari perubahan kondisi pasien yg mendadak. Rencana asuhan pasca operasi direvisi
berdasar perubahan ini dan dicatat di rekam medis pasien sbg rencana asuhan baru Lihat juga, (PAP.2.1)

MAKSUD DAN TUJUAN PAB.7.4

Banyak tindakan bedah menggunakan implan prostetik a.l. panggul, lutut, pacu jantung, pompa insulin.
Tindakan operasi spt ini mengharuskan tindakan operasi rutin yg dimodifikasi dgn mempertimbangkan
faktor khusus seperti:
a) Pemilihan implan berdasarkan peraturan perUUan
b) Modifikasi surgical safety checklist utk memastikan ketersediaan implan di kamar operasi dan
pertimbangan khusus utk penandaan lokasi operasi.
c) kualifikasi dan pelatihan setiap staf dari luar yg dibutuhkan untuk pemasangan implan (staf dari
pabrik/perusahaan implan untuk mengkalibrasi).
d) proses pelaporan jika ada kejadian yg tidak diharapkan terkait implan
e) proses pelaporan malfungsi implan sesuai dgn standar/aturan pabrik.
f) pertimbangan pengendalian infeksi yg khusus.
g) instruksi khusus kepada pasien setelah operasi.
h) kemampuan penelusuran (traceability) alat jika terjadi penarikan kembali (recall) alat dgn
melakukan a.l. menempelkan barcode alat di rekam medis.

MAKSUD DAN TUJUAN PAB.8.

Tindakan bedah merupakan tindakan yg berisiko tinggi dan rumit shg memerlukan ruang operasi yg
mendukung terlaksananya tindakan bedah utk mengurangi risiko infeksi. Selain itu utk mengurangi risiko
infeksi:
a) alur masuk barang2 steril harus terpisah dari alur keluar barang dan pakaian kotor
b) koridor steril dipisahkan / tidak boleh bersilangan alurnya dengan koridor kotor
c) desain tata ruang operasi harus memenuhi ketentuan zona berdasarkan tingkat sterilitas
ruangan yg terdiri dari:
o zona steril rendah;
o zona steril sedang;
o zona steril tinggi dan
o zona steril sangat tinggi
Selain itu desain tata ruang operasi harus memperhatikan risiko keselamatan dan keamanan.

PROGRAM NASIONAL

MAKSUD DAN TUJUAN STANDAR 1, STANDAR 1.1 DAN STANDAR 1.2

Mengingat kematian bayi mempunyai hubungan erat dengan mutu penanganan ibu hamil dan
melahirkan, maka proses antenatal care, persalinan dan perawatan bayi harus dilakukan dalam sistem
terpadu di tingkat nasional dan regional. Pelayanan obstetri dan neonatal regional merupakan upaya
penyediaan pelayanan bagi ibu dan bayi baru lahir secara terpadu dalam bentuk Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Dasar (PONED) di tingkat Puskesmas.

Rumah Sakit PONEK 24 Jam merupakan bagian dari sistem rujukan dalam pelayanan kedaruratan dalam
maternal dan neonatal, yang sangat berperan dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir.

Kunci keberhasilan PONEK adalah ketersediaan tenaga-tenaga kesehatan yang sesuai kompetensi,
prasarana, sarana dan manajemen yang handal.

Rumah sakit dalam melaksanakan program PONEK sesuai dengan pedoman PONEK yang berlaku, dengan
langkah-langkah pelaksanaan sebagai berikut:
• melaksanakan dan menerapkan standar pelayanan perlindungan ibu dan bayi secara terpadu
dan paripurna.
• mengembangkan kebijakan dan SPO pelayanan sesuai dengan standar
• meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi termasuk kepedulian terhadap ibu dan
bayi.
• meningkatkan kesiapan rumah sakit dalam melaksanakan fungsi pelayanan obstetrik dan
neonatus termasuk pelayanan kegawat daruratan (PONEK 24 jam)
• meningkatkan fungsi rumah sakit sebagai model dan pembina teknis dalam pelaksanaan IMD dan
pemberian ASI Eksklusif
• meningkatkan fungsi rumah sakit sebagai pusat rujukan pelayanan kesehatan ibu dan bayi bagi
sarana pelayanan kesehatan lainnya.
• meningkatkan fungsi rumah sakit dalam Perawatan Metode Kangguru (PMK) pada BBLR.
• melaksanakan sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan program RSSIB 10 langkah menyusui
dan peningkatan kesehatan ibu
• ada regulasi rumah sakit yang menjamin pelaksanaan PONEK 24 jam, meliputi pula pelaksanaan
rumah sakit sayang ibu dan bayi, pelayanan ASI eksklusif (termasuk IMD), pelayanan metode
kangguru, dan SPO Pelayanan Kedokteran
• untuk pelayanan PONEK (lihat juga PAP 3.1) dalam rencana strategis (Renstra), rencana kerja
anggaran (RKA) rumah sakit, termasuk upaya peningkatan pelayanan PONEK 24 jam tersedia
ruang pelayanan yang memenuhi persyaratan untuk PONEK antara lain rawat gabung
• pembentukan tim PONEK
• tim PONEK mempunyai program kerja dan bukti pelaksanaannya
• terselenggara pelatihan untuk meningkatan kemampuan pelayanan PONEK 24 jam, termasuk
stabilisasi sebelum dipindahkan pelaksanaan rujukan sesuai peraturan perundangan
• pelaporan dan analisis meliputi :
o angka keterlambatan operasi operasi section caesaria (SC) ( > 30
o menit)
o angka keterlambatan penyediaan darah ( > 60 menit)
o angka kematian ibu dan bayi
o kejadian tidak dilakukannya inisiasi menyusui dini (IMD) pada bayi baru lahir

MAKSUD DAN TUJUAN STANDAR 2

Dalam waktu yang singkat virus human immunodeficiency virus (HIV) telah mengubah keadaan sosial,
moral, ekonomi dan kesehatan dunia. Saat ini HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan terbesar yang
dihadapi oleh komunitas global. Saat ini, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dengan melakukan
peningkatan fungsi pelayanan kesehatan bagi orang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA). Kebijakan ini
menekankan kemudahan akses bagi orang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) untuk mendapatkan layanan
pencegahan, pengobatan, dukungan dan perawatan, sehingga diharapkan lebih banyak orang hidup
dengan HIV/AIDS (ODHA) yang memperoleh pelayanan yang berkualitas.
Rumah sakit dalam melaksanakan penanggulangan HIV/AIDS sesuai dengan standar pelayanan bagi
rujukan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan satelitnya dengan langkah-langkah pelaksanaan sebagai
berikut:
• meningkatkan fungsi pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT);
• meningkatkan fungsi pelayanan Prevention Mother to Child Transmision (PMTCT);
• meningkatkan fungsi pelayanan Antiretroviral Therapy (ART) atau bekerjasama dengan RS yang
ditunjuk;
• meningkatkan fungsi pelayanan Infeksi Oportunistik (IO);
• meningkatkan fungsi pelayanan pada ODHA dengan faktor risiko Injection Drug Use (IDU); dan
• meningkatkan fungsi pelayanan penunjang, yang meliputi: pelayanan gizi, laboratorium, dan
radiologi, pencatatan dan pelaporan.

MAKSUD DAN TUJUAN STANDAR 3 SAMPAI DENGAN STANDAR 3.3

Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan penanggulangan tuberkolosis berupa upaya kesehatan yang
mengutamakan aspek promotif, preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang
ditujukan untuk melindungi kesehatan masyarakat , menurunkan angka kesakitan , kecatatan atau
kematian, memutuskan penularan mencegah resistensi obat dan mengurangi dampak negatif yang
ditimbulkan akibat tubekulosis.

Rumah sakit dalam melaksanakan penanggulangan tubekulosis melalui kegiatan yang meliputi:
• Promosi kesehatan yang diarahkan untuk meningkatkan pengetahuan yang benar dan
komprehensif mengenai pencegahan penularan, penobatan , pola hidup bersih dan sehat (PHBS)
sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku sasaran yaitu pasien dan keluarga, pengunjung
serta staf rumah sakit
• Surveilans tuberkulosis, merupakan kegiatan memperoleh data epidemiologi yang diperlukan
dalam sistem informasi program penanggulangan tuberkulosis, seperti pencatatan dan
pelaporan tuberkulosis sensitif obat, pencatatan dan pelaporan tuberkulosis resistensi obat.
• Pengendalian faktor risiko tuberkulosis, ditujukan untuk mencegah, mengurangi penularan dan
kejadian penyakit tuberkulosis, yang pelaksanaannya sesuai dengan pedoman pengendalian
pencegahan infeksi tuberkulosis di rumah sakit pengendalian faktor risiko tuberkulosis,
ditujukan untuk mencegah, mengurangi penularan dan kejadian penyakit tuberkulosis, yang
pelaksanaannya sesuai dengan pedoman pengendalian pencegahan infeksi tuberkulosis di rumah
sakit.
• Penemuan dan penanganan kasus tuberkulosis. Penemuan kasus tuberkulosis dilakukan melalui
pasienyang datang kerumah sakit, setelah pemeriksaan, penegakan diagnosis, penetapan
klarifikasi dan tipe pasien tuberkulosis. Sedangkan untuk penanganan kasus dilaksanakan sesuai
tata laksana pada pedoman nasional pelayanan kedokteran tuberkulosis dan standar lainnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
• Pemberian kekebalan. Pemberian kekebalan dilakukan melalui pemberian imunisasi BCG
terhadap bayi dalam upaya penurunan risiko tingkat pemahaman tuberkulosis sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
• Pemberian obat pencegahan. Pemberian obat pencegahan selama 6 (enam) bulan yang ditujukan
pada anak usia dibawah 5 (lima) tahun yang kontak erat dengan pasien tuberkulosisi aktif; orang
dengan HIV dan AIDS (ODHA) yang tidak terdiagnosa tuberkulosis; pupulasi tertentu lainnya
sesuai peraturan perundang-undangan.
Kunci keberhasilan penanggulangan tuberkulosis di rumah sakit adalah ketersediaan tenaga-tenaga
kesehatan yang sesuai kompetensi, prasarana, sarana dan manajemen yang handal.

MAKSUD DAN TUJUAN STANDAR 4

Tersedia regulasi pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit yang meliputi:


• Pengendalian resistensi antimikroba.
• Panduan penggunaan antibiotik untuk terapi dan profilaksis pembedahan.
• Organisasi pelaksana, Tim/ Komite PPRA terdiri dari tenaga kesehatan yang kompeten dari
unsur:
o Staf Medis
o Staf Keperawatan
o Staf Instalasi Farmasi
o Staf Laboratorium yang melaksanakan pelayanan mikrobiologi klinik
o Komite Farmasi dan Terapi
o Komite PPIT
o Komite Farmasi dan Terapi
o Komite PPI
Organisasi PRA dipimpin oleh staf medis yang sudah mendapat sertifikat pelatihan PPRA. Rumah sakit
menyusun program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit terdiri dari:
• peningkatan pemahaman dan kesadaran seluruh staf,pasien dan keluarga
• tentang masalah resistensi anti mikroba;
• pengendalian penggunaan antibiotik di rumah sakit;
• surveilans pola penggunaan antibiotik di rumah sakit;
• surveilans pola resistensi antimikroba di rumah sakit
• forum kajian penyakit infeksi terintegrasi

MAKSUD DAN TUJUAN STANDAR 4.1

Rumah sakit (Tim/Komite PPRA) membuat laporan pelaksanaan program/ kegiatan PRA meliputi:
• kegiatan sosialisasi dan pelatihan staf tenaga kesehatan tentang pengendalian
• resistensi antimikroba
• surveilans pola penggunaan antibiotik di RS (termasuklaporan pelaksanaan
• pengendalian antibiotik)
• surveilans pola resistensi antimikroba
• forum kajian penyakit infeksi terintegrasi
Rumah sakit (Tim/Komite PPRA) menetapkan dan melaksanakan evaluasi dan analisis indikator mutu
PPRA sesuai peraturan perundang-undangan meliputi:
• perbaikan kuantitas penggunaan antibiotik
• perbaikan kualitas penggunaan antibiotik
• peningkatan mutu penanganan kasus infeksi secara multidisiplin dan terintegrasi
• penurunan angka infeksi rumah sakit yang disebabkan oleh mikroba resisten
• indikator mutu PPRA terintegrasi pada indikator mutu PMKP
Rumah sakit melaporkan perbaikan pola sensitivitas antibiotik dan penurunan mikroba resisten sesuai
indikator bakteri multi-drug resistant organism (MDRO), antara lain: bakteri penghasil extended
spectrum beta-lactamase (ESBL), Methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA), Carbapenemase
resistant enterobacteriaceae (CRE) dan bakteri pan-resisten lainnya (Lihat juga PPI.6).

MAKSUD DAN TUJUAN STANDAR 5 DAN STANDAR 5.1

Pasien geriatri adalah pasien lanjut usia dengan multi penyakit/gangguan akibat penurunan fungsi organ,
psikologi, sosial, ekonomi dan lingkungan yang membutuhkan pelayanan kesehatan secara tepadu
dengan pendekatan multi disiplin yang bekerja sama secara interdisiplin. Dengan meningkatnya sosial
ekonomi dan pelayanan kesehatan maka usia harapan hidup semakin meningkat, sehingga secara
demografi terjadi peningkatan populasi lanjut usia. Sehubungan dengan itu rumah sakit perlu
menyelenggarakan pelayanan geriatri sesuai dengan tingkat jenis pelayanan geriatri:
• tingkat sederhana
• tingkat lengkap
• tingkat sempurna
• tingkat paripurna

Anda mungkin juga menyukai