PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 1958, Dr. Peter Safar, seorang anesthesiologist membuka ICU pertama dengan
anggota staf terdiri dari dokter di Baltimore City Hospiral Amerika. Di Indonesia sejarah ICU dimulai
tahun 1971 di beberapa kota besar, yaitu RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) Jakarta oleh
Prof. Moch. Kelan dan Prof. Muhardi Muhiman, di RS. Dr. Soetomo Surabaya oleh Prof. Karijadi
wirjoatmodjo, di RS Hasan Sadikin Bandung oleh Prof. Himendra Warahadibrata dan Dr. Kariadi,
Semarang oleh Prof. Haditopo, yang selanjutnya menyebar di banyak kota dan umumnya dimotori
oleh para dokteranestesi. Intensive care unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang
mandiri (instalasi diawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang
khusus yang ditujukan observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit
cidera atau penyulit penyulit yang meng ncam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan
prognosis dubia. ICU Rumah Sakit Vania menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana serta
peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan mengunakan keteampilan staf medic,
perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut. Pada
saat ini ICU Rumah Sakit Vania hanya terbatas menangani pasien-pasien dewasa. Mengingat di
perlukaknya tenaga-tenaga khusus, dan terbatasnya sarana, serta mahalnya peralatan, maka unit
ICU Rumah Sakit Vania perlu dikonsentrasikan.
B. Pengertian
Unit yang memberikan layanan intensif (misalnya ICU, ICCU, pascaoperasi) atau unit layanan
spesialistik (misalnya unit luka bakar atau transplantasi organ) merupakan unit yang mahal dan
biasanya menempati ruangan dengan staf yang terbatas. Setiap rumah sakit harus menetapkan
kriteria untuk menentukan pasien yang membutuhkan tingkat pelayanan yang tersedia di unit-unit
tersebut.
Dengan mempertimbangkan bahwa pelayanan di unit spesialistik menghabiskan banyak
sumber daya, rumah sakit mungkin membatasi hanya pasien dengan kondisi medis yang reversibel
yang dapat diterima masuk dan pasien kondisi khusus termasuk menjelang akhir kehidupan yang
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Agar dapat konsisten maka kriteria menggunakan
prioritas atau parameter diagnostik dan atau parameter objektif termasuk kriteria berbasis fisiologi
1
Mereka yang berasal dari unit-unit gawat darurat, intensif, atau layanan
spesialistik berpartisipasi menentukan kriteria. Kriteria dipergunakan untuk menentukan
penerimaan langsung di unit, misalnya masuk dari unit darurat.
Kriteria juga digunakan untuk masuk dari unit-unit di dalam atau dari luar rumah
sakit, seperti halnya pasien dipindah dari rumah sakit lain. Pasien yang diterima masuk
di unit khusus memerlukan asesmen dan evaluasi ulang untuk menentukan apakah
kondisi pasien berubah sehingga tidak memerlukan lagi pelayanan spesialistik.
Misalnya, jika status fisiologis sudah stabil dan monitoring intensif baik, tindakan lain
tidak diperlukan lagi. Ataupun jika kondisi pasien menjadi buruk sampai pada titik
pelayanan intensif atau tindakan khusus tidak diperlukan lagi, pasien kemudian dapat
dipindah ke unit layanan yang lebih rendah (seperti unit pelayanan medis atau bedah,
rumah penampungan, atau unit pelayanan paliatif).
Kriteria untuk memindahkan pasien dari unit khusus ke unit pelayanan lebih
rendah harus sama dengan kriteria yang dipakai untuk memindahkan pasien ke unit
pelayanan berikutnya. Misalnya, jika keadaan pasien menjadi buruk sehingga
pelayanan intensif dianggap tidak dapat menolong lagi maka pasien masuk ke rumah
penampungan (hospices) atau masuk ke unit pelayanan paliatif dengan menggunakan
kriteria.
2
2. Pasien-pasien yang dalam bahaya mengalami dekompensasi fisiologis sehingga
memerlukan pemantauan ketat dan terus-menerus serta dilakukan intervensi
segera untuk mencegah timbulnya penyulit yang merugikan.
Pasien sakit kritis membutuhkan pemantauan dan tunjangan hidup khusus yang
harus dilakukan oleh suatu tim, termasuk diantaranya dokter yang mempunyai dasar
pengetahuan, keterampilan teknis, komitmen waktu, dan secara, fisik selalu berada
ditempat untuk melakukan perawatan titrasi dan berkelanjutan. Perawatan ini harus
berkelanjutan dan bersifat proaktif, yang menjamin pasien dikelola dengan cara yang
aman, manuasiawi, dan efektif dengan mengunakan sumber daya yang ada,
sedemikian rupa sehingga memberikan kualitas pelayanan yang tinggi dan hasil yag
optimal.
D. Batasan Oprasional
Pelayanan ICU harus dilakukan oleh intensivist yang terlatih secara formal dan
mampu memberikan pelayanan tersebut, dan yang terbebas dari tugas-tugas lain yang
membebani, seperti kamar operasi, praktek atau tugas-tugas kantor. Intensivist yang
harus bekerja harus berpartisipasi dalam suatu system yang menjamin kelangsungan
pelayanan intensive care 24 jam, hubungan pelayanan ICU yang terkoordinir dengan
bagian-bagian pelayanan di rumah sakit harus ada dalam organisasi rumah sakit.
1. Pengelolaan pasien
Pengelolaan pasien langsung dilakukan secara primer oleh intensivist dengan
melaksanakan pendekatan pengelolaan total pasien sakit kritis, menjadi ketua tim
dari berbagai pendapat konsultan atau dokter yang ikut merawat pasien. Cara kerja
demikian mencegah pengelolaan yang terkotak-kotak dan menghasilkan
pendekatan yang terkoordinasi pada pasien serta keluarga.
2. Administrasi
Pelayanan ICU dimaksud untuk memastikan suatu lingkungan menjamin
pelayanan yang aman, tepat waktu, dan efektif. Untuk tercapainya tugas ini
diperlukan partisipasi dari intensivist pada aktifitas manajemen.
3. Pendidikan
4. Penelitian
3
E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia No 36 / 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang Republik Indonesia No 44 / 2009 tentang Rumah Sakit
3. Undang-Undang Republik Indonesia No 29 / 2004 tentang Praktek Kedokteran
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1778 / 2010 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit.
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 834 / 2010 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan High Care Unit (HCU) di Rumah Sakit
4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
Seorang intensivist ICU Rumah Sakit Vania adalah seorang dokter yang
memenuhi standar kompetensi sebagai berikut:
1. Terdidik dan bersertifikat sebagai seorang spesialis intensive care medicine
(KIC,Konsultan Intensive Care) melalui program pelatihan dan pendidikan yang
diakui oleh penghimpunan profesi yang terkait.
2. Menunjang kualitas pelayanan di icu dan menggunakan sumber daya icu secara
efisien.
3. Mendarmabaktikan lebih dari 50% waktu profesi dalam pelayanan icu
4. Bersedia berpartisipasi dalam suatu unit yang memberikan pelayanan 24 jam/hari,7
hari/minggu.
5. Mampu melakukan prosedur critical care, antara lain:
a. Mempertahankan jalan nafas termasuk intubasi tracheal, tracheostomy perkutan,
dan evaluasi mekanis.
b. Fungsi arteri untuk mengambil sampel arteri.
c. Memasang cateter intravena untuk monitoring invasive maupun terapi invasive
(misal: Continius renal replacement therapy) (CRRT) dan peralatan monitoring
termasuk:
d. Pemasangan kabel pacu jantung tranvenous temporer
5
e. Melakukan diagnostic non-invasif fungsi kariovascular dengan echocardiography
f. Resusitasi cardiopulmonary
g. Pipa thoracostomy
B. Konsultan memiliki specilis yang dapat mengulangi setiap saat bila diperlukan
1. Ada dokter jaga 24 jam yang bergabung dengan rawat inap dengan kemampuan
ALS/ACLS
2. Memiliki perawat yang terlatih atau berpengalaman kerja di ICU dengan rasio
perawat:pasien adalah 1:1 pada setiap dibutuhkan
3. Kepala perawat ICU setara S1 dan harus memiliki kemampuan managerial
C. Pengaturan Jaga
1. Kepala instalasi ICU : hari senin-sabtu pukul 07.00 – 14.00
2. Konsultan intensive care : on call 24 jam
3. Perawat jaga ICU
Pagi 07.00 – 14.00 wib
Siang 14.00 – 21.00 wib
Malam 21.00 – 07.00 wib
6
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. SARANA
1. Lokasi
ICU Rumah Sakit Vania dekat dengan ruangan operasi, dan mempunyai akses yang
mudah ke unit gawat darurat.
2. Disain
a. Terisolasi
b. Bangunan ICU Rumah Sakit Vania mempunyai standar tertentu terhadap:
1) Bahaya api
2) Ventilasi
3) AC
4) Komonikasi
5) Monitor
c. Lantai mudah dibersihkan, keras dan rata
1) Area pasien
Memiliki 2 tempat tidur, dengan jarah antara tempat tidur yaitu 1.5 meter dan
dibatasi oleh crem. Pencahayaan cukup adekuat untuk observasi klinis
dengan lampu TL daylight. Setiap tempat tidur di lengkapi dengan oksigen
central, monitor dan suction.
2) Area kerja
a) Ruangan yang cukup untuk staf dan dapat menjaga kontak visual antara
perawat dengan pasien.
b) Ruangan yang cukup untuk memonitor pasien, peralatan resusitasi dan
penyimpanan obat dan alat termasuk lemari pendingin.
3) Lingkungan
Mempunyai pendingin ruangan / AC yang dapat mengontrol suhu dan
kelembaban sesuai dengan luas ruangan. Suhu 220–250 kelembaban 50% -
70%
4) Ruang penyimpanan peralatan dan barang bersih
Untuk penyimpanan ventilator, infus pump, dan syiring pump, penggantung
infus, troli, penghangat darah, alat hisap, dan tempat penyimpanan barang
dan alat bersih
5) Tempat tunggu keluarga pasien
Tersedia tempat untuk penunggu pasien, dimana dilengkapi dengan kursi.
7
3. Peralatan
a. terdapat pemeriksaan berkala terhadap keamanan alat
b. peralatan yang dimiliki di ICU Rumah Sakit Vania adalah:
1) ventilator sebanyak 2 unit
2) alat ventilasi manual dan alat penunjang jalan nafas
3) defibrillator dan alat pacu jantung sebanyak 1 unit
4) alat pangatur suhu pasien
5) infus pump dan syiring pump
6) lampu untuk tindakan
7) tempat tidur khusus dengan remote control
4. monitoring peralatan (termasuk peralatan portible yang digunakan untuk tranportasi
pasien)
a. Tanda bahaya kegagalan pasokan gas
b. Tanda bahaya kegagalan pasokan oksigen
Alat yang secara otomatis teraktifikasi untuk memonitor penurunan tekanan
pasokan ksigen, yang selalu terpasang di ventilator.
c. Pemantauan konsentrasi oksigen
Diperlukan untuk mengukur konsentrasi oksigen yang dikeluarkan oleh ventilator
atau system pernafasan.
d. Tanda bahaya kegagalan ventilator atau diskoneksi system pernafasan
Pada peggunaan ventilator otomatis, harus ada alat yang dapat segera
mendeteksi kegagalan system pernafasan atau ventilator secara terus menerus.
e. Volume dan tekanan ventilator
Volume yan keluar dari ventilator harus terpantau. Tekanan jalan nafas dan
tekanan sirkuit pernafasan harus terpantau terus-menerus dan dapat terdeteksi
tekanan yang berlebihan
f. Suhu alat pelembab
Ada tanda bahaya jika terjadi peningkatan suhu udara inspirasi
g. Pulse oksimetri
Harus tersedia untuksetiap pasien di ICU
h. Emboli udara
8
B. STANDAR FASILITAS ICU
9
Non invasive
Tekanan darah Ada Ada
EKG dan laju jantung Ada Ada
Saturasi oksigen (pulse Ada Ada
oksimetri)
Suhu Ada Ada
EEG - -
Defibrilasi dan pacu Ada Ada
jantung
Alat pengukur suhu Ada Ada
pasien
Peralatan drain toraks Ada Ada
Infus pump dan syiring Ada Ada
pump
Bronkoscopy - -
Peralatan fortable untuk Ada Ada
transportasi
Tempat tidur khusus Ada Ada
Lampu untuk tindakan Ada Ada
Hemodialisa - -
CRRT - -
10
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
Pada closed ICU, jika dokter yang merawat pasien sudah memutuskan dan /
mengindikasikan pasien harus mendapat perawatan intensive, maka dokter yang
merawat atau dokter jaga saat itu harus melaporkan kepada Dokter Intensivist ICU.
Dokter ICU akan mengkaji indikasi tersebut melalui telephone. Setelah menerima
jawaban dari dokter intensivist dokter yang merawat pasien / dokter jaga segera
memberitahukan ke HN / incharge untuk pemindakan pasien. HN / Incharge segera
menghubungi HC dan HN/Incharge ICU untuk rencana pemindahan pasien.
HN / Incharge ICU akan mengkaji diagnose, dokter yang merawat, kondisi
pasien, informed cosent, tindakan yang sudah dilakukan, tindakan yang akan
dilakukan, alat – alat yang dipasang obat – obatan / infuse yang diberikan.
Informasi tersebut kemudian diteruskan ke perawat yang akan merawat pasien
tersebut dan persiapan ruangan untuk pasien baru. Dalam waktu < 30 menit pasien
sudah boleh di antar ke ICU.
Penanganan pasien selama di ICU sepenuhnya dibawah tanggung jawab
dokter intensivist. Dokter intensivist akan berkoordinasi dengan berbagai disiplin
untuk penanganan pasien. Semua keputusan dan instruksi dari dokter intensivist,
termasuk rencana dan / pemindahan pasien jika kondisi pasien sudah stabil dan tidak
memerlukan penanganan di ICU lagi
B. FALSAFAH
1. Etika kedokteran
Berdasarkan falsafah dasar “saya akan seantiasa mengunakan kesehatan pasien”
maka semua kegiatan di Rumah Sakit Vania bertujuan dan berorientas untuk dapat
secara optimal, memperbaiki kondisi kesehatan pasien.
2. Indikasi yang benar
Pasien yang dirawat di ICU Rumah sakit Vania adalah memerlukan:
a. Pengelolaan fungsi sitem organ tubuh secara terkoordinasi dan berkelanjutan
sehingga dapat dilakukan pengawasan yang konsisten dan terapi titrasi
b. Pemantauan continue terhadap pasien-pasien dalam keadaan kritis yang dapat
mengakibatkan terjadinya dekompensasi fisiologis.
11
c. Intervensi medis segera oleh tim intensive care
3. Kerjasama multi sipliner dalam masalah medik komplek
Dasar pengelolaan pasien ICU Rumah Sakit Vania adalah pendekatan multidisiplin
tenaga kesehatan dari beberapa disiplin ilmu terkait yang dapat memberikan
kontribusinya sesuai dengan bidang keahliannya dan bekerjasama dalam tim, yang
dipimpin oleh seorang intensivist sabagai ketua tim.
4. Kebutuhan pelayanan kesehatan pasien
Kebutuhan pasien ICU adalah tindakan resusitasi yang meliputi dukungan hidup
untuk fungsi-fungsi vital seperti: Airway (fungsi jalan nafas), Breathing (fungsi
pernafasan), Circulation (fungsi cirkulasi), Brain (fungsi otak), fungsi organ lainnya
dan dilanjutkan dengan diagnosa dan terapi defenitif.
5. Peran koordinasi dan integrasi dalam kerjasama tim
Dengan mengingat keadan pasien seperti yang tersebut dalam butir 2dan 4 diatas
maka system kerja tim multidisiplin adalah sebagai berikut:
a. Dokter yang merawat pasien sebelum pasien masuk ICU melakukan evaluasi
pasien sesuai dengan bidang nya dan memberikan pandangan atau usulan terapi.
b. Intensivist, selaku ketua tim melakukan evaluasi menyeluruh, mangambil
kesimpulan, memberi instruksi terapi dan tindakan secara tertulis dengan
mempertimbangkan usulan anggota tim lainnya.
c. Ketua tim berkonsultasi pada konsultan lain dengan mempertimbangkan usulan
usulan anggota tim
6. Hak dan kewajiban dokter
Setiap dokter yang memasukkan pasien ke ICU Rumah Sakit Vania sesuai dengan
indikasi masuk ICU. Karena keterbatasan jumlah tempat tidur ICU Rumah Sakit
Vania, maka berlaku asas prioritas masuk ICU.
7. Sistem manajemen peningkatan mutu terpadu
Demi tercapainya koordinasi dan peningkatan mutu pelayanan ICU Rumah Sakit
Vania, diperlukan tim kendali mutu yang anggotanya terdiri dari beberapa disiplin
ilmu, dengan dengan tugas utamanya memberikan masukan dan bekerja sama
dengan staf stuktural ICU Rumah Sakit Vania untuk selalu meningkatkan mutu
pelayanan ICU.
8. Kemitraan profesi
Kegiatan pelayanan ICU Rumah Sakit Vania disamping disiplin juga interprofesi,
yaitu profesi medic, profesi perawat, dan profesi lain. Agar dicapai hasil optimal maka
perlu peningkatan mutu SDM secara berkelanjutan, menyeluruh dan mencakup
semua profesi.
12
C. STANDAR PELAYANAN MINIMAL
Tingkat pelayanan ICU Rumah Sakit Vania telah disesuaikan dengan rumah sakit.
Tingkat pelayanan ini ditentukan oleh jumlah staf, fasilitas, pelayanan penunjang,
jumlah dan macam pasien yang dirawat.
Palayanan ICU Rumah Sakit Vania telah memiliki kemampuan minimal sebagai berikut:
1. Resusitasi jantung paru
2. Pengelolaan jalan nafas, termasuk intubasi trakeal dan pengunaan ventilator
sederhana
3. Terapi oksigen
4. Pemantauan EKG, pulse oksimetri terus menerus
5. Pemberian nutrisi enteral dan parenteral
6. Pemeriksaan laboratorium khusus cepat dan menyeluruh
7. Pelaksanaan terapi dan titrasi
8. Kemampuan melaksanakan teknik khusus sesuai dengan kondisi pasien
9. Memberikan tunjangan fungsi vital dengan alat-alat portable selama tranportasi
pasien gawat
10. Kemampuan melaksanakan fisiotherapy dada
13
e. Hipertensi emergensi
f. Angina tidak stabil, terutama dengan disritmia, hemodinamik tidak stabil, atau
nyeri dada menetap
g. S/P cardiac arrest
h. Tamponade jantung atau konstriksi dengan hemodinamik tidak stabil
i. Diseksi aneurisma aorta
j. Blokade jantung komplit
2. Sistem Pernapasan
a. Gagal napas akut yang membutuhkan bantuan ventilator
b. Emboli paru dengan hemodinamik tidak stabil
c. Pasien dalam perawatan Intermediate Care Unit yang mengalami perburukan
fungsi pernapasan
d. Membutuhkan perawat/ perawatan pernapasan yang tidak tersedia di unit
perawatan yang lebih rendah tingkatnya misalnya Intermediate Care Unit
e. Hemoptisis masif
f. Gagal napas dengan ancaman intubasi
3. Penyakit Neurologis
a. Stroke akut dengan penurunan kesadaran
b. Koma: metabolik, toksik, atau anoksia
c. Perdarahan intracranial dengan potensi herniasi
d. Perdarahan subarachnoid akut
e. Meningitis dengan penurunan kesadaran atau gangguan pernapasan
f. Penyakit sistem saraf pusat atau neuromuskuler dengan penurunan fungsi
neurologis atau pernapasan (misalnya: Myastenia Gravis, Syndroma Guillaine-
Barre)
g. Status epileptikus
h. Mati batang otak atau berpotensi mati batang otak yang direncanakan untuk
dirawat secara agresif untuk keperluan donor organ
i. Vasospasme
j. Cedera Kepala Berat
14
a. Perdarahan gastrointestinal yang mengancam nyawa termasuk hipotensi,
angina, perdarahan yang masih berlangsung, atau dengan penyakit komorbid
b. Gagal hati fulminan
c. Pankreatitis berat
d. Perforasi esophagus dengan atau tanpa mediastinitis
6. Endokrin
a. Ketoasidosis diabetikum dengan komplikasi hemodinamik tidak stabil,
penurunan kesadaran, pernapasan tidak adekuat atau asidosis berat
b. Badai tiroid atau koma miksedema dengan hemodinamik tidak stabil
c. Kondisi hiperosmolar dengan koma dan/atau hemodinamik tidak stabil
d. Penyakit endokrin lain seperti krisis adrenal dengan hemodinamik tidak stabil
e. Hiperkalsemia berat dengan penurunan kesadaran, membutuhkan monitoring
hemodinamik
f. Hipo atau hipernatremia dengan kejang, penurunan kesadaran
g. Hipo atau hipermagnesemia dengan hemodinamik terganggu atau disritmia
h. Hipo atau hiperkalemia dengan disritmia atau kelemahan otot
i. Hipofosfatemia dengan kelemahan otot
7. Bedah
8. Pasien pasca operasi yang membutuhkan monitoring hemodinamik/ bantuan
ventilator atau perawatan yang ekstensif
9. Lain-lain
a. Syok sepsis dengan hemodinamik tidak stabil
b. Monitoring ketat hemodinamik
c. Trauma faktor lingkungan (petir, tenggelam, hipo / hipertermia)
d. Terapi baru / dalam percobaan dengan potensi terjadi komplikasi
e. Kondisi klinis lain yang memerlukan perawatan setingkat ICU
15
2. Nilai laboratorium
a. Natrium serum < 110 mEq/L atau > 170 mEq/L
b. Kalium serum < 2.0 mEq/L atau > 7.0 mEq/L
c. PaO2 < 50 mmHg
d. pH < 7.1 atau > 7.7
e. Glukosa serum > 800 mg/dl
f. Kalsium serum > 15 mg/dl
g. Kadar toksik obat atau bahan kimia lain dengan gangguan hemodinamik dan
neurologis
3. Radiografi/Ultrasonografi/Tomografi
a. Perdarahan vaskular otak, kontusio atau perdarahan subarachnoid dengan
penurunan kesadaran atau tanda defisit neurologis fokal
b. Ruptur organ dalam, kandung kemih, hepar, varises esophagus atau uterus
dengan hemodinamik tidak stabil
c. Diseksi aneurisma aorta
4. Elektrokardiogram
a. Infark miokard dengan aritmia kompleks, hemodinamik tidak stabil atau gagal
jantung kongestif
b. Ventrikel takikardi menetap atau fibrilasi
c. Blokade jantung komplit dengan hemodinamik tidak stabil
d.
5. Pemeriksaan Fisik (onset akut)
a. Pupil anisokor pada pasien tidak sadar
b. Luka bakar > 10% BSA
c. Anuria
d. Obstruksi jalan napas
e. Koma
f. Kejang berlanjut
g. Sianosis
h. Tamponade jantung
(Sumber: Guideline for ICU Admission, Discharge and Triage. Society Of Critical Care
Medicine, 1999)
16
untuk menentukan prioritas masuk ke ICU. Pasien yang memerlukan terapi intensif
(prioritas 1) didahulukan dibandingkan pasien yang memerlukan pemantauan intensif
(prioritas 3).
Kriteria prioritas pasien masuk ruang ICU adalah sebagai berikut:
1. Pasien prioritas 1 (satu)
Pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif dan tertitrasi, seperti:
dukungan/bantuan ventilasi dan alat bantu suportif organ/sistem yang lain, infus
obat-obat vasoaktif kontinyu, obat anti aritmia kontinyu, pengobatan kontinyu
tertitrasi, misalnya pasca bedah kardiotorasik, pasien sepsis berat, gangguan
keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa.
Terapi pada pasien prioritas 1 (satu) umumnya tidak mempunyai batas.
2. Pasien prioritas 2 (dua)
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab sangat
berisiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya pemantauan
intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Contoh pasien seperti ini antara
lain mereka yang menderita penyakit dasar jantung-paru, gagal ginjal akut dan
berat atau yang telah mengalami pembedahan major. Terapi pada pasien prioritas
2 tidak mempunyai batas, karena kondisi mediknya senantiasa berubah.
3. Pasien prioritas 3 (tiga)
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status kesehatan
sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit akutnya, secara sendirian
atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan/atau manfaat terapi di ICU pada
golongan ini sangat kecil. Contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan
metastatik disertai penyulit infeksi, pericardial tamponade, sumbatan jalan napas,
atau pasien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai komplikasi penyakit
akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi
kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan
intubasi atau resusitasi jantung paru.
4. Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan Kepala Instalasi Rawat
Intensif, indikasi masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan, dengan
catatan bahwa pasien-pasien golongan demikian sewaktu-waktu harus bisa
dikeluarkan dari ICU agar fasilitas ICU yang terbatas tersebut dapat digunakan
untuk pasien prioritas 1, 2, 3 (satu, dua, tiga). Pasien yang tergolong demikian
antara lain:
1) Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan hidup
yang agresif dan hanya demi “perawatan yang aman” saja. Ini tidak
17
menyingkirkan pasien dengan perintah “DNR (Do Not Resuscitate)”.
Sebenarnya pasien-pasien ini mungkin mendapat manfaat dari tunjangan
canggih yang tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan survivalnya.
2) Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.
3) Pasien yang telah dipastikan mengalami mati batang otak. Pasien-pasien
seperti itu dapat dimasukkan ke ICU untuk menunjang fungsi organ hanya
untuk kepentingan donor organ.
18
Pasien prioritas 1 dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif tidak
ada lagi, atau bila terapi secara intensive telah gagal atau tidak bermanfaat
sehingga prognosis jangka pendek jelek. Contoh-contoh golongan ini adalah
pasien dengan tiga atau lebih gagal system organ yang tidak respons terhadap
pengelolaan agresif.
b. Pasien prioritas 2 (dua)
Pasien prioritas 2 (dua) dikeluarkan bila kemungkinan untuk mendadak
memerlukan terapi intensif telah berkurang.
c. Pasien prioritas 3 (tiga)
Pasien prioritas 3 (tiga) dikeluarkan dari ICU bila kebutuhan untuk terapi intensif
telah tidak ada lagi. Namun mungkin pasien demikian dikeluarkan lebih dini bila
kemungkinan sembuh atau manfaat terapi intensif continue kecil. Contohnya
antara lain adalah pasien dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis, penyakit
jantung atau penyakit liver terminal, karsinoma yang telah menyebar luas, dan
lain-lainnya yang talah tidak berespon terhadap terapi ICU untuk penyakit
akutnya, yang secara statistic memiliki prognosis jangka pendek jelek, dan yang
tidak ada terapi yang potensial untuk memperbaiki prognosisnya.
19
BAB V
KESELAMATAN PASIEN
20
6. Pengurangan resiko pasien jatuh
Pengkajian resiko pasien atuh dengan mengunakan scoring morse untuk dewasa dan
scooring humty dupty untuk anak-anak dan memasang kan gelang kuning
BAB VI
KESELAMATAN KERJA
Program keselamatan kerja di ICU mengacu pada undang undang keselamatan kerja
tahun 1970, syarat-syarat keselamatan kerja meliputi seluruh aspek pekerjaan yang
berbahaya dengan tujuan:
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
3. Mancegah dan mengurangi bahaya ledakan
4. Memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian lain yang berbahaya
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan
6. Memberi perlindungan pada pekerja
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarya suhu, kelembaban, kotoran,
debu, asap, gas, sinar/ radiasi, dan suara
8. Mencegah timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik, psikis, keracunan, infeksi dan
penularan
9. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
10. Memperoleh kebersihan antara alat kerja, tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjnya
11. Mengamankan pemeliharaan bangunan yang tersedia
21
12. Mencegah terkena aliran listrik
13. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya
kecelakaanya menjadi bertambah tinggi
BAB VII
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
1. Society of Critical Care Medicine, Guidelines for ICU Admission, Discharge, and Triage,
1999.
2. Kementerian Kesehatan, Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit
(ICU) Di Rumah Sakit, 2010.
22
3. Kementerian Kesehatan, Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan High Care Unit (HCU)
Di Rumah Sakit, 2010.
23