Anda di halaman 1dari 19

REGULASI TENTANG PELAYANAN DAN ASUHAN PASIEN, MELIPUTI :

PAP 1. Pelayanan Yang Seragam bagi Semua Pasien

Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang sama berhak mendapat
kualitas asuhan yang sama di rumah sakit. Untuk melaksanakan prinsip “kualitas asuhan
yang setingkat” mengharuskan pimpinan merencanakan dan mengkoordinasi pelayanan
pasien. Secara khusus, pelayanan yang diberikan kepada populasi pasien yang sama pada
berbagai unit kerja, dipandu oleh kebijakan dan prosedur yang menghasilkan pelayanan
yang seragam. Sebagai tambahan, pimpinan harus menjamin bahwa rumah sakit
menyediakan tingkat kualitas asuhan yang sama setiap hari dalam seminggu dan pada setiap
shift. Kebijakan dan prosedur tersebut harus sesuai dengan undang-undang dan peraturan
yang berlaku yang membentuk proses pelayanan pasien dan dikembangkan secara
kolaboratif. Asuhan pasien yang seragam terefleksi sebagai berikut dalam :

a) Akses untuk asuhan dan pengobatan, yang memadai, tidak tergantung atas
kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan.
b) Akses untuk asuhan dan pengobatan, serta yang memadai, yang diberikan oleh
praktisi yang kompeten tidak tergantung atas hari-hari tertentu atau waktu tertentu.
c) Ketepatan (acuity) mengenali kondisi pasien menentukan alokasi sumber daya untuk
memenuhi kebutuhan pasien.
d) Tingkat asuhan yang diberikan kepada pasien (misalnya pelayanan anestesia) sama
di seluruh rumah sakit.
e) Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan
keperawatan yang setingkat diseluruh rumah sakit.
f) Asuhan pasien yang seragam menghasilkan penggunaan sumber daya yang efisien
dan sehingga mendapatkan evaluasi hasil (outcome) yang sama untuk asuhan di
seluruh rumah sakit.

Catatan Perkembangan Terintegrasi (Integrated Progress Note)


Adalah lembar pada berkas rekam medis pasien dimana semua kondisi dan
perkembangan penyakit pasien serta tindakan yang dialami pasien dicatat. Rumah sakit
menetapkan bahwa mereka yang diizinkan memberikan perintah / order menuliskan perintah
ini dalam rekam medis pasien di lokasi yang seragam, dan lokasi itu adalah pada lembat
Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).
Aktivitas asuhan pasien termasuk pemberian perintah, (misalnya, untuk pemeriksaan
laboratorium, pemberian obat, pelayanan keperawatan dan terapi nutrisi). Prosedur
diagnostik, operasi dan prosedur lain diperintahkan oleh mereka yang kompeten untuk hal
tersebut. Perintah ini harus mudah diakses untuk dapat dilaksanakan tepat waktu.
Penempatan perintah pada suatu lembar umum atau lokasi yang seragam di rekam medis
pasien membantu terlaksananya perintah. Perintah tertulis membantu staf untuk mengerti
kekhususan perintah, kapan harus dilaksanakan dan siapa yang harus melaksanakan.
Perintah dapat ditulis pada suatu lembar perintah yang kemudian dimasukkan ke rekam
medis pasien secara periodik atau pada waktu pemulangan pasien.

Setiap rumah sakit memutuskan :

a) Perintah mana yang harus tertulis daripada lisan;


b) Permintaan pemeriksaan diagnostik imajing dan pemeriksaan laboratorium klinik
termasuk indikasi klinis/ rasional;
c) Tiap pengecualian di pelayanan khusus seperti IGD dan Unit Pelayanan Intesif;
d) Siapa yang diizinkan menuliskan perintah;
e) Dilokasi mana perintah tersebut dicatat dalam rekam medis pasien.
Jadi semua para PPA (dokter,perawat,nutrisionis, farmasis, fisioterapis dll) akan
mencatatkan semua perkembangan pasien yang dievaluasinya pada lembar yang sama yaitu
CPPT, dengan ciri penulisan dan identitas masing masing.

Pemberian Informasi dan Edukasi pada Pasien dan Keluarga

Peraturan mengharuskan bahwa pasien dan keluarga diberi tahu tentang hasil asuhan
termasuk kejadian tidak diharapkan. Serta rumah sakit menyediakan pendidikan/edukasi
untuk menunjang partisipasi pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan dan proses
pelayanan.
Asuhan dan proses pengobatan merupakan siklus berkelanjutan dari asesmen dan
asesmen ulang, perencanaan dan pemberian asuhan, dan asesmen hasil. Pasien dan keluarga
diberitahukan tentang hasil dari proses asesmen, tentang perencanaan asuhan dan
pengobatan dan diikutsertakan dalam pengambilan keputusan. Jadi untuk melengkapi siklus
informasi dengan pasien, mereka perlu diberitahu tentang hasil asuhan dan pengobatan,
termasuk informasi tentang hasil asuhan yang tidak diharapkan.
Rumah sakit mendidik pasien dan keluarganya, sehingga mereka mendapat pengetahuan dan
ketrampilan untuk berpartisipasi dalam proses dan pengambilan keputusan asuhan pasien.
Setiap rumah sakit mengembangkan/memasukkan pendidikan ke dalam proses asuhan
berbasis misi, jenis pelayanan yang diberikan dan populasi pasien. Pendidikan direncanakan
untuk menjamin bahwa setiap pasien diberikan pendidikan sesuai kebutuhannya. Rumah
sakit menetapkan bagaimana mengorganisasikan sumber daya pendidikan secara efektif dan
efisien. Oleh karena itu, rumah sakit perlu menetapkan koordinator pendidikan atau komite
pendidikan, menciptakan pelayanan pendidikan, mengatur penugasan seluruh staf yang
memberikan pendidikan secara terkoordinasi. Semua kegiatan pemberian informasi dan
edukasi kepada pasien dan keluarganya, haruslah tercatat dalam berkas medis pasien. Oleh
karenanya rumah sakit akan menyediakn lembar khusus dalam berkas rekam medis untuk
mencatat kegiatan ini.
PAP 2-2.5. Pelayanan Pasien Risiko Tinggi dan Penyediaan Pelayanan Risiko Tinggi

Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan berbagai
variasi kebutuhan pelayanan kesehatan. Beberapa pasien yang digolongkan risiko-tinggi
karena umur, kondisi, atau kebutuhan yang bersifat kritis. Anak dan lanjut usia umumnya
dimasukkan dalam kelompok ini karena mereka sering tidak dapat menyampaikan
pendapatnya, tidak mengerti proses asuhan dan tidak dapat ikut memberi keputusan tentang
asuhannya. Demikian pula, pasien yang ketakutan, bingung atau koma tidak mampu
memahami proses asuhan bila asuhan harus diberikan secara cepat dan efisien.

Rumah sakit juga menyediakan berbagai variasi pelayanan, sebagian termasuk yang
berisiko tinggi karena memerlukan peralatan yang kompleks, yang diperlukan untuk
pengobatan penyakit yang mengancam jiwa (pasien dialisis), sifat pengobatan (penggunaan
darah atau produk darah), potensi yang membahayakan pasien atau efek toksik dari obat
berisiko tinggi (misalnya kemoterapi).

Kebijakan dan prosedur merupakan alat yang sangat penting bagi staf untuk
memahami pasien tersebut dan pelayanannya dan memberi respon yang cermat, kompeten
dan dengan cara yang seragam. Pimpinan bertanggung jawab untuk :

a) Mengidentifikasi pasien dan pelayanan yang dianggap berisiko tinggi di rumah


sakit;
b) Menggunakan proses kerjasama (kolaborasi) untuk mengembangkan kebijakan
dan prosedur yang sesuai;
c) Melaksanakan pelatihan staf dalam mengimplementasikan kebijakan dan
prosedur.
Pasien dan pelayanan yang diidentifikasikan sebagai kelompok pasien risiko tinggi
dan pelayanan risiko tinggi, apabila ada di dalam rumah sakit maka dimasukkan dalam
daftar prosedur.

Rumah sakit dapat pula melakukan identifikasi risiko sampingan sebagai akibat dari
suatu prosedur atau rencana asuhan (contoh, perlunya pencegahan trombosis vena dalam,
ulkus dekubitus dan jatuh). Bila ada risiko tersebut, maka dapat dicegah dengan cara
melakukan pelatihan staf dan mengembangkan kebijakan dan prosedur yang sesuai.

Yang termasuk pasien risiko tinggi dan pelayanan risiko tinggi :

a) pasien gawat darurat

b) pelayanan resusitasi di seluruh unit rumah sakit

c) pemberian darah dan produk darah.

d) pasien yang menggunakan peralatan bantu hidup dasar atau yang koma.

e) pasien dengan penyakit menular dan mereka yang daya tahannya menurun .

f) pasien dialisis (cuci darah)

g) penggunaan alat pengekang (restraint) dan pasien yang diberi pengekang /


penghalang.

h) pasien lanjut usia, mereka yang cacat, anak-anak dan populasi yang berisiko
diperlakukan kasar/ kejam.

i) pasien yang mendapat kemoterapi atau terapi lain yang berisiko tinggi.
PAP 3. Pemberian Makanan Dan Trapi Nutrisi

Makanan dan nutrisi yang memadai penting bagi kondisi kesehatan dan proses
pemulihan pasien. Makanan yang sesuai dengan umur pasien, budaya pasien dan preferensi
diet, rencana pelayanan, harus tersedia secara rutin. Pasien berpartisipasi dalam perencanaan
dan seleksi makanan, dan keluarga pasien dapat, bila sesuai, berpartisipasi dalam
menyediakan makanan, konsisten dengan budaya, agama, dan tradisi dan praktik lain.

Berdasarkan asesmen kebutuhan pasien dan rencana asuhan, DPJP atau pemberi pelayanan
lainnya yang kompeten memesan makanan atau nutrien lain yang sesuai bagi pasien. Bila
keluarga pasien atau pihak lain menyediakan makanan pasien, mereka diberikan edukasi
tentang makanan yang dilarang / kontra indikasi dengan kebutuhan dan rencana pelayanan,
termasuk informasi tentang interaksi obat dengan makanan. Bila mungkin, pasien ditawarkan
berbagai macam makanan yang konsisten dengan status gizinya.

Pada asesmen awal, pasien diperiksa / ditapis untuk mengidentifikasi adanya risiko
nutrisional. Pasien ini akan dikonsulkan ke nutrisionis untuk asesmen lebih lanjut. Bila
ternyata ada risiko nutrisional, dibuat rencana terapi gizi. Tingkat kemajuan pasien
dimonitor dan dicatat dalam rekam medisnya. Dokter, perawat dan ahli diet dan kalau perlu
keluarga pasien, bekerjasama merencanakan dan memberikan terapi gizi.

Hal yang harus dipenuhi oleh rumah sakit terkait nutrisi pasien adalah :

a) Makanan atau nutrisi yang sesuai untuk pasien, tersedia secara reguler
b) Sebelum memberi makan pasien, semua pasien rawat inap telah memesan makanan
dan dicatat.
c) Pesanan didasarkan atas status gizi, latar belakang agama dan budaya serta
kebutuhan pasien
d) Ada bermacam variasi pilihan makanan bagi pasien konsisten dengan kondisi dan
pelayanannya
e) Bila keluarga menyediakan makanan, mereka diberikan edukasi tentang pembatasan
diet pasien
f) Makanan disiapkan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan pembusukan
g) Distribusi makanan dilakukan tepat waktu, dan memenuhi sesuai permintaan khusus
pasien terkait waktu.
h) Praktik penanganan memenuhi peraturan dan perundangan yang berlaku
i) Pasien, termasuk pasien anak dan balita yang pada asesmen berada pada risiko
nutrisional, mendapat terapi gizi.
j) Suatu proses kerjasama dipakai untuk merencanakan, memberikan dan memonitor
terapi gizi.
k) Respon pasien terhadap terapi gizi dimonitor.

l) Respon pasien terhadap terapi gizi dicatat dalam rekam medisnya


PAP 4. Pengelolaan Nyeri
Nyeri merupakan perasaan tidak nyaman,baik ringan maupun berat yang hanya
dapat dirasakan oleh individu tersebut tanpa dapat dirasakan oleh orang
lain,mencakup pola pikir,aktifitas seseorang secara langsung,dan perubahan hidup
seseorang.Nyeri merupakan tanda dan gejala penting yang dapat menunjukkan telah
terjadinya gangguan fisiological, Menurut beberapa tokoh atau sumber:
 IASP 1979 (International for the Study of Pain)nyeri adalah”Suatu pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan,yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan
kerusakan jaringan”dari definisi tersebut dapat di simpulkan bahwa nyeri
bersifat subyektif dimana individu mempelajari apa itu nyeri,melalaui
pengalaman yang langsung berhubungan dengan luka (injuri),yang dimulai dari
awal masa kehidupannya.
 Sternbach (1968) mengatakan nyeri sebagai “konsep yang abstrak “ yang
merujuk pada sensasi pribadi tentang sakit,suatu stimulus berbahaya yang
menggambarkan akan terjadinya kerusakan jaringan,suatu pola respon untuk
melindungi organism dari bahaya.
 McCafferi (1979) mengatakan nyeri sebagai penjelasan pribadi tentang nyeri
ketika dia mengatakan tentang nyeri “apapun yang di katakan tentang nyeri dan
di manapun ketika dia mengatakan,hal itu ada.
 Tamsuri (2007) nyeri di definisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan eksistensinya di ketahui bila seseorang pernah mengalaminya.
Pada tahun 1999,the Veteran?s Health Administrasion mengeluarkan kebijakan
untuk memasukkan nyeri sebagai tanda vital ke lima,jadi perawat tidak hanya
mengkaji suhu tubuh,nadi,tekanan darah,dan respirasi tetapi juga harus mengkaji
tentang nyeri.
Saat ini telah di akui bahwa manajemen nyeri merupakan komponen penting dalam
perawatan pasien.
1. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya
kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan
emosional yang merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan.
(International Association for the Study of Pain).
2. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki
hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.
3. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama. Nyeri
kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan
dan sering sekali tidak diketahui penyebabnya yang pasti.
 
Ruang Lingkup.
Ruang lingkup pelayanan nyeri yaitu semua pasien dengan kondisi nyeri yang
membutuhkan pelayanan manajemen nyeri, pengobatan dan observasi nyeri. Pada
tahun 1986, The Nasional Institutes of Health Consensus Conference on Pain
mengkategorikan nyeri menjadi 2 tipe yaitu :
1. Nyeri Akut, merupakan hasil dari injuri acut,penyakit dan pembedahan. Nyeri
akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki
hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.
2. Nyeri Kronik :
 Non keganasan di hubungkan dengan kerusakan jaringan yang dalam masa
penyembuhan atau tidak progresif
 Keganasan adalah nyeri yang di hubungkan dengan kanker atau proses
penyakit lain yang progresif.
 Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama.
Nyeri kronik adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses
penyembuhan dan sering sekali tidak diketahui penyebab yang pasti
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis
 

Asesmen Nyeri.
1. Anamnesis.
a. Riwayat penyakit sekarang.
 Onset nyeri: akut atau kronik, traumatik atau non-traumatik. 
 Karakter dan derajat keparahan nyeri: nyeri tumpul, nyeri tajam, rasa terbakar,
tidak nyaman, kesemutan, neuralgia.
 Pola penjalaran / penyebaran nyeri.
 Durasi dan lokasi nyeri.
 Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, baal, kesemutan, mual/muntah,
atau gangguan keseimbangan / kontrol motorik.
 Faktor yang memperberat dan memperingan.
 Kronisitas.
 Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk respons terapi.
 Gangguan / kehilangan fungsi akibat nyeri / luka.
 Penggunaan alat bantu.
 Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktivitas hidup dasar
(activity of daily living).
 Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti adanya fraktur
yang tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat yang berhubungan dengan
sindrom kauda ekuina.

b. Riwayat pembedahan / penyakit dahulu.


c. Riwayat psiko-sosial.
 Riwayat konsumsi alkohol, merokok, atau narkotika.
 Identifikasi pengasuh / perawat utama (primer) pasien.
 Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yang berpotensi menimbulkan
eksaserbasi nyeri.
 Pembatasan /restriksi partisipasi pasien dalam aktivitas sosial yang berpotensi
menimbulkan stres. Pertimbangkan juga aktivitas penggantinya.
 Masalah psikiatri (misalnya depresi, cemas, ide ingin bunuh diri) dapat
menimbulkan pengaruh negatif terhadap motivasi dan kooperasi pasien dengan
program penanganan / manajemen nyeri ke depannya. Pada pasien dengan
Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan stres bagi pasien
/ keluarga.
d. Riwayat pekerjaan :

Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti mengangkat benda
berat, membungkuk atau memutar; merupakan pekerjaan tersering yang
berhubungan dengan nyeri punggung.
e. Obat-obatan dan alergi.
 Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi nyeri (suatu studi
menunjukkan bahwa 14% populasi di AS mengkonsumsi suplemen / herbal, dan
36% mengkonsumsi vitamin).
 Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum obat, durasi, efektifitas, dan
efek samping.
 Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan obat-obatan dengan
efek samping kognitif dan fisik.
f. Riwayat keluarga.
i. Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetik.
g. Asesmen sistem organ yang komprehensif
 Evaluasi gejala kardiovaskular, psikiatri, pulmoner, gastrointestinal, neurologi,
reumatologi, genitourinaria, endokrin, dan muskuloskeletal).
 Gejala konstitusional: penurunan berat badan, nyeri malam hari, keringat
malam, dan sebagainya.
 

2. Asesmen nyeri.
a. Asesmen nyeri dapat menggunakan Numeric Rating Scale.
1. Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang dapat
menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya.
2. Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan
dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.
    0      = tidak nyeri.
 1 – 3   = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari).
 4 – 6   = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari).
 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari).


 
b. Wong Baker FACES Pain Scale.
 Indikasi: Pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat
menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan asesmen. 
 Instruksi: pasien diminta untuk menunjuk / memilih gambar mana yang paling
sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri.
 0 – 1  = sangat bahagia karena tidak merasa nyeri sama sekali.
 2 – 3 = sedikit nyeri.
 4 – 5 = cukup nyeri.
 6 – 7 = lumayan nyeri.
 8 – 9 = sangat nyeri.
 10     = amat sangat nyeri (tak tertahankan).

c. Comfort scale.
 Indikasi: pasien bayi, anak, dan dewasa di ruang rawat intensif / kamar operasi /
ruang rawat inap yang tidak dapat dinilai menggunakan Numeric Rating Scale
atau Wong-Baker FACES Pain Scale.
 Instruksi: terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor 1-5, dengan
skor total antara 9 – 45.
• Kewaspadaan.
• Ketenangan.
• Distress pernapasan.
• Menangis.
• Pergerakan.
• Tonus otot.
• Tegangan wajah.
• Tekanan darah basal.
• Denyut jantung basal.
Tanggal / waktu

Kategori Skor        

1 – tidur pulas / nyenyak.


2 – tidur kurang nyenyak.
3 – gelisah.
4 – sadar sepenuhnya dan waspada.
Kewaspadaan 5 – hiper alert.        

1 – tenang.
2 – agak cemas.
3 – cemas.
4 – sangat cemas.
Ketenangan 5 – panik.        

1 – tidak ada respirasi spontan dan tidak


ada batuk.
2 – respirasi spontan dengan sedikit / tidak
ada respons terhadap ventilasi.
3 – kadang-kadang batuk atau terdapat
tahanan terhadap ventilasi.
4 – sering batuk, terdapat tahanan /
perlawanan terhadap ventilator.
Distress 5 – melawan secara aktif terhadap
pernapasan ventilator, batuk terus-menerus / tersedak        

1 – bernapas dengan tenang, tidak


menangis.
2 – terisak-isak.
3 – meraung.
4 – menangis.
Menangis 5 – berteriak        

1 – tidak ada pergerakan.


2 – kedang-kadang bergerak perlahan.
3 – sering bergerak perlahan.
4 – pergerakan aktif / gelisah.
5 – pergrakan aktif termasuk badan dan
Pergerakan kepala.        
1 – otot relaks sepenuhnya, tidak ada
tonus otot.
2 – penurunan tonus otot.
3 – tonus otot normal.
4 – peningkatan tonus otot dan fleksi jari
tangan dan kaki.
5 – kekakuan otot ekstrim dan fleksi jari
Tonus otot tangan dan kaki        

1 – otot wajah relaks sepenuhnya.


2 – tonus otot wajah normal, tidak terlihat
tegangan otot wajah yang nyata.
3 – tegangan beberapa otot wajah terlihat
nyata.
Tegangan 4 – tegangan hampir di seluruh otot wajah.
wajah 5 – seluruh otot wajah tegang, meringis        

1 – tekanan darah di bawah batas normal.


2 – tekanan darah berada di batas normal
secara konsisten.
3 – peningkatan tekanan darah sesekali ?
15% di atas batas normal (1-3 kali dalam
observasi selama 2 menit).
4 – seringnya peningkatan tekanan darah ?
15% di atas batas normal (>3 kali dalam
observasi selama 2 menit).
Tekanan darah 5 – peningkatan tekanan darah terus-
basal menerus ?15%        

1 – denyut jantung di bawah batas normal.


2 – denyut jantung berada di batas normal
secara konsisten.
3 – peningkatan denyut jantung sesekali ?
15% di atas batas normal (1-3 kali dalam
observasi selama 2 menit).
4 – seringnya peningkatan denyut
jantung ?15% di atas batas normal (>3 kali
dalam observasi selama 2 menit).
Denyut 5 – peningkatan denyut jantung terus-
jantung basal menerus ?15%        
  Skor total        

d. Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang,
asesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon berupa
ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri.
e. Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam
dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:
1. Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan pemeriksaan
fisik pada pasien.
2. Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri,
setiap empat jam (pada pasien yang sadar/ bangun), pasien yang menjalani
prosedur menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari
rumah sakit.
3. Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang
setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena
4. Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam setelah
pemberian obat nyeri.
f. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai
menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis medis atau
bedah yang baru (misalnya komplikasi pasca-pembedahan, nyeri neuropatik).
 

PAP 5. Pelayanan Menjelang Akhir Hayat

Kepada pasien yang akan meninggal dan keluarganya, dilakukan asesmen dan
asesmen ulang sesuai kebutuhan individual mereka
Asesmen dan asesmen ulang perlu dilaksanakan secara individual untuk memenuhi
kebutuhan pasien dan keluarga apabila pasien mendekati kematian. Asesmen dan asesmen
ulang, sesuai kondisi pasien, harus mengevaluasi :

a) Gejala seperti mau muntah dari kesulitan pernapasan


b) Faktor-faktor yang meningkatkan dan membangkitkan gejala fisik
c) Manajemen gejala saat ini dan hasil respon pasien
d) Orientasi spritual pasien dan keluarga dan kalau perlu keterlibatan kelompok
agama
e) Urusan dan kebutuhan spiritual pasien dan keluarga, seperti putus asa,
penderitaan, rasa bersalah atau pengampunan
f) Status psikososial pasien dan keluarga seperti hubungan keluarga, lingkungan
rumah yang memadai apabila diperlukan perawatan di rumah, cara mengatasi
dan reaksi pasien dan keluarga atas penyakit pasien
g) Kebutuhan dukungan atau kelonggaran pelayanan (respite services) bagi
pasien, keluarga dan pemberi pelayanan lain
h) Kebutuhan akan alternatif atau tingkat pelayanan lain
i) Faktor risiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi dan potensi
reaksi patologis atas kesedihan.
Asuhan pasien di akhir kehidupan yang diberikan rumah sakit :

a) pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan keinginan pasien dan
keluarga;
b) menyampaikan isu yang sensitif seperti autopsi dan donasi organ;
c) menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya;
d) mengikutsertakan pasien dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan;
e) memberi respon pada masalah-masalah psikologis, emosional, spiritual dan
budaya dari pasien dan keluarganya.
Untuk mencapai tujuan ini semua staf harus menyadari akan kebutuhan pasien yang unik
pada akhir hidupny. Rumah sakit mengevaluasi mutu asuhan akhir-kehidupan, berdasarkan
evaluasi (serta persepsi) keluarga dan staf, terhadap asuhan yang diberikan.

Rumah sakit perlu mengupayakan :


2. Semua staf harus diupayakan memahami kebutuhan pasien yang unik menjelang akhir
kehidupan.
3. Asuhan akhir kehidupan oleh rumah sakit mengutamakan kebutuhan pasien menjelang
akhir kehidupan dengan memperhatikan, sedikitnya termasuk elemen a) s/d e) tersebut
diatas.
4. Kualitas asuhan akhir kehidupan dievaluasi oleh staf dan keluarga pasien.
Rencana Pemulangan (discharge planning)
Asesmen awal termasuk menentukan kebutuhan rencana pemulangan pasien
(discharge) Kontinuitas pelayanan mempersyaratkan persiapan dan pertimbangan khusus
untuk beberapa pasien tertentu seperti rencana pemulangan pasien. Rumah sakit
mengembangkan mekanisme seperti daftar kriteria untuk mengidentifikasi pasien, yang
rencana pemulangannya kritis, antara lain karena umur, kesulitan mobilitas /gerak, kebutuhan
pelayanan medis dan keperawatan berkelanjutan atau bantuan dalam aktivitas hidup sehari-
hari. Karena perencanaan proses pemulangan pasien dapat membutuhkan waktu agak lama,
maka proses asesmen dan perencanaan dapat dimulai segera setelah pasien diterima sebagai
pasien rawat inap.

Anda mungkin juga menyukai