Anda di halaman 1dari 35

DAFTAR PERTANYAAN POKJA PAP (PELAYANAN DAN ASUHAN PASIEN)

NO PERTANYAAN
1 APA YANG DIMAKSUD DENGAN PELAYANAN ASUHAN PASIEN YANG
SERAGAM?
2 SEBUTKAN ELEMEN- ELEMEN YANG TERDAPAT DALAM ASUHAN PASIEN
TERINTEGRASI?
3 BAGAIMANA SPO PENGISIAN CPPT?
4 BAGAIMANA CARA PEMBERIAN INSTRUKSI MEDIS?(SPO)
5 APA SAJA YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MELAKUKAN TINDAKAN
KLINIK DAN DIAGNOSTIK?
6 APA YANG ANDA KETAHUI TENTANG KOMUNIKASI,
PEMBERIANINFORMASIDAN EDUKASI YANG EFEKTIF?
7 PELAYANAN APA SAJA YANG TERMASUK PADA PELAYANAN RISIKO
TINGGI?
8 APA YANG DIMAKSUD DENGAN EWS? BAGAIMANA CARA PENILAIANYA?
9 BAGAIMANA PROSEDUR RESUSITASI (BHD)?
10 SEBUTKAN SPO TRANSFUSI DARAH!
11 BAGAIMANA PERAWATAN PASIEN DENGAN KOMA?
12 SPO RUANG ISOLASI
13. BAGAIMANA PERAWATAN PASIEN DIALISIS?
14 APA YANG DIMAKSUD DENGAN RESTRAINT? DAN SEBUTKAN
INDIKASINYA?
15 PELAYANAN APA SAJA YANG TERMASUK PELAYANAN POPULASI
KHUSUS?
16 SPO PENYIAPAN, PENYIMPANAN, PENDISTRIBUSIAN, PENYAJIAN? (GIZI)
17 SEBUTKAN LANGKAH-LANGKAH ASUHAN TERAPI GIZI TERINTEGRASI!
(GIZI)
18 SEBUTKAN LANGKAH-LANGKAH STAF RUMAH SAKIT APABILA ADA
PASIEN MENGELUH NYERI!
19 SEBUTKAN SPO ASSESSMENT END OF LIFE!
20 APA YANG DILAKUKAN RS JIKA KELUARGA PASIEN
MENOLAK/MEMBERHENTIKAN TINDAKAN RESUSITASI (DNR)

JAWABAN PERTANYAAN POKJA PAP

PAP 1

APA YANG DIMAKSUD DENGAN PELAYANAN ASUHAN PASIEN YANG SERAGAM?

1. Pelayanan asuhan pasien yang seragam : asuhan yang menghormati dan responsif
terhadap pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan bahwa nilai-
nilai pasien menjadi panduan bagi semua keputusan klinis yang memadai, tidak
bergantung atas kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan.
Tidak membeda2kan atas dasar identitas sosial, budaya, agama, ras dsb, berlaku pd
semua instalasi & unit pemberi pelayanan kpd px.
Refleksinya:
a. Semua akses untuk asuhan & pengobatan sama, tdk tgntung sumber pembiayaan /
kemampuan px ut membayar
b. PPA memberi asuhan&pengobatan tdk t’gantung atas hari-hari tertentu/ waktu ttt.
c. Ketepatan mengenali kondisi px
d. Tingkat asuhan sama (misal: pelayanan anastesi)
e. Menerima asuhan keperawatan yg setingkat d slrh RS
f. Evaluasi hasil yg sama ut asuhan d slrh rs
g. Px penerima asuhan
h. Pelaksanaan asuhan pelayanan di unit & instalasi
i. Pemberi asuhan pelayanan
j. Tarif pelayanan

Asuhan pasien yg seragam terefleksi sbb:


a) Akses utk asuhan dan pengobatan, yg memadai, yg diberikan oleh
PPA yg kompeten tdk tergantung harinya setiap minggu atau waktunya
setiap hari (“3-24-7”).
b) Penggunaan alokasi sumber daya yg sama, a.l. staf klinis dan
pemeriksaan diagnostik, utk memenuhi kebutuhan pasien pada populasi
yg sama.
c) Pemberian asuhan yg diberikan kpd pasien, contoh pelayanan
anestesi, sama di semua unit pelayanan di RS.
d) Pasien dgn kebutuhan asuhan keperawatan yg sama menerima asuhan
keperawatan yg setara diseluruh RS
e) Penerapan dan penggunaan regulasi dan form dlm bidang klinis a.l.:
metode asesmen IAR (Informasi, Analisis, Rencana), form asesmen
awal-asesmen ulang, PPK, Alur Klinis terintegrasi, Pedoman Manajemen
Nyeri, regulasi utk berbagai tindakan seperti a.l. Water Sealed Drainage,
pemberian transfusi darah, biopsi ginjal, punksi lumbal dsb.
Asuhan pasien yg seragam menghasilkan penggunaan sumber daya secara
efisien dan memungkinkan membuat evaluasi hasil asuhan (outcome) utk
asuhan yg sama di seluruh RS.
 PPK  yg buat: msg2 disiplin ilmu

PAP 2

SEBUTKAN ELEMEN- ELEMEN YANG TERDAPAT DALAM ASUHAN PASIEN


TERINTEGRASI?

2. Elemen dalam asuhan pasien terintegrasi :


 Dpjp sebagai clinical leader
 Ppa – tim interdisiplin
 Case manager
 PPK Panduan Praktik Klinis
 Alur Klinis Terintegrasi
 Integrated clinical pathway
 Integrated discharge planning
 Asuhan gizi terintegrasi
 DPJP sebagai pimpinan klinis / ketua tim PPA (Clinical Team Leader)
 PPA bekerja sbg tim interdisiplin dgn kolaborasi interprofesional,
menggunakan Alur Klinis terintegrasi / Integrated Clinical Pathway,
Perencanaan Pemulangan Pasien terintegrasi / Integrated Discharge
Planning
 Manajer Pelayanan Pasien / Case Manager yg menjaga kesinambungan
pelayanan
 Keterlibatan dan pemberdayaan pasien & keluarga dlm asuhan bersama
PPA harus memastikan:
asuhan direncanakan utk memenuhi kebutuhan pasien yg unik,
berdasarkan asesmen
rencana asuhan diberikan kpd tiap pasien
respons pasien terhadap asuhan dimonitor
rencana asuhan dimodifikasi bila perlu, berdasarkan respons pasien.

a. Pemberi Asuhan :
 Mendengarkan, menghormati dan menghargai pandangan serta pilihan pasien dan
keluarga.
 Mengetahui nilai-nilai kepercayaan, latar belakang, kultural pasien dan keluarga
serta pandangan dan pilihan pasien / keluarga dimasukkan dalam rencana dan
pelaksanaan asuhan.
 Mengkomunikasikan dan member informasi secara lengkap dan jelas pada pasien
dan keluarga.
 Pasien dan keluarga menerima informasi tepat waktu, lengkap dan akurat dalam
rangka berpartisipasi secara efektif dalam asuhan dan pengambilan keputusan.
 Pasien dan keluarga didorong untuk berpartisipasi dan didukung dalam asuhan
dan pengambilan keputusan sesuai tingkat pilihannya.
 Pimpinan pelayanan kesehatan bekerja sama dengan pasien dan keluarga dalam
pengembangan, implementasi
b. Elemen yang mendukung pelayanan pasien terintegrasi adalah:
 Dokter Penanggung Jawab Pelayanan ( DPJP) sebagai pimpinan Klinis
 PPA interdisiplin.
 Case manager
 Panduan Praktik Klinis (PPK)
 Alur Klinis terintegrasi
 Discharge planning
 Asuhan gizi terintegrasi
c. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP),adalah seorang dokter sesuai dengan
kewenangan klinisnya terkait penyakit pasien, memberikan asuhan medis lengkap
kepada satu pasien dengan patologi atau penyakit , ketua Tim PPA berperan sebagai
penggerak integrasi asuhan yang berfungsi dalam :
 Merencanakan dan mengarahkan kerangka pokok asuhan
 Koordinasi asuhan pasien dengan seluruh Profesional Pemberi Asuhan (PPA).
 Kolaborasi semua PPA
 Mengulang rencana semua PPA lainnya, buat catatan atau notasi di CPPT
sehingga terlaksana asuhan pasien terintegrasi serta kontinuitas asuhannya
memenuhi kebutuhan pasiennya.
 Memberikan verifikasi dengan cara memberi paraf.
 Melakukan komunikasi dengan case manager agar terjaga kontinuitas
[pelayanan yang memenuhi kebutuhan pasien.
 Pasien dan keluarga di dorong dan di dukung untuk berpartisipasi dalam
asuhan pengambilan keputusan sesuai pilihan pasien / keluarga.
 Profesional Pemberi Asuhan (PPA) mendengarkan, menghormati, dan
menghargai pandangan serta pilihan pasien dan keluarga.
 Profesional Pemberi Asuhan (PPA), mengkomunikasikan dan berbagi
informasi secara lengkap dengan pasien dan keluarga.
 Pasien dan keluarga menerima informasi tepat waktu, lengkap dan akurat.
 Informasi dan edukasi diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien serta
dikonfirmasi apakah pasien dan keluarga sudah paham.
d. Manager Pelayanan Pasien (MPP / Case Manager)
 Menjaga kontiunitas pelayanan selama pasien masih dirawat.
 Skrinning pasien yang butuh manajemen pelayanan : resiko tinggi, biaya
tinggi, potensi komplain tinggi, penyakit kronis, pembiayaan dan kasus yang
kompleks.
 Melakukan asesmen, mengumpulkan informasi dan data klinis, psiko sosial,
sosial ekonomi.
 Kerja sama dengan DPJP dan PPA lain untuk asuhan selanjutnya serta bagian
administrasi.
 Adanya cara atau usaha dalam proses pemulangan pasien yang aman
e. Clinical Pathway Terintegrasi, digunakan sebagai pedoman dalam memberikan
asuhan klinis dan bermanfaat dalam upaya untuk memastikan adanya integrasi dan
koordinasi yang efektif dari pelayanan.
 Pelayanan terintegrasi dan berfokus pada pasien.
 Melibatkan semua profesional pemberi asuhan ( dokter, perawat / bidan,
farmasi, ahli gizi, fisioterapis).
 Mencatat semua kegiatan asuhan ( rekam medis )
f. Rencana pulang terintegrasi (integrated discharge palnning) merupakan komponen
dari sistem perawatan berkelanjutan, pengkajian dilakukan terhadap :
 Data pasien
 Saat melakukan pengkajian keluarga harus menjadi bagian dari unit
perawatan.
 Keluarga harus dilibatkan agar transisi perawatan dari rumah sakit ke rumah
dapat efektif.
 Pasien dan keluarga diinformasikan jenis obat dan manfaat masing-masing
obat, dosis, waktu pemberian serta efek samping yang mungkin timbul serta
upaya penangannya.
 Pasien dan keluarga harus menjaga keteraturan minum obat.
g. Asuhan gizi terintegrasi
Pasien yang pada asesmen berada pada resiko nutrisi akan mendapatkan terapi nutrisi
dari Dokter Penanggung Jawab Pasien ( DPJP) beserta para Profesional Pemberi
Asuhan ( Perawat, bidan, Ahli Gizi ), bekerja sama dalam hal merencanakan ,
memberikan dan memonitor terapi gizi. Respon pasien terhadap terapi gizi dicatat
dalam Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) dan didokumenkan dalam
rekam medis pasien.
h. Pelayanan Radiologi Imaging Terintegrasi
Adalah pelayanan untuk melakukan diagnosis dengan menggunakan radiasi pengion ,
meliputi X Ray, computed Tomograph Scan (CT Scan ), sedangkan radiasi non
pegion dengan pemeriksaan USG dan echo – Cardiogram
Seluruh pelayanan radiologi diagnostik imaging tersebut adalah pelayanan yang
terintegrasi berada dibawah instalasi radiologi.
i. Pelayanan Laboratorium terintegrasi
 Laboratorium Patologi Klinik
 Patologi anatomi
 Mikrobiologi
 Bank darah
j. Pelayanan anestesi hanya terdapat di Instalasi Bedah sentral
k. Integrasi PPI dan PMKP
Proses pengendalian dan pencegahan infeksi diintegrasikan dengan keseluruhan
program Rumah Sakit dalam Peningkatan mutu dan Keselamatan Pasien.

PAP 2

BAGAIMANA SPO PENGISIAN CPPT?

3. Lihat Spo CPPT


a. Semua proses asuhan pasien oleh PPA harus dicatat dlm berkas rekam medis px
secara runut, mulai dri asessment awal-resume pulang. Pencatatan mengikuti kaidah
POMR ( Problem Oriented Medical Record) dgn pola SOAP
P ; R/ diagnostik, R/ tindakan/terapi, R/ monitoring, R/ edukasi
GIZI Metode ADIME
(Assesmen, Diagnostik, Intervensi, Monitoring, Evaluasi) yaitu :
1. Assesmen gizi
Semua data yang berkaitan dengan pengambilan keputusan, antara lain riwayat
gizi, riwayat personil, hasil laboratorium, antropometri, hasil pemeriksaan fisik
klinik, diet oreder, dan perkiraan kebutuhan zat gizi. Yang dicatat hanya yang
berhubungan dengan masalah gizi saja.
2. Diagnosis Gizi
Pernyataan diagnosisi gizi dengan format PES. Pasien mungkin mempunyai
banyak diagnosisi gizi, lakukan kajian yang mendalam sehingga diagnosisi gizi
benar –benar berkaitan dan dapat dilakukan intervensi.

3. Intervensi Gizi
a. Rekomendasi diet atau rencana yang akan dilakukan sehubungan dengan
diagnosisi gizi.
b. Rekomendasi makanan / suplemen atau perubahan diet yang diberikan.
c. Edukasi gizi
d. Konseling gizi
e. Koordinasi asuhan gizi
4. Monitoring dan evaluasi gizi
a. Indicator yang akan di monitor untuk menentukan keberhasilan intervensi
b. Umumnya berdasarkan gejala dan tanda dari diagnosis gizi antara lain berat
badan, asupan, hasil laboratorium, dan gejala klinis yang berkaitan.

Monitoring :

Pada kunjungan ulang mengkaji :

 Asuhan total energy, presentasi asuhan karbohidrat, protein, lemak dari


total energi, dan asupan zat gizi terkait diagnosis gizi pasien.
 Riwayat diet dan perubahan BB / status gizi
 Biokimia : kadar gula darah, ureum, lipid darah, elektrolit, Hb.
 Kepatuhan terhadap anjuran gizi
 Memilih makanan dan pola makan.

Evaluasi :

- Dampak perilaku dan lingkungan terkait gizi yaitu tingkat pemahaman,


perilaku, akses, dan kemampuan yang mungkin mempunyai pengaruh
pada asupan makanan dan zat gizi.
- Dampak asuhan makanan dan zat gizi merupakan asuhan makanan dan
atau zat gizi dari berbagai sumber, misalnya : makanan, minuman,
suplemen, dan melalui rute oral, enteral, mapun parenteral.
- Dampak terhadap tanda dan gejala fisik yang terkait gizi.
- Pengukuran yang terkait dengan antropometri, biokimia dan parameter
pemeriksaan fisik / klinis.

Langkah2:
a. Melaksanakan skrining gizi

b. Melakukan assessment/pengkajian gizi pada pasien yang beresiko malnutrisi atau


kondisi khusus meliputi pengukuran antropometri, pencatatan hasil laboratorium, fisik
klinik, interpretasi data riwayat gizi dan riwayat personal.

c. Mengidentifikasi masalah/ diagnosa gizi berdasarkan hasil assessment dan menetapkan


prioritas diagnosa gizi.

d. Merancang intervensi gizi dengan menetapkan tujuan dan preskripsi diet yang lebih
terperinci untuk penetapan diet definitive serta merencanakan edukasi/ konseling.

e. Melakukan koordinasi dengan dokter terkait dengan kondisi pasien dan diet definitive.

f. Koordinasi dengan dokter, perawat, farmasi, dan tenaga lain dalam pelaksanaan
intervensi gizi.

g. Melakukan monitoring respon pasien terhadap intervensi gizi.

h. Melakukan evaluasi proses maupun dampak asuhan gizi.

i. Memberikan penyuluhan, motivasi, dan konseling gizi pada pasien dan keluarganya.

j. Mencatat dan melaporkan hasil asuhan gizi pada rekam medik pasien.

k. Melakukan assessment gizi ulang (reassessment) apabila tujuan belum tercapai.

l. Melaksanakan visite dengan atau tanpa dokter.

m. Berpartisipasi aktif dalam pertemuan atau diskusi dengan dokter, perawat, farmasi,
anggota tim asuhan gizi lain, pasien/ klien dan keluarganya, dalam rangka evaluasi
keberhasilan pelayanan asuhan gizi.

PAP 2

BAGAIMANA CARA PEMBERIAN INSTRUKSI MEDIS?(SPO)

4. Segala bentuk tindakan, pemberian obat- obatan yang diperintahkan oleh dokter yang
merawat pasien atau bila diperlukan oleh dokter jaga yang dituliskan dalam lembar
komunikasi dan catatan instruksi tersebut di cap dan harus diparaf konfirmasi oleh dpjp
pada keesokan harinya.
 Cara memberikan instruksi by phone:
Harus diterjemahkan dlm tulisan : dicatat di cppt, diricek dgn metode SBAR (ut
mengkoreksi, baca ulang, cara penulisan
Contoh perimintaan pemeriksaan Lab, Rotg
 Yg boleh memberi intruksi: DPJP
 Jika tdk di t4: dr jaga bangsal; menulis di cppt, blanko permintaan
 Ttd DPJP/dr.Jaga (tidak boleh a/n !!!)

PAP 2.3

5. APA SAJA YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MELAKUKAN TINDAKAN


KLINIK DAN DIAGNOSTIK?

5. - Staf yg meminta beserta alasan dilakukan tindakan, dicatat di rekam medis pasien
- Hasil dari tindakan dicatat di rekam medis pasien
- Pada pasien rawat jalan bila dilakukan tindakan diagnostik invasif/berisiko harus
dilakukan asesmen serta pencatatannya dlm rekam medis
CONTOH: Px di poli, setelah diperiksa hrs tindakan invasif di RJ dicatat di RM
- Siapa yg melakukan
- Apa yg dilakukan
- Tindak lanjut?
Untuk permintaan dari luar:
 Ct-Scan: alur masuk pendaftaran (buat RM)  di Ruang Radiologi dicatat
Tgl:
Jam:
Ambil foto di:
 Praktek luar; cek labor di RSI: alur masuk pendaftaran (buat RM)  di Ruang Lab
dicatat
Tgl: Tgl:
Jam: Jam:
Ambil Sampel: Kirim hasil sampel:

PAP 2.4

APA YANG ANDA KETAHUI TENTANG KOMUNIKASI, PEMBERIAN INFORMASI


DAN EDUKASI YANG EFEKTIF?

6. Adalah proses pemberian informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga terkait
dengan proses pemeriksaan,perawatan dan pengobatan.
Hasil asuhan dan pengobatan
Hasil asuhan dan pengobatan yang tidak diharapkan
 Ex: Insiden keselamatan RS; Nyaris cidera (salah obat)
Dibuat di general consent
Buktinya: di form edukasi & informasi (bahwa kita sudah menyampaikan)
Harus ada pedoman keselamatan px
PAP 3

PELAYANAN APA SAJA YANG TERMASUK PADA PELAYANAN RISIKO TINGGI?

7. Pelayanan Risiko tinggi :


 penanganan kasus emergensi;
 Pasien dengan life support atau dalam kondisi koma;
 Pasien dengan penyakit menular dan immunosuppressed;
 Pasien dialisis
 Pasien dengan restraint
 Pasien lanjut usia, mereka yang cacat, anak-anak dan populasi yang beresiko
diperlakukan kasar/ kejam, yg berisiko tindak kekerasan/ditelantarkan
 Pasien yang mendapat kemoterapi atau terapi lain yang beresiko tinggi
 Pasien dengan risiko bunuh diri

A. Pasien Gawat Darurat


Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam
nyawanya atau anggota badannya akan menjadi cacat) bila tidak dilakukan pertolongan
secepatnya. Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi 2 yaitu : Pengkajian
primer dan pengkajian sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan
dengan terlebih dahulu melakukan survey primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah
yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survey sekunder. Tahapan-
tahapan pengkajian primer meliputi :
a. Airway : Mengecek jalan nafas dan tujuan menjaga jalan nafas disertai dengan control
servical
b. Breathing : mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigen
adekuat.
c. Circulation : Mengecek sisitem sirkulasi disertai control perdarahan
d. Disability : Mengecek status neurologis
e. Exposure, environmental control : buka baju pasien tapi cegah hipotermia
Pengkajiam primer bertujuan mengetahui dengan segera kindisi yang mengancam nyawa
pasien. Pengkajian primer dilakukan secara sekuensial sesuai dengan prioritas. Tetapi
dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tempo waktu yang singkat (kurang
dari 10 detik). Difokuskan pada airway, breathing, circulation (A,B,C) karena kondisi
kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat
diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari
gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan okssigen dapat jatuh
dengan cepat kedalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera.
Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak
permanen, lebih dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian
primer pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.
PAP 3.1

APA YANG DIMAKSUD DENGAN EWS? BAGAIMANA CARA PENILAIANYA?

8. Ews adalah pengenalan dini kegawatdaruratan pasien rawat inap

Early Warning Score System ( EWSS ) adalah sistem skoring yang menggunakan tujuh
parameter fisiologis untuk mendeteksi terjadinya perburukan/ kegawatan kondisi pasien melalui
pengamatan yang sistematis terhadap semua perubahan fisiologi pasien. Pengamatan ini
merupakan pengamatan yang bisa dilakukan oleh perawat, dokter ataupun tenaga terlatih
lainnya. Parameter yang dinilai dalam EWSS meliputi :

 Keadaan umum,
 Pernapasan,
 Denyut nadi,
 Tekanan darah,
 Temperatur.
 Saturasi oksigen,
 Kesadaran (Glasgow Coma Scale / GCS),
Masing-masing parameter akan dikonversikan dalam bentuk angka, di mana makin tinggi
nilainya maka makin abnormal keadaan pasien sehingga menjadi indikasi untuk dilakukan
tindakan pertolongan sesegera mungkin.

Parameter Penilaian Early Warning Score System Untuk Dewasa

3 2 1 0 1 2 3

Frekuensi
Pernapasan <8 8 9-17 18-20 21-29 >30
x/menit
Frekuensi
Hearth Rate <40 40-50 51-100 101-110 111-129 >130
x/menit
Tekanan darah
Sistolik (mmHg) <70 71-80 81-100 101-159 160-199 200-220 >220
o
Suhu Tubuh ( C) 35.05- 36.05- 38.05-
0 0
<35 C 0 0 0 >38.5 C
36 C 38. C 38.5 C

Tingkat Alert/ Onset


Verbal/
Kesadaran Pain/Respon Compos Gelisah baru
Respon
Unrespon terhadap Mentis, atau gelisah
terhadap
nyeri sadar Bingung atau
suara
penuh bingung
GCS 15 14 9 - 13 ≤8
Parameter Penilaian Early Warning Score System Untuk Anak

Skor 0 1 2 3
PedEWSS

Aktivitas / Aktif bergerak Cenderung Gelisah / Mudah Letargi / bingung


perilaku murung/ diam/ menangis
tidak aktif Penurunan respon
bergerak nyeri

Jantung Warna kulit Warna kulit Warna kulit Warna kulit abu-abu
merah muda pucat sangat pucat /sianosis

Kapiler refill 1-2 Kapiler refill 3 Kapiler refill 4 Kapiler refil ≥ 5


detik detik detik detik.

Tekanan darah Denyut nadi 20 Denyut nadi 30 di


sistolik 10 di atas normal atas normal
mmHg di atas
atau di bawah Bradikardia
batas usia yang
sesuai

Pernafasan Dalam batas Pernafasan > 10 Pernafasan > 20 Pernafasan < 5


normal diatas normal diatas normal dibawah normal

Tidak ada Penggunaan Retraksi dada Retraksi sela iga


retraksi dada otot pernapasan
tambahan Merintih

 Hijau : pasien dalam kondisi stabil


 Kuning : pengkajian ulang harus dilakukan oleh perawat primer/ pj shift. Jika skor
pasien akurat maka perawat primer atau pp harus menentukan tindakan terhadap
kondisi pasien dan melakukan pengkajian ulang setiap 2 jam oleh perawat pelaksana.
Pastikan kondisi pasien tercatat di catatan perkembangan pasien
 Orange : pengkajian ulang harus dilakukan oleh perawat primer/ pj shift dan diketahui
oleh dokter jaga. Dokter jaga harus melaporkan ke dpjp dan memberikan instruksi
tatalaksana pada pasien tersebut. Perawat pelaksana harus memonitor tanda vital
setiap jam.
 Merah : aktifkan code blue, tmrc melakukantatalaksana kegawatan pada pasien, dokter
jaga dan dpjp diharuskan hadir disamping pasien dan berkolaborasi untuk menentukan
rencana perawatan pasien selanjutnya. Perawat pelaksana harus memonitor tanda vital
setiap jam

ALUR NEWSS

Cek dan Catat Parameter Fisiologis

Lakukan Skoring dengan EWS


Jumlahkan semua Skor dan Catat Kategori EWSS

Lakukan Tatalaksana sesuai Algoritme

Aktivasi EWS adalah mengikuti alur sebagai berikut :

1. Semua pasien yang memenuhi kriteria harus dilakukan pemeriksaan dan pencatatan EWSS oleh
perawat/bidan
2. Tentukan nilai skor EWSS berdasarkan hasil pemeriksaan parameter,
3. Jumlahkan skor dari seluruh parameter
4. Bila nilai skor EWSS adalah 0 – 1 / hijau ( ), maka pemantauan selanjutnya dilakukan setiap 8 jam,
lakukan manajemen nyeri, demam atau distres.
5. Bila nilai skor EWSS adalah 2 – 3 / kuning ( ), maka dilakukan pemantauan setiap 2 jam dan
dilakukan tindakan terhadap kondisi pasien, diskusikan dengan PJ shift.
6. Bilai nilai skor EWSS adalah 4 – 5 / orange ( ), pemantauan dilakukan minimal tiap jam, dan
diketahui oleh dokter jaga. Dokter jaga harus melaporkan ke DPJP dan memberikan instruksi
tatalaksana pada pasien tersebut.
7. Bila terdapat nilai SKOR EWSS >6 / merah ( ), pemantauan dilakukan setiap 15 menit. Aktifkan
code blue, lakukan tata laksana kegawatan pada pasien, dokter jaga dan Team code blue harus hadir
di tempat kejadian dalam 5 menit sejak dilakukan aktivasi/pemanggilan, untuk menentukan rencana
perawatan pasien selanjutnya
8. Team code blue harus melakukan pemeriksaan dan penanganan pasien dalam waktu 30 menit sejak
tiba di tempat kejadian,
9. Bila pasien tidak mengalami perbaikan dalam 30 menit sejak dilakukan penanganan oleh Team code
blue, maka Team code blue harus mengkonsultasikan kepada dokter spesialis yang terkait,
10. Dalam 30 menit setelah dilakukan konsultasi, maka harus sudah ada kepastian mengenai tindakan
selanjutnya terhadap pasien, termasuk di dalamnya adalah transfer pasien ke ruang rawat intensif
(HCU/ICU/ICCU) ataupun pembicaraan mengenai pengakhiran tindakan pertolongan.

ALGORITMA EWSS

NILAI EWSS / PedEWSS

0-1 2-3 4-5 ≥6

Pemantauan Pemantauan Pemantauan min tiap jam, Pemantauan


tiap 8 jam tiap 2 jam lapor dokter jaga tiap 15 menit

Membaik Membaik Membaik


Tidak
membaik

Nilai EWS ≥ 6

dan / atau Panggil dokter jaga dan Team


Code Blue
Membutuhkan
perhatian khusus

Dokter jaga dan Team Code Blue hadir


dalam 5 menit sejak dipanggil

Respon (+)
Cardiac arrest
Penanganan pasien dalam 30 menit sejak
team code blue datang

Respon (-)

Respon (+)

Algoritma Code Blue Lapor ke dokter spesialis,


penanganan dalam 30 menit

Respon (-)

Rawat HCU / ICU / ICCU

End of life discussion

PAP 3.2

BAGAIMANA PROSEDUR RESUSITASI (BHD)?

9. Prosedur BHD
1. Jika di dapatkan seseorang atau pasien dalam kondisi cardiac respiratory arrest maka
perawat (I) ruangan berperan dalam tahap pertolongan pertama yaitu :
 Segera melakukan penilaian dini kesadaran pasien
 Lakukan cek respon pasien dengan memanggil nama dan menepuk bahu.
 Meminta bantuan pertolongan kepada perawat lain ( II) atau petugas yang ditemui
di lokasi untuk mengaktifkan code blue.
 Pastikan lokasi aman bagi pasien dan penolong.
 Lakukan Resusitasi Jantung Paru sampai dengan tim code blue datang.
2. Perawat ke dua menghubungi pesawat telpon “ 202 “ untuk mengaktifkan code blue
dengan prosedur sebagai berikut :
 Perkenalkan diri
 Sampaikan informasi untuk mengaktifkan code blue.
 Sebutkan lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest dengan lengkap dan jelas,
yaitu ruangan mana….kamar nomor berapa….atau lokasi di area mana…….
 Waktu respon operator menerima telpon dari “ 202 “ adalah harus secepatnya di
terima kurang dari 3 kali deringan telpon.
 Operator mengumumkan bahwa ada cardiac respiratory arrest dengan cara :
 Bila terjadi di ruang rawat inap……maka sebutkan ruangan mana dan kamar
nomor berapa.
 Code blue….code blue…code blue…ruangan….kamar….
 Bila terjadi di lokasi di rawat jalan dan lingkungan rumah sakit maka sebutkan
lokasinya di mana.
 Code blue….code blue….code blue….,sebutkan lokasinya dimana.
3. Setelah tim code blue menerima informasi, mereka segera menghentikan tugasnya
masing-masing ,mengambil resusitasi kit dan menuju lokasi terjadinya cardiac
respiratory arrest . waktu respon dari aktivasi code blue sampai dengan tim code blue di
lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest adalah 5 menit.
4. Operator memberikan informasi bahwa tim code blue sudah menuju lokasi terjadinya
cardiac respiratory arrest.
5. Jika lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest adalah lokasi yang ramai atau banyak
manusianya
Maka petugas keamanan segera menuju lokasi terjadinya untuk mengamankan lokasi
tersebut
sehingga tim code blue dapat melaksanakan tugasnya dengan aman dan sesuai prosedur.
6. Bila tim code blue sudah sampai ke lokasi terjadi cardiac respiratory arrest
7. Tim code blue melakukan tugasnya sampai dengan diputuskan bahwa resusitasi
dihentikan oleh ketua tim code blue.
8. Untuk pelaksanaan code blue di instalasi rawat jalan dan lingkungan Rumah Sakit, tim
code blue memberikan bantuan hidup dasar kepada pasien kemudian segera ditransfer ke
Instalasi Gawat Darurat.
9. Ketua tim code blue memutuskan tindak lanjut pasca resusitasi yaitu :
 Jika resusitasi berhasil dan pasien stabil maka secepatnya dipindahkan ke
Instalasi Perawatan Intensif untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut jika
keluarga pasien setuju.
 Jika keluarga pasien tidak setuju atau instalasi perawatan intensif penuh maka
pasien di rujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas lebih baik.
 Jika keluarga pasien menolak dirujuk dan meminta di rawat di ruang perawatan
biasa, maka keluarga pasien menandatangani surat penolakan.
10. Jika resusitasi tidak berhasil dan pasien meninggal , maka lakukan koordinasi dengan
bidang kerohanian, kemudian pasien dipindahkan ke kamar jenazah.
11. Ketua tim code blue melakukan koordinasi dengan Dokter Penanggung Jawab Pasien
(DPJP).
12. Ketua tim code blue memberikan informasi dan edukasi kepada keluarga pasien.
13. Perawat ruangan mendokumentasikan semua kegiatan dalam rekam medis pasien dan
melakukan koordinasi dengan ruangan pasca resusitas
 Dokter berkoordinasi dengan perawat dalam hal :
 Mempertahankan kepatenan jalan nafas (Airway).
 Tekan dahi dan angkat dagu ( head till – chin lift) bila tidak ada
trauma.
 Mendorong rahang bawah (jaw thrust) bila ada trauma.
 Pemasangan oropharyngeal airway.
 Persiapan pemasangan Laringeal Mask Airway
 Bertanggung jawab terhadap keadekuatan pernafasan pasien (breathing)
 Memberikan bantuan pernafasan melalui Bag – valve – Mask
 Memberikan oksigen sesuai kebutuhan pasien.
 Bertanggung jawab terhadap sirkulasi (circulation).
 Memasang monitor EKG / Defibrilator.
 Memonitor tanda tanda vital
 Bertanggung jawab membawa resusitasi kit
 Bertanggung jawab dalam persiapan pemasangan defibrillator
 Bertanggung jawab dalam penggunaan obat – obat emergensi
 Bertanggung jawab terhadap penggunaan peralatan emergensi
termasuk defibrillator.
 Bertanggung jawab terhadap dokumentasi pasien.

PAP 3.3

SEBUTKAN SPO TRANSFUSI DARAH!

10. Lihat spo transfusi

PAP 3.4

11. Perawatan pasien koma


 Proteksi jalan nafas, adekuat oksigen dan ventilasi. Bila terjadi peningkatan tekanan
intra kranial/tik, berikut adalah penanganan pertamanya:
a. Elevasi kepala
b. Intubasi dan hiperventilasi
c. Sedasi jika terjadi agitasi yang berat
 Hidrasi intravena : gunakan normal saline pada pasien dengan edema cerebri atau
peningkatan tik.
 Nutrisi : lakukan pemberian nutrisi via enteral dengan ngt
 Kulit : hindari dicubitus dengan miring kanan dan kiri setiap 2 jam dan gunakan kasur
anti dicubitus.
 Mata : hindari abrasi cornea dengan penggunaan lubrikan atau salep mata dan tutup
mata dengan plester
 Perawatan bowel : hindari konstipasi dengan pelunak feaces
 Perawatan bladder : pemasangan kateter
 Mobilisasi joint : latihan pasif rom untuk menghindari kontraktur
Pasien yang menggunakan peralatan hidup dasar atau yang koma

Pasien stupor dan koma beresiko tinggi untuk terjadi aspirasi yang disebabkan karena
hilangnya reflek batuk dan muntah, hipoksia, endotrakeal tube (ETT) dengan intubasi
merupakan cara yang paling efektif untuk menjaga jalan nafas baik dan oksigen yang
adekuat. Bila pasien keadaan koma yang dalam atau adanya tanda gangguan respirasi lebih
baik dilakukan intubasi dengan pernafasan yang normal dapat kita berikan oksigen 100 %
dengan fraksi mask sampai hipoksia tidak kita temukan.

PAP 3.5

BAGAIMANA ASUHAN PASIEN DENGAN PENYAKIT MENULAR & IMUNOSUPERSI?

12. Lihat spo ruang isolasi


A. Pasien dengan penyakit menular dan mereka yang daya tahan tubuhnya menurun
1. Menerima pasien untuk perawatan terpisah
Adalah penting bahwa kondisi darurat penerimaan dan pasien potensial untuk perawatan
terpisah untuk dipisahklan dari penerimaan bedah elektif, untuk meminimalkan
kemungkinan penyebaran infeksi. Pada pasien masuk harus dinilai untuk faktor resiko
seperti diduga / infeksi dikonfirmasikan dan kehadiran multi resisten organisme misalnya
MRSA.
2. Indikasi perawatan terpisah
Untuk mengetahui apakanh pasien mengetahui indikasi masuk keruang perawatan
terpisah atau tidak, dengan prioritas yang harus diberikan kepada pasien yang dicurigai
atau dikonfirmasi :
Prioritas 1 :
A. Pasien dengan resiko tinggi menularkan penyakit ke orang lain : Tuberkulosis BTA
(+) dan tersangka TB, AIDS, varisela, dan herpes.
B. Pasien dengan daya tahan tubuh rendah (immunocompromental) yang mudah tertular
orang lain, malignasi hematologi (leukemia) dengan neutropemia, febrile
neutropenia, steven jhonsone.
C. Pasien dengan iritabilitas tinggi yang mudah terangsang dengan suasana lingkungan
terutama grade I-II.
Prioritas II
Pasien dengan penanganan khusus yang mengganggu kenyamanan pasien lain :
hematemesis malena, ketoasidosis diabeticum (KAD) /hyperglikemia hyperosmolar state
(HHS).

PAP 3.6

BAGAIMANA PERAWATAN PASIEN DIALISIS?

13.
1. Cuci darah diberikan kepada pasien yang diagnosa dokter dan berdasarkan hasil
pemeriksaan dokter diperlukan untuk tindakan cuci darah atau dialysis :
2. Prosedur pertam kali cuci darah harus membawa surat pengantar dokter,
membawa hasil pemeriksaan laboratorium.
3. Mengetahui protocol untuk cuci darah pasien tersebut
4. Untuk cuci darah selanjutnya sesuai jadwal yang ditentukan oleh dokter

PAP 3.7

APA YANG DIMAKSUD DENGAN RESTRAINT? DAN SEBUTKAN INDIKASINYA?

14. Restraint adalah suatu metode/cara pembatasan/restriksi yang disengaja terhadap


gerakan/perilaku seseorang. Dalam hal ini, ‘perilaku‘ yang dimaksudkan adalah tindakan
yang direncanakan, bukan suatu tindakan yang tidak disadari/tidak disengaja
Indikasi pasien yang membutuhkan tindakan restraint, yaitu :
- Pasien menunjukkan perilaku yang berisiko membahayakan dirinya sendiri dan atau
orang lain.
- Tahanan pemerintah (yang legal/sah secara hukum) yang dirawat di rumah sakit.
- Pasien yang membutuhkan tata laksana emergensi (segera) yang berhubungan dengan
kelangsungan hidup pasien.
- Restraint digunakan jika intervensi lainnya yang lebih tidak restriktif tidak
berhasil/tidak efektif untuk melindungi pasien, staf, atau orang lain dari ancaman
bahaya.aja/sebagai suatu refleks

PAP 3.8

PELAYANAN APA SAJA YANG TERMASUK PELAYANAN POPULASI KHUSUS?

15. - pelayanan pasien yang cacat adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien yang
mempunyai keterbatasan fisik atau mental selama dirawat di rumah sakit
- Pelayanan pada populasi pasien dengan resiko kekerasan adalah pelayanan yang
diberikan kepada populasi pasien yang mempunyai resiko mendapat kekerasan fisik,
yaitu bayi, anak-anak, orang cacat, usia lanjut dan pasien-pasien korban kekerasan
(korban pemerkosaan, korban pemukulan, tahanan, dll) selama dirawat di rumah sakit
- Pelayanan pasien pada usia lanjut adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien
yang berusia 65 tahun ke atas selama dirawat di rumah sakit

1. Tatalaksana perlindungan terhadap pasien usia lanjut dan gangguan kesadaran


a. Pasien rawat jalan
1. Pendampingan oleh petugas penerimaan pasien dan mengantarkan sampai
tempat periksa yang dituju denghan memakai alat bantu bila diperlukan
2. Perawat poli umum, spesialis, dan gigi wajib mendampingi pasien untuk
dilakukan pemeriksaan sampai selesai
b. Pasien rawat inap
1. Penempatan pasien dikamar rawat inap sedekat mungkin dengan kamar
perawat
2. Perawat memastikan dan memasang pangaman tempat tidur
3. Perawat memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan dapat
digunakan.
4. Meminta keluarga untuk menjaga pasien baik oleh keluarga atau pihak
yang ditunjuk dan dipercaya.

2. Tatalaksana perlindungan terhadap penderita cacat


a. Petugas penerima pasien melakukan proses penerimaan pasien penderita
cacat baik rawat jalan maupun rawat inap dan wajib membantu serta
menolong sesuai dengan kecacatan yang disandang sampai proses selesai
dilakukan.
b. Bila diperlukan perawat meminta pihak keluarga untuk menjaga pasien atau
pihak lain yang ditunjuk sesuai dengan kecacatan yang disandang.
c. Memastikan bel pasien mudah dijangkau oleh pasien dan memastikan pasien
dapat menggunakn bel tersebut.
d. Perawat memasang perlindungan dan memastikan pengaman tempat tidur
pasien.

3. Tatalaksana perlindungan kepada anak-anak


a. Ruang perinotologi harus dijaga minimal satu orang perawat atau bidan,
ruangan tidak boleh ditinggalkan tanpa ada perawat atau bidan yang menjaga.
b. Perawat meminta surat peryataan secara tertulis kepada orang tua apabila
akan dilakukan tindakan yang memerlukan pemaksaan.
c. Perawat memasang pengaman tempat tidur pasien.
d. Pemasangan CCTV di ruang perinotologi.
4. Tatalaksana perlindungan terhadap pasien berisiko disakiti (resiko penyiksaan,
napi, korban dan tersangka tindak pidana, korban kekerasan dalam rumah
tangga).
a. Pasien ditempatkan dikamar perawatan sedekat mungkin dengan kantor
perawat.
b. Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatat identitas
dikantor perawat, berikut dengan penjaga maupun pengunjung pasien lain
yang satu kamar perawatan dengan pasien yang beresiko.
c. Perawat berkoordinasi dengan satuan pengamanan untuk memantau lokasi
perawatan pasien, penjaga maupun pengunjung pasien.
d. Koordinasi dengan pihah berwajib bila diperlukan.

PAP 4

SPO PENYIAPAN, PENYIMPANAN, PENDISTRIBUSIAN, PENYAJIAN? (GIZI)

16. Lihat SPO Penyiapan, Penyimpanan, pendistribusian, Penyajian gizi

PAP 5

SEBUTKAN LANGKAH-LANGKAH ASUHAN TERAPI GIZI TERINTEGRASI! (GIZI)

17. Pasien pd asesmen awal di skrining utk risiko nutrisi. Pasien ini dikonsultasikan ke ahli
gizi utk dilakukan asesmen lebih lanjut. Jika ditemukan risiko nutrisi, dibuat rencana
terapi gizi dan dilaksanakan. Kemajuan keadaan pasien dimonitor dan dicatat di rekam
medis pasien. DPJP, perawat, ahli gizi, dan keluarga pasien bekerjasama dlm konteks
asuhan gizi terintegrasi

a. Pengkajian Gizi/ Nutrition Assesment


Semua data yang berkaitan dengan pengambilan keputusan (yang dicatat dan berhubungan
dengan gizi).
Pengkajian gizi dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu :
1) pengukuran antropometri,

2) data biokimia,

3) pemeriksaan fisik klinis,

4) anamnesis riwayat gizi,

5) riwayat personal.

1. Antropometri
Antropometri merupakan pengukuran fisik pada individu. Antropometri dapat dilakukan dengan
berbagai cara, antara lain :
a. Pengukuran tinggi badan (TB)
b. Berat badan (BB)
c. Panjang badan (PB)
d. Tinggi lutut (TL) apabila dalam kondisi tinggi badan tidak dapat diukur
e. Lingkar lengan atas (LILA)
f. Tebal lipatan kulit (skinfold)
g. Lingkar kepala
h. Lingkar dada
i. Lingkar pinggang
j. Lingkar pinggul
Penilaian status gizi dilakukan dengan membandingkan beberapa ukuran tersebut diatas,
misalnya Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu rasio BB menurut TB. Parameter antropometri yang
penting untuk melakukan evaluasi status gizi pada bayi, anak, dan remaja adalah pertumbuhan.
Pertumbuhan ini dapat diukur melalui pengukuran antropometri yaitu berat badan, panjang
badan, lingkar kepala, dan lainnya yang kemudian dibandingkan dengan standar.

2.Biokimia

Data biokimia merupakan hasil pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan yang berkaitan dengan
status gizi, status metabolik dan gambaran fungsi organ yang berpengaruh terhadap timbulnya
masalah gizi. Pengambilan kesimpulan dari data laboratorium yang terkait dengan masalah gizi
harus selaras dengan data assessment gizi lainnya, seperti riwayat gizi yang lengkap, termasuk
penggunaan suplemen, pemeriksaan fisik dan sebagainya. Disamping itu proses penyakit,
tindakan pengobatan, prosedur dan status hidrasi (cairan) dapat mempengaruhi perubahan
kimiawi, sehingga hal tersebut perlu dipertimbangkan.

3. Pemeriksaan Fisik/Klinis

Pemeriksaan fisik klinis dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis yang berkaitan
dengan gangguan gizi. Pemeriksaan fisik terkait dengan masalah gizi merupakan kombinasi dari
tanda – tanda vital dan antropometri yang dikumpulkan dari catatan medik pasien.

4. Anamnesis Riwayat Gizi

Anamnesis riwayat gizi merupakan data meliputi asupan makanan termasuk komposisi, pola
makan, diet, dan data lain yang terkait. Anamnesis riwayat gizi dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran kebiasaan makan pasien.
Sedangkan cara kuantitatif digunakan untuk mendapatkan gambaran asupan zat gizi melalui
food recall selama 24 jam. Kemudian dilakukan analisis zat gizi yang merujuk pada DKBM.
5. Riwayat Personal

Data riwayat personal meliputi 4 area yaitu riwayat obat – obatan atau suplemen yang
dikonsumsi; sosial budaya; riwayat penyakit pasien dan data umum pasien.

b. Diagnosis Gizi/ Nutrition Diagnosis


Diagnosis gizi merupakan langkah mencari pola dan hubungan antara data yang terkumpul
dan kemungkinan penyebabnya. Kemudian memilih masalah gizi yang spesifik dan
menentukan masalah gizi secara singkat dan jelas menggunakan terminologi sesuai dengan
standart rumah sakit. Pernyataan diagnosis gizi menggunakan PES (Problem Etiologi Sign
Symptom). Diagnosis gizi dikelompokkan menjadi tiga domain yaitu NI (Domain Intake),
NC (Domain Klinis), dan NB (Domain Prilaku/lingkungan).
c. Intervensi Gizi/ Nutrition Intervention
Intervensi gizi yang dilakukan meliputi :

1. Perencanaan Intervensi

Intervensi gizi dibuat merujuk pada diagnosis gizi yang ditegakkan. Menetapkan tujuan
dan prioritas intervensi berdasarkan masalah gizinya, penyebab, gejala dan tanda,
kemudian tentukan pula jadwal frekuensi asuhan. Perencanaan intervensi meliputi,
penetapan tujuan intervensi dan preskripsi diet. Preskripsi diet secara singkat
menggambarkan rekomendasi mengenai kebutuhan energi dan zat gizi, jenis diet,
modifikasi diet, jadwal pemberian diet, dan jalur makanan atau pemberian makan.

2. Implementasi Intervensi

Bagian kegiatan intervensi gizi dimana dietisien melaksanakan dan mengkomunikasikan


rencana asuhan kepada pasien dan tenaga kesehatan lain yang terkait. Suatu intervensi
gizi harus menggambarkan dengan jelas apa, dimana, kapan, dan bagaimana intervensi
itu dilakukan. Kegiatan ini juga termasuk pengumpulan data kembali, agar dapat
menunjukkan respon pasien dan perlu atau tidaknya modifikasi intervensi gizi.

d. Monitoring Evaluasi/ Nutrition Monitoring and Evaluation

Kegiatan monitoring dan evaluasi gizi yang dilakukan untuk mengetahui respon pasien/klien
terhadap intervensi dan tingkat keberhasilannya.
Tiga langkah monitoring dan evaliasi gizi :
1. Monitor perkembangan yaitu kegiatan mengamati kondisi klien/ pasien yang bertujuan
untuk melihat hasil yang terjadi apakah sesuai dengan yang diharapkan.
2. Mengukur hasil kegiatan, yaitu mengukur perkembangan atau pertumbuhan yang
terjadi sebagai respon terhadap intervensi gizi. Parameter yang harus diukur adalah
berdasarkan tanda dan gejala dari diagnosisis gizi.
3. Evaluasi hasil
Berdasarkan tahapan diatas, didapatkan 4 jenis hasil :

a. Dampak perilaku dan lingkungan terkait gizi yaitu tingkat pemahaman, perilaku, akses,
dan kemampuan yang mungkin mempunyai pengaruh pada asupan makan dan zat gizi.
b. Dampak asupan makanan dan zat gizi dari berbagai sumber
c. Dampak terhadap tanda dan gejala fisik yang terkait dengan gizi yaitu, pengukuran yang
terkait dengan antropometri, biokimia, dan parameter pemeriksaan fisik/klinis.
d. Dampak pada pasien/klien terhadap intervensi gizi yang diberikan pada kualitas
hidupnya.

PAP 6

SEBUTKAN LANGKAH-LANGKAH STAF RUMAH SAKIT APABILA ADA PASIEN


MENGELUH NYERI!

18. Tatalaksana Pasien Nyeri


Melakukan assasmen nyeri dengan :
a) CRIES Scale untuk pasien anak berusia 0 – 2 bulan
b) FLACC( Face,Leg,Activity,Cry,Consolability ) Scale untuk pasien anak berusia < 7
tahun
c) VAS ( Visual Analog Scale ) untuk pasien berusia lebih dari 7 tahun
d) CCPOT ( Critical Care Pain Observation Tool ) untuk pasien dengan ventilator atau
sedasi

 Pada nyeri ringan skor 1-3, pasien dapat dilakukan terapi non farmakologik yang
meliputi distraksi dan relaksasi, ataupun fisioterapi. Jika dibutuhkan dapat
ditambahkan terapi farmakologik. Terapi farmakologik disesuaikan dengan ringan
sampai beratnya nyeri, dengan mengikuti Three Step Ladder Analgetic.
 Pada pasien dengan nyeri akut dan berat (skor 7-10) digolongkan pasien emergency
yang membutuhkan pertolongan segera (ESI 2). Nyeri akut dan berat dengan nilai
VAS 7-10 sebaiknya langsung diberikan obat-obatan yang kuat dengan dosis
optimal, dapat memakai tramadol injeksi atau OAINS injeksi yang cukup poten
seperti ketorolak injeksi, natrium diklofenak injeksi, ketoprofen injeksi,
meloksikam injeksi, dynastat injeksi, dan sebagainya jika masih nyeri dapat
menggunakan golongan narkotika.
 Pada prinsipnya, pengobatan nyeri akut dan berat sebaiknya diberikan obat yang
paling poten dulu. Bila intensitas nyerinya sudah menurun, dosis obat diturunkan
seperti menuruni anak tangga
 Obat pilihan untuk nyeri kronik dan intensitas nyeri tinggi atau nyeri berat adalah
morfin. Sebaiknya pemberian secara peroral bila pasien masih dapat menelan.
Dosisnya antara 10-100 mg tergantung intensitas nyeri. Makin tinggi dosis obat,
makin tinggi efek analgetiknya. Pada umumnya pemberian around the clock lebih
menguntungkan daripada pemberian as needed (Tollison, 1998).
 Terapi Farmakologi Nyeri Kronik karena Keganasan (Chronic Malignant Pain).
Ikuti Three Step Analgesic Ladder
1. Langkah pertama
Aspirin, asetaminofen atau OAINS dikombinasikan dengan obat-obatan ajuvan
analgesik.
2. Langka kedua
 Bila langkah pertama kurang efektif, maka obat pada langkah pertama
diteruskan ditambah dengan narkotik oral dan ajuvan analgesik
 Narkotik pilihan adalah Codein. Bisa dikombinasikan dengan aspirin,
asetaminofen atau OAINS.
3. Langkah ketiga
Langkah ketiga diambil bila langkah kedua kurang efektif. Obat-obatan
dilangkah kedua dihentikan, obat dilangkah pertama diteruskan, ditambah grup
narkotika yang lebih poten. Obat pilihan adalah morfin dengan dosis dapat
dinaikan tanpa batas, sementara diawasi respirasi, mental status dan
kesiagaan.(Catatan: pada penderita kanker dengan fase terminal, pemberian
morfin dosis tinggi dapat menyebabkan komunikasi terganggu, maka dapat
diberikan stimulan, misalnya methylphenidate, (Ritalin).

MANAJEMEN NYERI
Penatalaksanaan nyeri :
a. Nyeri ringan : penatalaksanaan dilakukan oleh perawat/bidan dengan melakukan
implementasi non farmakologi berupa :
 Kompres hangat/ dingin
 Latihan relaksasi/ lakukan reposisi
 Distraksi / pengalihan perhatian
 Edukasi pada pasien dan keluarga tentang nyeri
b. Nyeri sedang : penatalaksanaan dilakukan oleh DPJP dengan memberikan pengobatan
golongan non opioid
c. Nyeri berat : penatalaksanaan dilakukan oleh tim nyeri yang diketuai oleh dr anasthesi
dengan memberikan pengobatan jenis opioid

MANAJEMEN NYERI AKUT


Algoritma Asesmen Nyeri Akut

Pasien mengeluh nyeri

Anamnesis dan
pemeriksaan fisik

Asesmen nyeri

Apakah etiologi nyeri Prioritas utama: identifikasi


bersifat reversibel? dan atasi etiologi nyeri
ya

tidak

Apakah nyeri berlangsung > 6 ya


minggu?

tidak

Tentukan mekanisme nyeri (pasien


dapat mengalami > 1 jenis nyeri)

Nyeri somatic Nyeri viseral Nyeri neuropatik

Nyeri bersifat tajam, menusuk, Nyeri bersifat difus, seperti Nyeri bersifat menjalar, rasa
terlokalisir, seperti ditikam ditekan benda berat, nyeri terbakar, kesemutan, tidak
tumpul spesifik.
Algoritma Manajemen Nyeri Akut

Nyeri somatic Nyeri viseral Nyeri neuropatik


 Parasetamol  Kortikosteroid  Antikonvulsan
 Cold packs  Anestesi lokal intraspinal  Kortikosteroid
 Kortikosteroid  OAINS  Blok neuron
 Anestesi lokal (topical / infiltrasi)  Opioid  OAINS
 OAINS  Opioid
 Opioid  Antidepresan trisiklik
 Stimulasi taktil (amitriptilin)

Pilih alternatif terapi


yang lainnya
Pencegahan

tidak
 Edukasi pasien
 Lihat manajemen ya
 Terapi farmakologi
nyeri kronik.  Konsultasi (jika perlu)
 Pertimbangkan Apakah nyeri >  Prosedur pembedahan
untuk merujuk ke 6 minggu?  Non-farmakologi
spesialis yang
sesuai
ya
tidak
Kembali ke kotak
Mekanisme Analgesik adekuat?
‘tentukan
tidak nyeri sesuai?
mekanisme nyeri’
ya

ya
Efek samping Manajemen
pengobatan? efek samping

tidak

Follow-up /
nilai ulang
MANAJEMEN NYERI KRONIK
Algoritma Asesmen Nyeri Kronik

Pasien mengeluh nyeri

Asesmen nyeri

 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik  Pasien dapat mengalami jenis
 Pemeriksaan fungsi nyeri dan faktor yang
mempengaruhi yang beragam
Tentukan mekanisme nyeri

Nyeri neuropatik Nyeri otot Nyeri inflamasi Nyeri mekanis/kompresi

 Perifer (sindrom nyeri Nyeri miofasial  Artropati inflamasi  Nyeri punggung bawah
regional kompleks, neuropati (rematoid artritis)  Nyeri leher
HIV, gangguan metabolik)  Infeksi  Nyeri musculoskeletal
 Sentral (Parkinson, multiple  Nyeri pasca-oparasi (bahu, siku)
sclerosis, mielopati, nyeri  Cedera jaringan  Nyeri viseral
pasca-stroke, sindrom
fibromyalgia)

tidak
Apakah nyeri kronik? Pantau dan observasi

ya

ya Atasi etiologi nyeri sesuai


Apakah etiologinya dapat
dikoreksi / diatasi? indikasi

tidak

Asesmen lainnya

 Masalah pekerjaan dan disabilitas


 Asesmen psikologi dan spiritual
 Faktor yang mempengaruhi dan
hambatan

Algoritma Manajemen Nyeri Kronik


MANAJEMEN NYERI PADA PEDIATRIK
Algoritma Manajemen Nyeri Mendasar Pada Pediatrik

1. Asesmen nyeri pada anak

 Nilai karakteristik nyeri


 Lakukan pemeriksaan medis dan penunjang yang sesuai
 Evaluasi kemungkinan adanya keterlibatan mekanisme nosiseptif dan
neuropatik
 Kajilah faktor yang mempengaruhi nyeri pada anak

2. Diagnosis penyebab primer dan sekunder

 Komponen nosiseptif dan neuropatik yang ada saat ini


 Kumpulkan gejala-gejala fisik yang ada
 Pikirkan faktor emosional, kognitif, dan perilaku

3. Pilih terapi yang sesuai

Obat Non-obat

 Analgesik  Kognitif
 Analgesik adjuvant  Fisik
 anestesi  perilaku

4. Implementasi rencana manajemen nyeri

 Berikan umpan balik mengenai penyebab dan faktor yang mempengaruhi nyeri kepada orang tua (dan anak)
 Berikan rencana manajemen yang rasional dan terintegrasi
 Asesmen ulang nyeri pada anak secara rutin
 Evaluasi efektifitas rencana manajemen nyeri
 Revisi rencana jika diperlukan
Berikan umpan balik mengenai penyebab dan faktor yang mempengaruhi nyeri kepada orang
tua (dan anak)
 Berikan rencana manajemen yang rasional dan terintegrasi
 Asesmen ulang nyeri pada anak secara rutin
 Evaluasi efektifitas rencana manajemen nyeri
Berikut adalah tabel obat-obatan non-opioid yang sering digunakan untuk anak
Obat-obatan non-opioid
Obat Dosis Keterangan
Parasetamol 10-15mg/kgBB oral, setiap Efek antiinflamasi kecil, efek gastrointestinal
4-6 jam dan hematologi minimal
Ibuprofen 5-10mg/kgBB oral, setiap Efek antiinflamasi. Hati-hati pada pasien
6-8 jam dengan gangguan hepar/renal, riwayat
perdarahan gastrointestinal atau hipertensi.
Diklofenak 1mg/kgBB oral, setiap 8- Efek antiinflamasi. Efek samping sama
12 jam dengan ibuprofen dan naproksen. Dosis
maksimal 50mg/kali.

i. Terapi alternatif / tambahan:


1) Konseling
2) Herbal

TERAPI NON-OBAT
a. Terapi kognitif: merupakan terapi yang paling bermanfaat dan memiliki efek yang besar
dalam manajemen nyeri non-obat untuk anak
b. Distraksi terhadap nyeri dengan mengalihkan atensi ke hal lain seperti music, cahaya,
warna, mainan, permen, computer, permainan, film, dan sebagainya.
c. Terapi perilaku bertujuan untuk mengurangi perilaku yang dapat meningkatkan nyeri dan
meningkatkan perilaku yang dapat menurunkan nyeri.
d. Terapi relaksasi: dapat berupa mengepalkan dan mengendurkan jari tangan, menggerakkan
kaki sesuai irama, menarik napas dalam, PIJAT

Terapi non-obat
Kognitif Perilaku Fisik
 Informasi  latihan  pijat
 Pilihan dan control  terapi relaksasi  stimulasi termal
 Distraksi  umpan balik positif 
 Hypnosis  modifikasi gaya hidup / perilaku

PAP 7

SEBUTKAN SPO ASSESSMENT END OF LIFE!

19. SPO assessment end of life

Perawat dapat berbagi penderitaan pasien menjelang ajal dan mengintervensi


dengan melakukan asesmen yang tepat sebagai berikut:

a. Asesmen tingkat pemahaman pasien &/ keluarga :

1) Closed Awareness: pasien dan atau keluarga percaya bahwapasien akan


segera sembuh.
2) Mutual Pretense: keluarga mengetahui kondisi terminal pasiendan tidak
membicarakannya lagi, Kadang-kadang keluarga menghindari percakapan
tentang kematian demi menghindarkan dari tekanan.
3) Open Awareness: keluarga telah mengetahui tentang proseskematian dan
tidak merasa keberatan untuk memperbincangkannya walaupun terasa sulit
dan sakit. Kesadaran ini membuat keluarga mendapatkan kesempatan untuk
menyelesaikan masalah - masalah, bahkan dapat berpartisipasi dalam
merencanakan pemakaman. Pada tahapan ini, perawat atau dokter dapat
menyampaikan isu yang sensitif bagi keluarga seperti autopsi atau donasi
organ.
b. Asesmen faktor fisik pasien

Pada kondisi terminal atau menjelang ajal, pasien dihadapkan pada berbagai
masalah menurunnya fisik, perawat harus mampu mengenali perubahan fisik
yang terjadi pada pasien terminal meliputi:

1) Pernapasan (breath)

a) Apakah teratur atau tidak teratur,

b) Apakah ada suara napas tambahan seperti ronki, wheezing,stridor,


crackles, dll,

c) Apakah terjadi sesak napas

d) Apakah ada batuk, bila ada apakah produktif atau tidak

e) Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah, warna, bau dan jenisnya
Apakah memakai ventilasi mekanik (ventilator) atau tidak

2) Kardiovaskuler (blood)

a) Bagaimana irama jantung, apakah reguler atau ireguler


b) Bagaimana akral, apakah hangat, kering, merah, dingin, basah dan pucat
c) Bagaimana pulsasi, apakah sangat kuat, kuat teraba, lemah teraba, hilang
timbul atau tidak teraba
d) Apakah ada pendarahan atau tidak, bila ada domana lokasinya
e) Apakah ada CVC atau tidak, bila ada berapa ukurannya dalam CmH2O.
f) Berapa tensi dan MAP dalam ukuran mmHg,

g) Lain - lain bila ada

3) Persyarafan (brain)

a) Bagaimana ukuran GCS total untuk mata, verbal, motorik dan kesadaran
pasien
b) Berapa ukuran ICP dalam CmH2O

c) Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah proyektil
d) Bagaimana konjungtiva, apakah anemis atau kemerahan

e) Lain-lain bila ada

4) Perkemihan (blader)

a) Bagaimana area genital, apakah bersih atau kotor

b) Berapa jumlah cairan masuk dalam hitungan cc/ hari

c) Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau dengan bantuan
dower kateter
d) Bagaimana produksi urin, berapa jumlah cc / jam, bagaimana warnanya,
bagaimana baunya
5) Pencernaan (bowel)

a) Bagaimana nafsu makan, apakah baik atau menurun

b) Bagaimana porsi makan, habis atau tidak

c) Minum berapa cc/hari, dengan jenis cairan apa

d) Apakah mulut bersih, kotor dan berbau

e) Apakah ada mual atau muntah

f) Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau tidak, bagaimana
konsistensi,warna dan bau dari feses
6) Muskuloskeletal / intergumen

a) Bagaimana kemampuan pergerakan sendi, bebas, atau terbatas


b) Bagaimana warna kulit, apakah ikterus, sianotik, kemerahan, pucat atau
hiperpigmentasi
c) Apakah ada odema atau tidak, bila ada dimana lokasinya

d) Apakah ada dekubitus atau tidak, bila ada dimana lokasinya

e) Apakah ada luka atau tidak bila ada dimana lokasinya dan apa jenis
lukanya
f) Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya
g) Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya dan apa jenis
frakturnya
h) Apakah ada jalur infus atau tidak bila ada dimana lokasinya

c. Asesmen tingkat nyeri pasien

Lakukan assesmen rasa nyeri pasien.Bila nyeri sangat mengganggu, maka segera
lakukan manajemen nyeri yang memadai.

d. Asesmen faktor kulturopsikososial

1) Tahap Denial :Asesmen pengetahuan pasien, kecemasanpasien dan


penerimaan pasien terhadap penyakit, pengobatan dan hasilnya.
2) Tahap Anger:pasien menyalahkan semua orang, emosi tidakterkendali,
komunikasi ada dan tiada, orientasi pada diri sendiri.
3) Tahapan Bargaining:pasien mulai menerima keadaan danberusaha untuk
mengulur waktu, rasa marah sudah berkurang.
4) Tahapan Depresi:Asesmen potensial bunuh diri, gunakankalimat terbuka
untuk mendapatkan data dari pasien
5) Tahapan Acceptance:Asesmen keinginan pasien
untukistirahat/menyendiri.

e. Asesmen faktor spiritual

Asesmen kebutuhan pasien akan bimbingan rohani atau seseorang yang dapat
membantu kebutuhan spiritualnya, biasanya pada saat pasien sedang berada
di tahapan bargaining.

1) Intervensi keperawatan

a) Pertahankan kebersihan tubuh, pakaian dan tempat tidur pasien


b) Atur posisi tidur yang nyaman untuk pasien

c) Lakukan “suction” bila terjadi penumpukan secret pada jalan nafas


d) Berikan nutrisi dan cairan yang adekuat

e) Lakukan perawatan mata agar tidak terjadi kekeringan/ infeksi kornea


f) Lakukan oral hygiene

g) Lakukan reposisi tidur setiap 2 jam sekali dan lakukan masase pada
daerah penonjolan tulang dengan menggunakan minyak kayu putih
untuk mencegah dekubitus
h) Lakukan manajemen nyeri yang memadai

i) Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan mengajak pasien berdoa


k) Tunjukkan perhatian dan empati serta dukungan kepada keluarga yang
berduka
l) Ajak keluarga untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
terhadap asuhan pasien, seperti penghentian bantuan hidup

32
(withdrawing life support) atau penundaan bantuan hidup (withholding
life support).

2) Aspek Medis

2.1 Intervensi Medis


Ketika pasien mengalami cedera berat atau sakit yang serius, maka
beberapa intervensi medis dapat memperpanjang hidup pasien,
sebagai berikut:

a. Tindakan Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO)


Pemberian bantuan hidup dasar dan lanjut kepada pasien yang
mengalami henti napas atau henti jantung. RJPO diindikasikan
untuk pasien yang tidak bernapas dan tidak menunjukan tanda-
tanda sirkulasi, dan tanpa instruksi DNR di rekam medisnya.
b. Pemakaian Alat Ventilasi Mekanik (Ventilator)
Pemakaian ventilator, ditujukan untuk keadaan tertentu karena
penyakit yang berpotensi atau menyebabkan gagal napas.
c. Pemberian Nutrisi
1) Feeding Tube, Seringkali pasien sakit terminaltidak bisa
mendapatkan makanan lewat mulut langsung, sehingga perlu
dilakuan pemasangan feeding tube untuk memenuhi nutrisi
pasien tersebut
2) Parenteral Nutrition, adalah sebuah upaya untukmengirim
nutrisi secara langsung ke dalam pembuluh darah, yang
berguna untuk menjaga kebutuhan nutrisi pasien.

d. Tindakan Dialisis

Tindakan dialisis diberikan pada pasien terminal yang mengalami


penurunan fungsi ginjal, baik yang akut maupun yang kronik
dengan LFG < 15 mL/menit. Pada keadaan ini fungsi ginjal sudah
sangat menurun sehingga terjadi akumulasi toksin dalam tubuh
yang disebut sebagai uremia.

33
e. Pemberian Antibiotik

Pasien terminal, memiliki risiko infeksi berat 5-10 kali lebih tinggi
dibandingkan pasien lainnya.Infeksi berat ini paling sering
ditemukan pada saluran pernapasan, saluran kemih, peredaran
darah, atau daerah trauma/operasi.Infeksi tersebut menyebabkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas, pemanjangan masa
perawatan, dan pembengkakan biaya perawatan. Penyebab
meningkatnya risiko infeksi ini bersifat multifaktorial, meliputi
penurunan fungsi imun, gangguan fungsi barrier usus, penggunaan
antibiotik

spektrum luas, katekolamin, penggunaan preparat darah, atau dari


alat kesehatan yang digunakan (seperti ventilator).

Pasien menderita penyakit terminal dengan prognose yang buruk


hendaknya diinformasikan lebih dini untuk menolak atau menerima
bila dilakukan resusitasi maupun ventilator.

PAP 7

APA YANG DILAKUKAN RS JIKA KELUARGA PASIEN


MENOLAK/MEMBERHENTIKAN TINDAKAN RESUSITASI (DNR)

20. – Rumah sakit menghormati hak pasien untuk menolak pelayanan


- Keputusan untuk tidak melakukan RJP harus dicatat dalam rekam medis pasien
dan di formulir DNR. Formulir DNR harus diisi dengan lengkap dan disimpan
dalam rekam medis
- Alasan diputuskannya tindakan DNR dan keluarga yang terlibat dalam
pengambilan keputusan harus dicatat di rekam medis pasien dan formulir DNR
yang dilengkap dengan tanda tangan serta nama jelas keluarga. Keputusan harus
dikomunikasikan kepada semua orang yang terlibat dalam aspek perawatan
pasien.
Prosedur yang direkomendasikan :
1. Meminta informed consent dari pasien atau walinya,
2. Mengisi formulir DNR. Tempatkan copy atau salinan pada rekam medis pasien dan
serahkan juga salinan pada pasien atau keluarga,
34
3. Menginstruksikan pasien atau cargiver memasang formulir DNR ditempat-tempat
yang mudah dilihat
4. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang DNR dipergelangan tangan atau kaki
(jika memungkinkan),
5. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya. Revisi bila ada
perubahan keputusan yang terjadi dan catat dalam rekam medis. Bila keputusan DNR
dibatalkan, catat tanggal terjadinya dan gelang DNR dimusnahkan, perintah DNR harus
mencakup hal-hal dibawah ini :
a. Diagnosis
b. Alasan DNR
c. Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
d. Dokumentasi bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa
6. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau dokter yang
merawat, atau oleh wali yang sah. Dalam hal ini, catatan DNR direkam medis harus
pula dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) dimusnahkan

35

Anda mungkin juga menyukai