NO PERTANYAAN
1 APA YANG DIMAKSUD DENGAN PELAYANAN ASUHAN PASIEN YANG
SERAGAM?
2 SEBUTKAN ELEMEN- ELEMEN YANG TERDAPAT DALAM ASUHAN PASIEN
TERINTEGRASI?
3 BAGAIMANA SPO PENGISIAN CPPT?
4 BAGAIMANA CARA PEMBERIAN INSTRUKSI MEDIS?(SPO)
5 APA SAJA YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MELAKUKAN TINDAKAN
KLINIK DAN DIAGNOSTIK?
6 APA YANG ANDA KETAHUI TENTANG KOMUNIKASI,
PEMBERIANINFORMASIDAN EDUKASI YANG EFEKTIF?
7 PELAYANAN APA SAJA YANG TERMASUK PADA PELAYANAN RISIKO
TINGGI?
8 APA YANG DIMAKSUD DENGAN EWS? BAGAIMANA CARA PENILAIANYA?
9 BAGAIMANA PROSEDUR RESUSITASI (BHD)?
10 SEBUTKAN SPO TRANSFUSI DARAH!
11 BAGAIMANA PERAWATAN PASIEN DENGAN KOMA?
12 SPO RUANG ISOLASI
13. BAGAIMANA PERAWATAN PASIEN DIALISIS?
14 APA YANG DIMAKSUD DENGAN RESTRAINT? DAN SEBUTKAN
INDIKASINYA?
15 PELAYANAN APA SAJA YANG TERMASUK PELAYANAN POPULASI
KHUSUS?
16 SPO PENYIAPAN, PENYIMPANAN, PENDISTRIBUSIAN, PENYAJIAN? (GIZI)
17 SEBUTKAN LANGKAH-LANGKAH ASUHAN TERAPI GIZI TERINTEGRASI!
(GIZI)
18 SEBUTKAN LANGKAH-LANGKAH STAF RUMAH SAKIT APABILA ADA
PASIEN MENGELUH NYERI!
19 SEBUTKAN SPO ASSESSMENT END OF LIFE!
20 APA YANG DILAKUKAN RS JIKA KELUARGA PASIEN
MENOLAK/MEMBERHENTIKAN TINDAKAN RESUSITASI (DNR)
PAP 1
1. Pelayanan asuhan pasien yang seragam : asuhan yang menghormati dan responsif
terhadap pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan bahwa nilai-
nilai pasien menjadi panduan bagi semua keputusan klinis yang memadai, tidak
bergantung atas kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan.
Tidak membeda2kan atas dasar identitas sosial, budaya, agama, ras dsb, berlaku pd
semua instalasi & unit pemberi pelayanan kpd px.
Refleksinya:
a. Semua akses untuk asuhan & pengobatan sama, tdk tgntung sumber pembiayaan /
kemampuan px ut membayar
b. PPA memberi asuhan&pengobatan tdk t’gantung atas hari-hari tertentu/ waktu ttt.
c. Ketepatan mengenali kondisi px
d. Tingkat asuhan sama (misal: pelayanan anastesi)
e. Menerima asuhan keperawatan yg setingkat d slrh RS
f. Evaluasi hasil yg sama ut asuhan d slrh rs
g. Px penerima asuhan
h. Pelaksanaan asuhan pelayanan di unit & instalasi
i. Pemberi asuhan pelayanan
j. Tarif pelayanan
PAP 2
a. Pemberi Asuhan :
Mendengarkan, menghormati dan menghargai pandangan serta pilihan pasien dan
keluarga.
Mengetahui nilai-nilai kepercayaan, latar belakang, kultural pasien dan keluarga
serta pandangan dan pilihan pasien / keluarga dimasukkan dalam rencana dan
pelaksanaan asuhan.
Mengkomunikasikan dan member informasi secara lengkap dan jelas pada pasien
dan keluarga.
Pasien dan keluarga menerima informasi tepat waktu, lengkap dan akurat dalam
rangka berpartisipasi secara efektif dalam asuhan dan pengambilan keputusan.
Pasien dan keluarga didorong untuk berpartisipasi dan didukung dalam asuhan
dan pengambilan keputusan sesuai tingkat pilihannya.
Pimpinan pelayanan kesehatan bekerja sama dengan pasien dan keluarga dalam
pengembangan, implementasi
b. Elemen yang mendukung pelayanan pasien terintegrasi adalah:
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan ( DPJP) sebagai pimpinan Klinis
PPA interdisiplin.
Case manager
Panduan Praktik Klinis (PPK)
Alur Klinis terintegrasi
Discharge planning
Asuhan gizi terintegrasi
c. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP),adalah seorang dokter sesuai dengan
kewenangan klinisnya terkait penyakit pasien, memberikan asuhan medis lengkap
kepada satu pasien dengan patologi atau penyakit , ketua Tim PPA berperan sebagai
penggerak integrasi asuhan yang berfungsi dalam :
Merencanakan dan mengarahkan kerangka pokok asuhan
Koordinasi asuhan pasien dengan seluruh Profesional Pemberi Asuhan (PPA).
Kolaborasi semua PPA
Mengulang rencana semua PPA lainnya, buat catatan atau notasi di CPPT
sehingga terlaksana asuhan pasien terintegrasi serta kontinuitas asuhannya
memenuhi kebutuhan pasiennya.
Memberikan verifikasi dengan cara memberi paraf.
Melakukan komunikasi dengan case manager agar terjaga kontinuitas
[pelayanan yang memenuhi kebutuhan pasien.
Pasien dan keluarga di dorong dan di dukung untuk berpartisipasi dalam
asuhan pengambilan keputusan sesuai pilihan pasien / keluarga.
Profesional Pemberi Asuhan (PPA) mendengarkan, menghormati, dan
menghargai pandangan serta pilihan pasien dan keluarga.
Profesional Pemberi Asuhan (PPA), mengkomunikasikan dan berbagi
informasi secara lengkap dengan pasien dan keluarga.
Pasien dan keluarga menerima informasi tepat waktu, lengkap dan akurat.
Informasi dan edukasi diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien serta
dikonfirmasi apakah pasien dan keluarga sudah paham.
d. Manager Pelayanan Pasien (MPP / Case Manager)
Menjaga kontiunitas pelayanan selama pasien masih dirawat.
Skrinning pasien yang butuh manajemen pelayanan : resiko tinggi, biaya
tinggi, potensi komplain tinggi, penyakit kronis, pembiayaan dan kasus yang
kompleks.
Melakukan asesmen, mengumpulkan informasi dan data klinis, psiko sosial,
sosial ekonomi.
Kerja sama dengan DPJP dan PPA lain untuk asuhan selanjutnya serta bagian
administrasi.
Adanya cara atau usaha dalam proses pemulangan pasien yang aman
e. Clinical Pathway Terintegrasi, digunakan sebagai pedoman dalam memberikan
asuhan klinis dan bermanfaat dalam upaya untuk memastikan adanya integrasi dan
koordinasi yang efektif dari pelayanan.
Pelayanan terintegrasi dan berfokus pada pasien.
Melibatkan semua profesional pemberi asuhan ( dokter, perawat / bidan,
farmasi, ahli gizi, fisioterapis).
Mencatat semua kegiatan asuhan ( rekam medis )
f. Rencana pulang terintegrasi (integrated discharge palnning) merupakan komponen
dari sistem perawatan berkelanjutan, pengkajian dilakukan terhadap :
Data pasien
Saat melakukan pengkajian keluarga harus menjadi bagian dari unit
perawatan.
Keluarga harus dilibatkan agar transisi perawatan dari rumah sakit ke rumah
dapat efektif.
Pasien dan keluarga diinformasikan jenis obat dan manfaat masing-masing
obat, dosis, waktu pemberian serta efek samping yang mungkin timbul serta
upaya penangannya.
Pasien dan keluarga harus menjaga keteraturan minum obat.
g. Asuhan gizi terintegrasi
Pasien yang pada asesmen berada pada resiko nutrisi akan mendapatkan terapi nutrisi
dari Dokter Penanggung Jawab Pasien ( DPJP) beserta para Profesional Pemberi
Asuhan ( Perawat, bidan, Ahli Gizi ), bekerja sama dalam hal merencanakan ,
memberikan dan memonitor terapi gizi. Respon pasien terhadap terapi gizi dicatat
dalam Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) dan didokumenkan dalam
rekam medis pasien.
h. Pelayanan Radiologi Imaging Terintegrasi
Adalah pelayanan untuk melakukan diagnosis dengan menggunakan radiasi pengion ,
meliputi X Ray, computed Tomograph Scan (CT Scan ), sedangkan radiasi non
pegion dengan pemeriksaan USG dan echo – Cardiogram
Seluruh pelayanan radiologi diagnostik imaging tersebut adalah pelayanan yang
terintegrasi berada dibawah instalasi radiologi.
i. Pelayanan Laboratorium terintegrasi
Laboratorium Patologi Klinik
Patologi anatomi
Mikrobiologi
Bank darah
j. Pelayanan anestesi hanya terdapat di Instalasi Bedah sentral
k. Integrasi PPI dan PMKP
Proses pengendalian dan pencegahan infeksi diintegrasikan dengan keseluruhan
program Rumah Sakit dalam Peningkatan mutu dan Keselamatan Pasien.
PAP 2
3. Intervensi Gizi
a. Rekomendasi diet atau rencana yang akan dilakukan sehubungan dengan
diagnosisi gizi.
b. Rekomendasi makanan / suplemen atau perubahan diet yang diberikan.
c. Edukasi gizi
d. Konseling gizi
e. Koordinasi asuhan gizi
4. Monitoring dan evaluasi gizi
a. Indicator yang akan di monitor untuk menentukan keberhasilan intervensi
b. Umumnya berdasarkan gejala dan tanda dari diagnosis gizi antara lain berat
badan, asupan, hasil laboratorium, dan gejala klinis yang berkaitan.
Monitoring :
Evaluasi :
Langkah2:
a. Melaksanakan skrining gizi
d. Merancang intervensi gizi dengan menetapkan tujuan dan preskripsi diet yang lebih
terperinci untuk penetapan diet definitive serta merencanakan edukasi/ konseling.
e. Melakukan koordinasi dengan dokter terkait dengan kondisi pasien dan diet definitive.
f. Koordinasi dengan dokter, perawat, farmasi, dan tenaga lain dalam pelaksanaan
intervensi gizi.
i. Memberikan penyuluhan, motivasi, dan konseling gizi pada pasien dan keluarganya.
j. Mencatat dan melaporkan hasil asuhan gizi pada rekam medik pasien.
m. Berpartisipasi aktif dalam pertemuan atau diskusi dengan dokter, perawat, farmasi,
anggota tim asuhan gizi lain, pasien/ klien dan keluarganya, dalam rangka evaluasi
keberhasilan pelayanan asuhan gizi.
PAP 2
4. Segala bentuk tindakan, pemberian obat- obatan yang diperintahkan oleh dokter yang
merawat pasien atau bila diperlukan oleh dokter jaga yang dituliskan dalam lembar
komunikasi dan catatan instruksi tersebut di cap dan harus diparaf konfirmasi oleh dpjp
pada keesokan harinya.
Cara memberikan instruksi by phone:
Harus diterjemahkan dlm tulisan : dicatat di cppt, diricek dgn metode SBAR (ut
mengkoreksi, baca ulang, cara penulisan
Contoh perimintaan pemeriksaan Lab, Rotg
Yg boleh memberi intruksi: DPJP
Jika tdk di t4: dr jaga bangsal; menulis di cppt, blanko permintaan
Ttd DPJP/dr.Jaga (tidak boleh a/n !!!)
PAP 2.3
5. - Staf yg meminta beserta alasan dilakukan tindakan, dicatat di rekam medis pasien
- Hasil dari tindakan dicatat di rekam medis pasien
- Pada pasien rawat jalan bila dilakukan tindakan diagnostik invasif/berisiko harus
dilakukan asesmen serta pencatatannya dlm rekam medis
CONTOH: Px di poli, setelah diperiksa hrs tindakan invasif di RJ dicatat di RM
- Siapa yg melakukan
- Apa yg dilakukan
- Tindak lanjut?
Untuk permintaan dari luar:
Ct-Scan: alur masuk pendaftaran (buat RM) di Ruang Radiologi dicatat
Tgl:
Jam:
Ambil foto di:
Praktek luar; cek labor di RSI: alur masuk pendaftaran (buat RM) di Ruang Lab
dicatat
Tgl: Tgl:
Jam: Jam:
Ambil Sampel: Kirim hasil sampel:
PAP 2.4
6. Adalah proses pemberian informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga terkait
dengan proses pemeriksaan,perawatan dan pengobatan.
Hasil asuhan dan pengobatan
Hasil asuhan dan pengobatan yang tidak diharapkan
Ex: Insiden keselamatan RS; Nyaris cidera (salah obat)
Dibuat di general consent
Buktinya: di form edukasi & informasi (bahwa kita sudah menyampaikan)
Harus ada pedoman keselamatan px
PAP 3
Early Warning Score System ( EWSS ) adalah sistem skoring yang menggunakan tujuh
parameter fisiologis untuk mendeteksi terjadinya perburukan/ kegawatan kondisi pasien melalui
pengamatan yang sistematis terhadap semua perubahan fisiologi pasien. Pengamatan ini
merupakan pengamatan yang bisa dilakukan oleh perawat, dokter ataupun tenaga terlatih
lainnya. Parameter yang dinilai dalam EWSS meliputi :
Keadaan umum,
Pernapasan,
Denyut nadi,
Tekanan darah,
Temperatur.
Saturasi oksigen,
Kesadaran (Glasgow Coma Scale / GCS),
Masing-masing parameter akan dikonversikan dalam bentuk angka, di mana makin tinggi
nilainya maka makin abnormal keadaan pasien sehingga menjadi indikasi untuk dilakukan
tindakan pertolongan sesegera mungkin.
3 2 1 0 1 2 3
Frekuensi
Pernapasan <8 8 9-17 18-20 21-29 >30
x/menit
Frekuensi
Hearth Rate <40 40-50 51-100 101-110 111-129 >130
x/menit
Tekanan darah
Sistolik (mmHg) <70 71-80 81-100 101-159 160-199 200-220 >220
o
Suhu Tubuh ( C) 35.05- 36.05- 38.05-
0 0
<35 C 0 0 0 >38.5 C
36 C 38. C 38.5 C
Skor 0 1 2 3
PedEWSS
Jantung Warna kulit Warna kulit Warna kulit Warna kulit abu-abu
merah muda pucat sangat pucat /sianosis
ALUR NEWSS
1. Semua pasien yang memenuhi kriteria harus dilakukan pemeriksaan dan pencatatan EWSS oleh
perawat/bidan
2. Tentukan nilai skor EWSS berdasarkan hasil pemeriksaan parameter,
3. Jumlahkan skor dari seluruh parameter
4. Bila nilai skor EWSS adalah 0 – 1 / hijau ( ), maka pemantauan selanjutnya dilakukan setiap 8 jam,
lakukan manajemen nyeri, demam atau distres.
5. Bila nilai skor EWSS adalah 2 – 3 / kuning ( ), maka dilakukan pemantauan setiap 2 jam dan
dilakukan tindakan terhadap kondisi pasien, diskusikan dengan PJ shift.
6. Bilai nilai skor EWSS adalah 4 – 5 / orange ( ), pemantauan dilakukan minimal tiap jam, dan
diketahui oleh dokter jaga. Dokter jaga harus melaporkan ke DPJP dan memberikan instruksi
tatalaksana pada pasien tersebut.
7. Bila terdapat nilai SKOR EWSS >6 / merah ( ), pemantauan dilakukan setiap 15 menit. Aktifkan
code blue, lakukan tata laksana kegawatan pada pasien, dokter jaga dan Team code blue harus hadir
di tempat kejadian dalam 5 menit sejak dilakukan aktivasi/pemanggilan, untuk menentukan rencana
perawatan pasien selanjutnya
8. Team code blue harus melakukan pemeriksaan dan penanganan pasien dalam waktu 30 menit sejak
tiba di tempat kejadian,
9. Bila pasien tidak mengalami perbaikan dalam 30 menit sejak dilakukan penanganan oleh Team code
blue, maka Team code blue harus mengkonsultasikan kepada dokter spesialis yang terkait,
10. Dalam 30 menit setelah dilakukan konsultasi, maka harus sudah ada kepastian mengenai tindakan
selanjutnya terhadap pasien, termasuk di dalamnya adalah transfer pasien ke ruang rawat intensif
(HCU/ICU/ICCU) ataupun pembicaraan mengenai pengakhiran tindakan pertolongan.
ALGORITMA EWSS
Nilai EWS ≥ 6
Respon (+)
Cardiac arrest
Penanganan pasien dalam 30 menit sejak
team code blue datang
Respon (-)
Respon (+)
Respon (-)
PAP 3.2
9. Prosedur BHD
1. Jika di dapatkan seseorang atau pasien dalam kondisi cardiac respiratory arrest maka
perawat (I) ruangan berperan dalam tahap pertolongan pertama yaitu :
Segera melakukan penilaian dini kesadaran pasien
Lakukan cek respon pasien dengan memanggil nama dan menepuk bahu.
Meminta bantuan pertolongan kepada perawat lain ( II) atau petugas yang ditemui
di lokasi untuk mengaktifkan code blue.
Pastikan lokasi aman bagi pasien dan penolong.
Lakukan Resusitasi Jantung Paru sampai dengan tim code blue datang.
2. Perawat ke dua menghubungi pesawat telpon “ 202 “ untuk mengaktifkan code blue
dengan prosedur sebagai berikut :
Perkenalkan diri
Sampaikan informasi untuk mengaktifkan code blue.
Sebutkan lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest dengan lengkap dan jelas,
yaitu ruangan mana….kamar nomor berapa….atau lokasi di area mana…….
Waktu respon operator menerima telpon dari “ 202 “ adalah harus secepatnya di
terima kurang dari 3 kali deringan telpon.
Operator mengumumkan bahwa ada cardiac respiratory arrest dengan cara :
Bila terjadi di ruang rawat inap……maka sebutkan ruangan mana dan kamar
nomor berapa.
Code blue….code blue…code blue…ruangan….kamar….
Bila terjadi di lokasi di rawat jalan dan lingkungan rumah sakit maka sebutkan
lokasinya di mana.
Code blue….code blue….code blue….,sebutkan lokasinya dimana.
3. Setelah tim code blue menerima informasi, mereka segera menghentikan tugasnya
masing-masing ,mengambil resusitasi kit dan menuju lokasi terjadinya cardiac
respiratory arrest . waktu respon dari aktivasi code blue sampai dengan tim code blue di
lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest adalah 5 menit.
4. Operator memberikan informasi bahwa tim code blue sudah menuju lokasi terjadinya
cardiac respiratory arrest.
5. Jika lokasi terjadinya cardiac respiratory arrest adalah lokasi yang ramai atau banyak
manusianya
Maka petugas keamanan segera menuju lokasi terjadinya untuk mengamankan lokasi
tersebut
sehingga tim code blue dapat melaksanakan tugasnya dengan aman dan sesuai prosedur.
6. Bila tim code blue sudah sampai ke lokasi terjadi cardiac respiratory arrest
7. Tim code blue melakukan tugasnya sampai dengan diputuskan bahwa resusitasi
dihentikan oleh ketua tim code blue.
8. Untuk pelaksanaan code blue di instalasi rawat jalan dan lingkungan Rumah Sakit, tim
code blue memberikan bantuan hidup dasar kepada pasien kemudian segera ditransfer ke
Instalasi Gawat Darurat.
9. Ketua tim code blue memutuskan tindak lanjut pasca resusitasi yaitu :
Jika resusitasi berhasil dan pasien stabil maka secepatnya dipindahkan ke
Instalasi Perawatan Intensif untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut jika
keluarga pasien setuju.
Jika keluarga pasien tidak setuju atau instalasi perawatan intensif penuh maka
pasien di rujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas lebih baik.
Jika keluarga pasien menolak dirujuk dan meminta di rawat di ruang perawatan
biasa, maka keluarga pasien menandatangani surat penolakan.
10. Jika resusitasi tidak berhasil dan pasien meninggal , maka lakukan koordinasi dengan
bidang kerohanian, kemudian pasien dipindahkan ke kamar jenazah.
11. Ketua tim code blue melakukan koordinasi dengan Dokter Penanggung Jawab Pasien
(DPJP).
12. Ketua tim code blue memberikan informasi dan edukasi kepada keluarga pasien.
13. Perawat ruangan mendokumentasikan semua kegiatan dalam rekam medis pasien dan
melakukan koordinasi dengan ruangan pasca resusitas
Dokter berkoordinasi dengan perawat dalam hal :
Mempertahankan kepatenan jalan nafas (Airway).
Tekan dahi dan angkat dagu ( head till – chin lift) bila tidak ada
trauma.
Mendorong rahang bawah (jaw thrust) bila ada trauma.
Pemasangan oropharyngeal airway.
Persiapan pemasangan Laringeal Mask Airway
Bertanggung jawab terhadap keadekuatan pernafasan pasien (breathing)
Memberikan bantuan pernafasan melalui Bag – valve – Mask
Memberikan oksigen sesuai kebutuhan pasien.
Bertanggung jawab terhadap sirkulasi (circulation).
Memasang monitor EKG / Defibrilator.
Memonitor tanda tanda vital
Bertanggung jawab membawa resusitasi kit
Bertanggung jawab dalam persiapan pemasangan defibrillator
Bertanggung jawab dalam penggunaan obat – obat emergensi
Bertanggung jawab terhadap penggunaan peralatan emergensi
termasuk defibrillator.
Bertanggung jawab terhadap dokumentasi pasien.
PAP 3.3
PAP 3.4
Pasien stupor dan koma beresiko tinggi untuk terjadi aspirasi yang disebabkan karena
hilangnya reflek batuk dan muntah, hipoksia, endotrakeal tube (ETT) dengan intubasi
merupakan cara yang paling efektif untuk menjaga jalan nafas baik dan oksigen yang
adekuat. Bila pasien keadaan koma yang dalam atau adanya tanda gangguan respirasi lebih
baik dilakukan intubasi dengan pernafasan yang normal dapat kita berikan oksigen 100 %
dengan fraksi mask sampai hipoksia tidak kita temukan.
PAP 3.5
PAP 3.6
13.
1. Cuci darah diberikan kepada pasien yang diagnosa dokter dan berdasarkan hasil
pemeriksaan dokter diperlukan untuk tindakan cuci darah atau dialysis :
2. Prosedur pertam kali cuci darah harus membawa surat pengantar dokter,
membawa hasil pemeriksaan laboratorium.
3. Mengetahui protocol untuk cuci darah pasien tersebut
4. Untuk cuci darah selanjutnya sesuai jadwal yang ditentukan oleh dokter
PAP 3.7
PAP 3.8
15. - pelayanan pasien yang cacat adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien yang
mempunyai keterbatasan fisik atau mental selama dirawat di rumah sakit
- Pelayanan pada populasi pasien dengan resiko kekerasan adalah pelayanan yang
diberikan kepada populasi pasien yang mempunyai resiko mendapat kekerasan fisik,
yaitu bayi, anak-anak, orang cacat, usia lanjut dan pasien-pasien korban kekerasan
(korban pemerkosaan, korban pemukulan, tahanan, dll) selama dirawat di rumah sakit
- Pelayanan pasien pada usia lanjut adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien
yang berusia 65 tahun ke atas selama dirawat di rumah sakit
PAP 4
PAP 5
17. Pasien pd asesmen awal di skrining utk risiko nutrisi. Pasien ini dikonsultasikan ke ahli
gizi utk dilakukan asesmen lebih lanjut. Jika ditemukan risiko nutrisi, dibuat rencana
terapi gizi dan dilaksanakan. Kemajuan keadaan pasien dimonitor dan dicatat di rekam
medis pasien. DPJP, perawat, ahli gizi, dan keluarga pasien bekerjasama dlm konteks
asuhan gizi terintegrasi
2) data biokimia,
5) riwayat personal.
1. Antropometri
Antropometri merupakan pengukuran fisik pada individu. Antropometri dapat dilakukan dengan
berbagai cara, antara lain :
a. Pengukuran tinggi badan (TB)
b. Berat badan (BB)
c. Panjang badan (PB)
d. Tinggi lutut (TL) apabila dalam kondisi tinggi badan tidak dapat diukur
e. Lingkar lengan atas (LILA)
f. Tebal lipatan kulit (skinfold)
g. Lingkar kepala
h. Lingkar dada
i. Lingkar pinggang
j. Lingkar pinggul
Penilaian status gizi dilakukan dengan membandingkan beberapa ukuran tersebut diatas,
misalnya Indeks Massa Tubuh (IMT) yaitu rasio BB menurut TB. Parameter antropometri yang
penting untuk melakukan evaluasi status gizi pada bayi, anak, dan remaja adalah pertumbuhan.
Pertumbuhan ini dapat diukur melalui pengukuran antropometri yaitu berat badan, panjang
badan, lingkar kepala, dan lainnya yang kemudian dibandingkan dengan standar.
2.Biokimia
Data biokimia merupakan hasil pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan yang berkaitan dengan
status gizi, status metabolik dan gambaran fungsi organ yang berpengaruh terhadap timbulnya
masalah gizi. Pengambilan kesimpulan dari data laboratorium yang terkait dengan masalah gizi
harus selaras dengan data assessment gizi lainnya, seperti riwayat gizi yang lengkap, termasuk
penggunaan suplemen, pemeriksaan fisik dan sebagainya. Disamping itu proses penyakit,
tindakan pengobatan, prosedur dan status hidrasi (cairan) dapat mempengaruhi perubahan
kimiawi, sehingga hal tersebut perlu dipertimbangkan.
3. Pemeriksaan Fisik/Klinis
Pemeriksaan fisik klinis dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis yang berkaitan
dengan gangguan gizi. Pemeriksaan fisik terkait dengan masalah gizi merupakan kombinasi dari
tanda – tanda vital dan antropometri yang dikumpulkan dari catatan medik pasien.
Anamnesis riwayat gizi merupakan data meliputi asupan makanan termasuk komposisi, pola
makan, diet, dan data lain yang terkait. Anamnesis riwayat gizi dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran kebiasaan makan pasien.
Sedangkan cara kuantitatif digunakan untuk mendapatkan gambaran asupan zat gizi melalui
food recall selama 24 jam. Kemudian dilakukan analisis zat gizi yang merujuk pada DKBM.
5. Riwayat Personal
Data riwayat personal meliputi 4 area yaitu riwayat obat – obatan atau suplemen yang
dikonsumsi; sosial budaya; riwayat penyakit pasien dan data umum pasien.
1. Perencanaan Intervensi
Intervensi gizi dibuat merujuk pada diagnosis gizi yang ditegakkan. Menetapkan tujuan
dan prioritas intervensi berdasarkan masalah gizinya, penyebab, gejala dan tanda,
kemudian tentukan pula jadwal frekuensi asuhan. Perencanaan intervensi meliputi,
penetapan tujuan intervensi dan preskripsi diet. Preskripsi diet secara singkat
menggambarkan rekomendasi mengenai kebutuhan energi dan zat gizi, jenis diet,
modifikasi diet, jadwal pemberian diet, dan jalur makanan atau pemberian makan.
2. Implementasi Intervensi
Kegiatan monitoring dan evaluasi gizi yang dilakukan untuk mengetahui respon pasien/klien
terhadap intervensi dan tingkat keberhasilannya.
Tiga langkah monitoring dan evaliasi gizi :
1. Monitor perkembangan yaitu kegiatan mengamati kondisi klien/ pasien yang bertujuan
untuk melihat hasil yang terjadi apakah sesuai dengan yang diharapkan.
2. Mengukur hasil kegiatan, yaitu mengukur perkembangan atau pertumbuhan yang
terjadi sebagai respon terhadap intervensi gizi. Parameter yang harus diukur adalah
berdasarkan tanda dan gejala dari diagnosisis gizi.
3. Evaluasi hasil
Berdasarkan tahapan diatas, didapatkan 4 jenis hasil :
a. Dampak perilaku dan lingkungan terkait gizi yaitu tingkat pemahaman, perilaku, akses,
dan kemampuan yang mungkin mempunyai pengaruh pada asupan makan dan zat gizi.
b. Dampak asupan makanan dan zat gizi dari berbagai sumber
c. Dampak terhadap tanda dan gejala fisik yang terkait dengan gizi yaitu, pengukuran yang
terkait dengan antropometri, biokimia, dan parameter pemeriksaan fisik/klinis.
d. Dampak pada pasien/klien terhadap intervensi gizi yang diberikan pada kualitas
hidupnya.
PAP 6
Pada nyeri ringan skor 1-3, pasien dapat dilakukan terapi non farmakologik yang
meliputi distraksi dan relaksasi, ataupun fisioterapi. Jika dibutuhkan dapat
ditambahkan terapi farmakologik. Terapi farmakologik disesuaikan dengan ringan
sampai beratnya nyeri, dengan mengikuti Three Step Ladder Analgetic.
Pada pasien dengan nyeri akut dan berat (skor 7-10) digolongkan pasien emergency
yang membutuhkan pertolongan segera (ESI 2). Nyeri akut dan berat dengan nilai
VAS 7-10 sebaiknya langsung diberikan obat-obatan yang kuat dengan dosis
optimal, dapat memakai tramadol injeksi atau OAINS injeksi yang cukup poten
seperti ketorolak injeksi, natrium diklofenak injeksi, ketoprofen injeksi,
meloksikam injeksi, dynastat injeksi, dan sebagainya jika masih nyeri dapat
menggunakan golongan narkotika.
Pada prinsipnya, pengobatan nyeri akut dan berat sebaiknya diberikan obat yang
paling poten dulu. Bila intensitas nyerinya sudah menurun, dosis obat diturunkan
seperti menuruni anak tangga
Obat pilihan untuk nyeri kronik dan intensitas nyeri tinggi atau nyeri berat adalah
morfin. Sebaiknya pemberian secara peroral bila pasien masih dapat menelan.
Dosisnya antara 10-100 mg tergantung intensitas nyeri. Makin tinggi dosis obat,
makin tinggi efek analgetiknya. Pada umumnya pemberian around the clock lebih
menguntungkan daripada pemberian as needed (Tollison, 1998).
Terapi Farmakologi Nyeri Kronik karena Keganasan (Chronic Malignant Pain).
Ikuti Three Step Analgesic Ladder
1. Langkah pertama
Aspirin, asetaminofen atau OAINS dikombinasikan dengan obat-obatan ajuvan
analgesik.
2. Langka kedua
Bila langkah pertama kurang efektif, maka obat pada langkah pertama
diteruskan ditambah dengan narkotik oral dan ajuvan analgesik
Narkotik pilihan adalah Codein. Bisa dikombinasikan dengan aspirin,
asetaminofen atau OAINS.
3. Langkah ketiga
Langkah ketiga diambil bila langkah kedua kurang efektif. Obat-obatan
dilangkah kedua dihentikan, obat dilangkah pertama diteruskan, ditambah grup
narkotika yang lebih poten. Obat pilihan adalah morfin dengan dosis dapat
dinaikan tanpa batas, sementara diawasi respirasi, mental status dan
kesiagaan.(Catatan: pada penderita kanker dengan fase terminal, pemberian
morfin dosis tinggi dapat menyebabkan komunikasi terganggu, maka dapat
diberikan stimulan, misalnya methylphenidate, (Ritalin).
MANAJEMEN NYERI
Penatalaksanaan nyeri :
a. Nyeri ringan : penatalaksanaan dilakukan oleh perawat/bidan dengan melakukan
implementasi non farmakologi berupa :
Kompres hangat/ dingin
Latihan relaksasi/ lakukan reposisi
Distraksi / pengalihan perhatian
Edukasi pada pasien dan keluarga tentang nyeri
b. Nyeri sedang : penatalaksanaan dilakukan oleh DPJP dengan memberikan pengobatan
golongan non opioid
c. Nyeri berat : penatalaksanaan dilakukan oleh tim nyeri yang diketuai oleh dr anasthesi
dengan memberikan pengobatan jenis opioid
Anamnesis dan
pemeriksaan fisik
Asesmen nyeri
tidak
tidak
Nyeri bersifat tajam, menusuk, Nyeri bersifat difus, seperti Nyeri bersifat menjalar, rasa
terlokalisir, seperti ditikam ditekan benda berat, nyeri terbakar, kesemutan, tidak
tumpul spesifik.
Algoritma Manajemen Nyeri Akut
tidak
Edukasi pasien
Lihat manajemen ya
Terapi farmakologi
nyeri kronik. Konsultasi (jika perlu)
Pertimbangkan Apakah nyeri > Prosedur pembedahan
untuk merujuk ke 6 minggu? Non-farmakologi
spesialis yang
sesuai
ya
tidak
Kembali ke kotak
Mekanisme Analgesik adekuat?
‘tentukan
tidak nyeri sesuai?
mekanisme nyeri’
ya
ya
Efek samping Manajemen
pengobatan? efek samping
tidak
Follow-up /
nilai ulang
MANAJEMEN NYERI KRONIK
Algoritma Asesmen Nyeri Kronik
Asesmen nyeri
Anamnesis
Pemeriksaan fisik Pasien dapat mengalami jenis
Pemeriksaan fungsi nyeri dan faktor yang
mempengaruhi yang beragam
Tentukan mekanisme nyeri
Perifer (sindrom nyeri Nyeri miofasial Artropati inflamasi Nyeri punggung bawah
regional kompleks, neuropati (rematoid artritis) Nyeri leher
HIV, gangguan metabolik) Infeksi Nyeri musculoskeletal
Sentral (Parkinson, multiple Nyeri pasca-oparasi (bahu, siku)
sclerosis, mielopati, nyeri Cedera jaringan Nyeri viseral
pasca-stroke, sindrom
fibromyalgia)
tidak
Apakah nyeri kronik? Pantau dan observasi
ya
tidak
Asesmen lainnya
Obat Non-obat
Analgesik Kognitif
Analgesik adjuvant Fisik
anestesi perilaku
Berikan umpan balik mengenai penyebab dan faktor yang mempengaruhi nyeri kepada orang tua (dan anak)
Berikan rencana manajemen yang rasional dan terintegrasi
Asesmen ulang nyeri pada anak secara rutin
Evaluasi efektifitas rencana manajemen nyeri
Revisi rencana jika diperlukan
Berikan umpan balik mengenai penyebab dan faktor yang mempengaruhi nyeri kepada orang
tua (dan anak)
Berikan rencana manajemen yang rasional dan terintegrasi
Asesmen ulang nyeri pada anak secara rutin
Evaluasi efektifitas rencana manajemen nyeri
Berikut adalah tabel obat-obatan non-opioid yang sering digunakan untuk anak
Obat-obatan non-opioid
Obat Dosis Keterangan
Parasetamol 10-15mg/kgBB oral, setiap Efek antiinflamasi kecil, efek gastrointestinal
4-6 jam dan hematologi minimal
Ibuprofen 5-10mg/kgBB oral, setiap Efek antiinflamasi. Hati-hati pada pasien
6-8 jam dengan gangguan hepar/renal, riwayat
perdarahan gastrointestinal atau hipertensi.
Diklofenak 1mg/kgBB oral, setiap 8- Efek antiinflamasi. Efek samping sama
12 jam dengan ibuprofen dan naproksen. Dosis
maksimal 50mg/kali.
TERAPI NON-OBAT
a. Terapi kognitif: merupakan terapi yang paling bermanfaat dan memiliki efek yang besar
dalam manajemen nyeri non-obat untuk anak
b. Distraksi terhadap nyeri dengan mengalihkan atensi ke hal lain seperti music, cahaya,
warna, mainan, permen, computer, permainan, film, dan sebagainya.
c. Terapi perilaku bertujuan untuk mengurangi perilaku yang dapat meningkatkan nyeri dan
meningkatkan perilaku yang dapat menurunkan nyeri.
d. Terapi relaksasi: dapat berupa mengepalkan dan mengendurkan jari tangan, menggerakkan
kaki sesuai irama, menarik napas dalam, PIJAT
Terapi non-obat
Kognitif Perilaku Fisik
Informasi latihan pijat
Pilihan dan control terapi relaksasi stimulasi termal
Distraksi umpan balik positif
Hypnosis modifikasi gaya hidup / perilaku
PAP 7
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal, pasien dihadapkan pada berbagai
masalah menurunnya fisik, perawat harus mampu mengenali perubahan fisik
yang terjadi pada pasien terminal meliputi:
1) Pernapasan (breath)
e) Apakah ada sputum, bila ada bagaimana jumlah, warna, bau dan jenisnya
Apakah memakai ventilasi mekanik (ventilator) atau tidak
2) Kardiovaskuler (blood)
3) Persyarafan (brain)
a) Bagaimana ukuran GCS total untuk mata, verbal, motorik dan kesadaran
pasien
b) Berapa ukuran ICP dalam CmH2O
c) Apakah ada tanda TIK seperti nyeri kepala atau muntah proyektil
d) Bagaimana konjungtiva, apakah anemis atau kemerahan
4) Perkemihan (blader)
c) Bagaimana cara buang air kecil, apakah spontan atau dengan bantuan
dower kateter
d) Bagaimana produksi urin, berapa jumlah cc / jam, bagaimana warnanya,
bagaimana baunya
5) Pencernaan (bowel)
f) Buang air besar berapa kali sehari, apakah teratur atau tidak, bagaimana
konsistensi,warna dan bau dari feses
6) Muskuloskeletal / intergumen
e) Apakah ada luka atau tidak bila ada dimana lokasinya dan apa jenis
lukanya
f) Apakah ada kontraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya
g) Apakah ada fraktur atau tidak, bila ada dimana lokasinya dan apa jenis
frakturnya
h) Apakah ada jalur infus atau tidak bila ada dimana lokasinya
Lakukan assesmen rasa nyeri pasien.Bila nyeri sangat mengganggu, maka segera
lakukan manajemen nyeri yang memadai.
Asesmen kebutuhan pasien akan bimbingan rohani atau seseorang yang dapat
membantu kebutuhan spiritualnya, biasanya pada saat pasien sedang berada
di tahapan bargaining.
1) Intervensi keperawatan
g) Lakukan reposisi tidur setiap 2 jam sekali dan lakukan masase pada
daerah penonjolan tulang dengan menggunakan minyak kayu putih
untuk mencegah dekubitus
h) Lakukan manajemen nyeri yang memadai
32
(withdrawing life support) atau penundaan bantuan hidup (withholding
life support).
2) Aspek Medis
d. Tindakan Dialisis
33
e. Pemberian Antibiotik
Pasien terminal, memiliki risiko infeksi berat 5-10 kali lebih tinggi
dibandingkan pasien lainnya.Infeksi berat ini paling sering
ditemukan pada saluran pernapasan, saluran kemih, peredaran
darah, atau daerah trauma/operasi.Infeksi tersebut menyebabkan
peningkatan morbiditas dan mortalitas, pemanjangan masa
perawatan, dan pembengkakan biaya perawatan. Penyebab
meningkatnya risiko infeksi ini bersifat multifaktorial, meliputi
penurunan fungsi imun, gangguan fungsi barrier usus, penggunaan
antibiotik
PAP 7
35