Anda di halaman 1dari 7

Lampiran Peraturan Direktur RS Citama

Nomor : 398/PER/DIR/RSC/I/2019
Tentang : Kebijakan Pelayanan Pasien Yang Seragam Di Rumah Sakit Citama

KEBIJAKAN PELAYANAN PASIEN YANG SERAGAM DI RUMAH SAKIT CITAMA

1. Para pimpinan rumah sakit bersepakat untuk memberikan proses pelayanan yang seragam. Setiap
pemberi pelayanan kesehatan di rumah sakit ( dokter, perawat, bidan, apoteker, fisioterapis dan
praktisi kesehatan lain) memberikan pelayanan yang bersifat dasar bagi pelayanan pasien meliputi
perencanaan dan pemberian asuhan kepada setiap pasien, pemantauan pasien untuk mengetahui
hasil asuhan pasien, modifikasi asuhan pasien bila perlu, penuntasan asuhan pasien dan
perencanaan tindak lanjut. Pasien dengan masalah kesehatan dan kebutuhan pelayanan yang
sama berhak mendapat kualitas asuhan yang sama di rumah sakit. Secara khusus, pelayanan
yang diberikan kepada populasi pasien yang sama pada berbagai unit kerja, dipandu oleh
kebijakan dan prosedur yang menghasilkan pelayanan yang seragam. Sebagai tambahan,
pimpinan harus menjamin bahwa rumah sakit menyediakan tingkat kualitas asuhan yang sama
setiap hari dalam seminggu dan pada setiap shift. Kebijakan dan prosedur memandu pemberian
pelayanan yang seragam sesuai dengan undang-undang dan peraturan terkait yang membentuk
proses pelayanan pasien dan dikembangkan secara kolaboratif.
2. Pemberi pelayanan kesehatan di rumah sakit memberikan asuhan pelayanan yang seragam bagi
semua pasien. Asuhan pasien yang seragam meliputi akses untuk asuhan dan pengobatan yang
memadai, tidak tergantung atas kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan,
akses untuk asuhan dan pengobatan yang memadai yang diberikan oleh praktisi yang kompeten
tidak tergantung hari-hari tertentu atau waktu tertentu, ketepatan mengenali kondisi pasien
menentukan alokasi sumber daya untuk memenuhi kebutuhan pasien, tingkat asuhan yang
diberikan kepada pasien sama (misalnya pelayanan anestesia) di seluruh rumah sakit, pasien
dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan keperawatan yang setingkat
di seluruh rumah sakit.
3. Proses asuhan pasien bersifat dinamis dan melibatkan banyak praktisi pelayanan kesehatan dan
dapat melibatkan berbagai unit kerja dan pelayanan. Rencana dan pelaksanaan pelayanan
diintegrasikan dan dikoordinasikan diantara berbagai unit kerja, departemen dan pelayanan terkait
untuk menghasilkan proses asuhan yang efisien, penggunaan sumber daya manusia dan sumber
daya lain yang lebih efektif dan hasil asuhan pasien yang lebih baik.
4. Rekam medis pasien memfasilitasi dan menggambarkan integrasi dan koordinasi asuhan.
Khususnya, setiap catatan observasi dan pengobatan praktisi pelayanan. Setiap hasil atau
1
kesimpulan rapat dari tim asuhan atau diskusi lain tentang kolaborasi dicatat dalam rekam medis
pasien.
5. Asuhan untuk setiap pasien direncanakan oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP),
perawat, ahli gizi dalam waktu 24 jam sesudah pasien masuk rawat inap.
6. Perencanaan yang teliti diperlukan untuk proses asuhan agar mendapat hasil yang optimal. Pasien
dan keluarga diikut sertakan dalam proses perencanaan. Rencana asuhan pasien dilakukan
individual berdasarkan data asesmen awal pasien dan asesmen ulang periodik untuk menetapkan
dan menyusun prioritas pengobatan, prosedur, asuhan keperawatan dan asuhan lain untuk
memenuhi kebutuhan pasien. Setelah staf mendapatkan data asesmen awal pasien, rencana
asuhan dicatat dalam rekam medis dalam bentuk kemajuan terukur pencapaian sasaran. Kemajuan
yang diantisipasi dicatat atau direvisi sesuai kebutuhan berdasarkan hasil asesmen ulang atas
pasien oleh praktisi pelayanan kesehatan. Rencana asuhan untuk tiap pasien direview dan
diverifikasi oleh DPJP dengan mencatat kemajuannya. Rencana asuhan dikembangkan dalam
waktu 24 jam setelah pasien diterima di rawat inap. Asuhan yang diberikan kepada setiap pasien
dicatat dalam rekam medis pasien oleh pemberi pelayanan.
7. Pemberian perintah tertulis pada lembar catatan terintegrasi dalam rekam medis pasien. Perintah
tertulis harus dilakukan pada pelayanan pemberian obat, tindakan medis, konsultasi medis,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan diagnostik imaging, pelayanan keperawatan, pelayanan
fisioterapi dan terapi nutrisi. Perintah harus tertulis bila diperlukan dan harus mengikuti kebijakan
yang berlaku di Rumah Sakit Citama. Pada kasus kegawatdaruratan dimana penulisan perintah
dapat menghambat petugas dalam memberikan pertolongan kepada pasien, maka petugas dapat
menuliskan perintah setelah menolong kegawatdaruratan pasien. Petugas yang menuliskan
perintah tertulis adalah DPJP atau dokter bangsal yang telah mendapat surat pendelegasian
wewenang tersebut. Perintah tertulis harus mencantumkan tanggal perintah dibuat dan
membubuhkan tanda tangan pemberi perintah.
8. Permintaan pemeriksaan diagnostik imaging dan laboratorium klinis harus menyertakan indikasi
klinis dan alasan pemeriksaan yang rasional agar mendapatkan interpretasi yang diperlukan oleh
DPJP untuk merencanakan asuhan pelayanan pasien selanjutnya.
9. Petugas yang berwenang menuliskan perintah pemeriksaan diagnostik imaging dan laboratorium
klinis adalah DPJP. Dokter jaga dapat memberikan perintah pemeriksaan diagnostik imaging dan
laboratorium klinis apabila ditemukan indikasi kegawatan pada pasien, namun setelah tindakan
dilakukan petugas harus melaporkan ke DPJP.
10. Permintaan tertulis mengenai pemeriksaan diagnostik imaging dan laboratorium klinis tertulis di
lokasi yang seragam di rekam medis pasien untuk membantu terlaksananya perintah tersebut.

2
Perintah tertulis membantu staf untuk mengerti kekhususan perintah, kapan harus dilaksanakan
dan siapa yang harus melaksanakan. Perintah dapat ditulis pada suatu lembar perintah yang
kemudian dimasukkan ke rekam medis pasien secara periodik atau pada waktu pemulangan
pasien.
11. Tindakan diagnostik dan tindakan lain yang sudah dilakukan harus ditulis dalam rekam medis
pasien. Hasil tindakan diagnostik dan tindakan lain yang sudah dilakukan harus dicatat dalam
rekam medis pasien untuk membantu staf dalam memberikan asuhan pasien.
12. Asuhan dan proses pengobatan merupakan siklus terusan dari asesmen ulang, perencanaan dan
pemberian asuhan, dan asesmen hasil. Pasien dan keluarga diberi informasi tentang hasil asuhan
dan pengobatan yang telah dilakukan oleh staf. Untuk melengkapi siklus informasi dengan pasien,
pasien dan keluarga juga perlu diberitahu tentang hasil asuhan dan pengobatan termasuk
informasi tentang hasil asuhan dan pengobatan yang tidak diharapkan.
13. Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan berbagai variasi kebutuhan
pelayanan kesehatan. Pimpinan rumah sakit mengidentifikasikan pasien dan pelayanan risiko tinggi
meliputi pelayanan kasus emergensi, resusitasi, penanganan, penggunaan dan pemberian darah
dan komponen darah, penggunaan peralatan bantuan hidup dasar atau pasien yang koma,
pelayanan pasien dengan penyakit menular dan pasien yang daya tahannya direndahkan, pasien
yang menggunakan alat penghalang (restraint) dan asuhan pasien yang diberi penghalang, asuhan
pasien usia lanjut, cacat, anak-anak dan populasi yang berisiko disiksa, pelayanan pasien yang
mendapat kemoterapi atau terapi risiko tinggi. Pimpinan rumah sakit mengembangkan kebijakan
dan prosedur yang dapat dilaksanakan dan diterapkan di Rumah Sakit Citama. Kebijakan dan
prosedur merupakan alat yang sangat penting bagi staf untuk memahami pasien tersebut dan
pelayanannya serta memberi respon yang cermat, kompeten dan dengan cara yang seragam.
14. Rumah sakit dapat pula melakukan identifikasi risiko sampingan sebagai akibat dari suatu prosedur
atau rencana asuhan. Bila ada risiko tersebut, maka dapat dicegah dengan cara melakukan
pelatihan staf. Seluruh staf sudah dilatih dan menggunakan kebijakan dan prosedur untuk
mengarahkan asuhan.
15. Pelaksanaan asuhan pasien gawat darurat diarahkan oleh kebijakan dan prosedur yang sesuai.
Kebijakan dan prosedur harus dibuat secara khusus untuk kelompok pasien yang berisiko atau
pelayanan yang berisiko tinggi, agar tepat dan efektif dalam mengurangi risiko terkait. Pasien
menerima asuhan yang konsisten dengan kebijakan dan prosedur. Setiap pasien emergensi harus
dilakukan asesmen sistem sirkulasi, pernafasan dan jalan nafas untuk memastikan kebutuhan
tindakan resusitasi.

3
16. Tata laksana pelayanan resusitasi yang seragam diseluruh rumah sakit diarahkan oleh kebijakan
dan prosedur yang sesuai. Pelayanan resusitasi diberikan kepada pasien yang sesuai indikasi dan
dilakukan oleh petugas yang kompeten sesuai dengan kebijakan dan prosedur. Resusitasi tidak
dilakukan jika ada penolakan dari pasien atau keluarga pasien setelah diberikan informed consent.
17. Rumah sakit menyelenggarakan pelayanan tranfusi darah atau produk darah bagi pasien yang
membutuhkan. Penanganan, penggunaan dan pemberian darah dan produk darah diarahkan oleh
kebijakan dan prosedur yang sesuai. Darah dan produk darah diberikan sesuai dengan kebijakan
dan prosedur. Permintaan darah ke PMI dilakukan oleh dokter pelaksana fungsional medis di
IGD/Rawat Inap atau dokter konsultan dengan kasus terkait. Pengambilan darah dari PMI
dilakukan oleh petugas rumah sakit. Rumah sakit bekerja sama dengan PMI dalam hal
penyediaaan darah atau produk darah bagi pasien sehingga darah atau produk darah yang
diberikan ke pasien harus berasal dari PMI (Palang Merah Indonesia). Tindakan medis pemberian
darah dan atau komponennya dilaksanakan oleh dokter yang memiliki kompetensi atau
kewenangan sesuai peraturan perundangan. Tindakan medis pemberian darah dan atau
komponennya dapat didelegasikan kepada perawat dan bidan yang sudah memiliki kemampuan
dan keterampilan dalam pelayanan tersebut dengan pengawasan dari dokter. Perawatan tranfusi
diberikan secara legeartis pada kasus : perdarahan hebat, penyakit-penyakit darah, malnutrisi.
Darah donor harus berupa darah sehat dan cocok (dapat diterima) dengan darah pasien.
18. Asuhan pasien koma dan pasien dengan alat bantu hidup diarahkan oleh kebijakan dan prosedur
yang sesuai dengan rumah sakit. Asuhan pasien koma dilakukan dengan pemantauan tanda vital
dan tingkat kesadaran maksimal setiap 4 jam atau sesuai dengan kebutuhan. Kegiatan ini
didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
19. Rumah sakit memberi pelayanan bagi berbagai variasi pasien dengan berbagai variasi kebutuhan
pelayanan kesehatan. Beberapa pasien yang digolongkan risiko-tinggi karena umur, kondisi, atau
kebutuhan yang bersifat kritis. Pasien koma dan pasien dengan alat bantu hidup menerima asuhan
sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang berlaku di rumah sakit.
20. Asuhan pasien dengan penyakit menular dan pasien immuno-suppressed diarahkan oleh kebijakan
dan prosedur yang sesuai dengan rumah sakit. Pelayanan pasien dengan penyakit menular dan
pasien yang daya tahannya direndahkan dikelola di ruang isolasi. Pasien immuno-suppressed dan
pasien dengan penyakit menular menerima asuhan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
berlaku di rumah sakit.
21. Pelayanan pasien yang menggunakan peralatan bantuan hidup dasar atau pasien yang
membutuhkan fasilitas ICU/ICCU, pelayanan kemoterapi, dialisis (cuci darah) dan donasi organ

4
diarahkan atau dirujuk ke pemberi pelayanan kesehatan lain sesuai dengan kebutuhan pelayanan
kesehatannya.
22. Penggunaan alat penghalang (restraint) diarahkan oleh kebijakan dan prosedur yang sesuai
dengan rumah sakit. Pelayanan pasien yang menggunakan penghalang (restraint) dikelola melalui
intervensi pasien risiko jatuh. Alat pengikat (restraint) hanya boleh digunakan pada pasien yang
tidak kooperatif atau pasien risiko jatuh tinggi yang dirawat pada tempat tidur tanpa pengaman.
Pasien dengan alat penghalang menerima asuhan sesuai kebijakan dan prosedur yang berlaku di
rumah sakit.
23. Asuhan pelayanan pasien yang rentan, lanjut usia dengan ketergantungan bantuan diarahkan oleh
kebijakan dan prosedur yang sesuai dengan rumah sakit serta dilakukan dengan melibatkan
keluarga dalam pemenuhan ADL (Activity Daily Life). Begitu juga dengan pasien yang rentan, lanjut
usia yang tidak mandiri juga menerima asuhan sesuai kebijakan dan prosedur yang berlaku di
rumah sakit.
24. Asuhan pelayanan pasien anak, anak dengan ketergantungan bantuan dan populasi pasien
dengan risiko kekerasan harus diidentifikasi dan asuhannya diarahkan oleh kebijakan dan prosedur
yang berlaku di rumah sakit. Asuhan pelayanan ini dilakukan dengan melibatkan keluarga dalam
pemenuhan ADL dengan pengawasan intensif dari petugas agar anak-anak, anak dengan
ketergantungan bantuan dan populasi pasien yang teridentifikasi dengan risiko kekerasan dapat
menerima asuhan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ada di rumah sakit.
25. Pelayanan pasien yang mendapat kemoterapi atau pengobatan risiko tinggi lain diarahkan sesuai
dengan kebijakan dan prosedur yang ada di rumah sakit, agar pasien yang mendapat kemoterapi
atau pengobatan risiko tinggi lain menerima pelayanan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang
ada.
26. Semua bayi dengan ikterus neonatorum dan kadar bilirubin indirek lebih tinggi dari batas tertentu
dilakukan fototerapi
27. Setiap bayi yang beresiko tinggi dan atau mengalami gangguan termoregulasi harus dirawat
dengan inkubator bayi
28. Setiap bayi infeksius yang dirawat di kamar bayi harus ditempatkan pada ruang pengawasan ketat.
Untuk bayi non infeksius harus ditempatkan pada ruang biasa.
29. Makanan atau nutrisi yang sesuai untuk pasien, tersedia secara reguler/rutin yang memadai bagi
kondisi kesehatan dan proses pemulihan pasien.
30. Sebelum memberi makan pasien, semua pasien rawat inap telah memesan makanan dan dicatat di
formulir konsultasi gizi rawat inap.

5
31. Pasien berpartisipasi dalam perencanaan dan seleksi makanan, dan keluarga pasien dapat, bila
sesuai, berpartisipasi dalam menyediakan makanan, konsisten dengan budaya, agama dan tradisi
dan praktek lain. Berdasarkan asesmen kebutuhan pasien dan rencana asuhan, DPJP atau
pemberi pelayanan lainnya yang kompeten memesan makanan atau nutrien lain yang sesuai bagi
pasien. Pemesanan diet gizi didasarkan atas status gizi dan kebutuhan pasien.
32. Ada bermacam variasi pilihan makanan bagi pasien konsisten dengan kondisi dan pelayanannya.
33. Bila keluarga pasien atau pihak lain menyediakan makanan pasien, mereka diberikan edukasi
tentang pembatasan diet pasien, makanan yang dilarang/ kontra indikasi dengan kebutuhan dan
rencana pelayanan, termasuk informasi tentang interaksi obat dengan makanan.
34. Penyiapan makanan, penyimpanan dan distribusi harus dimonitor untuk memastikan keamanan
dan sesuai dengan undang-undang, peraturan dan praktek terkini yang dapat diterima. Makanan
disiapkan dan disimpan dengan cara mengurangi resiko kontaminasi dan pembusukan. Produk
nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik.
35. Makanan didistribusikan kepada pasien secara tepat waktu sesuai yang telah ditetapkan. Begitu
juga untuk memenuhi permintaan khusus dari pasien seperti jenis makanan tertentu, ahli gizi harus
tetap menyesuaikan sesuai dengan kondisi kesehatan pasien serta melakukan konfirmasi kepada
DPJP terkait permintaan dari pasien tersebut. Bila perlu, pasien dan keluarga di re-edukasi dalam
pemberian terapi gizi.
36. Praktek pelaksanaan pelayanan gizi harus memenuhi peraturan dan perundangan yang berlaku.
37. Pada asesmen awal, pasien diperiksa untuk mengidentifikasi adanya risiko nutrisi. Pasien ini akan
dikonsulkan ke ahli gizi untuk asesmen lebih lanjut. Pasien dengan resiko nutrisi mendapat terapi
nutrisi dan ada proses yang menyeluruh untuk merencanakan, memberikan serta memonitor terapi
nutrisi. Respon pasien terhadap terapi nutrisi dimonitor dan dicatat direkam medisnya. Dokter,
perawat dan ahli gizi serta keluarga pasien bekerjasama merencanakan dan memberikan terapi
gizi.
38. Rasa nyeri merupakan pengalaman umum seorang pasien. Nyeri yang tidak teratasi
mengakibatkan efek tidak diharapkan secara fisik dan psikologis. Hak pasien untuk mendapatkan
asesmen dan pengelolaan nyeri dihargai dan dibantu. Berdasarkan lingkup pelayanan yang
diberikan pada pasien, rumah sakit mempunyai prosedur untuk mengidentifikasi pasien yang
kesakitan. Pasien yang kesakitan mendapat asuhan sesuai pedoman manajemen rasa nyeri.
Asesmen dan manajemen rasa nyeri meliputi identifikasi pasien yang kesakitan pada waktu
asesmen awal dan asesmen ulang, pasien yang kesakitan mendapat asuhan sesuai pedoman
manajemen nyeri. Berdasarkan lingkup pelayanan yang diberikan, rumah sakit menjalankan proses
untuk berkomunikasi dan mendidik pasien dan keluarga tentang rasa nyeri dan gejalanya dalam

6
konteks pribadi, budaya dan kepercayaan agama masing-masing. Rumah sakit juga menjalankan
proses untuk mendidik staf rumah sakit yang terkait tentang rasa nyeri secara berkala.
39. Semua pasien yang dilayani di rumah sakit dilakukan pengkajian nyeri. Pengkajian nyeri dilakukan
oleh staf medis dan paramedik yang kompeten dengan menggunakan instrumen yang sesuai
dengan umur dan tingkat kesadaran pasien. Pengkajian ulang nyeri dilakukan setiap pengkajian
tanda vital pasien dan pada pasien yang mengeluh nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang
sadar/ bangun) atau sesuai jenis dan onset masing-masing jenis obat, pasien yang menjalani
prosedur menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.
40. Pengelolaan nyeri pasien dilakukan oleh staf medis dan paramedik yang kompeten. Pengelolaan
nyeri diberikan dalam bentuk terapi farmakologis, terapi non farmakologis serta pemberian edukasi
tentang nyeri kepada pasien dan keluarga.
41. Pasien yang dalam proses kematian mempunyai kebutuhan khusus untuk dilayani dengan penuh
hormat dan kasih. Untuk mencapai ini semua staf medis harus memahami kebutuhan pasien yang
unik pada akhir kehidupan. Oleh karena itu, Rumah Sakit memberikan pelayanan tahap terminal
sesuai dengan kebutuhan pasien yang akan meninggal serta kualitas asuhan akhir kehidupan
dievaluasi oleh staf medis dan keluarga pasien. Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat
pasien mengarahkan semua aspek asuhan selama stadium akhir hidup. Asuhan akhir kehidupan
yang diberikan rumah sakit seperti pemberian pengobatan yang sesuai dengan gejala dan
keinginan pasien dan keluarga, penyampaian isu yang sensitif seperti autopsi dan donasi organ,
menghormati nilai yang dianut pasien, agama dan preferensi budaya dan mengikutsertakan pasien
dan keluarganya dalam semua aspek pelayanan serta memberi respon pada masalah-masalah
psikologis, emosional, spiritual dan budaya dari pasien dan keluarganya.
42. Rumah Sakit memastikan pemberian asuhan yang tepat bagi mereka yang kesakitan atau dalam
proses kematian. Pasien dalam fase terminal diberikan motivasi dan bimbingan spiritual secara
islami untuk meningkatkan kenyamanan dan kehormatannya. Selain itu, diberikan pula intervensi
untuk mengurangi rasa nyeri dan gejala primer atau sekunder, dan mencegah gejala-gejala dan
komplikasi sejauh yang dapat diupayakan. Asuhan yang diberikan mengikutsertakan pasien dan
keluarga meliputi aspek psikososial, emosional dan kebutuhan spritual pasien dan keluarga dalam
hal menghadapi kematian dan kesedihan. Intervensi yang ditujukan kepada pasien dan keluarga
didasarkan pada agama/ kepercayaan dan budaya. Pasien dan keluarga terlibat dalam mengambil
keputusan terhadap asuhan.

Anda mungkin juga menyukai