Anda di halaman 1dari 27

KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT

KEBIJAKAN UMUM

1. Pelayanan kesehatan Rumah Sakit Royal Surabaya dilaksanakan dalam 24


jam
2. Pelayanan di Rumah Sakit Royal Surabaya harus selalu berorientasi pada
mutu dan keselamatan pasien.
3. Tenaga medis, tenaga perawat/bidan dan tenaga kesehatan lain di Rumah
Sakit Royal Surabaya wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
4. Dalam melaksanakan tugasnya setiap tenaga kerja di Rumah Sakit Royal
Surabaya wajib mematuhi ketentuan yang di atur dalam K3 (Kesehatan dan
Keselamatan Kerja)
5. Setiap tenaga kerja harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar
prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, etik, dan menghormati hak
pasien.
6. Penyediaan tenaga kerja harus mengacu kepada pola ketenagaan dan
mengikuti program orientasi .
7. Untuk mempertahankan dan meningkatkan kompetensi wajib mengikuti
pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan.
8. Peralatan di Rumah Sakit Royal Surabaya harus selalu dilakukan
pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
9. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin
bulanan minimal satu bulan sekali.
10. Pencatatan, pelaporan dan evaluasi data dibuat dalam periode waktu tertentu
(harian, mingguan, bulanan, tribulan, semester dan tahunan ).
11. Setiap petugas pemberi pelayanan kesehatan wajib menjaga/ menyimpan
rahasia pasien.

1
KEBIJAKAN KHUSUS

1. Pimpinan rumah sakit menjamin bahwa akses asuhan dan pengobatan pasien
dilaksanakan secara seragam dan standar terhadap semua pasien secara
memadai, serta tidak tergantung atas latar belakang pasien dan kemampuan
untuk membayar atau sumber pembayaran.
2. Pimpinan rumah sakit menjamin asuhan pelayanan pasien sampai saat-saat
akhir kehidupannya.
3. Akses untuk asuhan dan pengobatan yang memadai dan diberikan oleh PPA
yang kompeten, tidak bergantung pada hari setiap minggu atau waktunya
setiap hari ( “3-24-7” ).
4. Penggunaan alokasi sumber daya yang sama, antara lain staf klinis dan
pemeriksaan diagnostik untuk memenuhi kebutuhan pasien pada populasi
yang sama
5. Pemberian asuhan yang diberikan kepada pasien, contoh pelayanan anestesi
sama di semua unit pelayanan rumah sakit
6. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan
keperawatan yang setara di seluruh rumah sakit.
7. Penerapan serta penggunaan regulasi dan form dalam bidang klinis antara lain
metode asesmen IAR (Informasi, Analisis, Rencana), form asesmen awal,
asesmen ulang, panduan praktik klinis (PPK), alur klinis terintegrasi / Clinical
Pathway, pedoman manajemen nyeri dan regulasi untuk berbagai tindakan,
antara lain Water Sealed Drainage, pemberian transfusi darah, biopsi ginjal,
pungsi lumbal.
8. Rencana asuhan dibuat untuk setiap pasien dan dicatat oleh PPA yang
memberikan asuhan di rekam medis pasien.
9. Rencana asuhan pasien dibuat dengan sasaran berdasar atas data asesmen awal
dan kebutuhan pasien.
10. Rencana asuhan di evaluasi secara berkala sesuai dengan kondisi pasien, di
mutakhirkan , atau di revisi oleh Tim PPA berdasarkan atas asesmen ulang.
11. Perkembangan tiap pasien di evaluasi berkala dan dibuat notasi pada CPPT
oleh DPJP sesuai dengan kebutuhan dan di verifikasi harian oleh DPJP

2
12. Pimpinan rumah sakit menjamin asuhan pelayanan pasien sampai saat-saat
akhir kehidupannya.
13. Rumah Sakit menjamin keseluruhan pelayanan asuhan pasien yang
berkelanjutan antar unit pelayanan di dalam Rumah Sakit, maupun ke fasilitas
kesehatan rujukan di luar Rumah Sakit, dengan koordinasi antar para tenaga
klinis; dan pada semua fase pelayanan tersedia staf klinis yang kompeten
sebagai orang yang bertanggung jawab atas pelayanan asuhan pasien.
14. Rumah Sakit wajib melindungi hak-hak pasien selama mendapatkan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
15. Rumah Sakit menjamin pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien
dilaksanakan dengan tingkat asuhan yang sama di seluruh rumah sakit, baik
asuhan medis, asuhan keperawatan/kebidanan, maupun pelayanan anestesi dan
bedah untuk mendapatkan hasil (outcome) yang sama di seluruh rumah sakit.
16. Rumah Sakit, dalam hal ini Profesional Pemberi Asuhan (PPA), wajib
mendukung dan mendorong keterlibatan pasien dan keluarganya dalam proses
pelayanan, dengan memberikan informasi dan edukasi untuk mengambil
keputusan terkait pelayanan yang diberikan kepada pasien.
17. Rumah Sakit memprioritaskan pelayanan pasien dengan kebutuhan emergensi
berdasarkan proses triase berbasis bukti.

18. Perintah tertulis wajib disertai dengan identitas pasien, sedikitnya


mengandung 2 variabel (nama lengkap sesuai E-KTP, tanggal lahir, NIK (No
Induk Kependudukan) atau nomor medical record).
19. Pasien diterima sebagai pasien rawat inap atau didaftar untuk pelayanan rawat
jalan berdasarkan kebutuhan pelayanan kesehatan mereka yang telah
teridentifikasi dan sesuai dengan misi dan kemampuan pelayanan Rumah
Sakit.
20. Penerimaan pasien berdasarkan hasil skrining dan atau tes diagnostik sebagai
dasar penerimaan pasien, yang dilakukan pada kontak pertama di dalam atau
di luar rumah sakit.
21. Skrining non klinis dilakukan oleh petugas pendaftaran/admission untuk
mengetahui bantuan yang diperlukan atas kendala fisik, bahasa, pendidikan,

3
dan risiko lainnya yang mungkin terjadi selama pelayanan pasien di rumah
sakit

22. Identifikasi pasien:


a. Setiap pasien yang masuk rawat inap harus dipasangkan gelang identitas
pasien.
b. Pasien selalu diidentifikasi sebelum pemberian obat, sebelum transfusi
darah atau produk darah lainnya, sebelum pengambilan darah dan
spesimen lain untuk pemeriksaan laboratorium klinis, sebelum
pemeriksaan radiologi, serta sebelum dilakukan tindakan.
c. Perintah tertulis wajib disertai dengan identitas pasien, sedikitnya
mengandung 2 variabel (nama lengkap dan tanggal lahir atau no medical
record)
23. Pasien yang dilayani di Rumah Sakit wajib didaftar di Tempat Pendaftaran
Pasien dan mendapatkan Nomor Rekam Medis, yang berlaku seumur hidup
selama mendapatkan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit. Petugas admisi
akan memberikan informasi mengenai:
a. Perkiraan biaya
b. Hak dan Kewajiban Pasien
c. Tata Tertib Rumah Sakit
24. Pelayanan asuhan pasien dilaksanakan dengan menghormati dan responsif
terhadap pilihan, kebutuhan dan nilai-nilai pribadi pasien, serta memastikan
bahwa nilai-nilai pasien menjadi panduan bagi semua keputusan klinis

25. Semua pasien yang dilayani di Rumah Sakit, baik pelayanan gawat darurat,
rawat jalan maupun rawat inap, wajib diidentifikasi kebutuhan pelayanannya
melalui proses asesmen, yang terdiri atas pengumpulan informasi, analisis
informasi, dan penentuan rencana pelayanan.
26. Semua pasien rawat jalan dan rawat inap wajib dilakukan skrining, asesmen,
dan penanganan atas rasa nyeri.
27. Setiap pasien baru rawat inap wajib dilakukan skrining risiko nutrisi yang
dilakukan oleh perawat dengan mengisi Form Skrining Nutrisi, apabila pasien
termasuk berisiko nutrisi, maka dilakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk

4
dilakukan asesmen nutrisi dan penatalaksanaan nutrisional sesuai dengan
kondisi nutrisi pasien.
28. Pasien rawat inap mendapatkan makanan atau nutrisi yang disediakan secara
regular dan bervariasi sesuai dengan permintaan/pemesanan sebelumnya
berdasarkan status gizi dan kebutuhan pasien.
29. Apabila keluarga menyediakan makanan, maka perawat melakukan kolaborasi
dengan DPJP dan ahli gizi agar pasien dan keluarganya mendapatkan edukasi
mengenai pembatasan diet pasien.
30. Dokter, perawat, dan atau professional lainnya akan melakukan asesmen
utilitas dengan mengumpulkan berbagai informasi klinis (anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dsb), psiko-sosial, sosio-ekonomis,
maupun sistem pembayaran yang dimiliki pasien. Profesional Pemberi Asuhan
(PPA) mengkomunikasikan dan berbagi informasi secara lengkap dengan
pasien dan keluarga, sehingga pasien dan keluarga menerima informasi tepat
waktu, lengkap, dan akurat.
31. Hanya PPA yang berkompeten dan mempunyai izin praktek sesuai dengan
profesinya yang dapat memberikan asuhan pelayanan pasien, sesuai dengan
Surat Penugasan Klinis (SPK) dan Surat Penugasan Kerja Klinis (SPKK) yang
diberikan oleh Direktur Rumah Sakit .
32. PPA melaksanakan tugas secara mandiri, delegatif, dan kolaboratif
33. Masing-masing PPA yang melakukan tindakan asuhan pasien baik diagnostik
maupun terapeutik wajib menuliskan pada berkas rekam medis.
34. Asuhan medis lengkap artinya melakukan asesmen medis sampai dengan
implementasi rencana serta tindak lanjutnya sesuai dengan kebutuhan pasien.
35. Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) adalah dokter yang sesuai dengan
kewenangan klinisnya memberikan asuhan medis lengkap kepada seorang
pasien dengan 1 kondisi patologi/penyakit dari awal sampai dengan akhir
perawatan di rumah sakit, baik rawat jalan maupun rawat inap, dan berperan
sebagai clinical team leader dalam menetapkan kerangka pokok asuhan
lengkap setiap pasien, dan melakukan review-sintesis-integrasi asuhan.
36. Kolaborasi antar PPA ditulis di CPPT.

5
37. Berdasarkan analisis informasi tersebut dihasilkan kesimpulan berupa masalah,
kondisi, dan diagnosis untuk mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien,
dan ditentukan DPJP yang sesuai untuk menentukan rencana pelayanan pasien
tersebut.
38. Apabila pasien dikelola oleh lebih dari 1 orang DPJP, maka asuhan medis
tersebut yang dilakukan secara terintegrasi / secara tim, dan diketuai oleh
seorang DPJP Utama yang berperan dalam menjaga asuhan medis
komprehensif – terpadu – efektif untuk menjamin keselamatan pasien,
komunikasi efektif, sinergisme dan mencegah duplikasi pengobatan yang tidak
perlu.
39. DPJP menentukan penatalaksanaan yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan
pasien, dan melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain yang
diperlukan.
40. DPJP wajib melibatkan pasien dan keluarganya dengan memberikan informasi
dan edukasi terkait rencana pelayanan yang ditawarkan kepada pasien dan
hasil pelayanan yang diharapkan, sedemikian sehingga pasien dan keluarga
mendapatkan informasi yang cukup untuk mengambil keputusan.
41. Apabila diperlukan, sebelum melakukan tindakan khusus yang invasif dan
berisiko, DPJP wajib meminta informed consent kepada pasien dan atau
keluarganya.
42. Setiap pasien yang direncanakan untuk dilakukan tindakan anestesi atau bedah,
wajib dilakukan asesmen medis pra anestesi, pra induksi, pra sedasi dan
asesmen medis pra bedah, serta dilakukan pencatatan pada berkas rekam
medis sebelum operasi.
43. Pemulangan pasien dilakukan berdasarkan rencana pemulangan (discharge
planning) yang dibuat oleh Case Manager dalam waktu 1x24 jam dengan
berkolaborasi dengan DPJP dan PPA lainnya. Discharge planning dibuat
dengan memperhatikan kebutuhan pasien.
44. Untuk resume medis medis pasien rawat jalan yang melakukan kontrol lebih
dari satu dokter spesialis dalam satu hari, maka resume medis medis pasien
tersebut dibuat oleh Case Manager/Kepala Unit Rawat Jalan.
45. Isi dari resume medis Medis Rawat Jalan mencakup:

6
a. Diagnosis yang penting (sesuai dengan kriteria resume medis Rawat
Jalan)
b. Alergi terhadap obat-obatan
c. Medikamentosa yang sekarang
d. Prosedur bedah yang lalu
e. Riwayat perawatan dan hospitalisasi yang lalu

46. DPJP membuat resume medis pasien pulang sebelum pasien pulang yang
menggambarkan tindakan yang dilakukan selama pasien tinggal di rumah sakit
untuk dipergunakan oleh praktisi kesehatan yang bertanggung jawab untuk
pelayanan selanjutnya, yang berisi:
a. Alasan masuk rumah sakit, diagnosis, dan komorbiditas
b. Temuan kelainan fisik dan lainnya yang penting
c. Prosedur diagnostik dan terapetik yang telah dilakukan
d. Medikamentosa (termasuk obat waktu pulang, yaitu semua obat-obatan
untuk diminum di rumah)
e. Status/kondisi pasien waktu pulang
f. Instruksi follow up/tindak lanjut.
34. Asesmen awal setiap pasien gawat darurat, rawat jalan, dan rawat inap
meliputi evaluasi faktor psikologis, sosial dan ekonomi, termasuk riwayat
kesehatannya dan pemeriksaan fisik.
35. Asesmen pasien di IGD harus diselesaikan sebelum pasien keluar Rumah
sakit/Masuk Rumah Sakit/di rujuk.
36. Kerangka waktu penyelesaian asesmen awal pasien gawat darurat adalah
sebelum pasien meninggalkan area IGD (dirujuk, transfer ke unit lain atau
pulang atas permintaan sendiri).
37. Asesmen awal medis dan keperawatan harus diselesaikan dengan lengkap
dalam waktu 24 jam setelah pasien masuk rawat inap, dalam keadaan tertentu,
misalnya kondisi kegawatdaruratan pasien, maka asesmen dilaksanakan dan
diselesaikan lebih cepat.
38. Asesmen awal di review dan di verifikasi oleh DPJP dengan paraf atau tanda
tangan DPJP pada asesmen awal keperawatan.

7
39. Asesmen awal rawat jalan dengan penyakit akut/non kronis, diperbaharui
setelah 1 (satu) bulan.
40. Pasien rawat jalan dengan penyakit kronis, asesmen awal diperbaharui setelah
3 (tiga bulan).
41. Kerangka waktu penyelesaian asesmen awal rawat jalan adalah sebelum
pasien selesai konsultasi dengan DPJP.
42. Asesmen ulang dilaksanakan oleh DPJP, PPJA dan PPA lainnya untuk
evaluasi respon pasien termasuk asuhan tindak lanjut.
43. Sedikitnya sekali dalam sehari, DPJP akan melakukan asesmen ulang pada
pasien selama fase akut (< 24 jam sejak pasien masuk rumah sakit) dan fase
non akut dari perawatan dan pengobatannya dengan melakukan kunjungan
langsung kepada pasien (visite), termasuk hari libur, atau menunjuk
pengganti yang sesuai dengan kompetensinya.

47. Masing-masing PPA yang melakukan tindakan asuhan pasien baik diagnostik
maupun terapeutik wajib menuliskan pada berkas rekam medis.
48. Asuhan medis lengkap artinya melakukan asesmen medis sampai dengan
implementasi rencana serta tindak lanjutnya sesuai dengan kebutuhan pasien.

44. Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) adalah dokter yang sesuai dengan
kewenangan klinisnya memberikan asuhan medis lengkap kepada seorang
pasien dengan 1 kondisi patologi/penyakit dari awal sampai dengan akhir
perawatan di rumah sakit, baik rawat jalan maupun rawat inap, dan berperan
sebagai clinical team leader dalam menetapkan kerangka pokok asuhan
lengkap setiap pasien, dan melakukan review-sintesis-integrasi asuhan
45. Bila DPJP berhalangan maka pelaksanaan asesmen ulang boleh dilakukan
oleh dokter lain yang ditunjuk atau dokter jaga ruangan.
46. Asesmen awal medis yang telah dibuat lebih dari 30 hari, atau kurang dari 30
hari tetapi terjadi perubahan kondisi pasien yang signifikan, harus
diperbaharui dan pemeriksaan fisik diulangi untuk menentukan diagnosis
awal dan rencana pelayanan pasien yang baru.

8
47. Untuk asesmen kurang dari 30 hari, setiap perubahan kondisi pasien yang
signifikan, dicatat dalam rekam medis pasien pada saat pasien masuk rawat
inap.
48. Asesmen awal termasuk menentukan rencana pemulangan pasien (discharge).
49. Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu atas dasar
kondisi dan pengobatan untuk menetapkan respon terhadap pengobatan dan
untuk merencanakan pengobatan atau untuk pemulangan pasien.
50. Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan.
51. Selama memberikan asuhan pelayanan pasien, semua tenaga kesehatan wajib
mengintegrasikan dan mengkoordinasikan rencana asuhan di antara berbagai
unit kerja dan pelayanan di rumah sakit, serta melakukan pencatatan asuhan
pasien pada berkas rekam medis dalam bentuk kemajuan terukur pencapaian
sasaran.
52. Aktivitas asuhan pasien yang berupa pemberian perintah seyogyanya
dilakukan secara tertulis pada lembar tertentu untuk memudahkan akses bagi
penerima perintah untuk melaksanakan perintah tersebut secara tepat.
Pemberian perintah secara tertulis bila diperlukan, hanya dapat dilakukan
oleh dokter.
53. Permintaan diagnostik imajing dan atau laboratorium klinis dilakukan oleh
DPJP dan atau dokter secara tertulis, atau bidan terkait pemeriksaan
kehamilan dan persalinan, serta wajib disertai indikasi klinis.
54. Penulisan resep wajib dilakukan sesuai dengan standar baku penulisan resep
dan tulisan yang mudah dibaca, serta mencantumkan sediaan obat, kekuatan
obat, dosis obat, jumlah obat dan aturan pakai.
55. Pasien dan keluarganya diberi informasi tentang hasil asuhan dan pengobatan;
maupun hasil asuhan dan pengobatan yang tidak diharapkan.
56. Pelayanan berisiko tinggi dilaksanakan secara khusus berdasarkan ketentuan
yang telah ditetapkan, berupa:
a. Pelayanan emergensi
b. Pelaksanaan early warning system (EWS)
c. Pelayanan resusitasi
d. Pelayanan pemberian darah dan produk darah

9
e. Pelayanan penggunaan peralatan bantuan hidup dasar dan koma
f. Pelayanan penyakit menular
g. Pelayanan Hemodialisa
h. Pelayanan pasien dengan penghalang (restraint)
i. Pelayanan pasien populasi khusus ( pasien yang lemah, usia lanjut, cacat,
anak dan yang ketergantungan bantuan, serta populasi pasien berisiko
disiksa dan resiko tinggi lainnya termasuk pasien dengan resiko bunuh
diri )
43. Pasien dipulangkan bila sesuai dengan indikasi pemulangan pasien
sebagaimana diatur dalam Panduan Praktik Klinik.
44. Instruksi pemberian darah/komponen darah dilakukan oleh DPJP dengan
mengisi formulir permintaan darah untuk transfusi atau mendelegasikan
kepada dokter jaga ruangan/IGD setelah meminta persetujuan kepada pasien
atau keluarga.
45. Untuk pelayanan pasien One Day Care (ODC) kurang dari 6 jam
46. Bila terdapat pasien dengan HbsAg positif atau HIV yang akan melakukan
tindakan hemodialisa, maka pasien tersebut dirujuk ke Rumah Sakit yang
memberikan pelayanan bagi pasien dengan pajanan tersebut.
47. Bila terdapat pasien yang membutuhkan pelayanan kemoterapi, maka pasien
tersebut dilayani sesuai dengan kompetensi DPJP dan sesuai dengan
kemampuan rumah sakit.

48. Rumah sakit menetapkan asesmen informasi yang harus diperoleh pasien
rawat inap adalah : penjelasan tentang general consent, hak dan kewajiban
pasien, tata tertib selama di rumah sakit, perkiraan besarnya biaya perawatan,
dokter yang merawat, ruangan kelas yang tersedia beserta biaya kamar

49. Rumah sakit menetapkan asesmen informasi yang harus diperoleh dari pasien
rawat jalan adalah : jadwal dokter praktek (hari praktek, jam praktek, nama
dokter), klinik yang tersedia, edukasi pasien (CEPT) serta jenis-jenis
pelayanan yang tersedia di Rumah Sakit Royal Surabaya.

10
50. Rumah Sakit mendokumentasikan asesmen informasi yang telah
ditandatangani dan diberikan ke pasien antara lain :general consent, biaya
kamar, estimasi biaya tindakan, informed consent.

51. Asesmen awal untuk setiap pasien gawat darurat, rawat jalan dan rawat inap
meliputi anamnesa (keluhan utama, riwayat penyakit dahulu, riwayat
psikososial, riwayat ekonomi), pemeriksaan fisik, status nutrisi, pemeriksaan
penunjang bila ada dan diagnosa serta perencanaan (planning).

49. Dokter, perawat, dan atau professional lainnya akan melakukan asesmen
utilitas dengan mengumpulkan berbagai informasi klinis (anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dsb), psiko-sosial, sosio-ekonomis,
maupun sistem pembayaran yang dimiliki pasien. Profesional Pemberi Asuhan
(PPA) mengkomunikasikan dan berbagi informasi secara lengkap dengan
pasien dan keluarga, sehingga pasien dan keluarga menerima informasi tepat
waktu, lengkap, dan akurat.

52. Asesmen awal dan ulang medis rawat jalan dilakukan oleh dokter yang
memiliki SIP di Rumah Sakit Royal Surabaya (dokter gigi, dokter umum,
dokter spesialis)

53. Asesmen awal dan ulang medis rawat inap dilakukan oleh DPJP yang
memiliki SIP di Rumah Sakit Royal Surabaya

50. Hanya PPA yang berkompeten dan mempunyai izin praktek sesuai dengan
profesinya yang dapat memberikan asuhan pelayanan pasien, sesuai dengan
Surat Penugasan Klinis (SPK) dan Surat Penugasan Kerja Klinis (SPKK) yang
diberikan oleh Direktur Rumah Sakit .

54. Asesmen awal dan ulang di Instalasi Gawat Darurat dilakukan oleh dokter
jaga/ dokter DPJP, PPJA dan PPA lainnya yang memiliki SIP, STR, SIKB
serta memiliki SPK dan RKK di Rumah Sakit Royal Surabaya.

55. Asesmen awal dan ulang keperawatan/kebidanan/PPA yang lain (Fisioterapis,


Gizi, Apoteker) di rawat inap dilakukan oleh PPA yang memiliki ijin bekerja

11
yang masih berlaku (STR,SIK/SIKG/SIB/SIKK,dll) dan memiliki SPK serta
RKK di Rumah Sakit Royal Surabaya.

56. Asesmen awal dan ulang keperawatan/kebidanan/PPA yang lain (Fisioterapis,


Gizi, Apoteker) di rawat jalan dilakukan oleh PPA yang memiliki ijin bekerja
yang masih berlaku (STR,SIK/SIKG/SIB/SIKK,dll) dan memiliki SPK serta
RKK di Rumah Sakit Royal Surabaya.

57. Isi minimal asesmen pasien rawat inap terdiri dari anamnesa (keluhan utama,
riwayat penyakit dahulu, riwayat psikososial, riwayat ekonomi), pemeriksaan
fisik, status nutrisi, pemeriksaan penunjang bila ada dan diagnosa serta
perencanaan (planning).

58. Isi minimal asesmen pasien rawat jalan terdiri dari anamnesa (keluhan utama,
riwayat penyakit dahulu, riwayat psikososial, riwayat ekonomi), pemeriksaan
fisik, status nutrisi, pemeriksaan penunjang bila ada dan diagnosa serta
perencanaan (planning).

59. Khusus untuk klinik gigi menggunakan form catatan dokter gigi rawat jalan
dilengkapi dengan odontogram klinik.

60. Khusus untuk klinik Mata dan THT menggunakan form asesmen rawat jalan
umum dengan diberi stempel gambar mata dan telinga

61. Kriteria asesmen kebutuhan fungsional dan risiko jatuh.

62. Asesmen fungsional lebih lanjut yang termasuk juga didalamnya asesmen
resiko jatuh dilakukan pada saat pasien di IGD, rawat jalan maupun rawat
inap.

63. Asesmen pasien kebutuhan khusus meliputi anak-anak, dewasa muda, lanjut
usia lemah, sakit terminal, pasien dengan nyeri kronis dan intens, wanita
dalam proses melahirkan, wanita dalam proses terminasi kehamilan, pasien
dengan kelainan emosional atau gangguan jiwa, pasien diduga
ketergantungan alkohol, korban kekerasan atau terlantar, pasien dengan

12
infeksi/penyakit menular, pasien yang mendapat kemoterapi/ radiasi, pasien
dengan daya imun yang direndahkan.

64. Asesmen pasien non akut di rawat jalan untuk jenis pasien (hipertensi, DM,
dekompensasio kordis, Old MCI, kerato konjungtivitis sicca, parkinson)
interval minimum asesmen ulang 28-30 hari.

65. Asesmen pasien di UPI dilakukan berdasarkan early warning system yang
dievaluasi berdasarkan skor dengan observasi ketat setiap 2 jam,1-2 jam dan
30 menit.

66. Kebutuhan pasien disusun skala prioritasnya berdasarkan hasil asesmen


(asesmen)

67. Pelayanan di Unit/Instalasi:

a. Semua petugas instalasi/unit wajib memiliki surat tugas sesuai


dengan ketentuan yang berlaku.
b. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
c. Untuk koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin
bulanan minimal satu bulan sekali.
d. Setiap bulan wajib membuat laporan.
e. Pelayanan di Rumah Sakit Royal Surabaya berfokus kepada patient
center care dimana dalam melaksanakan akses ke pelayanan dan
kontinuitas pelayanan, memenuhi hak pasien dan keluarga, asesmen
pasien, pemberian pelayanan pasien, serta memberikan edukasi
kepada pasien, keluarga dan masyarakat.
f. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat, Unit Rawat Inap, Unit Rawat
Intensif, Instalasi Farmasi, Unit Radiologi, dan Unit Laboratorium,
dilaksanakan dalam 24 jam. Pelayanan Unit Rawat Jalan sesuai
dengan jadwal praktik dokter.
g. Pelayanan Kamar Operasi dilaksanakan dalam jam kerja, dan pada
hari Minggu dan dan libur nasional dilaksanakan dengan sistem on
call.

13
h. Pelayanan Unit Hemodialisa dilaksanakan sesuai dengan jam kerja
Unit Hemodialisa tersebut di dalam dua shift dan hari libur nasional.
Minggu dan diluar jam kerja termasuk ke dalam aturan HD CITO.
Pelayanan Hemodialisa dapat dilaksanakan di ICU sesuai dengan
kebutuhan pasien.
i. Unit Cath Lab dilaksanakan dalam sesuai dengan ketersediaan
tenaga dokter dan kebutuhan pasien.
j. Rumah Sakit Royal Surabaya bukan rumah sakit yang ditunjuk untuk
melaksanakan PONEK. Rumah Sakit Royal Surabaya saat ini sedang
mempersiapkan untuk melengkapi sumber daya manusia dan fasilitas
PONEK. Terkait PONEK, Rumah Sakit Royal Surabaya
mengupayakan pelayanan meliputi: penanganan awal kasus
kegawatan / emergensi ibu dan bayi dan pelayanan rujukan ke
Rumah Sakit lain yang mampu memberikan pelayanan lebih lanjut.
k. Rumah Sakit Royal Surabaya bukan Rumah Sakit yang ditunjuk
untuk melaksanakan pelayanan pasien dengan HIV-AIDS, sehingga
pelayanan yang diselenggarakan di Rumah Sakit Royal Surabaya
meliputi pelayanan Voluntary Counceling and Testing (VCT),
pelayanan rujukan ke HIV ke Rumah Sakit lain yang ditunjuk
melayani HIV-AIDS dan penerapan universal precautions.
l. Rumah Sakit melaksanakan penanggulangan Tuberculosis (TB)
sesuai dengan pedoman strategi DOTS.
64. Skrining dan Triase:
a. Skrining dilakukan pada kontak pertama didalam atau diluar rumah
sakit.
b. Berdasarkan hasil skrining ditentukan apakah kebutuhan pasien
sesuai dengan misi dan sumber daya rumah sakit.
c. Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi visual atau
pengamatan, pemeriksaan hasil fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik,
psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imaging sebelumnya.
d. Pasien diterima sebagai pasien rawat inap atau didaftar untuk
pelayanan rawat jalan berdasarkan kebutuhan pelayanan kesehatan

14
mereka yang telah teridentifikasi dan sesuai dengan misi dan
kemampuan pelayanan Rumah Sakit.
e. Penerimaan pasien berdasarkan hasil skrining dan atau tes diagnostik
sebagai dasar penerimaan pasien, yang dilakukan pada kontak
pertama di dalam atau di luar rumah sakit.
f. Skrining bagi pasien yang akan di rujuk ke RS. Royal Surabaya melalui
telp, perawat atau dokter jaga IGD akan menanyakan identitas pasien,
kondisi pasien (stabil/tidak stabil), diagnosa, hasil pemeriksaan penunjang
seperti Darah Lengkap, BUN, Kreatinin, EKG, thorax foto, CT scan, MRI,
memastikan bahwa RS. Royal Surabaya mampu dan memiliki fasilitas
untuk menerima pasien yang akan dirujuk tersebut.
g. Pasien tidak dirawat, dipindahkan atau dirujuk sebelum diperoleh hasil tes
yang dibutuhkan tersedia.
h. Skrining non klinis dilakukan oleh petugas pendaftaran/admission
dan atau sekuriti untuk mengetahui bantuan yang diperlukan atas
kendala fisik, bahasa, pendidikan, dan risiko lainnya yang mungkin
terjadi selama pelayanan pasien di rumah sakit.
i. Asesmen awal harus memuat skrining untuk risiko nutrisional dan
risiko fungsional sesuai kriteria yang ditentukan. Pasien dengan
risiko nutrisional menurut kriteria akan mendapatkan asesmen gizi,
dan pasien dengan risiko fungsional menurut kriteria akan dilakukan
asesmen ulang yang sesuai.
j. Skrining dilakukan pada kontak pertama untuk menetapkan apakah
pasien dapat dilayani oleh rumah sakit.
k. Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, visual atau pengamatan,
pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik
imajing sebelumnya.
l. Kebutuhan darurat, mendesak, atau segera diidentifikasi dengan
proses triase berbasis bukti untuk memprioritaskan pasien dengan
kebutuhan emergensi.
m. Rumah Sakit menetapkan kebijakan pengaturan jadwal on call
perawat dan dokter jaga IGD dimana jika bertugas jaga malam, staf

15
yang bersangkutan bertanggung jawab untuk transfer pasien rumah
sakit, home visit/home care dan evakuasi pasien
65. Manajemen obat :
a. Elektrolit konsentrat yang berada di unit pelayanan pasien harus
mengikuti panduan Penyimpanan Obat High Alert
b. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien diberi
label High Alert dan disimpan dengan cara yang membatasi akses
(restrict access).
66. Manajemen pelayanan laboratorium
a. Rumah sakit menetapkan kebijakan tentang seorang atau lebih
tenaga profesional yang kompeten dan berwenang untuk memimpin
pelayanan laboratorium terintergrasi disertai uraian tugas, tanggung
jawab serta wewenang.
b. Rumah sakit menetapkan kebijakan tentang program manajemen
risiko di laboratorium
c. Rumah sakit menetapkan kebijakan tentang hasil nilai kritis dan
menyusun prosedur pelaporan dan tindak lanjutnya yang disusun
secara kolaboratif.
d. Rumah sakit menetapkan kebijakan mengenai kerangka waktu
penyelesaian hasil pemeriksaaan laboratorium termasuk waktu
penyelesaian kategori CITO dan pelaksanaan evaluasinya.
e. Rumah sakit menetapkan kebijakan tentang program pengelolaan
peralatan laboratorium termasuk alat yang tersedia melalui kontrak
(KSO).
f. Rumah sakit menetapkan kebijakan tentang pengelolaan logistik
laboratorium, reagensia esensial termasuk bila terjadi kekosongan.
g. Rumah sakit menetapkan regulasi tentang spesimen yaitu berupa
pengambilan, pengumpulan, identifikasi, pengerjaan, pengiriman dan
pembuangan.
h. Rumah sakit menetapkan kebijakan tentang penetapan dan evaluasi
rentang nilai normal.
i. Rumah sakit menetapkan program mutu lab klinik.

16
j. Rumah sakit menetapkan kebijakan tentang penyediaan dan
pelayanan darah.
k. Regulasi tentang penetapan penaggung jawab pelayanan darah dan
transfusi yang kompeten dan berwenang.
l. Rumah sakit menetapkan tentang program kendali mutu pelayanan
darah sesuai dengan perundang-undangan.
67. Manajemen pelayanan radiologi
a. Rumah sakit menetapkan kebijakan tentang seorang atau lebih
tenaga profesional yang kompeten dan berwenang untuk memimpin
pelayanan RIR (radiodiagnostik, imaging dan radiologi intervensi )
terintergrasi disertai uraian tugas, tanggung jawab serta wewenang.
b. Rumah sakit menetapkan program manajemen risiko di RIR.
c. Rumah sakit menetapkan kebijakan tentang proses identifikasi dosis
maksimum dosis radiasi untuk setiap RIR. Edukasi dari radilog
kepada pasien mengenai dosis radiasi, adanya persetujuan dari
pasien atau keluarga sebelum dilakukan pemeriksaan RIR (dosis
maksimum) termasuk dengan pemberian kontras dan tindakan
invasif radiologi lainnya.
d. Rumah sakit menetapkan kebijakan tentang identifikasi risiko radiasi.
e. Rumah sakit menetapkan kebijakan mengenai kerangka waktu
penyelesaian hasil pemeriksaaan RIR termasuk waktu penyelesaian
kategori CITO dan pelaksanaan evaluasinya.
f. Rumah sakit menetapkan kebijakan tentang program pengelolaan
peralatan RIR termasuk alat yang tersedia melalui kontrak (KSO).
g. Rumah sakit menetapkan kebijakan tentang pengelolaan logistik RIR,
reagensia esensial termasuk bila terjadi kekosongan.
h. Rumah sakit menetapkan program mutu RIR.
68. Manajemen nutrisi :
a. Pasien di skrining untuk status gizi.
b. Rumah sakit menetapkan kriteria risiko gizi.
c. Respon pasien terhadap terapi gizi dimonitor.

17
d. Makanan disiapkan dan disimpan dengan cara mengurangi risiko
kontaminasi dan pembusukan.
e. Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik.
f. Distribusi makanan secara tepat waktu, dan memenuhi kebutuhan
untuk permintaan khusus.
g. Pemberian asuhan dan terapi gizi terintegrasi termasuk pasien
dengan berisiko gizi
h. Pemberian terapi gizi terintegrasi pasien berisiko gizi
i. Asuhan gizi terintegrasi mencakup rencana, pemberian dan monitor
terapi gizi
j. Evaluasi dan monitoring terapi gizi di catat di rekam medis pasien
k. Pasien rawat inap mendapatkan makanan atau nutrisi yang
disediakan secara regular dan bervariasi sesuai dengan
permintaan/pemesanan sebelumnya berdasarkan status gizi dan
kebutuhan pasien.
l. Apabila keluarga menyediakan makanan, maka perawat melakukan
kolaborasi dengan DPJP dan ahli gizi agar pasien dan keluarganya
mendapatkan edukasi mengenai pembatasan diet pasien.
m.
69. Manajemen nyeri:
a. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan di skrining untuk rasa sakit
(asesmen nyeri/asesmen cepat (rapid assessment) dan dilakukan
asesmen ulang nyeri apabila ada rasa nyeri yang mendalam (P=
Provocation, Q= Quality, R= Radiance, S= Severity, T= Timing)
terhadap nyeri sesuai dengan umur pasien, pengukuran intensitas dan
kualitas nyeri sesuai dengan kekerapan/frekuensi, lokasi dan
lamanya, termasuk lokasi pencatatannya.
b. Pasien dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif.
c. Menyediakan pengelolaan nyeri sesuai pedoman dan protokol.
d. Komunikasi dan edukasi dengan pasien dan keluarga tentang
pengelolaan nyeri dalam konteks pribadi, budaya, dan kepercayaan
agama masing-masing dan nilai-nilai pasien dan keluarga.

18
e. Pemberian edukasi tentang kemungkinan timbulnya nyeri akibat
tindakan yang terencana, prosedur pemeriksaan dan pilihan yang
tersedia untuk mengatasi nyeri.
f. Pelatihan pelayanan mengatasi nyeri untuk staf.
70. Surgical Safety Checklist :
a. Digunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk identifikasi lokasi
operasi dan melibatkan pasien dalam proses penandaan/pemberian
tanda.
b. Menggunakan suatu checklist untuk melakukan verifikasi praoperasi
tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien dan semua dokumen
serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat/benar, dan fungsional.
c. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan
mencatat/mendokumentasikan prosedur “sebelum insisi/time-out”
tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan.
71. Hand hygiene :
Program hand hygiene dilaksanakan secara efektif sesuai dengan pedoman WHO
Patient Safety.
72. Risiko jatuh :
a. Penerapan asesmen awal pasien risiko jatuh dan dilakukan asesmen
ulang bila terjadi perubahan kondisi klinis.
b. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi
mereka yang pada hasil asesmen dianggap berisiko.
c. Langkah-langkah pengurangan resiko jatuh dimonitor/dievaluasi
hasilnya, baik tentang keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh
maupun dampak yang berkaitan secara tidak disengaja.
73. Komunikasi efektif :
a. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan
dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil
pemeriksaan tersebut.
b. Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara
lengkap dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil
pemeriksaan tersebut.

19
c. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang
memberi perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
d. Perintah lisan atau melalui telepon dimintakan tandatangan pemberi
perintah disertai tandatangan saksi.

74. Mengidentifikasi hambatan dalam populasi pasien

a. Rumah Sakit menyediakan staf serta sarana dan prasarana untuk


membantu pasien yang datang dengan hambatan fisik, tidak sadar
dan hambatan bahasa.

b. Staf mendapatkan pelatihan sesuai dengan keahlian yang dibutuhkan.

c. Rekam medis membuat dokumen implementasi data cakupan Rumah


Sakit.

1. Upaya mengurangi kendala fisik:


a. Menyediakan kursi roda yang bisa digunakan oleh pasien jika ingin
berobat pada lobby rumah sakit.
b. Memberikan lampu penerangan pada area loket pendaftaran.
c. Koridor rumah sakit yang cukup lebar.
2. Upaya mengurangi kendala bahasa dan budaya :
a. Daftar nama penterjemah bahasa asing dan bahasa daerah.
b. Daftar nama petugas yang mampu berbahasa isyarat untuk pasien
tuna rungu.
3. Upaya mengurangi kesalahan arah tempat tujuan :
a. Penunjuk arah yang mudah dibaca.
b. Adanya penunjuk arah disetiap persimpangan.
c. Penomoran gedung.
74. Rumah sakit memiliki kebijakan tentang pengaturan urutan penyimpanan
lembar rekam medis.
75. Transfer/ perpindahan di dalam rumah sakit :
a. Transfer dilaksanakan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
b. Transfer antar unit didalam rumah sakit sesuai dengan kebutuhan
pasien dan diinformasikan kepada keluarga pasien.
c. Pasien yang ditransfer harus dilakukan stabilisasi terlebih dahulu
sebelum dipindahkan ke unit lainnya atau keluar rumah sakit dimana

20
pasien akan mendapatkan pelayanan penunjang dimana rumah sakit
belum dapat memenuhi kebutuhan pasien sementara dan pasien
dikembalikan ke rumah sakit kembali setelah mendapatkan
pelayanan penunjang tersebut (transfer parsial).
76. Transfer keluar rumah sakit / rujukan:
a. Pasien dilakukan stabilisasi terlebih dahulu sebelum dirujuk.
b. Kebutuhan akan pelayanan berkeulang dapat berarti rujukan ke
dokter spesialis, terapis rehabilitasi atau kebutuhan pelayanan
preventif yang akan dilaksanakan dirumah oleh keluarga.
c. Rujukan ke rumah sakit lain berdasarkan atas kondisi dan kebutuhan
pelayanan ulang.
d. Penerimaan rujukan dari rumah sakit lain, sesuai dengan kriteria
yang berlaku.
e. Rumah sakit yang merujuk/klinik harus menyiapkan hasil tes yang
mendukung diagnosa pasien seperti Darah Lengkap, BUN, Kreatinin,
EKG, thorax foto, CT scan, MRI.
f. Perpindahan ke rumah sakit lain berdasarkan atas kondisi dan
kebutuhan pelayanan ulang.
g. Rujukan menunjuk siapa yang bertanggung jawab selama proses
rujukan serta perbekalan dan peralatan apa yang dibutuhkan selama
transportasi.
h. Kerjasama yang resmi atau tidak resmi dibuat dengan rumah sakit
penerima.
i. Proses rujukan/perpindahan didokumentasikan didalam rekam medis
pasien.
77. Penundaan pelayanan :
a. Memperhatikan kebutuhan klinis pasien pada waktu menunggu atau
penundaan untuk pelayanan diagnostik dan pengobatan.
b. Memberikan informasi apabila akan terjadi penundaan pelayanan
atau pengobatan.

21
c. Memberi informasi alasan penundaan atau menunggu dan
memberikan informasi tentang alternatif yang tersedia sesuai dengan
keperluan klinik mereka.
d. Dalam penatalaksanaan dilapangan, di IGD maka waktu tunggu
pasien adalah 2 jam. Jika lebih dari 2 jam dan terjadi penundaan,
maka staf IGD (perawat/Dokter IGD) wajib menginformasikan
kepada pasien/keluarga/wali mengenai penundaan tersebut termasuk
alasan penundaan dan didokumentasikan didalam rekam medis.
78. Pemulangan pasien :
a. Rencana pemulangan pasien jika diperlukan meliputi kebutuhan
pelayanan penunjang dan pelayanan medis ulang.
b. Identifikasi organisasi dan individu penyedia pelayanan kesehatan di
lingkungannya yang sangat berhubungan dengan pelayanan yang
ada di rumah sakit serta populasi pasien.
c. DPJP yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien tersebut, harus
menentukan kesiapan pasien untuk dipulangkan.
d. Keluarga pasien dilibatkan dalam perencanaan proses pemulangan
yang terbaik atau sesuai kebutuhan pasien.
e. resume medis pasien pulang dibuat oleh DPJP sebelum pasien
pulang.
f. resume medis berisi pula instruksi untuk tindak lanjut.
g. Salinan resume medis pasien pulang didokumentasikan dalam rekam
medis.
h. Salinan resume medis pasien pulang diberikan kepada praktisi
kesehatan yang merujuk pasien ke rumah sakit.
i. resume medis medis mencakup antara lain: diagnosa yang penting,
alergi terhadap obat, medikamentosa yang sekarang, prosedur bedah
yang lalu, riwayat perawatan/hospitalisasi yang lalu.
j. Instruksi untuk tindak lanjut diberikan dalam bentuk dan cara yang
mudah dimengerti pasien dan/atau keluarganya. Didalam instruksi
pasien pulang harus mencakup pelayanan tindak lanjut, pelayanan

22
yang mendesak dan keluarga diberikan instruksi untuk pelayanan
bila diperlukan berkenaan dengan kondisi pasien.
79. Transportasi :
a. Transportasi milik rumah sakit, harus sesuai dengan hukum dan
peraturan yang berlaku berkenaan dengan pengoperasian, kondisi
dan pemeliharaan.
b. Transportasi disediakan atau diatur sesuai dengan kebutuhan dan
kondisi pasien.
c. Semua kendaraan yang dipergunakan untuk transportasi milik
Rumah Sakit, dilengkapi dengan peralatan yang memadai, sesuai
dengan kebutuhan pasien yang akan dibawa.
d. Pelayanan ambulans Rumah Sakit adalah 24 jam.
79. Hak pasien dan keluarga :
a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit.
b. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien.
c. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur dan tanpa
diskrimisasi.
d. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional.
e. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi.
f. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapat.
g. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya
dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit.
h. Meminta konsultasi tentang penyakit yang di deritanya kepada
dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) baik di dalam
maupun di luar Rumah Sakit.
i. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data-data medisnya.
j. Mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara
tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan

23
komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan
yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.
k. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.
l. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
m. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya
selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
n. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di Rumah Sakit.
o. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit
terhadap dirinya.
p. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan
agama dan kepercayaan yang dianutnya.
q. Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan
standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
80. Penolakan pelayanan dan pengobatan :
a. Memberitahukan hak pasien dan keluarga untuk menolak atau tidak
melanjutkan pelayanan dan pengobatan.
b. Memberitahukan tentang konsekuensi, tanggung jawab berkaitan
dengan keputusan tersebut dan tersedianya alternatif pelayanan dan
pengobatan.
c. Memberitahukan pasien dan keluarganya tentang menghormati
keinginan dan pilihan pasien untuk menolak pelayanan resusitasi
atau memberhentikan pengobatan bantuan hidup dasar ( Do Not
Resuscitate )
d. Rumah sakit telah menetapkan posisinya pada saat pasien menolak
pelayanan resusitasi dan membatalkan atau mundur dari
pengobatan bantuan hidup dasar.
e. Posisi rumah sakit sesuai dengan norma agama dan budaya
masyarakat, serta persyaratan hukum dan peraturan.
81. Pengelolaan pasien tahap terminal :

24
a. Mendukung hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang penuh
hormat dan kasih sayang pada akhir kehidupannya.
b. Intervensi pelayanan pasien untuk mengatasi nyeri.
c. Memberikan pengobatan sesuai dengan gejala dan
mempertimbangkan keinginan pasien dan keluarga.
d. Menyampaikan secara hati-hati soal sensitif seperti autopsi atau
donasi organ
e. Menghormati nilai, agama, serta budaya pasien dan keluarga
f. Mengajak pasien dan keluarga dalam semua aspek asuhan
g. Memperhatikan keprihatinan psikologis, emosional, spiritual, serta
budaya pasien dan keluarga
h. Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan
semua aspek pelayanan pada tahap akhir kehidupan.
i. Semua staf harus menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir
kehidupannya yaitu meliputi pengobatan terhadap gejala primer dan
sekunder, manajemen nyeri, respon terhadap aspek psikologis,
sosial, emosional, agama dan budaya pasien dan keluarganya serta
keterlibatannya dalam keputusan pelayanan.
j. Untuk pasien tahap terminal yang mendekati kematian maka
asesmen dan asesmen ulangnya perlu dilakukan secara individual
untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarganya, dan
didokumentasikan di catatan perkembangan terintegrasi.
k. Pasien dan keluarga harus diberi informasi tentang hasil dari proses
asesmen, setiap diagnosis yang ditetapkan, rencana pelayanan dan
pengobatan, dan diikutsertakan dalam keputusan tentang prioritas
kebutuhan yang perlu dipenuhi.
l. Untuk pasien tahap terminal yang mendekati kematian maka
asesmen dan asesmen ulangnya perlu dilakukan secara individual
untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarganya, dan
didokumentasikan di catatan perkembangan terintegrasi.
m. Hasil dokumentasi asesmen pasien disimpan dalam rekam medis
pasien.

25
82. Asesmen khusus populasi tertentu:

a. Asesmen pasien geriatri, pasien dengan kondisi terminal, pasien


dengan nyeri kronis dan terus menerus, pasien dengan kelainan
emosional atau gangguan jiwa, pasien diduga ketergantungan obat
atau alkohol, pasien korban kekerasan atau terlantar, pasien dengan
penyakit menular, pasien immunocompromized menggunakan format
asesmen medis dan keperawatan umum.

b. Asesmen wanita dalam persalinan, terminasi kehamilan


menggunakan format asesmen kebidanan.
83. Asesmen (asesmen) khusus / tambahan:
a. Asesmen risiko dekubitus
b. Asesmen risiko jatuh
c. Asesmen restrain
d. Asesmen nyeri
e. Asesmen gizi
f. Asesmen fungsional
g. Asesmen pra bedah
h. Asesmen pra sedasi dan pra sedasi
i. Asesmen pasien terminal
j. Asesmen keperawatan kebidanan
k. Asesmen keperawatan rawat inap (neonatus)
l. Asesmen keperawatan rawat inap bayi/anak
m. Pengkajian kritis
84. Untuk asesmen khusus/tambahan maka dilakukan asesmen dan dilengkapi
dengan formulir-formulir khusus tambahan serta dilakukan oleh staf yang
kompeten.

85. Kebijakan asesmen pasien ini dipakai sebagai acuan atau pedoman dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan pasien di instalasi gawat darurat, rawat
jalan, rawat inap, serta perawatan intensif Rumah Sakit Royal Surabaya.

26
86. Kebijakan asesmen pasien ini akan dilakukan peninjauan kembali jika
diperlukan untuk direvisi dan atau penyempurnaan lebih lanjut.

87. Rumah sakit membentuk tim code blue untuk penanganan pasien yang
mengalami gagal nafas dan gagal jantung di area Rumah Sakit Royal
Surabaya.

88. Rumah sakit mempunyai MOU kerja sama dengan rumah sakit lainnya
dalam lruang lingkup pelayanan medis dan penunjang medis dan dengan
perusahaan lainnya dalam pelayanan ambulans.

89. Rumah sakit membuat program kerja tahunan, pelaporan ke dinas kesehatan
mengenai pelayanan TB DOTs.

90. Pelayanan TB DOTs dilaksanakan secara komprehensif dan menyeluruh.

Ditetapkan : Surabaya
Tanggal 15 Januari 2020

drg. Henny Poeri Margastuti, M.A.R.S.

Direktur RS. Royal Surabaya

27

Anda mungkin juga menyukai