Anda di halaman 1dari 136

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan adalah salah satu unsur yang penting untuk menjadikan sumber daya manusia
yang berkualitas dan produktif. Tanggung jawab masalah kesehatan bukan hanya
semata-mata oleh pemerintah tapi juga menjadi tanggung jawab dari seluruh sekitar
termasuk masyarakat.
Derajat kesehatan sangat dipengaruhi oleh upaya pembangunan dan konsisi lingkunagan
sosial masyarakat yan kondusif bagi terciptanya status kesehatan masyaratakt. Dalam
melaksankan pembangunan berwawasan kesehatan, partisipasi aktif lintas sektoral dan
seluruh potensi masyarakat termasuk swasta sangatlah diharapkan.
Menciptakan kondisi kesehatan masyarakat telah terbingkai dalam pembangunan
kesehatan dalam Undang- Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992, bertujuan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Salah satu tujuan
Pembangunan Kesehatan indonesia adalah upaya untuki memperbaiki kualitas pelayanan
kesehatan. Pelayanan yang berkualitas ini harus dapat dilaksanakan diseluruh pelayanan
kesehatanan pemerintah maupun swasta. Dengan pelayanan bermutu ini diharapkan
masyarakat akan memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan Runah Sakit dan sarana
pelayanan kesehatan lainnya.
Rumah Sakit telah menyediakan dan menawarkan beberapa bentuk pelayanan medis,
seperti Instalasi Gawat Darurat yang bisa disebut sebagagai “ Etalase “ dari suatu Rumah
Sakit, yaiutu bertujuan untuk memberikan pelayanan ksasus Gawat Darurat untuk
mengurangi anagka kecacatan dan kematian.
Untuk mencapai hal tersebut diperlukan Pedoman Akses Kontuinitas Pelayanan, yang
disusun dari berbagai buku standar yang berlaku, yang disesuaikan dengan kondisi RS
Tebet, sehingga dapat memberikan gambaran pelayanan dan mekanisme pelayanan,
sarana pendukung, SDM, logistik dan fasilitasnya.

B. Ruang Lingkup
Pelayanan di Rumah Sakit Tebet mempunyai ruang lingkup seperti :
1. Pelayanan Rawat Inap
2. Pelayanan Rawat Jalan
3. Proses admisi rawat jalan dan rawat inap
4. Proses Rujukan
5. Dokter penangggung jawab pasien (DPJP)
6. Pelayanan Ambulance

C. Tujuan
1. Perawatan yang berkesinambungan
2. Kebutuhan pasien sesuai dengan pelayanan
3. Pelayanan terkoordinasi dengan baik
4. Pasien pulang terencana dan di follow up dengan baik

D. Fokus Area
1. Saat pasien masuk RS
2. Kelanjutan perawatan
3. Pemulangan pasien rujukandan follow up
4. Perpindahan pasien
5. Transportasi pasien
BAB II

TATALAKSANA PELAYANAN INSTALASI GAWAT DARURAT

A PENDAFTARAN
Petugas registrasi IGD bertugas melakukan proses admisi pada pasien rawat jalan
maupun admisi pasien rawat inap yang bertujuan memberikan pelayanan kepada pasien
yang akan berobat jalan dan dirawat pelayanan maksimal.
Setiap pasien yang datang ke IGD dilakukan pendaftaran, keluarga pasien diarahkan ke
petugas registrasi IGD, jika pasien tidak ada yang mengantar maka petugas registrasi
IGD yang akan mendatangi pasien. Keluarga pasien akan ditanya tentang pasien apakah
merupakan pasien lama atau pasien baru, siapa penanggung jawab dan kartu identitas.
Setelah proses pemeriksaan selesai dan pasien dinyatakan boleh pulang, maka petugas
kasir akan menyelesaikan proses administrasi dengan memasukkan biaya tindakan,
barang habis pakai (termasuk obat), pemeriksaan penunjang dan biaya obat pulang yang
sebelumnya telah diinput oleh petugas Adm IGD dan petugas farmasi. Untuk pasien
umum, langsung melakukan transaksi pembayaran setelah proses administrasi oleh
bagian kaisr selesai. Untuk pasien jaminan asuransi, akan disesuaikan dengan limit
asuransi dan diperiksa apakah ada kelebihan yang harus dibayar, sedangkan untuk pasien
BPJS hanya melakukan tanda tangan diberkas adiministrasi pengobatannya.
Pasien yang harus dirawat inap akan melalui beberapa tahapan, tergantung pada
penjaminnya, apabila penjaminnya adalah perusahaan maka tempat perawatan
disesuaikan dengan hak kelasnya dan jika tempat penuh maka akan naik kelas atau turun
kelas sesuai dengan kerjasama yang berlaku. Jika penjamin adalah asuransi petugas
registrasi akan menghubungi pihak asuransi untuk mendapatkan persetujuan penjamin
untuk rawatinap dan tindakan yang akan dilakukan. Untuk pasien tanpa penjamin maka
pasien bebas untuk menentukan kelas perawatan dan bukti jaminannya.
Untuk pasien BPJS untuk rawat harus membawa surat rujukan dari PPK 1 (kecuali untuk
kasus yang sesuai kriteria emergency) dan kartu anggota BPJS pada bagian pendaftaran
untuk didata, dokter jaga akan memeriksa dan menentukan dokter spesialis yang akan
merawat sesuai dengan diagnosa, petugas registrasi IGD akan membuat SEP (surat )
untuk pendaftaran dan mencari kelas sesuai dengan hak kelasnya, pasien atau keluarga
pasien mengisi biodata rawat inap dan pasien masuk perawatan.
B SISTEM KOMUNIKASI
Komunikasi di IGD dilakukan dengan menggunakan fasilitas telepon ekstrenal dan
telepeon internal
Telpon internal :
C PELAYANAN
1. Skrinning
Skrining adalah tatacara penerimaan pasien yang disesuaikan dengan ada atau
tidaknya fasilatas yang dimiliki RS yang dibutuhkan oleh pasien yang bertujuan agar
pasien tertangani sesuai kondisi dan kebutuhan berdasarkan kemampuan RS.
Pelaksanaan skrining dilakukan pada kontak pertama didalam atau diluar RS.
Berdasarkan hasil skrining inilah apakah kebutuhan pasien sesuai dengan misi dan
sumber daya RS karena pasien hanya diterima apabila RS dapat menyediakan
pelayanan yang dibutuhkan pasien rawat inap dan rawat jalan yang tepat.
Skirining dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi, atau pengamatan
pemeriksaaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik
atau pemeriksaan penunjang lainnya.
Proses melengkapi skrining dengan hasil tes diagnostik menjadi tanggungjawab
dalam memberikan keputusan pasien diterima atau dirujuk. Ditetapkan standar
pelaksanaan dari hasil diagnostik yang diperlukan sebelum penerimaan pasien.
Pasien tidak dirawat, dipindahkan, atau dirujuk sebelum diperoleh hasil tes yang
dibutuhkan tersedia.
Jenis Skrinning
a. Skrinning di dalam Rumah Sakit
1) Saat datang di Unit/ Instalasi
- Instalasi Gawat Darurat
Skrining di IGD menggunakan kriteria triase sistem START dengan
langkah :
a) Menilai apakah ada gangguan gaya berjalan?
b) Menilai apakah ada gangguan pernafasan dan gangguan sirkulasi?
c) Menilai berapa frekuensi nafas?
d) Menilai waktu pengisian kapiler.
e) Menilai status mental (mengikuti perintah sederhana).
f) Dokumentasikan hasil triase.
- Instalasi Rawat Jalan
Skrining di Instalasi Rawat Jalan adalah menentukan kebutuhan pelayanan,
apakah tetap sesuai antrian atau di transfer ke IGD dengan menggunakan
lembar skrining rawat jalan.
- Instalasi Penunjang (Laboratorium, Radiologi, Farmasi, Gizi)
- Admisi rawat inap
 Kebutuhan pasien yang berkenaan dengan pelayanan preventif, kuratif,
rehabilitative dan paliatif dan isolasi diprioritaskan
 Skrining pasien indikasi rawat inap dapat dilakukan oleh dokter umum
melalui IGD/Poliklinik dan oleh dokter spesialis
 Pasien akan masuk pada kriteria kuratif, preventif, rehabilitative, pasien
indikasi rawat inap, memerlukan kamar isolasi atau dapat berobat jalan.
2) Melalui komunikasi telepon
Skrining oleh petugas IGD/Petugas informasi
a. Terima telepon dari pasien, keluarga pasien atau petugas medis lainnya.
b. Tanyakan kebutuhan
c. Tanyakan kondisi
d. Nilai apakah kebutuhan/kondisi dapat dilayani?
e. Apabila pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien tidak tersedia, maka
arahkan pasien untuk berobat ke rumah sakit lain yang menyediakan
fasilitas tersebut.
b. Skrinning di luar Rumah Sakit
1) Pra rumah sakit (ditempat perujuk, tempat kejadian atau tempat
penjemputan)
2) Saat transportasi (di ambulance)

Dari hasil skrining petugas dapat menilai kebutuhan pasien sesuai dengan misi dan
sumber daya rumah sakit :

1. Pasien dengan kebutuhan preventif dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan


berkala seperti medical check up.
2. Pasien dengan kebutuhan kuratif dilakukan pemeriksaan dan diberi obat bagi
pasien yang dapat berobat jalan dan perawatan bagi pasien yang perlu rawat inap.
3. Pasien dengan kebutuhan promotif dilakukan penyuluhan tentang hidup sehat,
pola makan sehat dan olah raga.
4. Pasien dengan kebutuhan rehabilitatif dibuatkan perencanaan untuk melakukan
pemulihan tehadap pasien sehingga dapat melakukan aktifitas seperti semula.
5. Pasien dengan kebutuhan paliatif diberi apa yang menjadi keinginan dan keluarga
pasien diberitahu keadaan pasien.

Standar Skrining yang diperlukan :

1. Kondisi pasien
- Kesadaran
- Vital sign
- Kebutuhan ruangan (ruangan biasa atau isolasi)
2. Diagnosa
3. Terapi dan tindakan yang sudah diberikan.

Tes diagnostik yang diperlukan :

1. Laboratorium
Neonatus : Hb, Leukosit, Hematokrit, trombosit, GDS
Bayi : Hb, Leukosit, Hematokrit, trombosit, GDS
Anak : Hb, Leukosit, Hematokrit, trombosit.
Dewasa : Hb, Leukosit, Hematokrit, trombosit, GDS
2. Pemeriksaaan kimia darah pada anak dan dewasa sesuai indikasi.
3. EKG dilakukan untuk usia lebih dari 35 tahun dengan faktor resiko.
4. Radiologi (rontgen, usg) sesuai indikasi

2. Triage
Triage adalah seleksi pasien sesuai tingkat kegawat daruratan sehingga pasien
terseleksi dalam mendapatkan pertolongan sesuai dengan tingkat kegawat
daruratannya.
Triage di RS Tebet menggunakan system labeling warna, pasien ditentukan apakah
gawat darurat, gawat tidak darurat, atau darurat tidak gawat atau tidak gawat tidak
darurat. Pasien yang telah di seleksi diberi label warna pada listnya, sesuai dengan
tingkat kegawatannya.
Adapun pemberian labeling warna sesuai dengan tingkat kegawatannya, sebagai
berikut :
1) Pasien gawat darurat diberi label warna merah
2) Pasien gawat tidak darurat atau darurat tidak gawat diberi label warna kuning
3) Pasien tidak gawat dan tidak darurat diberi warna hijau
4) Pasien yang telah dinyatakan meninggal diberi label warna hitam

a. Initial Assesment (Penilaian Awal)


Pasien yang masuk melalui UGD (Unit Gawat Darurat) maupun poliklinik
memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat dan tepat. Waktu berperan sangat
penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal
ini dikenal dengan initial assessment ( Penilaian awal).
Untuk di triage UGD petugas melakukan penilaian kesadaran dengan menggunakan
criteria AVPU :
A : Alert
V : Respon to verbal
P : Respon to pain
U : Unrespon
1) Penilaian awal ini intinya adalah
a) Primary Survey yaitu penanganan ABCDE dan resusitasi. Disini dicari
keadaan yang mengancam nyawa dan apabila menemukan harus dilakukan
resusitasi. Penanganan ABCDE yang dimaksud adalah :
A : Airway dengan control cervical
B : Reathing dan ventilasi
C : Circulation dengan control perdarahan
D : Disability, status neurologis dan nilai GCS
E : Exposure buka baju penderita tapi cegah hipotermi
Langkah selanjutnya harus dipertimbangkan pemakaian kateter urin
(folly catheter ), Kateter lambung ( NGT ), pemasangan heart monitor
dan pemeriksaan laboratorium atau rontgen.
b) Secondary survey
Pemeriksaan teliti yang dilakukan dari ujung rambut sampai ujung kaki,
dari depan sampai belakang dan setiap lubang dimasukan jari ( tub finger
in every orifice ).
 Anamnesis melalui pasien, keluarga atau petugas pra hospital yang
meliputi :
A : Alergi
M : Medikasi / obat-obatan
P : Past illness / penyakit sebelumnya yang menyertai
L : Last meal / terakhir makan jam berapa bukan makan apa
E : Event / hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera
 Pemeriksaan fisik, meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi dan
perkusi. Periksa dengan teliti apakah ada perubahan bentuk, tumor,
luka dan sakit ( BTLS ). Pemeriksaan punggung dilakukan dengan
log roll ( memiringkan penderita dengan tetap menjaga
kesegarisan tubuh ). Cek tanda-tanda vital.
b. Evaluasi Visual atau Pengamatan :
1) Pasien yang secara pengamatan visual dalam keadaan gawat dan memerlukan
pertolongan segera langsung diarahkan ke UGD
2) Pasien yang secara pengamatan visual tidak memerlukan pertolongan segera
akan di arahkan ke poliklinik
3) Jika RS belum mempunyai pelayanan spesialistik tertentu maka pasien
disarankan untuk di rujuk
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik head to toe meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi,
termasuk juga pemeriksaan psikologik
Laboratorium atau pemeriksaan imaging ( penunjang )
Pemeriksaan radiologi dan laboratorium memberikan data diagnostik penting
yang menuntun penilaian awal. Pastikan hemodinamik cukup stabil saat
membawa pasien ke ruang radiologi. Pemeriksaan laboratorium untuk pasien
UGD dengan mempertimbangkan kondisi pasien, maka petugas laboratorium
yang akan ke UGD untuk pengambilan sample. Kemudian jika memerlukan
penanganan lebih lanjut akan di konsulkan ke dokter spesialis sesuai penyakit
konsultasi bisa di lakukan melalui UGD atau di arahkan ke praktek di poliklinik.

3. Pemeriksaan Pasien
Pasien yang datang ke IGD akan langsung dilakukan anamnesa dan pemeriksaan
fisik oleh dokter dan perawat, hasil pemeriksaan fisik di tulis di dalam assesmen awal
pasien, pemeriksaan dilakukan dari kepala sampai ke kaki, sehingga tidak ada yang
terlewat, karena hasil pemeriksaan sangat menetukan tindakan selanjutnya yang akan
di ambil dan juga untuk menentukan diagnosa untuk membantu menegakkan diagnosa
biasanya pasien juga akan dilakukan pemeriksaan penunjang baik laboratorium,
radiologi, dan lainnya yang sesuai dengan indikasi.

4. Observasi
Observasi adalah melakukan penilaian dan pengawasan kepada pasien yang
sudah diatasi kegawatdaruratannya yang bertujuan mencegah terjadinya perburukan
kembali kondisi pasien dan melakukan penilaian ulang kondisi pasien.
Apabila pasien sudah dilakukan pemeriksaan ternyata keadaan pasien masih
belum stabil maka akan dilakukan observasi, observasi dilakukan oleh dokter dan
perawat antara 5 – 15 menit sesuai dengan tingkat kegawatan dan jenis penyakitnya.
Hal-hal yang perlu di observasi adalah :
 Keadaan umum pasien
 Kesadaran pasien
 Jalan napas
 Tanda – tanda vital (tekanan darah, respirasi, nadi dan suhu).
Pasien dari rawat jalan yang membutuhkan observasi, pasien bisa dititipkan di
IGD. Dokter jaga selalu berkonsultasi dengan konsulen untuk perkembangan keadaan
pasien. Apabila kondisi sudah stabil pasien dapat dialihkan ke ruang perawatan atau di
rujuk ke RS lain.

5. Tempat Tidur Penuh


Pasien di IGD akan tetap terlayani walaupun tempat tidur di ruang perawatan
penuh. Agar mutu kontunitas pelayanan pasien tetap terjaga. Pasien yang akan dirawat
akan ditempatkan di ruang perawatan yang sesuai dengan jaminan, apabila ruang
perawatan yang sesuai jaminan penuh maka akan dicarikan alternatif yang lain,
dinaikan atau diturunkan dari jaminan sesuai dengan kerjasama dengan penjamin.
Apabila ruangan alternatif yang dicari juga tidak ada maka pasien akan di rujuk
ke RS lain yang ada kerjasama dengan penjamin, tetapi jika RS rujukan juga penuh
maka pasien akan tetap di IGD sampai tempat perawatan ada.
Keluarga pasien harus diberitahu tentang keadaan ini. Petugas IGD selalu
berkomunikasi dengan ruang perawatan atau RS rujukan sampai tempat tersedia.

6. Informed Concent
Untuk pasien yang akan dilakukan tindakan, sebelum tindakan dilakukan pihak
rumah sakit wajib memberi penjelasan kepada pasien dan pihak keluarga. Setelah
mendapat penjelasan pihak keluarga harus membuat pernyataan menyetujui tindakan
yang akan dilakukan yang ditulis pada informed concent.

7. Pelayanan False Emergecy


Pasien yang datang ke IGD tidak semua dengan kondisi emergensi. Apabila
hasil triase ternyata pasien dengan kondisi tidak emergensi (false emergensi), jika jam
kerja diarahkan ke poliklinik.

8. Pelayanan Visum Et Repertum

Pasien dengan kekerasan/penganiayaan yang meminta visum dapat dilayani di


IGD. Pasien akan diperiksa dengan teliti dan dicatat dalam medical record. Hasil
pemeriksaan bisa dikeluarkan jika ada surat permintaan visum dari pihak kepolisian.
Hasil visum diberikan kepada pihak kepolisian.

Dokter jaga IGD akan mencatat hasil pemeriksaan fisik di catatan visum yang
kemudian akan diketik oleh bagian administrasi dan diperiksa kembali oleh dokter jaga
yang bersangkutan. Hasil visum dapat diambil dibagian front office oleh pihak
kepolisian.

9. Pelayanan DOA
Pasien yang datang ke IGD dengan tidak ada lagi tanda vital akan tetap
dilakukan tindakan pengobatan dan tindakan medis, tindakan dilakukan bertujuan untuk
melihat respon dari tindakan dan pengobatan yang telah dilakukan,petugas akan
menghentikan tindakan pengobatan dan tindakan medis jika dokter jaga menyatakan
sudah tidak ada respon.
Tindakan medis tidak lagi dilakukan jika tanda-tanda pasti kematian telah jelas
terlihat saat pemeriksaan awal.

10. Sistem Rujukan atau Transfer Pasien


Perpindahan pasien di rumah sakit, dimulai dari admisi sampai dengan
kepulangan atau perpindahan pasien yang dapat melibatkan berbagai departemen dan
pelayanan sebagai praktisi kesehatan untuk pemberi asuhan. Seluruh fase pelayanan,
kebutuhan pasien disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia di dalam rumah sakit
dan bila perlu di luar rumah sakit. Hal tersebut biasanya dilakukan dengan
menggunakan kriteria yang telah ditetapkan atau kebijakan kelayakan transfer di dalam
rumah sakit.
Untuk mewujudkan asuhan pasien yang berkesinambungan, rumah sakit
memerlukan disain dan melaksanakan proses pelayanan yang berkelanjutan dan
kordinasi diantara para dokter, perawat, tenaga kesehatan lain yang berada dipelayanan
emergensi dan pendaftaran pasien rawat inap, pelayanan diagnostik dan pelayanan
pengobatan,pelayanan non bedah, program pelayanan rawat jalan, daftar rumah sakit
lain dan pelayanan kesehatan lainnya.
Untuk mempertahankan kontinuitas pelayanan selama pasien tinggal di rumah
sakit, ada staf yang bertanggungjawabsecara umum terhadap pelayanan pasien atau fase
pelayanan teretentu yang diketahui dengan jelas. Staff yang bertanggungjawab tersebut
tercantum dalam status pasien atau diperkenalkan kepada semua staff rumah sakit. Staff
yang bersangkutan mengatur pelayanan pasien selama dirawat, melakukan kordinasi,
kepuasan pasien, kualitas pelayanan yang diharapkan sehingga sangat diperlukan
terutama bagi pasien yang kompleks. Dibuatkan kebijakan dari rumah sakit yang
mengatur proses transfer tanggungjawab pasien dari satu ke oranglain. Pada hari libur
yang bertanggungjawab dan melaksanakan serta mendokumentasikan.
Merujuk pasien ke praktisi kesehatan lain diluar rumah sakit atau ke rumah sakit
lain, memulangkan pasien ke rumah atau ke tempat keluarga harus berdasarkan kondisi
kesehatan pasien dan kebutuhan akan kelanjutan pelayanan. DPJP yang
betanggungjawab atas pelayanan pasien tersebut, harus menentukan kesiapan pasien
untuk dipulangkan berdasarkan kebijakan.
Transfer pasien adalah memindahkan pasien dari satu ruangan ke ruang
perawatan lain didalam RS atau memindahkan pasien dari satu RS ke RS lain. Tujuan
dari sistem rujukan ini adalah :
 Agar pelayanan transfer pasien dilaksanakan secara profesional dan berdedikasi
tinggi.
 Agar proses transfer pasien atau pemindahan pasien berlangsung dengan aman
dan lancar yang memperhatikan keselamatan pasien.

Transfer pasien dimulai dengan melakukan koordinasi dan pra transportasi


pasien, menentukan SDM yang akan mendampingi pasien, menyiapkan peralatan dan
monitoring pasien selama transfer.

Transfer atau rujukan di RS Tebet dilakukan atas dasar 3 alasan :

1. Transfer untuk Penanganan dan Perawatan lebih lanjut (alih rawat)


a. Merupakan situasi emergensi dimana sangat diperlukan transfer untuk
tatalaksana pasien lebih lanjut.
b. Pasien harus stabil sebelum di transfer.
2. Pasien di rujuk karena tidak ada alat atau dokter spesialis yang
berkompeten untuk mendiagnostik pasien lebih lanjut
3. Pemeriksaan spesimen untuk laboratorium yang tidak dapat dilakukan di
RS KurniaCilegon di rujuk ke laboratorium yang memiliki fasilitas yang ada
kerjasama dengan RS Tebet.
BAB III
PELAYANAN RAWAT JALAN

A. Kualifikasi pasien rawat jalan


1. Status pasien
a. Pasien Baru
adalah pasien yang belum pernah datang berobat ke RS Tebet.
b. Pasien Lama
adalah pasien yang sudah pernah berobat ke RS Tebet.
2. Pasien jaminan
Adalah pasien yang datang berobat ke poliklinik rawat jalan RS Tebet dengan
cara pembayaran dijamin oleh suatu perusahaan atau asuransi.

B. Alur pelayanan rawat jalan


Pengunjung pelayanan rawat jalan, untuk mendapatkan layanan poliklinik, harus
mengikuti prosedur alur pelayanan rawat jalan RS Tebet yang diberlakukan.

1. Loket pendaftaran pasien

a. Sarana dan fasilitas

Pelayanan pendaftaran pasien rawat jalan dilayani oleh 5 (LIMA ) buah


loket pendaftaran yang siap melayani pasien yang akan mendaftar layanan
poliklinik yang dituju.

b. Tugas pokok dan fungsi TPPRJ


1. Melakukan pendaftaran pasien rawat jalan
2. Mencatat data dasar pasien
3. Mendistribusikan dokumen Rekam Medik ke masing – masing poliklinik
4. Membantu bagian keuangan mengenai informasi jasa pelayanan Instalasi
rawat jalan
5. Member informasi lain bagi pasien, manajemen atau pelanggan lain

c. Prosedur Pendaftaran Pasien Rawat jalan

Pengunjung rawat jalan diarahkan untuk mengambil nomor antrian yang


berada tepat di mesin monitor pendaftaran

1. Pendaftaran pasien baru poliklinik


a) Petugas pendaftaran menerima pengantar pasien sambil menanyakan
kepada pengantar pasien, apakah sudah pernah berkunjung ( berobat )
Ke RS Tebet, Jika belum pernah berobat
b) Petugas loket menanyakan KTP / SIM / BPJS / Kartu Asuransi/ untuk
keperluaan identitas pasien yang berisi
 Nama pasien
 Jenis kelamin
 Tempat / tanggal lahir
 Umur
 Agama
 Alamat utama pasien
 Nomor telepon dan HP
 Perusahaan penanggung asuransi
 Pendidikan
 Golongan Darah
 Penanggung jawab pasien
 Profesi (kerja/tdk berkerja/pelajar/IRT dsb.)
c). Petugas loket mengisi data tersebut pada Aplikasi EWS (Early
Warning System)

2. Pendaftaran Pasien Lama Poliklinik

a. Petugas pendaftaran menerima pengantar pasien dan menanyakan nama


pasien tsb
b. Petugas pendaftaran mengisi data tersebut pada apilkasi EWS
berdasarkan nama pasien, dan nomor Rekam Medis pasien
c. Petugas pendaftaran mengarahkan pasien untuk menunggu di depan
Poliklinik/Nurse Stasion Poliklinik

3. Pasien mendaftar lewat BOOKING

a) Pasien mendaftar melalui aplikasi ICHA MOBILE


b) Pasien melakukan registrasi pada apliasi ICHA MOBILE
c) Pasien mendapkan nomor booking dan nomor antrian

2. Nurse Station
1. Petugas pendaftaran menghubungi petugas RM (Rekam Medis) untuk
mencarikan status pasien tersebut
2. Petugas perawat nurse station menerima berkas status pasien dari
petugas pendaftaran
3. Perawat melakukan asessmen keperawatan kepada pasien
4. Pasien / pelanggan dipersilahkan menuju ruang tunggu instalasi rawat
jalan, menanti giliran panggilan layanan yang diperlukan

3. Kamar Dokter / Poliklinik


1. Setelah mendapatkan giliran dipanggil petugas sesuai nomor antrian ,
pasien diarahkan lansung menuju ruang pemeriksaan dokter yang dituju
sesuai keluhan yang dialaminya
2. Dokter akan melakukan anamnesa dan pemeriksan fisik
3. Dokter memberikan advis :
a. Pemeriksaan penunjang / radiologi / laboratorium
b. Konsul / rujuk. Biasanya dokter akan menganjurkan kepada pasien
untuk kembali ke dokter untuk menyerahkan hasil pemeriksaan
penunjang
4. Dokter mengentry resep obat ke computer yang link ke Instalasi Farmasi
untuk (Poli Umum) jika Dokter Spesialis resep obat ditulis secara manual
5. Pasien diarahkan ke Instalasi Farmasi
6. Pasien pulang atau diarahkan ke Admission jika membutuhkan rawat inap
4. Pengambilan obat di Instalasi Farmasi

Instalasi Farmasi RS Vita Insani adalah satu unit yang menyelenggarakan


kefarmasian dipimpin oleh seorang Apoteker, dan memenuhi persyaratan
secara hukum untuk mengadakan, menyediakan, dan mengelola seluruh aspek
penyediaan perbekalan kesehatan di RS Tebet.

5. Sistem pembayaran

6. Ketentuan Umum
Untuk kebutuhan pencatatan data pasien yang akan mendapat pelayanan
rawat jalan diberlakukan beberapa ketentuan sebagai berikut :

Pasien datang mendaftar lansung


 Pasien datang lansung ke loket pendaftaran dan mengambil nomor antrian
 Pasien menyerahkan transaksi ke perawat di kounter yang dituju
 Pasien menunggu nomor sesuai nomor panggilan
 Pasien lama menunjukkan kartu berobat kepada petugas loket pendaftaran
serta menyebutkan poliklinik dan dokter yang dituju.
 Untuk pasien baru mengisi formulir pasien baru diloket 1 pendaftaran
pasien, serta menyebutkan poliklinik dan dokter yang dituju
 Pasien jaminan perusahaaan atau asuransi menyerahkan surat jaminan
perusahaan / kartu kepesertaan asuransi

Pasien daftar aplikasi ICHA MOBILE


 Pasien menyebutkan nomor booking yang telah didapatkan

C. Alur Pemesanan Tempat Rawat inap


1. Pasien dianjurkan dokter untuk rawat inap baik pasien dari Poloklinik ataupun
IGD
2. Jika pasien bersedia untuk rawat inap pasien diberikan surat perintah rawat inap
oleh dokter Poliklinik atau IGD
3. Perawat mengarahkan pasien ke admision
4. Petugas admisi menjelaskan fasilitas kamar berdasarkan kelas rawat inap
5. Setelah ada keputusan dari keluarga pasien mengenai kelas yang dipilih, admisi
Rawat Inap melakukan cek ketersediaan ruangan
6. Bila kamar perawatan sesuai haknya penuh, petugas admision menginformasikan
kepada pasien ruangan penuh
7. Bila pasien menyetujui dengan kamar yang tersedia maka petugas admisi
langsung melakukan pemesanan kamar dengan perawat ruangan untuk
menyiapkan ruangan yang dipesan
8. Petugas admisi menyertakan Form Surat pernyataan status penjaminan pasien
untuk diisi oleh keluarga pasien/penanggung jawab pasien (jika pasien umum
maka harus membayar uang DP dibagian kasir dengan jangka waktu 1x24 jam)
9. Bila surat pernyataan telah diisi dan ditanda tangani oleh keluarga
pasien/penanggung jawab pasien petugas admisi memberikan kartu penunggu
pasien kepada keluarga pasien (kartu penunggu pasien berlaku hanya untuk 1
orang)

TATA KELOLA PELAYANAN DI RAWAT INAP

A. Gambaran Umum Rawat Inap RS Tebet.


Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang terdapat di
rumah sakit yang merupakan gabungan dari beberapa fungsi pelayanan. Kategori pasien
yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu perawatan atau observasi ketat karena
penyakitnya.

Pelayanan Rawat Inap RS Tebet memiliki 42 tempat tidur dengan kelas yang bervariasi
dan ditata secara baik sesuai kebutuhan perawatan.Perawat Rawat Inap.

RS Tebet menyediakan fasilitas ruangan rawat inap meliputi :

1. Ruang perawatan kelas VIP


Fasilitas terdiri dari :
 1 tempat tidur
 TV 32”
 Kulkas
 Bedside Cabinet
 Kursi penunggu pasien
 Sofa bed
 AC split
 Water heater
 Room nurse call
 Wastafel
 Kamar mandi dilengkapi shower
 Tirai pemisah
2. Ruang perawatan kelas 1 utama
Fasilitas teridiri dari :
 2 tempat tidur TV 22” kulkas
 Bedside Cabinet
 Kursi penunggu pasien
 AC Split
 Room nurse call
 Wastafel
 Kamar mandi dilengkapi shower
 Tirai pemisah
3. Ruang perawatan kelas 1
 2 tempat tidur
 TV 22”
 Bedside Cabinet
 Kursi penunggu pasien
 AC Split
 Room nurse call
 Wastafel
 Kamar mandi dilengkapi shower
 Tirai pemisah
4. Ruang perawatan kelas 2
 3 tempat tidur
 Bedside Cabinet
 Kursi penunggu pasien
 Room nurse call
 Wastafel
 Kamar mandi dilengkapi shower
 Tirai pemisah
5. Ruang perawatan kelas 3
 4 tempat tidur
 Bedside Cabinet
 Kursi penunggu pasien
 Room nurse call
 Wastafel
 Kamar mandi dilengkapi shower
 Tirai pemisah

B. Alur Pelayanan rawat Inap


C. Tahapan Kegiatan Pelayanan Rawat Inap
1) Tahapan Pelayanan Admission .
Admission adalah tahapan penerima untuk masuk ke rawat Inap meliputi kegiatan :
a. Admission menurut M Echols dan hasan sadily adalah ijin masuk yang
berfungsi sebagai koordinator untuk penerimaan pasien di rawat inap baik yang
berasal dari gawat daruratatau rawat jalan. Bagian ini mempunyai tanggung
jawab dalam pendaftaran pra penerimaan pasien, penerimaan pasien dan
penentuan ruang perawatan

b. Fungsi Admision Rawat Inap :


1) Sebagai Koordinator penerimaan pasien rawat inap baik yang berasal dari
rawat jalan ( poliklinik ) maupun dari gawat darurat ( emergency)
2) Melaksanakan instruksi rujukan dari rawat jalan maupun dari emergency
3) Mengatur tujuan pengiriman pasien ke rawat inap sesuai instruksi dan
kondisi pasien
4) Menentukan posisi pasien dalam daftar tunggu untuk mendapatkan
pelayanan lain misal : pembedahan dll

c. Kegiatan Admission
1) Menentukan persyaratan pasien bisa masuk rumah sakit
2) Menerima pasien yang akan masuk unit rawat inap
3) Memproses Perpindahan pasien antar bangsal rawat inap didalam rumah
sakit atau antara rumah sakit dengan tempat kesehatan lainnya
4) Memproses pemulangan pasien dan kematian pasien
5) Mengelola daftar pasien yang menunggu ( waitting list)
6) Mengantar pasien ke unit rawat inap dan menyerahkan ke unit rawat inap
dibantu oleh Assisten perawat bila pasien dealam kondisi baik
7) Memberikan konsultasi keuangan kepada sebelum atau pada awal
pendaftaran

d. Ruang Lingkup Admision rawat Inap :


1) Pengaturan jadwal pasien
2) Penempatan pasien
3) Pendaftaran masuk rawat inap
4) Pendafataran rawat jalan dan IGD
5) Evaluasi kemampuan keuangan dan konseling
6) Memberikan informasi – informasi yang dibutuhkan pasien baik lewat
telfon atau secara langsung
7) Memproses surat persetujuan rawat inap dan tindakan khusus
8) Menjalin hubungan dengan pasien
9) Penghubung dengan praktek dokter
BAB IV
PENUNDAAN JADWAL PELAYANAN/PENGOBATAN

A. DEFINISI
Penundaan atau perubahan jadwal adalah penundaan atau perubahan jadwal
pelayanan atau pengobatan yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti :
 Kondisi pasien
 Dokter berhalangan
 Kerusakan alat
 Masalah administrasi dan lain – lain. (bukan berasal dari keinginan pasien)

B. RUANG LINGKUP
Penundaan atau perubahan jadwal pelayanan pada pasien harus dilihat sebagai
masalah antar disiplin dan multi disiplin. Oleh karena itu kebijakan ini berlaku untuk
seluruh karyawan di RS Kurnia, termasuk dokter, perawat dan seluruh karyawan RS
Kurnia.
C. TATA LAKSANA
1. Direktur bertanggung jawab sepenuhnya untuk memastikan efektifitas dan
menajemen resiko dalam pelayanan atau pengobatan untuk pengguna jasa (pasien
dan keluarganya) sehubungan dengan penundaan atau perubahan jadwal
pelayanan atau pengobatan pada pasien dan menyediakan infrastruktur yang tepat
dan dukungan yang berkesinambungan termasuk catatan dan pemantauannya.
2. Kepala bidang pelayanan bertanggung jawab terhadap manajemen operasional
rumah sakit termasuk didalamnya terlaksananya proses kebijakan penundaan
pelayanan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan pada pasien.
3. Kepala instalasi bertanggung jawab untuk terlaksananya proses kebijakan
penundaan pelayanan atau pengobatan pada pasien dan menjamin keselamatan
pasien setiap saat.
4. Kepala ruangan bertanggung jawab untuk :
a. Terlaksananya semua proses kebijakan penundaan atau perubahan jadwal
pelayanan atau pengobatan pada pasien di bagian unit perawatan
b. Memastikan adanya sistem operasional di dalam unit perawatan untuk
memastikan proses penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau
pengobatan pada pasien.
c. Melaporkan setiap masalah penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau
pengobatan pasien pada pihak kepala bidang untuk membantu memastikan
proses penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengoabatan pada
pasien.
d. Memastikan bahwa staff di unit perawatan paham akan maksud dari kebijakan
ini.

EDUKASI PADA PASIEN DAN KELUARGA


1. Penjelasan tentang penundaan / perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan yang
disebabkan oleh masalah medis dilakukan oleh dokter yang melakukan pelayanan
atau pengobatan.
2. Pada kondisi dimana dokter tidak dapat memberi penjelasan alasan penundaan
tindakan maka dapat diwakilkan kepada manajemen RS Kurnia Cilegon.
3. Penjelasan tentang penundaan / perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan yang
disebabkan oleh masalah unit dilakukan oleh petugas unit terkait.
4. Penjelasan tentang penundaan / perubahan pelayanan jadwal pelayanan atau
pengobatan yang disebabkan oleh masalah kerusakan alat dilakukan oleh
penanggungjawab unit.
5. Informasi yang diberikan ke pasien berkaitan dengan penundaan / perubahan jadwal
pelayanan atau pengobatan paling sedikit meliputi: alasan penundaan, rencana jadwal
berikutnya.
6. Untuk pasien dengan indikasi CITO dan mengalamip penundaan tindakan / pelayanan
atau pengobatan yang mengakibatkan baik masalah administrasi maupun masalah
kerusakan alat, maka pasien tersebut harus segera dirujuk ke rumah sakit yang
mempunyai pelayanan atau pengobatan sejenis.
7. Semua proses penundaan pelayanan atau pengobatan pasien dicatat dalam catatan
perkembangan pasien terintegrasi.

PENUNDAAN SEBELUM PASIEN DIRAWAT


1. Apabila penundaan/perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan disebabkan masalah
administrasi, maka petugas administrasi menghitung pasien, dokter dan perawat unutk
menginformasikan tentang penundaan/perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan.
2. Apabila penundaan/perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan disebabkan oleh
dokter berhalangan pada jadwal yang telah ditentukan maka kepala unit
menginformasikan tentang penundaan/perubahan jadwal pelayanan pengobatan
tersebut kepada pasien.
3. Apabila penundaan/perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan disebabkan
kerusakan alat, maka penanggungjawab unit tersebut menghubungi pasien dan dokter
untuk menginformasikan tentang penundaan/perubahan jadwal pelayanan atau
pengobatan.

PENUNDAAN SETELAH PASIEN DIRAWAT


Apabila terdapat kondisi yang menyebabkan penundaan/perubahan jadwal pelayanan atau
pengobatan seperti :
1. Masalah medis
a. Dokter memberi penjelasan tentang penyebab penundaan/perubahan jadwal
pelayanan atau pengobatan dan menjadwalkan ulang rencana pelayanan atau
pengobatan.
b. Pasien dipulangkan menunggu kondisi pasien secara medis sudah layak untuk
dilakukan pelayanan atau pengobatan dan dijadwalkan berikutnya.
2. Masalah administrasi
a. Petugas administrasi menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyebab
penundaan / perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan.
b. Petugas administrasi menginformasikan ke dokter dan perawat bahwa pelayanan
atau pengobatan belum bisa dilakukan.
c. Perawat menghubungi dokter untuk meminta penjadwalan ulang.
d. Pasien dipulangkan / menunggu sampai masalah administrasi selesai.
e. Apabila masalah administrasi sudah selesai, maka pasien harus melakukan
penjadwalan ulang.
3. Masalah fasilitas atau kerusakan alat medis :
a. Penanggungjawab unit memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga
tentang penyebab penundaan / perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan.
b. Penaggungjawab unit menghubungi dokter dan memberikan penjelasan tentang
penyebab penundaan / perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan.
c. Pasien dirujuk ke rumah sakit lain yang mempunyai fasilitas pelayanan atau
pengobatan yang sama atau dipulangkan menunggu sampai alat diperbaiki.
d. Apabila alat sudah diperbaiki, maka penanggungjawab unit menghubungi dokter
untuk penjadwalan ulang dan menghubungi pasien untuk menginformasikan
jadwal yang telah ditentukan dokter.

D. DOKUMENTASI
1. Dokumentasi ini akan dipantau untuk menjamin efektifitas dan jamin kepatuhan
indikator kuncinya sebagai berikut :
a. Jumlah kejadian di tiap unit yang merugikan dan yang hampir terjadi berkaitan
dengan penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan pasien.
b. Jumlah keluhan yang berkaitan dengan penundaan / perubahan jadwal
pelayanan atau pengobatna kepada pasien.
c. Jumlah penundaan atau perubahan jadwal pelayanan pada pasien di tiap unit.
d. Jumlah pemulangan diluar jam normal dan unit rawat inap.
2. Hasil audit, tren/tema yang terindentifikasi dari pelaporan kejadian dan rencana
pelayanan atau pengobatan harus dilaporkan kepada direktur bersamaan dengan
laporan bulanan.
BAB V
PROSES PENERIMAAN PASIEN RAWAT INAP
DAN PENDAFTARAN RAWAT JALAN

Pada waktu proses penerimaan pendaftaran pasien rawat inap, pasien dan
keluarga diberikan penjelasan yang cukup untuk membuat keputusan berkenaan
dengan pelayanan yang dianjurkan. Penjelasan mencakup tentang pelayanan yang
dianjurkan, hasil yang diharapkan dan perkiraan biaya dari pelayanan tersebut.
Penjelasan tersebut dapat dalam bentuk lisan dan dipertegas dalam bentuk tertulis
yang di perkuat dengan tanda tangan petugas dan pasien / keluarga pasien sebagai
bukti bahwa penjelasan tersebut telah di berikan oleh petugas dan diterima dengan
baik oleh pasien/ keluarga.
Bukti tertulis diikut sertakan dalam rekam medis pasien.

Proses pendaftaran pasien rawat inap tersebut adalah sebagai berikut:


1. Pasien / keluarga pasien datang ke bagian admision didampingi oleh perawat rawat
jalan untuk proses administrasi pendaftaran rawat inap sebelum pasien
mendapatkan pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Kurnia Cilegon.
2. Perawat melakukan transfer informasi pasien dan dokumen kepada petugas
admission.
3. Dokumen yang diserahkan oleh perawat rawat jalan ke petugas admission adalah:
a. Surat pengantar rawat
b. Formulir atau hasil pemeriksaan penunjang
c. Surat pengantar dan persetujuan operasi (jika pasien rencana akan dilakukan
tindakan operasi).
d. Formulir atau hasil konsultasi spesialis lain
4. Pasian dan keluarganya diberikan informasi pada waktu proses admisi tentang:
a. Pelayanan yang ditawarkan.
b. Hasil pelayanan yang diharapkan.
c. Perkiraan biaya pengobatan dan tindakan.
d. Pengambilan keputusan yang benar dari pasien dan keluarga pasien.
5. Berikan formulir surat pernyataan untuk diisi oleh pasien / keluarga.
6. Petugas admission meminta pasien / keluarga menunjukan kartu berobat / surat
jaminan perusahaan / asuransi sebagai bukti penjamin pengobatan pasien.
7. Petugas admission memproses adminstrasi pasien berdasarkan klasifikasi
penjaminan Tunai / Perusahaan / Asuransi / BPJS.
a. Penjaminan Tunai.
 Petugas admission memperlihatkan menu ruang rawat, menjelaskan fasilitas,
harga masing-masing ruang rawat dan mempersilahkan pasien / keluarga
pasien memilih kamar / ruang rawat yang diinginkan.
 Apabila pasien terencana untuk dilakukan tindakan pembedahan / operasi,
petugas admission menjelaskan perkiraan biaya pembedahan / operasi
tersebut.
 Petugas admission memesankan ruang / kamar rawat sesuai permintaan
pasien / keluarga.
 Petugas admission menginput data pasien kedalam sistem ICHA
 Petugas admission menjelaskan tata tertib pasien selama mendapatkan
perawatan di Rumah Sakit Kurnia Cilegon
 Pasien / keluarga pasien mengisi dan menadatangani Surat pernyataan
kesanggupan biaya
 Petugas admission memberikan kartu tunggu pasien rawat kepada keluarga
pasien
 Petugas admisi mengarahkan keluarga pasien untuk membayar uang muka
atau DP (down Payment) ke bagian kasir.
 keluarga pasien melakukan pembayaran uang muka ke bagian kasir.
 Petugas admisi melakukan transfer informasi, dokumen, pasien kepada
asisten perawat dan menandatangani formulir check list kelengkapan data
dan dokumen pasien rawat inap.
 Pasien diantar menggunakan alat transportasi sesuai dengan kondisi pasien
(kursi roda / stretcher) ke ruang rawat atau instalasi penunjang.
 Asisten perawat melakukan transfer informasi kepada perawat ruangan
b. Penjaminan Perusahaan / Asuransi
 Petugas admission menghubungi perusahaan / asuransi penjamin untuk
melakukan konfirmasi hak kelas rawat / fasilitas pasien serta meminta
perusahaan / asuransi menerbitkan surat jaminan.
 Petugas admission menghubungi ruang perawatan dan mencarikan kamar
rawat sesuai dengan hak pasien.
 Jika kamar sesuai hak pasien tidak tersedia / penuh, petugas admisi melihat
kembali perjanjian kerjasama dengan perusahaan tersebut.
 Petugas admission menginput data pasien kedalam sistem ICHA dilaptop
 Pasien / keluarga pasien menadatangani surat pernyataan status penjaminan
pasien sebagai pasien asuransi/perusahaan, general consent pasien rawat inap
dan surat-surat yang di kirimkan oleh asuransi terkait (bila ada).
 Petugas admission memberikan kartu tunggu pasien rawat kepada keluarga
pasien, menjelaskan tata tertib yang berlaku.
 Petugas admission melakukan transfer informasi dokumen dan pasien kepada
asisten perawat dan menandatangani formulir check list kelengkapan data
dan dokumen pasien rawat inap.
 Pasien diantar menggunakan alat transportasi sesuai dengan kondisi pasien
(kursi roda / stretcher) ke ruang rawat atau instalasi penunjang
 Petugas admission menghubungi asuransi
 Asisten perawat melakukan transfer informasi kepada perawat ruangan

c. Penjaminan BPJS
 Petugas admisi meminta pasien / keluarga pasien untuk mengisi dan
menandatangani surat pernyataan status penjaminan pasien sebagai pasien
JKN yang dipandu oleh petugas admisi.
 Petugas admisi meminta pasien / keluarga menyerahkan fotocopy kartu
berobat BPJS, fotocopy kartu KTP/SIM atau tanda pengenal lainnya , dan
rujukan dari klinik / puskesmas (PPK1) dari pasien tersebut.
 Petugas admisi melakukan konfirmasi kepada petugas BPJS untuk
mendapatkan acc tindakan atau pembedahan.
 Petugas admisi menghubungi ruang perawatan untuk memesankan kamar
rawat sesuai dengan hak pasien.
 Petugas admission menginput data pasien kedalam sistem ICHA
 Petugas admission membuat SEP (Surat eligibilitas pasien).
 Petugas admission memberikan kartu tunggu pasien rawat kepada keluarga
pasien, menjelaskan tata tertib yang berlaku dan menjelaskan maanfaatnya
terlebih dahulu.
 Petugas admission melakukan transfer informasi dokumen dan pasien kepada
asisten perawat dan menandatangani formulir check list kelengkapan data
dan dokumen pasien rawat inap.
 Pasien diantar menggunakan alat transportasi sesuai dengan kondisi pasien
(kursi roda / stretcher) ke ruang rawat atau instalasi penunjang
 Asisten perawat melakukan transfer informasi kepada perawat ruangan.

4. Petugas Loket Pendaftaran Rawat Jalan


Dalam proses pendaftaran poliklinik rawat jalan pasien / keluarga pasien di berikan
informasi secara langsung ataupun melalui telepon apabila diketahui ada penundaan
pelayanan poliklinik dikarenakan keterlambatan dokter memulai jam praktek atau
perubahan jadwal praktek.
Tahapan proses pendaftaran tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pasien mengambil nomor antrian pendaftaran di monitor pendaftaran yang telah
disediakan.
2. Pasien / keluarga pasien duduk di ruang tunggu yang disediakan.
3. Setelah nomor antrian muncul di layar antrian, pasien / keluarga pasien datang ke
bagian loket pendaftaran untuk mendaftaran diri / keluarga ke dokter umun /
spesialis yang di tuju dengan membawa persyaratan sesuai ketentuan penjaminan
dari perusahaan / asuransi / BPJS atau penjaminan pasien tunai.
4. Pasien / keluarga pasien diinformasikan ketersediaan jam praktek dokter.
5. Pasien setuju, petugas menginput data pasien kedalam sistem ICHA
6. Petugas melengkapi berkas / dokumen seperti resume medis, penggesekan kartu
asuransi dan lain sebagainya.
7. Petugas mengarahkan pasien ke nurse station dokter yang dituju
8. Pasien menuju nurse station.

5. Petugas Nurse Station


1. Pasien / keluarga pasien datang ke bagian nurse station membawa slip pendaftaran
rawat jalan.
2. Petugas nurse station menginput nomor transaksi pendaftaran pasien ke dalam
sistem ICHA.
3. Petugas nurse station melakukan komunikasi kepada pasien untuk menanyakan
keluhan, tensi, timbang berat badan dan lain-lain.
4. Petugas nurse station menginformasikan nomor antrian pemeriksaan kepada pasien
/ keluarga pasien: “ Bapak / Ibu …… nomor urut pemeriksaan anda adalah No…..
mohon silahkan duduk dikursi tunggu yang kami telah sediakan sebelum nomor
antrian anda dipanggil”.
5. Setelah no antrian muncul di layar monitor dokter, pasien dipersilahkan masuk.

6. Petugas Administrasi Penunjang Pelayanan


Dalam hal pelayanan diagnostik jika ada kendala dalam pelayanan termasuk didalam
nya waktu tunggu, pasien diberikan informasi apabila diketahui adanya waktu
menunggu yang lama untuk pelayanan diagnostik dan pengobatan atau dalam
mendapatkan rencana pelayanan yang membutuhkan penempatan di daftar tunggu,
pasien juga diinformasikan tentang alasan penundaan dan menunggu serta diberi
alternatif yang tersedia.

Proses pelayanan di ruang pelayanan penunjang diagnostik adalah sebagai berikut:

1. Pasien datang ke bagian penunjang pelayanan untuk daftar mendapatkan layanan


dengan membawa pengantar / permintaan pemeriksaan dari dokter perujuk.
2. Petugas administrasi memproses administrasi pendaftaran pasien sesuai dengan
klasifikasi penjaminan pasien Tunai, Perusahaan, BPJS, Asuransi.
3. Petugas ahli melakukan persiapan pemeriksaan.
4. Pasien dipersilahkan masuk ke dalam ruang pemeriksaan.
5. Informasikan perkiraan hasil pemeriksaan dapat diambil oleh pasien
BAB VI
PELAYANAN INSTALASI PERAWATAN INTENSIF

A. Latar Belakang
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri
(instalasi dibawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan
perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan
terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit
yang mengancam jiwa atau potensial mengancam jiwa. ICU menyediakan
kemampuan dan sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang
fungsi-fungsi vital dengan menggunakan ketrampilan staf medik, perawat dan
staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.

B. Ruang Lingkup Pelayanan


Pelayanan ICU sekunder memberikan standar ICU umum yang tinggi, yang
mendukung peran rumah sakit yang lain yang telah digariskan, misalnya
kedokteran umum, bedah, pengelolaan trauma, bedah saraf, bedah vaskuler dan
lain-lainnya. ICU hendaknya mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis
lebih lama, melakukan dukungan / bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu
kompleks. Kekhususan yang harus dimiliki :
1. Ruangan tersendiri; letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat dan
ruangan perawatan lain.
2. Memiliki ketentuan / kriteria penderita yang masuk, keluar serta rujukan.
3. Memiliki konsultan yang dapat dihubungi dan datang setiap saat bila
diperlukan.
4. Memiliki seorang kepala ICU, yaituseorang dokter konsultan intensive care,
atau bila tidak tersedia dokter spesialis anestesiologi , yang bertanggung
jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan
resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut.
5. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan pasien : perawat
sama dengan 1:1 untuk pasien dengan ventilator, renal replacement therapy
dan 2 :1 untuk kasus-kasus lainnya.
6. Memiliki lebih dari 50% perawat bersertifikat terlatih perawatan / terapi
intensif atau minimal berpengalaman kerja 3 (tiga) tahun di ICU sekunder.
7. Mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam
batas tertentu melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha penunjang
hidup.
8. Mampu melayani pemeriksaan laboratorium, rontgen, kemudahan diagnostik
dan fisioterapi selama 24 (dua puluh empat) jam.
9. Memiliki ruangan isolasi atau mampu melakukan prosedur isolasi.

Ruang lingkup pelayanan pasien di instalasi Perawatan intensif RS.Krakatau


Medika adalah setara dengan lingkup pelayanan ICU Sekunder dengan
kapasitas Tempat Tidur 9 tempat tidur.

Ruang lingkup pelayanan yang diberikan di ICU adalah sebagai berikut:


1. Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit- penyakit akut yang
mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian.
2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus
melakukan
3. Tindakan yang segera diperlukan berdaya guna dan berhasil guna untuk
kelangsungan hidup.
4. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi
yang ditimbulkan oleh penyakit.
5. Memberikan bantuan psikologi terhadap pasien dan keluarga yang
kehidupannya.
6. Sangat tergantung pada obat,alat dan mesin.

1. Batasan Operasional
Pelayanan ICU diindikasikan dan ditentukan oleh kebutuhan pasien yang sakit
kritis.

1. Pasien-pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan


penanganan dokter, perawat, profesi lain yang terkait secara
terkoordinasi dan berkelanjutan, serta pemantauan dan penanganan
segera, terapi titrasi dan dukungan alat.
2. Keadaan pasien dalam bahaya dan mengalami dekompensasi fisiologis
sehingga memerlukan pemantauan ketat dan terus menerus serta
intervensi segera dan dukungan peralatan cangginh untuk mencegah
timbulnya penyulit yang merugikan.
Pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan RS
dan Standar Prosedur Operasional.
Pelayanan IPI meliputi dukungan fungsi organ-organ vital seperti pernapasan,
kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, ginjal dan lain-lainya, baik pada pasien
dewasa ataupun pasien anak.

2. Landasan Hukum
Dasar hukum yang digunakan dalam penyusunan pedoman ini adalah sebagai
berikut :

a. KMK No. 129//MENKES/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal


RS
b. KMK No.1778/MENKES/SK/X/2010 Tentang pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan intensive care unit (ICU) di Rumah Sakit
c. PMK No. 1438/MENKES/PER/IX/2010 Tentang Standar Pelayanan
Kedokteran
d. Kepmenkes RI No 004/Menkes/SK/I/2003 Tentang Kebijakan Dan Strategi
Desentralisasi Bidang Kesehatan.
e. Undang-Undang No.44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
f. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

STANDAR KETENAGAAN

STRUKTUR KETENAGAAN

MANAGER YANMED

KEPALA INSTALASI

PERAWATAN INTENSIF ICU-ICCU


ASSISTEN KEPALA INSTALASI

PERAWATAN INTENSIF ICU-ICCU

KA.TIM

Perawat Shift Pagi Perawat Shift Sore Perawat Shift Malam


Ketua Regu Ketua Regu Ketua Regu

 Anggota  Anggota  Anggota


 Anggota  Anggota  Anggota
 Anggota  Anggota  Anggota

A. Kualifikasi sumber daya manusia


Untuk mendukung penanganan pasien di ruang intensif care dibutuhkan
pendidikan dan pelatihan khusus. Spesifikasi pendidikan dan pelatihan yang
terkait dengan layanan dan kompetensi adalah seperti pada table berikut.

No Tenaga Pendidikan Sertifikasi Jumlah


Kesehatan

1 Kepala Dr.Spesialis 1
Instalasi Anesthesi
2 Tim Medis Dr.Spesialis Sesuai
kondisi
pasien

3 Kepala D3 Keperawatan ACLS,PPGD,ICU 1


Keperawatan Dewasa

4 Dokter Jaga Dr.Umum ACLS,BTCLS 3

5 Perawat S1,D3 ICU 17


Keperawatan Dewasa,ACLS,PPGD

6 Pramu wisma SLTA 1

7 Cleaning SLTA 2
Service

1. Kepala Instalasi adalah Dokter spesialis anesthesi yang mampu


melaksanakan dua peran utama :
a.Mampu melakukan pengelolaan pasien sakit kritis
b.Mampu mampu melakukan management unit
2. Tim Medis adalah dokter Spesialis terkait penyakit pasien yang mampu
memberikan pelayanan setiap diperlukan.
3. Kepala Keperawatan adalah perawat S1 atau D3 keperawatan yang telah
memiliki sertifikat pelatihan ICU dan mampu management unit.
4. Dokter Jaga adalah dokter Umum yang telah mengikuti pelatihan ACLS
danBTCLS yang mampu memberikan bantuan hidup dasar dan hidup
lanjut.
5. Perawat adalah perawat yang terlatih dan 50% dari perawat yang bertugas
adalah perawat yang telah tersertifikasi perawat ICU.
6. Pramu Wisma adalah petugas yang membantu administrasi dan
ketersediaan alat dan barang habis di unit.
7.Cleaning service adalah petugas yang membantu kebersihan di ICU

B. Distribusi ketenagaan
Ketenagaan yang ada di Instalasi pelayanan intensif RSKM saat ini adalah 76%
perawat sudah mengikuti pelatihan ICU Dewasa dengan distribusi ketenagaan
pada setiap shift minimal 50 % tenaga yang jaga adalah tenaga perawat yang
telah mengikuti pelatihan ICU

C. Pengaturan jaga
Rumus penghitungan Kebutuhan Tenaga Perawat di Instalasi Perawatan
Intensif

AXBXCXDXE

FXG

Keterangan :
A: Jumlah Shift perhari
B: Jumlah Tempat Tidur di Instalasi Pelayanan Intensif
C: Jumlah hari kerja di instaslasi yang dipakai dalam 1(satu) minggu
D: Jumlah Pasien yang menginap
E: Tenaga tambahan untuk libur, sakit 20 – 25 %
F: Jumlah pasien yang dibantu oleh seorang perawat ( Ratio Perawat : Pasien )
G: Jumlah hari dari setiap perawat yang bekerja dalam 1 ( satu ) minggu
( sumber: Management of intensive care, guidelines for better use resources 2000)

Jumlah perawat di Instalasi Pelayanan Intensif


3 x 9 x 7 x 6 x 20-25 %
2x7
= 16-20
= Jumlah tenaga yang tersedia 17 orang perawat (jumlah minimal)
 Jumlah Tempat Tidur yang tersedia adalah 9 Tempat Tidur.
 Jumlah tenaga perawat di Instalasi pelayanan intensif saat ini 17 orang ,yang
telah mengikuti pelatihan Perawat ICU sebanyak 76 % diluar Asisten Kepala
Instalasi Perawatan Intensif
 Ratio Perawat : Pasien dalam satu Shift waktu kerja adalah1:1 pasien dengan
terpasang ventilator dan 1 : 2 pada pasien tanpa ventilator, dengan pembagian
waktu kerja:
JUMLAH TENAGA PENGATURAN WAKTU JAM KERJA
PERAWAT KERJA

1 orang Non Shift 7.30-16.00 WIB

4 orang Shift Pagi 06.00-14.00 WIB

4 orang Shift Sore 14.00-22.00 WIB

4 orang Shift Malam 22.00-06.00 WIB

4 orang Libur -

D. Pelatihan
Perawat yang bertugas di Instalasi Pelayanan Intensif harus memiliki
kompetensi tentang perawatan critical care yang di dapatkan dalam bentuk
pelatihan perawat ICU selama 2-3 bulan di instansi yang menyelengarakan
dengan kemampuan kompetensi dasar yang meliputi :
a. Pengenalan tanda kegawat-daruratan yang mengancam nyawa
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan perawat
b. Perawatan gawat darurat pendahuluan termasuk RJP dasar
c. Pemasangan intervensi intravaskuler
d. Melakukan pelayanan perawatan intensif sesuai kebutuhan pasien
e. Program pengendalian infeksi
f. Program keselamatan dan kesehatan kerja.
g. Penggunaan peralatan secara benar, efektif dan aman.
h. Pelayanan prima
STANDAR FASILITAS
A. Ruangan ICU
Ruang ICU Rumah Sakit Krakatau Medika terletak satu kelompok dengan
Instalasi Bedah Sentral, IGD, Hemodialisa, Radiologi, Laboratorium, sehingga
memudahkan untuk akses untuk pelayanan,luas ruangan ICU adalah 16 m x
16m persegi,dengan kapasitas tempat tidur yang tersedia adalah 9 Tempat
Tidur,dengan Vital sign Monitor sentral, oxygen sentral, suction wall, dan
Nurse Stasion langsung berhadapan dengan tempat tidur pasien.
B. Standar fasilitas
Fasilitas yang tersedia di ICU RS.Krakatau Medika
NO FASILITAS JM KETERANGAN
L

1 Tempat tidur khusus 9

2 Alat pengukur tekanan darah 9

3 Pulse oxymetri 9

4 EKG 1

5 Alat pengukur tekanan vena sentral 7

6 Alat pengukur suhu 9

7 Alat penghisap (suction) sentral 9

8 Alat ventilasi manual dan alat 2


penunjangnya

9 Peralatan akses vaskuler 9

10 Ventilator 3

11 Oksigen sentral 9

12 Lampu untuk melakukan tindakan 1

13 Defebrilator dan alat pacu jantung 2

14 Peralatan drain toraks

15 Emergency trolley yang berisi alat dan 1


obatuntuk keadaan emergency : Airway,
laringoskop, ambu bag, O 2, adrenalin, dll

16 Pompa infus dan pompa syringe 9


17 Monitor tekanan darah invasive 7

18 Monitor tekanan darah sentral 7

19 Monitor tekanan arteri pulmonalis 7

20 Kapnograf 7

21 Bronkospkopi 1 Di Instalasi Penunjang

22 Echokardiografi 1 Di Instalasi Penunjang

23 EEG 1 Di Instalasi Penunjang

24 Hemodialisis 1

C. Pemeliharaan, perbaikan dan kaliberasi peralatan


Untuk tetap menjaga ketersediaan alat yang dalam kondisi siap pakai maka
perlu dilakukan pemeliharaan alat-alat secara berkala baik dilakukan oleh
instalasi pemeliharaan internal maupun oleh pihak ketiga.

TATA LAKSANA PELAYANAN


Tatalaksana pelayanan ICU di Rumah Sakit Krakatau Medika adalah klasifikasi pelayanan
dengan pelayanan ICU terbuka, yaitu dokter yang merawat pasien menentukan dan
memutuskan pasien harus dirawat di ICU. Selama perawatan di ICU akan dikonsultasikan
kepada dokter anestesi dan rawat bersama untuk menagemen jalan nafas, pemantauan
Hemodinamik, kedaruratan, pemasangan alat-alat invasif, pemberian obat-obatan, dan dokter
yang merawat akan berkoordinasi dengan berbagai disiplin lain sesuai dengan kondisi pasien.

A. Kriteria masuk dan keluar ICU


Perawatan Intensif menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian khusus dalam bidang
kedokteran dan keperawatan gawat darurat dalam merawat pasien kritis. keadaan ini
memerlukan mekanisme untuk menentukan prioritas berdasarkan kasus yang ada dan
fasilitas yang dimiliki Krakatau Medika Hospital.
Kriteria Pasien Masuk ICU
1. Pasien Prioritas 1
Pasien dengan kondisi sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan perawatan
intensif dengan bantuan alat-alat ventilasi, monitoring dan obat - obatan vasoaktif
kontinyu.

2. Pasien Prioritas 2
Pasien yang memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU dan
memerlukan terapi intensif segera, berhubungan dengan penyakit dasar jantung,
paru-paru atau ginjal akut berat, serta pasien dengan pembedahan mayor.
3. Pasien Prioritas 3
Pasien sakit kritis dan tidak stabil, dimana kemungkinan sembuh dan/atau
mendapat manfaat dari terapi di ICU sangat sedikit,antara lain pasien dengan
keganasan metastatic disertai penyulit infeksi pericardial temponade, atau
sumbatan jalan nafas, atau pasien dengan penyakit jantung atau paru terminal
disertai komplikasi penyakit akut berat.

Kriteria Pasien Keluar ICU

Prioritas pasien dipindahkan dari ruang ICU berdasarkan pertimbangan medis oleh Tim
Medis yang merawat dan dokter Anesthesi sebagai penanggung jawab ICU.

A. Persiapan penerimaan pasien


Penerimaan pasien baru diruang ICU bia pasien dari rawat jalan dan rujukan dari
rumah sakit atau fasilitas kesehatan lain ditetapkan pasien melaui pintu IGD.dan
pasien dari awat inap dapat dianter langsung keruang ICU.
Persiapan penerimaan pasien baru meliputi, persiapan tempat tidur,elektroda, monitor
vital sign,Ventilator, baju pasien,infuse pump/syringe pump dan lembar pantau harian
Serah terima pasien
B. Monitoring pasien
Pasien icu dilakukan pemantauan tanda-tanda vital ,hemodinamik,balance cairan serta
kesadaran pasien secara manual maupun elektronik yang dilakukan secara
berkesinambungan.
C. Prosedur medik dan Keperawatan ( terlampir)
a. Pemasangan CVP
b. Pemasangan stomach tube
c. Intubasi dan perawatannya
d. intubasi
e. Ekstubasi
f. Balance cairan
g. Rehabilitasi Medik
h. Penilaian kematian batang otak
i. Pramu Wisma adalah petugas yang membantu administrasi dan ketersediaan
alat dan barang habis di unit.
j. Pramu Wisma adalah petugas yang membantu administrasi dan ketersediaan
alat dan barang habis di unit.Pengiriman rujukan
k. Pengiriman ke kamar jenazah
E. Pengunaan alat medik ( terlampir)
i. Ventilator
ii. Syringe pump
iii. Infusion pump
iv. Suction
v. Defibrilator
vi. Nebulizer
F. Pencacatan dan pelaporan kegiatan pelayanan
Catatan IPI diverifikasi dan ditandatangani oleh dokter yang melakukan pelayanan di IPI
dan bertanggung jawab atas semua yang dicatat tersebut.
Pencatatan menggunakan status khus
us IPI yang meliputi pencatatan lengkap terhadap diagnosis yang menyebabkan dirawat
di IPI, data tanda vital, pemantauan fungsi organ khusus (jantung, paru, ginjal dan
sebagainya) secara berkala, jenis dan jumlah asupan nutrisi dan cairan, catatan pemberian
obat serta jumlah cairan tubuh yang keluar dari pasien.
Pelaporan pelayanan IPI terdiri dari jenis indikasi pasien masuk serta jumlahnya, system
skor prognosis, penggunaan alat bantu (ventilasi mekanis).
BABVII
DESAIN DAN PELAKSANAAN PROSES YANG MENDUKUNG KONTINUITAS
PELAYANAN

Pada keseluruhan perpindahan pasien di rumah sakit, dimulai dari admisi sampai
dengan kepulangan atau perpindahan, dapat melibatkan berbagai departemen dan pelayanan
serta praktisi kesehatan untuk pemberian asuhan.
Dalam seluruh fase pelayanan, kebutuhan pasien disesuaikan dengan sumber daya
yang tersedia di dalam rumah sakit dan bila perlu di laur rumah sakit. Hal tersebut biasanya
dilakukan dengan menggunakan kriteria yan telah ditetapkan atau kebijakan di dalam rumah
sakit.
Untuk mewujudkan asuhan pasien yang berkesinambungan, rumah sakit memerlukan
desain dan melaksanakan proses pelayanan yang berkelanjutan dan koordinasi para dokter,
perawat dan tenaga kesehatan lain yang berada di :
1. Pelayanan emergensi dan pendaftaran pasien rawat inap.
2. Pelayanan diagnostik dan pelayanan pengobatan.
3. Pelayanan non bedah dan tindakan bedah.
4. Program pelayanan rawat jalan.

Pasien datang ke rumah sakit melalui Instalasi Gawat Darurat dan Instalasi Rawat
Jalan.
Pasien datang melalui Instalasi Gawat Darurat, dokter, perawat atau petugas yang sudah
terlatih melakukan triase berbasis bukti (ATS), setelah itu pasien masuk ke ruang
pemeriksaan dan diperiksa oleh dokter, dari hasil pemeriksaan dokter mendapatkan diagnosa
bahwa pasien dilakukan pemeriksaan penunjang seperti :
1. Pemeriksaan radiologi
2. Pemeriksaan laboratorium
Setelah ada hasil pemeriksaan, pasien dapat masuk ke ruang bedah, atau ruang perawatan
intensif sesuai dengan indikasi rawat.
Untuk pasien kebidanan non emergensi pasien dapat diantar langsung oleh perawat atau
bidan.
Pasien kebidanan emergensi akan diperiksa terlebih dahulu sebelum masuk ke ruang
perawatan oleh bidan dan akan di konsulkan ke dr. Sp.OG.
Apabila dari hasil pemeriksaan dokter dan hasil penunjang dinyatakan normal dan tidak
rekomendasi untuk dirawat, pasien akan dipulangkan dan diberi resep obat.
Untuk pasien yang dinyatakan meninggal baik dari IGD, maupun ruang perawatan
perawatan/kamar bersalin/instalasi perawatan intensifdapat dibawa langsung oleh keluarga ke
rumah duka setelah 2 jam dinyatakan meninggal.
Pasien yang datang melaui instalasi rawat jalan, pasien terlebih dahulu mengambil
nomer antrian, setelah itu daftar ke loket pendaftaran sesuai dengan kebutuhan pelayanan
(dokter spesialis, dokter umum).Dari hasil pemeriksaan dokter bila rekomendasi untuk
dirawat pasien akan diberikan form rawat inap, form pemeriksaan penunjang (rontgen,
laboratorium) dan tindakan medis yang diperlukan, dan pasien masuk keruang perawatan
diantar oleh perawat IGD setelah selesai dari bagian admission. Untuk pasien yang tidak
rekomendasi untuk dirawat pasien akan diberi resep dan dipulangkan.
Pasien dari IGD atau Intalasi Rawat Jalan yang direkomendasikan oleh DPJP untuk
dirawat atau untuk dilakukan pemeriksaan dan pelayanan yang tidak tersedia di RS Kurnia
Cilegon, DPJP akan memberikan surat rujukan atau rekomendasi ke RS lain.

BAB VIII
RUJUK/ TRANFER PASIEN

I. Latar Belakang
Rujuk pasien dapat dilakukan apabila kondisi pasien layak untuk di rujuk. Prinsip
dalam melakukan rujuk pasien adalah memastikan keselamatan dan keamanan
pasien saat menjalani rujuk. Pelaksanaan rujuk pasien dapat dilakukan intra rumah
sakit atau antar rumah sakit.

Rujuk pasien dimulai dengan melakukan koordinasi dan komunikasi pra


transportasi pasien, menentukan SDM yang akan mendampingi pasien,
menyiapkan peralatan yang disertakan saat rujuk dan monitoring pasien selama
rujuk. Rujuk pasien hanya boleh dilakukan oleh staf medis dan staf keperawatan
yang kompeten serta petugas profesional lainnya yang sudah terlatih.

II. Pengertian Rujuk


Rujuk pasien adalah memindahkan pasien dari satu ruangan keruang perawatan
atau ruang tindakan lain didalam rumah sakit (intra rumah sakit) atau
memindahkan pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain (antar rumah sakit).

III. Tujuan
Tujuan dari manajemen rujuk pasien adalah:
- Agar pelayanan rujuk pasien dilaksanakan secara profesional .
- Agarpemindahan pasien dilaksanakan dengan memperhatikan keselamatan
pasien serta sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

TatacaraRujuk internal pasien di Rumah Sakit :


1. Keputusan untuk melakukan rujuk oleh DPJP.
2. Di informasikan kepada pasien dan keluarga tentang hal – hal yang berkaitan
dengan pelayanan yang ditawarkan, hasil yang diharapkan dan perkiraan biaya
dari pelayanan tersebut dan dicatat dalam Rekam Medis Pasien.
Tatacara Rujuk eksternal pasien di Rumah Sakit :
1. Keputusan untuk melakukan rujuk ditentukan oleh DPJP
2. Diinformasikan kepada pasien dan keluarga tentang hal – hal yang berkaitan
dengan pelayanan yang ditawarkan, hasil yang diharapkan dan perkiraan biaya
dari pelayanan.
3. Hal ini mencakup tahapan: evaluasi, komunikasi, dokumentasi / pencatatan,
pemantauan, penatalaksanaan, penyerahan pasien antar ruangan dalam rumah
sakit maupun ke rumah sakit rujukan / penerima.
4. Tahapan yang penting dalam menerapkan proses rujuk yang aman: edukasi dan
persiapan.
5. Pengambilan keputusan untuk melakukan rujuk harus dipertimbangkan dengan
matang karena rujuk berpotensi mengekspos pasien dan personel rumah sakit
akan risiko bahaya tambahan, serta menambah kecemasan keluarga dan kerabat
pasien.
6. Pertimbangkan risiko dan keuntungan dilakukannya rujuk. Jika risikonya lebih
besar, sebaiknya jangan melakukan rujuk.
7. Dalam rujuk pasien, diperlukan personil yang terlatih dan kompeten, peralatan
dan kendaraan khusus.
8. Dokumentasi pengambilan keputusan harus mencantumkan nama dokter yang
mengambil keputusan tanggal dan waktu diambilnya keputusan, serta alasan
yang mendasari.
9. Terdapat 3 alasan untuk melakukan rujuk pasien keluar RS Kurnia Cilegon,
yaitu:.
Rujuk pasien dimulai dengan melakukan koordinasi dan pra transportasi pasien,
menentukan SDM yang akan mendampingi pasien, menyiapakn peralatan dan
monitoring pasien selama rujuk.
Transfer atau rujuk di RS Kurnia Cilegondilakukan atas dasar 3 alasan :
1. Alih rawat
2. Pemeriksaan diagnostik
3. Pemeriksaan spesimen.
I. Transfer untuk Penanganan dan Perawatan lebih lanjut ( alih rawat )
 Merupakan situasi emergensi dimana sangat diperlukan transfer untuk
tatalaksana pasien lebih lanjut.
 Pasien harus stabil sebelum di transfer.
II. Pasien di rujuk karena tidak ada alat atau dokter spesialis yang
berkompeten untuk mendiagnostik pasien lebih lanjut
III. Pemeriksaan spesimen untuk laboratorium yang tidak dapat dilakukan
di RS Kurnia Cilegon di rujuk ke laboratorium yang memiliki fasilitas
yang ada kerjasama dengan RS Kurnia Cilegon.
10. Saat keputusan transfer telah diambil, dokter yang bertanggung jawab/ dokter ruangan
akan menghubungi unit / rumah sakit yang dituju.
11. Keputusan final untuk melakukan transfer ke luar RS Kurnia Cilegon dipegang oleh
dokter senior/DPJP/ konsultan rumah sakit yang dituju.
12. Beritahukan kepada pasien (jika kondisinya memungkinkan) dan keluarga mengenai
perlunya dilakukan rujuk antar rumah sakit, dan mintalah persetujuan tindakan rujuk.
13. Proses pengaturan rujuk ini harus dicatat dalam status rekam medis pasien yang
meliputi: nama, jabatan, dan detail kontak personel yang membuat kesepakatan baik
di rumah sakit yang merujuk dan rumah sakit penerima; tanggal dan waktu
dilakukannya komunikasi antar-rumah sakit; serta saran-saran / hasil negosiasi kedua
belah pihak.
14. Pusat layanan ambulan harus diberitahu sesegera mungkin jika keputusan untuk
melakukan transfer telah dibuat, bahkan bila waktu pastinya belum diputuskan. Hal
ini memungkinkan layanan ambulan untuk merencanakan pengerahan petugas dengan
lebih efisien.

Kriteria Penundaan Pasien saat di Rujuk :


1. Tempat rujukan penuh.
2. Kondisi hemodinamik pasien tidak stabil
3. Pasien menolak untuk di rujuk.
4. Fasilitas dan pelayanan yang dibutuhkan pasien tidak tersedia.

Stabilisasi Sebelum Rujuk


1. Meskipun berpotensi memberikan risiko tambahan terhadap pasien, rujuk yang aman
dapat dilakukan bahkan pada pasien yang sakit berat / kritis.
2. Rujuk sebaiknya tidak dilakukan bila kondisi pasien belum stabil (pasien kalau
kondisi sudah stabil)
3. Hipovolemia adalah kondisi yang sulit ditoleransi oleh pasien akibat adanya
akselerasi dan deselerasi selama rujuk berlangsung, sehingga hipovolemia harus
sepenuhnya dikoreksi sebelum rujuk.
4. Unit/ rumah sakit yang dituju untuk rujuk harus memastikan bahwa ada prosedur /
pengaturan rujuk pasien yang memadai.
5. Perlu waktu hingga beberapa jam mulai dari setelah pengambilan keputusan dibuat
hingga pasien di rujuk ke unit/ rumah sakit lain.
6. Hal yang pentinguntuk dilakukan sebelum rujuk:
a. Amankan patensi jalan napas
Beberapa pasien mungkin membutuhkan intubasi atau trakeostomi.
b. Terdapat jalur / akses vena yang adekuat (minimal 2 kanula perifer atau
sentral)
c. Pengukuran tekanan darah invasif yang kontinu / terus-menerus merupakan
teknik terbaik untuk memantau tekanan darah pasien selama proses rujuk
berlangsung.
d. Pasang kateter urin dan nasogastric tube (NGT), jika diperlukan
e. Pemberian terapi /tatalaksana tidak boleh ditunda saat menunggu pelaksanaan
rujuk.
7. Unit/ rumah sakit yang dituju dapat memberikan saran mengenai penanganan
segera / resusitasi yang perlu dilakukan terhadap pasien pada situasi-situasi
khusus, namun tanggung jawab tetap pada tim rujuk.
8. Seluruh peralatan dan obat-obatan harus dicek ulang oleh petugas rujuk.
9. Gunakanlah daftar persiapan rujuk pasien untuk memastikan bahwa semua
persiapan yang diperlukan telah lengkap dan tidak ada yang terlewat.
Pendampingan Pasien Selama Rujuk
1) Pasien dengan sakit berat / kritis harus didampingi oleh minimal 2 orang tenaga
medis.
2) Kebutuhan akan jumlah tenaga medis / petugas yang mendampingi pasien
bergantung pada kondisi / situasi klinis dari tiap kasus (tingkat / derajat beratnya
penyakit / kondisi pasien).
3) Dokter senior (dr ICU/ dr Anesthesi), bertugas untuk membuat keputusan dalam
menentukan siapa saja yang harus mendampingi pasien selama rujuk berlangsung.
4) Sebelum melakukan rujuk, petugas yang mendampingi harus paham dan mengerti
akan kondisi pasien dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan dengan proses rujuk.
5) Berikut ini adalah pasien-pasien yang tidak memerlukan dampingan dr ICU/ dr
Anestesi selama proses rujuk antar-rumah sakit berlangsung.
a. Pasien yang dapat mempertahankan patensi jalan napasnya dengan baik dan tidak
membutuhkan bantuan ventilator / oksigenasi
b. Pasien dengan perintah ‘Do Not Resuscitate’ (DNR)
c. Pasien yang dirujuk untuk tindakan manajemen definitif akut di mana intervensi
anestesi tidak akan mempengaruhi hasil.
d. Pasien yang dirujuk untuk tindakan manajemen definitif akut di mana intervensi
anestesi tidak akan mempengaruhi hasil.

Kriteria Tata cara transfer / Rujuk Pasien :


a. Derajat 0:
Pasien dengan Airway, Breathting, Circulation dan Hemodinamika stabil
dapat terpenuhi kebutuhannyadengan ruang rawat biasa.
b. Derajat 1:
Pasien dengan Airway, Breathting, Circulation dan Hemodinamika stabil
namun dengan resiko menjadi tidak stabil, misal dengan pasien setelah
mendapat perawatan di ruang intensif yang sudah memungkinkan dirawat di
ruang perawatan biasa.
c. Derajat 2:
Pasien dengan Airway, Breathting, Circulation dan Hemodinamika tidak stabil
dan membutuhkan observasi lebih ketat dan intervensi lebih mendalam
termasuk penanganan kegagalan ssatu system organ atau pasien yang harus
menjalani operasi besar.
d. Derajat 3:
Pasien dengan Airway, Breathting, Circulation dan Hemodinamika tidak stabil
yang membutuhkan bantuan pernapasan dan atau dengan kegagalan organ
system lainnya
Jenis – jenis Transfer Pasien :
i. Transfer Intra Rumah Sakit
Transfer intra rumah sakit adalah transfer antar unit atau instansi pelayanan
yang ada di lingkungan RS Kurnia Cilegon, transfer dari Rawat Inap atau
sebaliknya bisa dari IGD atau ke kamar operasi, kamar operasi ke ICU dan
sebagainya. Kesiapan standar peralatan minimal transfer rumah sakit harus
dapat dipenuhi, hal ini bertujuan pada saat transfer berlangsung dianggap baik
termasuk diantaranya adalah kesiapan oksigen yang mobile. Selama transfer
berlangsung semua peralatan yang berhubungan dengan pasien letaknya harus
sejajar tubuh pasien.
Hal yang harus diperhatikan dalam transfer intra rumah sakit adalah :
 Standar pemantauan minimal pelatihan dan petugas yang
berpengalaman, diaplikasin pada transfer dan intra rumah sakit.
 Sebelum transfer lakukan analisis mengenai resiko dan keuntungannya.
 Sediakan kapasitas cadangan oksigen yang cukup untuk mengantisipasi
kejadian emergensi.
 Peralatan listrik harus terpasang ke sumber daya atau stop kontak dan
oksigen sental digunakan selama perawatan di unit tujuan.
 Petugas yang mentransfer pasien ke ruang penunjang medis harus paham
akan bahaya potensial yang ada.

ii. Transfer antar Rumah Sakit


Transfer dari luar atau keluar RS Kurnia Cilegon berupa transfer dari RS
Kurnia Cilegon ke rumah sakit lain atau sebaliknya.
Transfer mungkin bersal dari kejadian kecelakaan lalulintas, musibah missal
atau bencana dan sebagainya.

Kompetensi Pendamping Pasien dan Peralatan yang harus Dibawa Selama Rujuk

I. Kompetensi SDM untuk rujuk intra dan ektraRS Kurnia Cilegon

Pasien Petugas keterampilan yang Peralatan Utama


pendamping dibutuhkan
(minimal)

Derajat 0 Perawat Bantuan hidup dasar

Derajat 1 Perawat/Petugas  Bantuan hidup dasar  Oksigen


yang  Pelatihan tabung gas  Suction
berpengalaman  Pemberian obat-obatan  Tiang infus
(sesuai dengan  Kenal akan tanda deteriorasi portabel
kebutuhan pasien)  Keterampilan suction  Pompa infus
dengan baterai
 Oksimetri denyut
Derajat 2 Perawat  Semua ketrampilan di atas,  Semua peralatan di
ditambah; atas, ditambah;
 Dua tahun pengalaman dalam  Monitor EKG dan
perawatan intensif (oksigenasi, tekanan darah
sungkup pernapasan, monitor)

Derajat 3 Dokter, perawat Standar kompetensi dokter harus  Monitor ICU


di atas standar minimal portabel yang
Dokter: lengkap
 Peralatan rujuk
 Minimal 6 bulan pengalaman yang memenuhi
mengenai perawatan pasien standar minimal.
intensif dan bekerja di ICU
 Keterampilan bantuan hidup
dasar dan lanjut
 Keterampilan menangani
permasalahan jalan napas dan
pernapasan, minimal level ST
3 atau sederajat.
 Harus mengikuti pelatihan
untuk transfer pasien dengan
sakit berat / kritis
Perawat:

Minimal 2 tahun bekerja di ICU


Keterampilan bantuan hidup
dasar dan lanjut
Harus mengikuti pelatihan untuk
transfer pasien dengan sakit
berat / kritis
(lengkapnya lihat Lampiran 1)

II. Pemilihan Metode Rujuk antar RS untuk Pasien Kritis

1. Pemilihan metode rujuk harus mempertimbangkan sejumlah komponen penting


seperti di bawah ini.
a. Derajat urgensi untuk melakukan rujuk
b. Kondisi pasien
c. Faktor geografik
d. Kondisi cuaca
e. Arus lalu lintas
f. Ketersediaan / availabilitas
g. Jarak tempuh

2. Pilihan kendaraan untuk rujuk pasien antara lain:


a. Jasa Ambulans Gawat Darurat
i. Siap sedia dalam 24 jam
ii. Perjalanan darat
iii. Durabilitas: dengan pertimbangan petugas dan peralatan yang dibutuhkan dan
lamanya waktu yang diperlukan.

III. Alat transportasi untuk rujuk pasien antar rumah sakit


1. Gunakan mobil ambulan. Mobil dilengkapi soket listrik 12 V, suplai oksigen,
monitor, dan peralatan lainnya
2. Sebelum melakukan rujuk, pastikan kebutuhan-kebutuhan untuk merujuk pasien
terpenuhi (seperti suplai oksigen, baterai cadangan, dll).
3. Standar Peralatan di Ambulan
a. Suplai oksigen
b. Jarum suntik
c. Suction
d. Baterai cadangan
e. Syringe / infusion pumps (tinggi pompa sebaiknya tidak melebihi posisi pasien
4. Tim rujuk/ SDM pendamping dapat memberi saran mengenai kecepatan ambulan
yang diperlukan, dengan mempertimbangkan kondisi klinis pasien.
5. Petugas harus tetap duduk selama rujuk dan menggunakan sabuk pengaman.
6. Jika terdapat kegawatdaruratan medis dan pasien membutuhkan intervensi segera,
berhentikan ambulan di tempat yang aman dan lakukan tindakan yang diperlukan.
7. Jika petugas diperlukan untuk turun dari kendaraan / ambulan, gunakanlah pakaian
yang jelas terlihat oleh pengguna jalan lainnya.

IV. Dokumentasi dan Penyerahan pasien rujuk antar rumah sakit

1. Lakukan pencatatan yang jelas dan lengkap dalam semua tahapan rujuk, dan harus
mencakup:
a. detail kondisi pasien
b. alasan melakukan rujuk
c. nama konsultan yang merujuk dan menerima rujukan
d. status klinis pre-rujuk
e. detail tanda vital, pemeriksaan fisik, dan terapi yang diberikan selama rujuk
berlangsung
2. Pencatatan harus terstandarisasi antar-rumah sakit jejaring dan diterapkan untuk
rujuk intra- dan antar-rumah sakit.
3. Rekam medis harus mengandung:
a. resume singkat mengenai kondisi klinis pasien sebelum, selama, dan setelah
rujuk; termasuk kondisi medis yang terkait, faktor lingkungan, dan terapi yang
diberikan.
b. Data untuk proses audit. Tim rujuk harus mempunyai salinan datanya.
4. Harus ada prosedur untuk menyelidiki masalah-masalah yang terjadi selama proses
rujuk, termasuk penundaan transportasi.
5. Tim rujuk harus memperoleh informasi yang jelas mengenai lokasi rumah sakit
yang dituju sebelum merujuk pasien.
6. Saat tiba di rumah sakit tujuan, harus ada proses serah-terima pasien antara tim
rujuk dengan pihak rumah sakit yang menerima (paramedis dan perawat) yang
akan bertanggungjawab terhadap perawatan pasien selanjutnya.
7. Proses serah-terima pasien harus mencakup pemberian informasi (baik secara
verbal maupun tertulis) mengenai riwayat penyakit pasien, tanda vital, hasil
pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi), terapi, dan kondisi klinis selama
rujuk berlangsung.
8. Hasil pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan yang lainnya harus dideskripsikan
dan diserahkan kepada petugas rumah sakit tujuan.
9. Setelah menyerahkan pasien, tim rujuk dibebastugaskan dari kewajiban merawat
pasien.

V. Komunikasi dalam Transfer Pasien Antar Rumah Sakit


1. Pasien (jika memungkinkan) dan keluarganya harus diberitahu mengenai alasan
transfer dan lokasi rumah sakit tujuan. Berikanlah nomor telepon rumah sakit
tujuan dan jelaskan cara untuk menuju ke RS tersebut.
2. Pastikan bahwa rumah sakit tujuan dapat dan setuju untuk menerima pasien
sebelum dilakukan rujuk.
3. Kontak pertama harus dilakukan oleh konsultan/ dokter penanggung jawab di
kedua rumah sakit, untuk mendiskusikan mengenai kebutuhan medis pasien.
4. Untuk kontak selanjutnya, tunjuklah satu orang lainnya (biasanya perawat
senior). Bertugas sebagai komunikator utama sampai rujuk selesai dilakukan.
a. Jika selama rujuk terjadi pergantian jaga perawat yang ditunjuk, berikan
penjelasan mengenai kondisi pasien yang dirujuk dan lakukan penyerahan
tanggung jawab kepada perawat yang menggantikan.
b. Komunikator utama harus menghubungi pelayanan ambulan, jika ingin
menggunakan jasanya dan harus menjadi kontak satu-satunya untuk diskusi
selanjutnya antara rumah sakit dengan layanan ambulans.
c. Harus memberikan informasi terbaru mengenai kebutuhan perawatan pasien
kepada rumah sakit tujuan.
5. Tim rujuk harus berkomunikasi dengan rumah sakit asal dan tujuan mengenai
penanganan medis yang diperlukan dan memberikan update perkembangannya.

VI. Audit dan Jaminan Mutu


1. Buatlah catatan yang jelas dan lengkap selama rujuk.
2. Dokumentasi ini akan digunakan sebagai acuan data dasar dan sarana audit
3. RS Kurnia Cilegon bertanggung jawab untuk menjaga berlangsungnya proses
pelaporan insidens yang terjadi dalam rujuk dengan menggunakan protokol
standar RS Kurnia Cilegon.
4. Data audit akan ditinjau ulang secara teratur oleh RS Kurnia Cilegon

LAMPIRAN 1
PERALATAN TRANSFER MINIMALUNTUK ANTAR RUMAH SAKIT

1. Manajemen jalan napas / oksigenasi (dewasa dan anak)


a. Sistem bag-valve dewasa dan anak dengan reservoir oksigen
b. Sungkup dewasa dan anak
c. Penghubung sistem bag-valve dengan endotracheal (ETT)/ tracheostomy tube
d. Monitor end-tidal carbon dioxide (dewasa dan anak)
e. Pegangan laringoskop (dewasa dan anak)
f. Baterai cadangan dan bola lampu laringoskop
g. Pelumas / gel
h. Nasal kanul (dewasa dan anak)
2. Lem perekat
3. Kapas alkohol
4. Brankar (dewasa dan anak)
5. Pengukur tekanan darah
6. Winged needle
7. Gel / bantalan elektroda defibrillator
8. Stik gula darah sewaktu (GDS)
9. Monitor EKG / defibrillator
10. Elektroda EKG
11. Senter dengan baterai cadangan
12. Pompa infus (infusion pumps)
13. Selang infus
14. Three-way
15. Kateter intravena
16. Cairan infus (normal saline-NS, ringer laktat-RL, dekstrosa 5%)
17. Spuit
18. Klem Kelley
19. Oksimetri denyut
20. Nasogastric tube (NGT)
21. Tali penahan untuk ekstremitas
22. Stetoskop
23. Suction
24. Kassa
25. Tourniquet
26. Gunting
LAMPIRAN 2
OBAT-OBATAN RUJUK MINIMALANTAR RUMAH SAKIT(Bila diperlukan)
1. Adenosine, 6mg/2ml
2. Amiodaron, 150mg/3ml
3. Atropine, 1mg/10ml
4. Kalsium klorida, 1g/10ml
5. Catacaine/hurricaine spray
6. Digoksin, 0,5mg/2ml
7. Diltiazem, 25mg/5ml
8. Difenhidramin, 50mg/1ml
9. Dopamine, 200mg/5ml
10. Epinefrin, 1mg/10ml (1:10.000)
11. Epinefrin, 1mg/1ml (1:1.000)
12. Fosfenitoin, 750mg/10ml
13. Furosemide, 100mg/10ml
14. Glucagon, 1mg (vial)
15. Heparin, 1.000 U/1ml
16. Isoproterenol, 1mg/5ml
17. Labetalol, 40mg/8ml
18. Lidokain, 100mg/10ml
19. Lidokain, 2g/10ml
20. MgSO4, 1g/2ml
21. Metilprednisolon, 125mg/2ml
22. Metoprolol, 5mg/5ml
23. Nitrogliserin IV, 50mg/10ml
24. Nitrogliserin tablet, 0,4mg
25. Nitroprusid, 50mg/2ml
26. Normal Saline – NS, 30 ml untuk injeksi
27. Fenobarbital, 65mg/ml atau 130mg/ml
28. KCl, 20 mEq/10ml
29. Prokainamid, 1.000mg/10ml
30. Natrium bikarbonat, 5mEq/10ml
31. Natrium bikarbonat, 50mEq/50ml
32. Akua bidestilata, 30ml untuk injeksi
33. Terbutalin, 1mg/1ml
34. Verapamil, 5mg/2ml
BAB IX
RENCANA PEMULANGAN PASIEN
A. Pengertian
Discharge planning / rencana pemulangan pasien adalah suatu proses sistimatik
untuk perkiraan, persiapan dan koordinasi yang dilakukan petugas kesehatan untuk
memfasilitasi perbekalan perawatan kesehatan pasien sebelum dan setelah
pemulangan.

Discharge planning juga merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan harus
sudah dimulai sejak awal pasien masuk ke rumah sakit (untuk rawat inap yang telah
direncanakan sebelumnya / elektif) dan sesegera mungkin pada pasien-pasien non-
elektif.

B. Asesmen awal saat pasien masuk rumah sakit.


a. Identifikasi, persiapkan, dan rancang discharge planning
b. Peninjauan ulang rekam medis pasien (anamnesis, hasil pemeriksaan fisik,
diagnosis dan tatalaksana)
c. Lakukan anamnesis: Identifikasi alasan pasien dirawat, termasuk masalah
sosial dan perubahan terkini
d. Asesmen kebutuhan perawatan pasien berdasarkan kondisi dan penyakit yang
dideritanya
e. Asesmen mengenai kemampuan fungsional pasien saat ini, misalnya fungsi
kognitif, mobilitas.
f. Asesmen mengenai kondisi keuangan dan status pendidikan pasien
g. Asesmen mengenai status mental pasien
h. Asesmen mengenai kondisi rumah / tempat tinggal pasien
i. Tanyakan mengenai medikasi terkini yang dikonsumsi pasien saat di rumah
j. Identifikasi siapa pendampingutama/ penanggung jawab perawatan pasien
k. Diskusikan mengenai kebutuhan pasien dan pendampingutama/ penanggung
jawab perawatan pasien
l. Tanyakan mengenai keinginan / harapan pasien atau keluarganya
m. Libatkanlah mereka dalam perencanaan discharge planning (karena pasien
yang paling tahu mengenai apa yang dirasakannya dan ingin dirawat oleh
siapa)
n. Gunakanlah bahasa awam yang dimengerti oleh pasien dan keluarganya
o. Setelah asesmen pasien dilakukan, tim discharge planner/ DPJP, PPJP dan
Karuakan berdiskusi dengan tim multidisipliner mengenai:
i. Asesmen risiko: pasien dengan risiko tinggi membutuhkan discharge
planning yang baik dan adekuat. Berikut adalah kriteria pasien risiko
tinggi:
 Usia ≥ 65 tahun
 Tinggal sendirian tanpa dukungan sosial secara langsung
 Stroke, Cilegonan jantung, PPOK, Gagal jantung kongestif,
Emfisema, Demensia, Alzeimer, AIDS, atau penyakit
dengan potensi mengancam nyawa lainnya
 Pasien berasal dari panti jompo
 Alamat tidak diketahui atau berasal dari luar kota
 Tunawisma
 Dirawat kembali dalam 30 hari
 Percobaan bunuh diri
 Pasien tidak dikenal / tidak ada identitas
 Korban dari kasus criminal
 Trauma multipel
 Tidak bekerja / Tidak ada asuransi4
ii. Identifikasi dan diskusi pilihan perawatan apa yang tersedia untuk
pasien
iii. Verifikasi availabilitas tempat perawatan pasien setelah pulang dari
rumah sakit.
C. Saat di ruang rawat inap:
a. Tetapkan prioritas mengenai hal-hal yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga
b. Gunakan pendekatan multidisiplin dalam menyusun perencanaan dan
tatalaksana pasien
c. DPJP dan PPJP di ruangan harus memastikan pasien memperoleh perawatan
yang sesuai dan adekuat serta proses discharge planning berjalan lancar.
d. DPJP, PPJP harus memahami mengenai discharge planning.
e. Tugas PPJP, adalah:
 mengkoordinasi semua aspek perawatan pasien termasuk discharge planning,
asesmen, dan peninjauan ulang rencana perawatan
 memastikan semua rencana berjalan dengan lancar
 mengambil tindakan segera bila terdapat masalah.
 Mendiskusikan dengan pasien mengenai perkiraan tanggal pemulangan pasien dalam
24 jam setelah pasien dirawat
 Identifikasi, melibatkan, dan menginformasikan pasien mengenai rencana
keperawatan, pastikan bahwa kebutuhan-kebutuhan khusus pasien terpenuhi
 Catat semua perkembangan ke dalam rekam medis pasien
 Finalisasi discharge planning pasien 48 jam sebelum pasien dipulangkan, dan
konfirmasikan dengan pasien dan keluarga / PJ Perawatan pasien.
 Berikut adalah beberapa peralatan tambahan yang diperlukan pasien sepulangnya dari
rumah sakit (bila diperlukan):
 Peralatan yang portabel dan sederhana: mudah digunakan, instruksi penggunaan
minimal. Contoh: tongkat, toilet duduk.
 Peralatan yang membutuhkan pelatihan mengenai cara menggunakannya. Contoh:
tempat tidur khusus, pegangan terfiksasi (grab rails), oksigen
 Kursi roda (manual dan listrik)4

f.
g. Pilihan transportasi yang dapat digunakan adalah:
i. Ambulans
ii. Mobil pribadi
iii. Helikopter (bila diperlukan): biasanya digunakan untuk pasien dengan
penyakit akut yang berat dan harus ditransfer ke rumah sakit lain
iv. Taksi
h. Identifikasi dan latihlah professional kesehatan yang dapat merawat pasien
serta lakukan koordinasi dengan tim multidisiplin dalam merancang discharge
planning pasien.
i. Yang dimaksud tim multidisiplin ini adalah para professional kesehatan dari
disiplin ilmu yang berbeda-beda, seperti pekerja sosial, perawat, terapis,
dokter.
j. Lakukan diskusi dengan pasien dan keluarga mengenai alasan pasien dirawat,
tatalaksana, prognosis, dan rencana pemulangan pasien.
k. Tanyakan kepada pasien: ‘Anda ingin dirawat oleh siapa sepulangnya dari
rumah sakit?
l. Biasanya pasien akan memilih untuk dirawat oleh anggota keluarganya.
m. Tanyakan kepada keluarganya mengenai kesediaan mereka untuk merawat
pasien. Pastikan mereka diinformasikan mengenai Berikanlah mereka waktu
untuk memutuskan.
n. Berikut adalah hal-hal yang harus diketahui oleh pemberi layanan perawatan
pasien sepulangnya dari rumah sakit / carer(biasanya keluarga):
i. Rencana pemulangan pasien secara tertulis dan lisan
ii. Kondisi medis pasien
iii. Hak carer untuk memperoleh asesmen
iv. Penjelasan mengenai seperti apa terlibat dalam perawatan pasien
v. Keuntungan yang didapat
vi. Dampak finansial
vii. Akses penerjemah untuk memungkinkan komunikasi dan
pemahaman yang efektif
viii. Pemberitahuan mengenai kapan pasien akan dipulangkan
ix. Pengaturan transportasi
x. Demonstrasikan cara menggunakan peralatan tertentu sebelum
pasien dipulangkan dan pastikan terdapat jadwal pengecekan alat
yang rutin.
xi. Aturlah jadwal pertemuan berikutnya dengan pasien dan
Pendamping/ PJ Perawatan pasien.
o. Jika pasien menolak keterlibatan keluarga dalam diskusi, staf harus
memberitahukannya kepada keluarga dan menghargai keinginan pasien.
p. Jika terdapat konflik antara keinginan pasien dan keluarganya dalam
merancang discharge planning, staf harus melakukan peninjauan ulang
mengenai rencana perawatan dan mencari solusi realistik dari masalah yang
timbul. Salah satu cara adalah dengan konferensi kasus yang melibatkan
multi disipliner.
B. Saat pasien akan dipulangkan dari rumah sakit:
a. Saat pasien tidak lagi memerlukan perawatan rumah sakit, pasien
sebaiknya dipulangkan dan memperoleh discharge planning yang sesuai.
b. Yang berwenang memutuskan bahwa pasien boleh pulang atau tidak
adalah DPJP / konsultan penanggungjawab pasien (atau oleh orang lain
yang mendapat delegasi kewenangan dari konsultan).
c. Pastikan bahwa pasien dan keluarganya berperan aktif dalam perencanaan
dan pelaksanaan pemulangan pasien.
d. Lakukan penilaian pasien secara menyeluruh (holistik)
e. Nilailah kondisi fisik, mental, emosional, dan spiritual pasien
f. Pertimbangkan juga aspek sosial, budaya, etnis, dan financial pasien
g. Tentukan tempat perawatan selanjutnya (setelah pasien dipulangkan dari
rumah sakit) yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
Penentuan tempat ini dilakukan oleh DPJP dan tim perawatan bersama
dengan penanggungjawab pasien. Berikut adalah beberapa contoh tempat
perawatan:
i. Perawatan di rumah dengan penggunaan peralatan tambahan untuk
menunjang perawatan pasien
ii. Pemulangan pasien ke rumah tanpa perlu perawatan khusus
iii. Perawatan di rumah dengan didampingi oleh perawat / pendamping
pasien
iv. Rumah sakit / fasilitas perawatan jangka panjang
v. Fasilitas keperawatan yang terlatih
vi. Rumah perawatan umum, seperti panti jompo, dan sebagainya.
a. Jika tempat perawatan selanjutnya tidak memadai (tidak dapat
memenuhi kebutuhan pasien), maka pasien tidak dapat
dipulangkan.
b. Tim discharge planners (DPJP, PPJP, Karu, Tim PKRS)harus
berusaha untuk mencari tempat perawatan yang dapat menunjang
kebutuhan pasien.
c. Pastikan terjadinya komunikasi efektif antara pelaksanaan
perawatan primer, sekunder, dan sosial untuk menjamin bahwa
setiap pasien menerima perawatan dan penanganan yang sesuai dan
adekuat.
d. Petugas rumah sakit sebaiknya melakukan komunikasi dengan
dokter keluarga pasien / tim layanan primer mengenai rencana
pemulangan pasien.
e. Identifikasi pasien-pasien yang memerlukan perawatan khusus /
ekstra seperti kebutuhan perawatan kebersihan diri, sosial, dan
sebagainya. Usahakan untuk memenuhi kebutuhan pasien dan
berikan dukungan tambahan.
f. Diskusikan kembali dengan pasien dan buatlah kesepakatan
mengenai rencana keperawatan
g. Finalisasi rencana keperawatan dan aturlah proses pemulangan
pasien
h. Pastikan bahwa pasien dan keluarga / pendampingtelah
memperoleh informasi yang adekuat.
i. Hak pasien sebelum dipulangkan:
i. Memperoleh informasi yang lengkap mengenai diagnosis, asesmen medis,
rencana perawatan, detail kontak yang dapat dihubungi, dan informasi
relevan lainnya mengenai rencana perawatan dan tatalaksana selanjutnya.
ii. Terlibat sepenuhnya dalam discharge planning dirinya, bersama dengan
kerabat, pendamping, atau teman pasien.
iii. Rancangan rencana pemulangan dimulai sesegera mungkin baik sabelum /
saat pasien masuk rumah sakit.
iv. Memperoleh informasi lengkap mengenai layanan yang relevan dengan
perawatannya dan tersedia di masyarakat.
v. Memperoleh informasi lengkap mengenai fasilitas perawatan jangka
panjang, termasuk dampak finansialnya.
vi. Diberikan nomor kontak yang dapat dihubungi saat pasien membutuhkan
bantuan / saran mengenai pemulangannya
vii. Diberikan surat pemulangan yang resmi, dan berisi detail layanan yang
dapat diakses
viii. Memperoleh informasi lengkap mengenai kriteria dilakukannya perawatan
yang berkesinambungan
ix. Tim discharge planner (DPJP, PPJP, Karu, Tim PKRS)tersedia sebagai
orang yang dapat dihubungi oleh pasien dalam membantu memberikan
saran
x. Memperoleh akses untuk memberikan complain mengenai pengaturan
discharge planning pasien dan meperoleh penjelasannya
j. Pada pasien yang ingin pulang dengan sendirinya atau pulang
paksa (di mana bertentangan dengan saran dan kondisi medisnya),
dapat dikategorikan sebagai berikut:
i. Pasien memahami risiko yang dapat timbul akibat pulang paksa
ii. Pasien tidak kompeten untuk memahami risiko yang berhubungan
dengan pulang paksa, dikarenakan kondisi medisnya
iii. Pasien tidak kompeten untuk memahami risiko yang berhubungan
dengan pulang paksa, dikarenakan gangguan jiwa
k. Dokumentasikan rencana pemulangan pasien di rekam medis dan
berikan salinannya kepada pasien dan dokter keluarganya.
l. Ringkasan / resume discharge planning pasien berisi:
i. Resume perawatan pasien selama di rumah sakit
ii. Resume rencana penanganan / tatalaksana pasien selanjutnya
iii. Regimen pengobatan pasien
iv. Detail mengenai pemeriksaan lebih lanjut yang diperlukan dan terapi
selanjutnya
v. Janji temu dengan professional kesehatan lainnya
vi. Detail mengenai pengaturan layanan di komunitas / publik dan waktu
pertemuannya
vii. Nomor kontak yang dapat dihubungi jika terjadi kondisi emergensi /
pembatalan pertemuan / muncul masalah-masalah medis pada pasien.
m. Rencanakan dan aturlah pertemuan selanjutnya dengan pasien

Evaluasi: monitor dan evaluasi efikasi dan kelayakan rencana


perawatan pasien secara periodik, dengan cara:
a. Peninjauan ulang rekam medis / catatan pasien
b. Gunakan checklist untuk menilai perkembangan dan kemajuan discharge
planning
c. Lakukan perencanaan ulang, jika diperlukan.
Peninjauan Ulang Dan Audit
Peninjauan ulang dan audit harus dilakukan untuk mengevaluasi dan memastikan
bahwa panduan berjalan dengan lancar dan diterapkan oleh seluruh professional
kesehatan di rumah sakit

BAB X
PENOLAKAN TINDAKAN MEDIS

A. LATAR BELAKANG
Bahwa setiap pasien atau keluarga pasien yang mendapat pelayan kesehatan berharap
keluahan dan penyakit pasien akan disembuhkan.
Pesetujuan mengenai tindakan medic yang akan dijalaninya merupakan hak pasien
yang mendasar. Pasien dapat menyetujui atau menolak rencana tindakan atau nasehat
medis, dari persetujuan tersebut barulah dokter dapat bertindak upaya – upaya
penyembuhan yan diperlukan. Hak persetujuan atau penolakan merupakan hak asasi
seseorang untuk menentukan nasib kesehatannya sendiri. Setiap manusia dewasa yang
sehat jasmani rohaninya memiliki hak untuk menentukan apa yang akan dilakukan
terhadap tubuhnya.
Dokter tidak berhak melakukan tindakan medik yang bertetangan dengan kemauan
pasien meskipun itu kepentingan pasien.

B. DEFINISI

I. Penolakan atau tindakan nasehat medis :

1. Penolakan pasien atau yang sah mewakilinya atas rencana


tindakan/nasehat kedokteran yang diajukan oleh dokter, setelah menerima
informasi yang cukup dapat membuat penolakan.

2. Penolakan tindakan/nasehat adalah pernyataan sepihak dari pasien dan


bukan perjanjian antara pasien dengan dokter.

3. Proses sekaligus hasil dari suatu komunikasi yang efektif antar pasien
dengan dokter dan bukan sekedar penandatanganan formulir penolakan.

4. Pasien dalam perawatan memiliki hak untuk menolak tindakan yang


hendak dilakukan terhadap dirinya, dan mengakhiri pengobatan serta
perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh penjelasan
dan informasi yang jelas tentang penyakitnya.

( Berdasarkan surat edaran Dirjen Yan Medik No. YM.03.04.3.5.2504 Tentang


Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan Rumah Sakit, Tahun 1997; UU
Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktek Kedokteran dan
Pernyataan/SK PB.IDI )
II. Tindakan kedokteran adalah suatu tindakan medis berupa preventif,
diagnostic, teurapeutik dan rehabiliatif yang dilakukan oleh dokter terhadap
pasien.

III. Tindakan invasife adalahtindakan yang langsung dapat mempengaruhi


keutuhan jaringan tubuh pasien.

IV. Tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi adalah tindakan medis
yang berdasarkan tingkat probabilitas tertentu dan dapat mengakibatkan
kematian atau kecacatan.

V. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam
keadaan sehat maupun sakit.

VI. Dokter adalah lulusan pendidikan kedokteran baik di dalam maupun di luar
negeri yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia sesuai dengna
peraturan perundang undangan.

VII. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak – anak
kandung dan saudara – saudara kandung.

C. RUANG LINGKUP

Panduan penolakan tindakan/nasehat medis ini diterapkan di lingkup rumah sakit dan
ditujukan kepada :
1. Pasien
2. Keluarga pasien
3. Dokter penanggungjawab
4. Perawat pemberi pelayanan

PENOLAKAN TINDAKAN/NASEHAT MEDIS


Pasien berhak menolak tindakan yang dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri
pengobatan serta perawatan atas tanggungjawab sendiri setelah memperoleh informasi yang
jelas tentang penyakitnya,komplikasi yang ditimbulkan apabila pasien menolak tindakan/
nasehat serta alternatif tindakan.
Pemberian obat-obatan juga harus dengan persetujuan pasien dan bila pasien meminta
untuk dihentikan pengobatan, maka terapi harus dihentikan kecuali dengan penghentian
terapi akan mengakibatkan keadaan gawat darurat atau kehilangan nyawa pasien
Dalam Pedoman Penegakkan Disiplin Kedokteran tahun 2008 seorang dokter
dapat dikategorikan melakukan bentuk pelanggaran disiplin kedokteran apabila tidak
memberikan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai (adequate information) kepada pasien
atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran.
Penolakan pengobatan baik dalam hal pemeriksaan/ tindakan dilakukan oleh pasien yang
dianggap kompeten, yaitu pasien yang mampu memahami informasi, menahannya dan
mempercayainya dan mampu membuat keputusan. Pasien tersebut berhak untuk menolak
suatu pemeriksaan atau tindakan kedokteran, meskipun keputusan pasien tersebut terkesan
tidak logis.

Berdasarkan UU No. 36 tahun 2009 mengenai Hak-hak pasien diantaranya meliputi:

1. Hak menerima atau menolak sebagian atau seluruh pertolongan (kecuali tak sadar,
penyakit menular berat, gangguan jiwa berat).
2. Hak atas rahasia pribadi (kecuali perintah UU, pengadilan, ijin ybs, kepentngan
ybs, kepentingan masyarakat).
3. Hak tuntut ganti rugi akibat salah atau kelalaian (kecuali tindakan penyelamatan
nyawa atau cegah cacat).
Bila penolakan tindakan dan pengobatan ini terjadi dan konsekuensi dari
penolakan tersebut berakibat serius, maka keputusan tersebut harus didiskusikan
oleh DPJP dengan pasien, tidak bermaksud untuk mengubah pendapatnya tetapi
untuk mengklarifikasi situasinya. Oleh karena itu perlu dicross cek kembali
apakah pasien mengerti informasi tentang keadaan pasien, tindakan atau
pengobatan serta semua kemungkinan efek sampingnya. Dalam setiap masalah
seperti ini, rincian setiap diskusi harus secara jelas didokumentasikan dengan baik.

A. PENUNDAAN PERSETUJUAN (PERMINTAAN PASIEN)

Persetujuan suatu tindakan kedokteran dapat saja ditunda pelaksanaannya oleh


pasien atau yang memberikan persetujuan/ pihak penjamin dengan berbagai alasan,
misalnya terdapat anggota keluarga yang masih belum setuju, masalah keuangan atau
masalah waktu pelaksanaan. Apabila penundaan tersebut cukup lama, maka perlu di
cek kembali apakah persetujuan tersebut masih berlaku atau tidak. Semua hal yang
terjadi menyangkut penundaan persetujuan harus didokumentasikan secara jelas
dalam rekam medic pasien.

B. PEMBATALAN PERSETUJUAN YANG TELAH DIBERIKAN

Pada prinsipnya, setiap saat pasien dapat membatalkan persetujuan mereka


dengan membuat surat atau pernyataan tertulis pembatalan persetujuan tindakan
kedokteran. Pembatalan tersebut sebaiknya dilakukan sebelum tindakan dimulai.
Selain itu pasien harus diberitahu, bahwa pasien bertanggung jawab atas akibat dari
pembatalan persetujuan tindakan. Oleh karena itu pasien harus kompeten untuk dapat
membatalkan persetujuan.

Menentukan kompetensi pasien pada situasi seperti ini seringkali sulit. Nyeri, syok
atau pengaruh obat-obatan dapat mempengaruhi kompetensi pasien. Jika pasien
dipastikan kompeten dan memutuskan untuk membatalkan persetujuannya, maka
dokter harus menghormatinya dan membatalkan tindakan atau pengobatannya.
Terkadang keadaan tersebut terjadi saat tindakan sedang berlangsung. Bila suatu
tindakan menimbulkan teriakan atau tangisan karena nyeri, tidak perlu diartikan
bahwa persetujuannya dibatalkan, maka tindakan dapat dilanjutkan. Tetapi bila pasien
menolak dilanjutkan, apabila memungkinkan maka dokter harus menghentikan
tindakannya, mencari tahu masalah yang dihadapi pasien dan menjelaskan akibatnya
jika tindakan tidak dilanjutkan.

Jika tindakan sedang berlangsung, maka penghentian tindakan hanya bisa


dilakukan apabila tidak mengakibatkan hal yang membahayakan pasien. Semua hal
yang terjadi menyangkut pembatalan persetujuan harus didokumentasikan secara jelas
dalam rekam medic pasien.

(Dikutip dari Konsil Kedokteran Indonesia tahun 2006, berdasarkan UU No.29 tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran)
BAB XII

PANDUAN DPJP

Rumah sakit adalah institusi tempat memberikan pelayanan kesehatan kepada


masyarakat dengan tujuan penyembuhan penyakit serta terhindar dari kematian atau
kecacatan. Dalam melaksanakan fungsinya rumah sakit harus pula mengendalikan atau
meminimalkan risiko baik klinis maupun non klinis yang mungkin terjadi selama proses
pelayanan kesehatan berlangsun, sehingga terlaksana pelayanan yang aman bagi pasien.
Oleh karena itu keselamatan pasien di rumah sakit merupakan prioritas utama
dalam semua bentuk kegiatan di rumah sakit. Untuk mencapai kondisi pelayanan yang
efektif, efisien dan aman bagi pasien itu diperlukan komitmen dan tanggung jawab yang
tinggi dari seluruh personil pemberi pelayanan di rumah sakit sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya.
Selanjutnya kerjasama tim para pemberi asuhan pasien merupakan prasyarat untuk
mencapai tujuan tersebut, dan dilengkapi dengan komunikasi yang baik. Serta tidak dapat
dipungkiri bahwa peranan dokter sebagai ketua tim sangat besar dan sentral dalam menjaga
keselamatan pasien, karena semua proses pelayanan berawal dan ditentukan oleh dokter.
Sebagai instrumen monitoring dan evaluasi maka tidak kalah pentingnya faktor
catatan medis yang lengkap dan baik, dimana semua proses pelayanan terhadap pasien
direkam medis secara real time dan akurat. Sehingga apabila terjadi sengketa medis rekam
medis ini benar-benar dapat menjadi alat bukti bagi rumah sakit bahwa proses pelayanan
telah dijalankan dengan benar dan sesuai prosedur, atau kalau terjadi sebaliknya dapat pula
berfungsi sebagai masukan untuk memperbaiki proses pelayanan yang ada.
Salah satu elemen dalam pemberi asuhan kepada pasien (Patient Care) adalah
asuhan medis. Asuhan medis diberikan oleh dokter yang dalam standar keselamatan pasien
disebut DPJP : Dokter Penanggung Jawab Pelayanan. Panduan ini disusun untuk
memudahkan rumah sakit mengelola penyelenggaraan asuhan medis oleh DPJP.

RUANG LINGKUP
Pedoman ini berlaku pada semua lini pelayanan rumah sakit yang meliputi : Rawat jalan,
Emergensi, rawat inap, ruang perawatan khusus (ICU,HCU,NICU,PICI,ICCU,Hemodialisis)
dan ruang tindakan. Dokter penanggung jawab palayanan (DPJP) bertanggung jawab untuk
koordinasi selama pasien dirawat diketahu dan tersedia dalam seluruh fase asuhan rawat.

A. DASAR
Yang menjadi dasar dalam penetapan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)
adalah :
1. UU no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 5 : Rumah sakit mempunyai fungsi
: huruf b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang pari purna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
2. UU no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 29 Setiap Rumah Sakit
mempunyai kewajiban : huruf r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal
Rumah Sakit (hospital by laws).
3. UU no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 3 pengaturan praktik
kedokteran bertujuan untuk :
a. Memberikan perlindungan kepada pasien,
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh
dokter dan dokter gigi, dan
c. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi
4. UU no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 43 menyatakan Rumah Sakit wajib
menerapkan sasaran keselamatan pasien.
5. Permenkes 1691 tahun 2011 tentang keselamatan pasien Rumah Sakit
6. Pasal 7 Permenkes 1691 tahun 2011 mengatur hal berikut :
a. Setiap Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien
b. Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
1) Hak Pasien
2) Mendidik pasien dan keluarga
3) Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
4) Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
5) Mendidik staf tentang keselamatan pasien dan
6) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
7) Pada lampiran Permenkes 1691 tahun 2011 pengaturan tentang standar I.
Hak pasien, adalah sebagai berikut.
Standar : Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan
terjadinya insiden.
Kriteria :
a) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
b) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan
c) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana
dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk
kemungkinan terjadinya insiden.
7. Permenkes 755 tahun 2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik Rumah Sakit.
8. Permenkes 1438 tahun 2010 tentang standar pelayanan kedokteran.
9. Kode etik kedokteran Indonesia, PB IDI, 2012.
10. SK Pengurus Besar IDI no 111/PB/A.4/02/2013 tentang Penerapan Kode Etik
Kedokteran Indonesia.
11. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no 21A/KKI/KEP/IX/2006 tentang
Pengesahan Standar Kompetensi Dokter dan Keputusan Konsil Kedokteran
Indonesia no 23/KKI/KEP/XI/2006 tentang Pengesahan Standar Kompetensi Dokter
Gigi.
12. Peraturan konsil kedokteran Indonesia no 11 yahun 2012 tentang standar
Kompetensi Dokter Indonesia.
13. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia no 48/KKI/PER/XII/2010 tentang
Kewenangan Dokter Indonesia.
14. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia no 4 Tahun 2011 tentang Disiplin
Profesional Dokter dan Dokter Gigi.
15. Keputuran Konsil Kedokteran Indonesia no 19/KKI/KEP/IX/2006 tentang Buku
Kemitraan Dalam Hubungan Dokter – Pasien.
16. Keputusan Konsil Kedoktearn Indonesia no 18/KKI/KEP/IX/2006 tentang Buku
Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia.
17. Konsil Kedokteran Indonesia : Komunikasi Efektif Dokter – Pasien, 2006.

B. PENGERTIAN
1. DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) : adalah seorang dokter memberikan
asuhan medis lengkap (paket) kepada satu pasien dengan satu patalogi / penyakit
sesuai dengan kewenangan klinis yang diberikan rumah sakit dari awal sampai
dengan akhir perawatan di rumah sakit, baik pada pelayanan rawat jalan dan rawat
inap. Asuhan medis lengkap artinya melakukan asesmen medis sampai dengan
implementassi rencana serta tindak lanjutnya sesuai kebutuhan pasien.
2. DPJP adalah dokter spesialis, dokter umum dan dokter gigi spesialis.
3. Pasien dengan lebih dari satu penyakit dikelola oleh lebih dari satu DPJP sesuai
kewenangan klinisnya, dalam pola asuhan secara tim atau terintegrasi. Contoh :
pasien dengan Diabetes Mellitus, Katarak dan Stroke, dikelola oleh lebih dari satu
DPJP : Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Dokter Spesialis Mata dan Dokter
Spesialis Saraf.
4. DPJP Utama : bila pasien dikelola oleh lebih dari satu DPJP, maka asuhan medis
tersebut dilakukan secara terintegrasi dan secara tim diketuai oleh seorang DPJP
Utama. Peran DPJP utama adalah sebagai coordinator proses pengelolaan asuhan
medis bagi pasien ybs (“Kapten Tim”), dengan tugas menjaga terlakasananya asuhan
medis komprehensif – terpadu – efektif, keselamatan pasien, komunikasi efektif,
membangun sinergisme, dengan mendorong penyesuaian pendapat (adjustment)
antar anggota, mengarahkan agar tindakan masing – masing DPJP bersifat
kontributif (bukan intervensi), serta mencegah duplikasi.
5. Dokter yang memberikan pelayanan interpretative, misalnya memberikan uraian /
data tentang hasil laboratorium atau radiologi, tidak dipakai istilah DPJP, karena
tidak memberikan asuhan medis yang lengkap.
6. Asuhan pasien (patient care) diberikan dengan pola Pelayanan Berfokus pada Pasien
(Patient Centered Care), dan DPJP merupakan Ketua (Team Leader) dari tim yang
terdiri dari paraprofessional pemberi asuhan pasien / staf klinis dengan kompetensi
dan kewenangan yang memadai, yang a.l. terdiri dari dokter,perawat,ahli
gizi,apoteker,fisioterapis dsb.
7. Manajer Pelayanan Pasien : adalah professional di rumah sakit yang melaksanakan
manajemen pelayanan pasien, yaitu proses kolaboratif mengenai asesmen,
perencanaan, fasilitasi,koordinasi asuhan, evaluasi dan advokasi untuk opsi dan
pelayanan bagi pemenuhan kebutuhan pasien dan keluarganya yang komprehensif,
melalui komunikasi dan sumebr daya yang tersedia sehingga memberi hasil
(outcome) yang bermutu dengan biaya – efektif.

C. PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT


Dalam UU 44/2009 pasal 5 huruf b, dinyatakan bahwa pelayanan kesehatan di
rumah sakit adalah pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai
kebutuhan medis.
Pada penjelasan pasal 5 huruf b, disebutkan : yang dimaksud dengan pelayanan
kesehatan paripurna tingkat kedua adalah upaya kesehatan perorangan tingkat lanjut
dengan mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik. Yang
dimaksud dengan pelayanan kesehatan pasipurna tingkat ketiga adalah upaya kesehatan
perorangan tindak lanjut dengan mendayagunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan
sub spesilaistik. Dengan demikian asuhan medis kepada pasien diberikan oleh dokter
spesialis.

D. ASUHAN MEDIS
Asuhan pasien (patient care) dapat terdiri dari a.l. asuhan medis, asuhan
keperawatan, asuhan obat, asuhan gizi dsb. Asuhan pasien dalam konteks Pelayanan
Fokus pada Pasien (Patient Centered Care), dilakukan oleh semua professional pemberi
asuhan, a.l. dokter, perawat, ahli gizi, apoteker dsb, disebut sebagai Tim Interdisiplin.
Asuhan medis diselenggarakan berdasarkan kesepakatan antara dokter dengan pasien
(UU no 29/2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 39). Asuhan pasien yang dilakukan
oelah masing – masing pemberiasuhan, terdiridari 2 blok kegiatan : Asesment Pasien dan
Implemetasi rencanana.
1. Terdiri dari 3 langkah :
a. Pengumpulan informasi, a.l. pemriksaan fisik, pemerikaan penunjang, dsb
b. Analisis Informasi menghasilkan diagnosis, masalah atau kondisi, untuk
mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien
c. Menyusun rencana (care plan ) pelayanan dan pengobatan, untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan
2. Implementasi rencana dan monitor
Asuhan medis dirumah sakit diberikan oleh dokter spesialis, disebut sebagai DPJP.
Di unit / instalasi gawat darurat dokter jaga yang telah menjalani pelatihan –
bersertifikat kegawat-daruratan, a.l. ATLS, ACLS, PPGD, menjadi DPJP pada saat
asuhan awal pasien gawat – darurat. Saat pasien dikonsul / rujuk ke dokter spesialis
dan memberikan asuhan medis, maka dokter spesilis tsb menjadi DPJP pasien
tersebut menggantikan DPJP tsb sebelumya.
Pemberian asuhan medis di rumah sakit agar mengacu kepada Buku
Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia (Kep Konsil no
18/KKI/KEP/IX/2006). Penerapan panduan ini selain menjaga mutu asuhan dan
keselamatan pasien, juga dapat menghindari pelanggaran disiplin.

Asas, Dasar, Kaidah, dan Tujuan Praktik Kedokteran di Indonesia intinya adalah sbb
:
 Asas : nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, kesemimbangan, serta
perlindungan dan keselamatan pasien
 Kaidah dasar moral : Menghormati martabat manusia (respect for person),
Berbuat baik (beneficence), Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence),
Keadilan (justice)
 Tujuan : Memberikan perlindungan kepada pasien, Mempertahankan dan
meningkatkan mutu pelayanan medic, Memberikan kepastian hukum kepada
masyarakat, dokter, dan dokter gigi.

E. KEWENANGAN KLINIS DAN EVALUASI KINERJA


1. Setiap dokter yang bekerja di rumah sakit yang melakukan asuhan medis, termasuk
pelayanan interpretative, harus memiliki STR, SIP, SK dari Direktur / Kepala
Rumah Sakit berupa Surat Penugasan Klinis / SPK (Clinical appointment), dengan
lampiran Rincian Kewenangan Klinis / RKK (Clinical Privilege). Penerbitan SPK
dan RKK tsb harus melalui proses kredensial dan rekredensial yang mengacu kepada
Permenkes 755/2011 tentang penyelengaraan Komite Medik di Rumah Sakit.
2. Regulasi tentang evaluasi kinerja professional DPJP ditetapkan Direktur dengan
mengacu ke Permenkes 755/2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik di Rumah
Sakit dan Standar Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012, khususnya Bab KPS
(Kualifikasi dan Pendidikan Staf).

F. PENUNJUKAN DPJP DAN PENGELOMPOKAN STAF MEDIS


1. Regulasi tentang penunjukkan seorang DPJP untuk mengelola seorang pasien,
pergantian DPJP, selesainya DPJP karena asuhan medis nya telah tuntas, ditetapkan
Direktur / Kepala Rumah Sakit. Penunjukan seorang DPJP dapat a.l. berdasarkan
permintaan pasien, jadwal praktek, jadwal jaga, konsul/rujukan langsung. Pergantian
DPJP perlu pengaturan rinci tentang alih tanggung jawabnya. Tidak dibernarkan
pergantian DPJP yang rutin, contoh : pasien A ditangani setiap minggu dengan pola
hari Senin oleh DrSp PD X, hari Rabu DrSp PD Y, hari Sabtu DrSp PD Z.
2. Regulasi tentang pelaksanaan asuhan medis oleh lebih dari satu DPJP dan
penunjukan DPJP Utama, tugas dan kewenangannya ditetapkan Direktur / Kepala
Rumah Sakit.
3. Kriteria penunjukan DPJP Utama untuk seorang pasien dapat digunakan butir – butir
sbb :
a. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang pertama kali mengelola pasien pada
awal perawatan.
b. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang mengelola pasien dengan penyakit
dalam kondisi (relatif) terparah.
c. DPJP Utama dapat ditentukan melalui kesepakatan antar para DPJP terkait.
d. DPJP Utama dapat merupakan pilihan dari pasien.
4. Pengaturan tentang pengelompokan Staf Medis ditetapkan oleh DIrektur sesuai
kebutuhan. Pengelompokan dapat dilakukan a.l. dengan kategori per disiplin
(Kelompok Staf Medis Bedah, Penyakit Dalam, Radiologi, Mata, dsb), kategori
penyakit (Kelompok Kerja / Tim Kanker Payudara, Kanker Cerviks, dsb), kategori
organ (Kelompok Kerja / Tim Cerebrovasculer, Cardiovasculer, Hati, dsb).
TATA LAKSANA DPJP
1. Setiap pasien yang mendapat asuhan medis di rumah sakit baik rawat jalan maupun
rawat inap harus memiliki DPJP.
2. Di unit / instalasi gawat darurat, dokter jaga menjadi DPJP pada pemberian asuhan medis
awal / penanganan kegawat – daruratan. Kemudian selanjutnya saat dikonsul / rujuk
ditempat(on side) atau lisan ke dokter spesialis, dan dokter spesilais tersebut memberikan
asuhan medis(termasuk intruksi secara lisan) maka dokter spesialis tersebut telah
menjadi DPJP pasien ybs, sehingga DPJP berganti.
3. Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu DPJP, maka harus ditunjuk DPJP
Utama yang berasal dari para DPJP pasien terkait. Kesemua DPJP tsb bekerja secara tim
dalam tugas mandiri maupun kolaboratif, berinteraksi dan berkoordinasi (dibedakan
dengan “bekerja sendiri – sendiri”).
4. Peran DPJP utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan medis bagi
pasien ybs (sebagai “Kapten Tim”), dengan tugas menjaga terlaksananya asuhan medis
komprehensif – terpadu – efektif, keselamatan pasien, komunikasi efektif, membangun
sinergisme dengan mendorong penyesuaian pendapat (adjustment) antar anggota,
mengarahkan agar tindakanmasing – masing DPJP bersifat kontributif (bukan
intervensi), dan juga mencegah duplikasi.
5. DPJP dalam pelaksanaannya dibantu oleh dokter jaga untuk menjelaskan kepada pasien
atau keluarga tentang :
a. Rencana / ulsulan Pelayanan.
b. Kondisi medis dan diagnosa.
c. Hasil pelayanan dan pengobatan.
d. Termasuk hasil yang tidak diharapkan.
e. Nama individu yang memberikan pengobatan.
f. Potensi manfaat dan kekurangannya.
g. Kemungkinan alternatif.
h. Kemungkinan keberhasilan.
i. Kemungkinan timbulnya masalah selama masa pemulihan serta kemungkinan yang
terjadi apabila tidak diobati.
Informasi pelayanan dan pengobatan termasuk hasil yang tidak diharapkan dari
pelayanan akan disampaikan kepada pasien saat awal pasien masuk, saat ada perubahan
kondisi pasien dan saat pasien akan dilakukan tindakan.
6. Tim membuat keputusan melalui DPJP Utama, termasuk keinginan DPJP
mengkonsultasikan ke dokter spesialis lain agar dikoordinasikan melalui DPJP Utama.
Kepatuhan DPJP terhadap jadwal kegiatan dan ketepatan waktu mislanya a.l. kehadiran
atau menjanjikan waktu kehadiran, adlaah sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan
pasien serta untuk kepentingan koordinasi sehari – hari.
7. Setiap penunjukkan DPJP harus diberitahu kepada pasien dan / keluarga, dan pasien
dan / keluarga dapat menyetujuinya ataupun sebaliknya. Rumah sakit berwenang
mengubah DPJP bias terjadi pelanggaran prosedur.
8. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara lisan dan tertulis sesuai
kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP pencatatan di rekam medis harus jelas tentang alih
tanggung jawabnya.
9. Di unit pelayanan intensif DPJP Utama adalah dokter intensifies. Koordinasi dan
tingkatan keikut-sertaan para DPJP terkait, tergantung kepada system yang ditetapkan
misalnya system terbuka / tertutup / semi terbuka. Bila rumah sakit memakai system
terbuka, gunakan kriteria DPJP Utama tsb diatas (lihat Bab VII).
10. Di kamar operasi DPJP Bedah adalah ketua dalam seluruh kegiatanpada saat di kamar
operasi tsb.
11. Pada keadaan khusus misalnya seperti konsul saat diatas meja operasi / sedang dioperasi,
dokteryang dirujuk tsb melakukan tindakan / memberikanintruksi, maka otomatis
menjadi DPJP juga bagi pasien tsb.
12. Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila DPJP dibantu oleh dokter lain
(a.l.dokter ruangan, residen), maka DPJP yang bersangkutan harus memberikan
supervise, dan melakukan validasi berupa pemberian paraf / tandatangan pada setiap
catatan kegiatan tsb di rekam medis.
13. Asuhan pasien dilaksanakan oleh para professional pemberi asuhan yang bekerja secara
tim (“Tim Interdisiplin”) sesuai konsep Pelayanan Fokus pada Pasien (Patient Centered
Care), DPJP sebagai ketua tim (Team Leader) harus proaktif melakukan koordinasi dan
mengintegrasikan asuhan pasien, serta berkomunikasi intensif dan efektif dalam tim.
Termasuk dalam kegiatan ini adalah perencanaan pulang efektif dalam tim.
Termasukdalan kegiatan ini adalah perencanaan pulang (discharge plan) yang dapat
dilakukan pada awal masuk rawat inap atau pada akhir rawat inap (Standar Akreditasi
Rumah Sakit versi 2012, Bab APK – akses ke Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan dan
Bab AP – Asesmen Pasien).
14. DPJP harus aktif dan intensif dalam pemberian edukasi / informasi kepada pasien dan
keluarganya. Gunakandan kembangkan tehnik komunikasi yang berempati. Komunikasi
merupakan elemen yang penting dalam konteks Pelayanan Fokus pada Pasien (Patient
Centered Care), selain juga merupakan kompetensi dokter dalam area kompetensi ke 3
(Standar Kompetensi Dokter Indonesia, KKI 2012; Penyelenggaraan Praktik Kedokteran
Yang Baik Indonesia, KKI 2006).
15. Pendokumentasian yang dilakukan oleh DPJP di rekam medis harus mencantumkan
nama dan paraf / tandatangan. Pendokumentasian tersebut dilakukan a.l. di form asesmen
awal medis, catatan perrkembangan pasien terintegrasi / CPPT (Integrated note), form
asesmen pra anestesi / sedasi, intruksi passca bedah, form edukasi / informasi ke pasien
dsb. Termasuk juga pendokumentasian keputusan hasil pembahasan tim medis, hasil
ronde bersama multi kelompok staf medis / departemen, dsb.
16. Resume Medis adalah tanggung jawab DPJP. Bila dirawat bersama oleh beberapa DPJP
maka resume yang merupakan rangkuman dan kompilasi dari resume setiap DPJP,
menjadi tanggung jawab DPJP Utama.
17. Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan (kumulatif, bila lebih dari satu) tentang
DPJP, dalam bentuksatu formulir yang diisi secara periodic sesuai kebutuhan /
penambahan / pengurangan / penggantian, yaitu nama dan gelar setiap DPJP, tanggal
mulai dan akhir penanganan pasien, DPJP Utama nama dan gelar, tanggal mulai dan
akhir sebagaiDPJP Utama. Daftar ini bukan berrfungsi sebagai daftar hadir.
18. Keterkaitan DPJP dengan Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway, setiap DPJP
bertanggung jawab mengupayakan proses asuhan pasien (baik asuhan medis maupun
asuhan keperawatan atau asuhan lainnya) yang diberikan kepada pasien patuh pada Alur
Perjalanan Klinis / Clinical Pathway yang telah ditetapkan oleh RS. Tingkat kepatuhan
pada Alur Perjalanan Klinis / Clinical Pathway ini akan menjadi objek Audit Klinis dan
Audit Medis.
19. Bila DPJP cuti atau berhalangan hadir, DPJP dapat melimpahkan ke dokter spesialis lain
yang mempunyai kewenangan klinis untuk menangani pasien tersebut. Dalam hal ini
DPJP tersebut disebut sebagai DPJP pengganti.

DOKUMENTASI
Regulasi yang adekuat tentang DPJP dalam pelaksanaan asuhan medis, dan
panduan ini merupakan acuan utama bagi rumah sakit. Regulasi mencerminkan pengelolaan
risiko klinis dan pelayanan berfokus kepada pasien (patient centered care). Regulasi tsb
diatas agar dapat diterapkan oleh para pemberi asuhan, termasuk DPJP, sehingga terwujud
asuhan pasien yang bermutu dan aman.
Di Rumah Sakit Krakatau Medika pendokumentasian dalam menetapkan dokter
penanggung jawab pelayanan (DPJP) adalah dengan menggunakan formulir surat pengantar
rawat inap. Bagi pasien dari Unit Gawat Darurat (UGD) penetapan DPJP mengacu kepada
jadwal On Call yang ditetapkan oleh ketua SMF.
Bila seorang DPJP menemukan masalah lain dari pasien yang dirawat olehnya dan
bukan bagian dari kewenangan klinisnya, maka DPJP melakukan konsul/rawat bersama/alih
rawat kepada dokter spesialis lain yang mempunyai kewenangan klinis terhadap masalah
pasien tersebut. Pendokumentasian hal ini dengan menggunakan formulir Permohonan
Konsultasi.
Bila DPJP cuti atau berhalangan hadir, DPJP dapat melimpahkan ke dokter
spesialis lain yang mempunyai kewenangan klinis untuk menangani pasien tersebut. Dalam
hal ini DPJP tersebut disebut sebagai DPJP pengganti. Informasi cuti di isi melalui fornulir
cuti dokter dan menunjuk dokter pengganti untuk pelayanan di rawat jalan dan rawat inap.
BAB XII
MENGATASI HAMBATAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit, tidak menutup kemungkinan,
rumah sakit seringkali harus melayani komunitas dengan berbagai keragaman. Ada
pasien-pasien yang telah berumur, atau menderita cacat, bahasa atau dialeknya
beragam juga budayanya, atau ada hambatan lainnya yang membuat proses
mengakses dan menerima perawatan sangat sulit. Rumah sakit mengidentifikasi
hambatan-hambatan tersebut dan menerapkan proses untuk mengurangi hambatan
bagi pasien yang berupaya mencari perawatan. Rumah sakit juga mengambil tindakan
untuk mengurangi dampak dari hambatan yang ada pada saat memberikan layanan.
Hal ini dapat mengganggu jalannya pelayanan kesehatan, bahkan membuat emosi
atau stress yang mempengaruhi efesiensi dan produktivitas kerja.
Sehingga perlu dibuat suatu panduan dalam mengatasi hambatan tersebut agar semua
dapat diatasi dengan baik. Dalam setiap hambatan yang disampaikankan oleh
pelanggan kepada Krakatau Medika Hospital, selalu ditanggapi dengan baik dan
diselesaikan dengan cepat. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi konflik yang
lebih serius dengan. Setiap permasalahan yang terjadi selalu diusahakan untuk
diselesaikan dengan mengacu pada panduan ini.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

1. Maksud dibuatkannya buku Panduan ini adalah sebagai acuan dalam tata cara
menerima dan menyelesaikan hambatan dalam pelayanan dari para pelanggan
untuk mencapai perbaikan kinerja dan kualitas pelayanan yang lebih baik bagi
rumah sakit.
2. Tujuan dibuatkannya buku panduan ini adalah untuk menjaga standar layanan
yang diberikan oleh Rumah Sakit dalam rangka memenuhi harapan Pelanggan

C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup kegiatan pelayanan dalam mengatasi hambatan untuk seluruh pasien
yang akan berobat ke RS Kurnia Cilegon.

D. PENGERTIAN
Hambatan dapat diartikan sebagai halangan atau rintangan yang dialami (Badudu
Zain,1994:489). Dalam konteks komunikasi dikenal pula gangguan (mekanik maupun
semantik).Gangguan ini masih termasuk kedalam hambatan komunikasi.Efektifitas
komunikasi salah satunya akan sangat tergantung kepada seberapa besar hambatan
komunikasi yang terjadi.
Didalam setiap kegiatan komunikasi, sudah dapat dipastikan akan menghadapi
berbagai hambatan. Hambatan dalam kegiatan komunikasi yang manapun tentu akan
mempengaruhi efektifitas proses komunikasi tersebut. Karena pada komunikasi masa
jenis hambatannya relative lebih kompleks sejalan dengan kompleksitas komponen
komunikasi masa dan perlu diketahui juga, bahwa komunikasi harus bersifat
heterogen

E. JENIS-JENIS HAMBATAN
1. Hambatan Fisik Dalam Proses Komunikasi
Merupakan jenis hambatan berupa fisik, misalnya cacat pendengaran (tuna rungu,
tuna netra, tuna wicara). Maka dalam hal ini baik komunikator maupun
komunikan harus saling berkomunikasi secara maksimal, bantuan panca indera
juga berperan penting dalam komunikasi ini.
Contoh : apabila seorang perawat dengan pasien berusia lanjut, maka perawat
harus bersikap lemah lembut dan sopan tetapi bukan berarti tidak pada pasien
lain. Perawat harus lebih memaksimalkan volume suaranya apabila perawat
bicara pada pasien tuna rungu.Begitu pula halnya si pasien , apabila pasien
menderita tuna wicara maka sebaiknya pasien itu mengoptimalkan
pancainderanya (missal : gerak tangan, gerakan mulut) agar perawat dapat
menangkap apa yang pasien ucapkan, atau pasien tuna wicara bisa membawa
rekannya atau pengantar/keluarga untuk menterjemahkan pada perawat apa yang
sebetulnya pasien itu ucapkan.
Hambatan yang dilihat dari asfek fisiknya dapat dibagi menjadi beberapa bagian:
A. Tuna Netra
Seseorang dikatakan tuna netra apabila mereka kehilangan daya lihatnya
sedemikian rupa sehingga tidak dapat menggunakan fasilitas pada umumnya.
Menurut Kaufman & Hallaha, tuna netra adalah individu yang memiliki lemah
penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau
tidak lagi memiliki penglihatan.
Tuna netra dibagi menjadi dua :
1) Kurang awas (low vision) yaitu seseorang dikatakan kurang awas bila
masih memiliki sisa penglihatan sedemikian rupa, sehingga masih
sedikit melihat atau masih bisa membedakan gelap dan terang.
2) Buta (Blind) yaitu seseorang dikatakan buta apabila sudah tidak
memiliki sisa penglihatan sehingga tidak dapat membedakan gelap dan
terang.
Ciri – Ciri Fisik :
1) Memiliki daya dengar yang sangat kuat sehingga dengan cepat pesan-
pesan melalui pendengaran dapat dikirim ke otak.
2) Memiliki daya pengobatan yang sensitif sehingga apa yang ia rasakan
dapat dikirim langsung ke otak.
3) Kadang-kadang mereka suka mengusap-usap mata dan berusaha
membelalakkannya.
4) Kadang-kadang mereka memiliki perilaku yang kurang nyaman bisa
dilihat oleh orang normal pada umumnya atau dengan sebutan blindsm
( misalnya: mengkerut-kerutkan kening, menggeleng-gelengkan kepala
secara berulang-ulang dengan atau tanpa disadarinya.

B. Tuna Daksa
Seseorang dikatakan Tuna daksa apabila terdapat kelainan anggota tubuh
sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk sehingga
mengakibatkan turunnya kemampuan normal untuk melakukan gerakan-
gerakan tubuh tertentu dan untuk mengoptimalkan potensi kemampuannya
diperlukan layanan khusus. Tuna daksa ada dua kategori, yaitu :
1) Tuna daksa orthopedic (orthopedically handicapped) yaitu mereka yang
mengalami kelainan, kecacatan tertentu sehingga menyebabkan
terganngunya fungsi tubuh. Kelainan tersebut dapat terjadi pada bagian
tulang, otot tubuh maupun pada daerah persendian, baik yang dibawa
sejak lahir maupun yang diperoleh kemudian.
2) Tuna daksa syaraf (neurological handicapped) yaitu kelainan yang
terjadi pada anggota tubuh yang disebabkan gangguan pada syaraf.
Salah satu kategori penderita tuna daksa syaraf dapat dilihat pada anak
cerebral palsy.

Ciri-ciri Fisik :
1. Memiliki kecerdasan normal bahkan ada yang sangat cerdas.
2. Depresi, kemarahan dan rasa kecewa yang mendalam disertai dengan
kedengkian dan permusuhan.
3. Penyangkalan dan penerimaan atau suatu keadaan emos.
4. Meminta dan menolak belas kasihan dari sesama, ini merupakan fase dimana
seseorang akan mencoba menyesuiakan diri untuk dapat hidup dengan
kondisinya yang sekarang.
Ciri-ciri Sosial :
Kelompok ini kurang memiliki akses pergaulan yang luas karena keterbatasan
aktivitas geraknya, dan kadang-kadang menampakkan sikap marah-marah
(emosi) yang berlebihan tanpa sebab yang jelas.

C.Tuna Rungu
Ciri-ciri Fisik :
1. Berbicara keras dan tidak jelas
2. Suka melihat gerak bibir atau gerak tubuh teman bicaranya
3. Telinga mengeluarkan cairan
4. Menggunakan alat bantu dengar
5. Bibir sumbing
6. Suka melakukan gerakan tubuh
7. Cenderung pendiam
8. Suara sengau
9. Cadel
Ciri-ciri mental :

Pada umumnya sering menaruh curiga terhadap orang-orang yang ada


disekitarnya.

Tuna Wicara

Seorang dikatakan tuna wicara apabila mereka mengalami kesulitan berbicara. Hal ini
disebabkan kurang atau tidak berfungsinya alat – alat bicara seperti rongga mulut,
lidah, langit – langit dan pita suara. Selain itu , kurang atau tidak berfungsinya organ
pendengaran, keterlambantan perkembangan bahasa, kerusakan pada system syaraf
dan struktur otot serta ketidakmapuan dalam control gerak juga dapat mengakibatkan
keterbatasan dalam berbicara. Diantara individu yang mengalami kesulitan, ada yang
sama sekali tidak dapat berbicara dapat mengeluarkan bunyi tetapi tidak mengucapkan
kata – kata dan ada yang berbica tetapi tidak jelas. Maslah yang utam pada diri
seorang tuna wicara adalah mengalami kehilangan atau terganggungya fungisi
pendengaran dan atau fungsi bicara. Yang disebabkan oleh bawaan lahir, kecelakaan
maupn penyakit.

c. Hambatan Semantik dalam Proses Komunikasi


Semantik adalah pengetahuan tentang pengertian atau makna kata (denotatif).
Jadi hambatan semantic adalah hambatan mengenai bahasa, baik bahasa yang
digunakan oleh komunikan maupun komunikator.
Hambatan semantic dibagi menjadi 3 diantaranya:
a. Salah pengucapan kata atau istilah karena terlalu cepat berbicara
b. Ada perbedaan makna dan pengertian pada kata-kata yang pengucapannya
sama
c. Ada perbedaan makna dan pengertian pada kata-kata yang pengucapannya
sama
d. Adanya pengertian konotatif
Contoh: secara denotative, semua setuju bahwa anjing adalah binatang berbulu,
berkaki empat, sedangkan secara konotatif, banyak orang menganggap anjing
sebagai binatang peliharaan yang setia, bersahabat dan panjang ingatan.
Jadi apabila ini disampaikan secara denotative sedangkan komunikan menangkap
secara konotatif maka komunikasi kita gagal
d. Hambatan Psikologis dalam Proses Komunikasi
Disebut sebagai hambatan psikologis karena hambatan-hambatan tersebut
merupakan unsur dari kegiatan manusia. Hambatan psikologis dibagi menjadi 4 :
a. Perbedaan kepentingan atau interest
Kepentingan atau interest akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi
atau menghayati pesan. Orang hanya akan memperhatikan yang ada hubungan
dengan kepentingannya. Kepentingan bukan hanya mempengaruhi kita saja
tetapi juga menentukan daya tanggap, perasaan, pikiran dan tingkah laku
kita.Komunikan pada komunikasi masa bersifat heterogen.Heterogenitas itu
meliputi perbedaan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan yang
keseluruhannya akan menimbulkan kepentingan. Kondisi komunikan seperti
ini harus dipahami oleh seorang perawat, maka perawat harus berusaha
menyusun pesannya sedemikian rupa agar menimbulkan keterikatan dari
komunikan/pasien.

b. Prasangka
Prasangka berkaitan dengan persepsi orang tentang seseorang atau kelompok
lain, sikap serta perilakunya . untuk mengatasi hambatan komunikasi yang
berupa prasangka pada pasien, maka perawat/tenaga kesehatan yang akan
menyampaikan pesan melalui media/langsung sebaiknya komunikator/tenaga
kesehatan yang netral dalam arti bukan orang controversial, reputasinya baik
artinya tidak, ia tidak pernah terlibat dalam suatu peristiwa yang telah
membuat luka hati pasien atau komunikan, dengan kata lain tenaga kesehatan
harus acceptable, disamping memiliki kredibilitas yang tinggi karena
kemampuan dan keahliannya dalam komunikasi.

c. Stereotip
Adalah gambaran atau tanggapan mengenai sifat atau watak bersifat negative.
Seandainya dalam proses komunikasi ,komunikan/pasien memiliki stereotif
tertentu maka tenaga kesehatan/komunikatornya dapat dipastikan pesan
apapun tidak dapat diterima oleh komunikan/pasien.

d. Motivasi
Motif adalah sesuatu yang mendasari motivasi karena motif memberi tujuan
dan arah pada tingkah laku manusia, tanggapan seseorang terhadap pesan
komunikasipun berbeda sesuai dengan jenis motifnya.

JENIS-JENIS HAMBATAN LAIN


Ada delapan hambatan penting untuk komunikasi lintas budaya dalam keperawatan
a. Kurangnya pengetahuan
Perawat/tenaga kesehatan yang tidak belajar tentang perilaku yang diterima oleh
budaya yang berbeda
b. Ketakutan dan ketidakpercayaan
1) Ketakutan :setiap orang memandang orang lain berbeda, oleh karena itu
berbahaya. Biasanya ketika orang menjadi lebih baik mengenal satu sama
lain , ketakutan secara bertahap menghilang
2) Tidak menyukai : Orang dari budaya yang berbeda sering curiga karena
mereka kurang informasi
3) Penerimaan : biasanya jika dua orang dari berbagai budaya yang berbeda
pengalaman cukup baik selama periode waktu.
4) Respect :jika individu dari berbagai budaya berpikiran terbuka, maka akan
memungkinkan mereka untuk melihat dan mengagumi kualitas satu sama lain.
5) Percaya : orang dari beragam budaya, telah menghabiskan cukup berkualitas
waktu bersama, mereka biasanya saling percaya.
6) Menyukai :untuk mencapai tahap akhir, individu dari berbagai budaya harus
mampu berkonsentrasi pada kualitas manusia yang mengikat orang bersama-
sama.

c. Rasisme
Rasisme dalam keperawatan adalah penghalang transcultural komunikasi antara
perawat dan pasien, dan antara perawat dan penyedia perawatan kesehatan
lainnya , tipe-tipenya:
1. Rasisme individu : diskriminasi karena karakteristik biologis
2. Rasisme budaya : menganggap budaya sendiri lebih superior
3. Kelembagaan rasisme :Lembaga (Universitas, bisnis, rumah sakit, sekolah,
dll) memanipulasi atau mentolerir kebijakan yang tidak adail membatasi ras
tertentu, budaya atau kelompok.
d. HambatanBahasa
1. Bahasa asing
2. Berbeda dialek dan regionalism
3. Idiom dan “berbicara jalanan”
Bahasa asing, dialek dan regionalism, bahkan ketika perawat/tenaga kesehatan
dan pasien berbicara bahasa yang sama, kesalahpahaman dapat muncul, bahkan
ketika pasien datang/WNA sedangkan perawat/tenaga kesehatan tidak memahami
bahasa pasien hambatan dapat membawa/menghasilkan frustasi dan konflik.
Untuk berkomunikasi secara efektif dengan pasien , maka perlu seorang
penterjemah, seorang jurubicara yang terampil dapat membantu tenaga kesehatan
sehingga dapat mengatasi kecemasan dan frustasi yang dihasilkan oleh hambatan
bahasa.

c. Konflik Persepsi dan harapan


Ketika orang dari budauya yang berbeda mencoba untuk berkomunikasi, upaya
terbaik mereka dapat digagalkan oleh kesalahpahaman dan konflik dibidang
kesehatan. Kesalahpahaman seringkali muncul ketika perawat/tenaga kesehatan
dan pasien memiliki persepsi dan harapan yangberbeda.

TATA CARA

Untuk dapat memberikan kenyaman dan kemudahan dalam memberikan pelayan bagi pasien
dengan hambatan rumah sakit harus memiliki saran dan prasarana yang mendukung kursi
roda dan brankar.
Pelayanan umum yan diberikan oleh KMH yang dengan yang mengalami hambatan :
Hambatan fisik dengan pasien atau keluarga pasien dapat dibantu oleh seorang security
Jika seorang security mengalami kesulitan dalam membantu pasien atau keluarga pasien
dapat dibantu oleh perawat.

TATA LAKSANA
Upaya-Upaya dalam Menghadapi Hambatan Berkomunikasi
Untuk mengetahui hambatan tersebut dapat ditanggulangi dengan cara sebagai berikut :
1. Mengecek arti dan maksud yang disampaikan
2. Meminta penjelasan lebih lanjut
3. Mengecek umpan balik dan hasil
4. Mengulangi pesan yang disampaikan memperkuat dengan bahasa isyarat
5. Mengakrabkan antara pengirim dan penerima
6. Membuat pesan secara singkat, jelas dan tepat
7. Menunjuk satu PIC atau penanggung jawab bila hambatannya itu karena
ketidakmampuan tenaga kesehatan berbicara dalam bahasa asing(contoh: bahasa
Korea/bahasaInggris)
BAB XIII
TRANSPORTASI PASIEN

A. Latar Belakang
Ambulans sebagai sarana transportasi di sebuah pasien rumah sakit sangatlah penting
baik itu rumah sakit berskala besar atau kecil.
RS Kurnia Cilegonsebagai salah satu pemberi jasa pelayanan kesehatan pada
masyarakat di Cilegon khususnya dan Banten umumnya juga memiliki ambulans yang
digunakan sebagai sarana tranportasi pasien dari dan ke luar RS Kurnia Cilegon.
Fungsi ambulans sebagai sarana tranportasi pasien di rumah sakit harus dapat
menjamin keselamatan dan kenyamanan pasien sampai ketempat yang dituju.Sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

B. Tujuan
1. Memindahkan pasien gawat darurat dengan aman tanpa memperberat keadaaan
pasien ke sarana kesehatan yang memadai.
2. Sebagai alat transportasi bagi pasien yang memerlukan tindakan medis atau
pemeriksaan penunjang ke rumah sakit lain.
3. Memberikan pelayanan bagi masyarakat umum di area Cilegon dan sekitarnya yang
memerlukan pelayanan medis di RS Kurnia Cilegon.

C. Landasan Hukum
1. Undang – undang Penaggulangan Bencana Nomor 24 tahun 2007
2. Undang – undang kesehatan Nomor 36 tahun 2006
3. Undang – undang Rumah sakit No.44 tahun 2009
4. S.K MENKES No. 856/Menkes/SK/IX/ 2009 tentang Standar IGD Rumah Sakit.
5. Kepmenkes No.0152/YanMed?RSKS/1987,tentang standarisasi Kendaraan
Pelayanan Medik.
6. Kepmenkes no.143/Menkes-kesos/SK/II/2001 tentang Standarisasi
Kendaraan Pelayanan Medik.
D. Ruang Lingkup
1. Pasien rawat inap yang memerlukan transportasi ke luar RS Kurnia Cilegondengan
tujuan untuk pemeriksaan penunjang, tindakan medis atau rujukan untuk alih rawat.
2. Masyarakat umum yang anggota keluarganya memerlukan pelayanan ambulans
untuk tindakan medis di RS Kurnia Cilegon
3. Institusi masyarakat yang memerlukan pelayanan ambulan untuk kegiatan sosial,
olah raga atau kegiatan lain

Definisi :
Pelayanan ambulans adalah suatu prosedur pemindahan pasien dengan menggunakan
kendaraan pelayanan medis yang memiliki fasilitas yang lengkap dan didampingi oleh
perawat atau dokter yang mampu menangani keadaan gawat daruratuntuk tujuan
pemeriksaan penunjang, tindakan medis dan alih rawat ke rumah sakit lain.

Pengorganisasian :
- Pelayanan ambulans RS Kurnia Cilegonsecara operasional menjadi tanggung jawab
Instalasi Gawat Darurat.

Jenis Ambulans :
a. Ambulans transportasi
Tujuan Penggunaan :
Pengangkutan pasien yang tidak memerlukan perawatan khusus / tindakan darurat
untuk menyelamatkan nyawa dan diperkirakan tidak akan timbul kegawatan selama
dalam perjalanan.
Persyaratan kendaraan :
1. Teknis
- Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspense lunak
- Ruangan pasien mudah dicapai dari tempat pengemudi
- Tempat duduk bagi petugas di ruang pasien
- Dilengkapi sabuk pengaman
- Ruangan pasien cukup luas untuk sekurang – kurangnya 1 ( satu ) stretcher
- Gantungan infuse terletak sekurang – kurangnya 90 cm di atas tempat pasien
- Stop kontak khusus untuk 12 volt DC di ruang pasien
- Lampu ruangan secukupnya
- Lemari obat dan peralatan
- Air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah
- Sirine satu nada
- Lampu rotator warna merah
- Radio komunikasi
- Persyaratan lain sesuai Peraturan Perundangan yang berlaku
- Tanda pengenal ambulans transportasi dari bahan yang memantulkan sinar
- Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia
2. Medis
- Tabung oksigen dengan peralatannya
- Peralatan medis P3K
- Obat – obatan sederhana, cairan infus secukupnya
3. Petugas
- Satu supir dengan kemampuan P3K dan komunikasi
- Satu perawat dengan kemampuan PPGD
4. Tata tertib
- Sewaktu menuju tempat pasien boleh menggunakan sirene dan lampu rotator
- Selama mengangkut pasien hanya boleh menggunakan lampu rotator. Semua
peraturan lalulintas harus ditaati
- Kecepatan kendaraan setinggi 40 km di jalan biasa dan 80 km di jalan bebas
hambatan

b. Ambulans Gawat Darurat


Tujuan Penggunaan :
Pengangkutan pasien gawat darurat yang sudah distabilkan ke tempat tindakan
definitif / di stabilkan rumah sakit
Persyaratan kendaraan :
1. Teknis
- Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspense lunak
- Ruangan pasien tidak dipisahkan daari tempat pengemudi
- Tempat duduk yang dapat diatur / dilipat bagi petugas di ruang pasien
- Dilengkapi sabuk pengaman
- Ruangan pasien cukup luas untuk sekurang – kurangnya 1 ( satu ) stretcher
- Gantungan infus terletak sekurang – kurangnya 90 cm di atas tempat pasien
- Stop kontak khusus untuk 12 volt DC di ruang pasien
- Lampu ruangan secukupnya dan lampu sorot bergerak untuk menerangi pasien
yang dapat dilipat
- Lemari obat dan peralatan
- Air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah
- Sirine dua nada
- Lampu rotator warna merah dan biru
- Radio komunikasi
- Persyaratan lain sesuai Peraturan Perundangan yang berlaku
- Tanda pengenal ambulan transportasi dari bahan yang memantulkan sinar
- Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia
- Peralatan resque
2. Medis
- Tabung oksigen dengan peralatannya untuk 2 ( dua ) orang
- Peralatan medis P3K
- Peralatan resusitasi lengkap bagi orang dewasa dan anak / bayi
- Suction pump manual dan listrik 12 volt DC
- Monitor
- Obat- obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya
3. Petugas
- Satu supir, perawat gawat darurat dengan kemampuan mengemudi dan
komunikasi
- Satu perawat gawat darurat
- Satu dokter gawat darurat ( tergantung keadaan )
4. Tata tertib
- Sewaktu menuju tempat pasien boleh menggunakan sirene dan lampu rotator
- Selama mengangkut pasien hanya boleh menggunakan lampu rotator. Semua
peraturan lalulintas harus ditaati
- Kecepatan kendaraan setinggi 40 km di jalan biasa dan 80 km di jalan bebas
hambatan.

A. TATALAKSANA PENGGUNAAN AMBULANS PASIEN RAWAT


INAP
1. Perawat rawat inap menginformasikan pemakaian ambulans sesuai dengan waktu,
tujuan dan kondisi pasien yang akan di rujuk.
2. Petugas Instalasi Gawat Darurat / supir ambulans menuliskan informasi tersebut
pada formulir permintaan ambulan RS Kurnia Cilegon.
3. Perawat Instalasi Gawat Darurat menghubungi supir ambulan untuk
menginformasikan waktu dan tujuan transportasi pasien
4. PerawatInstalasi Gawat Darurat dan supir ambulans menyiapkan fasilitas ambulan
sesuai dengan kondisi pasien yang akan di bawa

B. TATA LAKSANA PENGGUNAAN AMBULANS BAGI PASIEN DI


LUAR RS KURNIA CILEGON
1. Petugas Instalasi Gawat Darurat menerima permintaan ambulans dari keluarga
pasien.
2. Petugas Instalasi Gawat Darurat konfirmasi ulang ke keluarga serta alamat
lengkap pasien.
3. Perawat menanyakan kondisi dan kebutuhan pasien pada keluarga
4. Perawat menginformasikan kepada dokter jaga tentang kondisi pasien
5. Perawat menginformasikan rencana penggunaan ambulans pada supir ambulan.
6. Perawat dan supir ambulans menyiapkan fasilitas ambulans sesuai dengan kondisi
pasien yang akan dijemput.

C. PERSYARATAN TRANSPORTASI PASIEN DENGAN AMBULANS


1. Pasien sudah dalam kondisi hemodinamik yang stabil( sesuai dengan hasil
pemeriksaan DPJP )
2. Bila kondisi pasien sangat lemah dan terpasang alat bantu ( ETT, Trakeostomi, )
dan lain – lain, harus tersedia monitor, suction, obat – obatan emergency dan
harus didampingi oleh dokter jaga.
3. Petugas medis / paramedik yang menyertai pasienharus duduk / mendampingi
pasien.
4. Bila ada keluarga pasien yang ikut di dalam ambulans diminta untuk duduk di
bagian depan / samping pengemudi.
5. Perawat / dokter harus memonitor keadaan pasien selama dalam perjalanan
sampai ke tempat tempat tujuan dengan mengisi formulir yang sudah tersedi

D. PEMELIHARAAN FASILITAS AMBULANS


1. Pemeliharaan dan pengadaan fasilitas medis / non medis di ambulans menjadi
tanggung jawab Kepala Ruang IGD.
2. Pembersihan mobil ambulans ( bagian luar dan dalam ) menjadi tanggung jawab
pengemudi yang sedang bertugas pada shiftnya.
3. Untuk kelengkapan alat tenun (laken, boven laken, selimut, bantal dll)bagi pasien
yang akan menggunakan ambulans harus oleh supir ambulans.
4. Perawat ruangan yang akan membawa pasien dengan ambulans harus bertanggung
jawab atas penggunaan semua fasilitas medis / non medis yang ada di ambulans.
5. Bila ada kerusakan alat medis / non medis yang ada diambulans setelah
penggunaan mobil ambulans harus segera dilaporkan pada Kepala IGD.

FORMULIR PERMINTAAN AMBULANS


RUMAH SAKIT KRAKATAU MEDIKA HOSPITAL

Nama Pasien :

Kelas / Kamar :

Tujuan :

Tgl / Jam dibutuhkan :

Tgl / Jam permintaan :

Jam berangkat :
Yang meminta Yang memerima

(……………………) (……………………..)
IGD Bagian Umum

FORMULIR PASIEN DI AMBULAN


(terlampir)
BAB XIV
LOGISTIK

Kebutuhan barang-barang di unit terkait meliputi :


1. Obat – obatan dan bahan habis pakai.
2. Barang rumah tangga dan alat tulis kantor

Pengelolaan keduanya meliputi alur, perencanaan, permintaan, penyimpanan, pencatatan dan


pelaporan

V.I. Obat – obatan dan bahan habis pakai

1. Alur
kPelaksana → Ka.Unit → Ka.Instalasi unit → Gudang Farmasi
sarana

2. Perencanaan
Petugas unit mendata kebutuhan obat dan bahan habis pakai setiap minggu dan
mengajukan kebutuhan ke gudang farmasi.

3. Permintaan
Permintaan obat – obatan dilakukan 3 kali setiap seminggu, disesuaikan dengan
kebutuhan unit dan tempat penyimpanan yang terbatas.
4. Penyimpanan
Di unit obat – obatan dan bahan habis pakai langsung di simpan dalam lemari yang
sudah ditentukan.

5. Penggunaan
Penggunaan obat – obatan dan barang habis pakai dengan memperhatikan waktu
kadaluwarsa.
Barang yang memiliki waktu kadaluawarsa yang paling rendah digunakan terlebih
dahulu

6. Pelaporan dan Pelaporan


Pencatatan untuk pemakaian sehari – hari ditulis di kartu stok dan dilakukan
rekapitulasi di akhir bulan yang dilaporkan ke bagian keuangan.
BAB XII
KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan pasien (patient safety)rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko, Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.

Tujuan :
- Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
- Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
- Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
- Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan.

TUJUH LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT


Mengacu kepada standar keselamatan pasien, maka RS Kurnia Cilegonharus
merancang proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi
kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja mutu serta keselamatan pasien.

Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi,misi, dan tujuan RS Kurnia
Cilegon, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik
bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “
Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit”

Berkaitan hal tersebut diatas maka perlu ada kejelasan perihal tujuh langkah
keselamatan pasien rumah sakit tersebut.
Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai berikut :

1. Bangun Kesadaran Akan Nilai Keselamatan Pasien


Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.

2. Pimpin Dan Dukung Staf Anda


Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di
seluruh jajaran RS Kurnia Cilegon.

3. Integrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko


Kembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikasi dan
asesmen hal yang potensial bermasalah

4. Kembangkan Sistem Pelaporan


Pastikan staf anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/insiden, serta
rumah sakit mengatur pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS).

5. Libatkan Dan Berkomunikasi Dengan Pasien


Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien

6. Belajar Dan Berbagi Pengalaman Tentang Keselamatan Pasien


Seluruh staf harus mampu untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar
bagaimana dan mengapa KTD itu timbul.

7. Cegah Cedera Melalui Implementasi Sistem Keselamatan Pasien


Gunakan informasi yang ada tentang kejadian / masalah untuk melakukan perubahan
pada sistem pelayanan.

SASARAN KESELAMATAN PASIEN

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit
yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu
kepada Nine Life-Saving Patient SafetySolutions dari WHO Patient Safety (2007) yang
digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan
dari JointCommission International (JCI).
Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam
keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan
kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas
permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran
secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh.

BAB XVI
KESELAMATAN KERJA

Pelaksanaan program keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana (K3)


Keselamatan kerja merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat kerja / aktifitas
karyawan lebih aman. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan pribadi ataupun rumah sakit.
A. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan kerja di Rumah Sakit Kurnia
Cilegon.
2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
3. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,
cara danproses kerjanya.
4. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan
yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

B.Tata Laksana Keselamatan Karyawan

Setiap petugas medis maupun non medis menjalankan prinsip pencegahan infeksi, yaitu :
1. Menganggap bahwa pasien maupun diri nya sendiri dapat menularkan infeksi.
2. Menggunakan alat pelindung (sarung tangan, masker ) terutama bila terdapat kontak
dengan spesimen pasien yaitu: urin, darah, muntah, sekret, dan lain-lain.
3. Melakukan perasat yang aman bagi petugas maupun pasien, sesuai prosedur yang ada,
misalnya ; memasang kateter, menyuntik, menjahit luka, memasang infus dan lain-lain.
4. Mencuci tangan dengan sabun antiseptik sebelum dan sesudah menangani pasien.
5. Terdapat tempat sampah infeksius dan non infeksius.
6. Mengelola alat dengan mengindahkan prinsip sterilitas yaitu :
a. Dekontaminasi dengan larutan klorin
b. Pencucian dengan sabun
c. Pengeringan menggunakan linen yang bersih.
d. Melakukan upaya-upaya medis yang tepat dalam menangani
kasus :
d.1. HIV / AIDS (sesuai prinsip pencegahan infeksi)
d.2.Hepatitis
BAB XVII

PENGENDALIAN MUTU

A. Pengendalian Mutu
Pengendalian mutu adalah suatu proses manajemen dengan pendekatan perilaku atau
budaya organisasi yang berorientasi pada peningkatan mutu terus-menerus dan kepuasan
pelanggan dengan dukungan komitmen kepemimpinan, kebersamaan karyawan serta
secara lintas fungsional, menyeluruh terpadu dengan pendekatan system dan di sadari
metode ilmiah dan pemecahan masalah serta pengambilan keputusan.
Mutu Pelayanan Kesehatan adalah tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang
memuaskan pelanggan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata pelanggan, serta
diberikan sesuai standart dan etika profesi.

B. MENGUKUR MUTU PELAYANAN


1. Menurut Lori Di Prete Brown, dkk. terdapat 8 dimensi yang dipakai untuk mengukur
mutu dalam meningkatkan pelayanan keperawatan :
a. Kompetensi teknis: dokter,perawat,petugas, staf pendukung;(apakah sudah
sesuai standar pelayanan keperawatan)
b. Akses: mudah (a.l. meliputi: geografis, ekonomi, sos-bud, bahasa)
c. Efektifitas: prosedur dilakukan secara benar dan menghasilkan sesuai harapan
d. Hubungan antar manusia: baik ; petugas-pasien, manager-petugas, tim
kesehatan masyarakat
e. Efisiensi: pelayanan yang terbaik dgn sumberdaya yg dimiliki
f. Kelangsungan pelayanan: klien menerima layanan secara lengkap seperti yang
dibutuhkan
g. Aman, terhadap risiko cidera, infeksi, efek samping dan bahaya lain
h. Nyaman: a.l. menyangkut kebersihan, privacy
2. Cara mengukur Mutu
a. Audit
1) Managemen Resiko Klinik dan patient safety
a) Manajemen Risiko: strategi untuk mengurangi atau mencegah kerugian
atau tindakan hukum dengan identifikasi, analisa, dan evaluasi risiko
dan rencana penanganannya
b) Sasaran/tujuan manajemen risiko:
(1) Mengidentifikasi berbagai variabel kualitas asuhan yang
Membahayakan
(2) Mengkoreksi atau meminimalkan sehingga mencegah terjadinya
masalah
c) Indikator untuk mengukur Managemen Resiko dalam Pelayanan
Keperawatan
(1) Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien
diantaranya :
(a) pasien terjatuh dari tempat tidur,
(b) pasien diberi obat salah,
(c) tidak ada obat/alat emergensi,
(d) tidak ada oksigen,
(e) tidakada alat penyedot lendir,
(f) tidak tersedia alat pemadam kebakaran,
(2) Tidak ada kejadian KTD
Penyebab yang paling umum terjadi medical errors.
(a) Kegagalan komunikasi: verbal/tertulis, miskomunikasi antar
staf, antar shif, informasi tidak didokumentasikan dengan
baik/hilang.
(b) SDM Gagal mengikuti kebijakan, SOP dan proses-proses,
dokumentasi suboptimal dan labelling spesimen yang buruk,
kesalahan berbasis pengetahuan, staf tidak punya pengetahuan
yang adekuat, untuk setiap pasien pada saat diperlukan. Hal –
hal yang berhubungan dengan kondisi tersebut: Idenifikasi
pasien yang tidak tepat, asesmen pasien yang tidak lengkap,
kegagalan memperoleh consent, pendidikan pasien yang tidak
adekuat ,transfer pengetahuan di rumah sakit kurang,
Kekurangan orientasi, training, tingkat pengetahuan staf untuk
jalankan tugasnya,Para dokter, perawat,dan staf lain sibuk
karena SDM tidak memadai, pengawasan/supervisi yang tidak
adekuat
(c) Kegagalan-kegagalan teknis.
Kegagalan alat/perlengkapan: pompa infus, monitor.
Komplikasi/kegagalan implants atau grafts. Instruksi tidak
adekuat, peralatan dirancang secara buruk bisa sebabkan
pasien cedera Kegagalan alat tidak teridentifikasi secara tepat
sebagai dasar cederanya pasien,
(d) Kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat.
Pedoman cara pelayanan dapat merupakan faktor penentu
terjadinya banyak medical errors. Kegagalan dalam proses
layanan dapat ditelusuri sebabnya pada buruknya
dokumentasi, bahkan tidak ada pencatatan, atau SOP klinis
yang adekuat.
2) Indikator Mutu Pelayanan Rumah sakit ( Depkes RI )
a) Indikator mutu pelayanan rumah sakit
(1) Indikator pelayanan non bedah.
(a) Angka pasien yang dekubitus
(b) Angka kejadian infeksi karena jarum infus.
(c) Angka kejadian infeksi karena tranfusi darah.
(d) Angka ketidak lengkapan catatan medis
(2) Indikator pelayanan Bedah :
(a) Angka infeksi Luka operasi
(b) Angka komplikasi pasca bedah
(3) Indikator pelayanan Ibu Bersalin & bayi
(a) Angka kematian Ibu karena eklamsi
(b) Angka Kematian ibu karena perdarahan
(c) Angka kematian Ibu karena sepsis
(d) Angka Perpanjangan Waktu rawat Inap Ibu melahirkan
(e) Angka Kematian bayi dengan BB Lahir ≤ 2000 gram
(f) Angka Cecsio Cecaria
3) Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan
a) Standar Dokumentasi Keperawatan
Instrumen yang digunakan untuk mengetahui catatan keperawatan yang
dibuat oleh perawat dilakukan dalam rekam medis sesuai aturan
dokumentasi atau tidak.
b) Observasi
Dilakukan selama pemberian asuhan keperawatan berlangsung yang
dilakukan oleh observer.
c) Angket.
Indikator masukan untuk memahami persepsi pasien terhadap proses
asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat selama proses asuhan
keperawatan berlangsung.
4) Indikator standar pelayanan Minimal rumah sakit
a) SPM Rawat jalan
(1) Prosentase Dokter Specialis di Rawat jalan
(2) Ketersediaan Pelayanan
(3) Jam Pelayanan
(4) Waktu tunggu pelayanan
(5) Penegakkan Dx TBmelalui pemeriksaan mikroskopi TB
(6) Terlaksananya kegiatan pencatatan dan pelaporan TB di rumah
sakit
(7) Kepuasan Pelanggan
b) SPM Rawat Inap
(1) Pemberi pelayanan rawat inap Dokter Specialis dan Perawat
minimal D3
(2) Dokter penanggung jawab pasien rawat inap
(3) Kejadian infeksi pasca operasi
(4) Kejadian Infeksi Nosokomial
(5) Prosentase Kematian pasien ≥48 jam
(6) Prosentase kejadian jatuh
(7) Prosentase kejadian pulang paksa
(8) Kepuasan Pelanggan
(9) Penegakkan Dx TB melalui pemeriksaan mikroskopi TB
(10) Terlaksananya kegiatan pencatatan dan pelaporan TB di rumah
sakit

b. Review (penilaian thd pelayanan yg diberikan, biasanya dilakukan ):


1) Review Rekam Medik
2) Review Dokumentasi Keperawatan
c. Survey ( dilaksanakan melalui quesioner atau interview, misal : survey
kepuasan pasien )
Tanyakan apakah pelanggan puas
Ada banyak cara untuk menanyakan apakah pelanggan puas atau tidak dengan
perusahaan, produk dan layanan yang mereka terima, misalnya:
1) Face-to-face. Ini bisa kita lakukan ketika mereka selesai berbelanja di toko
atau kantor kita.
2) Telepon. Jika kita memiliki nomor telepon mereka, teleponlah setelah
mereka selesai berkunjung untuk menanyakan apakah mereka puas.
3) Kuesioner. Teknik ini sudah digunakan sejak lama dan hasilnya sudah bisa
ditebak.
4) Email. Kirimkan  mereka email survei kepuasan pelanggan. Tapi kita harus
hati-hati melakukannya agar tidak menjadi spam.
5) Mengundang mereka untuk mengambil survei kepuasan pelanggan
d. Observasi ( terhadap asuhan pasien )
Dilakukan pada waktu Audit Keperawatan melalui Observasi berdasarkan
Instrumen dari Depkes RI terkait standar operasional prosedur
Keperawatan / tindakan keperawatan baik mandiri maupun Kolaborasi.
BAB XVIII

PEMBERIAN INFORMASI

A. LATAR BELAKANG

Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang di dalamnya terdapat kegiatan medik dan
non medik yang dikoordinasikan sedemikian rupa dalam rangka mencapai suatu tujuan
yaitu memberikan pelayanan rumah sakit yang bermutu.

Sebagai perusahaan yang berorientasi terhadap kepuasan pelanggan, RS Kurnia


Cilegonmemiliki unti-unit front liner sebagai perantara antara perusahaan dengan
pelanggan / pasien. Upaya tersebut merupakan salah satu cara perusahaan untuk lebih
dekat dengan pelanggannya.

Melalui front liner perusahaan dapat menyusun rencana dan menetapkan tujuan apa
yang ingindicapai terhadap sasaran (pelanggan) tersebut. Salah satu tugas dari seorang
front liner di RS Kurnia Cilegonadalah memberikan informasi pelayanan sesuai dengan
keinginan atau kebutuhan pasien.

Kegiatan pemberian informasi tersebut merupakan hal terpenting bagi RS Kurnia


Cilegon karena hal itu merupakan cara rumah sakit dalam mengatur strategi sehingga
dapat menimbulkan keputusan dari pihak pelanggan agar segera membeli jasa pelayanan
yang ditawarkan pada saat itu juga dan lebih jauh bisa menimbulkan loyalitas pelanggan
terhadap RS Kurnia cilegon.

Untuk itu, dalam buku panduan ini diuraikan tentang pengertian dan tatalaksana
dalam memberikan pelayanan informasi di lingkungan front linerRS Kurnia Cilegon, agar
pasien / keluarga pasien merasa diperhatikan segala kebutuhan serta keinginanya, dan
akhirnya rumah sakit bisa memberikan pelayanan prima ( terbaik ) kepada pelanggannya.

B. PENGERTIAN
Dalam memberikan pelayanan kesehatan di lingkungan RS Kurnia cilegontidak terlepas
dari adanya komunikasi antara pasien / keluarga pasien termasuk didalamnya proses
penyampaian pikiran atau informasi.

Secara terminologis komunikasi merujuk pada suatu proses pernyataan oleh seseorang
kepada orang lain. Harold Lasswell dalam karyanya The Structure and Function of
Communication in Society mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan
komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut:

1. Komunikator (siapa yang mengatakan?)


2. Pesan (mengatakan apa?)
3. Media (melalui saluran apa?)
4. Komunikan (kepada siapa?)
5. Efek (dengan dampak/efek apa?)

Jika kelima unsur tersebut dapat terpenuhi maka akan menjadi suatu komunikasi
efektif yang berarti komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap (attitude
change) pada orang yang terlibat dalam komunikasi tersebut.

Sedangkan pengertian Informasi menurut Gordon B Davis, 2002 adalah data yang
telah diolah menjadi bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam
mengambil keputusan saat ini atau dimasa mendatang.

Orang yang menyampaikan isi informasi kepada penerima dengan jelas dan memilih
media yang sesuai serta meminta kejelasan apakah informasi tersebut sudah diterima
dengan baik disebut sebagai Pemberi Informasi (Konsil Kedokteran Indonesia, hal 8).
Sedangkan Penerima Informasi berfungsi sebagai penerima berita / pesan dengan baik.

Jadi Pemberian Informasi ialah sebuah proses penyampaian pikiran / informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut
mengerti betul apa yang dimaksud oleh pemberi informasi (Komaruddin, 1994
schermerhon, Hunt & Osborn 1994, Koontz 7 Weihrich, 1998).

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Layanan pemberian informasi dilakukan untuk membekali pasien dan keluarga
pasien pengetahuan data dan fakta dalam lingkup pelayanan dan prosedur yang
berlaku di lingkungan RS Kurnia cilegon sehingga menjadikan informasi tersebut
sebagai alat untuk mengambil sebuah keputusan penting bagi pasien / keluarga
pasien.

2. Tujuan
1) Memenuhi kepuasan pelanggan terhadap informasi pelayanan yang diberikan dari
pihak RS Kurnia cilegon.
2) Memberikan pelayanan prima kepada pelanggan.
3) Menimbulkan keputusan dari pelanggan agar segera menggunakan jasa yang
ditawarkan RS Kurnia Cilegon.
4) Menumbuhkan kepercayaan terhadap pasien / keluarga pasien.

D. PRINSIP

Prinsip-prinsip pemberikan informasi (komunikasi) mempunyai uraian yang beragam


sesuai dengan konsep yang dikembangkan oleh masing-masing pakar. Istilah prinsip oleh
William B Gudykunst disebut sebagai asumsi-asumsi komunikasi. Sedangkan Larry
E.Porter menyebutnya sebagai karakteristik komunikasi dan Deddy Mulyana Ph.D
membuat istilah baru yaitu prinsip-prinsip komunikasi.

Terdapat 12 prinsip komunikasi yang dikatakan sebagai penjabaran lebih jauh dari
definisi dan hakekat komunikasi yaitu:

1. Komunikasi adalah proses simbolik.


2. Setiap perilaku mempunyai potensi komunikasi.
3. Komunikasi berlangsung dalam berbagai tingkat kesengajaan.
4. Komunikasi punya dimensi isi dan dimensi hubungan.
5. Komunikasi terjadi dalam konteks ruang dan waktu.
6. Komunikasi melibatkan prediksi peserta komunikasi.
7. Komunikasi bersifat sistematik
8. Semakin mirip latar belakang sosial-budaya semakin efektiflah komunikasi.
9. Komunikasi bersifat nonsekuensial.
10. Komuniksi bersifat prosesual, dinamis, dan transaksional.
11. Komunikasi bersifat irreversible.
12. Komunikasi bukan panasea (obat mujarab) untuk menyelesaikan berbagai masalah.
Pemberi informasi yang baik diperlukan kemampuan dalam hal-hal berikut (Konsil
Kedokteran Indonesia, hal 42) :

1. Cara berbicara (talking) termasuk cara bertanya, menjelaskan, klarifikasi, intonasi


2. Mendengarkan (listening)
3. Cara mengamati (observation), tujuannya dapat memahami yang tersirat dibalik
yang tersurat
4. Menjaga sikap selama berkomunikasi (bahasa tubuh) agar tidak mengganggu
komunikasi, missal: gerak tubuh dan raut muka.

Tujuan dari pemberian informasi / komunikasi efektif adalah memberikan kemudahan


dalam memahami pesan yang diberikan, karena itu harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:

1. Tepat waktu
2. Akurat
3. Lengkap
4. Jelas
5. Mudah dipahami oleh penerima sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan
(salah paham).

E. Hukum dalam komunikasi efektif


Lima hukum komunikasi yang efektif (The 5 Inevitable Laws of Effective
Communication) terangkum dalam satu kata yang mencerminkan esensi dari komunikasi
itu sendiri yaitu; REACH yang berarti merengkuh atau meraih. Karena komunikasi itu
pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian, minat, kepedulian,
simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain.

Hukum komunikasi efektif yang pertama adalah:


a. Respect
Pengertianya: Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif
adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita
sampaikan. Jika kita membangun komuniksi dengan rasa dan sikap saling menghargai
dan menghormati, maka kita dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi
yang akan meningkatkan efektifitas kinerja kita baik sebagai individu maupun secara
keseluruhan sebagai sebuah tim.
b. Empathy
Adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang
dihadapi oleh orang lain. Salah satu persyaratan utama dalam memiliki sikap empati
adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dahulu sebelum
didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Rasa empati akan menimbulkan respect
atau menghargaan, dan rasa respect akan membangun kepercayaan yang merupakan
unsur utama dalam membangun teamwork. Jadi sebelum kita membangun komunikasi
atau mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon
penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada
halangan psikologis atau penolakan dari penerima.
c. Audible
Makna dari audible antara lain dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika
empati kita harus mendengarkan terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan
balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita sampaikan dapat diterima
oleh penerima pesandengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu pada
kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan alat
bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat
diterima dengan baik.
d. Clarity
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum ke empat yang
terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan
multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Karena kesalahan
penafsiran atau pesan yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran akan
menimbulkan dampak yang tidak sederhana. Clarity dapat pula berarti keterbukaan
dan tranparansi. Dalam komunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka
sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan.
e. Humble
Hukum ke lima dalam membangun komunikasi efektif adalah sikap rendah hati. Sikap
ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa
menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki.
Sikap rendah hati pada intinya adalah sikap penuh melayani (dalam bahasa pemasaran
adalah Customer First Attitude), sikap menghargai, mau mendengar dan menerima
kritik, tidak sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan,
rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri serta mengutamakan
kepentingan yang lebih besar.
Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok komunikasi
yang efektif ini, kita dapat menjadi seseorang komunikastor yang handal dan pada
giliranya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain yang penuh dengan
penghargaan (respect), karena inilah yang dapat membangun hubungan jangka
panjang yang saling menguntungkan dan saling menguatkan.

A.1. RUANG LINGKUP


Secara umum ruang lingkup pemberian informasi ini hanya di wilayah RS Kurnia
Cilegon dalam hal pelayanan terhadap pasien.

A.2 RUANG LINGKUP KHUSUS

Petugas front linerRS Kurnia Cilegonyang memberikan informasi kepada pasien /


keluarga pasien pada saat mendapatkan pelayanan di RS Kurnia Cilegonadalah:

a. Petugas Informasi
Adalah petugas yang melayani pertanyaan yang diajukan pasien / keluarga pasien baik
secara langsung (walk in) atau melalui telepon (by phone) tentang pelayanan yang
tersedia di RS Kurnia Cilegon.

b. Petugas Operator telepon


Adalah petugas yang menangani bermacam-macam jenis pembicaraan melalui telepon
diantaranya menerima dan menyambungkan telepon yang masuk ke nomor sentral RS
Kurnia Cilegon, menjawab pertanyaan pasien / keluarga pasien yang masuk melalui
telepon mengenai fasilitas dan pelayanan yang tersedia di RS Kurnia Cilegon.

c. Petugas Admisi
Adalah petugas yang melayani penerimaan pendaftaran pasien yang akan
mendapatkan pelayanan medis dan tinggal di ruang perawatan RS Kurnia Cilegon.

d. Petugas Loket Pendaftaran Rawat Jalan


Adalah petugas yang melayani pendaftaran pasien yang akan mendapatkan pelayanan
medis langsung oleh dokter umum atau dokter spesialis.
e. Petugas Nurse Station
Adalah perawat yang berjaga di nurse station / ruang perawat mendampingi dokter
yang sedang melakukan pemeriksaan / praktek.

f. Petugas Administrasi Penunjang Pelayanan


Adalah petugas yang melayani pendaftaran pasien yang akan mendapatkan tindakan
penunjang medis seperti laboratorium, radiologi, fisoterapi dan farmasi.

B. Pemberian Informasi Efektif

Dalam memberikan informasi yang diinginkan pasien / keluarga pasien baiknya


disampaikan selengkap mungkin dengan sopan, ramah serta menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti.

Standar informasi yang baik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut ( Serbaguna, 2003 ):

1. Data yang telah diolah.


2. Bentuknya lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya.
3. Menggambarkan suatu kejadian-kejadian dan kesatuan nyata.
4. Digunakan untuk mengambil keputusan.

Penyampaian informasi akan berjalan efektif apabila pesan diterima dan dimengerti
sebagaimana yang dimaksud oleh pemberi informasi ( proses komunikasi efektif ).

Untuk mendapatkan komunikasi efektif, dilakukan melalui beberapa hal sebagai berikut:

1. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan.


2. Penerima pesan menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut.
3. Isi pesan dibacakan kembali (Read back) secara lengkap oleh penerima pesan.
4. Pemberi pesan memverifikasi isi pesan kepada penerima pesan.
5. Penerima pesan mengklarifikasi ulang bila ada perbedaan pesan dengan hasil
verifikasi.
a. Kendala
Kendala yang sering ditemukan dalam proses pemberian informasi / komunikasi
antara lain adalah:
1. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan
2. Hambatan emosional dan motivasi
3. Keterbatasan fisik dan kognitif
4. Ketersediaan psien untuk menerima informasi
b. Tahap cara penyampaian informasi
Setelah melalui tahap asesmen pasien dan ditemukan:
a. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
b. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna
wicara) maka konumikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada pasien
dan keluarga sekandung serta menjelaskan kepada mereka.
c. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (marah /
depresi) maka komunikasi yang efektif adalah memberikan pesan / materi edukasi
dan menyarankan pasien membaca leaflet, apabila pasien tidak mengerti materi
edukasi / pesan maka pasien bisa menanyakan ke bagian informasi / nurse station.

C. Media
Dalam proses pemberian informasi dibutuhkan media yang berperan sebagai alat teknis
yang digunakan sebagai mediasi atau penyampaian pesan (Universitas Indonesia
Fakultas Sastra), dengan kata lain media adalah alat komunikasi.
Di lingkungan RS Kurnia Cilegon, media komunikasi yang sering digunakan adalah
sebagai berikut :
1. Telepon
Merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan suara
(terutama pesan yang berbentuk percakapan). Kebanyakan telepon beroperasi dengan
menggunakan transmisi sinyal listrik dalam jaringan telepon.
Contoh: Telepon external operator RS Kurnia Cilegon(0254)391161 atau
081289890287 atau 087885473048
2. Leafet / brosur / lipatan
Lembaran kertas berukuran kecil mengandung pesan tercetak untuk disebarkan
kepada umum sebagai informasi mengenai suatu hal atau peristiwa.
Contoh: Brosur pelayanan yang ada di RS Kurnia Cilegon (pelayanan Medical Check
Up, Pendidikan untuk pasien dan keluarga, jadwal praktek dokter dan lain
sebagainya).
3. Poster
Adalah pengumuman atau iklan berbentuk gambar atau tulisan yang ditempelkan di
dinding, tembok atau tempat yang strategis agar mudah diketahui banyak orang.
Contoh: Poster edukasi / informasi kesehatan yang ditujukan bagi pelanggan / pasien /
keluarga pasien.
4. Spanduk
Merupakan media informasi yang berupa kain panjang yang direntangkan dan berisi
informasi singkat.
Contoh: Spanduk kegiatan atau promosi produk baru di RS Kurnia Cilegon.
5. Papan Informasi
Salah satu media komunikasi kelompok yang biasanya ditujukan untuk target sasaran
dalam lingkup tertentu.
Contoh: Papan informasi dokter yang sedang cuti atau tidak praktek, perubahan jam
praktek dokter pada hari tertentu.
Papan informasi tersebut terpasang di unit loket pendaftaran rawat jalan.
6. Buku tarif fasilitas dan layanan
7. Lembar balik fasilitas ruang perawatan

TATA LAKSANA

Petugas yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan tentang informasi
yang akan disampaikan, memiliki rasa empati dan keterampilan berkomunikasi secara
efektif serta didukung dengan kondisi lingkungan yang membuat pasien / keluarga
pasien merasa nyaman. Pemberian komunikasi dilakukan secara tatap muka berjalan
secara interaktif . kegiatan tersebut tergambar dalam lingkup:

1. Petugas Informasi / CSO

Pasien / keluarga pasien datang langsung (Walk in) ke bagian informasi /


menghubungi bagian informasi melalui pesawat telepon untuk menanyakan :

a. Fasilitas pelayanan yang tersedia :


 Instalasi Gawat Darurat
Adalah layanan yang disediakan untuk kebutuhan pasien yang dalam kondisi
gawat darurat dan harus segera mendapatkan penanganan darurat yang cepat.
IGD di Krakatau Medika Hospital buka 7 (tujuh) hari dalam seminggu 24 jam.
Fasilitas:
a. Dokter jaga 24 jam dan paramedis bersertifikat ACLS, ATLS dan PPGD
b. Dokter Spesialis on call
c. Ruangan :
 Ruang triase
 Ruang pemeriksaan pasien
 Ruang kedaruratan kebidanan
d. Layanan Ambulance dan evakuasi 24 jam

 Pelayanan Rawat Inap


Adalah pelayanan terhadap pasien yang masuk Rumah Sakit dan menempati
tempat tidur perawatan untuk keperluan observasi, diagnosis, terapi, rehabilitasi
medik atau pelayanan medik lainya (Depkes RI.2007).
Ruang pelayanan rawat inap di RS Kurnia Cilegon terdiri dari:
1. Unit ruang perawatan kebidanan (ruang vk & nifas)
2. Unit ruang perawatan pasien anak (bedah & non bedah)
3. Unit ruang perawatan pasien dewasa ( bedah & non bedah)
4. Unit ruang perawatan bayi yaitu Unit Perinatologi (ruang patologis,
fisiologi & ruang infeksi)
5. HCU (khusus pasien anak)

UNIT JUMLAH TEMPAT TIDUR KETERANGAN

Ranap 1 18

Ranap 2 27 1 TT Isolasi

Perinatologi 5 inkubator, 2 kupis

 Rawat Jalan
Pelayanan rawat jalan adalah pelayanan medis kepada seorang pasien untuk
tujuan observasi diagnosis, pengobatan, dan pelayanan kesehatan lainya tanpa
mengharuskan pasien tersebut di rawat inap.
Fasilitas pelayanan rawat jalan terdiri dari:
 Poliklinik Umum
 Poliklinik Gigi
 Poliklinik Spesialis
 Poli KIA

 Instalasi Radiologi
Merupakan salah satu instalasi penunjang medis yang memberikan layanan
pemeriksaaan radiologi dengan hasil pemeriksaan berupa foto / gambar untuk
membantu dokter merawat pasien dalam penegakan diagnosis.
Instalasi radiologi di RS Kurnia Cilegon buka hari senin s/d sabtu pukul 08.00 –
22.00.
Layanan yg diberikan antara lain:
1. Foto ronsen Konvensional
2. USG
 Instalasi Laboratorium
 Instalasi Farmasi
 Medical Check Up

b. Jam pelayanan

RS Kurnia Cilegonmemiliki jam layanan 24 jam untuk Unit Instalasi


GawatDarurat, Instalasi Laboratorium, dan Instalasi Farmasi. Sedangkanpelayanan
lain seperti Poliklinik Umum dan Poliklinik Spesialis di buka 6 (enam) haridalam
seminggu yaitu hari Senin s/d Sabtu jam 09.00 s/d 21.00 Wib& minggu jam 09.00
s/d 12.00 Wib.

c. Cara mendapatkan pelayanan


Untuk mendapatkan fasilitas atau pelayanan di RS Kurnia Cilegon pasien
bisalangsung datang(walk in)dengan atau tanpa reservasi terlebih dahulu melalui
telepon untuk mendapatkanpelayanan.
d. Jadwal praktek dokter (Terlampir)
e. Nomor telepon ruang / unit lain.
f. Alur / lokasi ruangan.
g. Pasien rawat inap.

2. Petugas Operator telepon


Pasien / keluarga pasien mengubungi pesawat telepon operator RS Kurnia Cilegon
(0245) 391161 untuk :
 Menanyakan jadwal praktek dokter / jam layanan.
 Permintaan transfer telepon dari external ke bagian pendaftaran.
 Permintaan transfer telepon dari external ke unit terkait.
 Permintaan transfer telepon dari internal ke external RS Kurnia Cilegon.
Standar menjawab pesawat telepon :
a. Pesawat telepon internal :
Selamat pagi / siang / sore / malam dengan saya (menyebutkan nama) ada
yang bisa dibantu?
b. Pesawattelepon external :
RS Kurnia Cilegonselamat pagi / siang / sore / malam, dengan saya
(menyebutkan nama) ada yang bisa dibantu?
Standar menerima pasien datang secara langsung:
Selamat pagi / siang / sore / malam Bapak / Ibu ada yang bisa kami bantu?
3. Petugas Admission
Pada waktu proses penerimaan pendaftaran pasien rawat inap, pasien dan keluarga
diberikan penjelasan yang cukup untuk membuat keputusan yang benar berkenaan
dengan pelayanan yang dianjurkan. Penjelasan tersebeut mencakup tentang pelayanan
yang dianjurkan, hasil yang diharapkan dan perkiraan biaya dari pelayanan tersebut.
Penjelasan tersebut didapat dalam bentuk lisan dan dipertegas dalam bentuk tertulis
yang di perkuat dengan tanda tangan petugas dan pasien / keluarga pasien sebagai
bukti bahwa penjelasan tersebut telah di berikan oleh petugas dan diterima dengan
baik oleh pasien/ keluarga.
Bukti tertulis pemberian informasi kepada pasien dan keluarganya diikutsertakan di
dalam rekam medis pasien.
Proses pendaftaran pasien rawat inap tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pasien / keluarga pasien datang ke bagian admision didampingi oleh perawat
rawat jalan untuk proses administrasi pendaftaran rawat inap sebelum pasien
mendapatkan pelayanan rawat inap di RS Kurnia Cilegon.
2. Perawat melakukan transfer informasi pasien dan dokumen kepada petugas
admission.
3. Dokumen yang diserahkan oleh perawat rawat jalan ke petugas admission adalah:
a. Surat pengantar rawat
b. Formulir atau hasil pemeriksaan penunjang
c. Surat pengantar dan persetujuan operasi (jika pasien rencana akan dilakukan
tindakan operasi).
d. Formulir atau hasil konsultasi spesialis lain
4. Pasian dan keluarganya diberikan informasi pada waktu proses admisi tentang:
a. Pelayanan yang ditawarkan.
b. Hasil pelayanan yang diharapkan.
c. Perkiraan biaya pengobatan dan tindakan.
d. Pengambilan keputusan yang benar dari pasien dan keluarga pasien.
5. Berikan formulir surat pernyataan untuk diisi oleh pasien / keluarga.
6. Petugas admission meminta pasien / keluarga menunjukan kartu berobat / surat
jaminan perusahaan / asuransi sebagai bukti penjamin pengobatan pasien.
7. Petugas admission memproses adminstrasi pasien berdasarkan klasifikasi
penjaminan Tunai / Perusahaan / Asuransi / BPJS.
d. Penjaminan Tunai.
 Petugas admission memperlihatkan menu ruang rawat, menjelaskan fasilitas,
harga masing-masing ruang rawat dan mempersilahkan pasien/ keluarga
pasien memilih kamar / ruang rawat yang diinginkan.
 Apabila pasien terencana untuk dilakukan tindakan pembedahan / operasi,
petugas admission menjelaskan perkiraan biaya pembedahan / operasi
tersebut.
 Petugas admission memesankan ruang / kamar rawat sesuai permintaan
pasien / keluarga.
 Petugas admission menginput data pasien kedalam Sistem ICHA (komputer)
dan mencetak dokumen pendaftaran rawat inap.
 Petugas admission menjelaskan tata tertib pasien selama mendapatkan
perawatan di RS Kurnia Cilegon.
 Pasien / keluarga pasien menadatangani form pendaftaran rawat inap dan
general consent.
 Petugas admisi memberikan pengantar uang muka atau DP (down Payment)
kepada keluarga pasien untuk dibawa ke bagian kasir.
 keluarga pasien melakukan pembayaran uang muka ke bagian kasir.
 Petugas admission memberikan kartu tunggu pasien rawat kepada keluarga
pasien.
 Petugas admission memakaikan gelang identitas pasien serta
menginformasikan manfaatnya.
 Petugas admisi melakukan transfer informasi, dokumen, pasien kepada
perawat IGD dan menandatangani formulir check listkelengkapan data dan
dokumen pasien rawat inap.
 Pasien diantar menggunakan alat transportasi sesuai dengan kondisi pasien
(kursi roda / stretcher) ke ruang IGD.
 Perawat IGD melakukan transfer informasi kepada perawat ruangan

e. Penjaminan Perusahaan / Asuransi


 Petugas admission menghubungi perusahaan / asuransi penjamin untuk
melakukan konfirmasi hak kelas rawat / fasilitas pasien serta meminta
perusahaan / asuransi menerbitkan surat jaminan.
 Petugas admission menghubungi ruang perawatan dan mencarikan kamar
rawat sesuai dengan hak pasien.
 Jika kamar sesuai hak pasien tidak tersedia / penuh, petugas admisi melihat
kembali perjanjian kerjasama dengan perusahaan tersebut.
 Petugas admission menginput data pasien kedalam ICHA (komputer).
 Pasien / keluarga pasien menadatangani form pendaftaran rawat inap, general
consent pasien rawat inap dan surat-surat yang di kirimkan oleh asuransi
terkait (bila ada).
 Petugas admission memberikan kartu tunggu pasien rawat kepada keluarga
pasien, menjelaskan tata tertib yang berlaku dan memasangkan gelang
identitas kepada pasien dengan menjelaskan manfaatnya terlebih dalulu.
 Petugas admission melakukan transfer informasi dokumen dan pasien kepada
perawat IGD dan menandatangani formulir check listkelengkapan data dan
dokumen pasien rawat inap.
 Pasien diantar menggunakan alat transportasi sesuai dengan kondisi pasien
(kursi roda / stretcher) ke ruang IGD
 Perawat IGD melakukan transfer informasi kepada perawat ruangan

f. Penjaminan BPJS
 Petugas admisi meminta pasien / keluarga pasien untuk mengisi dan
menandatangani form surat peryataan penjaminan JKN yang dipandu oleh
petugas admisi.
 Petugas admisi meminta pasien / keluarga menyerahkan fotocopy kartu
berobat BPJS, KTP, rujukan dari klinik / puskesmas (PPK1) dari pasien
tersebut.
 Petugas admisi melakukan konfirmasi kepada petugas BPJS untuk
mendapatkan acc tindakan atau pembedahan.
 Petugas admisi menghubungi ruang perawatan untuk memesankan kamar
rawat sesuai dengan hak pasien.
 Petugas admission membuat SEP (Surat eligibilitas pasien).
 Petugas admission menginput data pasien kedalam ICHA (komputer).
 Pasien / keluarga pasien menadatangani form pendaftaran rawat inap dan
general consent pasien rawat inap.
 Petugas admission memberikan kartu tunggu pasien rawat kepada keluarga
pasien, menjelaskan tata tertib yang berlaku dan memasangkan gelang
identitas kepada pasien dengan menjelaskan maanfaatnya terlebih dahulu.
 Petugas admission melakukan transfer informasi dokumen dan pasien kepada
perawat IGD dan menandatangani formulir check listkelengkapan data dan
dokumen pasien rawat inap.
 Pasien diantar menggunakan alat transportasi sesuai dengan kondisi pasien
(kursi roda / stretcher) ke ruang IGD.
 Perawat IGD melakukan transfer informasi kepada perawat ruangan.

4. Petugas Loket Pendaftaran Rawat Jalan


Dalam proses pendaftaran poliklinik rawat jalan pasien / keluarga pasien di berikan
informasi secara langsung ataupun melalui telepon apabila diketahui ada penundaan
pelayanan poliklinik dikarenakan keterlambatan dokter memulai jam praktek atau
perubahan jadwal praktek.
Tahapan proses pendaftaran tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pasien mengambil nomor antrian pendaftaran di mesin edisi yang telah
disediakan.
2. Pasien / keluarga pasien duduk di ruang tunggu yang disediakan.
3. Setelah nomor antrian muncul di layar antrian, pasien / keluarga pasien datang ke
bagian loket pendaftaran untuk mendaftaran diri / keluarga ke dokter umun /
spesialis yang di tuju dengan membawa persyaratan sesuai ketentuan penjaminan
dari perusahaan / asuransi / BPJS atau penjaminan pasien tunai.
4. Pasien / keluarga pasien diinformasikan ketersediaan jam praktek dokter.
5. Pasien setuju, petugas menginput data pasien kedalam SITMAPAS (komputer).
6. Petugas melengkapi berkas / dokumen seperti resume medis, penggesekan kartu
asuransi dan lain sebagainya.
7. Petugas mengarahkan pasien ke nurse station dokter yang dituju
8. Pasien menuju nurse station.

5. Petugas Nurse Station


 Pasien / keluarga pasien datang ke bagian nurse station membawa slip
pendaftaran rawat jalan.
 Petugas nurse station menginput nomor transaksi pendaftaran pasien ke
dalam komputer (SITMAPAS).
 Petugas nurse station melakukan komunikasi kepada pasien untuk
menanyakan keluhan, tensi, timbang berat badan dan lain-lain.
 Petugas nurse station menginformasikan nomor antrian pemeriksaan kepada
pasien / keluarga pasien: “ Bapak / Ibu …… nomor urut pemeriksaan anda
adalah No….. mohon silahkan duduk dikursi tunggu yang kami telah
sediakan sebelum nomor antrian anda dipanggil”.
 Setelah no antrian muncul di layar monitor dokter, pasien dipersilahkan
masuk.

6. Petugas Administrasi Penunjang Pelayanan


Dalam hal pelayanan diagnostik jika ada kendala dalam pelayanan termasuk didalam
nya waktu tunggu, pasien diberikan informasi apabila diketahui adanya waktu
menunggu yang lama untuk pelayanan diagnostik dan pengobatan atau dalam
mendapatkan rencana pelayanan yang membutuhkan penempatan di daftar tunggu,
pasien juga diinformasikan tentang alasan penundaan dan menunggu serta diberi
alternatif yang tersedia.

Proses pelayanan di ruang pelayanan penunjang diagnostik adalah sebagai berikut:

 Pasien datang ke bagian penunjang pelayanan untuk daftar mendapatkan


layanandengan membawa pengantar / permintaan pemeriksaan dari dokter
perujuk.
 Petugas administrasi memproses administrasi pendaftaran pasien sesuai
dengan klasifikasi penjaminan pasien Tunai, Perusahaan, BPJS, Asuransi.
 Petugas ahli melakukan persiapan pemeriksaan.
 Pasien dipersilahkan masuk ke dalam ruang pemeriksaan.
 Informasikan perkiraan hasil pemeriksaan dapat diambil oleh pasien.

KRITERIA PENYAKIT YANG DAPAT DIOBATI DAN DIRAWAT

DI RS KURNIA CILEGON

NO NAMA PENYAKIT NO DIAGNOSA

1 ANAK 1 Anemia

2 Apnoe/Gasping

3 Bayi ikterus/Anak ikterus

4 Bayi Kecil/prematur

5 Cardiac arrest/Payah Jantung

6 Cyanotic spell (penyakit jantung)

7 Diare

8 Difteri

9 Aritmia

10 Edema/bengkak seluruh tubuh

11 Epitaksis

12 Gagal ginjal akut

13 Gangguan kesadaran

14 Hematuri

15 Hipertensi
16 Hipotensi

17 Intoksikasi (minyak tanah, baygon)

18 Kejang deman

19 Muntah

20 Panas

21 Sesak

22 Shock

23 Tetanus

24 Tidak bisa BAK

25 Tipoid abdominal

2 Bedah 1 Abses cerebri

3 Amputasi penis

4 Anuria

5 Apendiksitis akut

6 Atresia aini

7 BPH

8 Cidera kepala

9 Cedera tulang belakang

10 Cedera wajah

a. Patah tulang hidung tebuka dan ter


tutup
b. Patah tulang pipi terbuka dan tertutup
c. Patah tulang rahang (maxilla dan
madibula) terbuka dan ter tutup
11 Tension pneumothorax

12 Torsio testis

13 Tracheo esophagus fistel


14 Trauma tajam dan tumpul daerah leher

15 Trauma tumpul abdomen

16 Traumatik amputasi

17 Tumor otak

18 Unstable pelvis

19 Urosepsi

20 Celulitis

21 Cholisistitis

22 Corpus alenium

23 CVA

24 Dislokasi persendian

25 Drowing

26 Haemarroid

27 Flail chest

28 Fraktur tulang kepala

29 Gastrokikis

30 Gigitan binatang / manusia

31 Hanging

32 Haemathorax dan pneumothorax

34 Hernia

35 Hidrochepalus

36 Hirschprung

37 Illeus obstruktisi

38 Internal bleeding

39 Luka bakar

40 Luka terbuka daerah abdomen

41 Luka terbuka daerah kepala


42 Luka terbuka daerah thorax

43 Meningokel

44 Multiple trauma

45 Omfalokel

46 Pankreatitis

47 Patah tulang dengan dugaan cedera


pembuluh darah

48 Patah tulang iga multiple

49 Patah tulang leher

50 Patah tulang terbuka

51 Patah tulang tertutup

52 Parlappendicullate infiltrat

53 Peritonitis generalisata

54 Plegmon dasar mulut

55 Priapismus

56 Prolaps rekti

57 Rectal bleeding

58 Ruptur otot

59 Ruptur tenton

3 Kardiovaskoler 1 Aritmia

2 Shock

3 Cor pulmonale decompesata

4 Edema paru

5 Henti jantung

6 Hipertensi dengan komplikasi


(hipertensi enchephalopati, CVA)

7 Infark miocard

8 Kelainan jantung bawaan

9 Kelainan katup jantung

10 Krisis hipertensi

11 Miokaridis

12 Nyeri dada

13 Sesak napas karena payah jantung

14 Syncope karena payah jantung

4 Kebidanan 1 Abortus

2 Distosia

3 Eklampsia

4 Kehamilan etopik terganggu (KET)

5 Perdarahan antepartum

6 Perdarahan postpartum

7 Inversio uteria

8 Febris purperalis

9 Hiperemesis gravidarum

10 Persalian kehamilan

5 Mata 1 Benda sing di kornea mata/kelopak mata

2 Blanorrhoe/Gonoblenorrhoe

3 Dakriosistisis

4 Endoftalmitis/panoftalmitis

5 Gaukoma

6 Penurunan tajam penglihatan


7 Selulitis orbita

8 Kelainan kornea mata

(erosi, ulkus, descematolis)

9 Trauma mata

(trauma tumpul, trauma foto


elektronik/radiasi, trauma tajam/tajam
tembus)

10 Trombosis sinus kavernosis

11 Tumor orbita

12 Uveitis/skleritis/iritasi

13 Tetanus

6 Paru – paru 1 Asma bronchitis

2 Aspirasi pneumonia

3 Emboli paru

4 Gagal napas

5 Injury paru

6 Massive hemoptisis

7 Massive pleura effusion

8 Oedem paru

9 Open/cloused pneumothorax

10 P.P.O.M exacerbasi

11 Pneumonia sepsis

12 Pneumothorax ventil

13 Recurrent Haemaptoe

14 Status asmatikus

15 Tenggelam
7 Penyakit Dalam 1 Demam Berdarah Dengue (DBD)

2 Demam thypid

3 Difteri

4 Disequilebrium pasca HD

5 Gagal ginjal Akut

6 GEA

7 Hematemesis melena

8 Hematochezia

9 Hipertensi maligna

10 Keracuanan makanan

11 Keracunan obat

12 Koma metabolik

13 Leptospirosis

14 Malaria

15 Observasi shock

8 THT 1 Abses di bidang THT dan leher

2 Benda asing/laring/trachea broncus benda


asing tenggorokan

3 Benda asing telinga dan hidung

4 Disfagia

5 Obstruksi jalan napas

6 Otalgia

7 Parese fasialis

8 Perdarahan di bidang THT


9 Syok karena di bidang THT

10 Trauma di bidang THT

11 Tuli mendadak

12 Vertigo

9 Syaraf 1 Kejang

2 Stroke

3 Meningo enchephalitis

DAFTAR NAMA FASILITAS KESEHATAN


(TERLAMPIR)
PENUTUP

Pelayanan kesehatan di rumah sakit berjalan sinergis antara profesi kesehatan dan non
kesehatan. Perawat memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan yang berkolaborasi
dengan tenaga medis yang bertujuan untuk keselamatan pasien sehingga dapat mengurangi
angka kecacatan dan kematian.
Pasien mengharapkan mendapatkan pelayanan yang memuaskan, makin sempurna
kepuasan makin baik kualitas pelayanan. Untuk mewujudkan harapan tersebut semua jajaran
rumah sakit dapat ikut berperan.
Pedoman ini diharapkan dapat dipakai sebagai acuan dalam pemberian pelayanan
pasien di Instalasi Gawat Darurat. Hal ini sebagai salah satu upaya meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan rumah sakit dan menjalankan amanah UU nomor 44 tahun 2009 tentang
rumah sakit yang mewajibkan rumah sakit untuk melaksanakan akreditasi.
DAFTAR PUSTAKA

Association of Anaesthetists of Great Britain and Ireland (2009). AAGBI safety


guideline: interhospital transfer. London

Welsh Assembly Government (2009). Designed for life: Welsh guidelines for the
transfer of critically ill adult; 2009.

Warren J, Fromm RE, Orr RA, Rotello LC, Horst M. (2004). Guidelines for the inter-
and intrahospital transport of critically ill patients. American College of
Critical Care Medicine. Crit Care Med. 2004;1:256-62.

North West London Cardiac & Stroke Network (2010). Web-based interhospital
transfers: user guide. London: NHS

Uke Pemila. (2010). Konsep Discharge Planning. Jakarta

Birmingham J. (2010). Discharge planning guide: tools for compliance. Edisi ke-3.
USA: HCPro, Inc.

Health & Social Care Joint Unit and Change Agents Team. (2003). Discharge from
hospital: pathway, process and practice. Department of Health.

Department of Health and Human Services, Office of Inspector General. (1997).


Medicare hospital discharge planning. June Gibbs Brown Inspector General.
Felong B. (2008). Guide to discharge planning. Western Govenors University,
College of Health Professions, Healthcare Management, Office for the Public
Domain.

Stable RL. (1998). Guidelines for pre-admission processes, discharge planning,


transitional care. Queensland Health.

Department of Health & Human Services USA (2010). Your discharge planning
checklist: for patient and their caregivers preparing to leave a hospital,
nursing home, or other health care setting. USA: Centers for Medicare &
Medicaid Services.

The Health Board Executive. (2003). Admissions and discharge guidelines: health
strategy implementation project 2003.

Anda mungkin juga menyukai