PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah salah satu unsur yang penting untuk menjadikan sumber daya manusia
yang berkualitas dan produktif. Tanggung jawab masalah kesehatan bukan hanya
semata-mata oleh pemerintah tapi juga menjadi tanggung jawab dari seluruh sekitar
termasuk masyarakat.
Derajat kesehatan sangat dipengaruhi oleh upaya pembangunan dan konsisi lingkunagan
sosial masyarakat yan kondusif bagi terciptanya status kesehatan masyaratakt. Dalam
melaksankan pembangunan berwawasan kesehatan, partisipasi aktif lintas sektoral dan
seluruh potensi masyarakat termasuk swasta sangatlah diharapkan.
Menciptakan kondisi kesehatan masyarakat telah terbingkai dalam pembangunan
kesehatan dalam Undang- Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992, bertujuan untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Salah satu tujuan
Pembangunan Kesehatan indonesia adalah upaya untuki memperbaiki kualitas pelayanan
kesehatan. Pelayanan yang berkualitas ini harus dapat dilaksanakan diseluruh pelayanan
kesehatanan pemerintah maupun swasta. Dengan pelayanan bermutu ini diharapkan
masyarakat akan memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan Runah Sakit dan sarana
pelayanan kesehatan lainnya.
Rumah Sakit telah menyediakan dan menawarkan beberapa bentuk pelayanan medis,
seperti Instalasi Gawat Darurat yang bisa disebut sebagagai “ Etalase “ dari suatu Rumah
Sakit, yaiutu bertujuan untuk memberikan pelayanan ksasus Gawat Darurat untuk
mengurangi anagka kecacatan dan kematian.
Untuk mencapai hal tersebut diperlukan Pedoman Akses Kontuinitas Pelayanan, yang
disusun dari berbagai buku standar yang berlaku, yang disesuaikan dengan kondisi RS
Tebet, sehingga dapat memberikan gambaran pelayanan dan mekanisme pelayanan,
sarana pendukung, SDM, logistik dan fasilitasnya.
B. Ruang Lingkup
Pelayanan di Rumah Sakit Tebet mempunyai ruang lingkup seperti :
1. Pelayanan Rawat Inap
2. Pelayanan Rawat Jalan
3. Proses admisi rawat jalan dan rawat inap
4. Proses Rujukan
5. Dokter penangggung jawab pasien (DPJP)
6. Pelayanan Ambulance
C. Tujuan
1. Perawatan yang berkesinambungan
2. Kebutuhan pasien sesuai dengan pelayanan
3. Pelayanan terkoordinasi dengan baik
4. Pasien pulang terencana dan di follow up dengan baik
D. Fokus Area
1. Saat pasien masuk RS
2. Kelanjutan perawatan
3. Pemulangan pasien rujukandan follow up
4. Perpindahan pasien
5. Transportasi pasien
BAB II
A PENDAFTARAN
Petugas registrasi IGD bertugas melakukan proses admisi pada pasien rawat jalan
maupun admisi pasien rawat inap yang bertujuan memberikan pelayanan kepada pasien
yang akan berobat jalan dan dirawat pelayanan maksimal.
Setiap pasien yang datang ke IGD dilakukan pendaftaran, keluarga pasien diarahkan ke
petugas registrasi IGD, jika pasien tidak ada yang mengantar maka petugas registrasi
IGD yang akan mendatangi pasien. Keluarga pasien akan ditanya tentang pasien apakah
merupakan pasien lama atau pasien baru, siapa penanggung jawab dan kartu identitas.
Setelah proses pemeriksaan selesai dan pasien dinyatakan boleh pulang, maka petugas
kasir akan menyelesaikan proses administrasi dengan memasukkan biaya tindakan,
barang habis pakai (termasuk obat), pemeriksaan penunjang dan biaya obat pulang yang
sebelumnya telah diinput oleh petugas Adm IGD dan petugas farmasi. Untuk pasien
umum, langsung melakukan transaksi pembayaran setelah proses administrasi oleh
bagian kaisr selesai. Untuk pasien jaminan asuransi, akan disesuaikan dengan limit
asuransi dan diperiksa apakah ada kelebihan yang harus dibayar, sedangkan untuk pasien
BPJS hanya melakukan tanda tangan diberkas adiministrasi pengobatannya.
Pasien yang harus dirawat inap akan melalui beberapa tahapan, tergantung pada
penjaminnya, apabila penjaminnya adalah perusahaan maka tempat perawatan
disesuaikan dengan hak kelasnya dan jika tempat penuh maka akan naik kelas atau turun
kelas sesuai dengan kerjasama yang berlaku. Jika penjamin adalah asuransi petugas
registrasi akan menghubungi pihak asuransi untuk mendapatkan persetujuan penjamin
untuk rawatinap dan tindakan yang akan dilakukan. Untuk pasien tanpa penjamin maka
pasien bebas untuk menentukan kelas perawatan dan bukti jaminannya.
Untuk pasien BPJS untuk rawat harus membawa surat rujukan dari PPK 1 (kecuali untuk
kasus yang sesuai kriteria emergency) dan kartu anggota BPJS pada bagian pendaftaran
untuk didata, dokter jaga akan memeriksa dan menentukan dokter spesialis yang akan
merawat sesuai dengan diagnosa, petugas registrasi IGD akan membuat SEP (surat )
untuk pendaftaran dan mencari kelas sesuai dengan hak kelasnya, pasien atau keluarga
pasien mengisi biodata rawat inap dan pasien masuk perawatan.
B SISTEM KOMUNIKASI
Komunikasi di IGD dilakukan dengan menggunakan fasilitas telepon ekstrenal dan
telepeon internal
Telpon internal :
C PELAYANAN
1. Skrinning
Skrining adalah tatacara penerimaan pasien yang disesuaikan dengan ada atau
tidaknya fasilatas yang dimiliki RS yang dibutuhkan oleh pasien yang bertujuan agar
pasien tertangani sesuai kondisi dan kebutuhan berdasarkan kemampuan RS.
Pelaksanaan skrining dilakukan pada kontak pertama didalam atau diluar RS.
Berdasarkan hasil skrining inilah apakah kebutuhan pasien sesuai dengan misi dan
sumber daya RS karena pasien hanya diterima apabila RS dapat menyediakan
pelayanan yang dibutuhkan pasien rawat inap dan rawat jalan yang tepat.
Skirining dilaksanakan melalui kriteria triase, evaluasi, atau pengamatan
pemeriksaaan fisik atau hasil dari pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik
atau pemeriksaan penunjang lainnya.
Proses melengkapi skrining dengan hasil tes diagnostik menjadi tanggungjawab
dalam memberikan keputusan pasien diterima atau dirujuk. Ditetapkan standar
pelaksanaan dari hasil diagnostik yang diperlukan sebelum penerimaan pasien.
Pasien tidak dirawat, dipindahkan, atau dirujuk sebelum diperoleh hasil tes yang
dibutuhkan tersedia.
Jenis Skrinning
a. Skrinning di dalam Rumah Sakit
1) Saat datang di Unit/ Instalasi
- Instalasi Gawat Darurat
Skrining di IGD menggunakan kriteria triase sistem START dengan
langkah :
a) Menilai apakah ada gangguan gaya berjalan?
b) Menilai apakah ada gangguan pernafasan dan gangguan sirkulasi?
c) Menilai berapa frekuensi nafas?
d) Menilai waktu pengisian kapiler.
e) Menilai status mental (mengikuti perintah sederhana).
f) Dokumentasikan hasil triase.
- Instalasi Rawat Jalan
Skrining di Instalasi Rawat Jalan adalah menentukan kebutuhan pelayanan,
apakah tetap sesuai antrian atau di transfer ke IGD dengan menggunakan
lembar skrining rawat jalan.
- Instalasi Penunjang (Laboratorium, Radiologi, Farmasi, Gizi)
- Admisi rawat inap
Kebutuhan pasien yang berkenaan dengan pelayanan preventif, kuratif,
rehabilitative dan paliatif dan isolasi diprioritaskan
Skrining pasien indikasi rawat inap dapat dilakukan oleh dokter umum
melalui IGD/Poliklinik dan oleh dokter spesialis
Pasien akan masuk pada kriteria kuratif, preventif, rehabilitative, pasien
indikasi rawat inap, memerlukan kamar isolasi atau dapat berobat jalan.
2) Melalui komunikasi telepon
Skrining oleh petugas IGD/Petugas informasi
a. Terima telepon dari pasien, keluarga pasien atau petugas medis lainnya.
b. Tanyakan kebutuhan
c. Tanyakan kondisi
d. Nilai apakah kebutuhan/kondisi dapat dilayani?
e. Apabila pelayanan yang dibutuhkan oleh pasien tidak tersedia, maka
arahkan pasien untuk berobat ke rumah sakit lain yang menyediakan
fasilitas tersebut.
b. Skrinning di luar Rumah Sakit
1) Pra rumah sakit (ditempat perujuk, tempat kejadian atau tempat
penjemputan)
2) Saat transportasi (di ambulance)
Dari hasil skrining petugas dapat menilai kebutuhan pasien sesuai dengan misi dan
sumber daya rumah sakit :
1. Kondisi pasien
- Kesadaran
- Vital sign
- Kebutuhan ruangan (ruangan biasa atau isolasi)
2. Diagnosa
3. Terapi dan tindakan yang sudah diberikan.
1. Laboratorium
Neonatus : Hb, Leukosit, Hematokrit, trombosit, GDS
Bayi : Hb, Leukosit, Hematokrit, trombosit, GDS
Anak : Hb, Leukosit, Hematokrit, trombosit.
Dewasa : Hb, Leukosit, Hematokrit, trombosit, GDS
2. Pemeriksaaan kimia darah pada anak dan dewasa sesuai indikasi.
3. EKG dilakukan untuk usia lebih dari 35 tahun dengan faktor resiko.
4. Radiologi (rontgen, usg) sesuai indikasi
2. Triage
Triage adalah seleksi pasien sesuai tingkat kegawat daruratan sehingga pasien
terseleksi dalam mendapatkan pertolongan sesuai dengan tingkat kegawat
daruratannya.
Triage di RS Tebet menggunakan system labeling warna, pasien ditentukan apakah
gawat darurat, gawat tidak darurat, atau darurat tidak gawat atau tidak gawat tidak
darurat. Pasien yang telah di seleksi diberi label warna pada listnya, sesuai dengan
tingkat kegawatannya.
Adapun pemberian labeling warna sesuai dengan tingkat kegawatannya, sebagai
berikut :
1) Pasien gawat darurat diberi label warna merah
2) Pasien gawat tidak darurat atau darurat tidak gawat diberi label warna kuning
3) Pasien tidak gawat dan tidak darurat diberi warna hijau
4) Pasien yang telah dinyatakan meninggal diberi label warna hitam
3. Pemeriksaan Pasien
Pasien yang datang ke IGD akan langsung dilakukan anamnesa dan pemeriksaan
fisik oleh dokter dan perawat, hasil pemeriksaan fisik di tulis di dalam assesmen awal
pasien, pemeriksaan dilakukan dari kepala sampai ke kaki, sehingga tidak ada yang
terlewat, karena hasil pemeriksaan sangat menetukan tindakan selanjutnya yang akan
di ambil dan juga untuk menentukan diagnosa untuk membantu menegakkan diagnosa
biasanya pasien juga akan dilakukan pemeriksaan penunjang baik laboratorium,
radiologi, dan lainnya yang sesuai dengan indikasi.
4. Observasi
Observasi adalah melakukan penilaian dan pengawasan kepada pasien yang
sudah diatasi kegawatdaruratannya yang bertujuan mencegah terjadinya perburukan
kembali kondisi pasien dan melakukan penilaian ulang kondisi pasien.
Apabila pasien sudah dilakukan pemeriksaan ternyata keadaan pasien masih
belum stabil maka akan dilakukan observasi, observasi dilakukan oleh dokter dan
perawat antara 5 – 15 menit sesuai dengan tingkat kegawatan dan jenis penyakitnya.
Hal-hal yang perlu di observasi adalah :
Keadaan umum pasien
Kesadaran pasien
Jalan napas
Tanda – tanda vital (tekanan darah, respirasi, nadi dan suhu).
Pasien dari rawat jalan yang membutuhkan observasi, pasien bisa dititipkan di
IGD. Dokter jaga selalu berkonsultasi dengan konsulen untuk perkembangan keadaan
pasien. Apabila kondisi sudah stabil pasien dapat dialihkan ke ruang perawatan atau di
rujuk ke RS lain.
6. Informed Concent
Untuk pasien yang akan dilakukan tindakan, sebelum tindakan dilakukan pihak
rumah sakit wajib memberi penjelasan kepada pasien dan pihak keluarga. Setelah
mendapat penjelasan pihak keluarga harus membuat pernyataan menyetujui tindakan
yang akan dilakukan yang ditulis pada informed concent.
Dokter jaga IGD akan mencatat hasil pemeriksaan fisik di catatan visum yang
kemudian akan diketik oleh bagian administrasi dan diperiksa kembali oleh dokter jaga
yang bersangkutan. Hasil visum dapat diambil dibagian front office oleh pihak
kepolisian.
9. Pelayanan DOA
Pasien yang datang ke IGD dengan tidak ada lagi tanda vital akan tetap
dilakukan tindakan pengobatan dan tindakan medis, tindakan dilakukan bertujuan untuk
melihat respon dari tindakan dan pengobatan yang telah dilakukan,petugas akan
menghentikan tindakan pengobatan dan tindakan medis jika dokter jaga menyatakan
sudah tidak ada respon.
Tindakan medis tidak lagi dilakukan jika tanda-tanda pasti kematian telah jelas
terlihat saat pemeriksaan awal.
2. Nurse Station
1. Petugas pendaftaran menghubungi petugas RM (Rekam Medis) untuk
mencarikan status pasien tersebut
2. Petugas perawat nurse station menerima berkas status pasien dari
petugas pendaftaran
3. Perawat melakukan asessmen keperawatan kepada pasien
4. Pasien / pelanggan dipersilahkan menuju ruang tunggu instalasi rawat
jalan, menanti giliran panggilan layanan yang diperlukan
5. Sistem pembayaran
6. Ketentuan Umum
Untuk kebutuhan pencatatan data pasien yang akan mendapat pelayanan
rawat jalan diberlakukan beberapa ketentuan sebagai berikut :
Pelayanan Rawat Inap RS Tebet memiliki 42 tempat tidur dengan kelas yang bervariasi
dan ditata secara baik sesuai kebutuhan perawatan.Perawat Rawat Inap.
c. Kegiatan Admission
1) Menentukan persyaratan pasien bisa masuk rumah sakit
2) Menerima pasien yang akan masuk unit rawat inap
3) Memproses Perpindahan pasien antar bangsal rawat inap didalam rumah
sakit atau antara rumah sakit dengan tempat kesehatan lainnya
4) Memproses pemulangan pasien dan kematian pasien
5) Mengelola daftar pasien yang menunggu ( waitting list)
6) Mengantar pasien ke unit rawat inap dan menyerahkan ke unit rawat inap
dibantu oleh Assisten perawat bila pasien dealam kondisi baik
7) Memberikan konsultasi keuangan kepada sebelum atau pada awal
pendaftaran
A. DEFINISI
Penundaan atau perubahan jadwal adalah penundaan atau perubahan jadwal
pelayanan atau pengobatan yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti :
Kondisi pasien
Dokter berhalangan
Kerusakan alat
Masalah administrasi dan lain – lain. (bukan berasal dari keinginan pasien)
B. RUANG LINGKUP
Penundaan atau perubahan jadwal pelayanan pada pasien harus dilihat sebagai
masalah antar disiplin dan multi disiplin. Oleh karena itu kebijakan ini berlaku untuk
seluruh karyawan di RS Kurnia, termasuk dokter, perawat dan seluruh karyawan RS
Kurnia.
C. TATA LAKSANA
1. Direktur bertanggung jawab sepenuhnya untuk memastikan efektifitas dan
menajemen resiko dalam pelayanan atau pengobatan untuk pengguna jasa (pasien
dan keluarganya) sehubungan dengan penundaan atau perubahan jadwal
pelayanan atau pengobatan pada pasien dan menyediakan infrastruktur yang tepat
dan dukungan yang berkesinambungan termasuk catatan dan pemantauannya.
2. Kepala bidang pelayanan bertanggung jawab terhadap manajemen operasional
rumah sakit termasuk didalamnya terlaksananya proses kebijakan penundaan
pelayanan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan pada pasien.
3. Kepala instalasi bertanggung jawab untuk terlaksananya proses kebijakan
penundaan pelayanan atau pengobatan pada pasien dan menjamin keselamatan
pasien setiap saat.
4. Kepala ruangan bertanggung jawab untuk :
a. Terlaksananya semua proses kebijakan penundaan atau perubahan jadwal
pelayanan atau pengobatan pada pasien di bagian unit perawatan
b. Memastikan adanya sistem operasional di dalam unit perawatan untuk
memastikan proses penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau
pengobatan pada pasien.
c. Melaporkan setiap masalah penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau
pengobatan pasien pada pihak kepala bidang untuk membantu memastikan
proses penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengoabatan pada
pasien.
d. Memastikan bahwa staff di unit perawatan paham akan maksud dari kebijakan
ini.
D. DOKUMENTASI
1. Dokumentasi ini akan dipantau untuk menjamin efektifitas dan jamin kepatuhan
indikator kuncinya sebagai berikut :
a. Jumlah kejadian di tiap unit yang merugikan dan yang hampir terjadi berkaitan
dengan penundaan atau perubahan jadwal pelayanan atau pengobatan pasien.
b. Jumlah keluhan yang berkaitan dengan penundaan / perubahan jadwal
pelayanan atau pengobatna kepada pasien.
c. Jumlah penundaan atau perubahan jadwal pelayanan pada pasien di tiap unit.
d. Jumlah pemulangan diluar jam normal dan unit rawat inap.
2. Hasil audit, tren/tema yang terindentifikasi dari pelaporan kejadian dan rencana
pelayanan atau pengobatan harus dilaporkan kepada direktur bersamaan dengan
laporan bulanan.
BAB V
PROSES PENERIMAAN PASIEN RAWAT INAP
DAN PENDAFTARAN RAWAT JALAN
Pada waktu proses penerimaan pendaftaran pasien rawat inap, pasien dan
keluarga diberikan penjelasan yang cukup untuk membuat keputusan berkenaan
dengan pelayanan yang dianjurkan. Penjelasan mencakup tentang pelayanan yang
dianjurkan, hasil yang diharapkan dan perkiraan biaya dari pelayanan tersebut.
Penjelasan tersebut dapat dalam bentuk lisan dan dipertegas dalam bentuk tertulis
yang di perkuat dengan tanda tangan petugas dan pasien / keluarga pasien sebagai
bukti bahwa penjelasan tersebut telah di berikan oleh petugas dan diterima dengan
baik oleh pasien/ keluarga.
Bukti tertulis diikut sertakan dalam rekam medis pasien.
c. Penjaminan BPJS
Petugas admisi meminta pasien / keluarga pasien untuk mengisi dan
menandatangani surat pernyataan status penjaminan pasien sebagai pasien
JKN yang dipandu oleh petugas admisi.
Petugas admisi meminta pasien / keluarga menyerahkan fotocopy kartu
berobat BPJS, fotocopy kartu KTP/SIM atau tanda pengenal lainnya , dan
rujukan dari klinik / puskesmas (PPK1) dari pasien tersebut.
Petugas admisi melakukan konfirmasi kepada petugas BPJS untuk
mendapatkan acc tindakan atau pembedahan.
Petugas admisi menghubungi ruang perawatan untuk memesankan kamar
rawat sesuai dengan hak pasien.
Petugas admission menginput data pasien kedalam sistem ICHA
Petugas admission membuat SEP (Surat eligibilitas pasien).
Petugas admission memberikan kartu tunggu pasien rawat kepada keluarga
pasien, menjelaskan tata tertib yang berlaku dan menjelaskan maanfaatnya
terlebih dahulu.
Petugas admission melakukan transfer informasi dokumen dan pasien kepada
asisten perawat dan menandatangani formulir check list kelengkapan data
dan dokumen pasien rawat inap.
Pasien diantar menggunakan alat transportasi sesuai dengan kondisi pasien
(kursi roda / stretcher) ke ruang rawat atau instalasi penunjang
Asisten perawat melakukan transfer informasi kepada perawat ruangan.
A. Latar Belakang
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri
(instalasi dibawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan
perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan
terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit
yang mengancam jiwa atau potensial mengancam jiwa. ICU menyediakan
kemampuan dan sarana, prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang
fungsi-fungsi vital dengan menggunakan ketrampilan staf medik, perawat dan
staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.
1. Batasan Operasional
Pelayanan ICU diindikasikan dan ditentukan oleh kebutuhan pasien yang sakit
kritis.
2. Landasan Hukum
Dasar hukum yang digunakan dalam penyusunan pedoman ini adalah sebagai
berikut :
STANDAR KETENAGAAN
STRUKTUR KETENAGAAN
MANAGER YANMED
KEPALA INSTALASI
KA.TIM
1 Kepala Dr.Spesialis 1
Instalasi Anesthesi
2 Tim Medis Dr.Spesialis Sesuai
kondisi
pasien
7 Cleaning SLTA 2
Service
B. Distribusi ketenagaan
Ketenagaan yang ada di Instalasi pelayanan intensif RSKM saat ini adalah 76%
perawat sudah mengikuti pelatihan ICU Dewasa dengan distribusi ketenagaan
pada setiap shift minimal 50 % tenaga yang jaga adalah tenaga perawat yang
telah mengikuti pelatihan ICU
C. Pengaturan jaga
Rumus penghitungan Kebutuhan Tenaga Perawat di Instalasi Perawatan
Intensif
AXBXCXDXE
FXG
Keterangan :
A: Jumlah Shift perhari
B: Jumlah Tempat Tidur di Instalasi Pelayanan Intensif
C: Jumlah hari kerja di instaslasi yang dipakai dalam 1(satu) minggu
D: Jumlah Pasien yang menginap
E: Tenaga tambahan untuk libur, sakit 20 – 25 %
F: Jumlah pasien yang dibantu oleh seorang perawat ( Ratio Perawat : Pasien )
G: Jumlah hari dari setiap perawat yang bekerja dalam 1 ( satu ) minggu
( sumber: Management of intensive care, guidelines for better use resources 2000)
4 orang Libur -
D. Pelatihan
Perawat yang bertugas di Instalasi Pelayanan Intensif harus memiliki
kompetensi tentang perawatan critical care yang di dapatkan dalam bentuk
pelatihan perawat ICU selama 2-3 bulan di instansi yang menyelengarakan
dengan kemampuan kompetensi dasar yang meliputi :
a. Pengenalan tanda kegawat-daruratan yang mengancam nyawa
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan perawat
b. Perawatan gawat darurat pendahuluan termasuk RJP dasar
c. Pemasangan intervensi intravaskuler
d. Melakukan pelayanan perawatan intensif sesuai kebutuhan pasien
e. Program pengendalian infeksi
f. Program keselamatan dan kesehatan kerja.
g. Penggunaan peralatan secara benar, efektif dan aman.
h. Pelayanan prima
STANDAR FASILITAS
A. Ruangan ICU
Ruang ICU Rumah Sakit Krakatau Medika terletak satu kelompok dengan
Instalasi Bedah Sentral, IGD, Hemodialisa, Radiologi, Laboratorium, sehingga
memudahkan untuk akses untuk pelayanan,luas ruangan ICU adalah 16 m x
16m persegi,dengan kapasitas tempat tidur yang tersedia adalah 9 Tempat
Tidur,dengan Vital sign Monitor sentral, oxygen sentral, suction wall, dan
Nurse Stasion langsung berhadapan dengan tempat tidur pasien.
B. Standar fasilitas
Fasilitas yang tersedia di ICU RS.Krakatau Medika
NO FASILITAS JM KETERANGAN
L
3 Pulse oxymetri 9
4 EKG 1
10 Ventilator 3
11 Oksigen sentral 9
20 Kapnograf 7
24 Hemodialisis 1
2. Pasien Prioritas 2
Pasien yang memerlukan pelayanan pemantauan canggih dari ICU dan
memerlukan terapi intensif segera, berhubungan dengan penyakit dasar jantung,
paru-paru atau ginjal akut berat, serta pasien dengan pembedahan mayor.
3. Pasien Prioritas 3
Pasien sakit kritis dan tidak stabil, dimana kemungkinan sembuh dan/atau
mendapat manfaat dari terapi di ICU sangat sedikit,antara lain pasien dengan
keganasan metastatic disertai penyulit infeksi pericardial temponade, atau
sumbatan jalan nafas, atau pasien dengan penyakit jantung atau paru terminal
disertai komplikasi penyakit akut berat.
Prioritas pasien dipindahkan dari ruang ICU berdasarkan pertimbangan medis oleh Tim
Medis yang merawat dan dokter Anesthesi sebagai penanggung jawab ICU.
Pada keseluruhan perpindahan pasien di rumah sakit, dimulai dari admisi sampai
dengan kepulangan atau perpindahan, dapat melibatkan berbagai departemen dan pelayanan
serta praktisi kesehatan untuk pemberian asuhan.
Dalam seluruh fase pelayanan, kebutuhan pasien disesuaikan dengan sumber daya
yang tersedia di dalam rumah sakit dan bila perlu di laur rumah sakit. Hal tersebut biasanya
dilakukan dengan menggunakan kriteria yan telah ditetapkan atau kebijakan di dalam rumah
sakit.
Untuk mewujudkan asuhan pasien yang berkesinambungan, rumah sakit memerlukan
desain dan melaksanakan proses pelayanan yang berkelanjutan dan koordinasi para dokter,
perawat dan tenaga kesehatan lain yang berada di :
1. Pelayanan emergensi dan pendaftaran pasien rawat inap.
2. Pelayanan diagnostik dan pelayanan pengobatan.
3. Pelayanan non bedah dan tindakan bedah.
4. Program pelayanan rawat jalan.
Pasien datang ke rumah sakit melalui Instalasi Gawat Darurat dan Instalasi Rawat
Jalan.
Pasien datang melalui Instalasi Gawat Darurat, dokter, perawat atau petugas yang sudah
terlatih melakukan triase berbasis bukti (ATS), setelah itu pasien masuk ke ruang
pemeriksaan dan diperiksa oleh dokter, dari hasil pemeriksaan dokter mendapatkan diagnosa
bahwa pasien dilakukan pemeriksaan penunjang seperti :
1. Pemeriksaan radiologi
2. Pemeriksaan laboratorium
Setelah ada hasil pemeriksaan, pasien dapat masuk ke ruang bedah, atau ruang perawatan
intensif sesuai dengan indikasi rawat.
Untuk pasien kebidanan non emergensi pasien dapat diantar langsung oleh perawat atau
bidan.
Pasien kebidanan emergensi akan diperiksa terlebih dahulu sebelum masuk ke ruang
perawatan oleh bidan dan akan di konsulkan ke dr. Sp.OG.
Apabila dari hasil pemeriksaan dokter dan hasil penunjang dinyatakan normal dan tidak
rekomendasi untuk dirawat, pasien akan dipulangkan dan diberi resep obat.
Untuk pasien yang dinyatakan meninggal baik dari IGD, maupun ruang perawatan
perawatan/kamar bersalin/instalasi perawatan intensifdapat dibawa langsung oleh keluarga ke
rumah duka setelah 2 jam dinyatakan meninggal.
Pasien yang datang melaui instalasi rawat jalan, pasien terlebih dahulu mengambil
nomer antrian, setelah itu daftar ke loket pendaftaran sesuai dengan kebutuhan pelayanan
(dokter spesialis, dokter umum).Dari hasil pemeriksaan dokter bila rekomendasi untuk
dirawat pasien akan diberikan form rawat inap, form pemeriksaan penunjang (rontgen,
laboratorium) dan tindakan medis yang diperlukan, dan pasien masuk keruang perawatan
diantar oleh perawat IGD setelah selesai dari bagian admission. Untuk pasien yang tidak
rekomendasi untuk dirawat pasien akan diberi resep dan dipulangkan.
Pasien dari IGD atau Intalasi Rawat Jalan yang direkomendasikan oleh DPJP untuk
dirawat atau untuk dilakukan pemeriksaan dan pelayanan yang tidak tersedia di RS Kurnia
Cilegon, DPJP akan memberikan surat rujukan atau rekomendasi ke RS lain.
BAB VIII
RUJUK/ TRANFER PASIEN
I. Latar Belakang
Rujuk pasien dapat dilakukan apabila kondisi pasien layak untuk di rujuk. Prinsip
dalam melakukan rujuk pasien adalah memastikan keselamatan dan keamanan
pasien saat menjalani rujuk. Pelaksanaan rujuk pasien dapat dilakukan intra rumah
sakit atau antar rumah sakit.
III. Tujuan
Tujuan dari manajemen rujuk pasien adalah:
- Agar pelayanan rujuk pasien dilaksanakan secara profesional .
- Agarpemindahan pasien dilaksanakan dengan memperhatikan keselamatan
pasien serta sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
Kompetensi Pendamping Pasien dan Peralatan yang harus Dibawa Selama Rujuk
1. Lakukan pencatatan yang jelas dan lengkap dalam semua tahapan rujuk, dan harus
mencakup:
a. detail kondisi pasien
b. alasan melakukan rujuk
c. nama konsultan yang merujuk dan menerima rujukan
d. status klinis pre-rujuk
e. detail tanda vital, pemeriksaan fisik, dan terapi yang diberikan selama rujuk
berlangsung
2. Pencatatan harus terstandarisasi antar-rumah sakit jejaring dan diterapkan untuk
rujuk intra- dan antar-rumah sakit.
3. Rekam medis harus mengandung:
a. resume singkat mengenai kondisi klinis pasien sebelum, selama, dan setelah
rujuk; termasuk kondisi medis yang terkait, faktor lingkungan, dan terapi yang
diberikan.
b. Data untuk proses audit. Tim rujuk harus mempunyai salinan datanya.
4. Harus ada prosedur untuk menyelidiki masalah-masalah yang terjadi selama proses
rujuk, termasuk penundaan transportasi.
5. Tim rujuk harus memperoleh informasi yang jelas mengenai lokasi rumah sakit
yang dituju sebelum merujuk pasien.
6. Saat tiba di rumah sakit tujuan, harus ada proses serah-terima pasien antara tim
rujuk dengan pihak rumah sakit yang menerima (paramedis dan perawat) yang
akan bertanggungjawab terhadap perawatan pasien selanjutnya.
7. Proses serah-terima pasien harus mencakup pemberian informasi (baik secara
verbal maupun tertulis) mengenai riwayat penyakit pasien, tanda vital, hasil
pemeriksaan penunjang (laboratorium, radiologi), terapi, dan kondisi klinis selama
rujuk berlangsung.
8. Hasil pemeriksaan laboratorium, radiologi, dan yang lainnya harus dideskripsikan
dan diserahkan kepada petugas rumah sakit tujuan.
9. Setelah menyerahkan pasien, tim rujuk dibebastugaskan dari kewajiban merawat
pasien.
LAMPIRAN 1
PERALATAN TRANSFER MINIMALUNTUK ANTAR RUMAH SAKIT
Discharge planning juga merupakan suatu proses yang berkesinambungan dan harus
sudah dimulai sejak awal pasien masuk ke rumah sakit (untuk rawat inap yang telah
direncanakan sebelumnya / elektif) dan sesegera mungkin pada pasien-pasien non-
elektif.
f.
g. Pilihan transportasi yang dapat digunakan adalah:
i. Ambulans
ii. Mobil pribadi
iii. Helikopter (bila diperlukan): biasanya digunakan untuk pasien dengan
penyakit akut yang berat dan harus ditransfer ke rumah sakit lain
iv. Taksi
h. Identifikasi dan latihlah professional kesehatan yang dapat merawat pasien
serta lakukan koordinasi dengan tim multidisiplin dalam merancang discharge
planning pasien.
i. Yang dimaksud tim multidisiplin ini adalah para professional kesehatan dari
disiplin ilmu yang berbeda-beda, seperti pekerja sosial, perawat, terapis,
dokter.
j. Lakukan diskusi dengan pasien dan keluarga mengenai alasan pasien dirawat,
tatalaksana, prognosis, dan rencana pemulangan pasien.
k. Tanyakan kepada pasien: ‘Anda ingin dirawat oleh siapa sepulangnya dari
rumah sakit?
l. Biasanya pasien akan memilih untuk dirawat oleh anggota keluarganya.
m. Tanyakan kepada keluarganya mengenai kesediaan mereka untuk merawat
pasien. Pastikan mereka diinformasikan mengenai Berikanlah mereka waktu
untuk memutuskan.
n. Berikut adalah hal-hal yang harus diketahui oleh pemberi layanan perawatan
pasien sepulangnya dari rumah sakit / carer(biasanya keluarga):
i. Rencana pemulangan pasien secara tertulis dan lisan
ii. Kondisi medis pasien
iii. Hak carer untuk memperoleh asesmen
iv. Penjelasan mengenai seperti apa terlibat dalam perawatan pasien
v. Keuntungan yang didapat
vi. Dampak finansial
vii. Akses penerjemah untuk memungkinkan komunikasi dan
pemahaman yang efektif
viii. Pemberitahuan mengenai kapan pasien akan dipulangkan
ix. Pengaturan transportasi
x. Demonstrasikan cara menggunakan peralatan tertentu sebelum
pasien dipulangkan dan pastikan terdapat jadwal pengecekan alat
yang rutin.
xi. Aturlah jadwal pertemuan berikutnya dengan pasien dan
Pendamping/ PJ Perawatan pasien.
o. Jika pasien menolak keterlibatan keluarga dalam diskusi, staf harus
memberitahukannya kepada keluarga dan menghargai keinginan pasien.
p. Jika terdapat konflik antara keinginan pasien dan keluarganya dalam
merancang discharge planning, staf harus melakukan peninjauan ulang
mengenai rencana perawatan dan mencari solusi realistik dari masalah yang
timbul. Salah satu cara adalah dengan konferensi kasus yang melibatkan
multi disipliner.
B. Saat pasien akan dipulangkan dari rumah sakit:
a. Saat pasien tidak lagi memerlukan perawatan rumah sakit, pasien
sebaiknya dipulangkan dan memperoleh discharge planning yang sesuai.
b. Yang berwenang memutuskan bahwa pasien boleh pulang atau tidak
adalah DPJP / konsultan penanggungjawab pasien (atau oleh orang lain
yang mendapat delegasi kewenangan dari konsultan).
c. Pastikan bahwa pasien dan keluarganya berperan aktif dalam perencanaan
dan pelaksanaan pemulangan pasien.
d. Lakukan penilaian pasien secara menyeluruh (holistik)
e. Nilailah kondisi fisik, mental, emosional, dan spiritual pasien
f. Pertimbangkan juga aspek sosial, budaya, etnis, dan financial pasien
g. Tentukan tempat perawatan selanjutnya (setelah pasien dipulangkan dari
rumah sakit) yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
Penentuan tempat ini dilakukan oleh DPJP dan tim perawatan bersama
dengan penanggungjawab pasien. Berikut adalah beberapa contoh tempat
perawatan:
i. Perawatan di rumah dengan penggunaan peralatan tambahan untuk
menunjang perawatan pasien
ii. Pemulangan pasien ke rumah tanpa perlu perawatan khusus
iii. Perawatan di rumah dengan didampingi oleh perawat / pendamping
pasien
iv. Rumah sakit / fasilitas perawatan jangka panjang
v. Fasilitas keperawatan yang terlatih
vi. Rumah perawatan umum, seperti panti jompo, dan sebagainya.
a. Jika tempat perawatan selanjutnya tidak memadai (tidak dapat
memenuhi kebutuhan pasien), maka pasien tidak dapat
dipulangkan.
b. Tim discharge planners (DPJP, PPJP, Karu, Tim PKRS)harus
berusaha untuk mencari tempat perawatan yang dapat menunjang
kebutuhan pasien.
c. Pastikan terjadinya komunikasi efektif antara pelaksanaan
perawatan primer, sekunder, dan sosial untuk menjamin bahwa
setiap pasien menerima perawatan dan penanganan yang sesuai dan
adekuat.
d. Petugas rumah sakit sebaiknya melakukan komunikasi dengan
dokter keluarga pasien / tim layanan primer mengenai rencana
pemulangan pasien.
e. Identifikasi pasien-pasien yang memerlukan perawatan khusus /
ekstra seperti kebutuhan perawatan kebersihan diri, sosial, dan
sebagainya. Usahakan untuk memenuhi kebutuhan pasien dan
berikan dukungan tambahan.
f. Diskusikan kembali dengan pasien dan buatlah kesepakatan
mengenai rencana keperawatan
g. Finalisasi rencana keperawatan dan aturlah proses pemulangan
pasien
h. Pastikan bahwa pasien dan keluarga / pendampingtelah
memperoleh informasi yang adekuat.
i. Hak pasien sebelum dipulangkan:
i. Memperoleh informasi yang lengkap mengenai diagnosis, asesmen medis,
rencana perawatan, detail kontak yang dapat dihubungi, dan informasi
relevan lainnya mengenai rencana perawatan dan tatalaksana selanjutnya.
ii. Terlibat sepenuhnya dalam discharge planning dirinya, bersama dengan
kerabat, pendamping, atau teman pasien.
iii. Rancangan rencana pemulangan dimulai sesegera mungkin baik sabelum /
saat pasien masuk rumah sakit.
iv. Memperoleh informasi lengkap mengenai layanan yang relevan dengan
perawatannya dan tersedia di masyarakat.
v. Memperoleh informasi lengkap mengenai fasilitas perawatan jangka
panjang, termasuk dampak finansialnya.
vi. Diberikan nomor kontak yang dapat dihubungi saat pasien membutuhkan
bantuan / saran mengenai pemulangannya
vii. Diberikan surat pemulangan yang resmi, dan berisi detail layanan yang
dapat diakses
viii. Memperoleh informasi lengkap mengenai kriteria dilakukannya perawatan
yang berkesinambungan
ix. Tim discharge planner (DPJP, PPJP, Karu, Tim PKRS)tersedia sebagai
orang yang dapat dihubungi oleh pasien dalam membantu memberikan
saran
x. Memperoleh akses untuk memberikan complain mengenai pengaturan
discharge planning pasien dan meperoleh penjelasannya
j. Pada pasien yang ingin pulang dengan sendirinya atau pulang
paksa (di mana bertentangan dengan saran dan kondisi medisnya),
dapat dikategorikan sebagai berikut:
i. Pasien memahami risiko yang dapat timbul akibat pulang paksa
ii. Pasien tidak kompeten untuk memahami risiko yang berhubungan
dengan pulang paksa, dikarenakan kondisi medisnya
iii. Pasien tidak kompeten untuk memahami risiko yang berhubungan
dengan pulang paksa, dikarenakan gangguan jiwa
k. Dokumentasikan rencana pemulangan pasien di rekam medis dan
berikan salinannya kepada pasien dan dokter keluarganya.
l. Ringkasan / resume discharge planning pasien berisi:
i. Resume perawatan pasien selama di rumah sakit
ii. Resume rencana penanganan / tatalaksana pasien selanjutnya
iii. Regimen pengobatan pasien
iv. Detail mengenai pemeriksaan lebih lanjut yang diperlukan dan terapi
selanjutnya
v. Janji temu dengan professional kesehatan lainnya
vi. Detail mengenai pengaturan layanan di komunitas / publik dan waktu
pertemuannya
vii. Nomor kontak yang dapat dihubungi jika terjadi kondisi emergensi /
pembatalan pertemuan / muncul masalah-masalah medis pada pasien.
m. Rencanakan dan aturlah pertemuan selanjutnya dengan pasien
BAB X
PENOLAKAN TINDAKAN MEDIS
A. LATAR BELAKANG
Bahwa setiap pasien atau keluarga pasien yang mendapat pelayan kesehatan berharap
keluahan dan penyakit pasien akan disembuhkan.
Pesetujuan mengenai tindakan medic yang akan dijalaninya merupakan hak pasien
yang mendasar. Pasien dapat menyetujui atau menolak rencana tindakan atau nasehat
medis, dari persetujuan tersebut barulah dokter dapat bertindak upaya – upaya
penyembuhan yan diperlukan. Hak persetujuan atau penolakan merupakan hak asasi
seseorang untuk menentukan nasib kesehatannya sendiri. Setiap manusia dewasa yang
sehat jasmani rohaninya memiliki hak untuk menentukan apa yang akan dilakukan
terhadap tubuhnya.
Dokter tidak berhak melakukan tindakan medik yang bertetangan dengan kemauan
pasien meskipun itu kepentingan pasien.
B. DEFINISI
3. Proses sekaligus hasil dari suatu komunikasi yang efektif antar pasien
dengan dokter dan bukan sekedar penandatanganan formulir penolakan.
IV. Tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi adalah tindakan medis
yang berdasarkan tingkat probabilitas tertentu dan dapat mengakibatkan
kematian atau kecacatan.
V. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam
keadaan sehat maupun sakit.
VI. Dokter adalah lulusan pendidikan kedokteran baik di dalam maupun di luar
negeri yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia sesuai dengna
peraturan perundang undangan.
VII. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak – anak
kandung dan saudara – saudara kandung.
C. RUANG LINGKUP
Panduan penolakan tindakan/nasehat medis ini diterapkan di lingkup rumah sakit dan
ditujukan kepada :
1. Pasien
2. Keluarga pasien
3. Dokter penanggungjawab
4. Perawat pemberi pelayanan
1. Hak menerima atau menolak sebagian atau seluruh pertolongan (kecuali tak sadar,
penyakit menular berat, gangguan jiwa berat).
2. Hak atas rahasia pribadi (kecuali perintah UU, pengadilan, ijin ybs, kepentngan
ybs, kepentingan masyarakat).
3. Hak tuntut ganti rugi akibat salah atau kelalaian (kecuali tindakan penyelamatan
nyawa atau cegah cacat).
Bila penolakan tindakan dan pengobatan ini terjadi dan konsekuensi dari
penolakan tersebut berakibat serius, maka keputusan tersebut harus didiskusikan
oleh DPJP dengan pasien, tidak bermaksud untuk mengubah pendapatnya tetapi
untuk mengklarifikasi situasinya. Oleh karena itu perlu dicross cek kembali
apakah pasien mengerti informasi tentang keadaan pasien, tindakan atau
pengobatan serta semua kemungkinan efek sampingnya. Dalam setiap masalah
seperti ini, rincian setiap diskusi harus secara jelas didokumentasikan dengan baik.
Menentukan kompetensi pasien pada situasi seperti ini seringkali sulit. Nyeri, syok
atau pengaruh obat-obatan dapat mempengaruhi kompetensi pasien. Jika pasien
dipastikan kompeten dan memutuskan untuk membatalkan persetujuannya, maka
dokter harus menghormatinya dan membatalkan tindakan atau pengobatannya.
Terkadang keadaan tersebut terjadi saat tindakan sedang berlangsung. Bila suatu
tindakan menimbulkan teriakan atau tangisan karena nyeri, tidak perlu diartikan
bahwa persetujuannya dibatalkan, maka tindakan dapat dilanjutkan. Tetapi bila pasien
menolak dilanjutkan, apabila memungkinkan maka dokter harus menghentikan
tindakannya, mencari tahu masalah yang dihadapi pasien dan menjelaskan akibatnya
jika tindakan tidak dilanjutkan.
(Dikutip dari Konsil Kedokteran Indonesia tahun 2006, berdasarkan UU No.29 tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran)
BAB XII
PANDUAN DPJP
RUANG LINGKUP
Pedoman ini berlaku pada semua lini pelayanan rumah sakit yang meliputi : Rawat jalan,
Emergensi, rawat inap, ruang perawatan khusus (ICU,HCU,NICU,PICI,ICCU,Hemodialisis)
dan ruang tindakan. Dokter penanggung jawab palayanan (DPJP) bertanggung jawab untuk
koordinasi selama pasien dirawat diketahu dan tersedia dalam seluruh fase asuhan rawat.
A. DASAR
Yang menjadi dasar dalam penetapan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)
adalah :
1. UU no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 5 : Rumah sakit mempunyai fungsi
: huruf b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang pari purna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
2. UU no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 29 Setiap Rumah Sakit
mempunyai kewajiban : huruf r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal
Rumah Sakit (hospital by laws).
3. UU no 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran pasal 3 pengaturan praktik
kedokteran bertujuan untuk :
a. Memberikan perlindungan kepada pasien,
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh
dokter dan dokter gigi, dan
c. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi
4. UU no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 43 menyatakan Rumah Sakit wajib
menerapkan sasaran keselamatan pasien.
5. Permenkes 1691 tahun 2011 tentang keselamatan pasien Rumah Sakit
6. Pasal 7 Permenkes 1691 tahun 2011 mengatur hal berikut :
a. Setiap Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien
b. Standar keselamatan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
1) Hak Pasien
2) Mendidik pasien dan keluarga
3) Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan
4) Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
5) Mendidik staf tentang keselamatan pasien dan
6) Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
7) Pada lampiran Permenkes 1691 tahun 2011 pengaturan tentang standar I.
Hak pasien, adalah sebagai berikut.
Standar : Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan
terjadinya insiden.
Kriteria :
a) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
b) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan
c) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana
dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk
kemungkinan terjadinya insiden.
7. Permenkes 755 tahun 2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik Rumah Sakit.
8. Permenkes 1438 tahun 2010 tentang standar pelayanan kedokteran.
9. Kode etik kedokteran Indonesia, PB IDI, 2012.
10. SK Pengurus Besar IDI no 111/PB/A.4/02/2013 tentang Penerapan Kode Etik
Kedokteran Indonesia.
11. Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia no 21A/KKI/KEP/IX/2006 tentang
Pengesahan Standar Kompetensi Dokter dan Keputusan Konsil Kedokteran
Indonesia no 23/KKI/KEP/XI/2006 tentang Pengesahan Standar Kompetensi Dokter
Gigi.
12. Peraturan konsil kedokteran Indonesia no 11 yahun 2012 tentang standar
Kompetensi Dokter Indonesia.
13. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia no 48/KKI/PER/XII/2010 tentang
Kewenangan Dokter Indonesia.
14. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia no 4 Tahun 2011 tentang Disiplin
Profesional Dokter dan Dokter Gigi.
15. Keputuran Konsil Kedokteran Indonesia no 19/KKI/KEP/IX/2006 tentang Buku
Kemitraan Dalam Hubungan Dokter – Pasien.
16. Keputusan Konsil Kedoktearn Indonesia no 18/KKI/KEP/IX/2006 tentang Buku
Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia.
17. Konsil Kedokteran Indonesia : Komunikasi Efektif Dokter – Pasien, 2006.
B. PENGERTIAN
1. DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) : adalah seorang dokter memberikan
asuhan medis lengkap (paket) kepada satu pasien dengan satu patalogi / penyakit
sesuai dengan kewenangan klinis yang diberikan rumah sakit dari awal sampai
dengan akhir perawatan di rumah sakit, baik pada pelayanan rawat jalan dan rawat
inap. Asuhan medis lengkap artinya melakukan asesmen medis sampai dengan
implementassi rencana serta tindak lanjutnya sesuai kebutuhan pasien.
2. DPJP adalah dokter spesialis, dokter umum dan dokter gigi spesialis.
3. Pasien dengan lebih dari satu penyakit dikelola oleh lebih dari satu DPJP sesuai
kewenangan klinisnya, dalam pola asuhan secara tim atau terintegrasi. Contoh :
pasien dengan Diabetes Mellitus, Katarak dan Stroke, dikelola oleh lebih dari satu
DPJP : Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Dokter Spesialis Mata dan Dokter
Spesialis Saraf.
4. DPJP Utama : bila pasien dikelola oleh lebih dari satu DPJP, maka asuhan medis
tersebut dilakukan secara terintegrasi dan secara tim diketuai oleh seorang DPJP
Utama. Peran DPJP utama adalah sebagai coordinator proses pengelolaan asuhan
medis bagi pasien ybs (“Kapten Tim”), dengan tugas menjaga terlakasananya asuhan
medis komprehensif – terpadu – efektif, keselamatan pasien, komunikasi efektif,
membangun sinergisme, dengan mendorong penyesuaian pendapat (adjustment)
antar anggota, mengarahkan agar tindakan masing – masing DPJP bersifat
kontributif (bukan intervensi), serta mencegah duplikasi.
5. Dokter yang memberikan pelayanan interpretative, misalnya memberikan uraian /
data tentang hasil laboratorium atau radiologi, tidak dipakai istilah DPJP, karena
tidak memberikan asuhan medis yang lengkap.
6. Asuhan pasien (patient care) diberikan dengan pola Pelayanan Berfokus pada Pasien
(Patient Centered Care), dan DPJP merupakan Ketua (Team Leader) dari tim yang
terdiri dari paraprofessional pemberi asuhan pasien / staf klinis dengan kompetensi
dan kewenangan yang memadai, yang a.l. terdiri dari dokter,perawat,ahli
gizi,apoteker,fisioterapis dsb.
7. Manajer Pelayanan Pasien : adalah professional di rumah sakit yang melaksanakan
manajemen pelayanan pasien, yaitu proses kolaboratif mengenai asesmen,
perencanaan, fasilitasi,koordinasi asuhan, evaluasi dan advokasi untuk opsi dan
pelayanan bagi pemenuhan kebutuhan pasien dan keluarganya yang komprehensif,
melalui komunikasi dan sumebr daya yang tersedia sehingga memberi hasil
(outcome) yang bermutu dengan biaya – efektif.
D. ASUHAN MEDIS
Asuhan pasien (patient care) dapat terdiri dari a.l. asuhan medis, asuhan
keperawatan, asuhan obat, asuhan gizi dsb. Asuhan pasien dalam konteks Pelayanan
Fokus pada Pasien (Patient Centered Care), dilakukan oleh semua professional pemberi
asuhan, a.l. dokter, perawat, ahli gizi, apoteker dsb, disebut sebagai Tim Interdisiplin.
Asuhan medis diselenggarakan berdasarkan kesepakatan antara dokter dengan pasien
(UU no 29/2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 39). Asuhan pasien yang dilakukan
oelah masing – masing pemberiasuhan, terdiridari 2 blok kegiatan : Asesment Pasien dan
Implemetasi rencanana.
1. Terdiri dari 3 langkah :
a. Pengumpulan informasi, a.l. pemriksaan fisik, pemerikaan penunjang, dsb
b. Analisis Informasi menghasilkan diagnosis, masalah atau kondisi, untuk
mengidentifikasi kebutuhan pelayanan pasien
c. Menyusun rencana (care plan ) pelayanan dan pengobatan, untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan
2. Implementasi rencana dan monitor
Asuhan medis dirumah sakit diberikan oleh dokter spesialis, disebut sebagai DPJP.
Di unit / instalasi gawat darurat dokter jaga yang telah menjalani pelatihan –
bersertifikat kegawat-daruratan, a.l. ATLS, ACLS, PPGD, menjadi DPJP pada saat
asuhan awal pasien gawat – darurat. Saat pasien dikonsul / rujuk ke dokter spesialis
dan memberikan asuhan medis, maka dokter spesilis tsb menjadi DPJP pasien
tersebut menggantikan DPJP tsb sebelumya.
Pemberian asuhan medis di rumah sakit agar mengacu kepada Buku
Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia (Kep Konsil no
18/KKI/KEP/IX/2006). Penerapan panduan ini selain menjaga mutu asuhan dan
keselamatan pasien, juga dapat menghindari pelanggaran disiplin.
Asas, Dasar, Kaidah, dan Tujuan Praktik Kedokteran di Indonesia intinya adalah sbb
:
Asas : nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, kesemimbangan, serta
perlindungan dan keselamatan pasien
Kaidah dasar moral : Menghormati martabat manusia (respect for person),
Berbuat baik (beneficence), Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence),
Keadilan (justice)
Tujuan : Memberikan perlindungan kepada pasien, Mempertahankan dan
meningkatkan mutu pelayanan medic, Memberikan kepastian hukum kepada
masyarakat, dokter, dan dokter gigi.
DOKUMENTASI
Regulasi yang adekuat tentang DPJP dalam pelaksanaan asuhan medis, dan
panduan ini merupakan acuan utama bagi rumah sakit. Regulasi mencerminkan pengelolaan
risiko klinis dan pelayanan berfokus kepada pasien (patient centered care). Regulasi tsb
diatas agar dapat diterapkan oleh para pemberi asuhan, termasuk DPJP, sehingga terwujud
asuhan pasien yang bermutu dan aman.
Di Rumah Sakit Krakatau Medika pendokumentasian dalam menetapkan dokter
penanggung jawab pelayanan (DPJP) adalah dengan menggunakan formulir surat pengantar
rawat inap. Bagi pasien dari Unit Gawat Darurat (UGD) penetapan DPJP mengacu kepada
jadwal On Call yang ditetapkan oleh ketua SMF.
Bila seorang DPJP menemukan masalah lain dari pasien yang dirawat olehnya dan
bukan bagian dari kewenangan klinisnya, maka DPJP melakukan konsul/rawat bersama/alih
rawat kepada dokter spesialis lain yang mempunyai kewenangan klinis terhadap masalah
pasien tersebut. Pendokumentasian hal ini dengan menggunakan formulir Permohonan
Konsultasi.
Bila DPJP cuti atau berhalangan hadir, DPJP dapat melimpahkan ke dokter
spesialis lain yang mempunyai kewenangan klinis untuk menangani pasien tersebut. Dalam
hal ini DPJP tersebut disebut sebagai DPJP pengganti. Informasi cuti di isi melalui fornulir
cuti dokter dan menunjuk dokter pengganti untuk pelayanan di rawat jalan dan rawat inap.
BAB XII
MENGATASI HAMBATAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit, tidak menutup kemungkinan,
rumah sakit seringkali harus melayani komunitas dengan berbagai keragaman. Ada
pasien-pasien yang telah berumur, atau menderita cacat, bahasa atau dialeknya
beragam juga budayanya, atau ada hambatan lainnya yang membuat proses
mengakses dan menerima perawatan sangat sulit. Rumah sakit mengidentifikasi
hambatan-hambatan tersebut dan menerapkan proses untuk mengurangi hambatan
bagi pasien yang berupaya mencari perawatan. Rumah sakit juga mengambil tindakan
untuk mengurangi dampak dari hambatan yang ada pada saat memberikan layanan.
Hal ini dapat mengganggu jalannya pelayanan kesehatan, bahkan membuat emosi
atau stress yang mempengaruhi efesiensi dan produktivitas kerja.
Sehingga perlu dibuat suatu panduan dalam mengatasi hambatan tersebut agar semua
dapat diatasi dengan baik. Dalam setiap hambatan yang disampaikankan oleh
pelanggan kepada Krakatau Medika Hospital, selalu ditanggapi dengan baik dan
diselesaikan dengan cepat. Hal ini perlu dilakukan agar tidak terjadi konflik yang
lebih serius dengan. Setiap permasalahan yang terjadi selalu diusahakan untuk
diselesaikan dengan mengacu pada panduan ini.
1. Maksud dibuatkannya buku Panduan ini adalah sebagai acuan dalam tata cara
menerima dan menyelesaikan hambatan dalam pelayanan dari para pelanggan
untuk mencapai perbaikan kinerja dan kualitas pelayanan yang lebih baik bagi
rumah sakit.
2. Tujuan dibuatkannya buku panduan ini adalah untuk menjaga standar layanan
yang diberikan oleh Rumah Sakit dalam rangka memenuhi harapan Pelanggan
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup kegiatan pelayanan dalam mengatasi hambatan untuk seluruh pasien
yang akan berobat ke RS Kurnia Cilegon.
D. PENGERTIAN
Hambatan dapat diartikan sebagai halangan atau rintangan yang dialami (Badudu
Zain,1994:489). Dalam konteks komunikasi dikenal pula gangguan (mekanik maupun
semantik).Gangguan ini masih termasuk kedalam hambatan komunikasi.Efektifitas
komunikasi salah satunya akan sangat tergantung kepada seberapa besar hambatan
komunikasi yang terjadi.
Didalam setiap kegiatan komunikasi, sudah dapat dipastikan akan menghadapi
berbagai hambatan. Hambatan dalam kegiatan komunikasi yang manapun tentu akan
mempengaruhi efektifitas proses komunikasi tersebut. Karena pada komunikasi masa
jenis hambatannya relative lebih kompleks sejalan dengan kompleksitas komponen
komunikasi masa dan perlu diketahui juga, bahwa komunikasi harus bersifat
heterogen
E. JENIS-JENIS HAMBATAN
1. Hambatan Fisik Dalam Proses Komunikasi
Merupakan jenis hambatan berupa fisik, misalnya cacat pendengaran (tuna rungu,
tuna netra, tuna wicara). Maka dalam hal ini baik komunikator maupun
komunikan harus saling berkomunikasi secara maksimal, bantuan panca indera
juga berperan penting dalam komunikasi ini.
Contoh : apabila seorang perawat dengan pasien berusia lanjut, maka perawat
harus bersikap lemah lembut dan sopan tetapi bukan berarti tidak pada pasien
lain. Perawat harus lebih memaksimalkan volume suaranya apabila perawat
bicara pada pasien tuna rungu.Begitu pula halnya si pasien , apabila pasien
menderita tuna wicara maka sebaiknya pasien itu mengoptimalkan
pancainderanya (missal : gerak tangan, gerakan mulut) agar perawat dapat
menangkap apa yang pasien ucapkan, atau pasien tuna wicara bisa membawa
rekannya atau pengantar/keluarga untuk menterjemahkan pada perawat apa yang
sebetulnya pasien itu ucapkan.
Hambatan yang dilihat dari asfek fisiknya dapat dibagi menjadi beberapa bagian:
A. Tuna Netra
Seseorang dikatakan tuna netra apabila mereka kehilangan daya lihatnya
sedemikian rupa sehingga tidak dapat menggunakan fasilitas pada umumnya.
Menurut Kaufman & Hallaha, tuna netra adalah individu yang memiliki lemah
penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau
tidak lagi memiliki penglihatan.
Tuna netra dibagi menjadi dua :
1) Kurang awas (low vision) yaitu seseorang dikatakan kurang awas bila
masih memiliki sisa penglihatan sedemikian rupa, sehingga masih
sedikit melihat atau masih bisa membedakan gelap dan terang.
2) Buta (Blind) yaitu seseorang dikatakan buta apabila sudah tidak
memiliki sisa penglihatan sehingga tidak dapat membedakan gelap dan
terang.
Ciri – Ciri Fisik :
1) Memiliki daya dengar yang sangat kuat sehingga dengan cepat pesan-
pesan melalui pendengaran dapat dikirim ke otak.
2) Memiliki daya pengobatan yang sensitif sehingga apa yang ia rasakan
dapat dikirim langsung ke otak.
3) Kadang-kadang mereka suka mengusap-usap mata dan berusaha
membelalakkannya.
4) Kadang-kadang mereka memiliki perilaku yang kurang nyaman bisa
dilihat oleh orang normal pada umumnya atau dengan sebutan blindsm
( misalnya: mengkerut-kerutkan kening, menggeleng-gelengkan kepala
secara berulang-ulang dengan atau tanpa disadarinya.
B. Tuna Daksa
Seseorang dikatakan Tuna daksa apabila terdapat kelainan anggota tubuh
sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk sehingga
mengakibatkan turunnya kemampuan normal untuk melakukan gerakan-
gerakan tubuh tertentu dan untuk mengoptimalkan potensi kemampuannya
diperlukan layanan khusus. Tuna daksa ada dua kategori, yaitu :
1) Tuna daksa orthopedic (orthopedically handicapped) yaitu mereka yang
mengalami kelainan, kecacatan tertentu sehingga menyebabkan
terganngunya fungsi tubuh. Kelainan tersebut dapat terjadi pada bagian
tulang, otot tubuh maupun pada daerah persendian, baik yang dibawa
sejak lahir maupun yang diperoleh kemudian.
2) Tuna daksa syaraf (neurological handicapped) yaitu kelainan yang
terjadi pada anggota tubuh yang disebabkan gangguan pada syaraf.
Salah satu kategori penderita tuna daksa syaraf dapat dilihat pada anak
cerebral palsy.
Ciri-ciri Fisik :
1. Memiliki kecerdasan normal bahkan ada yang sangat cerdas.
2. Depresi, kemarahan dan rasa kecewa yang mendalam disertai dengan
kedengkian dan permusuhan.
3. Penyangkalan dan penerimaan atau suatu keadaan emos.
4. Meminta dan menolak belas kasihan dari sesama, ini merupakan fase dimana
seseorang akan mencoba menyesuiakan diri untuk dapat hidup dengan
kondisinya yang sekarang.
Ciri-ciri Sosial :
Kelompok ini kurang memiliki akses pergaulan yang luas karena keterbatasan
aktivitas geraknya, dan kadang-kadang menampakkan sikap marah-marah
(emosi) yang berlebihan tanpa sebab yang jelas.
C.Tuna Rungu
Ciri-ciri Fisik :
1. Berbicara keras dan tidak jelas
2. Suka melihat gerak bibir atau gerak tubuh teman bicaranya
3. Telinga mengeluarkan cairan
4. Menggunakan alat bantu dengar
5. Bibir sumbing
6. Suka melakukan gerakan tubuh
7. Cenderung pendiam
8. Suara sengau
9. Cadel
Ciri-ciri mental :
Tuna Wicara
Seorang dikatakan tuna wicara apabila mereka mengalami kesulitan berbicara. Hal ini
disebabkan kurang atau tidak berfungsinya alat – alat bicara seperti rongga mulut,
lidah, langit – langit dan pita suara. Selain itu , kurang atau tidak berfungsinya organ
pendengaran, keterlambantan perkembangan bahasa, kerusakan pada system syaraf
dan struktur otot serta ketidakmapuan dalam control gerak juga dapat mengakibatkan
keterbatasan dalam berbicara. Diantara individu yang mengalami kesulitan, ada yang
sama sekali tidak dapat berbicara dapat mengeluarkan bunyi tetapi tidak mengucapkan
kata – kata dan ada yang berbica tetapi tidak jelas. Maslah yang utam pada diri
seorang tuna wicara adalah mengalami kehilangan atau terganggungya fungisi
pendengaran dan atau fungsi bicara. Yang disebabkan oleh bawaan lahir, kecelakaan
maupn penyakit.
b. Prasangka
Prasangka berkaitan dengan persepsi orang tentang seseorang atau kelompok
lain, sikap serta perilakunya . untuk mengatasi hambatan komunikasi yang
berupa prasangka pada pasien, maka perawat/tenaga kesehatan yang akan
menyampaikan pesan melalui media/langsung sebaiknya komunikator/tenaga
kesehatan yang netral dalam arti bukan orang controversial, reputasinya baik
artinya tidak, ia tidak pernah terlibat dalam suatu peristiwa yang telah
membuat luka hati pasien atau komunikan, dengan kata lain tenaga kesehatan
harus acceptable, disamping memiliki kredibilitas yang tinggi karena
kemampuan dan keahliannya dalam komunikasi.
c. Stereotip
Adalah gambaran atau tanggapan mengenai sifat atau watak bersifat negative.
Seandainya dalam proses komunikasi ,komunikan/pasien memiliki stereotif
tertentu maka tenaga kesehatan/komunikatornya dapat dipastikan pesan
apapun tidak dapat diterima oleh komunikan/pasien.
d. Motivasi
Motif adalah sesuatu yang mendasari motivasi karena motif memberi tujuan
dan arah pada tingkah laku manusia, tanggapan seseorang terhadap pesan
komunikasipun berbeda sesuai dengan jenis motifnya.
c. Rasisme
Rasisme dalam keperawatan adalah penghalang transcultural komunikasi antara
perawat dan pasien, dan antara perawat dan penyedia perawatan kesehatan
lainnya , tipe-tipenya:
1. Rasisme individu : diskriminasi karena karakteristik biologis
2. Rasisme budaya : menganggap budaya sendiri lebih superior
3. Kelembagaan rasisme :Lembaga (Universitas, bisnis, rumah sakit, sekolah,
dll) memanipulasi atau mentolerir kebijakan yang tidak adail membatasi ras
tertentu, budaya atau kelompok.
d. HambatanBahasa
1. Bahasa asing
2. Berbeda dialek dan regionalism
3. Idiom dan “berbicara jalanan”
Bahasa asing, dialek dan regionalism, bahkan ketika perawat/tenaga kesehatan
dan pasien berbicara bahasa yang sama, kesalahpahaman dapat muncul, bahkan
ketika pasien datang/WNA sedangkan perawat/tenaga kesehatan tidak memahami
bahasa pasien hambatan dapat membawa/menghasilkan frustasi dan konflik.
Untuk berkomunikasi secara efektif dengan pasien , maka perlu seorang
penterjemah, seorang jurubicara yang terampil dapat membantu tenaga kesehatan
sehingga dapat mengatasi kecemasan dan frustasi yang dihasilkan oleh hambatan
bahasa.
TATA CARA
Untuk dapat memberikan kenyaman dan kemudahan dalam memberikan pelayan bagi pasien
dengan hambatan rumah sakit harus memiliki saran dan prasarana yang mendukung kursi
roda dan brankar.
Pelayanan umum yan diberikan oleh KMH yang dengan yang mengalami hambatan :
Hambatan fisik dengan pasien atau keluarga pasien dapat dibantu oleh seorang security
Jika seorang security mengalami kesulitan dalam membantu pasien atau keluarga pasien
dapat dibantu oleh perawat.
TATA LAKSANA
Upaya-Upaya dalam Menghadapi Hambatan Berkomunikasi
Untuk mengetahui hambatan tersebut dapat ditanggulangi dengan cara sebagai berikut :
1. Mengecek arti dan maksud yang disampaikan
2. Meminta penjelasan lebih lanjut
3. Mengecek umpan balik dan hasil
4. Mengulangi pesan yang disampaikan memperkuat dengan bahasa isyarat
5. Mengakrabkan antara pengirim dan penerima
6. Membuat pesan secara singkat, jelas dan tepat
7. Menunjuk satu PIC atau penanggung jawab bila hambatannya itu karena
ketidakmampuan tenaga kesehatan berbicara dalam bahasa asing(contoh: bahasa
Korea/bahasaInggris)
BAB XIII
TRANSPORTASI PASIEN
A. Latar Belakang
Ambulans sebagai sarana transportasi di sebuah pasien rumah sakit sangatlah penting
baik itu rumah sakit berskala besar atau kecil.
RS Kurnia Cilegonsebagai salah satu pemberi jasa pelayanan kesehatan pada
masyarakat di Cilegon khususnya dan Banten umumnya juga memiliki ambulans yang
digunakan sebagai sarana tranportasi pasien dari dan ke luar RS Kurnia Cilegon.
Fungsi ambulans sebagai sarana tranportasi pasien di rumah sakit harus dapat
menjamin keselamatan dan kenyamanan pasien sampai ketempat yang dituju.Sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
B. Tujuan
1. Memindahkan pasien gawat darurat dengan aman tanpa memperberat keadaaan
pasien ke sarana kesehatan yang memadai.
2. Sebagai alat transportasi bagi pasien yang memerlukan tindakan medis atau
pemeriksaan penunjang ke rumah sakit lain.
3. Memberikan pelayanan bagi masyarakat umum di area Cilegon dan sekitarnya yang
memerlukan pelayanan medis di RS Kurnia Cilegon.
C. Landasan Hukum
1. Undang – undang Penaggulangan Bencana Nomor 24 tahun 2007
2. Undang – undang kesehatan Nomor 36 tahun 2006
3. Undang – undang Rumah sakit No.44 tahun 2009
4. S.K MENKES No. 856/Menkes/SK/IX/ 2009 tentang Standar IGD Rumah Sakit.
5. Kepmenkes No.0152/YanMed?RSKS/1987,tentang standarisasi Kendaraan
Pelayanan Medik.
6. Kepmenkes no.143/Menkes-kesos/SK/II/2001 tentang Standarisasi
Kendaraan Pelayanan Medik.
D. Ruang Lingkup
1. Pasien rawat inap yang memerlukan transportasi ke luar RS Kurnia Cilegondengan
tujuan untuk pemeriksaan penunjang, tindakan medis atau rujukan untuk alih rawat.
2. Masyarakat umum yang anggota keluarganya memerlukan pelayanan ambulans
untuk tindakan medis di RS Kurnia Cilegon
3. Institusi masyarakat yang memerlukan pelayanan ambulan untuk kegiatan sosial,
olah raga atau kegiatan lain
Definisi :
Pelayanan ambulans adalah suatu prosedur pemindahan pasien dengan menggunakan
kendaraan pelayanan medis yang memiliki fasilitas yang lengkap dan didampingi oleh
perawat atau dokter yang mampu menangani keadaan gawat daruratuntuk tujuan
pemeriksaan penunjang, tindakan medis dan alih rawat ke rumah sakit lain.
Pengorganisasian :
- Pelayanan ambulans RS Kurnia Cilegonsecara operasional menjadi tanggung jawab
Instalasi Gawat Darurat.
Jenis Ambulans :
a. Ambulans transportasi
Tujuan Penggunaan :
Pengangkutan pasien yang tidak memerlukan perawatan khusus / tindakan darurat
untuk menyelamatkan nyawa dan diperkirakan tidak akan timbul kegawatan selama
dalam perjalanan.
Persyaratan kendaraan :
1. Teknis
- Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspense lunak
- Ruangan pasien mudah dicapai dari tempat pengemudi
- Tempat duduk bagi petugas di ruang pasien
- Dilengkapi sabuk pengaman
- Ruangan pasien cukup luas untuk sekurang – kurangnya 1 ( satu ) stretcher
- Gantungan infuse terletak sekurang – kurangnya 90 cm di atas tempat pasien
- Stop kontak khusus untuk 12 volt DC di ruang pasien
- Lampu ruangan secukupnya
- Lemari obat dan peralatan
- Air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah
- Sirine satu nada
- Lampu rotator warna merah
- Radio komunikasi
- Persyaratan lain sesuai Peraturan Perundangan yang berlaku
- Tanda pengenal ambulans transportasi dari bahan yang memantulkan sinar
- Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia
2. Medis
- Tabung oksigen dengan peralatannya
- Peralatan medis P3K
- Obat – obatan sederhana, cairan infus secukupnya
3. Petugas
- Satu supir dengan kemampuan P3K dan komunikasi
- Satu perawat dengan kemampuan PPGD
4. Tata tertib
- Sewaktu menuju tempat pasien boleh menggunakan sirene dan lampu rotator
- Selama mengangkut pasien hanya boleh menggunakan lampu rotator. Semua
peraturan lalulintas harus ditaati
- Kecepatan kendaraan setinggi 40 km di jalan biasa dan 80 km di jalan bebas
hambatan
Nama Pasien :
Kelas / Kamar :
Tujuan :
Jam berangkat :
Yang meminta Yang memerima
(……………………) (……………………..)
IGD Bagian Umum
1. Alur
kPelaksana → Ka.Unit → Ka.Instalasi unit → Gudang Farmasi
sarana
2. Perencanaan
Petugas unit mendata kebutuhan obat dan bahan habis pakai setiap minggu dan
mengajukan kebutuhan ke gudang farmasi.
3. Permintaan
Permintaan obat – obatan dilakukan 3 kali setiap seminggu, disesuaikan dengan
kebutuhan unit dan tempat penyimpanan yang terbatas.
4. Penyimpanan
Di unit obat – obatan dan bahan habis pakai langsung di simpan dalam lemari yang
sudah ditentukan.
5. Penggunaan
Penggunaan obat – obatan dan barang habis pakai dengan memperhatikan waktu
kadaluwarsa.
Barang yang memiliki waktu kadaluawarsa yang paling rendah digunakan terlebih
dahulu
Keselamatan pasien (patient safety)rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko, Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
Tujuan :
- Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
- Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
- Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
- Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan
kejadian tidak diharapkan.
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi,misi, dan tujuan RS Kurnia
Cilegon, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik
bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “
Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit”
Berkaitan hal tersebut diatas maka perlu ada kejelasan perihal tujuh langkah
keselamatan pasien rumah sakit tersebut.
Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah sebagai berikut :
Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit
yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu
kepada Nine Life-Saving Patient SafetySolutions dari WHO Patient Safety (2007) yang
digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan
dari JointCommission International (JCI).
Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam
keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan
kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas
permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran
secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh.
BAB XVI
KESELAMATAN KERJA
Setiap petugas medis maupun non medis menjalankan prinsip pencegahan infeksi, yaitu :
1. Menganggap bahwa pasien maupun diri nya sendiri dapat menularkan infeksi.
2. Menggunakan alat pelindung (sarung tangan, masker ) terutama bila terdapat kontak
dengan spesimen pasien yaitu: urin, darah, muntah, sekret, dan lain-lain.
3. Melakukan perasat yang aman bagi petugas maupun pasien, sesuai prosedur yang ada,
misalnya ; memasang kateter, menyuntik, menjahit luka, memasang infus dan lain-lain.
4. Mencuci tangan dengan sabun antiseptik sebelum dan sesudah menangani pasien.
5. Terdapat tempat sampah infeksius dan non infeksius.
6. Mengelola alat dengan mengindahkan prinsip sterilitas yaitu :
a. Dekontaminasi dengan larutan klorin
b. Pencucian dengan sabun
c. Pengeringan menggunakan linen yang bersih.
d. Melakukan upaya-upaya medis yang tepat dalam menangani
kasus :
d.1. HIV / AIDS (sesuai prinsip pencegahan infeksi)
d.2.Hepatitis
BAB XVII
PENGENDALIAN MUTU
A. Pengendalian Mutu
Pengendalian mutu adalah suatu proses manajemen dengan pendekatan perilaku atau
budaya organisasi yang berorientasi pada peningkatan mutu terus-menerus dan kepuasan
pelanggan dengan dukungan komitmen kepemimpinan, kebersamaan karyawan serta
secara lintas fungsional, menyeluruh terpadu dengan pendekatan system dan di sadari
metode ilmiah dan pemecahan masalah serta pengambilan keputusan.
Mutu Pelayanan Kesehatan adalah tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang
memuaskan pelanggan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata pelanggan, serta
diberikan sesuai standart dan etika profesi.
PEMBERIAN INFORMASI
A. LATAR BELAKANG
Rumah Sakit adalah suatu organisasi yang di dalamnya terdapat kegiatan medik dan
non medik yang dikoordinasikan sedemikian rupa dalam rangka mencapai suatu tujuan
yaitu memberikan pelayanan rumah sakit yang bermutu.
Melalui front liner perusahaan dapat menyusun rencana dan menetapkan tujuan apa
yang ingindicapai terhadap sasaran (pelanggan) tersebut. Salah satu tugas dari seorang
front liner di RS Kurnia Cilegonadalah memberikan informasi pelayanan sesuai dengan
keinginan atau kebutuhan pasien.
Untuk itu, dalam buku panduan ini diuraikan tentang pengertian dan tatalaksana
dalam memberikan pelayanan informasi di lingkungan front linerRS Kurnia Cilegon, agar
pasien / keluarga pasien merasa diperhatikan segala kebutuhan serta keinginanya, dan
akhirnya rumah sakit bisa memberikan pelayanan prima ( terbaik ) kepada pelanggannya.
B. PENGERTIAN
Dalam memberikan pelayanan kesehatan di lingkungan RS Kurnia cilegontidak terlepas
dari adanya komunikasi antara pasien / keluarga pasien termasuk didalamnya proses
penyampaian pikiran atau informasi.
Secara terminologis komunikasi merujuk pada suatu proses pernyataan oleh seseorang
kepada orang lain. Harold Lasswell dalam karyanya The Structure and Function of
Communication in Society mengatakan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan
komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut:
Jika kelima unsur tersebut dapat terpenuhi maka akan menjadi suatu komunikasi
efektif yang berarti komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap (attitude
change) pada orang yang terlibat dalam komunikasi tersebut.
Sedangkan pengertian Informasi menurut Gordon B Davis, 2002 adalah data yang
telah diolah menjadi bentuk yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam
mengambil keputusan saat ini atau dimasa mendatang.
Orang yang menyampaikan isi informasi kepada penerima dengan jelas dan memilih
media yang sesuai serta meminta kejelasan apakah informasi tersebut sudah diterima
dengan baik disebut sebagai Pemberi Informasi (Konsil Kedokteran Indonesia, hal 8).
Sedangkan Penerima Informasi berfungsi sebagai penerima berita / pesan dengan baik.
Jadi Pemberian Informasi ialah sebuah proses penyampaian pikiran / informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut
mengerti betul apa yang dimaksud oleh pemberi informasi (Komaruddin, 1994
schermerhon, Hunt & Osborn 1994, Koontz 7 Weihrich, 1998).
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Layanan pemberian informasi dilakukan untuk membekali pasien dan keluarga
pasien pengetahuan data dan fakta dalam lingkup pelayanan dan prosedur yang
berlaku di lingkungan RS Kurnia cilegon sehingga menjadikan informasi tersebut
sebagai alat untuk mengambil sebuah keputusan penting bagi pasien / keluarga
pasien.
2. Tujuan
1) Memenuhi kepuasan pelanggan terhadap informasi pelayanan yang diberikan dari
pihak RS Kurnia cilegon.
2) Memberikan pelayanan prima kepada pelanggan.
3) Menimbulkan keputusan dari pelanggan agar segera menggunakan jasa yang
ditawarkan RS Kurnia Cilegon.
4) Menumbuhkan kepercayaan terhadap pasien / keluarga pasien.
D. PRINSIP
Terdapat 12 prinsip komunikasi yang dikatakan sebagai penjabaran lebih jauh dari
definisi dan hakekat komunikasi yaitu:
1. Tepat waktu
2. Akurat
3. Lengkap
4. Jelas
5. Mudah dipahami oleh penerima sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan
(salah paham).
a. Petugas Informasi
Adalah petugas yang melayani pertanyaan yang diajukan pasien / keluarga pasien baik
secara langsung (walk in) atau melalui telepon (by phone) tentang pelayanan yang
tersedia di RS Kurnia Cilegon.
c. Petugas Admisi
Adalah petugas yang melayani penerimaan pendaftaran pasien yang akan
mendapatkan pelayanan medis dan tinggal di ruang perawatan RS Kurnia Cilegon.
Standar informasi yang baik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut ( Serbaguna, 2003 ):
Penyampaian informasi akan berjalan efektif apabila pesan diterima dan dimengerti
sebagaimana yang dimaksud oleh pemberi informasi ( proses komunikasi efektif ).
Untuk mendapatkan komunikasi efektif, dilakukan melalui beberapa hal sebagai berikut:
C. Media
Dalam proses pemberian informasi dibutuhkan media yang berperan sebagai alat teknis
yang digunakan sebagai mediasi atau penyampaian pesan (Universitas Indonesia
Fakultas Sastra), dengan kata lain media adalah alat komunikasi.
Di lingkungan RS Kurnia Cilegon, media komunikasi yang sering digunakan adalah
sebagai berikut :
1. Telepon
Merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan suara
(terutama pesan yang berbentuk percakapan). Kebanyakan telepon beroperasi dengan
menggunakan transmisi sinyal listrik dalam jaringan telepon.
Contoh: Telepon external operator RS Kurnia Cilegon(0254)391161 atau
081289890287 atau 087885473048
2. Leafet / brosur / lipatan
Lembaran kertas berukuran kecil mengandung pesan tercetak untuk disebarkan
kepada umum sebagai informasi mengenai suatu hal atau peristiwa.
Contoh: Brosur pelayanan yang ada di RS Kurnia Cilegon (pelayanan Medical Check
Up, Pendidikan untuk pasien dan keluarga, jadwal praktek dokter dan lain
sebagainya).
3. Poster
Adalah pengumuman atau iklan berbentuk gambar atau tulisan yang ditempelkan di
dinding, tembok atau tempat yang strategis agar mudah diketahui banyak orang.
Contoh: Poster edukasi / informasi kesehatan yang ditujukan bagi pelanggan / pasien /
keluarga pasien.
4. Spanduk
Merupakan media informasi yang berupa kain panjang yang direntangkan dan berisi
informasi singkat.
Contoh: Spanduk kegiatan atau promosi produk baru di RS Kurnia Cilegon.
5. Papan Informasi
Salah satu media komunikasi kelompok yang biasanya ditujukan untuk target sasaran
dalam lingkup tertentu.
Contoh: Papan informasi dokter yang sedang cuti atau tidak praktek, perubahan jam
praktek dokter pada hari tertentu.
Papan informasi tersebut terpasang di unit loket pendaftaran rawat jalan.
6. Buku tarif fasilitas dan layanan
7. Lembar balik fasilitas ruang perawatan
TATA LAKSANA
Petugas yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan tentang informasi
yang akan disampaikan, memiliki rasa empati dan keterampilan berkomunikasi secara
efektif serta didukung dengan kondisi lingkungan yang membuat pasien / keluarga
pasien merasa nyaman. Pemberian komunikasi dilakukan secara tatap muka berjalan
secara interaktif . kegiatan tersebut tergambar dalam lingkup:
Ranap 1 18
Ranap 2 27 1 TT Isolasi
Rawat Jalan
Pelayanan rawat jalan adalah pelayanan medis kepada seorang pasien untuk
tujuan observasi diagnosis, pengobatan, dan pelayanan kesehatan lainya tanpa
mengharuskan pasien tersebut di rawat inap.
Fasilitas pelayanan rawat jalan terdiri dari:
Poliklinik Umum
Poliklinik Gigi
Poliklinik Spesialis
Poli KIA
Instalasi Radiologi
Merupakan salah satu instalasi penunjang medis yang memberikan layanan
pemeriksaaan radiologi dengan hasil pemeriksaan berupa foto / gambar untuk
membantu dokter merawat pasien dalam penegakan diagnosis.
Instalasi radiologi di RS Kurnia Cilegon buka hari senin s/d sabtu pukul 08.00 –
22.00.
Layanan yg diberikan antara lain:
1. Foto ronsen Konvensional
2. USG
Instalasi Laboratorium
Instalasi Farmasi
Medical Check Up
b. Jam pelayanan
f. Penjaminan BPJS
Petugas admisi meminta pasien / keluarga pasien untuk mengisi dan
menandatangani form surat peryataan penjaminan JKN yang dipandu oleh
petugas admisi.
Petugas admisi meminta pasien / keluarga menyerahkan fotocopy kartu
berobat BPJS, KTP, rujukan dari klinik / puskesmas (PPK1) dari pasien
tersebut.
Petugas admisi melakukan konfirmasi kepada petugas BPJS untuk
mendapatkan acc tindakan atau pembedahan.
Petugas admisi menghubungi ruang perawatan untuk memesankan kamar
rawat sesuai dengan hak pasien.
Petugas admission membuat SEP (Surat eligibilitas pasien).
Petugas admission menginput data pasien kedalam ICHA (komputer).
Pasien / keluarga pasien menadatangani form pendaftaran rawat inap dan
general consent pasien rawat inap.
Petugas admission memberikan kartu tunggu pasien rawat kepada keluarga
pasien, menjelaskan tata tertib yang berlaku dan memasangkan gelang
identitas kepada pasien dengan menjelaskan maanfaatnya terlebih dahulu.
Petugas admission melakukan transfer informasi dokumen dan pasien kepada
perawat IGD dan menandatangani formulir check listkelengkapan data dan
dokumen pasien rawat inap.
Pasien diantar menggunakan alat transportasi sesuai dengan kondisi pasien
(kursi roda / stretcher) ke ruang IGD.
Perawat IGD melakukan transfer informasi kepada perawat ruangan.
DI RS KURNIA CILEGON
1 ANAK 1 Anemia
2 Apnoe/Gasping
4 Bayi Kecil/prematur
7 Diare
8 Difteri
9 Aritmia
11 Epitaksis
13 Gangguan kesadaran
14 Hematuri
15 Hipertensi
16 Hipotensi
18 Kejang deman
19 Muntah
20 Panas
21 Sesak
22 Shock
23 Tetanus
25 Tipoid abdominal
3 Amputasi penis
4 Anuria
5 Apendiksitis akut
6 Atresia aini
7 BPH
8 Cidera kepala
10 Cedera wajah
12 Torsio testis
16 Traumatik amputasi
17 Tumor otak
18 Unstable pelvis
19 Urosepsi
20 Celulitis
21 Cholisistitis
22 Corpus alenium
23 CVA
24 Dislokasi persendian
25 Drowing
26 Haemarroid
27 Flail chest
29 Gastrokikis
31 Hanging
34 Hernia
35 Hidrochepalus
36 Hirschprung
37 Illeus obstruktisi
38 Internal bleeding
39 Luka bakar
43 Meningokel
44 Multiple trauma
45 Omfalokel
46 Pankreatitis
52 Parlappendicullate infiltrat
53 Peritonitis generalisata
55 Priapismus
56 Prolaps rekti
57 Rectal bleeding
58 Ruptur otot
59 Ruptur tenton
3 Kardiovaskoler 1 Aritmia
2 Shock
4 Edema paru
5 Henti jantung
7 Infark miocard
10 Krisis hipertensi
11 Miokaridis
12 Nyeri dada
4 Kebidanan 1 Abortus
2 Distosia
3 Eklampsia
5 Perdarahan antepartum
6 Perdarahan postpartum
7 Inversio uteria
8 Febris purperalis
9 Hiperemesis gravidarum
10 Persalian kehamilan
2 Blanorrhoe/Gonoblenorrhoe
3 Dakriosistisis
4 Endoftalmitis/panoftalmitis
5 Gaukoma
9 Trauma mata
11 Tumor orbita
12 Uveitis/skleritis/iritasi
13 Tetanus
2 Aspirasi pneumonia
3 Emboli paru
4 Gagal napas
5 Injury paru
6 Massive hemoptisis
8 Oedem paru
9 Open/cloused pneumothorax
10 P.P.O.M exacerbasi
11 Pneumonia sepsis
12 Pneumothorax ventil
13 Recurrent Haemaptoe
14 Status asmatikus
15 Tenggelam
7 Penyakit Dalam 1 Demam Berdarah Dengue (DBD)
2 Demam thypid
3 Difteri
4 Disequilebrium pasca HD
6 GEA
7 Hematemesis melena
8 Hematochezia
9 Hipertensi maligna
10 Keracuanan makanan
11 Keracunan obat
12 Koma metabolik
13 Leptospirosis
14 Malaria
15 Observasi shock
4 Disfagia
6 Otalgia
7 Parese fasialis
11 Tuli mendadak
12 Vertigo
9 Syaraf 1 Kejang
2 Stroke
3 Meningo enchephalitis
Pelayanan kesehatan di rumah sakit berjalan sinergis antara profesi kesehatan dan non
kesehatan. Perawat memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan yang berkolaborasi
dengan tenaga medis yang bertujuan untuk keselamatan pasien sehingga dapat mengurangi
angka kecacatan dan kematian.
Pasien mengharapkan mendapatkan pelayanan yang memuaskan, makin sempurna
kepuasan makin baik kualitas pelayanan. Untuk mewujudkan harapan tersebut semua jajaran
rumah sakit dapat ikut berperan.
Pedoman ini diharapkan dapat dipakai sebagai acuan dalam pemberian pelayanan
pasien di Instalasi Gawat Darurat. Hal ini sebagai salah satu upaya meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan rumah sakit dan menjalankan amanah UU nomor 44 tahun 2009 tentang
rumah sakit yang mewajibkan rumah sakit untuk melaksanakan akreditasi.
DAFTAR PUSTAKA
Welsh Assembly Government (2009). Designed for life: Welsh guidelines for the
transfer of critically ill adult; 2009.
Warren J, Fromm RE, Orr RA, Rotello LC, Horst M. (2004). Guidelines for the inter-
and intrahospital transport of critically ill patients. American College of
Critical Care Medicine. Crit Care Med. 2004;1:256-62.
North West London Cardiac & Stroke Network (2010). Web-based interhospital
transfers: user guide. London: NHS
Birmingham J. (2010). Discharge planning guide: tools for compliance. Edisi ke-3.
USA: HCPro, Inc.
Health & Social Care Joint Unit and Change Agents Team. (2003). Discharge from
hospital: pathway, process and practice. Department of Health.
Department of Health & Human Services USA (2010). Your discharge planning
checklist: for patient and their caregivers preparing to leave a hospital,
nursing home, or other health care setting. USA: Centers for Medicare &
Medicaid Services.
The Health Board Executive. (2003). Admissions and discharge guidelines: health
strategy implementation project 2003.