Anda di halaman 1dari 27

KATA SAMBUTAN

SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN


REPUBLIK INDONESIA

Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah dan
karunia-Nya sehingga Petunjuk Teknis Vaksinasi Meningitis bagi Jemaah Haji
dan Umrah ini dapat terwujud.

Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 Tentang


Penyelenggaraan Ibadah Haji, Pasal 3 bahwa Penyelenggaraan Ibadah Haji
bertujuan untuk memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan yang
sebaik-baiknya bagi Jemaah Haji sehingga dapat menunaikan ibadahnya sesuai
ketentuan ajaran Agama Islam.

Kita ketahui bersama bahwa kesehatan adalah salah satu hal yang sangat
penting dalam menunaikan ibadah haji dan umrah. Selain tuntutan kebugaran
fisik, prosesi ibadah haji dan umrah erat hubungannya dengan aktifitas
berkumpulnya manusia dari berbagai penjuru dunia dalam jumlah yang besar,
sehingga potensi penularan penyakit menjadi hal yang perlu diwaspadai.

Salah satu upaya perlindungan kesehatan terhadap Jemaah Haji dan Umrah
adalah dengan memberikan vaksinasi meningitis meningokokus. Pemberian
vaksin meningitis meningokokus (ACYW135) merupakan upaya agar Jemaah
Haji terbebas dari penyakit menular meningitis meningokokus yang berbahaya.
Hal ini sesuai dengan Permenkes No. 62 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan
Kesehatan Haji pasal 29 dan 30.
Hal ini sesuai dengan Permenkes No. 62 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan
Kesehatan Haji pasal 29 dan 30.

Pasal 29:
(1) Perlindungan Spesifik sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (2)
huruf a merupakan upaya untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
keadaan pada penyakit atau gangguan tertentu kepada jemaah haji.
(2) Perlindungan spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
vaksinasi dan penyediaan alat pelindung diri.

Pasal 30:
(1) Vaksinasi sebagiamana dimaksud dalam pasal 29 ayat (2) dilakukan di
Indonesia.
(2) Vaksinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. Vaksinasi yang diwajibkan; dan
b. Vaksinasi yang disarankan/pilihan.
(3) Vaksinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diwajibkan oleh
pemerintah dalam rangka melindungi Jamah Haji dari penyakit tertentu,

i
yang dilaksanakan di puskesmas dan/atau rumah sakit yang ditunjuk oleh
Dinas Kesehatan setempat.

Petunjuk Teknis ini merupakan wujud komitmen Kementerian Kesehatan untuk


senantiasa memperbaiki penyelenggaraan kesehatan haji untuk meningkatkan
perlindungan kesehatan jemaah haji dan umrah.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Tim Penyusun Petunjuk Teknis


Vaksinasi Meningitis, serta pihak-pihak lain yang telah berkontribusi. Semoga
bermanfaat dan dapat menghantarkan pencapaian tujuan penyelenggaraan
kesehatan haji dan Umrah. Amiin.
Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Jakarta, Maret 2018


Sekretaris Jenderal,
TTD
Untung Suseno Sutarjo
NIP. 195810171984031004

ii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim,

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena
atas rahmat dan karuniaNya maka kita dapat menyelesaikan Petunjuk Teknis
Vaksinasi Meningitis bagi Jemaah Haji dan Umrah.

Kementerian Kesehatan telah menyiapkan vaksin meningitis meningokokus yang


merupakan vaksin kuadrivalen (ACYW135) dengan sediaan polisakarida yang
memenuhi persyaratan teknis dan persyaratan Halal dari Majelis Ulama
Indonesia (MUI). Sebagai implementasi pelaksanaan pemberian vaksin, maka
perlu disiapkan petunjuk teknis sebagai acuan bagi tenaga kesehatan dalam
memberikan layanan vaksinasi.

Petunjuk teknis ini berisi tentang gambaran umum vaksin meningitis


meningokokus (FORMENING®), tujuan dan sasaran pemberiannya, kemasan,
indikasi, komposisi, dosis, cara pemberian, cara kerja vaksin dan tata cara
pencampuran, termasuk tata cara pemberian, efek samping, kontra indikasi dan
penyimpanannya.

Kami mengucapkan terima kasih atas kontribusi semua pihak dalam penyusunan
Petunjuk Teknis ini. Semoga Petunjuk Teknis memberikan manfaat yang sebesar
besarnya dalam penyelenggaraan kesehatan haji Indonesia.

Kepala Pusat Kesehatan Haji

TTD

Dr. dr. Eka Jusuf Singka, MSc


NIP. 197000524000121001

iii
PETUNJUK
TEKNIS IMUNISASI
MENINGITIS MENINGOKOKUS

PUSAT KESEHATAN HAJI


KEMENTERIAN KESEHATAN RI TAHUN 2018

iv
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA .................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... iii
PETUNJUK TEKNIS IMUNISASI MENINGITIS MENINGOKOKUS............................. iv
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... v
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Tentang Meningitis .................................................................................................. 1
B. Syarat Kesehatan Jamaah Haji dan Umrah .......................................................... 1
BAB II PENGENALAN VAKSIN FORMENING® ............................................................. 3
A. Deskripsi................................................................................................................... 3
B. Kemasan .................................................................................................................. 3
C. Indikasi ..................................................................................................................... 3
D. Komposisi................................................................................................................. 3
E. Dosis dan pemberian .............................................................................................. 3
F. Cara kerja obat......................................................................................................... 4
G. Vial Vaccine Monitoring (VVM) ............................................................................... 4
H. Tata cara pemberian dan penggunaan vaksin ...................................................... 4
I. Efek samping ............................................................................................................ 6
J. Kontraidikasi.............................................................................................................. 7
K. Peringatan dan perhatian ........................................................................................ 7
L. Penyimpanan ............................................................................................................ 7
BAB III KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI) ................................................. 8
A. Pemantauan KIPI ..................................................................................................... 8
B. Sistem pelaporan ................................................................................................... 10
BAB IV PENUTUP .......................................................................................................... 12
LAMPIRAN ...................................................................................................................... 13
1. Sertifikat Halal – Majelis Ulama Indonesia (MUI) ................................................. 13
2. Nomor Izin Edar (NIE) dari Badan POM RI .......................................................... 15
3. Tingkat Reaksi Merugikan Pasca Penyuntikan (%) ............................................. 16
4. Tata Laksana Syok Anafilaktik .............................................................................. 17
5. Formulir Pelaporan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) .............................. 18
6. Kontributor Dan Editor ............................................................................................ 20

v
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Tentang Meningitis

Penyakit meningitis adalah penyakit peradangan pada meninges, lapisan tipis


yang melapisi otak dan sumsum tulang. Meningitis dapat disebabkan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, parasit, dan aspek non infectious
[1].

Salah satu penyakit meningitis yang disebabkan oleh bakteri yang umum terjadi
adalah meningokokus. Penyakit meningokokus disebabkan oleh bakteri
Neisseria meningitidis, terutama N.meningitidis dari grup kapsular A, B, C, W , X
dan Y [2].

Bakteri dapat menginfeksi nasofaring lalu menyebar melalui aliran darah menuju
ke otak. Penyakit meningokokus dapat menular melalui droplets atau sekresi
saluran pernapasan (saliva, lendir) dengan cara bersin, batuk, berciuman, atau
menggunakan alat makan dan minum yang sama dengan penderita [3].

Waktu inkubasi rata-rata dari N.meningitidis adalah 4 hari, berjangka dari 1-10
hari[3]. Gejala umum dari penyakit meningokokus adalah sakit kepala, leher
kaku, demam tinggi, tingkat kesadaran menurun, fotofobia, lemas, mual, munta
h[1].

WHO menetapkan Sub-Saharan Afrika sebagai daerah epidemik meningitis. Area


epidemik di Sub-Saharan Afrika ditandai sebagai meningitis belt, mulai dari
Senegal (area paling barat) ke Ethiopia (area paling timur) [2][4].

B. Syarat Kesehatan Jamaah Haji dan Umrah

Kementerian Kesehatan Arab Saudi mewajibkan seluruh jamaah haji dan


populasi lokal yang berisiko terkena meningitis untuk mendapatkan vaksin
meningitis.
Hal ini dikarenakan kondisi ibadah haji dan umrah yang sangat ramai dan laju
pembawa Neisseria meningitidis yang tinggi diantara jamaah haji dan umrah [5].

a.) Turis dari seluruh negara: Turis yang datang dengan tujuan untuk Ibadah
haji/umrah/kerja musiman diwajibkan untuk menyerahkan sertifikat vaksinasi
meningitis kuadrivalen (ACYW135) yang masih berlaku dalam masa tidak lebih
dari 3 tahun dan tidak kurang dari 10 hari sebelum kedatangannya di Arab Saudi.
Pihak yang bertanggung jawab di negara masing-masing harus memastikan

1
bahwa orang dewasa dan anak berumur diatas 2 tahun telah mendapatkan satu
dosis vaksin meningitis kuadrivalen (ACYW135).
b.) Turis dari negara-negara di Afrika: Turis yang datang dari area meningitis belt
Afrika (Benin, Burkina Faso, Cameroon, Central African Republic, Chad, Cote
d’lvoire, Eritrea, Ethiopia, Gambia, Guinea, Guinea -Bissau, Mali, Niger, Nigeria,
Senegal, dan Sudan). Sebagai tambahan, kemoprofilaksis akan dilakukan
dengan memberikan tablet Ciprofloxacin (500 mg) di pelabuhan/bandara untuk
menurunkan tingkat pembawa.

c.) Jamaah haji dalam negeri dan panitia ibadah haji atau umrah (hajj workers)
wajib mendapatkan vaksinasi meningitis kuadrivalen (ACYW135) apabila:
Semua warga negara dan penduduk Madinah dan Mekah yang belum
divaksinasi selama 3 tahun terakhir.
Semua warga negara dan penduduk yang sedang melaksanakan ibadah
haji atau umrah.
Seluruh Panitia Pelaksana Ibadah Haji yang belum divaksinasi selama 3
tahun terkahir.
Individu yang bekerja di pelabuhan atau bandara, atau individu yang
harus melakukan kontak langsung dengan jamaah haji di Arab Saudi.

2
BAB II
PENGENALAN VAKSIN FORMENING®
A. Deskripsi
FORMENING® adalah Serbuk Lyophilised (Beku Kering) dalam botol
monodose dengan pelarut terpisah. Setiap 0,5 mL yang dilarutkan
mengandung @50 g Grup ACYW135 meningococcal polysaccharide .

B. Kemasan
Setiap dus FORMENING® berisi Vial vaksin beku kering dan vial berisi 0,5 ml pelarut

C. Indikasi
Anak – anak di atas 2 tahun dan dewasa yang memiliki risiko yang tinggi
terhadap infeksi Neisseria meningococci, khususnya grup A, C, Y dan W135.
1. Orang yang bepergian atau tinggal pada area dengan risiko tinggi seperti Sub-
Saharan Afrika (daerah epidemic meningococcal grup A, C, Y dan W135).
2. Orang yang terpapar oleh meningococcal grup A, C, Y dan W135,
seperti di pusat penelitian dan tempat produksi vaksin.
3. Orang yang bepergian atau tinggal di daerah wabah meningitis sesuai
dengan rekomendasi dari WHO, CDC dan MOH.

D. Komposisi
Setiap dosis FORMENING® mengandung 50 µg Meningococcal
Polysacharide Group A, 50 µg, Meningococcal Polysacharide Group C, 50 µg
Meningococcal Polysacharide Group Y dan 50 µg Meningococcal
Polysacharide Group W135. Vaksin beku kering harus direkonstitusikan
dengan 0,5 ml air steril untuk injeksi sebelum digunakan.

E. Dosis dan pemberian


1. Tiap dosis dari vial beku kering harus direkonstitusikan dengan 0,5 ml
pelarut.
2. Injeksikan segera setelah direkontitusikan
3. Vaksin harus diinjeksikan secara subkutan pada area deltoid bagian
lateral lengan atas
4. Vaksinasi harus diberikan sebelum musim epidemic cerebrospinal
meningitis
3
5. Pada kondisi risiko, harus dipertimbangan pemberian vaksinasi ulang
diberikan setelah 3 – 5 tahun

F. Cara kerja obat


FORMENING® akan membuat tubuh memproduksi respon imun untuk
mencegah penyakit meningokokus yang disebabkan oleh Neisseria
meningitidis serogrup epidemi A, C, Y dan W135.

G. Vial Vaccine Monitoring (VVM)


Pada Folding Box FORMENING® terdapat VVM (Vial Vaccine Monitoring)
untuk memastikan bahwa selama vaksin didistribusikan dengan kondisi yang
sesuai dan disimpan pada tempat yang sesuai. Jika vaksin disimpan dan
didistribusikan dengan suhu yang tidak sesuai maka warna VVM akan
berubah, sbb:

Vaksin masih dapat digunakan jika kondisi VVM pada urutan 1 dan 2 atau
warna segiempat di dalam lingkaran, lebih muda dibandingkan dengan warna
lingkaran Jika warna segiempat sudah sama atau bahkan lebih gelap daripada
warna lingkaran, maka vaksin sudah tidak dapat digunakan.

H. Tata cara pemberian dan penggunaan vaksin


1. Ambil 0,5 ml pelarut dengan menggunakan spuit

4
2. Masukan seluruh larutan ke dalam vial yang berisi vaksin

3. Kocok perlahan, hingga semua vaksin terlarut sempurna (dengan posisi


vaksin tetap menempel pada vial).
Perhatikan larutan. Larutan harus jernih, tidak berwarna dan tidak ada
partikel dalam larutan (jika vaksin tidak seperti kondisi yang telah
disebutkan, vaksin tidak boleh digunakan)

4. Ambil larutan vaksin dengan menggunakan spuit tersebut

5
5. Ganti jarum dengan jarum yang baru Keluarkan udara terlebih dahulu (jika
ada)
Suntikan secara SUBCUTAN pada lengan atas (sebelumnya desinfeksi
lokasi suntikan dengan alcohol).Suntikan dilakukan dengan posisi 45

I. Efek samping

Tidak ada efek samping yang parah yang timbul secara local atau sistemik
pada uji klinis yang dilakukan, seperti pengamatan rutin.
Pada lokasi injeksi: dalam waktu 24 jam pertama setelah injeksi mungkin akan
timbul sedikit rasa nyeri, secara umum dilaporkan seperti bengkak ringan,
kemerahan dan gatal. Normalnya gejala – gejala ini akan hilang setelah 1 - 2
hari.
Reaksi sistemik: demam ringan (dibawah 37,5⁰C) mungkin terjadi selama 1 –
2 hari, tidak perlu pengobatan yang dibutuhkan kecuali demam berlanjut
sampai dengan 48 jam, pengobatan gejala mungkin dibutuhkan untuk
mencegah demam konvulsi. Sangat jarang terjadi efek samping sistemik
lainnya seperti yang tercantum pada table:

6
J. Kontraidikasi
1. Pasien dengan riwayat epilepsy, konvulsi, gangguan fungsi otak atau
riwayat alergi
2. Pasien dengan penyakit ginjal atau jantung, TBC aktif
3. Pasien dengan infeksi akut dan demam
4. Wanita hamil
Keterangan:
Bila ditemukan kontraindikasi di atas agar dikonsultasikan lebih dahulu
kepada dokter spesialis atau dokter penanggung jawab.

K. Peringatan dan perhatian


1. Setelah dibuka, vaksin harus diberikan / digunakan max setelah 30
menit
2. Tidak diberikan secara intradermal, intramuscular dan intravena
3. Tidak bisa diberikan bersamaan dengan vaksin pertussis dan tifoid
4. Hati – hati penggunaan pada ibu menyusui
5. Pasien dengan imunosupresi akan menimbulkan respon imun yang
minim
6. Vaksin ini bukan untuk pengobatan meningitis, tidak bisa melindungi
terhadap meningokokus B, tidak bisa melindungi terhadap anak –
anak di bawah 2 tahun.
7. Harus tersedia Epinefrin atau obat sejenis lainnya, untuk mengelola
jika terjadi anafilaksis. Pengamatan harus dilakukan selama 30 menit
setelah injeksi

L. Penyimpanan
Simpan dan distribusikan pada suhu 2 – 8 C, terlindung dari cahaya Untuk
memastikan kualitas vaksin, cek Vial Vaccine Monitoring (VVM).

7
BAB III
KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI (KIPI)

A. Pemantauan KIPI
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) merupakan kejadian medik yang
berhubungan dengan imunisasi, baik berupa efek yang disebabkan berkaitan
dengan vaksin ataupun efek simpang, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek
farmakologis maupun kesalahan pelaksana program, koinsiden, reaksi suntikan,
atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.
Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang mungkin dapat terjadi pasca
vaksinasi tetravalent polisaccharide meningococcal vaccine (FORMENING ®)
seperti imunisasi pada umumnya terdiri dari:
1. Reaksi lokal dan ringan berupa: nyeri lokal bekas suntikan, kemerahan
dan indurasi
2. Reaksi sistemik berupa:
- sakit kepala, pening, mual, demam, menggigil, lemas. Bila ditemukan
reaksi tersebut diatas, biasanya bersifat ringan dan timbul segera setelah
suntikan dan akan hilang dalam kurun waktu 1-2 hari.
- reaksi sistemik yang segera terjadi (sistemik anafilaktik) jarang
ditemukan dan belum dilaporkan. Kita harus mengantisipasi hal ini
dengan menyediakan kit anafilaktik (isi: Adrenalin 1:1000 / epinephrine,
kortikosteroid, alat suntik steril).
3. Bila ditemukan reaksi yang tidak biasa, seperti demam tinggi atau
perubahan perilaku akan menimbulkan tanda-tanda reaksi alergi berat
berupa: susah bernafas, suara serak, atau wheezing, timbul bercak-
bercak merah dikulit, pucat, lemas, denyut jantung meningkat, segera
menghubungi Komnas PP KIPI. Komite Nasional Pengkajian dan
Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas PP KIPI)
dapat menghubungi Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567,
SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002 dan alamat email
kontak@kemkes.go.id.

Di tingkat Nasional yaitu Komite Nasional Pengkajian dan


Penanggulangan Kejadian Ikutran Pasca Imunisasi (Komnas PP KIPI),
sedangkan di tingkat daerah yaitu Komite Daerah (Komda PP KIPI).
Bahkan di tingkat Kabupaten/Kota ada Pokja KIPI Kabupaten/Kota. Tim
ini mempuyai kewenangan dan keahlian untuk melakukan investigasi
dan kajian kasus-kasus diduga KIPI.

Pelaporan KIPI dilaksanakan secara bertahap dan bertingkat. Pada


keadaan tertentu, kasus KIPI atau kasus diduga KIPI yang menimbulkan
perhatian berlebihan dari masyarakat, maka pelaporan dapat dilakukan
langsung kepada Kementrian Kesehatan cq Sub Direktorat
Imunisasi/Komnas PP KIPI.

8
Kurun waktu pelaporan berdasarkan
jenjang administrasi yang menerima laporan

Jenjang Administrasi Kurun waktu diterimanya laporan

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 24 jam dari saat penemuan kasus


Dinas Kesehatan Provinsi/Komda KIPI 24 – 72 jam dari saat penemuan kasus
Sub Direktorat Imunisasi/Komnas PP KIPI 24 jam – 7 hari dari saat penemuan kasus

Untuk Penanggung Jawab KIPI PT Mersifarma TM berikut :

PT. MERSIFARMA TM
Wisma Tiara Lt. 4
Jl. Raya Pasar Minggu KM 18 No. 17
Jakarta 12510
Telp. 021 7987 683 Fax. 021 7987 686
Penanggung Jawab KIPI : M Japar Sidik (0819 0505 9847)
Wakil Penanggung Jawab KIPI : Kristiana Yanuar Nugraheni
(0852 2693 9692)

4. Kontra indikasi dari vaksin tetravalent polisaccharide meningococcal


vaccine (FORMENING®), apabila terdapat riwayat anafilaksis pada
imunisasi terdahulu atau sedang menderita penyakit demam akut yang
berat dan individu dengan defisiensi imun.

9
B. Sistem pelaporan
Pada pelaksanaannya terkadang masih belum dapat ditentukan penyebab
kejadian yang diduga kasus KIPI, karena memang tidak mudah untuk
menganalisisnya. Untuk menentukan penyebab kasus diduga KIPI diperlukan
laporan dengan keterangan rinci. Data yang diperoleh dipergunakan untuk
menganalisis kasus dan mengambil kesimpulan.
lsi laporan setidaknya memuat informasi sebagai berikut;

- Nama Pasien
- Umur Pasi
- Jenis Kelamin Pasien
- Nama Pelapor (Jika yang melaporkan bukan pasien)
- Alamat Pelapor (Jika yang melaporkan bukan pasien)
- Nomor Telepon
- Obat yang digunakan
- Berapa lama penggunaan obat
- Indikasi Pengobatan dan dosis
- Nomor bets (dapat dengan menyertakan foto kemasan obat
dalam 4 sisi)
- Efek Samping /KTD yang dialami
- Sejak kapan mengalami Efek Samping /KTD
- Terapi yang sudah diberikan untuk mengatasi KTD

Data tambahan yang dapat diberikan:

- Hasil diagnosa
- Cara diagnosa
- Data Pemeriksaan
- Hasil Uji Laboratorium yang relevan
- Obat lain yang dikonsumsi pasien

10
Hal-hal yang perlu mendapat perhatian pada pelaporan.
a. Identitas: nama, tanggal dan tahun lahir (umur), jenis kelamin, nomer
paspor dan alamat harus ditulis yang jelas dan lengkap.
b. Waktu dan tempat pemberian imunisasi (tanggal, jam, lokasi).
c. Jenis vaksin yang diberikan, cara pemberian, dosis, nomer batch, siapa
yang memberikan, bila disuntik tuliskan lokasi suntikan.
d. Saat timbulnya gejala KIPI sehingga diketahui berapa lama interval waktu
antara pemberian imunisasi dengan terjadinya KIPI
e. Adakah gejala KIPI pada imunisasi terdahulu?
f. Bila gejala klinis atau diagnosis yang terdeteksi tidak terdapat dalam
kolom isian, maka dibuat dalam laporat tertulis.
g. Pengobatan yang diberikan dan perjalanan penyakit (sembuh, dirawat
atau meninggal).
h. Sertakan hasil laboratorium yang pernah dilakukan.
i. Apakah terdapat gejala sisa, setelah dirawat dan sembuh.
j. Tulis juga apabila terdapat penyakit lain yang menyertainya.
k. Bagaimana cara menyelesaikan masalah KIPI (kronologis)
l. Adakah tuntutan dari pihak keluarga.
m. Nama dokter yang bertanggung jawab.
n. Nama pelapor kasus KIPI.

11
BAB IV
PENUTUP
Petunjuk Teknis ini merupakan acuan teknis penyelenggaraan imunisasi
Meningitis Meningokokus dengan vaksin Polisakarida ACYW135.
Segenap ketentuannya dilaksanakan menurut ketentuan dan peraturan
yang berlaku. Hal-hal yang memerlukan bimbingan teknis lebih lanjut
dikoordinasikan oleh Pusat Kesehatan Haji.

12
LAMPIRAN
1. Sertifikat Halal – Majelis Ulama Indonesia (MUI)

13
14
2. Nomor Izin Edar (NIE) dari Badan POM RI

15
3. Tingkat Reaksi Merugikan Pasca Penyuntikan (%)

16
4. Tata Laksana Syok Anafilaktik

17
5. Formulir Pelaporan Kejadian Ikutan
Pasca Imunisasi (KIPI)

18
19
6. Kontributor Dan Editor

KONTRIBUTOR
1. Dr.dr. Eka Jusup Singka, MSc
(Kepala Pusat Kesehatan Haji)
2. dr. Maliki Arif Budianto, MKM
(Kepala Bidang Pembimbingan dan Pengendalian Faktor Risiko
Kesehatan Haji)
3. dr. Noto Abiprojo (Medical Consultan)
4. M Japar Sidik (Penanggung Jawab KIPI PT Mersifarma)

EDITOR
1. dr. Etik Retno Wiyati, MARS
(Kepala Sub Bidang Pengendalian Faktor Risiko Kesehatan Haji)
2. dr. Mohammad Imran, MKM
(Kepala Sub Bidang Penyuluhan dan Pembimbingan Kesehatan)
3. dr. Edi Supriyatna, MKK
(Staf Pusat Kesehatan Haji)
4. Aryani Dwi Hartanti, S.Si, Apt
(Staf Pusat Kesehatan Haji)
5. M. Naguib
(Marketing Director PT Mersifarma)
6. Kasbandi
(Deputy Marketing Director PT Mersifarma)

20

Anda mungkin juga menyukai