Anda di halaman 1dari 71

ISBN 978-623-301-236-2

1. Judul I. TETANUS
II. BACTERIAL INFECTIONS AND MYCOSES

614.512 8
Ind
p

PETUNJUK TEKNIS
SURVEILANS

TETANUS
NEONATORUM
DIREKTORAT JENDERAL
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2021
ISBN 978-623-301-236-2

1. Judul I. TETANUS
II. BACTERIAL INFECTIONS AND MYCOSES

614.512 8
Ind
p

PETUNJUK TEKNIS
SURVEILANS

TETANUS
NEONATORUM

DIREKTORAT JENDERAL
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
2021
KATA PENGANTAR
DIREKTUR JENDERAL PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN PENYAKIT

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat


Tuhan Yang Maha Esa karena atas perkenan,
rahmat dan karunia-Nya buku “Petunjuk Teknis
Surveilans Tetanus Neonatorum untuk Petugas
Surveilans” selesai disusun oleh Direktorat
Surveilans dan Karantina Kesehatan, Ditjen P2P,
Kementerian Kesehatan pada tahun 2021.
Tetanus Neonatorum (TN) adalah tetanus pada bayi usia hari ke 3 -
28 setelah lahir, yang ditandai dengan kaku otot dan nyeri, disebabkan
oleh neurotoxin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani pada luka
anaerob. Tetanus Neonatorum (TN) merupakan salah satu penyebab
utama kematian neonatal, sehingga masih merupakan penyakit yang
masih menjadi masalah kesehatan di negara berkembang termasuk
Indonesia.
Salah satu upaya pencegahan dan pengendalian penyakit TN adalah
imunisasi. Imunisasi telah terbukti dapat menurunkan angka kesakitan
dan kematian dari berbagai penyakit PD3I, termasuk TN. Selain itu
inisiatif untuk upaya Maternal and Neontal Tetanus Elimination
(MNTE) yang didefinisikan sebagai kejadian kasus <1 per 1000 per
kelahiran hidup di setiap kabupaten/kota dimulai pada tahun 1989
dalam World Health Assembly ke-42. Indonesia pada tahun 2016
berhasil mencapai target MNTE tersebut.
Sebagai bagian upaya mempertahankan status MNTE di Indonesia
dan untuk mengetahui keberhasilan dan dampak program imunisasi

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


ii
Tetanus dalam vaksin DPT-HB-Hib, DT dan Td, maka diperlukan
surveilans penyakit TN. Surveilans yang efektif sangat penting untuk
mengidentifikasi daerah dan populasi yang berisiko tinggi TN beserta
faktor risikonya dan untuk memantau dampak dari intervensi.
Buku ini memuat petunjuk teknis pelaksanaan surveilans dan upaya
mempertahankan eliminasi TN, sebagai acuan bagi petugas surveilans
di setiap tingkatan mulai dari puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/
kota, dinas kesehatan provinsi, pemerintah serta semua pihak terkait.
Selain itu, buku ini juga dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan
dukungan dalam pelaksanaan surveilans TN di Indonesia.
Kami sangat menghargai dan berterima kasih atas dukungan dan
kontribusi semua pihak yang terlibat dalam penyusunan buku petunjuk
teknis ini. Kami juga mengharapkan komitmen yang kuat dari seluruh
pihak terkait dan jajaran kesehatan agar kegiatan surveilans TN dapat
berjalan dengan optimal. Semoga Tuhan YME senantiasa menaungi
langkah kita semua untuk dapat bersama-sama berkontribusi dalam
menyehatkan bangsa Indonesia.

Jakarta, Juli 2021


Plt. Direktur Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu DHSM, MARS

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


iii
PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM
Kementerian Kesehatan RI
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan
Jakarta, 2021

Pembina :
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Pengarah :
dr. Prima Yosephine, MKM, Plt Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan
Penulis & Kontributor :
drh. Endang Burni Prasetyowati, M.Kes; Substansi Surveilans
dr. Sherli Karolina, MKM; Substansi Surveilans
dr. Triya Novita Dinihari; Substansi Surveilans
Dr. dr. Anggraini Alam, Sp.A (K); Komite Ahli Difteri
dr. Cornelia Kelyombar; Substansi Surveilans
Vivi Voronika, SKM.M.Kes; Substansi Surveilans
Muammar Muslih, SKM,M.Epid; Substansi Surveilans
Rubiyo, SKM; Substansi Surveilans
dr. Febry Immanuella; Substansi Surveilans
Emita Ajis, SKM, MPH; Substansi Surveilans
Puhilan, SKM.M.Epid; Substansi Surveilans
Lia Septiana, SKM, M.Kes; Substansi Surveilans
Megawati Aslina, SKM, M.Epid; Substansi Surveilans
Wawang, SKM; Substansi Surveilans
Yuni Malyati, SKM; Substansi Surveilans
Siti Masfufah, SKM ; Substansi Surveilans
Lulu Ariyantheny Dewi, SKM, MIPH; Substansi Imunisasi
Diany Litasari, SKM.M.Epid ; Substansi Imunisasi
dr. Nida Rohmawati, MPH ; Substansi Kesehatan Maternal dan Neonatal
Dit Kesehatan Keluarga
dr. Rima Damayanti, M.Kes ; Substansi Kesehatan Maternal dan Neonatal
Dit Kesehatan Keluarga
dr. Stefani Christanti ; Substansi Kesehatan Maternal dan Neonatal
Dit Kesehatan Keluarga

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


iv
R. Danu Ramadityo, S.Psi, MKM ; Substansi potensi dan sumberdaya
promosi kesehatan
Dewi Sibuea, SKM, MKM ; Substansi potensi dan sumberdaya
promosi kesehatan
dr. Mushtofa Kamal,MSc ; World Health Organization (WHO) - Indonesia
Ni’mah Hanifah, S.Gz ; World Health Organization (WHO) - Indonesia
Fetty Wijayanti SKM, M.Kes; CDC Indonesia
dr. Kenny Peetosutan, MPH: Unicef Indonesia
dr. Rusipah, MPH; Unicef Indonesia - Indonesia
Niprida, SKM.M.Epid : Unicef Indonesia - Indonesia
Rustini Floranita, SKM, MPH; Unicef Indonesia - Indonesia

Editor :
Vivi Voronika, SKM, M.Kes
Dr. Mushtofa Kamal, MSc
Ni’mah Hanifah, S.Gz

Penebit :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang :


Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya dalam bentuk
dan dengan cara apapun juga, baik secara mekanis maupun elektronik
termasuk fotocopy rekaman dan lain-lain tanpa seizin tertulis dari penerbit.

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


v
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................ii
TIM PENYUSUN ...............................................................................iv
DAFTAR ISI .......................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................viii
DAFTAR TABEL................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................1
A. Latar Belakang .............................................................................1
B. Tujuan .........................................................................................3
C. Dasar Hukum................................................................................3
D. Ruang Lingkup dan Sasaran .........................................................4
E. Kebijakan, Strategi dan Indikator.................................................5
BAB II SITUASI ANALISIS .............................................................9
A. Gambaran Penyakit Tetanus Neonatorum ....................................9
1. Etiologi ..................................................................................9
2. Pengertian Penyakit ...............................................................10
3. Penularan ...............................................................................10
4. Masa Inkubasi ........................................................................10
5. Gejala Klinis ..........................................................................10
B. Epidemiologi Tetanus Neonatorum ..............................................11
C. Eliminasi Tetanus Maternal Neonatal ..........................................13
D. Imunisasi dan PAB .......................................................................14
E. Faktor Resiko ...............................................................................17
BAB III KEGIATAN SURVEILANS .................................................19
A. Definisi Operasional .....................................................................19
B. Surveilans Aktif Tetanus Neonatorum..........................................20
1. Surveilans Aktif di Masyarakat (Fasilitas kesehatan tingkat
pertama/FKTP seperti Puskesmas, Klinik Swasta dan FKTP
Lainnya (BPM) ......................................................................20
2. Surveilans Aktif Rumah sakit ................................................21

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


vi
C. Tatalaksana Kasus ........................................................................22
D. Investigasi Kasus Tetanus Neonatorum........................................23
E. Pencarian Kasus Tambahan TN....................................................24
F. Analisis Data ................................................................................25
1. Pemetaan Risiko Wilayah ......................................................26
G. Revieu Hasil Investigasi ...............................................................28
H. Respon Kesehatan Masyarakat.....................................................29
I. Rekomendasi ................................................................................31
J. Monitoring dan Evaluasi .............................................................35
1. Monitoring .............................................................................35
2. Evaluasi..................................................................................36
BAB V PENCATATAN DAN PELAPORAN ....................................37
A. Sistem Pelaporan Surveilans Tetanus Neonatorum ......................37
1. Rumah Sakit...........................................................................37
2. Puskesmas ..............................................................................38
3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota .........................................38
4. Dinas Kesehatan Provinsi ......................................................39
5. Kementerian Kesehatan (Direktorat Surkarkes, Ditjen P2P) 40
B. Pemberian Nomor Epid ................................................................40
BAB V PERAN UNIT KESEHATAN DISETIAP JENJANG ...........42
A. Peran Puskesmas .........................................................................42
B. Peran Surveilans Dinkes Kabupaten/Kota dan provinsi ..............43
C. Peran Pusat ...................................................................................44
LAMPIRAN........................................................................................45
Lampiran 1a. Form TN-01 Form Pelacakan Kasus Suspek Tetanus
Neonatorum.........................................................................................45
Lampiran 1b. Petunjuk Pengisian Form TN-01 ..................................49
Lampiran 2. Form TN-02 List Kasus Tetanus Neonatorum ...............52
Lampiran 3. Form TN-03 Monitoring dan Evaluasi ...........................53
Lampiran 4. Form SARS – PD3I ........................................................55
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................57

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Manifestasi klinis TN ........................................................11


Gambar 2. Insidensi kasus TN dan cakupan PAB di regional SEARO
tahun 2001 - 2016..............................................................12
Gambar 3. Kejadian kasus TN di Indonesia tahun 1980 – 2018.........13
Gambar 4. Alur pemetaan risiko wilayah ...........................................27
Gambar 5. Alur pencatatan dan pelaporan surveilans TN ..................37

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indikator surveilans TN yang sensitif ...................................6


Tabel 2. Jadwal imunisasi vaksin yang mengandung tetanus toxoid ..15
Tabel 3. Interval pemberian dan lama perlindungan vaksin ...............15
Tabel 4. Penemuan dan pelaporan kasus TN oleh Fasyankes/
masyarakat............................................................................21

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tetanus adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
strain toksigenik dari bakteri Clostridium tetani (C. tetani). Spora
C. tetani terdapat di lingkungan (di dalam tanah, air liur, debu dan
pupuk) spora memasuki tubuh melalui luka kulit yang terkontaminasi
atau cedera jaringan termasuk luka tusuk. Penyakit ini dapat terjadi
pada semua usia, mulai dari bayi baru lahir (neonatus) yang dikenal
dengan istilah tetanus neonatorum (TN), dan usia selain neonatus
yang dikenal dengan istilah tetanus non-neonatorum yang termasuk
didalamnya tetanus maternal. Dalam petunjuk teknis (juknis) ini,
kita akan berfokus pada surveilans TN.
Di negara-negara yang masuk kriteria low and middle income
countries (LMIC) masih terdapat banyak praktik persalinan yang
tidak higienis sehingga berisiko terjadinya infeksi baik pada ibu
maupun pada bayi. Dari sekian banyak risiko infeksi yang terjadi,
TN merupakan salah satu infeksi yang paling banyak menyebabkan
kematian. Case fatality rate (CFR) untuk TN jika tidak tertangani
adalah 100% dan akan berkurang 10-20% jika mendapatkan
perawatan intensif.
Eliminasi tetanus maternal dan neonatal atau MNTE (Maternal
and Neonatal Tetanus Elimination) didefinisikan sebagai situasi
dimana kejadian kasus TN <1 per 1000 per kelahiran hidup di
setiap (kabupaten/kota). Inisiatif untuk mencapai target ini dimulai
pada tahun 1989 dalam World Health Assembly ke-42 dimana
dicanangkan target eliminasi di tahun 1995. Melalui upaya seperti

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


1
pemberian imunisasi pada anak, ibu, wanita usia subur, dan promosi
pelaksanaan persalinan higienis maka per Juli 2019, tinggal 12
negara yang belum mencapai target tersebut. Sebagai perbandingan,
pada tahun 2018, jumlah kasus bayi baru lahir meninggal akibat TN
sebanyak 25.000, jumlah ini berkurang 88% dibandingkan dengan
tahun 2000. Hal ini tentu menjadi gambaran positif dalam upaya
mencapai status eliminasi.
Indonesia pada tahun 2016 berhasil mencapai status eliminasi
TMN (Tetanus Maternal dan Neonatal) dan menjadi negara
terakhir di Wilayah Regional Asia Tenggara WHO yang divalidasi
untuk eliminasi TMN. Saat ini Indonesia terus berupaya untuk
mempertahankan status eliminasi TMN.
Ada 4 strategi yang direkomendasikan oleh WHO untuk dapat
mempertahankan status eliminasi TMN, yaitu penguatan imunisasi
rutin, pemberian imunisasi tetanus tambahan (SIA/Supplementary
Immunization Activities) di wilayah-wilayah risiko tinggi dengan
menargetkan wanita usia subur, mempromosikan persalinan dan
perawatan tali pusat yang bersih dan penguatan surveilans TN.
Surveilans TN yang berkualitas dan dilakukan secara terus
menerus sangat diperlukan. Untuk memastikan surveilans TN dapat
berjalan dengan baik, diperlukan buku petunjuk teknis yang akan
menjadi acuan bagi para pengambil kebijakan, pengelola program
dan petugas kesehatan lainnya. Petunjuk teknis ini adalah petunjuk
untuk pelaksanaan kegiatan surveilans TN yang merupakan salah
satu upaya penting dalam mempertahankan status eliminasi TMN.
Kegiatan surveilans TN terdiri dari upaya penemuan kasus mulai
dari tingkat masyarakat, investigasi kasus, pencatatan-pelaporan,
analisis data serta penyusunan rekomendasi terkait upaya kesehatan
masyarakat yang diperlukan jika ditemukan kasus TN.

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


2
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Tersedianya buku petunjuk teknis pelaksanaan surveilans
TN sebagai acuan bagi para pengambil kebijakan, pengelola
program, dan petugas kesehatan lainnya.
2. Tujuan khusus:
a. Tersedianya petunjuk teknis sebagai acuan dalam
menentukan definisi operasional TN.
b. Tersedianya petunjuk teknis sebagai acuan untuk
melaksanakan kegiatan surveilans TN di setiap tingkatan
administrasi.
c. Tersedianya petunjuk teknis sebagai acuan untuk
pencatatan, pelaporan serta analisis data surveilans TN.
d. Tersedianya petunjuk teknis dalam melaksanakan respon
kesehatan masyarakat.
C. Dasar Hukum
1. Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular
2. Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010
tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat
Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan
PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM
3
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53 Tahun 2014 tentang
Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang
Penanggulangan Penyakit Menular
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2015 tentang
Penyakit Tidak Menular
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2015 tentang
Upaya Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit.
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Imunisasi
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2019 tentang
Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Imunisasi
13. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil,
Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan,
Pelayanan Kontrasepsi, Dan Pelayanan Kesehatan Seksual

D. Ruang Lingkup dan Sasaran


1. Ruang Lingkup
Petunjuk teknis ini menjadi acuan dalam pelaksanaan
surveilans TN yang meliputi kegiatan surveilans, pencatatan
dan pelaporan, analisis data, pemantauan dan evaluasi serta
respon kesehatan masyarakat yang harus dilakukan.

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


4
2. Sasaran
Petunjuk teknis ini dibuat sebagai acuan bagi para pengambil
kebijakan, pengelola program dan petugas kesehatan di
tingkat provinsi, kabupaten/kota dan Puskesmas serta jejaring
pelayanannya yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan
surveilans TN.

E. Kebijakan, Strategi dan Indikator


1. Kebijakan
a. Melaksanakan surveilans TN yang berkualitas dan upaya
kesehatan masyarakat lainnya (Imunisasi, KIA dan
Promkes) dalam rangka mempertahankan status eliminasi
TMN di tingkat Kabupaten/Kota .
b. Melaporkan setiap kasus suspek atau konfirmasi TN kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan
Provinsi dalam waktu 24 jam sejak kasus ditemukan di
Puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya.
c. Melakukan penyelidikan epidemiologi dilakukan dalam
waktu 7 hari sejak kasus dilaporkan dan respon kesehatan
masyarakat secara cepat.
d. Melaksanakan laporan nihil (zero report) setiap bulan
walaupun tidak ditemukan kasus yang memenuhi kriteria
suspek atau kasus konfirmasi TN di unit pelayanan.
e. Mencapai dan mempertahankan cakupan imunisasi tetanus
baik dasar maupun lanjutan, yang tinggi dan merata,
termasuk imunisasi tetanus pada wanita usia subur (WUS).

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


5
2. Strategi
a. Melakukan advokasi kepada pemangku kepentingan atau
pengambil kebijakan.
b. Sosialisasi kepada petugas kesehatan di dinas kesehatan
provinsi/kabupaten/kota, puskesmas dan fasilitas kesehatan
lainnya.
c. Memperkuat sistim surveilans epidemiologi TN bekerja
sama dengan kegiatan imunisasi, kegiatan KIA dan
program kesehatan terkait lainnya.
d. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penemuan
kasus.
e. Melakukan penyebarluasan informasi dengan metode dan
media yang sesuai dalam rangka memberikan edukasi
kepada masyarakat tentang TN meliputi bahaya, cara
pencegahan serta penemuan kasus.
3. Indikator
Indikator surveilans TN dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1. Indikator surveilans TN yang sensitif
TAR-
INDIKATOR DESKRIPSI FORMULA KETERANGAN
GET
# Fasilitas pelayanan
Persentase Fasilitas kesehatan yang mel-
Fasilitas pe-
KELENGKA- pelayanan kesehatan aporkan TN dibagi
layanan keseha-
PAN LAPORAN yang melaporkan data ≥ 90% # jumlah semua
tan : Puskesmas
BULANAN TN atau pelaporan nihil Fasilitas pelayanan
atau RS
(zero report) kesehatan x 100 (da-
lam periode tertentu)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


6
# Fasilitas pelayanan
Persentase Fasilitas pe- Di setiap tingkat,
kesehatan yang mel-
layanan kesehatan yang laporan harus
KETEPATAN aporkan data surv TN
melaporkan data TN diterima pada
LAPORAN BU- ≥ 80% tepat waktu dibagi
tepat waktu, bahkan saat atau sebelum
LANAN # jumlah semua
tidak ada kasus (laporan tanggal yang
Fasilitas pelayanan
nihil) diminta.
kesehatan x 100
Indikator ini akan
Proporsi kasus dugaan # jumlah kasus TN mencerminkan
TN yang sudah diinves- yang diinvestigasi keterwakilan sur-
KELENGKAPAN
tigasi (hanya di antara ≥ 90% dibagi # jumlah veilans berbasis
INVESTIGASI
kasus yang dilaporkan kasus TN yang kasus dan efisien-
dari fasilitas kesehatan) dilaporkan x 100 si investigasi
kasus.
# jumlah suspek TN
yang diinvestigasi
Persentase dari semua
dalam waktu 7 hari
KETEPATAN suspek TN yang diinves-
≥ 80% sejak dilaporkan
INVESTIGASI tigasi dalam waktu 7 hari
dibagi # jumlah
sejak dilaporkan
suspek TN yang
diinvestigasi x 100
Indikator ini
harus dihitung
menggunakan
kasus TN yang
# jumlah kabupaten/
dikonfirmasi.
Persentase kabupaten/ kota dengan <1 kasus
PENCAPAIAN Jika kelengkapan
kota dengan <1 kasus TN per 1.000 kelahi-
STATUS ELIMI- 100% investigasi sus-
TN per 1.000 kelahiran ran hidup dibagi jum-
NASI TMN pek TN <90%,
hidup lah total kabupaten/
indikator dapat
kota x 100
dihitung dengan
menggunakan
jumlah suspek
yang dilaporkan.

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


7
# Jumlah ibu dengan
kasus TN yang
Persentase ibu dengan
menerima vaksin Td
kasus TN yang menerima
KECUKUPAN berdasarkan hasil
vaksin Td berdasar- 100%
RESPON KASUS skrining saat inves-
kan hasil skrining saat
tigasi dibagi jumlah
investigasi
total investigasi
kasus TN x 100

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


8
BAB II
SITUASI ANALISIS

A. Gambaran Penyakit Tetanus Neonatorum

1. Etiologi
Tetanus merupakan penyakit infeksi oleh bakteri
Clostridium tetani. Clostridium tetani merupakan bakteri gram
positif anaerobik berbentuk batang lurus, berukuran panjang
2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron. Clostridium tetani dapat
mengeluarkan eksotoksin yaitu tetanospamin dan tetanolisin.
Tetanospamin inilah yang dapat menyebabkan penyakit
tetanus, sedangkan untuk tetanolisin belum diketahui dengan
jelas fungsinya.
Clostridium tetani resisten terhadap panas dan bahan
kimia, seperti etanol, phenol, dan formalin. Sporanya juga
dapat bertahan pada autoclave pada suhu 249.8°F (121°C)
selama 10–15 menit, juga resisten terhadap phenol dan agen
kimia yang lainnya. Spora ini bisa tahan beberapa bulan
bahkan beberapa tahun di lingkungan. Jika bakteri tersebut
menginfeksi seseorang yang biasanya masuk melalui luka yang
dalam, maka kemudian bakteri tersebut akan mengeluarkan
tetanospasmin yang nantinya akan menyebabkan munculnya
gejala klinis TN. Bakteri ini terdapat di tanah yang tercemar
tinja manusia dan binatang, seperti kotoran kuda, domba, sapi,
anjing, kucing, tikus, dan babi.

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


9
2. Pengertian Penyakit
Tetanus neonatorum (TN) adalah penyakit tetanus yang
terjadi pada neonatus (usia <28 hari) yang disebabkan oleh
Clostridium tetani, dimana bakteri mengeluarkan toksin (racun)
dan menyerang sistem saraf pusat.
3. Penularan
Pada kasus TN, spora bakteri tersebut masuk ke dalam
tubuh bayi melalui tali pusat. Hal ini terjadi jika dilakukan
pemotongan tali pusat dan perawatan tali pusat dengan
menggunakan alat dan/atau bahan yang tidak steril.
4. Masa Inkubasi
Masa inkubasi TN adalah 3 – 10 hari. Tanda dan gejala
biasanya muncul pada hari ke-3 sampai 28 setelah kelahiran
(rata – rata 7 hari setelah kelahiran). Apabila masa inkubasi
kurang dari 7 hari, biasanya memiliki prognosis penyakit lebih
buruk dan mempunyai angka kematian yang tinggi.
5. Gejala Klinis
Gejala awal adalah kesulitan minum karena terjadinya
trismus atau lock jaw (spasme otot pengunyah). Mulut
mencucu seperti ikan (karpermond), sehingga bayi tidak dapat
minum dengan baik. Selain itu terdapat risus sardonicus atau
wajah seperti senyum terpaksa dan alis terangkat. Kemudian,
dapat terjadi spasmus otot yang luas dan kejang umum, seperti
opisthotonus atau tulang belakang seperti melengkung ke
belakang.

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


10
Gambar 1. Manifestasi klinis TN
Kejang terjadi terutama apabila terkena rangsang cahaya,
suara, dan sentuhan. Leher menjadi kaku, dinding perut kaku,
mengeras. Kalau terdapat kejang otot pernapasan, dapat terjadi
sianosis (wajah bayi membiru).

B. Epidemiologi Tetanus Neonatorum


WHO memperkirakan telah terjadi penurunan kematian
akibat TN sebesar 85% dalam kurun waktu 2000 - 2018, dari
170.829 kematian pada 2000 menjadi 25.000 kematian pada 2018.
Sedangkan kasus TN yang dilaporkan mengalami penurunan 90%,
dari 17.935 pada 2000 menjadi 1803 pada 2018, bahkan pada 2018,
13 (22%) dari 59 negara prioritas melaporkan kasus TN nihil.
Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian perinatal
dan menyumbangkan 20% kematian bayi. Angka kejadian tetanus

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


11
neonatorum 6-7/100 kelahiran hidup di perkotaan dan 11-23/100
kelahiran hidup di pedesaan. Tetanus neonatorum bertanggung
jawab terhadap 50% kematian neonates yang disebabkan oleh
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).

Gambar 2. Insidensi kasus TN dan cakupan PAB di regional SEARO


tahun 2001 - 2016
Angka Kematian Bayi di Indonesia tercatat 24 per 1000
kelahiran hidup, Angka Kematian Neonatal 15 per kelahiran hidup
(SDKI, 2017) dan Angka Kematian Ibu 305 per 100.000 kelahiran
(SUPAS, 2015). Penyebab kematian bayi ini salah satunya adalah
tetanus dimana pada neonatus lebih dikenal dengan tetanus
neonatorum (TN).
Data Riskesdas 2018 menunjukkan 10 kasus TN kasus
terbanyak di provinsi Kalimantan Tengah dan provinsi Jambi
dengan masing -masing kasus 3 (tiga) kasus dan 1 (satu) kasus
dengan CFR 40%, sementara 6 (enam) kasus lainnya tidak
menyebabkan kematian masing-masing di provinsi Sumatera
Selatan 2 kasus, Aceh 1 kasus, Lampung 1 kasus, Kalimantan Barat
1 kasus dan Riau 1 kasus. Kejadian TN ini dipengaruhi antara lain
adalah status imunisasi, penolong persalinan, perawatan tali pusat
dan pemotongan tali pusat. Gambar 3 adalah grafik insidensi kasus
TN di Indonesia.
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021
12
Gambar 3. Kejadian kasus TN di Indonesia tahun 1980 – 2018.
Sumber: Laporan MNTE PVA 2020

C. Eliminasi Tetanus Maternal Neonatal


1. Diawali pada Sidang Kesehatan Dunia 1989 yang mendukung
inisiasi eliminasi TN, yang kemudian inisiasi ini berganti nama
menjadi Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (Eliminasi
TMN) pada 1999 dengan target 595 negara prioritas, melalui
strategi: 1) cakupan imunisasi Tetanus toxoid (TT) minimal 2
dosis sesuai interval pada WUS 80% di daerah berisiko tinggi;
2) Persalinan oleh tenaga kesehatan 70% ; dan 3) Peningkatan
surveilans kasus TN.
2. Eliminasi tetanus neonatorum di Indonesia diinisiasi pada 1996
dengan target 105 kabupaten kota berisiko tinggi. Pada 2001
inisiasi diperbaharui menjadi Eliminasi TMN dengan target 59
kabupaten kota berisiko tinggi. Pada 2003 – 2004 dilakukan
pemberian imunisasi TT tambahan pada WUS sebanyak 2 kali
di 72 kabupaten/kota di 18 provinsi, kemudian pada 2007-
2008 dilanjutkan di 27 kabupaten kota berisiko tinggi lainnya.

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


13
Kabupaten/kota dinyatakan Eliminasi TMN jika: 1). Insidens
rate tetanus neonatorum < 1/1000 kelahiran hidup per tahun
yang dibuktikan dengan kinerja surveilans TN yang sensitive,
2). Cakupan bayi lahir terlindung dari TN yang dibuktikan
dengan status T2+ pada ibu atau PAB > 80%, dan 3) Cakupan
persalinan di fasilitas kesehatan > 87%.
3. Validasi Eliminasi TMN di Indonesia dilakukan dalam 4 tahap:
tahap-1 pada 2010 di regional Jawa & Bali, tahap-2 pada 2010 di
regional Sumatera, tahap-3 pada 2011 di regional Kalimantan,
Sulawesi, Nusa Tenggara, dan tahap-4 pada 2016 di regional
Maluku & Papua. Dengan demikian Indonesia dinyatakan
Eliminasi TMN pada tahun 2016,
4. Penilaian Pasca Validasi (PVA/Post Validation Assessment).
Pada Februari 2020 dilakukan PVA melalui review data
lapangan disertai survei cepat di 4 kabupaten berisiko tinggi
dan 3 kabupaten berisiko rendah terjadinya TN. Berdasarkan
data yang dikumpulkan tidak ditemukan kasus TN > 1 per
1000 bayi lahir hidup dan 90% ibu melakukan pemeriksaan
kehamilan di fasilitas kesehatan, meskipun cakupan imunisasi
ibu hamil kurang dari 80%, tim PVA memberikan kesimpulan
bahwa Eliminasi TMN di Indonesia dapat dipertahankan.

D. Imunisasi dan PAB


1. Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/
meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu
penyakit sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


14
Kekebalan terhadap suatu penyakit juga bisa didapat
setelah terjadi infeksi, namun pada tetanus kekebalan ini tidak
terjadi sehingga kekebalan terhadap penyakit tetanus hanya
dapat diperoleh melalui kekebalan buatan, secara pasif dengan
suntikan anti tetanus serum dan atau secara aktif dengan
pemberian imunisasi tetanus (jenis vaksin yang diberikan
sesuai usia). Jadwal imunisasi tetanus dengan vaksin yang
mengandung tetanus toxoid saat ini di Indonesia adalah sebagai
berikut :
Tabel 2. Jadwal imunisasi vaksin yang mengandung tetanus toxoid
No Imunisasi Usia Pemberian
1 DPT-HB-Hib (4 dosis) 2, 3, 4 dan 18 bulan
2 DT SD/sederajat Kelas 1
3 Td (2 dosis) SD/sederajat kelas 2 dan 5
4 Td WUS (jumlah dosis sesuai hasil WUS (15-39 tahun)
skrining status T)
Seseorang khususnya wanita telah memiliki perlindungan
terhadap penyakit tetanus dalam jangka panjang jika telah
memiliki status imunisasi tetanus T5 yang diperoleh sejak
anak-anak. Pemberian imunisasi Td bagi WUS harus didahului
dengan skrining atau penapisan riwayat imunisasi tetanusnya
terlebih dahulu oleh petugas kesehatan.
Tabel 3. Panduan Penapisan Status Imunisasi Tetanus dan Pemberian
Imunisasi Lanjutan Td Pada Wanita Usia Subur (WUS)
Status T Interval Minimal Pemberian Lama Perlindungan
T1 -- Belum ada kekebalan
T2 1 bulan dari status T1 3 tahun
T3 6 bulan dari status T2 5 tahun
T4 1 tahun dari status T3 10 tahun
T5 1 tahun dari status T4 >25 tahun
PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM
15
2. Protection at Birth (PAB)
PAB adalah tingkat perlindungan terhadap TN pada bayi
saat lahir dari ibu yang masih memiliki masa/lama perlindungan
terhadap tetanus dari vaksin yang mengandung tetanus toxoid
yang diperoleh sebelumnya.
Saat melakukan Antenatal care (ANC) perlu dilakukan
skrining status “PAB” nya dengan melihat catatan/riwayat
imunisasi tetanus yang mengandung tetanus toxoid dan
intervalnya (lihat tabel 3). Jika seorang ibu hamil memiliki
riwayat imunisasi tetanus yang tidak jelas atau belum pernah
imunisasi maka kepada ibu hamil tersebut diberikan vaksin Td
sebanyak 2 kali dengan interval minimal satu bulan, dimana
suntikan ke 2 diberikan paling lambat satu bulan sebelum
waktu perkiraan persalinan. Jika berdasarkan catatan/riwayat
imunisasi sebelumnya masa/lama perlindungannya sudah habis
maka kepada ibu hamil tersebut diberikan vaksin Td dengan
memperhatikan interval minimal pemberian paling lambat satu
bulan sebelum waktu perkiraan persalinan.
Demikian juga imunisasi pada wanita usia subur (WUS)
juga didahului dengan skrining untuk mengetahui status
imunisasi tetanus (status T) dan berapa kali lagi diperlukan
tambahan pemberian imunisasi Td agar tercapai status T5.

Perlu menjadi perhatian bahwa seorang WUS,


termasuk ibu hamil, harus mencapai status T5
melalui pemberian imunisasi Td sesuai interval agar
mendapatkan perlindungan jangka panjang

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


16
E. Faktor Risiko
Faktor risiko TN sering teridentifikasi secara bersamaan
(multifaktorial) pada satu individu sehingga meningkatkan risiko
kejadian TN secara kumulatif. Adapun faktor risiko kejadian TN
adalah sebagai berikut:
1. Faktor yang berkaitan dengan persalinan yang tidak aman
a. Persalinan atau prosedur medis lainnya yang dilakukan di
luar fasilitas kesehatan.
b. Persalinan tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
kompeten menangani persalinan.
c. Praktek persalinan dan perawatan tali pusat yang tidak
bersih atau tidak steril, misalnya:
- Terdapat hewan peliharaan yang tinggal dalam rumah
atau dekat rumah tempat bersalin (kotoran hewan
peliharaan dapat mengandung spora Clostridium
tetani).
- Instrumen dan tangan penolong yang tidak bersih.
- Penggunaan tikar, tanah, atau alas persalinan yang
tidak bersih.
- Penggunaan bahan tradisional untuk membantu
persalinan.
2. Faktor yang berkaitan dengan imunisasi
Ibu tidak memiliki status imunisasi minimum T2 dengan masa
perlindungan yang optimal (PAB).

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


17
3. Faktor yang berkaitan dengan sosial ekonomi dan budaya
a. Kemiskinan
b. Tingkat pendidikan orang tua yang rendah
c. Pemeriksaan antenatal yang tidak rutin
d. Usia ibu yang muda atau kondisi kehamilan pertama,
maupun keduanya
4. Faktor lainnya
Riwayat kematian anak sebelumnya dalam keluarga akibat TN.

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


18
BAB III
KEGIATAN SURVEILANS

A. Definisi Operasional
Semua suspek TN harus dilakukan investigasi. Penentuan
kriteria kasus konfirmasi TN tidak berdasarkan pemeriksaan
laboratorium tetapi berdasarkan gejala klinis dan diagnosis dokter
atau tenaga kesehatan terlatih
1. Suspek TN memenuhi kriteria berikut:
a. Kasus atau kematian TN yang didiagnosa oleh bukan
dokter atau petugas kesehatan terlatih dan tidak dilakukan
investigasi.
b. Kematian neonatus yang tidak diketahui penyebabnya.
2. Kasus konfirmasi memenuhi kriteria berikut:
Bayi lahir hidup dapat menangis dan menyusu/minum dalam 2
hari pertama kemudian muncul gejala seperti mulut mencucu
(trismus) sehingga sulit menyusu/minum disertai kejang
rangsang, yang dapat terjadi sejak umur 3-28 hari.

Kasus TN didiagnosa oleh dokter atau petugas


kesehatan terlatih

3. Bukan kasus TN (discarded)


Kasus yang setelah dilakukan investigasi tidak memenuhi
kriteria klinis

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


19
B. Surveilans Aktif Tetanus Neonatorum
Penemuan kasus secara aktif melalui surveilans di masyarakat dan
surveilans di rumah sakit.
1. Surveilans Aktif di Masyarakat (Fasilitas kesehatan tingkat
pertama/FKTP seperti Puskesmas, Klinik Swasta dan
FKTP Lainnya (BPM)
a. Setiap minggu petugas surveilans melakukan surveilans
aktif dengan mereview register MTBM ( Manajemen
Terpadu Bayi Muda).
b. Diagnosa dari semua suspek TN yang berobat ke fasilitas
pelayanan kesehatan ditetapkan oleh Dokter.
c. Penemuan kasus melalui kegiatan kegiatan kunjungan
neonatal (KN1, KN2 dan KN3) dengan menggunakan
form atau bagan MTBM. Jika ditemukan kasus dengan
klasifikasi infeksi bakteri berat perlu ditelusuri riwayat
persalinan ibu atau hal lainnya yang mengarah kepada
suspek TN dan segera dilaporkan ke petugas surveilans.
d. Bila tidak ditemukan kasus dalam kunjungan ke puskesmas
maka puskesmas melakukan laporan nihil/ / Zero Report”
mingguan melalui laporan rutin.
e. Penemuan suspek TN terutama pada daerah dengan
risiko tinggi dilakukan melalui koordinasi dengan tokoh
masyarakat, tokoh agama dan kader, karena itu diperlukan
pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan edukatif dan
partisipatif dalam penemuan suspek tetanus neonatorum.
f. Jika ditemukan suspek TN atau kematian bayi usia 3-28
hari segera lapor ke puskesmas atau rumah sakit terdekat
yang ada di wilayahnya.

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


20
2. Surveilans Aktif Rumah sakit
Rumah sakit yang dimaksud adalah RS Pemerintah, swasta dan
Rumah Sakit Khusus (rumah bersalin, RS ibu dan anak, klinik
yang memiliki perawatan ibu dan anak).
a. Setiap minggu petugas surveilans Kabupaten/kota
melakukan Surveilans aktif dirumah sakit yang terintegrasi
dengan kegiatan surveilans AFP dan PD3I lainnya dengan
mengunakan form SARS-PD3I (lampiran 4)
b. Surveilans aktif dilakukan dengan merevieu register
dibagian rawat jalan dan rawat inap bagian anak, kebidanan,
perinatologi/neonatologi, rekam medik, bagian gawat
darurat maupun register kematian perinatal/neonatal.
c. Bila tidak ditemukan kasus dalam kunjungan ke rumah
sakit maka dalam formulir SARS PD3I tetap dikirimkan
dengan dituliskan NIHIL (zero report).
Tabel 4. Penemuan dan pelaporan kasus TN oleh Fasyankes/
masyarakat
Fasyankes/
Petugas Penemuan kasus Tindakan dan pelaporan
Lokasi
Penemuan suspek
Masyarakat/kader
TN di masyarakat
Dilaporkan ke puskes-
Masyarakat Laporan mas- mas setempat
Bidan desa yarakat, atau saat
KN1, KN2, KN3
Ruang bersalin/ per- Kasus konfirmasi
Pelaporan ke Dinas
awatan neonatal TN
Puskesmas Kesehatan Kabupaten/
Review register
UGD Kota
MTBM

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


21
Fasyankes/
Petugas Penemuan kasus Tindakan dan pelaporan
Lokasi
Bagian/ruang perina- Kasus konfirmasi Pelaporan ke Dinas
Rumah sakit tologi TN Kesehatan Kabupaten/
UGD Reviu register RS Kota
Klinik persalinan/ Kasus konfirmasi
perinatologi Pelaporan ke Dinas
TN
Klinik swasta Kesehatan Kabupaten/
Reviu register
Klinik bidan swasta Kota
MTBM

C. Tatalaksana Kasus
Tatalaksana Kasus sebelum dilakukan rujukan ke rumah sakit,
sebagai berikut:
1. Tata laksana spasme, alternatif pertama dengan pemberian
diazepam rectal 5 mg atau diberikan diazepam IM dengan
dosis 1-2 mg setiap 3 s.d 4 jam.
2. Debridement luka, perawatan tali pusat.
3. Pemberian human tetanus immunoglobulin/HTIG diberikan IM
dengan dosis 500 IU atau ATS 100.000 IU dengan pemberian
50% IM dan 50% IV
4. Pemberian antibiotik yang sesuai yaitu metronidazole 15 mg/
kg/BB di berikan secara IV atau oral.
5. Monitoring
Monitoring yang perlu dilakukan terhadap spasme diafragma,
aspirasi, kejang, apnue, gangguan otonom.
6. Segera dirujuk ke rumah sakit

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


22
D. Investigasi Kasus Tetanus Neonatorum
1. Investigasi dilakukan bertujuan untuk :
- menetapkan diagnosis TN
- mencari kasus tambahan TN di wilayah kasus untuk
mengetahui apakah ada kluster TN
- mengetahui faktor risiko TN
- mengetahui gambaran epidemiologi TN
2. Setiap suspek TN harus diinvestigasi sesegera mungkin dalam
waktu 24 jam setelah ada alert di SKDR.
3. Cara investigasi
- Menggunakan formulir investigasi TN ( form TN-01)
- Melakukan wawancara terhadap orang tua kasus, penolong
persalinan dan tenaga kesehatan pemberi pelayanan
antenatal untuk mendapatkan informasi faktor risiko kasus
TN
- Menanyakan identitas bayi, riwayat kelahiran dan riwayat
kesakitan/kematian bayi.
- Kemudian dengan menggunakan kriteria diagnosis,
dilakukan penetapan diagnosis TN dan faktor risikonya
sesuai dengan definisi operasional.
- Semua suspek TN atau kematian yang dilaporkan harus
diselidiki dengan menggunakan formulir investigasi (Form
TN-01)
Hasil investigasi dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bersama Pokja
KIA termasuk ke dalam kegiatan AMPSR (Audit maternal perinatal
surveilans dan respon) untuk memberikan rekomendasi bagi pengambil
kebijakan program terkait.

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


23
4. Data/Informasi yang dikumpulkan pada saat investigasi ( Form
terlampir)
- Tempat dan tanggal lahir
- Tanggal dan usia kematian
- Usia gestasi/kehamilan
- Berat badan bayi lahir
- Persalinan di Fasilitas pelayanan kesehatan, jelaskan jika
persalinan tidak dilakukan di Fasilitas pelayanan kesehatan
- Status imunisasi ibu
- Pelayanan neonatal esensial termasuk pemotongan dan
perawatan tali pusat
- Gejala yang timbul
- Faktor risiko lain (yang diperlukan untuk rekomendasi
respon) seperti berapa lama ibu tinggal di wilayah tersebut,
frekuensi kegiatan pelayanan imunisasi di wilayah tempat
tinggal, kegiatan ANC, dan alasan-alasan mengapa tidak
PAB jika ibu tidak menerima imunisasi tetanus

E. Pencarian Kasus Tambahan TN


Pencarian kasus tambahan dilakukan dengan :
1. Melacak persalinan yang ditolong selama 3 bulan terakhir di
fasilitas pelayanan kesehatan atau diluar fasilitas pelayanan
kesehatan dengan formulir TN-01.
2. Melacak kasus tersangka TN yang ditolong 3 bulan terakhir
oleh penolong persalinan yang sama
3. Menanyakan kepada masyarakat setempat, tokoh masyarakat
dan kader setempat apakah ada kematian bayi umur 3-28 hari

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


24
atau kasus yang sama disekitar tempat tinggal kasus yang tidak
ketahui penyebabnya
4. Apabila ditemukan kasus tambahan atau kematian bayi umur
3-28 hari dalam periode 3 bulan terakhir, maka dilakukan
kunjungan dan wawancara dengan menggunakan formulir
TN-02.
5. Mengumpulkan data cakupan imunisasi Td2+ pada ibu hamil
di tingkat desa, persalinan di fasyankes dan kunjungan neonatal
desa kasus bersumber dari Puskesmas.
6. Lakukan Rapid Community Assessment dengan mewawancara
minimal 7 atau lebih ibu yang melahirkan dalam 2 tahun terakhir
untuk mendapatkan informasi status imunisasi, tempat dan
orang yang membantu dalam persalinan, penggunaan alat-alat
yang tidak higienis dalam memotong tali pusat, penggunaan
ramuan/bahan yang tidak higienis pada perawatan tali pusat,
dan status imunisasi anak.

Segera membuat laporan akhir investigasi yang


kemudian dikirimkan ke program terkait dan ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

F. Analisis Data
Analisis dilakukan untuk memantau upaya mempertahankan status
eliminasi dan untuk memberikan rekomendasi upaya kesehatan
masyarakat ;
1. Diolah berdasarkan laporan rutin mingguan
- Kelengkapan dan ketepatan laporan nihil mingguan
- Jumlah kasus dan incidence rate per bulan, tahun dan
berdasarkan wilayah

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


25
- Capaian mempertahankan kasus TN<1/1000 kelahiran
hidup di setiap kab/kota per tahun
2. Situasi imunisasi rutin
- Cakupan imunisasi Td 2+ pada ibu hamil per tahun di
tingkat desa/kelurahan
- Cakupan status imunisasi tetanus T5 pada WUS per tahun
di tingkat desa/kelurahan
- Cakupan imunisasi DPT-HB-Hib3 dan DPT-HB-Hib4 pada
bayi dan baduta per tahun di tingkat desa/kelurahan
- Cakupan imunisasi DT dan Td BIAS per tahun di tingkat
kecamatan
3. Case based data (data berasal dari hasil investigasi)
- Jumlah kasus TN berdasarkan jenis kelamin, tempat
persalinan, PAB, penolong persalinan, penggunaan alat
untuk memotong tali pusat, perawatan tali pusat usia ibu
dan paritas, %ANC
- CFR pada kasus TN konfirmasi
- % kasus dengan status imunisasi tetanus ibu minimum T2
dengan masa perlindungan optimal
- % kasus yang tidak dilaporkan melalui pencarian kasus
aktif (retrospektif)
- Distribusi kematian akibat TN per kab/kota
1. Pemetaan Risiko Wilayah
Kriteria pembagian daerah dengan tingkat risiko kejadian
TN adalah daerah risiko tinggi, daerah risiko rendah dan daerah

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


26
dengan kinerja surveilans tidak baik (silent area). Adapun
kriteria masing-masing daerah adalah sebagai berikut:
a. Daerah risiko tinggi adalah kabupaten/kota dimana:
1) ditemukan kasus TN selama satu tahun terakhir
> 1/1000 kelahiran hidup, atau
2) jika insidensi <1/1000 kelahiran hidup tetapi surveilans
tidak sensitif, cakupan persalinan di fasilitas pelayanan
kesehatan < 87%, dan cakupan imunisasi Td 2+ pada
ibu hamil < 80% pada tahun yang sama
b. Daerah risiko rendah adalah kabupaten/kota dimana:
1) Insidensi TN <1/1000 kelahiran hidup dan kinerja
surveilans yang sensitif
2) Insidensi TN <1/1000 kelahiran hidup dan cakupan
persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan ≥ 87%, atau
3) Insidensi TN <1/1000 kelahiran hidup dan cakupan
imunisasi Td 2+ pada ibu hamil ≥ 80%
TN <1/1000 kelahiran hidup
Surveilans
Risiko Tidak Ya TN sensitif?
Tinggi
Cakupan Tidak Ya Risiko
persalinan Rendah
faskes ≥ 87% Risiko
Ya Rendah
Tidak

Cakupan Td2+ ≥80% Risiko


atau PAB >80% Ya Rendah

Tidak

Berisiko
Tinggi

Gambar 4. Alur pemetaan risiko wilayah

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


27
Keterangan:
1. Surveilans TN sensitif adalah: a) sistem laporan nihil yang
berjalan dengan baik; b) kelengkapan laporan surveilans di
fasilitas kesehatan di setiap kabupaten/kota ≥80%; c) HRR
dilakukan setidaknya setahun sekali.
2. Persalinan oleh tenaga kesehatan atau sebagaimana ditentukan
oleh kebijakan nasional.

G. Revieu Hasil Investigasi


Revieu hasil investigasi merupakan salah satu kegiatan yang
penting setelah kegiatan investigasi kasus TN dilakukan. TN
merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
dan merupakan salah satu penyebab kematian bayi. Oleh karena itu
setiap kasus TN menjadi perhatian program terkait yaitu program
imunisasi dan program KIA. Adanya kasus TN merupakan salah
satu indikasi adanya masalah pada program imunisasi maupun KIA.
Revieu hasil investigasi faktor risiko tersebut harus disampaikan
ke program terkait untuk menjadi perhatian dan perbaikan program.
Selain itu peta risiko wilayah juga disampaikan saat pertemuan
revieu.
Dalam revieu hasil investigasi maka lintas program terkait
harus hadir dalam satu pertemuan. Orang-orang yang hadir tersebut
sebaiknya adalah pimpinan atau pejabat yang memiliki kewenangan
dalam pengambilan keputusan. Sehingga hasil dari revieu dapat
ditindaklanjuti dengan baik.

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


28
H. Respon Kesehatan Masyarakat
1. Puskesmas
a. Melakukan penyelidikan epidemiologi, kemudian
menentukan wilayah berisiko tinggi. Wilayah yang berisiko
tinggi ditentukan dengan kriteria sebagai berikut:
- Cakupan imunisasi tetanus pada bayi dan anak serta
WUS rendah selama 3 tahun berturut-turut
- Cakupan ANC rendah
- Cakupan persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan
rendah
- Cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN Lengkap)
- % kelengkapan dan ketepatan laporan
- % kelengkapan dan ketepatan investigasi
- % Pencapaian dan mempertahankan Eliminasi Tetanus
Maternal dan Neonatal (ETMN)
- Lingkungan dengan sanitasi yang buruk
- Penggunaan alat pemotong tali pusat yang tidak steril
- Perawatan tali pusat tidak dilaksanakan secara higienis,
menggunakan alat-alat tradisional
- Kurangnya kebersihan tempat pelayanan persalinan
b. Melakukan Rapid Community Assessment dan Rapid
Convenience Assessment pada wilayah ditemukannya
suspek dan wilayah sekitar yang berisiko tinggi.
c. Melaksanakan RCA (Rapid Convenience Assessment)
atau survei cepat status imunisasi yang bertujuan untuk
mengevaluasi status imunisasi rutin (tetanus dan jenis
antigen lainnya) pada anak-anak yang berada di wilayah

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


29
tersebut. RCA dilakukan pada minimal 20 rumah tangga
yang memiliki sasaran imunisasi rutin. Apabila ditemukan
anak-anak atau sasaran yang belum lengkap status
imunisasinya maka lakukan kegiatan imunisasi kejar,
jadwalkan pemberiannya sesegera mungkin di puskesmas,
fasilitas pelayanan kesehatan atau posyandu setempat.
Dapat dilaksanakan kegiatan Backlog Fighting bila
dibutuhkan.

Pelaksanaan Rapid Community Assessment dengan


Rapid Convenience Assessment dapat dilakukan
bersamaan (terintegrasi)

d. Edukasi tentang TN dan pencegahannya terhadap


masyarakat:
- Imunisasi rutin lengkap bagi bayi dan anak serta
imunisasi Td bagi WUS
- Persalinan di fasiltas pelayanan kesehatan
- Pemotongan dan perawatan tali pusat.
- ANC dan kunjungan neonatal (KN)

2. Mitra Surveilans Puskesmas (TP- PKK kecamatan, pemerintah


kecamatan, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, fasilitas
pelayanan kesehatan swasta, dll):
a. Petugas Puskesmas berkordinasi dengan mitra surveilans
terkait informasi yang dibutuhkan dalam penemuan kasus
suspek tetanus neonatorum di wilayahnya.
b. Mitra surveilans berperan aktif dalam melakukan
kewaspadaan dini, memfasilitasi pencegahan dan
penanggulangan kasus tetanus neonatorum di dalam
wilayahnya

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


30
c. Membantu menyosialisasikan pencegahan dan
penanggulangan kasus tetanus neonatorum

3. Peran serta Masyarakat


a. Petugas Puskesmas berkordinasi dengan Ketua RT/RW,
kader kesehatan, tokoh agama/tokoh masyarakat, dll dalam
memperoleh informasi terkait penemuan kasus suspek TN
di wilayahnya.
b. Masyarakat melaporkan kepada petugas puskesmas apabila
menemukan suspek TN atau menemukan adanya faktor
risiko untuk timbulnya kasus TN
c. Masyarakat bersedia diambil foto/dokumentasi yang
relevan apabila diperlukan
d. Masyarakat mengikuti tatalaksana penyakit TN apabila
diperlukan dengan didampingi petugas puskesmas

I. Rekomendasi
Pelaksanaan respon/tindakan korektif berdasarkan analisis hasil
investigasi, baik yang dilaksanakan di tingkat puskesmas atau
fasyankes lainnya maupun yang di tingkat Kabupaten/Kota.
1. Penyusunan rencana pelaksanaan respon/tindakan korektif
segera setelah kegiatan analisis hasil investigasi.
2. Pelaksanaan rencana tindak lanjut oleh program terkait sesuai
hasil analisis investigasi.
3. Diseminasi hasil analisis investigasi kepada program terkait
termasuk Pokja KIA guna memantapkan tindakan korektif/
respons.

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


31
4. Monitoring dan evaluasi surveilans TN.
5. Peningkatan kualitas pelayanan dan pemenuhan logistik
esensial, selain perbaikan proses-proses yang terkait dengan
kebijakan, sistem kesehatan, dan peran serta lintas sektor.
6. Penyusunan laporan tahunan surveilans TN secara berjenjang
provinsi, kab/kota dan puskesmas
Rekomendasi hasil analisis investigasi dapat diberikan, sebagai
berikut :
1. Imunisasi
Meningkatkan dan mempertahankan cakupan imunisasi rutin
tetanus 3 dosis DPT-HB-Hib saat bayi dan 1 dosis DPT-HB-
Hib saat baduta, DT dan Td pada anak usia sekolah dasar/
madrasah serta Td bagi WUS yang tinggi dan merata, melalui
upaya-upaya penguatan imunisasi rutin yaitu:
a. Melakukan penyusunan mikroplaning program imunisasi
di setiap tingkatan melibatkan LP/LS terkait
b. Melakukan upaya pelacakan bayi dan baduta yang belum/
tidak lengkap status imunisasinya (defaulter tracking) dan
menindaklanjutinya dengan melaksanakan imunisasi kejar
atau catch up untuk melengkapi status imunisasi sasaran
c. Meningkatkan skrining status T pada WUS terutama calon
pengantin dan ibu hamil kemudian melengkapi status
imunisasinya dengan pemberian imunisasi Td hingga
memiliki status imunisasi T5 agar mendapatkan masa
perlindungan yang optimal
d. Meningkatkan kualitas data program imunisasi di tingkat
provinsi, kabupaten/kota, serta puskesmas dan tempat

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


32
pelayanan lainnya termasuk posyandu
e. Melakukan analisis dan pemanfaatan data PWS terintegrasi
dengan surveilans, KIA dan promkes yang secara rutin
didiseminasikan melalui mini lokakarya tingkat puskesmas
maupun kecamatan
f. Memastikan pengelolaan rantai dingin vaksin yang efektif
sesuai dengan prosedur
g. Memastikan ketersediaan sumber daya manusia yang
berkualitas dan dalam jumlah yang memadai
h. Melakukan upaya penguatan surveilans KIPI dengan
memastikan pencatatan dan pelaporan berjalan sesuai
prosedur serta tersedia sistem rujukan yang terkoordinasi
dengan baik
i. Mengoptimalkan upaya pemantauan dan evaluasi dengan
melibatkan LP/LS terkait
2. Program KIA
a. Melakukan pemetaan cakupan kunjungan antenatal,
persalinan difasyankes, kunjungan neonatal lengkap (KN
lengkap) dan kasus TN
b. Meningkatkan cakupan kunjungan antenatal, persalinan
difasyankes, kunjungan neonatal lengkap (KN lengkap)
c. Memastikan Fasilitas pelayanan kesehatan mampu
memberikan pelayanan persalinan sesuai standar
d. Melakukan pemetaan alat pemotong tali pusat dan
perawatan tali pusat pada kasus TN (peralatan dan
pengobatan)

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


33
e. Memastikan perawatan tali pusat sesuai dengan standar
pedoman pelayanan kesehatan neonatal esensial
f. Meningkatkan KIE kepada ibu dan keluarga melalui
pemanfaatan buku KIA
3. Surveilans
a. Peningkatan capaian laporan Nihil mingguan
b. Peningkatan sensitivitas penemuan kasus dan kecepatan
kelengkapan investigasi
c. Optimalisasi analisis dan pemamfaatan data secara rutin
oleh pengelola program, pemangku kebijakan dan LS
terkait
d. Optimalisasi monitoring dan evaluasi serta umpan balik
secara berjenjang
4. Peningkatan peran serta masyarakat dalam penemuan kasus
a. Melakukan sosialisasi terkait tanda atau gejala TN kepada
kader dan tokoh masyarakat
b. Melakukan peningkatan kapasitas terkait penemuan kasus
c. Menyusun media KIE untuk masyarakat terkait TN
d. Melakukan pendampingan dalam penemuan kasus
e. Melakukan pendampingan dalam kegiatan Upaya
Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) terkait
peningkatan kesehatan anak (posyandu dan kelas ibu)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


34
J. Monitoring dan Evaluasi
1. Monitoring
Monitoring dilaksanakan secara berkala untuk mendapatkan
informasi atau mengukur indikator kinerja kegiatan. Monitoring
dilaksanakan sebagai bagian dalam pelaksanaan surveilans yang
sedang berjalan. Disamping itu monitoring akan mengawal agar
tahapan pencapaian tujuan kegiatan sesuai target yang telah
ditetapkan. Bila dalam pelaksanaan monitoring ditemukan hal
yang tidak sesuai rencana, maka dapat dilakukan koreksi dan
perbaikan pada waktu yang tepat.
Monitoring terhadap pelaksanaan surveilans TN harus
dilakukan untuk menjaga kualitas pelaksanaan kegiatan
tersebut. Tujuan utama monitoring surveilans TN adalah :
- Melihat apakah sistem surveilans TN yang dilaksanakan
berjalan sesuai dengan Juknis Surveilans TN.
- Mengidentifikasi dan memberikan solusi untuk kendala
dan tantangan yang dihadapi saat pelaksanaan Surveilans
TN.
Montoring harus dilakukan secara rutin sehingga dapat
mengidentifikasi kendala dan tantangan yang menghambat
dalam pelaksanaan surveilans Tetanus Neonatorum di semua
tingkatan sedini mungkin. Monitoring dilakukan terhadap :
a. Ketersediaan SDM surveilans TN di semua level
b. Ketersediaan Anggaran / Sumber Daya Pendukung
Kegiatan Surveilans TN
c. Pelaksanaan kegiatan Surveilans TN sesuai dengan Juknis
Surveilans TN.
d. Pencatatan dan pelaporan di setiap level

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


35
2. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur hasil dari
surveilans kesehatan yang telah dilaksanakan dalam perode
waktu tertentu. Disebabkan banyaknya aspek yang berpengaruh
dalam pencapaian suatu hasil, maka evaluasi objektif harus
dapat digambarkan dalam menilai suatu pencapaian program.
Peran dan kontribusi Surveilans Kesehatan terhadap suatu
perubahan dan hasil program kesehatan harus dapat dinilai dan
digambarkan dalam proses evaluasi.
Evaluasi terhadap surveilans TN dilakukan secara berkala
untuk melihat keberhasilan pelaksanaanya dengan tujuan yang
ingin dicapai. Evaluasi dilakukan terhadap Indikator kinerja
surveilans TN.
Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan menggunakan
formulir TN-03 monitoring dan evaluasi Surveilans TN
(Lampiran 3).

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


36
BAB V
PENCATATAN DAN PELAPORAN

A. Sistem Pelaporan Surveilans Tetanus Neonatorum

Rumah Sakit Puskesmas Faskes Lain

Puskesmas melakukan investigasi Klinik, Praktik


RS segera mengirimkan Dokter, Bidan,
notifikasi penemuan suspek suspek TN dengan form TN-01 dan
mengirim lapora ke Dinkes kader
TN ke Dinkes Kab/Kota dan
Kab/Kota berkoordinasi
rutin mengirimkan form
dengan
SARS-PD3I setiap minggu Puskesmas rutin melapor melalui
Puskesmas
pada hari Senin SKDR setiap minggu
apabila
menemukan kasus

Dinkes Kab/Kota berkoordinasi dengan Puskesmas


apabila mendapat notifikasi penemuan suspek TN dari RS
Dinkes
untuk investigasi kasus. Kab/ Kota

Dinkes Kab/Kota mengirim laporan ke Dinkes Provinsi,


berupa
Mingguan : Form TN-01
Bulanan : List Kasus Suspek TN (Form TN-02)

Dinkes Provinsi mengirim laporan ke Subdit Surveilans


berupa Dinkes
Mingguan: Form TN-01 Prov
Bulanan : List Kasus Suspek TN (Form TN-02)

Subdit Surveilans mengirimkan buletin bulanan dan surat


Pusat
umpan balik triwulan dan diseminasi ke Dinkes Provinsi

Gambar 5. Alur pencatatan dan pelaporan surveilans TN

1. Rumah Sakit
a. Setiap unit/instalasi RS yang menemukan kasus TN maka
contact person unit/instalasi tersebut segera menghubungi
koordinator surveilans RS pada hari yang sama.
b. Setiap kasus TN dilaporkan ke Dinkes Kab/Kota dalam waktu
1x24 jam sejak kasus ditemukan dengan melalui mekanisme
1
pelaporan yang ditentukan (WA, email, dsb)

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


37
c. Tim surveilans RS melakukan rekapitulasi data kasus TN ke
dalam Form SARS-PD3I, terintegrasi dengan rekapitulasi
kasus AFP dan PD3I lainnya dan dilaporkan ke Dinkes Kab/
Kota setiap hari Senin. Jika tidak ada kasus AFP dan PD3I
lainnya, form SARS-PD3I tetap dilaporkan dengan keterangan
NIHIL (zero report) setiap minggu di hari Senin

2. Puskesmas
a. Setiap kasus TN dilaporkan segera dengan format W1 (1 x 24
jam) ke dinas kesehatan kabupaten/kota.
b. Setiap kasus TN dilakukan pelacakan menggunakan formulir
TN-01 kemudian dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota (Dinkes Kab/Kota) melalui mekanisme pelaporan yang
ditentukan (WA, email, dsb).
c. Selain itu, kasus TN tersebut juga harus dilaporkan melalui
mekanisme pelaporan SKDR (skdr.surveilans.org).
d. Pastikan setiap variabel pada formulir TN-01 diisi dengan
lengkap dan benar, kecuali nomor EPID, karena nomor EPID
diberikan oleh Dinkes Kab/Kota.

3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota


a. Dinkes Kab/Kota memberikan nomor EPID untuk setiap
kasus TN yang dilaporkan dari puskesmas, RS dan fasyankes
swasta. Pastikan nomor EPID yang diberikan mengikuti kaidah
penulisan nomor EPID.
b. Formulir TN-01 yang dilaporkan dari puskesmas dilakukan cek
ulang, untuk memastikan setiap variabel sudah diisi dengan
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021
38
lengkap dan benar. Jika ada informasi yang belum lengkap
segera dikoordinasikan ulang dengan Puskesmas.
c. Melaporkan setiap kasus TN ke Dinkes Provinsi paling lambat
hari Selasa di setiap minggunya dengan melampirkan formulir
TN-01 melalui mekanisme pelaporan yang ditentukan oleh
Dinkes Provinsi (WA, email, dsb).
d. Membuat list kasus TN dalam Form TN-02 dan dilaporkan ke
Dinkes Provinsi setiap bulan pada tanggal 10 bulan berikutnya
melalui mekanisme pelaporan yang ditentukan oleh Dinkes
Provinsi (WA, email, dsb).
e. Membuat rekap kelengkapan ketepatan laporan Puskesmas dan
RS berdasarkan absensi laporan mingguan puskesmas dari data
SKDR dan laporan mingguan RS dari form SARS-PD3I untuk
kemudian melaporkan ke Dinkes Provinsi setiap bulan pada
tanggal 10 bulan berikutnya, melalui mekanisme pelaporan
yang ditentukan oleh Dinkes Provinsi (WA, email, dsb)

4. Dinas Kesehatan Provinsi


a. Memeriksa kelengkapan informasi atau variabel pada laporan
formulir TN-02 sebelum melaporkan ke Pusat.
b. Melaporkan setiap kasus TN ke Pusat paling lambat hari
Kamis di setiap minggunya dengan melampirkan Form TN-
02 melalui email epidataino@gmail.com ditembuskan ke
surveilansindonesia@gmail.com
c. Membuat form TN-02 list kasus TN provinsi yang bersumber
dari formulir list kasus TN Kab/Kota dan melaporkan ke
Kemenkes cq. Subdit Surveilans setiap bulan pada tanggal

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


39
15 di bulan berikutnya melalui email epidataino@gmail.com
ditembuskan ke surveilansindonesia@gmail.com.
d. Membuat rekapitulasi kelengkapan ketepatan laporan
Kabupaten/Kota berdasarkan absensi laporan mingguan
puskesmas dari data SKDR, laporan mingguan RS dari form
SARS-PD3I, dan laporan bulanan Kabupaten/Kota untuk
dilaporkan ke Kemenkes cq. Subdit Surveilans setiap bulan
pada tanggal 15 di bulan berikutnya melalui email epidataino@
gmail.com ditembuskan ke surveilansindonesia@gmail.com

5. Kementerian Kesehatan (Direktorat Surkarkes, Ditjen P2P)


a. Membuat list kasus TN dari laporan formulir TN-02 list kasus
TN yang dilaporkan oleh Dinkes Provinsi ke ke Kemenkes
cq. Subdit Surveilans setiap bulan.
b. Melakukan validasi dengan Dinkes Provinsi atau dengan
Dinkes Kab/Kota terkait pencatatan dan pelaporan kasus TN.
c. Memberikan umpan balik ke provinsi setiap bulan dan triwulan.

B. Pemberian Nomor Epid


Nomor EPID kasus TN yang dilaporkan dari Puskesmas,
Rumah Sakit, atau fasyankes swasta dilakukan oleh Dinkes Kab/
Kota. Pemberian nomor epid kasus TN caranya sama dengan
cara penomoran kasus AFP, tetapi didahului dengan huruf TN.
Pemberian nomor Epid berurutan selama 1 tahun, dan pada tahun
berikutnya penomoran dimulai kembali dari nomor satu.

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


40
Cara penulisan nomor Epid sbb :
- Digit 1 dan 2 kode provinsi
- Digit 3 dan 4 kode kabupaten/kota
- Digit 5 dan 6 kode tahun
- Digit 10,11, dan 12 kode kasus yang dimulai dengan 001

Contoh:
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, kota Banda Aceh, puskesmas
X dilaporkan kasus pertama TN tahun 2021 maka penomoran
Epidnya adalah sbb : TN-010221001

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


41
BAB VI
PERAN UNIT KESEHATAN DISETIAP JENJANG

A. Peran Puskesmas
a. Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pelayanan
antenatal, persalinan di fasilitas kesehatan dan pelayanan
kesehatan neonatal esensial
b. Penemuan suspek dan kematian TN melalui skrining neonatus
sakit dan meninggal.
c. Melibatkan kader dan anggota masyarakat lainnya dalam
penemuan kasus dan kematian akibat TN
d. Melaporkan segera setiap suspek dan kematian TN melalui
pelaporan List kasus TN dan SKDR
e. Investigasi suspek TN dan kematian TN
f. Membuat peta desa risti TN
g. Melaksanakan Rapid Community Assessment dan Rapid
Convenience Assessment
h. Melaksanakan skrining status imunisasi tetanus pada ibu
hamil dan WUS serta melengkapinya hingga memiliki status
imunisasi tetanus T5
i. Melaksanakan upaya penguatan imunisasi rutin dengan
melibatkan Camat, Kepala Desa/Lurah, dan perangkat lainnya
serta tokoh agama, tokoh masyarakat dan pihak terkait lainnya
j. Diseminasi hasil analisis investigasi kepada program terkait
termasuk Pokja KIA guna memantapkan tindakan korektif/
respons.

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


42
B. Peran Surveilans Dinkes Kabupaten/Kota dan provinsi
a. Melaksanakan investigasi suspek dan kematian TN yang
terintegrasi dengan program terkait ( imunisasi, KIA dan
promkes)
b. Mengirimkan laporan surveilans TN (mingguan dan bulanan)
ke Kemenkes cq, subdit surveilans secara berjenjang
c. Melaksanakan surveilans aktif (HRR) yang terintegrasi dengan
surveilans AFP dan PD3I lainnya
d. Melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi secara
berjenjang
e. Merencanakan pendanaan surveilans TN terpadu dengan
kegiatan lain pada setiap penyusunan anggaran Dinkes
Kabupaten/Kota/provinsi.
f. Melakukan kajian untuk mempertahankan status eliminasi TN
bersama dengan program terkait
g. Melakukan umpan balik situasi surveilans TN disetiap tingkat
administrasi
h. Diseminasi informasi surveilans TN kepada semua program
dan pihak terkait
i. Melaksanakan upaya penguatan imunisasi rutin dengan
melibatkan LP/LS terkait
j. Promosi persalinan di fasilitas kesehatan dan pelayanan
kesehatan neonatal esensial.

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


43
C. Peran Pusat
a. Membuat Juknis surveilans TN dan menyusun prototipe media
KIE tentang TN
b. Merencanakan pendanaan surveilans TN terpadu dengan
kegiatan PD3I pada setiap penyusunan anggaran.
c. Mengkoordinasikan kegiatan surveilans TN dengan program
terkait (KIA, Imunisasi dan Promkes)
d. Melakukan pembinaan, monitoring dan evaluasi secara
berjenjang
• Menyampaikan umpan balik berkala ke Dinas Kesehatan
Propinsi.
• Promosi persalinan di fasilitas kesehatan dan pelayanan
kesehatan neonatal esensial.
• Melakukan kajian untuk mempertahankan status eliminasi
TN bersama dengan program terkait, WHO, UNICEF dan
CDC

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


44
LAMPIRAN
Lampiran 1a. Form TN-01 Form Pelacakan Kasus Suspek Tetanus
Neonatorum
FORM PELACAKAN KASUS SUSPEK TETANUS NEONATORUM

Provinsi : Nomor EPID :TN-


Kabupaten :
Sumber Laporan: Puskesmas /RS/faskes lainnya* Nama Unit Pelapor:
Tanggal Terima Laporan: Tanggal Pelacakan:

IDENTITAS BAYI DAN IBU


Nama Bayi: Jenis Kelamin: Anak ke-
Nama Ibu: Usia: Pekerjaan: Pendidikan:
Alamat:
Desa/Kelurahan: Kecamatan:
Sudah berapa lama Ibu tinggal di desa ini?:
INFORMASI KELAHIRAN BAYI
1. Apakah bayi lahir hidup? a. Ya b. Tidak  bila tidak, Stop Pelacakan
2. Tanggal lahir bayi: Tanggal mulai sakit:
3. Bila bayi meninggal, tanggal
meninggal:
Umur bayi meninggal Hari
4. Waktu lahir apakah bayi menangis a. Ya b. Tidak c. Tidak Tahu
5. Bila jawaban no 4 tidak tahu, maka a. Ya b. Tidak c. Tidak Tahu
tanyakan apakah terlihat tanda-tanda
kelahiran hidup dari bayi (mis. adanya
gerakan)
6. Setelah lahir apakah bayi bisa a. Ya b. Tidak c. Tidak Tahu  bila tidak, Stop
menyusu/minum dengan baik? Pelacakan
7. Apakah 3 hari kemudian tiba-tiba a. Ya b. Tidak c. Tidak Tahu  bila tidak, Stop
mulut bayi mencucu dan tidak bisa Pelacakan
menyusu?

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


45
8. Apakah bayi mudah kejang jika a. Ya b. Tidak c. Tidak Tahu
disentuh/terkena sinar atau mendengar
bunyi?
9. Apakah bayi dirawat? a. Ya b. Tidak
Jika Ya, sebutkan :
Tempat Perawatan RS / Puskesmas…………
Tanggal mulai dirawat (tgl/bl/th)
10 Keadaan bayi setelah dirawat a. Sembuh b. Meninggal
RIWAYAT PEMERIKSAN KEHAMILAN IBU
11. Berapa kali kunjungan ibu hamil Kali
(antenatal care) dilakukan?
12. Tempat pemeriksaan Ibu Hamil RS/Puskesmas ……..
13. Pemeriksaan kehamilan oleh a. Dokter b. Bidan/Perawat c. Lainnya: …….
RIWAYAT PERSALINAN
14 Tempat persalinan (isi salah satu) RS …… Puskesmas …… Lainnya
………
15. Usia kehamilan ibu saat persalinan:
16. Penolong persalinan: a. Dokter b. Bidan/Perawat c. Lainnya: …….
17. Alat potong tali pusat: a.Gunting b.Silet c.Pisau d. Sembilu e. Tidak
tahu
f. Lainnya: …….
18. Perawatan tali pusat a. Alkohol b. Betadine/Yodium c. Ramuan tradisional
(sebutkan)……
19. Keadaan ibu saat ini a. Hidup b. Meninggal
RIWAYAT IMUNISASI IBU
20. Sumber informasi a. Catatan buku KIA/imunisasi b. Ingatan responden
21. Ibu mendapat imunisasi Td pada saat a. Ya b. Tidak
kehamilan ini
Berapa kali mendapat imunisasi Td ….. kali
pada saat kehamilan ini?

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


46
Pertama kali Usia kehamilan ……. Bulan
Tanggal Imunisasi ……………
Kedua kali Usia kehamilan ……. Bulan
Tanggal Imunisasi ……………
22. Ibu mendapat imunisasi Td pada a. Ya b. Tidak
kehamilan sebelumnya
Bila Ya, suntikan pertama Tanggal imunisasi ………
suntikan kedua Tanggal imunisasi ………
23. Ibu mendapat imunisasi Td calon a. Ya b. Tidak
pengantin
Tanggal imunisasi
24. Riwayat imunisasi sebelumnya
Imunisasi DPT-HB-HiB (1) Tahun/tanggal pemberian …………….
Imunisasi DPT-HB-HiB (2) Tahun/tanggal pemberian …………….
Imunisasi DPT-HB-HiB (3) Tahun/tanggal pemberian …………….
Imunisasi DPT-HB-HiB (4) Tahun/tanggal pemberian …………….
Imunisasi DT kelas 1 Tahun/tanggal pemberian …………….
Imunisasi Td kelas 2 Tahun/tanggal pemberian …………….
Imunisasi Td kelas 5 Tahun/tanggal pemberian …………….
25. Status T ibu hamil saat ini a. T1 b. T2 c. T3 d. T4 e. T5
RESPON KASUS
26. Ibu mendapatkan vaksin Td pada saat a. Ya b. Tidak
investigasi kasus ( Jika ibu belum c. Tidak Perlu/Sudah protected d. Tidak Tahu
mencapai status T5 sesuai interval)
27. Tanggal pemberian vaksin …….
INFORMASI LAIN
28. Cakupan imunisasi tetanus pada di desa/Puskesmas kasus TN
DPT-HB-Hib 1 %
DPT-HB-Hib 2 %
DPT-HB-Hib 3 %

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


47
DPT-HB-Hib 3 %
DT Kelas 1 %
Td kelas 2 %
Td Kelas 5 %
Td 2+ pada ibu hamil %
Status T5 pada WUS %
29. Cakupan persalinan di Fasilitas
Kesehatan
30. Cakupan kunjungan nenonatus
KN1 %
KN2 %
KN3 %
31. Apakah desa kasus TN mudah
dijangkau dari fasilitas Pelayanan
Kesehatan? Jelaskan
32. Apakah terdapat faktor lain yang
berpengaruh terhadap pelaksanaan
imunisasi? Jelaskan
33. Apakah terdapat faktor lain yang
berpengaruh terhadap proses
pertolongan persalinan ? Jelaskan
Petugas Pelaksana Investigasi

( )
No. Kontak

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


48
Lampiran 1b. Petunjuk Pengisian Form TN-01
Petunjuk pengisian formulir pelacakan kasus berikut dijelaskan
berdasarkan nomor pertanyaan yang terdapat dalam form TN-01.

Informasi Kelahiran Bayi


1. Pilih salah satu jawaban
2. Isikan tanggal lahir bayi dan tanggal mulai sakit dengan format
tanggal/bulan/tahun atau dd/mm/yyyy
3. Isikan tanggal bayi meninggal dengan format dd/mm/yyyy dan
usia bayi saat meninggal dalam hari.
4. Tanyakan kepada dokter/bidan/perawat yang menolong
persalinan/merawat
5. Tanyakan kepada tenaga kesehatan tanda kelahiran hidup lain dari
bayi
6. Pilih salah satu jawaban
7. Pilih salah satu jawaban
8. Pilih salah satu jawaban
9. Apabila bayi dirawat sebutkan RS/Puskesmas/Klinik tempat
perawatan dan tuliskan tanggal mulai dirawat
10. Pilih salah satu jawaban

Riwayat Pemeriksaan Kehamilan Ibu


11. Isikan berapa kali ibu melakukan pemeriksaan ke fasilitas
kesehatan selama kehamilan
12. Isikan nama RS/Puskesmas atau fasyankes lainnya tempat ibu
melakukan pemeriksaan kehamilan
13. Pilih tenaga kesehatan yang melakukan pemeriksaan kehamilan
untuk ibu

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


49
Riwayat Persalinan
14. Isikan lokasi persalinan, apabila persalinan tidak dilakukan di
fasilitas kesehatan sebutkan lokasinya, misal rumah ibu, rumah
dukun, mobil dalam perjalanan, dll.
15. Isikan usia kehamilan ibu dalam minggu
16. Pilih tenaga penolong persalinan. Apabila persalinan tidak
ditolong oleh tenaga kesehatan, tuliskan pada pilihan lainnya
misalnya keluarga, dukun, dll.
17. Pilih salah satu. Sebutkan alat lainnya apabila tidak disebutkan
dalam pilihan
18. Pilih salah satu. Sebutkan alat lainnya apabila tidak disebutkan
dalam pilihan
19. Pilih salah satu jawaban

Riwayat Imunisasi Ibu


20. Pilih salah satu jawaban, koordinasikan dengan petugas Imunisasi
21. Isikan dengan lengkap usia kehamilan saat ibu menerima
imunisasi Td dan tanggal pemberiannya
22. Isikan apabila ini bukan merupakan kehamilan pertama
23. Isikan dengan lengkap tanggal pemberian imunisasi Td calon
pengantin
24. Isikan riwayat imunisasi sebelumnya dengan vaksin yang
mengandung tetanus toxoid
25. Pilih status T ibu hamil, koordinasikan dengan petugas imunisasi.
Penjelasan status T ibu hamil terdapat pada subbab Imunisasi dan
PAB halaman 15 - 16

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


50
Respon Kasus
26. Pilih salah satu jawaban
27. Isikan tanggal pemberian vaksin Td (tgl/bln/thn atau dd/mm/yyyy)

Informasi Lain
28. Isikan cakupan imunisasi di desa atau Puskesmas wilayah kasus
29. Isikan cakupan persalinan di fasilitas kesehatan di desa atau
Puskesmas wilayah kasus
30. Isikan cakupan kunjungan neonates di desa atau Puskesmas
wilayah kasus
31. Jelaskan
32. Jelaskan
33. Jelaskan

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


51
Lampiran 2. Form TN-02 List Kasus Tetanus Neonatorum

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


52
Lampiran 3. Form TN-03 Monitoring dan Evaluasi
MONITORING DAN EVALUASI
SURVEILANS TETANUS NEONATORUM

PROVINSI :
KAB/KOTA :
PUSKESMAS :
TANGGAL :
PELAKSANAAN
NAMA PETUGAS :
PELAKSANA

Ketersediaan Sumber Daya Keterangan


1 Apakah ada petugas surveilans yang a. Ya Cek SK atau surat
bertanggungjawab dalam PD3I? b. Tidak tugas/penunjukan
2 Apakah terdapat tenaga kesehatan yang a. Ya
mempunyai kompetensi untuk menegakan b. Tidak
diagnosis TN?
3 Apakah pernah mendapat pelatihan surveilans, a. Ya
khususnya pelatihan surveilans TN bagi petugas b. Tidak
surveilans dan tenaga kesehatan?
4 Jika Ya, kapan terakhir kali mendapatkan Tahun
pelatihan surveilans PD3I, termasuk TN? …….
5 Apakah dilakukan sosialisasi internal maupun a. Ya
eksternal terkait pelaksanaan surveilans TN b. Tidak
secara berkala
6 Apakah terdapat dokumen juknis surveilans TN a. Ya Cek ketersediaan
terbaru (dapat berupa versi cetak atau elektronik) b. Tidak juknis
7 Apakah terdapat alokasi anggaran untuk a. Ya Cek dokumen
pelaksanaan surveilans PD3I termasuk TN? b. Tidak

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


53
Kegiatan Surveilans: Penemuan Kasus Keterangan
8 Kapan terakhir kali terdapat kasus TN? Tahun ….. Cek laporan
9 Kapan terakhir kali terdapat kasus kematian Tahun ….. Cek laporan
akibat TN?
10 Apakah setiap kasus TN dilakukan investigasi a. Ya Cek laporan
menggunakan form TN-01? b. Tidak
11 Apakah dilakukan review hasil investigasi a. Ya Cek laporan/hasil
bersama LP-LS, pada setiap kasus TN yang b. Tidak review
dilaporkan?
12 Apakah dilakukan Rapid Community Assessment a. Ya Cek laporan RCA
dan Rapid Convenience Assessment pada wilayah b. Tidak
ditemukannya kasus dan wilayah sekitar yang
berisiko tinggi?

Kegiatan Surveilans: Pencatatan dan Pelaporan


13 Apakah laporan rutin mingguan dilakukan, a. Ya Cek laporan/SKDR
termasuk zero report/laporan nihil? b. Tidak
14 Apakah laporan rutin bulanan dilakukan? a. Ya Cek laporan
b. Tidak
15 Apakah terdapat analisis data dan umpan balik a. Ya Cek ketersediaan
surveilans? b. Tidak analisis data/umbal

Indikator Surveilans
16 Persentase kelengkapan laporan …….
17 Persentase ketepatan laporan …….
18 Persentase kelengkapan investigasi …….
19 Persentase ketepatan investigasi …….
20 Pencapaian dan mempertahankan eliminasi …….
tetanus maternal dan neonatal (ETMN)
21 Persentase kecukupan respon kasus …….

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


54
Lampiran 4. Form SARS – PD3I

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


55
Lampiran 5 : Analisis

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


56
DAFTAR PUSTAKA

1. Epidemiology and Prevention of Vaccine Preventable Diseases 14th


Edition, Chapter 21: Tetanus, CDC 2021
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil,
Masa Hamil, Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Pelayanan
Kontrasepsi, Dan Pelayanan Kesehatan Seksual
3. What are the global risk factors for neonatal tetanus (lockjaw)?
(medscape.com)
4. Risk factors of neonatal tetanus in Wenzhou, China: a case-control
study (nih.gov)
5. Maternal and neonatal tetanus (who.int)
6. Risk Analyses Factor of Infant Mortality Caused by Tetanus
Neonatorum in East Java | Sari | Jurnal Berkala Epidemiologi
(unair.ac.id)
7. Manual for the Surveillance of Vaccine-Preventable Diseases, CDC
2020
8. WHO, Maternal and Neonatal Tetanus Elimination Post-Validation
Assessment Indonesia, 2020.
9. Maternal and Neonatal Tetanus Elimination by 2005, WHO 2000
10. Protecting all against tetanus, WHO 2019
11. Subdit Surveilans 2019, Pedoman Penyelidikan Epidemiologi
Kejadian Luar Biasa Peraturan
12. Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pemberdayaan
Masyarakat Bidang Kesehatan

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


57
13. Neonatal Tetanus: Vaccine Preventable Diseases Surveillance
Standards, WHO 2018
14. World Health Organization. Protecting all: sustaining maternal
and neonatal tetanus elimination guide. Geneva: World Health
Organization; forthcoming 2018.
15. Pedoman Pelayanan Neonatal Esensial, Direktorat Kesehatan
Keluarga, 2018
16. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018
17. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, 2017, Panduan Praktik
Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer,
Jakarta, PB IDI
18. Surveillance Guide for Vaccinne-Preventable Diseases in the WHO
South-East Asia Region, WHO-SEARO, 2017
19. World Health Organization. Tetanus vaccines: WHO Position Paper
– February 2017. Wkly Epidemiol Rec. 2017;92(6):53–
20. 76 (http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/254582/1/WER9206.
pdf?ua=1)_.
21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Imunisasi
22. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017
23. UNICEF, UNFPA & WHO. Achieving and sustaining maternal and
neonatal elimination: strategic plan 2012–2015. Geneva: World
Health Organization; 2011 (http://www.who.int/immunization/
diseases/MNTEStrategicPlan_E.pdf)_.
24. PMK 45 Tahun 2014, Penyelenggaraan surveilans
25. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 Tahun 2014 tentang

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021


58
Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan
26. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 53 Tahun 2014 tentang
Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial
27. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang
Penanggulangan Penyakit Menular
28. World Health Organization & UNICEF. Pre-validation assessment
guidelines [for maternal and neonatal tetanus Elimination Geneva:
World Health Organization; 2013 draft. Available upon request
from the World Health Organization
29. Anik Maryunani, 2013, Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan,
Jakarta, CV.Trans Info Media
30. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010
tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan
Wabah dan Upaya Penanggulangan.
31. Neonatal Tetanus Elimination Field Guide, Second edition, PAHO/
WHO, 2005
32. PMK 949 Tahun 2004, Pedoman Sistim Kewaspadaan Dini dan
Respon (SKDR)
33. Field manual for neonatal tetanus elimination, WHO 1999
34. PMK 40 Tahun 1991 Penanggulangan wabah penyakit menular

PETUNJUK TEKNIS SURVEILANS TETANUS NEONATORUM


59
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA - TAHUN 2021
60
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI

614.512 8
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal
p Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Petunjuk teknis surveilans tetanus neonatorum.—
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2021

ISBN 978-623-301-236-2

1. Judul I. TETANUS
II. BACTERIAL INFECTIONS AND MYCOSES

614.512 8
Ind
p

Anda mungkin juga menyukai