Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa
lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan
kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke
Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau Suku Betawi sebenarnya terhitung
pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai
kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang Sunda,
Jawa, Arab, Bali, Sumbawa, Ambon, Melayu dan Tionghoa.
Kata Betawi sendiri digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni
Jakarta dan bahasa Melayu Kreol yang digunakannya, dan juga kebudayaan
Melayunya. Kata Betawi sebenarnya berasal dari kata "Batavia," yaitu nama kuno
Jakarta yang diberikan oleh Belanda.
Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan
sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni Hindia
Belanda, baru muncul pada tahun 1923, saat Moh Husni Thamrin, tokoh masyarakat
Betawi mendirikan Perkoempoelan Kaoem Betawi. Baru pada waktu itu pula segenap
orang Betawi sadar mereka merupakan sebuah golongan, yakni golongan orang
Betawi.
Pada tahun 1961, 'suku' Betawi mencakup kurang lebih 22,9 persen dari antara
2,9 juta penduduk Jakarta pada waktu itu. Mereka semakin terdesak ke pinggiran,
bahkan ramai-ramai digusur dan tergusur ke luar Jakarta. Walaupun sebetulnya, 'suku'
Betawi tidaklah pernah tergusur datau digusur dari Jakarta, karena proses asimilasi
dari berbagai suku yang ada di Indonesia hingga kini terus berlangsung dan melalui
proses panjang itu pulalah 'suku' Betawi hadir di bumi Nusantara.
Seni Betawi
Bila dikaji pada permukaan wajahnya sering tampak unsur-unsur kebudayaan
yang menjadi sumber asalnya. Jadi tidaklah mustahil bila bentuk kesenian Betawi itu
sering menunjukkan persarnaan dengan kesenian daerah atau kesenian bangsa lain.
Bagi masyarakat Betawi sendiri, segala yang tumbuh dan berkembang ditengah
kehidupan seni budayanya dirasakan sebagai miliknya sendiri seutuhnya, tanpa
mempermasalahkan dari mana asal unsur-unsur yang telah membentuk
kebudayaannya itu. Demikian pulalah sikap terhadap keseniannya sebagai salah satu
unsur kebudayaan yang paling kuat mengungkapkan ciri-ciri ke Betawiannya,
terutama pada seni pertunjukkannya. Berbeda dengan kesenian kraton yang
merupakan hasil karya para seniman di lingkungan istana dengan penuh pengabdian
terhadap seni, kesenian Betawi justru tumbuh dan berkernbang di kalangan rakyat
secara spontan dengan segala kesederhanaannya. Oleh karena itu kesenian Betawi
dapat digolongkan sebagai kesenian rakyat.
Kultur
Menurut garis besarnya, wilayah Budaya Betawi dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu Betawi Tengah atau Betawi Kota dan Betawi Pinggiran.Yang termasuk
wilayah Betawi Tengah dapatlah disebutkan kawasan yang pada zaman akhir
Pemerintah kolonial Belanda termasuk wilayah Gemeente Batavia, kecuali beberapa
tempat seperti Tanjung Priuk dan sekitarnya. Sedangkan daerah - daerah lain diluar
daerah tersebut, terutama daerah - daerah diluar wilayah DKI Jakarta, merupakan
wilayah budaya Betawi Pinggiran, yang pada masa lalu oleh orang Betawi Tengah
biasa disebut Betawi Ora.
Pada umumnya alat-alat musik pada orkes Tanjidor terdiri dari alat musik tiup
seperti piston (cornet a piston), trombon, tenor, clarinet, bas, dilengkapi dengan alat
musik pukul membrane yang biasa disebut tambur atau genderang. Dengan peralatan
tersebut cukup untuk mengiringi pawai atau mengarak pengantin.
Lagu-lagu yang biasa dibawakan orkes tanjidor, menurut istilah setempat adalah
Batalion, Kramton, Bananas, Deisi, Was Tak-tak, Cakranegara, dan Welmes. Padar
perkembangan kemudian lebih banyak membawakan lagu-lagu rakyat Betawi seperti
Sunlang, Jali-jali dan sebagainya, serta lagu-lagu yang menurut istilah setempat
dikenal dengan lagu-lagu Sunda gunung, seperti Kangaji, Oncomlele dan sebagainya.
Group-group Tanjidor yang berada di wilayah DKI Jakarta antara lain dari
Cijantung pimpinan Nyaat, Kalisari pimpinan Nawin, Pondokranggon pimpinan
Maun, Ceger pimpinan Genjen. Daerah penyebaran Tanjidor, kecuali di daerah
pinggiran kota Jakarta, adalah disekitar Depok, Cibinong, Citeurep, Cileungsi,
Jonggol, Parung dalam wilayah Kabupaten Bogor, di beberapa tempat di wilayah
Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Tangerang.
W.L. Ritter dan E. Hardouin dalam buku-bukunya yang dicetak tahun 1872
menyebut bahwa di Jakarta dan sekitarnya (Batavia en Ommelanden )ada suatu
permainan yang popular yang disebut Klein Maskerspel yaitu suatu straatvertoningen
(Tontonan Jalanan) yang diduga berasal dari Topeng Babakan Cirebon. Tari Topeng
Betawi yang dipergelarkan pada awal dari keseluruhan pementasan Teater Topeng
Betawi memiliki pola gerak tertentu meskipun di sana-sini terdapat berbagai variasi
yang sangat tergantung pada improvisasi penari yang bersangkutan.
Menurut para tokoh tari Betawi, secara teknis ada tiga persyaratan yang harus
dipenuhi oleh penari topeng Betawi agar dapat menghasilkan gerak yang tepat dan
benar demi terwujudnya kesatuan gerak tubuh yang estetis dan harmonis yaitu gandes
(luwes), ajar (ceria) dan lincah tanpa beban sewaktu menari. Disamping itu masih ada
ketentuan-ketentuan lain yang harus dipenuhi sewaktu menarikan topeng Betawi yaitu
mendek, dongko, ngengkreg, madep, megar, ngepang, dan lain-lain.
Juru hikayat biasanya bercerita sambil duduk bersila, ada yang sambil
memangku bantal, ada pula yang sekali-sekali memukul gendang kecil yang
diletakkan disampingnya, untuk memberikan aksentuasi pada jalan cerita. Sampai
jaman Mohammad Zahid yang meniggal dalam usia 63 tahun, pada tahun 1993,
cerita-cerita yang biasa dibawakan antara lain Hasan Husin, Malakama, Indra Sakti,
Ahmad Muhammad, Sahrul Indra Laila Bangsawan. Sahibul hikayat digemari
masyarakat golongan santri. Dewasa ini biasa digunakan sebagai salah satu media
dakwah. Dengan demikian, sahibul hikayat menjadi tiga bagian. Ceritanya merupakan
jalur besar yang sering menjadi panjang, karena banyak ditambah bumbu-bumbu.
Humor yang diselipkan di sana-sini biasa bersifat improvisatoris. Kadang-kadang
menyinggung-nyinggung suasana masa kini. Setiap celah-celah dalam jalur cerita
diselipkan dakwah agama Islam, Seperti cerita rakyat lainnya, sahibul hikayat bertema
pokok klasik, yaitu kejahatan melawan kebajikan. Sudah barang tentu kebajikan yang
menang, sekalipun pada mulanya nampak sengaja dibuat menderita kekalahan.
Hal ini disebabkan sebagaimana orkes Gambang Kromong pada masa awal
pertumbuhannya dibina dan dikembangkan oleh masyarakat keturunan Cina.
Lenong biasa dilengkapi dengan dekor yang disesuaikan pada babak-babak
cerita. Pertunjukan biasanya dimulai dengan permainan musik gambang kromong,
yang membawakan lagu-lagu baku sebagai berikut: Dimulai dengan tetalu dimainkan
musik lagu-lagu berirama Mars (istilah setempat Mares), secara instrumental,
berfungsi sebagai musik ilustrasi untuk memanggil penonton supaya pada datang.