DISUSUN OLEH :
KALANAHARI RIZKIKA
NAQITA NIAN
Karya tulis ini di setujui dan disahkan oleh Pembimbing dan Kepala Sekolah.
Puji syukur selalu kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas rahmatNya
Pula kami mampu menyelasikan mata pelajaran sosiologi. Apresiasi seni bentuk makalah yang
Tidak lupa juga Shalawat dan salam kami curahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW,
kepada keluarga,kerabat, serta para sahabat-sahabatnya. Tak lupa kami ucapkan terima kasih
kepada :
Tegur dan sapa dan demi perbaikan makalah ini disambut dengan tangan terbuka dan
penulis
DAFTAR ISI
Lembar pengesahan………………………………………………..
Kata pengantar………………………………………………………
Daftar isi………………………………………………………………
BAB I. Pendahuluan………………………………………………………………
II.1 Sejarah…………………………………………………….
II.2 Penduduk Betawi…………………………………………
II.3 Kepercayaan………………………………………………
III.1 Kesimpulan………………………………………………..
Daftar Pusaka………………………………………………………………………
1.2 Rumusan Masalah
1. Suku betawi adalah sebuah suku bnagsa di Indonesia yang penduduknya umumnya
Sejumlah pihak berpendapat bahwa suku betawi berasal dari hasil kawin-mawin antar
2. Komunitas penduduk di Jawa (Pulau Nusa Jawa) yang berbahasa Melayu, di kemudian
hari disebut sebagai orang betawi. Orang betawi ini disebut juga orang Melayu Jawa.
Merupakan hasil percampuran antara orang-orang Jawa, Melayu, Bali, Bugis, Makasar,
3. Sebagian besar Orang Betawi menganut agama islam, tetapi yang menganut agama
Kristen; Protestan dan katolik juga ada namun hanya sedikit sekali. Di antara suku
Betawi yang beragama Kristen, antara penduduk local dengan bangsa portugis yang
sekarang masih ada dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.
BAB 1
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh tuhan sebagai makhluk yang
berbudaya, hal ini dapat dilihat dari perkembangan manusia yang ditandai dengan
adanya peradaban-peradaban dan juga budaya yang telah terbentuk. Manusia mendiami
wilayah yang berbeda,adat istiadat, kebudayaan dan kepribadian setiap manusia suatu
wilayah berbeda dengan yang lainnya. Namun secara garis beras terdapat tiga
Kita di Indonesia termasuk ke dalam bangsa timur, yang dikenal sebagai bangsa yang
berkepribadian baik. Bangsa timur dikenal dunia sebagai bangsa yang ramah dan
bersahabat. Orang orang dari wilayah lain sangat suka dengan kepribadian bangsa timur
yang tidak individualistis dan saling tolong menolong satu sama lain.
manusia yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian taka da
masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa
bahwa masyarakat adalah para orang yang hidup untuk hidup bersama untuk melakukan
kegiatan bagi kepentingan bersama atau sebagian di besar hidupnya berada dikehidupan
budaya.
Tujuan penelitian ini awalnya untuk memenuhi tugas dari pelajaran sosiologi namun
kini setidaknya ingin mengetahui sebagai acuan pembelajaran. Sehingga kesenian dan
Kebudayaan Betawi
2.1 Sejarah
orang sunda, terdapat pula pedagang dan pelaut asing dari pesisir utara jawa, dari
berbagai pulau Indonesia timur, daru malaka di semenanjung maaya, bahkan dari
Dengan bangsa portugis pada tahun 1512 yang membolehkan portugis untuk
antara penduduk local dengan bangsa portugis yang menurunkan darah campuran
memerlukan banyak tenaga kerja untuk membuka lahan pertanian dan membangun
roda perekonomian kota ini. Ketika itu VOC banyak membeli budak dari penguasa
Betawi, karena saat itu di Betawi masih berlangsung praktik perbudakan. Itulah
penyebab masih tersisanya kosa kata dan tata bahasa Betawi dalam baasa Betawi kini.
Kemajuan perdagangan Batavia menaik berbagai suku bangsa dari penjuru nusantara
yang banyak di pengaruhi unsur Arab dan Tiongkok. Berbagai nama tempat di Jakarta
Kampung Jawa, Kampung Ambon, dan Kampung Bugis. Rumah bugis di bagian
Utara Jl. Mangga dua di daerah Kampung Bugis yang di mulai pada tahun 1960. Pada
awal abad ke-20 ini masih terdapat beberapa rumah seperti ini di daerah kota.
Betawi baru termasuk sekitar seabad lalu, antara tahun 1815-1839. Perkiraan ini
didasarkan atas studi sejarah demografi penduduk Jakarta yang di trintis sejarawan
sensus, yang dibuat berdasarkan bangsa atau golongan etnisnya. Dalam data sensus
penduduk Jakarta tahun 1615 dan 1815, terdapat penduduk dari berbagai golongan
etnis, tetapi tidak ada catatan mengenai golongan etnis Betawi. Hasil sensus tahun
1893 menunjukan hilangnya sejumlah golongan etnis yang sebelum nya ada.
Misalnya saja orang arab dan moor, orang bali, jawa, sunda, orag Sulawesi selatan,
orang sumbawa, orang ambon dan banda, dan orang melayu. Kemungkinan kesemua
suku bangsa nusantara dsan arab moor ini dikategorikan kedalam, kesatuan penduduk
etnis Betawi.
2.2 Penduduk Betawi
Merupakan komunitas penduduk di jawa (Pulau Nusa Jawa) yang berbahasa melayu, kemudian
hari disebut sebagai orang Betawi. Orang Betawi ini disebut juga sebagai orang Melayu Jawa.
Merupakan hasil percampuran antara orang-oramg jawa, melayu, bali, bugis, makasar, ambon,
manado, timor, sunda, dan mardijkers ( keturunan indo-portugis) yang mulai menduduki kota
pelabuhan Batavia sejak awal abad ke-15. Disamping itu, juga merupakan percampuran darah
antara berbagai etnis: budak-budak bali, serdadu belanda dan serdadu eropa lainya, pedagang cina
atau pedagang arab, serdadu bugis atau serdadu ambon, kapten melayu, prajurit mataram, orang
Sementara itu mengenai manusia Betawi purbakala, adalah sebagaimana manusia pulau jawa
purba pada umumnya, pada zaman perunggu manusia Betawi purba sudah menegenal bercocok
tanam. Mereka hidup berpindah pindah dan selalu mencari tempat hunian yang ada sumber airnya
serta banyak pohon buah-buahan. Mereka pun menamakan tempat tinggalnya sesuai dengan sifat
tanah yang di diaminya, misalnya nama tempat bojong, artinya “tanah pojok” .
Dalam buku jaaboek van Batavia (Vries,1927) disebutkan bahwa semula Komposisi penduduk Batavia sangat
beragam. Tersusun atas orang-orang Sunda, Melayu (dari Sumatera dan Borneo), Jawa, Bali, Sulawesi, Timor
(Nusa Tenggara, Maluku, dan lain-lain), hingga orang-orang mancanegara beserta keturunannya (semisal
Portugis, Belanda, Cina, Timur Tengah, India, Moor, dan seterusnya).
Setelah Indonesia merdeka pada 1945, pembauran lintas suku bangsa di Jakarta (nama untuk menggantikan
Batavia) semakin menghebat. Migrasi besar-besaran terjadi setelah Jakarta ditetapkan sebagai ibukota negara.
Orang-orang dari berbagai daerah berdatangan ke Jakarta.
2.3 KEPERCAYAAN
Sebagian besar Orang Betawi menganut agama Islam, tetapi yang menganut
agama Kristen; Protestan dan Katolik juga ada namun hanya sedikit sekali. Di antara suku
Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan
campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal
abad ke-16, Surawisesa, raja Pajajaran mengadakan perjanjian dengan Portugis yang
membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda
Kalapa sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini
sekarang masih ada dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.[21]
Mata pencaharian orang Betawi bisa dibedakan. Antara lain sebagai berikut :
Mereka yang berada di tengah kota menunjukkan mata pencaharian yang bervariasi,
misalnya sebagai pedagang, pegawai pemerintah, pegawai swasta, buruh, tukang seperti
membuat meubel.
Mereka yang berada di daerah pinggiran hidup sebagai petani sawah, buah-buahan,
pedagang kecil, memelihara ikan, dan sekarang di antara mereka banyak yang menjadi
buruh pabrik, guru, dan lain-lain.
Mata pencaharian orang Betawi bisa dibedakan. Antara lain sebagai berikut :
Mereka yang berada di tengah kota menunjukkan mata pencaharian yang bervariasi,
misalnya sebagai pedagang, pegawai pemerintah, pegawai swasta, buruh, tukang seperti
membuat meubel.
Mereka yang berada di daerah pinggiran hidup sebagai petani sawah, buah-buahan,
pedagang kecil, memelihara ikan, dan sekarang di antara mereka banyak yang menjadi
buruh pabrik, guru, dan lain-lain.
Mata pencaharian orang Betawi bisa dibedakan. Antara lain sebagai berikut :
Mereka yang berada di tengah kota menunjukkan mata pencaharian yang bervariasi,
misalnya sebagai pedagang, pegawai pemerintah, pegawai swasta, buruh, tukang seperti
membuat meubel.
Mereka yang berada di daerah pinggiran hidup sebagai petani sawah, buah-buahan,
pedagang kecil, memelihara ikan, dan sekarang di antara mereka banyak yang menjadi
buruh pabrik, guru, dan lain-lain.
Seni dan Budaya asli Penduduk Jakarta atau Betawi dapat dilihat dari temuan arkeologis,
semisal giwang-giwang yang ditemukan dalam penggalian di Babelan, Kabupaten
Bekasi yang berasal dari abad ke-11 masehi. Selain itu budaya Betawi juga terjadi dari proses
campuran budaya antara suku asli dengan dari beragam etnis pendatang atau yang biasa
dikenal dengan istilah Mestizo. Sejak zaman dahulu, wilayah bekas kerajaan Salakanagara
atau kemudian dikenal dengan "Kalapa" (sekarang Jakarta) merupakan wilayah yang menarik
pendatang dari dalam dan luar Nusantara, Percampuran budaya juga datang pada masa
Kepemimpinan Raja Pajajaran, Prabu Surawisesa di mana Prabu Surawisesa mengadakan
perjanjian dengan Portugal dan dari hasil percampuran budaya antara Penduduk asli dan
Portugal inilah lahir Keroncong Tugu.
Suku-suku yang mendiami Jakarta sekarang antara
lain, Jawa, Sunda, Melayu, Minang, Batak, dan Bugis. Selain dari penduduk Nusantara,
budaya Betawi juga banyak menyerap dari budaya luar, seperti budaya
Arab, Tiongkok, India, dan Portugis.
Suku Betawi sebagai penduduk asli Jakarta agak tersingkirkan oleh penduduk pendatang.
Mereka keluar dari Jakarta dan pindah ke wilayah-wilayah yang ada di provinsi Jawa
Barat dan provinsi Banten. Budaya Betawi pun tersingkirkan oleh budaya lain baik dari
Indonesia maupun budaya barat. Untuk melestarikan budaya Betawi, didirikanlah cagar
budaya di Situ Babakan.
Bahasa
Peta persebaran bahasa yang dituturkan di Jawa, Madura, dan Bali. Bahasa Betawi dituturkan
dalam dan sekitar Jakarta modern (bur) secara tradisional terdaftar sebagai Bahasa Melayu.
Sifat campur-aduk dalam bahasa Betawi atau Melayu Dialek Jakarta atau Melayu Batavia
adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum, yang merupakan hasil
dari asimilasi kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun
kebudayaan asing.[15]
Ada juga yang berpendapat bahwa suku bangsa yang mendiami daerah sekitar "Kalapa"
(sekarang Jakarta) juga dikelompokkan sebagai suku Betawi awal (proto-Betawi). Menurut
sejarah, Kerajaan Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura, pernah diserang dan
ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran kalau
penduduk asli Betawi yang pada awalnya berbahasa Kawi dan mendiami daerah sekitar
pelabuhan Sunda Kalapa (jauh sebelum Sumpah Pemuda) sudah menggunakan bahasa
Melayu, bahkan ada juga yang mengatakan suku lainnya semisal suku Sunda yang mendiami
wilayah inipun juga ikut menggunakan Bahasa Melayu yang umum digunakan
di Sumatera dan Kalimantan Barat, penggunaan bahasa ini dikarenakan semakin banyaknya
pendatang dari wilayah Melayu lainnya semisal Kalimantan Barat dikarenakan dianggap
abainya Syailendra ketika dimintai tolong oleh Sriwijaya untuk menjaga wilayah perairan
laut sebelah barat Sungai Cimanuk sebagai hasil Perjanjian Damai Sriwijaya-Kediri yang
dimediasi oleh Tiongkok yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.
Karena perbedaan bahasa yang digunakan antara suku Betawi dengan suku Sunda di wilayah
lainnya tersebut maka pada awal abad ke-20, Belanda menganggap orang yang tinggal di
sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda dengan etnis Sunda dan menyebutnya sebagai
etnis Betawi. Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap
dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak,
Ciliwung, Cideng (yang berasal dari Cihideung dan kemudian berubah menjadi Cideung dan
tearkhir menjadi Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang
digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik[16] yang saat ini disimpan di perpustakaan
Bodleian, Oxford, Inggris.
Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa
informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi. Dialek
Betawi sendiri terbagi atas dua jenis, yaitu dialek Betawi tengah dan dialek Betawi pinggir.
Dialek Betawi tengah umumnya berbunyi "é" sedangkan dialek Betawi pinggir adalah "a".
Dialek Betawi pusat atau tengah seringkali dianggap sebagai dialek Betawi sejati, karena
berasal dari tempat bermulanya kota Jakarta, yakni daerah perkampungan Betawi di sekitar
Jakarta Kota, Sawah Besar, Tugu, Cilincing, Kemayoran, Senen, Kramat, hingga batas paling
selatan di Meester (Jatinegara). Dialek Betawi pinggiran mulai dari Jatinegara ke
selatan, Condet, Jagakarsa, Depok, Rawa Belong, Ciputat hingga ke pinggir selatan hingga
Jawa Barat. Contoh penutur dialek Betawi tengah adalah Benyamin Sueb, Ida
Royani dan Aminah Cendrakasih, karena mereka memang berasal dari daerah Kemayoran
dan Kramat Sentiong. Sedangkan contoh penutur dialek Betawi pinggiran
adalah Mandra dan Pak Tile. Contoh paling jelas adalah saat mereka
mengucapkan kenape/kenapa''(mengapa). Dialek Betawi tengah jelas menyebutkan "é",
sedangkan Betawi pinggir bernada "a" keras mati seperti "ain" mati dalam cara baca
mengaji Al Quran.
Musik
Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang
berasal dari seni musik Tionghoa, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi
musik Arab, orkes Samrah berasal dari Melayu, Keroncong Tugu dengan latar
belakang Portugis-Arab, dan Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an. Saat ini Suku
Betawi terkenal dengan seni Lenong, Gambang Kromong, Rebana Tanjidor dan Keroncong.
Betawi juga memiliki lagu tradisional seperti "Kicir-kicir".
Tari dan drama
Seni tari di Jakarta merupakan perpaduan antara unsur-unsur budaya masyarakat yang ada di
dalamnya. Contohnya tari Topeng Betawi,[17] Yapong yang dipengaruhi
tari Jaipong Sunda,[18] Cokek, tari silat dan lain-lain. Pada awalnya, seni tari di Jakarta
memiliki pengaruh Sunda dan Tiongkok, seperti tari Yapong dengan kostum penari khas
pemain Opera Beijing. Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling dinamis. Selain
seni tari lama juga muncul seni tari dengan gaya dan koreografi yang dinamis.
Drama tradisional Betawi antara lain lenong dan tonil. Pementasan lakon tradisional ini
biasanya menggambarkan kehidupan sehari-hari rakyat Betawi, dengan diselingi
lagu, pantun, lawak, dan lelucon jenaka. Kadang-kadang pemeran lenong dapat berinteraksi
langsung dengan penonton.[19]
Cerita rakyat[
Cerita rakyat yang berkembang di Jakarta selain cerita rakyat yang sudah dikenal seperti Si
Pitung, juga dikenal cerita rakyat lain seperti serial Jagoan Tulen atau Si Jampang yang
mengisahkan jawara-jawara Betawi baik dalam perjuangan maupun kehidupannya yang
dikenal "keras".[20] Selain mengisahkan jawara atau pendekar dunia persilatan, juga dikenal
cerita Nyai Dasima yang menggambarkan kehidupan zaman kolonial. Cerita lainnya
ialah Mirah dari Marunda, Murtado Macan Kemayoran, Juragan Boing dan yang lainnya.
Senjata tradisional
Senjata khas Jakarta adalah bendo atau golok yang bersarungkan dari kayu.
Rumah tradisional
Rumah tradisional/adat Betawi adalah rumah kebaya.
Kepercayaan
Sebagian besar Orang Betawi menganut agama Islam, tetapi yang menganut
agama Kristen; Protestan dan Katolik juga ada namun hanya sedikit sekali. Di antara suku
Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan
campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal
abad ke-16, Surawisesa, raja Pajajaran mengadakan perjanjian dengan Portugis yang
membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda
Kalapa sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini
sekarang masih ada dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.[21]
Profesi
Di Jakarta, orang Betawi sekarang sebagai hasil asimilasi antar suku bangsa, sebelum era
pembangunan Orde Baru, terbagi atas beberapa profesi menurut lingkup wilayah (kampung)
mereka masing-masing. Semisal di kampung Kemanggisan dan sekitaran Rawabelong
banyak dijumpai para petani kembang (anggrek, kamboja Jepang, dan lain-lain) dan secara
umum banyak menjadi guru, pengajar, dan pendidik. Profesi pedagang, pembatik juga
banyak dilakoni oleh kaum betawi. Petani dan pekebun juga umum dilakoni oleh warga
Kemanggisan.
Kampung yang sekarang lebih dikenal dengan Kuningan adalah tempat para peternak sapi
perah. Kampung Kemandoran di mana tanah tidak sesubur Kemanggisan. Mandor, bek,
jagoan silat banyak di jumpai disana semisal Ji'ih teman seperjuangan Si Pitung dari
Rawabelong. Di kampung Paseban banyak warga adalah kaum pekerja kantoran sejak zaman
Belanda, meski kemampuan pencak silat mereka juga tidak diragukan. Guru, pengajar, ustaz,
dan profesi pedagang eceran juga kerap dilakoni.
Warga Tebet aslinya adalah orang-orang Betawi gusuran Senayan, karena saat itu
program Ganefo yang dicetuskan oleh Bung Karno menyebabkan warga Betawi eksodus ke
Tebet dan sekitarnya untuk "terpaksa" memuluskan pembuatan kompleks olahraga Gelora
Bung Karno yang dikenal sekarang ini. Karena salah satu asal-muasal berkembangnya suku
Betawi adalah dari asimilasi (orang Nusantara, Tionghoa, India, Arab, Belanda, Portugis, dan
lain-lain), profesi masing-masing kaum disesuaikan pada cara pandang etnis dan bauran etnis
dasar masing-masing.
BAB III
3.1 KESIMPULAN