Anda di halaman 1dari 14

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASKEP AMPUTASI

Di susun oleh:

Dewi Dzulha Astiningrum


Mellida Delia Tazkia
Rica Nabila

TINGKAT 2B

AKADEMI KEPERAWATAN KERIS HUSADA


TAHUN AJARAN 2017-2018
JAKARTA SELATAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Amputasi adalah pembedahan memotong dan mengangkat tungkai dan lengan,
amputasi yang disebabkan oleh kecelakaan (23%), penyakit (74%) dan kelainan genital (3%).
Amputasi merujuk pada pengangkatan semua atau sebagian ekstremitas. Bila melakukan
amputasi, dokterbedah berupaya untuk menyelamatkan sebanyak mungkin tungkai. Amputasi
dapat terbuka (guillotine) atau tertutup. Amputasi terbuka dilakukan untuk infeksi berat.
Untuk emputasi tertutup, dokter bedah menutup luka dengan flap kulit yang dibuat dengan
memotong tulang kira-kira dua inci lebih pendek dari pada kulit dan otot.
Pada beberapa kasus, gips plester kaku diberikan pada puntung diruang operasi.
Prostetik tungkai sementara dengan telapak prostetik kemudian disambungkan ke gips plester
dan pasien diizinkan ambulasi dengan beban berat badaan minimal dalam beberapa hari.
Teurapik fisik biasanya mulai mengajarkan tehnik-tehnik pemindahan dan latihan kekuatan
otot setelah aalat drainase luka diangkat. Ambulasi berlanjut saat pasien belajar begaimana
untuk menyeimbangkan bataang parallel pada ruang terapi fisik.
Komplikasi pasca operasi utama dihubungkan dengan amputasi adalah infeksi,
hemoragi, kontraktor dan emboli lemak. Kejadian klinik umum sering menjadi sumber
ketidak nyamanan untuk kebanyakan pasien adalah sensasi fantom limb. Amputasi
ekstremitas bawah dapat dibawah lutut (BKA) atau diatas lutut (AKA).
Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk membahas masalah tersebut dalam
sebuah makalah yang berjudul (ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AMPUTASI).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Amputasi
2. Bagaimana cara pengkajian pada kliuen dengan Amputasi?
3. Bagaimana cara mendiagnosa Amputasi?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum
Diharapkan mahasiswa mahasiswi mampu memahami bagaaimana cara memberikan
asuhan keperawatan pada pasien amputasi.

2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mahasiswi mampu memahami konsep amputasi
b. Mahasiswa mahasiswi mampu melakukan pengkajian
c. Mahasiswa mahasiswi mampu melakukan diagnose
d. Mahasiswa mahasiswi mampu melakukan perencanaan
D. METODE PENULISAN
Penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif yaitu suatu penyebab dan
keadaan secara objektif dan sistematis terdiri dari latar belakang, tujuan dan metode penulisa
yang diberkaitan dengan asuhan keperawatan pada pasien amputasi.
Dimana makalah ini juga terdapat adaanya anggapan-anggapan dasar tentang amputasi
dan pembahasannya juga diuraikan didalamnya tujuannya untuk dapat memahami tentang
amputasi dan dapat memberikan asuhan keperawatan yang intensif pada pasien amputasi,
Tehnik penulisan dalam makalah ini juga diterapkan bagi penulisan untuk membuat dan
mengembangkan makalah ini secara cermat dan teliti. Sehingga mehasiswa (i) mudah
memahami dan mempelajari tentang amputasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Amputasi adalah pengangkatan organ yang berada di luar tubuh (misal paha) dan embel –
embel tubuh (misal ekor), baik sebagian maupun keseluruhan (kedaruratan medik. 2000)
Amputasi adalah pengangkatan melalui pembedahan kaki karena trauma, penyakit, tumor
atau anomaly kongenital; terkelupasnya kulit secara umum diperbaiki kembali untuk
memudahkan penyembuhan dan penggunaan peralatan protetik (Standart Perawatan Pasien
Vol. 3. 1998)
Amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang bagian tubuh. Untuk amputasi
tertutup, dokter bedah menutup luka dengan klap kulit yang terbuat dengan memotong tulang
kira-kira dua inci lebih pendek dari pada kulit dan otot.

B. ETIOLOGI
Indikasi utama bedah amputasi adalah karena :
1. Iskemia karena penyakit reskulasisasi perifer biasanya pada orang tua seperti klien
dengan artherosklerosis, diabetes mellitus.
2. Trauma amputasi bisa diakibatkan karena perang, kecelakaan, tremal injury seperti
terbakar, tumor, infeksi, gangguan metabolisme seperti pagets diseae dan kelainan kengenital

C. PATOFISIOLOGI
Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh dengan dua metode :

1. Metode terbuka (guillotine)


Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang. Bentuknya benar-benar
terbuka dan di pasang drainase agar luka bersih dan luka dapat ditutup setelah tidak
terinfeksi.

2. Metode tertutup (flap amputasi)


Pada metode ini kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang di
amputasi, tidak semua amputasi di operasi dengan terencana, klasifikasi yang ada karena
trauma amputasi.

D. TINGKATAN AMPUTASI
1. Ekstremitas Atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau tangan kiri,hal ini
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi, berpakaian dan aktifitas
yang lainnya yangmelibatkan tangan.
2. Ekstremitas Bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki
yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.

Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas terbagi menjadi dua letak
amputasi yaitu :
1. Amputasi dibawah lutut (below knee amputation)
2. Amputasi diatas lutut

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Ø Foto rontgen : Mengidentifikasi abnormalitas tulang.
Ø Skan CT : Mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, pembentukan hematoma
Ø LED : Mengindikasikan respons inflamasi
Ø Kultur luka : Mengidentifikasi adanya luka / infeksi dan organisme penyebab.
Ø Biopsy : Mengkonfirmasikan diagnosa masa benigna / maligna.

F. PENATALAKSANAAN AMPUTASI
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi :
1. Rigid dressing
rigid dressing : yaitu dengan menggunakan plester of paris yang dipasang waktu
dikamar operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus
imobilisasi atau tidak. Bila tidak memasang segera dengan memperhatikan jangan sampai
menyebabkan konstriksi stump dan memasang balutan pada ujung stump serta tempat-tempat
tulang yang menonjol.
Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera,
mobilisasi setelah 7-10 hari post operasi dengan mobilisasi segera, mobilisasi setelah luka
sembuh. Setelah 2-3 minggu setelah luka stump dan mature.

2. Soft dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut steril
yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang cukup. Harus
diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai menyebabkan konstriksi pada stump.
Ujung stump dielevasi dengan meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan
mengganjal bantal pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur.
Biasanya luka diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan sedikit
dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk berdiri setelah kondisinya
mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke 10 – 14 post operasi. Pada amputasi diatas
lutut, penderita diperingatkan untuk tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya kontraktur.

G. DAMPAK MASALAH TERHADAP SISTEM TUBUH


Adapun pengaruhnya meliputi :
1. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi
simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan kecepatan
metabolisme basal.

2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit


Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan
pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah
sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien
sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke hypotalamus
posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi peningkatan diuresis.

3. Sistem respirasi
a. Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi
otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai
inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi
perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka
akan terjadi peningkatan metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi
hipoksia.
c. Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan
sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan
mengganggu gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin
dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai
pada pasien dengan immobilisasi.
b. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini
mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi
sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana
anterior dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih
panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di
ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke
ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk memenuhi perfusi ke otak dan
tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan pusing pada saat bangun
tidur serta dapat juga merasakan pingsan.\
5. Sistem Muskuloskeletal
a. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler
memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan,
demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu sehingga
menjadikan kelelahan otot.
b. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya
penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan
paralisis otot.
c. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta
adanya keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan
persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan
tulang menjadi keropos.
6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi
sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta
penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan
spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam
colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.

7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing
berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi,
pelvis renal banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
a. Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu
ginjal.
b. Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya
kuman dan dapat menyebabkan ISK.
8. Sistem integument
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan
bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi
ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal
kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai
darah.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATA AMPUTASI

I. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan Data
1. Identitas Klien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, diagnosa
medis, no register dan tanggal MRS.
2. Keluhan Utama
Biasanya px mengeluh sakit (nyeri) pada daerah luka post op apabila
digerakkan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang apa pernah
mengalami tindakan operasi apa tidak.
4. Riwayat Penyakit Sekarang.
penderita mengeluh nyeri pada daerah luka operasi.
5. Riwayat Penyakit Keluarga.
Didalam anggota keluara tidak / ada yang pernah mengalami penyakit fraktur /
penyakit menular.

b. Pola – Pola Fungsi


1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : keterbatasan actual atau antisipasi yang dimungkinkan oleh
kondisi/amputasi
2. Integritas ego
Tanda : ansietas, ketakutan, peka, marah, ketakutan, menarik diri, keceriaan
berdaya
Gejala : masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situasi financial,
reaksi orang lain perasaan putus asa, tidak berdaya.
3. Seksualitas
Gejala : masalah tentang keintiman hubungan
4. Interaksi social
Gejala : masalah hubungan dengan penyakit atau kondisi.
.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Untuk klien dengan amputasi diagnosa keperawatan yang lazim terjadi adalah :
1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan otot.
3. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya
kemampuan dalam merawat diri.
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
5. Potensial kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.
6. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.

III. PERENCANAAN/ INTERVENSI


1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh.
a. Tujuan :
Jangka Panjang :
Mobilisasi fisik terpenuhi.
Jangka Pendek :
- Klien dapat menggerakkan anggota tubuhnya yang lainnya yang masih ada.
- Klien dapat merubah posisi dari posisi tidur ke posisi duduk.
- ROM, tonus dan kekuatan otot terpelihara.
- Klien dapat melakukan ambulasi.

b. Intervensi :
1) Kaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan oleh prosedur
pengobatan dan catat persepsi klien terhadap immobilisasi.
Rasional : Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien dan persepsi klien
terhadap immobilisasi akan dapat menemukan aktivitas mana saja yang perlu dilakukan.
2) Latih klien untuk menggerakkan anggota badan yang masih ada.
Rasional : Pergerakan dapat meningkatkan aliran darah ke otot, memelihara pergerakan sendi
dan mencegah kontraktur, atropi.
3) Tingkatkan ambulasi klien seperti mengajarkan menggunakan tongkat dan kursi
roda.
Rasional : Dengan ambulasi demikian klien dapat mengenal dan menggunakan alat-alat yang
perlu digunakan oleh klien dan juga untuk memenuhi aktivitas klien.
4) Ganti posisi klien setiap 3 – 4 jam secara periodic
Rasional : Pergantian posisi setiap 3 – 4 jam dapat mencegah terjadinya kontraktur.
5) Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat tidur.
Rasional : Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam duduk dan turun dari
tempat tidur.

2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan


tulang dan otot.
a. Tujuan :
Jangka Panjang :
Nyeri berkurang atau hilang
Jangka Pendek :
- Ekspresi wajah klien tidak meringis kesakitan.
- Klien menyatakan nyerinya berkurang
- Klien mampu beraktivitas tanpa mengeluh nyeri.
b. Intervensi :
1) Tinggikan posisi stump
Rasional : Posisi stump lebih tinggi akan meningkatkan aliran balik vena,
mengurangi edema dan nyeri.
2) Evaluasi derajat nyeri, catat lokasi, karakteristik dan intensitasnya, catat
perubahan tanda-tanda vital dan emosi.
Rasional : Merupakan intervensi monitoring yang efektif. Tingkat kegelisahan
mempengaruhi persepsi reaksi nyeri.
3) Berikan teknik penanganan stress seperti relaksasi, latihan nafas dalam
atau massase dan distraksi.
Rasional : Distraksi untuk mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri karena
perhatian klien dialihkan pada hal-hal lain, teknik relaksasi akan mengurangi
ketegangan pada otot yang menurunkan rangsang nyeri pada saraf-saraf nyeri.
4) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Analgetik dapat meningkatkan ambang nyeri pada pusat nyeri di otak atau
dapat membloking rangsang nyeri sehingga tidak sampai ke susunan saraf pusat.

3. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya


kemampuan dalam merawat diri.
a. Tujuan :
Jangka Panjang :
Klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri.
Jangka Pendek :
- Tubuh, mulut dan gigi bersih serta tidak berbau.
- Kuku pendek dan bersih.
- Rambut bersih dan rapih
- Pakaian, tempat tidur dan meja klien bersih dan rapih.
- Klien mengatakan merasa nyaman.
b. Intervensi :
1) Bantu klien dalam hal mandi dan gosok gigi dengan cara mendekatkan
alat-alat mandi, dan menyediakan air di pinggirnya, jika klien mampu.
Rasional : Dengan menyediakan air dan mendekatkan alat-alat mandi maka akan
mendorong kemandirian klien dalam hal perawatan dan melakukan aktivitas.
2) Bantu klien dalam mencuci rambut dan potong kuku.
Rasional : Dengan membantu klien dalam mencuci rambut dan memotong kuku maka
kebersihan rambut dan kuku terpenuhi.
3) Anjurkan klien untuk senantiasa merapikan rambut dan mengganti
pakaiannya setiap hari.
Rasional : Dengan membersihkan dan merapihkan lingkungan akan memberikan rasa
nyaman klien.

4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.


a. Tujuan :
Jangka Panjang :
Klien dapat sembuh tanpa komplikasi seperti infeksi.
Jangka Pendek :
- Kulit bersih dan kelembaban cukup.
- Kulit tidak berwarna merah.
- Kulit pada bokong tidak terasa ngilu.
b. Intervensi :
1) Kerjasama dengan keluarga untuk selalu menyediakan sabun mandi saat
mandi.
Rasional : Sabun mengandung antiseptik yang dapat menghilangkan kuman
dan kotoran pada kulit sehingga kulit bersih dan tetap lembab.
2) Pelihara kebersihan dan kerapihan alat tenun setiap hari.
Rasional : Alat tenun yang bersih dan rapih mengurangi resiko kerusakan kulit
dan mencegah masuknya mikroorganisme.
3) Anjurkan pada klien untuk merubah posisi tidurnya setiap 3 – 4 jam
sekali
Rasional : Untuk mencegah penekanan yang terlalu lama yang dapat
menyebabkan iritasi.

5. Resiko tinggi terhadap kontraktur berhubungan dengan immobilisasi.


a. Tujuan :
Jangka Panjang :
Kontraktur tidak terjadi.
Jangka Pendek :
- Klien dapat melakukan latihan rentang gerak.
- Setiap persendian dapat digerakkan dengan baik.
- Tidak terjadi tanda-tanda kontraktur seperti kaku pada persendian.
b. Intervensi :
1) Pertahankan peningkatan kontinyu dari puntung selama 24 – 48 jam
sesuai pesanan. Jangan menekuk lutut, tempat tidur atau menempatkan bantal
dibawah sisa tungkai, tinggikan kaku tempat tidur melalui blok untuk meninggikan
puntung.
Rasional : Peninggian menurunkan edema dan menurunkan resiko kontraktur fleksi
dari panggul.
2) Tempatkan klien pada posisi telungkup selama 30 menit 3 – 4 kali setiap
hari setelah periode yang ditentukan dari peninggian kontinyu.
Rasional : Otot normalnya berkontraksi waktu dipotong. Posisi telungkup membantu
mempertahankan tungkai sisa pada ekstensi penuh.
3) Tempatkan rol trokanter disamping paha untuk mempertahankan tungkai
adduksi.
Rasional : Kontraktur adduksi dapat terjadi karena otot fleksor lebih kuat dari pada
otot ekstensor.
4) Mulai latihan rentang gerak pada puntung 2 – 3 kali sehari mulai pada
hari pertama pasca operasi. Konsul terapist fisik untuk latihan yang tepat.
Rasional : Latihan rentang gerak membantu mempertahankan fleksibilitas dan tonus
otot.

6. Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka yang terbuka.


a. Tujuan :
Jangka Panjang :
Infeksi tidak terjadi
Jangka Pendek :
- Luka bersih dan kering
- Daerah sekitar luka tidak kemerahan dan tidak bengkak.
- Tanda-tanda vital normal
- Nilai leukosit normal (5000 – 10.000/mm3)
b. Intervensi :
1) Observasi keadaan luka
Rasional : Untuk memonitor bila ada tanda-tanda infeksi sehingga akan cepat
ditanggulangi.
2) Gunakan teknik aseptik dan antiseptik dalam melakukan setiap tindakan
keperawatan
Rasional : Tehnik aseptik dan antiseptik untuk mencegah pertumbuhan atau
membunuh kuman sehingga infeksi tidak terjadi.
3) Ganti balutan 2 kali sehari dengan alat yang steril.
Rasional : Mengganti balutan untuk menjaga agar luka tetap bersih dan
dengan menggunakan peralatan yang steril agar luka tidak terkontaminasi oleh
kuman dari luar.
4) Monitor LED
Rasional : Memonitor LED untuk mengetahui adanya leukositosis yang
merupakan tanda-tanda infeksi.
5) Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi dan penurunan
tekanan darah merupakan salah satu terjadinya infeksi
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Amputasi adalah pengangkatan memalui bedah atau traumatic pada tungkai dan lengan.
Pada umumnya trauma amputasi, bisa disebabkan tumor, infeksi, gangguan metabolisme
seperti disease dan kelainan congenital. Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian
dari tubuh.

B. SARAN
1. Bagi klien dan keluarga
Diharapkan klien mengeri dan memahami terhadap kesehatan citra tubuh yang
dialaminya. Tahu tentang pengobatan dan pemulihan
2. Bagi perawat
Diharapkan dalam melakukan tindakan keperawatan hendaknya sesuai dengan
masalah klien berdasarkan kebutuhan, baik psikologi dan spiritual sehingga dapat diketahui
permasalahan yang ada.
DAFTRA PUSTAKA

Guyton, Arthur C, and john E. Hall 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-9 jakarta : EGC

Katzung, betran G, 1998 farmakologi dasar dan klinik edisi IV, Jakarta : EGC

Price, silvia A, and lorraine M. Wilson. 1995. patofisiologi : konsep klinis

Proses-proses penyakit vol. II edisi IV, Jakarta :EGC

Sudayo, Aru W. dkk. 2006 buku ajar ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai