PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring perjalanan dan pertambahan usia, proses penuaanpun terus
berlangsung dan menimbulkan berbagai macam perubahan. Tubuh akan
mengalami perubahan-perubahan padastruktur dan fisiologis dari
berbagai sel, jaringan, ataupun organ dan sistem yang menyebabkan
involusi dan degenerasi. Organ tubuh pun mulai mengalami kemunduran,
baik fisik maupun mental. Pada orang lanjut usia terjadi perubahan-
perubahan yang menuntut dirinya menyesuaikan diri secara terus
menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang
berhasil, maka timbulah berbagai masalah (Sunaryo,dkk, 2015). Menurut
Nugroho Wahyudi (2000) dalam Sunaryo, dkk (2015) perubahan-
perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, yang
meliputi sel dan berbagai sistem dalam tubuh, salah satunya adalah
perubahan pada sistem urinaria.
Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan
dialami oleh usia lanjut, salah satunya dalam proses berkemih, seperti
merasakan keluarnya urin dalam bentuk beberapa tetes pada saat sedang
batuk, jogging atau berlari. Bahkan ada juga yang mengalami kesulitan
menahan urin sehingga keluar sesaat sebelum berkemih. Semua gejala ini
disebut dengan inkontinensia urin (Suparman dan Rospas, 2008).
Perubahan yang terjadi pada lansia dengan sistem perkemihan yaitu
penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra) yang
disebabkan oleh penurunan hormone esterogen, sehingga menyebabkan
terjadinya inkontinensia urine, otot–otot menjadi lemah, kapasitasnya
menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi berkemih
meningkat, perubahan letak uterus akan menarik otot–otot vagina dan
bahkan kandung kemih dan rectum seiring dengan proses penurunan ini,
masalah tekanan dan perkemihan (inkontinensia urine) akibat pergeseran
kandung kemih. Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung
kemih bocor bila batuk atau bersin, biasanya juga disebabkan oleh
kelainan disekeliling daerah saluran kencing, fungsi otak besar yang
terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih, terjadi
hambatan pengeluaran urine sehingga urine yang keluar sedikit
(Brunner&Suddarth,2002).
Inkontinensia memunculkan banyak komplikasi sekunder bagi individu
lansia, termasuk dampak fisiologis, sosial, psikologis, dan ekonomi.
Gangguan inkontinensia urine dapat ditangani dengan latihan
memperkuat otot dasar pelvis (senam kegel), bladder training, dan
voiding record (catatan berkemih). Inkontinesia merupakan pengeluaran
urine secara tidak sadar yang sering terjadi pada orang tua dan
menyebabkan meningkatnya risiko infeksi saluran kemih, masalah
psikologis dan isolasi sosial. lnkontinensia sering tidak dilaporkan,
karena penderita merasa malu dan juga menganggap tidak ada yang dapat
menolongnya. Dari penelitian pada populasi lanjut usia di masyarakat,
didapatkan 75% dari pria dan 12% dari wanita diatas 70 tahun
mengalami inkontinensia urin. Sedangkan mereka yang dirawat di
psikogeriatri 15-50% menderita inkontinensia urin (Fatimah, 2010).
Berdasarkan perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia tersebut,
perubahan sistem perkemihan merupakan salah satu masalah besar yang
banyak dialami lansia dan perlu mendapat perhatian khusus seiring
dengan meningkatnya populasi lanjut usia di Indonesia. Oleh karena itu,
penulis membuat makalah yang berjudul “Perubahan Sistem Perkemihan
Pada Lanjut Usia”.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Genitourinaria
Sistem perkemihan atau sistem genitourinaria adalah suatu sistem dimana
terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat
yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih
dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut
dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
2. Ureter
3. Kandung Kemih
Kandung kemih adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot
detrusor yang saling beranyaman (Muttaqin, Arif, dan Kumala Sari.
2014). Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti
balon karet, terletak di belakang simfisis pubis di dalam rongga
panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh
otot yang kuat. Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan
yaitu, peritonium (lapisan sebelah luar), tunika muskularis, tunika
submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam). Bagian vesika
urinaria terdiri dari:
a. Fundus, yaitu bagian yang menghadap ke arah belakang dan
bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium
rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent,
vesika seminalis dan prostat pada laki-laki.
b. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus
c. Verteks, bagian yang menuju ke arak muka dan berhubungan
dengan ligamentum vesika umbilikalis (Nuari dan Widayati,
2017).
4. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung
kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki-laki
uretra berjalan berkelok– kelok melalui tengah–tengah prostat
kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis
kebagian penis panjangnya ± 20 cm.
a. Uretra Prostaria
b. Uretra Membranosa
c. Uretra Kavernosa
Etiologi
ISK pada usia lanjut dipandang dari segi penatalaksanaan sering
dibedakan atas:
a. ISK uncomplicated (simple)
ISK yang sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran
kencing baik anatomi maupun fungsional normal. ISK sederhana
ini pada usia lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi
hanya mengenai mukosa superfisial kandung kemih. Penyebab
kuman tersering (90%) adalah E. coli.
b. ISK complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena kuman penyebab sulit
diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa
macam antibiotik, sering terjadi bakteriemia, sepsis, dan syok.
Penyebab kuman pada ISK complicated adalah Pseudomonas,
Proteus, dan Klebsiela.
Etiologi
Penyebab Inkontinensia urin yang paling umum terjadi pada lansia
adalah ketidakstabilan otot destrusor, kelemahan dasar panggul,
hiperplasia prostat jinak, gangguan mobilitas, obat-obatan tertentu dan
kondisi patologis seperti infeksi.
Obat-obat tertentu yang dapat menyebabkan inkontinensia adalah
chlordiazepoxide ( Librium ), clonidine (Catapres), diazepam
(Valium), digitalis (Lanoxin), Furosemid (Lasix), Isoproterenol
(Isuprel), Levodopa (L-dopa, Larodopa), Lithium (Lithotabs, Lithane),
Metadon (Methadose, Dolophine), Metronidazol (Flagyl), Neostigmine
(Prostigmin), Fenitoin (Dilantin), Terbutaline (Brethine), Asam
Valproik ( Depakene), Vasopresin ( Pitressin ).
Etiologi
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan
testosteron estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi
konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer.
Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan maka
efek perubahan juga terjadi secara perlahan-lahan.
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada
leher vesika dan daerah prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih
tebal. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot
dinding. Apabila keadaan berlanjut maka
detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.
Tanda dan gejala
a. Dorongan mendesak untuk buang air kecil. Beberapa pria mungkin
mengompol tanpa dapat ditahan
b. Penundaan antara awal berkemih dan aliran urin
c. Aliran urin lemah atau terputus-putus
d. Urin tetap menetes setelah buang air kecil
e. Perasaan bahwa kandung kemih tidak kosong setelah buang air
kecil
f. Sakit di punggung bawah, panggul atau paha atas
g. Sensasi terbakar atau sakit saat buang air kecil.
B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
B4 (bladder)
Inspeksi: Periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau
menyengat karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri)
dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada
lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus
uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria
akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya.
Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis,
seperti rasa terbakar di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di
luar waktu kencing.
B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri
tekan abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya
ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan
ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.
c. Pengkajian Fungsi Sosial
1) Hubungan Lansia dengankeluarga sebagai peran sentral
2) Meliputi APGAR Keluarga (Adaptation, Partnership,
Growth, Affection, Resolve) yaitu Alat skrining singkat
untuk mengkaji fungsisosial lanjut usia.
Diagnosa & Rencana Asuhan keperawatan
Rencana tindakan
No Diagnosa
keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
KEPERAWATAN GERONTIK
Kelompok 7
Amalia rahmawati
Desara Ramadhanti
Fepti Nurmalasari
Fitriyah F
Rica Nabila