Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring perjalanan dan pertambahan usia, proses penuaanpun terus
berlangsung dan menimbulkan berbagai macam perubahan. Tubuh akan
mengalami perubahan-perubahan padastruktur dan fisiologis dari
berbagai sel, jaringan, ataupun organ dan sistem yang menyebabkan
involusi dan degenerasi. Organ tubuh pun mulai mengalami kemunduran,
baik fisik maupun mental. Pada orang lanjut usia terjadi perubahan-
perubahan yang menuntut dirinya menyesuaikan diri secara terus
menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang
berhasil, maka timbulah berbagai masalah (Sunaryo,dkk, 2015). Menurut
Nugroho Wahyudi (2000) dalam Sunaryo, dkk (2015) perubahan-
perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, yang
meliputi sel dan berbagai sistem dalam tubuh, salah satunya adalah
perubahan pada sistem urinaria.
Pola eliminasi urine merupakan salah satu perubahan fisik yang akan
dialami oleh usia lanjut, salah satunya dalam proses berkemih, seperti
merasakan keluarnya urin dalam bentuk beberapa tetes pada saat sedang
batuk, jogging atau berlari. Bahkan ada juga yang mengalami kesulitan
menahan urin sehingga keluar sesaat sebelum berkemih. Semua gejala ini
disebut dengan inkontinensia urin (Suparman dan Rospas, 2008).
Perubahan yang terjadi pada lansia dengan sistem perkemihan yaitu
penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra) yang
disebabkan oleh penurunan hormone esterogen, sehingga menyebabkan
terjadinya inkontinensia urine, otot–otot menjadi lemah, kapasitasnya
menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi berkemih
meningkat, perubahan letak uterus akan menarik otot–otot vagina dan
bahkan kandung kemih dan rectum seiring dengan proses penurunan ini,
masalah tekanan dan perkemihan (inkontinensia urine) akibat pergeseran
kandung kemih. Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung
kemih bocor bila batuk atau bersin, biasanya juga disebabkan oleh
kelainan disekeliling daerah saluran kencing, fungsi otak besar yang
terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih, terjadi
hambatan pengeluaran urine sehingga urine yang keluar sedikit
(Brunner&Suddarth,2002).
Inkontinensia memunculkan banyak komplikasi sekunder bagi individu
lansia, termasuk dampak fisiologis, sosial, psikologis, dan ekonomi.
Gangguan inkontinensia urine dapat ditangani dengan latihan
memperkuat otot dasar pelvis (senam kegel), bladder training, dan
voiding record (catatan berkemih). Inkontinesia merupakan pengeluaran
urine secara tidak sadar yang sering terjadi pada orang tua dan
menyebabkan meningkatnya risiko infeksi saluran kemih, masalah
psikologis dan isolasi sosial. lnkontinensia sering tidak dilaporkan,
karena penderita merasa malu dan juga menganggap tidak ada yang dapat
menolongnya. Dari penelitian pada populasi lanjut usia di masyarakat,
didapatkan 75% dari pria dan 12% dari wanita diatas 70 tahun
mengalami inkontinensia urin. Sedangkan mereka yang dirawat di
psikogeriatri 15-50% menderita inkontinensia urin (Fatimah, 2010).
Berdasarkan perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia tersebut,
perubahan sistem perkemihan merupakan salah satu masalah besar yang
banyak dialami lansia dan perlu mendapat perhatian khusus seiring
dengan meningkatnya populasi lanjut usia di Indonesia. Oleh karena itu,
penulis membuat makalah yang berjudul “Perubahan Sistem Perkemihan
Pada Lanjut Usia”.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Genitourinaria
Sistem perkemihan atau sistem genitourinaria adalah suatu sistem dimana
terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat
yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih
dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut
dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).

B. Organ Sistem Perkemihan atau Sistem Genitourinaria


1. Ginjal
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis
di belakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan
melekat langsung pada dinding abdomen. Bentuknya seperti biji buah
kacang merah (kara/ercis),jumlahnaya ada 2 buah kiri dan kanan,
ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan.
Pada orang dewasa berat ginjal ± 200 gram. Dan pada umumnya ginjal
laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Satuan struktural dan
fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap-tiap nefron terdiri
atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas
pembuluh-pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler
yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul
Bowman, serta tubulus-tubulus, yaitu tubulus kontortus proksimal,
tubulus kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung Henle yang
terdapat pada medula. Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal
(luar) berbentuk gepeng dan lapis viseral (langsung membungkus
kapiler golmerlus) yang bentuknya besar dengan banyak juluran mirip
jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk kapiler
secara teratur sehingga celah–celah antara pedikel itu sangat teratur.
Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian
tubulus yang keluar dari korpuskel renal disabut dengan tubulus
kontortus proksimal karena jalannya yang berbelok–belok, kemudian
menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian menjadi tipis
disebut ansa Henle atau loop of Henle, karena membuat lengkungan
tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian berlanjut
sebagai tubulus kontortus distal.
Ginjal memiliki berbagai fungsi antara lain, ekskresi produk sisa
metabolisme dan bahan kimia asing, pengaturan keseimbangan air dan
elektrolit, pengaturan osmolaritas cairan tubuh, pengaturan
keseimbangan asam dan basa, sekresi dan eksresi hormon dan
glukoneogenesis (Guyton & Hall, 2008). Sedangkan, menurut
Sherwood (2011), ginjal memiliki fungsi yaitu:
a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.
b. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan
dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.
c. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.
d. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.
e. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.

Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal


kemudian akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat
yang diambil dari darah pun diubah menjadi urin. Urin lalu akan
dikumpulkan dan dialirkan ke ureter. Setelah ureter, urin akan
ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Bila orang tersebut
merasakan keinginan berkemih dan keadaan memungkinkan, maka
urin yang ditampung dikandung kemih akan di keluarkan lewat uretra
(Sherwood, 2011).
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin,
yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai
dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari
kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam
plasma, kecuali protein, di filtrasi secara bebas sehingga
konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman hampir
sama dengan plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas oleh
kapiler glomerulus tetapi tidak difiltrasi, kemudian di reabsorpsi
parsial, reabsorpsi lengkap dan kemudian akan dieksresi (Sherwood,
2011).

2. Ureter

Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi


mengalirkan urine dari pielum ginjal kedalam kandung kemih. Pada
orang dewasa panjangnya kurang lebih 20 cm. (Muttaqin, Arif, dan
Kumala Sari. 2014).

Ureter terdiri dari 2 saluran pipa, masing-masing bersambung dari


ginjal ke kandung kemih. Ureter sebagian terletak dalam rongga
abdomen dan sebagian terletak dalam rongga pelvis. Lapisan dinding
ureter terdiri dari dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa), lapisan
tengah otot polos dan lapisan sebelah dalam lapisan mukosa.

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap


5menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk kedalam
kandung kemih (vesika urinaria). Gerakan peristaltik mendorong urine
melalui ureter yang diekskresikan oleh ginjal dan disemprotkan dalam
bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung
kemih (Nuari dan Widayati, 2017).

3. Kandung Kemih
Kandung kemih adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot
detrusor yang saling beranyaman (Muttaqin, Arif, dan Kumala Sari.
2014). Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti
balon karet, terletak di belakang simfisis pubis di dalam rongga
panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh
otot yang kuat. Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan
yaitu, peritonium (lapisan sebelah luar), tunika muskularis, tunika
submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam). Bagian vesika
urinaria terdiri dari:
a. Fundus, yaitu bagian yang menghadap ke arah belakang dan
bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium
rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent,
vesika seminalis dan prostat pada laki-laki.
b. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus
c. Verteks, bagian yang menuju ke arak muka dan berhubungan
dengan ligamentum vesika umbilikalis (Nuari dan Widayati,
2017).

Kandung kemih berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian


mengelurkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi. Dalam
menampung urine, kandung kemih mempunyai kapasitas maksimal,
dimana pada orang dewasa besarnya adalah kurang lebih 300-450 ml.
Pada saat kosong, kenadung kemih terletak dibelakang simfisis pubis
dan pada saat penuh berada diatas simfisis sehingga dapat dipalpasi
atau diperkusi. (Muttaqin, Arif, dan Kumala Sari. 2014).

Proses Miksi (Rangsangan Berkemih). Distensi kandung kemih, oleh


air kemih akan merangsang stres reseptor yang terdapat pada dinding
kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk
merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek
kontraksi dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi
relaksasi spinter internus, diikuti oleh relaksasi spinter eksternus, dan
akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.
Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan
relaksasi spinter interus dihantarkan melalui serabut–serabut para
simpatis. Kontraksi spinter eksternus secara volunter bertujuan untuk
mencegah atau menghentikan miksi. Kontrol volunter ini hanya dapat
terjadi bila saraf–saraf yang menangani kandung kemih uretra medula
spinalis dan otak masih utuh.

Bila terjadi kerusakan pada saraf–saraf tersebut maka akan terjadi


inkontinensia urin (kencing keluar terus–menerus tanpa disadari) dan
retensi urine (kencing tertahan).

Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torakal


lumbar dan kranial dari sistem persarafan otonom. Torakal lumbar
berfungsi untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter interna.

Peritonium melapisi kandung kemih kira–kira sampai perbatasan


ureter masuk ke kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan
membentuk lapisan dan menjadi lurus apabila kandung kemih terisi
penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis superior berpangkal dari
umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah kandung
kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis sepanjang
arteri umbilikalis.

4. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung
kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar. Pada laki-laki
uretra berjalan berkelok– kelok melalui tengah–tengah prostat
kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis
kebagian penis panjangnya ± 20 cm.

Uretra pada laki–laki terdiri dari :

a. Uretra Prostaria

b. Uretra Membranosa
c. Uretra Kavernosa

Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubis dan berjalan


miring sedikit kearah atas, panjangnya ± 3 – 4 cm. Lapisan uretra pada
wanita terdiri dari Tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa
merupakan pleksus dari vena – vena, dan lapisan mukosa (lapisan
sebelah dalam). Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas
vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai
saluran ekskresi.

C. Perubahan Yang Terjadi Pada Sistem Urinaria


1. Ginjal
Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, melalui
urine darah yang masuk ke ginjal disaring oleh satuan (unit) terkecil
dari ginjal yang disebut nerfon (tempatnya di glomerulus). Kemudian
mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ginjal menurun
sampai 50 % fungsi tubulus berkurang akibat kurangnya kemampuan
mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria (biasanya
1+), BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat sampai 21 mg%, nilai
ambang ginjal terhadap glukosa meningkat (Priyoto, 2015).

2. Otot-otot kandung kemih menjadi lemah, kapasitas menurun sampai


200 ml atau menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat, vesika
urinaria susah dikosongkan pada lanjut usia sehingga meningkatnya
retensi urin. Pembesaran prostat +75 % dialami oleh pria berusia diatas
65 tahun (Priyoto, 2015).

3. Perubahan Aliran Darah Ginjal Pada Lanjut Usia


Ginjal menerima sekitar 20% dari aliran darah jantung atau sekitar 1
liter per menit darah dari 40% hematokrit, plasma ginjal mengalir
sekitar 600 ml/menit. Normalnya 20% dari plasma disaring di
glomerulus dengan GFR 120 ml/menit atau sekitar 170 liter per hari.
Penyaringan terjadi di tubular ginjal dengan lebih dari 99% yang
terserap kembali meninggalkan pengeluaran urin terakhir 1-1,5 liter
per hari.
Dari beberapa penelitian pada lansia yang telah dilakukan,
memperlihatkan bahwa setelah usia 20 tahun terjadi penurunan aliran
darah ginjal kira-kira 10% per dekade, sehingga aliran darah ginjal
pada usia 80 tahun hanya menjadi sekitar 300 ml/menit. Pengurangan
dari aliran darah ginjal terutama berasal dari korteks. Pengurangan
aliran darah ginjal mungkin sebagai hasil dari kombinasi pengurangan
curah jantung dan perubahan dari hilus besar, arcus aorta dan arteri
interlobaris yang berhubungan dengan usia.

4. Perubahan Fungsi Ginjal Pada Lanjut Usia


Pada lansia banyak fungsi hemostasis dari ginjal yang berkurang,
sehingga merupakan predisposisi untuk terjadinya gagal ginjal. Ginjal
yang sudah tua tetap memiliki kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan cairan tubuh dan fungsi hemostasis, kecuali bila timbul
beberapa penyakit yang dapat merusak ginjal.
Penurunan fungsi ginjal mulai terjadi pada saat seseorang mulai
memasuki usia 30 tahun dan 60 tahun, fungsi ginjal menurun sampai
50% yang diakibatkan karena berkurangnya jumlah nefron dan tidak
adanya kemampuan untuk regenerasi. Beberapa hal yang berkaitan
dengan faal ginjal pada lanjut usia antara lain :
a. Fungsi konsentrasi dan pengenceran menurun.
b. Keseimbangan elektrolit dan asam basa lebih mudah terganggu bila
dibandingkan dengan usia muda.
c. Ureum darah normal karena masukan protein terbatas dan produksi
ureum yang menurun. Kreatinin darah normal karena produksi
yang menurun serta massa otot yang berkurang. Maka yang paling
tepat untuk menilai faal ginjal pada lanjut usia adalah dengan
memeriksa Creatinine Clearance.
d. Renal Plasma Flow (RPF) dan Glomerular Filtration Rate (GFR)
menurun sejak usia 30 tahun.

5. Perubahan Laju Filtrasi Glomerulus Pada Lanjut Usia


Salah satu indeks fungsi ginjal yang paling penting adalah laju filtrasi
glomerulus (GFR). Pada usia lanjut terjadi penurunan GFR. Hal ini
dapat disebabkan karena total aliran darah ginjal dan pengurangan dari
ukuran dan jumlah glomerulus. Pada beberapa penelitian yang
menggunakan bermacam-macam metode, menunjukkan bahwa GFR
tetap stabil setelah usia remaja hingga usia 30-35 tahun, kemudian
menurun hingga 8-10 ml/menit/1,73 m2/dekade.
Penurunan bersihan kreatinin dengan usia tidak berhubungan dengan
peningkatan konsentrasi kreatinin serum. Produksi kreatinin sehari-
hari (dari pengeluaran kreatinin di urin) menurun sejalan dengan
penurunan bersihan kreatinin.

6. Perubahan Fungsi Tubulus Pada Lanjut Usia


Aliran plasma ginjal yang efektif (terutama tes eksresi PAH) menurun
sejalan dari usia 40 ke 90-an. Umumnya filtrasi tetap ada pada usia
muda, kemudian berkurang tetapi tidak terlalu banyak pada usia 70, 80
dan 90 tahunan. Transpor maksimal tubulus untuk tes ekskresi PAH
(paraaminohipurat) menurun progresif sejalan dengan peningkatan usia
dan penurunan GFR.
Penemuan ini mendukung hipotesis untuk menentukan jumlah nefron
yang masih berfungsi, misalnya hipotesis yang menjelaskan bahwa
tidak ada hubungan antara usia dengan gangguan pada transpor
tubulus, tetapi berhubungan dengan atrofi nefron sehingga kapasitas
total untuk transpor menurun.

7. Perubahan Pengaturan Keseimbangan Air Pada Lanjut Usia


Perubahan fungsi ginjal berhubungan dengan usia, dimana pada
peningkatan usia maka pengaturan metabolisme air menjadi terganggu
yang sering terjadi pada lanjut usia. Jumlah total air dalam tubuh
menurun sejalan dengan peningkatan usia. Penurunan ini lebih berarti
pada perempuan daripada laki-laki, prinsipnya adalah penurunan
indeks massa tubuh karena terjadi peningkatan jumlah lemak dalam
tubuh. Pada lanjut usia, untuk mensekresi sejumlah urin atau
kehilangan air dapat meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler
dan menyebabkan penurunan volume yang mengakibatkan timbulnya
rasa haus subjektif. Pusat-pusat yang mengatur perasaan haus timbul
terletak pada daerah yang menghasilkan ADH di hypothalamus.
Pada lanjut usia, respon ginjal pada vasopressin berkurang bila
dibandingkan dengan usia muda yang menyebabkan konsentrasi urin
juga berkurang, Kemampuan ginjal pada kelompok lanjut usia untuk
mencairkan dan mengeluarkan kelebihan air tidak dievaluasi secara
intensif. Orang dewasa sehat mengeluarkan 80% atau lebih dari air
yang diminum (20 ml/kgBB) dalam 5 jam.

D. Masalah-masalah pada Sistem Genitourinaria


1. Definisi Infeksi saluran perkemihan
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk
menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih.
Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun wanita
dari semua umur, baik anak-anak, remaja, dewasa maupun lanjut usia.
Akan tetapi dari kedua jenis kelamin, ternyata wanita lebih sering
daripada pria dengan angka populasi umum, kurang lebih 5-15%.
Untuk menyatakan adanya ISK harus ditemukan bakteri dalam urin.
Bakteriuria yang disertai dengan gejala pada saluran kemih disebut
bakteriuria simptomatis. Sedangkan yang tanpa gejala disebut
bakteriuria asimptomatis. Dikatakan bakteriuria positif pada pasien
asimptomatis bila terdapat lebih dari 105 koloni bakteri dalam sampel
urin, sedangkan pada pasien simptomatis bisa terdapat jumlah koloni
lebih rendah. Prevalensi ISK yang tinggi pada usia lanjut antara lain
disebabkan karena sisa urin dalam kandung kemih meningkat akibat
pengosongan kandung kemih kurang efektif.

Etiologi
ISK pada usia lanjut dipandang dari segi penatalaksanaan sering
dibedakan atas:
a. ISK uncomplicated (simple)
ISK yang sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran
kencing baik anatomi maupun fungsional normal. ISK sederhana
ini pada usia lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi
hanya mengenai mukosa superfisial kandung kemih. Penyebab
kuman tersering (90%) adalah E. coli.
b. ISK complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena kuman penyebab sulit
diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa
macam antibiotik, sering terjadi bakteriemia, sepsis, dan syok.
Penyebab kuman pada ISK complicated adalah Pseudomonas,
Proteus, dan Klebsiela.

Tanda dan gejala


Gejala klinis ISK tidak khas dan bahkan pada sebagian pasien tanpa
gejala. Gejala yang sering ditemukan ialah disuria, polakisuria dan
terdesak kencing yang biasanya terjadi bersamaan. Nyeri suprapubik
dan daerah pelvis juga ditemukan. Polakisuria terjadi akibat kandung
kemih tidak dapat menampung urin lebih dari 500 ml karena mukosa
yang meradang sehingga sering kencing. Stranguria, tenesmus,
nokturia, sering juga ditemukan enuresis nokturnal sekunder,
prostatismus, nyeri uretra, kolik ureter dan ginjal. Gejala klinis ISK
sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi sebagai berikut.
Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa rasa sakit
atau rasa panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih sedikit-
sedikit serta rasa tidak enak di daerah suprapubik.
Pada ISK bagian atas dapat ditemukan gejala sakit kepala, malaise,
mual, muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak, atau nyeri di
pinggang.

2. Definisi Inkontinensia Urin


Inkontinensia urin merupakan pengeluaran urin tanpa disadari dan
salah satu manifestasi penyakit yang sering ditemukan pada pasien
geriatri. Diperkirakan prevalensi inkontinensia urin berkisar antara 15–
30% usia lanjut di masyarakat dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat
di rumah sakit mengalami inkontinensia urin, dan kemungkinan
bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30% saat berumur 65-74
tahun. Masalah inkontinensia urin ini angka kejadiannya meningkat
dua kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.

Perubahan-perubahan akibat proses menua mempengaruhi saluran


kemih bagian bawah. Perubahan tersebut merupakan predisposisi bagi
lansia untuk mengalami inkontinensia, tetapi tidak menyebabkan
inkontinensia. Jadi inkontinensia bukan bagian normal proses menua.

Etiologi
Penyebab Inkontinensia urin yang paling umum terjadi pada lansia
adalah ketidakstabilan otot destrusor, kelemahan dasar panggul,
hiperplasia prostat jinak, gangguan mobilitas, obat-obatan tertentu dan
kondisi patologis seperti infeksi.
Obat-obat tertentu yang dapat menyebabkan inkontinensia adalah
chlordiazepoxide ( Librium ), clonidine (Catapres), diazepam
(Valium), digitalis (Lanoxin), Furosemid (Lasix), Isoproterenol
(Isuprel), Levodopa (L-dopa, Larodopa), Lithium (Lithotabs, Lithane),
Metadon (Methadose, Dolophine), Metronidazol (Flagyl), Neostigmine
(Prostigmin), Fenitoin (Dilantin), Terbutaline (Brethine), Asam
Valproik ( Depakene), Vasopresin ( Pitressin ).

Klasifikasi Inkontinensia Urin


a. Inkontinensia Urin Akut Reversibel
Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tak
dapat pergi ke toilet sehingga berkemih tidak pada tempatnya. Bila
delirium teratasi maka inkontinensia urin umumnya juga akan
teratasi. Setiap kondisi yang menghambat mobilisasi pasien dapat
memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau
memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang
pinggul, stroke, arthritis dan sebagainya.
Resistensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi anatomis dapat
pula menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada
vagina dan urethra (vaginitis dan urethritis) mungkin akan memicu
inkontinensia urin. Konstipasi juga sering menyebabkan
inkontinensia akut.
Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat memicu
terjadinya inkontinensia urin, seperti glukosuria atau kalsiuria.
Gagal jantung dan insufisiensi vena dapat menyebabkan edema dan
nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinya inkontinensia urin
nokturnal. Berbagai macam obat juga dapat mencetuskan
terjadinya inkontinensia urin seperti Calcium Channel Blocker,
agonist adrenergic alfa, analgesic narcotic, psikotropik,
antikolinergik dan diuretic.
b. Inkontinensia Urin Persisten
Inkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam berbagai
cara, meliputi anatomi, patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan
praktek klinis, klasifikasi klinis lebih bermanfaat karena dapat
membantu evaluasi dan intervensi klinis.

Tanda dan Gejala


Pada umumnya keluhan penderita yaitu:
a. Kencing keluar pada waktu batuk, tertawa, bersin dan latihan
b. Keluarnya kencing tidak dapat ditahan
c. Kencing keluar menetes pada keadaan kandung kemih penuh

3. Definisi Hiperplasia Prostat jinak


Hiperplasia Prostat jinak adalah pembesaran nonmalignant dari
kelenjar prostat yang menyempitkan uretra dan menyebabkan berbagai
pembatasan aliran kemih.

Etiologi
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan
testosteron estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi
konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer.
Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan maka
efek perubahan juga terjadi secara perlahan-lahan.
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada
leher vesika dan daerah prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih
tebal. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot
dinding. Apabila keadaan berlanjut maka
detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan
tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin.
Tanda dan gejala
a. Dorongan mendesak untuk buang air kecil. Beberapa pria mungkin
mengompol tanpa dapat ditahan
b. Penundaan antara awal berkemih dan aliran urin
c. Aliran urin lemah atau terputus-putus
d. Urin tetap menetes setelah buang air kecil
e. Perasaan bahwa kandung kemih tidak kosong setelah buang air
kecil
f. Sakit di punggung bawah, panggul atau paha atas
g. Sensasi terbakar atau sakit saat buang air kecil.

Gejala dapat berbeda-berbeda antar individu. Gejala juga dapat


bervariasi pada masing-masing individu di sepanjang perjalanan
penyakit. Perlu ditekankan bahwa gejala di atas tidak selalu
menunjukkan adanya pembesaran prostat. Penyakit lain dapat
menyebabkan gejala yang sama.

E. Asuhan Keperawatan Sistem Genitourinaria Pada Lansia


Pengkajian
1. Identitas klien
Inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi
pada lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan jenis kelamin perempuan,
tetapi tidak menutup kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko
mengalaminya.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang
dirasakan saat ini. Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah
ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres, ketakutan,
tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi fisik,kekuatan
dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi.
Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum
terjadi inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan.
b. Riwayat kesehatan masa lalu.
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit
serupa sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien,
apakah pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius, pembedahan
ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat dirumah sakit.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita
penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit
bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan
karena respon dari terjadinya inkontinensia
b. Pemeriksaan Sistem
B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena
suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada
perkusi.
B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah

B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
B4 (bladder)
Inspeksi: Periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau
menyengat karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri)
dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada
lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus
uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria
akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya.
Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis,
seperti rasa terbakar di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di
luar waktu kencing.
B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri
tekan abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya
ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan
ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.
c. Pengkajian Fungsi Sosial
1) Hubungan Lansia dengankeluarga sebagai peran sentral
2) Meliputi APGAR Keluarga (Adaptation, Partnership,
Growth, Affection, Resolve) yaitu Alat skrining singkat
untuk mengkaji fungsisosial lanjut usia.
Diagnosa & Rencana Asuhan keperawatan

Rencana tindakan
No Diagnosa
keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional

1. Inkontinensia Diharapkan 1. Pantau dan catat 1. Deteksi


Stres setelah dilakukan masukan dan haluaran masalah
berhubungan tindakan karakteristik urine kaji Untuk dapat
dengan keperawatan kehilangan tonus otot mengetahui
kurang klien dapat karena : apa
pengetahuan pegetahui tentang a. Melahirkan penyebab
tentang latihan dasar b. Kegemukan inkontinensi
latihan dasar pelvis dengan c. Proses penuaan a
pelvis kriteria : 2. Minta perwat atau
1. Melaporkan bidan untuk latihan
pengurangan lebih efektif
inkontinensia 2. Melatih
2. Mampu 3. Ajarkan untuk kekuatan
mengukapkan mengidentifikasiotot – kandung
penyebab otot dasar pelvis dan kemih
inkontinensia dan kekuatan saat
alasan untuk melakukan latihan 3. Latihan
perawatan kegel kegel adalah
untuk
menguatkan
dan
mempertaha
nkan tonus
otot
pubokogsige
al yang
menyangga
organ-organ
pelvis.
2. Inkontinensia Diharapkan 1. Latih kelayan 1. Melatih
refleks setelah dilakukan mengoongkan kelayan untuk
berhubungan tindakan kandung kemih miksi
dengan lesi keperawatan 2. Lakukan perawatan 2. Memberikan
medula spinalis klien dapat kulit dan pakaian rasa nyaman
diatas arkus mencapai pada Klien pada kelayan
refleks penerapan seperti 3. awasi bila ada tanda
ditunjukan oleh gejala infeksi saluran 3.Infeksi saluran
hal- hal berikut : kemih. kemih dapat
1. Mengekspresi memperburuk
kan keinginan keadaan klien
untuk mencoba
tehnik manual
berkemih
2. Proses berkemih
bisa terkontrol

3. Inkontinensia Diharapkan 1. Berikan keempatan 1. Memberikan


fungsional setelah dilakukan pada keleyan untuk kenyamanan
berhubungan tindakan miksi. pada
dengan keperawatan kelayan.
penurunan klien dapat 2. Modifikasi linkungan
tonus kandung pegetahuan tempat berkemih . 2. Menjaga
kemih tentang faktor privasi dan
penyebab kenyamanan
penurunan tonus kelayan.
kandung kemih 3. Kolaborasi pemberian
dengan kriteria : obat dengan dokter 3. Untuk
1. meminimalkan merelaksasi
atau mengura kandung
ngi episode kemih.
inkontinensia
2. mengambarkan
faktor penyebab
inkontinensia

Inkontinensia Diharapkan 1. kolaborasi pemberian


4.
urgensi setelah dilakukan obat dengan dokter 1. Untuk
berhubungan tindakan merelakasi
dengan keperawatan 2. Ajarkan kelayan bladder kandung
penurunan klien dapat training kemih
fungsi pegetahui cara
persarafan mengoftimalkan 2. Melatih
kandung kemih kandung kemih kelayan
dengan kriteria : 3. Minta Klien untuk mengembalika
1. Klien mampu menunda waktu ke n kontrol miki
mengungkapkan toilet
miksi kalau mau
berkemih 3. Agar dapat
2. Mengetahi faktor menehan
penyebab miksi dalam
inkontinensia waktu yang
urgensi lebih lama
Inkontinenia Diharapkan setelah 1. Kaji obstruksi pada
5.
overflow dilakukan tindakan kandung kemih
berhubungan keperawatan klien
dengan dapat pegetahui
obtruksi pada penyebab obstruksi 2. Lakukan pembedahan
kandung kemih kandung kemih, jika terjadi 1. Mengetahui
dengan kriteria : pembesaran prostat. penyebab
1. Klien mau 3. Lakukan obstruksi
berkerja sama kateterisasi,bila perlu
dalam proses secara intermiten,dan 2. Melancarkan
pengobatan kalau tidak mungkin proses
secara menetap berkemih
1. Inkontinensia 3. Memberikan
bisa di atasi rasa nyaman
pada klien
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi. Jakarta :


Salemba Medika.

B, Pribakti. (2011). Dasar-dasar Uroginekologi.Jakarta : Sagung Seto.

Corwin, Elizabeth, J. (2009). Patofisiologi : Buku Saku. Jakarta : ECG.

Darmojo B. 2009. Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut.Edisi keempat. Jakarta:


Balai Penerbit FKUI.

Doengoes, E Marilynn, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Efendi, Ferry, Makhfudli. (2009).Keperawatan Kesehatan Komunitas : teori dan


Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Hidayat, Aziz, A.(2006). Pengantar Kebutuhan Dasar manusia: Aplikasi konsep


dan proses keperawatan.Jakarta : Salemba Medika.

Maryam, Siti, R, dkk. (2008).Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :


Salemba Medik

Mass, L, Meridean, dkk. (2001). Asuhan Keperawatan Geriatrik : Diagnosis


NANDA, Kriteria Hasil NIC NOC, dan Intervensi NIC. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC.

Nugroho, Wahjudi.2000. Keperawatan Gerontik.Jakarta : EGC

Potter, Patricia A. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: Proses dan


praktik. Ed. 4. Jakarta: EGC

Uliyah, Musfiratul. 2008. Ketrampilan Dasar praktik Klinik. Jakarta : Salemba


Medika
SISTEM GENITOURINARIA PADA LANSIA

KEPERAWATAN GERONTIK

Kelompok 7

Amalia rahmawati

Desara Ramadhanti

Fepti Nurmalasari

Fitriyah F

Rica Nabila

AKADEMI KEPERAWATAN KERIS HUSADA

TAHUN AJARAN 2018/2019

Anda mungkin juga menyukai