Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, semata-mata atas segala
limpahan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan pasca stroke ini, penulis menyadari masih banyak sekali
kekurangan dan kesalahan dalam hal bentuk dan isi dari pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca agar dapat bermanfaat dan diaplikasikan kedalam kehidupan pribadi,
keluarga maupun bermasyarakat dalam pengembangan Asuhan Keperawatan yang profesional.
Penulis menyadari masih banyak kesalahan maupun kekurangan dalam pembuatan Makalah
ini, baik dalam bentuk maupun dari isi Makalah ini. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Makalah atau
karya ilmiah kedepannya.
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Merupakan masalah neurologik primer di dunia. Banyak upaya yang dilakukan untuk
mengurangi tingkat kematian akibat stroke, meskipun upaya pencegahan itu telah menimbulkan
penurunan pada insiden dalam beberapa tahun terakhir, tetapi stroke masih merupakan peringkat
ketiga penyebab kematian. Orang yang menderita stroke, dalam kesehariannya sering tidak
mampu melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik. Mereka selalu membutuhkan bentuan orang
lain untuk melakukannya. Kesabaran orang yang merawat penderita stroke sangat diperlukan
dalam hal ini.
1.2.Tujuan
Tujuan Umum :
Keluarga dan penderita stroke mampu memahami dan melaksanakan segala sesuatu yang
berhubungan dengan penyakit stroke sehingga dapat mengurangi atau menghindari stroke kambh
lagi.
Tujuan Khusus :
1. Melaksanakan asuhan keperawatan individu dalam keluarga dengan penyakit stroke.
2. Meningkatkan pengetahuan perawat tentang penyakit stroke.
3. Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan penderita pasca stroke di rumah.
1.3.Batasan Masalah
Dalam makalah ini masalah yang dibahas adalah :
1. Pengertian stroke
2. Penyebab stroke
3. Faktor resiko terjadinya stroke
4. Tanda dan gejala
5. Jenis-jenis komplikasi stroke
BAB II
TINJAUAN TEORI
d. Obesitas
Peningkatan berat badan dapat meningkatkan risiko stroke. Obesitas juga dapat menimbulkan
faktor risiko lainnya seperti tekanan darang tinggi, tingginya kolesterol jahat, dan diabetes.
e. Penyakit pada Arteri Carotid dan Arteri Lainnya
Pembuluh darah arteri carotid merupakan pembuluh darah utama yang membawa darah ke otak
dan leher. Rusaknya pembuluh darah carotid akibat lemak menimbulkan plak pada dinding arteri
sehingga menghalangi aliran darah di arteri.
f. Kurangnya Aktivitas Fisik
Latihan penting untuk mengontrol faktor risiko stroke, seperti berat badan, tekanan darah,
kolesterol, dan diabetes.
g. Alkohol, Kopi, dan Penggunaan Obat - Obatan
Konsumsi alkohol meningkatkan risiko stroke. Minum alkohol lebih dari satu gelas pada pria dan
lebih dua gelas pada pria dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Selain itu, minum
tiga gelas kopi sehari dapat meningkatkan tekanan darah dan risiko stroke. Penggunaan obat -
obatan seperti kokain dan amphetamine merupakan risiko terbesar terjadinya stroke pada dewasa
muda.
h. Kurang Nutrisi
Diet tinggi lemak, gula, dan garam meningkatkan risiko stroke. Penelitian menunjukkan bahwa
mengkonsumsi 5 porsi buah dan sayur sehari dapat mengurangi risiko stroke sebesar 30%.
i. Stres
Penelitian menunjukkan hubungan antara stress dengan mempersempit
pembuluh darah carotid.
j. Estrogen Pemakaian pil KB atau Hormone Replacement Theraphy (HRT) yang mengandung
estrogen dapat mengubah kemampuan penggumpalan darah
yang dapat mengakibatkan stroke.
2.6. Patofisiologi
Pada keadaan fisiologis normal, aliran darah pada otak selalu tetap yaitu 50 ml/ menit /
100 gr otak. Hal ini terjadi karena auto regulasi yang mengembangkan arteri pada waktu
hipotensi yang menguncup waktu hipertensi. Apabila tekanan darah tinggi terus menerus terjadi
maka dapat menimbulkan perubahan atroklerotik karena perfusi dapat menyebabkan perdarahan
intra kranial. Ruptur arteri juga dapat menyebabkan perdarahan yang akan menimbulkan
ekstavasasi darah ke jaringan otak sekitarnya. Darah yang merembes ini dapat menekan,
mengiritasi, dan menimbulkan fase spasme arteri hemisfer otak.
Ruptur arteri juga dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah sehingga timbul iskemik
focal dan infark jaringan otak. Daerah ini akan mengalami defisit neurologis yang berupa
hemiparalisis. Keluarnya darah yang mendadak dari pembuluh darah otak dapat meningkatkan
tekanan darah cerebrospinalis, hilang kesadaran maupun gegar otak. Koma terjadi karena apabila
daerah ekstravasal terjadi hematoma yang menimbulkan penekanan pada seluruh isi kranial (Dr.
H. Soedomo)
2. 9. Pemeriksaan diagnostik
a. Computerized tomografi Scan (CT Scan) dapat memperlihatkan adanya hematoma, infark dan
perdarahan. Scan ini baik untuk meneliti lesi yang letaknya dipermukaan
b. Fungsi lumbal untuk menunjukkan kelainan cerebro spinalis fluid (CSF). Tekanan yang
meningkat dan adanya cairan darah menunjukkan adanya hemorhagic.
c. Elektro Encephalography (EEG) menggunakan gelombang untuk menentukan lesi spesifik
d. Angiografi (arteriografi) sangat esensial untuk memperlihatkan penyebab dan letak ganguan otak,
biasanya menggunakan arteri femoralis. Ada tidaknya oklusi, rupture atau obstruksi dapat
difisualisasi dengan alat ini.
e. Magnetik Resonance Imaging (MRI) dapat menampakkan daerah patologis
2.10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan
Untuk mengobati keadaan acut perlu diperhatikan faktor faktor kritis sebagai berikut:
1) Berusaha menstabilkan tanda – tanda vital
2) Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
3) Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter
4) Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien
harus dirubah posisi setiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif
b. Tindakan konservatif
1) Fasodilator yang meningkatkan aliran darah cerebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibutuhkan
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, acetazolamide, papaverin intra arterial
3) Anti agregasi trombosis seperti aspirin, digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi. Trombosis yang terjadi ulcerasi alteroma
c. Tindakan pembedahan untuk memperbaiki aliran darah cerebral, misalnya pada tindakan
endarterectomy carotis.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan bagian penting dalam proses pemulihan stroke. Tujuan rehabilitasi ini
adalah untuk menolong penderita stroke untuk memperoleh kembali apa yang mungkin dapat
dipertahankan untuk memaksimalkan fungsi tubuh pada penderita stroke (Stroke and Heart
Foundation, 2010). Lumbantobing (2004) menyatakan bahwa tujuan rehabilitasi ialah menjaga
atau meningkatkan kemampuan jasmani, rohani, keadaan ekonomi dan kemampuan kerja
semaksimal mungkin. Berbagai usaha dilakukan untuk mencapai tujuan ini, diantaranya terapi
fisik/ fisioterapi, latihan bicara, latihan mental, terapi okupasi, psikoterapi , memberi alat bantu,
ortotik prostetik, dan olah raga. Bentuk tindakan di atas tentunya disesuaikan dengan berat
ringan cacat, bentuk cacat, kemampuan atau tingkat mental penderita. Young & Forster (2007)
dan Duncan et al (2005) menyatakan bahwa penanganan rehabilitasi merupakan pendekatan
multidisiplin, beberapa ahli di berbagai bidang bekerja sama, misalnya dokter keluarga, ahli
rehabilitasi medik, ahli saraf, perawat dan anggota keluarga. Koordinator tindakan rehabilitasi ini
sebaiknya dipegang oleh dokter keluarga, yang lebih banyak mengetahui penderita, keluarganya,
latar belakang pendidikannya, serta tugas jabatan. Dokter keluarga dapat bertidak sebagai
motivator, memberi bimbingan dan petunjuk kepada penderita dan keluarganya (Bradford
Institute for Health Research, 2010).
2. Perawatan Penderita Stroke di Rumah
Menurut Batticaca (2008), penanganan dan perawatan penderita stroke di rumah antara lain,
berobat secara teratur ke dokter, tidak menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat
tanpa petunjuk dokter, meminta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan
kondisi tubuh yang lemah atau lumpuh, memperbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di
rumah, membantu kebutuhan klien, memotivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik,
memeriksakan tekanan darah secara teratur, dan segera bawa klien ke dokter atau rumah sakit
jika timbul tanda dan gejala stroke. Vallery (2006) dalam Agustina,dkk (2009) mengemukakan
bahwa pasien dan orang yang merawat/ keluarga perlu menyadari semua tantangan dan tanggung
jawab yang akan dihadapi sebelum meninggalkan rumah sakit atau fasilitas rehabilitasi lain.
Meskipun sebagian besar pasien telah mengalami pemulihan yang cukup bermakna sebelum di
pulangkan, sebagian masih memerlukan bantuan untuk turun dari tempat tidur, mengenakan
pakaian, makan, dan berjalan. Keluarga sebaiknya mengetahui tentang layanan komunitas lokal
yang dapat memberikan bantuan, termasuk dokter keluarga, perawat kunjungan rumah, ahli
fisioterapi, petugas sosial, ahli terapi wicara, dan layanan relawan. Kebutuhan pasien pasca rawat
dapat meliputi kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial dan spiritual. Berikut ini merupakan
perawatan penderita stroke yang dapat dilakukan oleh keluarga di rumah.
1. Jika pasien selalu membuka mata dalam jangka panjang, maka mata mereka dapat mengering
dan menyebabkan infeksi dan ulkus kornea. Untuk mencegah hal ini, keluarga dianjurkan
penggunaan pelumas, salep, atau air mata buatan yang dapat dibeli bebas (Edmund, 2007).
Penderita stroke yang tidak dapat minum tanpa bantuan harus membersihkan mulutnya dengan
sikat lembut yang lembab atau kapas penyerap sekitar satu jam. Perawatan mulut yang teratur
sangat penting, terutama untuk penderita yang sulit atau tidak dapat menelan (Edmund, 2007).
2. Menangani masalah makan dan minum
Penderita stroke memerlukan makanan yang memadai, lezat, dan seimbang dengan cukup serat,
cairan (2 liter atau lebih sehari), dan miktonutrien. Jika nafsu makan penderita berkurang maka
penedrita stroke dapat diberi makanan ringan tinggi - kalori yang lezat dalam jumlah terbatas
setiap 2 -3 jam, bersama dengan minuman suplemen nutrisional. Penderita stroke harus makan
dalam posisi duduk, bukan berbaring, untuk mencegah tersedak dan pneumonia aspirasi (John,
2004; Lotta, 2006; David 2004). Keluarga dapat elakukan modifikasi dalam penggunaan alat
makan penderita stroke, seperti meletakkan antiselip pada alas piring atau menggunakan piring
yang cekung sehingga makanan tidak mudah tumpah. Keluarga dapat juga menyediakankan alat
- alat bantu untuk penderita stroke yang makan dengan satu tangan, seperti
mangkuk telur yang dapat ditempelkan pada meja (John, 2004; Lotta, 2006; David 2004).
3. Kepatuhan program pengobatan di rumah
Pelayanan kesehatan berperan dalam upaya promotif, pencegahan, diagnosa dini dan
pengobatan, pembatasan kecacatan, serta pemulihan (rehabilitasi) suatu penyakit (Maryam,
2008). Dukungan keluarga diketahui sangat penting dalam kepatuhan terhadap program
pengobatan jangka panjang (Schatz, 1998 dalam Stanley, 2006). Keluarga bertanggung jawab
terhadap semua prosedur dan pengobatan anggota keluarga yang sakit, seperti menggunakan obat
menggunakan alat - alat khusus, dan menjalankan latihan (Friedman, 2005).
4. Mengatasi Masalah Emosional dan Kognitif
Sebagian masalah emosional muncul segera setelah stroke, sebagai akibat kerusakan di otak.
Hampir 70% pasien stroke sedikit banyak mengalami masalah emosional, misalnya reaksi sedih,
mudah tersinggung, tidak bahagia, murung, atau depresi. Terdapat bukti bahwa orang yang
menderita depresi pasca stroke memiliki kemungkinan tiga kali lebihbesar meninggal dalam 10
tahun dibandingkan dengan penderita stroke tanpa depresi. Namun, jika penderita stroke dan
orang yang merawatnya menyadari masalah ini, biasanya ada hal - hal yang dapat dikerjakan
untuk mengatasi masalah tersebut (Lotta, 2006). Ketidakmampuan seseorang untuk
mengekspresikan dirinya sendiri akibat masalah bahasa dapat menimbulkan sikap mudah marah.
Masalah emosional lain timbul pada tahap lebih belakangan, misalnya sewaktu pasien akhirnya
menyadari dampak penuh stroke atas kemandirian mereka. Orang yang pernah mengalami stroke
sangat rentan terhadap perubahan dalam situasi mereka, terutama jika mereka akan
meninggalkan rumah sakit atau saat mereka pertama kali keluar rumah untuk berjalan - jalan. Ini
merupakan reaksi fisiologis normal, dan penderita stroke harus didorong untuk membahas
kekhawatiran mereka akan karier serta anggota keluarga sehingga masalah tersebut dapat diatasi
sebanyak mungkin (Lotta, 2006). Pada sebagian besar kasus, masalah emosional mereda seiring
waktu, tetapi ketika terjadi, masalah itu dapat menyebabkan penderita stroke menolak terapi atau
kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi, yang dapat memengaruhi pemulihan
penderita. Masalah emosional reaktif ini sering dapat dikurangi secara substansial dengan
mendorong penderita stroke membicarakan ketakutan dan kemarahan mereka. Penderita stroke
harus merasa bahwa mereka adalah anggota keluarga yang berharga. Penting bagi keluarga untuk
mempertahankan lingkungan rumah yang suportif, yang mendorong timbulnya perhatian orang
lain dan aktivitas waktu luang, misalnya membaca, memasak, berjalan -jalan, berbelanja,
bermain, dan berbicara. Penderita stroke yang keluarganya atau orang yang merawatnya tidak
suportif dan yang memiliki kehidupan keluarga yang tidak berfungsi cenderung memiliki
prognosis lebih buruk dibandingkan dengan penderita lainnya. Sebagian penderita stroke
mungkin merasa nyaman jika mereka berbagi pengalaman mereka dengan penderita stroke lain
(Lotta, 2006). Masalah emosional penderita stroke dapat diatasi dengan konseling individual atau
terapi kelompok. Psikoterapi juga dapat membantu sebagian penderita, misalnya mereka yang
mengalami apatis berat, depresi, tak tertarik atau menentang pengobatan. Jika masalahnya
menetap, terutama depresi, dokter mungkin menganjurkan obat antidepresan (misalnya,
fluoksetin dan amitriptilin) atau berkonsultasi dengan psikiater atau ahli psikologi klinis.
Konsultasi dini biasanya dianjurkan untuk penderita stroke yang mengalami depresi berat,
terutama mereka yang mungkin ingin bunuh diri (Lotta, 2006). Masalah kognitif pada penderita
stroke mencakup kesulitan berpikir, memusatkan perhatian, mengingat, membuat keputusan,
menggunakan nalar, membuat rencana, dan belajar. Hal - hal ini sering menjadi komplikasi
stroke, mengenai sekitar 64% dari penderita stroke yang selamat dan menyebabkan demensia
pada 1 dari 5 penderita stroke usia yang lebih lanjut. Namun, bagi banyak penderita stroke,
masalah kognitif yang ringan cenderung akan mereda seiring dengan waktu, dan kemampuan
mereka akan pulih sepenuhnya (John, 2004). Jika penderita stroke tidak dapat mengikuti
instruksi di obat resep, orang yang merawat perlu menjamin bahwa penderita stroke minum obat
dalam jumlah dan saat yang tepat. Ada baiknya dibuat bagan atau tabel tentang aktivitas harian,
obat, dan kemajuan penderita stroke pada selembar kertas (John, 2004). Penderita stroke dengan
gangguan kognitif yang parah, misalnya demensia, jarang pulih sempurna dan dapat bertambah
buruk seiring dengan waktu. Hal ini terutama berlaku pada orang berusia lanjut yang pernah
mengalami beberapa kali stroke serta mengidap penyakit - penyakit lain (John, 2004).
5. Pencegahan cedera/ jatuh
Thomas (2004) dan Leigh (2005) menyatakan faktor risiko yang mempermudah pasien jatuh
antara lain masalah ayunan langkah dan keseimbangan, obat - obat sedatif, kesulitan melakukan
aktivitas sehari - hari, inaktivitas, inkontinensia, gangguan penglihatan, dan berkurangnya
kekuatan tungkai bawah. Yudi (2007) menyatakan bahwa indikasi terbaik bahwa penderita
stroke siap bergerak ke tingkat mobilitas vang lebih tinggi adalah kemampuan menoleransi
tingkat mobilitas yang telah mereka capai. Demi alasan keamanan, sebaiknya ada satu atau dua
orang asisten berdiri di samping penderita stroke dan membantu penderita, terutama pada tahap -
tahap awal. Ketika berdiri atau berjalan, penderita stroke sebaiknya berupaya menggunakan
tungkai mereka yang lumpuh dengan menopangkan beban badan mereka pada tungkai tersebut
sebisa mungkin dan dengan memindahkan beban badan dari satu sisi tubuh ke sisi lainnya. Pada
awalnya, penderita stroke harus mencoba hanya beberapa langkah kecil. Sesi latihan yang sering
dan singkat, dengan peningkatan gerakan secara perlahan, merupakan cara yang paling aman dan
efektif. Jika penderita stroke telah yakin dapat berjalan di lantai yang datar, mereka dapat mulai
naik tangga, tetapi tetap memperhatikan bahwa susunan tangganya telah aman dan kuat. Selain
itu, Graham (2006) menyatakan jika penderita stroke menggunakan kursi roda, sebaiknya rumah
mereka memiliki tangga, dibangun jalan masuk landai dari kayu atau beton. Keluarga juga
mungkin perlu memperlebar pintu - pintu rumah agar penderita stroke dapat bergerak bebas di
dalam rumah. Pemasangan kabel listrik yang aman, pegangan tangan di kamar mandi dan
adaptasi rumah lainnya juga dapat membantu penderita stroke.
6.Tahap VI keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (launching center family).
Dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat anak
terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahapan ini tergantung jumlah anak dan ada atau
tidaknya anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua.
Tugas perkembangan
1. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
2. Mempertahankan keintiman pasangan.
3. Membantu orang tua memasuki masa tua.
4. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
5. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.
1. Pengkajian
Menurut Suprajitno (2004:29) pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang perawat
mengumpulkan informasi secara terus menerus tentang keluarga yang dibinanya. Pengkajian
merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga. Agar diperoleh data
pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga, perawat diharapkan menggunakan
bahasa ibu (bahasa yang digunakan sehari-hari), lugas dan sederhana (Suprajitno: 2004).
Kegiatan yang dilakukan dalam pengkajian meliputi pengumpulan informasi dengan cara
sistematis dengan menggunakan suatu alat pengkajian keluarga, diklasifikasikan dan dianalisa
(Friendman, 2005: 56)
1) Identitas keluarga yang dikaji adalah umur, pekerjaan, tempat tinggal, dan tipe keluarga.
2) Latar belakang budaya /kebiasaan keluarga
a. Kebiasaan makan
Kebiasaan makan ini meliputi jenis makanan yang dikosumsi oleh Keluarga. Untuk
penderita stroke biasanya mengkonsumsi makanan yang bayak menandung garam, zat pengawet,
serta emosi yang tinggi.
b. Pemanfaatan fasilitas kesehatan
Perilaku keluarga didalam memanfaatkan fasilitas kesehatan merupakan faktor yang
penting dalam penggelolaan penyakit stroke fase rehabilitasi terutama ahli fisiotherapi.
c. Pengobatan tradisional
Karena penderita stroke memiliki kecenderungan tensi tinggi, keluarga bisa memanfaatkan
pengobatan tradisional dengan minum air ketimun yang dijus sehari dua kali pagi dan sore.
3) Status Sosial Ekonomi
a. Pendidikan
Tingkat pendidikan keluarga mempengaruhi keluarga dalam mengenal hipertensi beserta
pengelolaannya. berpengaruh pula terhadap pola pikir dan kemampuan untuk mengambil
keputusan dalam mengatasi masalah dangan tepat dan benar.
b. Pekerjaan dan Penghasilan
Penghasilan yang tidak seimbang juga berpengaruh terhadap keluarga dalam melakukan
pengobatan dan perawatan pada angota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena
hipertensi. Menurut (Effendy,2005) mengemukakan bahwa ketidakmampuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena tidak seimbangnya
sumber-sumber yang ada pada keluarga.
4) Tingkat perkembangandan riwayat keluarga
Menurut Friedmen (2005:125), Riwayat keluarga mulai lahir hingga saat ini. termasuk
riwayat perkembangan dan kejadian serta pengalaman kesehatan yang unik atau berkaitan
dengan kesehatan yang terjadi dalam kehidupan keluarga yang belum terpenuhi berpengaruh
terhadap psikologis seseorang yang dapat mengakibatkan kecemasan.
5) Aktiftas
Aktifitas fisik yang keras dapat menambah terjadinya peningkatan tekanan darah. Serangan
hipertensi dapat timbul sesudah atau waktu melakukan kegiatan fisik, seperti olah raga
(Friedman, 2005:9).
6) Data Lingkungan
a. Karakteristik rumah
Cara memodifikasikan lingkungan fisik yang baik seperti lantai rumah, penerangan dan
fentilasi yang baik dapat mengurangai faktor penyebab terjadinya cedera pada penderita stroke
fase rehabilitasi.
b. Karakteristik Lingkungan
Menurut (friedman,2005:22) derajad kesehatan dipengaruhi oleh lingkungan. Ketenangan
lingkungan sangat mempengaruhi derajat kesehatan tidak terkecuali pada hipertensi
7) Struktur Keluarga
a. Pola komunikasi
Menurut (Friedman, 2005) Semua interaksi perawat dengan pasien adalah berdasarkan
komunikasi. Istilah komunikasi teurapetik merupakan suatu tekhnik diman usaha mengajak
pasien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaan. Tekhnik tersebut mencakup
ketrampilan secara verbal maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi.
b. Struktur Kekuasaan
Kekuasaan dalam keluarga mempengaruhi dalam kondisi kesehatan, kekuasaan yang otoriter
dapat menyebabkan stress psikologik yang mempengaruhi dalam tekanan darah pasien stroke.
c. Struktur peran
Menurut Friedman(2005), anggota keluarga menerima dan konsisten terhadap peran yang
dilakukan, maka ini akan membuat anggota keluarga puas atau tidak ada konflik dalam peran,
dan sebaliknya bila peran tidak dapat diterima dan tidak sesuai dengan harapan maka akan
mengakibatkan ketegangan dalam keluarga.
8) Fungsi Keluarga
a. Fungsi afektif
Keluarga yang tidak menghargai anggota keluarganya yang menderita hipertensi, maka akan
menimbulkan stressor tersendiri bagi penderita. Hal ini akan menimbulkan suatu keadaan yang
dapat menambah seringnya terjadi serangan hipertensi karena kurangnya partisipasi keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang sakit (Friedman, 2005).
b. Fungsi sosialisasi .
Keluarga memberikan kebebasan bagi anggota keluarga yang menderita stroke dalam
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Bila keluarga tidak memberikan kebebasan pada
anggotanya, maka akan mengakibatkan anggota keluarga menjadi sepi. Keadaan ini mengancam
status emosi menjadi labil dan mudah stress.
c. Fungsi kesehatan
Menurut suprajitno (2004) fungsi mengembangkan dan melatih anak untuk berkehidupan
sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah.
9) Pola istirahat tidur
Istirahat tidur seseorang akan terganggu manakala sedang mengalami masalah yang belum
terselesaikan.
10) Pemeriksaan fisik anggota keluarga
Sebagaimana prosedur pengkajian yang komprehensif, pemeriksaan fisik juga dilakukan
menyeluruh dari ujung rambut sampai kuku untuk semua anggota keluarga. Setelah ditemukan
masalah kesehatan, pemeriksaan fisik lebih terfokuskan.
11) Koping keluarga
Bila ada stressor yang muncul dalam keluarga, sedangkan koping keluarga tidak efektif,
maka ini akan menjadi stress anggota keluarga yang berkepanjangan.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon manusia atas
perubahan pola interaksi potensial atau aktual individu. Perawat secara legal dapat
mengidentifikasi dan menyusun intervensi masalah keperawatan. Kolaburasi dan koordinasi
dengan anggota tim lain merupakan keharusan untuk menghindari kebingungan anggota akan
kurangnya pelayanan kesehatan.
Dalam diagnosa keperawatan stroke atau cerebro vasculer accident didapatkan diagnosa
keperawatan sebagai berikut :
3. Intervensi Keperawatan
a. Menyusun prioritas
Friedman (2005:64), menjelaskan perencanaan perawatan meliputi seleksi bersama yang
dirancang untuk mencapai tujuan. Faktor penetapan prioritas perasaan peka terhadap klien dan
efek terpeutik terhadap tindakan dimasa mendatang.
b. Menyusun tujuan
Friedman (2005:64) menjelaskan perencanaan meliputi perumusan tujuan yang berorientasi
kepada klien kemungkinan sumber-sumber penggambaran pendekatan alternatif untuk
memenuhi tujuan dan operasional perencanaan.
Ada 3 kegiatan menurut Friedman (2005:64) yaitu:
1. Tujuan jangka pendek yang sifatnya dapat diukur langsung dan spesifik
2. tujuan jangka menengah
3. tujuan akhir atau jangka panjang yang sifatnya umum dan mempunyai tujuan
c. Menentukan kriteria dan standar evaluasi.
Kriteria yang akan dicapai adalah respon verbal, afektif dan psikomotor keluarga mengenai
penjelasan tentang masalah kesehatan (Friedman:2005:71)
4. Implementasi keperawatan
Dalam memilih tindakan keperawatan tergantung pada sifat masalah dan sumber-sumber yang
tersedia.
a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah post stroke.
Intervensi:
1) Berikan informasi kepada keluarga mengenai: pengertian, tanda dan gejala, penyebab,
komplikasi, cara perawatan, penanganan dan pencegahan stroke
2) Motivasi keluarga untuk mengenal masalah stroke
b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang dapat mengenai tindakan kesehatan
yang tepat terhadap anggota keluarga yang menderita post stroke
Intervensi:
1) Memberikan informasi tentang alternatif pencegahan dpat diambil untuk mengatasi pasien
stroke, seperti menjaga kesehatan lingkungan, menghindari faktor pencetus, serta minum obat
secara teratur
2) Mendiskusikan akibat bila tidak melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi stroke
3) Memberikan kesempatan untuk mengambil keputusan tentang tindakan kesehatan yang
diambil pada anggota keluarga yang terkena stroke
c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit atau perawatan post stroke
Intervensi :
1) Sarankan atau anjurkan kepada keluarga untuk melakukan perawatan secara teratur, jaga diet
penderita stroke.
2) Demonstrasikan teknik latihan tentang gerak dirumah
d. Ketidakmampuan keluarga untuk memelihara lingkungan yang dapat menyebabkan atau
mempengaruhi kesehatan
Intervensi :
1) Memberikan semangat pada penderita terutama yang berasal dasri keluarga itu sendiri atau
melalui orang atau sumber-sumber yang dipercaya mempunyai pengaruh terhadap proses
penyembuhan
2) Modifikasi lingkungan yang dapat mendukung proses penyembuhan klien
e. Ketidakmampuan keluarga untuk mengenal sumber-sumber pelayanan kesehatan terhadap
perawatan post stroke
Intervensi :
1) Memberikan informasi tentang sumber-sumber yang dapat digunakan utnuk memperoleh
pelayanan kesehatan misalnya rujukan kontrol, perawatan fisiotherapi dan sumber-sumber lain.
2) Memberikan motivasi agar keluarga memanfaatkan sumber-sumber yang ada secara
berkesinambungan.
5. Evaluasi
Friedman (2005:71) menjelaskan bahwa evaluasi didasarkan pada seberapa efektifnya
intervensi yang dilakukan keluarga, perawat dan yang lainny. Keefektifan dilihat dari respon
keluarga bukan intervensi yang diimplementasikan. Modifikasi dlam asuhan keperawatan
mengikuti perencanaan evaluasi dan mulai dengan proses siklus kembali ke pengkajian dengan
memberikan informasi yang diperoleh dari pertemuan sebelumnya dan diteruskan dengan revisi
setiap fase dalam siklus bila dibutuhkan.
Evaluasi dalam asuhan keperawatan keluarga dengan stroke post rehabilitasi berdasarkan
respon keluarga terhadap implementasi yang kita lakukan sesuai dengan kriteria evaluasi yaitu
mengetahui pengertian stroke, mengetahui gangguan pada penderita stroke dan mengetahui
tindakan apa yang harus dilakukan bagi penderita stroke post rehabilitasi.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stroke (CVA) adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, prograsif cepat,
berupa defisit neurologist fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam / lebih atau langsung
menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
traumatik.
Stroke disebabkan faktor-faktor penyumbatan pembuluh darah oleh jendalan darah
(thrombus / embolus), robek dan adanya gangguan susunan komponen darah.
3.2 Saran
- Klien sebaiknya mematuhi semua pengobatan terhadap penyakit stroke yang dideritanya guna
mempertahankan kesehatan yang optimal.
- Keluarga yang merawat sebaiknya melakukan perawatan dengan sabar dan selalu
memberikan dukungan kepada klien.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELUARGA TN.ES
A. Pengkajian
I. Data Umum:
3.Pekerjaan :
4.Pendidikan :
7. Tipe Keluarga
Tipe keluarga ini adalah keluarga inti dimana mereka hanya tinggal berdua saja (suami
istri) dalam satu rumah.
9. Agama : Islam. Keluarga bapak E.S percaya bahwa kesehatan dan penyakit yang diderita
selama ini merupakan cobaan dari Allah SWT, dan akan berusaha agar penyakit istrinya bisa
sembuh.
Pendapatan bapak E.S sebagai buruh pada pabrik arang adalah Rp.500.000/bulan dan kadang
Rp.700.000,- / bulan jika ada lembur,Penghasilan mereka sebagian besar dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, jika ada lebih mereka simpan untuk keperluan Ny.S
berobat.
Aktifitas rekreasi dalam rumah selama ini dilakukan dengan berkumpul bersama istri sambil
nonton TV, cucu dan menantu dari anak yang ketiga sering bertandang kerumah, kadang-kadang
anak-anak yang rumahnya tidak jauh dari tempat mereka tinggal. Aktifitas rekreasi diluar rumah
jarang mereka lakukan.
Pada saat ini keluarga bapak E.S sedang berada pada tahap perkembangan keluarga yaitu pada
tahap keluarga dengan anak dewasa (pelepasan), karena anak memisahkan diri dari keluarga,
sudah menikah, mempunyai anak (memiliki keluarga sendiri)
Dari ketiga tugas perkembangan keluarga menurut Duvalla and Miller, pada keluarga bapak E.S
semua tugas perkembangan tersebut telah terpenuhi yaitu :
c. membentu orang tua, suami/istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua
Bapak E.S merasa belum memenuhi tugas karena Ny.S belum sembuh dari sakitnya.
Bapak E.S pernah di rawat di Rumah Sakit 2 tahun yang lalu pada peristiwa kecelakaan hingga
saat ini telinganya yang sebelah kanan terdengar seperti air mendidih dan sangat mengganggu
karena selain tidak nyaman, pendengarannya juga terasa berkurang. Sedangkan istrinya Ny.S
menderita penyakit Hipertensi hingga saat ini (pasca Stroke) sejak 5 tahun yang lalu.
Dari hasil pengkajian di dapatkan bahwa orang tua perempuan bapak E.S meninggal karena
menderita Stroke sedangkan yang laki-laki meninggal karena sakit tua. Orang tua Ny S
meninggal karena perdarahan (perempuan), sedangkan yang laki-laki meninggal karena digigit
ular. Dari pengakuan keduanya tidak ada anggota keluarganya yang menderita penyakit menular
atau penyakit seperti yang diderita oleh Ny.S saat ini.
1. Karakteristik rumah
Luas rumah kira-kira 3x20Meter Persegi. Tipe rumah permanen dengan dinding rumah dari
tembok, jumlah ruangan tidur 1 buah, kamar tamu 1 buah, 1 kamar keluarga yang digunakan
sebagai tempat nonton TV, 1 ruang dapur, 1 kamar mandi, 1 ruang dapur, didepan terdapat tanah
kosong yang lumayan luas tempat parkir mobil dinas tempat anak pertamanya bekerja. Didalam
ruang tidur dan ruang keluarga tampak agak gelap karena tidak ada pencahayaan hanya ada satu
kaca diantara genting, banyak pakaian yang bergantungan, dapur dan gudang nampak tidak rapi,
lantai keramik namun nampak kurang bersih dan banyak lalat.
Bapak E.S tinggal dilingkungan tempat tinggal yang padat penghuni, bapak E.S tinggal tepat di
pinggir jalan, samping kiri kanan adalah masih keponakan, sedangkan dua rumah tetangganya
adalah penduduk mendatang yang tinggal dalam rumah kost dan kurang memperhatikan keadaan
lingkungan dan kondisi kesehatan di wilayahnya. Interaksi antara warga banyak dilakukan pada
sore dan amalam hari.
Keluarga bapak E.S sudah menempati rumah yang ditempatinya saat ini sejak berumah tangga
sampai sekarang, berdasarkan keterangan dulu daerah sekitar lingkungan tempat tinggal masih
jarang ditempati penduduk.
Selama ini keluarga bapak E.S tidak pernah mengikuti kegiatan formal amaupun informal di
lingkungan atau di Rwnya.
Keluarga bapak E.S saat ini hanya tinggal berdua saja bersama istri, tapi anak dan menantu
terutama dari anak ketiga hampir tiap hari datang ke rumah untuk membantu segala keperluan
keluarga seperti memasak, mencuci dan membersihkan rumah, karenma NY.S dalam keadaan
sakit dan tidak bisa memenuhi tanggung jawabnya secara penuh sebagai istri, tapi mereka selalu
saling bahu membahu untuk saling memenuhi kebutuhan keluarga bapak E.S. Fasilitas
penunjang kesehatan yang dimiliki keluarga masih kurang, seperti tidaka da dana khusus untuk
anggaran pemeliharaaan kesehatan, keluarga jarang menabung, tidak tersedia obat P3K dalam
rumah walaupun memiliki Tensimeter sendiri, keluarga bapak E.S juga mempunyai kebiasaan
jarang memeriksakan diri ke sarana kesehatan, kecuali jika keluhan yang mereka rasakan benar-
benar menggangu aktifitas mereka. Ny S juga tidak akan kontyrol jika tidak ada keluhan padahal
sudah mengalami post Stroke sejak 5 tahun yang lalu.
Antar anggota keluarga terbina hubungan yang harmonis, dalam menghadapi suatu
permasalahan, biasanya dilakukan musyawarah keluarga sebelum memutuskan suatu
permasalahan, ibu dan anak-anaknya biasa memberikan alternatif pemikiran bagaimana untuk
memutuskan masalah, tapi biasanya yang paling sering mengambil keputusan adalah anak tertua
(pertama).
Di dalam aktifitas sehari – hari keluarga saling perhatian dan merasakan bahwa mengatasi
masalah menjadi tanggung jawab bersama dalam keluarga.
3. Struktur peran
Bapak E.S sebagai kepala rumah tangga yang bertugas memberi nafkah keluarga, Ny.S sebagai
ibu rumah tangga yang mengurusi segala keperluan suami.
Keluarga bapak E.S mempercayakan perawatan kesehatannya kepada tenaga kesehatan, khusus
untuk bapak E.S mengaku jarang sakit, jika sakit hanya membeli obat di toko dan mengkonsumsi
obat tradisional.
5. Fungsi keluarga
a. Fungsi afektif
Keluarga bapak E.S memahami keadaan penyakit yang diderita oleh Ny.S. semua anak dan
menantu turut membantu pengobatan Ny.S, ada yang membelikan tensimeter untuk mengontrol
tekanan darah, ada yang membantu membuatkan minuman tradisional seperti sari larutan daun
alpokat, daun seledri, buah belimbing, bawang putih dan lain-lain.
b. Fungsi sosialisasi
Bapak E.S mengajarkan kepada anggota keluarganya untuk hidup mandiri dan hidup Nerimo
apa adanya, jika ada di makan jika tidak ada dicari, jika tidak dapat hidup yang sabar.
Keluarga tidak mampu mengenal masalah kesehatan tentang penyakit Hipertensi hal ini
ditunjukkan dengan keluarga kurang menyadari dampak masalah kesehatan akibat penyakit
Hipertensi. Kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan juga terbatas karena keluarga
tidak mengetahui secara luas tentang masalah yang terjadi pada penyakit Hipertensi.
d. Fungsi reproduksi
Keluarga bapak E.S memiliki anak 3 orang semuanya laki-laki. Ny.S saat ini tidak menjadi
akseptor KB karena alasan sudah tua, tidak mungkin hamil. Selama melahirkan mulai anak
pertama sampai anak terakhir tidak menagalami gangguan berarti.
e. Fungsi ekonomi
Keluarga bapak E.S menggunakan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan
dan papan setiap hari. Jika ada sisa keuangan, maka disishkan untuk berobat Ny.S.
Keluarga swudah dapat beradaptasi dengan penyakit yang diderita oleh Ny.S karena sakit yang
dideritanya sudah semenjak lama dan keluarga selalu berdoa agar penyakit yang diderita Ny.S
dapat segera sembuh.
7. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum Ny.S nampak keletihan, penampilan terlihat rapi, kebersihan diri baik.
Respirasi : 32x/menit
Suhu : 36,6°C
Berat Badan : 58 Kg
Mulut : bibir tidak kering dan tidak terlihat tanda – tanda sianosis
2. Dada
Pergerakan dada terlihat saat inpirasi, suara Jantung S1 dan S2 tunggal, tidak terdapat palpitasi,
suara mur-mur tidak ada, ronchi(-), wheezing (-), nafas cuping hidung (-).
3. Abdomen
Pada pemeriksaan abdomen tidak didapatkan adanya pembesaran Hepar, tidak kembung,
pergerakan peristaltik baik
4. Ekstremitas
Pada ekstremitas kanan atas dan bawah terdapat kelumpuhan, ketidak mampuan menggerakkan
persendian dan melipat persendian secara sempurna. Ektremitas kiri dalam batas normal.
8. Harapan keluarga
Bapak S.E menyambut baik terhadap petugas kesehatan yang bertugas di lingkungannya, beliau
berharap agar petugas kesehatan secara rutin melakukan kegiatan pengobatan / penyuluhan
terhadap warga khususnya dilingkungan Dusun karang telage.
V. ANALISA DATA
VI. SKORING
1. Resiko terjadinya serangan Stroke berulang (pecahnya pembuluh darah otak akibat Hipertensi)
sehubungan dengan ketidakmampuan keluarga dalam merawat keluarga dengan Hipertensi.
Tidak/kurang sehat
2. Resiko terjadinya penyakit yang berhubungan dengan lingkungan sehubungan dengan ketidak
mampuan keluarga dalam memelihara lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi kesehatan.
4. Menonjolnya masalah.
½ x 1 = 1/2
Ada masalah tetapi tidak perlu di
tangani
Total skor 3
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko terjadi serangan Stroke (pecahnya pembuluh darah otak) berulang berhubungan
dengan ketidak mampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang menderita
Hipertensi
2. Resiko terjadinya penyakit yang berhubungan dengan lingkungan sehubungan dengan
ketidak mampuan keluarga dalam memelihara lingkungan rumah yang dapat mempengaruhi
kesehatan.
C. PRIORITAS MASALAH
Resiko terjadinya serangan Stroke (pecahnya pembuluh darah otak) berulang berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang menderita Hipertensi.
D. INTERVENSI
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA TN.E.S