Anda di halaman 1dari 2

BAB II

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama adalah batuk selama 2
minggu atau lebih, batuk disertai dengan gejala tambahan yaitu dahak, dahak
bercampur darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam lebih dari 1
bulan. Berdasarkan Riskesdas 2013 diperoleh prevalensi penduduk Indonesia yang
didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan tahun 2013 adalah sebesar 0.4 persen.
Lima provinsi dengan TB paru tertinggi adalah Jawa Barat (0.7%), Papua (0.6%),
DKI Jakarta (0.6%), Gorontalo (0.5%), Banten (0.4%) dan Papua Barat (0.4%).
Sedangkan prevalensi untuk Jawa Tengah sebesar 0,4%.

Laporan dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2015 menyebutkan
terdapat 9,6 juta kasus TB paru di dunia dan 58% kasus terjadi di daerah Asia
Tenggara dan Afrika. Tiga negara dengan insidensi kasus terbanyak tahun 2015 yaitu
India (23%), Indonesia (10%), dan China (10%). Indonesia sekarang berada pada
ranking kedua negara dengan beban TB tertinggi di dunia.

Dalam situasi TB paru di dunia yang memburuk dengan meningkatnya kasus terutama
di negara dengan beban TB paling tinggi di dunia, WHO melaporkan dalam Global
Tuberculosis Report 2011 terdapat perbaikan bermakna dalam pengendalian TB paru
dengan menurunnya angka penemuan kasus dan kematian dalam dua dekade terakhir
ini. Pengobatan kasus TB paru merupakan salah satu strategi utama pengendalian
karena dapat memutus rantai penularan. Peran penetapan diagnosis dan pengobatan
sangat penting dalam menunjang pengobatan tersebut. Penatalaksanaan TB paru
sendiri di sebagian besar rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi
Directly Observed Treatment Short-course (DOTS) dan penerapan standar pelayanan
berdasar International Standards for Tuberculosis Care (ISTC) (KEMENKES RI,
2014).
Pada tahun 2014 ditemukan jumlah kasus baru BTA positif sebanyak 176.677 kasus,
menurun bila dibandingkan kasus baru BTA positif yang ditemukan tahun 2013 yang
sebesar 196.310 kasus. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 272 per
100.000 penduduk dan estimasi insidensi berjumlah 183 per 100.000 penduduk.
Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 25 per 100.000 kematian (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

Pasien TB paru yang mengalami kesulitan dalam mengeluarkan dahak untuk


pemeriksaan sputum ini dapat dilakukan fisioterapi dada untuk meningkatkan kualitas
sputum. Fisioterapi dada adalah salah satu dari fisioterapi yang sangat berguna bagi
penderita penyakit respirasi baik akut maupun kronis. Ini sangat efektif dalam upaya
mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi pada pasien dengan fungsi paru yang
terganggu. Tujuan utama fisioterapi dada adalah mengembalikan dan memelihara
fungsi otot-otot pernapasan dan membantu membersihkan sekret dari bronkus dan
untuk mencegah penumpukan sekret serta memperbaiki pergerakan dan aliran sekret.
Fisioterapi dada ini terdiri dari usaha-usaha yang bersifat aktif dan pasif seperti
penyinaran, relaksasi, postural drainage, perkusi dan vibrasi, sedangkan yang bersifat
aktif seperti latihan/pengendalian dahak, latihan bernapas dan koreksi sikap (Lubis,
2005).

Anda mungkin juga menyukai