Anda di halaman 1dari 2

MENGAPA LENA MENINGGAL?

Formatted: Font: Book Antiqua, 13 pt


Formatted: Space Before: 12 pt, After: 6 pt

Lena seorang perempuan berasal dari sebuah dusun nelayan pantai utara. Formatted: Font: Book Antiqua, 13 pt

Masyarakat dusun kecil itu mayoritas bekerja sebagai buruh nelayan yang Formatted: Space Before: 12 pt, After: 6 pt

pendapatannya tergantung pada laut, cuaca dan upah dari pemilik perahu. Di
ujung kampung ada sebuah rumah kecil tempat seorang matri memberikan
layanan kesehatan. Menjelang matahari terbenam di kampung nelayan tersebut,
suasana terasa menyenangkan bagi Lena. Ia bermain dan belajar mengaji
bersama teman-temannya. Ustadznya selalu mengajarkan kebaikan bagi santri-
santri belia itu. Kepada mereka ditanamkan nilai-nilai kebaikan, menjaga
hubungan harmonis dengan tetangga, berbakti, taat dan tidak membantah orang
tua. Khusus pada anak-anak perempuan diajarkan agar menyiapkan diri untuk
berumahtangga dan berbakti kepada suami. Suami adalah kepala rumah tangga
sehingga kelak jika sudah berkeluarga harus tunduk pada perintahnya.

Keluarga Lena tergolong miskin, ayahnya sakit encok, kakinya pegal-pegal


sepanjang hari sehingga tidak bisa dituntut untuk bekerja keras. Satu-satunya
sumber penghidupan berasal dari ibunya yang bekerja sebagai buruh cuci pada
keluarga-keluarga pemilik perahu. Sebagai anak perempuan satu-satunya dari
enam bersaudara, Lena diharapkan orangtuanya segera mendapatkan jodoh
agar tidak mendapat julukan perawan tua. Ayah Lena menganggap bahwa
perkawinan anak perempuan berarti bisa mengurangi beban keluarga karena
hidup perempuan adalah tanggungjawab suaminya.

Menjelang hari raya Idul Adha, Lena genap berusia 14 tahun. Ayahnya
menjodohkan Lena dengan seorang pemuda yang baru datang dari perantauan.
Pemuda bernama Badri kemudian menikahinya. Tahun pertama
perkawinannya, Badri masih kerja merantau, hanya tida bulan sekali ia pulang.
Pada akhir tahun Lena dinyatakan positif hamil. Mereka menyambut gembira,
lengkaplah Lena sebagai perempuan, ia bisa memberikan anak kepada suami
dan memberikan cucu kepada orangtuanya.
Selama hamil ia memeriksakan kandungannya kepada pak mantri, satu-satunya
tenaga kesehatan yang bisa dijangkau. Menjelang kehamilannya berusia
sembilan bulan, Lena sakit, perutnya kejang, lemas tidak bertenaga. Ia
mengalami perdarahan berkepanjangan. Suaminya kebetulan sedang berada di
rumah, tetapi ia tidak membawa Lena ke tempat praktek bidan yang adanya
hanya di kecamatan dan letaknya cukup jauh. Badri malah menyalahkan Lena
yang tidak hati-hati menjaga diri dan menghabiskan banyak uang untuk periksa
ke pak mantri. Ayah Lena juga mengatakan bahwa melahirkan adalah kejadian
biasa, jadi tidak perlu ribut-ribut. Buktinya, istrinya telah melahirkan enam anak
tanpa satu kalipun pertolongan dari bidan. Maka mereka memutuskan tidak
membawa Lena ke bidan, karena semua akan berjalan alamiah. Setiap
perempuan pasti bisa melahirkan tanpa harus dimanjakan.

Selang dua hari sakit berlangsung, Lena sudah kehabisan darah dan meninggal.
Semua berduka, di luar duka mereka tersimpan harapan terhadap Lena nantinya
masuk surga karena mati melahirkan diyakini oleh mereka adalah mati syahid.

Anda mungkin juga menyukai