Anda di halaman 1dari 162

PPAUD HI

(PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


HOLISTIK INTEGRATIF)

1. KONSEP-KONSEP DASAR PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

A. Pengertian dan Karakteristik Anak Usia Dini


Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan
bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 14).
Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia
ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan
kepribadian anak (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 7). Usia dini merupakan usia di
mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini
disebut sebagai usia emas (golden age). Makanan yang bergizi yang seimbang
serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tersebut.
Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini, khususnya anak TK
diantaranya oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough (dalam Masitoh
dkk., 2005: 1.12 – 1.13) sebagai berikut :
1. Anak bersifat unik.
2. Anak mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan.
3. Anak bersifat aktif dan enerjik.
4. Anak itu egosentris.
5. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.
6. Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang.
7. Anak umumnya kaya dengan fantasi.
8. Anak masih mudah frustrasi.
9. Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak.

1
10. Anak memiliki daya perhatian yang pendek.
11. Masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial.
12. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman

a) Prinsip-prinsip Perkembangan Anak Usia Dini


Prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini berbeda dengan prinsip-prinsip
perkembangan fase kanak-kanak akhir dan seterusnya. Adapun prinsip-prinsip
perkembangan anak usia dini menurut Bredekamp dan Coople (Siti Aisyah dkk.,
2007 : 1.17 – 1.23) adalah sebagai berikut :
1. Perkembangan aspek fisik, sosial, emosional, dan kgnitif anak saling
berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain.
2. Perkembangan fisik/motorik, emosi, social, bahasa, dan kgnitif anak
terjadi dalam suatu urutan tertentu yang relative dapat diramalkan.
3. Perkembangan berlangsung dalam rentang yang bervariasi antar anak dan
antar bidang pengembangan dari masing-masing fungsi.
4. Pengalaman awal anak memiliki pengaruh kumulatif dan tertunda terhadap
perkembangan anak.
5. Perkembangan anak berlangsung ke arah yang makin kompleks, khusus,
terorganisasi dan terinternalisasi.
6. Perkembangan dan cara belajar anak terjadi dan dipengaruhi oleh konteks
social budaya yang majemuk.
7. Anak adalah pembelajar aktif, yang berusaha membangun pemahamannya
tentang tentang lingkungan sekitar dari pengalaman fisik, social, dan
pengetahuan yang diperolehnya.
8. Perkembangan dan belajar merupakan interaksi kematangan biologis dan
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
9. Bermain merupakan sarana penting bagi perkembangan social, emosional,
dan kognitif anak serta menggambarkan perkembangan anak.
10. Perkembangan akan mengalami percepatan bila anak berkesempatan untuk
mempraktikkan berbagai keterampilan yang diperoleh dan mengalami
tantangan setingkat lebih tinggi dari hal-hal yang telah dikuasainya.

2
11. Anak memiliki modalitas beragam (ada tipe visual, auditif, kinestetik, atau
gabungan dari tipe-tipe itu) untuk mengetahui sesuatu sehingga dapat
belajar hal yang berbeda pula dalam memperlihatkan hal-hal yang
diketahuinya.
12. Kondisi terbaik anak untuk berkembang dan belajar adalam dalam
komunitas yang menghargainya, memenuhi kebutuhan fisiknya, dan aman
secara fisik dan fisiologis.

B. Pendidikan Anak Usia Dini


a) Jalur Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini
Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan
bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 (Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional) Bab I Pasal 1 Ayat 14).
Dalam pasal 28 ayat 3 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional
dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal
berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudathul Athfal, atau bentuk lain yang
sederajat.

b) Satuan Pendidikan Anak Usia Dini


Satuan pendidikan anak usia dini merupakan institusi pendidikan anak usia
dini yang memberikan layanan pendidikan bagi anak usia lahir sampai dengan 6
tahun. Di Indonesia ada beberapa lembaga pendidikan anak usia dini yang selama
ini sudah dikenal oleh masyarakat luas, yaitu:
 Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudhatul Atfal (RA)
TK merupakan bentuk satuan pendidikan bagi anak usia dini pada
jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak
usia 4 sampai 6 tahun, yang terbagi menjadi 2 kelompok : Kelompok

3
A untuk anak usia 4 – 5 tahun dan Kelompok B untuk anak usia 5 – 6
tahun.
 Kelompok Bermain (Play Group)
Kelompok bermain berupakan salah satu bentuk pendidikan anak
usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan
program pendidikan sekaligus program kesejahteraan bagi anak usia 2
sampai dengan 4 tahun (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 23)
 Taman Penitipan Anak (TPA)
Taman penitipan anak merupakan salah satu bentuk pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan non formal yang
menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan dan
kesejahteraan anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun. TPA adalah
wahana pendidikan dan pembainaan kesejahteraan anak yang
berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu
selama orang tuanya berhalangan atau tidak memiliki waktu yang
cukup dalam mengasuh anaknya karena bekerja atau sebab lain
(Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 24).

C. Landasan Pendidikan Anak Usia Dini


a) Landasan Yuridis Pendidikan Anak Usia Dini
Dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 dinyatakan bahwa
”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak
dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran
dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasarnya sesuai dengan
minat dan bakatnya”.
Dalam UU NO. 20 TAHUN 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa ”Pendidikan Anak Usia Dini adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan
usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk

4
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Sedangkan pada
pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan bahwa ”(1) Pendidikan
Anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, (2) Pendidkan
anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidkan formal, non formal,
dan/atau informal, (3) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal: TK, RA,
atau bentuk lain yang sederajat, (4) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat, (5) Pendidikan usia dini
jalur pendidikan informal: pendidikan keluarga atau pendidikan yang
diselenggarakan oleh lingkungan, dan (6) Ketentuan mengenai pendidikan anak
usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.”

b) Landasan Filosofis Pendidikan Anak Usia Dini


Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia.
Artinya melalui proses pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang
baik. Standar manusia yang “baik” berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara,
karena perbedaan pandangan filsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan
filsafat yang dianut dari suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi
atau tujuan pendidikan.
Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa
pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu
menjadikan manusia indonesia seutuhnya.Bangsa Indonesia juga sangat
menghargai perbedaan dan mencintai demokrasi yang terkandung dalam
semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang maknanya “berbeda tetapi satu.” Dari
semboyan tersebut bangsa Indonesia juga sangat menjunjung tinggi hak-hak
individu sebagai mahluk Tuhan yang tak bisa diabaikan oleh siapapun. Anak
sebagai mahluk individu yang sangat berhak untuk mendaptkan pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dengan pendidikan yang diberikan
diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi yang dimilkinya, sehingga
kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan. Bangsa Indonesia yang
menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia

5
Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia
indonesia seutuhnya Sehubungan dengan pandangan filosofis tersebut maka
kurikulum sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan, pengembangannya
harus memperhatikan pandangan filosofis bangsa dalam proses pendidikan yang
berlangsung.

c) Landasan Keilmuan Pendidikan Anak Usia Dini


Konsep keilmuan PAUD bersifat isomorfis, artinya kerangka keilmuan PAUD
dibangun dari interdisiplin ilmu yang merupakan gabungan dari beberapa displin
ilmu, diantaranya: psikologi, fisiologi, sosiologi, ilmu pendidikan anak,
antropologi, humaniora, kesehatan, dan gizi serta neuro sains atau ilmu tentang
perkembangan otak manusia (Yulianai Nurani Sujiono, 2009: 10).
Berdasarkan tinjauan secara psikologi dan ilmu pendidikan, masa usia dini
merupkan masa peletak dasar atau fondasi awal bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Apa yang diterima anak pada masa usia dini, apakah itu
makanan, minuman, serta stimulasi dari lingkungannya memberikan kontribusi
yang sangat besar pada pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa itu dan
berpengaruh besar pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan kaitannya
dengan perkembangan struktur otak. Dari segi empiris banyak sekali penelitian
yang menyimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini sangat penting, karena pada
waktu manusia dilahirkan, menurut Clark (dalam Yuliani Nurani Sujono, 2009)
kelengkapan organisasi otaknya mencapai 100 – 200 milyard sel otak yang siap
dikembangkan dan diaktualisasikan untuk mencapai tingkat perkembangan
optimal, tetapi hasil penelitian menyatakan bahwa hanya 5% potensi otak yang
terpakai karena kurangnya stimulasi yang berfungsi untuk mengoptimalkan fungsi
otak.

d) Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini


Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan
berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

6
Secara khusus tujuan pendidikan anaka usia dini adalah (Yuliani Nurani
Sujiono, 2009: 42 – 43) :
1. Agar anak percaya akan adanya Tuhan dan mampu beribadah serta
mencintai sesamanya.
2. Agar anak mampu mengelola keterampilan tubuhnya termasuk gerakan
motorik kasar dan motorik halus, serta mampu menerima rangsangan
sensorik.
3. Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan
dapat berkomunikasi secara efektif sehingga dapat bermanfaat untuk
berpikir dan belajar.
4. Anak mampu berpikir logis, kritis, memberikan alasan, memecahkan
masalah dan menemukan hubungan sebab akibat.
5. Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan social, peranan
masyarakat dan menghargai keragaman social dan budaya serta mampu
mngembangkan konsep diri yang positif dan control diri.
6. Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, berbagai bunyi, serta
menghargai karya kreatif.

e) Prinsip-prinsip Pendidikan Anak Usia Dini


Pendidikan anak usia dini pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip
(Forum PAUD, 2007) sebagai berikut :
1. Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada
kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-
upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik
perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio
emosional.

2. Belajar melalui bermain


Bermain merupakan saran belajar anak usia dini. Melalui bermain anak
diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil
kesimpulan mengenai benda di sekitarnya.

7
3. Menggunakan lingkungan yang kondusif
Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan
menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat
mendukung kegiatan belajar melalui bermain.

4. Menggunakan pembelajaran terpadu


Pembelajaran pada anak usia dini harus menggunakan konsep
pembelajaran terpadu yang dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun harus
menarik dan dapat membangkitkan minat anak dan bersifat kontekstual. Hal ini
dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan
jelas sehingga pembelajaran menjadi mudah dan bermakna bagi anak.

5. Mengembangkan berbagai kecakapan hidup


Mengembangkan keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai
proses pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk menolong diri
sendiri, mandiri dan bertanggungjawab serta memiliki disiplin diri.

6. Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar


Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam
sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik /guru.

7. Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar


Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap,
dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Agar konsep dapat
dikuasai dengan baik hendaknya guru menyajikan kegiatan–kegiatan yang
berluang .

8
2. PENGEMBANGAN PAUD HI

1. Latar belakang Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD) Holistik-Integratif


di Indonesia

Cikal bakal penyelenggaraan upaya PAUD di Indonesia sudah


dilaksanakan masyarakat sejak beberapa puluh tahun yang lalu, baik yang
telah lama dikenal seperti TK dan Posyandu maupun yang belum terlalu
lama terbentuk seperti Pos PAUD. Masing-masing dikelola oleh
Departemen/Kementerian/Lembaga, masyarakat dan dunia usaha, antara
lain melalui jalur:

 Taman Kanak-kanak (TK)


 Raudatul Athfal (RA)
 Bustanul Athfal (BA)
 Sekolah Minggu
 Kelompok Bermain (Play group)
 Taman Penitipan Anak (TPA)
 Satuan PAUD Sejenis (SPS)
 Pos PAUD
 Bina Keluarga Balita (BKB)
 Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)
 Dll

Namun penyelenggaraan PAUD tersebut masih menghadapi berbagai


permasalahan yang menyebabkan terbatasnya jangkauan, jenis pelayanan
dan kesenjangan kebutuhan esensial anak, yang disebabkan antara lain:

 Pelayanan belum terintegrasi (masing-masing Lembaga nampak


berjalan sendiri-sendiri dan kurang koordinasi dengan Lembaga lain
yang sejenis).
 Kualitas pengelolaan kurang profesional.
 Keterbatasan jumlah Lembaga penyelenggara.
 Keterbatasan jumlah tenaga yang memiliki kompetensi dibidangnhya.

9
 Distribusi Lembaga penyelenggara kurang merata.
 Distribusi dan kualitas tenaga kurang merata.
 Fasilitas pelayanan kurang memadai.
 Pelayanan belum memenuhi seluruh aspek kebutuhan esensial anak.
 Pemahaman akan pentingnya pengembangan anak usia dini yang
holistik-integratif dari para pemangku kepentingan (baik dari para
pengambil kebijakan, penyelenggara dan masyarakat) masih terbatas.

Upaya kearah pengembangan anak usia dini telah dikembangkan


Departemen Kesehatan sejak tahun 1988 melalui program Deteksi Dini Tumbuh
Kembang (DDTK) Anak. Pada sekitar tahun 1999 dibentuk Direktorat Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) pada Departemen Pendidikan Nasional, sejak saat itu
upaya PAUD semakin berkembang dan mendapat respon positif dari masyarakat.
Seiring dengan semakin berkembangnya pengetahuan dan penelitian mengenai
PAUD, maka kebutuhan akan PAUD meningkat pesat, selaras dengan itu konsep
PAUD mulai berubah. Para ahli menganggap perlu dan mendesak
untuk melakukan Pengembangan Anak Usia Dini secara holistik (utuh dan
menyeluruh) dan terintegrasi lintas sektor yang disebut sebagai “PAUD Holistik-
Integratif”.

2. Apakah PAUD Holistik-Integratif itu?

Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD) Holistik-Integratif adalah


pengembangan anak usia dini yang dilakukan berdasarkan pemahaman untuk
memenuhi kebutuhan esensial anak yang beragam dan saling berkait secara
simultan dan sistematis, yang meliputi berbagai aspek pengembangan fisik dan
non fisik, agar anak dapat tumbuh kembang sebagai anak yang sehat, kuat, cerdas,
ceria, dan berbudi luhur. Pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini secara
fisik, mental, emosional, dan sosial dipengaruhi oleh pemeliharaan kesehatan,
pemenuhan gizi, pendidikan , stimulasi mental, dan psikososial (Bappenas).

10
3. PAUD dalam Sistem Pendidikan Nasional

Menurut Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,


BAB I KETENTUAN UMUM, Pasal 1 ayat 14:

“Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
pendidikan yang lebih lanjut”.

Undang-Undang yang sama, BAB VI JALUR, JENJANG, DAN JENIS


PENDIDIKAN, Bagian Ketujuh, Pendidikan Anak Usia Dini, Pasal 28 ayat 1-
6:

(1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan


dasar.

(2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan
formal, nonformal, dan/atau informal.

(3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman
Kanak-kanak (TK), Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang
sederajat.

(4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk
Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk
lain yang sederajat.

(5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk
pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh
lingkungan

11
(6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah. Dasar perlunya PAUD Holistik-Integratif

Hal-hal yang mendasari perlunya PAUD Holistik-Integratif adalah:

 Memenuhi kebutuhan esensial anak secara utuh dan menyeluruh.


 Memenuhi pelayanan kepada anak yang sistematik dan terencana.
 Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh sistem interaksi yang kompleks
dengan berbagai tingkatan lingkungan sekitarnya yang disebut ‘Ekologi
tumbuh kembang anak usia dini’. Lingkungan yang dimaksud meliputi
sistem mikro, meso, exo dan makro (dibahas pada keterangan di bagian
bawah).
 Adanya masa emas (golden period) pada tumbuh kembang anak, yaitu
sejak janin sampai usia 5 atau 6 tahun.
 Manfaat dan pendekatan PAUD Holistik-Integratif sudah teruji secara
ilmiah (dibahas pada keterangan di bagian bawah).

4. Ekologi tumbuh kembang Anak Usia Dini

Sistem Mikro adalah lingkungan yang paling dekat dengan anak dalam
kegiatan dan interaksinya sehari-hari, yaitu interaksi dengan orang tua,
kakak, adik, dan teman sebaya. Interaksi dengan lingkungan terdekat akan
berakibat langsung terhadap anak, pada saat yang sama juga
terdapat hubungan timbal balik (2 arah) yaitu anak mempengaruhi
lingkungan dan lingkungan mempengaruhi anak. Lingkungan ini
mempunyai dampak terbesar dan mendalam pada perkembangan anak
karena berlangsung dalam jangka waktu yang panjang dan intensif pada
anak usia dini.

Sistem Meso adalah interaksi antar komponen dalam sistem mikro,


misalnya hubungan antara keluarga dengan sekolah. Bila terjadi hubungan
yang kuat dan saling mengisi antar komponen ini maka semakin
besar pengaruh baiknya bagi perkembangan anak.

12
Sistem Exo merupakan sistem sosial yang lebih besar dimana anak tidak
langsung berperan di dalamnya. Contoh: lingkungan kerja orang tua.
Kebijakan dan keputusan pada tataran ini secara tidak langsung akan
berpengaruh terhadap perkembangan anak.

Sistem Makro merupakan lingkungan terluar anak seperti nilai-nilai


budaya, hukum, adat, peraturan perundang-undangan, dll yang juga
berpengaruh tidak langsung terhadap perkembangan anak.

5. Manfaat pendekatan PAUD Holistik-Integratif

Manfaat secara sosial

Meliputi perkembangan kemampuan berbahasa, intelegensia, kepribadian,


perilaku sosial, ketahanan mental dan psikososial serta prestasi akademik.
Hasil studi mengungkapkan bahwa investasi yang diberikan pada
kelompok usia dini akan dipetik hasilnya pada tahap-tahap selanjutnya
dari siklus hidupnya.Contohnya: perkembangan kemampuan berbahasa
anak sangat dipengaruhi oleh intensitas interaksi orang tua untuk berbicara
dengan anak. Jumlah kata-kata yang dikuasai anak secara dini sangat
berpengaruh pada kemampuan berbahasa mereka yang selanjutnya akan
mempengaruhi kinerja kognitif anak. Tingginya kemampuan berbahasa,
intelegensia, kepribadian, perilaku sosial, ketahanan mental dan
psikososial serta prestasi akademik akan dipetik hasilnya ketika anak
sudah dapat mengekspresikan dan mengimplementasikan karya-karyanya
yaitu pada umumnya ketika anak sudah mulai beranjak dewasa.

Manfaat secara ekonomi

Secara ekonomi, maka PAUD Holistik-Integratif bermanfaat untuk:

 Menghasilkan economic return yang lebih dan menurunkan social costs di


masa yang akan datang.
 Meningkatkan efisiensi investasi pada sektor lain, misal: dengan
melakukan intervensi program gizi, kesehatan dan pendidikan sejak dini

13
maka akan menurunkan biaya yang diakibatkan masalah-masalah
kesehatan dan problem sosial dimasa depan.
 Mencapai pemerataan sosial-ekonomi masyarakat termasuk mengatasi
kesenjangan antar gender.
 Memutus siklus kemiskinan antar generasi.

Kesimpulan

Mengingat anak adalah individu yang utuh, maka pengembangannnya


perlu dilakukan secara utuh dan menyeluruh. Diperlukan program yang
terintegrasi meliputi pemeliharaan kesehatan, pemenuhan gizi, pendidikan,
stimulasi mental, dan psikososial untuk memenuhi semua kebutuhan dasar
anak yang meliputi fisik, mental, emosional, dan sosial agar anak dapat
bertumbuh dan berkembang optimal sesuai potensi yang dimilikinya. Oleh
karena itu program Pengembangan Anak Usia Dini (PAUD) Holistik-
Integratif sangat diperlukan di negeri ini agar terbentuk generasi yang tangguh
dimasa depan.

1. Pengertian Pengembangan Anak Usia Dini Hlistik Integratif ( PAUD HI )


Pendidikan Anak Usia Dini yang selanjutnya disingkat PAUD
adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir
sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.

Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif yang


selanjutnya disingkat PAUD HI adalah upaya pengembangan anak usia
dini yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan esensial anak yang
beragam dan saling terkait secara simultan, sistematis, dan terintegrasi.
(sesuai pengertian di Perpres 60).

14
2. Prinsip Pelaksanaan PAUD HI di Satuan PAUD

a. Pelayanan yang menyeluruh dan terintegrasi. Satuan PAUD sebagai


wadah pemberian layanan pemenuhan kebutuhan pertumbuhan dan
perkembangan anak yang mencakup pendidikan, kesehatan, gizi,
perawatan, pengasuhan, perlindungan dan kesejahteraan anak oleh
berbagai pihak dan pemangku kebijakan .
b. Pelayanan yang berkesinambungan yakni layanan dilakukan pada
seluruh layanan PAUD yang dilakukan secara berkelanjutan sejak lahir
hingga usia 6 tahun.
c. Pelayanan yang non diskriminasi yakni layanan yang dilaksanakan
oleh berbagai pihak dan pemangku kebijakan diberikan kepada seluruh
anak yang ada di satuan PAUD secara adil tanpa membeda-bedakan
jenis kelamin, status sosial ekonomi, kondisi tumbuh kembang anak
(berkebutuhan khusus), suku, agama, ras, antar golongan (SARA).
d. Pelayanan yang tersedia, dapat dijangkau dan terjangkau, serta
diterima oleh kelompok masyarakat yakni lokasi layanan PAUD HI
diupayakan dekat dengan tempat tinggal masyarakat dan terjangkau
dari aspek biaya .
e. Partisipasi masyarakat, yakni melibatkan masyarakat dalam
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi program PAUD
HI sehingga rasa memiliki program dari oleh masyarakat menjadi lebih
kuat.
f. Berbasis budaya yang konstruktif yakni pemberian layanan
pendidikan, kesehatan, gizi, perawatan, pengasuhan, perlindungan, dan
kesejahteraan anak dilakukan dengan memanfaatkan potensi lokal dan
memperhatikan nilai budaya setempat yang sejalan dengan prinsip
lauanan PAUD HI.
g. Tata kelola yang baik yakni pengelolaan program dilakukan secara
efektif, efisien, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan

15
3. PENERAPAN LAYANAN PAUD HI DI SATUAN PAUD

1. Layanan Pendidikan
Layanan pendidikan sebagai layanan dasar yang diselenggarakan
di satuan PAUD untuk mengembangkan berbagai potensi anak yang
mencakup nilai-nilai agama dan moral, fisik-motorik, kognitif, bahasa,
sosial-emosional, dan seni.
Penyelenggaraan layanan pendidikan mengacu pada standar
Nasional PAUD, kurikulum 2013 PAUD, dan acuan lainnya yang
dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Penyelenggaraan layanan pendidikan pada satuan PAUD dapat
memanfaatkan potensi-potensi yang ada di lingkungan sekitar dan
bekerjasama dengan instansi dan mitra terkait.

Layanan pendidikan di Satuan PAUD menggunakan Prinsip yang


digunakan dalam proses pembelajaran anak usia dini sebagai berikut:

a. Belajar melalui bermain Anak di bawah usia 6 tahun berada pada


masa bermain. Pemberian rangsangan pendidikan dengan cara
yang tepat melalui bermain, dapat memberikan pembelajaran yang
bermakna pada anak. Anak mendapatkan pengetahuan melalui
kegiatan mainnya.
b. Berorientasi pada perkembangan anak Pendidik harus mampu
mengembangkan semua aspek perkembangan sesuai dengan
tahapan usia anak.
c. Berorientasi pada kebutuhan anak Pendidik harus mampu memberi
rangsangan pendidikan atau stimulasi sesuai dengan kebutuhan
anak, termasuk anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus.
d. Berpusat pada anak Pendidik harus menciptakan suasana yang bisa
mendorong semangat belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif,
inspirasi, inovasi, dan kemandirian sesuai dengan karakteristik,
minat, potensi, tingkat perkembangan, dan kebutuhan anak.

16
e. Pembelajaran aktif Pendidik harus mampu menciptakan suasana
yang mendorong anak aktif mencari, menemukan, menentukan
pilihan, mengemukakan pendapat, dan melakukan serta mengalami
sendiri.
f. Berorientasi pada pengembangan nilai-nilai karakter Pemberian
rangsangan pendidikan diarahkan untuk mengembangkan nilai-
nilai yang membentuk karakter yang positif pada anak.
Pengembangan nilai-nilai karakter tidak dengan pembelajaran
langsung, akan tetapi melalui pembelajaran untuk mengembangkan
kompetensi pengetahuan dan keterampilan serta melalui
pembiasaan dan keteladanan.
g. Berorientasi pada pengembangan kecakapan hidup Pemberian
rangsangan pendidikan diarahkan untuk mengembangkan
kemandirian anak. Pengembangan kecakapan hidup dilakukan
secara terpadu baik melalui pembelajaran untuk mengembangkan
kompetensi pengetahuan dan keterampilan maupun melalui
pembiasaan dan keteladanan.
h. Didukung oleh lingkungan yang kondusif Lingkungan
pembelajaran diciptakan sedemikian rupa agar menarik,
menyenangkan, aman, dan nyaman bagi anak. Penataan ruang
diatur agar anak dapat berinteraksi dengan pendidik, pengasuh, dan
anak lain.
i. Berorientasi pada pembelajaran yang demokratis Pembelajaran
yang demokratis sangat diperlukan untuk rasa saling menghargai
antara anak dengan pendidik, dan antara anak dengan anak lain.
j. Pemanfaatan media belajar, sumber belajar, dan narasumber
Penggunaan media belajar, sumber belajar, dan narasumber yang
ada di lingkungan PAUD bertujuan agar pembelajaran lebih
kontekstual dan bermakna. Termasuk narasumber adalah
orangorang dengan profesi tertentu yang dilibatkan sesuai dengan
tema, misalnya dokter, polisi, nelayan, dan petugas pemadam
kebakaran.

17
2. Layanan Kesehatan , Gizi dan Perawatan
a. Layanan kesehatan, gizi, dan perawatan di Satuan PAUD menjadi
bagian dari Kurikulum Tingkat Satuan PAUD yang diwujudkan
dalam kegiatan rutin seperti:
1) dicatat dalam KMS secara berkala setiap bulan;
2) Pembiasaan makan makanan sehat dan seimbang atau
pemberian makanan tambahan secara berkala (disesuaikan
dengan kemampuan lembaga);
3) Pembiasaan mencuci tangan, menjaga kebersihan diri dan
lingkungan;
4) Pengenalan makan gizi seimbang dengan melibatkan orang tua
dalam menyiapkan bekal untuk anak sehari-hari.
5) Memantau asupan makanan yang dibawa anak setiap harinya
termasuk jajanan yang dikonsumsi anak selama ada di Satuan
PAUD.
6) Penyediaan alat P3K untuk penanganan pertama pada anak
yang mengalami luka.
7) Mengontrol kondisi fisik anak secara sederhana (misalnya
suhu tubuh, luka dsb).
b. Memberi fasilitas kepada tenaga Medis untuk melakukan Deteksi
Dini Tumbuh Kembang (DDTK)/ Stimulasi Deteksi Intervensi
Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK), perbaikan gizi, seperti
pemberian vitamin A, pemberian imunisasi, pemeriksaan kesehatan
mata, telinga, dan mulut anak.\
c. Berkoordinasi atau meminta bantuan kepada
Penilik/Himpaudi/IGTKI/ tokoh masyarakat apabila memerlukan
bantuan untuk perluasan jaringan kemitraan, termasuk apabila
memerlukan nara sumber atau fasilitas lainnya.

18
3. Layanan Pengasuhan
Pengasuhan pada satuan PAUD dilakukan bekerjasama dengan
orang tua melalui program Parenting. Program parenting diisi dengan
kegiatan:
a. KPO (Kelompok Pertemuan Orangtua) seperti penyuluhan, diskusi,
simulasi, seminar tentang pertumbuhan dan perkembangan anak,
pengenalan makanan lokal yang sehat, pembiasaan perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS), penanggulangan kecacingan, penggunaan
garam beryodium, pencegahan penyakit menular, dan lain-lain.
b. Konsultasi antara guru dan orangtua berkaitan dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak.
c. Keterlibatan orangtua di dalam kelas misalnya membantu menata
lingkungan main, membuat media pembelajaran, menjadi model
profesi sesuai dengan tema pembelajaran.
d. Keterlibatan orangtua dalam menyediakan program makan
bersama secara bergilir sesuai rekomendasi ahli gizi tentang
penyediaan menu makanan dengan pemenuhan gizi seimbang.
e. Keterlibatan orangtua di luar kelas misalnya menjadi panitia
kegiatan lapangan, dan menyediakan PMT.
f. Kegiatan bersama keluarga. Kesepakatan antara pihak satuan
dengan orangtua untuk dapat terlibat dalam program parenting
dapat dilakukan pada saat awal masuk satuan PAUD yang
dikuatkan dengan menandatangani surat pernyataan kesanggupan
melaksanakan pengasuhan bersama .
Satuan PAUD memfasilitasi komunikasi dengan orang tua melalui
buku penghubung dan atau laporan. Buku penghubung merupakan
alat komunikasi antara guru dan orangtua tentang pertumbuhan dan
perkembangan anak serta informasi lain berhubungan dengan
kegiatan anak di rumah dan di satuan, yang disampaikan setiap saat
baik oleh guru maupun orangtua jika ada peristiwa atau informasi.
Buku laporan perkembangan anak merupakan hasil catatan
perkembangan anak setelah mengikuti kegiatan di satuan PAUD

19
dalam kurun waktu tertentu, yangdapat disampaikan setiap
triwulan atau semester.

4. Layanan Perlindungan
Perlindungan anak harus menjadi bagian dari Misi lembaga,
artinya semua anak yang ada di Satuan PAUD harus terlindung dari
kekerasan fisik dan kekerasan non fisik, antara lain:
a. Memastikan lingkungan, alat, dan bahan main yang digunakan
anak dalam kondisi aman, nyaman dan menyenangkan.
b. Memastikan tidak ada anak yang terkena bully atau kekerasan fisik
ataupun ucapan oleh teman, guru, atau orang dewasa lainnya di
sekitar Satuan PAUD.
c. Mengenalkan kepada anak bagian tubuh yang boleh disentuh dan
yang tidak boleh disentuh.
d. Mengajarkan anak untuk dapat menolong dirinya apabila mendapat
perlakuan tidak nyaman, misalnya meminta pertolongan atau
menghindari tempat dan orang yang dirasakan membahayakan.
e. Semua area di satuan PAUD berada dalam jangkauan pengawasan
guru.
f. Semua anak mendapat perhatian yang sama sesuai dengan
kebutuhan dan kondisinya.
g. Memastikan semua guru terbiasa ramah, menghormati,
menyayangi, serta peduli kepada semua anak dengan tidak mecap
atau melabelkan sesuatu pada anak.
h. Menumbuhkan situasi di area Satuan PAUD penuh keramahan,
santun, dan saling menyayangi.
i. Memastikan saat anak pulang sekolah dalam posisi aman (ada
orang dewasa yang mendampingi)
j. Menangani dengan segera ketika anak mengalami kecelakaan yang
terjadi di Lembaga PAUD.

20
5. Layanan Kesejahteraan
Layanan kesejahteraan diartikan bahwa Satuan PAUD
memperhatikan setiap anak terpenuhi kebutuhan dasarnya yakni
kepastian identitas, kebutuhan fisik dan kebutuhan rohani. Untuk
melaksanakan layanan kesejahteraan bagi anak, Satuan Pendidikan
melakukan hal-hal berikut:
a. Membantu keluarga yang anaknya belum memiliki Akta Kelahiran
dengan cara melaporkan ke kelurahan untuk diproses pembuatan
aktenya.
b. Menyisihkan dana bantuan operasional dan dana dari sumber
lainnya untuk program makanan tambahan sehat sederhana
berbahan baku lokal. Penyiapan makanan tambahan dilakukan
dengan cara melibatkan orang tua.

4. PERAN BIDAN DALAM PAUD HI

Peran bidan dalam PAUD HI sebagai berikut:

1) Memastikan semua ibu hamil, bersalin, bayi dan balita tercatat pada
kohort dan sudah mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan hak
nya sebagaimana tercantum dan tercatat dalam BUKU KIA.
2) Melaksanakan kerja sama dengan kader POSYANDU, kader/pendidik
PAUD dan kader BKB serta kader permerhati kesehatan ibu anak dalam
rangka meningkatkan akses sasaran dalam mendapatkan pelayanan
kesehatan dan kemampuan mereka menyampaikan pesan penting pada
BUKU KIA.
3) Bekerja sama dengan ketua tim penggerak PKK desa untuk meningkatkan
kesehatan ibu dan anak di wilayah kerjanya melalui PAUD HI
4) Melaporkan semua pelayanan kesehatan serta masalah yang ditemukan
pada bidan coordinator dan kepala Puskesmas untuk mendapatkan jalan
keluar dan tindaklanjutnya.

21
MEMAHAMI PENYULIT DAN KOMPLIKASI NEONATUS,
BAYI, BALITA DAN ANAK PRASEKOLAH

1. Memberikan Asuhan Pada Neonatus Dan Bayi Dengan Masalah Yang


Lazim Terjadi

A. Hemangioma

DEFINISI

Hemangioma adalah suatu tumor jaringan lunak atau tumor vaskular jinak
akibat proliferasi (pertumbuhan yang berlebih) dari pembuluh darah yang tidak
normal.. Hemangioma bisa terdapat di bagian tubuh manapun, namun paling
sering ditemukan di kepala, leher, muka, kaki, atau dada.

ETIOLOGI

Penyebab hemangioma sampai saat ini masih belum jelas. Angiogenesis


kemungkinan memiliki peranan dalam pertumbuhan pembuluh darah. Cytokines,
seperti Basic Fibroblast Growth Factor (BFGF) dan Vascular Endotelial Growth
Factor (VEGF), mempunyai peranan dalam proses angiogenesis. Peningkatan
faktor- faktor pembentukan angiogenesis seperti penurunan kadar angiogenesis
inhibitor misalnya gamma-interferon, tumor necrosis factor–beta, dan
transforming growth factor–beta berperan dalam etiologi terjadinya hemangioma.

Perbedaan dalam distribusi jenis kelamin dengan usia menunjukkan


adanya keterlibatan faktor hormonal dalam etiologi hemangioma kapiler.
Stimulasi hormon progesteron meningkat, sehingga meningkatkan kejadian
hemangioma. Perkembangan hemangioma kemungkinan ada hubungannya
dengan proliferasi pembuluh darah lokal dan peningkatan tekanan hidrostatik
yang berulang.

PATOFISIOLOGIS

Meskipun mekanisme yang jelas mengenai kontrol dari pertumbuhan dan


involusi hemangioma tidak begitu dimengerti, pengetahuan mengenai

22
pertumbuhan dari pembuluh darah yang normal dan proses angiogenesis dapat
dijadikan petunjuk. Vaskulogenesis menunjukkan suatu proses dimana prekursor
sel endotel meningkatkan pembentukan pembuluh darah, mengingat angiogenesis
berhubungan dengan perkembangan dari pembuluh darah baru yang ada dalam
sistem vaskular tubuh. Selama fase proliferasi, hemangioma mengubah kepadatan
dari sel-sel endotel dari kapiler-kapiler kecil. Sel marker dari angiogenesis,
termasuk proliferasi dari antigen inti sel, collagenase tipe IV, basic fibroblastic
growth factor, vascular endothelial growth factor, urokinase, dan E-selectin, dapat
dikenali oleh analisis imunokimiawi.

Hemangioma superfisial dan dalam, mengalami fase pertumbuhan cepat


dimana ukuran dan volume bertambah secara cepat. Fase ini diikuti dengan fase
istirahat, dimana perubahan hemangioma sangat sedikit, dan fase involusi dimana
hemangioma mengalami regresi secara spontan. Selama fase involusi,
hemangioma dapat hilang tanpa bekas. Hemangioma kavernosa yang besar
mengubah kulit sekitarnya, dan meskipun fase involusi sempurna, akhirnya
meninggalkan bekas pada kulit yang terlihat. Beberapa hemangioma kapiler dapat
involusi lengkap, tidak meninggalkan bekas.

KLASIFIKASI

A. Hemangioma kapiler
Disebut juga superfisial hemangioma yang terjadi pada kulit bagian atas.
1. Strawberry hemangioma (hemangioma simplek)

Hemangioma kapiler terdapat pada waktu lahir atau beberapa hari


sesudah lahir. Lebih sering terjadi pada bayi prematur dan akan
menghilang dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Tampak sebagai

23
bercak merah yang makin lama makin besar. Warnanya menjadi merah
menyala, tegang dan berbentuk lobular, berbatas tegas, dan keras pada
perabaan. Involusi spontan ditandai oleh memucatnya warna di daerah
sentral, lesi menjadi kurang tegang dan lebih mendatar.

2. Granuloma piogenik

Lesi ini terjadi akibat proliferasi kapiler yang sering terjadi sesudah
trauma, jadi bukan oleh karena proses peradangan, walaupun sering
disertai infeksi sekunder. Lesi biasanya soliter, dapat terjadi pada semua
umur, terutama pada anak dan tersering pada bagian distal tubuh yang
sering mengalami trauma. Mula-mula berbentuk papul eritematosa dengan
pembesaran yang cepat. Beberapa lesi dapat mencapai ukuran 1 cm dan
dapat bertangkai, mudah berdarah.

B. Hemangioma kavernosum
Lesi ini tidak berbatas tegas, dapat berupa makula eritematosa atau nodus
yang berwarna merah sampai ungu. Bila ditekan akan mengempis dan cepat

24
mengembung lagi apabila dilepas. Lesi terdiri dari elemen vaskular yang
matang. Bentuk kavernosum jarang mengadakan involusi spontan dan terdapat
pada lapisan jaringan yang dalam, pada otot atau organ dalam

C. Hemangioma campuran

Jenis ini terdiri atas campuran antara jenis kapiler dan jenis kavernosum..
Sebagian besar ditemukan pada ekstremitas inferior (lapisan kulit superfisial
dan dalam, atau organ dalam), biasanya unilateral, soliter, dapat terjadi sejak
lahir atau masa anak-anak. Lesi berupa tumor yang lunak, berwarna merah
kebiruan yang kemudian pada perkembangannya dapat memberi gambaran
keratotik dan verukosa.

DIAGNOSIS HEMANGIOMA

Secara klinis diagnosis hemangioma tidak sukar, terutama jika


gambaran lesinya khas, tapi pada beberapa kasus diagnosis hemangioma dapat
menjadi susah untuk ditegakkan, terutama pada hemangioma yang letaknya
lebih dalam. Diagnosis hemangioma selain dengan gejala klinis, juga dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang lain. Penggunaan teknik pencitraan
membantu dalam membedakan kelainan pembuluh darah dari beberapa proses
neoplasma yang agresif. Ultrasonografi dengan Doppler merupakan cara yang
efektif, karena tidak bersifat invasif dan dapat menunjukkan gambaran aliran
darah yang tinggi yang merupakan karakteristik dari hemangioma, demikian
dapat membedakan antara hemangioma dengan tumor solid.

Pada penggunaan X-ray, hemangioma jenis kapiler, X-ray jarang


digunakan karena tidak dapat menggambarkan masa yang lunak, sedangkan
pada hemangioma kavernosum biasanya dapat terlihat karena terdapat area
kalsifikasi. Kalsifikasi ini terjadi karena pembekuan pada cavitas cavernosum

25
(phleboliths). Isotop scan pada hemangioma kapiler dapat menunjukkan
peningkatan konsistensi dengan peningkatan suplai darah, tapi cara ini jarang
digunakan. Angiografi menunjukkan baik tidaknya pembuluh darah juga untuk
mengetahui pembesaran hemangioma karena neo-vaskularisasi. Magnetic
Resonance Imaging (MRI) menunjukkan karakteristik internal dari suatu
hemangioma dan lebih jelas membedakan dari otot-otot yang ada di sekitarnya.
Hemangioma dapat didiagnosa dengan pemeriksaan fisik. Pada kasus
hemangioma dalam atau campuran, CT Scan atau MRI dapat dikerjakan untuk
memastikan bahwa struktur yang dalam tidak terlibat.

KOMPLIKASI HEMANGIOMA

Pada umumnya hemangioma tidak berbahaya dan tidak terasa sakit,


namun dalam beberapa kasus bisa menyebabkan:

1. Perdarahan
Komplikasi ini paling sering terjadi dibandingkan dengan komplikasi
lainnya. Penyebabnya ialah trauma dari luar atau ruptur spontan dinding
pembuluh darah karena tipisnya kulit di atas permukaan hemangioma,
sedangkan pembuluh darah di bawahnya terus tumbuh.
2. Ulkus
Ulkus menimbulkan rasa nyeri dan meningkatkan resiko infeksi,
perdarahan, dan sikatrik. Ulkus merupakan hasil dari nekrosis. Ulkus dapat
juga terjadi akibat ruptur. Hemangioma kavernosa yang besar dapat diikuti
dengan ulserasi dan infeksi sekunder.
3. Trombositopenia
Jarang terjadi, biasanya pada hemangioma yang berukuran besar. Dahulu
dikira bahwa trombositopenia disebabkan oleh limpa yang hiperaktif. Ternyata
kemudian bahwa dalam jaringan hemangioma terdapat pengumpulan trombosit
yang mengalami sekuesterisasi.
4. Gangguan penglihatan
Pada regio periorbital sangat meningkatkan risiko gangguan penglihatan
dan harus lebih sering dimonitor. Amblyopia dapat merupakan hasil dari
sumbatan pada sumbu penglihatan (visual axis). Kebanyakan komplikasi yang

26
terjadi adalah astigmatisma yang disebabkan tekanan tersembunyi dalam bola
mata atau desakan tumor ke ruang retrobulbar. Hemangioma pada kelopak
mata bisa mengganggu perkembangan penglihatan normal dan harus diterapi
pada beberapa bulan pertama kehidupan.

5. Masalah psikososial

6. Dengan persentase yang sangat kecil hemangioma bisa menyebabkan obstruksi


jalan nafas, gagal jantung.

PENATALAKSANAAN

Ada 2 cara pengobatan:

1. Cara konservatif
Pada perjalanan alamiahnya lesi hemangioma akan mengalami pembesaran
dalam bulan-bulan pertama, kemudian mencapai besar maksimum dan sesudah
itu terjadi regresi spontan sekitar umur 12 bulan, lesi terus mengadakan regresi
sampai umur 5 tahun. Hemangioma superfisial atau hemangioma strawberry
sering tidak diterapi. Apabila hemangioma ini dibiarkan hilang sendiri,
hasilnya kulit terlihat normal.

2. Cara aktif
Hemangioma yang memerlukan terapi secara aktif, antara lain adalah
hemangioma yang tumbuh pada organ vital, seperti pada mata, telinga, dan
tenggorokan; hemangioma yang mengalami perdarahan; hemangioma yang
mengalami ulserasi; hemangioma yang mengalami infeksi; hemangioma yang
mengalami pertumbuhan cepat dan terjadi deformitas jaringan.
2.1. Pembedahan
Indikasi :
1. Terdapat tanda-tanda pertumbuhan yang terlalu cepat, misalnya
dalam beberapa minggu lesi menjadi 3-4 kali lebih besar.
2. Hemangioma raksasa dengan trombositopenia.
3. Tidak ada regresi spontan, misalnya tidak terjadi pengecilan sesudah
6-7 tahun.

27
Lesi yang terletak pada wajah, leher, tangan atau vulva yang tumbuh
cepat, mungkin memerlukan eksisi lokal untuk mengendalikannya.

2.2. Radiasi
Pengobatan radiasi pada tahun-tahun terakhir ini sudah banyak
ditinggalkan karena:
1. Penyinaran berakibat kurang baik pada anak-anak yang pertumbuhan
tulangnya masih sangat aktif.
2. Komplikasi berupa keganasan yang terjadi pada jangka waktu lama.
3. Menimbulkan fibrosis pada kulit yang masih sehat yang akan
menyulitkan bila diperlukan suatu tindakan.
Walaupun radiasi digunakan secara luas dalam masa lampau untuk
mengobati hemangioma, pada saat ini jarang digunakan karena
komplikasi jangka lama terapi radiasi, serta fakta bahwa kebanyakan
hemangioma kapiler akan beregresi.

2.3. Kortikosteroid
Kriteria pengobatan dengan kortikosteroid ialah:
1. Apabila melibatkan salah satu struktur yang vital.
2. Tumbuh dengan cepat dan mengadakan destruksi kosmetik.
3. Secara mekanik mengadakan obstruksi salah satu orifisium.
4. Adanya banyak perdarahan dengan atau tanpa trombositopenia.
5. Menyebabkan dekompensasio kardiovaskular.
Kortikosteroid yang dipakai ialah antara lain prednison yang
mengakibatkan hemangioma mengadakan regresi, yaitu untuk bentuk
strawberry, kavernosum, dan campuran. Dosisnya per oral 20-30 mg
perhari selama 2-3 minggu dan perlahan-lahan diturunkan, lama
pengobatan sampai 3 bulan. Terapi dengan kortikosteroid dalam dosis
besar kadang-kadang akan menimbulkan regresi pada lesi yang tumbuh
cepat.

Hemangioma kavernosa yang tumbuh pada kelopak mata dan


mengganggu penglihatan umumnya diobati dengan steroid injeksi yang
menurunkan ukuran lesi secara cepat, sehingga perkembangan

28
penglihatan bisa normal. Hemangioma kavernosa atau hemangioma
campuran dapat diobati bila steroid diberikan secara oral dan injeksi
langsung pada hemangioma. Penggunaan kortikosteroid peroral dalam
waktu yang lama dapat meningkatkan infeksi sistemik, tekanan darah,
diabetes, iritasi lambung, serta pertumbuhan terhambat.

2.4. Obat sklerotik


Penyuntikan bahan sklerotik pada lesi hemangioma, misalnya dengan
namor rhocate 50%, HCl kinin 20%, Na-salisilat 30%, atau larutan NaCl
hipertonik. Akan tetapi cara ini sering tidak disukai karena rasa nyeri dan
menimbulkan sikatrik (Hamzah, 1999).

2.5. Elektrokoagulasi
Cara ini dipakai untuk spider angioma untuk desikasi sentral arterinya,
juga untuk hemangioma senilis dan granuloma piogenik (Hamzah, 1999).

2.6. Pembekuan
Aplikasi dingin dengan memakai nitrogen cair.

2.7. Antibiotik
Antibiotik diberikan pada hemangioma yang mengalami ulserasi.
Selain itu dilakukan perawatan luka secara steril.
2.8. Vincristine.
Diberikan jika hemangioma sudah mengganggu penglihatan atau
pernapasan. Pemberian vincristine dilakukan melalui suntikan setiap
bulan.

B. Muntah dan Gumoh


a. Muntah
DEFINISI

Muntah adalah keluarnya kembali sebagian besar atau seluruh isi


lambung yang terjadi secara paksa melalui mulut, disertai dengan
kontraksi lambung dan abdomen (Markum:1991 dalam Asuhan pada Anak

29
Dengan Gangguan Sistem Integument, 2005). Muntah adalah keluarnya
kembali sebagian besar atau seluruh isi lambung yang terjadi setelah
makanan agak lama masuk kedalam lambung (Depkes RI). Muntah pada
bayi merupakan gejala yang sering sekali dijumpai dan dapat terjadi
berbagai gangguan.

ETIOLOGI

Muntah bisa disebabkan karena adanya faktor fisiologis seperti


kelainan kongenital dan infeksi. Selain itu muntah juga disebabkan oleh
gangguan psikologis seperti keadaan tertekan atau cemas, terutama pada
anak yang lebih besar.

Ada beberapa gangguan yang dapat diidentifikasi akibat muntah yaitu:

1. Kelainan kongenital saluran pencernaan, iritasi lambung, atresia esofagus,


atresia/stenosis, hirschsprung, tekanan intrakranial yang tinggi, cara
memberi makan atau minum yang salah, dan lain-lain

2. Pada masa neonatus semakin banyak misalnya factor infeksi (infeksi


traktus urinarius, hepatitis, peritonitis, dll)

3. Gangguan psikologis, seperti keadaan tertekan atau cemas terutama pada


anak yang lebih besar.

PATOFISIOLOGI

Muntah merupakan respon refleks simpatis terhadap berbagai


rangsangan yang melibatkan berbagai aktifitas otot perut dan pernafasan.

Proses muntah dibagi 3 fase berbeda, yaitu :

1. Nausea (mual) merupakan sensasi psikis yang dapat ditimbulkan akibat


rangsangan pada organ dan labirin dan emosi dan tidak selalu diikuti oleh
retching atau muntah.

30
2. Retching (muntah) merupakan fase dimana terjadi gerak nafas spasmodic
dengan glottis tertutup, bersamaan dengan adanya inspirasi dari otot dada
dan diafragma sehingga menimbulkan tekanan intratoraks yang negatif.

3. Emesis (ekspulsi) terjadi bila fase retching mencapai puncaknya dan


ditandai dengan kontraksi kuat otot perut, diikuti dengan bertambah
turunannya diafragma disertai dengan penekanan mekanisme antirefluks.
Pada fase ini, pylorus dan antrum berkontraksi, fundus dan esofagus
berelaksasi dan mulut terbuka

TANDA DAN GEJALA

Ada beberapa gangguan yang dapat diidentifikasi akibat muntah, yaitu :

1. Muntah terjadi beberapa jam setelah keluarnya lendir yang kadang disertai
dengan sedikit darah. Kemungkinan ini terjadi karena iritasi akibat
sejumlah bahan yang tertelan selama proses kelahiran. Muntah kadang
menetap setelah pemberian makanan pertama kali.

2. Muntah yang terjadi pada hari-hari pertama kelahiran, dalam jumlah


banyak, tidak secara proyektif, tidak berwarna hijau, dan cenderung
menetap biasanya terjadi sebagai akibat dari obstruksi usus halus.

3. Muntah yang terjadi secara proyektil dan tidak berwarna kehijauan


merupakan tanda adanya stenosis pylorus.

4. Peningkatan tekanan intrakranial dan alergi susu.

5. Muntah yang terjadi pada anak yang tampak sehat. Karena tehnik
pemberian makanan yang salah atau pada faktor psikososial.

KOMPLIKASI

1. Kehilangan cairan tubuh/elektronik sehingga dapat menyebabkan dehidrasi


dan alkaliosis.

2. Karena tidak mau makan/minum dapat menyebabkan ketosis.

31
3. Ketosis akan menyebabkan asidosis yang akhirnya bisa menjadi renjantan
(shock).

4. Bila muntah sering dan hebat akan terjadi ketegangan otot dinding perut,
pendarahan konjungtiva, rupture esofagus, infeksi mediastinum, aspirasi
muntah, jahitan bisa terlepas pada penderita pasca operasi dan timbul
pendarahan.

SIFAT MUNTAH

1. Keluar cairan terus menerus maka kemungkinan obstruksi esophagus.

2. Muntah proyektil kemungkinan stenosis pylorus (pelepasan lambung ke


duodenum).

3. Muntah hijau (empedu) kemungkinan obstruksi otot halus, umumnya


timbul pada beberapa hari pertama, sering menetap, biasanya tidak
proyektil.

4. Muntah hijau kekuningan kemungkinan obsruksi dibawah muara saluran


empedu.

5. Muntahan Anak.

DIAGNOSA

1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berdasarkan peningkatan


pengeluaran cairan melalui muntah.

2. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berdasarkan penurunan


intake akibat anoreksia.

3. Kerusakan pertukaran gas berdasarkan obstruksi jalan nafas.

4. Gangguan rasa nyaman nyeri berdasarkan iritasi pada saluran


pencernaan(faring dan esofagus).

32
PENCEGAHAN

1. Perlambat pemberian susu. Bila diberi susu formula, beri sedikit saja
dengan frekuensi agak sering.

2. Sendawakan bayi selama dan setelah pemberian susu. Bila bayi diberi
ASI, sendawakan setiap kali akan berpindah ke payudara lainnya.

3. Susui bayi dalam posisi tegak lurus, dan bayi tetap tegak lurus selama 20-
30 menit setelah disusui.

4. Jangan didekap atau diayun-ayun sedikitnya setengah jam setelah


menyusu.

5. Jika diberi susu botol, pastikan lubang dot tidak terlalu kecil atau terlalu
besar.

PENATALAKSANAAN

1. Cepat miringkan tubuhnya, atau diangkat ke belakang seperti


disendawakan atau ditengkurapkan agar muntahannya tak masuk ke
saluran napas yang dapat menyumbat dan berakibat fatal.

2. Jika muntahnya keluar lewat hidung, orang tua tidak perlu khawatir.
Bersihkan saja segera bekas muntahnya. Justru yang bahaya bila dari
hidung masuk lagi terisap ke saluran napas. Karena bisa masuk ke paru-
paru dan menyumbat jalan napas. Jika ada muntah masuk ke paru-paru tak
bisa dilakukan tindakan apa-apa, kecuali membawanya segera ke dokter
untuk ditangani lebih lanjut

ASUHAN BIDAN

Muntah yang tidak disertai dengan gangguan fisiologis tidak


memerlukan penanganan khusus. Meskipun demikian diperlukan tindakan
sebagai berikut :

1. Kaji faktor dan sifat muntah.

33
2. Jika terjadi pengeluaran cairan terus-menerus, maka

3. kemungkinan dikarenakan obstruksi esophagus.

4. Jika terjadi muntah berwarna hijau kekuning-kuningan, maka patut


dicuriagai adnya obstruksi di bawah ampula vateri.

5. Jika terjadi muntah proyektil, maka harus dicurigai adanya stenosis


pylorus.

6. Jika terjadi segera setelah lahir kemudian menetap, maka kemungkinan


terjadi peningkatan tekanan intracranial.

7. Ciptakan suasana tenang dan menyenangkan pada saat makan. Hindari


anak makan sambil berbaring atau tergesa-gesa, agar saluran cerna
mempunyai kesempatan yang cukuip untuk mencerna makanan yang
masuk.

8. Ajarkan pola makan yang benar dan hindari makanan yang merangsang
serta menimbulkan alergi. Pemberian makanan juga harus disesuaikan
dengan usia dan kebutuhan anak, dengan memperhatikan menu gizi
seimbang, yaitu makan yang bervariasi dan mengandung unsur
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Protein dari susu sapi,
telor, kacang-kacangan dan ikan laut kadang-kadang menyebabkan alergi.
Untuk itu orang tua harus hati-hati dan bila perlu diganti dengan bahan
makanan lain.

9. Ciptakan hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak. Orang tua
yang mengabaikan kehadiran anak menciptakan situasi yang
menegangkan. Situasi tersebut merupakan situasi yang tidak
menyenangkan anak dan dapat berdampak pada fisik anak. Oleh karena
itu, kasih sayang yang mencukupi dan bimbingan yang bijaksana dari
orang tua merupakan hal yang sangat diperlukan.

10. Lakukan kolaborasi. Apabila muntah disertai dengan gangguan fisiologis,


seperti warna muntah yang kehijauan, muntah secara proyektil, atau

34
gangguan lainnya, segeralah bawa anak ke pelayanan kesehatan untuk
menda

b. Gumoh

DEFINISI

Regurgitasi adalah keluarnya kembali sebagian susu yang telah ditelan


melalui mulut dan tanpa paksaan, beberapa saat setelah minum susu (Depkes
2007). Gumoh adalah keluarnya kembali sebagian susu yang telah ditelan ketika
beberapa saat setelah minum susu botol/ menyusui dan dalam jumlah sedikit.
(Depkes 2007).

Regurgitasi yang tidak berlebihan merupakan keadaan normal terutama


pada bayi dibawah usia 6 bulan dan tidak sering frekuensinya. Seiring dengan
bertambahnya usia diatas 6 bulan, maka regurgitasi semakin jarang dialami oleh
anak. Namun, regurgitasi dianggap abnormal apabila terjadi terlalu sering atau
hampir setiap saat. Juga kalau terjadinya tidak hanya setelah makan dan minum
tapi juga saat tidur. Selain itu juga pada gumoh yang bercampur darah. Gumoh
yang seperti ini tentu saja harus mendapat perhatian agar tidak berlanjut menjadi
kondisi patologis yang diistilahkan dengan refluks esofagus.

Regurgitasi atau gumoh harus dibedakan dengan muntah. Bedanya dengan


muntah, gumoh terjadi secara pasif. Artinya, tak ada usaha si bayi untuk
mengeluarkan atau memuntahkan makanan atau minumannya (artinya: keluar
sendiri). Si bayi ketika gumoh mungkin saja sedang santai dalam gendongan atau
dalam keadaan berbaring atau bermain. Sedangkan muntah terjadi secara aktif.
Muntah merupakan aksi reflek yang dikoordinasi medula oblongata, sehingga isi
lambung dikeluarkan dengan paksa melalui mulut.

ETIOLOGI

Ada beberapa penyebab terjadinya regurgitasi :

1. Anak/bayi yang sudah kenyang

35
2. Posisi anak atau bayi yang salah saat menyusui akibatnya udara masuk
kedalam lambung.

3. Terburu-buru atau tergesa-gesa dalam menghisap.

4. Kegagalan mengeluarkan udara.

5. ASI atau susu yang diberikan melebihi kapasitas lambung. Lambung


yang penuh juga bisa membuat bayi gumoh. Ini terjadi karena makanan
yang terdahulu belum sampai keusus, sudah diisi makanan lagi.
Akibatnya bayi muntah lambung bayi punya kapasitas sendiri.

6. Posisi Menyusui

- Sering ibu menyusui sambil tiduran dengan posisi miring sementara si


bayi tidur terlentang. Akibatnya, cairan tersebut tidak masuk ke saluran
pencerna, tapi kesaluran nafas, bayipun gumoh.

- Pemakaian bentuk dot

Jika si bayi suka dot besar diberi dot kecil, ia akan malas menghisap
karena lama. Akibatnya , susu tetap keluar dari dot dan memnuhi mulut
bayi dan lebih banyak udara yang masuk. Udara masuk kelambung
membuat bayi muntah

7. Klep penutup lambung belum berfungsi sempurna

Dari mulut, susu akan masuk kesaluran pencernaan atas, baru


kemudiaan ke lambung, diantara kedua organ tersebut terdapat klep
penutup lambung, pada bayi, klep ini biasanya belum berfungsi sempurna.

• Fungsi pencernaan bayi dengan peristaltik ( gelombang kontraksi pada


dinding lambung dan usus) untuk makanan dapat masuk dari saluran
pencernaan ke usus, masih belum sempurna

• Terlalu aktif

36
Misalnya pada saat bayi menggeliat atau pada saat bayi terus menerus
menangis hal ini akan membuat tekanan didalam perutnya tinggi,
sehingga keluar dalam bentuk muntah/ gumoh.

PATOFISIOLOGI

Biasanya bayi mengalami gumoh setelah diberi makan. Selain karena


pemakaian gurita dan posisi saat menyusui, juga karena ia ditidurkan telentang
setelah diberi makan. Cairan yang masuk di tubuh bayi akan mencari posisi yang
paling rendah. Bila ada makanan yang masuk ke Esofagus atau saluran sebelum
ke lambung, maka ada refleks yang bisa menyebabkan bayi gumoh.

Pada keadaan gumoh, biasanya lambung sudah dalam keadaan terisi


penuh, sehingga terkadang gumoh bercampur dengan air liur yang mengalir
kembali ke atas dan keluar melalui mulut pada sudut-sudut bibir. Hal tersebut
disebabkan karena otot katup di ujung lambung tidak bisa bekerja dengan baik.
Otot tersebut seharusnya mendorong isi lambung ke bawah.

Lambung yang penuh juga bisa membuat bayi gumoh. Ini terjadi karena
makanan yang terdahulu belum sampai ke usus, sudah diisi makanan lagi.
Akibatnya bayi tidak hanya mengalami gumoh tapi juga bisa muntah. Lambung
bayi punya kapasitasnya sendiri. Misalnya bayi umur sebulan, ada yang sehari
bisa minum 100 cc, tapi ada juga yang 120 cc.

TANDA DAN GEJALA

1. Mengeluarkan kembali susu saat diberikan minum.

2. Gumoh yang normal terjadi kurang dari empat kali sehari.

3. Tidak sampai mengganggu pertumbuhan berat badan bayi.

4. Bayi tidak menolak minum.

KOMPLIKASI

a. Infeksi pada saluran pernafasan.

37
b. Cairan gumoh yang kembali keparu-paru dapat menyebabkan
radang.

c. Nafas terhenti sesaat.

d. Bayi tersedak dan batuk.

e. Cairan gumoh dapat menimbulkan iritasi.

f. Pucat pada wajah bayi karena tidak bisa bernafas.

DIAGNOSA

Sebagian besar gumoh terjadi akibat kebanyakan makan atau kegagalan


mengeluarkan udara yang ditelan. Oleh karena itu, sebaiknya diagnosis
ditegakkan sebelum terjadi gumoh. Pengosongan lambung yang lebih sempurna,
dalam batas-batas tertentu penumpahan kembali merupakan kejadian yang
alamiah, terutama salam 6 bulan pertama. Namun, penumpahan kembali tersebut
diturunkan sampai jumlah yang bisa diabaikan dengan pengeluaran udara yang
tertelan selama waktu atau sesudah makan.

Dengan menangani bayi secara hati-hati dengan menghindari konflik


emosional serta dalam menempatkan bayi pada sisi kanan, letak kepala bayi tidak
lebih rendah dari badannya. Oleh karena pengeluaran kembali refleks
gastroesofageal lazim ditemukan selama masa 4-6 bulan pertama.

PENCEGAHAN

1. Perbaiki teknik menyusui. Cara menyusui yang benar adalah mulut


bayi menempel pada sebagian areola dan dagu payudara ibu.

2. Berikan ASI saja sampai 6 bulan (ASI eksklusif). Pemberian


makanan tambahan dibawah 6 bulan memperbesar resiko alergi,
diare, obesitas serta mulut dan lidah bayi masih dirancang untuk
menghisap, bukan menelan makanan.

3. Beri bayi ASI sedikit-sedikit tetapi sering (minimal 2 jam sekali),


jangan langsung banyak.

38
4. Jangan memakaikan gurita tertalu ketat.

5. Posisikan bayi tegak beberapa lama (15-30 menit) setelah menyusu

6. Tinggikan posisi kepala dan dada bayi saat tidur.

7. Jangan mengajak bayi banyak bergerak sesaat setelah menyusu.

8. Jika gumoh di sebabkan oleh kelainan atau cacat bawaan segera


bawa ke petugas medis agar mendapat penanganan yang tepat
sedini mungkin.

9. Apabila menggunakan botol, perbaiki cara minumnya. Posisi botol


susu diatur sedemikian rupa sehingga susu menutupi seluruh
permukaan botol dan dot harus masuk seluruhnya ke dalam mulut
bayi.

10. Sendawakan bayi sesaat setelah minum. Bayi yang selesai minum
jangan langsung ditidurkan, tetapi perlu disendawakan dahulu
terlebih dahulu. Sendawa dapat dilakukan dengan cara:

11. Bayi digendong agak tinggi (posisi berdiri) dengan kepala


bersandar dipundak ibu. Kemudian, punggung bayi ditepuk
perlahan-lahan sampai terdengar suara bersendawa.

12. Menelungkupkan bayi di pangkuan ibu, lalu usap/tepuk punggung


bayi sampai terdengar suara bersendawa.

PENATALAKSANAAN

 Bersikaplah tenang.
 Segera miringkan badan bayi agar cairan tidak masuk ke paru-paru
(jangan mengangkat bayi yang sedang gumoh, karena beresiko
cairan masuk ke paru-paru).
 Bersihkan segera sisa gumoh dengan tissue atau lap basah hingga
bersih, pastikan lipatan leher bersih agar tidak menjadi sarang
kuman dan jamur.

39
 Jika gumoh keluar lewat hidung, cukup bersihkan dengan cotton
bud, jangan menyedot dengan mulut karena akan menyakiti bayi dan
rentan menularkan virus.
 Tunggu beberapa saat jika ingin memberi ASI lagi.

ASUHAN BIDAN

 Memberitahukan bahwa gumoh adalah hal yang harus mendapat


perawatan yang baik.
 Menginformasikan pada ibu bahwa gumoh disebabkan posisi saat
menyusui yang tidak tepat atau posisi botol yang salah
 Memberitahu ibu untuk memperbaiki cara minumnya, posisi saat
memberikan susu dari botol dan sendawakan bayi sesaat setelah
minum ASI.

C. Oral Trush
DEFINISI

Oral Trush (Sariawan) adalah lapisan atau bercak-bercak putih kekuningan


yang timbul di lidah yang mungkin di kelilingi oleh daerah kemerahan.Apabila
lapisan atau bercak ini dicoba dibersihkan atau diusap,maka dapat terlepas,namun
meninggalkan daerah kemerahan yang mudah berdarah.

Bentuk sariawan akan terlihat seperti vesikel atau bulatan kecil.Warnanya


putih atau kekuningan.Mula-mula berdiameter 1-3 mm.Kemudian berkembang
berbentuk selaput.Jika selaputnya mengikis,maka akan terlihat berbentuk seperti
lubang/ulkus.Besarnya sariawan tetap,tidak membesar,melebar,atau menjalar
seperti halnya bisul.

Oral Trush ini sering disebut juga dengan oral candidiasis atau moniliasis,
dan sering terjadi pada masa bayi. Seiring dengan bertambahnya usia, angka
kejadian makin jarang, kecuali pada bayi yang mendapatkan pengobatan
antibiotik atau imunosupresif (Nelson, 1994: 638)

40
GEJALA

Biasanya para ibu suli melihat tanda-tanda sariawan pada bayi,karena ia


belum bisa bicara sehingga tidak bisa.Mengungkapkan rasa sakitnya.Umumnya
gejala yag muncul adalah suhu badan meninggi sampai 40 derajat Celcius.”Bayi
pun banyak mengeluarkan air liur lebih dari biasanya.Secara psikis,dia akan
rewel.Tak mau makan atau makan dimuntahkan,tak mau susu botol bahkan
ASI,dan gelisah terus.Mulut pun berbau.Biasanya karena kuman atau jamurnya.

Gejala yang mudah dikenali, adalah lidah yang menjadi agak licin, berwarna
kemerah- merahan, timbul luka dibagian bawah dan pinggir atau pada belahan
bagian tengah lidah. Pada pipi bagian dalam tampak bintik-bintik putih, terkadang
terdapat benjolan kecil yang dapat pecah sehingga mulut terasa perih.

Secara keseluruhan Gejala oraltrush yaitu :

1. Tampak bercak keputihan pada mulut, seperti bekas susu yang sulit
dihilangkan.
2. Bayi kadang-kadang menolak untuk minum atau menyusu
3. Mukosa mulut mengelupas
4. Lesi multiple (luka-luka banyak) pada selaput lendir mulut sampai bibir
memutih menyerupai bekuan susu yang melekat, bila dihilangkan dan
kemudian berdarah.
5. Bila terjadi kronis maka terjadi granulomatosa (lesi berbenjol kecil)
menyerang sejak bayi sampai anak-anak yang berlangsung lama hingga
beberapa tahun akan menyerang kulit anak.
6. gejala yang muncul adalah suhu badan meninggi sampai 40 derajat Celcius
7. Tak mau makan atau makan dimuntahkan, tak mau susu botol bahkan ASI,
dan gelisah terus
8. Bayi banyak mengeluarkan air liur lebih dari biasanya. Secara psikis, dia
akan rewel.

41
DIAGNOSA

Diagnosa oral trush dapat ditegakkan minimal dengan adanya 3 – 4 dari tanda
dan gejala yang spesifik, yaitu :

a. Gejala trush berupa suhu badan meninggi hingga 40 derajat Celcius.


b. Lidah berwarna kemerah-merahan.
c. Tampak bercak keputihan pada mulut, seperti bekas susu yang sulit
dihilangkan.
d. Lesi multiple (luka-luka banyak) pada selaput lendir mulut sampai bibir
memutih menyerupai bekuan susu yang melekat, bila dihilangkan dan
kemudian berdarah.
e. Pada pemeriksaan laborat terdeteksi bakteri Candidiasis Albican.

ETIOLOGI

Penyebab oral trush yang terjadi pada neonatus dan bayi biasanya karena
hal sebagai berikut:
1) Makanan/Minuman Panas
Mulut bayi belum sekuat orang dewasa.Jadi hati-hati saat membuatkan
makanan/minuman bagi si kecil.Selalu periksa keadaan suhunya masih
panas atau sudah cukup hangat untuk diterima mulut mungilnya.Justru
anggapan bahwa susu yang memancar terlalu kencang dari botol bisa
memicu terjadinya sariawan ternyata tidak tepat.Kecuali jiaka susu
tersebut bersuhu tinggi.Jadi penyebabnya bukan kekuatan pancarannya
tapi,sekali lagi,karena suhu yang panas.
2) Traumatik
Yang dimaksud traumatik disini,mulut anak terluka gesekan dot yang
terluka oleh sesuatu entah karena gusinya tergigit atau terkena gesekan dot
yang terlalu keras.Seperti yang sudah disinggung,kejadian luka pada gusi
bayi bisa berkaitan dengan ketidak nyamanan bayi akibat giginya yang
baru tumbuh.Antisipasinya,coba berikan ia teether (mainan khusus untuk
digigit-gigit) sehingga rasa tidak nyamannya dapat berkurang.Gesekan dot

42
yang berkontur agak kasar dan terbuat dari karet yang keras juga
memungkinkan munculnya sariawan.Jadi sebaiknya gunakan dot yang
dibuat dari bahan lunak dan lentur seperti dari silikon.
3) Zat Kimia
Pemakaian obat-obatan yang terlalu lama umpannya pada bayi yang harus
mengonsumsi obat untuk menyembuhkan flek pada paru-parunya bisa
menmunculkan sariawan.Zat kimia yang dikandung dalam obat bersifat
asam.Bila tersisa dimulut bisa memicu sariawan karena proses
pengasaman akan mengundang datangnya bakteri.Untuk itu,sedapat
mungkin,setelah meminumkan obat,minumkan bayi air putih sehingga
sisa-sisa obat tidak menempel di gusi maupun dinding mulut.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Laboratorium : ditemukan adanya jamur candida albicans pada
swab mukosa
b. Pemeriksaan endoskopi : hanya diindikasikan jika tidak terdapat
perbaikan dengan pemberian flukonazol.
c. Dilakukan pengolesan lesi dengan toluidin biru 1% topikal
dengan swab atau kumur.
d. Diagnosa pasti dengan biops.

PENATALAKSANAAN

Terdiri dari 2 cara :

1) Medik /pengobatan

Memberikan obat antijamur, misalnya :

a. Miconazol : mengandung miconazole 25 mg per ml, dalam gel bebas gula.


Gel miconazole dapat diberikan ke lesi setelah makan.
b. Nystatin : tiap pastille mengandung 100.000 unit nistatin. Satu pastille
harus dihisap perlahan-lahan 4 kali sehari selama 7-14 hari. Pastille lebih
enak daripada sediaan nistatin lain. Nistatin ini mengandung gula.

43
2) Keperawatan

Masalah dari oral thrush pada bayi adalah bayi akan sukar minum dan
risiko terjadi diare. Upaya agar oral thrush tidak terjadi pada bayi adalah mencuci
bersih botol dan dot susu, setelah itu diseduh dengan air mendidih atau direbus
hingga mendidih (jika botol tahan rebus) sebelum dipakai.

Saat sariawan, biasanya si kecil enggan makan atau minum. Berikut kiat untuk
membantunya mendapatkan asupan yang dibutuhkan:

 Suapi makannya dengan menggunakan sendok secara perlahan-lahan.


Usahakan minum menggunakan sedotan dan gelas, untuk menghindari
kontak langsung dengan sariawan serta tak menimbulkan gesekan dan
trauma lebih lanjut.
 Berikan makanan yang bertekstur lembut dan cair, pada intinya yang
mudah ditelan dan disuapi. Hindari makanan yang terlalu panas atau
terlalu dingin, agar tidak menambah luka.
 Makanan yang banyak mengandung vitamin C dan B serta zat besi, dapat
memercepat proses penyembuhan. Misalnya buah-buahan dan sayuran
hijau. Kekurangan vitamin C dapat memudahkan si kecil mengalami
sariawan.
 Olesi bagian yang sariawan dengan madu.Jika telah diberi obat, biasanya
obat kumur, tetapi tak juga sembuh, kemungkinan ada penyebab lain.
Misalnya kuman yang telah bertambah, pemakaian obat dengan dosis tak
tepat, atau cara memberi makanan yang membuat sariawan si kecil
kembali mengalami trauma di lidah.

Bisa juga lantaran daya tahan tubuh anak yang rendah. Biasanya anak yang
sering sariawan, lebih banyak akibat daya tahan tubuhnya rendah dan kebersihan
mulut dan gigi yang tak terjaga.

Oral trush pada umumnya bisa sembuh dengan sendirinya, akan tetapi lebih
baik jika diberikan pengobatan dengan cara berikut :

44
1) Bedakan oral trush dengan endapan susu pada mulut bayi.
2) Apabila sumber infeksi berasal dari ibu maka ibu harus segera diobati
dengan penberian antibiotik spektrum luas.
3) Jaga kebersihan dengan baik terutama kebersihan mulut.
4) Bersihkan daerah mulut bayi setelah makan atau minum susu dengan air
matang dan juga bersih.
5) Pada bayi yang minum susu dengan menggunakan botol gunakan teknik
steril dalam membersihkan botol susu.
6) Berikan terapi pada bayi :
a. 1 ml larutan nystatin 100000 unit diberikan 4 kali sehari dengan
interval setiap 6 jam selama 7-14 hari.
b. Gentian violet 5% 3 kali sehari.
7) Mengolesi puting susu dengan cream nistatin/gentian violet setiap selesai
menyusui selama bayi diobati.

D. Diaper Rush
DEFINISI DIAPER RASH
Ruam popok (diaper rash) adalah iritasi pada kulit bayi di daerah pantat
atau aera popok. Ini bisa terjadi jika popok basah telat diganti, popoknya terlalu
kasar dan tidak menyerap keringat, infeksi jamur atau bakteri. Diaper rash
merupakan bentuk ruam kontak iritan primer yang paling umum ditemukan,
disebabkan oleh kontak kulit dengan urin dan feses yang berkepanjangan, karena
urin dan feses mengandung bahan kimia yang bersifat iritan seperti urea dan
enzim-enzim usus.

45
Ruam popok (diaper rash) adalah gangguan yang lazim ditemukan pada
bayi. Gangguan ini banyak mengenai bayi berumur kurang dari 15 bulan,
terutama pada kisaran usia 8 – 10 bulan. Ruam popok sering dialami oleh bayi
baru lahir. Biasanya berwarna kemerahan disertai lecet-lecet ringan dan gatal.
Ruam popok terjadi karena ada gesekan antara popok dengan kulit bayi. Hal ini
karena kulit bayi masih sangat peka dan sensitif. Jika dia memakai popok maka
kulitnya otomatis tertutup, akibatnya kulit menjadi lembab. Kelembaban yang
berlebihan inilah yang memicu timbulnya ruam popok.

Ruam popok merupakan masalah kulit pada daerah genital bayi yang
ditandai dengan timbulnya bercak-bercak merah dikulit, biasanya terjadi pada
bayi yang memiliki kulit sensitif dan mudah terkena iritasi. Bercak-bercak ini
akan hilang dalam beberapa hari jika dibasuh dengan air hangat, dan diolesi lotion
atau cream khusus ruam popok, atau dengan melepaskan popok beberapa waktu.

Dermatitis yang mengering atau ruam yang sederhana biasanya tidak


menular. Ruam popok yang disebabkan oleh mikroorganisme kadang dapat
menjalar ke bagian tubuh lainnya, jika kondisinya memungkinkan (misalnya
infeksi jamur yang akan tumbuh dengan baik di tempat yang lembab dan hangat,
dapat timbul pada kulit yang sudah teriritasi). Ketika kondisinya tepat dan tidak
dilakukan tindakan pencegahan, infeksi seperti ini juga dapat menjalar ke anak
lain.

ETIOLOGI / PENYEBAB TERJADINYA DIAPER RASH


Beberapa faktor penyebab terjadinya ruam popok ( diaper rash, diaper
dermatitis, napkin dermatitis ), antara lain:

a. Iritasi atau gesekan antara popok dengan kulit.


b. Kurangnya menjaga hygiene. Popok jarang diganti atau terlalu lama tidak
segera diganti setelah BAK atau BAB (feces).
c. Infeksi mikro-organisme ( terutama infeksi jamur dan bakteri).
d. Alergi bahan popok.
e. Gangguan pada kelenjar keringat di area yang tertutup popok.
f. Kebersihan kulit yang tidak terjaga.

46
g. Jarang ganti popok setelah bayi/anak kencing.
h. Udara/suhu lingkungan yang terlalu panas/lembab.
i. Reaksi kontak terhadap karet, plastik, detergen.

TANDA DAN GEJALA


Gejalanya antara lain :

a. Iritasi pada kulit yang terkena muncul sebagai crytaema.


b. Crupsi pada daerah kontak yang menonjol, seperti pantat, alat kemaluan, perut
bawah paha atas.
c. Keadaan lebih parah terdapat : crythamatosa.
d. Kulit kemerahan dan lecet. Kulit pada lipatan kaki lecet dan berbau tajam.
e. Awal ruam biasanya timbul di daerah kelamin, bukan di dubur.
f. Beruntutan di daerah kelamin, pantat, dan pangkal paha.
g. Timbul lepuh-lepuh di seluruh daerah popok.
h. Bila penyakit telah berlangsung lebih dari 3 hari, daerah tersebut sering
terkolonisasi ( ditumbuhi) oleh jamur, terutama jenis Candida Albicans,
sehingga kelainan kulit bertambah merah dan basah.
i. Mudah terjadinya infeksi kuman, biasanya staphylococcus aureus atau
Sreptococcus beta hemolyticus sehingga kulit menjadi lebih bengkak, serta di
dapatkan nanah dan keropeng.
j. Bayi menjadi rewel karena rasa nyeri.

PATOFISIOLOGI
Hampir semua bayi pernah mengalami ruam atau lecet karena pemakaian
popok. Lokasi yang sering terkena adalah bagian pantat, sekitar kemaluan,
maupun paha. Bahkan, jika bakteri yang terdapat dalam urine bayi Anda terurai
menjadi amonia, ruam ini bisa bertambah parah. Tentu saja keadaan ini sangat
tidak menyenangkan buat si kecil.

Bayi yang senang tidur lama sebenarnya tidak ada masalah. Tetapi
masalahnya bila popoknya basah berkali-kali dan membuatnya lembab. Karena
penyebab ruam popok yang paling utama adalah popok yang lembab. Popok yang

47
lama terkena air seni dan tinja bisa menimbulkan iritasi pada kulit. Bila tidak
segera membersihkannya, bakteri dan jamur akan tumbuh. Selain karena lembab
ada juga bayi yang memang alergi terhadap popok sekali pakai. Lebih baik
gunakan popok tradisional dengan resiko harus lebih sering menggantinya bila
bayi buang air kecil atau besar.

Penggunaan produk bayi yang mengandung parfum juga bisa meningkatkan


resiko terkena ruam popok termasuk juga deterjen untuk mencuci pakaiannya.
Disarankan menggunakan diapers tanpa pewangi. Tetapi alangkah baiknya bila
melakukan upaya pencegahan, seperti :

1) Ganti popok sesering mungkin. Bila si kecil buang air besar, jangan menunda-
nunda untuk segera menggantinya.
2) Minimalisasikan penggunaan tissue basah untuk membersihkan area
popoknya. Air bersih adalah pilihan terbaik.
3) Hindari menggesek kulit bayi walau pun dengan handuk lembut. Sebaiknya
tepuk-tepuk dan angin-anginkan saja pantat si kecil untuk mengeringkannya.
4) Beri sirkulasi udara untuk area kulitnya yang terkena popok dengan cara
menggunakan popok kain, khususnya pada waktu tidur.
5) Jangan mengikat atau merekatkan popok terlalu kencang.
6) Bila ruam tidak hilang lebih dari 3 hari konsultasikan segera ke dokter,
terutama bila timbul demam dan tidak nafsu makan.
7) Jangan mengolesi ruam (bintik-bintik merah) dengan lotion atau baby oil.
Gunakan salep anti jamur yang mengandung Zinc di bawah pengawasan
dokter.

PENATALAKSANAAN
1. Gantilah popok segera setelah anak kencing atau buang air besar. Hal ini
mencegah lembab pada kulit. Janganlah memakai popok dengan ketat
khususnya sepanjang malam hari. Gunakan popok dengan longgar sehingga
bagian yang basah dan terkena tinja tidak menggesek kulit lebih luas.
Bersihkan dengan lembut daerah popok dengan air. Anda tidak perlu
menggunakan sabun setiap kali mengganti popok atau setiap kali buang air

48
besar. (Bayi yang mendapat ASI dapat BAB sebanyak 8 kali per hari).
Gunakan sabun hanya bila tinja tidak mudah keluar.
2. Jangan menggunakan bedak bayi atau talk karena dapat menyebabkan masalah
dengan pernapasan pada bayi.
3. Hindari selalu membersihkan dengan usapan yang dapat mengeringkan kulit.
Alkohol atau parfum pada produk tersebut dapat mengiritasi kulit bayi.
4. Gantilah popok yang telah penuh sesering mungkin.
5. Gunakan air bersih untuk membersihkan area popok setiap kali mengganti
popok. Gunakan air mengalir sehingga anda dapat membersihkan dan
membilas tanpa tidak perlu menggosok.
6. Tepuk sehingga kering; jangan menggosok. Biarkan area di udara terbuka
sehingga benar-benar kering
7. Gunakan tipis-tipis ointment atau krim pelindung (seperti yang mengandung
zinx ixide atau petrolatum) untuk membentuk lapisan pelindung pada kulit.
Salep ini biasanya tebal dan lengket dan tidak hilang, seluruhnya pada
penggantian popok berikutnya. Perlu diingat garukan keras atau gosokan kuat
hanya akan lebih memperberat kerusakan kulit.
8. Konsultasikan dengan dokter anda bila ruam: melepuh atau terdapat nanah,
tidak hilang dalam waktu 48 sampai 72 jam, menjadi lebih berat
9. Gunakan krim yang mengandung steroid hanya bila dokter anda
merekomendasikan. Krim tersebut jarang diperlukan dan mungkin berbahaya.

E. Seborrhoe
DEFINISI
Seborrhea adalah radang berupa sisik yang berlemak dan eritema pada
daerah yang memiliki banyak kelenjar sebaseanya, biasanya di daerah kepala.
Seborrhea adalah suatu peradangan pada kulit bagian atas, yang menyebabkan
timbulnya sisik pada kulit kepala, wajah dan kadang pada bagian tubuh lainnya.
Biasanya proses pergantian sel-sel pada kulit kepala terjadi secara perlahan-lahan
dan tidak terlihat oleh mata, proses pergantian tersebut terjadi setiap bulan. Jika
proses ini menjadi lebih cepat, maka akan timbul gangguan pada kulit kepala yang
kita sebut ketombe. Gangguan yang lebih parah yaitu dermatitis seboroik, berupa

49
serpihan berwarna kuning berminyak yang melekat pada kulit kepala.
Seborrhea adalah suatu peradangan pada kulit bagian atas, yang menyebabkan
timbulnya sisik berminyak, tebal, lengket dan biasanya berwarna kemerahan pada
kulit kepala, wajah dan kadang pada bagian tubuh lainnya.Sering juga disebut
sarap atau borokan.

ETIOLOGI
Penyebab seborrhea masih belum diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa
ahli yang menyatakan beberapa faktor penyebab seborrhea, yaitu sebagai berikut :

1. Faktor hereditas, yaitu disebabkan karena adanya faktor keturunan orang tua.
2. Intake makanan yang tinggi lemak dan kalori.
3. Asupan minuman beralkohol.
4. Adanya gangguan emosi.
5. Kelenjar minyak pada bayi biasanya bekerja terlalu aktif akibat tingginya
kadar hormon ibu yang mengalir didalam tubuh bayi.
Pengaruh hormon ibu biasanya hanya berlangsung pada bulan-bulan
pertama kehidupan bayi. Gangguan ini akan hilang setelah bayi berusia 6-7 bulan.
Dermatitis seboreik sering ditemukan sebagai penyakit keturunan dalam
suatu keluarga. Salah satu penyebab ketombe adalah Pitysporum ovale ( P. Ovale
). Walaupun namanya mungkin sedikit menakutkan , tetapi P. Ovale adalah jamur
yang secara alami terdapat pada kulit kepala dan bagian kulit yang lain. Dalam
jumlah yang sedikit, jamur ini tidak menyebabkan kerugian yang berarti. Namun,
dengan adanya perubahan cuaca, hormon, dan stress, kulit kepala kita akan
menghasilkan lebih banyak minyak, sehingga menyebabkan jamur P. Ovale
berkembang biak. Dengan berkembangbiaknya jamur tersebut, akan menyebabkan
gatal pada kulit kepala dan mempercepat kerontokan sel kulit yang lama, hasilnya
timbul Ketombe.
Kondisi ketombe yang parah atau dermatitis seboroik (seborrhea),
seringkali ditemukan di kulit kepala. Namun dapat juga ditemukan di alis mata,
pipi, di belakang telinga atau bagian dada. Seborrhea berupa sisik berwarna
kuning berminyak yang melekat pada kulit kepala.

50
FAKTOR RESIKO TERJADINYA DERMATITIS SEBOROIK:

 Stres
 Kelelahan
 Cuaca dingin
 Kulit berminyak
 Jarang mencuci rambut
 Pemakaian losyen yang mengandung alkohol
 Penyakit kulit (misalnya jerawat)
 Obesitas (kegemukan)
Faktor lain yang berperan terjadinya dermatitis seboroik berkaitan dengan
proliferasi spesies Malassezia yang ditemukan di kulit sebagai flora normal.
Ragi genus ini dominan dan ditemukan pada daerah seboroik tubuh yang
mengandung banyak lipid sebasea (misalnya kepala, tubuh, punggung).

TANDA DAN GEJALA SEBORRHEA


Pada bayi dermatitis seboroik dengan skuama yang tebal, berminyak
pada verteks kulit kepala (cradle cap). Kondisi ini tidak menyebabkan gatal pada
bayi sebagaimana pada anak-anak atau dewasa. Skuama dapat bervariasi
warnanya, putih atau kuning. Gejala klinik pada bayi dan berkembang pada
minggu ke tiga atau ke empat setelah kelahiran.
Dermatitis seboroik biasanya timbul secara bertahap, menyebabkan
sisik kering atau berminyak di kulit kepala (ketombe), kadang disertai gatal-gatal
tetapi tanpa kerontokan rambut. Pada kasus yang lebih berat, timbul
beruntusan/jerawat bersisik kekuningan sampai kemerahan di sepanjang garis
rambut, di belakang telinga, di dalam saluran telinga, alis mata dan dada. Pada
bayi baru lahir yang berumur kurang dari 1 bulan, dermatitis seboroik
menyebabkan ruam tebal berkeropeng berwarna kuning di kulit kepala (cradle
cap) dan kadang tampak sebagai sisik berwarna kuning di belakang telinga atau
beruntusan merah di wajah. Ruam di kulit kepala ini sering disertai dengan ruam
popok. Pada anak-anak, dermatitis seboroik menyebabkan timbulnya ruam yang
tebal di kulit kepala yang sukar disembuhkan.

51
Klasifikasi Seborrhea

 Seborrhea adipose
 Seborrhea neonaturum (saraf susu)
 Seborrhea Squamosa (bersisik)

PENATALAKSANAAN SEBORRHEA
Penatalaksanaan dermatitis seboreik tergantung kepada usia penderita:

1. Anak-anak.

Untuk ruam bersisik tebal di kulit kepala, bisa dioleskan minyak mineral
yang mengandung asam salisilat secara perlahan dengan menggunakan sikat gigi
yang lembut pada malam hari. Selama sisik masih ada, kulit kepala juga dicuci
dengan sampo setiap hari setelah sisiknya menghilang cukup dicuci 2-3x/minggu.

2. Bayi.

Kulit kepala dicuci dengan sampo bayi yang lembut dan diolesi dengan
krim hydrocortisone. Selama ada sisik kulit kepala dicuci setiap hari dengan
sampo yang lembut, setelah sisik menghilang cukup dicuci 2-3x/minggu. Kini
banyak sediaan krim, lotion, dan shampoo di pasaran untuk membasmi ketombe.
Produk-produk yang digunakan untuk mengatasi ketombe biasanya mengandung
asam salisilat, coal tar, zinc pyrithione, selenium sulfida dan belerang. Walaupun
sebagian digolongkan sebagai obat yang dijual bebas dan sebagian digolongkan
sebagai kosmetik, produk-produk tersebut hanya dapat mengatasi gejala-gejala
dari ketombe, tetapi tidak mengatasi penyebab ketombe.

Ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan sendiri untuk


penyembuhan yang lebih maksimal:

1. Penggunaan sampo bisa saja dilakukan karena sampo merupakan produk


yang dibuat khusus untuk membersihkan kulit kepala dari kotoran. Namun
hati-hati, gunakan sampo yang betul-betul diperuntukkan bagi anak, bukan

52
untuk orang dewasa. Sampo untuk orang dewasa umumnya mengandung
bahan sulfaktan, bahan pewangi, pengawet, dan sebagainya yang bisa
mengiritasi kulit dan mata. Sedangkan sampo bayi sengaja tidak mendapat
tambahan bahan-bahan yang bakal membahayakannya. Sampo tersebut
harus lembut karena fungsi kelenjar kulit pada bayi dan anak belum
bekerja secara sempurna.
2. Penggunaan sampo untuk membersihkan kulit kepala memang sangat
efektif. Namun tidak semua bayi dan anak betul-betul membutuhkannya.
Bila tanpa sampo tak ada kelainan yang muncul, lebih baik gunakan air
bersih saja ketika menyuci kepalanya. Frekuensi yang dianjurkan untuk
pemakaian sampo adalah seminggu dua kali atau tiga kali. Namun,
umumnya sampo bayi sangat lembut, sehingga tidak masalah bila dipakai
setiap hari.
3. Banyak anak yang aktif di luar rumah sehingga banyak mengeluarkan
keringat dan membuat kepalanya bau. Bila ingin menggunakan sampo
setiap hari, pilih sampo jenis mild.
4. Untuk ketombe yang disebabkan jamur, kita bisa menanganinya dengan
mengontrol populasi jamur. Kita bisa mencuci rambut anak setiap hari dan
pijatlah kulit kepala dengan sampo secara perlahan karena akan
menghilangkan jamur lewat serpihan kulit yang lepas.
5. Pada kasus karena infeksi ringworm, pengobatan tidak selalu harus
dilakukan oleh dokter. Kita bisa menggunakan obat antijamur yang bisa
didapat di apotek. Carilah produk-produk yang mengandung 2%
clotrimezol. Pada beberapa anak yang sensitif dengan produk krim,
oleskan sedikit saja. Namun jika terjadi ruam, cobalah konsultasikan pada
dokter untuk mendapatkan alternatif pengobatan yang lain.
6. Biasakan untuk selalu mencuci tangan sesudah menyentuh kulit kepala
anak yang terkena infeksi. Hal ini dilakukan untuk menghindari penularan
lebih lanjut.

53
F. Bisulan
DEFINISI BISULAN

Selulitis/ abses/ bisulan adalah infeksi pada kulit, dengan gejala kulit
merah/ bengkak, disertai nyeri hebat yang terbentuk dalam kulit oleh peradangan
terbatas dari korium pada jaringan subkutan manapun. Bengkak disertai nyeri
tekan (bayi menangis bila disentuh ), serta bengkak disertai fluktuasi. Infeksi ini
biasanya dijumpai pada hari ke-3 atau lebih.

Furunkel (bisul) mengelilingi nekrotis sentral atau inti disebabkan oleh


stapholococcus yang memasuki kulit melalui folikel rambut. S. aureus adalah
penyebab infeksi piogenik kulit yang paling sering, ia dapat juga menyebabkan
furunkel, karbunkel, osteomelitis, artritis septik, infeksi luka, abses, pneumonia,
empiema, endokarditis, meningitis dan penyakit yang diperantarai toksin,
termasuk keracunan makanan.

Bisul merupakan nanah yang terkumpul dalam satu rongga yang sangat
menyakitkan. Kelompok bisul biasa dipanggi pekung (carbuncles) tetapi
perubahan pada kulit seperti ini tidak biasa berlaku pada kanak-kanak. Secara
medis, bisul adalah infeksi kuman pada folikel rambut dan kelenjar minyak kulit.
Bisul merupakan salah satu penyakit kulit yang disebabkan oleh kuman. Penyakit
ini sering dijumpai pada anak karena daya tahan kulitnya terhadap invasi kuman
belum sesempurna orang dewasa. Kelainan berupa masa padat kemerahan
berbentuk kerucut, ditengahnya terdapat gelembung bernanah. Kemudian
melunak menjadi abses lalu pecah. Biasanya mengeras dan terdapat pada bokong,
kuduk, belakang bagian leher, dibawah ketiak, badan dan tungkai, dan sekeliling
pinggang, pangkal paha, atas kaki, punggung. Furunkel (boil/bisul) dapat
terbentuk pada lebih dari satu tempat yang biasa disebut sebagai furunkulosis.

ETIOLOGI/ PENYEBAB

Furunkel dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah sebagai


berikut :

1. Iritasi pada kulit

54
2. Kebersihan kulit yang kurang terjaga

3. Daya tahan tubuh yang rendah

4. Infeksi oleh staphylococcus aureus. Berbentuk bulat (coccus), diameter


0,5-1,5µm, susunan bergerombol seperti anggur, tidak mempunyai
kapsul, nonmotil, katalase positif, pada pewarnaan gram tampak
berwarna ungu.

5. Bakteri lain atau jamur. Paling sering ditemukan didaerah tengkuk, axial,
paha dan bokong. Akan terasa sangat nyeri jika timbul didaerah sekitar
hidung, telinga, atau jari-jari tangan.

TANDA DAN GEJALA

Gejala yang timbul dari adanya furunkel bervariasi, bergantung


pada beratnya penyakit. Gejala yang sering ditemui pada furunkel adalah
sebagai berikut :

a. Nyeri pada daerah ruam. Muncul tonjolan yang nyeri, berbentuk


halus, berbentuk kubah dan bewarna merah disekitarnya.
b. Ruam pada daerah kulit berupa nodus eritematosa yang berbentuk
kerucut dan memiliki pustule.
c. Nodul dapat melunak menjadi abses yang berisi pus dan jaringan
nekrotik yang dapat pecah membentuk fistel lalu keluar melalui
lobus minoris resistensiae.
d. Setelah seminggu, umumnya furunkel akan pecah sendiri dan
sebagian dapat menghilang dengan sendirinya.
e. Ukuran tonjolan meningkat dalam beberapa hari dan dapat
mencapai 3-10 cm atau bahkan lebih.
f. Demam dan malaise sering muncul dan pasien tampak sakit berat.
g. Jika pecah spontan atau disengaja, akan mengering dan
membentuk lubang yang kuning keabuan pada bagian tengah dan
sembuh perlahan dengan granulasi.
h. Waktu penyembuhan kurang lebih 2 mg.

55
i. Jaringan parut permanen yang terbentuk biasanya tebal dan jelas.

PATOFISIOLOGIS

Infeksi dimulai dari peradangan pada folikel rambut dikulit (folikulitis)


yang menyebar pada jaringan sekitarnya. Radang pus (nanah) yang dekat sekali
dengan kulit disebut pustula. Pustula ini menyebabkan kulit diatasnya sangat tipis,
sehingga pus di dalam dapat dengan mudah mengalir keluar. Sementara itu,
bisulnya (furunkel) sendiri berada pada daerah kulit yang lebih dalam. Terkadang
pus yang berada di dalam bisul diserap sendiri oleh tubuh, tetapi lebih sering
mengalir sendiri melalui lubang yang ada di kulit.

Bakteri stafilokokus aureus umumnya masuk melalui luka, goresan atau


robekan pada kulit. Respon primer host terhadap infeksi stafilokokus aureus
adalah mengerahkan sel PMN ketempat masuknya kuman tersebut untuk melawan
infeksi yang terjadi. Sel PMN ini ditarik ketempat infeksi oleh komponen bakteri
seperti formylated peptides atau peptidoglikan dan sitokolin TNF (tumor necrosis
factor) dan IL (interleukin) yang dikeluarkan oleh sel endotel dan makrofak yang
teraktivasi, hal tersebut menyebabkan inflamasi dan terbentuklah pus (gab sel
darah putih, bakteri, dan sel kulit mati).

.PENATALAKSANAAN

Asuhan yang diberikan pada neonatus dengan furunkel tergantung dari


keadaan penyakit yang dialaminya. Asuhan yang lazim diberikan adalah :

a. Kebanyakan furunkel tidak membutuhkan pengobatan dan akan


sembuh dengan sendirinya.
b. Pemeliharaan kebersihan daerah yang mengalami furunkel serta daerah
sekitarnya.
c. Pengobatan topikal, lakukan kompres hangat untuk mengurangi nyeri
dan melunakkan nodul. Kompres hangat dapat dilakukan sambil
menutup ruam untuk mencegah penularan kedaerah lainnya.

56
d. Jangan memijit furunkel terutama didaerah hidung dan bibir atas
karena dapat menyebabkan penyebaran kuman secara hematogen.
e. Bila furunkel terjadi didaerah yang janggal seperti pada hidung atau
telinga maka dapat berkolaborasi dengan dokter untuk melakukan
insisi.
f. Jika memungkinkan dapat membuka bisul dengan cara :
 Beri penjelasan apa yang akan dilakukan atau inform concent.
 Minta seseorang untuk memegangi anak.
 Ambilah sebuah pisau bedah yang steril dan bukalah bisul dengan
segera pada puncaknya saja. Kemudian masukkan penjepit dalam
luka dan bukalah penjepitnya. Dengan cara ini, akan membukan
jalan keluar untuk nanah tanpa mengganggu sesuatu pisau bedah
jangan sampai masuk kedalam karena dapat melukai pembuluh
darah besar.
 Pemberian analgetik, misalnya aspirin atau paracetamol untuk
mengatasi nyeri.
 Tutuplah luka dengan kain kasa kering usahakan agar satu sudut
dari kasa kering, usahakan agar satu sudur dari kasa dimasukkan
agar tetap terbuka, sehingga nanah dapat keluar.
 Bersihkan alat-alat
 Pesankan agar ganti perban.
g. Terapi antibiotika dan antiseptik diberikan bergantung pada luas dan
beratnya penyakit. Misalnya dengan pemberian Achromyem 250 mg 3
atau 4 kali per hari.
h. Bila furunkel terjadi secara menetap atau berulang atau dalam jumlah
yang banyak maka kenali faktor perdisposisi adanya diabetes melitus.

57
G. Milliriasis
DEFINISI

Miliariasis adalah kelainan kulit yang ditandai dengan kemerahan, disertai


dengan gelembung kecil berair yang timbul akibat keringat berlebihan disertai
sumbatan saluran kelenjar keringat yaitu di dahi, leher, bagian yang tertutup
pakaian (dada, punggung), tempat yang mengalami tekanan atau gesekan pakaian
dan juga kepala.

 Milliariasis disebut juga sudamina, biang keringat, keringat buntet,


liken tropikus, atau pickle heat . ( Adhi Djuanda, 1987)
 Miliariasis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh
tertutupnya saluran kelenjar keringat.(Hassan, 1984).
 Miliariasis adalah kelainan kulit akibat retensi keringat, ditandai
dengan adanya vesikel milier. (Adhi Djuanda, 1987).
 Milliariasis adalah dermatosis yang disebabkan oleh retens
keringat akibat tersumbatnya pori kelenjar keringat. (Vivian, 2010)

Miliariasis adalah dermatosis yang timbul akibat penyumbatan kelenjar


keringat dan porinya, yang lazim timbul dalam udara panas lembab seperti daerah
tropis atau selama awal musim panas atau akhir musim hujan yang suhunya panas
dan lembab. Karena sekresinya terhambat maka menimbulkan tekanan yang
menyebabkan pecahnya kelenjar atau duktus kelenjar keringat. Keringat yang

58
masuk ke jaringan sekelilingnya menimbulkan perubahan anatomi. Sumbatan
disebabkan oleh bakteri yang menimbulkan peradangan dan oleh edema akibat
keringat yang tak keluar (E.Sukardi dan Petrus Andrianto, 1988).

Miliariasis atau biang keringat adalah kelainan kulit yang timbul akibat
keringat berlebihan disertai sumbatan saluran kelenjar keringat, yaitu di dahi,
leher, bagian-bagian badan yang tertutup pakaian (dada dan punggung), serta
tempat yang mengalami tekanan atau gesekan pakaian dan dapat juga dikepala.
Keadaan ini biasanya di dahului oleh produksi keringat yang berlebihan, dapat
diikuti rasa gatal seperti ditusuk, kulit menjadi kemerahan dan disertai banyak
gelembung kecil berair. (Arjatmo Tjoktronegoro dan Hendra Utama, 2000).

KLASIFIKASI MILLIARIS

1. Miliaria Kristalina

Pada penyakit ini terlihat vesikel berukuran 1-2 mm berisi cairan jernih
tanpa disertai kulit kemerahan, terutama pada badan setelah banyak berkeringat,
misalnya karena hawa panas.

Vesikel bergerombol tidak disertai tanda-tanda radang atau inflamasi pada


bagian badan yang tertutup pakaian. Umumnya tidak memberi keluhan subjektif
dan sembuh dengan sisik yang halus.

Pada gambaran histopatologik terlihat gelembung intra/subkorneal.


Pengobatan tidak diperlukan, cukup dengan menghindari panas yang berlebihan,
mengusahakan ventilasi yang baik, pakaian tipis dan menyerap keringat. (Adhi
Djuanda, 1987)

Daerah predileksi lipat siku, lipat lutut, lipat payudara, lipat paha dan
punggung, dahi, leher, dan dada. Vesikel terletak sangat superfisial, kecil dan
tembus terang, tidak disertai tanda-tanda inflamasi dan mudah pecah. Biasanya
tidak ada keluhan subjektif. (Hassan, 1984)

Milliaris timbul pada pasien dengan peningkatan keringat seperti pasien


demam di ranjang. Lesinya berupa vesikel sangat superfisial, jernih, dan kecil

59
tanpa reaksi peradangan, asimptomatik dan berlangsung singkat dan cenderung
mudah pecah akibat trauma teringan pun. (E.Sukardi dan Petrus Andrianto, 1988)

2. Miliaria Rubra

Penyakit ini lebih berat daripada miliariasis kristalina. Terdapat pada


badan dan tempat-tempat tekanan ataupun gesekan pakaian. Terlihat papul merah
atau papul vesikular ekstrafolikular yang sangat gatal dan pedih. Milliaria jenis ini
terdapat pada orang yang tidak biasa pada daerah tropik. Kelainan bentuknya
dapat berupa gelembung merah kecil, 1-2 mm, dapat tersebar dan dapat
berkelompok. (Adhi Djuanda, 1987)

Patogenesisnya belum diketahui pasti, terdapat dua pendapat. Pendapat


pertama mengatakan primer, banyak keringat dan perubahan kualitatif,
penyebabnya adanya sumbatan keratin pada muara kelenjar keringat dan perforasi
sekunder pada bendungan keringat di epidermis.

Pendapat kedua mengatakan bahwa primer kadar garam yang tinggi pada
kulit menyebabkan spongiosis dan sekunder terjadi pada muara kelenjar keringat.
Staphylococcus juga diduga memiliki peranan. Pada gambaran histopatologik
gelembung terjadi pada stratum spinosum sehingga menyebabkan peradangan
pada kulit dan perifer kulit di epidermis. (Adhi Djuanda, 1987)

Daerah predileksi sama seperti pada miliaria kristalina. Lesinya berupa


papulo vesikula eritematosa yang sangat gatal dan diskrit, kemudian konfluens
dengan dasar merah, sering terjadi maserasi karena terhalangnya penguapan
kelembaban. Keringat keluar ke stratum spinosum. Bisa terjadi infeksi sekunder
dengan impetigo dan furunkulosis, terutama pada anak-anak. Terutama timbul
pada bagian tubuh yang tertutup pakaian seperti punggung dan dada. (E.Sukardi
dan Petrus Andrianto, 1988)

3. Miliaria Profunda

Bentuk ini agak jarang terjadi kecuali didaerah tropis. Kelainan ini
biasanya timbul setelah miliaria rubra.ditandai dengan papula putih, kecil, keras,
berukuran 1-3 mm. Terutama terdapat di badan ataupun ekstremitas. Karena letak

60
retensi keringat lebih dalam maka secara klinik lebih banyak berupa papula
daripada vesikel. Tidak gatal, dan tidak terdapat eritema. (Adhi Djuanda, 1987)

Pada gambaran histopatologik tampak saluran kelenjar keringat yang


pecah pada dermis bagian atas atau tanpa infiltrasi sel radang. Pengobatan dengan
cara menghindari panas dan kelembaban yang berlebihan, mengusahakan regulasi
suhu yang baik, menggunakan pakaian yang tipis, pemberian losio calamin
dengan atau tanpa menthol 0,25% dapat pula resorshin 3% dalam alkohol. (Adhi
Djuanda, 1987)

Daerah predileksi dapat dimana saja, kecuali muka, ketiak, tangan, dan
kaki. Lesi berupa vesikel yang berwarna merah daging, disertai gejala inflamasi
maupun keluhan rasa gatal, disebabkan penyumbatan di bagian atas kutis.
Kelenjar-kelenjar keringat tersebut sama sekali tidak berfungsi. Biasanya timbul
setelah menderita milliaria rubra yang hebat. (Hassan, 1984)

4. Miliaria Pustulosa

Pada umumnya didahului oleh dermatosis yang menyebabkan gangguan


saluran kelenjar ekrin dan terjadi pustel superfisial. (Hassan, 1984). Lesinya
berupa pustula steril yang gatal, tegas, superfisial dan tak berhubungan dengan
folikel rambut. (E.Sukardi dan Petrus Andrianto, 1988)

ETIOLOGI

Penyebab terjadinya miliariasis ini adalah udara yang panas dan lembab.
(Vivian, 2010). Sering terjadi pada cuaca yang panas dan kelembaban yang tinggi.
Akibat tertutupnya saluran kelenjar keringat terjadilah tekanan yang menyebabkan
pembengkakan saluran atau kelenjar itu sendiri, keringat yang menembus ke
jaringan sekitarnya menimbulkan perubahan-perubahan anatomis pada kulit
berupa papul atau vesikel. (Hassan, 1984)

Faktor factor penyebab milariasis :

a. Udara panas dan lembab dengan ventilasi udara yang kurang


b. Pakaian yang terlalu ketat, bahan tidak menyerap keringat

61
c. Aktivitas yang berlebihan
d. Setelah menderita demam atau panas
e. Penyumbatan dapat ditimbulkan oleh bakteri yang menimbulkan radang
dan edema akibat perspirasi yang tidak dapat keluar dan di absorbsi oleh
stratum korneum (Lenteraimpian, 2010)

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi terjadinya milliariasis diawali dengan tersumbatnya pori-pori


kelenjar keringat, sehingga pengeluaran keringat tertahan. Tertahannya
pengeluaran keringat ditandai dengan adanya vesikel miliar di muara kelenjar
keringat lalu disusul dengan timbulnya radang dan edema akibat perspirasi yang
tidak dapat keluar kemudian diabsorpsi oleh stratum korneum. (Vivian, 2010)

Milliariasis sering terjadi pada bayi prematur karena proses diferensiasi sel
epidermal dan apendiks yang belum sempurna. Kasus milliariasis terjadi pada 40-
50% bayi baru lahir. Muncul pada usia 2-3 bulan pertama dan akan menghilang
dengan sendirinya pada 3-4 minggu kemudian. Terkadang kasus ini menetap
untuk beberapa lama dan dapat menyebar ke daerah sekitarnya. (Vivian, 2010)

PENATALAKSANAAN

 Pencegahan :
1) Bayi atau anak tetap dianjurkan mandi secara teratur paling sedikit 2 kali
sehari menggunakan air dingin dan sabun.
2) Bila berkeringat, sesering mungkin dibasuh dengan menggunakan handuk
(lap) basah, kemudian dikeringkan dengan handuk atau kain yang lembut.
Setelah itu dapat diberikan bedak tabur.
3) Jangan sekali-kali memberikan bedak tanpa membasuh keringat terlebih
dahulu, karena akan memperparah penyumbatan sehingga mempermudah
terjadinya infeksi baik oleh jamur maupun bakteri.
4) Hindari penggunaan pakaian tebal, bahan nilon, atau wol yang tidak menyerap
keringat (FKUI, 2002).

62
Biang keringat bisa tidak dialami bayi asalkan orang tua rajin menghindari
penghalang penguapan keringat yang menutup pori-pori bayi dengan cara:

1) Bayi harus dimandikan secara teratur pada pagi dan sore hari.
2) Setelah selesai mandi pastikan semua lipatan kulit bayi seperti ketiak, leher,
paha dan lutut harus benar-benar kering kemudian oleskan bedak keseluruhan
tubuh dengan tipis.
3) Jaga tubuh bayi agar tetap kering.
4) Jika bayi berkeringat jangan keringkan dengan menggunakan bedak.
Sebaiknya dengan waslap basah, lalu dikeringkan, dan diolesi dengan bedak
tipis.
5) Gunakan pakaian bayi dari bahan katun yang menyerap keringat bayi.
6) Biasanya 70% biang keringat timbul pada bayi karena sirkulasi udara kamar
yang tidak baik. Untuk itu usahakan udara di dalam kamar bayi mengalir
dengan baik sehingga kamar selalu sejuk.
7) Pada saat memandikan bayi yang menderita biang keringat, sebaiknya
gunakan sabun bayi yang cair, sebab sabun cair tidak meninggalkan partikel.
Jika menggunakan sabun padat bisa meninggalkan partikel yang dapat
menghambat penyembuhan (Pasaribu, 2007).

 Pengobatan
1) Perawatan kulit secara benar
2) Biang keringat yang tidak kemerahan dan kering diberi bedak salycil atau
bedak kocok setelah mandi
3) Bila membasah, jangan berikan bedak, karena gumpalan yang terbentuk
memperparah sumbatan kelenjar
4) Bila sangat gatal, pedih, luka dan timbul bisul dapat diberikan antibiotic
5) Menjaga kebersihan kuku dan tangan (kuku pendek dan bersih, sehingga tidak
menggores kulit saat menggaruk) (lenteraimpian | March 5, 2010)

63
Seluruh bentuk miliaria berespon baik terhadap pendinginan penderita
dengan pengaturan suhu lingkungan, melepas pakaian yang berlebihan, dan pada
penderita demam pemberian anti piretik. Pengobatan yang paling efektif adalah
dengan memperhatikan kebersihan lingkungan untuk mengatasi sebab ini

Penting untuk menghindari panas yang berlebihan, mengusahakan


ventilasi yang baik dan menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat. Untuk
miliaria kristalina tidak diperlukan pengobatan. Untuk miliaria rubra dapat
diberikan bedak salisil 2 % dbubuhi menthol ¼ - 2 %.

H. Obstipasi
DEFINISI
Obstipasi adalah penimbunan feses yang keras akibat adanya penyakit
atau adanya obstruksi pada saluran cerna atau bisa di definisikan sebagai
tidak adanya pngeluaran tinja selama 3 hari atau lebih.
Lebih dari 90 % BBL akan mengeluarkan mekonium dalam 24 jam
pertama, sedangkan sisanya akan mengeluarkan mekonium dalam 36 jam
pertama kelahiran. Jika hal ini tidak terjadi, maka harus dipikirkan adanya
obstipasi. Tetapi harus diingat ketidak teraturan defekasi bukanlah suatu
obstipasi ada bayi yang menyusu pada ibunya dapat terjadi keadaan tanpa
defekasi selama 5-7 hari dan tidak menunjukkan ketidak adanya gangguan.
Yang kemudian akan mengeluarkan tinja yang banyak sewaktu defeksasi hal
ini masih dikatakan normal. Dengan bertambahnya usia dan variasi dalam
dietnya akan menyebabkan defekasi menjadi lebih jarang dan tinjanya lebih
keras.

ETIOLOGI
1. Kebiasaan makan
Obstipasi dapat timbul bila tinja terlalu kecil untuk membangkitkan
buang air besar. Keadaan ini terjadi akibat dari kelaparan, dehidrasi,
makana kurang mengandung selulosa.
2. Hypothyroidisme

64
Obstipasi merupakan gejala dari dua keadaan yaitu kretinisme dan
myodem. Dimana tidak terdapat cukup ekskresi hormon tiroid semua
proses metabolisme berkurang.
3. Keadaan mental
Faktor kejiwaan memegang peranan penting terhadap terjadinya
obstipasi terutama depresi berat sehingga tidak mempedulikan
keinginannya untuk buang air besar. Biasanya terjadi pada anak 1-2
tahun. Jika pada usia 1-2 tahun pernah buang air besar keras dan terasa
nyeri, mereka cenderung tidak mau buang air besar selama beberapa hari,
bahkan beberapa minggu ssampai beberapa bulan karena takut mengalami
kesukaran lagi. Dengan tertahannya feses dalam beberapa
hari/minggu/bulan akan mengakibatkan kotoran menjadi keras dan lebih
terasa nyeri lagi, sehingga anak menjadi semakin malas buang aiar besar.
Anak dengan keterbelakangan mental sulit dilatih untuk buang air besar.
4. Penyakit organis
Obstipasi bisa terjadi berganti – ganti dengan diare pada kasus
carcinoma colon dan divericulitis. Obstipasi ini terjadi bila buang air
besar sakit dan sengaja dihindari seperti pada fistula ani dan wasir yang
mengalami trombosis.
5. Kelaina konjenital
Adanya penyakit seperti atresia, stenosis. Megakolon aganglionik
congenital (penyakit hirscprung). Obstruksi bolos usus illeus mekonium
atau sumbatan mekonium. Hal ini dicurigai terjadi pada neonatus yang
tidak mengeluarkan mekonium dalam 36 jam pertama.
6. Penyebab lain
Misalnya karena diet yang salah tidak adanya serat selulosa untuk
mendorong terjadinya peristaltik. Atau pada anak setelah sakit atau
sedang sakit dimana anak masih kekurangan cairan.

TANDA DAN GEJALA


1. Pada neonatus jika tidak mengeluarkan mekonium dalam 36 jam
pertama, pada bayi tidak mengeluarkan 3 hari atau lebih

65
2. Sakit dan kejang pada perut.
3. Pada pemeriksaan rectal, jari akan merasa jepitan udara dan mekonium
yang menyemprot.
4. Feses besar dan tidak dapat digerakan dalam rectum.
5. Bising usus yang janggal.
6. Merasa tidak enak badan, anoreksia dan sakit kepala
7. Terdapat luka pada anus.

PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS


Pada keadaan normal sebagian besar rectum dalam keadaan kosong
kecuali bila adanya refleks masa dari kolon yang mendorong feses kedalam
rectum yang terjadi sekali atau duakali sehari. Hal tersebut memberikan
stimulus pada arkus aferen dari refleks defekasi. Dengan dirasakan arkus
aferen menyebabkan kontraksi otot dinding abdomen sehingga terjadilah
defekasi. Mekanisme usus yang norrmal terdiri dari 3 faktor :
1. Asupan cairan yang adekuat.
2. Kegiatan fisik dan mental.
3. Jumlah asupan makanan berserat.
Dalam keadaan normal, ketika bahan makanan yang kan dicerna
memasuki kolon, air dan elektrolit di absorbsi melewati membrane
penyerapan. Penyerapan tersebut berakibat pada perubahan bentuk feses dari
bentuk cair menjadi bentuk yang lunak dan berbentuk. Ketika feses melewati
rectum, feses menekan dinding rectum dan merangsang untuk defekasi.
Apabila anak tidak mengkonsumsi cairan secara adekuat, produk dari
pencernaan lebih kering dan padat, serta tidak dapat dengan segera
digerrakkan oleh gerakan peristaltik menuju rectum, sehingga penyerapan
terjadi terus menerus dan feses menjadi semakin kering, padat dan sudah
dikeluarkan serta menimbulkan rasa sakit. Rasa sakit ini menyebabkan anak
malas atau tidak mau buang air besar yang dapat menyebabkan kemungkinan
berkembangnya luka. Proses dapat terjadi bila anak kurang beraktivitas,
menurunnya peristaltik usus dan lain-lain. Hal tersebut menyebabkan sisa

66
metabolisme berjalan lambat yang kemungkinan. Penyerapan air yang
berlebihan.

Bahan makanan sangat dibutuhkan untuk merangsang peristaltik usus


dan pergerakan normal dari metabolisme dalam saluran pencernaan menuju
ke saluran yang lebih besar. Sumbatan dan usus dapat juga menyebabkan
obstipasi.

JENIS OBSTIPASI
1. Obstipasi akut, yaitu rectum tetap mempertahankan tonusnya dan
defekasi timbul secara mudah dengan stimulasi eksativa, supositoria atau
enema.
2. Obstipasi kronik, yaitu rectum tidak kosong dan dindingnya memulai
peregangan berlebihan secar kronik, sehingga tambahan feses yang
datang mencapai tempat ini tanpa meregang rectum lebih lanjut. Reseptor
sensorik tidak memberika respon, dinding rectum faksid dan tidak
mampu untuk berkontraksi secara efektif.
KOMPLIKASI
1. Perdarahan
2. Ulcerasi
3. Obstruksi parsial
4. Diare intermitten
5. Distensi kolon menghilang sensasi regangan rectum yang mengawali
proses defekasi.

MANAJEMEN TERAPI
Penilaian pada saat melakukan manajemen kebidanan :
1. Penilaian asupan makanan dan cairan
2. Penilaian dari kebiasaan usus (Kebiasaan pola makan
3. Penilaian penampakan stress emosional pada anak, yang dapat
mempengaruhi pola defekasi bayi.

67
PENATALAKSANAAN
1. Mencari penyebab
2. Menegakkan kembali kebiasaan defekasi yang normal dengan
memperhatikan gizi, tambahan cairan dan kondisi psikis
3. Pengosongan rectum dilakukan jika tidak ada kemajuan setelah
dianjurkan untuk menegakkan kembali kebiasaan defekasi. Pengosongan
rectum biasa dengan disimpaksi digital, enema minyak zaitun, laksativa.

I. Bayi Meninggal Mendadak

DEFINISI

Sindrom Kematian Bayi Mendadak (SKBM) didefinisikan sebagai


kematian mendadak pada bayi atau anak kecil yang tidak terkirakan pada
anamnesis dan tidak terjelaskan dengan pemeriksaan postmortem menyeluruh,
yang meliputi autopsy, penyidikan terjadinya kematian, dan tinjauan riwayat
medis keseluruhan. Diperlukan autopsy pada semua kematian bayi mendadak dan
tidak diharapkan karena riwayat dan penyidikan terjadinya kematian tidak cukup
untuk mengesampingkan penyebab lain dari sekian banyak penyebab kongenital
dan akuisita. (Lihat Gambar 1.1). (Behrman,dkk. 2012)

SIDS didefinisikan sebagai kematian bayi mendadak di bawah usia 1 tahun yang
tetap tidak dapat dijelaskan setelah pemeriksaan postmortem lengkap, termasuk
penyelidikan terhadap peristiwa kematian dan tinjauan ulang mengenai riwayat
kasus. (Sutarra, dkk. 2009)

Risiko Sindrom Kematian Bayi Mendadak: Suatu keadaan ketika bayi


kurang dari 1 tahun berisiko mengalami kematian mendadak, tidak dapat diduga
berdasarkan riwayat dan tidak dapat dijelaskan dengan pemeriksaan postmortem.
(Carpenito-Moyet. 2007)

SKBM telah dikenal sejak zaman injil. Namun, meskipun upaya yang luas
telah dilakukan, penyebab SKBM tetap belum dketahui. Tidak ada cara yang tepat
untuk identifikasi prospektif, dan tidak ada strategi yang terbukti untuk intervensi.

68
Kelainan perkembangan batang otak atau keterlambatan maturasi yang dikaitkan
dengan neuroregulasi pengendalian kardiorespirasi, regulasi tidur-bangun, dan
keteraturan sirkadian tampaknya merupakan hipotesis yang paling menarik dan
komprehensif. (Behrman,dkk. 2012)

ETIOLOGI

Berbagai teori telah dianjurkan mengenai etiologi SIDS; akan tetapi,


penyebabnya masih tetap tidak diketahui. Hipotesis terkuat adalah bahwa SIDS
berhubungan dengan abnormalitas batang otak dalam regulasi neurologis pada
control kardiorespirasi. Abnormalitas meliputi apnea tidur berkepanjangan,
peningkatan frekuensi jeda inspirasi yang singkat, periode pernapasan berlebihan,
dan gangguan bangkitan responsivitas sehingga meningkatkan karbondioksida
atau menurunkan oksigen. Akan tetapi, apnea tidur bukan penyebab SIDS.
Sebagian besar bayi penderita apnea tidak meninggal, dan hanya sebagian kecil
korban SIDS yang tercatat pernah menderita Kejadian yang benar-benar
mengancam jiwa (Apparent life-threatening events, ALTEs) (Sutarra, dkk. 2009)

Kewaspadaaan Keperawatan berdasarkan temuan riset mempunyai


implikasi penting untuk praktik yang dapat mengurangi SIDS, seperti
menghindari merokok selama kehamilan dan di dekat bayi, mendorong posisi
tidur terlentang, menghindari kasur, bantal dan selimut lunak yang dapat
membentuk, mendorong pemberian ASI dan menghindari lingkungan yang terlalu
panas, selama tidur posisi kepala bayi harus diubah-ubah untuk mencegah
pendataran tengkorak (plagiosefali posisional). (Sutarra, dkk. 2009)

PATOLOGI

Temuan autopsi pada korban SKBM tidak cukup spesifik dan sensitive
untuk menjelaskan penyakit ini. Edema paru ringan dan petekie intrathoraks difus
telah ditemukan. Bukti adanya (penanda jaringan) asfiksia kronis terdapat pada
hampir 66% kasus SKBM. (Behrman,dkk. 2012).

69
Kelainan batang otak pada korban SKBM meliputi astrogliosis, duri-duri
dendritic persisten, dan hipomielinisasi setempat. Daerah primer duri dendritic
batang otak menetap adalah nucleus magnoselular dari farmasio retikularis dan
nuclei dorsal dan soliter nervus vagus. Peningkatan bermakna jumlah astrosit
reaktif di medulla juga telah ditemukan; lokasi peningkatan ini tidak terbatas pada
area yang terkait dengan neuroregulasi pernapasan. Substansi P, transmitter
neuropeptide yang ditemukan pada neuron sensoris primer tertentu system saraf
sentral, terdapat dalam jumlah yang meningkat pada pons kasus SKBM. Sejumlah
kecil subkelompok korban SKBM mempunyai nucleus arkuatus yang hipoplasi;
daerah ini adalah lokasi pengendalian kardirespirasi di medulla ventral dan
terintegrasi dengan daerah-daerah lain yang mengatur fungsi kebangunan
(arousal), autonomy, dan kemosensoris. Jadi berbagai kelainan morfologi yang
diidentifikasi pada korban SKBM meliputi keterlambatan maturasi neuron pada
neuron katekolaminergik medulare dan kenaikan aktivitas di neuron aferen, yang
memberi dukungan patofisiologi pada kelainan pengendalian kardiorespirasi
neuron dan mekanisme tidur-bangun. (Behrman,dkk. 2012).

PATOFISIOLOGI

Temuan postmortem adalah terkait langsung dengan kelainan


perkembangan batang otak dan asfiksiakronis. Perubahan asfiksia adalah akibat
kelainan yang mendasari yang menyebabkan gangguan perkembangan batang
otak atau akibat disfungsi batang otak. Berdasarkan data postmortem dan kelainan
fungsi yang ada pada bayi dengan resiko tinggi untuk SKBM, hipotesis yang
paling kuat untuk menjelaskan SKBM adalah kelainan batang otak dalam
mengendalikan kardiorespiras. Kelainan yang terkait dalam pengaturan tidur-
bangun dan pada pengaturan sikardian juga mungkin. (Behrman,dkk. 2012).

Kemudian dikemukakan pula mengenai laporan autopsi pada kasus SKBM


dalam Mosby’s pediatric nursing reference, Cecily Lynn Betz, Linda A. Sowden –
Ed. 5 – Jakarta : EGC,2009. Laporan autopsi mencakup temuan-temuan berikut:
pemeriksaan eksternal menampakkan badan yang berkembang dan bergizi baik.
Terdapat sedikit secret berlendir, berair, atau berdarah dari lubang hidung. Hampir

70
selalu terdapat sianosis pada bibir dan dasar kuku. Pemeriksaan internal
menunjukkan peradangan subakut pada saluran napas atas dan petekie pada
pleura, pericardium, dan timus (pada 80% kasus). Terdapat edema paru dan
kongesti paru. Autopsi menunjukkan gejala hipoksemia kronis termasuk
perubahan pada batang otak; tetap adanya lemak cokelat, terutama di sekitar
adrenal; dan eritropoiesis hati. Sebagian temuan autopsi ini terdapat pada sekitar
80% kasus SIDS (SKBM), tetapi ketiadaannya tidak dapat menyingkirkan
diagnosis. Factor risiko yang berkaitan dengan terjadinya SIDS tertera pada Tabel
2.2.

Patofisiologi SIDS belum jelas, namun penelitian terbaru berfokus pada


penjelasan-penjelasan berikut.

1. Abnormalitas system saraf pusat (SSP) : khususnya tertundanya


mielinisasi atau gliosis (atau parut) di area pengendali pernapasan di
batang otak.
2. Aritmia jantung primer, khususnya bradikardia akibat penurunan tonus
nervus vagus dan bradikardia yang bersamaan dengan apnea sentral dan
pemanjangan interval QT.
3. Menghirup kembali karbon dioksida : khususnya yang berkaitan dengan
posisi tidur telungkup dan penggunaan perlengkapan tempat tidur yang
lembut.
4. Obstruksi jalan napas : akibat kolaps faring, yang dapat memburuk dengan
posisi tidur telungkup..
5. Kerusakan pengaturan suhu dan pengaruhnya pada pola pernapasan,
sensitivitas kemoreseptor, dan pengendalian jantung.
6. Agens infeksi yang mungkin : septicemia viral.

5. Insidens

Berdasarkan penelitian para ahli, insidens SIDS ialah sbb:

1. SIDS adalah penyebab kematian paling sering sebelum berusia 1 tahun

71
2. Insidens telah berkurang secara signifikan sejak 1989 karena upaya
pendidikan masyarakat
3. SIDS terjadi pada 1 dari setiap 1000 kelahiran hidup di masyarakat umum
4. Sejak tahun 1992, angka SIDS telah berkurang lebih dari 40% dengan
rekomendasi pengenalan tidur telentang
5. Rentang usia insidens puncak adalah 2 sampai 3 bulan; jarang terjadi pada
usia sebelum 2 minggu atau setelah 6 bulan
6. SIDS terjadi musiman pada musim dingin, khususnya Januari
7. Kematian paling sering terjadi antara tengah malam dan pukul 9.00 pagi
8. Distribusi etnik adalah sebagai berikut: 2,5 sampai 6,0 setiap 1000
kelahiran hidup orang Amerika asli dan Afro Amerika; dan 1,0 sampai 2,5
dari setiap kelahiran hidup orang Asia, orang kulit putih, dan Amerika
Latin
9. SIDS diperkirakan mencapai 7000 sampai 10.000 bayi per tahun di
seluruh dunia. (Betz,CL,dkk. 2009)

Semua penelitian insidensi SKBM telah menunjukkan frekuensi pada bayi


kulit hitam lebih tinggi secara bermakna dari pada kulit putih, tidak tergantung
pada factor lain apapun seperti berat lahir rendah, umur ibu muda, atau paritas
tinggi. Penduduk Amerika Asli mempunyai angka SKBM spesifik berat lahir
yang sama dengan pada kisaran umum bayi kulit hitam. Angka SKBM pada
kelompok bayi ras lain, di Amerika Serikat tidak berbeda dengan angka tersebut
pada bayi kulit putih, tetapi asimilasi kelahiran di luar negeri ke dalam budaya
Amerika Serikat dapat dihubungkan dengan kenaikan angka menjadi setingkat
dengan yang ditemukan pada kulit hitam dan Amerika Asli. Beberapa kelompok
etnik di Negara-negara lain dapat mempunyai angka SKBM yang meningkat,
termasuk kelompok Gipsy, Maori, Hawai, dan Filipina. (Behrman,dkk. 2012)

7. Faktor Resiko

Telah banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa posisi supine


(telentang) dapat mengurangi kematian bayi diantaranya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Russel, et.al (2009) yang mengungkapkan bahwa posisi supine

72
dapat menurunkan 40% kematian bayi akibat sudden infant death syndrome
(SIDS).

Dukungan keluarga selama masa berduka akut

1. Berikan konseling pada orang tua dan tekankan bahwa mereka tidak
bersalah atas kematian bayinya.
2. Dorong orang tua untuk mengekspresikan rasa bersalahnya
3. Gunakan keterampilan mendengar yang terapeutik untuk membantu orang
tua dalam proses berduka
4. Berikan privasi yang cukup bagi orang tua untuk menyendiri dengan anak.
(Betz,CL,dkk. 2009)

2. Memberikan Asuhan Pada Neonatus dengan Jejas Persalinan


A. Caput succsedaneum
DEFINISI
Caput adalah pembengkakan difus jaringan lunak kepala yang dapat,
melampaui sutura garis tengah. Caput Suksedaneum adalah
pembengkakan yang edematosa, kadang-kadang ekimotik, dari difus dari
jaringan lunak kulit kepala yang mengenai bagian yang telah dilahirkan

73
selama persalinan verteks. Caput ini dapat meluas menyilang garis tengah
dan menyilang garis sutura. Edema menghilang pada beberapa hari
pertama tidak diperlukan pengobatan khusus, tetapi jika terjadi ekimosis
yang luas, dapat diberikan indikasi foto terapi untuk hiperbilirubinemia.

ETIOLOGI
Kelainan ini akibat sekunder dari tekanan uterus atau dinding
vagina pada kepala bayi sebatas caput dapat juga karena partus lama dan
persalinan dengan vakum ekstrasi. Keadaan ini dapat pula terjadi pada
kelahiran spontan biasanya menghilang dalam 2-3 hari setelah lahir.

TANDA DAN GEJALA


a) Adanya oedema dikepala
b) Tidak tampak suatu lahir
c) Teraba lembut dan lunak
d) Melewati sutura
e) Batas tidak jelas
f) Menghilang pada 2-3 hari tanpa pengobatan
g) Lunak dan legok pada tekanan
h) Pembengkakan difus atau tidak berbatas tegas
i) Tempat dapat berubah
j) Terbesar waktu lahir, kemudian mengecil dan menghilang
beberapa jam kemudian (24-36 jam)
k) Terjadi karena efisi serum

PENATALAKSANAAN
1. Perawatan bayi normal
2. Awasi keadaan umum
3. Lingkungan harus dalam keadaan baik dan cukup ventilasi
4. Pemberian ASI yang adekuat dan mengajarkan pada ibu cara
menyusui dengan posisi tidur
5. Bayi jangan sering diangkat

74
6. Mencegah infeksi dengan perawatan tali pusat dengan baik
7. Memberi penyuluhan pada orang tua tentang keadaan bayi dan cara
perawatan
8. Cukup dengan observasi

B. Cephal Hematoma

DEFINISI CHEPAL HEMATOMA

Cephal hematoma adalah perdarahan sub periosteal akibat kerusakan


jaringan poriestum karena tarikan atau tekanan jalan lahir. Dan tidak pernah
melampaui batas sutura garis tengah. Pemeriksaan x-ray tengkorak
dilakukan, bila dicurigai ada nya faktur (mendekati hampir 5% dari seluruh
cephalhematoma). Tulang tengkorak yang sering terkena adalah tulang
temporal atau parietal ditemukan pada 0,5-2 % dari kelahiran hidup.
(Menurut P.Sarwono.2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal ;
Bagus Ida Gede Manuaba. 1998; Prawiraharjo, Sarwono. 2002. Ilmu
Kebidanan)

Cephal hematoma adalah pembengkakan pada daerah kepala yang


disebabkan karena adanya penumpukan darah akibat pendarahan pada
subperiostinum. ( Vivian nanny lia dewi, 2010 ) ). Kelainan ini agak lama
menghilang (1-3 bulan). Pada gangguan yang luas dapat menimbulkan

75
anemia dan hiperbilirubinemia. Perlu pemantauan hemoglobin, hematokrik,
dan bilirubin. Aspirasi darah dengan jarum tidak perlu di lakukan.
(Sarwono Prawirohardjo,2007).

ETIOLOGI CEPHAL HEMATOMA

Hematoma dapat terjadi karena :

a) Persalinan lamaPersalinan yang lama dan sukar, dapat menyebabkan


adanya tekanan tulang pelvis ibu terhadap tulang kepala bayi, yang
menyebabkan robeknya pembuluh darah.
b) Tarikan vakum atau cunamPersalinan yang dibantu dengan vacum atau
cunam yang kuat dapat menyebabakan penumpukan darah akibat robeknya
pembuluh darah yang melintasi tulang kepala ke jaringan periosteum.
c) Kelahiran sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi.(
Menurut : Prawiraharjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan )

PATOFISIOLOGI CEPHALHEMATOMA

a) Cephal hematoma terjadi akibat robeknya pembuluh darah yang


melintasi tulang kepala ke jaringan poriosteum. Robeknya pembuluh
darah ini dapat terjadi pada persalinan lama. Akibat pembuluh darah
ini timbul timbunan darah di daerah sub periosteal yang dari luar
terlihat benjolan.
b) Bagian kepala yang hematoma biasanya berwarna merah akibat
adanya penumpukan daerah yang perdarahan sub periosteum.(
Menurut : FK. UNPAD. 1985. ObstetriFisiologiBandung )

TANDA DAN GEJALA CEPHAL HEMATOMA

Berikut ini adalah tanda-tanda dan gejala Cephal hematoma:

a) Adanya fluktuasi
b) Adanya benjolan, biasanya baru tampak jelas setelah 2 jam setelah bayi
lahir.

76
c) Adanya chepal hematoma timbul di daerah tulang parietalBerupa benjolan
timbunan kalsium dan sisa jaringan fibrosa yang masih teraba. Sebagian
benjolan keras sampai umur 1-2 tahun. Tempatnya tetap.
d) Kepala tampak bengkak dan berwarna merah, karena perdaraahan
subperiosteum
e) Tampak benjolan dengan batas yang tegas dan tidak melampaui tulang
tengkorak ( tidak melewati sutura).
f) Pada perabaan terasa mula – mula keras kemudian menjadi lunak, tetapi
tidak leyok pada tekanan dan berfluktuasi.
g) Benjolan tampak jelas lebih kurang 6 – 8 jam setelah lahir
h) Benjolan membesar pada hari kedua atau ketiga, pembengkakan terbatas
i) Benjolan akan menghilang dalam beberapa minggu.

PATOFISIOLOGI CEPHAL HEMATOMA

a) Cephal hematoma terjadi akibat robeknya pembuluh darah yang


melintasi tulang kepala ke jaringan poriosteum. Robeknya pembuluh
darah ini dapat terjadi pada persalinan lama. Akibat pembuluh darah
ini timbul timbunan darah di daerah sub periosteal yang dari luar
terlihat benjolan.
b) Bagian kepala yang hematoma bisanya berwarna merah akibat adanya
penumpukan daerah yang perdarahan sub periosteum.( Menurut : FK.
UNPAD. 1985. Obstetri Fisiologi Bandung )

KOMPLIKASI CEPHAL HEMATOMA

a) Ikterus
b) Anemia
c) Infeksi
d) Klasifikasi mungkin bertahan selama > 1 tahun
Gejala lanjut yang mungkin terjadi yaitu anemia dan
hiperbilirubinemia. Jarang menimbulkan perdarahan yang
memerlukan transfusi, kecuali bayi yang mempunyai gangguan

77
pembekuan Kadang-kadang disertai dengan fraktur tulang tengkorak
di bawahnya atau perdarahan intra kranial.

PENATALAKSANAAN

Cephal hematoma umumnya tidak memerlukan perawatan khusus.


Biasanya akan mengalami resolusi khusus sendiri dalam 2-8 minggu
tergantung dari besar kecilnya benjolan. Namun apabila dicurigai adanya
fraktur, kelainan ini akan agak lama menghilang (1-3 bulan) dibutuhkan
penatalaksanaan khusus antara lain :

1) Cegah infeksi bila ada permukan yang mengalami luka maka jaga
agar tetap kering dan bersih.
2) Tidak boleh melakukan massase luka/benjolan Cephal hematoma
3) Pemberian vitamin K
4) Pemeriksaan radiologi, bila ada indikasi gangguan nafas, benjolan
terlalu besar observasi ketat untuk mendeteksi perkembangan.
5) Pantau hematokrit
6) Rujuk, bila ada fraktur tulang tengkorak, cephal hematoma yang
terlalu besar
7) Bila tidak ada komplikasi, tanpa pengobatan khusus akan sembuh /
mengalami resolusi dalam 2 – 8 minggu
8) Bayi dengan Cephal hematoma tidak boleh langsung disusui oleh
ibunya karena pergerakan dapat mengganggu pembuluh darah
yang mulai pulih.(Menurut : Manuaba. Ida Bagus Gede, 1998.
Ilmu Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan)

C. Trauma Pada Fleksus Brachialis


DEFINISI FLEKSUS BRANCHIALIS
Fleksus brachialis adalah anyaman (latin : fleksus ) serat saraf yang
berjalan dari tulang belakang C4-T1, kemudian melewati bagian leher dan
ketiak, dan akhirnya keseluruh lengan ( atas dan bawah ). Serabut saraf

78
akan didistribusikan kebeberapa bagian lengan. Jaringan saraf dibentuk
oleh cervical yang bersambuangan dengan dada dan tulang belakang urat
dan pengadaan di lengan dan bagian bahu.
Etiologi Trauma Fleksus Brakhialis Pada Bayi Baru Lahir
Trauma fleksus brakhialis pada bayi dapat terjadi karena beberapa factor
antara lain
1) Faktor bayi sendiri :
- Makrosomia - Presentasi ganda
- Letak sunsang - Distosia bahu
- Malpresentasi - Bayi kurang bulan
2) Faktor ibu :
- ibu sefalo pelvic disease (panggul ibu yang sempit)
- umur ibu yang sudah tua
- adanya penyulit saat persalinan
3) faktor penolong persalinan
 tarikan yang berlebihan pada kepala dan leher saat menolong
kelahiran bahu pada presentasi kepala
 tarikan yang berlebihan pada bahu pada presentasi bokong

TANDA DAN GEJALA BAYI DENGAN TRAUMA FLEKSUS


BRAKHIALIS
1. gangguan motorik pada lengan atas
2. paralisis atau kelumpuhan pada lengan atas dan lengan bawah
3. lengan atas dalam keadaan ekstensi dan abduksi
4. jika anak diangkat maka lengan akan lemas dan tergantung
5. reflex moro negative
6. tangan tidak bisa menggenggam
7. reflex meraih dengan tangan tidak ada

TRAUMA PADA FLEKSUS BRACHIALIS

Proses kelahiran sangat dipengaruhi oleh kehamilan. Dalam kehamilan


yang tidak ada gangguan, diharapkan kelahiran bayi yang normal, di mana bayi

79
dilahirkan cukup bulan, pengeluaran dengan tenaga ibu mengedan denga cara
tidak dipaksakan dan kontaraksi kandung ramin tanpa mengalami akfiksi yang
berat maupun trauma lahir seperti trauma pada fleksus brachialis

Macam-macam plesksus brachialis yaitu :

1. Paralis wajah dan cedera pleksus brachialis

Cedera pada wajah termasuk memar karena penggunaan forsep atau


paralis wajahyang disebabkan oleh forsep maupun tekanan sakkrum ibu.
Tanda-tanda paralis wajah termasuk wajah asimetris. Salah satu mata
mungkin tetap terbuka. Tindakan kebidanan dapat meliputi konsultasi
penggunaan pelindung mata ( eye patch) dan tetesan mata untuk lubrikasi.
Paralis ini bersifat sementara.

Cedera fleksus brachialis dapat terjadi saat prenatal atau selama proses
kelahiran saat traksi digunakan di leher. Cedera tersebut dapat terjadi pada
kelahiran persentasi bokong atau kelahiran yang diperberat distosia bahu.
Bahu baru lahir yang mengalami cedera fleksus brachialis rewel dan
merasa nyeri. Manifentasi cedera bergantung pada radiks saraf yang
terkena dan derajat cedera. Radiks saraf dapat terkena adalah radiks saraf
servikal C5 dan C6( paralis Erb-Duchenne ), radiks C8 dan T1 ( paralis
Klumpke ), arau keduanya.

Tanda-tanda fisik paralisis Erb-Duchenne termasuk hilangnya


pergerakan secara pada lengan yang terkena dengan aduksi pada bagian
bawah lengan tersubut. Hal ini menyebabkan karakteristik tanda “tip
pelayanan” (waiter's tip) yang ditandai denga totasi iternal bagian bawah
lengan dengan jari dan pergelangan tangan fleksi. Refles menggenggam
tidak terganggu, tetapi reflex moro lemah pada sisi yang terkena.

Pada paralisis Klumpke, refles genggam hilang dan tangan bayi dalam
postur seperti mencakar. Cedera fleksus brachialis sering terjadi dan
ditemukan pada hampir 1 dalam tersebut Biasanya terjadi setelah suatu
persalinan yang sulit, namun kadangkala sesudah persalinan yang

80
tampaknya mudah, bayi baru lahir dengan mengalami
kelumpuhan. Paralisis Dukchenne atau Erb meliputi paralisis mulkulus
deltoideus dan infraspinatus disamping lengan tanpak lemas dan
tergantung disisi tubuh, dengan lengan bawah dalam keadaan ekstensi
serta rotasi ke dalam. Fungsi jari-jari tangan biasanya tidak terganggu.
Lesi ini terjadi akibat regangan atau robekan pada radiks superior pleksus
brachialis yang mudah mengalami tegangan ekstrim akibat tarikan kepala
ke lateral, sehingga denag tajam memfleksikan pleksus tersebut kea rah
salah satu bahu.

Mengingat traksi dengan arah ini sering dilakukan untuk melahirkan


bahu pada presentasi verteks yang normal, paralisis Erb dapat tejadi pada
persalinan yang tampak mudah. Karena itu, dalam melakukan ekstraksi
kedua bahu bayi, kita harus berhati-hati agar tidak melakukan flaksi lateral
leher yang berlebihan. Yang paling sering terjadi, pada kasus dengan
persentasi kepala, janin yang menderita paralisis ini memiliki ukuran khas
abnormal yang besar, yaitu denga berat 4000 gram atau lebih.

Pada ekstraksi bokong, kita harus memberikan perhatian terutama


untuk mencegah ekstensi kedua lengan lewat kepala. Lengan yang ektensi
bukan saj memperlambat persalinan bokong namun juga meningkatkan
resiko paralisis. Prognosis keadaan ini biasanya baik bial dilakukan
fisioterapi segera dan tepat. Namun, demikian kadangkala terdapat kasus
yag tidak berhasil diatasi denagn segalah tindakan dan lengan bayi
mengalami paralisis permanen.

Yang lebih jarang terjadi, trauma terbatas pada nervus bagian distal
dari pleksus brachialis yang menimbulkan paralisis tangan atau
paralisis Klumpke.

Penatalaksanaan kebidanan meliputi rujukan untuk membebat yang


terkena dekat dengan tubuh dan konsultasi dengan tim pediatric. Orang tua
harus dianjurkan untuk sebisa mungkin menghindari menyentuh
ekstremitas yang tekena selama minggu pertama karena adanya nyeri.

81
Orang tua dapat diyakinkan bahwa pada mayoritas kasus, paralisis hilang
dalam 3-6 bulan, dengan perbaikan awal dibuktikan dalam beberapa
minggu. Terapi ini bermanfaat setelah pembengkakan pertama berkurang.

Cedera pada radiks lebih tinggi, yaitu pada pleksus brachialis (C3-C5)
dapat menyebabkan tanda gangguan pernapasan yang signifikan karena
paralisis saraf frenikus dan gangguan diafragma. Bayi baru lahir yang
mengalami tipe cedera saraf ini bernapas sangat dangkal dengan ekskursi
pernapasan dan memerlukan dukungan pernapsan agresif saat lahir.

2. Paralisis fleksus brachialis


Timbul akibat tarikan kuat pada leher bayi, misal pada distosia
bahu atau persalinan sunsang.
Kelainan ini terdiri atas :
a. Paralisis Duchenne – Erb yaitu mengenai lengan atas dipersarafi
cabang-cabang C5-C6,lengan dalam dengan ektensidan aduksi
dengan refleks biseps dan refleks Moro negatif atau dengan
pengertian lain adalah kelumpuan bagian tubuh yang disarafi oleh
cabang-cabang C5 dan C6 dari fleksus brachialis.disini terdapat
kelemahan untuk fleksi, abduksi, serta memutar keluar, disertai
hilangnya refleks biseps dan Moro. Jadi bayi diangkat maka lengan
yang lumpuh akan tergantung lemas.
b. Paralisis Klumpke, yaitu mengenai lengan bawah yang depersarafi
cdabang-cabang C8-T1,sangat jarang ditemukan atau dengan kata
lain kelumpuhan bagian-bagian tubuh yang disarafi oleh cabang
C8-T1 dari fleksus brachialis. Disini terdapat kelemahan otot-otot
freksor pergelangan tangan, sehingga bayi kehilangan refkes
mengepal.
Kelainan ini timbul akibat tarikan yang kuat didaerah leher pada
saat lahirnya bayi, sehingga terjadi kerusakan pada fleksus brachialis. Hal
ini ditemukan pada persalinan sunsang apabilah dilakukan traksiyang kuat
dalam usaha melahirkan kepala bayi. Pada persalinan presentasi kepala,
kelainan dapat terjadi pada janin pada bahu lebar.

82
Pengobatan ialah dengan imobilisasi lengan yang lumpuh dalam
posisi lengan atas abduksi 90⁰,siku fleksi 90⁰disertai supinasi lengan
bawah dan pergelangan tangan dalam ekstensi, selain 12 jam sehari,
disertai massege dan latihan gerak. Atau penaggulangannya dengan jalan
meletakkan lengan atas dalam posis abduksi 90⁰ dan putaran keluar. Siku
berada dalam fleksi 90⁰ disertai supinasi lengan bawah dengan ektensi
pergelangan dan telapak tangan menghadap kedepan. Penyembuhan
biasanya setelah beberapa hari, kadang-kadang 3-6 bulan. Atau
penyembuhan berpariasi antara 2 bulan sampai 2 tahun

3. Brachialis palsi

a. Pengertian
Kelumpuhan pada fleksus brachialis.
b. Penyebab
1) Tarikan lateral pada kepala dan leher pada waktu melahirkan bahu
presentasi kepala
2) Apabilah dengan entensi melewati kepala pada presentasi bokong
atau terjadi tarikan yang berlebihan pada bahu
c. Gejala
1) Gangguan motorik lengan atas
2) Lengan atas dalam kedudukan ekstansi dan abduksi
3) Jika anak diangkat maka lengan akan lemas tergantung
4) Refleks moro negatif
5) Hiperekstensi dan fleksi pada jari-jari
6) Refleks meraih dengan tangan tidak ada
7) Paralisis dari lengan atas dan lengan bawah “Gejala-gejala tersebut
tergantung besar kecilnya kelumpuhan”

d. Penatalaksanaan
1) Immobilisasi parsial dan penempatan lengan yang sesuai untuk
mencegah terjadinya kontraktur

83
2) Beri penguat atau bidai selama 1-2 minggu pertama kehidupannya.
Caranya :
 letakkan tangan bayi yang lumpuh disamping kepalanya yaitu
perban pada pergelangan tangan bayi kemudian dipanitikan
dengan bantal atau seprei disamping kepalanya
3) Rujuk segera kerumah sakit

PENYEBAB TRAUMA FLEKSUS BRANCIALIS

Ada banyak penyebab kemungkinan lesi pleksus brachialis. Trauma


adalah penyebabyang paling sering, selain itu juga konpresi local seperti pada
tumor ideopatik, radiasi, post operasi dan cedera pada lahir.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan radiografi

a) Foto vetebra vertical untuk mengetahui apakah ada fraktur pada


vertebra vertical
b) Foto bahu untuk mengetahui apakah ada fraktur scapula, klavekula dan
hemerus
c) terapi okupasi terutama diperlukan untuk memelihara luas gerak sendi
bahu,
d) membuat ortesa yang tepat untuk membantu fungsi tangan, siku dan
lengan,
e) mengotrol edema deficit sensorik.

D. Fraktur Klavikula dan Fraktur Humerus


FRAKTUR HUMERUS
DEFINISI FRAKTUR HUMERUS
Mansjoer, Arif, (2000) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. ( Linda Juall C 1999) Fraktur
adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.

84
Fraktur Humerus menurut (Mansjoer, Arif, 2000) yaitu diskontinuitas atau
hilangnya struktur dari tulang humerus. Sedangkan menurut ( Sjamsuhidayat 2004
) Fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh
benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung.
Fraktur humerus adalah Kelainan yang terjadi pada kesalahan teknik
dalam melahirkan lengan pada presentasi puncak kepala atau letak sungsang
dengan lengan membumbung ke atas. Pada keadaan ini biasanya sisi yang terkena
tidak dapat digerakkan dan refleks Moro pada sisi tersebut menghilang.
Fraktur tulang humerus umumnya terjadi pada kelahiran letak sungsang dengan
tangan menjungkit ke atas. Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit
merupakan penyebab terjadinya tulang humerus yang fraktur. Pada kelahiran
presentasi kepala dapat pula ditemukan fraktur ini, jika ditemukan ada tekanan
keras dan langsung pada tulang humerus oleh tulang pelvis. Jenis frakturnya
berupa greenstick atau fraktur total.

KLASIFIKASI DARI FRAKTUR HUMERUS


Fraktur atau patah tulang humerus terbagi atas :
1. Fraktur Suprakondilar humerus, ini terbagi atas:
 Jenis ekstensi yang terjadi karena trauma langsung pada humerus distal
melalui benturan pada siku dan lengan bawah pada posisi supinasidan
lengan siku dalam posisi ekstensi dengan tangan terfikasi.
 Jenis fleksi pada anak biasanya terjadi akibat jatuh pada telapak tangan
dengan tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku dalam
posisi sedikit fleksi.
2. Fraktur interkondiler humerus
Fraktur yang sering terjadi pada anak adalah fraktur kondiler
lateralis dan fraktur kondiler medialis humerus
3. Fraktur batang humerus
Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung yang mengakibatkan
fraktur spiral (fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi)
4. Fraktur kolum humerus

85
Fraktur ini dapat terjadi pada kolum antomikum (terletak di bawah
kaput humeri) dan kolum sirurgikum (terletak di bawah tuberkulum).

ETIOLOGI FRAKTUR HUMERUS


Fraktur tulang humerus umumnya terjadi pada kelahiran letak sungsang
dengan tangan menjungkit ke atas. Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit
merupakan penyebab terjadinya tulang humerus yang fraktur. Pada kelahiran
presentasi kepala dapat pula ditemukan fraktur ini, jika ditemukan ada tekanan
keras dan langsung pada tulang humerus oleh tulang pelvis. Jenis frakturnya
berupa greenstick atau fraktur total. Fraktur menurut Strek,1999 terjadi paling
sering sekunder akibat kesulitan kelahiran (misalnya makrosemia dan disproporsi
sefalopelvik, serta malpresentasi).

PATOFISIOLOGI FRAKTUR HUMERUS


Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah
trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang
merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al,
1993)

GEJALA FRAKTUR HUMERUS


 Berkurangnya gerakan tangan yang sakit
 Refleks moro asimetris
 Terabanya deformitas dan krepotasi di daerah fraktur disertai rasa sakit

86
 Terjadinya tangisan bayi pada gerakan pasif
 Letak fraktur umumnya di daerah diafisi. Diagnosa pasti ditegakkan dengan
pemeriksaan radiologik.

GEJALA KLINIS FRAKTUR HUMERUS


 Diketahui beberapa hari kemudian dengan ditemukan adanya gerakan kaki
yang berkurang dan asimetris.
 Adanya gerakan asimetris serta ditemukannya deformitas dan krepitasi pada
tulang femur.
 Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan radiologik.

PENANGANAN FRAKTUR HUMERUS


 Imobilisasi lengan pada sisi bayi dengan siku fleksi 90 derajat selama 10
sampai 14 hari serta control nyeri.
 Daya penyembuhan fraktur tulang bagi yang berupa fraktur tulang tumpang
tindih ringan dengan deformitas, umumnya akan baik.
 Dalam masa pertumbuhan dan pembentukkan tulang pada bayi, maka tulang
yang fraktur tersebut akan tumbuh dan akhirnya mempunyai bentuk panjang
yang normal

FRAKTUR CLAVICULA
DEFINISI FRAKTUR CLAVICULA
Fraktur adalah retaknya tulang, biasanya disertai dengan cedera di
jaringan sekitarnya. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat
tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma
tidak langsung.
Clavicula merupakan tulang yang berbentuk huruf S, bagian medial
melengkung lebih besar dan menuju ke anterior. Lengkungan bagian lateral lebih
kecil dan menghadap ke posterior. Ujung medial clavicula disebut extremitas
sternalis, membentuk persendian dengan sternum, dan uJung lateral disebut
extremitas acromialis, membentuk persendian dengan acromion. Facies superior
clavicula agak halus, dan pada facies inferior di bagian medial terdapat tuberositas

87
costalis. Disebelah lateral tuberositas tersebut terdapat sulcus subclavius, tempat
melekatnya m. Subclavius, dan disebelah lateralnya lagi terdapat tuberositas
coracoidea, tempat melekat lig. Coracoclaviculalis.
Clavicula adalah tulang yang paling pertama mengalami pertumbuhan
pada masa fetus, terbentuk melalui 2 pusat ossifikasi atau pertulangan primer
yaitu medial dan lateral clavicula, dimana terjadi saat minggu ke-5 dan ke-6 masa
intrauterin. Kernudian ossifikasi sekunder pada epifise medial clavicula
berlangsung pada usia 18 tahun sampai 20 tahun. Dan epifise terakhir bersatu
pada usia 25 tahun sampai 26 tahun.
Pada tulang ini bisa terjadi banyak proses patologik sama seperti pada
tulang yang lainnya yaitu bisa ada kelainan congenital, trauma (fraktur),
inflamasi, neoplasia, kelainan metabolik tulang dan yang lainnya. Fraktur
clavicula bisa disebabkan oleh benturan ataupun kompressi yang berkekuatan
rendah sampai yang berkekuatan tinggi yang bisa menyebabkan terjadinya fraktur
tertutup ataupun multiple trauma.
Fraktur ini merupakan jenis yang tersering pada bayi baru lahir,yang
mungkin terjadi apabila terdapat kesulitan mengeluarkan bahu pada persalinan.
Hal ini dapat timbul pada kelahiran presentasi puncak kepala dan pada lengan
yang telentang pada kelahiran sungsang. Gejala yang tampak pada keadaan ini
adalah kelemahan lengan pada sisi yang terkena, krepitasi, ketidakteraturan tulang
mungkin dapat diraba, perubahan warna kulit pada bagian atas yang terkena
fraktur serta menghilangnya refleks Moro pada sisi tersebut. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan palpasi dan foto rontgent. Penyembuhan sempurna terjadi
setelah 7-10 hari dengan imobilisasi dengan posisi abduksi 60 derajat dan fleksi
90 derajat dari siku yang terkena.

EPIDEMIOLOGI FRAKTUR CLAVICULA


Menurut data epidemiologi pada orang dewasa insiden fraktur clavicula
sekitar 40 kasus dari 100.000 orang, dengan perbandingan laki-laki perempuan
adalah 2 : 1. Fraktur pada midclavicula yang paling sering terjadi yaitu sekitar
85% dari semua fraktur clavicula, sementara fraktur bagian distal sekitar 10% dan
bagian proximal sekitar 5%.

88
Sekitar 2% sampai 5% dari semua jenis fraktur merupakan fraktur
clavicula. Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeon, frekuensi fraktur
clavicula sekitar 1 kasus dari 1000 orang dalam satu tahun. Fraktur clavicula juga
merupakan kasus trauma pada kasus obstetrik dengan prevalensi 1 kasus dari 213
kasus kelahiran anak yang hidup.

ETIOLOGI FRAKTUR CLAVICULA


Penyebab farktur clavicula biasanya disebabkan oleh trauma pada bahu
akibat kecelakaan apakah itu karena jatuh atau kecelakaan kendaraan bermotor,
namun kadang dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non traumatik. Berikut
beberapa penyebab pada fraktur clavicula yaitu :
1) Fraktur clavicula pada bayi baru lahir akibat tekanan pada bahu oleh
simphisis pubis selama proses melahirkan.
2) Fraktur clavicula akibat kecelakaan termasuk kecelakaan kendaraan
bermotor, jatuh dari ketinggian dan yang lainnya.
3) Fraktur clavicula akibat kompresi pada bahu dalam jangka waktu lama,
misalnya pada pelajar yang menggunakan tas yang terlalu berat.
4) Fraktur clavicula akibat proses patologik, misalnya pada pasien post
radioterapi, keganasan clan lain-lain.
Penyebab farktur clavicula biasanya disebabkan oleh trauma pada bahu
akibat trauma jalan lahir dengan gejala:
1. Bayi tidak dapat menggerakkan lengan secara bebas pada sisi yang terkena,
2. Krepitasi dan ketidakteraturan tulang,
3. Kadang-kadang disertai perubahan warna pada sisi fraktur,
4. Tidak adanya refleks moro pada sisi yang terkena,
5. Adanya spasme otot sternokleidomastoideus yang disertai dengan hilangnya
depresi supraklavikular pada daerah fraktur.
6. Biasanya diikuti palsi lengan

Faktor predisposisi fraktur klavikula adalah:


1. Bayi yang berukuran besar
2. Distosia bahu

89
3. Partus dengan letak sungsang
4. Persalinan traumatic .
Pengklasifikasian fraktur clavicula didasari oleh lokasi fraktur pada
clavicula tersebut. Ada tiga lokasi pada clavicula yang paling sering mengalami
fraktur yaitu pada bagian midshape clavikula dimana pada anak-anak berupa
greenstick, bagian distal clavicula dan bagian proksimal clavicula.
Menurut Neer secara umum fraktur klavikula diklasifikasikan menjadi tiga
tipe yaitu :
1) Tipe I : Fraktur pada bagian tengah clavicula. Lokasi yang paling sering
terjadi fraktur.
2) Tipe II : Fraktur pada bagian distal clavicula. Lokasi tersering kedua
mengalami fraktur setelah midclavicula.
3) Tipe III : Fraktur pada bagian proksimal clavicula. Fraktur yang paling jarang
terjadi dari semua jenis fraktur clavicula, insidensnya hanya sekitar 5%.

Ada beberapa subtype fraktur clavicula bagian distal, menurut Neer ada 3 yaitu:
1) Tipe I : merupakan fraktur dengan kerusakan minimal, dimana ligament
tidak mengalami kerusakan.
2) Tipe : merupakan fraktur pada daerah medial ligament coracoclavicular.
3) Tipe III : merupakan fraktur pada daerah distal ligament coracoclavicular dan
melibatkan permukaan tulang bagian distal clavicula pada AC joint.

DIAGNOSIS FRAKTUR CLAVICULA


Hasil pemeriksaan
1. Adanya pembengkakan pada sektor daerah fractur.
2. Krepitasi.
3. Pergerakan lengan berkurang.
4. Iritable selama pergerakan lengan.
Diagnosis RO tidak selalu diindikasikan, 80% tidak mempunyai gejala dan
hanya didapatkan hasil pemeriksaan yang minimal.

90
PENATALAKSANAAN FRAKTUR CLAVICULA
Adapun penatalaksanaan terhadap bayi yang mengalami fraktur klavikula,
yaitu:
1) Bayi jangan banyak digerakkan
2) Immobilisasi lengan dan bahu pada sisi yang akit dan abduksi lengan
dalam stanhoera menopang bahu belakang dengan memasang ransel
verband
3) Rawat bayi dengan hati-hati
4) Nutrisi yang adekuat (pemberian asi yang adekuat dengan cara
mengajarkan pada ibu acar pemberian asi dengan posisi tidur, dengan
sendok atau pipet)
5) Rujuk bayi kerumah sakit
Umumnya 7-10 hari sakit berkurang, pembentukan kalus bertambah
beberapa bulan (6-8 minggu) terbentuk tulang normal.

91
MEMBERI ASUHAN PADA NEONATUS DENGAN
KELAINAN BAWAAN DAN PENATALAKSANAANNYA

A. Labioskizis dan Labiopalatoskizis

PENGERTIAN LABIOSKISIS DAN LABIOSPALATOSKISIS


Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan
bentuk pada struktur wajah). Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan
oleh gagalnya propsuesus nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama
perkembangan embriotik.
Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi karena
kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik. Labio Palato
skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut, palato
skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama
perkembangan embrio.

KLASIFIKASI
1. Berdasarkan organ yang terlibat
a) Celah di bibir (labioskizis)
b) Celah di gusi (gnatoskizis)
c) Celah di langit (palatoskizis)
d) Celah dapat terjadi lebih dari satu organ mis = terjadi di bibir dan
langit-langit (labiopalatoskizis)
2. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk

92
a) Unilateral Incomplete : Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah
satu sisi bibir dan tidak memanjang hingga ke hidung.
b) Unilateral complete : Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah
satu bibir dan memanjang hingga ke hidung.
c) Bilateral complete : Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi
bibir dan memanjang hingga ke hidung.

ETIOLOGI

Penyebab terjadinya labioskizis dan labiopalatoskizis belum diketahui


dengan pasti. Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa labioskizis dan
labiopalatoskizis muncul sebagai akibat dari kombinasi faktor genetik danfactor-
faktor lingkungan.
Di Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan bahwa
40% orang yang mempunyai riwayat keluarga labioskizis akan mengalami
labioskizis. Kemungkinan seorang bayi dilahirkan dengan labioskizis meningkat
bila keturunan garis pertama (ibu, ayah, saudarakandung) mempunyai riwayat
labioskizis. Ibu yang mengkonsumsi alcoholdan narkotika, kekurangan vitamin
(terutama asam folat) selama trimester pertama kehamilan, atau menderita
diabetes akan lebih cenderung melahirkan bayi/ anak dengan labioskizis.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. Faktor
tersebut antara lain, yaitu :

1. Faktor genetik atau keturunan.


Dimana material genetik dalam kromosom yang mempengaruhi. Dimana
dapat terjadi karena mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap
sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang
kromosom non-sex (kromsom 1 s/d 22) dan 1 pasang kromosom sex
(kromosom X dan Y) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita
bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai
kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom
pada setiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain
menyebabkan bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada

93
perkembangan otak, jantung, dan ginjal. Namun kelianan ini sangat jarang
terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000 bayi yang lahir.
2. Kurang nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6. Vitamin C pada waktu
hamil, kekurangan asam folat.
3. Radiasi.
4. Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.
5. Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi
Rubella dan sifilis, toxoplasmosis dan klamidia.
6. Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal,
akibat toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan alkohol, terapi
penitonin.
7. Multifaktoral dan mutasi genetik.
8. Diplasia ektodermal.

PATOFISIOLOGI
Labioskizis terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan frominem
maksilaris dengan frominem medial yang diikuti disrupsi kedua bibir rahang
dan palatum anterior. Masa krisi fusi tersebut terjadi sekitar minggu keenam
pascakonsepsi. Sementara itu, palatoskizis terjadi akibat kegagalan fusi
dengan septum nasi. Gangguan palatum durum dan palatum molle terjadi
pada kehamilan minggu ke-7 sampai minggu ke-12.
Cacat terbentuk pada trimester pertama kahemilan, prosesnya karena
tidak terbentuknya mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang
telah menyatu (proses nasalis dan maksilaris) pecah kembali.
Labioskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris
dengan prominan nasalis dan maksilaris dengan prominan nasalis medial
yang diikuti disfusi kedua bibir, rahang dan palatum pada garis tengah dan
kegagalan fusi septum nasi. Gangguan fusi palatum durum serta paltum
molle terjadi sekitar kehamilan ke- 7 sampai 12 minggu.

94
TANDA DAN GEJALA
Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :

1. Terjadi pemisahan langit-langut


2. Terjadi pemisahan bibir
3. Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit
4. Infeksi telinga berulang, berat badan tidak bertambah
5. Pada bayi tidak terjadi regurgitas nasal ketika menyusui yaitu keluarnya
air susu dari hidung.

KOMPLIKASI
Keadaan kelainan pada wajah seperti bibir sumbing ada beberapa
komplikasi karenanya, yaitu ;

1. Kesulitan makan, dialami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti
dengan celah palatum. Memerlukan penanganan khusus seperti dot
khusus, posisi makan yang benar dan juga kesabaran dalam memberi
makan pada bayi bibir sumbing. Merupakan masalah pertama yang
terjadi pada bayi penderita labioskizis dan labiopalatoskizis. Adanya
labioskizis dan labiopalatoskizis memberikan kesulitan pada bayi untuk
melakukan hisapan pada payudaraibu atau dot. Tekanan lembut pada
pipi bayi dengan labioskizis mungkin dapat meningkatkan kemampuan
hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan
reflek menelan pada bayi dengan labioskizis tidak sebaik bayi normal,
dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu.
Memegang bayi dengan posisi tegak urus mungkin dapat membantu
proses menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala
juga daapt membantu. Bayi yang hanyamenderita labioskizis atau
dengan labiopalatoskizis biasanya dapat menyusui, namun pada bayi
dengan labioplatoschisis biasanya membutuhkan penggunaan dot
khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga

95
hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi denganlabiopalatoskizis dan bayi
dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu.
2. Infeksi teilnga dikarenakan tidak berfungsi dengan baik saluran yang
menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan jika tidak
segera diatasi maka akan kehilangan pendengaran. Anak dengan
labiopalatoskizis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena
terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang
mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.
3. Kesulitan berbicara. Otot-otot untuk berbicara mengalami penurunan
fungsi karena adanya celah. Hal ini dapat mengganggu pola berbicara
bahkan dapat menghambatnya.
Pada bayi dengan labiopalatoskizis biasanya juga memiliki
abnormalitas.pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat
palatu mmole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka
didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of
speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otototot
tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongga nasalpada saat bicara mungkin
tidak dapat kembali sepenuhnya normal. Anak mungkin mempunyai kesulitan
untuk menproduksi suara/ kata “p, b, d, t,h, k, g, s, sh, and ch”, dan terapi
bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu. Masalah gigi. Pada celah
bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh, sehingg perlu
perawatan dan penanganan khusus. Anak yang lahir dengan labioskizis dan
labiopalatoskizis mungkin mempunyai masalah tertentu yang berhubungan
dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada arean dari
celah bibir yang terbentuk.

PENATALAKSANAAN

1. Pemberian ASI secara langsung dapat pula diupayakan jika ibu


mempunyai refleks mengeluarkan air susu dengan baik yang mungkin
dapat dicoba dengan sedikit menekan payudara.
2. Bila anak sukar mengisap sebaiknya gunakan botol peras (squeeze
bottles), untuk mengatasi gangguan mengisap, pakailah dot yang

96
panjang dengan memeras botol maka susu dapat didorong jatuh di
belakang mulut hingga dapat diisap. Jika anak tidak mau, berikan
dengan cangkir dan sendok.
3. Dengan bantuan ortodontis dapat pula dibuat okulator untuk menutup
sementara celah palatum agar memudahkan pemberian minum, dan
sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum dapat melakukan
tindakan bedah.
4. Tindakan bedah, dengan kerja sama yang baik antara ahli bedah,
ortodontis, dokter anak, dokter THT, serta ahli wicara.

SYARAT LABIOPLASTI (RULE OF TEN)

1. Umur 3 bulan atau > 10 minggu


2. Berat badan kira-kira 4,5 kg/10 pon
3. Hemoglobin > 10 gram/dl
4. Hitung jenis leukosit < 10.000

SYARAT PALAPLASTI
Palatoskizis ini biasanya ditutup pada umur 9-12 bulan menjelang anak
belajar bicara, yang penting dalam operasi ini adalah harus memperbaiki
lebih dulu bagian belakangnya agar anak bisa dioperasi umur 2 tahun. Untuk
mencapai kesempurnaan suara, operasi dapat saja dilakukan berulang-ulang.
Operasi dilakukan jika berat badan normal, penyakit lain tidak ada, serta
memiliki kemampuan makan dan minum yang baik. Untuk mengetahui
berhasil tidaknya operasi harus ditunggu sampai anak tersebut balajar bicara
antara 1-2 tahun.

1. Jika sengau harus dilakukan terapi bicara (fisioterapi otot-otot bicara).


2. Jika terapi bicara tidak berhasil dan suara tetap sengau, maka harus
dilakukan faringoplasti saat anak berusia 8 tahun.

97
Faringoplasti ialah suatu pembebasan mukosa dan otot-otot yang
kemudian didekatkan satu sama lain. Pada faringoplasti hubungan antara
faring dan hidung dipersempit dengan membuat klep/memasang klep dari
dinding belakang faring ke palatom molle. Tujuan pembedahan ini adalah
untuk menyatukan celah segmen-segmen agar pembicaraan dapat
dimengerti.

Perawatan yang dilakukan pasca dilakukannya faringoplasti adalah sebagai


berikut:

1. Menjaga agar garis-garis jahitan tetap bersih.


2. Beyi diberi makan atau minum dengan alat penetes dengan menahan
kedua tangannya.
3. Makanan yang diberikan adalah makanan cair atau setengah cair atau
buur saring selama 3 minggu dengan menggunakan alat penetes atau
sendok.
4. Kedua tangan penderita maupun alat permainan harus dijauhkan.

ASUHAN

1. Berikan dukungan emosional dan tenangkan ibu beserta keluarga.


2. Jelaskan kepada ibu bahwa sebagian besar hal penting harus dilakukan
saat ini adalah member makanan bayi guna memastikan pertumbuhan
yang adekuat sampai pembedahan yang dilakukan.
o Jika bayi memiliki sumbing tetapi palatumnya utuh, izinkan bayi
berupaya menyusu.
o Jika bayi berhasil menyusu dan tidak terdapat masalah lain yang
membutuhkan hospitalisasi, pulangkan bayi. Tindak lanjuti dalam
satu minggu untuk memeriksa pertumbuhan dan penambahan berat
badan.
3. Jika bayi tidak dapat menyusu dengan baik karena bibir
sumbing,berikan perasan ASI dengan menggunakan metode pemberian
makanan alternatif (menggunakan sendok atau cangkir).

98
4. Jika bayi memiliki celah palatum, berikan perasan ASI dengan
menggunakan metode pemberian makan alternatif (menggunakan
sendok atau cangkir).
5. Ketika bayi makan dengan baik dan mengalami penambahan berat
badan,rujuk bayi ke rumah sakit tersier atau pusat spesialisasi, jika
memungkinkan untuk pembedahan guna memperbaiki celah tersebut.

B. Atresia Esophagus
DEFINISI

Atresia berarti buntu, atresia esofagus adalah suatu keadaan tidak


adanya lubang atau muara (buntu), pada esofagus (+). Pada sebagian besar
kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan pada ¼ -1/3 kasus
lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi
karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula).

Kelainan lumen esophagus ini biasanya disertai dengan fistula


trakeoesofagus. Atresia esofagaus sering disertai kelainan bawaan lain,
seperti kelainan jantung, kelainan gastroin testinal (atresia duodeni
atresiasani), kelainan tulang (hemivertebrata).

99
ETIOLOGI
Atresia esophagus merupakan multifaktorial dan masih belum
diketahui dengan jelas. Atresia esophagus merupakan suatu kelainan
bawaan pada saluran pencernaan. Terdapat beberapa jenis atresia, tetapi
yang sering ditemukan adalah kerongkongan yang buntu dan tidak
tersambung dengan kerongkongan bagian bawah serta lambung. Atresia
esophagus dan fistula ditemukan pada 2-3 dari 10.000 bayi.

Hingga saat ini, teratogen penyebab kelainan ini masih belum


diketahui. Terdapat laporan yang menghubungkan atresia esophagus
dalam keluarga.juga dihubunterdapat 2% resiko apabila saudara telah
terkena kelainan ini. Kelainan ini juga dihubungkan dengan trisomi 21, 13,
18. Angka kejadian pada anak kembar dinyatakan 6x lebih banyak
dibanding bukan kembar.

MANIFESTASI KLINIS
Biasanya timbul setelah bayi berumur 2-3 minggu, yaitu berupa
muntah yang proyektil beberapa saat setelah minum susu ( yang
dimuntahkan hanya susu ), bayi tampak selalu haus dan berat badan sukar
naik.

a) Biasanya disertai dengan hidramnion (60%) dan hal ini pula yang
menyebabkan kenaikan frekuensi bayi lahir premature, sebaiknya dari
anamnesis didapatkan keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidrmnion
hendaknya dilakukan kateterisasi esophagus . bila kateter berhenti pada
jarak < 10 cm, maka diduga artesia esophagus.
b) Bila pada BBL timbul sesak yang disertai dengan air liur yang meleleh
keluar, dicurigai terdapat atresia esophagus.
c) Segera setelah diberi minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis
karena aspirasi cairan kedalam jalan napas.
d) Pada fistula trakeaesofagus, cairan lambung juga dapat masuk kedalam
paru, oleh karena itu bayi sering sianosis.

100
PATOFISIOLOGI
Motilitas dari esophagus selalu dipengaruhi pada atresia
esophagus. Gangguan peristaltic esophagus biasanya paling sering dialami
pada bagian esophagus distal. Janin dengan atresia tidak dapat dengan
efektif menelan cairan amnion. Sedangkan pada atresia esophagus dengan
fistula trkeoesofageal distal, cairan amnion masuk melaalui trakea
kedalam usus. Polihydramnion bisa terjadi akibat perubahan dari sirkulasi
amnion pada janin.

Neonatus dengan atresia tidak dapat menelan dan akan


mengeluarkan banyak sekali air liur atau saliva. Aspirasi dari saliva atau
air susu dapat menyebabkan aspirasi pneumonia. Pada atresia dengan
distal TEF, sekresi dengan gaster dapat masuk keparu-paru dan
sebaliknya, udara juga dapat bebas masuk dalam saluran pencernaan saat
bayi menangis ataupun mendapat ventilasi bantuan. Keadaan-keadaan ini
bisa menyebabkan perforasi akut gaster yang fatal. Diketahui bahwa
bagian esophagus distal tidak menghasilkan peristaltic dan ini bisa
menyebabkan disfagia setelah perbaikan esophagus dan dapat
menimbulkan reflux gastroesofageal.

Trakea juga dipengaruhi akibat gangguan terbentuknya atresia


esophagus. Trakea abnormal, terdiri dari berkurangnya tulang rawan
trakea dan bertambahnya ukuran otot tranversal pada posterior trakea.
Dinding trakea lemah sehingga mengganggu kemampuan bayi untuk batuk
yang akan mengarah pada munculnya pneumonia yang bisa berulang-
ulang. Trakea juga dapat kolaps bila diberikan makanana atupun air susu
dan ini akan menyebabkan pernapasan yang tidak efektif, hipoksia atau
bahkan bisa menjadi apneo.

KLASIFIKASI
a) Kalasia
Chalasia ialah keadaan bagian bawah esophagus yang tidak dapat
menutup secara baik, sehingga menyebabkan regurgitasi, terutama kalau
bayi dibaringkan. Pertolongan : member makanan dalam posisi tegak,

101
yaitu duduk dalam kursi khusus. Kalasia adalah kelainan yang terjadi pada
bagian bawah esophagus (pada persambungan dengan lambung yang tidak
dapat menutup rapat sehingga bayi sering regurgitasi bila dibaringkan.

b) Akalasia
Ialah kebalikan chalasia yaitu bagian akhir esophagus tidak
membuka secara baik, sehingga keadaan seperti stenosis atau atresia.
Disebut pula spasmus cardio-oesophagus. Sebabnya : karena terdapat
cartilage trachea yang tumbuh ektopik dalam esophagus bagian bawah,
berbentuk tulang rawan yang ditemukan secara mikroskopik dalam
lapisan otot.

c) Classification System Gross


Atresia esophagus disertai dengan fistula trakeoesofageal distal
adalah tipe yang paling sering terjadi. Varisi anatomi dari atresia
esophagus menggunakan system klasifikasi gross of bostom yang sudah
popular digunakan.

Sistem ini berisi antara lain:

 Tipe A : Atresia esophagus tanpa fistula ; atresia esophagus murni


(10%)
 Tipe B : Atresia esophagus dengan TEF proximal (<1%)
 Tipe C : Atresia esophagus dengan TEF distal (85%)
 Tipe D : Atresia esophagus dengan TEF proximal dan distal (<1%)
 Tipe E : TEF tanpa atresia esophagus ; fistula tipe H (4%)
 Tipe F : Stenosis esophagus congenital tanpa atresia (<1%)

KOMPLIKASI
a) Komplikasi Dini
 Kebocoran anastomosis
Terjadi 15-20% dari kasus. Penanganan dengan cara dilakukan
thoracostomy sambil suction terus menerus dan menunggu

102
penyembuhan dan penutupan anastomisis secara spontan, atau dengan
melakukan tindakan bedah darurat untuk menutup kebocoran.

 Struktur anastomisis
Terjadi pada 30-40% kasus. Penanganannya ialah dengan melebarkan
striktur yang ada secara endoskopi.

 Fistula rekuren
Terjadi pada 5-14% kasus.

b) Komplikasi lanjut, mencakup :


 Reflux gastroesofageal
Terjadi 40% kasus. Penanganannya mencakup medikamentosa dan
fundoplication, yaitu tindakan bedah dimana bagian atas lambung
dibungkus ke sekitar bagian bawah esophagus.

 Trakeomalasia
Terjadi pada 10% kasus. Penanganannya ialah dengan melakukan
manipulasi terhadap aorta untuk memberika ruangan bagi trakea agar
dapat mengembang.

 Dismotility Esofagus
Terjadi akibat kontraksi esophagus yang terganggu. Pasien disarankan
untuk makan diselingin dengan minum.

PENATALAKSANAAN
a) Tindakan Sebelum Operasi
Atresia esophagus ditangani dengan tindakan bedah. Persiapan operasi
untuk bayi baru lahir mulai umur 1 hari antara lain :

1) Cairan intravena mengandung glukasa untuk kebutuhan nutrisi


bayi.
2) Pemberian antibiotic broad-spectrum secara intra vena.
3) Suhu bayi dijaga agar selalu hangat dengan menggunakan
incubator, spine dengan posisi fowler, kepala diangkat sekitar 45o.
4) NGT dimasukkan secara oral dann dilakukan suction rutin.

103
5) Monitor vital signs.
Pada bayi premature dengan kesulitan benapas, diperlukan pehatin
khusus. Jelas diperlukan pemasangan endotracheal tube dan ventilator
mekanik. Sebagai tambahan, ada resiko terjadinya distensi berlebihan
ataupun rupture lambung apabila udara respirasi masuk kedalam lambung
melalui fistula karena adanya resistensi pulmonal. Keadaan ini dapat
diminimalisasi dengan memasukkan ujung endotracheal tube sampai
kepintu masuk fistula dan dengan memberikan ventilasi dengan tekanan
rendah.

Echochardiography atau pemerikksaan EKG pada bayi dengan atresia


esophagus penting untuk dilakukan agar segera dapat mengetahui apabila
terdapat adanya kelainan kardiovaskular yang memerlukan penanganan
segera.

b) Tidakan Selama Operasi


Pada umumnya operrasi perbaikan atresia esophagus tidak dianggap
sebagai hal yang darurat. Tetapi satu pengecualian ialah bila bayi
premature dengan gangguan respiratorik yang memerlukan dukungan
ventilatorik. Udara pernapasan yang keluar melalui distal fistula akan
menimbulkan distensi lambung yang akan mengganggu fungsi pernapasan.
Distensi lambung yang terus-menerus kemudian bisa menyebabkan
rupture dari lambung sehingga mengakibatkan tension pneumoperitoneum
yang akan lebih lagi memperberat fungsi pernapasan.

Pada keadaan diatas, maka tindakan pilihan yang dianjurkan ialah


dengan melakukan ligasi terhadap fistula trakeaesofageal dan menunda
tindakan thoratocomi sampai masalah ganggua respiratorik pada bayi
benr-benar teratasi. Targetnya ialah operasi dilakukan 8-10 hari
kemuudian untuk memisahkan fistula dari memperbaiki esophagus.

Pada prinsipnya tindakan operasi dilakukan untuk memperbaiki


abnormalitas anatomi. Tindakan operasi dari atresia esophagus mencakup :

104
1) Operasi dilaksanakan dalam general endotracheal anesthesia dengan
akses vaskuler yang baik dan menggunakan ventilator dengan tekanan
yang cukup sehingga tidak menybabkan distensi lambung.
2) Bronkoskopi pra-operatif berguuna untuk mengidentifikasi dan
mengetahui lokasi fistula.
3) Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan kanan diangkat di
depan dada untuk dilaksanakan right posterolateral thoracotomy. Pada
H-fistula, operasi dilakukan melalui leher karena hanya memisahkan
fistula tanpa memperbaiiki esophagus.
4) Operasi dilaksanakan thoracotomy, dimana fistula ditutup dengan cara
diikat dan dijahit kemudian dibuat anastomisis esophageal antara
kedua ujung proximal dan distal dan esofagus.
5) Pada atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal, hamppir selalu
jarak antara esofagus proksimal dan distal dapat disambung langsung
ini disebut dengan primary repairyaitu apabila jarak kedua ujung
esofagus dibawah 2 ruas vertebra. Bila jaraknya 3,6 ruas vertebra,
dilakukan delaved primary repair. Operasi ditunda paling lama 12
minggu, sambil dilakukan cuction rutin dan pemberian makanan
melalui gstrostomy, maka jarak kedua ujung esofagus akan menyempit
kemudian dilakukan primary repair. Apabiila jarak kedua ujung
esofagus lebih dari 6 ruas vertebra, maka dijoba dilakukan tindakan
diatas, apabila tidak bisa juga makaesofagus disambung dengan
menggunakan sebagai kolon.
c) Tindakan Setelah Operasi
Pasca Operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus
dilakukan secara rutin. Selang kateter untuk suction harus ditandai agar
tidak masuk terlalu dalam dan mengenai bekas operasi tempat anastomisis
agar tidak menimbulkan kerusakan. Setelah hari ke-3 bisa dimasukkan
NGT untuk pemberian makanan.

105
C. Atresia Rekti dan Atresia Ani
DEFINISI

Atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai
lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang
terjadi saat kehamilan. Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai
malformasi anorektal, adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan
anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti.
Insiden 1 : 5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang
merupakan syndrom VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal,
Limb). Dalam asuhan neonatus tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat
kongenital pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan
feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan
bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan
perineum. Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena
putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya
gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat
sampai keenam usia kehamilan.

ETIOLOGI

Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :

a) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
b) Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3
bulan.
c) Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah
usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara
minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.

106
PATOFISIOLOGI

Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :

a) Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal


secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan
anus dari tonjolan embrionik.
b) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang dubur.
c) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena
ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu
atau tiga bulan.
d) Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan Terdapat tiga macam letak :
 Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani
(m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit
perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke
saluran kencing atau saluran genital.
 Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak
menembusnya.
 Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak
antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm. Pada wanita 90%
dengan fistula ke vagina/perineum Pada laki-laki umumnya letak
tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius.

MANIFESTASI KLINIS

a. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.


b. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
c. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
d. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula).

107
e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
f. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
g. Perut kembung.

FAKTOR PREDISPOSISI

Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat
lahir seperti :

1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal,


jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe).
2. Kelainan sistem pencernaan.
3. Kelainan sistem pekemihan.
4. Kelainan tulang belakang.

KOMPLIKASI KOMPLIKASI

Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani


antara lain :

 Asidosis hiperkioremia.
 Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
 Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
 Eversi mukosa anal.
 Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis).
 Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
 Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).
 Prolaps mukosa anorektal. 10. Fistula kambuan (karena ketegangan diare
pembedahan dan infeksi).
 Komplikasi jangka panjang.

108
KLASIFIKASI

Klasifikasi Klasifikasi atresia ani antara lain :

a. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses


tidak dapat keluar.
b. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
c. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum
dengan anus.
d. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum.

PENATALAKSANAAN MEDIS

 Pembedahan Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai


dengan keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit
prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi beberapa
lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur
penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan.
Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk
memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk
berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah
berat badan dan bertambah baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas
dengan menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit
anal fistula, bila ada harus tutup kelainan membranosa hanya memerlukan
tindakan pembedahan yang minimal membran tersebut dilubangi degan
hemostratau skapel.
 Pengobatan, antara lain :
1. Aksisi membran anal (membuat anus buatan).
2. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3
bulan dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen).
 Pemeriksaan Penunjang, antara lain :
a. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik
yang umum dilakukan pada gangguan ini.

109
b. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel
epitel meonium.
c. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat
menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu
pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
d. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
e. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan
jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar
pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek
tingkat tinggi.
f. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan seperti di bawah ini :
 Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di
daerah tersebut.
 Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru
lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia
reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara
berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
 Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan
kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak,
sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan
bayangan udara tertinggi dapat diukur.

D. Hisprung
PENGERTIAN

Penyakit hisprung adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus


(AriffMasnjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh hriscprung tahun
1886. Zuelser dan Wilson, 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang
menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis.

Penyakit hisprung disebut juga congenitalaganglionikmegakolon. Penyakit ini


merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan
(aganglionik). Jadi karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah

110
atas) yang tidak mempunyai persarafan, maka terjadi kelumpuhan usus besar
dalam menjalankan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon).
Panjang usus besar yang terkena berbeda – beda untuk setiap individu.

Penyakit hisprung atau megakolonaganglionik bawaan disebabkan oleh kelainan


inervasi usus, mulai dari sfinghter ani interna dan meluas ke proximal,
melibatkan panjang usus yang bervariasi. Hisprung adalah penyebab obstruksi
usus bagian bawah yang paling sering terjadi pada neonates.

Hisprung atau mega kolon adalah penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion
dalam rectum atau bagian rectosigmoidcolon. Dan ketidakadaan ini
menimbulkan abnormal atau tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz,
Cecily&Sowden : 2000)

ETIOLOGI

Adapun yang menjadi penyebab hiscprung atau megacolon itu sendiri adalah
karena factorgenetic dan lingkungan sering terjadi pada anak dengan
DownSyndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus,
gagal eksistensi kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

PATOFISIOLOGIS

Istilah congenitalaganglionic mega colon menggambarkan adanya kerusakan


primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal.
Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada
usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya
gerakan tenaga pendorong (peristaltic) dan tidak adanya evakuasi usus spontan
serta spinkterrectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses
secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada
saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada mega
colon (Betz, Cecily&Sowden : 2002)

Semua ganglion pada intramuralplexus dalam usus berguna untuk control


kontraksi dan relaksasi peristaltic secara normal.

111
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah
tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap
daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan di bagian colon tersebut
melebar.

FAKTOR RESIKO DAN KLASIFIKASI

Penyakit ini disebabkan aganglionisisMeissener dan Aurbach dalam lapisan


dinding usus, mulai dari spinghter ani internuskearah proksimal, 70% terbatas di
daerah rectosigmoid, 10% sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat
mengenai seluruh usus sampai pylorus. Diduga terjadi karena factorgenetic
sering terjadi pada anak dengan DownSyndrom, kegagalan sel neural pada masa
embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan
sub mukosa dinding plexus.

KLASIFIKASI

Berdasarkan panjang segmen yang terkena, dapat dibedakan menjadi 2 tipe,


yaitu :

 Penyakit Hisprung segmen pendek. Kasus aganglion mulai dari anus


sampai sigmoid, ini merupakan 70% dari kasus penyakit hisprung
 Penyakit Hisprung segmen panjang. Kelainan dapat melebihi sigmoid,
bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus. Ditemukan
lebih banyak pada anak laki – laki daripada perempuan.

MANIFESTASI KLINIS

Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan mekonium dalam 24 – 28 jam


pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsicairin, muntah bercampur
dengan cairan empedu dan distensi abdomen. Gejala penyakit hisprung adalah
obstruksi usus letak rendah, bayi dengan penyakit hisprung dapat menunjukkan
gejala klinis sebagai berikut obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi
abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi
mekonium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan
berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan

112
obstruksi usus akut. Konstipasi ringan elektrolitis dengan diare, distensi
abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada dubur
merupakan tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitisnikrotiskans terjadi
distensi abdomen hebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah.

KOMPLIKASI

 Enterokolitis
Merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat berakibat
kematian. Mekanisme timbulnya enterokolitis karena adanya obstruksi
parsial. Obstruksi usus pasca bedah disebabkan oleh stenosis
anastomosis, sfingter ani dan kolon aganglionik yang tersisa masih
spastic. Manifestasi klinik dari enterokolitis berupa distensi abdomen
diikuti tanda obstruksi seperti; muntah hijau, feses keluar secara
eksplosif cair dan berbau busuk. Enterokolitisnekrotikan merupakan
komplikasi parah yang dapat menyebabkan nekrosis dan perforasi
kebocoran anastomose. Kebocoran dapat disebabkan oleh ketegangan
yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat
pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose
serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi yang dikerjakan
terlalu dini dan tidak hati-hati. Terjadi peningkatan suhu tubuh terdapat
infiltrat atau abses rongga pelvis
 Stenosis
Stenosis dapat disebabkan oleh gangguan penyembuhan luka di daerah
anastomse, infeksi yang menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosis,
serta prosedur bedah yang dipergunakan. Manifestasi yang terjadi dapat
berupa gangguan defekasi, distensi abdomen, enterokolitis hingga
fistulaperianal.
 Obstruksi usus
Adalah suatu penyakit Obstruksi usus sendiri dapat diartikan sebagai
adanya sumbatan mekanik yang terjadi di usus, baik yang sifatnya parsial
maupun total.
 Konstipasi

113
Adalah suatu keadaan yang ditandai dengan susahnya keluar feses.
 Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
etidakseimbangan cairan disini diakibatkan karena tubuh tidak dapat
mengeluarkan zat sisa dengan baik sehingga dapat mengakibatkan fungsi
keseimbangan cairan dalam tubuh.

GEJALA KLINIS

Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan
merupakan kelainan bawaan tunggal. Jarang sekali ditemukan pada anak
premature atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Penyakit ini merupakan
penyebab tersering gangguan pasase usus pada bayi atau anak. Tanda obstipasi
merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir dapat merupakan gejala
obstruksi akut. Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang terlambat
keluar (lebih dari 24 jam), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Pada
anak yang lebih besar kadang ditemukan keluhan diare atau entrokolitis kronik
lebih menonjol daripada tanda – tanda obstipasi

PENATALAKSANAAN

 Pengobatan
Tindakan definitive ialah menghilangkan hambatan pada segmen
usus yang menyempit. Sebelum operasi definitive, dapat dilakukan
pengobatan konservatif yaitu tindakan darurat untuk menghilangkan
tanda – tanda obstruksi rendah dengan jalan memasang anal tube dengan
atau tanpa disertai pembilasan dengan air garam hangat secara teratur.
Tindakan konservatif ini sebenarnya akan mengaburkan gambaran
pemeriksaan barium enema yang dibuat kemudian.
Kolostomi merupakan tindakan operasi darurat dan dimaksudkan
untuk menghilangkan gejala obstruksi usus, sambil menunggu dan
memperbaiki keadaan umum penderita sebelum operasi definitive.

114
Operasi devinitif dilakukan dengan mereseksi segmen yang
menyempit dan menarik usus yang sehat kearah anus. Cara ini dikenal
dengan pullthrought (Swenson, Renbein dan Duhamel).

 Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki
portionaganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan
mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi
spinghter ani interna :

Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :

 Temporariostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk


melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus
besar untuk mengembalikan ukuran normalnya. Pembedahan koreksi
diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai
sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama,
dan usia 6 -12 bulan setelah operasi bayi akan normal kembali
 Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe
pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode
neonatal, perhatikan utama antara lain :
 Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital
pada anak secara dini.
 Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
 Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis (
pembedahan )
 Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana
pulang

Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis


anak – anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan
sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan

115
pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga
adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi
dapat digunakan nutrisi parenteral total

 Diagnose
 Barium edema pada usus, otot polos abdomen
 Biopsy isap mukosa dan submukosa untuk sel ganglion

E. Obstruksi Billiariasis
DEFINISI OBSTRUKSI BILLIARIS
Obstruksi billiaris merupakan suatu kelainan bawaan karena adanya
penyumbatan pada saluran empedu, sehingga cairan empedu tidakdapat
mengalir kedalam usus dan akhirnya dikeluarkan dalam feses.
Obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu
tidak dapat mengalir kedalam usus untuk dikeluarkan sebagai sterkobilin
dalam feses. Etiologi dari obstruksi biliaris adalah saluran empedu belum
terbentuk sempurna, sehingga tersumbatnya pada saat amnion tertelan masuk.

ETIOLOGI
Penyebab ostruksi biliaris adalah tersumbatnya empedu sehingga empedu
tidak dapat mengalir dalam usus untuk dikeluarkan (sebagaistrekobilin) di
dalam feses. Penyebab obstruksi biliaris juga disebabkan karena kelainan
kongenital dan degenerasi sekunder. Obstruksi duktus biliaris ini sering
ditemukan, kemungkinan desebabkan:
1. Batu empedu
2. Karsinoma duktus biliaris
3. Karsinoma kaput panksreas
4. Radang duktus biliaris komunis yang menyebabkan striktura
5. Ligasi yang tidak sengaja pada duktus biliaris komunis
Penderita tampaki kterik, akan sangat beratapa bila obstruksi tidak dapat
diatasi, bilirubin serum yang terkonjugasi meningkat, feses pucat dan urine

116
berwarna gelap (pekat). Biasanya terdapat juga peningkatan kadar alkalin fosfate
serum terutama transaminase.
Apabila terjadi obstruksi biliaris persisten, empedu yang terbendung dapat
mengalami infeksi, menimbulkan kolangitis dan abses hepar. Kekurangan empedu
dalam usus halus mempengaruhi absorpsi lemak dan zat yang terlarut dalam
lemak (misalny abeberapa jenis vitamin).

GEJALA
1. Gambaran klinis gejala mulai terlihat pada akhir minggu pertama yakni bayi
ikterus
2. Kemudian feses bayi berwarna putih agak keabu-abuan dan liat seperti
dempul
3. Urine menjadi lebih tua karena mengandung urobilinogen
4. Perut sakit di sisi kanan atas
5. Demam
6. Mual dan muntah (Zieve David,2009)

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik,
adanya tanda ikterus atau kuning pada kulit, pada mata dan di bawah lidah. Pada
pemeriksaan perut, hati teraba membesar kadang juga disertai limfa yang
membesar.
Pemeriksaan Laboratorium dan Imaging
1. Pemeriksaan darah (terdapat peningkatan kadar bilirubin)
Pemeriksaan darah dilakukan pemeriksaan fungsi hati khususnya terdapat
peningkatan kadar bilirubin direk. Disamping itu dilakukan pemeriksaan
albumin, SGOT, SGPT, alkali fosfatase, GGT. Dan faktor pembekuan darah.
2. Rontgen perut (tampak hati membesar)
3. Kolangiogram atau kolangiografi intraoperatif

117
Yaitu dengan memasukkan cairan tertentu ke jaringan empedu untuk
mengetahui kondisi saluran empedu. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif
dilakukan dengan visualisasi langsung untuk mengetahui patensi saluran
bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.
4. Breath test
Dilakukan untuk mengukur kemampuan hati dalam memetabolisir
sejumlah obat. Obat-obat tersebut ditandai dengan perunut radioaktif,
diberikan per-oral (ditelan) maupun intravena (melalui pembuluh darah).
Banyaknya radioaktivitas dalam pernafasan penderita menunjukkan
banyaknya obat yang dimetabolisir oleh hati.
5. USG
Menggunakan gelombang suara untuk menggambarkan hati, kandung
empedu dan saluran empedu. Pemeriksaan ini bagus untuk mengetahui
kelainan struktural, seperti tumor. USG merupakan pemeriksaan paling
murah, paling aman dan paling peka untuk memberikan gambaran dari
kandung empedu dan saluran empedu. Dengan USG, dokter dengan mudah
bisa mengetahui adanya batu empedu di dalam kandung empedu. USG
dengan mudah membedakan sakit kuning (jaundice) yang disebabkan oleh
penyumbatan saluran empedu dari sakit kuning yang disebabkan oleh
kelainan fungsi sel hati. USG Doppler bisa digunakan untuk menunjukkan
aliran darah dalam pembuluh darah di hati. USG juga bisa digunakan sebagai
penuntun pada saat memasukkan jarum untuk mendapatkan contoh jaringan
biopsi.
6. Imaging radionuklida (radioisotop)
Menggunakan bahan yang mengandung perunut radioaktif, yang
disuntikkan ke dalam tubuh dan diikat oleh organ tertentu. Radioaktivitas
dilihat dengan kamera sinar gamma yang dipasangkan pada sebuah komputer.
7. Skening hati
Merupakan penggambaran radionuklida yang menggunakan substansi
radioaktif, yang diikat oleh sel-sel hati.
8. Koleskintigrafi

118
Menggunakan zat radioaktif yang akan dibuang oleh hati ke dalam saluran
empedu. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui peradangan akut dari
kandung empedu (kolesistitis).
9. CT scan
Bisa memberikan gambaran hati yang sempurna dan terutama digunakan
untuk mencari tumor. Pemeriksaan ini bisa menemukan kelainan yang difus
(tersebar), seperti perlemakan hati (fatty liver) dan jaringan hati yang menebal
secara abnormal (hemokromatosis). Tetapi karena menggunakan sinar X dan
biayanya mahal, pemeriksaan ini tidak banyak digunakan.

10. MRI
Memberikan gambaran yang sempurna, mirip dengan CT scan.
Pemeriksaan ini lebih mahal dari CT scan, membutuhkan waktu lebih lama
dan penderita harus berbaring dalam ruangan yang sempit, menyebabkan
beberapa penderita mengalami klaustrofobia (takut akan tempat sempit).

11. Kolangiopankreatografi endoskopik retrograd

Merupakan suatu pemeriksaan dimana suatu endoskopi dimasukkan ke


dalam mulut, melewati lambung dan usus dua belas jari, menuju ke saluran
empedu. Suatu zat radiopak kemudian disuntikkan ke dalam saluran empedu
dan diambil foto rontgen dari saluran empedu. Pemeriksaan ini menyebabkan
peradangan pada pankreas (pankreatitis) pada 3-5% penderita.

12. Kolangiografi transhepatik perkutaneus

Menggunakan jarum panjang yang dimasukkan melalui kulit ke dalam


hati, kemudian disuntikkan zat radiopak ke dalam salah satu dari saluran
empedu. Bisa digunakan USG untuk menuntun masuknya jarum. Rontgen
secara jelas menunjukkan saluran empedu, terutama penyumbatan di dalam
hati.

119
13. Kolangiografi operatif

Menggunakan zat radiopak yang bisa dilihat pada rontgen. Selama suatu
pembedahan, zat tersebut disuntikkan secara langsung kedalam saluran
empedu. Foto rontgen akan menunjukkan gambaran yang jelas dari saluran
empedu.

14. Foto rontgen sederhana

Sering bisa menunjukkan suatu batu empedu yang berkapur.

15. Pemeriksaan Biopsi hati


Untuk melihat struktu organ hati apakah terdapat sirosis hati atau
kompilkasi lainnya. Laparotomi biasanya dilakukan sebelum bayi berumur 2
bulan.

PENCEGAHAN
Dapat mengetahui setiap faktor risiko yang dimiliki, sehingga bisa
mendapatkan prompt diagnosis dan pengobatan jika saluran empedu tersumbat.
Penyumbatan itu sendiri tidak dapat dicegah. (Attasaranya S, Fogel EL,2008).
Dalam hal ini bidan dapat memberikan pendidikan kesehatan pada orang
tua untuk mengantisipasi setiap faktor resiko terjadinya obstruksi biliaris
(penyumbatan saluran empedu), dengan keadaan fisik yang menunjukan anak
tampak ikterik, feses pucat dan urine berwarna gelap (pekat). (Sarjadi,2000)

PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan obstruksi biliaris bertujuan
untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu.
Tindakan tersebut dapat berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan
batu atau reseksi tumor. Dapat pula upaya untuk menghilangkan sumbatan dengan
tindakan endoskopi baik melalui papila vater atau dengan laparoskopi.
(Reksoprodjo, 1995)
Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan
penyebab sumbatan, dilakukan tindakan drenase yang bertujuan agar empedu

120
yang terhambat dapat dialirkan. Drenase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya
dengan pemasangan pipa naso bilier, pipa T pada duktus koledokus, atau
kolesistostomi. Drenase interna dapat dilakukan dengan membuat pintasan bilio
digestif. Drenase interna ini dapat berupa kelesisto-jejunostomi, koledoko-
duodenostomi, koledoko-jejunustomi atau hepatiko-jejunustomi. (Reksoprodjo,
1995)
1. Penatalaksanaan Keperawatan
Pertahankan kesehatan bayi (pemberian makan yang cukup gizi sesuai
dengan kebutuhan, serta menghindarkan kontak infeksi). Berikan
penjelasan kepada orang tua bahwa keadaan kuning pada bayinya berbeda
dengan bayi lain yang kuning karena hiperbilirubinemia biasa yang dapat
hanya dengan terapi sinar atau terapi lain. Pada bayi ini perlu tindakan
bedah karena terdapatnya penyumbatan ( Ngastiyah, 2005).

F. Omfakel
PENGERTIAN

Imfalokel adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainnya melalui akar pusat
yang hanya dilapisi oloeh peritoneum (selaput perut) dan tidak lapisi oleh kulit.
Omfalokel terjadi pada 1 dari 500 kehamilan. Usus terlihat dari luar melalui
selaput peritoneum yang transparan (tembus pandang). Eksomfalos atau
omfalokel adalah suatu defek yang menyebabkan usus atau organ fisera lain
menonjol keluar melalui umbilicus. Sering kali bayi yang menderita defek ini
mengalami abnormalitas lain, misalnya cacat jantung, yang menjadi
kontraindikasi pembedahan para periode neonatus awal.

ETIOLOGI

Omfalokel disebabkan oleh kegagalan otot dalam kemali ke rongga abdomen


pada waktu janin berumur 10 minggu hingga menyebabkan timbulnya omfalokel.
Kelainan ini dapat terlihat dengan adanya prostrusi (sembilan) dari kantong yang
serisi usus dan visera abdomen melalui defek dinding abdomen pada umbilicus

121
(umbilicus terlihat menonjol keluar). Angka kematian kelainan ini tinggi bila
omfalokel besar karena kantong pecah dan terjadi infeksi.

Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab omfalokel, yaitu:

1) Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit dan
terinfeksi, penggunaan obat-obatan, merokok dan kelainan genetik.
Faktor-faktor tersebut berperan pada timbulnya insufisiensi plasenta dan
lahir pada umur kehamilan kurang atau bayi prematur, diantaranya bayi
dengan gastroschizis dan omfalokel paling sering dijumpai.
2) Defisiensi asam folat, hipoksia dan salisilat menimbulkan defek dinding
abdomen pada percobaan dengan tikus tetapi kemaknaannya secara klinis
masih sebatas perkiraan. Secara jelas peningkatan MSAFP (Maternal
Serum Alfa Feto Protein) pada pelacakan dengan ultrasonografi
memberikan suatu kepastian telah terjadi kelainan struktural pada fetus.
Bila suatu kelainan didapati bersamaan dengan adanya omfalokel, layak
untuk dilakukan amniosintesis guna melacak kelainan genetik.
3) Polihidramnion, dapat diduga adanya atresia intestinal fetus dan
kemungkinan tersebut harus dilacak dengan USG.

PATOFISIOLOGI

Menurut Suriadi & Yuliani R, 2001, patofisiologi dari omphalokel adalah :

1) Selama perkembangan embrio, ada suatu kelemahan yang terjadi dalam


dinding abdomen semasa embrio yang mana menyebabkan herniasi pada
isi usus pada salah satu samping umbilicus (yang biasanya pada samping
kanan). Ini menyebabkan organ visera abdomen keluar dari kapasitas
abdomen dan tidak tertutup oleh kantong.
2) Terjadi malrotasi dan menurunnya kapasitas abdomen yang dianggap
sebagai anomaly.
3) Gastroskisis terbentuk akibat kegagalan fusi somite dalam pembentukan
dinding abdomen sehingga dinding abdomen sebagian tetap terbuka.
4) Letak defek umumnya disebelah kanan umbilicus yang terbentuk normal.

122
5) Usus sebagian besar berkembang di luar rongga abdomen janin.
Akibatnya, usus menjadi tebal dan kaku karena pengendapan dan iritasi
cairan amnion dalam kehidupan intrauterine. Usus juga tampak pendek.
Rongga abdomen janin sempit.
6) Usus-usus, visera dan seluruh permukaan rongga abdomen berhubungan
dengan dunia luar menyebabkan penguapan dan pancaran panas dari tubuh
cepat berlangsung, sehingga terjadi dehidrasi dan hipotermi, kontaminasi
usus dengan kuman juga dapat terjadi dan menyebabkan sepsis, aerologi
menyebabkan usus-usus distensi sehingga mempersulit koreksi pemasukan
ke rongga abdomen pada waktu pembedahan.
7) Embriogenesis. Pada janin usia 5 – 6 minggu isi abdomen terletak di luar
embrio di rongga selom. Pada usia 10 minggu terjadi pengembangan
lumen abdomen sehingga usus dari extra peritoneum akan masuk ke
rongga perut. Bila proses ini terhambat maka akan terjadi kantong di
pangkal umbilikus yang berisi usus, lambung kadang hati. Dindingnya
tipis terdiri dari lapisan peritoneum dan lapisan amnion yang keduanya
bening sehingga isi kantong tengah tampak dari luar, keadaan ini disebut
omfalokel. Bila usus keluar dari titik terlemah di kanan umbilikus, usus
akan berada di luar rongga perut tanpa dibungkus peritoneum dan amnion,
keadaan ini disebut gastroschisis.

MANIFESTASI KLINIS

Menurut A.H. Markum (1991), manifestasi dari omphalokel adalah :

1. Organ visera / internal abdomen keluar.


2. Penonjolan pada isi usus.
3. Teridentifikasi pada prenatal dengan ultrasound

KLASIFIKASI

Banyaknya usus dan organ perut lainnya yang menonjol pada omfalokel
berikut tergantung pada besarnya lubang di pusar. Jika lubangnya kecil mungkin

123
hanya usus yang menonjol, tapi jika lubangnya besar hati juga bisa menonjol
melalui lubang tersebut.

Klarifikasi omfalokel menurut moore, yaitu;

Tipe I : diameter defek < 5 cm suatu defek yang sempit dengan kantong yang
kecil mungkin tak terdiagnosis saat lahir. Dalam kasus ini timbul bahaya
tersendiri bila kantong terpit klem dan sebagian isinya berupa usus, bagiannya
teriris saat legasi tali pusat. Bila omfalokel dibiarkan tanpa penanganan,
bungkusnya akan mengering dalam beberapa hari akan tempak retakan –
retakan. Pada saat tersebut akan menjalar infeksi dibawah lapisan yang
mengering dan berkrusta. Kadang dijuumpai lapisan tersebut akan terpecah
dan usus akan prolap.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Menurut A.H. Markum (1991) pemeriksaan diagnostik dari omphalokel:

1. Pemeriksaan Fisik.
Pada omfalokel tampak kantong yang berisi usus dengan atau tanpa hati di
garis tengah pada bayi yang baru lahir. Pada gastro schisis usus berada di luar
rongga perut tanpa adanya kantong.

2. Pemeriksaan Laboratorium.

Pemeriksaan Maternal Serum Alfa Fetoprotein (MSAFP). Diagnosis


prenatal defek pada dinding abdomen dapat dideteksi dengan peningkatan
MSAFP. MSAFP dapat juga meninggi pada spinabifida yang disertai dengan
peningkatan asetilkolinesterase dan pseudokolinesterase.

3. Pemeriksaan radiology

Fetal sonography dapat menggambarkan kelainan genetik dengan


memperlihatkan marker structural dari kelainan kariotipik. Echocardiography
fetus membantu mengidentifikasi kelainan jantung. Untuk mendukung
diagnosis kelainan genetik diperjelas dengan amniosentesis Pada omphalocele

124
tampak kantong yang terisi usus dengan atau tanpa hepar di garis tengah pada
bayi yang baru lahir.

PENCEGAHAN

Terpenuhinya nutrisi selama kehamilan seperti asam folat, vitamin B komplek


dan protein.

KOMPLIKASI

Menurut Marshall Klaus, 1998, komplikasi dari omphalokel adalah :


1) Komplikasi dini adalah infeksi pada kantong yang mudah terjadi pada
permukaan yang telanjang.
2) Kekurangan nutrisi dapat terjadi sehingga perlu balans cairan dan nutrisi
yang adekuat misalnya dengan nutrisi parenteral.
3) Dapat terjadi sepsis terutama jika nutrisi kurang dan pemasangan
ventilator yang lama.
4) Nekrosis
5) Kelainan kongenital dinding perut ini mungkin disertai kelainan bawaan
lain yang memperburuk prognosis.

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan langsung keadaan tersebut adalah menutup isi abdomen


yang mengalimi herniasi dengan pembungkus selofan bersih ( misalnya
Clingfilm) atau swab salim steril hangat untuk mengurangi kehilangan cairan dan
panas serta memberikan sedikit banyak proteksi. Isi lambung harus diaspirasi.
Penting untuk mengurangi kehilangan panas pada bayi ini, baik dengan
pembungkusan yang tepat utau perawatan dalam incubator, atau keduanya.
Pemindahan bayi ke unit bedah kemudian dipercepat. Agar tidak terjadi cidera
pada usus dan infeksi perut, dilakukan operasi pembedahan untuk menutup
omfalokel.

1) Penatalaksanaan prenatal
Apabila diagnose omphalokel pada masa prenatal maka sebaiknya
dilakukan informend consent pada orang tua tentang; keadaan janin, resiko

125
terhadap ibu dan prognosis informend consent sebaiknya melibatkan semua
dokter kandungan, ahli anak dan ahli bedah anak.
Keputusan akhir dibutuhkan gunna perencanaan dan penatalaksanaan
berikutnya tanpa melanjutkan kehamilan atau mengakhiri kehamilan. Bila
melanjutkan kehamilan sebaiknya observasi melalui pemeriksaan USG
berkala juga di tentukan tempat dan cara melahirkan. Selama kehamilan
omfalokel mungkin berkurang ukurannya atau bahkan rupture sehingga
mempengaruhi prognosis.

2) Pelaksanaan postnatal (setelah kelahiran)


Pelaksanaan postnatal meliputi penatalaksanaan segera setelah lahir
(immediate postnatal), kelanjutan penatalaksanaan awal apakah berupa operasi
atau non operasi (konservatif) dan penatalaksanaan post operasi, secara mum
penatalaksanaan bayi dengan omfalokel dan gastroskisis adalah hampir sama.
Bayi sebaiknya dilahirkan atau segera di rujuk ke suatu pusat yang memiliki
fasilitas perawatan intensif neonates dan bedah anak. Bayi dengan omfalokel
biasanya mengalami lebih sedikit kehilangan panas tubuh sehingga
membutuhkan resusitasi awal disbanding bayi dengan bayi dengan gastroskisis.

Penatalaksanaan segera bayi dengan omfalokel adalah sebagai berikut;

1) Tempatkan bayi pada ruangan vang aseptic dan hangatuntuk mencegah


kehilangan cairan, hipotermi dan infeksi.
2) Posisikan bayi senyaman mngkin dan lembut untuk menghindari bayi
menangis dan air swallowing. Posisikan kepala sebaiknya lebih tinggi
untuk memperlancar drainase.
3) Lakukan penilaian ada/tindakan distress respirasi yang mungkin
membutuhkan alat bantu ventilasi seperti intubasi endotrakeal. Beberapa
macam alat bantu ventilasi seperti masker tidak dianjurkan kerna dapat
menyebabkan masuknya udara kedalam traktur gastrointestinal.
4) Pasang pipa nesogastrik atau orogastrik untuk mengeluarkan udara dan
cairan dari system usus sellinop dapat mencegah muntah, mencegah
aspirasi, mengurangi distensi dan tekanan (dekompresi) dalam system usus

126
sekaligus mengurangi tekanan intra abdomen, demikian pula perlu
dipasang rectal tube untuk irigasi dan untuk dekompres system usus.
5) Pasang keteter uretra untuk mengurangi destensi kandung kencing dan
mengurangi tekanan intra abdomen.
6) Pasang jalum intra vena (sebaiknya pada ekstremitas atas) untuk
pemberian cairan dan nutrisi parenteral sehingga dapat menjaga tekanan
intravaskuler dan menjaga kehilangan protein yang mungkin terjadi karna
gangguan system usus dan untuk pemberian antibiotika broad spectrum.
7) Lakukan monitoring dan stabilisasi suhu, status asam basa, cairan dan
elektrolit.
8) Pemeriksaan darah lain seperti fungsi ginjal, glukosa dan fungsi ginjal,
glukosa dan hematokrik perlu dilakukan guna persiapan operasi bila
diperlukan.
9) Evaluasi adanya kelainan congenital lain yang di tunjukan oleh
pemeriksaan rongent thoraks dan ekhokardiogram.
10) Bila bayi akan di rujuk sebaiknya bayi di tempatkan dalam inkubator
hangat dan tambah oksigen.

3) Penatalaksanaan non operasi ( konservatif)

Penatalaksanaan omfalokel secara konservatif dilakukan pada kasus


omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume organ – organ
intra abdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen
seperti pada giant omfalokel atau terdapat status klinis bayi yang buruk sehingga
kontra indikasi terhadap operasi atau pembiusan seperti pada bayi – bayi
premature yang memiliki hyaline membrane disease atau bayi yang memiliki
kelainan konginital berat yang lain seperti gagal jantung. Pada giant ornphalocele
bisa terjadi hernias dari seluruh organ – organ intra abdomen dan dinding
abdomen berkembang sangat buruk sehingga sulit dilakukan pentupan
(operasi/repait) secara primer dan dapat membahayakan bayi. Walaupun demikian
perihal mencoba merencanakan operasi pada giant ornphalocelesecara primer
dengan modifikasi dan berhasil.

127
Tindakan non operasi secara sederhana dilakukan dengan dasar
merangsang epitelisasi dari kantong atau selaput. Suatu saat setelah ranulasi
terbentuk maka dapat dilakukan skin graft yang nanti akan terbentuk hernia
ventralis yang akan dinepair pada waktu kemudian setelah status
kardiorespirasi membaik.
Beberapa obat yang bisa digunakan untuk merangsang epitelisis adalah
0,25% merbromin (mercurochrome), 0,25% silver nitrat, siver sulvadiazine
dan povidon iodine (betadine). Obat – obat tersebut merupakan agen antiseptic
yang pada awalnya memacu pertumbuhan eskar bekteriostatik dan perlaha –
lahan akan terangsang epitelisasi. Abat tersebut berupa krim dan dioleskan
pada permukaan selaput atau kantong dengan elastic dressing yang sekaligus
secara perlahan dapat menekan dari isi kantong. Tindakan non operasi lain
dapat berupa penekanan secara eksternal pada kantong. Beberapa material
yang bisa digunakan ialah Ace wraps, valcro binder, in poliamid mesh yang
diletakkan pada kulit.

Indikasi terapi non bedah adalah:


a. Bayi dengan omfalokel raksasa (giant omphalocele) dan kelainan
penyerta yang mengancam jiwa dimana penanganan harus didahulukan
daripada omfalokelnya.
b. pembedahan.
c. Yang Bayi dengan kelainan lain yang berat yang sangat mempengaruhi
daya tahan hidup.

4) Penatalaksanaan dengan operasi


Tujuan mengembalikan organ visera abdomen kedalam rongga abdomen
dan menutp defek. Dengan adanya kantong yang intak, tak diperlukan operasi
emergenci, sehingga seluruh pemeriksaan fidik dan pelacakan kelainan lain
yang mngkin ada dapat dikerjakan.
Keberhasilan penutupan primer tergantung pada ukuran defek serta
kelainan lain yang mungkin ada (misalnya kelainan paru) tujuan operasi atau
pembedahan adalahmemperoleh lama ketahanan hidup yang optimal dan

128
menutupi defek dengan cara mengurangi herniasi organ –organ intra abdomen,
oproksimasi dari kulit dan fascia serta dengan lama tinggal di Rumah Sakit
yang pendek.
Operasi dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu primary closure
(penutupan secara primer atau langsung) dan staged closure (penutupan secara
bertahap). Standar operasi baik pada primary closure (penutupan secara primer
atau langsung) dan staged closure (penutupan secara bertahap) banyak
dilakukan pada sebagian besar pusat adalah dengan membuka dan menginsisi
kantong.

Organ – organ intra abdomen kemudian di eksplorasi dan jika ditemukan


malrotasi dikoreksi.
a. primary closure
primary closure merupakan treatment of chice pada omfalokel kecil dan
medium atau terdapat sedikit perbedaan antara volume organ – organ intra
abdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen.
b. staged closure
staged closure biasanya dilakukan pada omfalokel dengan diameter defek
< 5 cm.

G. Hernia Diafragmatika
PENGERTIAN HERNIA DIAFRAGMATIKA
Hernia adalah penonjolan gelung atau ruas organ atau jaringan melalui
lubang abnormal. Henia diafragmatika adalah sekat yang membatasi rongga dada
dan rongga perut. Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam
rongga dada melalui suatu lubang pada diafragma. Akibat penonjolan viscera
abdomen ke dalam rongga thorax melalui suatu pintu pada diafragma. Terjadi
bersamaan dengan pembentukan sistem organ dalam rahim.

129
Pembagian Hernia Diafragmatika :
a. Traumatica : hernia akuisita, akibat pukulan, tembakan, tusukan.
b. Non-Traumatica
1) Kongenital
a) Hernia Bochdalek atau Pleuroperitoneal
b) Hernia Morgagni atau Para sternalis

2) Akuisita
Hernia Hiatus esophagus, ditemukan pada 1 diantara 2200-5000 kelahiran
dan 80- 90% terjadi pada sisi tubuh bagian kiri.

PENYEBAB HERNIA DIAFRAGMATIKA


Ditemukan pada 1 diantara 2200-5000 kelahiran dan 80-90% terjadi pada
sisi tubuh bagian kiri. Diafragma berkembang antara minggu ke-7 sampai 10
minggu kehamilan. Pada hernia tipe Bockdalek, diafragma berkembang secara
tidak wajar atau usus mungkin terperangkap di rongga dada pada saat diafragma
berkembang. Pada hernia tipe Morgagni, otot yang seharusnya berkembang di
tengah diafragma tidak berkembang secara wajar.
Pada kedua kasus di atas perkembangan diafragma dan saluran pencernaan
tidak terjadi secara normal. Hernia difragmatika terjadi karena berbagai faktor,
yang berarti “banyak faktor” baik faktor genetik maupun lingkungan.

ETIOLOGI
Lesi ini biasanya terdapat pada distress respirasi berat pada masa neonatus
yang disertai dengan anamali sistem organ lain misalnya anamali sistem saraf
pusat atresia esofagus, omfalokel dan lain-lain.
Pemisahan perkembangan rongga pada dada dan perut disempurnakan
dengan menutupnya kanalis pleuropertioneum posteriolateral selam kehamilan
minggu kedelapan. Akibat gagalnya kanalis pleuroperikonalis ini menutup
merupakan mekanisme terjadinya hernia diafragma. pada neonatus hernia
diafragma disebabkan oleh gangguan pembentukan diafragma yang ditandai
dengan gejala. Anak sesak nafas terutama kalau tidur datar, dada tampak

130
menonjol tetapi gerakan nafas tidak nyata. Perut kempis dan menunjukkan
gambaran skafoit. Post apeks jantung bergeser sehingga kadang-kadang terletak di
hemitoraks kanan.

PATOFISIOLOGIS HERNIA DIAFRAGMATIKA


Disebabkan oleh gangguan pembentukan diafragma. Diafragma dibentuk
dari 3 unsur yaitu membrane pleuroperitonei, septum transversum dan
pertumbuhan dari tepi yang berasal dari otot-otot dinding dada. Gangguan
pembentukan itu dapat berupa kegagalan pembentukan seperti diafragma,
gangguan fusi ketiga unsure dan gangguan pembentukan seperti pembentukan
otot. Pada gangguan pembentukan dan fusi akan terjadi lubang hernia, sedangkan
pada gangguan pembentukan otot akan menyebabkan diafragma tipis dan
menimbulkan eventerasi.

GEJALA HERNIA DIAFRAGMATIKA


1. Retraksi sela iga dan substernal
2. Perut kecil dan cekung
3. Suara nafas tidak terdengar pada paru karena terdesak isi perut.
4. Bunyi jantung terdengar di daerah yang berlawanan karena terdorong oleh
isi perut.
5. Terdengar bising usus di daerah dada.
6. Gangguan pernafasan yang berat
7. Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen)
8. Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
9. Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris)
10. Takikardia (denyut jantung yang cepat).

KOMPLIKASI HERNIA DIAFRAGMATIKA


Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia. Jika
hernianya besar, biasanya paru-paru pada sisi hernia tidak berkembang secara
sempurna. Setelah lahir, bayi akan menangis dan bernafas sehingga usus segera
terisi oleh udara. Terbentuk massa yang mendorong jantung sehingga menekan

131
paru-paru dan terjadilah sindroma gawat pernafasan. Sedangkan komplikasi yang
mungkin terjadi pada penderita hernia diafragmatika tipe Bockdalek antara lain 20
% mengalami kerusakan kongenital paru-paru dan 5 – 16 % mengalami kelainan
kromosom.

Selain komplikasi di atas, ada pula beberapa komplikasi lainnya, yaitu:


1. Adanya penurunan jumlah alvieoli dan pembentukan bronkus.
2. Bayi mengalami distress respirasi berat dalm usia beberapa jam
pertama.
3. Mengalami muntah akibat obstuksi usus.
4. Kolaps respirasi yang berat dalam 24 jam pertama
5. Tidak ada suara nafas.

PENATALAKSANAAN HERNIA DIAFRAGMATIKA


A. Pemeriksaan fisik
1. Pada hernia diafragmatika dada tampak menonjol, tetapi gerakan nafas
tidak nyata.
2. Perut kempis dan menunjukkan gambaran scafoid.
3. Pada hernia diafragmatika pulsasi apeks jantung bergeser sehingga
kadang-kadang terletak di hemitoraks kanan.
4. Bila anak didudukkan dan diberi oksigen, maka sianosis akan berkurang.
5. Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris.
6. Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia.
7. Bising usus terdengar di dada.

B. Pemeriksaan penunjang
1. Foto thoraks akan memperlihatkan adanya bayangan usus di daerah toraks.
2. Kadang - kadang diperlukan fluoroskopi untuk membedakan antara paralisis
diafragmatika dengan eventerasi (usus menonjol ke depan dari dalam
abdomen).

132
Yang dapat dilakukan seorang bidan bila menemukan bayi baru lahir yang
mengalami hernia diafragmatika yaitu :
1. Berikan oksigen bila bayi tampak pucat atau biru.
2. Posisikan bayi semifowler atau fowler sebelum atau sesudah operasi agar
tekanan dari isi perut terhadap paru berkurang dan agar diafragma dapat
bergerak bebas
3. Awasi bayi jangan sampai muntah, apabila hal tersebut terjadi, maka
tegakkan bayi agar tidak terjadi aspirasi.
4. Lakukan informed consent dan informed choice untuk rujuk bayi ke tempat
pelayanan yang lebih baik.

H. Atresia Duodeni Esophagus


PENGERTIAN
Atresia duodeni adalah Suatu kondisi dimana duodenum ( bagian pertama
dari usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran
terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari
lambung ke usus.

ETIOLOGI
Penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenum masih belum
diketahui, tapi ada beberapa yang bisa menyebabkan atresia duodenum, yaitu:
1. Gangguan pada awal masa kehamilan (minggu ke 4 dan minggu ke 5 ).
2. Gangguan pembuluh darah
3. Banyak terjadi pada bayi premature

TANDA DAN GEJALA


1. Bisa ditemukan pembengkakan abdomen bagian atas
2. Muntah banyak segera setelah lahir berwarna kehijauan akibat adanya
empedu
3. Perut kembung di daerah epigastrium
4. Tidak memproduksi urin setelah beberapa kali buang air kencing
5. Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar mekonium

133
6. Berat badan menurun dan sukar bertambah

PATOFISIOLOGI
Muntah dimulai setelah segera lahir dan secara berkembang menjadi
buruk dengan pemberian makanan. Feses akan terlihat seperti mekonium
normal, tetapi pada pemeriksaan tidak mengandug sel epitalium berlapis.
Adanya sel epitel menunjukkan keutuhan usus. Dengan meningkatnya
dedikasi akan timbul demam.
Suatu suhu tubuh 390c merupakan indikasi peritonitis akibat ruptur dari
atresia. Kelainan seringkali ditemukan pada bayi sindrom down.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Dengan X-ray abdomen memperlihatkan pola gelembung ganda jika
obstruksi tidak lengkap dapat ditemukan sejumlah kecil udara dalam usus
bagian bawah.
2. Dapat ditegakkan dengan foto polos abdomen 3 posisi, secara klasik akan
terlihat suatu gelembung ganda pada film tegak yang merupakan udara
dalam duodenum yang mengembung naik ke puncak. Selain itu isi
duodenum dapat membentuk satu garis batas permukaan saluran udara.
Pada atresia yang sempurna tidak akan terlihat udara dibagian abdomen.

KOMPLIKASI
Pada peristiwa atresia duodenum ini biasanya akan diikuti adanya
obstruksi-obstruksi yang lain, seperti:
1. Obstruksi lumen oleh membrane utuh, fail fibrosa yang menghubungkan
dua ujung kantong duodenum yang buntu pendek, atau suatu celah antara
ujung-ujung duodenum yang tidak bersambung. Penyebab obstruksi yang
tidak lazim adalah jaringan “windscocle” yakni suatu flap jaringan yang
dapat mengembang yang terjadi karena anomaly saluran empedu.
2. Atresia membranosa adalah bentuk yang paling sering obstruksinya terjadi
di sebelah distal ampula vateri pada kebanyakan penderita.

134
3. Obstruksi duodenum dapat juga disebabkan oleh kompresi ekstrinsik
seperti pancreas anular atau oleh pita-pita laad pada penderita malrotasi.

PENATALAKSANAAN
1) Pengobatan awal bayi dengan atresia duodenum meliputi dekompresi naso
atau arogastrik dengan penggantian cairan secara intravena.
2) Ekokardiogram dan foto rontgent dada serta tulang belakang harus
dilakukan untuk mengevaluasi anomaly yang lain karena 1/3 bayi dengan
atresia duodenum mempunyai anomaly bawaan yang dapat mengancam
kehidupan.
3) Koreksi definitive atresia duodenum biasanya ditunda untuk mengevaluasi
dan mobati anomaly lain yang berakibat fatal.
4) Duodenoduodenostomi yaitu operasi perbaikan atresia duodenum. Usus
proksimal yang melebar dapat dikecilkan secara perlahan dalam upaya
memperbaiki peristaltic
5) Pemasangan pipa gastrostomi dipasang untuk mengalirkan lambung dan
melindungi jalan nafas.
6) Dukungan nutrisi intravena atau pipa jejunum transanastomosis diperlukan
sampai bayi mulai makan per oral.
7) Jika obstruksi disebabkan oleh pipa ladd dengan malrotasi, operasi
diperlukan tanpa boleh ditunda. Setelah lipatan atau pita peritoneum yang
tidak normal dipisahkan, seluruh usus besar diletakkan di dalam perut
sebelah kiri, setelah mula-mula membuang appendiks dan usus halus
diletakkan di sebelah kanan posisi janin tidak berputar (non rotasi).
8) Apendektomi dilakukan menghindari salah diagnose apendisitis di
kemudian hari.
9) Memasang kateter nasogastrik berujung balon ke dalam jejerum sebelah
bawah obstruksi, balon ditiup dan dengan pelan-pelan menarik kateternya.
Ini dilakukan jika terjadi malrotasi yang muncul bersama dengan obstruksi
duodenum intrinsic seperti membrane atau stenosis.
10) Pada pancreas anular paling baik ditangani dengan duodenoduodenostomi
tanpa memisah pancreas, dengan meninggalkan sependek mungkin bagian

135
lingkungan yang tidak berfungsi. Obstruksi duodenum diafragmatika
dikelola dengan diodenoplasti karena ada kemungkinan bahwa duktus
koledokus dapat bermuara pada diafragma sendiri.

ATRESIA ESHOPHAGUS
PENGERTIAN
Atresia esophagus adalah kelainan bawaan dimana ujung saluran
esophagus buntu 60% biasanya disertai dengan hidramnion. Atresia esophagus
terjadi pada 1 dari 3000-4500 kelhiran hidup, sekitar sepertiga anak yang terkena
lahir premature. Pada lebih 85% kasus, fistula antara trakea dan esophagus distal
menyertai atresia. Lebih jarang, atresia esophagus atau fistula trakeoesophagus
terjadi sendiri-sendiri atau dengan kombinasi yang aneh.
Gangguan pembentukan dan pergerakan lipatan pasangan kranial dan
satu lipatan kaudal pada usus depan dengan primitive menjelaskan variasi-variasi
pembentukan atresia dan fistula.

GAMBARAN KLINIS
Akibat adanya atresia menyebabkan saliva terkumpul pada ujung bagian
esophagus yang buntu, apabila terdapat fistula akan menyebabkan saliva mengalir
keluar atau masuk kedalam trakea. Hal ini akan lebih berbahaya apabila melalui
fistula trakeo-esophagus akan menyebabkan cairan saliva mengalir kedalam paru.
Kelainan ini biasanya baru diketahui setelah bayi berumur 2-3 minggu
dengan gejala muntah yang proyektil beberapa saat setelah minum susu. Pada
pemeriksaan fisik yang dilakukan setelah bayi minum akan ditemukan gerakan
peristaltik lambumg dalam usaha melewatkan makanan melalui daerah yang
sempit di pylorus, selain itu pada peristaltik teraba tumor.

KELAINAN- KELAINAN LAIN DALAM ATRESIA ESOPHAGUS


1. Kalasia
Kalasia adalah kelainan yang terjadi pada bagian bawah esophagus ( pada
persambungan dengan lambung ) yang tidak dapat menutup rapat sehingga
bayi sering regurgitasi bila dibaringkan.

136
Penatalaksanaan : Bayi harus dalam posisi duduk pada waktu diberi minum,
dan jangan dibaringkan segera setelah minum. Biarkan ia dalam sikap duduk
agak lama, baru kemudian dibaringkan miring kekanan dengan kepala letak
lebih tinggi ( pakai bantal yang agak tinggi).

2. Akalasia
Merupakan kebalikan dari kalasia, pada akalasia bagian distal esophagus
tidak dapat membuka dengan baik sehingga terjadi keadaan seperti stenosis
atau atresia. Disebut pula sebagai spasme kardio-esophagus. Penyebab
akalasia adanya kartilago traken yang tumbuk ektopik pada esophagus bagian
nawah. Pada pemeriksaan mikroskopis ditemuka jaringa tulang rawan dalam
lapisan otot esophagus.

Penatalaksanaan : Pertonongan adalah tindakan bedah. Sebelum dioperasi


pemberian minum harus dengan sendok sendok sedikit demi sedikit dengan
bayi dalam posisi duduk.

ETIOLOGI
Pemicu kelahiran bawaan seperti atresia esophagus dapat dicurigai :
1. Pada kasus polahidramnion ibu
2. Bayi dalam keaadaan kurang bulan / kurang cukup bulan
3. Jika kateter yang digunakan untuk resusitasi saat lahir tidak bisa masuk
kedalam lambung
4. Jika bayi mengeluarkan sekresi mulut berlebihan
5. Jika terjadi tersedak, sianosis, atau pada waktu berupaya menelan makanan.

TANDA DAN GEJALA


1. Liur yang menetes terus menerus dari mulut bayi
2. Liur berbuih
3. Adanya aspirsai ketika bayi diberi minum
4. Bayi tampak sianosis akibat aspirasi yang dialami
5. Saat bayi diberi minum bayi akan mengalami batuk seperti tercekik

137
6. Muntah yang proyektil

KOMPLIKASI
Atresia esophagus sering disertai bawaan lain yaitu :
1. Kelainan lumer esophagus biasanya disertai dengan fistula trakeo-
esophagus.
2. Kelainan jantung
3. Kelainan gastrointestinal ( atresia duodeni, atresia ani )
4. Kelainan tulang ( hemifer tebra )
5. Malformasi kardiovaskuler
6. Perkembangan abnormal rudrus
7. Malformasi ginjak dan urogenital

PENATALAKSANAAN
1. Kelainan lumer esophagus biasanya disertai dengan fistula trakeo-
esophagus.
2. Kelainan jantung
3. Kelainan gastrointestinal ( atresia duodeni, atresia ani )
4. Kelainan tulang ( hemifer tebra )
5. Malformasi kardiovaskuler
6. Perkembangan abnormal rudrus
7. Malformasi ginjak dan urogenital

PENATALAKSANAN LEBIH LANJUT


` Anak dipersiapkan untuk opersai segera. Apakah dapat dilakukan
penutupan fistula dengan segera atau hanya dilakukan gastrotomi tergantung
pada jenis kelainan dan keadaan umum anak pada saat itu. Sebelum dilakukan
operasi, bayi diletakkan setengah duduk untuk mencegah terjadinya regurgitasi
cairan lambung kedalam paru. Cairan lambung harus sering dihisap untuk
mencegah aspirasi. Untuk mencegah terjadinya hipotermi bayi hendaknya
dirawat dalam inkubator agar mendapatkan lingkungan yang cukup hangat.

138
Posisinya, sering diubah-ubah, penghisapan lendir harus sering dilakukan. Bayi
hendaknya dirangsang untuk menagis agar paru berkembang.

J. Meningokel, Enchephalokel
MENINGOKEL
DEFINISI
Meningokel adalah selaput otak menonjol keluar pada salah satu sela
tengkorak tapi biasanya di daerah belakang kepala. Meningokel merupakan
benjolan berbentuk kista di garis tulang belakang yang umumnya terdapat di
daerah lumbo-sakral. Lapisan meningel berupa durameter dan arachnoid
ke luarkanalis vertebralis, sedangkan medulla spinalis masih di tempat yang
normal. Benjolan ditutup dengan membrane tipis yang semi-transparan
berwarna kebiru-biruan atau ditutup sama sekali oleh kulit yang dapat
menunjukkan hipertrikhosis atau nevus. Pada transiluminasi tidak terlihat
jaringan saraf pusat di dinding benjolan.

Meningokel adalah satu dari tiga jenis kelainan bawaan spina bifida.
Meningokel adalah meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak
utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit. Spina
bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang
(vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal
menutup atau gagal terbentuk secara utuh.
Meningokel atau ensephalokel merupakan kelainan bawaan dimana terjadi
pemburutan selaput otak dan isi kepala keluar melalui lubang pada tengkorak
atau tulang belakang. Angka kejadiannya adalah 3 di antara 1000 kelahiran.

ETIOLOGI

Penyebab terjadinya meningokel dan ensephalokel adalah karena adanya


defek pada penutupan spina bifida yang berhubungan dengan pertumbuhan yang
tidak normal dari korda spinalis atau penutupnya, biasanya terletak di garis
tengah.

139
Risiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan
kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.

Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada


korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi
pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau dibagian bawahnya.

Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan


terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena
penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir. Kelainan bawaan lainnya
yang juga ditemukan pada penderita spina bifida: hidrosefalus, siringomielia, serta
dislokasi pinggul.

GEJALA

Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda


spinalis dan akar sarf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau
tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang
dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar sarf yang terkena.

Terdapat tiga jenis spina bifida, yaitu :

1) Spina bifida okulta, merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau
beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan
selaputnya (meningens) tidak menonjol.
2) teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit.
3) Mielokel, merupakan jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda
spinalis menonjol dan kulit di atasnya tampak kasar dan merah.

Gejala dari spina bifida umumnya berupa penonjolan seperti kantung di


punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir, jika disinari, kantung
tersebut tidak tembus cahaya, kelumpuahn/kelemahan pada pinggul, tungkai
atau kaki, penurunan sensasi, inkontinensia uri (besar) maupun inkontinensia
tinja, korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis). Gejala pada

140
spina bifida okulta, adalah seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian
belakang), lekukan pada daerah sakrum.
Biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong
hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam
durameter tidak terdapat saraf). Operasi akan mengoreksi kelainan, sehingga tidak
terjadi gangguan sensorik dan motorik dan bayi akan menjadi normal.

DIAGNOSIS

Diagnosis spina bifida, termasuk meningokel ditegakkan berdasarkan gejala


dan hasil pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani
pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini merupakan tes penyaringan
untuk spina bifida, sindrom down, dan kelainan bawaan lainnya.

Sebanyak 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan
memiliki kadar serum alfa petoprotein yang tinggi. Tes ini memiliki angka positif
yang palsu tinggi, karena itu jika hasilnya positif, perlu dilakukan pemeriksaan
lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG yang biasanyadapat
menemukan adanya spina bifida. Kadang-kadang dilakukan amniosentesis
(analisa cairan ketuban).

Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan rontgen tulang belakang untuk


menentukan luas dan lokasi kalainan, pemeriksaan USG tulang belakang bisa
menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra, serta
pemeriksaan CT-scan atau MRI tulang belakang kadang-kadang dilakukan untuk
menentukan lokasi dan luasnya kelainan.

PENGOBATAN

Tujuan dari pengobatan awal spina bifida, termasuk meningokel, adalah


mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifina, meminimalkan komplikasi
(misalnya infeksi), serta membantu keluarga dalam menghadapi kelainan ini.
Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk
mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk
fisik yang sering menyertai spina bifida.

141
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk
memperkuat fungsi otot. Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi
saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik. Untuk membantu
memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan lembutdiatas kandung
kemih. Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan pemasangan kateter. Diet
kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki
fungsi saluran pencernaan.

Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu


campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik. Kelainan saraf
lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi.
Kadang-kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrosefalus akan
menyebabkan berkurangnya mielomeningokel secara spontan.

PENCEGAHAN

Risiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam


folat. Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita
tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini.

Kepada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi


asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah
1 mg/hari

PENATALAKSANAAN

1) Sebelum dioperasi, bayi dimasukkan ke dalam inkubator dengan kondisi


tanpa baju.
2) Bayi dalam posisi telungkup atau tidur jika kantongnya besar untuk
mencegah infeksi.
3) Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah, ahli ortopedi, dan ahli
urologi, terutama untuk tindakan pembedahan, dengan sebelumnya
melakukan informed consent dan informed choice pada keluarga.
4) Lakukan pengamatan dengan cermat terhadap adanya tanda-tanda
hidrosefalus (dengan mengukur lingkar kepala setiap hari) setelah
dilakukan pembedahan atau juga kemungkinan terjadinya meningitis

142
(lemah, tidak mau minum, mudah terangsang , kejang, dan ubun-ubun
besar menonjol). Selain itu, perhatikan pula banyak tidaknya gerakan
tungkai dan kaki, clbbed feet, retensi urine, dan kerusakan kulit akibat
iritasi urine dan feses.

ENSEPHALOKEL
DEFINISI
Ensephalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan
adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti
kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak. Ensephalokel
disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan
janin. Jaringan otak yang menonjol.

GEJALA
Gejala dari ensefalokel, antara lain berupa hidrosefalus, kelumpuahn
keempat anggota gerak (kuadriplegia spastik), gangguan perkembangan,
mikrosefalus, gangguan penglihatan, keterbelakangan mental dan
pertumbuhan, ataksia, serta kejang. Beberapa anak memiliki kecerdasan yang
normal. Ensefalokel seringkali disertai denga kelainan kraniofasial atau
kelainan otak lainnya.

PENATALAKSANAAN
1. Cegah infeksi perlukaan ensefalokel waktu lahir, menutup luka dengna kasa
steril setelah lahir.
2. Persiapan operasi dilakukan sedini mungkin untuk mencegah infeksi otak
yang sangat berbahaya.
3. Pasca operasi perhatikan luka agar : tidak basah, ditarik atau digaruk bayi,
perhatikan mungkin terjadi hidrosefalus, ukur lingkar kepala, pemberian
antibiotik (kolaborasi).

143
K. Hidrosephalus
PENGERTIAN
Hydrocephalus adalah akumulasi cairan cerebrospinal dalam ventrikel
serabral,ruang subacarhnoid, atau ruang sub dural (Suriadi dan Yuliani, 2001).

Menurut Mumenthaler (1995) definisi hydrocephalus yaitu timbul bila


ruang cairan serebro spinallis internal atau eksternal melebar

Hydrocephalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan


bertmbahnya cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intracranial
yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan
serebro spinal (Ngastiyah,1997).

ETIOLOGI

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu
tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat
absorbsi dalam ruang subarackhnoid. akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan
CSS diatasnya. Penyumbatan aliran CSS sering terdapat pada bayi dan anak.

Hidrosefalus pada anak dan bayi pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Kongenital
Disebabkan gangguan perkembangan janin dalam rahim,atau infeksi
intrauterine meliputi :
• Stenosis aquaductus sylvi
• Spina bifida dan kranium bifida
• Syndrom Dandy-Walker
• Kista arakhnoid dan anomali pembuluh darah

144
b. Didapat
Disebabkan oleh infeksi, neoplasma, atau perdarahan
• Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. secara patologis
terlihat penebalan jaringan piameter dan arakhnoid sekitar sisterna basalis
dan daerah lain. penyebab lain infeksi adalah toksoplasmosis.

• Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat
aliran CSS. pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel
IV / akuaduktus sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal
dari cerebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan
kraniofaringioma.

• Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan
fibrosis leptomeningfen terutama pada daerah basal otak, selain
penyumbatan yang terjakdi akibat organisasi dari darah itu sendiri.

PATOFISIOLOGI

Jika terdapat obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan


subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler
mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan
mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat
pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami
pembesaran gray matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat
merupakan proses yang tiba – tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada
kedudukan penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency.

Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk
mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup
dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal
(Penyakit keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran
pada ventrikel lateral dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk

145
khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal
blow). Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina
di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol
memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klein dengan type
hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris
dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional.

Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi
ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP
sebelum ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi
dan sirkulasi CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas
normal sistim ventrikel tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan
menyebabkan kematian

Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal


yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral
cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan
kompensasi.

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis hydrocephalus dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Hydrocephalus dibawah usia 2 tahun


• Sebelum usia 2 tahun yang lebih menonjol adalah pembesaran kepala.
• Ubun-ubun besar melebar, terba tegang/menonjol dan tidak berdenyut.
• Dahi nampak melebar dan kulit kepala tipis, tegap mengkilap dengan
pelebaran vena-vena kulit kepala.
• Tulang tengkorak tipis dengan sutura masih terbuka lebar cracked pot
sign yakni bunyi seperti pot kembang yang retak pada perkusi.
• Perubahan pada mata.
- bola mata berotasi kebawah olek karena ada tekanan dan penipisan
tulang supra orbita. Sclera nampak diatas iris, sehingga iris seakan-
akan seperti matahari yang akan terbenam
- strabismus divergens

146
- nystagmus
- refleks pupil lambat
- atropi N II oleh karena kompensi ventrikel pada chiasma optikum
- papil edema jarang, mungkin oleh sutura yang masih terbuka.

b. Hydrochepalus pada anak diatas usia 2 tahun.


• Yang lebih menonjol disini ialah gejala-gejala peninggian tekanan intra
kranial oleh karena pada usia ini ubun-ubun sudah tertutup

KOMPLIKASI
• Peningkatan tekanan intrakranial
• Kerusakan otak
• Infeksi : septikemia, endokarditis, infeksiluka, nefritis, meningitis,
ventrikulitis, abses otak.
• Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik.
• Hematomi subdural, peritonitis, abses abdomen, perporasi organ dalam
rongga abdomen, fistula, hernia, dan ileus.
• Kematian

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
• Lingkar kepala pada masa bayi
• CT dan MRI: menunjukkan pembesaran ventrikel

PENATALAKSANAAN
a. Pencegahan
Untuk mencegah timbulnya kelainan genetic perlu dilakukan penyuluhan
genetic, penerangan keluarga berencana serta menghindari perkawinan antar
keluarga dekat. Proses persalinan/kelahirandiusahakan dalam batas-batas
fisiologik untuk menghindari trauma kepala bayi. Tindakan pembedahan Caesar
suatu saat lebih dipilih dari pada menanggung resiko cedera kepala bayi sewaktu
lahir.

147
b. Terapi Medikamentosa
Hydrocephalus dengan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi pada
umumnya tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan
dosis 25 – 50 mg/kg BB. Pada keadaan akut dapat diberikan menitol. Diuretika
dan kortikosteroid dapat diberikan meskipun hasilnya kurang memuaskan.
Pembarian diamox atau furocemide juga dapat diberikan. Tanpa pengobatan
“pada kasus didapat” dapat sembuh spontan ± 40 – 50 % kasus.

c. Pembedahan
Tujuannya untuk memperbaiki tempat produksi LCS dengan tempat
absorbsi. Misalnya Cysternostomy pada stenosis aquadustus. Dengan pembedahan
juga dapat mengeluarkan LCS kedalam rongga cranial yang disebut Ventrikulo
Peritorial Shunt dan Ventrikulo Adrial Shunt.

Untuk pemasangan shunt yang penting adalah memberikan pengertian pada


keluarga mengenai penyakit dan alat-alat yang harus disiapkan (misalnya : kateter
“shunt” obat-obatan darah) yang biasanya membutuhkan biaya besar.

Pemasangan pintasan dilakukan untuk mengalirkan cairan serebrospinal dari


ventrikel otak ke atrium kanan atau ke rongga peritoneum yaitu pintasan
ventrikuloatrial atau ventrikuloperitonial. Pintasan terbuat dari bahan bahansilikon
khusus, yang tidak menimbulkan raksi radang atau penolakan, sehingga dapat
ditinggalkan di dalam yubuh untuk selamanya. Penyulit terjadi pada 40-50%,
terutama berupa infeksi, obstruksi, atau dislokasi.

TERAPI
Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :

a. Mengurangi produksi CSS


b. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat
absorbsi
c. Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial.

148
PENANGANAN
Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
a. Penanganan sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi
hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid
atau upaya meningkatkan resorbsinya.

b. Penanganan alternatif ( selain shunting )


Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A,
reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan
suatu malformasi. saat ini cara terbaik untuk malakukan perforasi dasar
ventrikel dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik.

c. Operasi pemasangan “ pintas “ ( shunting )


Operasi pintas bertujuan mambuat saluran baru antara aliran likuor
dengan kavitas drainase. pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih
adalah rongga peritoneum. baisanya cairan ceebrospinalis didrainase dari
ventrikel, namun kadang ada hidrosefalus komunikans ada yang didrain
rongga subarakhnoid lumbar. Ada 2 hal yang perlu diperhatikan pada
periode pasca operasi, yaitu pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi
infeksi dan pemantauan. kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang.
infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi
ventrikel dan bahkan kematian.

L. Fimosis
DEFINISI
Fimosis merupakan salah satu gangguan yang timbul pada organ
kelamin pria, yang dimaksud dengan fimosis adalah keadan dimana kulit
kepala penis (preputium) melekat pada bagian kepala (glans) dan
mengakibatkan tersumbatnya lubang dibagian air seni, sehingga bayi dan
anak kesulitan dan kesakitan saat kencing, kondisi ini memicu timbulnya
infeksi kepala penis (balantis). Jika keadaan ini di biarkan dimana muara

149
saluran kencing di ujung penis tersumbat maka dokter menganjurkan untuk
disunat, tindakan ini dilakukan dengan membuka dan memotong kulit penis
agar ujungnya terbuka. Sementara fimosis merupakan pengkerutan atau
penciutan kulit depan penis atau suatu keadaan normal yang sering ditemukan
pada bayi baru lahir atau anak kecil, dan biasanya pada masa pubertas akan
menghilang dengan sendirinya. Fimosis juga dapat diartikan suatu
penyempitan lubang lubang kulitpreputium, sehingga tidak dapat ditarik
(diretraksi) ke atas glans penis atau kondisi dimana kulit yang melingkupi
kepala penis (glans penis) tidak bisa ditarik ke belakang untuk membuka
saluran bagian kepala penis (kulup, prepuce, preputium, fureskin). Preputium
terdiri dari dua lapisan, bagian dalam dan bagian luar, sehingga dapat ditarik
ke depan dan belakang pada batang penis. Pada fimosis, lapisan bagian dalam
preputium melekat pada glans penis. Kadangkala perlekatan cukup luas
sehingga hanya bagian lubang untuk berkemih (meatus urethra externus) yang
terbuka.

MACAM-MACAM FIMOSIS
1. Fimosis kongenital (fimosis fisiologis)
Timbul sejak lahir merupakan kondisi normal pada anak-anak,
bahkan sampai masa remaja. Kulit preputium selalu melekat erat pada
glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun
seiring bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor
pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi
antara glans penis dan lapisan bagian dalam preputium sehingga
akhirnya kulit preputium terpisah dari glans penis. Suatu penelitian
mendapatkan bahwa hanya 4% bayi yang seluruh kulit preputiumnya
dapat ditarik ke belakang penis pada saat lahir, namun mencapai 90%
pada saat usia 3 tahun dan hanya 1% laki-laki berusia 17 tahun yang
masih mengalami fimosis kongenital. Walaupun demikian, penelitian
lain mendapatkan hanya 20% dari 200 anak laki-laki berusia 5-13 tahun
yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis.
2. Fimosis didapat (fimosis patologik)

150
Fimosis ini timbul kemudian setelah lahir. Hal ini berkaitan
dengan kebersihan alat kelamin yang buruk, peradangan kronik glans
penis dan kulit preputium atau penarikan berlebihan kulit preputium
(forceful retration) pada fimosis kongenital yang akan menyebabkan
pembentukan jaringan ikat (fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang
membuka. Fimosis patologik seringkali menimbulkan fenomena
ballooning, yakni kulit preputium mengembang saat berkemih karena
desakan pancaran air seni tidak diimbangi besarnya lubang di ujung
preputium. Fenomena ini akan hilang dengan sendirinya, dan tanpa
adanya fimosis patologik, tidak selalu menunjukkan adanya hambatan
(obstruksi) air seni. Selama tidak terdapat hambatan aliran air seni,
buang air kecil berdarah (hematuria), atau nyeri preputium, fimosis
bukan merupakan kasus gawat darurat.

ETIOLOGI
1. Fimosis terjadi karena ruang diantara preputium dan glans penis tidak
berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan preputium
melekat pada glans penis.
2. Akibat dari infeksi menahun.
3. Adanya peradangan pada kulit glans penis.
4. Infeksi bakteri didaerah preputium.
5. Bakteri.
6. Malformasi.

PATOFISIOLOGIS
Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat
adesi alamiah antara prepusium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun
penis tumbuh dan berkembang dan debris yang dihasilkan oleh epitel
prepusium (smegma) menggumpal pada prepusium dari glans penis. Ereksi
penis yang terjadi secara berkala membuat prepusium terdilatasi perlahan-
lahan sehingga prepusium menjadi retraksi dan dapat ditarik ke proksimal.
Pada usia 3 tahun, 90% prepusium sudah dapat diretraksi. Tapi pada

151
sebagian anak, prepusium tetap lengket pada glans penis, sehingga ujung
prepusium mengalami penyempitan dan akhirnya dapat mengganggu fungsi
miksi atau berkemih. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa prepusium dan
glans penis yang mengalami deskuamasi oleh bakteri yAng ada di
dalamnya.

TANDA DAN GEJALA


Gejala yang sering terjadi pada fimosis yaitu bayi atau anak sukar
berkemih, kadang-kadang begitu sukar sehingga kulit preputium
menggelembung seperti balon, kulit penis tidak bisa ditarik kearah pangkal,
penis mengejang pada saat buang air kecil, bayi atau anak sering menangis
sebelum urine keluar / air seni keluar tidak lancar, serta timbul infeksi. Jika
gejala diatas ditemukan pada alat kelamin, sebaiknya bawa kedokter jangan
sekali-kali mencoba membuka kulup secara paksa dengan menariknya
kearah pangkal penis maka tindakan ini berbahaya, karena kulup yang di
tarik kepangkal dapat terjepit sehingga timbul rasa nyeri dan pembengkakan
yang hebat. Sedangkan tanda tandanya yaitu Penis membesar dan
menggelembung akibat tumpukan urin, kadang-kadang kelihatan dapat
berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai miksi yang kemudian
menghilang setelah berkemih. Hal tersebut disebabkan oleh karena urin
yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruang yang dibatasi oleh kulit
pada ujung penis sebelum keluar melalui muaranya yang sempit. Biasanya
bayi menangis dan mengejan saat BAK karena timbul rasa sakit. Kulit penis
tidak bisa ditarik kearah pangkal ketika akan dibersihkan. Air seni keluar
tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang memancar dengan
arah yang tidak dapat diduga. Bisa juga disertai demam serta iritasi pada
penis.

GEJALA KHUSUS FIMOSIS KONGENITAL DAN PATOLOGIK


1. Fimosis congenital
Seringkali menimbulkan fenomena ballooning, yakni kulit preputium
mengembang saat berkemih karena desakan air seni tidak diimbang

152
besarnya lubang di ujung preputium. Fenomena ini akan hilang dengan
sendirinya, dan tanpa adanya fimosis patologik, tidak selalu
menunjukkan adanya hambatan air seni. Selama tidak terdapat
hambatan aliran air seni, buang air kecil berdarah (hematuria), atau
nyeri preputium, fimosis bukan merupakan kasus gawat darurat.
2. Jika fimosis menyebabkan hambatan aliran air seni, diperlukan
tindakan sirkumsisi (membuang sebagian atau seluruh bagian kulit
preputium) atau teknik bedah plastic lainnya seperti preputioplasty
(memperlebar bukaan kulit preputium tanpa memotongnya). Indikasi
medis utama dilakukan tindakan sirkumsisi pada anak-anak adalah
fimosis patologik.

GANGGUAN YANG DISEBABKAN OLEH FIMOSIS


Aliran urine berupa sulit kencing, pancaran urine mengecil,
menggelembungnya ujung prepusium penis pada saat miksi dan
menimbulkan retensi urine. Kadangkala pasien dibawa berobat oleh orang
tuanya karena adanya benjolan lunak di ujung penis yang tak lain adalah
korpus smegma. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa prepusium dan glans
penis yang mengalami deskuamasi oleh bakteri yang ada didalamnya.
Tindakan tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan
pada fimosis karena menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung
prepusium sebagai fimosis sekunder. Dapat diberikan salep dexametasone
0,1% yang dioleskan 3 atau 4 kali. Diharapkan setelah pemberian selama 6
minggu prepusium dapat diretraksi spontan kemudian dilakukan sirkumsisi

DIAGNOSIS FIMOSIS
Terutama berdasarkan pemeriksaan klinis dan tidak ada tes
laboratorium atau pencitraan yang diperlukan. Pemeriksaan penunjang
mungkin diperlukan pada kasus infeksi saluran kemih atau infeksi kulit pada
genital. Dokter harus mampu membedakan fimosis fisiologis dan phimosis
patologis. Penilaian derajat keparahan phimosis harus dilakukan. Penentuan
etiologi phimosis, jika mungkin, harus dilakukan.

153
KOMPLIKASI
1. Ketidaknyamanan / nyeri saat berkemih.
2. Akumulasi sekret dan smegma di bawah prepusium yang kemudian
terkena
3. Infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.
4. Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.
5. Penarikan prepusium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan
rasa nyeri dan pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis.
6. Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut balinitis.
7. Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian
menimbulkan kerusakan pada ginjal.
8. Fimosis merupakan salah satu faktor resiko terjadinya kanker penis

PENATALAKSANAAN
1. Dilakukan dilatasi dengan melebarkan lubang preputium dengan cara
mendorong kebelakang kulit preputium dan biasanya akan terjadi luka.
Untuk mencegah infeksi dan agar luka tidak merapat lagi maka luka
tersebut dioleskan salep antibiotic.
2. Adanya smegma pada ujung preputium juga menyulitkan bayi
berkemih maka setiap membandingkan bayi hendaknya preputium
didorong kebelakang kemudian ujungnya dibersihkan dengan kapas
dtt.
3. Dilakukan sirkumsisi
4. Untuk mengetahui adanya kelainan saluran saluran kemih pada bayi,
tiap bayi baru lahir harus diperhatikan apakah bayi telah berkemih,
setelah lahir atau paling lambat 24 jam setelah lahir.
5. Perhatikan apakah urin banyak atau sedikit sekali. Bila terjadi kelainan
atau gangguan pada ekskresi bayi akan terlihat sembab mukanya. Jika
terjadi kelainan tersebut maka bayi sebaiknya dirujuk. Sampai bayi
berumur 3 hari pengeluaran urin tidak terpengaruhi oleh pemberian
cairan, baru setelah 5 hari akan berpengaruh. Kondisi ini harus segera

154
dikonsultasikan ke dokter akan memeriksa ujung penis secara teliti dan
bila memungkinkan akan berupaya melepas lengketan tersebut dan
membersihkanya.Jika upaya ini belum berhasil, maka penderita
terpaksa harus dikhitan

ANGKA KEJADIAN
Beberapa penelitian mengatakan kejadian fimiosi saat hanya 4%
bayi yang preputiumnya sudah bisa ditarik mundur sepenuhnya sehingga
kepala penis terlihat utuh.Selanjutnya secara perlahan terjadi desquamasi
perlekatan itu berkurang.Sampai umur satu tahun, masih 50% yang belum
bisa ditarik penuh. Berturut-turut 30% pada usia 2 tahun, 10% pada usia4-5
tahun , 5% pada umur 10 tahun, dan masih ada 1% bertahan hingga umur
16-17 tahun. Dari kelompok terakhir ini ada sebagian kecil yang bertahan
secara presisten sampai dewasa bila tidak ditangani. Berdasarkan data tahun
1980-an dilaporkan bahwa anak yang tidak disirkumsisi memiliki resiko
menderita 10-20 kali lebih tinggi. Tahun 1993, dituliskan review resiko
terjadi sebesar 12 kali lipat. Tahun 1999 dalam salah satu bagian dari
pernyataan AAP tentang sirkumsisi disebutkan bahwa dari 100 anak pada
usia 1 tahun. 7-14 anak yang tidak disirkumsisi menderita sedang hanya 1-2
anak pada kelompok yang di sirkumsisi.Dua laporan jurnal tahin 2001 dan
2005 mendukung bahwa sirkumsisi dibawah resiko.

155
M. Hipospadia

PENGERTIAN HISPOSPADIA

Hipospadia adalah kondisi di mana uretra tidak berada di posisi yang normal.
Uretra merupakan sebuah saluran yang menghubungkan kandung kemih dengan
ujung penis. Dalam kondisi normal, lubang uretra terletak tepat di ujung penis
untuk mengeluarkan urine. Tetapi pada pengidap hipospadia, lubang uretra justru
berada di bagian bawah penis.

Hipospadia termasuk kelainan bawaan yang artinya diderita sejak lahir yang
cukup umum terjadi. Kondisi ini dapat bersifat ringan, yakni apabila ujung uretra
hanya bergeser sedikit dari posisi normalnya, atau bisa jadi parah apabila ujung
uretra berada jauh dari posisi normal, misalnya di dekat skrotum atau buah zakar.

Selain proses berkemih yang sedikit berbeda dengan orang normal,


hipospadia juga dapat menyebabkan kelainan bentuk penis. Penis dapat
melengkung ke arah bawah akibat tarikan kulit di sekitar uretra. Kondisi ini
mampu berdampak pada rasa percaya diri seorang pria.

Prosedur operasi biasanya akan mampu memperbaiki bentuk penis hingga


kembali ke posisi normal. Dengan penanganan yang tepat, pria dengan hipospadia
umumnya dapat menjalan fungsi berkemih dan aktivitas reproduksi secara normal.

156
PENYEBAB DAN FAKTOR RISIKO HIPOSPADIA

Penyebab dari hipospadia sampai saat ini belum dapat diijelaskan secara
pasti, namun teori-teori yang berkembang umumnya mengaitkan kelainan ini
dengan masalah hormonal. Sebuah teori mengungkapkan kelainan ini disebabkan
oleh penghentian prematur perkembangan sel-sel penghasil androgen di dalam
testis, sehingga produksi androgen terhenti dan mengakibatkan maskulinisasi
inkomplit dari alat kelamin luar. Proses ini menyebabkan gangguan pembentukan
saluran kencing (uretra), sehingga saluran ini dapat berujung di mana saja
sepanjang garis tengah penis tergantung saat terjadinya gangguan hormonal.
Semakin dini terjadinya gangguan hormonal, maka lubang kencing abnormal akan
bermuara semakin mendekat ke pangkal.

Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat memicu hipospadia. Salah


satunya adalah riwayat keluarga. Hipospadia memang bukan penyakit keturunan,
tapi kondisi ini terkadang dapat terjadi pada bayi yang memiliki anggota keluarga
dengan kondisi yang sama.

Di samping keturunan, faktor-faktor pemicu lain diperkirakan juga bisa


berdampak kepada perkembangan janin pada masa kehamilan. Misalnya pengaruh
usia ibu yang di atas 40 tahun saat hamil dan pajanan rokok atau senyawa kimiawi
selama kehamilan, terutama pestisida.

GEJALA DAN KOMPLIKASI HIPOSPADIA

Kondisi hipospadia yang dialami tiap penderita berbeda-beda. Tingkat


keparahannya tergantung kepada lokasi lubang uretra. Pada umumnya, lubang
uretra pada pengidap hipospadia terletak di dekat ujung penis. Tetapi ada juga
pengidap dengan lubang uretra yang terletak di bagian tengah atau pangkal penis
(dekat skrotum). Posisi kedua inilah yang disebut hipospadia parah.

Di luar letak lubang uretra, gejala-gejala hipospadia lainnya cenderung


terlihat mirip. Di antaranya adalah:

157
 Kulup yang terlihat menaungi ujung penis. Ini terjadi karena kulup tidak
berkembang di bagian bawah penis.
 Penis yang melengkung ke bawah akibat terjadinya pengencangan jaringan
di bawah penis.
 Percikan abnormal yang terjadi saat buang air kecil.

Bawalah anak Anda ke dokter jika Anda melihat gejala-gejala di atas pada anak
Anda, terutama lokasi lubang uretra yang abnormal.

Jika tidak ditangani dengan benar, maka penderita hipospadia dapat terkena
beberapa komplikasi seperti:

 Gangguan akibat ejakulasi tidak normal.


 Anak kesulitan untuk belajar buang air kecil di kamar kecil.
 Penis melengkung tidak normal saat ereksi.
 Bentuk penis tidak normal.
 Gangguan psikologis, karena penderita cenderung tidak percaya diri
karena kondisi alat vitalnya

DIAGNOSIS HIPOSPADIA

Hipospadia sangat mudah dikenali saat pemeriksaan fisis bayi laki-laki yang
baru lahir. Tidak adanya lubang kencing di ujung kepala penis, serta bentuk penis
melengkung menjadi ciri khas bayi laki-laki dengan hipospadia. Pada kelainan
yang sangat berat, jenis kelamin bayi seringkali sukar untuk dikenali sebagai laki-
laki atau perempuan jika berdasar dari pemeriksaan fisis semata. Dalam hal
tersebut, penderita akan disarankan untuk menjalani pemeriksaan kromosom-
penanda-kelamin (sex chromatin).

Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna meskipun jarang dilakukan


adalah pemeriksaan radiologis urografi (IVP, sistouretrografi) untuk menilai
gambaran saluran kemih secara keseluruhan dengan bantuan kontras. Pemeriksaan
ini biasanya baru dilakukan bila penderita mengeluh sulit berkemih.

158
TATALAKSANA OPERATIF PADA HIPOSPADIA

Tindakan operatif merupakan penatalaksanaan definitif dari hipospadia.


Operasi biasanya dilakukan dalam rentang waktu tahun pertama usia bayi, dengan
syarat ukuran jaringan penis cukup besar dan jelas untuk bisa dimanipulasi. TIdak
jarang ukuran penis penderita hipospadia lebih kecil dariukuran penis anak
sebayanya (micropenis); dalam hal ini penderita akan dialihkan dahulu ke dokter
anak untuk mendapatkan terapi hormonal sampai ukuran penis sesuai. Operasi
sebaiknya telah tuntas dilakukan sebelum penderita memasuki usia sekolah.

Tujuan operasi adalah mengembalikan penis ke dalam bentuk dan fungsi


sebaik-baiknya. Untuk mencapai hal tersebut, maka lubang kencing harus
dikembalikan ke posisi seanatomis mungkin di ujung kepala penis, dan bentuk
penis harus tegak lurus saat ereksi.

Komplikasi pascaoperasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan, infeksi


luka, kebocoran saluran kencing baru (fistula) dan penyempitan lubang kencing
baru (striktura). Untuk menekan risiko striktura, saat ini ahli bedah plastik
rekonstruksi mengembangkan teknik operasi 2 tahap.

1. Operasi tahap pertama mencakup pembuangan jaringan ikat (chordee


release), pembuatan lubang kencing di ujung kepala penis sesuai bentuk
anatomi yang baik, dan membuat saluran kencing baru (tunneling) di dalam
kepala penis yang dindingnya dibentuk dari kulit tudung (preputium) kepala
penis. Operasi tahap pertama ini menentukan hasil akhir operasi hipospadia
secara keseluruhan; operasi tahap pertama yang baik akan menghasilkan
bentuk estetik penis yang anatomis –penis lurus dan lubang kencing tepat di
ujung kepala penis—dan bebas dari risiko striktura.
2. Operasi tahap kedua dilakukan setelah proses penyembuhan operasi pertama
tuntas, paling dini 6 bulan setelah operasi pertama. Operasi tahap kedua
membentuk saluran kencing baru (urethroplasty) di batang penis yang
menghubungkan lubang kencing abnormal, saluran kencing di dalam kepala
penis, dan lubang kencing baru di ujung penis. Dengan teknik operasi yang
baik, risiko komplikasi kebocoran saluran kencing dapat diperkecil.

159
Apapun teknik operasi hipospadia yang dikerjakan (1 tahap atau 2 tahap),
semuanya membutuhkan kelebihan kulit tudung kepala penis (preputium) untuk
rekonsuksi saluran kencing baru. Oleh karena itu,pada setiap bayi yang menderita
hipospadia tidak boleh dilakukan khitan (sirkumsisi). Bentuk penis setelah operasi
hipospadia sudah serupa dengan bentuk penis setelah khitan.

160
DAFTAR PUSTAKA

Behrman,RE,dkk. 2012. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC

Behrman R., Vaughan V., Trauma lahir, dalam Nelson- Ilmu Kesehatan Anak, Ed. XII,
EGC, Jakarta, 1994 : 608-614.

Betz,CL,dkk. 2009. Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.

Carpenito-Moyet,LJ. 2007. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Hasan R., Alatas H., Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI,
Jakarta, 1985 : 1069-1071.

Kuntjojo.2010. Konsep-Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.


https://ebekunt.wordpres s.com/2010/06/30/konsep-konsep-dasar-pendidikan-anak-
usia-dini-3/.[Diakses:27 September 2017]

Lia Dewi, Vivian Nanny. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika

Masitoh dkk. (2005) Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: 2005.

Nanny,Lia,Dewi,Vivian.2013.Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.Jakarta:Salemba


Medika

Ngatsiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Peenerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Nur Muslihatun, Wafi. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Balita. Yogyakarta:
Fitramaya
Patmonodewo, Soemiarti. (2003) Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Rukiyah,Yeyeh dkk. 2010. Asuhan neonatus bayi dan anak balita. Jakarta: CV
Trans Info Media

Siti Aisyah dkk. (2007) Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia
Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.

Sudarti. 2010. Kelainan Dan Penyakit Pada Bayi dan Anak. Nuha Medika. Yogyakarta.

Sudarti dan Endang Khoirunnisa. 2010. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Balita.
Nuha Medika. Yogyakarta.

161
Sudarti dan Afroh, F. 2012. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta:
Nuha medika.
Sujiono, Yuliani Nurani. (2009) Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT
Indeks.

Sutarra,Agus,dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Visimedia

Wiknjosastro H., Perlukaan persalinan, dalam Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 1997 : 716-722.

Yeyeh,Ai,Rukiyah dan Yulianti,Lia.2012.Asuhan Neonatus Bayi dan Anak


Balita.Jakarta:Trans Info Media.

162

Anda mungkin juga menyukai