Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular, keracunan makanan, keracunan bahan berbahaya
lainnya masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan jatuhnya korban
kesakitan dan kematian yang besar, menyerap anggaran biaya yang besar dalam upaya
penanggulangannya, berdampak pada sektor ekonomi, pariwisata serta berpotensi menyebar luas
lintas kabupaten/kota, propinsi bahkan internasional yang membutuhkan koordinasi dalam
penanggulangannya.
Diare, campak dan demam berdarah dengue merupakan jenis penyakit yang sering menimbulkan
KLB di Indonesia. Beberapa jenis KLB mengalami penurunan seperti, diare, campak dan malaria,
tetapi beberapa jenis KLB penyakit lainnya justru semakin meningkat seperti demam berdarah,
keracunan makanan dan bahan berbahaya lainnya serta munculnya KLB penyakit baru seperti SARS,
HFMD, Hepatitis E dan lain-lain. Demikian juga beberapa penyakit yang sudah dianggap tidak
menjadi masalah masyarakat timbul kembali seperti KLB difteri, chikungunya, leptospirosis dan
kolera.
Penanggulangan wabah/KLB penyakit menular diatur dalam UU. No. 4 tahun 1984 tentang
Wabah Penyakit Menular, PP No 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular,
Peraturan Menteri Kesehatan No. 560 tentang Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan
Wabah. Pada tahun 2000, Indonesia menerapkan secara penuh UU No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat Dan Daerah, yang kemudian diikuti dengan terbitnya PP No. 25 tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom yang berpengaruh
terhadap penyelenggaraan penanggulangan wabah/KLB.
KLB penyakit dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kesakitan dan kematian yang besar,
yang juga berdampak pada pariwisata, ekonomi dan sosial, sehingga membutuhkan perhatian dan
penanganan oleh semua pihak terkait. Kejadian-kejadian KLB perlu dideteksi secara dini dan diikuti
tindakan yang cepat dan tepat, perlu diidentifikasi adanya ancaman KLB beserta kondisi rentan yang
memperbesar risiko terjadinya KLB agar dapat dilakukan peningkatan kewaspadaan dan

1
kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan KLB, dan oleh karena itu perlu diatur dalam pedoman
Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1.Apa yang dimaksud dengan Kejadian Luar Biasa?
2.Apakah dampak dari Kejadian Luar Biasa?
3.Apa yang dimaksud dengan Sistem Kewaspadaan Dini?
4.Apa ruang lingkup Sistem Kewaspadaan Dini?
5.Apa tujuan dari Sistem Kewaspadaan Dini?
6.Bagaimana penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini?
1.3 Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.Untuk mengetahui maksud dengan Kejadian Luar Biasa
2.Untuk mengetahui dampak dari Kejadian Luar Biasa
3.Untuk mengetahui maksud dengan Sistem Kewaspadaan Dini
4.Untuk mengetahui ruang lingkup Sistem Kewaspadaan Dini
5.Untuk mengetahui tujuan dari Sistem Kewaspadaan Dini
6.Untuk mengetahui penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kejadian Luar Biasa (KLB)


Wabah adalah berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah
tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka. Menteri menetapkan dan mencabut daerah tertentu
dalam wilayah Indonesia yang terjangkit wabah sebagai daerah wabah.
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau
kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Penyakit berpotensi KLB adalah jenis penyakit yang dapat menimbulkan KLB. Jenis-jenis penyakit
penyebab terjadinya KLB ditetapkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan, yang secara operasional
bergantung pada kajian epidemiologi yang dilakukan secara nasional, propinsi atau kabupaten/kota
menurut waktu dan daerah. Kondisi rentan KLB adalah kondisi masyarakat, lingkungan-perilaku, dan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang merupakan faktor risiko terjadinya KLB.
Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menangani penderita,
mencegah perluasan kejadian dan timbulnya penderita atau kematian baru pada suatu kejadian luar
biasa yang sedang terjadi. Program Penanggulangan KLB adalah suatu proses manajemen yang
bertujuan agar KLB tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Pokok program
penanggulangan KLB adalah identifikasi ancaman KLB secara nasional, propinsi dan
kabupaten/kota; upaya pencegahan terjadinya KLB dengan melakukan upaya perbaikan kondisi
rentan KLB; penyelenggaraan SKD-KLB, kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan adanya KLB dan
tindakan penyelidikan dan penanggulangan KLB yang cepat dan tepat. Kejadian Luar Biasa (KLB)
penyakit menular, keracunan makanan, keracunan bahan berbahaya lainnya masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang
besar, menyerap anggaran yang besar dalam upaya penanggulangannya, berdampak padasektor
ekonomi, pariwisata serta berpotensi menyebar luas lintaskabupaten/kota, provinsi, regional bahkan
internasional yang membutuhkan koordinasi dan penanggulangan.

Penanggulangan KLB/wabahpenyakit menular diatur dalam UU No.4 tahun 1984 tentang wabah
penyakit menular, Permenkes no 949 tahun 2004 tentang pedoman penyelenggaraan SKD KLB dan
PP No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah pusat dan provinsi sebagai daerah otonom

3
yang berpengaruh terhadap penyelenggaran penggulangan KLB/wabah serta peraturan terkait
lainnya yang berhubungan dengan SKD KLB.

Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB adalah kewaspadaan terhadap penyakit berpotensi KLB
beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menerapkan teknologi surveilans epidemiologi
dan dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap dan respon, upaya-upaya dan tindakan
penanggulangan KLB yangcepat dan tepat; (2) Peringatan kewaspadaan dini KLB adalah pemberian
informasi adanya ancaman KLB pada suatu daerah dalam periode waktu tertentu; (3) Deteksi dini
KLB adalah kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya KLB dengan cara melakukan
intensifikasi pemantauan secara terus menerus dan sistematis terhadap perkembangan penyakit
berpotensi KLB dan perubahan kondisi rentan KLB agar dapat mengetahui secara dini terjadinya
KLB; (3) Kondisi rentan KLB adalah kondisi masyarakat, lingkungan, perilaku dan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang merupakan faktor risiko terjadinya KLB.

Kegiatan SKD KLB meliputi kajian epidemiologi secara terus menerus dan sistematis terhadap
penyakit berpotensi KLB dan kondisi rentan KLB, peringatan kewaspadaan dini KLB dan
peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan sarana dan prasarana kesehatan pemerintah, swasta
dan masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya KLB/wabah.

2.2 Dampak Kejadian Luar Biasa (KLB)


KLB penyakit dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kesakitan dan kematian yang besar
sehingga membutuhkan perhatian dan penanganan oleh semua pihak yang terkait. Kejadian-
kejadian KLB perlu dideteksi secara dini dan diikuti tindakan yang cepat dan tepat, perlu diidentifikasi
ancaman KLB agar dapat dilakukan peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan menghadapi
kemungkinan KLB/wabah. Dalam dunia kesehatan, kejadian yang semula biasa kemudian
dikatakan tidak biasa hingga akhirnya menjadi luar biasa merupakan kegiatan perbaikan sistem
kesehatan yang merupakan tanggung jawab bersama dan dibutuhkan kerjasama antara Pemerintah
(Departemen Kesehatan), Institusi Layanan Kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik
Pengobatan), dan Masyarakat. Menurut UU No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular,
Perbaikan kesehatan rakyat dilakukan melalui upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan, dan
pemulihan dengan mendekatkan dan memeratakan pelayanan kesehatan kepada rakyat. Masalah
wabah dan penanggulangannya tidaklah berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari upaya
kesehatan secara nasional yang mempunyai kaitan dengan sektor lainnya di luar kesehatan, serta

4
tidak terlepas dari keterpaduan pembangunan nasional yang secara terintegrasi program lain.
Wabah yang dapat menimbulkan malapetaka yang menimpa umat manusia dari dulu, sekarang
maupun masa mendatang, tetap merupakan ancaman terhadap kelangsungan hidup dan kehidupan.
Selain wabah membahayakan kesehatan masyarakat, karena dapat menyebabkan sakit, cacat, dan
kematian, juga akan mengakibatkan hambatan dalam melaksanakan pembangunan nasional.
Pemikiran tersebut dikembangkan mengingat kesehatan merupakan komponen dari kesejahteraan,
karena manusia yang sehat mampu melaksanakan pembangunan. Berbagai peraturan ini memang
dibuat agar pembanguan bangsa Indonesia selalu lancar, dan mengeliminir dana yang tersedot
untuk kesehatan akibat wabah atau KLB. Sebagai contoh, semestinya jika ada masalah wabah atau
KLB, pemerintah mau tak mau harus menyiapkan dana yang tidak sedikit untuk penanggulangan dan
penuntasan masalah tersebut. Padahal mestinya dana tersebut bisa digunakan untuk pembangunan
sarana dan prasarana untuk kepentingan publik, misalnya jalan. Betapa tidak, Penyakit Demam
Berdarah semestinya tidak perlu terjadi, mengingat jika masyarakat menjaga kebersihan dan
melindungi diri dari sengatan nyamuk, masyarakat tidak perlu terjangkit penyakit ini. Jika terjangkit,
apalagi jumlah korbannya tidak sedikit, Pemerintah mau tak mau harus menyisihkan dana untuk
mengangani hal tersebut seperti di atas, misalnya bantuan biaya pengobatan untuk rakyat miskin
korban demam berdarah serta survei lapangan tentang epidemi di kawasan terjangkit.
Dalam jajaran Departemen Kesehatan atau di daerah-daerah sebagai kepanjangantangannya
dikenal dengan Dinas Kesehatan, istilah KLB merupakan kejadian meningkatnya atau merebaknya
suatu penyakit tertentu, yang dapat menimbulkan wabah, dan semuanya diatur dalam bentuk tata
cara penyampaian laporan dan penanggulangan seperlunya. Sedangkan definisi dari wabah dan
KLB menurut PerMenKesRI No. 560/MENKES/PER/VIII/1989. adalah kejadian berjangkitnya suatu
penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi
keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka.
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatkan kejadian kesakitan atau kematian
yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Yang
melakukan tindakan penanganan tersebut adalah Kepala Daerah, Kota atau Kabupaten dengan
bantuan Unit Kesehatan setempat seperti Dinas Kesehatan Propinsi, Kota atau Kabupaten, dengan
segala jajaran terkaitnya seperti Rumah Sakit, Puskesmas atau lembaga relevan lainnya yang
tujuannya untuk menekan semakin berkembangnya wabah atau KLB tersebut. Tindakan tersebut
bisa dilakukan diantaranya dengan Isolasi, yaitu pemisahan penderita penyakit menular dengan

5
orang yang rentan terhadap penyakit tersebut. Evakuasi, yaitu pemindahan sebagian atau semua
penduduk dari lokasi terjangkit ke lokasi yang aman. Tetapi dalam hal tertentu Pemerintah Daerah
yang bersangkutan dapat mengambil langkah-langkah yang perlu untuk membendung KLB atau
Wabah. Sebagai contoh waktu terjadi wabah Flu Burung Pemerintah Daerah memberikan instruksi
untuk pemusnahan unggas, tetapi hal itu belum tentu diikuti oleh daerah, karena semua berdasarkan
kasus. Peristiwa bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan oleh suatu penyakit di
suatu wilayah tertentu, kadang–kadang dapat merupakan kejadian yang mengejutkan dan membuat
heboh masyarakat di wilayah itu. Oleh sebab itu sesuai dengan SK Dirjen Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman No. 451-I/PD.03.04.IF/191, diperlukan
pengamatan yang merupakan semua kegiatan yang dilakukan secara teratur, teliti, dan terus
menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan, analisa / interprestasi, penyajian data dan pelaporan.
Dengan Kriteria :
Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.
1. Peningkatan kejadian penyakit atau kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut–turut
menurut jenis penyakitnya.
2. Peningkatan kejadian penyakit atau kematian, 2 kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya ( jam, hari, minggu, bulan, tahun )
3. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila
dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.
4. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih
dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya.
5. Case Fatality Rate ( CGR ) dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu yang menunjukkan
kenaikan 50% atau lebih, dibandingkan dengan CFR dari periode sebelumnya.
6. Proportional Rate ( PR ) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali
atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu sebelumnya.
Klasifikasi KLB atau wabah yang terjadi dapat digolongkan dalam letusan kejadian yang
bersumber dari makanan atau minuman dan air, yang lain berupa penyakit-penyakit menular atau
kejadian yang tidak diketahui sebab-sebabnya. Dalam hal ini dapat digolongkan menjadi 2 bagian
termasuk contohnya yaitu :Menurut penyebabnya: Toxia ( Staphylococus Aureus, Vibrio, Kholera,
Eschorichia, Shigella), Infeksi (Virus, Bakteri, Protozoa, Cacing),Toxin Biologis (Racun Jamur, Alfa
Toxin, Plankton, Racun Ikan), dan Toxin Kimia (Cyanida, Nitrit, Pestisida, CO,CO2, HCN).Menurut

6
sumbernya : Manusia (Tangan, Tinja, Air Seni, Muntahan), Kegiatan Manusia (Pembuatan Tempe
Beragi, Penyemprotan, Pencemaran Lingkungan, Penangkapan Ikan Dengan Racun), Binatang
(Piaraan, Unggas, Hewan Beracun), Udara (Pencemaran Udara), Alat-alat (Pegangan Pintu, WC
Umum, Telepon Umum), Air (Air tercemar misalnya Vibrio Cholerae, Salmonella), dan Makanan (Zat
Kimia, atau Makanan Kedaluarsa). Adapun penyakit-penyakit tertentu yang diamati yang dapat
menimbulkan Wabah atau KLB sesuai dengan acuan Permenkes RI No.
560/MENKES/PER/VIII/1989 adalah : Kholera, Pes, Demam Kuning, Demam Bolak – balik, Tifus
Bercak, Demam Berdarah, Campak, Polio, Difteri, Pertusis, Rabies, Malaria, Influenza, Hepatitis,
Tifus Perut, Meningitis, Endefalitis, Anthrax, Diare, da Keracunan. Jika kita melihat sekilas di atas,
maka kita maklumi bahwa apapun dapat terjadi, baik karena virus, kecelakaan, bahkan sekarang
yang sering terjadi seperti keracunan massal di sekolah maupun pabrik karena catering. Dalam hal
penanganan jika suatu penyakit merebak sesuai perhitungan kriteria di atas, semua lembaga
kesehatan bersama masyarakat dapat di libatkan untuk membantu menangani, melaporkan, bahkan
turut serta dalam membendung meningkatnya penyebaran penyakit agar tidak menjadi semakin
buruk atau bencana. Oleh sebab itu digalakkanlah kegiatan Surveillance dan sistim respon
puskesmas.
Penanganan yang dimaksudkan di sini adalah Penanganan KLB maupun Wabah yang bisa
diketahui atau dipantau mulai dari masyarakat atau penderitanya langsung yang mengetahui asal
mula merebaknya penyakit tersebut. Pelayanan kesehatan, pelaporan, pembuktian/pelacakan di
lapangan, hingga tindak lanjut yang akan dilakukan oleh Pemerintah. Jadi bisa disimpulkan bahwa
kegiatan surveilans melibatkan seluruh unsur. Pemerintah sudah mengeluarkan biaya yang sangat
besar untuk mewujudkan hal tersebut di atas. Contoh hal sederhana saja, untuk menekan angka
angka KLB atau wabah pemerintah membuat iklan layanan masyarakat di televisi atau radio tentang
pencegahan wabah. Bisa dibayangkan mahalnya ongkos produksi di media elektronik,selain itu
pembuatan poster yang dipasang di tempat-tempat umum biasanya juga membutuhkan dana
besar.
Tentang rumah sakit, sesuai dengan fungsinya sebagai institusi layanan kesehatan, sudah
merupakan prosedur jika harus melayani dahulu dan melaporkan seperlunya ke Dinas Kesehatan
setempat.
Terlebih dengan merebaknya penyakit baru yang semakin aneh dan ganas seperti AIDS dan
Leptospirosis/Pes ( tahun 1980an ), Anthrax dan Pertusis ( 1990an ), dan tahun 2000 an ini adalah

7
SARS, Acute Flaccyd Paralysis/Polio, dan Flu Burung. Penyakit di atas terkadang melampaui apa
yang diprediksikan dan diundangkan oleh Pemerintah, sehingga Dinas Kesehatan setempat
diperbolehkan mengambil langkah-langkah seperlunya. Oleh sebab itu, Khusus Program AFP/Polio
pada tahun 1999 Pemerintah Daerah Jawa Tengah melalui Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah
menggelar Program Surveilans terpadu dimana selain melibatkan Rumah Sakit atau Puskesmas
tetapi Dinas Kesehatan Kota dapat survei atau melacak ke rumah sakit langsung tiap minggu
dengan pengecekan ke register atau catatan medis langsung untuk para pasien yang sedang
dirawat atau baru saja pulang. Adapun Dinas Kesehatan Kota dapat bekerja sama dengan RS dalam
meneliti Register Tercatat Rumah Sakit berdasarkan SK DitJenYanMed No.
1425/YANMED/INFO/SK/XII/1989 Tentang Penggunaan Buku Pedoman Pencatatan Kegiatan
Pelayanan RS. Hal ini mencerminkan betapa aktifnya Pemerintah dalam mendukung gerakan
penuntasan penyakit. Semua ini tidak lepas dari dorongan dari World Health Assembly ke 41 tahun
1998 yang memperkuat hasil kesepakatann dari World Summit For Children tahun 1990.
Seperti telah tersirat di atas bahwa program ini tak lepas dari dukungan semua pihak. Ada ketentuan
dari Dinas Kesehatan Kota selaku Pemerintah Kota mewajibkan rumah sakit di wilayahnya, dalam
hal ini rumah sakit-rumah sakit di Semarang untuk menunjuk petugas Surveillance. Adapun para
petugas yang ditunjuk tersebut berasal dari Ruang Anak dan Rekam Medis.
Pelaksanaan tersebut di atas bukannya tanpa kendala, karena perlu menyediakan waktu
khusus untuk melacak hingga melaporkan ke Dinas Kesehatan Kota. Cibiran miringpun acap kali
diterima para petugas yang ditunjuk tersebut karena banyak meluangkan waktu untuk pemerintah.
Sindiran tersebut diantaranya sebaiknya seragamnya ganti seperti seragam PNS hingga anggapan
mendapat bayaran dobel, mengingat para petugas tersebut mendapat tunjangan kemudahan
informasi dan komunikasi dari Pemerintah daerah yang sebenarnya juga tidak banyak. Tetapi apa
boleh dikata sebagai seorang Warga Negara yang baik dan dikukuhkan dengan kewajiban masing-
masing profesi apalagi hal tersebut didukung dengan Peraturan yang yang ada diantaranya
KepMenKesRI No 1410/MENKES/SK/X/2003 Tentang SIRS Rev 5, Bahwa Surveilans Nasional
mengintegrasikan data epidemiologi dari rumah sakit dalam sistem pelaporan rutin. Dalam
hubungannya dengan pelayanan ke dalam, sudah barang tentu para petugas rumah sakit di atas
memiliki payung, salah satu diantaranya yang lagi trend tertuang dalam Pedoman Operasional
Pelaksanaan Nilai Dasar Pelayanan Karyawan YAKKUM ( Basic Value 2005 ) dimana tertulis bahwa
SDM Yakkum harus menghargai pelayanan kesehatan paripurna sebagai satu kesatuan produk

8
pelayanan, dan dapat dipercaya oleh seluruh StakeHolder. Dari dasar di atas Kepala Ruang Anak
dan Kepala Rekam Medis dapat menggunakan berbagai cara di antaranya telepon baik Fixed
Phone, Selular, atau Faksimili, Laporan tertulis hingga penggunaan Teknologi Cyber / IT seperti e-
mail, dan paket Software-software internet seperti EWORS ( Early Warning Outbreak Recognition
System ) dan SIPPT ( Sistem Informasi Pengamatan Penyakit Terpilih ). Tergetnya adalah informasi
tentang Epidemiologi Wabah atau KLB dapat sampai informasinya ke Dinas Kesehatan Kota
khususnya Sub Din Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ( P2P ) dalam tempo 1x24 Jam.
Berdasarkan pengalaman setelah rumah sakit menghubungi dinas terkait, tim dari dinas langsung
datang ke rumah sakit untuk pemutakhiran data Wabah / KLB, wawancara dan survei ke lapangan
atau kawasan dimana terkenan dampak pada masyarakat atau pasien tinggal atau berasal.
Selanjutnya Dinas terkait mengambil langkah-langkah sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Prosedur tersebut dapat berupa pengamanan kawasan, evakuasi, isolasi, pemusnahan satwa
penyebab penyakit ( misalnya yang sering dilakukan adalah penyemprotan/fogging terhadap nyamuk
atau pembakaran unggas ), hingga pengamanan jenasah korban wabah misalnya dengan aluminium
foil sebagai pembungkus jenasah atau peti yang dilapisi plastik atau silikon. Laporan yang
diinformasikan dari rumah sakit tersebut berdasarkan kriteria dinas dapat diteruskan oleh Dinas
Kesehatan Kota ke Tingkat Provinsi sampai Departemen Kesehatan bahkan Presiden sebagai
Kepala Pemerintahan sebagai atasan dari Menteri Kesehatan. Jika dirasakan sangat besar,
Presiden dapat melaporkan ke WHO.
Mungkin para pembaca bertanya, apakah fungsi Surveilans RS berhenti sampai di sini saja?
Tentu saja tidak. Ada pepatah mengatakan “Mencegah Lebih baik Dari Pada Mengobati”
berdasarkan peribahasa tersebut dan didukung oleh Peraturan Pemerintah RS No 40 Tahun 1991
tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular, dikatakan bahwa Petugas Kesehatan dalam
melakukan upaya penanggulangan seperlunya untuk mengatasi KLB yang mengarah ke terjadinya
Wabah. Dalam hal ini yang pernah dilakukan oleh Kepala Rekam Medis dalam 2 tahun terakhir ini
adalah Sosialisasi atau Penyuluhan tentang penanggulangan dan penanganan AFP/Folio setelah
Renungan pagi (Kegiatan rutin tiap pagi di RSPWDC-red). Selain itu, pernah juga melakukan
Penyuluhan kepada para Ibu Menyusui dalam gugus kegiatan yang diadakan oleh PKMRS (
Program Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit ) atau UPKM ( Upaya Peningkatan Kesehatan
Masyarakat / Community Development ) dalam kegiatan lapangan Unit Extra Murral. Salah satu
targetnya tetap pada usaha pokoknya yaitu mengajak semua komponen rumah sakit bahkan semua

9
masyarakat di lingkungan rumah sakit untuk senantiasa aktif dari mencegah, melacak hingga
melaporkan kejadian kesehatan yang tidak biasa, bisa ke Rumah Sakit, PUSKESMAS atau Dinas
Kesehatan Kota seperti Poster-poster yang dipasang di berbagai penjuru rumah sakit dimana
masyarakat dapat diajak untuk ikut aktif melaporkan. Jika hasilnya positif, Dinas Kesehatan Kota
menyediakan penghargaan atas upaya tersebut.
Kesimpulan secara umum adalah pemberantasan KLB atau Wabah adalah tugas kita bersama
mulai dari organisasi terkecil masyarakat, rumah sakit sebagai fasilisator, hingga Pemerintah melalui
jajaran Departemen Kesehatan, sebagai pengambil keputusan strategis yang akhirnya berfungsi
untuk penanganan dan pemberantasan penyakit penyebab KLB atau Wabah, yang akhirnya untuk
menunjang Program Indonesia Sehat 2010.

2.3 Pengertian Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)


Sistem Kewaspadaan Dini KLB (SKD-KLB) merupakan kewaspadaan terhadap penyakit
berpotensi KLB beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menerapkan teknologi
surveilans epidemiologi dan dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-
upaya pencegahan dan tindakan penanggulangan kejadian luar biasa yang cepat dan tepat.
Peringatan Kewaspadaan Dini KLB merupakan pemberian informasi adanya ancaman KLB pada
suatu daerah dalam periode waktu tertentu. Deteksi dini KLB merupakan kewaspadaan terhadap
kemungkinan terjadinya KLB dengan cara melakukan intensifikasi pemantauan secara terus menerus
dan sistematis terhadap perkembangan penyakit berpotensi KLB dan perubahan kondisi rentan KLB
agar dapat mengetahui secara dini terjadinya KLB.
2.4 Ruang Lingkup Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)
Secara operasional kegiatan SKD-KLB meliputi kajian epidemiologi secara terus menerus dan
sistematis terhadap penyakit berpotensi KLB dan kondisi rentan KLB, Peringatan kewaspadaan dini

10
KLB, dan peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan sarana kesehatan pemerintah dan
masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya KLB.
2.5 Tujuan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)
Tujuan dari sistem kewaspadaan dini terbagi atas dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
-Tujuan Umum :
Terselenggaranya kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap kemungkinan terjadinya KLB.
-Tujuan khusus :
a) Teridentifikasi adanya ancaman KLB.
b) Terselenggaranya peringatan kewaspadaan dini KLB.
c) Terselenggaranya kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan terjadinya KLB.
d) Terdeteksi secara dini adanya kondisi rentan KLB.
2.6 Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini
Dalam penyelenggaraan SKD KLB dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu
1) Pengorganisasian, Sesuai dengan peran dan fungsinya maka setiap unit pelayanan kesehatan,
Dikes kab./kota, provinsi dan Depkes RI wajib menyelenggarakan SKD KLB dengan
membentuk unit pelaksana yang bersifatfungsional atau struktural
2) Sasaran, sasaran SKD KLB meliputi penmyakit berpotensi KLB dan kondisi rentan KLB
3) Kegiatan SKD KLB
Adapun secara umum kegiatan SKD KLB meliputi :
- Kajian EpidemiologI
Untuk mengetahui adanya ancaman KLB, maka dilakukan kajian secara terus menerus dan
sistematis terhadap berbagai jenis penyakit berpotensi KLB dengan menggunakan kajian.
Kajian tersebut diantaranya adalah : Data surveilans epidemiologi penyakit berpotensi
KLB,kerentanan masyarakat seperti status gizi yang buruk, imunisasi yang tdk lengkap, personal
hygiene yang buruk dll, kerentanan lingkungan spt sanitasi dan lingkungan yang jelek; Kerentanan
pelayanan kesehatan spt sumberdaya, sarana dan prasarana yang rendah atau kurang memadai,
ancaman penyebaran penyakit berpotensi KLB dari daerah lain, sumber data lain dalam jejaring
surveilans epidemiologi.
Sumber data surveilans epidemiologi penyakit adalah :Laporan KLB/wabah dan hasil
penyelidikan KLB, Data epidemiologi KLB dan upaya penanggulangannya, Surveilans terpadu
penyakit berbasis KLB, Sistem peringatan dini KLB di rumah sakit. Sumber data lain dalam jejaring

11
surveilans epidemiologi adalah: Data surveilans terpadu penyakit, Data surveilans khusus penyakit
berpotensi KLB, Data cakupan program. Data cakupan program tersebut diantaranya adalah Data
lingkungan pemukiman, dataperilaku masyarakat, data pertanian, data meteriologi dan fisika;Informasi
masyarakat sebagai laporan kewaspadaan dini, Data terkait lainnya.
- Peringatan Kewaspadaan
Peringatan kewaspadaan dini KLB dan atau terjadinya peningkatan KLB pada daerah tertentu
dibuat untuk jangka pendek (periode 3 – 6 bulan yang akan datang) dan disampaikan kepada semua
unitterkait di Dikes kab./kota, provinsi dan Depkes RI, sektor terkait dan masyarakat sehingga
mendorong peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap KLB di unit pelayanan kesehatan
dan program terkait serta peningkatan kewaspadaan masyarakat perorangan dan
kelompok.Peringatan kewaspadaan dini KLB dapat juga dilakukan terhadap penyakit berpotensi KLB
dalam jangka panjang (periode 5 tahun yang akan datang) agar terjadi kesiapsiagaan yang lebih baik
serta dapat dijadikan acuan perumusan perencanaan strategis program penanggulangan KLB.
Suatu wilayah tertentu dinyatakan KLB apabila memenuhi kriteria sbb :
(a) Angka kesakitan dan atau angka kematian di suatu wilayah (Desa/Kelurahan, Kecamatan)
menunjukkan kenaikan yang mencolok (bermakna) selama 3 kali masa observasi berturut-turut
(Harian atau Mingguan),
(b) Jumlah penderita dan atau jumlah kematian di suatu wilayah (Desa/Kelurahan, Kecamatan)
menunjukkan 2 kali atau lebih dalam periode waktu tertentu (Harian, MIngguan, Bulanan)
dibandingkan dengan rata-rata dalam satu tahun terakhir,
(c) Peningkatan CFR (case fatality rate) pada suatu wilayah (Desa/Kelurahan, Kecamatan) dalam waktu
satu bulan dibandingkan CFR bulan lalu
(d) Peningkatan jumlah kesakitan atau kematian dalam periode waktu (Mingguan, Bulanan) di suatu
wilayah (Desa/Kelurahan, Kecamatan) dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun yang
lalu.
- Peningkatan Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan terhadap KLB
Kewaspadaan dan peningkatan kesiapsiagaan terhadap KLB meliputi peningkatan kegiatan
surveilans untuk deteksi dini kondisi rentan KLB, peningkatan kegiatan surveilans untuk deteksi dini
KLB, penyelidikan epidemiologi adanya dugaan KLB, kesiapsiagaan menghadapi KLB dan
mendorong segera dilaksanakan tindakan penggulangan KLB.
- Deteksi dini kondisi rentan KLB

12
Deteksi dini kondisi rentan KLB merupakan kewaspadaan terhadap timbulnya kerentanan
masyarakat, kerentanan lingkungan, perilaku dan kerentanan pelayanan kesehatan terhadap KLB
dengan menerapkan cara-cara surveilans epidemiologi atau PWS kondisi rentan. Dalam penerapan
cara surveilans epidemiologi terhadap KLB, dapat dilakukan dengan cara, yaitu :
(a) Identifikasi kondisi rentan KLB
(b) Mengidentifikasi secara terus-menerus perubahan kondisi lingkungan, kualitas dan kuantitas
pelayanan kesehatan, kondisi status kesehatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan KLB di
daerah,
(c) Pemantauan wilayah setempat kondisi rentan KLB. Setiap sarana pelayanan kesehatan merekam
data perubahan kondisi rentan KLB menurut desa/kelurahan atau lokasi tertentu lainnya,
menyusun tabel dan grafik PWS kondisi rentan KLB. Setiap kondisi rentan KLB dianalisis terus-
menerus dan secara sistematis untuk mengetahui secara dini adanya ancaman KLB,
(d) Penyelidikan dugaan kondisi rentan KLB. Penyelidikan tersebut dapat dilakukan : Di Sarana
kesehatan secara aktif mengumpulkan informasi kondisi rentan KLB dari berbagai sumber
termasuk laporan perubahan kondisi rentan oleh masyarakat,perorangan atau kelompok; Di
Sarkes petugas meneliti dan mengkaji data kondisi rentan KLB, data kondisi kesehatan
lingkungan dan perilaku masyarakat, status kesehatan masyarakat,status pelayanan kesehatan;
Petugas kesehatan mewawancarai pihak-pihak terkait yang patut diduga mengetahui adanya
perubahan kondisi rentan KLB; Mengunjungi daerah yang dicurigai terdapat perubahan kondisi
rentan.
- Deteksi Dini KLB
Deteksi dini KLB merupakan kewaspadaan terhadap timbulnya KLB dengan mengidentifikasi
kasus berpotensi KLB, pemantauan wilayah setempat terhadap penyakit-penyakit berpotensi KLB dan
penyelidikan dugaan KLB antara lain:
(a) Identifikasi kasus berpotensi KLB. Setiap kasus berpotensi KLB yang datang ke UPK
diwawancarai kemungkinan adanya penderita lain disekitar tempat tinggal kemudian dilanjutkan
dengan penyelidikan kasus;
(b) PWS penyakit berpotensi KLB. Setiap UPK melakukan analisis adanya dugaan peningkatan
penyakit dan faktor risiko yang berpotensi KLB diikuti penyelidikan kasus;
(c) Penyelidikan dugaan KLB. Penyelidikan dugaan KLB dilakukan dengan cara : Di UPK setiap
petugas menanyakan kepada setiap pengunjung UPK tentang kemungkinan adanya

13
peningkatan sejumlah penderita yang diduga KLB pada lokasi tertentu; Di unit pelayanan
kesehatan setiap petugas meneliti register rawat jalan dan rawat inap khususnya yang berkaitan
dengan alamat penderita, umur dan jensis kelamin atau karakteristik lain; Petugas kesehatan
mewawancarai kepala desa atau pihak yang terkait yang mengetahui keadaan masyarakat
tentang adanya peningkatan kasus yang diduga KLB; Membuka pos pelayanan di lokasi yang
diduga terjadi KLB; Mengunjungi rumah-rumah penderita yang dicurigai memunculkan KLB.
Deteksi dini KLB dapat dilakukan melalui : pelaporan kewaspadaan KLB oleh masyarakat,
Perorangan dan organisasi yang wajib membuat laporan kewaspadaan KLB antara lain : Orang
yang mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita penyakit berpotensi KLB; Petugas
kesehatan yang memeriksa penderita yang berpotensi KLB; Kepala instansi yang terkait seperti
kepala pelabuhan, kepala stasiun kereta api, kepala bandara udara dll serta UPK lainnya;
Nahkoda kapal, pilot dan sopir.
- Kesiapsiagaan menghadapi KLB
Kesiapsiagaan menghadapi KLB dilakukan terhadap SDM, sistem konsultasi dan referensi,
sarana penunjang, laboratorium dan anggaran biaya, strategi dan tim penanggulangan KLB
serta jejaring kerja tim penanggulangan KLB kabupaten/kota, provinsi dan pusat.
- Tindakan Penanggulangan KLB yang Cepat dan Tepat
Setiap daerah menetapkan mekanisme agar setiap kejadian KLB dapat terdeteksi dini dan
dilakukan tindakan penanggulangan dengan cepat dan tepat. Tindakan penanggulangan KLB
yang cepat dan tepat dilakukan dengan : Advokasi dan Asistensi Penyelenggaran SKD
KLB Advokasi dan asistensi tujuannya agar SKD KLB berjalan secara terus menerus dengan
dukungan daripihak yang terkait; Pengembangan SKD KLB Darurat. Untuk menghadapi
ancaman terjadinya KLB penyakit tertentu yang sangat serius dapat dikembangkan dan atau
ditingkatkan SKD KLB penyakit tertentu dalam periode waktu terbatas dan wilayah terbatas.
- Peran Unit SKD KLB dan Mekanisme Kerja
Masing masing unit yang ada dijajaran kesehatan dapat berperan sebagai berikut :
(a) Peran Dinas Kesehatan Provinsi : Kajian Epidemiologi Ancaman KLB; Peringatan Kewaspadaan
Dini KLB; Peningkatan Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Terhadap KLB; Advokasi dan
Asistensi Penyelenggaraan SKD KLB,

14
(b) Peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota: Kajian Epidemiologi Ancaman KLB, Peringatan
Kewaspadaan Dini KLB, Peningkatan Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Terhadap KLB,
Advokasi dan Asistensi Penyelenggaraan SKD KLB, Pengembangan SKD KLB Darurat;
(c) Peran Puskesmas : Kajian Epidemiologi Ancaman KLB, Peringatan Kewaspadaan Dini KLB,
Peningkatan Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan Terhadap KLB,
(d) Peran Masyarakat (perorangan, kelompok dan masyarakat): Peningkatan kegiatan pemantauan
perubahan kondisi rentan; Peningkatan kegiatan pemantauan perkembangan penyakit dengan
melapor kepada puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai laporan kewaspadan dini;
Melaksanakan penyuluhan serta mendorong kewaspadaan KLB di tengah masyarakat;
Melakukan identifikasi penderita, pengenalan tatalaksana kasus dan rujukan serta upaya
pencegehan dan pemberantasan tingkat awal
- Indikator Kinerja
Indikator kinerja SKD KLB antara lain :
(a) Kajian dan peringatan kewaspadaan dini KLB secara teratur setidak-tidanya setiap bulan
dilaksanakan oleh Dikes Kabupaten/Kota, Provinsi dan Depkes RI;
(b) Terselenggaranya deteksi dini KLB penyakit berpotensi KLB prioritas di puskesmas, Rumah Sakit
dan Laboratorium,
(c) Kegiatan penyelidikan dan penanggulangan KLB yang cepat dan tepat terlaksana kurang dari 24
jam sejak teridentifikasi adanya KLB atau dugaan KLB,
(d) Tidak terjadi KLB yang besar dan berkepanjangan.

15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau
kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. KLB
penyakit dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kesakitan dan kematian yang besar sehingga
membutuhkan perhatian dan penanganan oleh semua pihak yang terkait.
Sistem Kewaspadaan Dini KLB (SKD-KLB) merupakan kewaspadaan terhadap penyakit
berpotensi KLB beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Ruang lingkup SKD yaitu, kajian
epidemiologi secara terus menerus dan sistematis, Peringatan kewaspadaan dini, dan peningkatan
kewaspadaan dan kesiapsiagaan. Tujuan SKD adalah terselenggaranya kewaspadaan dan
kesiapsiagaan terhadap kemungkinan terjadinya KLB. Dalam penyelenggaraan SKD KLB dapat
dilakukan dengan tiga cara, yaitu pengorganisasian, sasaran dan kegiatan SKD KLB

3.2 Saran
Saran kami, untuk berkurangnya angkat kesakitan yang dapat menimbulkan wabah, ada baiknya
kita menerapkan Sistem Kewaspadaan Dini. Segera deteksi penyakit baik yang menular maupun
tidak menular, lalu prediksikan apakah dia tergolong penyakit yang berbahaya atau tidak, kemudian

16
lakukan anti sipasi untuk mencegah terjadinya wabah dan apabila telah ditemukannya penyakit,
lakukanlah segera reaksi cepat supaya dapat mengurangi kemungkinan terjangkit pada wilayah yang
lebih luas.

17
DAFTAR PUSTAKA

Menteri Kesehatan. Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa
(KLB). 2004. http://dinkes.ntbprov.go.id/sistem/data-dinkes/uploads/2013/10/Kepmenkes-No-949-th-
2004-ttg-Pedoman-Penyelenggaraan-Sistem-Kewaspadaan-Dini-KLB.pdf. Diakses online pada
tanggal 04 Maret 2016.
Kristina, N. Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD –
KLB). 2014.http://www.diskes.baliprov.go.id/id/SISTEM-KEWASPADAAN-DINI-KEJADIAN-LUAR-
BIASA--SKD-KLB-. Diakses online pada tanggal 04 Maret 2016.

18

Anda mungkin juga menyukai