Pembimbing :
dr. Irma Andriany , Sp.M
1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/ Tanggal Ujian / Presentasi Kasus :
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG
I. IDENTITAS
Nama : An MN
Umur : 11 tahun 5 bulan 6 hari
Alamat : Cikampek
Pekerjaan : Siswa
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 7 September 2018
II. ANAMNESIS
Auto dan Allo anamnesis : 7 September 2018
Keluhan Utama :
Pasien merasa semakin buram pada mata kiri sejak 1 bulan yang lalu
2
untuk melihat dengan lebih jelas. OS juga mengaku mata merasa tegang dan cepat lelah
pada saat melihat. Untuk melihat sangat dekat, pasien tidak memiliki keluhan apapun.
Kedua mata kadang merasa pegal dan berair. Rasa sakit pada mata, mata merah dan
keluarnya belekan di mata saat pagi hari di sangkal oleh pasien. Sebelumnya 3 tahun
yang lalu pasien sudah mulai merasa mata sering merasa pegal dan buram jika melihat
jauh. Di sekolah OS mengeluh tidak melihat papan tulis apabila duduk di belakang
kelas.
Pasien sudah pergi ke dokter mata 3 tahun yang lalu dan di resepin kacamata
namun semakin hari penglihatannya menjadi semakin burem. Sebelumnya OS
menggunakan kacamata dengan berukuran – 11.00 D mata kanan dan kiri. Keluhan sakit
kepala turut dirasakan pasien saat matanya berusaha fokus untuk melihat jauh dengan
kacamata.
Riwayat Kebiasaan
Menurut bapa OS, OS sering menonton tv dengan jarak dekat dan bermain hp
setiap hari.OS sering terpapar terhadap habuk dan asap rokok di rumah dan
lingkungannya.
3
III. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-Tanda Vital : Tidak dilakukan
Nadi :70x/menit
RR :18x/menit
Suhu :36.5oC
Kepala : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
THT : Dalam batas normal
Thorax
Jantung : Dalam batas normal
Paru : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Extremitas : Dalam batas normal
STATUS OPHTHALMOLOGIS
KETERANGAN OD OS
1. VISUS
- Visus jauh 0.8 ph tdk maju 0.05 ph 0.12
- Koreksi NBC NBC
- Addisi - -
- Kaca mata lama - -
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
- Eksoftalmus - -
- Enoftalmus - -
- Deviasi - -
- Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. SUPERSILIA
- Warna Hitam, distribusi Hitam, distribusi
normal normal
- Simetris Simetris Simetris
4
- Tanda peradangan - -
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Edema - -
- Nyeri tekan - -
- Ektropion - -
- Entropion - -
- Blefarospasme - -
- Sikatriks - -
5. KONJUNGTIVA PALBEBRA SUPERIOR INFERIOR
- Hiperemis - -
- Folikel - -
- Papil - -
- Sikatriks - -
- Hordeolum - -
- Kalazion - -
6. KONJUNGTIVA BULBI
- Sekret - -
- Injeksi Konjungtiva - -
- Injeksi Siliar - -
- Perdarahan - -
Subkonjungtiva
- Pterigium - -
- Pinguekula - -
7. SKLERA
- Warna Normal Normal
- Ikterik - -
- Nyeri Tekan - -
8. KORNEA
- Kejernihan Jernih Jernih
- Permukaan Rata Rata
- Ukuran Normal Normal
- Sensibilitas Baik Baik
- Infiltrat - -
- Sikatriks - -
- Ulkus - -
- Perforasi - -
5
- Arcus senilis - -
- Edema - -
9. BILIK MATA DEPAN
- Kedalaman Dalam Dalam
- Kejernihan Jernih Jernih
- Hifema - -
- Hipopion - -
10 IRIS
- Warna Coklat Coklat
- Sinekia - -
11 PUPIL
- Letak Sentral Sentral
- Bentuk Bulat Bulat
- Ukuran 3 mm 3 mm
- Refleks Cahaya langsung + +
- Refleks Cahaya tidak + +
langsung
12 LENSA
- Kejernihan Jernih Jernih
- Letak Tengah Tengah
- Test Shadow - -
13 BADAN KACA
- Kejernihan Jernih Jernih
14 FUNDUS OKULI
- Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Ekskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Rasio Arteri : Vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- C/D Rasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Makula Lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
6
- Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
15 PALPASI
- Nyeri tekan - -
- Massa tumor - -
- Tensi okuli 14.2 mmHg 18.6 mmHg
- Tonometri - -
16 KAMPUS VISI (LAPANG PANDANG)
- Tes Perimetri - -
- Tes Konfrontasi - -
Saran:
− Slit-Lamp
− Oftalmoskopi direk/indirek
− Shadow test
− Gonioskopi
− USG mata
− Orbscan corneal tophograper
V. RESUME
Pasien anak laki-laki berusia 11 tahun datang ke Poliklinik Mata RS Bayukarta
dengan keluhan mata kiri semakin buram terutama melihat jauh sejak 1 bulan yang lalu.
Untuk melihat sangat dekat, pasien tidak memiliki keluhan apapun. Mata kadang terasa
pegal dan berair. Pusing juga dirasakan saat berusaha memfokuskan penglihatan jauh.
4 tahun yang lalu mata kanan sudah sering merasa buram dan pegal.1 tahun yang lalu
pasien menjalani operasi blepharoplasty ODS dan 1 bulan yang lalu pasien menjalani
phakoemulsifikasi OD. Pasien tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis, nadi
70x/menit, frekuensi nafas 18x/menit, suhu 36.5oC
7
OD OS
Visus 0.8 ph tdk maju 0.05 ph 0.12
Lensa Jernih Jernih
Edema Palpebra - -
Nyeri tekan palpebral - -
Konjungtiva Hiperemis - -
Kornea Jernih Jernih
VIII. PENATALAKSANAAN
- Phacoemulsifikasi OS
- Siloxan ED 4 x 1 tetes OS
- Penggunaan kacamata
IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam : Bonam Bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam Dubia ad bonam
8
Diskusi Kasus
Pasien anak laki-laki usia 11 tahun dengan keluhan mata burem dan tidak nyaman
terutama saat melihat jauh. Keluhan dirasakan memberat sejak 1 bulan yang lalu dan OS
mengaku sudah menderita keluhan yang sama sejak 4 tahun yang lalu. OS mengaku di sekolah
kesulitan untuk melihat papan tulis jika berada di jarak jauh. OS mengaku pusing jika matanya
coba memfokuskan melihat jauh.
OS mengaku sudah pernah memakai kacamata dengan ukuran -11.00 sejak 3 tahun
yang lalu namun penglihatannya dirasakan semakin memburuk. OS sering memincingkan mata
kalau melihat jauh merupakan cara untuk mendapatkan efek pin-hole pada pandangan. OS
menyangkal adanya penglihatan berkabut atau berawan yang mana dugaan katarak kongenital
dapat disingkirkan. Dari anamnesa didapatkan OS menderita myopia progressif/maligna.
Berdasarkan riwayat penyakit mata pasien ini pernah di diagnose dengan entropion dan
sudah di lakukan operasi blepharoplasty ODS . jadi dapat diduga bahwa kejadian myopia yang
di derita pasien ini adalah kelaianan kongenital atau herediter pada media refraksinya dan bisa
kelainan panjang bola matanya.
Pentalaksanaan buat myiopia gravior ada bermacam-macam. Untuk kasus ini yang
paling tepat adalah dengan memasang lensa tanam (IOL) dengan cara phakoemulsifikasi. Kerna
dengan kacamata tidak memungkinkan terjadi perbaikan kerna myopia yang diderita bersifat
progressif. Namun komplikasi seperti ablasio retina, glaucoma akut harus diwaspadai dengan
teknik ini. LASIK tidak disarankan kerna pasien masih berusia 11 tahun.
9
MIOPIA
1.1 Definisi
Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata
tanpa akomodasi jatuh pada fokus yang berasa di depan retina. Dalam keadaan ini objek yang
jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan pada badan
kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi divergen membentuk
lingkaran yang difus dengan akibat bayangan yang kabur. Pasien miopia mempunyai pungtum
remotum ( titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau
berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila
kedudukan mata ini menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.
10
naik sedikit pada masa puber sampai sekitar umur 20 tahun. Besar dioptrinya kurang
dari S-5,00 Dioptri atau S – 6,00 Dioptri. Tetapi miopia tipe ini sekiranya dikoreksi
dengan lensa yang tepat dapat mencapai normal yaitu 6/6 atau 20/20.
2. Miopia progresif
Miopia tipe ini ditemukan pada setiap peringkat umur. Pada miopia tipe ini terjadinya
kelainan fundus yang khas untuk miopia tinggi ( miopia lebih dari Spheris -6,00
Dioptri).
3. Miopia maligna
Miopia tipe ini bisa juga disebut dengan miopia patologis atau degeneratif karena
disertai penuaan dari koroid dan bagian lain dalam bola mata yaitu lensa,koroid dan
badan siliar.
Klasifikasi Miopia: Faktor Penyebab
1. Miopia Axial
Miopia axial terjadi akibat dari bertambahnya panjang antero-posterior dari bola mata.
Pada orang dewasa panjang axial bola mata normal adalah 22,6 mm. Perubahan
diameter anteroposterior bola mata sebanyak 1 mm akan menimbulkan perubahan
refraksi sebesar 3 Dioptri. Miopia axial ini dapat terjadi sejak lahir oleh karena faktor
hereditas ataupun bisa disebabkan oleh komplikasi penyakit lain seperti gondok, TBC,
dan campak. Selain itu dapat juga disebabkan karena anak yang suka membaca dalam
jarak yang terlalu dekat sehingga mata luar dan polus posterior yang paling lemah dari
bola mata memanjang. Miopia ini dapat bertambah terus seiring dengan usia anak.
2. Miopia Kurvatura
Miopia tipe ini terjadi akibat peningkatan kurvatura dari lensa atau kornea atau kedua-
duanya. Kurvatura dari kornea bertambah kelengkungannya, misalnya pada
keratokonus dan kelainan kongenital. Kenaikan kelengkungan lensa bisa juga
menyebabkan miopia kurvatura, misalnya pada stadium intumesen dari katarak.
Perubahan kelengkungan kornea sebesar 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi
sebesar 6 dioptri.
3. Miopia Positional
Miopia tipe ini terjadi akibat perubahan posisi lensa kearah anterior setelah tindakan
bedah terutama glaukoma berhubungan dengan terjadinya miopia.
4. Miopia Indeks Refraksi
11
Miopia tipe ini adalah disebabkan berlakunya peningkatan indeks bias dari lensa diikuti
dengan dengan terjadinya nuklear sklerosis. Peningkatan indeks bias media refraksi
sering terjadi pada penderita diabetes melitus yang kadar gula darahnya tidak terkontrol.
Klasifikasi Miopia : Variasi Klinis
1. Miopia Kongenital
Miopia kongenital biasanya didapatkan sejak lahir namun baru dapat didiagnosa pada
saat pasien anak mencapai usia 2-3 tahun. Biasanya miopia tipe ini terjadi secara
unilateral dan mengakibatkan anisometropia. Namun pada kasus yang jarang terdapat
kemungkinan miopia tipe ini terjadi bilateral. Anak yang mengalami miopia tipe ini
cenderung untuk melakukan konvergen squint untuk melihat objek yang jauh (10-12
cm) dengan lebih jelas. Miopia kongenital ini biasanya disertai dengan kelainan
kongenital yang lain seperti katarak, mikrophtalmus, aniridia, megalokornea dan
separasi retina kongenital.
2. Miopia Simplek
Miopia simplek atau developmental merupakan tipe miopia yang sering terjadi. Miopia
tipe ini biasanya dianggap sebagai perubahan fisiologis dan tidak ada kaitan dengan
penyakit mata lainnya. Prevalensi miopia tipe ini meningkat dari 2 % pada umur 5 tahun
kepada 14 % pada umur 15 tahun. Disebabkan peningkatan signifikan kasus ini terjadi
pada usia sekolah yaitu 8 – 10 tahun, miopia tipe ini juga disebut school myopia.
2.1 Etiologi
Miopia tipe ini merupakan suatu variasi biologi normal dari perkembangan mata
dimana miopia tipe ini bisa berkait dengan genetik maupun tidak. Beberapa faktor
penyebab terjadinya miopia simplek ini adalah:
Miopia simplek tipe axial : Merupakan variasi fisiologis dari perkembangan
bola mata atau berhubungan dengan pertumbuhan neurologi prekok pada
masa anak-anak
Miopia simplek tipe kurvatural : Miopia tipe ini disebabkan oleh tidak
terjadinya perkembangan dari bola mata.
Pengaruh genetik : Genetik berperan dalam menentukan variasi
pertumbuhan bola mata dimana anak dengan kedua orang tua yang
mempunyai riwayat miopia mempunyai persentase sebanyak 20% mendapat
miopia dibanding dengan anak dengan salah satu orang tua yang mempunyai
riwayat miopia ( 10%) dan anak dengan orang tua tidak mempunyai riwayat
miopia (5%).
12
Teori bekerja dengan penglihatan sangat dekat: Menurut teori ini, sekiranya
dari zaman anak masih kecil mereka sudah terbiasa dengan bekerja dengan
penglihatan sangat dekat ini dapat mencetuskan miopia. Namun, teori ini
masih belum terbukti secara medis.
Gejala Klinis
Symptom
- Kabur pada penglihatan jauh
- Gejala astenopia dapat terjadi pada pasien dengan miopia ringan
- Orang tua sering mengeluh anak mereka sering menyipitkan mata.
Tindakan ini dilakukan anak untuk mendapatkan penglihatan yang lebih
jelas.
Signs
- Bola mata tampak lebih besar dan menonjol.
- Kamera okuli anterior tanpak lebih dalam dibandingkan dengan mata
normal
- Pupil tampak lebih melebar
- Pada pemeriksaan fundus biasanya hasil yang didapatkan normal
- Biasanya terjadi pada usia 5 – 10 tahun dan meningkat sampai usia 18 –
20 tahun dengan rata-rata -0,5 ± 0,3 per tahun.
1 Miopia Patologis / Degeneratif
Miopia tipe patologis/ degeneratif/ progresif merupakan tipe miopia yang berjalan
secara progresif dan didapatkan mulai dari umur 5 – 10 tahun dan berkembang menjadi
miopia derajat tinggi pada saat dewasa di mana keadaan ini berefek pada perubahan
degenerasi pada mata.
1.3 Etiologi
Pengaruh herediter : Literatur telah membuktikan bahwa miopia tipe ini
sangat dipengaruhi faktor herediter dimana miopia tipe ini bersifat familial,
lebih sering terjadi pada bangsa arab, cina, jepang dan yahudi dan miopia
tipe ini sangat jarang terjadi pada bangsa negro, nubian dan sudan. Hal ini
menunjukkan hubungan herediter dalam perkembangan retina namun koroid
13
mengalami degenerasi akibat dari peregangan mengakibatkan degenerasi
retina.
Pengaruh pertumbuhan secara umum: Proses pertumbuhan ini merupakan
faktor minor pada perkembangan miopia. Perpanjangan dari segmen
posterior bola mata terjadi hanya sepanjang masa pertumbuhan aktif dan
diperkirakan berhenti saat pertumbuhan aktif berhenti. Pada saat
pertumbuhan ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seperti
nutrisi, defisiensi, gangguan hormonal dan penyakit yang terjadi saat
pertumbuhan aktif sehingga mempengaruhi perkembangan miopia.
14
- Rabun pada malam hari dapat terjadi pada pasien dengan miopia
tinggi.
Signs
- Bola mata yang lebih besar dan menonjol
- Kornea terlihat lebih besar
- Bilik kamera depan lebih dalam dibanding dengan normal
- Pupil lebih melebar dibanding dengan normal
- Gambaran pada pemeriksaan fundus:
Badan kaca: Ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau
degenerasi yang terlihat sebagai floaters atau benda-benda
mengapung dalam badan kaca. Kadang ditemukan ablasi
badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya dengan
keadaan miopia.
Papil saraf optik: Terlihat pigmentasi peripapil, kresen
miopia, papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama k
bagian temporal. Kresen miopia dapat ke seluruh lingkaran
papil sehingga papil dikelilingi oleh daerah koroid yang
atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.
Degenerasi pada retina dan koroid: Keadaan ini ditandai
dengan plak keputihan pada makula dengan sedikit pigmen
yang mengelilinginya. Foster fuchs spot berupa bercak merah
sirkuler yang disebab kan oleh neovaskularisasi sub retinal
dan perdarahan koroid dapat terlihat di daerah makula.
Stafiloma posterior: Keadaan ini terjadi akibat dari ekstasi
sklera pada daerah posterior sehingga terlihat gambaran
pembuluh darah yang berkelok dari tempat pertumbuhan
asal.
Lapang pandang terlihat berkontraksi dan memperlihatkan
adanya skotoma.
ERG menunjukkan hasil sub normal electroretinogram.
15
Gambar 3 : Kresen Miopia
16
Uji penglihatan terhadap warna
Uji gerekan otot-otot mata
Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di depan mata
Mengukur tekanan cairan di dalam mata
Pemeriksaan funduskopi
18
Gambar 6: Radial Keratotomy
2. Photorefractive Keratectomy (PRK)
Pada teknik PRK ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior difotoablasi
dengan menggunakan kaser excimer (193 nm sinar UV) yang bisa menyebabkan
sentral kornea menjadi flat. Kelamahan dari tindakan ini adalah penyembuhan post
operatif yang lambat, keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan
keterlambatan pulihnya penglihatan, pasien merasa nyeri dan tidak nyaman selama
beberapa minggu, dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang menganggu englihatan
dan tindakan ini lebih mahal dibandingkan dengan radial keratotomy.
19
Gambar 7: Photorefractive Keratectomy
3. Laser in-situ Keratomileusis ( LASIK)
LASIK adalah suatu tindakan koreksi kelainan refraksi mata yang menggunakan
teknologi laser dingin (cold/non thermal laser) dengan cara merubah atau mengkoreksi
kelengkungan kornea. Setelah dilakukan tindakan LASIK, penderita kelainan refraksi dapat
terbebas dari kacamata atau lensa kontak, sehingga secara permanen menyembuhkan rabun
jauh (miopia), rabun dekat (hipermetropia), serta mata silinder (astigmatisme).
Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:
20
Tidak sedang hamil atau menyusui
Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun
Mempunyai ukuran kacamata/ lensa kontak yang stabil selama paling tidak 6 (enam)
bulan
Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf mata, katarak, glaukoma
dan ambliopia
Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau 2 (dua) minggu dan
30 (tiga puluh) hari untuk lensa kontak (hard contact lens)
Usia < 18 tahun / usia dibawah 18 tahun dikarenakan refraksi belum stabil
Sedang hamil atau menyusui
Kelainan kornea atau kornea terlalu tipis
Riwayat penyakit glaukoma
Penderita diabetes melitus
Mata kering
Penyakit autoimun
Kelainan retina atau katarak
Sebelum menjalani prosedur LASIK, pasien harus melakukan konsultasi atau pemeriksaan
dengan dokter spesialis mata untuk dapat mengetahui dengan pasti mengenai prosedur /
tindakan LASIK baik dari manfaat, ataupun kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi.
Setelah melakukan konsultasi / pemeriksaan oleh dokter spesialis mata, mata pasien akan
diperiksa secara seksama dan teliti dengan menggunakan peralatan yang berteknologi tinggi
(computerized) dan mutakhir sehingga dapat diketahui apakah seseorang layak untuk
menjalankan tindakan LASIK.
21
Prosedur dapat diulang (Enhancement)
2.5 Komplikasi
Miopia boleh menimbulkan beberapa komplikasi dari yang ringan sehingga yang berbahaya
buat pasien. Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien dengan miopia adalah:
Ablasi Retina
Katarak komplikata
Perdarahan pada badan kaca
Perdarahan pada daerah koroid
Strabismus akibat konvergensi yang terus menerus.
Selain komplikasi yang ditimbulkan akibat penyakit miopia itu sendiri, komplikasi dapat juga
terjadi setelah tindakan operatip maupun penatalaksanaan secara non farmakologis.
Penggunaan lensa kontak tanpa pengawasan dan penjagaan higiene yang baik dapat
menyebabkan terjadi infeksi yang akhirnya bisa menyebabkan keratitis. Terapi operatif laser
juga bisa menyebabkan kerusakan serius pada mata sekiranya tidak dilakukan dengan prosedur
yang tepat dan kurangnya persiapan.
2.6 Pencegahan
Pencegahan dari miopi meliputi :
Membaca pada jarak yang benar (30 cm)
Membaca dalam ruangan yang mempunyai pencahayaan yang cukup
Mengistirahatkan mata pada saat mata merasa lelah
Segera konsul ke dokter sekiranya mempunyai keluhan seperti penglihatan buram
22
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Kelainan Refraksi dan Kacamata Edisi Kedua. Fakultas Kedokteran Indonesia.
Jakarta. 2006.hal 47-48.
2. Paul R.E, John P.W. Optic & Refraction.Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology
Sixteenth Edition. United States Of America. 2004. hal 380 – 395
4. Khurana A.K. Comphrehensive Ophtalmology Fourth Edition. New Delhi. 2007. hal 19
- 49
23