Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

Urtikaria ialah reaksi vaskular di kulit akibat berbagai macam sebab, dapat
ditandai dengan edema setempat yang timbul mendadak dan menghilang
perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit,
sekitarnya dapat dikelilingi halo. Urtikaria merupakan erupsi kulit yang
berbatas tegas, berwarna merah, lebih pucat pada bagian tengah disertai rasa
gatal. Dalam istilah awam lebih dikenal dengan istilah “kaligata” atau
“biduran”.
Urtikaria dapat terjadi secara akut maupun kronik, keadaan ini merupakan
masalah bagi penderita maupun bagi dokter. Walaupun patogenesis dan
penyebab yang dicurigai telah diketahui, ternyata pengobatan yang diberikan
kadang tidak memberi hasil seperti yang diharapkan. Hal ini mungkin
disebabkan kesalahan dalam menentukan penyebab dari urtikaria tersebut.
Banyak sekali faktor penyebab urtikaria, baik faktor dari dalam tubuh berupa
reaksi imunitas yang berlebihan atau faktor dari luar berupa penggunaan obat-
obatan, makanan gigitan serangga, bahan fotosensitizer, inhalan, kontaktan, dan
banyak macam lain.
Mengingat penyakit ini sering dijumpai, penting untuk mengetahui
mekanisme terjadinya urtikaria, sehingga nantinya dapat menuntun
pemeriksaan yang rasional. Maka pada referat ini penulis akan mengurai
penyebab, patofisiologi, klasifikasi hingga penatalaksanaan yang tepat bagi
penderita urtikaria.

1
BAB II

PEMBAHASAN

EPIDEMIOLOGI

Urtikaria dan angioedema merupakan gangguan yang sering dijumpai.


Faktor usia, ras, jenis kelamin, pekerjaan, lokasi geografis, dan musim
memengaruhi jenis pajanan yang akan dialami oleh seseorang. Urtikaria atau
angioedema digolongkan sebagai akut bila berlangsung kurang dari 6 minggu, dan
dianggap kronis bila lebih dari 6 minggu. Urtikaria kronis umumnya dialami oleh
orang dewasa, dengan perbandingan perempuan : laki-laki adalah 2:1. Sebagian
besar anak-anak (85%) yang mengalami urtikaria, tidak disertai angioedema.
Sedangkan 40% dewasa yang mengalami urtikaria, juga mengalami angioedema.
Sekitar 50% pasien urtikaria kronis akan sembuh dalam waktu 1 tahun, 65 %
sembuh dalam waktu 3 tahun dan 85% akan sembuh dalam waktu 5 tahun. Pada
kurang dari 5% pasien, lesi akan menetap lebih dari 10 tahun.

GAMBARAN KLINIS

Rasa gatal yang hebat hampir selalu merupakan keluhan subyektif urtikaria,
dapat juga timbul rasa terbakar atau rasa tertusuk. Secara klinis tampak lesi urtika (
eritema dan edema setempat yang berbatas tegas ) dengan berbagai bentuk dan
ukuran. Kadang – kadang bagian tengah lesi tampak lebih pucat. Bila terlihat urtika
dengan bentuk papular, patut dicurigai adanya gigitan serangga atau sinar
ultraviolet sebagai penyebab.

Bila lesi menyebabkan jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan
subkutis atau atau submukosa, akan terlihat edema dengan batas difus dan disebut
agioedema. Rasa gatal umumnya tidak di dapatkan pada angioedema, namun
terdapat rasa terbakar. Angioedema sering dijumpai dikelopak mata dan bibir. Bila
angiedema terjadi di mukosa saluran nafas, suara serak dan rinitis. Angioedema di
saluran cerna bermatifestasi sebagai rasa mual, muntah, kolik abdomen dan diare.

Urtikaria akibat tekanan mekanis dapat dijumpai pada tempat – tempat yang
tertekan pakaian misalnya di sekitar pinggang, bentuknya sesuai dengan tekanan

2
yang menjadi penyebab. Pada pasien seperti ini, uji dermografisme menimbulkan
lesi urtika yang linear pada kulit setelah digores dengan benda tumpul.

Urtikaria kolinergik memberikan gambaran klinis yang khas, yaitu urtika


dengan ukuran kecil 2 – 3 mm, folikular, dan dipicu oleh peningkatan suhu tubuh
akibat latihan fisik, suhu lingkungan yang sangat panas dan emosi. Urtikaria
kolinergik terutama dialami oleh remaja dan dewasa muda.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang pada urtikaria terutama ditujukan untuk mencari


penyebab atau pemicu urtikaria. Adapun pemeriksaan yang diperlukan adalah :

1. Pemeriksaan darah, urin dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi
yang tersembunyi, infestasi, atau kelainan alat dalam.
2. Pemeriksaan kadar IgE total dan eosinofil untuk mencari kemungkinan
kaitannya dengan faktor atopi
3. Pemeriksaan gigi, THT dan usapan genitalia interna wanita untuk mencari
fokus infeksi.
4. Uji tusuk kulit terhadap berbagai makanan dan inhalan
5. Uji serum autolog dilakukan pada pasien urtikaria kronis untuk
membuktikan adanya urtikaria autoimun
6. Uji dermografisme dan uji dengan es batu ( ice cube test ) untuk mencari
penyebab fisik
7. Pemeriksaan histopatologis kulit perlu dilakukan bila terdapat
kemungkinan urtikaria sebagai gelaja vaskulitis atau mastositosis

DIAGNOSIS dan DIAGNOSIS BANDING

Dengan anamnesa yang teliti dan pemeriksaan klinis yang cermat,


umumnya diagnosis urtikaria dan angioedema dapat ditegakan dengan mudah.
Pemeriksaan penunjang dibutuhkan untuk menyokong diagnosis dan mencari
penyebab. Perlu pula dipertimbangkan beberapa penyakit sebagai diagnosis
banding karena memiliki gejala urtika atau mirip urtika dalam perjalanan

3
penyakitnya, yaitu vaskulitis, mastositosis, pemfigo bulosa, pitiriasis rosea tipe
papular, lupus eritematosus kutan, anafilaktoid purpura ( Henoch- Schonlein
purpura ), dan morbus Hansen. Untuk menyingkirkan diagnosis banding ini, perlu
dilakukan pemeriksaan histopatologis kulit.

TATA LAKSANA

Hal terpenting dalam penatalaksanaan urtikaria adalah identifikasi dan


eliminasi penyebab dan atau faktor pencetus. Pasien juga dijelaskan tentang
pentingnya menghindari komsumsi alkohol, kelelahan fisik dan mental, tekanan
pada kulit misalnya pakaian yang ketat, dan suhu lingkungan yang sangat panas,
karena hal – hal tersebut akan memperberat gejala urtikari.

Asian consensus guidelines yang diajukan aoleh AADV pada tahu 2011
untuk pengelolaan urtikaria kronis dengan menggunakan antihistamin H1 non
sedasi, yaitu :

 Antihistamin H1 non – sedasi (AH1- ns ) bila gejala menetap setelah 2


minggu
 AH1 – ns dengan dosis ditingkatkan sampai 4x, bila gejala menetap setelah
1 – 4 minggu
 AH1 sedasi atau AH1 –ns golongan lain + antagonis leukotrien, bila terjadi
eksaserbasi gejala, tambahkan kortikosterois sistemik 3 -7 hari
 Bila gejala menetap setelah 1-4 minggu, tambahkan siklosporin A, AH2,
Depson omalizumab
 Eksaserbasi diatasi dengan kortikosteroid sistemik 3-7 hari

Terapi ini pertama untuk urtikaria adalah antihistamin H1 generasi baru ( non-
sedasi ) yang dikomsumsi secara teratur, bukan hanya digunakan ketika lesi
muncul. Pemberian antihistamin tersebut harus mempertimbangkan usia,
status kehamilan, status kesehatan dan respon individu. Bila gejala menetap
setelah 2 minggu, diberikan terapi lini kedua, yaitu dosis biasa, dengan
mempertimbangkan ukuran tubuh pasien. Bila gejala menetap setelah 1-4
minggu, dianjurkan penggunaan terapi lini ketiga, yaitu mengubah jenis

4
antihistamin menjadi AH1 sedasi atau AH1 – ns golongan lain, ditambah
dengan antagonis leukotrien, misalnya zafirlukast atau montelukast.

Dalam terapi lini ketiga ini, bila muncul eksaserbasi lesi, dapat diberikan
kortikosteroid sistemik ( dosis 10-30 mg prednisolon ) selama 3- 7 hari. Bila
gejala menetap setelah 1-4 minggu, dianjurkan pemberian terapi lini keempat,
yaitu penambahan antihistamin H2 dan imunoterapi. Imunoterapi dapat berupa
siklosporin A, Omalizumab, imunoglobin intravena ( IVIG ), plasmaferesis,
takrolimus oral, metotreksat, hidroksiklorokuin, dan dapson. Eksaserbasi lesi
yang terjadi selama terapi lini keempat, diatasi dengan pemberian
kortikosteroid sistemik ( prednison 10 – 30 mg ) selama 3-7 hari.

Dalam tatalaksana urtikaria, selain terapi sistemik, juga dianjurkan untuk


pemberian terapi topikal untuk mengurangi gatal, berupa bedak kocok atau
lotio yang mengandung mentol 0,5 – 1 % atau kalamin. Dalam praktek sehari
– hari, terapi lini pertama dan kedua dapat diberikan oleh dokter umum, dan
apabila penatalaksanaan tersebut tidak berhasil, sebaiknya pasien dirujuk untuk
penatalaksaan lebih lanjut.

Pada urtikaria yang luas atau disertai dengan angioedema, perlu dilakukan
rawat inap dan selain pemberian antihistamin, juga diberikan kortikosteroid
sistemik ( metilprednisolon dosis 40 – 200 mg ) untuk waltu yang singkat. Bila
terdapat gejala syok anafilaksis, dilakukan protokol anafilaksis termasuk
pemberian epinefrine 1 : 1000 sebanyak 0,3 ml intramuskular setiap 10 – 20
menit sesuai kebutuhan.

PROGNOSIS

Prognosis urtikaria akut baik, karena penyebabnya dapat diketahui dengan


mudah, untuk selanjutnya dihindari.urtikaria khronis merupakan tantangan
bagi dokter maupun pasien., karena membutuhkan penanganan yang
komprehensif untuk mencari penyebab dan menentukan jenis pengobatannya.
Walaupun umumnya tidak mengancam jiwa, namun dampaknya terhadap
kualitas hidup pasien sangat besar. Urtikaria yang luas atau disertai dengan

5
angioedema merupakan kedaruratan dalam ilmu kesehatan kulit dan kelamin,
sehingga membutuhkan penanganan yang tepat untuk menurunkan mortalitas.

Anda mungkin juga menyukai